Anda di halaman 1dari 13

Teori Akuntansi Dimasa Mendatang

I. Pre-Theory
Sebelum formalisasi sistem double-entry di tahun 1400-an, sangat sedikit ditulis tentang
teori yang  mendasari praktik akuntansi.

Selama periode perkembangan dari sistem double-entry penekanan utama adalah pada


praktek. Sampai tahun1494 seorang biarawan Fransiskan, Fra Pacioli, menulis buku
pertama untuk mendokumentasikan sistem akuntansi double-entry seperti yang kita
kenal.

Judul karyanya adalah Summa de Arithmetica Geometria Proportioni et


Proportionalita (Ulasan aritmatika, geometri, dan Proporsi). Untuk 300 tahun setelah
1.494 risalah Pacioli, perkembangan akuntansi.

Hal itu disebut sebagai ‘periode pra teori’. Tidak ada teori akuntansi yang telah dibuat
dari waktu Pacioli pada awal abad kesembilan belas.

Saran teori muncul dari berbagai aspek, tetapi tidak sejauh yang diperlukan untuk
menempatkan akuntansi secara sistematis. Sampai tahun 1930-an perkembangan teori
akuntansi yang khusus mulai berkembang.

Perkembangan ini dikarenakan untuk membenarkan praktek-praktek tertentu. Namun,


perkembangan di tahun 1800-an menyebabkan formalisasi praktek yang ada dalam
buku pelajaran dan metode pengajaran.

Ekspansi yang cepat dalam teknologi, disertai dengan pemisahan besar-besaran


kepemilikan dari kontrol atas alat-alat produksi, meningkatkan permintaan untuk
manajemen dan informasi akuntansi keuangan.

2. Pragmatic Accounting
Periode 1800- 1955 ini sering disebut sebagai ‘masa ilmiah umum’. Selama periode ini
perkembangan teori yang paling prihatin dengan memberikan penjelasan praktek.

Penekanannya adalah pada penyediaan suatu kerangka menyeluruh untuk


menjelaskan dan mengembangkan praktik akuntansi.

Teori yang dikembangkan terutama berdasarkan analisis empiris, metode yang paling
sering diadopsi dalam ilmu fisika. Analisis empiris bergantung pada pengamatan dunia
nyata daripada hanya mengandalkan logika.

Hal tersebut melibatkan pengembangan teori berdasarkan apa yang diamati. Sebagai
contoh, selama periode ilmiah umum teori akuntansi, teori tentang bagaimana akun
tersebut dikembangkan menggunakan metode analisis empiris.
Karena teori-teori yang bertujuan untuk memberikan pada kerangka keseluruhan untuk
semua masalah akuntansi dan karena mereka dikembangkan secara empiris, mereka
diberi label ‘ilmiah umum’.

Metode ilmiah umum memunculkan publikasi terkenal. Pada tahun 1936 American


Accounting Association (AAA) merilis Pernyataan Tentatif Prinsip Akuntansi yang
Mempengaruhi Laporan Korporat.

tahun 1938 American Institute of Certified Practising Accountants (AICPA) membuat


kajian independen dari prinsip akuntansi dan merilis Sebuah Pernyataan Prinsip
Akuntansi yang ditulis oleh Sanders, Hatfield dan Moore.

Pada tahun yang sama, AICPA membentuk Accounting Procedures Commitee, yang


menerbitkan serangkaian buletin penelitian akuntansi.

Sifat buletin yang publikasi teori akuntansi yangpada saat itu dirangkum dalam
pengantar Buletin Nomer 42.

Empat puluh dua buletin yang dikeluarkan selama periode 1939-1953, delapan dari
laporan ini adalah terminologi.Lainnya adalah hasil dari penelitian yang dilakukan oleh
komite prosedur akuntansi yang diarahkan kepada segmen dari praktik akuntansi di
mana masalah yang paling menuntut dan dengan mana bisnis dan profesi akuntansi
yangpaling peduli pada saat itu.

3. Normative Accounting
Periode 1956- 1970 diberi label ‘masa normatif’. Hal ini disebut periode normatif karena
itu adalah periode ketika teori akuntansi berusaha untuk membangun norma untuk
praktik akuntansi terbaik.

Berbeda dengan periode ilmiah umum, selama periode ini, peneliti kurang peduli
tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam praktek dan lebih peduli tentang
pengembangan teori-teori yan ditentukan apa yang harus terjadi.

Pada periode sebelum 1956 beberapa penulis menghasilkan karya normatif awal yang
terutama berkaitan dengan isu seputar dasar yang tepat untuk penilaian aset dan klaim
pemilik.

Teori normatif mengadopsi tujuan, sikap dan kemudian menentukan cara mencapai
tujuan yang dinyatakan. Mereka memberikan resolusi tentang apa yang harus dilakukan
untuk mencapai tujuan yang telah disebutkan.

Fokus utama dari teori normatif akuntansi selama 1956-1970 adalah dampak dari
perubahan harga pada nilai aset dan perhitungan laba.

Dua kelompok mendominasi periode normatif para kritikus akuntansi biaya historis dan
pendukung kerangka kerja konseptual.
Ada beberapa tumpang tindih antara kedua kelompok, terutama ketika kritikus biaya
historis berusaha untuk mengembangkan teori akuntansi di mana pengukuran asetdan
penentuan pendapatan yang bergantung pada inflasi dan  pergerakan harga tertentu.

Selama periode normatif, gagasan ‘kerangka kerja konseptual’ adalah teori terstruktur
akuntansi. Kerangka tersebut dimaksudkan untuk mencakup semua komponen
pelaporan keuangan dan dimaksudkan untuk memandu praktik.

Sebagai contoh, pada tahun 1965 Goldberg ditugaskan oleh AAA untuk menyelidiki
sifatakuntansi.

Hasilnya adalah penerbitan An Inquiry into the Nature of Accounting yang bertujuan


untuk mengembangkan kerangka teori akuntansi dengan menyediakan diskusi tentang
sifat dan maknaakuntansi.

Satu tahun kemudian AAA merilis A Statement of Basis Accounting Theory, dengan
tujuan menyatakan memberikan pernyataan terpadu teori akuntansi dasar yang akan
berfungsi sebagai panduan untuk pendidik, praktisi dan orang lain yang tertarik dalam
akuntansi.

Periode normatif mulai menggambar ke sebuah akhir pada awal tahun 1970. Kini telah
digantikan oleh periode ‘teori ilmiah tertentu’ atau ‘era positif’ (1970).

2 faktor utama yang mendorong runtuhnya periode normatif adalah:

 Unlikelihood penerimaan dari setiap teori normatif tertentu


 Ketersediaan prinsip ekonomi keuangan dan metode pengujian

Karena teori akuntansi normatif menetapkan bagaimana akuntansi seharusnya


dilakukan, merekadidasarkan pada opini subjektif dari akun apa yang harus dilaporkan,
dan cara terbaik untuk melakukannya. Pendapat mengenai tujuan yang tepat dan
metode akuntansi bervariasi antara individu dan sebagian besar ketidakpuasan dengan
pendekatan normatif adalah bahwa hal itu tidak memberikan sarana untuk
menyelesaikan perbedaan-perbedaan pendapat. Henderson, Peirson dan Brown
menjabarkan 2 kritik utama dari teori normatif pada awal tahun 1970:

 Teori normatif tidak melibatkan pengujian hipotesis.


 Teori normatif didasarkan pada penilaian suatu nilai.

Teori normatif tidak dapat diuji secara empiris karena tidak mungkin untuk membuktikan
secara empirisapa yang seharusnya. Selanjutnya asumsi yang mendasari beberapa
teori normatif yang belum teruji, danitu tidak jelas apakah teori memiliki pondasi yang
kuat. Fakta bahwa teori normatif didasarkan pada nilaipenilaian ketidakpuasan
meningkat dengan pendekatan normatif karena menjadi jelas bahwa itu sulit,dan
mungkin mustahil, untuk mendapatkan penerimaan umum dari setiap teori akuntansi
normatif tertentu.
Pada perkembangannya, teori akuntansi didasarkan pada dua metodologi utama untuk
pengembangan teori pada umumnya, yakni normatif dan deskriptif. Metodologi normatif
menggambarkan teori akuntansi yang seharusnya digunakan, sedangkan metodologi
deskriptif digunakan untuk menyelidiki fenomena untuk digambarkan (Hendriksen,
1982). Metodologi normatif lebih mengarah pada hasil yang seharusnya dan lebih
preskriptif, sedangkan metodologi deskriptif digunakan untuk menggambarkan,
menjelaskan, dan mempelajari fenomena yang mendasari (Deegan dan Unerman,
2006:8).

Metodologi normatif dan deskriptif juga dibedakan oleh proses yang digunakan untuk
mengembangkan teori. Metodologi normatif deduktif merupakan proses saat tujuan
dirumuskan dan prinsip-prinsip dikembangkan. Metodologi deskriptif adalah suatu
proses induktif yang berfokus pada pengamatan dunia nyata. Tujuan dari proses
induktif adalah untuk merekam fenomena yang mendasari. Proses selanjutnya, yakni
proses prediksi, terkadang juga harus diidentifikasi. Proses ini berjalan lebih jauh
dibandingkan proses induktif, yang tidak hanya melakukan pengamatan, tetapi juga
menjelaskan dan memprediksi. Oleh karena itulah proses ini sering disebut sebagai
metodologi penelitian positif (Deegan dan Unerman, 2006).

Berbagai teori positif atau deskriptif berkembang dengan pesat dalam akuntansi.
Perkembangan teori mengarah pada teori positif (deskriptif) ini bersamaan dengan
perubahan fokus teori akuntansi yang digunakan oleh lembaga akuntansi, yaitu
penekanan Financial Accounting Standard Board (FASB) pada kegunaan dalam
pengambilan keputusan dan tidak lagi terfokus pada postulate seperti terlihat pada
kerangka konseptual yang diterbitkan oleh FASB mulai tahun 1979, yang dimulai
dengan perumusan tujuan pelaporan keuangan (Statement of Financial Accounting
Concepts (SFAC) 1, 1979 dalam Anis dan Imam, 2003).

Teori akuntansi terkadang dibingungkan dengan pengertian normatif dan positif. Watts
dan Zimmerman (1986) menjelaskan teori normatif sebagai berikut: teori normatif
berusaha menjelaskan informasi apa yang seharusnya dikomunikasikan kepada para
pemakai informasi akuntansi dan bagaimana akuntansi tersebut akan disajikan. Jadi
teori normatif berusaha menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan oleh akuntan
dalam proses penyajian informasi keuangan kepada para pemakai dan bukan
menjelaskan tentang apakah informasi keuangan itu dan mengapa hal tersebut terjadi.
Menurut Nelson dalam Anis dan Imam (2003) teori normatif sering dinamakan teori a
priori (dari sebab ke akibat dan bersifat deduktif). Teori normatif bukan dihasilkan dari
penelitian empiris tetapi dihasilkan dari kegiatan semi research. Sebaliknya tujuan
pendekatan teori positif berusaha menguraikan dan menjelaskan apa dan bagaimana
informasi keuangan disajikan serta dikomunikasikan kepada para pemakai informasi
akuntansi atau dengan kata lain pendekatan teori positif bukanlah untuk memberikan
anjuran mengenai bagaimana praktik akuntansi seharusnya, tetapi untuk menjelaskan
mengapa praktik akuntansi mencapai bentuk seperti keadaannya sekarang. Selain itu
pendekatan teori positif sangat menekankan pentingnya penelitian empiris untuk
menguji apakah teori akuntansi yang telah dikemukakan dalam banyak literatur teori
akuntansi dapat menjelaskan praktik akuntansi yang berlaku (Arif, 1999).
Usaha pemahaman secara empiris dan mendalam adalah adanya move dari komunitas
peneliti akuntansi yang menitikberatkan pada pendekatan ekonomi dan perilaku
(behavior). Perkembangan financial economics dan khususnya munculnya hipotesis
pasar yang efisien (efficient market hypothesis) serta teori agensi (agency theory) telah
menciptakan teori dengan suasana baru bagi penelitian empiris manajemen dan
akuntansi. Beberapa pemikir akuntansi dari Rochester dan Chicago mengembangkan
apa yang disebut dengan Positive Accounting theory yang menjelaskan why accounting
is what it is, why accountants do what they do, dan apa pengaruh dari fenomena ini
terhadap manusia dan penggunaan sumber daya (Jensen, 1976 dalam Anis dan Imam,
2003).

Pendekatan normatif maupun positivist hingga saat ini masih mendominasi dalam
penelitian akuntansi. Artikel maupun jurnal yang terbit di The Accounting Review,
Journal of Accounting Research, maupun Journal of Business Research hampir
semuanya menggunakan pendekatan mainstream dengan ciri khas menggunakan
model matematis dan pengujian hipotesis. Walaupun pendekatan mainstream masih
mendominasi penelitian manajemen dan akuntansi hingga saat ini, sejak tahun 1980-an
telah muncul usaha-usaha baru untuk menggoyahkan pendekatan mainstream.
Pendekatan ini pada dasarnya tidak mempercayai dasar filosofi yang digunakan oleh
pengikut pendekatan mainstream. Sebagai gantinya, mereka meminjam metodologi dari
ilmu-ilmu sosial yang lain seperti filsafat, sosiologi, antropologi untuk memahami
akuntansi (Imam, 2000).

4. Positive Accounting
Ketidakpuasan dengan teori normatif dikombinasikan dengan meningkatnya akses
terhadap data empiris dan pengakuan meningkatnya argumen ekonomi dalam literatur
akuntansi menyebabkan pergeseran ke bentuk baru dari empirisme yang beroperasi di
bawah label luas teori positif.

Perkembangan teori positif tidak dapat dilepaskan dari ketidakpuasan terhadap teori
normatif (Watts dan Zimmerman, 1986). Selanjutnya dinyatakan bahwa dasar pemikiran
untuk menganalisa teori akuntansi dalam pendekatan normatif terlalu sederhana dan
tidak memberikan dasar teoritis yang kuat.

Terdapat tiga alasan mendasar terjadinya pergeseran pendekatan normatif ke positif


yaitu (Watts dan Zimmerman, 1986 ):

1. Ketidakmampuan pendekatan normatif dalam menguji teori secara empiris, karena


didasarkan pada premis atau asumsi yang salah sehingga tidak dapat diuji
keabsahannya secara empiris.

2. Pendekatan normatif lebih banyak berfokus pada kemakmuran investor secara


individual daripada kemakmuran masyarakat luas.

3. Pendekatan normatif tidak mendorong atau memungkinkan terjadinya alokasi sumber


daya ekonomi secara optimal di pasar modal.
Hal ini mengingat bahwa dalam sistem perekonomian yang mendasarkan pada
mekanisme pasar, informasi akuntansi dapat menjadi alat pengendali bagi masyarakat
dalam mengalokasi sumber daya ekonomi secara efisien. Selanjutnya Watts dan
Zimmerman (1986) mengembangkan pendekatanpositif yang lebih berorientasi pada
penelitian empiris dan menjustifikasi berbagai teknik atau metode akuntansi yang
sekarang digunakan atau mencari model baru untuk pengembangan teori akuntansi
dikemudian hari. Salah satu dalam praktik akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan
akan memiliki tujuan.

Tujuan yang diinginkan salah satunya motivasi pajak. Berdasarkan teori political cost,
Watts dan Zimmerman (1978) berpendapat bahwa perusahaan berpenghasilan tinggi
akan sangat rentan terhadap pengalihan kekayaan transfer politik dalam bentuk
undang-undang dan regulasi. Dimana dalam regulasi, dalam hal ini pemerintah,
mewajibkan bagi seluruh perusahaan agar membayarkan pajaknya berdasarkan laba
yang diperoleh perusahaan. Hal tersebut membuat perusahaan keberatan karena harus
membayar pajak secara rutin ke negara yang dapat mengakibatkan berkurangnya laba
yang diperoleh. Maka dari itu manager perusahaan akan cenderung untuk memilih
melakukan transfer pricing ke grup atau entitas perusahaannya yang ada di negara lain
agar pajak yang dibayar perusahaan menjadi seminimal mungkin. Segaris lurus dengan
berkurangnya beban pajak yang dibayarkan dan tetap menigkatnya pendapatan
perusahaan. Dalam penelitian kali ini menggunakan hipotesis kontrak utang (the debt
covenant hypothesis). Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap, makin
dekat suatu perusahaan terhadap pelanggaran pada akuntansi yang didasarkan pada
kesepakatan kontrak utang, maka kecenderungannya adalah semakin besar
kemungkinan manajer perusahaan memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba
yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini

Tujuan teori akuntansi positif adalah untuk menjelaskan dan memprediksi praktik
akuntansi.Sebuah contoh dari teori akuntansi positif akan menjadi teori yang mengarah
ke apa yang dikenal sebagai hipotesis rencana bonus.

Teori tersebut bergantung pada manajer untuk memaksimalkan kekayaan yang lebih,
bahkan dengan mengorbankan para pemegang saham.

Jika manajer dibayar sebagian dengan bonus berdasarkan laba akuntansi yang
dilaporkan maka manajer memiliki insentif untuk menggunakan kebijakan akuntansi
yang memaksimalkan pendapatan.

Teori tersebut juga mengarah pada prediksi bahwa manajer yang dibayar melalui
rencana bonus menggunakan metode akuntansi income-increasing lebih dari manajer
yang tidak dibayar melalui rencanabonus. Teori tersebut penting karena mereka
menjelaskan efek ekonomi atau kekayaan, akuntansi dan alasan akuntansi penting bagi
berbagai pihak seperti pemegang saham, kreditur dan manajer.
Dengan menjelaskan dan memprediksi praktik akuntansi, Watts dan Zimmerman
menganggap bahwa teori positif telah memberikan kebingungan yang jelas terkait
dengan pilihan teknik akuntansi.

Mereka berpendapat bahwa teori akuntansi positif membantu dalam memprediksi


reaksi dari pemain di pasar seperti pemegang saham terhadap tindakan manajemen
dan informasi akuntansi yang dilaporkan.

Salah satu manfaat dari penelitian tersebut adalah bahwa hal itu memungkinkan
regulator untuk menilai konsekuensi ekonomi dari berbagai praktik akuntansi yang
mereka anggap.

Literatur positif melibatkan hipotesis yang berkembang tentang realitas yang kemudian
diuji dengan mengamati realitas.

Hipotesis dalam teori akuntansi positif yang dirumuskan oleh Watt & Zimmerman (1986)
dalam bentuk "oportunistik" yang sering diinterpretasikan, yaitu :

I. Hipotesis rencana bonus (Plan Bonus Hypothesis), dalam ceteris paribus para
manajer perusahaan dengan rencana bonus akan lebih memungkinkan untuk memilih
prosedur akuntansi yang dapat menggantikan laporan earning untuk periode
mendatang ke periode sekarang atau dikenal dengan income smoothing. Dengan
hipotesis tersebut apabila manajer dalam sistem penggajiannya sangat tergantung
pada bonus akan cenderung untuk memilih metode akuntansi yang dapat
memaksimalkan gajinya, misalnya dengan metode acrual.

2. Hipotesis perjanjian hutang (Debt Convenat Hypothesis), dalam ceteris paribus


manajer perusahaan yang mempunyai ratio leverage (debt/equity) yang besar akan
lebih suka memilih prosedur akuntansi yang dapat menggantikan laporan earning untuk
periode mendatang ke periode sekarang. Dengan memilih metode akuntansi yang
dapat memindahkan pengakuan laba untuk periode mendatang ke periode sekarang
maka perusahaan akan mempunyai leverage ratio yang keci I, sehingga menurunkan
kemungkinan default technic. Seperti diketahui bahwa banyak perjanjian hutang
mensyaratkn peminjam.untuk mematuhi atau mempertahankan rasio hutang atas
modal, modal kerja, ekuitas pemegang saham dll.selama masa perjanjian, jika
perjanjian tersebut dilanggar perjanjian hutang mungkin memberikan penalti, seperti
kendala dalam deviden atau pinjaman tambahan.

3. Hipotesis biaya proses politik (Politic Process Hypothesis), dalam ceteris paribus
semakin besar biaya politik perusahaan, semakin mungkin manajer perusahaan untuk
memilih prosedur akuntansi yang menangguhkan laporan earning periode sekarang ke
periode mendatang.

RISET YANG MENDUKUNG TEORI AKUNTANSI POSITIF


Banyak iieriset yang telah membuktikan ketiga hipotesis yang dikemukakan oleh Watt &
Zimmerman , adapun periset-periset tersebut adalah Scott (2000): a. Healy,1985
dengan hipotesis perencanaan bonus, yang menghasilkan bukti para manajer yang
mendasarkan bonusnya pada income netto dilaporkan secara sistematis menggunakan
kebijakan akuntansi accrual untuk pelaporan pendapatannya sehingga dapat
memaksimalkan bonus. b. Sweeney,1994 dengan hipotesis perjanjian hutang,
dihasilkan bukti bahwa perusahaan sering melanggar perjanjian hutang dalam bentuk
pemeliharaan modal kerja dan ekuitas pemegang saham. c. Jones,1991 mengkaji
perubahan perusahaan untuk menurunkan income netto yang dilaporkan untuk
keringanan impor. Pemberian keringan impor pada perusahaan tidak adil karena
dipengaruhi oleh kompetisi asing, sebagian merupakan keputusan politik.. d. Lev (1979)
dalam hipotesis bonus — debt convenant adanya kecenderungan manajer menjadi
opportunistik dengan menyelamatkan bonus dan mengabaikan perubahan debt
convenant ketika effisiensi pasar yang diharapkan bereaksi negatif.

RISET YANG MENGKRITIK TEORI AKUNTANSI POSITIF

Sejak tahun 1982 banyak artikel yang mengkritik dan mengevaluasi teori akuntansi
positif yang telah dipublikasikan. Dalam hal ini para kritikus biasanya dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, yaitu (Lawrence A B,1992):

1. Kritik tentang teknik atau metode penelitian. Dalam hal ini dinyatakan bahwa tulisan
tentang akuntansi positif yang sudah disurvey gagal untuk mendiskripsikan model dari
multi person/manusia secara keseluruhan sama untuk multi period/masa secara
keseluruhan dan lemah dalam kedua strategi, yaitu : dalam pertimbangan dan
pendekatan teori yang mungkin berguna dalam perkembangan teori formal.

Masalah utama dengan semua kritik pada metodologi berdasarkan ilmu pengetahuan
ekonomi adalah penggunaan ilmu-ilmu ekonomi neoklasik sebagai basis utama untuk
memahami teori akuntansi. Para ekonom telah lama mengetahui bahwa mudah bagi
para pembuat keputusan untuk menggunakan harga-harga keseimbangan tetapi hanya
jika ada alasan yang bagus untuk menganggap bahwa semua pasar adalah dalam
keseimbangan. Pertanyaan yang terbuka adalah apakah maksudny a menggunakan
harga-harga keseimbangan ketika tidak ada alasan yang mencukupi untuk
menganggap bahwa semua pasar jelas. Kritik yang ada adalah bahwa pengujian pasar
menyebabkan mereka hanya mempunyai pengaruh yang sedikit dalam riset akuntansi.

2. Kritik tentang filosofi lebih banyak didasarkan pada penekanan bahwa Watts &
Zimmerman memberi batasan positif/normatif. Watts & Zimmerman tidak bersandar
pada filsafat argumen-argumen ilmu pengetahuan lainnya dalam tulisan pertama
mereka untuk mendukung metodologi yang sedang mereka kembangkan. Watt &
Zimmerman menganggap bahwa social world dan strukturnya dapat dipandang secara
terpisah dari individu yang dipelajarinya, hal ini tidak obyektif karena tidak mungkin
peneliti terpisah dari obyek yang diteliti. Penelitian oleh Watt & Zimmerman sama
dengan penelitian Chicago School Economist George Stigler dan Gary Becker (1977).
Para peneliti menjelaskan fenomena konsekuensi dari memaksimumkan utility atau
profit tidak langsung atau memaksimumkan kekayaan. Sementara mungkin dianggap
sesuai/pantas oleh ekonom neoklasik yang beranggapan bahwa semua orang adalah
pemaksimasi, juga sama pentingnya untuk mengakui adanya keberatan-keberatan
terhadap asumsi seperti itu. Herbert Simon (1959, 1979) punya catatan yang panjang
bahwa dalam banyak keadaanl situasi, dimana para pembuat keputusan tertarik pada
pencapaian suatu tingkat kepuasan akan kegunaan/utilitas yang ditargetkan. Biaya
untuk melakukan perbaikan terhadap proses untuk dapat benar-benar mencapai hasil
yang maksimum secara analitis mungkin akan terlalu besar. Ketika seseorang
memperdebatkan lebih jauh dalam menyokong upaya maksimasi kegunaan/utilitas
yang diharapkan, maka keadaan bertambah buruk. Watts dan Zimmerman telah dapat
menggeser pertanyaan-pertanyaan penelitian pada daerah/domain dimana ilmu
ekonomi neoklasik sepertinya akan lebih cocok/sesuai dengan adanya situasi-situasi pi
I ihan statis yang dihadapi para manajer dan praktisi akuntan yang harus dapat
memutuskan prosedur mana yang akan digunakan.

3. Kritik tentang penelitian akuntansi yang didasarkan ekonomi. a. Metodologinya


individu, digambarkan bahwa setiap fenomena sosial sebagai konsekuensi pembuatan
keputusan oleh individu. Singkatnya individu membuat keputusan tetapi tidak
melaksanakan. Ketika komite menyusun standar, direktur membuat keputusan,
metodologi individu mengatakan bahwa itu keputusan group dengan penjelasan
keputusan yang dibuat oleh masing-masing anggota dalam komite. Para ekonom telah
lama menyadari bahwa adalah hal yang mudah (dan secara logis konsisten) bagi
seorang pembuat keputusan untuk menggunakan tingkat harga-harga keseimbangan
(equilibrium) tetapi hanya jika tersedia alasan yang bagus yang menganggap bahwa
seluruh pasar berada pada kondisi keseimbangan. Ketika terjadi kontradiksi logis pada
tingkat yang rendah dimana suatu pasar tidak bebas, permintaan menjadi tidak
sama/sebanding dengan penawaran pada harga yang berlaku. Penggunaan harga
ketidakseimbangan (disequilibrium) seperti itu akan membawa pada kesukaran-
kesukaran matematis karena tidak semua pembeli (demanders) melakukan
maksimisasi atau tidak semua pensuplai (suppliers) melakukan maksimisasi. Karena
anggapan akan adanya maksimisasi universal menjadi inti pokok metodologi dart Watts
& Zimmerman, maka tidak dimungkinkan bagi mereka untuk mempertimbangkan
adanya kegagalan-kegagal an pasar atau situasi-situasi ketidakseimbangan lain
apapun. Karena itu, Demski menyanggah analisis equilibrium untuk menyokong
"konsepsi/gagasan mengenai perlaku (behavioral)". Sampai saat dimana secara
eksplisit model-model telah dapat diciptakan dengan mengikutsertakan "konsepsi/
gagasan mengenai peritaku" dalam berurusan dengan bagaimana para pembuat
keputusan menanggapi ketidaksempurnaan keseimbangan tersebut. Model-model pada
kondisi keseimbangan yang tidak sempurna tidak dapat dipertimbangkan sebagai dasar
yang dapat diandalkan untuk menganggap adanya suatu harga keseimbangan yang
stabil.

Pendekatan tersebut telah menarik kritik yang sebagian besar didasarkan pada mode
tampaknya bias di mana teori positif mengabaikan sudut pandang alternatif.
Hal ini mengakibatkan kebangkitan terutama di tahun 1980-an dalam penelitian
perilaku. Penelitian Perilaku terutama berkaitan dengan implikasi sosiologis yang lebih
luas dari angka akuntansi dan tindakan terkait pemeran utama seperti
manajer,pemegang saham, kreditur, dan pemerintah karena mereka bereaksi terhadap
informasi akuntansi. Teori akuntansi Perilaku cenderung berfokus pada pengaruh
psikologis dan sosiologis pada individu dalam penggunaan dan penyusunan akuntansi.
Sementara penelitian perilaku telah tumbuh dalam penerimaan, teori akuntansi positif
masih saat ini mendominasi literatur penelitian akuntansi. Kecenderungan dalam teori
akuntansi yang telah dijelaskan sejauh ini berkaitan dengan keduanya:

Hubungan Teori Akuntansi Positif dengan Teori Akuntansi Normatif

Menurut Suwardjono (2002), perbedaan antara Teori Akuntansi Positif dan Akuntansi
Normatif adalah sebagai berikut:

1. Teori Akuntansi Positif adalah penjelasan atau penalaran untuk menunjukkan


secara ilmiah kebenaran pernyataan atau fenomena akuntansi seperti apa
adanya sesuai fakta (fakta sebagai sasaran utama). menurut Friedman (1953),
pada hakikatnya terbebas dari ikatan berbagai aspek etika sebagaimana
dikemukakan Keynes. Friedman (1953) lebih mengacu ke istilah “apa adanya”
(what it is) dari pada ke istilah “seharusnya demikian” (it should be). Teori ini
bertujuan menjelaskan, meramalkan, dan memberi jawaban atas praktik
akuntansi. Di samping itu, teori ini juga meramalkan berbagai fenomena
akuntansi dan menggambarkan bagaimana interaksi antar-variabel akuntansi
dalam dunia nyata. Validitas teori akuntansi positif dinilai atas dasar kesesuaian
teori dengan fakta atau apa yang nyatanya terjadi (what it is).
2. Teori Akuntansi Normatif adalah penjelasan atau penalaran untuk menjustifikasi
kelayakan suatu perlakuan akuntansi paling sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Lebih menjelaskan praktik-praktik akuntansi yang seharusnya
berlaku (it should be). Nilai digunakan sebagai sasaran utama.

Salah satu contoh nyata berlakunya Teori Akuntansi Positif bisa dilihat ketika kita
mempertanyakan faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pengungkapan sukarela.
Jawaban dari pertanyaan itu berdasarkan fakta yang objektif dan berdasarkan bukti
empiris. Sedangkan contoh pemberlakuan Teori Akuntansi Normatif adalah ketika kita
ingin mengetahui kapan sewaguna harus dikapitalisasi. Tentu pertanyaan tersebut
menghasilkan berbagai alternatif jawaban. Dengan menggunakan teori Akuntansi
Normatif kita akan memilih yang paling tepat “seharusnya”, menggunakan penalaran
logis.

Dari dua contoh nyata di atas dapat dilihat hubungan antara Teori Akuntansi Positif dan
Teori Akuntasi Normatif, yaitu:

1. Perbedaan pendekatan dan dasar antara teori akuntansi tersebut menyebabkan


adanya dua taksonomi akuntansi. Pendekatan Teori Akuntansi Positif
menghasilkan taksonomi akuntansi sebagai sains. Sedangkan pendekatan Teori
Akuntansi Normatif menghasilkan taksonomi akuntansi sebagai art. Keduanya
sama-sama diakui sebagai sarana pendekatan teori akuntansi.
2. Teori Akuntansi Normatif yang berbentuk Praktik Akuntansi Berterima Umum
(PABU) merupakan acuan teori dalam memberikan jalan terbaik untuk
meramalkan berbagai fenomena akuntansi dan menggambarkan bagaimana
interaksi antar-variabel akuntansi dalam dunia nyata yang merupakan fungsi
pendekatan Teori Akuntasi Positif. Tidak menutup kemungkinan, fakta yang ada
di dunia nyata (praktik akuntansi) akan memengaruhi Teori Akuntansi Normatif.
Hubungan ini sesuai dengan paham Dialektika Hegel. Antitasi dan tesis akan
menghasilkan sistesis yang selanjutnya sistesis akan menghasilkan antitesis,
dan seterusnya.

 Akademis, penelitian yang dilakukan dan ditekankan oleh peneliti akademis

 Profesional, penelitian yang telah ditekankan dan baik disponsori atau dilakukan oleh
mereka dalam praktek, yang mencari teori untuk menjelaskan atau meresepkan praktik
akuntansi

Berdasarkan observasi tidak ada penilaian logis atas apa yang dilakukan akuntan.
Tidak memungkinkan perubahan akibat tidak berujung dan cenderung lebih
memusatkan pada perilaku akuntan dibandingkan dengan pengukuran atribut
perusahaan.

Itulah perkembangan teori akuntansi sehingga menjadi teori yang kompleks dan
berpengaruh pada aspek perhitungan keuangan.
5. Masa Depan Akuntansi

Hampir seperti semua profesi pada umumnya, teknologi memiliki dampak pada
perkembangan di dunia akuntansi. Berdasarkan survei oleh Accountancy Age telah
menanyakan kepada 250 akuntan tentang masa depan profesi ini, ternyata ada sekitar
89% akuntan yang disurvei mengatakan kemajuan teknologi sangat positif bagi profesi
ini dan akan menciptakan peluang baru bagi mereka.
Sedangkan data menunjukan 75% mengatakan teknologi yang gunakan membuat
pekerjaan seorang akuntan menjadi lebih mudah dan memberikan lebih banyak
kebebasan waktu untuk berkonsentrasi pada peningkatan “value” . Contohnya saat ini
akuntan bisa menghabiskan lebih banyak waktu untuk menganalisis sebuah
perusahaan dan memberikan saran bisnis yang lebih tepat dan akurat dengan
penguasaan teknologi tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh akuntan
tidak akan pernah hilang atau using terutama jika memiliki penguasaan teknologi yang
lebih mumpuni. Seseorang yang mencoba untuk menekuni profesi ini perlu terus
mempertahankan keterampilannya karena mungkin saja memerlukan keterampilan baru
yang mungkin dibutuhkan seiring berkembangnya zaman dan perkembangan teknologi.
Dalam praktiknya, pengertian teori akuntansi ini bisa dibedakan menjadi dua,
yakni sains dan teknologi. Berikut ini pengertian jelasnya:

1. Sains
Jika kajian ilmu Akuntansi dipandang dari kacamata sains, maka akuntansi bertujuan
untuk mendapatkan kebenaran atau bentuk validitas dari suatu hasil untuk menjelaskan
fenomena akuntansi yang terjadi dengan menggunakan metode ilmiah yang tepat. Teori
ini berkepentingan memberikan pernyataan dan penjelasan umum yang bermula dari
hipotesis dalam penjelasan akuntansi. Pusat perhatian dalam kajian ilmu ini adalah
masalah fakta sehingga teori ini pun menjadi lebih bebas dalam menentukan nilai.  

2. Teknologi
Jika Akuntansi dipandang dari kacamata teknologi, maka akuntansi adalah teknologi
berupa perangkat lunak yang dipelajari untuk mengembangkan laporan dan aktivitas
akuntansi agar bisa mencapai tujuan sosial tertentu. Jadi, akuntansi juga merupakan
suatu pengetahuan tentang rekayasa informasi untuk membuat pengendalian
keuangan. Hasil teori akuntansi dalam pandangan teknologi adalah prinsip, metode dan
teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan akuntansi. 

Teknologi dan Keamanan Siber: Batasan Baru

"Dewasa ini, akuntan memiliki peran penting dalam membantu mencegah penipuan dan
melindungi perusahaan dari beragam bentuk kejahatan siber. Mereka dapat membantu
mengidentifikasi dan mengurangi risiko terkait penipuan di lingkup internal, eksternal,
pembuat kebijakan, dan menjaga reputasi perusahaan," ujar Bond.

Bond menjelaskan, perkembangan yang cepat dari komputasi awan dan kebebasan


karyawan untuk menggunakan perangkat mereka sendiri untuk mengakses sistem
bisnis, meningkatkan kerentanan sistem yang sebelumnya sulit diakses.

"Organisasi menghadapi beragam masalah baru yang terus mengancam, seperti virus
(malware), serangan terhadap infrastruktur, pembobolan data, dan penipuan
pembayaran (fraud)," jelas Bond.

"Kejahatan siber sering bersifat oportunistik, tetapi semakin canggih dan semakin sulit
untuk dideteksi serta dicegah. Dari seluruh sektor, perusahaan perlu bekerja lebih keras
dan lebih pintar untuk mengurangi motivasi, peluang, dan akses penipuan."

Firma akuntan, pajak, dan jasa keuangan juga tidak luput dari risiko bahaya kejahatan
siber itu sendiri, dengan potensi pembobolan data dan akses yang tidak sah ke
pembukuan yang menciptakan potensi penipuan pengembalian pajak dan pensiun,
pencurian identitas, serta penipuan finansial terhadap klien.

"Sangatlah penting bagi perusahaan untuk menanggapi setiap tindakan pembobolan


data dan penipuan, untuk itu dibutuhkan pemahaman yang lebih dalam mengenai
persyaratan pelaporan yang memenuhi peraturan, penalti, kompensasi, dan
pelanggaran kontrak yang terkait dengan kerugian awal," 

Keterampilan untuk Akuntan Masa Depan

Akuntan di masa depan tidak hanya harus pandai berhitung. Namun, dituntut untuk
lebih memahami teknologi, dan kebutuhan akuntan dengan keterampilan interpersonal
yang kuat akan sangat penting.

Bond berujar, "Akuntan yang paling dicari adalah mereka yang menawarkan nilai bisnis
nyata dan pemahaman terhadap klien yang mendalam. Mereka akan mempunyai
kemampuan berkomunikasi yang baik, pemikiran yang kritis, memiliki empati dan
kreativitas. Benar-benar mampu memahami dan bermitra dengan rekan bisnis."

Dikarenakan perubahan yang cepat dan kurangnya sumber daya dari profesi ini, Bond
mendorong lebih banyak pemuda Indonesia untuk memilih akuntansi sebagai pilihan
karir yang menarik dan menginspirasi.

"Akuntan saat ini berada di garis depan bisnis dan pemerintahan dengan tugas
mengidentifikasi dan mengatasi banyak tantangan serta risiko. Dengan mengabungkan
pendidikan akuntansi yang berkualitas, pengembangan keterampilan interpersonal yang
kuat, kemampuan berbahasa Inggris yang baik, keragaman pengalaman dan memiliki
pikiran yang  terbuka adalah resep untuk meniti karir yang luar biasa," 

Anda mungkin juga menyukai