Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

DI LEMBAGA FARMASI PUSAT KESEHATAN ANGKATAN


DARAT

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Profesi Apoteker pada Program Studi Profesi
Apoteker Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada

Disusun oleh :
Muhamad Adipraja, S.Farm
52119035

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


DI LEMBAGA FARMASI PUSAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT

Agustus 2020

Laporan ini disusun untuk mememnuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker pada Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker STIKes Bakti Tunas
Husada Tasikmalaya

Muhamad Adipraja, S.Farm


52119035

Disetujui Oleh :

Pembimbing PKPA Pembimbing PKPA


STIKes Bakti Tunas Husada Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan
Tasikmalaya Angkatan Darat

Apt. Firman Gustaman, M.Si. Dr.Apt. TPH. Simorangkir, M.Si


NIY: 880141 NRP 11940009051168

Mengetahui:

Kepala PSPA
STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

Apt. Hj. Nur Rahayuningsih, M.Si.


NIY: 880057
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Farmasi
Pusat Kesehatan Angkatan Darat (PT LAFI AD) denganbaik dan dapat menyusun
laporan PKPA ini.
Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi Apoteker pada Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker di STIKes Bakti
Tunas Husada Tasikmalaya. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan
rasa hormat dan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
dan dukungan selama pelaksanaan PKPA ini:
1. Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat
2. Apt. Nur Rahayuningsih, M.Si. selaku Ketua Program Studi Profesi
Pendidikan Apoteker STIKes Bakti Tunas Husada.
3. Apt. Firman Gustaman, M.Si. selaku Pembimbing Praktek Kerja Profesi
Apoteker di Program Studi Profesi Pendidikan Apoteker STIKes Bakti Tunas
Husada.
4. Dr.Apt. TPH. Simorangkir, M.Si Selaku Pembimbing Praktek Kerja Profesi
Apoteker di Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat. Atas semua
bantuan dan kerja samanya selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi
Apoteker.
5. Seluruh staf dan dosen Prodi Profesi Apoteker STIKes BTH Tasikmalaya.
6. Seluruh staf dan karyawan Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan
Darat atas semua bantuan dan kerja samanya selama pelaksanaan Praktek
Kerja Profesi Apoteker.
7. Seluruh rekan-rekan PSPPA angkatan II, terimakasih atas dukungan dan
motivasi serta bantuannya.
8. Kedua orang tua dan serta keluarga tercinta yang senantiasa memberikan doa,
kasih sayang dan motivasi sehingga menjadi sumber kekuatan dan semangat
bagi penulis
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya atas kebaikan dan
ketulusan semua pihak yang telah membantu, dalam penulisan laporan ini dari
awal sampai akhir.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
laporan ini. Untuk itu, segala saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan
oleh penulis. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat yang berarti bagi
ilmu pengetahuan dan dunia kesehatan khususnya kefarmasian. Semoga
kerjasama yang baik ini dapat terus dilanjutkan dan ditingkatkan di masa
mendatang.

Tasikmalaya, Agustus 2020.


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... vii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................
1.2 Tujuan PKPA ................................................................................
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI
2.1 Sejarah Singkat .............................................................................
2.2 Misi dan Visi Perusahaan..............................................................
2.3 Kegiatan di Industri ......................................................................
2.3.1 PPIC ..................................................................................
2.3.2 Procurement ......................................................................
2.3.3 QA .....................................................................................
2.3.4 Production .........................................................................
2.3.5 Engineering ......................................................................
2.3.6 Reguratory Affairs.............................................................
BAB III Hasil Observasional dan Pembahasan
3.1 PPIC ..............................................................................................
3.2 Procurement ..................................................................................
3.3 Quality Assurance (QA) ...............................................................
3.4 Production .....................................................................................
3.5 Engineering ..................................................................................
3.6 Reguratory Affairs.........................................................................

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 KESIMPULAN.............................................................................
4.2 SARAN .........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis (Depkes RI, 2009). Pelayanan kesehatan merupakan setiap
upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok dan atupun masyarakat Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat dengan menanamkan pemeliharaan peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pemulihan kesehatan (Rehabilitatif) (Depkes RI, 2009).
Untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman dan berkhasiat
dikeluarkanlah Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan
Obat yang Baik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, perlu disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pembuatan obat dan
bahan obat (CPOB, 2018)
CPOB adalah cara pembuatan obat dan / atau bahan obat yang bertujuan
untuk memastikan agar mutuobat dan / atau bahan obat yang dihasilkan sesuai
dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB bertujuan untuk memastikan
agar mutu obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan dan sesuai dengan tujuan
pengunaannya. Pedomanini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industry
farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan serta
diperlukan SDM yang memenuhi kualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk
menjalankan kegiatan industri. (CPOB, 2018).
CPOB mencakup seluruh aspek produksi termasuk Sistem mutu industri
farmasi; Personalia; Bangunan – Fasilitas; Peralatan; Produksi; Cara Penyimpanan
dan Pengiriman Obat yang Baik; Pengawasan Mutu; Inspeksi Diri, Audit Mutu
dan Audit & Pengiriman obat yang baik; Pengawasan Mutu; Inspeksi Diri, Audit
Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok; Keluhan dan Penarikan Produk;
Dokumentasi; Kegiatan Alih Daya; Kualifikasi dan Validasi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
pekerjaan kefarmasian, Industri Farmasi harus memiliki tiga orang Apoteker
sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastianmutu, produksi,
dan pengawasanmutu. Peran Apoteker dalam hal ini diantaranya adalah
melakukan penerapan prinsip-prinsip CPOB dan menangani permasalahan yang
terjadi di industri farmasi yang berkaitan dengan produk yang akan diproduksi.
Salah satu cara untuk menghasilkan Apoteker yang siap di dunia kerja
industri farmasi, maka melalui kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker
diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi calon Apoteker
untuk memahami ruang lingkup industry farmasi. STIKes BTH Tasikmalaya
bekerja sama dengan Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat. Dalam
menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker, sebagai sarana belajar yang
diharapkan dapat mengambil manfaat dan ilmu sebanyak mungkin yang nantinya
dapat diaplikasikan dengan baik untuk kepentingan dunia kesehatan.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Industri Farmasi


Tujuan dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di diIndustri PT
LAFI AD adalah:
a. Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang tugas dan tanggung
jawab apoteker fungsi serta tanggung jawab apoteker di Industri Farmasi.
b. Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di
bidang pekerjaan kefarmasian.
c. Mengetahui penerapan nyata prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) dalam pekerjaan kefarmasian.
d. Mempersiapkan calon apoteker untuk siap kerja di Industri Farmasi secara
profesional.
BAB II
TINJAUAN KHUSUS
LEMBAGA FARMASI PUSAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT

2.1 Sejarah Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat


Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Puskesad) atau
yang dahulu bernama Militaire Scheikundig Laboratorium (MSL), merupakan
lembaga yang didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1818 di Jakarta.
Lembaga tersebut berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan yang
dibutuhkan oleh tentara Belanda. Pada tanggal 1 Juni 1950, lembaga ini diambil
alih oleh pemerintah Republik Indonesia dan dibagi menjadi dua bagian, yakni
Laboratorium Kimia Tentara (LKT) yang kemudian berkembang menjadi
Laboratorium Kimia Angkatan Darat (LKAD) dan Depot Obat Tentara Pusat
(DOTP) yang berkembang menjadi Depot Obat Angkatan Darat (DOAD).
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Kesehatan Angkatan Darat
No.KPTS/61/10/IX/1960 tanggal 13 September 1960, terhitung mulai tanggal 8
Juni 1960 LKAD dan DOAD disatukan menjadi Lembaga Farmasi Angkatan
Darat (LAFI AD). Pada tanggal 15 Oktober 1970, LAFI AD dipisah kembali
menjadi dua bagian, yaitu LAFI AD, yang selanjutnya menjadi Lembaga Farmasi
Jawatan Kesehatan Angkatan Darat (LAFIJANKESAD) dan DOAD, yang
selanjutnya menjadi Depot Peralatan Kesehatan (DOPALKES) dan kemudian
menjadi Depot Pusat Perbekalan Kesehatan Jawatan Kesehatan Angkatan Darat
(Dirkesad, 2007).
Pada tahun 1985, LAFI JANKESAD dan DOPUSBEKKES
JANKESAD disatukan kembali menjadi LAFI PUSKESAD dan pada tanggal 1
April 2005, Lafi Puskesad dipisah kembali menjadi Lafi Puskesad dan Gudang
Pusat (GUPUS) II Puskesad. Pada awalnya, kegiatan produksi Lafi Puskesad
dilakukan di Jalan Gudang Utara No. 25 Bandung dengan luas tanah 6.562 m2
dan luas bangunan 3.382 m². Berdasarkan hasil evaluasi Direktur Jenderal Balai
Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
sarana fasilitas produksi ditempat tersebut belum memenuhi persyaratan sesuai
dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.43/Menkes/SK/II/1988 tentang
Pedoman CPOB dan Surat Keputusan Dirjen POM No. 544/A/SK/XII/1989
tentang penerapan CPOB. Oleh sebab itu, pada tahun 1995 diajukanlah Rencana
Induk Pembangunan (RIP) Lafi Puskesad dengan lokasi di Jalan Gudang Utara
No. 26 Bandung dengan luas tanah 12.152 m² dan luas bangunan 6.087,25 m².
Gedung baru Lafi Puskesad dirancang sesuai dengan persyaratan CPOB. Pada
tanggal 28 Februari 1996, RIP tersebut mendapat persetujuan dari Dirjen POM
Depkes RI dengan surat No.02.01.2.4.96.665 (Dirkesad, 2007).
Pada tahun 1997 dimulai pembangunan sarana fasilitas Lafi Puskesad
sesuai dengan RIP yang sudah disetujui tersebut. Pada tahun 2000, Lafi Puskesad
telah berhasil mendapatkan empat sertifikat CPOB untuk sediaan antibiotik β-
laktam, selanjutnya pada tahun 2001 diperoleh satu sertifikat CPOB untuk sediaan
serbuk injeksi steril antibiotik β-laktam dan turunannya, serta pada tanggal 1 Juni
2006 diperoleh lima sertifikat CPOB untuk fasilitas non β-laktam yaitu sediaan
tablet biasa non-antibiotika, tablet salut non- antibiotika, kapsul keras non-
antibiotika, serbuk oral non-antibiotika dan cairan obat oral non-antibiotika. Pada
tahun 2015, Lafi Puskesad hanya memiliki empat sertifikat CPOB untuk sediaan
non β-laktam yaitu untuk sediaan tablet biasa, kapsul keras, serbuk oral, dan
cairan obat luar nonantibiotika, sedangkan untuk sediaan tablet salut sudah
disatukan dengan sertifikat tablet biasa menjadi satu sertifikat, yaitu sertifikat
tablet biasa dan tablet salut non antibiotika (Dirkesad, 2007).

2.2 Visi dan Misi LAFIPUSKESAD


Visi :
Menjadi salah satu lembaga produksi yang mampu memenuhi kebutuhan
obat bermutu bagi TNI.
Misi :
a. Mampu memenuhi kebutuhan obat DUKKES dan YANKES TNI-AD.
b. Pusat Litbang dan informasi obatTNI-AD.
c. Mampu menjadi mitra industri lain untuk memenuhi kebutuhan obatNasional
(DIrkesad, 2007).
2.3 Kegiatan Di Industri
2.3.1 PPIC (Production Planning and Inventory Control)
Material Management adalah suatu alat (manajemen) untuk mencapai
tujuan pengelolaan material (bahan baku, bahan kemas, produk setengah jadi, &
produk jadi) itu sendiri. Tugas pokok Material Management adalah mengubah
ramalan penjualan (forecasting) menjadi perencanaan produksi dan kemudian
menjadi perencanaan bahan baku, persediaan akhir, hasil antara, peralatan
pengangkutan, dan jam kerja. PPIC adalah kegiatan utama dalam material
management yaitu perencanaan produksi (production planning) dan pengendalian
persediaan (inventory control) di banyak perusahaan, bagian/departemen
(Priyambodo, B ).
2.3.2 Procurement (Pengadaan)
Dalam industri farmasi, komponen terbesar dalam struktur biaya produk
adalah biaya pengadaan barang, termasuk di dalamnya adalah pengadaan bahan
awal (starting material) yang terdiri dari bahan baku (baik bahan baku aktif
maupun bahan penolong) serta bahan pengemas.
Bagian pembelian bertanggung jawab untuk melakukan pembelian segala
hal keperluan perusahaan, baik keperluan administrasi seperti alat tulis kantor dan
alat elektronik maupun keperluan yang terkait langsung dengan produksi obat
seperti bahan baku obat, bahan pengemas, spare part mesin-mesin produksi, dan
lainlain.
2.3.3 Pemastian Mutu (Quality Assurance)
Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik
secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat
yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat
dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai
dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu pemastian mutu mencakup CPOB
ditambah dengan faktor lain di luar pedoman ini, seperti desain dan
pengembangan produk.
Tanggungjawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan.
Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama proses lain
serta dilakukan validasi. pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan
proses, pengemasan dan pengujian tiap bets, dilakukan sebelum memberikan
pengesahan pelulusan untuk distribusi produk jadi. Penilaian hendaklah meliputi
semua faktor yang relevan termasuk kondisi produksi, hasil pengujian selama-
proses, pengkajian dokumen pembuatan (termasuk pengemasan), pengkajian
penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari
Spesifikasi Produk Jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir (BPOM,
2012).
Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk
memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan, penyimpangan
dilaporkan, diselidiki dan dicatat. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan
yang berdampak pada mutu produk. Prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi
dan disetujui dan evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi
konsistensi proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan
(BPOM, 2012).
2.3.4 Produksi
Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan
izin pembuatan dan izin edar.
Produksi hendaklah dilakukan dan disupervisi oleh personel yang
kompeten. Seluruh penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan
karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan,
pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai prosedur atau
instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. Seluruh bahan yang diterima hendaklah
diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya dengan pesanan. Wadah hendaklah
dibersihkan dimana perlu dan diberi penandaan dengan data uang diperlukan
(BPOM, 2018).
Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik
atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus
untuk pemakaian atau distribusi. Produk antara dan produk ruahan yang diterima
hendaklah ditangani seperti penerimaan bahan awal (BPOM, 2018).
2.3.5 Enginering
Enginering (sistem penunjang) berdasarkan Peraturan Kepala BPOM
Republik Indonesia tahun 2018 tentang Penerapan Pedoman CPOB merupakan
sarana yang dapat memengaruhi mutu produk (misal uap panas, gas, udara
bertekanan dan sistem tata udara) hendaklah dikualifikasi dan dipantau
sebagaimana seharusnya dan hendaklah diambil tindakan bila batas dilampaui.
Setiap sistem penunjang kritis dijelaskan pada masing-masing sub bab.
1) Sistem Pengelola Air (SPA)
Sistem Pengelola Air (SPA) adalah suatu sistem pengolaaan air sehingga
didapatkan kualitas air yang dibutuhkan oleh setiap jenis obat yang dibuat dan
memenuhi persyaratan monografi farmakope. Air merupakan bahan awal untuk
memastikan produksi obat bermutu dan aman bagi para pengguna, sehingga
menjadi suatu titik penting dan kritis dalam industri farmasi. SPA perlu ditunjang
sumber daya, teknologi, dan pemantauan dengan memperhatikan Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Rekayasa yang Baik (Good Engineering
Practice). Konsep dasar dan proses desain sistem pengolahan air dijabarkan
seperti pada gambar 2.1 (Petunjuk Teknis Sarana Penunjang Kritis Industri
Farmasi BPOM, 2013).

Gambar 2.1 Konsep Dasar dan Proses Desain Sistem Pengolahan Air
Prinsip umum terkait sistem pengololaan air berdasarkan Petunjuk Teknis
SaranaPenunjang Kritis Industri Farmasi meliputi:
1. Sistem produksi, penyimpanan, dan distribusi air untuk produksi
hendaklah dirancang, dipasang, dilakukan commissioning, divalidasi,
dan dirawat untuk memastikan air yang dihasilkan dapat diandalkan
sesuai kualitas yang diinginkan. SPA tidak boleh dioperasikan di luar
kapasitas yang dirancang.
2. Air hendaklah diproduksi, disimpan, dan didistribusikan dengan cara
yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba, kontaminasi kimia atau
fisika (misal debu dan pengotor).
3. Penggunaan sistem setelah instalasi, commissioning, validasi, dan setiap
perawatan yang tidak direncanakan atau pekerjaan modifikasi
hendaklah mendapatkan persetujuan bagian pemastian mutu.
4. Mutu sumber air dan air olahan hendaklah dipantai secara teratur,
meliputi parameter fisika, kimia, mikrobiologi, dan bila perlu,
kontaminasi endotoksin, kinerja sistem pemurnian air, penyimpanan,
dan distribusi juga hendaklah dipantau. Catatan hasil pemantauan,
analisis tren, dan setiap tindakan yang diambil hendaklah disimpan.
5. Bila SPA disanitasi secara kimia sebagai bagian dari program
pengendalian kontaminasi biologi, hendaklah mengikuti prosedur yang
telah divalidasi untuk memastikan bahwa bahan sanitasi secara efektif
telah hilang.
Bila SPA disanitasi secara kimia sebagai bagian dari program pengendalian
kontaminasi biologi, hendaklah mengikuti prosedur yang telah divalidasi untuk
memastikan bahwa bahan sanitasi secara efektif telah hilang.
Sistem pengololaan air di lembaga farmasi angkatan darat (LAFI AD)
menggunakan teknologi WTP (Water Treatment Proses). Produk akhir yang
dihasilkan adalah air baku farmasi yang digunakan untuk kegiatan di industri
farmasi. Air di industri farmasi minimal menggunakan purified water. Ada 3 jenis
air yang digunakan di LAFI AD, yaitu :
1. Highly purified water (HPW): untuk suplai air ruang produksi
sefalosporin.
2. Purified water (PW): digunakan untuk ruang produksi non beta lactam
dan laboratorium mikorbiologi.
3. Air demineralisasi : digunakan untuk mesin autoclave dan untuk mesin
boiler.
Sistem penyambungan pipa yang digunakan adalah orbital welling yaitu
sistem pengelasan menggunakan komputerisasi, dimana sambungan pipa tidak
boleh ada hambatan atau cekungan. Air yang digunakan untuk ruang produksi dan
QC harus di looping selama 24 jam non stop tanpa berhenti. Looping untuk ruang
beta laktam tidak kembali ke ruang SPA. Sirkulasi hanya antara ruang beta laktam
dan tangki beta laktam. Sedangkan looping untuk ruang non beta laktam dan
laboratorium mikrobiologi kembali ke ruang SPA.
Air baku farmasi terproses dari air baku konsumsi dengan teknologi WTP
dengan tahap sebagai berikut :
1. Pre treatment
Berfungsi untuk menyaring cemaran awal dengan kecepatan alir
minimal 1400L/menit. Media yang digunakan adalah sand filter untuk
menghilangkan cemaran yaitu minimal 2 identitas awal hilang (warna dan
rasa). Kemudian melalui karbon aktif untuk menghilangkan bau lalu
masuk ke softener filter I untuk mensadahkan air dan mengurangi salah
satu nilai TDS. Setelah melalui softener I dilanjutkan dengan softener
filter II yang berfungsi untuk meghilangkan kesadahan yang belum
tersadahkan pada softener filter I. Hasil dari pre treatment adalah air
konsumsi murni dengan ukuran partikel 0,5 mikron.
2. Reverse Osmosis (RO) system
Air konsumsi murni dari hasil pre treatment kemudian dilanjutkan pada
RO system. Ada 2 tahap reverse osmosis yaitu RO I dan RO II. Reverse
osmosis yang pertama dilakukan dengan cara diberi tekanan memasuki
ukuran 1/10000 mikron dengan hasil 40% dan 60% reject (masuk bak
sedimentasi atau saluran limbah). Hasil dari reverse osmosis I akan lanjut
ke reverse osmosis II dengan diberi tekanan sampai memasuki ukuran
1/100000 mikron. Hasil dari RO II 30% dan 70% reject ( dikembalikan ke
sumber awal).
3. EDI system
Hasil dari reverse osmosis selanjutkan akan melalui EDI sistem dengan
penukaran ion positif dan negatif menjadi muatan listrik.
4. UV lamp system
UV lamp berfungsi merusak sebagian mikroba sehingga tumbuh
kembang mikroba terkendali.
5. Produk
Air hasil dari UV lamp akan masuk ke tangki penampung utama dan
mengalami pateurisasi dengan diberi uapa suhu 80-85ᵒC selama 12 jam.
Hasil akhir dari proses pengolahan air ini adalah air baku farmasi (Purified
Water). Apabila pipa pengalir air dari penampung utama ke atau dari ruang
produksi non beta laktam dan laboratorium mikrobiologi terpapar panas
ekstrim (>29ᵒC) maka akan dibuang secara otomatis oleh sistem.
Parameter air baku farmasi :
1. Keasaman / pH (pH 5-7)
2. TDS (<10 ppm)
3. Conductivity ( air baku farmasi tidak akan menghantaran listrik)
4. Total organic carbon (TOC) mengidentifikasi jumlah bakteri yang
hidup,rusak dan dibung.
2) Sistem Tata Udara
Sistem tata udara adalah suatu sistem yang mengondisikan lingkungan
melalui pengendalian suhu, kelembaban nisbi, arah pergerakan udara dan mutu
udara, termasuk pengendalian partikel dan pembuangan kontaminan yang ada
diudara, seperti vapors dan fumes (BPOM, 2013). Sistem tata udara merupakan
salah satu sarana penunjang kritis industri farmasi yang memegang peranan
penting untuk perlindungan terhadap lingkungan pembuatan produk, memastikan
produksi obat yang bermutu dan memberikan lingkungan kerja yang nyaman bagi
personil dan juga bagi lingkungan terhadap bahan berbahaya melalui sistem
perlindungan udara yang aman dan efektif seperti dijelaskan pada gambar 2.2.
Sistem tata udara menjadi satu sarana penunjang kritis dengan peran yang
penting sehingga perlu didesain, dibuat, di-commissioning, dikualifikasi, dan
dioperasikan, serta dirawat dengan tepat sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Dalam penggunaannya terdapat beberapa parameter kritis tata udara yang dapat
mempengaruhi produk, antara lain suhu, kelembaban, partikel udara (viable dan
nonviable), perbedaan tekanan antar ruang dan pola aliran udara, volume alir
udara dan pertukaran udara, dan sistem filtrasi udara. Setiap parameter memiliki
standar yang ditoleransi masing-masing tergantung dengan kelas ruangan dari
industri farmasi seperti dijabarkan pada Petunjuk Teknis Sarana Penunjang Kritis
Industri Farmasi (BPOM, 2013)

Gambar 2.2 Konsep Perlindungan Sistem Tata Udara


Terdapat beberapa tipe sistem dasar untuk sistem tata udara, antara lain:
1. Sistem udara segar 100% (sekali lewat) atau full fresh-air
(oncethrough), sistem ini menyuplai udara luar yang sudah diolah
hingga memenuhi persyaratan kondisi ruangan, lalu diekstrak dan
dibuang ke atmosfer. Sistem ini biasanya digunakan pada fasilitas yang
menangani produk atau pelarut beracun untuk mencegah udara tercemar
disirkulasikan kembali seperti pada Gambar 2.3.
2. Sistem resirkulasi, pada penerapan sistem ini diharapkan tidak
menyebabkan resiko kontaminasi atau kontaminasi silang (termasuk
uap dan bahan yang mudah menguap) sehingga kemungkinan udara
resikrkulasi dapat diterima. Hal ini diantisipasi dengan adanya filter
HEPA dipasang pada aliran udara pasokan seperti pada Gambar 2.4

Gambar 2.3 Skematik dari Sistem Full Fresh-Air


3. Sistem ekstraksi atau exhaust, bila dimungkinkan, debu atau cemaran
uap hendaklah dihilangkan dari summbernya. Titik tempat ekstraksi
hendaklah sedekat mungkin dengan sumber keluarnya debu. Pada
sistem ini dapat digunakan ventilasi setempat atau tudung penangkap
debu yang sesuai seperti pada Gambar 2.5
Gambar 2.4 Skematik dari Sistem Resirkulasi

Gambar 2.5 Skematik dari Sistem Ekstraksi atau Exhaust


Bahan yang digunakan sebagai komponen sistem tata udara hendaklah
dipilih dengan hati-hati sehingga tidak menjadi sumber kontaminasi. Tiap
komponen yang berpotensi untuk membebaskan partikel atau kontaminasi
mikroba ke dalam aliran udara hendaklah diletakkan sebelum filter terakhir. Unit
penanganan udara atau air handling unit (AHU) merupakan peralatan yang
menyalurkan udara ke dalam sistem distribusi udara dan kemudian ke dalam
ruangan. Bagian dari AHU dijabarkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Komponen Air Handling Unit
Beberapa contoh aplikasi sistem tata udara pada ruangan kelas A, B, C, dan E
dijabarkan pada Gambar 2.7, Gambar 2.8, dan Gambar 2.9.

Gambar 2.7 Contoh Aplikasi Sistem Tata Udara Ruang Kelas E


Gambar 2.8 Contoh Aplikasi Sistem Tata Udara Ruang Kelas C

Gambar 2.9 Contoh Aplikasi Sistem Tata Udara Ruang Kelas A dan B

3) Sistem Udara Bertekanan


Sistem udara bertekanan sama seperti sistem penunjang lain, berdampak
langsung pada kualitas produk sehingga menjadi salah satu kriteria kritis dalam
industri farmasi. Hal tersebut menjadikan sistem udara bertekanan sangat penting
untuk dikendalikan kualitasnya dalam pembuatan produk farmasi, terutama udara
bertekanan yang berkontak langsung dengan produk agar mutu obat tetap terjaga.
Penanganan udara bertekanan dan gas lain seperti nitrogen yang ditangani dengan
tidak tepat dapat mengontaminasi produk. Kualitas udara bertekanan yang
dihasilkan suatu sistem udara bertekanan bervariasi tergantung pada standar yang
digunakan yaitu ISO 8573 dan ISPE. Rancangan sistem udara bertekanan industri
farmasi berbeda dengan industri lain di mana spesifikasi udara bertekanan,
terutama yang kontak langsung dengan produk, berbeda dengan industri lain.
Terdapat 3 parameter utama dalam mendesain sistem udara bertekanan, antara lain
kualitas udara bertekanan, penggunaan udara bertekanan, dan volume udara
bertekanan yang dibutuhkan atau kapasitas. Udara bertekanan yang keluar dari
sebuah kompresor dan mengandung kontaminan seperti partikel debu, air dan uap
air, aerosol oli dan uap oli, partikel (akiat gesekan), dan mikroorganisme.
Sistem tata udara hendaknya didesain dapat menghilangkan kontaminan
dan dapat dikendalikan sampai ke hilir begitu udara bertekanan diahasilkan.
Pemantauan secara rutin harus dilakukan sebelum pendistribusian udara
bertekanan untuk memastikan kebersihan udara baik secara fisis maupun
mikrobiologi yang dapat mempengaruhi sifat produk dan memberikan bahaya
potensial terhadap konsumen. Mekanisme pengendalian mencakup:
a. Penyaringan partikel debu dan serpihan,
b. Pemisahan yang dilanjutkan dengan pengeringan terhadap air dan uap
air,
c. Pemisahan yang dilanjutkan dengan filter adsorpsi aerosol oli dan uap
oli.
Komposisi udara kering adalah Nitrogen 78%, Oksigen 21%, gas inert
0,94%, Karbon dioksida 0,03%, lain-lain (termasuk karbon dioksida, debu, uap air
bervariasi tergantung area) 0,03% (BPOM, 2013). Skema sistem udara bertekanan
dijabarkan pada Gambar 2.10
Gambar 2.10 Skema Sistem Udara Bertekanan

2.3.6 Regulatory Affairs


Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No
1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, persyaratan untuk
memperoleh izin industri farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
terdiri atas :
a. berbadan usaha berupa perseroan terbatas
b. memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
c. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
d. memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga
Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian
mutu, produksi, dan pengawasan mutu
e. komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
Berdasarkan pasal 8 :
1. Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB.
2. Pemenuhan persyaratan CPOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan sertifikat CPOB.
3. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi
persyaratan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi
CPOB diatur oleh Kepala Badan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No 245/MENKES/SK/V/1990
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri
Farmasi, Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi dilakukan apabila sbb:
a. Melakukan pemindatanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi
dan perluasan tanpak memiliki izin.
b. Tidak menyampaikan informasi industri secara berturut-turut 3 (tiga)
kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.
c. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis
terlebih dahulu dari Menteri.
d. Dengan sengaja memproduksi Obat Jadi atau Bahan Baku Obat yang
tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (Obat Palsu).
e. Tidak memenuhi ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang
ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
245/MENKES/SK/V/1990.
Berdasarkan PP 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian pasal 9,
Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung
jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan
mutu setiap produksi Sediaan Farmasi. Industri obat tradisional dan pabrik
kosmetika harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Apoteker sebagai
penanggung jawab. Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas Produksi Sediaan
Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diatur dengan Peraturan Menteri.
Berdasarkan Permenkes RI No 899/MENKES/PER/V/2011 Tentang
Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, Apoteker yang
menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi profesi
dan surat tanda registrasi apoteker (STRA). Sertifikat kompetensi profesi berlaku
5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 (lima) tahun melalui uji
kompetensi profesi apabila Apoteker tetap akan menjalankan Pekerjaan
Kefarmasian.
Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah Apoteker
b. memiliki sertifikat kompetensi profesi
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker
d. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktik; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 PPIC (Production Planning and Inventory Control)


a. Perwira Ahli Lembaga Farmasi, disingkat PA Ahli Lafi.
Perwira Ahli Lembaga Farmasi dijabat oleh 3 (tiga) orang Perwira
Menengah Angkatan Darat (Pamen AD) berpangkat Letnan Kolonel Ckm, dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab langsung kepada
Kalafi. PA Ahli Lafi terdiri dari:
1. Perwira Ahli Madya Manajemen Mutu (Paahli Madya JemenMutu).
2. Perwira Ahli Madya Teknologi Farmasi (Paahli MadyaBiotekfi).
3. Perwira Ahli Madya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Paahli
MadyaAmdal).
b. Kepala Bagian Administrasi Logistik, disingkat Kabagminlog.
Kabagminlog dijabat oleh Perwira Menengah Angkatan Darat (Pamen
AD) berpangkat Letnan Kolonel Ckm, dimana dalam pelaksanaaan tugas
kewajibannya, kabagminlog bertanggung jawab kepada Kalafi. Selain itu,
dalammelaksanakantugasnyaKabagminlogdibantuoleh2(dua)KepalaSeksi yang
masing-masing dijabat oleh seorang Pamen Angkatan Darat berpangkat Mayor
Ckm, yang terdiridari:
1. Kepala Seksi Perencanaan Program dan Anggaran (Kasirenprogar).
2. Kepala Seksi Pengendalian Materil(Lafi disteksad, 2011).
Perencanaan pengadaan barang untuk produksi obat di Lafi Ditkesad
dilakukan oleh Ketua bagian administrasi logistik (Kabagminlog) dan stafnya
yang dibuat berdasarkan data dari Sub Direktur Pembinaan Pelayanan Kesehatan
(Dirbinyankes), disusun berdasarkan masukan pola penyakit dari daerah dan
laporan dari masing-masing Kesehatan Daerah Militer (Kesdam), Satuan
Kesehatan (Satkes) dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Kemudian
Rencana pengadaan obat dibuat dengan melakukan penyesuaian antara daftar
kebutuhan obat dengan anggaran yang tersedia dan selanjutnya dianalisa dan
dievaluasi oleh Direktur Pembinaan Material Kesehatan (Dirbinmatkes) yang
dikoordinasikan bersama kabagminlog yang dilakukan setahun sebelum
pelaksanaan.
Rencana pengadaan obat dilakukan dengan penyesuaian anatara daftar
kebutuhan obat dengan anggaran yang tersedia. Selain itu Bagminlog juga
menyusun rencana kebutuhan, rencana kebutuhan anggaran dan rencana
pengadaan untuk pemeliharaan sarana operasional yang diadakan di tiap instalasi
yang ada di Lafi Puskesad.
3.2 Procurement
Pembelian kebutuhan dilakukan oleh Puskesad melalui pelelangan yang
dilaksanakan oleh panitia pengadaan di Ditkesad sesuai dengan PERPRES No. 70
tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah setiap penggunaan uang
negara harus melalui sistem pelelangan. Setelah lelang disetujui dibuatlah kontrak
antara Puskesad dengan PBF. Personil yang dapat melakukan pelelangan adalah
personil yang memiliki sertifikat pengadaan dan berasal dari unit satuan instalasi
terkait. Pengadaan barang yang dilakukan oleh Dikesad dikirim ke gudang pusat
II disertai dengan surat perintah penerimaan material, kemudian tim komisi
penerimaan memeriksa keadaan barang tersebut secara administrasi dan fisiknya.
Kemudian bagian pengawasan mutu melakukan pemeriksaan mutu.
Untuk barang yang telah lulus uji mutu akan dibuatkan Laporan Haasil
Pengujian serta berita acara penerimaan material kemudian barang tersebut
disimpan di Gudang Pusat II kemudian di pindahkan ke instalsimpan. Namun
untuk barang yang ditolak akan dikembalikan ke pemasok. Barang- barang yang
diterima di instalsimpan disimpan berdasarkan jenis dan sifat barang sedangkan
pengeluarannya berdasarkan jadwal produksi.
3.3 Quality Assurance
Pemastian mutu (Quality Assurance) dipimpin oleh seorang apoteker. QA
bertugas membangun sistem mutu dari semua bagian pabrik, dan menjamin mutu
produk agar sesuai standar, yaitu CPOB sebagai standar minimal.
Tugas dari Quality Assurance (QA)/Pemastian Mutu antara lain adalah :
1. Memastikan bahwa desain dan pengembangan obat dilakukan dengan
cara seperti persyaratan pada CPOB.
2. Memastikan bahwa semua langkah produksi diuraikan secara jelas dan
CPOB diterapkan.
3. Memastikan bahwa pengawasan-selama-proses (in process control)
dan validasiditerapkan.
4. Memastikan bahwa obat tidak dijual sebelum ada persetujan dari
Kepala ManajemenMutu.
5. Memastikan bahwa jika ada penyimpanga penyimpangan
tersebut dilaporkan, diselidiki, dandicatat (LafiDitkesad, 2011).
3.4 Produksi
Kegiatan produksi obat-obatan dilakukan oleh Instalasi Produksi. Produksi
hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten dalam hal ini
seorang Kepala Instalasi Produksi (Kainstalprod), dijabat oleh Pamen TNI
Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel Ckm (Apoteker).
Kegiatan produksi meliputi proses perencanaan, pengaturan, pelaksanaan
dan pengendalian. Produk obat yang dihasilkan oleh LafiPuskesad berupa produk
β-laktam dan produk Non β-laktam. Ruangan produksi di LafiPuskesad dibagi
menjadi beberapa bagian yaitu produksi β-laktam, produksi nonβ-laktam dan
produksi Sefalosporin.
Obat-obatan yang diproduksi oleh Lafi Puskesad tidak diperdagangkan
untuk masyarakat umum namun akan ada rencana untuk kedepan agar bisa
bergabung dengan program BPJS sehingga obat-obatan dapat dijangkau
masyarakat luas, meskipun demikian proses produksi tetap dilaksanakan sesuai
dengan Pedoman CPOB yang dikeluarkan oleh Badan POM.
Rencana produksi obat dibuat berdasarkan pada banyaknya jenis obat yang
diminta, jenis peralatan yang dimiliki (kapasitas dan spesifikasi mesin), jumlah
sumber daya manusia dan jam kerja serta waktu produksi yangtersedia.
Semua proses produksi yang dilakukan, dicatat dan didokumentasikan
dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets (Batch Record).
Hal yang diuraikan dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets
adalah kode produk, nama produk, nomor bets, besar bets, bentuk sediaan,
kemasan dan tanggal pengolahan atau pengemasan.Selain itu, Catatan Pengolahan
Bets juga menguraikan mengenai komposisi, spesifikasi, peralatan, penimbangan,
prosedur pengolahan dan rekonsiliasi. Pada Catatan Pengemasan Bets diuraikan
tentang pengemasan meliputi penerimaan bahan pengemas, prosedur pengemasan
primer, kesiapan jalur pengemasan sekunder, prosedur pengemasan sekunder,
hasil obat jadi, kelulusan oleh pengawasan mutu, rekonsiliasi proses pengemasan
dan pengiriman obat jadi keinstalsimpan (LafiDisteksad, 2011).
Alur Proses Produksi Sediaan Tablet dapat di lihat pada Lampiran 4.
Proses pembuatan tablet di Lafi Ditkesad sebagian besar menggunakan metode
granulasi basah dimulai dengan urutan sebagai berikut :
1) Proses penimbangan bahan baku
Proses penimbangan terhadap bahan baku dan bahan tambahan lainnya
dilakukan di ruang timbang Instalasi Penyimpanan.
2) Proses pembuatan bahan pengikat (mucilago)
Proses pembuatan mucilago harus diperhatikan bahwa bahan mucilago telah
dicampur homogen sebelum penambahan aqua demineralisata panas,
kemudian dilakukan pengadukan sampai terbentuk massa bening.
Pembuatan mucilago ini dilakukan di dalam tangki pemanas double jacket.
3) Proses pencampuran bahan berkhasiat dengan fase dalam
Bahan berkhasiat dicampurkan dengan fase dalam, diaduk sampai homogen
selama 15 menit. Pada proses pencampuran yang harus diperhatikan adalah
waktu pencampuran, putaran mesin dan kapasitas mesin pencampur agar
dihasilkan massa yang homogen.
4) Proses granulasi basah
Pada proses granulasi ditambahkan sejumlah bahan pengikat (mucilago) ke
dalam hasil campuran zat berkhasiat dengan fase dalam dan diaduk hingga
homogen sampai terbentuk massa yang dapat dikepal.
5) Proses pengeringan
Massa yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu dan waktu tertentu
sampai terbentuk massa setengah kering (tergantung jenis tablet yang
dibuat).
6) Proses pengayakan
Massa setengah kering diayak dengan ayakan mesh tertentu tergantung dari
jenis dan ukuran tablet.
7) Proses pengeringan
Massa yang telah diayak dikeringkan kembali di oven pada suhu dan waktu
tertentu sampai mencapai kadar air sekitar 2-5 % (tergantung jenis tablet
yang dibuat).
8) Proses pengayakan
Massa yang telah kering, diayak kembali dengan ayakan ukuran mesh
tertentu sampai menjadi granul.
9) Pengawasan mutu (IPC) Granul yang telah dikeringkan dilakukan uji mutu
meliputi pemeriksaan susut pengeringan air granul.
10) Proses pembuatan massa cetak
Granul yang telah lulus dalam uji mutu (IPC) dibuat massa cetak yaitu
dengan penambahan pelincir dan penghancur luar kemudian diaduk hingga
homogen.
11) Pengawasan mutu (IPC)
Massa cetak yang akan dicetak, sebelumnya dilakukan uji mutu meliputi
pemeriksaan homogenitas terhadap kadar zat aktif dan susut pengeringan.
12) Proses pencetakan tablet
Massa cetak yang telah lulus uji mutu dilakukan pencetakan tablet dengan
mesin yang sesuai dengan ukuran diameter dan berat tablet yang diinginkan.
Selama pencetakan harus diperhatikan kekerasan dan keregasan tablet,
kemudian hasil pencetakan dialirkan ke dalam alat deduster untuk
menghilangkan debu/fines yang masih ada pada permukaan tablet.
13) Pengawasan mutu (IPC)
Selama pencetakan dilakukan IPC di ruang produksi meliputi keragaman
bobot dan kekerasan, sedangkan uji mutu oleh Wastu meliputi uji waktu
hancur, keregasan, diameter dan tebal tablet, kekerasan, keseragaman bobot,
kadar bahan aktif, dan uji disolusi untuk tablet tertentu.
14) Proses penyalutan
Tablet yang telah dicetak, ada yang disalut dan ada yang langsung distrip.
Tablet yang disalut maka pada proses penyalutan harus diperhatikan suhu,
frekuensi penyemprotan, kecepatan putar panci penyalut dan sudut
penyemprotan.
15) Pengawasan mutu
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap tablet salut adalah waktu hancur,
tebal tablet dan bobot tablet.
16) Proses penyetripan
Tablet salut ataupun tablet biasa yang telah lulus uji mutu, distrip dengan
menggunakan bahan pengemas Polycellonium sebagai pengemas primer.
Untuk bahan pengemas Polycellonium, suhu mesin diatur antara ± 80°-
100°C. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses penyetripan yaitu sebelum
digunakan, roller stripping machine harus dipanaskan dulu. Suhu mesin
tidak boleh terlalu rendah karena akan menyebabkan kemasan tidak dapat
melekat satu sama lain dan juga tidak boleh terlalu tinggi karena akan
menyebabkan perlekatan yang buruk atau pelelehan pada stripnya.
17) Pengawasan mutu (IPC)
Uji mutu yang dilakukan pada hasil stripping berupa pemeriksaan uji
kebocoran strip. Tablet yang telah distrip akan dikirim ke seksi kemas untuk
dikemas, lalu obat jadi dikirim ke Instalsimpan. Pembuatan tablet dengan
metoda cetak langsung dimulai dari proses penimbangan bahan baku,
selanjutnya mengikuti proses pencampuran massa cetak sampai dengan
proses penyetripan dan pengemasan tanpa melalui proses granulasi.
3.5 Engineering
3.5.1 Fasilitas pendukung atau penunjang (Utility)
Fasilitas pendukung/utility yang ada di Lafi Puskesad antara lain terdiri
dari pengolahan air baku farmasi, instalasi listrik, uap/boiler, Air Handling
System (AHS) dan udara bertekanan. Sumber air bersih didapat dari
pasokan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang kemudian diolah
menjadi air baku farmasi melalui instalasi pengolahan air. Air baku
farmasi adalah air yang telah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai
bahan baku air untuk produksi steril maupun nonsteril. Penanggung jawab
pengolahan fasilitas penunjang ini adalah Kepala Instalasi Pemeliharaan
dan Sistem Penunjang. Fasilitas penunjang terdiri dari:
a. Instalasi Pengolahan Air
Sumber air bersih Lafi Puskesad berasal dari pasokan atau suplai
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang kemudian diolah menjadi air
baku farmasi melalui Instalasi Pengolahan Air. PDAM dipilih sebagai sumber
air karena kandungan air tanah masih banyak mengandung logam. Air baku
farmasi adalah air yang telah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai
bahan baku air untuk produksi steril maupun non steril. Penanggung jawab
pengolahan air ini adalah Kepala Instalasi Pemeliharaan & Sistem Penunjang.
Untuk digunakan dalam proses produksi air PAM tersebut harus mengalami
beberapa tahapan pengolahan, dengan tujuan sebagai berikut:
1. Menghilangkan kekeruhan dan partikel untuk mencegah pengotoran pada
membran dan peralatan.
2. Menghilangkan kesadahan dan logam: untuk mencegah terjadinya kerak
pada pengolahan akhir.
3. Menghilangkan pengotor senyawa organik dan mikroorganisme.
4. Mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dan menghilangkan
senyawa kimia pengendali mikroorganisme untuk mencegah degradasi
pada pengolahan akhir.
b. Instalasi Pengolahan Tata Udara
Salah satu faktor yang menentukan kualitas obat adalah kondisi lingkungan
tempat dimana produk tersebut diproduksi. Faktor kondisi lingkungan yang
dapat mempengaruhi kualitas produk, antara lain yaitu cahaya, suhu,
kelembapan, kontaminasi mikroba, dan kontaminasi partikel. HVAC (sistem
pengaturan tata udara) terdiri dari AHU (Air Handling Unit) dan AHS (Air
Handling System) yang memiliki beberapa parameter yang penting,
diantaranya yaitu tekanan, suhu, partikel, RH dan fresh air.
c. Instalasi Pengolahan Udara Bertekanan
Udara bertekanan diperoleh dengan menggunakan alat kompresor yang
bekerja secara otomatis dengan alat pressure switch. Kompresor juga
dilengkapi dengan air dryer, main line filter, mist separator dan micro mist
separator. Instalasi kompresor ini digunakan hanya pada peralatan yang
memerlukan udara bertekanan. Digunakan untuk menyemprotkan cairan,
baikpada proses granulasi tablet maupun proses penyalutan (coating).
Beberapa hal yang dipantau, diantaranya yaitu dew point, partikel, oil content.
3.6 Reguratory Affairs
Regulatory Affairs merupakan bagian yang bertanggung jawab dalam
masalah registrasi produk yang akan diedarkan dipasaran oleh industri. Pelaksana
regulatory affairs harus dapat menjamin produk yang akan diedarkan benar-benar
terjamin keamanan, mutu dan khasiatnya. Perizinan industri farmasi LAFI
PUSKESAD sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1799/MENKES/PER/XIU/2010. Dalam pekerjaan kefarmasian tentang peran
dan fungsi apoteker di Industri Farmasi sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah
nomor 51 tahun 2009 bahwa apoteker bertanggungjawab sebagai QC, QA dan
Produksi. Kemudian dalam produksi obat sesuai dengan Peraturan Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang baik Memenuhi aspek yaitu: Sistem mutu industri farmasi, Personalia,
Bangunan Fasi litas, Peralatan, Produksi, Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat
yang Baik, Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan
Pemasok, Keluhan dan Penarikan Produk, Dokumentasi, Kegiatan Alih Daya,
Kualifikasi dan Validasi.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Dari hasil pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilaksanakan
diIndustri PT LAFI AD secara daring, dapat disimpulkan, yaitu:
1. Calon apoteker harus mampu mengetahui peran dan pekerjaan apoteker atau
farmasi di lingkungan industri
2. Calon apoteker dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan seputar
produksi, Quality control dan Quality asurance.
3. Calon apoteker mendapat gambaran pekerjaan di lingkungan industri
4. Calon apoteker dapat mengetahui dan pengertian CPOB yang berada di PT.
Lafi AD
5. Calon apoteker dapat mengetahui bahwa PT. Lafi AD hanya memproduksi
obat-obatan sesuai permintaan rumah sakit angkatan darat
6. Calon apoteker dapat mengetahui adanya kekhususan (pangkat) sebagai
apoteker di PT. Lafi AD

4.2 Saran
Dikarenakan adanya pandemi covid-19 mahasiswa tidak dapat terjun
langsung ke lapangan yang berdampak kurang maksimalnya proses pembelajaran
dan banyaknya keterbatasan karena pelaksanaan PKPA secara daring/online,
dalam pengerjaan laporan semoga mahasiswa dapat tambahan ilmu mengenai
industri dan laporan ini ada manfaatnya untuk bahan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.2018.Pedoman


Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan POM.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri
Farmasi. Jakarta: DepartemenKesehatan RI.
Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. 2007. Peraturan Kasad/219/XII/2007
tentang Organisasi dan Tugas Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan
TNI AD. Jakarta: Dirkesad.
Lembaga Farmasi Ditkesad. 2011. Company profile [Slide]. Bandung: Lafi
Ditkesad.
Presiden Republik Indonesia 2009.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 51 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Sekretariat Negara
Republik Indonesia.
Prosedur Tetap (Protap) tahun 2010 tentang Tugas dan Tanggung Jawab
Pengelolahan Air Limbah Lafi Puskesad
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi Lembaga Farmasi Puskesad


Lampiran 2. Denah Bangunan Lembaga Farmasi Puskesad
Lampiran 3. Alur Penerimaan dan Pengeluaran Barang di Instalasi
Penyimpanan
Lampiran 4. Alur Material Bahan Baku Obat dalam Proses Produksi
Lampiran 5. Alur Pengolahan LimbahLembaga Farmasi Puskesad
Lampiran 6. Instalasi AHU Lembaga Farmasi Puskesad

Anda mungkin juga menyukai