Anda di halaman 1dari 113

DAMPAK PEMBERLAKUAN UYGHUR HUMAN RIGHT POLICY ACT

TERHADAP PELANGGARAN HAM BERAT DI TIONGKOK DAN


IMPLIKASINYA TERHADAP PERDAMAIAN DUNIA

Oleh:

Akbar Shah Hakam Bath


2106799676
Nomor Urut: 4
Hukum Kenegaraan (Pagi)

Mata Kuliah: Hukum Asasi Manusia


Dosen: Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H., M.H.

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah hirobbi ‘aalamiin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan

semesta alam segala karunia nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun

makalah ini dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu. Makalah yang berjudul

“Dampak Pemberlakuan Uyghur Human Right Policy Act Terhadap

Pelanggaran HAM Berat di Tiongkok dan Implikasinya Terhadap Perdamaian

Dunia” disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hak Asasi

Manusia Program Magister Hukum Universitas Indonesia yang diampu oleh

Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H., M.H. Meski telah disusun secara maksimal

oleh penulis, akan tetapi penulis sebagai manusia biasa sangat menyadari

makalah ini masih sangat banyak kekurangannya dan masih jauh dari kata

sempurna. Karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari para pembaca. Besar harapan penulis makalah ini dapat

berguna sebagai bahan bacaan pembantu masyarakat dalam mencari

berbagai macam bahasan mengenai Hak Asasi Manusia. Demikan yang

dapat penulis sampaikan, semoga para pembaca dapat manfaat dan

pelajaran dari makalah ini.

Jakarta, Oktober 2022

AKBAR SHAH HAKAM BATH

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................ 1


B. Perumusan Masalah ............................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan................................................ 7
D. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep................................... 8
E. Metode Penelitian ................................................................... 16
F. Sistematika Penulisan............................................................. 19

BAB II : PENGATURAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL


TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI KAUM MINORITAS

A. Universal Declaration of Human Rights (UDHR)/Deklarasi


Universal Hak Asasi Manusia
.................................................................................................
22
B. International Covenant on Economic Social and Cultural
Rights (ICESCR)/ Kovenan International Tentang Hak-Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya
.................................................................................................
31
C. International Covenant on Civil and Political Rights
(ICCPR)/Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan
Politik
.................................................................................................
33

ii
iii

D. Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination


Against Women (CEDAW)/Konvensi Internasional
Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan
.................................................................................................
38
E. International Convention on The Elimination of All Forms of
Racial Discrimination Konvensi Internasional Penghapusan
Terhadap Semua Bentuk Diskriminasi Rasial
.................................................................................................
40
F. United Nations Convention on the Rights of the Child (UN-
CRC)/ Konvensi Hak-Hak Anak
.................................................................................................
43
G. Vienna Declaration and Programme of Action/Deklarasi
Vienna dan Program Aksi
.................................................................................................
45
H. World Conference against Racism (WCAR)/Konferensi
Dunia Melawan Rasisme
.................................................................................................
48

BAB III : BENTUK PELANGGARAN HAM YANG DILAKUKAN OLEH


PEMERINTAH TIONGKOK TERHADAP KAUM MUSLIM
UIGHUR

A. Sejarah Terjadinya Konflik Antara Kaum Muslim Uighur dan


Suku Han di Tiongkok
iv

.................................................................................................
52
B. Pengertian Uyghur Human Right Policy Act............................ 61
C. Implikasi Pemberlakuan Uyghur Human Right Policy Act
Oleh Amerika Serikat Terhadap Perdamaian Dunia
.................................................................................................
63

BAB IV : PERBANDINGAN PENERAPAN HUMAN RIGHT POLICY DI


BERBAGAI NEGARA

A. Regulasi Human Right Internasional


.................................................................................................
69
B. Pengaturan Human Right di Indonesia
.................................................................................................
74
C. Pengaturan Human Right di RRC
.................................................................................................
84
D. Pengaturan Human Rights di Amerika
.................................................................................................
94
E. Perbandingan Human Right di Berbagai Negara
.................................................................................................
98

BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 101
B. Saran ...................................................................................... 102
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 104
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia mempunyai kewajiban dasar antara manusia yang satu

terhadap yang lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 1 Manusia sebagai

makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola

dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh

tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh pencipta-Nya

dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat

kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya. Sebagai bagian dari

harkat dan martabat Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara

kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgem, oleh

karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh

diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. 2

Kepentingan Individu mulai terasa memerlukan perlindungan terhadap

pemerintahannya. Individu menuntut hak-hak yang diperlukan kebebasan

dari campur tangan pemerintahannya. Individu menuntut hak-hak yang

diperlukan sesuai dengan martabat manusianya, baik sebagai orang

perseorangan maupun sebagai kesatuan. Landasan teori pembenaran

1
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, bagian mengingat, hal. 1
2
Ibid.

1
2

tuntutan itu didasarkan pada hukum alam. Teori yang mengajarkan bahwa

kekuasaan pemerintah memiliki batasan. Dengan pembatasan itu, hukum

alam memberikan individu hak-hak yang bebas dari campur tangan

pemerintah, termasuk dalam hak-hak itu adalah Hak Asasi Manusia. 3

Pengakuan Individu dalam Hukum Internasional hak asasi manusia

juga dicantumkan dalam Pasal 14 Konvensi Penghapusan Diskriminasi

Rasial, dan Protokol Tambahan Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik, yang

memberikan hak petisi atau prosedur pengaduan bagi individu. Demikan

juga, hak buruh untuk menyampaikan pengaduan yang diatur dalam

Konvensi ILO.4

Perkembangan Hukum Internasional, terutama setelah Perang Dunia I,

telah memberikan status kepada individu sebagai subjek hukum Internasional

yang mandiri dalam tata hukum internasional. Individu dalam hukum

Internasional Hak Asasi Manusia, juga dapat membela hak-haknya secara

langsung, yang pada awalnya berlaku menurut masyarakat Eropa dalam

Konvensi Eropa serta berlaku dalam Konvensi Amerika. 5

Pengalaman pahit dan getir dari umat manusia dari perang dunia yang

telah terjadi dua kali, dimana harkat dan martabat hak-hak asasi manusia

terinjak-injak, timbul kesadaran umat manusia menempatkan penghormatan


3
Dedi Supriyadi, Internasional (dari konsepsi sampai aplikasi), Bandung, Pustaka
Setia, 2011, hal. 231
4
Adnan Buyung Nasution, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia,
Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2006, hal. 15
5
https://media.neliti.com/media/publications/164525-ID-none.pdf, diuduh pada
tanggal 6 Oktober 2022
3

dan penghargaan akan hak-hak asasi manusia ke dalam Piagam PBB yang

sebagai realisasinya muncul kemudian The Universal Declaration of Human

Rights (Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia) yang diterima

secara aklamasi oleh Sidang Umum Majelis Umum PBB pada tanggal 10

Desember 1948.6

Perkembangan progresif di bidang hak asasi manusia dewasa ini tidak

terlepas dengan diterimanya suatu prinsip bahwa negara (pemerintah)

mempunyai kewajiban untuk menjamin dan memberikan perlindungan HAM

tersebut selain merupakan tanggung jawab negara yang bersangkutan juga

merupakan tanggung jawab bersama masyarakat internasional. 7

Dampak pengaturan HAM dalam hukum internasional tersebut yaitu

upaya untuk mewujudkan HAM dalam kehidupan nyata sejak dahulu hingga

saat sekarang ini tercermin dari perjuangan manusia dalam mempertahankan

harkat dan martabatnya dari tindakan sewenang-wenang pemerintah. 8 HAM

ada bukan karena diberikan oleh masyarakat dan kebaikan dari negara,
9
melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Pengakuan,

penghormatan, dan perlindungan HAM merupakan urusan domestik negara

yang bersangkutan. Akan tetapi dengan diaturnya HAM dalam hukum

6
Ibid.
7
Lihat juga Felani Ahmad Cerdas, “Jaminan Perlindungan Hak Pilih dan Kewajiban
Negara Melindungi Hak Pilih Warga Negara dalam Konstitusi (Kajian Kritis Pemilu Serentak
2019”, Fakultas Hukum Universitas Pattimura. Vol. 25 No. 1, Januari - Juni 2019: hal. 72 - 83
8
Osgar S. Matompo, “Pembatasan Terhadap Hak Asasi Manusia Dalam Prespektif
Keadaan Darurat”, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palu. Vol. 21 No.1 Juni
2014: hal. 58-72
9
Ibid.
4

internasional, pengakuan, penghormatan, dan perlindungan HAM tidak saja

berkaitan dalam hubungan antara pemerintah dan warganya. Pengakuan,

penghormatan, dan perlindungan HAM berkaitan dengan hubungan

pemerintah suatu negara dan warga negaranya dengan negara lain. 10

Dengan kata lain, pengakuan, penghormatan dan perlindungan HAM menjadi

urusan internasional. HAM diatur, diawasi pelaksanaannnya, dan orang yang

melakukan pelanggaran dikenai sanksi oleh masyarakat internasional.

Adanya pengawasan demikian memang merupakan “intervensi” masyarakat

internasional dalam urusan domestik warganya.11

Hukum perang atau yang sering disebut dengan hukum humaniter

internasional, atau hukum sengketa bersenjata memiliki sejarah yang sama

tuanya dengan peradaban manusia, atau sama tuanya dengan perang itu

sendiri. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, bahwa adalah suatu

kenyataan yang menyedihkan bahwa selama 3400 tahun sejarah yang

tertulis, umat manusia hanya mengenal 250 tahun perdamaian. 12

Naluri untuk mempertahankan diri kemudian membawa kesadaran

bahwa cara berperang yang tidak mengenal batas itu sangat merugikan umat

manusia, sehingga kemudian mulailah orang mengadakan pembatasan-

pembatasan, menetapkan ketentuan-ketentuan yang mengatur perang antara

10
https://media.neliti.com/media/publications/164525-ID-none.pdf, Op. Cit.
11
Adnan Buyung Nasution, Op.Cit, hal. 26
12
Mochtar Kusumaatmadja, “Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949”, Alumni,
Bandung, 2002, h. 12
5

bangsa-bangsa.13 Sebuah pembantaian massal (genosida) baru dilakukan

oleh pihak berwenang Tiongkok terhadap etnis Uighur di wilayah mereka

sendiri yang diduduki Tiongkok, yang dikenal sebagai Turkistan Timur. 14

Sementara Tiongkok menyebutnya dengan nama Xinjiang, yang

berarti blok baru. Pembantaian itu mengakibatkan lebih dari seratus enam

puluh Muslim meninggal.15 Sementara menurut warga Uighur akibat dari

pembantaian itu hampir empat ratus muslim meninggal, ratusan menderita

luka-luka, dan ratusan lagi ditangkap. 16

Selain itu Pemerintah Tiongkok melakukan penangkapan terhadap

umat Islam secara luas dan terus-menerus, sampai-sampai hampir setiap

orang dari satu keluarga dijebloskan ke dalam penjara. 17 Penderitaan mereka

tak sampai disitu, masih banyak lagi bentuk intimidasi Pemerintah Tiongkok

terhadap mereka, diantaranya undang- undang yang melarang pemeliharaan

jenggot bagi lelaki muslim dan memakai pakaian islami bagi lelaki dan dan

perempuan.18

Pemerintah Tiongkok tidak cukup hanya menduduki Turkistan Timur

dan menggabungkannya menjadi bagian dari Tiongkok, tetapi ia mengubah

13
Ibid.
14
https://media.neliti.com/media/publications/164525-ID-none.pdf, Op.Cit.
15
Ibid.
16
http//:bungkamnya-penguasa-sekuler-negeri-Islam-terhadap-genosida-tiongkok-
terhadap muslim Uighur-adalah-pengkhianatan-terhadap-umat// diakses pada tanggal 6
Oktober 2022
17
www.hidayatullah.com/ramadhan/ramadhan-dimancanegara/read/2017/06/03/1178
74/ bulan-ramadhan-tidak-lewat-di-turkistan-timur.html diakses pada tanggal 6 Oktober 2022
18
Ibid.
6

bentuk penjajahannya menjadi penjajahan kependudukan, di mana ia

memindahkan sekitar delapan juta bangsa Tiongkok dari keturunan Han yang

merupakan suku terbesar ke daerah Turkistan Timur. 19 Selanjutnya mereka

diberi jabatan tinggi dan kekuasaan penuh. Sementara penduduk asli

dijadikan penduduk kelas dua yang dipekerjakan sebagai pegawai rendahan,

dan pekerja kasar untuk memperoleh penghidupannya. 20

Amerika Serikat selaku negara yang memiliki hak veto 21saat ini

mengutuk pelanggaran HAM berat terhadap etnis Uighur di Xinjiang, dan

menyerukan diakhirinya penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, dan

pelecehan yang dilakukan Pemerintah Tiongkok di Uighur. 22 Amerika Serikat

menerbitkan Uyghur Human Right Policy Act (UU Uighur) sebagai bentuk

ketegasan Amerika Serikat yang ingin mengakhiri pelanggaran HAM yang

terjadi pada etnis Uighur di Xinjiang. 23 Dalam UU Uighur ini memungkinkan

Amerika Serikat untuk memberikan sanksi kepada Tiongkok terutama pejabat


24
yang terlibat dalam penahanan muslim Uighur dan hal ini tentunya akan

berdampak pada hubungan bilateral kedua negara.

19
https://www.merdeka.com/dunia/melihat-sejarah-penyebab-muslim-Uighur-alami-
diskriminasi.html, diakses pada tanggal 6 Oktober 2022
20
Ibid.
21
Lihat juga https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/31/213000169/hak-
veto-pbb- definisi-sejarah-dan-perdebatannya?page=all diakses pada tanggal 7 Oktober
2022
22
Lihat juga https://mediaindonesia.com/internasional/275601/parlemen-amerika-
serikat- loloskan-rancangan-uu-uighur diakses pada tanggal 7 Oktober 2022
23
Ibid.
24
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200528121729-4-161483/serangan-
terbaru-as-ketok-lagi-uu-uighur-buat-hukum-china diakses pada tanggal 7 Oktober 2022
7

Dari pemaparan di atas, penulis tertarik untuk mengangkat

permasalahan pelanggaran HAM yang terjadi pada etnis Uighur, serta

peranan Amerika dalam mengintervensi Tiongkok ke dalam sebuah judul

makalah “Dampak Pemberlakuan Uyghur Human Right Policy Act

Terhadap Pelanggaran HAM Berat di Tiongkok dan Implikasinya

Terhadap Perdamaian Dunia”.

B. Pokok Permasalahan

Dari uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengaturan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional

Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Kaum Minoritas?

2. Bagaimana Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang

Dilakukan Oleh Pemerintah Tiongkok Terhadap Suku Uighur?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Pengaturan Hukum Hak Asasi Manusia

Internasional Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Kaum Minoritas.

2. Untuk mengetahui Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang

Dilakukan Oleh Pemerintah Tiongkok Terhadap Suku Uighur.

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoteris: Guna mengembangkan khasanah ilmu

pengetahuaan hukum internasional, khususnya terkait mengenai


8

Dampak Pemberlakuan Uyghur Human Right Policy Act Terhadap

Pelanggaran HAM Berat di Tiongkok dan implikasinya terhadap

perdamaian dunia.

2. Secara Praktis: Memberikan sumbangan pemikiran yuridis tentang

perlindungan hukum internasional mengenai pelanggaran HAM

terhadap kaum Uighur dan sebagai bahan masukan bagi sesama

rekan-rekan mahasiswa.

D. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep

1. Kerangka Teori

Ada beberapa teori yang penting dan relevan dengan persoalan HAM

antara lain teori hak-hak kodrati (natural rights theory), teori positivisme

(positivist theory) dan teori relativisme budaya (cultural relativist theory).

Menurut teori hak-hak kodrati, HAM adalah hak-hak yang dimiliki oleh semua

orang setiap saat dan disemua tempat oleh karena manusia dilahirkan

sebagai manusia. Hak-hak tersebut termasuk hak untuk hidup, kebebasan

dan harta kekayaan. Pengakuan tidak diperlukan bagi HAM, baik dari

pemerintah atau dari suatu sistem hukum, karena HAM bersifat universal.

Berdasarkan alasan ini, sumber HAM sesungguhnya semata-mata berasal

dari manusia.25

Tidak semua orang setuju dengan pandangan teori hak-hak kodrati.

Teori positivis termasuk salah satunya. Penganut teori ini berpendapat bahwa
25
Triyanto, Negara Hukum dan HAM , Yogyakarta, Ombak, 2013, hal. 29
9

mereka secara luas dikenal dan percaya bahwa hak harus berasal dari suatu

tempat. Kemudian hak seharusnya diciptakan dan diberikan oleh konstitusi,

hukum atau kontrak. Hal tersebut dikatakan oleh Jeremy Bentham sebagai

berikut: “Bagi saya, hak merupakan anak hukum; dari hukum riil lahir hak riil,

tetapi dari hukum imajiner, dari hukum ‘kodrati’, lahir hak imajiner. Hak kodrati

adalah omong kosong belaka: hak yang kodrati dan tidak bisa dicabut adalah

omong kosong retorik, omong kosong yang dijunjung tinggi.”

Teori positivisme secara tegas menolak pandangan teori hak-hak

kodrati. Keberatan utama teori ini adalah karena hak-hak kodrati sumbernya

dianggap tidak jelas. Menurut positivisme suatu hak harus berasal dari

sumber yang jelas, seperti dari peraturan perundang-undangan atau

konstitusi yang dibuat oleh negara.

Keberatan lainnya terhadap teori hak-hak kodrati berasal dari teori

relativisme budaya (cultural relativist theory) yang memandang teori hakhak

kodrati dan penekanannya pada universalitas sebagai suatu pemaksaan atas

suatu budaya terhadap budaya yang lain yang diberi nama imperalisme

budaya (cultural imperalism).26

Menurut para penganut teori relativisme budaya, tidak ada suatu hak

yang bersifat universal. Mereka merasa bahwa teori hak-hak kodrati

mengabaikan dasar sosial dari identitas yang dimiliki oleh individu sebagai

manusia. Manusia selalu merupakan produk dari beberapa lingkungan sosial


26
Ibid, hal. 8
10

dan budaya dan tradisi-tradisi budaya dan peradaban yang berbeda yang

memuat cara-cara yang berbeda menjadi manusia. 27 Oleh karena itu, hakhak

yang dimiliki oleh seluruh manusia setiap saat dan disemua tempat

merupakan hak-hak yang menjadikan manusia terlepas secara sosial

(desocialized) dan budaya (deculturized).

2. Kerangka Konsep

a. Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri setiap

manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat

diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti

menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status,

golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. HAM didasarkan pada

prinsip fundamental bahwa semua manusia memiliki martabat yang interen

tanpa memnadang jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa, asal-usul bangsa,

umur, kelas, keyakinan politik, dan agama. Mereka semua berhak menikmati

hak-hakny. Pengertian sederhana ini menjadi sangat kompleks ketika

dihadapkan pada kehidupan yang dinamik.28

Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku

di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus

permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus

27
Muladi, Hak Asasi Manusia, Bandung, Refika Aditama, 2005, hal. 70
28
Moh, Yasir Alimi, Advokasi Hak-Hak Perempuan Membela Hak Mewujudkan
Perubahan, Jakarta, LKIS, 1999, hal. 13
11

pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum

terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di

Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di

Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat

menuju Belanda dari Indonesia.

Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia

dalam pengaturan PBB dapat dilihat sebagai berikut:

1) Hak asasi pribadi / personal right

a) Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah

tempat;

b) Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat;

c) Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan;

d) Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama

dan kepercayaan yang diyakini masing-masing.

2) Hak asasi politik / Political Right

a) Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan ;

b) Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan;

c) Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi

politik lainnya;

d) Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.

3) Hak azasi hukum / Legal Equality Right


12

a) Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan

pemerintahan;

b) Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil/PNS;

c) Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum.

4) Hak azasi Ekonomi / Property Rigths

a) Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli;

b) Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak;

c) Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-

piutang, dll;

d) Hak kebebasan untuk memiliki susuatu;

e) Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

5) Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights

a) Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan;

b) Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan,

penahanan dan penyelidikan di mata hukum.

6) Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right

a) Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan;

b) Hak mendapatkan pengajaran;

c) Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat

dan minat.

Seperti yang kita ketahui HAM yang dalam bahasa Inggris dikenal

dengan istilah Human Rights dan Fundamental Rights, dalam bahasa


13

Belanda dikenal dengan istilah Mesenrechten, Grondrechten, Rechten Van

Denmens sering disebut juga sebagai hak kodrat, hak dasar manusia atau

hak mutlak, dan dalam terjemahan bahasa Indonesia, sampailah pada hak-

hak kemanusiaan atau hak-hak asasi manusia.29

Hak Asasi Manusia merupakan khas milik manusia dan oleh karena itu

tidak dapat dipisahkan, sehingga tidak seorang pun penguasa dan tidak satu

pun sistem hukum dapat menguranginya. Dalam keputusan hukum tata

negara di Belanda, terdapat pula istilah grond rechten, kalau rechten diartikan

sebagai hak-hak dan Grond diterjemahkan sebagai dasar, maka Grond

Rechten dapat kita terjemahkna dengan hak-hak dasar. Oleh karena itu,

kalau kemudian Human Rights, droit de I’hommes dan mensenrechten

diartikan Hak Asasi Manusia, maka HAM dirumuskan sebagai hakhak dasar

yang melekat pada diri manusia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa.

Secara kodrat, yang tanpa hal itu seseorang tidak dapat hidup layak sebagai

manusia. HAM ini adalah sebagian dari sejumlah hak yang dimiliki manusia

sebagai makhluk sosial yang hidup di masyarakat.30

Pembahasan konflik antara Teori Hukum Kodrat dan Positivisme

Hukum menghasilkan kesimpulan bahwa walaupun bidang hukum harus

dibedakan dari bidang moral, namun hukum tidak dapat dipertahankan

29
AL Subandi Marsudi, Pancasila dan UUD 45 dalam Predigma Reformasi, Jakarta,
PT Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 83
30
Sri Soemantri M, Makalah, HAM ditinjau dari Hukum Nasional dan Hukum
Internasional, disampaikan pada Internasional Refugee and Human Rights Protection, 1998,
hal. 1
14

legitimasinya kalau dilepaskan dari tuntutan-tuntutan wujud kehidupan yang

adil dan sesuai dengan martabat manusia. Maksud untuk menjamin keadilan,

kebebasan, dan kesetiakawanan sosial termasuk hakikat hukum. Sarana

untuk mewujudkan maksud itu adalah hak-hak asasi manusia. 31

Pemahaman akan hak-hak asasi manusia dimaksudkan adalah hak-

hak yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh

masyarakat jadi bukan berdasarkan hukum positif yang berlaku melainkan

berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Manusia memilikinya karena ia

manusia. Dalam paham hak asasi manusia termasuk bahwa hak itu tidak

dapat dihilangkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh negara. Negara dapat

saja tidak mengakui hak-hak asasi itu. Dengan demikian hakhak asasi tidak

dapat dituntut didepan hakim. Tetapi itulah yang menentukan, hak-hak itu

tetap dimiliki. Dan karena itu hak-hak asasi seharusnya diakui. Tidak

mengakui hak-hak yang dimiliki manusia, sebagai manusia itu menunjukan

bahwa dalam negara itu martabat manusia belum diakui sepenuhnya. Itulah

paham tentang hak-hak asasi manusia.32

Paham hak-hak asasi manusia ini menimbulkan banyak pertanyaan

tentang kedudukan hak asasi sebagai hak, tentang apakah dapat

dipaksakan, tentang dasar perumusan hak-hak asasi tertentu, tentang

universalitas dan relavitasnya, terutama apakah paham ini berlaku secara


31
Masyhur Effendi, Taufani S. Evandri, HAM Dalam Dinamika/Dimensi Hukum,
Politik, Ekonomi dan Sosial Edisi Keempat, Bogor, Ghalia Indonesia, 2014, hal. 76
32
Peter Davies, Hak-Hak Asasi Manusia, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1994,
hal. 200
15

struktural tentang perubahan dan perkembangannya. Pertanyaan-pertanyaan

itu sudah dikemukakan hampir sejak paham hak asasi lahir, yang barangkali

paling mengesankan ialah bahwa paham ini tidak dapat dimatikan; bahwa

semakin banyak sistem kekuasaan, dengan rela atau ditekan oleh

masyarakat, mengakui semakin banyak hak asasi, bahwa tidak ada sistem

kekuasaan yang masih dapat bersikap masa bodoh terhadap hak-hak asasi

manusia.33

b. Pengertian Perdamaian

Kata perdamaian artinya penghentian permusuhan, tidak bermusuhan,

keadaan tidak bermusuhan, berbaik kembali, tenteram aman. Berdamai,

artinya berbaik kembali, berunding untuk menyelesaikan perselisihan.

Mendamaikan atau memperdamaikan, artinya menyelesaikan permusuhan,


34
merundingkan supaya mendapat persetujuan. Kata damai dipadankan

dalam bahasa Inggris peace, tranquility. Berdamai dipadankan dengan kata

be peaceful, be on good terms. Kata memperdamaikan, mendamaikan

dipadankan dengan kata resolve, peacefully.35 Dalam bahasa Belanda, kata

dading diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi perdamaian,

musyawarah. Kata vergelijk dipadankan dengan kata sepakat, musyawarah

33
Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Bandung, CV. Mandar Maju, hal. 70
34
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta,
Balai Pustaka, 2005, hal. 259
35
John M. Echols Dan Hassan Shadily, Kamus Indonesia- Inggris, Jakarta,
Gramedia, 1994, hlm. 129
16

atau persesuaian, persetujuan kedua belah pihak atas dasar saling

pengertian mengakhiri suatu perkara. 36

Perdamaian merupakan suatu persetujuan di mana kedua belah pihak

dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri

suatu sengketa yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu

perkara, dan persetujuan perdamaian tidak sah melainkan harus dibuat

secara tertulis. Dalam persengketaan selalu terdapat dua atau lebih pihak

yang sedang bertikai dalam penyelesaian persengketaan, dapat saja para

pihak menyelesaikanya sendiri tanpa melalui pengadilan misalnya mereka

minta bantuan kepada sanak keluarga, pemuka masyarakat atau pihak

lainnya, dalam upaya mencari penyelesaian persengketaan seperti ini cukup

banyak yang berhasil. Namun sering pula terjadi dikemudian hari salah satu

pihak menyalahi perjanjian yang telah disepakati, untuk menghindari

timbulnya kembali persoalan yang sama di kemudian hari, maka dalam

praktek sering perjanjian damai itu dilaksanakan secara tertulis, yaitu dibuat

akta perjanjian perdamaian.37

E. Metode Penelitian

Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan

sesuatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikendaki, cara kerja

yang tersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan dan

36
Syahmin A.K, Hukum Internasional Publik, Bandung, Binacipta, 2003, hal. 241
37
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hal. 296
17

mencapai tujuan yang ditentukan. 38 Adapun metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan oleh penulis dalam membahas permasalahan

penelitian yaitu dengan Metode penelitian yuridis normatif (yuridical

normative) yaitu mengkaji Peraturan-peraturan, Konvensi-konvensi, serta

literatur-literatur39 yang terkait dengan pemberlakuan Uyghur Human Right

Policy Act oleh Amerika Serikat terhadap pelanggaran HAM berat di Tiongkok

dan implikasinya terhadap perdamaian dunia yang menjadi permasalahan

dalam penulisan makalah ini.

2. Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data

sekunder. Data sekunder merupakan data yang dalam keadaan siap dan

dapat dipergunakan segera oleh peneliti-peneliti selanjutnya. 40 Data sekunder

ini mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian

yang berwujud laporan dan sebagainya. Jenis data sekunder adalah sebagai

berikut:

a. Bahan hukum primer yaitu: bahan hukum yang mempunyai otoritas

(authority) dan semua dokumen peraturan yang mengikat dan

38
Mukti Fajar, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 1999, hal. 36
39
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2006, hal. 118
40
Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta, Granit, 2000, hal. 58
18

ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yakni berupa,

Konvensi Internasional yang berkaitan dengan Pelanggaran HAM,

Undang-Undang dan lain-lain.

b. Bahan hukum sekunder yaitu: semua publikasi tentang hukum yang

merupakan dokumen yang tidak resmi dan semua dokumen yang

merupakan hasil kajian dari berbagai media seperti koran, majalah,

artikel-artikel yang dimuat di berbagai website di internet.

c. Bahan hukum tersier yaitu: semua dokumen yang berisikan konsep-

konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan

bahan baku sekunder seperti kamus dan ensiklopedia. 41

3. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang penulis gunakan yaitu metode

penelitian kepustakaan (library research) untuk mengumpulkan data yang

akan digunakan oleh penulis untuk menjawab permasalahan dari makalah

ini.42 Penelitian kepustakaan ini dilakukan dengan cara menelaah buku-buku,

karangan ilmiah, dan peraturan perundang-undangan yang ada hubungannya

dengan permasalahan skripsi ini. Selain itu, penulis juga meneliti artikel-

artikel ilmiah yang dimuat dalam majalah maupun koran yang dimuat di

berbagai media massa maupun dimuat di situs-situs internet. 43

4. Analisis Data
41
Ibid, hal. 174
42
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta,
Rineka Cipta, 2002, hal. 126
43
Ibid, hal. 129
19

Analisis data yang dipakai dalam penulisan skripsi ini dianalisa dengan

menggunakan analisa kualitatif. Analisa kualitatif adalah aktivitas intensif

yang memerlukan pengertian yang mendalam, kecerdikan, kreativitas, dan

kepekaan konseptual. Analisa kualitatif juga diartikan sebagai pengolahan

data yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat dipisah-pisahkan

menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Jadi, penulis setelah

mengumpulkan data yang diperoleh baik dari buku-buku, berbagai peraturan

perundang-undangan dan data dari situs internet lalu kemudian dianalisa

untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang diteliti. Sehingga

dengan analisa kualitatif ini, penulis dapat membuat kesimpulan yang benar

atas jawaban permasalahan dalam skripsi ini.

F. Sistematika Penulisan

Keseluruhan sistematika dalam penulisan makalah ini adalah satu

kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan

tidak terpisahkan. Sistematika penulisan adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN. Berisikan pendahuluan yang merupakan

pengantar di dalamnya terurai mengenai latar belakang, perumusan masalah,

kemudian dilanjutkan, dengan tujuan penulisan, kerangka teori dan kerangka

konsep, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II: PENGATURAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA

INTERNASIONAL TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI KAUM

MINORITAS. Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Deklarasi


20

Universal Hak Asasi Manusia. Kedua membahas tentang Kovenan

Internasional Hak- hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Ketiga membahas

tentang Kovenan Hak Sipil dan Politik. Keempat membahas tentang

Konvensi Internasional Penghapusan segala bentuk Diskriminasi Terhadap

Perempuan. Kelima membahas tentang Konvensi Internasional

Penghapusan Terhadap Semua Diskriminasi Rasial. Keenam membahas

tentang Konvensi Hak- hak Anak. Ketujuh membahas tentang Deklarasi

Vienna dan Program Aksi. Serta yang terakhir kedelapan membahas tentang

Deklarasi Dunia tentang Anti Rasisme.

BAB III: BENTUK PELANGGARAN HAM YANG DILAKUKAN OLEH

PEMERINTAH TIONGKOK TERHADAP KAUM MUSLIM UIGHUR. Bab ini

merupakan bab yang membahas tentang Sejarah Terjadinya Konflik Antara

Kaum Muslim Uighur dan Suku Han di Tiongkok, yang kedua membahas

tentang bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan Pemerintah

Tiongkok terhadap kaum muslim Uighur, yang ketiga membahas tentang

respon dunia internasional terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan

Pemerintah Tiongkok terhadap kaum muslim Uighur, dan yang terakhir

membahas tentang dampak pelanggaran HAM yang dilakukan Pemerintah

Tiongkok terhadap kaum Muslim Uighur.

BAB IV : PERBANDINGAN DAMPAK PEMBERLAKUAN UYGHUR

HUMAN RIGHT POLICY ACT OLEH AMERIKA SERIKAT TERHADAP

PELANGGARAN HAM BERAT DI TIONGKOK DAN IMPLIKASINYA


21

TERHADAP PERDAMAIAN DUNIA. Bab ini merupakan bab yang membahas

tentang perbandingan dampak pemberlakuan Uyghur Human Right Policy

Act oleh Amerika Serikat terhadap perdamaian dunia.

BAB V : PENUTUP. Berisikan tentang kesimpulan dari bab-bab yang

telah dibahas sebelumnya.


BAB II

PENGATURAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI KAUM MINORITAS

A. Universal Declaration of Human Rights (UDHR)/Deklarasi Universal

Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia (human rights) merupakan hak yang melekat pada

diri manusia sejak terlahir sebagai manusia. Hak asasi manusia bersifat

universal karena hak-hak ini dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan

setiap sosok manusia tak peduli apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya,

usianya, latar belakang kultural dan agama atau kepercayaan spritualnya. 44

Hak dalam hak asasi manusia mempunyai kedudukan atau derajat utama

dan pertama dalam hidup bermasyarakat karena keberadaan hak asasi

hakikatnya telah dimiliki, disandang, dalam diri manusia sejak saat

kelahirannya. Seketika itu pula muncul kewajiban dari manusia lain untuk

menghormatinya.45

Kepedulian internasional terhadap hak asasi manusia merupakan satu

hal yang relatif baru. Argumentasi yang merujuk pada sejumlah traktat atau

perjanjian internasional yang sudah ada jauh sebelum perang dunia II

meskipun sudah berkaitan erat dengan isu kemanusiaan, tidak menjadi dasar

44
Soetandyo Wignjosoebroto, Hak Asasi Manusia Konsep Dasar dan Perkembangan
Pengertiannya dari Masa ke Masa, Jakarta, Elsam, 2007, hal. 1
45
A. Masyhur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan
Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM), Bogor, Ghalia
Utama,2005, hal. 8

22
23

yang kuat dalam pengaturan tentang HAM itu sendiri. Setelah dimasukkan

dalam Piagam PBB pada tahun 1945, barulah kita dapat berbicara mengenai

adanya perlindungan HAM yang sistematis dalam sistem internasional. 46

Kekejaman Nazi terhadap tawanannya di kamp-kamp konsentrasi di

Eropa dan kekejaman Jepang di wilayah-wilayah pendudukannya di Asia

selama perang dunia II adalah contoh-contoh pelanggaran hak asasi

manusia yang menggugah hati nurani umat manusia. 47Berdasar pada

argumen inilah akhirnya pada tanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum

PBB memproklamirkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). 48

DUHAM telah menjadi teks modern pertama tentang hak asasi

manusia yang dirancang pada awal kelahiran Komisi Hak Asasi Manusia

PBB.49 Sebagai dokumen Internasional pertama, setiap kali kita menyebut

hak-hak asasi, dengan sendirinya rujukan paling baku ialah DUHAM. Ini

wajar dan merupakan keharusan, karena Universal Declaration of Human

Rights merupakan puncak konseptualisasi manusia sejagat yang

menyatakan dukungan dan pengakuan yang tegas tentang hak asasi

manusia.50

46
A. Masyhur Effendi, Op.Cit, hal. 10
47
Larry Cox, A Vision of a World Made New: The Universal Declaration of Human
Rights in a Time of Fear, Jurnal Online ProQuest, 2004, hal. Abstrac.
48
Ibid.
49
Ibid, hal. 2
50
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia Dari UUD 1945
Sampai Dengan Amandemen Uud 1945 Tahun 2002, Jakarta, Kencana, 2009, hal. 4
24

Dalam Mukadimah piagam PBB telah tampak kontra yang besar

terhadap berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang kian terjadi. Dalam

Mukadimah piagam tersebut diatur mulai dari hukum alam hingga martabat

yang melekat dalam diri manusia dan hak-hak yang tak dapat dicabut dari

padanya. Disebutkan pula bahwa penghinaan terhadap hak asasi manusia

sama dengan menghina hati nurani umat manusia. Oleh karena itu, Hak

Asasi Manusia harus dilindungi oleh hukum.

Para Pelaku pelanggaran HAM haruslah dianggap sebagai musuh

seluruh umat manusia. Pasal 28 dari DUHAM adalah salah satu pasal yang

resonansinya sangat kental bagi perlindungan HAM secara internasional.

Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial atau tatanan internasional

dimana hak dan kebebasan yang diatur dalam DUHAM dapat

direalisasikan.51

Lahirnya DUHAM membawa konsekuensi negara-negara anggota

PBB untuk menyatakan bahwa mereka mengakui hak-hak setiap orang

sebagai hak asasi yang harus dihormati, guna mencegah atau setidaknya

mengurangi berbagai tindakan dan kebijakan negara yang sewenang-

wenang terhadap warga negaranya. 52 Berdasarkan deklarasi ini, semua

negara menyatakan kewajibannya untuk menghormati (to respect),

51
Declaration Universal of Human Rights, hal. 5
52
Suryadi Radjab, Dasar-dasar Hak Asasi Manusia, Jakarta, PBHI, 2002, hal. 7
25

melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfil) hak-hak asasi setiap

warganya.53

Batas wilayah kedaulatan seharusnya tidak bisa menjadi halangan

bagi penegakan HAM yang universal, sehingga Bab VII dari piagam PBB

memberikan kewenangan bagi dewan keamanan PBB untuk melakukan

intervensi terhadap kedaulatan negara di mana terjadi pelanggaran HAM

yang dapat mengancam perdamaian dunia. DUHAM diproklamirkan oleh

Majelis Umum PBB sebagai standar umum pencapaian bagi semua orang

dan semua bangsa, sehingga DUHAM harus dipromosikan melalui

pendidikan dan upaya-upaya progresif secara nasional dan internasional

untuk menjamin pengakuan dan kepatuhan universal dan efektif.

Hak asasi manusia yang telah diakui secara universal, idealnya

haruslah dihormati dan dilindungi oleh semua pihak. Hanya dengan

penghormatan dan perlindungan yang optimal, maka hak asasi manusia

benar-benar dapat ditegakkan dalam kehidupan nyata masyarakat baik

nasional maupun internasional. Pandangan Barat sekuler yang mendominasi

DUHAM tidak dapat dihindarkan menjadi landasan bangunan epistemologi

Universal Declaration Human Rights yang justru membuat HAM dapat


54
diterjemahkan secara “liar”.

53
Ibid.
54
Chandra Muzaffar, Human Rights And New World Order, Hak Asasi Manusia
Dalam Tata Dunia Baru Menggugat Dominasi Global Barat, penerjemah Poerwanto,
Bandung, Mizan, 1995, hal. 200
26

Akan tetapi instrumen dan institusi PBB dianggap telah berhasil dalam

beberapa hal terkait penyusunan standar-standar hak asasi manusia secara

universal. Dengan kata lain, ada norma tertentu dalam penegakan HAM

tanpa memandang latar belakang etnik, agama, ideologi, atau

kebangsaannya.

Dalam hukum internasional, sebuah negara dianggap melakukan

pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (gross violation of human rights)

apabila: 55

1. Negara tidak berupaya melindungi atau justru meniadakan hak-hak

asasi warganya.

2. Negara yang bersangkutan membiarkan terjadinya atau justru

melakukan melalui aparat-aparatnya tindakan kejahatan

internasional (international crime) atau kejahatan serius (serious

crime) berupa kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against

humanity), kejahatan genosida (crimes of genocide), kejahatan

perang (crimes of war) dan atau kejahatan agresi (agression).

Berdasarkan 2 poin di atas maka secara teoritis dapat disimpulkan

bahwa:56 setiap subjek hukum yang berkewajiban untuk menghormati dan

melindungi hak asasi manusia, berpotensi pula untuk melakukan

pelanggaran hak asasi manusia.

55
Knut D. Asplund, Suparman Marzuki dan Eko Riyadi (Ed), Hukum Asasi
Manusia, Yogyakarta, PUSHAM UII, 2008, hal. 11
56
Ibid, hal. 12
27

Peristiwa pelanggaran HAM dapat terjadi di mana saja di muka bumi

ini, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang. Hal

itu dilakukan oleh negara melalui aparat-aparatnya, oleh individu ataupun

kolaborasi antara keduanya. Sejarah telah mencatat tentang pelanggaran

HAM oleh negara, di mana kebanyakan pelanggaran HAM justru dilakukan

oleh negara, baik secara langsung melalui tindakan-tindakan yang dilakukan

oleh aparatnya terhadap warga negaranya sendiri maupun warga negara

lain.57

Selain itu dapat melalui kebijakan-kebijakan baik di tingkatan nasional

maupun internasional yang berdampak pada tidak dipenuhinya hak-hak asasi

warga negaranya sendiri atau hak-hak asasi warga negara lain. Setelah

perang dunia kedua, pada tahun 1946 disusunlah rancangan Piagam Hak-

Hak Asasi Manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi

Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk

Komisi Hak Asasi Manusia (Commission of Human Right). 58

Sidangnya dimulai pada bulan Januari 1947 di bawah pimpinan Ny.

Eleanor Roosevelt. Setelah dua tahun dibentuk, tanggal 10 Desember 1948

Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris. Dalam

sidang ini telah melahirkan karya berupa Universal Declaration of Human

Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) atau Pernyataan Sedunia

57
Ibid, hal. 13
58
United Nations Human Rights Council, https://www.ohcr.org/EN/HRBodies/HRC/
Pages/Membership.aspx, diakses pada 7 Oktober 2022
28

tentang Hak-Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara

yang terwakili dalam Sidang Umum tersebut, 48 negara menyatakan

persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena

itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.

Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan,

bahwa setiap orang mempunyai Hak:59

a. Hidup.
b. Kemerdekaan dan keamanan badan.
c. Diakui kepribadiannya.
d. Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut
hukum untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana,
seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali
ada bukti yang sah.
e. Masuk dan keluar wilayah suatu Negara.
f. Mendapatkan Suaka.
g. Mendapatkan status kenegaraan/kebangsaan.
h. Mendapatkan hak milik atas benda.
i. Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan.
j. Bebas memeluk agama.
k. Mengeluarkan pendapat.
l. Mengadakan rapat dan berkumpul.
m. Mendapat jaminan sosial.
n. Mendapatkan pekerjaan.
o. Berdagang.
p. Mendapatkan pendidikan.
q. Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat.
r. Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.

Majelis umum memproklamirkan pernyataan sedunia tentang Hak

Asasi Manusia sebagai tolak ukur dalam menjamin pengakuan dan

pemenuhan HAM. Meskipun bukan merupakan perjanjian, namun semua

anggota PBB secara moral berkewajiban menerapkannya. Konsep hak asasi


59
Universal Declaration of Human Rights
29

manusia pada hakikatnya merupakan konsep tertib dunia, karenanya tanpa

memperhatikan konsep HAM tersebut, apa yang dinamakan atau diusahakan

manusia untuk mewujudkan tertib dunia akan sulit dicapai. Demikian pula

tujuan hukum dan tujuan ilmu-ilmu lainnya yang bersamasama berusaha

mengangkat derajat manusia agar lebih adil, makmur, sejahtera, aman, tertib,

dan tenteram tidak akan mudah diraih. 60

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang dideklarasikan PBB pada

tanggal 10 Desember 1948 merupakan norma hak asasi manusia yang

digunakan sebagai pedoman atau standar baku untuk semua negara.

Sebagaimana tercantum pada Universal Declaration of Human Rights, Hak

Asasi Manusia adalah semua hak dan kebebasan-kebebasan yang mutlak

dimiliki oleh semua manusia tanpa pengecualiaan apapun, seperti ras, warna

kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan,

kebangsaan, hak milik, kelahiran apapun kedudukan lain. 61

Tidak satu negara maupun suatu bangsa yang mengklaim bahwa

negara atau bangsanya tidak mengakui hak asasi manusia karena apapun

bentuk negaranya maupun ideologi negara atau bangsa, hak asasi manusia

harus selalu dijunjung tinggi, pengakuan, penghargaan, dan penghormartan

terhadap hak asasi manusia tidak memiliki batasan ruangan, waktu, maupun

batas wilayah. Artinya hak asasi manusia telah disepakati menjadi tata nilai

60
A. Masyhur Effendy, Op.Cit, hal. 127
61
Chandra Muzaffar, Op.Cit, hal. 202
30

dan norma pergaulan internasional yang berlaku di semua negara. Hal ini

sebagaimana disebutkan bahwa:

“Universal Declaration of Human Rights, as a commom standard of

achievements for all people and all nations. It sets out, for the first

time, fundamental human rights to be universally protected”.

Penegasan mengenai prinsip Universalitas hak asasi manusia juga

terdapat dalam Vienna Declaration Tahun 1993 yang merupakan hasil dari

konfrensi dunia Hak Asasi Manusia yang diselenggarakan oleh PBB pada

tanggal 25 Juni 1993.62 Secara eksplisit dinyatakan dalam bagian paragraph

1 Deklarasi Vienna bahwa sifat universal dari hak asasi manusia dan

kebebasan dasar tersebut tidak dapat dipertanyakan lagi (The Universal

nature of these rights and freedoms is beyond question).

Berdasarkan pada kedua deklarasi tersebut maka prinsip universalitas

yaitu hak asasi manusia adalah untuk semua orang (all human being)

tersebut sifatnya sinyal. ditentukan dalam Universal Declaration of Human

Rights menegaskan jaminan perlindungan setiap orang bebas dari perlakuan

diskriminatif termasuk juga bebas dari diskriminasi rasial. Bahkan salah satu

tujuan dari PBB adalah untuk melawan semua jenis diskriminasi, termasuk

diskriminasi terhadap kaum minoritas dalam suatu negara. 63

62
Ibid, hal. 188
63
Bambang Sunggono,Op.Cit, hal. 77
31

B. International Covenant on Economic Social and Cultural Rights

(ICESCR)/ Kovenan International Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial

dan Budaya

Kovenan ini lahir pada tuhun 1966, diadopsi pada 16 Desember 1975,

dan berlaku pada 3 Januari 1976. Kovenan ini mengakui bahwa setiap

manusia memiliki hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak ekonomi, sosial dan

budaya mencakup: hak atas pekerjaan; hak untuk membentuk serikat kerja;

hak atas pensiun; hak atas tingkat kehidupan yang layak bagi dirinya dan

keluarganya, termasuk makanan, pakaian dan perumahan yang layak; dan

hak atas pendidikan.64

Jaminan perlindungan bebas dari diskriminasi rasial juga sangat

penting dalam konteks hak ekonomi, sosial dan budaya. Hal ini dapat

dicermati dalam International Convenant on Economic, Social and Cultural

Rights (ICESCR) atau Konvenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan

Budaya yang diadopsi oleh PBB pada tahun 1966 dan juga mulai berlaku
65
pada tahun 1976, pada waktu yang bersamaan dengan ICCPR.

Sama halnya dengan ICCPR, maka ICESCR juga merupakan bagian

yang sama pentingnya dalam hukum hak asasi manusia Internasional yaitu

sebagai norma yang mempunyai kekuatan mengikat secara hukum

64
Abu Rokhmad, “Hak Asasi Manusia Dan Demokrasi Di Era Globalisasi: Menuju
Promosi dan Perlindungan Hak Asasi Manusia Generasi Kedua”, Jurnal Hukum, Vol. XV, No.
3, Desember 2005, hal. 496
65
Erlies S. Nurbani, “Kewajiban Indonesia Berdasarkan Ketentuan yang Bersamaan
Konvensi Jenewa 1949”, Jurnal Hukum Jatiswara, Vol. 33 No.3 November 2018, hal. 340
32

(International Bill of Human Rights). Oleh karenanya dibutuhkan tindakan

formal dari suatu negara agar Konvenan tersebut menjadi hukum positif yang

berlaku sebagai norma hukum di negara tersebut. 66

Sebagaimana dikemukakan bahwa Konvenan Hak Ekonomi, Sosial

dan Budaya merupakan acuan pencapaian bersama pemajuan dan

pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya dalam konteks pergaulan

Internasional yang menginginkan semua anggota masyarakat menikmati

kondisi-kondisi kehidupan yang sejahterah. Konvenan ini bersifat netral, hak-

hak yang diakui dalam konvenan hak ekonomi, sosial dan budaya tidak

hanya didasarkan pada kebutuhan dan keinginan dari sistem sosialis, atau

kapitalis, melainkan dapat diwujudkan dalam konteks sistem ekonomi dan

politik apapun yang beragam dengan syarat bahwa sifat saling terkait, saling

bergantung dan tidak terbagi-bagi antara hak sipil dan politik dengan hak

ekonomi, sosial dan budaya diakui, dilindungi dicerminkan dalam sistem dari

negara yang bersangkutan.67

Kewajiban Negara pihak untuk memastikan bahwa semua orang dapat

menikmati hak ekonomi, sosial dan budaya tanpa ada diskriminasi dapat

dicermati dalam Pasal 2 (2) yang menentukan bahwa : “Negara pihak berjanji

untuk menjamin bahwa hak-hak yang diatur dalam konvenan ini akan

dilaksanakan tanpa diskriminasi apapun seperti ras, warna kulit, jenis

66
Chandra Muzaffar, Op.Cit, hal. 195
67
Ibid, hal. 197
33

kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lainnya, asal usul kebangsaan

atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lainnya”.

Jika konvenan ini dikaitkan dengan pelanggaran HAM pada kaum

muslim Uighur yang dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok, jelas Pemerintah

Tiongkok terbukti melanggar isi dari konvenan ini. Dimana Pemerintah

Tiongkok dengan sewenang- wenang telah merampas hak ekonomi, sosial

dan budaya dengan cara melakukan diskriminasi terhadap kaum muslim

Uighur.68

C. International Covenant on Civil and Political Rights

(ICCPR)/Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik

Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik merupakan

produk perang dingin hasil kompromi politik antara kekuatan negara blok

Sosialis melawan blok Kapitalis. Situasi politik dunia semasa perang dingin

(Cold War) mempengaruhi proses legislasi perjanjian internasional HAM yang

digarap oleh Komisi HAM PBB. Hal ini terlihat dengan adanya pemisahan

kategori hak sipil dan politik dengan hak dalam kategori ekonomi, sosial dan

budaya dalam 2 Kovenan (Perjanjian Internasional) yang semula


69
diintegrasikan dalam 1 Kovenan.

Realitas politik menghendaki lain (kovenan yang satu yakni Kovenan

Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenan

68
Kartini Sekartaji, “Prospek dan Tantangan International Criminal Court”, Jurnal
Hukum dan pemban- gunan, Nomor 2 tahun XXXIV, April-Juni, 2004, hal. 97
69
Ibid, hal. 101
34

on Economic, Social and Cultural Rights/ICESCR). Kovenan kedua lahir pada

situasi tak kondusif.70

Kovenan ini lahir tahun 1966, diadopsi pada 16 Desember 1975 dan

berlaku pada 23 Maret pada 1976. Pasal 27 International Convenant on Civil

and Political Rights menjamin hak atas identitas nasional, etnis, agama, atau

bahasa, dan hak untuk mempertahankan ciri-ciri yang ingin dipelihara dan

dikembangkan oleh kelompok tersebut. Dalam pasal ini tidak dibedakan

perlakuan yang diberikan negara kepada kelompok minoritas yang diakui

atau tidak. Sehingga ketentuan ini berlaku bagi kelompok minoritas yang

diakui oleh suatu negara maupun kelompok minoritas yang tidak mendapat

pengakuan resmi negara.71

Hak-hak sipil dan politik yang dijamin dalam kovenan ini yaitu: hak atas

hidup; hak atas kebebasan dan keamanan diri; hak atas keamanan di muka

badan-badan peradilan; hak atas kebebasan berpikir, mempunyai keyakinan,

beragama; hak berpendapat tanpa mengalami gangguan; hak atas

kebebasan berkurnpul secara damai; dan hak untuk berserikat. ICCPR

memuat ketentuan pembatasan penggunaan kewenangan oleh aparatur

negara yang represif. ICCPR diratifikasi lebih dari 141 negara, artinya tidak

kurang dari 95 persen negara anggota PBB -berjumlah 159 negara- menjadi

Negara Pihak (State Parties) dari kovenan tersebut. Dari segi tingkat
70
Moh. Rosyid, Menggugah Peran Hukum Humaniter Internasional Islam dalam
Mengurai Konflik Etnis Perspektif Sejarah, Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan,
Vol. 12 No. 2, 2012, hal. 197
71
Ibid, hal. 198
35

ratifikasi, kovenan memiliki tingkat universalitas tinggi dibanding dengan

perjanjian internasional HAM lainnya. 72

Sesuai dengan namanya Konvenan Hak Sipil dan Politik, maka pada

prinsipnya substansi konvenan tersebut adalah memberikan jaminan

perlindungan terhadap hak sipil dan politik (civil liberties) yang esensial atau

mengandung hak-hak demokratis bagi semua orang, hak-hak sipil

merupakan salah satu prestasi keberhasilan abad ke- 18 yang memberikan

landasan bagi gagasan tentang kesetaraan semua anggota orang di hadapan

hukum, sedangkan hak-hak politik sebuah prestasi yang membolehkan

partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kekuasaan kedaulatan. 73

Larangan terhadap semua bentuk diskriminasi yang tidak lain

merupakan bagian dari prinsip keseyaraan hak asasi manusia secara tegas

ditentukan dalam beberapa pasal yaitu Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, Pasal 4

Ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 26, dan Pasal 27 Konvenan Hak sipil, yang

berturut-turut menentukan bahwa:

1. Negara pihak berjanji menghormati dan menjamin hakhak yang


diakui dalam Konvenan ini bagi semua individu yang ada didalam
wilayahnya dan tunduk pada wilayah hukumnya
2. Negara pihak berjanji untuk menjamin hak-hak yang sederajat dari
laki-laki dan perempuan untuk menikmati semua hak sipil dan politik.
3. Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa, dan
negara pihak dapat mengambil tindakan yang mengurangi kewajiban-
kewajiban berdasarkan konvenan ini sejauh memang sangat
72
Syachdin, “Kewenangan Peradilan Pidana Internasional di Indonesia Menurut
Statuta ICC dalam Upaya Menangani Kejahatan”, Jurnal Hukum, Vol. XVII, No. 2. Juni 2007,
hal. 240
73
Sigit Riyanto, “Penegakan HAM di Indonesia: Beberapa Catatan Kritis”, Jurnal
Mimbar Hukum, No. 38/VI/2001. hal. 57-58
36

diperlukan, sepanjang langkah-langkah tersebut tidak bertentangan


dengan kewajiban lainnya berdasarkan hukum internasional
4. Segala tindakan yang menganjurkan kebencian atas dasar
kebangsaan, rasa tau agama yang merupakan hasutan untuk
melakukan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan harus dilarang
oleh hukum
5. Semua orang sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan
hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Dalam hal ini hukum
harus melarang segala bentuk diskriminasi dan menjamin
perlindungan yang sama dan efektif bagi semua orang terhadap
diskriminasi.
6. Di negara-negara yang memiliki kelompok minoritas berdasarkan
suku bangsa, agama dan bahasa, orangorang yang tergolong
kelompok tersebut tidak boleh diingkari haknya dalam masyarakat,
bersama-sama anggota kelompoknya yang lain, untuk menikmati
budaya mereka sendiri.74

Berdasarkan komentar Umum Nomor 17 Komite Hak Asasi Manusia

terkait dengan substansi Pasal 24 Konvenan Hak sipil dan politik antara lain

ditegaskan bahwa konvenan mewajibkan anak-anak harus dilindungi dari

diskriminasi atas dasar apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin,

bahasa, agama, asal usul kebangsaan atau sosial dan status kepemilikan

atau kelahiran. Negara pihak juga diwajibkan menjamin persamaan hak

antara laki-laki dan perempuan, bahkan diegaskan pula bahwa negara pihak

mempunyai tugas untuk menentukan langkah-langkah yang selayaknya

untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan terkait dengan prinsip non

diskriminasi.75

Kewajiban negara terkait dengan prinsip non diskriminasi atau

larangan diskriminasi harus segera diwujudkan, hal ini merupakan sifat hak

74
Chandra Muzaffar, Op.Cit, hal. 190
75
Ibid, hal. 198
37

sipil dan politik yang paling mendasar. Ditentukan dalam Pasal 2 ayat (2),

bahwa:76

“Dalam hal belum ditentukan oleh adanya langkah legislatif atau


langkah lainnya yang sudah ada, setiap negara pihak pada Konvenan
ini harus berupaya mengambil langkahlangkah yang perlu, sesuai
dengan proses konstitusionalnya dan ketentuan konvenan ini, untuk
menetapkan hukum atau langkah lainnya yang mungkin diperlukan
untuk memberikan dampak hukum kepada hak-hak yang diakui dalam
konvenan ini”.

Bahkan dalam Konvensi Hak Sipil dan Politik juga ditegaskan

mengenai kewajiban negara pihak untuk mengambil langkah-langkah

pemulihan yang efektif apabila ada hak dan kebebasan yang diakui dalam

Konvenan ini dilanggar, termasuk apabila ada seseorang atau sekelompok

orang yang memperoleh perlakuan diskriminatif. 77

Jika dikaitkan dengan kasus pelanggaran HAM pada kaum muslim

Uighur yang dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok, sangat jelas bahwa

Pemerintah Tiongkok telah melanggar beberapa pasal yang termuat didalam

kovenan ini, mulai dari pasal 3 yang harusnya Negara-negara pihak kovenan

ini berjanji untuk menjamin hak-hak yang sederajat dari laki-laki dan

perempuan untuk menikmati semua hak sipil dan politik yang telah diatur

dalam kovenan ini, akan tetapi Pemerintah Tiongkok tidak memberikan hak

tersebut kepada kaum muslim Uighur. Pasal 6 ayat (1) yang menjelaskan

bahwa setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada

76
Harry Purwanto, “Persoalan di Sekitar Pelanggaran HAM yang Berat di Indonesia”,
Jurnal Mimbar Hukum, hal. 70
77
Ibid, hal. 75
38

dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh hukum, tidak seorang pun dapat

dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang. Akan tetapi pada

kenyataannya Pemerintah Tiongkok telah merampas hak hidup dari kaum

muslim Uighur.78

D. Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination

Against Women (CEDAW)/Konvensi Internasional Penghapusan

Semua Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan

Konvensi ini mulai berlaku tahun 1981. Dokumen ini merupakan alat

hukum yang paling lengkap (komprehensif) berkenaan dengan hak - hak

asasi wanita, dan mencakup peranan dan status mereka. Dengan demikian

dokumen ini merupakan dasar untuk menjamin persamaan wanita di negara-

negara yang meratifikasinya.79

Diawal pembentukan PBB secara jelas ketegangan rasial merupakan

isu besar dari banyak negara, hal ini dapat dicermati dari pendirian Sub

Komisi dari Komisi HAM yang pada awalnya didedikasikan untuk mencegah

diskriminasi dan untuk melindungi kaum minoritas serta untuk melawan

Apartheid di Afrika Selatan.

Perhatian serius PBB pada masalah diskriminasi rasial di buktikan

dengan keluarnya Konvensi pertama, yaitu Konvensi Internasional,

Penghapusan segala bentuk Diskriminasi Rasial atau dikenal dengan


78
Mansyur Effendi, Dimensi dan Dinamika Hak Azasi Manusia dalam Hukum
Nasional dan Internasional, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994, hal. 40
79
Suwandi, Instrumen dan Penegakan HAM di Indonesia, Bandung, PT. Refika
Aditama, 2005, hal. 39
39

singkatan CERD (International Convention on The Elimination of All Forms of

Racial Discrimination) yang disahkan oleh Resolusi PBB No. 2106 (XX) 21

Desember 1965 dan berlaku pada 4 Januari 1969, yang melibatkan 168

negara peserta.80

Lahirnya konvensi ini didasarkan pada pengakuan Internasional pada

prinsip atas martabat dan kesederajatan yang sama bagi semua manusia.

Oleh karena itu, disepakati agar seluruh Negara anggota PBB mengambil

langkahlangkah bersama maupun sendiri melalui kerja sama dengan PBB

dalam melakukan pemajuan dan mendiring penghormatan dan pematuhan

Hak Asasi Manusia dan kebebasan mendasar tanpa membedakan ras,

warna kulit, jenis kelamin, bahasa atau agama atau asal usul kebangsaan. 81

Pasal 6 dalam konvensi ini telah menjelaskan bahwa Negara-negara

pihak harus melakukan upaya-upaya yang tepat, termasuk pembuatan

Undang-Undang, untuk memberantas segala bentuk perdagangan

perempuan dan eksploitasi pelacuran perempuan. Dalam pasal 4 ayat (2)

juga meminta kepada Negara pihak untuk melakukan tindakan-tindakan

khusus termasuk tindakan-tindakan yang termuat dalam konvensi ini, yang

ditujukan untuk melindungi kehamilan, tidak boleh dianggap sebagai

diskriminasi.82
80
Nurcholis Madjid, “Hak Asasi Manusia dalam Tinjauan Semangat Keagamaan”
Jurnal Islamika No. 6 Jakarta, 1995, hal. 87
81
Titis Eddy Arini, Hak Asasi Manusia; Refleksi Filosofis atas Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia, Jakarta, PT. Gramedia Utama, 1996, hal. 6
82
Rozali Abdullah, Perkembangan HAM dan Keberadan Peradilan di Indonesia,
Jakarta, Ghalia Indonesia, 2002, hal. 87
40

Jika dilihat dari pasal tersebut dan dikaitkan dengan pelanggaran HAM

pada kaum muslim Uighur yang dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok,

Kovenan ini berkaitan dengan persekusi yang dilakukan Pemerintah

Tiongkok terhadap kaum muslim Uighur karena korban pelanggaran HAM

mencakup perempuan serta anak- anak dibawah umur. Pemerintah Tiongkok

telah melanggar peraturan yang terdapat dalam konvensi ini, hal ini

dikarenakan Pemerintah Tiongkok membiarkan kasus pemerkosaan dan

perdagangan perempuan di daerah Uighur, serta memaksa perempuan yang

hamil pada kaum muslim Uighur untuk menggugurkan anaknya, yang secara

tidak langsung ingin mematikan kaum muslim Uighur. 83

E. International Convention on The Elimination of All Forms of Racial

Discrimination (CERD)/Konvensi Internasional Penghapusan

Terhadap Semua Bentuk Diskriminasi Rasial

International Convention on the Elimination of All Forms of Racial

Discrimination memberikan perlindungan terhadap kebebasan dari

diskriminasi. Konvensi ini meminta Negara peserta untuk dapat mengambil

langkah-langkah yang dapat menghilangkan praktik diskriminasi dan

mempromosikan kesetaraan kesempatan dan hubungan baik antara orang-

orang dari kelompok ras yang berbeda. 84

83
R. Wiyono, Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Yogyakarta, Kencana,
2006, hal. 14
84
Eko Riyadi dan Supriyanto Abdi, Mengurai Kompleksitas Hak Asasi Manusia:
Kajian Multi Perspektif, Yogyakarta, PUSHAM UII, 2007, hal. 529
41

Keberadaan hambatan-hambatan ras merupakan suatu hal yang

mengotori sendi kehidupan ideal masyarakat manusia. Khawatir dengan

berbagai manifestasi diskriminasi rasial yang nyata-nyata masih ada di

beebrapa kawasan dunia serta adanya kebijakan-kebijaka pemerintah yang

berdasrkan kepada supremasi rasial atau kebencian seperti Apartheid,

pengucilan atau pemisahan. Maka dunia internasional sepakat untuk

memutuskan mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna

penghapusan dengan segera diskriminasi rasial dengan segala bentuk dan

manifestasinya, serta mencegah dan memerangi doktrin-doktrin dan praktek-

praktek rasis guna memajukan saling pengertian antar ras serta membangun

masyarakat internasional yang bebas dari segala bentuk pengucilan rasial

dan diskriminasi rasial. Oleh sebab itu negara-negara di dunia sepakat

menetapkan konvensi internasional penghapusan segala bentuk diskriminasi

rasial.85

Konvensi ini mulai berlaku sejak 4 januari 1969 dan diratifikasi oleh

Indonesia pada tanggal 25 juni 1999 melalui Undang-Undang Nomor 29

Tahun 1999. Di dalam konvensi ini terdapat larangan terhadap segala bentuk

diskriminasi rasial dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Selain

itu, konvensi ini juga menjamin hak setiap orang untuk diperlakukan sama

didepan hukum (equality before the law) tanpa membedakan ras, warna kulit,

85
ELSAM, Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial,
diakses pada http://referensi.elsam.or.id, tanggal 7 Oktober 2022
42

asal usul dan suku bangsa. Konvensi ini juga membentuk sebuah komite

yang bertugas mengawasi pelaksanaan konvensi ini yang bernama komite

penghapusan diskriminasi rasial.86

Pasal 3 dalam konvensi ini menjelaskan bahwa Negara-negara pihak

secara khusus mengutuk pemisahan ras dan apartheid serta berusaha

mencegah, melarang dan menghapuskan semua praktek semacam ini

diwilayah hukum mereka.87Negara-negara pihak melarang dan

menghapuskan segala bentuk diskriminasi ras serta menjamin hak setiap

orang tanpa menbedakan ras, warna kulit asal bangsa dan suku bangsa,

untuk diperlakukan sama didepan hukum, hal ini telah dijelaskan pada pasal

5 dalam konvensi ini.88

Negara Tiongkok sendiri telah menandatangani konvensi ini, akan

tetapi pada prakteknya Negara Tiongkok malah melanggar isi dari konvensi

ini dengan melakukan pelanggaran HAM pada kaum muslim Uighur dengan

melakukan diskriminasi rasial, penyiksaan, pencabutan hak-hak dari kaum

muslim Uighur untuk kebebasan beragama, tuduhan teroris tanpa dasar serta

meniadakan kebebasan kaum muslim Uighur untuk mendapat penghidupan

yang layak. Yang membuat kehidupan kaum muslim Uighur semakin

sengsara di tanah kelahirannya sendiri. 89


86
A. Widiada Gunakaya, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta, ANDI, 2017, hal.
78
87
Pasal 3 Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial
88
Pasal 5 Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial
89
I Dewa Gede Atmadja, Teori Konstusi dan Konsep Negara Hukum, Malang, Setara
Press, 2014, hal. 122
43

F. United Nations Convention on the Rights of the Child (UN-CRC)/

Konvensi Hak-Hak Anak

Konvensi Hak Anak (Convention of Rights of The Child) telah disahkan

oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20

November 1989, dan mulai mempunyai kekuatan memaksa (entered in force)

pada tanggal 2 September 1990. Konvensi hak anak ini merupakan

instrumen yang merumuskan prinsip-prinsip yang universal dan norma

hukum mengenai kedudukan anak. Oleh karena itu, Konvensi Hak Anak ini

merupakan perjanjian internasional mengenai hak asasi manusia yang

memasukkan hak sipil, hak politik, hak ekonomi dan hak budaya. 90

Sebelum disahkan Konvensi Hak Anak, sejarah mencatat bahwa hak-

hak anak jelas melewati perjalanan yang cukup panjang dimulai dari usaha

perumusan draf hak- hak anak yang dilakukan Mrs. Eglantynee Jebb, pendiri

Save the Children Fund. Setelah melaksanakan programnya merawat para

pengungsi anak-anak, pada Perang Dunia Pertama, Jebb membuat draft

“Piagam Anak” pada tahun 1923. Beliau menulis: “Saya percaya bahwa kita

harus menuntut hak-hak bagi anak-anak dan memperjuangkannya untuk

mendapat hak universal”.91

Dalam rancangan yang dikemukakannya, Jebb mengembangkannya


92
menjadi 7 (tujuh) gagasan mengenai hak-hak anak yaitu:
90
Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2003,
hal. 103-119
91
Ibid.
92
Ibid.
44

1. Anak harus dilindungi di luar dari segala pertimbangan mengenai


ras kebangsaan dan kepercayaan.
2. Anak harus dipelihara dan harus tetap menghargai keutuhan
keluarga.
3. Bagi anak harus disediakan sarana yang diperlukan untuk
perkembangan secara normal, baik material, moral dan spiritual.
4. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus dirawat,
anak yang cacat mental atau cacat tubuh harus dididik, anak yatim
piatu dan anak terlantar harus diurus atau diberi perumahan.
5. Anaklah yang pertama-tama harus mendapat bantuan atau
pertolongan pada saat ada kesengsaraan.
6. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari
program kesejahteraan dan jaminan sosial, mendapatkan pelatihan
agar pada saat diperlukan nanti dapat dipergunakan untuk mencari
nafkah serta harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi.
7. Anak harus diasuh dan dididik dengan pemahaman bahwa
bakatnya dibutuhkan untuk mengabdi pada sesama.
Dari ketujuh ketentuan yang telah dipaparkan diatas, jika dikaitkan

dengan diskriminasi yang terjadi pada kaum Uighur tentunya Pemerintah

Tiongkok selaku pemilik otoritas di wilayah Uighur telah melanggar konvensi

hak anak tersebut, hal itu terbukti pada saat ini banyak anak-anak dari kaum

muslim Uighur yang mengalami penyiksaan yang tersebar melalui video-

video keseluruh dunia.

Dipaksa bekerja pada pertambangan yang ada di wilayah Uighur tanpa

menerima upah, tidak mendapatkan pendidikan dan tidak bisa merasakan

kesejahteraan sosial layaknya anak-anak seusianya serta tidak dapat


93
menimati kehidupan berkeluarga seperti pada umumnya. Konvensi Hak

Anak dewasa ini telah diratifikasi oleh banyak negara anggota PBB. Sampai

dengan bulan Sampai dengan Desember 2008, 193 negara terlah


93
https//:news.detik.com/berita/d-4346830/beredar-video-anak-dianiaya-sekjen-mui-
kecam- kekerasan-pada-muslim-Uighur, pada tanggal 7 Oktober 2022
45

meratifikasinya, meliputi keseluruhan negara-negara anggota PBB, kecuali

Somalia diantaranya.94

G. Vienna Declaration and Programme of Action/Deklarasi Vienna dan

Program Aksi

Deklarasi Vienna merupakan hasil dari Konfrensi Dunia tentang Hak

Asasi Manusia yang diselenggarakan PBB pada Tahun 1993. Deklarasi

Vienna disetujui pada tanggal 25 Juni 1993, pada bagian pertama dan juga

dalam beberapa alinea lain dari Deklarasi Vienna ini dikemukakan mengenai

pentingnya prinsip non diskriminasi sekaligus juga menegaskan mengenai

langkah-langkah atau tindakan afirmatif sebagai upaya untuk meringankan

hambatan yang pada akhirnya dimaksudkan untuk melenyapkan penghalang

dalam penerapan hak asasi manusia. Deklarasi Vienna juga secara khusus

memberikan perhatian terhadap kelompok minoritas dan juga penduduk asli

yang seringkali mengalami diskriminasi dalam hal menikmati Hak Asasi

Manusia.95

Komitmen terkait dengan adanya perlakuan diskriminatif terhadap

kelompok minoritas dalam satu negara dapat dicermati pada bagian pertama

alinea nomor Sembilan belas dalam Deklarasi Vienna, yaitu

Mempertimbangkangkan pentingnya pemajuan dan perlindungan hak orang-

orang dari kelompok minoritas serta sumbangan dari pemajuan dan


94
United Nations Treaty Collection. Convention on the Rights of the Child. 21 May
2009, diakses pada tanggal 8 Oktober 2022
95
Bahder Johan Nasuon, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bandung: CV.
Mandar Maju, 2012, hal. 1
46

perlindungan semacam itu terhadap stabilitas sosial dan politik dari negara

dimana mereka hidup.96

Konfrensi Dunia Hak Asasi Manusia menegaskan kembali lewajiban

negara untuk menjamin bahwa orang-orang dari kelompok minoritas dapat

menerapkan secara efektif dan seutuhnya, semua hak asasi manusia dan

kebebasan asasi tanpa adanya diskriminasi dan dengan kesamaan hak

seutuhnya di mata hukum, sesuai dengan Deklarasi mengenai Hak orang-

orang dari Kelompok Minoritas dari segi Kebangsaan atau etnis, agama dan

bahasa. Mereka yang merupakan anggota kelompok minoritas mempunyai

hak untuk menikmati kebudayaan mereka sendiri, menganut dan

mempraktekan agamanya, serta menggunakan bahasanya secara pribadi

maupun di depan publik, dengan bebas, dan tanpa campur tangan maupun

diskriminasi dalam bentuk apapun.

Adapun dibagian kedua,97 huruf B dari Deklarasi Vienna yang

membahas mengenai persamaan hak, martabat dan toleransi, diuraikan

mengenai sikap, pandangan dan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan

PBB, negara-negara anggota PBB, masyarakat internasional, regional

maupun nasional terkait dengan komitmen untuk memajukan, melindungi dan

memenuhi hak asasi manusia, dari keenam pengelompokan yang dibahas

dalam Bagian Kedua huruf B Deklarasi Vienn, kiranya ada tiga hal yang

96
Ibid, hal. 21
97
Direktorat Bina HAM, Monograf Mata Kuliah Hukum dan HAM, Jakarta,
Kementerian Hukum & HAM RI, 2005, hal. 39
47

terkait dengan persoalan diskriminasi yaitu uraian mengenai Rasismen

diskriminasi rasial, xenofobia dan bentuk-bentuk intoleransi lainnya serta

uraian mengenai orang-orang dari kelompok minoritas menurut kebangsaan

atau etnis, agama dan bahasa, seperti yang tertera dalam butir ke 26, Bagian

kedua, huruf B dari Deklarasi Vienna, yaitu : 98

“Konfrensi Dunia Hak Asasi Manusia mendesak negaranegara dan


masyarakat Internasional untuk memajukan dan melindungi hak orang-
orang dari kelompok minoritas menurut kebangsaan, etnis, agaman
dan bahasa, sesuai dengan Deklarasi Hak Orang-orang dari Kelompok
Minoritas Menurut Kebangsaan, Etnis, Agaman dan Bahasa”.

Tindakan yang diambil, bila dianggap tepat harus mencakup fasilitasi

agar orang-orang dari kelompok minoritas dapat berpartisipasi secara penuh

dalam semua aspek kehidupan, politik, ekonomi, sosial, agama dan budaya

masyarakat serta dalam kemajuan ekonomi dan pembangunan di negaranya.

Jika deklarasi ini dikaitkan dengan tindakan kekerasan Pemerintah

Tiongkok terhadap kaum muslim Uighur tentulah sangat berkaitan, dimana

deklarasi ini berusaha untuk melindungi kaum minoritas di seluruh dunia dari

tindakan rasial, dan mendesak kepada seluruh Negara didunia agar

melaksanakan deklarasi ini untuk memajukan dan melindungi hak orang-

orang dari kelompok minoritas menurut kebangsaan, etnis, agaman dan

bahasa. Akan tetapi pada kenyataanya Negara Tiongkok tetap saja

melakukan diskriminasi terhadap kaum Muslim Uighur dengan dalih kaum

Muslim Uighur merupakan ancaman bagi Negara Tiongkok karena


98
Ibid, hal. 41
48

“dikatakan” terlibat dalam gerakan teroris yang dipimpin dan dibiayai oleh

Osama bin Laden yaitu Al Qaeda.99

H. World Conference against Racism (WCAR)/Konferensi Dunia

Melawan Rasisme

Konfrensi ketiga menentang Rasisme dunia di Durban 2001

dilatarbelakangi oleh munculnya rasisme, nasionalisme, ketidaktoleransian

agama, dan lain sebagainya di berbagai belahan dunia. Diskriminasi

dianggap sebagai penghalang hubunngan baik antar masyarakat dan bangsa

serta penyebab konflik internal dan internasional yang mengakibatkan

meningkatnya pengungsi dan Internally Displace Persons.100

Konferensi ini menegaskan komitmen masyarakat internasional

terhadap penghormatan hak asasi manusia dan merumuskan langkah-

langkah konkrit dalam suatu program aksi, yang isinya: Mendesak negara

untuk secara efektif mengambil tindakan dan kebijakan untuk menentang

rasisme, diskriminasi rasial, xenophobia, dan bentuk intoleransi lainya;

mendesak untuk mengakui, menghormati, dan memaksimalkan manfaat

keanekaragaman di dalam maupun antar bangsa, dalam membangun masa

depan yang harmonis dan produktif; serta mengembangkan dan mewujudkan

dalam bentuk praktek dan nilai-nilai serta prinsi-prinsip keadilan,

99
Tiron Slamet Kurnia, Reparasi (Reparation) Terhadap Korban Pelanggaran HAM di
Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2005, hal. 62
100
Andrey Sujadmoko, Hukum HAM dan Hukum Humaniter, Jakarta, RajaGrafindo
Persada, 201, hal. 80
49

kesederajatan, non-diskriminasi, demokrasi, persahabatan, toleransi, dan


101
penghormatan dalam maupun antar masyarakat dan bangsa.

Pada dasarnya hasil konferensi Durban sangat relevan bagi Indonesia

yang mempunyai beragam etnis, bahasa, agama, dan budaya apalagi masa

transisi menuju demokrasi. Konfrensi ini diharapkan dapat mengembangkan

perangkat tindakan pencegahan melawan rasisme, xenophobia, dan


102
beberapa tipe diskriminasi dan pelanggaran HAM serupa lainnya.

Konferensi ini juga diharapkan dapat berdampak pada kaum muslim

Uighur, karena saat ini kaum muslim Uighur sangat membutuhkan

perlindungan terhadap keadilan, kesederajatan, non-diskriminasi, demokrasi,

persahabatan, toleransi, dan penghormatan dalam maupun antar masyarakat

dan bangsa yang selama ini telah direbut oleh Pemerintah Tiongkok. Dengan

adanya konferensi ini diharapkan dapat melindungi kaum muslim Uighur

terhadap kekejaman Pemerintah Tiongkok. Akan tetapi pada kenyataannya

konferensi ini masih belum mampu untuk memberikan perlindungan terhadap

kaum muslim Uighur, hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya penyiksaan

yang terjadi pada kaum muslim Uighur sampai sekarang. 103

Berdasarkan uraian diatas, mengenai pengaturan hukum hak asasi

manusia internasional terhadap pelanggaran hak asasi kaum minoritas


101
Hamid Awaludin, HAM: Politik, Hukum, dan Kemunafikan Internasional, Jakarta,
Penerbit Kompas, 2012, hal. 7
102
F Budi Hardiman, Hak-Hak Asasi Manusia: Polemik dengan Agama dan
Kebudayaan, Yogyakarta, Kanisius, 2011, hal.21
103
T Mulya Lubis, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Masyarakat Dunia: Isu dan
Tindakan, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1993, hal. 3
50

khususnya pelanggaran HAM pada kaum muslim Uighur yang dilakukan oleh

Pemerintah Tiongkok. Secara materil peraturan tersebut sudah mampu untuk

memberikan perlindungan terhadap kaum minoritas, melindungi hak-hak

anak, melindungi hak-hak perempuan, melindungi dari tindakan penyiksaan,

serta melindungi dari diskriminasi rasial, apabila setiap Negara di dunia ikut

menerapkan dan menjalankan peraturan-peraturan tersebut dengan sebenar-

benarnya. Akan tetapi pada prakteknya masih banyak Negara yang tidak

mau menjalankan bahkan melanggar peraturan tersebut padahal ikut serta


104
dalam proses pengesahan konvensi dan konfrensi tersebut.

Hal itu dapat kita lihat dari Negara Tiongkok yang ikut serta dan telah

menyetujui konvensi Internasional tentang penghapusan dari semua bentuk

diskriminasi rasial,105 konvenan internasional tentang sipil dan hak politik,

akan tetapi pada prakteknya Pemerintah Tiongkok melanggar aturan yang

telah ditandatanganinya dengan melakukan tindakan diskriminasi rasial

terhadap kaum Muslim Uighur.

104
R Muhammad Mihradi, “Menelaah Kebijakan Penegakan Hak Asasi Manusia:
Analisis Sosio Yuridis”, Jurnal Keadilan, Vol.2 No.2 Tahun 2002, hal. 21
105
Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia dan Penegakan
Hukum, Bandung, Mandar Maju, 2001, hal. 147-148
BAB III

BENTUK PELANGGARAN HAM YANG DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH

TIONGKOK TERHADAP KAUM MUSLIM UIGHUR

A. Sejarah Terjadinya Konflik Antara Kaum Muslim Uighur dan Suku

Han di Tiongkok

Kaum muslim Uighur adalah kelompok etnis Turki yang tinggal di

daerah Asia Tengah dan Timur. Etnis Uighur banyak tinggal di Xinjiang

Uyghur Autonomous Region-Tiongkok, diperkirakan sekitar 80%-nya tinggal

di daerah yang bernama Tarim Basin, sejarah etnis Uighur menyebut

daerahnya itu Uighuristan atau Turkestan timur. 106 Kemerdekaan suku Uighur

didapatkan saat Kekaisaran Gokturk Turk di Asia Tengah runtuh pada tahun

724 Masehi.107

Raja Qutlugh Bilge Kol yang saat itu memimpin suku Uighur pun

mendirikan sebuah kekaisaran yang kini menjadi Mongolia dan Tiongkok

bagian barat. Raja atau Khan mereka, Outlugh Bilge Kol, mendirikan

kekaisaran yang lebih kecil di tempat yang kini menjadi Mongolia dan

Tiongkok Barat. Kekaisaran ini disebut Kekhganan Uighur dan menguasai

ujung timur jalur sutra. Putranya, Byanchur Khan naik tahta pada tahun

747M. Byanchur Khan meningkatkan perdagangan dengan Tiongkok dengan

106
id.wikipedia.org/wiki/Suku_Uighur diakses pada tanggal 8 Oktober 2022
107
https://www.minews.id/kisah/suku-uighur-pernah-dirikan-kekaisaran-yang-kuasai-
cina- begini-kisahnya diakses pada 8 Oktober 2022

52
53

menggunakan uangnya untuk membangun kota-kota serta memperluas

kekaisaran Uighur.108

Beberapa Tahun kemudian, pada 757, kaisar Dinasti Tang Tiongkok,

Suzong meminta bantuan Uighur untuk melawan Jendral pemberontak,

seorang Sogdiana yang bernama An Lu-shan yang sebelumnya adalah

pasukan bayaran dari kekaisaran Tiongkok. Beruntung Uighur bisa

memenangkan pertempuran tersebut, sehingga para anggota dinasti tidak

lagi menyewa orang Sogdiana sebagai tentara bayaran. Bayanchur Khan

kemudian menikahi putri dari Kaisar Suzong Ningo, namun Bayanchur Khan

meninggal dua tahun kemudian.109

Putra Bayanchur Khan, Tengri Bogu, naik tahta menggantikannya.

Tenri Bogu dan pasukannya terus bertugas sebagai pasukan bayaran untuk

parankaisar Tiongkok. Mereka memerangi serbuan Tibet dari Tiongkok

selatan. Ketika sedang bertempur Tengri Bogu bertemu beberapa orang

kristen Manichaea dari Persia kemungkinan orang-orang Manichaea ini

merupakan para pengungsi yang meninggalkan Persia. Sang Khan menyukai

gagasan Manichaea, untuk menunjukkan bahwa bangsa Uighur bukanlah

berasal dari Tiongkok. Maka ia mulai memeluk Manichaeaisme pada 762M,

dan diikuti oleh rakyatnya.

108
id.wikipedia.org/wiki/Suku_Uighur diakses pada tanggal 8 Oktober 2022
109
Ibid.
54

Sekitar tahun 800M, Kekaisaran Uighur mulai terpecah, terjadi banyak

perang saudara akibat perebutan kekuasaan. Pada 814M, Dinasti Tang

menyewa pasukan Kirgiz untuk menyerbu kekaisaran Uighur. Pasukan Kirgiz

membunuh Khan terakhir, Oge, dan mengakhiri kekaisaran tersebut. Kaum

Kirgiz kemudian memerintah wilayah yang dahulunya menjadi wilayah

kekuasaan kekaisaran Uighur, dari markas mereka sendiri yaitu di

Pegunungan Altai sampai kemudian mereka digantikan oleh kaum Khitan

pada tahun 942M.110

Dengan kaum Kirgiztan mengambil alih kerajaan Uighur, sebagian

kaum Uighur berimigrasi ke selatan. Kebanyakan pergi ke Turfan (Qocho),

Beshbaliq dan Kucha. Negara- negara kota disepanjang atau berbatasan

dengan tepi utara lembah sungai Tarim dengan budaya Tokharia, Kaum Han

Tiongkok adalah tujuan utama mereka. Kaum Uighur mempertahankan

keberadaan dalam jumlah kecil. Mereka juga pernah menguasai Turfan dan

Beshbaliq pada kurun waktu antara 790 dan 821 M. Mereka lalu melakukan

perjanjian damai dengan Kaum Tibet yang pada waktu itu menguasai dua

negara- kota tersebut. Selain itu, merea juga memiliki keberadaan di Kucha

sejak 790-an M setelah merebutnya dari Tang Tiongkok. 111

110
Ryseldha Claudya Purba, “Upaya Tiongkok Dalam Mempertahankan Provinsi
Xinjiang Ditengah Tekanan Internasional”, Journal of International Relations, Volume 6,
Nomor 4, 2020, hal. 580
111
Melpayanty Sinaga, “Ketegangan Etnis Di China: Konflik Xinjiang Dalam
Perspektif Konstruktivisme,” Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian, Vol. 4 No. 2 Tahun 2021, hal.
109
55

Agama Islam masuk ke Turkistan Timur pada tahun 96 H/715 M, saat

Khalifah Al-Walid Bin Abdul Malik (Al-Walid I), salah satu khalifah dinasti

Umawiyah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Jarier At-Thabari dalam

kitabnya Tarikh Ar-Rusul Wal Muluk (Sejarah Para Rasul dan Raja). Setelah

Qutaibah Bin Muslim Al-Bahili (Sang Penaklukan Daratan Tiongkok) selesai

menaklukkan Asia Tengah, dia bersama pasukannya melanjutkan perjalanan

menuju Tiongkok dan membentuk pusat pemerintahan Islam baru di

Turkistan yang tetap berada di bawah kekuasaan kerajaan- kerajaan Islam,

karena orang-orang Turki membentuk Negara-negara kecil di kawasan Asia

Tengah ini.112

Republik Turkistan Timur Pertama (RTTP), atau Republik Islam Turki

Turkistan Timur adalah Republik Islam yang berumur pendek, didirikan pada

tahun 1933. Republik Turkistan Timur Pertama dikenal sebagai pemerintahan

yang hanya bertahan sesaat dari 1932-1934 di dekat wilayah Kashgar.

Sedang Republik Turkistan Timur Kedua dibentuk pada 1944 dan bertahan

hingga kedatangan Pasukan Pembebasan Rakyat milik Partai Komunis

Tiongkok tahun 1949.113

Negara yang dulu berpusat di kota Kashgar di wilayah Daerah

Otonomi Xinjiang dengan dihuni mayoritas etnis Uighur, sekarang disebut

112
Rohmatun Nafi’ah, “Kiri Islam Hassan Hanafi dan Relevansinya dengan Peristiwa
Penindasan Muslim Ughiur China Tahun 2019,” Jurnal Refleksi Vol. 21 No. 2, Juni 2020, hal.
197
113
Wahyu Fathurrahman, “Tinjauan Ham Internasional Terhadap Praktik Diskriminasi
Di Xinjiang China,” Jurnal Islam Nusantara 1, no. 2 (2017), hal. 1
56

Republik Rakyat Tiongkok. Namun Republik Turkistan Timur dihapuskan

akibat penjajahan komunis Tiongkok. Komunis Tiongkok telah mengadakan

penghancuran total di Turkistan Timur, dimana agama Islam, umatnya,

kebudayaan dan sejarahnya hendak dibumi-hanguskan dengan segala

kekejaman yang melebihi batas.114

Bangsa Uighur tinggal di wilayah Xinjiang atau Turkistan Timur dan

mereka telah memeluk agama Islam sejak tahun 934 M yaitu pada masa

pemerintahan Satuk Bughra Khan hingga dikenal sekarang sebagai Etnis

Muslim Uighur, wilayah ini dikenal dengan nama (yang sekarang di paksa

bernama Xinjiang), sedangkan Turkistan Barat terdiri dari Kazakhstan,

Turkmenistan, Uzbekistan dan Kyrgistan. Saat ini, Islam adalah agama

minoritas di Tiongkok, mewakili antara 0,45 persen hingga 1,8 persen dari

total populasi menurut perkiraan terbaru.115

Diskriminasi yang dialami oleh kaum Muslim Uighur di Tiongkok telah

menimbulkan konflik antara etnis Han, etnis mayoritas di Tiongkok, dengan

kaum muslim Uighur. Namun konflik tersebut kemudian justru terlihat sebagai

bentuk diskriminassi yang lain dan semakin memojokkan eksistensi kaum

muslim Uighur, Michael E. Brown membagi dua aspek yang merupakan

faktor penyebab konflik tersebut dapat terjadi, yakni Underlying Causes


114
Rizkya Fatikasari, “Kontroversi Kebijakan Re-edukasi Terhadap Etnis Uighur oleh
Pemerintah Tiongkok dalam Perspektif Hak Asasi Manusia”, Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Budi Luhur, hal. 178
115
Ilham Rilin Fiadi, “Tindakan Indonesia dan Arab Saudi dalam Isu Pelanggaran Hak
Asasi Manusia Terhadap Etnis Uighur di Xinjiang pada Tahun 2019”, Jurnal POPULIKA/Vol.
10 No. 2 Tahun 2022, hal. 24
57

merupakan faktor utama yang menyebabkan konflik, dan Proximate Causes

yang merupakan faktor pemicu konflik (Trigger Factor).116

a. Underlying Causes

1) Faktor Struktural

Biasanya berkenan dengan pemerintahan negara dimana etnis

yang bersangkutan tinggal, namun salah satu faktor struktural yang

kental terlihat dalam konflik ini ialah faktor kekhawatiran terhadap

keamanan internal negara yang bersangkutan, dimana dalam hal

ini adalah negara Tiongkok yang menempuh tindakan-tindakan

yang represif terhadap etnis Uighur untuk mencapai keamanan

internal. Hal ini erat kaitannya dengan upaya Tiongkoksisasi yang

dilakukan oleh Partai Komunis Tiongkok yang merupakan salah

satu bentuk revolusi kebudayaan yang ingin dicapai oleh

Tiongkok.117

2) Faktor Politik

Secara implisit dapat dilihat bahwa persoalan idiologi, lembaga

politik yang diskriminatif, serta kepentingan elit penguasalah yang

sarat akan faktor politik dapat menimbulkan diskriminasi hingga

116
Jawahir Tantowi, Hukum Internasional di Indonesia, Yogyakarta: Madyan Press,
2002, hal. 136
117
Dedi Supriyadi, Internasional (dari konsepsi sampai aplikasi), Bandung: Pustaka
Setia, 2011, hal . 231
58

memicu konflik antara etnis mayoritas yaitu suku Han dengan etinis

minoritas, yaitu kaum muslim Uighur.118

3) Faktor Ekonomi

Diskriminasi dalam aspek ekonomi yang dilakukan oleh Pemerintah

Tiongkok terhadap kaum muslim Uighur juga berkontribusi

terhadap konflik yang timbul kemudian, masyarakat etnis Uighur

mengalami kesulitan untuk mencari pekerjaan, bahkan mereka juga

diperlakukan secara kasar di tempat pelayanan-pelayanan publik

seperti rumah sakit, bank, dan lain- lain. Pembangunan ekonomi

yang mengarah pada modrenisasi juga menambah daftar panjang

diskriminasi yang diterima oleh kaum muslim Uighur. Bahkan

hingga pada saat ini sebagian kaum muslim Uighur masih bekerja

dengan bercocok tanam dan berternak, sehingga pembangunan

daerah Industri di Xinjiang akan menggeser serta mengucilkan

keberadaan kaum muslim Uighur, yang hanya mengandalkan mata

pencaharian secara bercocok tanam dan beternak. 119

4) Faktor Sosial Budaya

Sejarah etnis yang bermasalah sejak lama merupakan salah satu

yang menyebabkan terjadinya konflik antara suku Han dan kaum

muslim Uighur bahkan menjadi konflik diskriminasi yang

118
Ibid.
119
LG. Saraswati dkk, Hak Asasi Manusia , Teori hukum dan Kasus, Jakarta: UI
Press, 2006, hal. 195
59

berkepanjangan hingga saat ini. Misalnya pada masa Mao Tse

Dong pada tahun 1966-1976 yang dikenal dengan sebutan An

Ultran Lefish Movement, sekitar 10.000 Masjid di wilayah Xinjiang

mengalami diskriminasi yang serius, serta banyak diantara masjid-

masjid tersebut ditutup atau dimusnahkan dan imamnya

dipenjara.120

b. Proximate Causes

1) Faktor Struktural

Faktor ini lebih menekankan pada fakta akan perubahan pola

demografis, dimana terjadi migrassi besar-besaran oleh etnis Han

ke dua wilayah utama dimana kaum muslim Uighur mayoritas

bertempat tinggal yaitu Xinjiang dan Urumqi. Dampak jangka

panjang dari migrasi suku Han adalah gesekan sosial. Akses

masyarakat Uighur ke air bersih dan tanah kian terbatas.

Kesenjangan ekonomi meningkat akibat praktik perekrutan pekerja

yang diskriminatif. Etnis Han makin kaya, sedangkan orang Uighur

kian miskin di tanah leluhurnya sendiri. 121

2) Faktor Politik

120
Tiongkok Perketat aturan di Xinjiang, diakses pada
http://www.Muslimdaily.net/berita/internasional/4572/Tiongkok‐perketat‐aturan‐di‐xinjiang
pada 8 Oktober 2022
121
Faisal Irfani, Nasib Muslim Uighur di Cina: Dituduh Teroris & Ditahan di
Kamp¸diakses pada https://tirto.id/nasib-muslim-uighur-di-cina-dituduh-teroris-ditahan-di-
kamp-cWFL tanggal 8 Okotber 2022
60

Ideologi komunis serta nasionalitas atas nama etnis Han yang

semakin diintensifikan kepada seluruh etnis-etnis lainnya yang ada

di dataran Tiongkok.122

3) Faktor Ekonomi

Ketimpangan ekonomi yang diakibatkan oeh kesulitan warga yang

beretnis muslim Uighur untuk menari pekerjaan. Sekalipun mereka

memiliki daya ssaing serta kualitas yang memadai, namun

Pemerintah Tiongkok termasuk lembaga-lembaga di negaranya

mempersulit masyarakat kaum muslim Uighur untuk memperoleh

pekerjaan yang lebih layak sehingga dapat mengangkat

perekonomian keluarga mereka, terlebih lagi upaya pembangunan

semakin mempersulit kaum muslim Uighur untuk dapat

mengangkat harkat dan martabat mereka melalui peningkatan

perekonomian.123

4) Faktor Sosial Budaya

Diskriminasi budaya yang semakin parah, misalnya dapat dipicu

dari penyebaran penghinaan etnis serta propaganda yang

dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok terhadap kaum muslim

Uighur yang kemudian mengadu domba etnis Han, yang

melampiaskan kemarahannya akibat terhasut isu yang tidak benar


122
Muslim Uighur di Xinjiang china, Stranger in their own land diakses dari
http://opinians.blogspot.com , diakses pada 8 Oktober 2022
123
Chinese Torture in East Turkestan, Harun Yahya, diakses dari
http://eastturkestan.net/china05.html diakses 8 Oktober 2022
61

tersebut atau propaganda yang sengaja diciptakan. 83 Salah satu

tuduhan atau propaganda yang dilancarkan oleh Pemerintah

Tiongkok ialah bahwa etnis muslim Uighur merupakan teroris dan

separatis yang dipimpin oleh Rabiya Kaeder. 124

B. Pengertian Uyghur Human Right Policy Act

Uyghur Human Right Policy Act merupakan Undang-Undang

Kebijakan Hak Asasi Manusia Uighur tahun 2020 (yang sebelumnya

Rancangan Undang-Undang Kebijakan Hak Asasi Manusia Uighur tahun

2019) adalah hukum federal Amerika Serikat yang mewajibkan berbagai

badan pemerintah Amerika Serikat untuk melaporkan pelanggaran hak asasi

manusia yang dilakukan oleh Partai Komunis Tiongkok dan Pemerintah

Tiongkok kepada Kaum Muslim Uighur di Xinjiang, Tiongkok, termasuk

penahanan di kamp pendidikan ulang Xinjiang. 125

Pada 11 September 2019, versi Rancangan Undang-Undang (RUU)

itu disahkan di Senat Amerika dengan persetujuan suara bulat. Pada tanggal

3 Desember 2019, versi RUU yang lebih kuat disahkan oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Amerika Serikat dengan pemungutan suara 407–1. RUU

yang direvisi diperkenalkan dan disetujui oleh Senat pada 14 Mei 2020. Pada

27 Mei 2020, DPR mengesahkan RUU yang diubah dengan pemungutan

suara 413–1, mengirimkannya kepada Presiden Donald Trump untuk

124
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Uyghur_Human_Rights_Policy_Act, diakses pada
tanggal 8 Oktober 2022
125
Ibid.
62

persetujuan. RUU tersebut ditandatangani oleh Trump dan menjadi Undang-

Undang pada tanggal 17 Juni 2020.126

RUU tersebut mengarahkan Direktur Intelijen Nasional untuk

melaporkan kepada Kongres tentang masalah keamanan yang disebabkan

oleh tindakan keras yang dilaporkan Pemerintah Tiongkok terhadap kaum

muslim Uighur di Xinjiang, Biro Investigasi Federal untuk melaporkan upaya

melindungi kaum muslim Uighur dan warga negara Tiongkok di Amerika

Serikat, Badan AS. bagi Media Global untuk melaporkan masalah terkait

media Tiongkok di Xinjiang, dan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat

untuk melaporkan ruang lingkup tindakan keras Pemerintah Tiongkok yang

dilaporkan terhadap Uighur di Xinjiang. 127

Presiden AS Donald Trump harus menyerahkan laporan ke Kongres

dalam waktu 180 hari. Laporan tersebut akan menunjuk pejabat Tiongkok

dan individu lain yang bertanggung jawab melakukan penyiksaan,

penahanan berkepanjangan tanpa dakwaan dan pengadilan, penculikan,

perlakuan kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat kelompok

minoritas Muslim, dan penolakan mencolok lainnya atas "hak untuk hidup,

kebebasan, atau keamanan" orang di Xinjiang. Orang-orang yang

diidentifikasi dalam laporan tersebut kemudian akan dikenakan sanksi yang

126
Kebijakan One China policy, dan penerapannya pada etnis muslim uighur, diakses
dari http://saveuyghur.org , diakses pada 8 Oktober 2022
127
China Human Rights Watch Backgroubder, diakses dari
http://hrw.org/legacy/backgrounder/asia/china.htm, diakses 8 Oktober 2022
63

mencakup pemblokiran aset, pencabutan visa, dan tidak memenuhi syarat

untuk masuk ke Amerika Serikat.128

Pengenaan sanksi terhadap pejabat dapat ditolak oleh Presiden jika

dia memutuskan dan menyatakan kepada Kongres bahwa menahan sanksi

adalah untuk kepentingan nasional Amerika Serikat. RUU itu juga akan

meminta Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menjatuhkan sanksi

di bawah Undang-Undang Magnitsky Global tentang Sekretaris Partai

Komunis Xinjiang Chen Quanguo , yang akan menjadi pertama kalinya

sanksi tersebut dijatuhkan pada anggota politbiro Tiongkok. 129

C. Implikasi Pemberlakuan Uyghur Human Right Policy Act Oleh

Amerika Serikat Terhadap Perdamaian Dunia

Sejak berlakunya Uyghur Human Right Policy Act pada tahun 2020 ini,

banyak organisasi pembela hak-hak etnis Uighur yang tersebar diseluruh

dunia menjadi lebih terstruktur dan mempunyai agenda jelas, salah satunya

WUC sebagai wadah bagi kelompok-kelompok pembela kaum muslim

Uighur, sejak lahirnya UU Uighur menjadi lebih vokal dalam menyuarakan

pelanggaran HAM yang diterima etnis Uighur. Kehadiran Uyghur Human

Right Policy Act semakin didengar oleh dunia internasional tidak lain karena

faktor Amerika Serikat selaku negara adidaya yang mengeluarkannya.

Serangkaian upaya yang dilakukan Amerika Serikat seperti mengeluarkan


128
Qantara. De, Kami sangat menderita di bawah rezim otoriter China, diakses dari
http://id.qantara.de/webcom/article.php diakses 8 Oktober 2022
129
Ibid.
64

UU Uighur dalam penanganan konflik di Uighur sudah terlihat sangat jelas

bahwa Amerika Serikat ingin menciptakan perdamaian bagi masyarakat

Internasional, khususnya tehadap kaum muslim Uighur di Xinjiang. 130

Pernyataan ini didukung oleh Yitzhak Shichor dalam tulisannya yang

berjudul “Blow Up: Internal and External Challenges of Uyghur Separatism

and Islamic Radicalism to Tiongkok‟s Rule in Xinjiang”. Shichor menyatakan

bahwa terbentuknya UU Uighur yang dikeluarkan Amerika Serikat menjadi

harapan baru bagi pendukung Uighur diseluruh dunia. Karena pada tahun

1990-an, pendukung Uighur diseluruh dunia masih sangat lemah dan hampir

tidak terlihat.131

Pada pertengahan 2020, salah satu pendiri Proyek Hak Asasi Manusia

Uighur dan mantan Presiden Asosiasi Amerika Uighur Nury Turkel,

mengatakan bahwa pemerintah AS harus menggunakan RUU baru untuk

menjatuhkan sanksi kepada pejabat Tiongkok atas penganiayaan agama. Dia

juga mendesak Kongres untuk meloloskan RUU kedua, Undang-Undang

Pencegahan Kerja Paksa Uighur, yang akan mengarahkan Bea Cukai dan

Perlindungan Perbatasan AS untuk menganggap bahwa setiap barang yang

diproduksi di wilayah Uyghur adalah produk kerja paksa. 132

130
Wikipedia, Uighur Human Right Policy Act, diakses pada
https://en.wikipedia.org/wiki/UyghurHumanRightsPolicyAct, tanggal 8 Oktober 2022
131
Yitzhak Shichor, Internal and External Challenges of Uyghur Separatism and
Islamic Radicalism to Tiongkok‟s Rule in Xinjiang, Asian Affairs: An American Review,
Vol.32, No.2, 2005
132
https://www.voaindonesia.com/a/dpr-as-sahkan-ruu-larang-barang-barang-
produksi- xinjiang/5595184.html diakses pada tanggal 8 Oktober 2022
65

Pada 17 Juni, Presiden Donald Trump menandatangani Undang-

Undang Kebijakan Hak Asasi Manusia Uighur 2020 untuk menghukum

Tiongkok atas penindasan mereka terhadap Muslim Uighur dan kelompok

etnis minoritas lainnya. Di bawah undang-undang ini, pemerintahan Trump

memiliki 180 hari untuk mengidentifikasi pejabat Tiongkok yang

bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia, dan memberikan

sanksi kepada mereka yang diduga memiliki peran dalam pengawasan dan

penahanan massal.133

Upaya positif yang dilakukan Amerika Serikat dalam penanganan

konflik kaum Muslim Uighur dengan Pemerintah Tiongkok dengan

menerbitkan UU Uighur sudah cukup menunjukkan sikap tegas Amerika

Serikat kepada dunia internasional, namun masih perlu melewati proses yang

panjang untuk mencapai penyelesaian konflik dan perdamaian di dunia.

Karena masih ada beberapa kendala yang harus dihadapi Amerika Serikat,

salah satunya terkait kedaulatan negara.

Konflik internal merupakan hal yang sulit untuk diselesaikan jika tidak

ada persetujuan dari negara yang bersangkutan untuk mencampuri urusan

dalam negeri mereka. Perundang-undangan Tiongkok memiliki aturannya

sendiri untuk mengamankan wilayah kedaulatannya, dengan menerapkan

prinsip non-intervensi dalam setiap kerjasama internasional. 134


133
www.tempo.co/dw/2908/as-jatuhi-sanksi-pejabat-tinggi-Tiongkok-atas-dugaan-
pelanggaran-ham-muslim-Uighur, diunduh pada tanggal 8 Oktober 2022
134
CNN Indonesia, PBB Desak Tiongkok Buka Akses ke Kamp Konsentrasi Uighur,
https://m.cnnindonesia.com/internasional/20181206203220-113-351721/pbb-desak-
66

Selain kedaulatan, hambatan lainnya datang dari beberapa negara di

dunia yang balik mengecam negara-negara yang memberikan teguran pada

Pemerintah Tiongkok terkait kasus kaum muslim Uighur. Hal ini terjadi karena

Tiongkok sendiri merupakan negara yang perekonomiannya sangat

berpengaruh pada dunia internasional saat ini. Sangat sulit jika seluruh

negara diajak untuk sepakat menentang pelanggaran- pelanggaran yang

terjadi di negara tersebut. Terlebih media yang memberitakan hal ini sangat

terbatas dan Pemerintah Tiongkok menutup rapat mengenai kasus ini pada

media internasional. Seperti Turki yang sempat mengecam Tiongkok atas

perlakukan tindak kekerasan dan diskriminasi terhadap kaum muslim Uighur,

namun setelah melakukan pertemuan dengan Pemerintah Tiongkok, Turki

bahkan mempererat kerjasama di bidang ekonomi. Hal ini memperlihatkan

bahwa negara di dunia lebih mengutamakan national interest mereka

dibandingkan ikut campur dalam urusan negara lain. 135

PBB sekalipun belum bertindak tegas karena Tiongkok merupakan

salah satu pemegang hak veto. Ketidakadilan hukum internasional sering

terjadi ketika suatu kasus melibatkan negara-negara yang termasuk dalam

pemegang hak veto. Hak veto sendiri telah menjadi ancaman bagi terciptanya

keadilan dalam penerapan hukum internasional. Hal ini memberikan sedikit

gambaran bagaimana hak veto di PBB bekerja. Sehingga Tiongkok sebagai

Tiongkok-buka- akseske- kamp-konsentrasi-Uighur, diakses pada tanggal 8 Oktober 2022


135
Ibid.
67

salah satu negara pemegang hak veto di PBB memiliki kewenangan untuk

mem-veto resolusi yang dianggap merugikan negaranya. Sehingga jelas

bahwa hak veto merupakan salah satu hambatan Amerika Serikat dalam

memperjuangkan kasus pelanggaran HAM kaum muslim Uighur ini di PBB. 136

Dari penjabaran diatas, terlihat bahwa peran Amerika Serikat dengan

mengeluarkan UU Uighur dalam menangani persekusi kaum muslim Uighur

di Xinjiang sudah membuka jalan dalam menyuarakan konflik kaum muslim

Uighur dengan Pemerintah Tiongkok di dunia internasional. Serta banyak

berperan dalam menyuarakan kasus pelanggaran HAM pada kaum muslim

Uighur. Namun dalam implikasinya belum sepenuhnya efektif menghasilkan

solusi penyelesaian konflik apalagi untuk menciptakan perdamaian dunia. 137

Hal ini disebabkan oleh adanya hak veto yang dimiliki Tiongkok pada Dewan

Keamanan PBB sehingga Tiongkok memiliki posisi yang kuat di dunia

internasional. Apabila hanya Amerika Serikat sendiri selaku negara

pemegang hak veto yang hanya menyuarakan hak-hak Uighur rasanya akan

sulit merealisasikan peniadaan pelanggaran HAM bagi kaum muslim Uighur

perlu seluruh negara terkhusus negara-negara muslim diajak untuk sepakat

menentang pelanggaran-pelanggaran HAM bagi muslim Uighur. Media

seharusnya gencar memberitakan hal ini agar pandangan dunia luar semakin

terbuka terhadap persekusi yang dilakukan Pemerintah Tiongkok.

136
Laporan Lengkap Human Right Watch “Memberantas Virus Ideologis”, diakses
pada https://www.hrw.org/id/news/2018/09/322309, tanggal 8 Oktober 2022
137
Ibid.
68
BAB IV

PERBANDINGAN PENERAPAN HUMAN RIGHT POLICY DI BERBAGAI

NEGARA

A. Regulasi Human Right Internasional

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri setiap

manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat

diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti

menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status,

golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. HAM didasarkan pada

prinsip fundamental bahwa semua manusia memiliki martabat yang interen

tanpa memnadang jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa, asal-usul bangsa,

umur, kelas, keyakinan politik, dan agama. Mereka semua berhak menikmati

hak-hakny. Pengertian sederhana ini menjadi sangat kompleks ketika

dihadapkan pada kehidupan yang dinamik.138

Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku

di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus


139
permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus

pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum

terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di

Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di
138
Moh, Yasir Alimi, Advokasi Hak-Hak Perempuan Membela Hak Mewujudkan
Perubahan, Jakarta, LKIS, 1999, hal. 13
139
Ahmad Rosman, Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta, Sinar Grafika, 1999, hal.
172

69
70

Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat

menuju Belanda dari Indonesia.

Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia

dalam pengaturan PBB dapat dilihat sebagai berikut:

1) Hak asasi pribadi / personal right

a) Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah

tempat;

b) Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat;

c) Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau

perkumpulan;

d) Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan

agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing.

2) Hak asasi politik / Political Right

a) Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan ;

b) Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan;

c) Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan

organisasi politik lainnya;

d) Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.

3) Hak azasi hukum / Legal Equality Right

a) Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan

pemerintahan;
71

b) Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil/PNS;

c) Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum.

4) Hak azasi Ekonomi / Property Rigths

a) Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli;

b) Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak;

c) Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-

piutang, dll;

d) Hak kebebasan untuk memiliki susuatu;

e) Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

5) Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights

a) Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan;

b) Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan,

penahanan dan penyelidikan di mata hukum.

6) Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right

a) Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan;

b) Hak mendapatkan pengajaran;

c) Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat

dan minat.

Seperti yang kita ketahui HAM yang dalam bahasa Inggris dikenal

dengan istilah Human Rights dan Fundamental Rights, dalam bahasa

Belanda dikenal dengan istilah Mesenrechten, Grondrechten, Rechten Van

Denmens sering disebut juga sebagai hak kodrat, hak dasar manusia atau
72

hak mutlak, dan dalam terjemahan bahasa Indonesia, sampailah pada hak-

hak kemanusiaan atau hak-hak asasi manusia.140

Hak Asasi Manusia merupakan khas milik manusia dan oleh karena itu

tidak dapat dipisahkan, sehingga tidak seorang pun penguasa dan tidak satu

pun sistem hukum dapat menguranginya. Dalam keputusan hukum tata

negara di Belanda, terdapat pula istilah grond rechten, kalau rechten diartikan

sebagai hak-hak dan grond diterjemahkan sebagai dasar, maka grond

rechten dapat kita terjemahkna dengan hakhak dasar. Oleh karena itu, kalau

kemudian Human Rights, droit de I’hommes dan mensenrechten diartikan

Hak Asasi Manusia, maka HAM dirumuskan sebagai hakhak dasar yang

melekat pada diri manusia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Secara

kodrat, yang tanpa hal itu seseorang tidak dapat hidup layak sebagai

manusia. HAM ini adalah sebagian dari sejumlah hak yang dimiliki manusia

sebagai makhluk sosial yang hidup di masyarakat.141

Pembahasan konflik antara Teori Hukum Kodrat dan Positivisme

Hukum menghasilkan kesimpulan bahwa walaupun bidang hukum harus

dibedakan dari bidang moral, namun hukum tidak dapat dipertahankan

legitimasinya kalau dilepaskan dari tuntutan-tuntutan wujud kehidupan yang

adil dan sesuai dengan martabat manusia. Maksud untuk menjamin keadilan,

140
AL Subandi Marsudi, Op.Cit hal. 83
141
Sri Soemantri M, Op.Cit, hal. 1
73

kebebasan, dan kesetiakawanan sosial termasuk hakikat hukum. Sarana

untuk mewujudkan maksud itu adalah hak-hak asasi manusia. 142

Pemahaman akan hak-hak asasi manusia dimaksudkan adalah hak-

hak yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh

masyarakat jadi bukan berdasarkan hukum positif yang berlaku melainkan

berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Manusia memilikinya karena ia

manusia. Dalam paham hak asasi manusia termasuk bahwa hak itu tidak

dapat dihilangkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh negara. Negara dapat

saja tidak mengakui hak-hak asasi itu. Dengan demikian hakhak asasi tidak

dapat dituntut didepan hakim. Tetapi itulah yang menentukan, hak-hak itu

tetap dimiliki. Dan karena itu hak-hak asasi seharusnya diakui. Tidak

mengakui hak-hak yang dimiliki manusia, sebagai manusia itu menunjukan

bahwa dalam negara itu martabat manusia belum diakui sepenuhnya. Itulah

paham tentang hak-hak asasi manusia.143

Paham hak-hak asasi manusia ini menimbulkan banyak pertanyaan

tentang kedudukan hak asasi sebagai hak, tentang apakah dapat

dipaksakan, tentang dasar perumusan hak-hak asasi tertentu, tentang

universalitas dan relavitasnya, terutama apakah paham ini berlaku secara

struktural tentang perubahan dan perkembangannya. Pertanyaan-pertanyaan

itu sudah dikemukakan hampir sejak paham hak asasi lahir, yang barangkali
142
Mahrus Ali dan Bayu Aji Pramono, Perdagangan Orang: Dimensi, Instrumen
Internasional dan Pengaturannya di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2011, hal. 7
143
Mahrus Ali dan Bayu Aji Pramono, Perdagangan Orang : Dimensi, Instrumen
Internasional Dan Pengaturannya Di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2011, hal. 17
74

paling mengesankan ialah bahwa paham ini tidak dapat dimatikan; bahwa

semakin banyak sistem kekuasaan, dengan rela atau ditekan oleh

masyarakat, mengakui semakin banyak hak asasi, bahwa tidak ada sistem

kekuasaan yang masih dapat bersikap masa bodoh terhadap hak-hak asasi

manusia.144

B. Pengaturan Human Right di Indonesia

Hukum dasar tertulis sebagai dasar sebagai dasar bagi

penyelenggaraan kenegaraan di Indonesia adalah Undang-Undang Dasar

1945 yang meliputi Pembukaan dan Batang Tubuh. Mukthi Fadjar


145
berpendapat sebagai berikut:

Undang-Undang Dasar 1945 adalah hukum dasar tertulis yang berlaku

di Indonesia yang meliputi atau mencakup Pembukaan dan Batang Tubuh

Undang-Undang Dasar 1945. Apabila dikaji kedua komponen tersebut

dengan pendekatan filosofis (ontologis), historis-sosiologis, sistematis, dan

yuridis-fungsional, menunjukan adanya komitmen kemanusiaan yang tinggi

dari bangsa Indonesia meskipun belum diidealisasi dan disistemasi secara

lengkap dalam daftar hak-hak asasi manusia seperti halnya piagam HAM

sedunia beserta konvenannya. Hal ini bisa dimengerti karena Undang-

144
Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Bandung, CV. Mandar Maju, hal. 70
145
Ibid, hal. 19
75

Undang Dasar 1945 kehadirannya lebih dahulu daripada deklarasi hak asasi

manusia.146

Pengaturan hak asasi manusia berdasarkan Undang-Undang Dasar

1945 dapat dilihat dari ketentuan dalam Pembukaan dan pasal-pasal Batang

Tubuh setelah amandemen. Bagir Manan berpendapat bahwa terdapat tiga

kemungkinan bentuk hukum yang dapat menampung rincian Hak Asasi

Manusia, yaitu pertama, menjadikannya bagian integral dari Undang-Undang

Dasar 1945, yaitu dengan cara melakukan amandemen-amandemen pada

Undang-Undang Dasar 1945, sebagai yang ditempuh dengan Piagam Hak-

Hak Asasi Warganegara (The Bill of Rights), yang merupakan amandemen I-

X pada konstitusi Amerika Serikat. Cara semacam ini akan menjamin tetap

terpeliharanya Undang-Undang 1945 sebagai naskah historis dimana dalam

the body of the constitution tidak diadakan perubahan-perubahan, tetapi

hanya tambahan-tambahan. Prosedurnya menurut hukum konstitusi diatur

pada Pasal 37.147

Kedua, menetapkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat. Keberatannya, suatu Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

pada umumnya tidak mengatur ancaman hukuman bagi pelanggarnya dalam

precise detail, tetapi hanya garis-garis besar haluan negara, sekedar a

declaration of general principles, tanpa akibat hukum sama sekali. Ketiga,


146
Harkristuti Harkrisnowo, Tindak Pidana Perdagangan Orang: Beberapa Catatan,
Law Review, Volume 7, 2007, hal. 6
147
Harkristuti Harkrisnowo, Indonesia Court Report: Human Trafficking, Jakarta,
Universitas Indonesia Human Right Center, 2003, hal. 44
76

mengundangkannya dalam suatu undang-undang berikut sanksi hukuman

terhadap pelanggarnya.148

Dari ketiga bentuk hukum di atas, tampaknya ketiga-tiganya

dipergunakan oleh pemerintah Indonesia dalam memperinci Hak Asasi

Manusia. Undang-Undang Dasar 1945 pada awalnya hanya memuat 6 Pasal

yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia, kemudian mengalami

perubahanperubahan yang sangat signifikan yang kemudian dituangkan

dalam Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945 pada bulan Agustus

Tahun 2000. Sebenarnya sebelum Perubahan Kedua dilakukan, telah

terdapat beberapa peraturan peraturan perundang-undangan yang dapat

dikatakan sebagai pembuka terjadinya perubahan. Ketentuan itu antara lain

Ketetapan MPR Nomor XVII/ MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia,

Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 Tentang GBHN, serta Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. 149

Melalui Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 Tentang GBHN, MPR

telah menetapkan politik hukum yang harus dilaksanakan oleh pihak

eksekutif yang mencakup substansi hukum, struktur hukum, dan budaya

hukum. Kesemuanya tercantum dalam visi, misi, dan arah kebijakan.

Berkaitan dengan substansi hukum, ketetapan MPR tersebut menggariskan

148
J. Agung Indratmoko, Pengaruh Globalisasi Terhadap Kenakalan remaja di Desa
Sidomukti Kecamatan Mayang Kabupten Jember, Citizship Jurnal Pancasila dan
Kewarganegaraan Vol 3 No 1 Maret 2017, 135
149
Nurhaidah dan M. Insya Musa, Dampak Pengaruh Globalisasi agi Kehidupan
Bangsa Indonesia, Jurnal Pesona Dasar Vol 3 No 3 April 2015, 1-14
77

bahwa penataan sistem hukum nasional dilakukan secara menyeluruh dan

terpadu dengan menghormati hukum agama dan hukum adat serta

memperbaharui perundangan-undangan yang dinilai diskriminatif. Selain itu,

pemerintah didorong untuk segera melakukan ratifikasi konvensi

internasional terutama di bidang HAM dalam bentuk Undang-Undang. 150

Pada pembahasan Rancangan UUD yang dilakukan oleh PPKI,

Soekarno menyatakan bahwa dikemudian hari akan dibuat suatu UUD baru,

karena UUD yang dibuat adalah UUD sementara atau sebagai UUD kilat.

Oleh karena itu, pembentuk UUD menyadari bahwa UUD tersebut tidak

lengkap sehingga membuka peluang untuk diadakan perubahan atau

penyempurnaan yang diatur dalam Pasal 37. Undang-Undang Dasar 1945

sebelum diamandemen terdapat kekosongan materi muatan tentang HAM.

Wacana perlunya HAM dimasukkan ke dalam UUD berkembang ketika

kesadaran akan pentingnya jaminan perlindungan HAM semakin meningkat

setelah tumbangnya rezim Orde Baru. 151

Hasil amandemen Undang-Undang Dasar 1945 memberikan suatu titik

terang bahwa Indonesia semakin memperhatikan dan menjunjung nilai-nilai

Hak Asasi Manusia yang selama ini kurang memperoleh perhatian oleh

Pemerintah. Amandemen kedua Undang-Undang Dasar 1945 telah

150
Sutiarnoto, Hukum Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional, Medan:
USU Press, 2016, hal. 77
151
Riza Damanik, dkk, Menjala ikan terakhir (Sebuah Fakta Krisis di Laut Indonesia),
Jakarta, Walhi, 2008, hal. 67
78

memunculkan satu bab khusus mengenai Hak Asasi Manusia, yaitu Bab

XA.152

Rujukan yang melatarbelakangi perumusan BAB XA tentang Hak

Asasi Manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah Ketetapan MPR

Nomor XVII/MPR/1998. Ketetapan MPR tersebut kemudian melahirkan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Dalam

ketetapan dan undang-undang tersebut, mengandung persamaan bahwa hak

asasi manusia bukan tanpa batas. Hak Asasi Manusia bukanlah sebebas-

bebasnya melainkan dimungkinkan untuk dibatasi sejauh pembatasan itu

ditetapkan oleh undang-undang. Pembatasan tersebut tertuang dalam Pasal

28J Undang-Undang Dasar 1945. Pembatasan yang tertuang dalam Pasal

28J mencakup dari Pasal 28A sampai Pasal 28I Undang-Undang Dasar

1945. Oleh karena itu, hal yang perlu ditekankan bahwa hak-hak asasi

manusia yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak ada yang

bersifat mutlak, termasuk hak asasi yang diatur oleh Pasal 28I ayat (1)

Undang-undang Dasar 1945.153

Apabila ditarik dari perspektif original intent pembentuk Undang-

Undang Dasar 1945, bahwa seluruh Hak Asasi Manusia yang tercantum

dalam BAB XA Undang-Undang Dasar 1945 keberlakuannya dapat dibatasi.

Original intent pembentuk Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan

152
Ibid, hal. 378
153
T. May Rudi, Hukum Internasional 2, Bandung, Penerbit Refika Aditama, 2009,
hal. 8
79

bahwa Hak Asasi Manusia dapat dibatasi juga diperkuat oleh ketentuan

Pasal 28J sebagai Pasal penutup dari seluruh ketentuan yang mengatur

tentang Hak Asasi Manusia dalam BAB XA Undang-Undang Dasar 1945.

Secara penafsiran sistematis, Hak Asasi Manusia yang diatur dari Pasal 28A

sampai Pasal 28I tunduk pada pembatasan Pasal 28J Undang-Undang

Dasar 1945.154

Pembatasan mengenai Hak Asasi Manusia juga terapat dalam

Ketatapan MPR Nomor XVII/ MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia, yang

kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam UndangUndang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Ketentuan Hak Asasi Manusia dalam

Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi basic law adalah norma tertinggi

yang harus dipatuhi oleh negara. Oleh karena letaknya dalam konstitusi,

maka ketentutan-ketentuan mengenai Hak Asasi Manusia harus dihormati

dan dijamin pelaksanaannya oleh negara. Oleh karena itu, Pasal 28I ayat (4)
155
Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan:

Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi

manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Walaupun

telah ada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia, dimasukannya Hak Asasi Manusia ke dalam konstitusi diharapkan

akan semakin memperkuat komitmen untuk kemajuan dan perlindungan Hak

154
Direktorat Perdagangan, Perindustrian, Investasi dan HKI, Sekilas WTO, Jakarta:
Direktorat Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri Indonesia, 2011, hal. 3.
155
Ibid.
80

Asasi Manusia, karena akan menjadikannya sebagai hak yang dilindungi

secara konstitusional. 156

Terdapat beberapa hal yang perlu dikritisi karena dianggap

mengandung kelemahan, baik dari segi struktur, perumusan, dan

sistematikanya. Misalnya, pengelompokannya tidak beraturan yang pada

gilirannya menunjukan bahwa perumus kurang memahami jenis dan

pengelompokan Hak Asasi Manusia. Dari segi substansinya tampak kental

dengan nuansa politis sehingga dapat mengurangi makna dari Hak Asasi

Manusia itu sendiri. Pasal 28IUndang-Undang Dasar 1945 merupakan

hambatan konstitusional bagi penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia.

Hal ini ditandai dengan dengan tidak diakuinya asas berlaku surut bagi

pelanggaran berat terhadap Hak Asasi Manusia yang digolongkan terhadap

kejahatan kemanusiaan. 157

Pengaturan Hak Asasi Manusia di Indonesia berdasarkan Undang-

Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa untuk menegakkan dan

melindungi Hak Asasi Manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang

demokratis, maka pelaksanaan Hak Asasi Manusia dijamin, diatur, dan

dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, adalah dengan

menetapkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

156
Astim Riyanto, World Trade Organization (Organisasi Perdagangan Dunia),
Bandung: Penerbit YAPEMDO, 2003, hal. 16
157
Ibid, hal. 23
81

Manusia, meskipun undang-undang tersebut ditetapkan sebelum

amandemen kedua.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 setelah diamandemen, juga

ternyata belum mencantumkan hak asasi manusia yang lainnya, yang

meliputi kebebasan pers, hak-hak perempuan, dan hak pekerja.Pertama,

Kebebasan pers adalah suatu tiang pancang utama negara demokratis. Pers

hadir guna mengontrol kekuasaan ketika konsep check and balances tak

terwujud. Pers haruslah dikontrol oleh masyarakat itu sendiri melalui

instrumen demokrasi modern, yaitu komisi pers.158

Dalam Naskah Perubahan Kelima Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 yang dibuat oleh Kelompok Dewan

Perwakilan Daerah di Majelis Permusyawaratn Rakyat, diusulkan adanya

penambahan ayat dalam Pasal 28F, yang berbunyi (Kelompok DPD di MPR

RI, 2011): Negara wajib menjamin kebebasan pers dan kebebasan media

lainnya Kebebasan pers ini sesungguhnya belum mendapatkan jaminan yang

tegas oleh konstitusi.159

Undang-Undang Dasar 1945 sesudah perubahan keempat hanya

menjamin hak menyampaikan pendapat, menerima, memperoleh informasi

sebagai sebuah hak individual yang tidak mengkonseptual pers. Padahal

kebebasan pers merupakan hak dasar dan merupakan pilar negara hukum,
158
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta:
LKIS 2008, hal. 22
159
Jakob Oetama, Pers Indonesia: Berkomunikasi Dalam Masyarakat Tidak Tulus,
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001, hal. 2
82

sehingga konstitusi menjaminnya secara tegas. Sebagai salah satu tonggak

pilar negara hukum, yakni kebebasan pers, penting untuk mencantumkan

dan menegaskan adanya perlindungan bagi kebebasan pers dan media

lainnya. Selain penegasan sebagai negara hukum yang memiliki ciri pers

yang bebas, juga dimaksudkan untuk memberikan perlindungan yang lebih

kuat bagi para pekerja pers yang hingga saat ini masih mendapat perlakuan

ancaman dan kekerasan atas kegiatan yang dilakukannya. 160

Kedua, hak perempuan, hak asasi perempuan adalah hak yang dimiliki

oleh seorang perempuan baik karena dia seorang manusia maupun sebagai

seorang perempuan sejak kelahirannya. Hak asasi perempuan menjadi

sangat penting karena terdapat kodrat yang berbeda anatara laki-laki dengan

perempuan. Jaminan hak perempuan merupakan komitmen bangsa

mengimplementasikan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk

Diskriminasi terhadap Perempuan. Indonesia telah melakukan pengesahan

atas konvensi ini dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.

Implemnetasi dari hak perempuan dalam ruang politik, ekonomi, sosial, dan

budaya sering menjadi distorsif, yang kadang menjadi penyebab


161
terciderainya kodrat perempuan.

Jadi, afirmasi hak perempuan dalam konteks biologis di dalam

konstitusi menjadi sangat penting, hal ini semata menempatkan jaminan

160
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hal. 296
161
Ibid.
83

kemanusiaan pada tingkat konstitusi. Sejalan dengan adanya hak anak

dalam konstitusi, dimana perempuan dan anak rentan dalam konteks

biologis.162

Pada hakekatnya seluruh aturan Hak Asasi Manusia sudah mencakup

perihal seluruh manusia termasuk perempuan. Namun, spesifikasi ke hak

kesehatan reproduksi dan kehamilan merupakan spesifikasi dari Hak Asasi

Manusia yang terkhusus pada krodati perempuan, karenanya diperlukan

pengaturan tersendiri mengenai hak ini. Hak perempuan hak atas reproduksi,

kesehatan reproduksi, dan kehamilan ini menjadi penting seiring dengan

kenyataan bahwa sering sekali hak atas kesehatan reproduksi yang baik

masih kurang diperhatikan.163

Ketiga, hak pekerja, dalam sidang konstituante, Fraksi Republik

Reformasi mengungkapkan bahwa bagi kaum buruh, hak berdemontrasi dan

mogok merupakan suatu hak yang tidak boleh ditawar-tawar lagi. Kaum

buruh memperjuangkan hak berdemontasi dan mogok dimuat dalam

konstitusi karena kaum buruh merupakan tenaga pokok dalam proses

produksi yang belum mendapat penghargaan sebagaimana mestinya.

Kedudukan kaum buruh sewaktu-waktu dapat terancam, karena

adanya pemecatan yang sewenang-wenang dari majikan. Untuk

mempertahankan kedudukan itulah, kaum buruh sangat memerlukan adanya


162
Adami Chawazi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Jakarta: Sinar grafika,
2005, hal. 21
163
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana. Cet. I; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010,
hal. 49
84

hak berdemontrasi dan mogok. Oleh karena itu, hak pekerja harus dijamin

pada tingkat konstitusi, bahwa setiap orang berhak untuk berkerja serta

mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Setiap orang berhak atas hubungan kerja yang adil. Setiap pekerja berhak

untuk mendirikan. Bergabung, dan berpartisipasi dalam serikat pekerja, dan

mempunyai hak cuti dan mogok kerja.164

C. Pengaturan Human Right di RRC

Sebagaimana sempat disinggung oleh A Kadragic, bahwa dewasa ini

apapun idiologi yang dianut, kebanyakan Negara mengatur masalah hak

asasi manusia dalam konstitusinya; dikatakan bahwa ……”To day guarantee

of basic human rights are included in the constitution of most country.”

Pengaturan HAM dalam Konstitusi dimaknai sebagai upaya penguatan

hukum atau “legal empowerment” bagi rakyat agar hak-hak mereka yang

dijamin oleh instrument internasional dapat dinikmati dengan pasti. 165

HAM dalam konstitusi Republik Rakyat Cina 2004 diatur dalam Bab II

dari Pasal 33 hingga Pasal 56 atau sebanyak 24 Pasal. Judul Bab ini sangat

khas jika dibandingkan dengan konstitusi negara lain. Judulnya adalah “Hak

Dan Kewajiban Dasar Warga Negara” (The Fundamental Rights and Duties

of Citizen). Ini berarti bahwa: 166

164
Ibid.
165
Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda Karya, 1993, hal. 11
166
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, Jakarta, Gunung Agung, 1980, hal. 68
85

1. Selain tentang hak dasar, konstitusi juga mengatur dengan tegas

kewajiban dasar. dan dari segi jumlah pasal dapat dilihat 19 Pasal

(Pasal 33 s/d Pasal 51) mengatur Hak Dasar, sedangkan 5 Pasal

(Pasal 52 s/d Pasal 56) mengatur Kewajiban Dasar;

2. obyek yang diatur adalah warga negara (Citizen) dan bukan orang

asing. Ketentuan semacam ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat 2

sebagai berikut: “All citizen of the people’s republic of China are equal

before the law. Every citizen enjoys the rights and at the sime time

must perform the duties prescribed by the Constitution and the law”.

(Semua warga negara RRC adalah sama didepan hukum. Tiap

warga negara memiliki hak dan pada saat yang sama juga wajib

melakukan kewajiban yang diatur oleh konstitusi dan hukum). 167

Hal ini mengandung konsekuensi bahwa dalam perumusan tiap

pasalnya di mulai dengan kata-kata ”tiap warga negara” (every citizen),

“bukan tiap orang” (every one). Dengan demikian dapat dipertanyakan

bagaimana jaminan perlindungan HAM bagi orang asing yang kebetulan

berada di Cina; mengingat bahwa konsepsi hak-hak dasar berlandaskan

pada kemulyaan martabat manusia dari setiap individu, atau ….”the concept

of fundamental rights based on the dignity of the individual…”.

167
Bambang Ariyanto, “Tinjauan Yuridis Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan”,
Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya, Jurnal Perspektif Hukum, Vol. 15 No. 2
November 2015 , hal. 128-146
86

Pasal HAM yang jumlahnya 19 itu mengatur HAM sipil, politik,

ekonomi, sosial dan budaya. Seperti telah disinggung diatas, Pasal 33

menegaskan bahwa semua warga negara RRC memiliki hak dasar dan

kewajiban dasar. Selanjutnya Pasal 34 adalah satu-satunya pasal yang

mengatur hak politik. Dinyatakan bahwa semua warga negara RRC yang

telah mencapai umur 18 tahun memiliki hak suara dalam pemilu tanpa

memandang perbedaan kebangsaan (suku bangsa), ras, kelamin, pekerjaan,

latar belakang keluarga, kepercayaan agama, pendidikan, status kekayaan,

lamanya tinggal kecuali mereka yang dicabut hak pilihnya berdasarkan

hukum.168

Sementara Pasal 35 hingga Pasal 41 mengatur hak sipil yang intinya

sebagai berikut:169

1. Pasal 35 mengatur kebebasan untuk berbicara, kebebasan pers,

berkumpul, berserikat, beriring-iringan, dan berdemonstrasi.

2. Pasal 36 mengatur kebebasan untuk beragama atau tidak

beragama. Lebih jauh dinyatakan bahwa : (1), warga negara RRC

memiliki kebebasan dalam kepercayaan keagamaan; (2), tiada

organ negara, organisasi publik atau perseorangan dapat memaksa

warga negara untuk percaya atau tidak percaya pada suatu agama

atau tidak boleh terjadi diskriminasi antara orang yang percaya


168
Ian Douglas Wilson, Ormas dan Kuasa Jalanan Pasca Orde Baru, Bandung,
Angkasa, 2002, hal. 98
169
Ridaya Ladongkawe, Mengatur Masyarakat Sipil: Pengaturan Organisasi
Masyarakat Sipil di Indonesia, Depok, Piramedia, 2010, hal.70
87

agama dengan orang yang tidak percaya agama; (3), negara

melindungi aktivitas beragama yang wajar, tiada seorangpun boleh

menggunakan kegiatan beragama untuk merusak ketertiban umum,

merusak kesehatan masyarakat, atau mengintervensi sisitem

pendidikan. 170

3. Lebih jauh Pasal 37 mengatur tentang kebebasan pribadi (personal

freedom) dinyatakan bahwa: (1), kebebasan pribadi warga negara

tidak dapat diganggu gugat; (2),tiada seorang boleh ditanggkap

kecuali atas perintah kejaksaan rakyat (People’s Procuratorate) atau

atas perintah pengadilan rakyat (People’s Court), dan

penangkapannya dilakukan oleh pejabat keamanan publik; (3),

penghapusan atau pembatasan kebebasan pribadi yang tidak

sesuai hukum (tidak syah) dengan cara penekanan atau cara-cara

lain adalah dilarang, dan penyelidikan/penyidikan yang tidak sesuai

hukum (tidak syah) dilarang.171

4. Disisi lain Pasal 38 menegaskan tentang kemuliaan martabat

menusia. Ditegaskan bahwa kemuliaan martabat kemanusiaan

warga negara RRC tidak dapat diganggu gugat. Penghinaan,

fitnah/pencemaran nama baik, sangkaan bohong atau tuduhan

170
Bahder Johan Nasution, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bandung,
Mandar Maju, 2014, hal. 1
171
Sudjito, “Membaca KepentinganPolitik di Balik Perppu Ormas dan Implikasi
Sosiologisnya pada Masyarakat” Law UII, 19 Oktober 2017, hal. 19
88

palsu yang ditujukan langsung kepada warga negara dengan cara

apapun dilarang.172

Sementara Pasal 39 mengatur tentang identitas rumah tempat tinggal.

Dinyatakan bahwa rumah tempat tinggal warga negara adalah tidak dapat

diganggu gugat. Memasuki rumah dengan melanggar hukum adalah dilarang

Berikutnya Pasal 40 memuat kebebasan dan prevasi surat menyurat, tidak

ada organisasi atau individu dengan alasan apapun dapat melanggar

kebebasan dan prevasi surat menyurat kecuali atas alasan keamanan negara

atau atas pemeriksaan perkara pidana, pejabat keamanan publik atau organ

kejaksaan dibenarkan melakukan sensor terhadap surat menyurat sesuai

dengan prosedur yang telah ditentukan dalam undang-undang. 173

Lebih jauh Pasal 41 adalah Pasal yang tergolong spesifik karena

dengan tegas mengatur hak warga negara melancarkan kritik dan

mengajukan saran kepada suatu organ atau fungsionaris negara (the rights

to criticize and make suggestion to any state organ or functionary). Bahkan

dalam kontek ini di nyatakan bahwa warga negara dapat melakukan gugatan

dan tuntutan atas pelanggaran hukum oleh pejabat negara dalam

172
http//:bungkamnya-penguasa-sekuler-negeri-Islam-terhadap-genosida-tiongkok-
terhadap muslim Uighur-adalah-pengkhianatan-terhadap-umat// diakses pada tanggal 6
Oktober 2022
173
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200528121729-4-161483/serangan-
terbaru-as-ketok-lagi-uu-uighur-buat-hukum-china diakses pada tanggal 7 Oktober 2022
89

melaksanakan kewajibannya, tetapi pemutar balikan fakta yang bertujuan


174
untuk melancarkan fitnah dan tuduhan palsu adalah di larang.

Organ negara dimaksud harus memperhatikan gugatan atau tuduhan

itu dan segera ditangani secara bertanggung jawab apabila telah ditemukan

fakta-faktanya. Tidak boleh ada tekanan terhadap mereka yang melancarkan

gugatan atau tuduhan. Warga negara yang telah menderita kerugian atas

pelanggaran hak-hak sipilnya mempunyai hak untuk menuntut ganti rugi

sesuai dengan ketentuan undang-undang.175

Selain Pasal 35 sampai dengan Pasal 41, nampaknya masih ada

Pasal lain yang mengatur hak sipil yakni Pasal 48, Pasal 49 dan Pasal 50.

Pasal 48 mengatur tentang gender yakni persamaan hak antara wanita dan

laki-laki serta negara melindungi hak-hak wanita yang muncul dari

persamaan tersebut. Sementara Pasal 49 dalam ayat 1 menyatakan bahwa

perkawinan, keluarga, ibu dan anak dilindungi oleh negara.Ayat 2 dan 3 dari

Pasal ini sebenarnya bukan mengatur hak tetapi mengatur kewajiban yakni

kewajiban bagi suami istri untuk mengikuti keluarga berencana dan

kewajiban orang tua untuk memelihara anak-anaknya semasa kecil dan

setelah besar wajib membantu orang tua. Dalam ayat 4 ditegaskan bahwa

pelanggaran kebebasan untuk kawin adalah dilarang dan dilarang pula untuk

174
https://www.merdeka.com/dunia/melihat-sejarah-penyebab-muslim-Uighur-alami-
diskriminasi.html, diakses pada tanggal 6 Oktober 2022
175
https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/31/213000169/hak-veto-pbb-
definisi-sejarah-dan-perdebatannya?page=all diakses pada tanggal 7 Oktober 2022
90

melakukan tindakan tidak patut atas orang usia lanjut, wanita dan anak-

anak.176

Disisi lain Pasal 50 menerangkan bahwa negara menjamin hak dan

keinginan warga negara untuk tinggal di luar negeri dan menjamin pula hak

dan keinginan mereka untuk kembali tinggal dalam negeri. Lebih lanjut Pasal-

Pasal yang mengatur hak ekonomi, sosial dan budaya adalah Pasal 42

sampai dengan Pasal 47. Pasal 42 sangat menarik karena mengatur hak
177
untuk bekerja dalam kerangka sistim sosialis.

Pasal ini terdiri dari empat butir ketentuan yang intinya sebagai berikut:

(1), Warga negara mempunyai hak sekaligus kewajiban untuk bekerja; (2),

dengan berbagai cara, negara menciptakan lapangan pekerjaan,

memperkuat perlindungan terhadap buruh, memperbaiki iklim kerja, dan

berdasarkan prinsip perluasan produksi menaikan upah buruh dan

kesejahteraan sosial mereka; (3), kerja adalah kewajiban mulia bagi warga

negara yang sehat, semua pekerja pada perusahaan negara dan pada

perusahaan milik kolektif dipedesaan harus melakukan pekerjaan sesuai

kedudukan mereka sebagai pemilik negara, dan negara memajukan sisitim

buruh sosialis kearah yang lebih baik dengan menerapkan model pemberian

penghargaan, dan sistim seleksi untuk mendapatkan pekerjaan yang handal,

serta negara mendorong warga negara untuk menjadi relawan; (4), negara
176
United Nations Human Rights Council, https://www.ohcr.org/EN/HRBodies/HRC/
Pages/Membership.aspx, diakses pada 7 Oktober 2022
177
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200528121729-4-161483/serangan-
terbaru-as-ketok-lagi-uu-uighur-buat-hukum-china diakses pada tanggal 7 Oktober 2022
91

menyiapkan pendidikan keterampilan kepada warga negara sebelum mereka

dipekerjakan.178

Sementara Pasal 43 dan Pasal 44 mengatur tentang hak untuk

istirahat dan pensiun. Ditegaskan bahwa semua pekerja mempunyai hak

untuk beristirahat dan negara memperluas fasilitas-fasilitas untuk istirahat

serta menentukan lamanya jam kerja serta libur bagi pekerja dan pegawai.

Berkenan dengan pensiun dinyatakan bahwa negara akan mengatur lebih

lanjut dengan undang-undang tentang sistem pensiun dari para pekerja,

pegawai dan pejabat negara serta kehidupan para pensiunan dijamin oleh

negara dan masyarakat.179

Disisi lain Pasal 45 mengatur tentang hak atas jaminan sosial (social

security). Disebutkan bahwa warga negara RRC berhak mendapat

keuntungan material dari negara maupun masyarakat pada saat mengalami

hari tua, sakit ataupun cacat. Negara membentuk asuransi sosial, keringanan

sosial, pelayanan kesehatan, yang memungkinkan mereka manikmati hak

jaminan social, negara dan masyarakat menjamin kehidupan anggota

angkatan bersenjata yang tidak berkemampuan, menyediakan tunjangan

pensiun keluarga militer yang tewas membela negara dan memberi perhatian

yang cukup pada keluarga anggota militer. Negara dan masyarakat

178
Dedi Supriyadi, Op.Cit, hal. 235
179
Ibid, hal. 238
92

membantu menyediakan lapangan kerja, kelangsungan hidup dan pendidikan

bagi mereka yang mengalami kebutaan, tuli bisu dan cacat lain. 180

Lebih jauh berkenan dengan pendidikan dan penelitian ilmiah diatur

dalam Pasal 46 dan Pasal 47. Pasal 46 pada pokoknya menyatakan bahwa

warga negara RRC memiliki hak sekaligus kewajiban atas pendidikan dan

negara memajukan moral, intelektual dan perkembangan pisik dari anak-

anak dan pemuda. Smentara Pasal 47 menegaskan bahwa warga negara

mempunyai kebebasan melakukan penelitian ilmiah, menciptakan karya

sastra dan karya seni budaya lainnya. Negara mendorong dan membantu

kegiatan pencipataan dibidang pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi,

kesusastraan, dan kegiatan kebudayaan lainnya.181

Seperti telah disinggung didepan, selain mengatur hak dasar warga

negara, Bab II konstitusi RRC juga mengatur kewajiban dasar. Pasal-pasal

yang mengatur kewajiban dasar adalah Pasal 51 sampai dengan Pasal 56.

Pasal 51 memuat kewajiban dasar berupa larangan bagi warga negara RRC

dalam melaksanakan hak dan kebebasannya melanggar kepentingan

negara, melanggar kepentingan masyarakat, melanggar kepentingan kolektif

atau melanggar hak dan kebebasan warga negara lainnya. Sementara

kewajiban yang sangat mendasar tercantum dalam Pasal 52 yang

menyatakan bahwa adalah kewajiban bagi warga negara RRC untuk


180
ELSAM, Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial,
diakses pada http://referensi.elsam.or.id, tanggal 7 Oktober 2022
181
United Nations Treaty Collection. Convention on the Rights of the Child. 21 May
2009, diakses pada tanggal 8 Oktober 2022
93

menjaga persatuan negara dan persatuan dikalangan semua warga

negara.182

Kewajiban yang tidak kalah pentingnya adalah kewajiban yang

tercantum dalam Pasal 53 yakni bahwa warga negara China wajib mentaati

konstitusi dan hukum, menjaga rahasia negara, melindungi milik publik,

mentaati disiplin buruh, menjaga ketertiban umum dan menghormati etika

sosial. Kekurangan yang mendasar dari rumusan seperti ini adalah bahwa

terkesan hanya warga negara RRC yang harus mentaati konstitusi dan

hukum, sementara pejabat pemerintah boleh melanggar hokum. Sesuai

dengan prinsip negara hukum yakni baik pemerintah maupun rakyat wajib

mentaati hukum maka rumusan yang tepat pasal ini hendaknya: “Warga

negara dan pemerintah wajib mentaati konstitusi dan hukum” (Citizen and

government must abide constitution and the law). 183

Kewajiban dasar berikutnya adalah kewajiban untuk setia pada tanah

air (motherland) yang termuat dalam Pasal 54. Ditegaskan bahwa adalah

merupakan kewajiban warga negara menjaga keamanan, kehormatan, dan

kepentingan tanah air, mereka dilarang melakukan tindakan yang

mengganggu keamanan tanah air. Berkaitan dengan Pasal 54 adalah Pasal

55 yang mengatur apa yang disebut kewajiban suci (“sacred obligation”) bagi

warga negara untuk membela tanah ai dan melawan agresi, serta merupakan
182
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Buku I-Bagian Umum,
Bandung, Bina Cipta, 1982, hal.15
183
Saru Arifin, Hukum Perbatasan Darat Antarnegara, Jakarta, Sinar Grafika, 2014,
hal. 30
94

kewajiban terhormat bagi warga negara untuk menjadi tentara dan milisia

sesuai dengan ketentuan undang-undang. Akhirnya pasal terakhir yang

mengatur kewajiban dasar dalam konstitusi RRC adalah Pasal 56 yang

menentukan bahwa adalah merupakan kewajiban bagi warga negara RRC

untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang. 184

D. Pengaturan Human Rights di Amerika

Masalah HAM menurut para sarjana yang melakukan penelitian

pemikiran barat tentang negara dan hukum, perbendapat bahwa secara

berurut tonggak pemikiran dan pengaturan HAM mulai dari Magna Charta

(Piagam Agung 1215), yaitu dokumen yang mencatat beberapa hak yang

diberikan Raja Jhon dari Inggris kepada bangsawan atas tuntutan mereka.
185
Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan raja tersebut.

Kedua adalah Bill of Rights (Undang-Undang Hak 1689) suatu

undang-undang yang diterima oleh parlemen Inggris setelah dalam tahun

1688 melakukan revolusi tak berdarah (the glorious revolution) dan berhasil

melakukan perlawanan terhadap raja James II. Menyusul kemudian the

American Declaration of Independence of 1776, dibarengi dengan Virginia

Declaration of Rights 1776, seterusnya Declaration des droits de I’homme et

du citoyen (pernyataan HAM dan warga negara 1789) naskah yang

dicetuskan pada awal revolusi Perancis sebagai perlawanan terhadap


184
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Arti Kata Berdaulat
185
I Made Andi Arsana, Batas Maritim Antar-Negara: Sebuah Tinjauan Teknis dan
Yuridis, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 2017, hal. 22
95

kesewenangwenangan raja dengan kekuasaan absolut. Selanjutnya bill of

rights, disusun oleh rakyat Amerika Serikat padata tahun 1789 bersamaan

waktunya dengan revolusi Perancis, kemudian naskah tersebut dimasukkan

atau ditambahkan sebagai bagian dari Konstitusi Amerika Serikat pada tahun

1791.

Konstitusi Amerika Serikat merupakan hukum tertinggi di Amerika

Serikat. Konstitusi tersebut selesai dibuat pada 17 September 1787 dan

diadopsi melalui konvensi konstitusional di Philadelphia, Pennsylvania, dan

kemudian diratifikasi melalui konvensi khusus di tiap negara bagian.

Dokumen ini membentuk gabungan federasi dari negara berdaulat dan

pemerintah federal untuk menjalankan federasi tersebut. Konstitusi ini

menggantikan article confederation dan sekaligus memperjelas definisi akan

negara federasi ini. Konstitusi mulai berlaku pada tahun 1789 dan menjadi

model konstitusi untuk banyak negara lain. Konstitusi Amerika Serikat

merupakan konstitusi nasional tertua yang masih dipergunakan sampai

sekarang.

Pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak alam,

seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property)

mengilhami sekaligus menjadi pegangan bagi rakyat Amerika Serikat yang

dikenal dengan Declaration of Independence of the United States tanggal 4

Juli 1776, yang merupakan suatu deklarasi kemerdekaan dan merupakan

piagam HAM karena mengandung pernyataan bahwa sesungguhnya semua


96

bangsa diciptakan sama derajatnya oleh Maha Pencipta. Bahwa semua

manusia dianugerahi oleh penciptaNya hak hidup, kemerdekaan, dan

kebebasan untuk menikmati kebahagiaan. 186

HAM dalam Konstitusi Amerika Serikat cukup kuat kedudukannya

sebagai pertimbangan normatif untuk di berlakukan dalam benturan dengan

norma nasional yang bertentangan dan untuk membenarkan aksi

internasional yang dilakukan demi HAM. Berbeda dengan pengaturan HAM

dalam UUD Tahun 1945 yang diatur dalam bab tersendiri mengenai HAM,
187
dalam Konstitusi Amerika Serikat sudah tersirat dalam pasal-pasal. Terlihat

bahwa pengaturan mengenai HAM di dalam Konstitusi Amerika Serikat

adalah mutlak dan merupakan hak yang sebebas-bebasnya serta tidak

terdapat pembatasan di dalamnya. Konstitusi Amerika Serikat memberikan

hak yang seluas-luasnya kepada warga negara dalam menikmati HAM

daripada kewajiban warga negara untuk memperoleh haknya. Individu

ditempatkan sebagai pemegang hak (rights holders) yang dijamin secara

internasional. 188

HAM menurut Konstitusi Amerika Serikat telah secara alamiah dimiliki

seorang individu dan harus diakui secara penuh dan dihormati oleh

pemerintah. Konsep antara keseimbangan antara kepentingan untuk

186
Ibid.
187
Masyhur Effendi, Op.Cit,hal. 78
188
Boer Mauna, Hukum Internasional, Penyelesaian Secara Hukum , Pengertian,
Peranan, Dan FungsiDalam Era Dinamika lobal , Bandung, Alumni, etakan ke IV, 2000, hal.
227
97

menghormati urusan dalam negeri negara asing dan keperluan untuk

melakukan apapun yang mungkin bagi penghormatan terhadap HAM

seorang individu. Penekanan lebih kepada hak asasinya dan bukan

kewajiban asasi dan pada pelindungan kebebasanya untuk beragama,

berbicara, pers, dan berserikat serta melestarikan prinsip persamaan,

kemerdekaan, dan keadilan.189

Amerika Serikat merupakan negara yang liberal, ini dapat dilihat

dengan ciri-ciri dari luar yaitu pertama, merupakan negara maju dan

terpandang, serta tersohor. Kedua, negara yang kuat, baik dalam segi

ekonomi, sosial, politik, kebudayaan, bahkan dalam bidang kemiliteran

termasuk kepolisian. Ketiga, Amerika Serikat mempunyai ikatan yang erat

berdasarkan atas persamaan. Dikarenakan merupakan negara liberal maka

Konstitusi Amerika Serikat juga bersifat liberal termasuk juga pengaturan

mengenai HAM yang bersifat liberal dan individualistik.

Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan HAM dalam Konstitusi

Indonesia diatur seimbang antara hak dan kewajiban setiap orang sehingga

tercipta suatu kehidupan yang harmoni.190 Selain itu terdapat pembatasan

bagi setiap orang dalam menjalankan hak dan kewajibannya. Pembatasan

yang ditetapkan dengan Undang-Undang semata-mata untuk menjamin

pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
189
A.K, Syahmin, Pokok-Pokok Hukum Organisasi Internasional, Jakarta, Binacipta,
1995, hal. 23-25
190
http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/10/22/mv2hfz-Tiongkok-
alamikemunduran-ham diakses pada tanggal 6 Oktober 2022
98

untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai

agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang

demokratis. Adapun pengaturan mengenai HAM dalam Konstitusi Amerika

Serikat memberikan hak yang seluas-luasnya kepada warga negara untuk

menikmati hak asasinya. Sementara itu, kewajiban asasi adalah hal yang

tidak prioritas dibandingkan dengan HAM. 191

E. Perbandingan Human Right di Berbagai Negara

Hubungan antara HAM dan Konstitusi tidak akan dapat

dilepaskan khususnya dalam konsepsi negara hukum. Babak baru

perkembangan HAM di dunia, ditandai dengan adanya

DeklarasiUniversal HAM (Universal Declaration of Human Rights).

Deklarasi ini disahkan oleh Majelis Umum PBB di Paris Perancis pada tahun

1948, yang memberikan kontribusi besar dalam perkembangan HAM di

dunia. Hakikat dasar HAM yang bersifat kodrati, universalitasdan abadi

menjadi landasan setiap negara di dunia mencantumkan materi muatan

mengenai HAM di dalam konstitusinya.192

Meskipun HAM tetap dipandang sebagai hak yang melekat bukan

karena diberikan oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif,

melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia,

191
Ibid.
192
http://hizbut-tahrir.or.id/2012/08/23/derita-minoritas-muslim-di-sejumlah-negara
diakses pada tanggal 9 Oktober 2022
99

prinsip dasar HAM sebagai hak yang kodrati tidak akan pernah

tergantikan meski pemahaman mengenai HAM akan selalu berkembang.

Setiap negara memiliki jenis hukum, kebiasaan, peraturan,

agama, dan tradisi, yang berbeda-beda dalam mengatur kehidupan

masyarakatnya. Termasuk jaminan perlindungan HAM, yang ada di dalam

konstitusi setiap negara di dunia. Di Indonesia pengaturan tentang hak asasi

manusia tertuang dalam UUD 1945 Bab XA yang diatur secara rinci dalam

Pasal 28A sampai dengan 28J. Dalam Constitution of the Republic of

Singapore yang mengatur mengenai materi muatan HAM terdapat pada Bab

IV, Bab VII dan Bab XII. Adapun HAM dalam The Constitution law of People's

Republic of Chinadiatur dalam Bab II dari Pasal33 hingga Pasal 56 atau

sebanyak 24 Pasal.193

Dari hasil kajian mengenai perkembangan HAM di dalam

Konstitusi Indonesia, Amerika dan RRC, bahwasanya tidak ada satupun

hak asasi manusia yang bersifat mutlak dan tanpa batas. Hak asasi

manusia bukanlah hak yang absolute.Dalam pelaksanaannya HAM akan

dibatasi oleh hak orang lain, moral, keamanan, dan ketertiban.

Meskipun begitu pada perkembangannya HAM di dalam konstitusi

Indonesia, Amerika dan RRC memiliki perbedaan antara satu sama lain yang

193
Republika.co.id, mengapa Tiongkok lebih dekat dengan negara Islam dari Barat.,
diakses pada https://republika.co.id/berita/qkrf1320/mengapa-Tiongkok-lebih-dekat-dengan-
negara-islam- dari-barat, tanggal 8 Oktober 2022
100

terjadi karenafaktor sejarah, jenis hukum, kebiasaan, agama, tradisi dan

budaya pada setiap negaranya.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengaturan Hukum Hak Asasi Manusia Terhadap Pelanggaran Hak

Asasi Kaum Minoritas, diatur dalam 8 instrumen hukum HAM

Internasional, antara lain Universal Declaration of Human Rights

(UDHR)/Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, International

Covenant on Economic Social and Cultural Rights (ICESCR)/Kovenan

International Tentang Hak - hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,

International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR)/Kovenan

Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Convention on the

Elimination of all Forms of Discrimination Against Women

(CEDAW)/Konvensi Internasional Penghapusan Semua Bentuk

Diskriminasi terhadap Perempuan, International Convention on The

Elimination of All Forms of Racial Discrimination (CERD)/Konvensi

Internasional Penghapusan Terhadap Semua Bentuk Diskriminasi

Rasial, United Nations Convention on the Rights of the Child (UN-

CRC)/Konvensi Hak – Hak Anak, Vienna Declaration and Programme

of Action/Deklarasi Vienna dan Program Aksi, World Conference

against Racism (WCAR)/Konferensi Dunia Melawan Rasisme.

2. Bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Pemerintah

Tiongkok terhadap kaum muslim Uighur, antara lain pelanggaran

101
102

kebebasan beragama, kebebasan untuk berkumpul dan berpendapat,

hambatan atas pendidikan, diskriminasi, serta hukuman mati terhadap

tahanan di kamp konsentrase. Pemberlakuan Uyghur Human Right

Policy Act oleh Amerika Serikat dengan menjatuhkan sanksi kepada

Pemerintah Tiongkok untuk menangani konflik Kaum Muslim Uighur di

Xinjiang belum sepenuhnya efektif menghasilkan solusi penyelesaian

diskriminasi Kaum Muslim Uighur apalagi untuk menciptakan

perdamaian dunia. Sehingga perlu peran seluruh negara yang

menjunjung tinggi HAM untuk turut dalam menentang pelanggaran

HAM bagi Kaum Muslim Uighur.

3. Perbandingan HAM di dalam Konstitusi Indonesia, Amerika dan

RRC, bahwasanya tidak ada satupun hak asasi manusia yang

bersifat mutlak dan tanpa batas. Hak asasi manusia bukanlah hak

yang absolute.Dalam pelaksanaannya HAM akan dibatasi oleh hak

orang lain, moral, keamanan, dan ketertiban. Meskipun begitu

pada perkembangannya HAM di dalam konstitusi Indonesia,

Amerika dan RRC memiliki perbedaan antara satu sama lain yang

terjadi karena faktor sejarah, jenis hukum, kebiasaan, agama,

tradisi dan budaya pada setiap negaranya.

B. Saran

1. Diharapkan adanya tindakan yang tegas sesuai instrumen hukum

HAM internasional kepada pelaku pelanggaran HAM pada kaum


103

muslim di Uighur dimana seringnya terjadi penahanan dan penyiksaan

yang sewenang-wenang sehingga kaum muslim di Uighur sebagai

warga negara mendapatkan hak seutuhnya dan perlakuan yang baik

dari Pemerintah Negara-nya menurut aturan-aturan yang berlaku

dalam Hukum Internasional.

2. PBB harus segera menurunkan tim penyelidiknya untuk menyelidiki

pelanggaran HAM yang dilakukan Pemerintah Tiongkok terhadap

Muslim di Uighur seperti yang pernah dilakukan sebelumnya di

negara-negara yang terlibat konflik. Permasalahan harus diselesaikan

menggunakan cara melalui Mahkamah Pidana Internasional

(International Criminal Court), sehingga pelaku kejahatan tidak bisa

sewenang-wenang dalam memperlakukan penduduknya khususnya

Muslim Uighur.

3. Perlunya peran seluruh negara yang menjunjung tinggi HAM untuk

turut dalam menentang pelanggaran HAM bagi Kaum Muslim Uighur.


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adnan Buyung Nasution, 2006, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi


Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
A.K Syahmin, 2003, Hukum Internasional Publik, Bandung: Binacipta
Ali Mahrus, Nurhidayat Syarif, 2011, Penyelesaiaan pelanggaran HAM berat
in Court sistem and Out Court sistem, Jakarta : Gramata Publishing
Bassiouni M. Cherif, 1999, “Crimes Against Humanity In International Criminal
Law”, Hague : Kluwer Law International
Cox Larry, 2004, A Vision of a World Made New: The Universal Declaration of
Human Rights in a Time of Fear : Jurnal Online ProQuest
Davies Peter, 1994, Hak-hak asasi manusia, Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia
Davidson Scott, 1994, Hak asasi manusia; Sejarah, teori, dan praktek dalam
pergaulan internasional, Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti
Departemen Pendidikan Nasional RI, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Edisi ketiga), Jakarta : Balai Pustaka
Donnely Jack, 2013, Universal Human Rights in Theory and Practice London:
Cornell University Press
Effendi A. Masyhur, 2005, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM)
dan Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia
(HAKHAM), Bogor : Ghalia Utama
El Muhtaj Majda, 2008, Dimensi-dimensi HAM mengurai Hak Ekonomi,
Sosial, dan budaya, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada
_____________, 2009, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia Dari
Uud 1945 Sampai Dengan Amandemen Uud 1945 Tahun 2002,
Jakarta : Kencana
Evandri S. Taufani, 2014, “HAM Dalam Dinamika/Dimensi Hukum, Politik,
Ekonomi dan Sosial Edisi Keempat”. Bogor : Ghalia Indonesia
Few Anthony, 1984, A dictionary of philosophy, New York : Martin’s press

104
105

Hamilton Lee, 1994, Introduction In Beyond MFN: Trade with Tiongkok and
American Interests, Ed. James R. Lilley and Wendell L. Willkie II,
Washington, D.C : The AEI Press
Kosasi Ahmad, 2003, Ham dalam prespektif islam, Jakarta : Salemba
Dinniyyah
Kusumaatmadja Mochtar, 2002, “Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949”,
Bandung: Alumni
Lubis Todung Mulya, 2005, Jalan panjang Hak Asasi Manusia, Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Mauna Boer, 2005, “Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, Fungsi dan
Era Dinamika Global Edisi Kedua”, Bandung: Alumni
Muzaffar Chandra, 1995, Human Rights And New World Order, Hak Asasi
Manusia Dalam Tata Dunia Baru Menggugat Dominasi Global Barat,
penerjemah Poerwanto, Bandung : Mizan
Pranoto Pius A dan Al Barry M Dahlan, 1994, Kamus ilmiah popular, ,
Surabaya : Arkola
Prinst Darwan, 2003, Hukum Anak Indonesia, Bandung; PT. Citra Aditya
Bakti. Radjab Suryadi, 2002, Dasar-dasar Hak Asasi Manusia,
Jakarta : PBHI
R. Ratner Steven, 2008, Labeling Mass Atrocity, New York : Wayne Law
Review
Salmi Jamil, 2005, Violance and Democratic Society ; Hologonisme dan
masyarakat Demokrasi, Yogyakarta : Pilar humania
Setiyano Joko, 2005, kebijakan legislatif Indonesia tentang kejahatan
terhadap kemanusiaan sebagai salah satu pelanggaran HAM berat,
Bandung : Refika Aditama
Shelton Dinah.L, 2005, Encyclopedia of genocide and Crime Against
Humanity, New York : Thomson Gale
Suseno Frans Magnis, 2001, Etika Politik; Prinsip-prinsip moral dasar
kenegaraan modern, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Sochmawardiah Hesti Armiwulan, SH, 2013, Diskriminasi Rasial Dalam
Hukum HAM, Studi tentang diskriminasi terhadap etnis Tionghoa,
Yogyakarta : Genta Publishing
106

Supriyadi Dedi, 2011, Internasional ( dari konsepsi sampai aplikasi),Bandung:


Pustaka Setia
Widiada Gunakaya, 2017, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: Andi.
Wignjosoebroto Soetandyo, 2007, Hak Asasi Manusia Konsep
Dasar dan Perkembangan Pengertiannya dari Masa ke Masa, Jakarta:
Elsam
B. Undang-Undang

Deklarasi Durban tentang Anti Rasisme, Diskriminasi Rasial, Xenophobia dan


Intoleransi
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Deklarasi Vienna dan
Program Aksi Kovenan Hak Sipil dan Politik
Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
Konvensi Internasional Penghapusan segala bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan.
Konvensi Hak-hak Anak
Konvensi Internasional Penghapusan Terhadap Semua Diskriminasi Rasial
Statuta Roma
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia
Uyghur Human Rights Policy Act of 2020
C. Jurnal

Desra Percaya, Indonesia, PBB, dan Hak Asasi Manusia Internasional, Jurnal
Ketahanan Nasional, Vol VIII No 2, April 2003
Emrullah Uslu, “Ankara Anxiously Monitors The Xinjiang’s Crisis”, Eurasia
Daily Monitor Volume 6, Issue 130, 8 Juli 2009
Felani Ahmad Cerdas, “Jaminan Perlindungan Hak Pilih dan Kewajiban
Negara Melindungi Hak Pilih Warga Negara dalam Konstitusi (Kajian
Kritis Pemilu Serentak 2019”, Fakultas Hukum Universitas Pattimura.
Vol. 25 No. 1, Januari- Juni 2019
107

Moh. Rosyid, Menggugah peran hukum humaniter internasional Islam dalam


mengurai konflik etnis perspektif sejarah, Jurnal Wacana Hukum Islam
dan Kemanusiaan, Vol. 12 No. 2, 2012
Muhammad Nizar Hidayat, Diaspora Uyghur dan Hak Sipil di Xinjiang
Tiongkok, Jurnal Hubungan Internasional Vol. 1 No. 3, 2013
Osgar Sahim Matompo, “Pembatasan Terhadap Hak Asasi Manusia Dalam
Prespektif Keadaan Darurat”, Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palu. Vol. 21 No.1, Juni 2014
Sahar Okhovat, The United Nations Security Council: Its Veto Power and Its
Reform, Sydney University, CPACS Working Paper No. 15/1
Desember 2011
Siti Nida Laylia, Respon Turki Terhadap Pelanggaran Ham Minoritas Muslim
Uighur Yang Dilakukan Oleh Pemerintah Tiongkok 2009-2010, Jurnal
Jom Fisip .Vol. 5 No. 1, 2018
Yitzhak Shichor, Internal and External Challenges of Uyghur Separatism and
Islamic Radicalism to Tiongkok‟s Rule in Xinjiang, Asian Affairs : An
American Review, Vol.32, No.2, 2005
D. Internet

http//:bungkamnya-penguasa-sekuler-negeri-Islam-terhadap-genosida-
tiongkok-terhadap muslim Uighur-adalah-pengkhianatan-terhadap-
umat// diakses pada tanggal 6 Oktober 2022

https://www.merdeka.com/dunia/melihat-sejarah-penyebab-muslim-Uighur-
alami- diskriminasi.html, diakses pada tanggal 6 Oktober 2022

https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/31/213000169/hak-veto-pbb-
definisi-sejarah-dan-perdebatannya?page=all diakses pada tanggal 7
Oktober 2022

https://mediaindonesia.com/internasional/275601/parlemen-amerika-serikat-
loloskan-rancangan-uu-uighur diakses pada tanggal 7 Oktober 2022

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200528121729-4-161483/serangan-
terbaru-as-ketok-lagi-uu-uighur-buat-hukum-china diakses pada
tanggal 7 Oktober 2022
108

United Nations Human Rights Council,


https://www.ohcr.org/EN/HRBodies/HRC/ Pages/Membership.aspx,
diakses pada 7 Oktober 2022

ELSAM, Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi


Rasial, diakses pada http://referensi.elsam.or.id, tanggal 7 Oktober
2022

United Nations Treaty Collection. Convention on the Rights of the Child. 21


May 2009, diakses pada tanggal 8 Oktober 2022

id.wikipedia.org/wiki/Suku_Uighur diakses pada tanggal 8 Oktober 2022

https://www.minews.id/kisah/suku-uighur-pernah-dirikan-kekaisaran-yang-
kuasai-cina- begini-kisahnya diakses pada 8 Oktober 2022

id.wikipedia.org/wiki/Suku_Uighur diakses pada tanggal 8 Oktober 2022

Tiongkok Perketat aturan di Xinjiang, diakses pada


http://www.Muslimdaily.net/berita/internasional/4572/Tiongkok‐
perketat‐aturan‐di‐xinjiang pada 8 Oktober 2022

Faisal Irfani, Nasib Muslim Uighur di Cina: Dituduh Teroris & Ditahan di
Kamp¸diakses pada https://tirto.id/nasib-muslim-uighur-di-cina-dituduh-
teroris-ditahan-di-kamp-cWFL tanggal 8 Okotber 2022

Muslim Uighur di Xinjiang china, Stranger in their own land diakses dari
http://opinians.blogspot.com , diakses pada 8 Oktober 2022

Chinese Torture in East Turkestan, Harun Yahya, diakses dari


http://eastturkestan.net/china05.html diakses 8 Oktober 2022

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Uyghur_Human_Rights_Policy_Act, diakses
pada tanggal 8 Oktober 2022

Kebijakan One China policy, dan penerapannya pada etnis muslim uighur,
diakses dari http://saveuyghur.org , diakses pada 8 Oktober 2022

China Human Rights Watch Backgroubder, diakses dari


http://hrw.org/legacy/backgrounder/asia/china.htm, diakses 8 Oktober
2022

Qantara. De, Kami sangat menderita di bawah rezim otoriter China, diakses
dari http://id.qantara.de/webcom/article.php diakses 8 Oktober 2022
109

Wikipedia, Uighur Human Right Policy Act, diakses pada


https://en.wikipedia.org/wiki/UyghurHumanRightsPolicyAct, tanggal 8
Oktober 2022

https://www.voaindonesia.com/a/dpr-as-sahkan-ruu-larang-barang-barang-
produksi- xinjiang/5595184.html diakses pada tanggal 8 Oktober 2022

www.tempo.co/dw/2908/as-jatuhi-sanksi-pejabat-tinggi-Tiongkok-atas-
dugaan- pelanggaran-ham-muslim-Uighur, diunduh pada tanggal 8
Oktober 2022

CNN Indonesia, PBB Desak Tiongkok Buka Akses ke Kamp Konsentrasi


Uighur, https://m.cnnindonesia.com/internasional/20181206203220-
113-351721/pbb-desak-Tiongkok-buka- akseske- kamp-konsentrasi-
Uighur, diakses pada tanggal 8 Oktober 2022

Laporan Lengkap Human Right Watch “Memberantas Virus Ideologis”,


diakses pada https://www.hrw.org/id/news/2018/09/322309, tanggal 8
Oktober 2022

Republika.co.id, mengapa Tiongkok lebih dekat dengan negara Islam dari


Barat., diakses pada https://republika.co.id/berita/qkrf1320/mengapa-
Tiongkok-lebih-dekat-dengan-negara-islam- dari-barat, tanggal 8
Oktober 2022

http://hizbut-tahrir.or.id/2012/08/23/derita-minoritas-muslim-di-sejumlah-
negara diakses pada tanggal 9 Oktober 2022

www.hidayatullah.com/ramadhan/ramadhan-dimancanegara/read/
2017/06/03/117874/ bulan-ramadhan-tidak-lewat-di-turkistan-
timur.html diakses pada tanggal 6 Oktober 2022

Anda mungkin juga menyukai