Anda di halaman 1dari 133

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN GEOGRAPHICAL

INQUIRY DAN OPEN INQUIRY TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR


KRITIS SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 8 MALANG

SKRIPSI

OLEH
NUR LAILY AFIFAH
NIM 160721614478

Penguji : Drs. Hadi Soekamto, S.H, M.Pd, M.Si


Pembimbing 1 : Dr. Budi Handoyo, M.Si
Pembimbing 2 : Drs. I Komang Astina, M.S, Ph.D

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
JULI 2020
PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN GEOGRAPHICAL
INQUIRY DAN OPEN INQUIRY TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR
KRITIS SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 8 MALANG

SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Negeri Malang
Untuk memenuhi salah satu
persyaratan Dalam menyelesaikan
program Sarjana Pendidikan Geografi

OLEH

NUR LAILY AFIFAH

NIM 160721614478

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN GEOGRAFI

JULI 2020
Skripsi oleh Nur Laily Afifah
Telah dipertahankan oleh dewan penguji
Pada tanggal 19 Juli 2020

Dewan Penguji

Drs. Hadi Soekamto, S.H, M.Pd, M.Si Ketua


NIP. 195912191986011001

Dr. Budi Handoyo, M.Si Anggota


NIP. 196109071987011001

Drs. I Komang Astina, M.S, Ph.D Anggota


NIP, 195811161982031002

Mengetahui Mengesahkan
Ketua Jurusan Geografi Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Dr. Didik Taryana, M.Si Prof. Dr. Sumarmi, M.Pd


NIP. 196211271988031001 NIP. 196207171987012001
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi oleh Nur Laily Afifah ini


Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji

Malang, Juli 2020


Pembimbing 1

Dr. Budi Handoyo, M.Si


NIP. 196109071987011001

Malang, Juli 2020


Pembimbing 2

Drs. I Komang Astina, M.S, Ph.D


NIP. 195811161982031002
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Nur Laily Afifah
NIM 160721614478
Jurusan / Program Studi : Geografi / S1 Pendidikan Geografi
Fakultas / Program : Ilmu Sosial / Sarjana Pendidikan Geografi
Judul Skripsi : Perbandingan Model Pembelajaran Geographical
Inquiry dan Open Inquiry Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 8
Malang

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya buat ini


adalah tulisan saya dan bukan p-lagiasi baik sebagian atau keseluruhan.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini
hasil plagiasi, baik sebagian maupun keseluruhan maka saya akan bersedia untuk
menerima sanksi atau perbuatan tang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Malang, 18 Juli 2020


Yang membuat pernyataan,

Nur Laily Afifah


RINGKASAN
Afifah, Nur Laily. 2020. Perbandingan Model Pembelajaran Geographical Inquiry
dan Open Inquiry Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI
IPS SMA Negeri 8 Malang. Skripsi, Jurusan Geografi, Pendidikan
Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang. Pmebimbing
(1) Dr. Budi Handoyo, M.Si, (2) Drs. I Komang Astina, M.S, Ph.D.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Geographical Inquiry, Model Pembelajaran


Open Inquiry, Kemampuan Berpikir Kritis.

Geographical Inquiry dan Open Inquiry merupakan model pembelajaran


yang membawa siswa kepada suatu permasalahan yang nyata terjadi di sekitar
mereka. Model pembelajaran Geographical Inquiry dan Open Inquiry mampu
melatih kemampuan berpikir kritis siswa sebab dalam proses pembelajaran
terdapat langkah-langkah yang akan membuat siswa mengembangkan ide-idenya
dalam berpendapat. Kedua model pembelajaran tersebut mampu mengasah
kemampuan berpikir siswa dan juga dapat mengeksplor pengalamanya dan
menyusun penyelesaian terhadap suatu permasalahan secara nyata. Penelitian ini
bertujuan utuk mengetahui perbedaan model pembelajaran Geographical Inquiry
dan Open Inquiry terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.

Rancangan penelitian menggunakan Quasy Experiment dengan Posttest


Only Group Design menggunakan dua kelas eksperimen. kelas eksperimen 1 (XI
IPS 1) diberi perlakuan model pembelajaran Geographical Inquiry dan kelas
ekperimen 2 (XI IIS 2) diberi perlakuan model pembelajaran Open Inquiry.
instrumen dalam penelitian ini menggunakan soal tes esai yang disesuaikan
dengan indikator kemampuan berpikir kritis yang telah diberi perlakuan.

Hasil Penelitian menunjukkan kelas Geographical Inquiry memiliki rata-


rata sebesar 77,64 dan kelas Open Inquiry memiliki rata-tata sebesar 68,24. Hasil
perhitungan Uji-T menunjukkan nilai 0,22. Nilai signifikan 0,22 < 0,05 maka H 0
ditolah yang artinya ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang diberi
perlakuan model pembelajaran Geographical Inquiry dan Open Inquiry. kemudian
dengan rata-rata yang diperoleh keuda kelas eksperimen, disimpulkan nilai siswa
lebih tinggi pada kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran Geographical
Inquiry daripada kelas dengan perlakuan model pembelajaran Open Inquiry.
SUMMARY

Afifah, Nur Laily. 2020. Comparison of Geographical Inquiry Based Learning and
Open Inquiry to The Ability of Critical Thinking Students Grade XI IPS
SMA Negeri 8 Malang. Thesis, Department of Geography, Faculty of
Social Science, State University of Malang. Advisor: (1) Dr. Budi
Handoyo, M.Si,
(2) Drs. I Komang Astina, M.S, Ph.D.

Key words: Geographical Inquiry Based Learning, Open Inquiry Based


Learning, Critical Thingking Ability.

Geographical Inquiry and Open Inquiry is a learning model that brings


students to a real problem happening around them. The Learning Model
Geographical Inquiry and Open Inquiry is able to practice students critical
thinking skills because in the learning process there are steps that will make
students develop their ideas in the opinion. Both learning models are capable of
honing students thinking skills and can also explore experience and develop
solutions to real problems. This research aims to determine the difference in
learning model Geographical Inquiry and Open Inquiry to the students critical
thinking ability.
The research draft uses Quasy Experiment with Posttest Only Group
Design using two experimental classes. Experimental Class 1 (XI IPS 1) was
given the treatment of Geographical inquiry model and the Class 2 (XI IIS 2) was
given a study model of Open Inquiry. The instrument in this study uses a problem
of customised essay tests with indicators of critical thinking skills that have been
given treatment.
The results showed the Geographical Inquiry class had an average of 77.64
and the Open Inquiry class had an average of 68,24. T-Test calculation results
show a value of 0.22. Significant value 0.22 < 0.05 then H0 is taken which means
there are differences in the critical thinking skills of students who are given the
model of learning Geographical Inquiry and Open Inquiry. Then with the average
earned class of experimentation, the students score was deduced higher in the
class that was given the Geographical Inquiry model treatment of the class with an
Open Inquiry study model treatment.
KATA PENGANTAR

Puji Syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat

dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbandingan

Model Pembelajaran Geographical Inquiry dan Open Inquiry Terhadap

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 8 Malang”. Segala

Upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan skripsi ini. Tujuan penulis menyusun

skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh

gelar sarjana Pendidikan Geografi di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri

Malang.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang

memberikan bimbingan, dorongan, petunjuk dan nasehat dari awal hingga

selesainya penyusunan skripsi ini. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis

ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dr. Budi Handoyo, M.Si, selaku dosen pembimbing 1 yang telah memberikan

bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

2. Drs. I Komang Astina, M.S, Ph.D selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, nasehat, dan saran demi terselesaikannya skripsi ini

dengan baik.

3. Drs. Hadi Soekamto, S.H, M.Pd, M.Si, selaku dosen penguji yang telah

memberikan kritik dan saran.

4. Hj Anis Isrofin, M.Pd selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 8 Malang yang telah

memberikan izin penelitian.

5. Teguh Anugerah, M.Pd selaku guru geografi yang bersedia memberikan

bantuan, arahan, dan masukan selama penelitian.


6. Siswa kelas XI IIS 1 dan 2 serta segenap keluarga besar SMA Negeri 8 Malang

atas bantuan yang telah diberikan selama penelitian.

7. Kedua orang tua tercinta, Bapak Subairi dan Ibu Mariati atas doa dan dukungan

baik secara material maupun non material selama ini.

8. Rekan-rekan offering K Pendidikan Geografi 2016 Universitas Negeri Malang.

9. Serta pihak-pihak lain yang belum disebutkan yang turut membantu skripsi ini

dapat terselesaikan dengan tepat waktu.

Penulis berharap bahwa karya ini dapat memberikan manfaat bagi dunia

pendidikan di Indonesia.

Malang, 18 Juli 2020

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL.................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................
C. Hipotesis Penelitian......................................................................................
D. Manfaat Penelitian.......................................................................................
E. Definisi Istilah.............................................................................................

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Kemampuan Berpikir Kritis.........................................................................
1. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis.................................................
2. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis...................................................
3. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berpikir Kritis...................
B. Geographical Inquiry.................................................................................
C. Open Inquiry..............................................................................................
D. Perbandingan Model Pembelajaran Geographical Inquiry dan Open
Inquiry........................................................................................................
E. Kajian Dinamika dan Permasalahan Penduduk Sebagai Materi
Penelitian....................................................................................................

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................


A. Rancangan Penelitian.................................................................................
B. Subjek Penelitian........................................................................................
C. Instrumen Penelitian...................................................................................
1. Validitas Butir Soal..............................................................................
2. Realibilitas............................................................................................
D. Teknik Pengumpulan Data.........................................................................
E. Teknik Analaisis Data................................................................................
1. Uji Prasyarat.........................................................................................
2. Uji Hipotesis.........................................................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Paparan Data
1. Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen 1
2. Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen 2
3. Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen
B. Analisis Data
1. Uji Prasyarat
2. Uji Hipotesis
C. Temuan Penelitian

BAB V PEMBAHASAN

A. Pembahasan Temuan Pertama


B. Pembahasan Temuan Kedua

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis....................................................

Tabel 2.2 Perbedaan Geographical Inquiry dan Open Inquiry...............................

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian............................................................................

Tabel 3.2 Kriteria Kemampuan Berpikir Kritis.....................................................

Tabel 3.3 Kriteria Validitas Butir Soal..................................................................

Tabel 3.4 Kriteria Realibilitas Butir Soal..............................................................


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Nilai UH Kelas Eksperimen 1..............................................

Lampiran 2. Daftar Nilai UH Kelas Eksperimen 2................................................

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Geographical Inquiry..................

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Open Inquiry..........................

Lampiran 5. Lembar Kerja Siswa Geographical Inquiry.....................................

Lampiran 6. Lembar Kegiatan Siswa Open Inquiry.............................................

Lampiran 7. Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis..............................

Lampiran 8. Rambu-Rambu Jawaban Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis.....

Lampiran 9. Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis..............................................

Lampiran 10. Hasil Uji Validitas Instrumen........................................................

Lampiran 11. Hasil Uji Realibilitas Instrumen....................................................

Lampiran 12. Hasil Uji Normalitas......................................................................

Lampiran 13. Hasil Uji Homogenitas.................................................................

Lampiran 14. Hasil Posttest Kelas Eksperimen 1

Lampiran 15. Lembar Kegiatan Siswa Eksperimen 1

Lampiran 16. Hasil Kegiatan Kelas Eksperimen 1

Lampiran 17. Hasil Posttest Kelas Eksperimen 2

Lampiran 18. Lembar Kerja Siswa Eksperimen 2

Lampiran 19. Hasil Kegiatan Eksperimen 2

Lampiran 20. Dokumentasi Kegiatan


BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini disajikan dalam lima sub bab. Kelima subbab tersebut yaitu (1)

latarbelakang penelitian, (2) rumusan masalah, (3) hipotesis penelitian, (4)

manfaat penelitian dan (5) definisi istilah. Berikut jabaran kelima subbab tersebut.

A. Latar Belakang Masalah

Sistem pendidikan di Indonesia terus mengalami perubahan, seperti

perubahan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi

kurikulum 2013. Perbedaan pada kedua kurikulum tersebut yaitu pada KTSP guru

sebagai pusat dalam pembelajaran, sedangkan kurikulum 2013 siswa sebagai

pusat dalam pembelajaran. Hosnan (2014) menyatakakan bahwa kurikulum 2013

mengarahkan pada pemberdayaan potensi siswa agar mereka memiliki

kompetensi yang diharapkan untuk menumbuhkan sikap, pengetahuan dan

keterampilan. Siswa menjadi pusat dalam proses pembelajaran untuk menjadi

aktif, mengolah dan menggunakan pengetahuan.

Terdapat model pembelajaran yang sesuai diterapkan dalam Kurikulum

2013. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah inkuiri. Hosnan (2014:341)

menyampaikan “pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan

menemukan”. Menemukan merupakan proses penting dalam pembelajaran

kontekstual. Guru harus menciptakan suasana yang akan memberi siswa

kemampuan intelektual yang memungkinkan mereka untuk memperluas pikiran

mereka daripada mengarahkannya (Goldson, 2010). Guru mendorong siswa untuk

berpikir keterkaitan antara materi dengan fakta yang ada di lapangan. Siswa akan

berperan aktif dalam pembelajaran.

1
Model pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang kontekstual

berbasis penyelidikan. Model ini pertama kali diterapkan Suchman pada tahun

1962 yang digunakan guru sebagai model pembelajaran untuk mencari tahu

proses penemuan serta menjelaskan kejadian tak biasa (Kazempour, 2013:23).

Pada kurikulum 2013 model pembelajaran ini disarankan digunakan di sekolah.

Model pembelajaran inkuiri memiliki kelebihan yang menjadikannya

unggul dari model pembelajaran lain. Hosnan (2014:344) menyatakan kelebihan

model pembelajaran inkuiri adalah pada aspek kognitif, efektif dan psikomotorik

siswa dengan seimbang, menuntut siswa lebih aktif dan memotivasi belajar siswa

serta melatih siswa untuk mandiri. Selain itu, inkuiri juga memiliki kelemahan

dalam penerapannya. Hosnan (2014:344) menyatakan bahwa kelemahan model

pembelajaran inkuiri adalah menyita banyak waktu, memerlukan persiapan yang

matang dan tidak mudah dikembangkan dengan baik pada kelas besar. Kelebihan

dan kelemahan tersebut dapat dijadikan pedoman bagi guru dalam model

pembelajaran inkuiri.

Saat ini model pembelajaran inkuiri terus berkembang. Geographical

Inquiry dan Open-Inquiry merupakan dua metode pembelajaran inkuiri yang

terkini diterapkan. Kedua model pembelajaran tersebut mendorong siswa jauh

lebih mandiri, guru hanya mengawasi jalannya diskusi dan memberikan motivasi

pada siswa. Model pembelajaran tersebut menuntut siswa untuk berpikir lebih

kritis dan mengembangkan wawasannya.

Geographical Inquiry merupakan strategi pembelajaran yang terkini.

Geographical Inquiry dikenalkan oleh ESRI sebagai strategi pembelajaran yang

dinilai lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan peserta didik. Rawling

(2000)

1
dalam Miller, mengemukakan bahwa Geographical Inquiry merupakan

pembelajaran sebagai keaktifan, pendekatan tanya jawab mencakup nilai-nilai

penyelidikan dan terintegrasi dalam keterampilan geografi . Open Inquiry

bertujuan untuk membuat siswa melakukan penyelidikan atas masalah yang

mereka temukan. Open Inquiry mendorong siswa untuk aktif, sehingga rasa ingin

tahu atau kemampuan berpikir kritis siswa lebih berkembang. Keduanya,

Geographical Inquiry maupun Open Inquiry sebagai model pembelajaran terkini

yang sama-sama membuat siswa lebih aktif dalam mencari tau di dalam proses

belajarnya.

Geographical Inquiry dan Open Inquiry memiliki karakteristik tersendiri.

Geographical Inquiry sebagai model pembelajaran yang berfokus pada siswa

untuk membangun kerangka pemikiran dari masalah yang mereka temukan serta

mengambil tidakan melalui keterampilan geografi. Terdapat lima proses dalam

Geographical Inquiry yaitu menyusun pertanyaan (Ask), mencari informasi

(Acquire), penyelidikan (Explore), menganalisis (Analyze) dan aksi atau tindakan

nyata (Act). Geographical Inquiry menuntut keaktifan siswa dalam mencari,

menyusun dan menganalisis sebuah temuan masalah dalam kehidupan yang

kemudian diimplementasikan secara nyata pada hasil akhirnya. Open Inquiry

merupakan model pembelajaran yang membebaskan siswa untuk menentukan,

mencari tahu dan menyelidiki suatu permasalahan. Kegiatan pembelajaran

meliputi merumuskan masalah, membuat hipotesis, mengumpulkan data.

Menganalisis data dan membuat kesimpulan. Pada Open Inquiry siswa memiliki

peran aktif dalam pembelajaran. Siswa diminta untuk merumuskan sebuah

masalah yang kemudian dibuat kesimpulan.

1
Perbandingan model pembelajaran Geographical Inquiry dan Open

Inquiry diangkat menjadi penelitian didasari beberapa alasan. Alasan tersebut

yaitu (1) kedua model pembelajaran ini sesuai dengan teori konstruktivisme, (2)

kedua model tersebut sesuai dengan kurikulum 2013, (3) kedua model

pembelajaran tersebut dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa.

Alasan pertama yaitu model pembelajaran Geographical Inquiry dan Open

Inquiry sesuai dengan teori pembelajaran konstruktivisme. Teori kostruktivisme

menyerukan partisipasi aktif siswa dalam proses pemebelajaran. Siswa dituntut

menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Winaputra (2007) menyatakan bahwa

konstruktivisme adalah upaya mendapatkan pemahaman atau pengetahuan dan

peserta didik untuk mengonstruksikan atau membangun pemahaman terhadap

suatu fenomena yang ditemukan menggunakan pengalaman, struktur kognitif dan

keyakinan. Kedua model pembelajaran tersebut sama-sama menuntut siswa

berpartisipasi aktif.

Alasan kedua yaitu model pembelajaran Geographical Inquiry dan Open

Inquiry sesuai dengan kurikulum 2013. Model pembelajaran inkuiri termasuk

kedalam model pembelejaran dalam penerapan kurikulum 2013 menurut

Permendikbud No. 103 Tahun 2014. Model-model pembelajran yang distandarkan

dalam kurikulum 2013 adalah model Problem Based Learning, Project Based

Learning dan Discovery/Inquiry Learning. Pembelajaran dalam kurikulum 2013

siswa lebih aktif dalam memperoleh pengetahuannya sendiri. Sejalan dengan yang

dinyatakan oleh Hosnan (2014) bahwa kurikulum 2013 menekankan pada

pendekatan saintifik dengan melibatkan keterampilan siswa dalam pembelajaran.

Permendikbud No. 81A Tahun 2013 menyebutkan bahwa kurikulum 2013

1
menggunakan pendekatan saintifik yang menekankan pada keterampilan proses

siswa. Beberapa sintak dalam Geographical Inquiry dan Open Inquiry

menggunakan pendekatan saintifik. Beberapa sintak tersebut adalah merumusakan

masalah, mengumpulkan data, dan menyimpulkan.

Alasan ketiga model pembelajaran Geographical Inquiry dan Open

Inquiry melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Model pembelajaran tersebut

melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran sehingga mendorong

kemampuan berpikir siswa terus berkembang, termasuk kemampuan berpikir

kritis. Sanjaya (2008: 196) menyatakan bahwa inkuiri merupakaian serangkaian

kegiatan pemebelajaran yang menekankan pada proses berikir secara kritis dan

analitis untuk mencari dan menemukan jawaban atas suatu masalah yang

ditemukan. Pembelajaran inkuri dapat melatih kemampuan berpikir siswa

termasuk kemampuan berpikir kritisnya untuk memecahkan masalah yang

dihadapi melalui sintaknya.

Keduanya dianggap cocok untuk beberapa jenis materi pembelajaran

seperti fakta, konsep dan prosedur. Kedua model ini juga dianggap mampu

meningkatkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan partisipasi siswa

sehingga pembelajaran menjadi aktif, kreatif dan menyenangkan. Siswa lebih

mudah memahami materi yang diajarkan oleh guru dan dapat mencapai indikator

dari kompetensi dasar serta mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis

siswa.

Model pembelajaran inkuiri menuntut siswa untuk memiliki kemampuan

berpikir kritis dalam proses pembelajaran dalam pendidikan abad 21 saat ini.

Berpikir kritis sebagai unsur fundamental pada pembelajaran abad 21. Redecher et

al (dalam Scott, 2015) menyatakan bahwa “critical thinking involves accessing,

1
analysing and synthesizing information, and can be taught, practised and

1
mastered“. Berpikir kritis juga berkaitan dengan komunikasi, literasi informasi

dan kemampuan untuk mencari tahu, menganalisa, mengintepretasi dan

mengevaluasi bukti. Kendati demikian berpikir kritis mendorong peserta didik

untuk memiliki kemampuan yang sesuai dengan perkembangan dunia yang

dinamis, studi menunjukkan bahwa banyak peserta didik yang rendah kompetensi

dalam bernavigasi dan menentukan sumber yang relevan dari semua sumber atau

informasi yang tersedia. Today’s citizens need to be able to compare evidence,

evaluate competing proposals and make responsible decisions (United Nations

Educational, Scientific and Cultural Organization: 2015). Oleh karena itu berpikir

kritis merupakan fundamental yang harus dimiliki siswa.

Kemampuan berpikir kritis merupakan suatu unsur yang harus ada pada

setiap proses berpikir siswa. Brookfield (2012) menyampaikan bahwa ada empat

proses dasar dari berpikir kritis yaitu mengidentifikasi asumsi yang membentuk

pikiran kita dan menentukan tindakan kita, mengecek tingkat keakuratan dan

kevalidan asumsi tersebut, melihat ide-ide kita dan keputusan dari berbagai sudut

pandang yang berbeda serta mengambil tindakan yang sesuai. Ketika seseorang

tidak memiliki kemampuan berpikir kritis, maka cara merumuskan dan

menanggapi suatu masalah akan sempit dan dapat dikatakan kelangsungan

hidupnya akan dalam resiko sebab dalam setiap tindakan dilakukan tanpa pikir

panjang dan berpikir kritis untuk akibat yang akan terjadi.

Berdasarkan uraian latarbelakang diatas, maka peneliti berusaha untuk

mencari tahu “Perbandingan Model Pembelajaran Geographical Inquiry dan Open

Inquiry Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IPS di SMA Negeri

8 Malang”. Penelitian ini didasarkan pada beberapa referensi yang digunakan

2
sebagai rujukan oleh penulis. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh

Ratnaningtyas Martuti dengan judul “Pegaruh Pembelajaran Open Inquiry

Terhadap Prestasi Belajar Fisika Ditinjau dari Kerja Ilmiah Siswa SMA Negeri 1

Blitar”. Peneliti tersebut berusaha untuk mencari tau perkembangan prestasi siswa

denan menggunakan model pembelajaran Open Inquiry ditinjau dari kerja ilmiah

siswa.

Kedua, penelitian oleh Rizka Nur Afivah dengan judul “Pengaruh

Geographical Inquiry Terhadap Kemampuan Berpikir Analitis Siswa Dalam Mata

pelajaran Geografi Kelas XI IPS di SMAN 7 Malang”. Penelitian ini mencoba

untuk mengungkap kemampuan berpikir analitis siswa menggunakan model

pembelajaran Geographical Inquiry.

Ketiga, penelitian oleh Nindya Rianita dengan judul “Perbandingan Model

Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Inkuiri Bebas Terhadap Kemampuan

Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMAN 1 Kepanjen”. Dalam penelitiannya, peneliti

berusaha untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa menggunakan dua

model pembelajaran tersebut.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan kemampuan berpikir

kritis siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran Geographical Inquiry

dengan Open Inquiry pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 8 Malang. Melalui

kedua model pembelajaran tersebut, model pembelajaran mana yang lebih baik

yang berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis.

2
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi di atas yang mengacu pada latar belakang, maka

rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Adakah perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan

model pembelajaran Geographical Inquiry dengan Open Inquiry di SMAN 8

Malang?

2. Model pembelajaran manakah yang lebih unggul dalam mempengaruhi

kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMAN 8 Malang?

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, hipotesis penelitian ini adalah:

1. Ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model

pembelajaran Geographical Inquiry dengan Open Inquiry.

2. Kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model pembelajaran

Geographical Inquiry lebih baik daripada siswa yang belajar menggunakan

model pembelajaran Open Inquiry.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan memberikan literasi dan referensi tambahan bagi

guru dalam penggunaan model pembelajaran dan meningkatkan kemampuan

berpikir kritis siswa melalui model pembelajran Geographical Inquiry maupun

Open Inquiry.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai literasi rujukkan dan

memberikan perspektif bagi peneliti selanjutnya.

2
E. Definisi Operasional

1. Geographical Inquiry

Geographical Inquiry ialah model pembelajaran yang melatih

keterampilan geografi siswa dengan serangkaian langkah pembelajaran, ask

(menyusun pertanyaan), acquire (mencari informasi atau sumber), explore

(penyelidikan), analyze (menganalisis) dan act (aksi).

2. Open Inquiry

Open Inquiry ialah model pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk

lebih aktif dan melatih siswa agar mencari masalah dan mencari tahu solusi untuk

memecahkan masalah dengan serangkain langkah pembelajaran, perumusan

masalah, membuat hipotesis, eksperimen, mengevaluasi hipotesis dan membuat

kesimpulan.

3. Berpikir Kritis

Berpikir kritis adalah kemampuan bernalar yang diperoleh dengan tes

kemampuan berpikir kritis yang terdiri dari 6 pertanyaan uraian meliputi

merumuskan permasalahan, memberikan argumentasi, memberi penjelasan,

membuat kesimpulan, melakukan evaluasi dan menentukan solusi yang

diwujudkan dalam bentuk skor.

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini disajikan dalam lima sub bab. Kelima subbab tersebut yaitu (1)

kemampuan berpikir kritis, (2) model pembelajaran Geographical Inquiry, (3)

model pembelajaran Open Inquiry, (4) perbandingan model pembelajaran dan (5)

kajian dinamika penduduk dan permasalahannya sebagai materi penelitian.

Berikut jabaran kelima subbab tersebut.

A. Kemampuan Berpikir Kritis

1. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis

Berpikir merupakan aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari manusia.

Berpikir merupakan daya yang membedakan manusia dengan hewan. Sardiman

(1996: 45) menyatakan bahwa berpikir merupakan sebuah aktivitas mental untuk

merumuskan pengertian, mensintesis dan menarik kesimpulan. Berpikir adalah

keaktifan pada manusia yang menimbulkan penemuan pada suatu tujuan.

Jika berpikir merupakan sebuah aktivitas mental untuk merumuskan

sebuah kesimpulan, maka setiap manusia memiliki kemampuan berpikir yang

berbeda- beda. Kemampuan berpikir secara kritis tergantung pada perkembangan

setiap individu. Berpikir kritis. Paul (dalam Lakovos, 2011) menyatakan “Critical

thinking is thinking about your thinking while you’re thinking in order to make

your thinking better”. Sehingga dapat dikatakan bahwa berpikir kritis adalah

kemampuan untuk berpikir secara sistematis, logis serta reflektif untuk sebuah

keputusan dan pertimbangan yang matang.

Berpikir kritis merupakan kecakapan pribadi yang penting untuk

menyelesaikan suatu masalah. Kemampuan berpikir kritis semakin terlatih pada

9
usia saat pendidikan formal, sebab siswa semakin banyak bertemu dengan orang

dan dunia luar. In order to develop a reasonable answer, conclusion or solution,

students must reflect upon their own thinking processes and often the thinking of

others as well (Dwyer: 2017). Pemahaman dan ilmu juga dibutuhkan untuk

menjawab pertanyaan dan meruuskan sebuah kesimpulan serta menyelesaikan

masalah.

Berpikir kritis dimulai dari Robert H. Ennis seorang ahli filosofi Amerika

yang dianggap sebagai pencetus pemikiran kritis terbesar. Robert H. Ennis

mencoba mengaitkan antara proses berpikir manusia dari sudut pandang

pengetahuan. Critical thinking is reflective and reasonable thinking that is focused

on deciding what to believe or do (Ennis: 1985). Sehingga berpikir kritis dimaknai

sebagai proses untuk menentukan keputusan yang masuk akal berdasarkan pada

menentukan apa yang dipercaya atau apa yang dilakukan.

Beberapa ahli mendefinisikan kemampuan berpikir kritis. Fisher (2009)

menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan aktivitas terampil yang menuntut

kejelasan, relevansi, koherensi, obsevasi, komunikasi serta sumber informasi.

Sehingga dapat dikatakan bahwa berpikir kritis merupakan tindakan yang dapat

dipertanggungjawabkan. Menurut Glaser (dalam Fisher, 2009:3) “berpikir kritis

menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan

asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan

yang diakibatkannya”. Menurut Paul, Fisher dan Nosich (dalam Fisher 2009:3)

“berpikir kritis adalah mode berpikir mengenai hal, substansi atau masalah apa

saja dimana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani

secara terampil struktur-struktur yang melekat dalampemikiran dan menerapkan

standar-standar

9
intelektual padanya”. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka disimpulkan

bahwa berpikir kritis adalah kemampuan siswa dalam memahami dua asumsi,

yaitu asumsi yang ada di lapangan dengan asumsi mereka sendiri yang didasari

dengan pemikiran yang jelas. Berpikir kritis membawa siswa menimbang, menilai

dan mevalidasi bukti dari asumsi yang ada, dengan begitu mereka lebih

meningkatkan kualitas berpikirnya.

Berpikir kritis merupakan kemampuan yang penting dan harus dimiliki

setiap individu, khususnya siswa. Siswa pada awalnya sebenarnya tidak mengerti

bagaimana untuk berpikir kritis dan mereka tidak lahir dengan kemampuan

berpikir kritis. Modeling can be demonstrated in a discussion setting by asking a

question and “walking students through” the process of critically thinking

(Synder, 2008). Sehingga peran guru harus mengintegrasikan kemampuan berpikir

kritis tersebut dengan baik untuk dijadikan sebagai kebiasaan dalam setiap

pembelajaran yang nantinya akan dibawa dalam kehidupan sehari-hari.

Kemampuan berpikir kritis ini perlu diasah terutama pada masa sekolah,

yang mana pada usia sekolah segala bentuk perkembangan khususnya

metakognitif berkembang dengan cepat seiring dengan interaksi individu dengan

sekitarnya. Oleh karenanya, kondisi kritis perlu diciptakan dan diintegrasikan

dalam sebuah proses pembelajaran. Dewi (2011) menyatakan “cara menciptakan

kondisi kritis adalah menempatkan siswa pada kondisi kritis, yaitu menentukan

sasaran setinggi- tingginya secara jelas dengan diberi waktu cukup untuk

mencapainya.” Siswa dapat didorong untuk mencari tau atau menggali wawasan

lebih dalam lagi, memacu kemampuan berpikir kritis pada siswa dapat dilakukan

dengan metode debat, eksporimen, penugasan, tanya jawab serta diskusi.

9
Berpikir kritis memiliki beberapa ciri-ciri. Zeidler, et al (1992)

menyatakan ciri-ciri orang yang berpikir kritis: (1) pemikir kritis memiliki pola

pikir tertentu untuk mendekati gagasannya dan memiliki keinginan kuat untuk

mencari tau dan memecahkan masalah, (2) pemikir kritis adalah seseorang yang

skeptis, tidak mudah menerima pernyataan atau ide sebelum ada bukti yang

cukup. Proses pembelajaran yang meningkatkan berpikir kritis dicirikan dengan

teknik dan hasil pengambilan keputusan yang relevan dengan permasalahan yang

dianalisis oleh siswa. Sehingga siswa tidak semata-mata hanya mengelolah suatu

kajian, namun juga mengaitkan dengan logika berpikir kritis mereka dan juga

melibatkan kemampuan siswa dalam wawasan dan pengetahuan.s

2. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Indikator berpikir kritis adalah sebuah tolak ukur seorang individu dalam

berpikir. Menurut Ennis (1985: 46) menyatakan indikator berpikir kritis menjadi

12 kemampuan yang disederhanakan menjadi lima indikator yaitu: (1)

Merumuskan penjelasan sederhana (elementary clarification) yang meliputi

memfokuskan pertanyaan, analisa argumen, bertanya dan menjawab pertanyaan;

(2) Keterampilan dasar (basic support) yang meliputi pertimbangan kredibilitas

suatu sumber dan mengamati serta menilai hasil observasi; (3) Pengambilan

kesimpulan (inference) yang meliputi menyusun serta mempertimbangkan

deduksi, mempertimbangkan induksi, menyusun keputusan dan pertimbangan

hasil; (4) Penjelasan lebih lanjut (advanced clarification) yang meliputi

identifikasi istilah serta mempertimbangkan definisi dan mengidentifikasi asumsi;

(5) Menyusun strategi dan taktik (strategy and tactics) yang meliputi menentukan

sebuah tindakan dan berinteraksi.

9
Pendapat lain terkait dengan indikator kemampuan berpikir kritis juga

disampaikan oleh Glaser (dalam Fisher, 2009:7) yaitu: (1) mengenal masalah, (2)

menemukan cara-cara yang dipakai untuk menangani masalah-masalah, (3)

mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, (4) mengenal asumsi-

asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan, (5) memahami dan menggunakan

bahasa yang tepat, jelas, dan khas, (6) menganalisis data, (7) menilai fakta dan

mengevaluasi pertanyaan-pertanyaa, (8) mengenal adanya hubungan yang logis

antara masalah-masalah, (9) menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-

kesamaan yang diperlukan; (10) menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-

kesimpulan yang seseorang ambil; (11) menyusun kembali pola-pola keyakinan

seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas; (12) membuat penilaian yang

tepattentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.

Indikator kemampuan berpikir kritis disampaikan pula oleh Arnyana.

Arnyana (2004:23) mengemukakan ada 6 indikator berpikir kritis berkaitan pada

model SOLO (Stuctures of the Observed Learning Outcome) Taxonomy. Siswa

dikatakan memiliki kemampuan berpikir kritis apabila telah mencapai seluruh

indikator tersebut. Berikut tabel indikator kemampuan berpikir kritis tersebut.

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

No Kemampuan Berpikir Kritis Indikator

1 Merumuskan masalah Merumuskan permasalahan dan memberi


arah untuk memperoleh jawaban
2 Mememberikan argumen Memberikan argumentasi dengan
memberikan saran
3 Melakukan deduksi Memberi penjelasan dimulai dari hal
umum ke khusus
4 Melakukan induksi Membuat kesimpulan terkait masalah
5 Melakukan evaluasi Melakukan evaluasi berdasarkan fakta

9
6 Merumuskan dan melaksanakan Menentukan alternatif solusi dari
masalah untuk dapat direncanakan dan
dilaksanakan
Sumber: Arnyana (2004:23)

Indikator berpikir kritis yang disampaikan oleh beberapa ahli tersebut

adalah wujud berpikir kritis siswa. Siswa memberikan respon atas sebuah

permasalahan. Sehingga menjadi proses dalam menyikapi serta keputusan

mengambil tindakan berdasar inkuiri.

Berpikir kritis dapat dilihat melalui kemampuan dalam menyusun alasan

serta kemampuan mengevaluasi sebuh masalah yang terjadi. Komunitas berpikir

kritis mengemukakan bahwa:

“critical thinking is the intellectually disciplined process of actively

and skillfully conceptualizing, applying, analyzing, synthesizing, and/or

evaluating information gathered from, or generated by, observation, experience,

reflection, reasoning, or communication, as a guide to belief and action. In its

exemplary form, it is based on universal intellectual values that transcend subject

matter divisions: clarity, accuracy, precision, consistency, relevance, sound

evidence, good reasons, depth, breadth, and fairness” (Scriven & Paul, 2007).

Oleh karena itu, sekedar memiliki ilmu atau informasi yang lebih tidaklah

cukup, namun juga harus mampu menyelesaikan masalah dengan keputusan yang

efektif melalui cara yang kritis. Kemampuan berpikir kritis merupakan kapabilitas

yang penting untuk dimiliki sebab berpikir kritis memungkinkan siswa “untuk

berhadapan secara baik dengan sosial, ilmiah dan masalah praktis” (Shakirova,

2007: 42). Bahkan dinyatakan oleh Tempelaar (2006: 291) bahwa berpikir kritis

disebut sebagai metakognitif. Makna dari metakognitif berpikir kritis yaitu

berpikir tentang berpikir, sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada berpikir.

Siswa dengan

9
kemampuan metakognitif berpikir kritis yang baik memiliki hasil belajar yang

lebih baik dari pada siswa yang lain.

Penilaian dalam kemampuan berpikir kritis dilakukan dalam betuk tes

essai menggunakan indikator berpikir kritis yang dinyatakan oleh Arnyana.

Indikator tersebut dipilih berdasar dengan sintaks model pembelajaran inkuiri

yang dinilai sesuai dan memungkinkan untuk melatih kemampuan berpikir siswa

dengan indikator tersebut.

3. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berpikir Kritis

Setelah mengetahui indikator-indikator kemampuan berpikir kritis,

selanjutnya perlu diketahui faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa.

Faktor tersebut meliputi: (1) keturunan (genetik), (2) lingkungan, dam (3)

pengalaman. Faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis akan

diuraikan pada paragraf berikutnya.

Faktor keturunan mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa.

Kemampuan berpikir siswa dapat diturunkan secara genetik dari orangtuanya.

“Pembawaan merupakan istilah lain dari heriditas yang dapat diartikan sebagai

pewarisan sifat-sifat fisik maupun psikologis melalui sarana genetik. Pembawaan

merupakan seluruh kemungkinan-kemungkinan atau potensi-potensi yang ada

pada individu yang selama masa perkembangannya benar-benar dapat

diwujudkan, misalnya melalui proses pembelajaran” (Arsyad, 2014). Pernyataan

tersebut menjabarkan bahwa potensi yang dimiliki seseorang termasuk

kemampuan berpikir kritis dipengaruhi oleh faktor genetik.

9
Kemudian faktor lingkungan juga mempengaruhi kemampuan berpikir

kritis seseorang. Lingkungan tersebut seperti lingkungan keluarga, sekolah dan

masyarakat. “Lingkungan merupakan hal-hal diluar diri seseorang yng dapat

memberikan pengaruh terhadap perkembangan orang tersebut, baik berupa benda,

orang lain, keadaan dan peristiwa di sekitar yang langsung aupun tidak langsung

dan secara sengaja maupun tidak sengaja” (Arsyad, 2014). Kemampuan berpikir

kritis dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Keluarga dapat melatih anak untuk

mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui permasalahan maupun

fenomena yang membutuhkan penyelesaian atau tanggapan dengan kemampuan

berpikir kritis. Lingkungan sekolah siswa juga terlatih untuk memecahkan

masalah dengan melibatkan kemampuan berpikir kritis melalui pembelajaran yang

dilakukan. Guru memberikan permasalahan atau soal-soal yang membutuhkan

analisis, sehingga akan mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Selanjutnya

lingkungan masyarakat tempat anak bergaul juga menjadi faaktor yang

mempengaruhi kemampuan berpikirnya. Lingkungan masyarakat tempat dimana

anak melakukan diskusi untuk tujuan tertentu dapat melatih kemampuan berpikir

kritis.

Kemampuan berpikir kritis seseorang juga dapat muncul dari

pengalamannya. Permasalahan yang dihadapinya menjadi pengalaman yang dapat

melatih kemampuan berpikir kritisnya. “Critical thinking is not an instant

knowledge to transfer to students. Critical thinking is a commonsense behavior

that is learned by the children as they grow up” D. Akinson (dalam Indah dan

Kusuma, 2016). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan berpikir

kritis bukan kemampuan yang instan yang dapat langsung ditransfer kepada

siswa. Namun

9
kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang dpelajari selama anak

tumbuh dan berkembang. permasalahan yang ditemukan selama anak tumbuh

menuntutnya untuk melatih kemampuan berpikir kritisnya.

B. Model Pembelajaran Geographical Inquiry

Geographical Inquiry adalah suatu model pembelajaran dengan metode

lima langkah yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan berpikir yang mana

dalam proses pembelajarannya membebaskan siswa mulai dari menentukan

masalah hingga penyelidikan masalah. Siswa dikondisikan untuk mandiri dalam

proses pembelajaran ini. Siswa yang menyusun seluruh rangkaian proses inkuiri

mulai dari bertanya, mengumpulkan data, mengolah serta menganalisis data,

menyusun hasil, dan aksi nyata.

Model pembelajaran Geographical Inquiry mendorong siswa untuk

mengeksplor dan melakukan tindakan sesuai fakta yang didapat melalui proses

identifikasi untuk memilih dan mengatur informasi geografis yang relevan untuk

mencari tahu jawaban pertanyaan inquiry. Australian Curriculum Assesment and

Reporting Authority (ACARA) menyatakan bahwa Geographical Inquiry

merupakan proses pembelajaran yang mana siswa memfokuskan dan mempelajari

serta memperdalam kemampuan pemahaman mereka terkait dengan materi

Geografi. Siswa melakukan penyelidikan baik secara individu maupun kelompok

terkait dengan pertanyaan geografis yang kemudian siswa melakukan proses

pengumpulan data, evaluasi dan analisis data, menyusun hasil dan

mengembangkan kesimpulan serta usulan tindakan.

Geographical Inquiry menekankan kegiatan pembelajaran oleh siswa

untuk melakukan pengamatan atas pertanyaan geografis untuk hasil

penyelidikan.

9
Melalui model pembelajaran Geographical Inquiry siswa dituntut untuk

mengambil tindakan yang sesuai dengan fakta yang ditemukan di lapangan. Siswa

mengidentifikasi keterkaitan fakta yang ada untuk menjawab pertanyaan yang

telah disusun.

Terkait dengan pertanyaan yang diidentifikasi siswa, terdapat beberapa

pertanyaan umum yang penting untuk Geographical Inquiry. Berhubungan

dengan pertanyaan tentang tempat (place), Michael Strom dalam Australian

Geography Teacher Association (2008) mengembangkan ima pertanyaan yaitu: a)

what is the place like?; b) why is this place as it is?; c) How is this place

connected to other places?; d) how is this place changing?; e) How would it feel

to live in this place?. Selanjutnya Foley dalam Australian Geography Teacher

Association (2008) menambahkan dua pertanyaan mengikuti perkembangan dari

UK National Curriculum, yaitu: a) where is this place?; b) how is it similar

to/different from another place?.

Pertanyaan di atas disimpulkan bahwa Geographical Inquiry membawa

siswa untuk melakukan identifikasi permasalahan geografi. Siswa harus dapat

memilah informasi-informasi yang diperolehnya dari berbagai sumber. Sehingga

hasil yang didapatkan relevan dan tepat.

Pembelajaran Geographical Inquiry meningkatkan kemampuan siswa dan

menantang siswa dalam menyusun pertanyaan dengan memasukkan konsep

geografis. Australian Geography Teacher Association menyampaikan bahwa

peran guru geografi membangun rasa ingin tahu siswa menggunakan pendekatan

terstruktur yang memungkinkan penyelidikan dimana siswa mengajukan

pertanyaan dan mengembangkannya.

9
Pada model pembelajaran Geographical Inquiry terdapat beberapa tahapan

dalam proses pembelajaran. Menurut ESRI (2003) terdapat empat langkah dalam

pembelajaran Geograhical Imquiry yaitu:

1. Ask (menyusun pertanyaan)

Pada tahap pertama siswa menentukan permasalahan apa yang akan diselidiki.

Siswa menyusun pertanyaan inkuiri untuk mencari tahu atas permasalahan yang

mereka temukan berdasar pertanyaan geografis. By turning the interesting

observation into a question, you can focus the eploration (ESRI, 2003). Pada

tahap ini siswa memunculkan rasa ingin tahu dan mengajukan pertanyaan.

2. Acquire (mencari informasi atau sumber)

Siswa mencari dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber untuk

menjawab pertanyaan yang telah disusun, sumber diperoleh baik dari buku

maupun mencari di internet. ESRI (2003) menyampaikan bahwa “you can find the

necessary geographic data quite easily, in readily available packages or

downloadable from the Internet”. Informasi yang siswa bisa dapatkan dari internet

akan memudahkan siswa dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan.

3. Explore (penyelidikan)

Pada tahap ini siswa diarahkan untuk menemukan kaitan antar data-data yang

ditemukan. Langkah ini membutuhkan bimbingan dan arahan dari guru untuk

melakukan penyelidikan. Informasi atau sumber yang banyak didapatkan oleh

siswa kan membuat mereka bingung. Sehingga peran guru dalam hal ini

dibutuhkan untuk mengarahkan siswa sehingga siswa tidak kebingungan.

9
4. Analyze (menganalisis)

Tahap menganalisis merupakan tahap yang dilakukan siswa terhadap sumber

atau data yang telah didapatkan yang selanjutnya dianalisis keterakaitannya antara

materi dengan fakta yang ada di lapangan. Handoyo (2015) menyatakan bahwa

“ Kedua, analisis. Keterampilan tersebut dilakukan dengan membandingkan pada

kriteria baku, fenomena yang sama pada tempat yang berbeda, mengaitkan dengan

lingkungan sekitarnya” siswa mengidentifikasi dan melakukan analisis mendalam

atas permasalahan yang ditemukan.

5. Act (aksi atau tindakan)

Tahap akhir yaitu mengambil tindakan atau keputusan atas permasalahan yang

telah ditemukan dan diselidiki. Good citizens will share their geographic

knowledge with a broader community, and help others act according to it (ESRI,

2003). Pada tahap ini siswa diterjunkan langsung terhadap peran nyata atas

permasalahan yang telah diselidiki. Tindakan atau aksi yang akan dilakuan

memerlukan bimbingan guru.

Model pembelajaran Geographical Inquiry memiliki tahapan-tahapan

yang senada dengan pendekatan saintifik. Terdapat keterampilan observasi untuk

mengumpulkan data, analisis data, menyajikan data dan melakukan prediksi.

Keterampilan yang hampir sama dalam pendekatan saintifik dalam pembelajaran

yaitu “lima M” (mengamati, menanya, mengumpulkan data/informasi,

mengasosiasi, dan mengomunikasikan) (Handoyo, 2015).

Geographical Inquiry memiliki keunggulan dalam kegiatan pembelajaran

yang mendorong siswa lebih mandiri dan mengembangkan keterampilan

observasi.

9
Seperti yang disampaikan oleh Calting dan Willy (dalam Australian Geography

Teacher Association, 2009) yaitu;

“argue that facilitating geographical inquiry in the primary classroom has a

number of benefits. Such inquiries have relevance and are of interest to students to

the extent that they feel that they are valued as participants in the process of their

own learning. Their inquiries are related to their own thoughts and feelings and they

are challenged to 'think', and consequently to apply, adapt and develop their

geographical understanding, knowledge, values and skills in continuing and new

inquiries.”.

Pernyataan di atas menjabarkan bahwa penggunaan model pembelajaran

Geographical Inquiry memiliki banyak manfaat. Inkuiri memiliki relevansi dan

menarik bagi siswa, sehingga siswa akan merasa berharga sebagai partisipan

didalam proses pemberlajarannya sendiri. Siswa tertantang untuk berpikir dan

menerapkan, beradaptasi dan mengembangkan pemahaman geografis,

pengetahuan, makna atau nilai-nilai dan keterampilan untuk melanjutkan

pertanyaan lainnya.

Keunggulan Geographical Inquiry disampaikan pula oleh Afivah (2016).

Menyebutkan lima keunggulan penggunaan model pembeajaran Geographical

Inquiry yaitu:

1. Memotivasi siswa dalam penyelidikan terkait pemecahan masalah geografi.

2. Meningkatkan kemampuan mereka terhadap pengetahuan dan pemahaman

tekait konsep-konsep geografis.

3. Memiliki relevansi dan menarik bagi siswa dalam proses pembelajran.

4. Menanamkan sikap yang bersifat mengeksplor, menganalisis, dan bertindak

sesuai fakta yang ditemukan.

9
5. Relevan bagi pendidikan geografi di Indonesia, karena Geographical Inquiry

ini memiliki tahapan yang senada dengan pendekatan saintifik. Sedangkan

dalam periode ini Indonesia menerapkan kurikulum 2013 yang mana pada

kurikulum 2013 ini menggunakan pendekatan saintifik (saintific approach).

Model pembelajaran Geographical Inquiry mendorong siswa untuk lebih

mandiri dari awal kegiatan hingga mengambil tindakan. Geographical Inquiry

sangat membantu dalam meningkatkan keterampilan siswa dalam berpikir kritis.

Sehingga melalui model pembelajaran ini, hasil belajar siswa meningkat.

Model pembelajaran ini didasari teori konstruktivisme melalui pengalaman

individual siswa dalam proses pembelajaran. Geographical Inquiry mendorong

siswa untuk belajar mencari pengetahuan untuk mengembangkan potensi yang ada

dalam diri siswa. Siswa akan mengeksplor yang temuan barunya dengan

pengetahuan yang ada.

C. Model Pembelajaran Open Inquiry

Open Inquiry adalah suatu model pembelajaran yang mana siswa diberikan

kebebasan dalam menentukan, mencari tau, serta menyelidiki suatu permasalahan.

Siswa ditempatkan seolah-olah sebagai seorang ilmuwan. Siswa yang menetukan

semua proses dalam proses inkuiri, dimulai dari perumusan masalah, mencari tau

keterkaitan dengan teori yang ada, menyusun hipotesis, mengumpulkan data

menggunakan suatu metode dan mengkomunikasikan hasil yang didapat.

Model pembelajaran Open Inquiry pertamakali ditemukan oleh Joseph

Schwab pada tahun 1960. Ia membagi model pembelajaran Open Inquiry menjadi

4 jenis inkuiri yang disempurnakan oleh Marshall Herron, Heather Banchi dan

9
Randy Bell, yakni confirmation Inquiry, structered inquiry, guided inquiry dan

open inquiry (Krantz, 2015:89).

Open Inquiry memliki beberapa ciri-ciri tertentu. Callison (2015)

menyatakan ciri-ciri pembelajaran Open Inquiry yaitu: (a) siswa bertanya atas

dasar keingintahuan, (b) pertanyaan tersebut mendorong siswa melakukan

penyelidikan diluar jam sekolah, (c) pengumpulan data melalui metode yang

sesuai meliputi, observasi, survey maupun ekperimen, (d) mengkomunikasikan

hasil merupakan proses yang penting, sebab akan mengikutsertakan siswa lain,

orangtua dan komunitas belajar, (e) refleksi, untuk mengidentifikasi teknik,

sumber dan dukungan dari keompok yang penting untuk keberlanjutan pendidikan

siswa.

Open Inquiry mendorong siswa dalam melakukan peneyelidikan atas

permasalahan yang telah dipilih. “The teacher merely provides the context for

solving problems that students then identify and solve” (Zion and Sadeh, 2007).

Pada metode pembelajaran Open Inquiry, siswa lebih mandiri dalam mencari,

mengumpulkan dan menganalisis suatu masalah.

Siswa dalam pembelajaran Open Inquiry dikondisikan untuk mandiri

dalam perumusan masalah, perancangan prosedur dalam eksperimen. “Curious

students can express their curiosity in open inquiry” (Zion and Sadeh, 2007).

“Model pembelajaran inkuiri bebas yang memberikan kebebasan dan kesempatan

kepada siswa untuk bereksplorasi dengan mengumpulkan fakta-fakta melalui

kegiatan observasi ataupun eksperimen sehingga dapat membangkitkan minat dan

rasa ingin tahu siswa terhadap konsep yang dipelajari” (Marheni, 2014). Pada

proses pembelajaran Open Inquiry siswa termotivasi untuk melakukan kegiatan

baik individu maupun kelompok dan rasa ingin tahu siswa lebih meningkat.

9
Peran guru dalam proses pembelajaran ini terbatas. “pada model inkuiri ini

guru memberikan masalah saja, sedangkan prosedur dan pemecahan masalah

tergantung kepada peserta didik” (Fathurrohman, 2017:107). Sehingga dalam

model pembelajaran ini akan terbentuk pembelajaran yang aktif, yang mana siswa

harus mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dipelajari dan dipecahkan.

Dalam model pembelajaran Open Inquiry, peran guru sangat minim. Guru

berperan sebagai fasilitator dan motivator. Shedletzky dan Zion (2005)

menyatakan bahwa peran guru mencakup memfasilitasi, memfokuskan,

mendorong siswa untuk terlibat dan mandiri dalam mengatur pekerjaan mulai dari

memunculkan ide, mencari tau, mengobservasi, penyusunan penyelidikan hingga

hasil penyelidikan. Guru mengarahkan siswa pada permasalahan serta

latarbelakang masalah tersebut untuk dikembangkan langkah-langkah

penyelidikan oleh siswa.

Siswa dalam pembelajaran lebih aktif. Hal tersebut seperti yang

dinyatakan Putri, dkk (2014) “Siswa dalam model Open Inquiry ini diberikan

kebebasan dalam menyelesaikan masalah, melakukan percobaan, menganalisis

data, serta membuat kesimpulan”. Kebebasan yang diberikan kepada siswa untuk

menentukan masalah ini, membuat siswa lebih termortivasi untuk melakukan

kegitan berpikir untuk menemukan masalah yang akan diselidiki.

Proses pembelajaran ini akan menuntut siswa untuk menjadi lebih aktif

dan mandiri. Seperti yang dinyatakan oleh Roth dan Bowen (1993:169) bahwa

“siswa dalam inkuiri terbuka dapat merasa bahwa mereka mengendalikan kegiatan

mereka; mereka berinteraksi dengan orang lain dan dengan pengaturan untuk

membingkai dan menyelesaikan masalah pilihan mereka.” Siswa menuangkan

keberagaman ide ketika melakukan analisis data, sehingga siswa akan melatih

pula kemampuannya
9
dalam multipresentasi permasalahan yang ditemukannya dari berbagai sudut

pandang.

Berikut langkah-langkah dalam model pembelajaran Open-Inquiry. Sani

(2014:92) menyatakan 4 langkah dalam pembelajaran inkuiri bebas, yaitu:

1. Membuat rumusan masalah

Pada tahap pertama, siswa menyusun atau merumuskan masalah yang akan

diselidiki oleh mereka. Kemampuan yang nantinya diharapkan muncul dari tahap

awal ini adalah: (a) menyadari masalah yang ada pada lingkungan sekitar, (b)

mampu melakukan identifikasi masalah, (c) melihat urgensi suatu masalah, dan

(d) merumuskan masalah.

2. Mengembangkan dan merumuskan hipotesis

Siswa dalam tahap ini menyusun jawaban atau hipotesis atas permasalahan

yang akan diselidiki. Kemampuan yang diharapkan tumbuh dalam tahap ini

adalah:

(a) menentukan variabel dan mengelompokkan data yang dapat diperoleh, (b)

mengidentifikasi dan merumusal relasi variabel secara logis, (c) mmerumuskan

hipotesis.

3. Merancang dan melakukan kegiatan untuk menguji hipotesis

Pada langkah ini siswa melakukan penyelidikan untuk pengujian hipotesis

yang telah dibuat. Melalui kegiatan penyelidikan yang diharapkan adalah: (a)

siswa mengidentifikasi peristiwa yang diamati, (b) merancang kegiatan eksplorasi

atau eksperimen yang akan dilakukan, (c) melakukan observasi berdasar

rancangan eksperimen untuk mengumpulkan data, (d) evaluasi, penyusunan data

serta analisis data.

4. Menarik kesimpulan

9
Setelah kegiatan penyelidikan selesai, siswa diminta untuk menarik

kesimpulan atas analisis hasil temuan data. Pada kegiatan penarikan kesimpulan

ini harapan untuk siswa adalah: (a) mencari pola serta makna relasi suatu

peristiwa, dan (b) merumuskan atau menarik kesimpulan berdasar data yang telah

diperoleh.

Selain itu menurut Martuti (2013) sintak model pembelajaran Open Inquiry

sebagai berikut:

1. Perumusan Masalah

Pada langkah ini disiswa menentukan masalah yang akan diselidiki. Masalah

persoalan yang ditentukan harus jelas sehingga dapat dimengerti dan diselildiki

oleh siswa. Apabila persoalan tersebut ditentukan oleh guru, maka persoalan yang

diberikan harus real sehingga dapat dikerjakan dan sesuai dengan kemampuan

siswa. Persoalan yang terlalu tinggi akan membuat siswa menjadi tidak semangat,

namun persoalan yang terlalu rendah tidak menarik minat siswa.

2. Menyusun Hipotesis

Langkah selanjutnya adalah siswa menentukan jawaban sementara atau

hipotesis atas masalah. Hipotesis yang dibuat siswa perlu dikaji jelas atau tidak.

Apabila belum jelas sebaiknya guru membantu dan mengarahkan siswa. Siswa

diharapkan dapat menentukan sebab-akibat atas masalah yang akan diselidiki.

Sehingga siswa akan menentukan berbagai kemungkinan untuk menyelesaikan

masalah.

3. Mengumpulkan Data

Selanjutnya siswa akan mencari dan melakukan pengumpulan data. Data yang

dikumpulkan digunakan untuk membuktikan hipotesis yang mereka buat benar

atau

9
salah. Guru perlu membantu siswa dalam mengumpulkan sumber data, dalam hal

ini adalah mengarahkan siswa.

4. Menganalisis Data

Data yang terkumpul selanjutnya diolah unutk menguji hipotesis yang telah

dibuat. Untuk memudahkan proses analisis data, sebaiknya data dikelompokkan

dan diatur agar dapat dibaca dan dianalisis dengan mudah.

5. Menyimpulkan

Data yang telah dianalisis dan dikelompokkan kemudian diambil kesimpulan.

Setelah kesimpulan dibuat selanjutnya mencocokkan dengan hipotesis, apakah

dapat diterima atau tidak.

Terdapat kelebihan dalam menggunakan model pembelajaran open

Inquiry. Hendrian (2010) mengungkapkan “keuntungan belajar dengan model ini

adalah adanya kemungkinan siswa menemukan alternatif pemecahan masalah

lebih dari satu cara”. Selanjutnya menurut Amri (2010) kelebihan Open Inquiry

adalah siswa lebih belajar dengan mandiri, siswa akan berkerja seolah-olah

seorang ilmuwan sehingga meningkatkan keaktifan siswa. Selain itu akan

memungkinkan siswa menemukan suatu cara yang baru yang belum ditemukan

sebalumnya untuk memecahkan permasalahan yang diselidiki. Model

pembelajaran ini akan mendorong siswa utuk meningkatkan kemampuan berpikir

kritis.

Selain kelebihan terdapat pula kelemahan terhadap penggunaan model

pembelajarn Open Inquiry. Menurut Hendrian (2010) kelemahan model

pembelajaran Open Inquiry yaitu (a) waktu untuk menentukan sesuatu bagi siswa

akan relatif lebih lama, (b) terdapat kemungkinan yang diselidiki siswa diluar

konteks yang ada pada kurikulum, (c) kemungkinan perbedaan permasalahan

9
setiap

9
kelompok membuat guru membutuhkan waktu lebih untuk memeriksa hasil kerja,

(d) siswa dimungkinkan kurang memahami topik yang mereka selidiki sehingga

diskuisi tidak berjalan maksimal. Kemudian Amri (2010) menyatakan kelemahan

penggunaan model pembelajaran ini adalah guru sulit untuk mengontrol

keberhasilan siswa, pembahasan siswa terlalu melebar karena kurangnya

bimbingan guru atas suatu permasalahan.

Model pembelajaran Open Inquiry menuntut siswa untuk lebih aktif dalam

pembelajaran. Siswa menentukan permasalahan sendiri yang akan diselidiki serta

menyelesaikan dan merancang penyelidikan secara mandiri. Guru berperan

sebagai fasilitator dan motivator.

Model pembelajaran ini didasari teori konstruktivisme melalui pengalaman

individual siswa dalam proses pembelajaran. Open Inquiry mendorong siswa

untuk belajar mencari pengetahuan untuk mengembangkan potensi yang ada

dalam diri siswa. Siswa melakukan penyelidikan pada lapangan untuk temuan

baru yang dapat dieksplor dengan pengetahuan yang ada.

D. Perbandingan Model Pembelajaran Geographical Inquiry dan Open

Inquiry

Inkuiri berasal dari bahasa inggris yaitu “inquiry” yang dapat diartikan

sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban dari pertanyaan ilmiah yang

diajukan. Menurut Barlow (1985) inkuiri merupakan proses intelektual siswa

dalam memperoleh pengetahuan dengan menemukan dan mengorganisasikan

konsep dan prinsip ke dalam tatanan penting menurut siswa. Tujuan pembelajaran

inkuiri adalah “memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-

kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses

berpikir reflektif”.

9
Model pembelajaran inkuri merupakan suatu metode yang menekankan keaktifan

siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.

Pada model pembelajaran ini siswa akan melakukan investigasi, mencari,

bertanya serta meneliti suatu kajian. Menurut Kindsvatter, dkk (dalam Suparno,

2007:65) “Inkuiri sebagai metode pengajaran dimana guru melibatkan

kemampuan berpikir kritis siswa untuk menganalisis dan memecahkan persoalan

secara sistematik”. Pembelajaran inkuiri bertujuan untuk mengembangkan tingkat

berpikir dan keterampilan berpikir kritis (Sumarmi, 2012:19) Melalui metode ini

siswa akan lebih menggali kemampuan mereka dalam menemukan pengetahuan

dan sifatnya lebih berpusat kepada siswa daripada guru.

Siswa akan dilibatkan dalam proses penemuan dalam pengumpulan data dan

tes atau pengujian hipotesis yang telah dibuat. Inkuiri merupakan salah satu model

pembelajaran dimana siswa menemukan, menggunakan sumber informasi yang

beragam dan ide untuk lebih memahami suatu permasalahan (Sumarmi, 2012:17).

Siswa akan tertantang dalam mencari keterkaitan antara konsep dalam pelajaran

degan fakta yang terjadi di lapangan.

Berdasarkan paparan terkait dengan proses pembelajaran inkuiri, dapat

diambil kesimpulan bahwa pembelajaran inkuiri menekankan aktivitas siswa

untuk dapat mencari dan menemukan materi. Seluruh kegiatan menuntut siswa

untuk aktif dalam pembelajaran. Peran guru dalam proses pembelajaran ini adalah

sebagai fasilitator dan mediator. Kemampuan berpikir kritis siswa akan dilibatkan

aktif dalam proses pemebelajaran ini. Siswa mengembangkan kemampuan

berpikir kritis dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka temukan.

9
Model pembelajaran inkuiri pada dasarnya terbagi menjadi empat jenis.

Namun seiring dengan perkembangan jaman, proses pendidikan juga perlu

mengikuti kebutuhan yang ada. Sehingga dewasa ini banyak berkembang proses

pembelajaran inkuiri, salah satunya seperti model pembelajaran Geographical

Inquiry. Pada penelitian ini akan dikaji terkait dengan perbandingan model

pembelajaran Geographical Inquiry dan Open Inquiry dalam meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa.

Model pembelajaran Geographical Inquiry dan Open Inquiry memiliki

perbandingan. Secara garis besar kedua model pembelajaran ini hampir sama,

baik dari kemandirian siswa mapun perlakuan dari guru. Perbedaan kedua model

pembelajaran ini terletak pada sintak proses kegiatannya. Berikut tabel perbedaan

model pembelajaran Geographical Inquiry dan Open Inquiry.

Tabel 2.2 Perbedaan Geographical Inquiry dan Open Inquiry


No. Sintak Geographical Inquiry Open Inquiry
1. Rumusan masalah Dilakukan Dilakukan
2. Mengumpulkan data Dilakukan Dilakukan
3. Merumuskan hipotesis Tidak dilakukan Dilakukan
4. Eksplor data Dilakukan Tidak dilakukan
5. Analisis data Dilakukan Dilakukan
6. Menarik kesimpulan Dilakukan Dilakukan
7. Aksi nyata Dilakukan Tidak dilakukan

Tabel 2.2 menggambarkan perbedaan dalam kedua model pembelajaran


ini. Perbedaan proses tersebut pada perumusan hipotesis yang dilakukan pada
model pembelajaran Open Inquiry saja. Selanjutnya Explore (penyelidikan) yakni
mencari keterkaitan antar data yang telah dikumpulkan oleh siswa pada model
pembelajaran Geographical Inquiry. Siswa akan diarahkan untuk menemukan
hubungan antara data-data yang telah siswa temukan dari berbagai sumber untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disusun sebelumnya. Kemudian pada
akhir kegiatan

9
kedua sintak pembelajaran. Geographical Inquiry memiliki tahap Act (aksi) yaitu
siswa akan memiliki peran tersendiri dengan melakukan tindakan atau aksi nyata.
Selain itu Geographical Inquiry memiliki dasar pertanyaan place (tempat) yang
menjadi pedoman siswa dalam melakukan penyelidikan terkait sebuah kejadian
yang dihubungkan dengan wilayah.

E. Kajian Dinamika dan Permasalahan Penduduk sebagai materi penelitian


Materi mengacu pada kompetensi dasar untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Kompetensi dasar yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah
KD
3.5 yaitu menganalisis dinamika kependudukan di Indonesia untuk perencanaan
pembangunan. Materi ini dipilih karena sesuai dengan model pembelajaran yang
diterapkan peneliti yaitu inkuiri. Siswa akan menyelidiki dinamika kependudukan
dan permasalahannya yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Sub materi dinamika kependudukan diantaranya: (1) dinamika dan
proyeksi kependudukan, (2) mobilitas penduduk dan tenaga kerja, (3) kualitas
penduduk dan indeks pembangunan nasional, (4) bonus demografi dan
dampaknya terhadap pembangunan, (5) permasalahan yang diakibatkan dinamika
kependudukan, (6) pengolahan data kependudukan. Penelitian ini menggunakan
pokok materi permasalahan akibat dinamika kependudukan. Pemilihan materi
pokok ini dipilih sebab siswa dapat menganalisis permasalahan yang ada di
lingkungan sekitarnya. Selain untuk menganaliisis lingkungan sekitasnya, materi
ini juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Dinamika kependudukan adalah perubahan komposisi penduduk yang
dipengaruhi beberapa faktor. Mantra (2003) menyatakan bahwa memahami
keadaan kependudukan pada suatu wilyah perlu didalami kajian demografi.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, analisis geografi sangat diperlukan untuk
mengetahui keadaan kependudukan disuatu wilayah.
Dinamika dan masalah kependudukan dipengaruhi oleh empat faktor yang
disederhanakan menjadi dua faktor, faktor alami yakni kematian dan kelahiran ,
dan migrasi berupa migrasi datang dan migrasi pergi. Kelahiran dan kematian
merupakan faktor kependudukan yang membuat naik atau turunnya jumlah

9
penduduk. Begitu pula dengan mobilitas penduduk atau pergerakan penduduk dari
satu daerah ke daerah lain.
Faktor-faktor yang disebutkan di atas mempengaruhi pertumbuhan
penduduk. Dampak yang ditimbulkan seperti bonus demografi dan permasalahan
kependudukan lainnya. Bonus demografi merujuk pada fenomena penambahan
jumlah penduduk usia produktif yang membawa keuntungan. Bermakna
keuntungan ekonomis sebab terjadi penurunan angka beban ketergantungan.
Selain bonus demografi, terdapat dampak negatif pula, yakni seperti pertumbuhan
penduduk yang tinggi dan distribusi tidak merata.
Permasalahan yang ditimbulkan dinamika kependudukan adalah
banyaknya jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi,
persebaran penduduk yang tidak merata, dan mobilitas penduduk. Subhardy
(2000) menyatakan tingginya pertumbuhan penduduk menyebabkan pemerintah
kesulitan menyediakan fasilitas penyediaan pangan, perumahan, sandang, fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan serta lapangan pekerjaan. Pertumbuhan penduduk
dengan laju yang cepat disebabkan tingkat kelahiran tinggi, sedangkan tingkat
kematian menurun. Indonesia memiliki laju pertumbuhan penduduk yang relatif
tinggi. Laju pertumbuhan yang tinggi ini mengakibatkan banyak masalah pada
lingkungan.
Perlunya analisis lebih lanjut dalam permasalahan kependudukan ini
menjadikan model inkuiri ini relevan dalam proses pembelajaran untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kritis.

9
BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang akan digunakan.

Metode penelitian disajikan dalam lima subbab. Kelima subbab tersebut adalah

(1) rancangan penelitian, (2) subjek penelitian, (3) instrumen penelitian, (4) teknik

pengumpulan data dan (5) teknik analisis data. Berikut jabaran metode penelitian

tersebut.

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini dengan ‘quasy experiment’ menggunakan

posttest only design, dengan dua kelas eksperimen. Kelas ditentukan dengan

purposive random sampling yaitu memilih kelas yang memiliki kemampuan

kademik yang setara dengan jumlah siswa yang relatif sama. Kelas pertama

merupakan kelas eksperimen 1 yang mendapat perlakuan dengan metode

pembelajaran Geographical Inquiry, dan kelas kedua sebagai kelas eksperimen 2

yang mendapat perlakuan model pembelajaran Open Inquiry. Kedua kelas

eksperimen tersebut akan mendapat perlakuan jam mata pelajaran dalam jumlah

yang sama, materi serta guru yang sama.

Penelitian ini perupakan eksperimen perbandingan antara dua model

pembelajaran yaitu Geographical Inquiry dan model pembelajaran Open Inquiry

terhadap kemampuan berpikir kritis. Rancangan penelitian ini akan memberikan

dua tes yaitu tes objektif dan tes subjektif yang dilakukan setelah pemberian

perlakuan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis. Berikut rancangan

eksperimen untuk penelitian ini:

9
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
Kelompok Perlakuan Posttest
E1 X1 O
E2 X2 O
Sumber : Arikunto (2002)

Keterangan:

E1 : Kelompok Eksperimen 1, kelas X

E2 : Kelompok Eksperimen 2, kelas X

X1 : Perlakuan menggunakan model pembelajaran Geographical Inquiry

X2 : Perlakuan menggunakan model pembelajran Open Inquiry

O : Tes kemampuan berpikir kritis (Posttest)

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMAN 8

Malang. subjek penelitian menggunakan dua kelas sebagai kelas eksperimen 1 dan

kelas eksperimen 2. Kedua kelas yang dipilih harus setara. Pemilihan subjek

penelitian berdasarkan pada pertimbangan berikut:

1. Kedua kelas eksperimen dipilih secara purposive random sampling, yaitu

pengambilan sampel dengan sengaja sebab telah diketahui karakteristik dari

populasi eksperimen. Karakteristik diketahui dari hasil ulangan harian dan

kedua kelas tersebut memiliki rata-rata nilai yang relatif sama.

2. Penentuan perlakuan eksperimen dilakukan dengan cara undian.

9
Kesetaraan kelas dapat dilihat dari nilai ulangan harian siswa. Berikut tabel

nilai rata-rata ulangan harian siswa kelas XI IPS SMAN 8 Malang.

Tabel 3.2 Nilai rata-rata UH siswa kelas XI IPS


Kelas Rata-rata nilai UH
XI IPS 1 84,63
XI IPS 2 84,67
XI IPS 3 84,37

Berdasarkan tabel tersebut, rata-rata nilai dari ketiga kelas dipilih yang

hampir sama, yaitu kelas XI IPS 1 sebesar 84,63 dan XI IPS 2 sebesar 84,67.

Teknik penentuan kelas eksperimen dilakukan dengan cara undian, dimana kelas

XI IPS 1 mendapat perlakuan Geographical Inquiry dan kelas XI IPS 2 mendapat

perlakuan Open Inquiry. Pelaksanaan penelitian pada semester genap.

Pengambilan subjek dalam penelitian juga dengan pertimbangan kedua kelas

tersebut diajar oleh guru yang sama sehingga memudahkan peneliti untuk

melanjutkan materi Geografi yang disampaikan.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen tes digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan berpikir

kritis siswa. Tes yang diberikan berupa 6 soal uraian meliputi indikator

kemampuan berpikir kritis. Tes dikembangkan oleh peneliti. Penilaian bertujuan

untuk mengambil data dengan tes berdasarkan indikator berpikir kritis dalam

proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran Geographical Inquiry

dan Open Inquiry. Soal yang diberikan merupakan kompetensi dasar 3.5 yaitu

menganalisis dinamika kependudukan di Indonesia untuk perencanaan

pembangunan. Soal diuji terlebih dahulu sebelum diberikan kepada siswa yaitu

telaah soal, uji coba soal dan analisis dengan menggunakan analisis validitas soal

serta realibilitas.

9
1. Validitas Butir Soal

Validitas soal dilakukan untuk mengetahui tingkat kevalidan butir soal.

Sehingga akan ditemukan butir soal yang memenuhi kriteria atau diterima dan

butir soal yang tidak memenuhi kriteria atau gagal. Tingkat validitas butir soal

menunjukkan data yang dikumpulkan tidak menyimpang dari variabel yang

dimaksud. Tingkat kesesuaian yang tinggi antara tujuan dan isi materi

menunjukkan bahwa soal valid.

Validasi butir soal ini menggunakan korelasi produk momen (Pearson product

oment correlation) dengan bantuan software SPSS 16.0 for windows. Apabila nilai

probabilitas (sig. 2-tailed) ≤ 0,05 maka dapat dikatakan tidak valid, namun apabila

nilai probabilitas (sig 2-tailed) > 0,05 maka butir soal terbut valid. Berikut adalah

kriteria validasi butir soal berupa tabel dibawah.

Tabel 3.3 Kriteria Validitas Butir Soal

Koefisien Korelasi Klasifikasi


0,800-1,000 Sangat valid
0,600-0,799 Valid
0,400-0,599 Cukup valid
0,200-0,0399 Kurang valid
0,000-0,199 Tidak valid
Sumber: Purwanto (2005)

2. Realibilitas
Realibilitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya,

dalam hal ini mengukur variabel yang diteliti. Tes dikatakan reliabel atau

memiliki taraf kepercayaan tinggi apabila memberikan hasil yang konsisten.

Analisis ini dapat dilakukan dengan bantuan software SPSS 16.0 for Windows.

Berikut adalah tabel kriteria untuk menegtahui tingkat realibilitas sebuah

instrumen.

9
Tabel 3.4 Kriteria Realibilitas Butir Soal

Koefisien Korelasi Klasifikasi


0,00-0,20 Sangat rendah
0,21-0,40 Rendah
0,41-0,60 Cukup
0,61-0,80 Tinggi
0,81-1,00 Sangat tinggi
Sumber: Purwanto (2005)

D. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas XI IPS semester genap di

SMA Negeri 8 Malang. Jenis data penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu

kemampuan berpikir kritis siswa. Sumber data berupa data diperoleh dari hasil

posttest yakni tes kemampuan berpikir kritis siswa. Selanjutnya selisih dari

posttest dari kelas eksperimen yang digunakan untuk menguji hipotesis.

E. Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul berupa data kuantitatif. Data tersebut diperoleh dari

hasil post-test yang diberikan kepada siswa diakhir eksperimen. hasil post-test

tersebut digunakan untuk mengetahui perbandingan kemampuan berpikir kritis

siswa tersebut dengan menggunakan model pembelajaran Geographical Inquiry

dan Open Inquiry.

1. Pengolahan Data

Sebelum menganalisis data perlu dilakukan pengolahan data terlebih

dahulu. Pengolahan data yang dilakukan yaitu pemberian skor, editing, tabulasi,

penyajian data dan analisis data. Skor kemampuan berpikir kritis diperoleh dari

jawaban pada setiap item soal yang dikerjakan siswa. Kemampuan berpikir kritis

siswa dapat dihitung memlalui rumus berikut.

Jumlah nilai
Nilai siswa = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑠𝑚𝑢𝑚 x100

9
Rentangan nilai terkait dengan tingkat kemampuan berpikir kritis siswa

dalam penelitian ini berdasarkan pada tabel distribusi frekuensi dibawah ini.

Tabel 3.2 Kriteria Kemampuan Berpikir Kritis


Kualifikasi Nilai Klasifikasi Keterangan
85-100 A Sangat Baik
70-84 B Baik
55-69 C Cukup Baik
50-54 D Kurang Baik
<50 E Sangat Kurang Baik
Sumber: Arikunto (2010)
Hasil data dari penelitian tersebut kemudian disusun kesimpulan mengenai

perbandingan model pembelajaran Geographical Inquiry dan Open Inquiry

terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.

2. Uji Prasyarat

Uji prasyarat dillakukan untuk mengetahui analisis hipotesis dapat

dilanjutkan atau tidak. Pada penelitian ini akan menganalisis kemampuan berpikir

kritis siswa, data yang diperoleh berupa nilai kemampuan berpipkir kritis siswa

yang diambil melalui tes dan kemudian dianalisis menggunakan bantuan software

SPSS 16.0 for Windows. Sebelum penelitian dilaksanakan perlu dilakukan uji

normalitas dan uji homogenitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan ntuk mengetahui apakah data sampel pada penelitian

terdistribusi normal atau tidak. Apabila sebagian besar data mendekati rata-rata

maka data dapat dikatakan normal. Uji normalitas ini dianalisis dengan bantuan

SPSS 16.0 for windows dengan signifikansi 5% dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Nilai probabilitas ≥0,05 maka data terdistribusi normal

2. Nilai probabilitas <0,05 maka data tidak terdistribusi normal

9
b. Uji Homogenitas

Uji homogentias dilakukan untuk mengetahui apakah data dalam kelas

eksperimen dan kelas kontrol memiliki variansi yang sama atau homogen. Uji

homogen yang digunakan adalah uji levene’s test for equality of variences dengan

bantuan software SPSS 16.0 for windows.

1. Nilai probabilitas <0,05 maka data tidak homogen

2. Nilai probabilitas ≥0,05 maka data homogen

3. Uji Hipotesis

Data yang diperoleh adalah data kuantitaif yaitu nilai tes yang diberikan

kepada kedua kelas. Kemudian data tersebut dianalisis untuk mengetahui

perbedaan nilai kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Uji hipotesis dalam

penelitian ini menggunakan uji-t (t-test) menggunakan software SPSS 16.0 for

windows. Berikut rumusan kriteria pengambilan keputusan hipotesis penelitian:

H0: Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar

dengan model pembelajaran Geographical Inquiry dan Open Inquiry.

H1: Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan

model pembelajaran Geographical Inquiry dan Open Inquiry.

Adapun kriteria signifikansi adalah sebagai berikut:

1.
Nilai sig.(2-tailed) < ɑ (0,05) H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan

kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model pembelajaran

Geographical Inquiry dan Open Inquiry.

9
2.
Nilai sig.(2-tailed) ≥ ɑ (0,05) H0 diterima, artinya tidak terdapat

perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model

pembelajaran Geographical Inquiry dan Open Inquiry.

Pengujian hipotesis kedua untuk mengetahui model pembelajaran mana

yang lebih unggul. Pengujian dapat diukur melalui rata-rata dari kemampuan

akhir siswa (posttest) kedua kelas eksperimen dengan keputusan:

H1: Model pembelajaran Geographical Inquiry lebih unggul dibandingkan dengan

Open Inquiry pada materi geografi siswa kelas XI IPS SMA Negeri 8

Malang.

H0: Model pembelajaran Geographical Inquiry tidak lebih unggul dibandingkan

dengan Open Inquiry pada materi geografi siswa kelas XI IPS SMA Negeri 8

Malang.

Adapun kriteria berdasarkan signifikansi adalah sebagai berikut:

H0: Diterima apabila rata-rata posttest model pembelajaran Geographical Inquiry

≤ nilai posttest model pembelajaran Open Inquiry.

H0: Ditolak apabila rata-rata posttest model pembelajaran Geographical Inquiry >

nilai posttest model pembelajaran Open Inquiry.

9
BAB IV

HASIL PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang data yang telah dihimpun. Hasil disajikan

dalam tiga sub bab. Ketiga subbab tersebut yaitu (1) kemampuan paparan data, (2)

analisis data dan (3) temuan data. Berikut adalah jabaran dari hasil penelitian

tersebut.

A. Paparan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer. Data

tersebut dihimpun dari hasil posttest kemampuan berpikir kritis peserta didik

setelah diberi perlakuan. Penelitian ini menggunakan dua kelas, yakni kelas

eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Kedua kelas mendapatkan perlakuan yang

berbeda. Kelas eksperimen 1 mendapa perlakuan model pembelajaran

Geographical Inquiry (GI) dan kelas eksperimen 2 mendapatkan perlakuan model

pembelajaran Open Inquiry (OI). Sebelum diberikan perlakuan, penliti

menghitung nilai rata-rata kedua kelas. Data nilai tersebut diperoleh penliti dari

pengampu mata pelajaran. Kemudian peneliti menentukan kelas XI IPS 1 sebagai

kelas dengan perlakuan model pembelajaran GI dan kelas XI IPS 2 mendapat

perlakuan model pembelajaran OI. Setelah itu peserta didik diberikan materi

pembelajaran mengenai permasalahan kependudukan dan solusinya.

Data hasil kemampuan berpikir kritis didapatkan melalui posttest berupa 6

soal essay yang telah tervalidasi dan sudah layak digunakan. Uji validasi pada soal

essay ini dilakukan dengan bantuan software SPSS versi 16.0 For Windows

dengan rumus korelasi Product Moment. Hasil uji validasi dapat dilihat pada

lampiran.

9
Hasil realibilitas Alpha menunjukkan bahwa butir soal dalam tes memiliki

realibilitas tinggi dengan skor Alpha 0,638 dengan kategori tinggi. Hasil uji

relibilitas dapat dilhat pad alampiran. Hasil posttest kedua kelas kemudian

dianalisis dengan uji normalitas, homogenitas dan uji t. Data nilai posttest kedua

kelas dapat dilihat pada lampiran.

1. Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen 1

Data kemampuan berpikir kritis peserta didik yang digunakan dalam

penelitian ini dihimpun dari tes akhir (posttest) kelas eksperimen 1, yaitu kelas XI

IPS 1 setelah mendapat perlakuan model pembelejaran Geographical Inquiry.

Berikut tabel 4.1 distribusi frekuensi kemampuan berpikir kritis pada kelas

eksperimen 1.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Berpikir Kritis Akhir Kelas
Eksperimen 1
Klasifikasi Nilai Frekuensi Persentase (%) Kualifikasi
A 85-100 11 31 Sangat baik
B 70-84 17 47 Baik
C 55-69 8 22 Cukup Baik
D 50-54 0 0 Kurang Baik
E <50 0 0 Sangat Kurang Baik
Jumlah 100

Tabel hasil distribusi frekuensi kemampua berpikir kritis akhir peserta

didik kelas eksperimen 1 menjabarkan bahwa sebagian besar berada pada

kualifikasi baik yaitu 47% dengan rentang nilai 70-85. Sebanyak 31% peserta

didik berada pada kualifikasi kemampuan berpikir kritis dengan rentang nilai

sangat baik dengan rentang nilai 85-100. Kemudian 22% peserta didik pada

kualifikasi cukup baik dengan rentang nilai 55-69. Tidak ada peserta didik (0%)

yang berada pada rentang nilai 50-54 yang berkualifikasi kurang baik dan <50

yang berkualifikasi sangat rendah.

9
Kemampuan berpikir ktitis siswa yang diberi perlakuan model

pembelajaran GI mayoritas pada kualifikasi tinggi. Hal tersebut disebabkan

kemampuan berpikir kritis peserta didik lebih terasah dengan proses eksplor data

untuk mengetahui keterkaitan antar data yang telah dihimpun. Kemudian peserta

didik juga merancang aksi nyata yang dilakukan terkait dengan permasalahan

yang ditemukan.

2. Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen 2

Data kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen 2 diperoleh melalui

posttest. Kelas eksperimen 2 yaitu kelas XI IPS 2 dengan perlakuan menggunakan

model pembelajaran Open Inquiry. Distribusi frekuensi kemampuan berpikir kritis

kelas eksperimen 2 dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Berpikir Kritis Akhir Kelas
Eksperimen 2
Klasifikasi Nilai Frekuensi Persentase (%) Kualifikasi
A 85-100 1 3 Sangat baik
B 70-84 17 50 Baik
C 55-69 16 47 Cukup Baik
D 50-54 0 0 Kurang Baik
E <50 0 0 Sangat Kurang Baik
Jumlah 100
Tabel hasil distribusi frekuensi kemampuan berpikir kritis kelas

eksperimen 2 menujukkan bahwa sebagia besar peserta didik berada pada

kualifikasi baik yaitu 50% dengan rentang nilai 70-84. Peserta didik dengan

kualifikasi nilai sangat baik yaitu 1% dengan rentang nilai 85-100. Sebanyak 47%

peserta didik berada kualifikasi cukup baik dengan rentang 55-69. Kemudian tidak

ada peserta didik yang berada pada kualifikasi kurang baik dan sangat kurang

baik.

Kemampuan berpikir kritis siswa yang diberi perlakuan model pembelajarn

OI berada pada kualifikasi cukup. Hal tersebut dikarenakan siswa dalam proses

9
pembelajaran siswa hanya mencari data dan menyimpulkan. Peserta didik tidak

terlalu berpikir lebih mendalam terkait hubungan antar data dan juga pada proses

akhir hanya penyampaian hasil.

3. Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen

Kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2

memiliki perbedaan nilai. Data dihimpun berdasarkan hasil nilai posttest yang

diberikan kepada kedua kelas dengan perlakuan berbeda, yaitu kelas XI IPS 1 dan

XI IPS 2. Data ini digunakan untuk menguji hipotesis, model pembelajaran

manakah yang lebih berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis

siswa kelas XI IPS 1 dengan model pemebelejaran Geographical Inquiry dan

kelas XI IPS 2 dengan model pembelajaran Open Inquiry. Hasil posttest dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3 Data Kemampuan Berpikir Kritis Akhir Kelas Eksperimen


Eksperimen Rata-Rata Posttest
1 77,64
2 68,24

Terdapat 6 butir soal yang telah memenuhi indikator kemampuan berpikir

kritis untuk diberikan kepada peserta didik dengan perlakuan berbeda

sebelumnya. Perlakuan berbeda tersebyt menghasilkan nilai yang berbeda pada

setiap kelas. Kelas eksperimen 1 diberi perlakuan model pembelajaran GI dan

kelas eksperimen 2 diberi perlakuan model pembelajran OI. Data tersebut

menunjukkan bahwa nilai rata-rata posttest kelas eksperimen 1 lebih tinggi yaitu

77,64 dibandingkan dengan kelas eksperimen 2 dengan rata-rata nilai 68,24.

9
B. Analisis Data

Penelitian ini merupakan peneliyian kuantitatif sehingga data yang

diperoleh dioleh menggunakan statistik. Data yang digunakan adalah data nilai

posttest yang diberikan setelah perlakuan. Sebelum data tersebut dianalisis, data

tersebut harus memenuhi syarat yaitu data harus normal dan homogen. Data

tersebut perlu dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.

Setelah uji normalitas dan homgenitas dilakuakn, maka dapat dilakukan uji

hipoteis (t-test). Analisis data dilakukan dengan bantuan software SPSS versi 16.0

For Windows.

1. Uji Prasyarat

a. Uji Normalitas

Analisis uji normalitas digunakan untuk mengetahui data kemampuan

berpikir kritis siswa dari kedua kelas sudah terdistribusi normal atau tidak.

Pengolahan data dengan uji Kolmogorov-Smirnov Test dengan bantuan software

SPSS versi 16.0 For Windows dengan taraf kepercayaan 95% dan tingkat

signifikansi/ nilai ɑ= 0,05. Hasil pengolahan data dapat dilhat pada tabel berikut.

Tabel 4.4 hasil Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kritis


Eksperimen Asymp. Sig (2-tailed) Kesimpulan
1 0,184 Normal
2 0,142 Normal

Berdasarkan uji normalitas diketahui bahwa kelas eksperimen 1 memiliki

probabilitas 0,184 dan nilai probabilitas pada kelas eksperimen 2 yakni 0,142.

Nilai kedua kelas lebih besar dari nilai Sig (2-tailed) yaitu 0,05. Nilai tersebut

9
menunjukkan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada kedua kelas

terdistribusi normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada lampiran.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui data kemampuan berpikir

kritis peserta didik pada kedua kelas eksperimen homogen atau tidak. Uji

homogenitas menggunakan uji levene’s test for equality of variences dengan taraf

kepercayaan 95% menggunakan bantuan software SPSS versi 16.0 For Windows.

Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5 hasil Uji Homogenitas Kemampuan Berpikir Kritis

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2,706 1 68 ,105

Berdasarkan jasil uji homogenitas dengan menggunakan Levene Statistic

diketahui bahwa nilai probabilitas 0,105 > 0,05, maka tes kemampuan berpikir

kritis pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 memiliki keragaman yang

homogen. Perhitungan uji homogenitas dapat dilihat pada lampiran.

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui perbedaan nilai kelas

eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Pada pengujian sebelumnya telah diketahui

bahwa data kemampuan berpikir kritis bersifat normal dan homogen. Oleh karena

itu analisis yang dilakukan untuk uji hipotesis menggunakan uji statistik

parametrik atau uji-t. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:

H0: Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar

dengan model pembelajaran Geographical Inquiry dan Open Inquiry.

9
H1: Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan

model pembelajaran Geographical Inquiry dan Open Inquiry.

Analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis ini adalah uji-t

(Independent sample t-test) menggunakan bantuan software SPSS versi 16.0 For

Windows dengan taraf kepercayaan 95% dan taraf signifikansi ɑ = 0,05. Kriteria

pengujian sebagai berikut:

3. Nilai sig.(2-tailed) < ɑ (0,05) H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan

kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model

pembelajaran Geographical Inquiry dan Open Inquiry.

4. Nilai sig.(2-tailed) ≥ ɑ (0,05) H0 diterima, artinya tidak terdapat perbedaan

kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model pembelajaran

Geographical Inquiry dan Open Inquiry.

Hasil analisis uji hipotesis dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis

Levene's Test
for Equality
of Variances t-test for Equality of
Means 95%
Confidence
Std.
Mean Erro Interval of the
r
Sig. (2- Differe Differe Difference
F Sig. t df tailed) nc nce Lower Upper
e
Nilai Equal 2,706 ,105 4,426 68 ,000 9,404 2,125 5,164 13,644
variances
assumed
Equal 4,455 66,028 ,000 9,404 2,111 5,189 13,618
variances
not
assumed

Berdasarkan hasil uji-t diketahui kemampuan berpikir kritis siswa

memiliki nilai probabilitas sig. (2-tailed) adalah 0,000. Hasil pengujian

9
hipotesis tersebut

9
nilai probabilitas sig. (2-tailed) 0,000 < 0,05 maka H 0 ditolak dan H1 diterima.

Kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model pembelajaran GI

lebih baik daripada siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran OI di

SMA Negeri 8 Malang. Analisis terkait uji-t (independent sample t-test) dapat

dilhat pada lampiran.

Kemudian pengujian hipotesis kedua untuk menegetahui model

pembelajaran mana yang lebih unggul dalam meningkatkan kemampuan berpikir

kritis siswa. Pengujian dapat diketahui melalui rata-rata nilai akhir siswa atau

posttest. Berikut pengambilan keputusan hipotesis kedua:

H1: Model pembelajaran Geographical Inquiry lebih unggul dibandingkan dengan

Open Inquiry pada materi geografi siswa kelas XI IPS SMA Negeri 8

Malang.

H0: Model pembelajaran Geographical Inquiry tidak lebih unggul dibandingkan

dengan Open Inquiry pada materi geografi siswa kelas XI IPS SMA Negeri 8

Malang.

Analisis untuk mengetahui hasil hipotesis kedua ini adalah dengan

menggunakan rata-rata hasil akhir siswa atau posttest. Berikut kriteriaberdasarkan

signifikasi:

H0: Diterima apabila rata-rata posttest model pembelajaran Geographical Inquiry

≤ nilai posttest model pembelajaran Open Inquiry.

H0: Ditolak apabila rata-rata posttest model pembelajaran Geographical Inquiry >

nilai posttest model pembelajaran Open Inquiry.

9
Tabel 4.7 Hasil Group Statistics Rata-Rata Nilai
Kelas N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Posttest Posttest 1 36 77,64 9,819 1,636
Posttest 2 34 68,24 7,774 1,333

Berdasarkan pengujian tersebut, diketahui nilai rata-rata kelas ekperimen 1

sejumlah 77,64 dan kelas eksperimen 2 sejumlah 68,24. Hasil pengujian hipotesis

tersebut adalah H0 ditolak, rata-rata posttest model pembelajaran Geographical

Inquiry > nilai posttest model pembelajaran Open Inquiry, yaitu 77,64 > 68,24.

Model pembelajaran Geographical Inquiry lebih unggul dibandingkan dengan

Open Inquiry.

C. Temuan Penelitian

Pengujian data kemampuan berpikir kritis kedua kelas eksperimen telah

dilakukan. Analisis menggunakan uji instrumen, uji prasyarat dan uji hipotesis

menggunakan bantuan software SPSS versi 16.0 For Windows. Berdasarkan hasil

yang telah didapat melalui pengujian tersebut, terdapat beberapa penemuan

penelitian, yaitu:

1. Kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model pembelajaran

Geographical Inquiry lebih baik daripada siswa yang belajar dengan

menggunakan model pembelejaran Open Inquiry kelas XI IPS SMA Negeri 8

Malang.

2. Model pembelajaran Geographical Inquiry unggul dan efektif digunakan

untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPS pada

materi dinamika dan permasalahan kependudukan dibanding dengan model

pembelajaran Open Inquiry.

9
BAB V

PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang pembahasan dari hasil penelitian. Pembahasan

disajikan dalam dua sub bab. Kedua subbab tersebut yaitu 1) pembahasan temuan

pertama, dan 2) pembahasan temuan kedua. Berikut adalah jabaran pembahasan

dari hasil penelitian tersebut.

A. Pembahasan Temuan Pertama

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat dua temuan yang

telah dipaparkan pada bab sebelumnya. Temuan pertama dalam penelitian ini

menunjukkan adanya perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar

dengan model pembelajaran Geographical Inquiry (GI) dengan siswa yang belajar

dengan model pembelajaran Open Inquiry (OI) pada kelas XI IPS. Perbedaan

dapat dilihat dari rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa.

Pada penelitian ini kemampuan berpikir kritis siswa memiliki enam

indikator yang terlihat pada proses pembelajaran menggunakan model

pembelajaran GI dan OI. Indikator kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini

adalah 1) merumuskan perasalahan dan memberi arah untuk menentukan jawaban,

2) memberikan argumenrasi dengan saran, 3) memberikan penjelasan mulai dari

hal umum ke khusus, 4) membuat kesimpulan terkait masalah, 5) melakukan

evaluasi berdasar fakta dan 6) menentukan alternatif atau solusi dari permasalahan

untuk dilaksanakan. Lproses pada model pembelajaran GI dan OI sesuai dengan

indikator kemampuan berpikir kritis.

9
Tahap pertama, perlakuan kedua model mendukung indikator berpikir

kritis, yaitu merumuskan permasalahan dan memberi arah untuk memperoleh

gambaran. Hal tersebut terlihat ketika proses diskusi siswa berlangsung. Kedua

model membuat siswa untuk berdiskusi terkait permasalahan yang telah dipilih

siswa secara mandiri. Pada kelas eksperimen 1 mendapatkan perlakuan model

pembelajajaran GI yaitu merumuskan pertanyaan (ask) setelah dibagi kelompok

siswa. Kemudian pada model pembelajaran OI tidak jauh berbeda, setelah siswa

dibagi menjadi kelompok, siswa membuat rumusan masalah atas permasalahan

yang sudah mereka tentukan untuk diselidiki. Guru memberikan penjelasan awal

sebelum perlakuan kedua model pembelajaran terkait materi yang akan dipelajari

sebelum siswa menentukan permasalahan yang akan diselidiki tentang

permasalahan kependudukan di lingkungan sekitar. Pada tahap pertama,

kemampuan berpikir kritis siswa akan terlatih dengan mencari tahu permasalahan

yang mereka selidiki. Siswa mencari tahu gambaran umum terkait permasalahan

kependudukan yang terjadi dan bagaimana prosesnya.

Tahap kedua kelas eksperimen 1 dengan perlakuan model pembelajaran GI

mencerminkan dua indikator yaitu memberi argumentasi dengan memberikan

saran dan memberi penjelasan dimulai dari hal umum ke khusus. Siswa

melakukan pencarian dan pengumpulan informasi atau data (Acquire). Pada

proses ini siswa mulai membangun argumen dan penjelasan terkait permasalahan.

Data tentang permasalahan kependudukan yang sudah mereka tentukan dapat

diperoleh dari berita, jurnal, artikel maupun media lain. Proses ini terlihat pada

saat siswa mendalami dan membaca semua data yang diperoleh dengan diskusi

bersama kelompoknya sebagai data pendukung untuk penyelidikannya. Pada

tahap ini siswa

9
tidak hanya mencari data namun mulai menyusun data yang mereka temukan

untuk membangun argumen sementara. Kemudian pada kelas eksperimen 2

dengan perlakuan model pembelajaran OI mencerminkan indikator membuat

kesimpulan terkait masalah. Siswa dalam kelompok menyusun hipotesis. Terlihat

pada proses ini siswa menyusun jawaban sementara atau membuat kesimpulan

sementara terkait rumusan masalah yang telah dibuat secara berkelompok dengan

berdiskusi. Melalui penyusunan hipotesis siswa akan belajar untuk membangun

kemampuan berpikir kritisnya dengan mengkritisi sebab akibat serta solusi terkait

permasalahan kependudukan yang ditentukan.

Tahap ketiga kelas eksperimen 1 mendukung indikator selanjutnya, yaitu

membuat kesimpulan terkait masalah. Pada tahap keempat siswa melakukan

eksplor data (Explore) yang mendorong siswa untuk tidak hanya mencari data dan

menyusunnya saja, namun juga mengeksplor antar data yang telah ditemukan.

Terlihat saat siswa mencari tau keterkaitan antar data tentang permasalahan

kependudukan. melalui proses ini siswa mulai menyusun dan menuliskan

gambaran kesimpulan permasalahan yang akan diselidiki. Kemudian pada kelas

eksperimen 2 siswa melakukan pengumpulan data yang mencerminkan dua

indikator yaitu memberi argumentasi dengan memberikan saran dan memberi

penjelasan dimulai dari hal umum ke khusus. Pada proses ini siswa akan mencari

data yang berhubungan dengan permasalahan yang mereka selidiki secara

berkelompok. Terlihat saat siswa mengumpulkan data dan menuliskan temuan

data mereka. Siswa menjabarkan dan menjelaskan data yang ditemukan serta

membuat deskripsi dari awal hingga akhir atau dari hal umum ke hal khusus.

9
Tahap keempat pada kedua model menunjang indikator ke lima, yaitu

melakukan evaluasi berdasarkan fakta. Pada kedua model siswa melakukan

amalisis (Analyze) dan atau menguji hipotesis. Terlihat pada proses ini siswa

mengevaluasi data yang telah dikumpulkan dan ditemukan dengan fakta

permasalahan kependudukan yang ada di lapangan. Proses ini membuat siswa

melatih kemampuan berpikir kritisnya dengan mengkomparasi dan mengkritisi

data dan fakta. Tahap ini mendorong siswa untuk melatih memilih dan memilah

data. Setelah dianalisis, selanjutnya data tersebut disusun menjadi runtut agar

dapat menjawab rumusan masalah yang telah dibuat.

Pada tahap kelima kedua model pembelajaran mencerminkan indikator

terakhir yaitu menentukan alternatif solusi dari masalah untuk dapat direncanakan

dan dilaksanakan. Pada kelas eksperimen 1 dengan perlakuan model pembelajaran

GI, setelah siswa menganalisis data yang telah ditemukan, selanjutnya siswa

melakukan aksi nyata (Act). Proses ini mendorong siswa untuk terjun secara nyata

dalam menyikapi permasalahan yang mereka selidiki dengan memberikan solusi

nyata. Terlihat pada proses ini siswa ikut serta dalam memberikan alternatif solusi

terkait permasalahan kependudukan untuk dapat direncanakan dan dilaksanakan.

Pada proses ini setiap kelompok diharuskan melakukan aksi nyata. Contoh aksi

nyata yang dilakukan adalah, melakukan penyuluhan dimulai dari orang sekitar,

baik itu kepada teman maupun guru seperti ajakan untuk tidak memberi uang

kepada pengemis yang sebenarnya masih bisa bekerja dan produktif. Kemudian

selain penyuluhan, siswa juga membuat poster yang berbunyi ajakan atas

permasalahan yang diselidikinya tersebut dengan mengunggahnya pada media

sosial seperti pada fitur whatssup story dengan mencantumkan slogan atau ajakan

9
terkait dengan penyelesaian atau peran dalam permasalahan yang mereka selidiki

yakni tidak memberikan uang kepada pengemis. Melalui aksi nyata ini siswa akan

berperan nyata dan memberikan pengaruh positif kepada sekitarnya. Kemudian

pada kelas eksperimen 2 dengan perlakuan model pembelajaran OI, siswa

melakukan penyusunan kesimpulan. Kesimpulan disusun dalam bentuk presentasi

di depan kelas. Melalui proses ini siswa akan menyampaikan hasilnya kepada

teman sekelasnya untuk bertukar pikiran dengan teman sekelasnya, sehingga

seluruh siswa memperoleh informasi. Pada tahap ini kedua model menunjukkan

kemampuan berpikir kritis siswa baik dari prosesnya hingga penentuan hasil

akhirnya.

Seluruh tahapan model pembelajaran GI dan OI dapat mempengaruhi

kemampuan berpikir kritis siswa. Perbedaan hasil kemampuan berpikir kritis tidak

hanya dipengaruhi oleh perlakuan yang berbeda namun juga dipengaruhi

kelebihan masing-masing model pembelajaran. Kelebihan model pembelajaran GI

dan OI adalah sebagai berikut.

Model pembelajaran GI membuat siswa lebih mengeksplor kemampuan

berpikirnya. Mengeksplor data yang ditemukan memberi mendorong siswa untuk

menemukan pengetahuan baru lebih banyak. Pada model pembelajaran ini siswa

akan terjun langasung dalam sebuah permasalahan dan menyelidikinya lebih

dalam. Guru pada model pembelajaran ini hanya mengawasi. Ketika siswa terlibat

langsung dan secara mandiri akan menggunakan dan mengasah semua

kemampuan yang dimiliki. Siswa akan tertantang dalam penyelidikan hingga

menentukan solusi untuk mewujudkan solusi tersebut dalam bentuk aksi nyata.

9
Model pembelajaran GI membantu siswa memperoleh pengetahuan lebih

terkait permasalahan dalam kehidupan nyata. Melalui proses penyelidikan akan

meningkatkan pengetahuan mereka. Siswa diberikan tanggungjawab dalam

penyelidikan dan juga dalam bekerjasama. Siswa dalam model pembelajaran ini

tidak hanya melihat dari apa yang mereka temukan dalam buku maupun media

sosial, namun juga mereka terjun langsung untuk mengamati apa yang terjadi

secara nyata. Melalui proses ini siswa akan menyusun kerangka pemikiran dan

tindakan yang tepat sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan yang diperoleh

melalui pengalaman akan membuat siswa lebih lama dalam mengingatnya serta

memberikan pemahaman yang mendalam. Sehingga ketika siswa menemukan

sebuah permasalhan dalam kehidupan nyata, mereka dapat memberikan solusi

dalam penyelesaiannya. Maulidiyahwarti (2016) yang menyatakan bahwa

permasalahan yang kontekstual membantu siswa dalam menghubungkan

pengetahuan yang dipelajari dengan kondisi yang dihadapi di lingkungan.

Model pembelajaran OI mendorong siswa untuk mencari dan menemukan

permasalahan secara mandiri. Siswa melakukan pembelajaran mandiri sejak awal

pembelajaran hingga akhir pembelajaran, guru hanya sebagai pengawas dalam

proses belajarnya. Melalui proses mencari siswa akan berusaha mencari tahu dan

menemukan permasalahan serta menganalisisnya dan menentukan soslusinya.

Sehingga siswa akan meningkatkan kemampuan berpikirnya. Seluruh proses

dalam pembelajaran ini membuat siswa belajar untuk menganalisis dan

menentukan argumen untuk pemecahan masalah. Siswa akan mengambil

keputusan dari semua temuannya untuk menentukan kesimpulan.

9
Model pembelajaran OI memberikan jangkauan yang luas sebeb siswa

akan menentukan topik permasalahan masing-masing. Topik permasalahan akan

diselidiki berbeda-neda sehingga siswa akan memperoleh informasi beragam dari

semua kelompok nantinya. Huda (2014) menyatakan bahwa dengan beragamnya

kelompok belajar dengan tugas berbeda akan membuat siswa menganalisis

informasi dari banyak sumber. Setelah melakukan penyelidikan, siswa akan

berdiskusi dan menganalisisnya bersama kelompok masing-masing. Diskusi ini

akan membuat siswa semakin mengembangkan pengetahuan dan kemampuan

berpikir kritisnya.

Kelebihan kedua model ini mengharuskan siswa untuk menyelidiki secara

langsung di lapangan untuk mengetahui fakta lapangan. Sehingga siswa akan

dapat menemukan temuan-temuan secara nyata tidak hanya melalui buku maupun

media lainnya. Handoyo (2012) menyatakan bahwa keterampilan geografi penting

untuk mencari dan mendapatkan informasi, pembelajaran secara nyata dan

langsung pada lapangan akan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

berpikir siswa. Penyelidikan membuat siswa terlatih untuk menganalisis

permasalahan dan membuat siswa mudah memahami.

Berdasakan proses pembelajaran dan kelebihan kedua model pembelajaran

yang telah dipaparkan, terdapat beberapa tahapan yang berbeda. Hal ini membuat

perbedaan nilai kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model

pembelajaran GI dan OI.

B. Pembahasan Temuan Kedua

Berdasakan hasil temuan penelitian yang kedua menunjukkan model

pembelajaran Geographical Inquiry (GI) memiliki rata-rata nilai lebih tinggi

9
dibandingkan model pembelajaran Open Inquiry (OI). berikut penjelasan yang

melatarbelakangi model pembelajaran GI memiliki nilai rata-rata lebih tinggi.

Pertama, model pembelajaran GI dalam proses pembelajarannya membuat

siswa fokus pada penyelidikan yang dilakukan untuk menemukan solusi atas

permasalahan. Siswa secara langsung meninjau permasalahan secara langsung.

Dalam pencarian data dan informasi, siswa tidak hanya membaca dan

mengumpulkan, namun siswa mengolah data tersebut dan mengeksplor serta

mencari tahu keterkaitan antar data sebelum dianalisis. Penyelidikan dan

eksplorasi ini akan membuat siswa dapat berpikir dan meningkatkan kemampuan

berpikirnya mengenai keterkaitan antara materi yang mereka dapatkan dan cari

dengan permasalahan di lapangan yang mereka temukan. Sejalan dengan

pernyataan “Geographical enquiry encourages questioning, investigation and

critical thinking about issues affecting the world and people’s lives, now and in

the future.” (National Curriculum for Geography). Model pembelajaran

Geographical Inquiry mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan

berpikirnya, khususnya berpikir kritis.

Kedua, pada model pembelajaran GI siswa menyusun sebuah aksi nyata

sebagai penyelesaian atau solusi permasalahan secara nyata. Permasalahan yang

mereka selidiki merupakan permasalahan yang ada pada kehidupan sehari-hari,

sehingga membuat siswa dapat memaknai dan memahami permasalahan yang

mereka temukan di sekitarnya. Sehingga siswa belajar secara nyata dan akan

diingat dalam waktu lama sebab menjadi pengalaman mereka dalam penghadapi

masalah. Siswa secara langsung terjun kepada fakta lapangan sehingga proses

belajar lebih bermakna dan membawa siswa lebih banyak memiliki pengalaman

secara nyata

9
dalam kehidupan sehari-hari. Siswa belajar untuk merancang sebuah aksi sebagai

solusi atas permasalahan yang diselidiki. Acting on geographic knowledge means

being willing to answer the question, “Now what” (ESRI, 2003).

Pada kelas dengan perlakuan model pembelajaran GI, siswa aktif

memberikan tanggapan dan pendapat mereka satu sama lain dalam proses

pembelajaran. Keaktifan siswa dalam berinteraksi akan mendorong atau memicu

siswa lain untuk saling berinteraksi memberikan tanggapan maupun pendapatnya.

Lingkungan kelas yang aktif mempengaruhi pola belajar siswa dan melatih

kemampuan berpikir kritis siswa.

Selanjutnya pada model pembelajan OI nilai kemampuan berpikir kritis

lebih rendah dibandingkan dengan model pembelajaran GI, hal ini disebabkan

karena siswa yang belajar dengan model pembelajaran OI dalam kegiatan atau

proses pembelajarannya siswa kurang mendalami semua data dan informasi yang

mereka temukan. Sehingga mereka tidak menemukan data tambahan hasil dari

eksplor data atau mencari keterkaitan antar data yang mereka temukan. Selain

juga siswa tidak dituntut untuk menentukan solusi nyata yang sesuai dengan

lapangan. Siswa membuat solusi yang tepat atas permasalahan tersebut namun

belum tentu dapat diimplementasikan pada keadaan lapangan. Sehingga

kemampuan berpikir kritis siswa tidak terasah lebih mendapat melalui eksplor

data dan perancangan aksi nyata seperti pada model pembelajaran GI.

Berdasarkan jabaran penjelasan dapat diketahui alasan yang

melatarbelakangi model pembelajaran GI lebih tinggi pengaruhnya terhhadap

kemampuan berpikir kritis dibandingkan model pembelajaran OI.

9
BAB VI

PENUTUP

Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan penelitian serta saran yang

diberikan atas hasil penelitian. Penutup disajikan dalam dua sub bab. Kedua

subbab tersebut yaitu 1) kesimpulan, dan 2) saran. Berikut adalah jabaran

kesimpulan dan saran dari hasil penelitian tersebut.

A. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat dan hasil data penelitian

yang telah dilakukan diperoleh:

1. Ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa dengan perlakuan model

pembelajaran Geographical Inquiry dan Open Inquiry. Perbedaan kemampan

berpikir kritis siswa kedua kelas yaitu dengan perlakuan model pebelajaran

Geographical Inquiry siswa lebih mengekplor data dan mencari keterkaitan

antar data, serta menyusun solusi nyata dalam bentuk aksi yang mereka

lakukan dengan tindakan nyata. Melalui kegiatan ini siswa lebih mendalami

suatu permasalahan yang terjadi dan memahami dengan baik kondisi

lapangan. Kelas dengan perlakuan model pembelejaran Open Inquiry

kemampuan berpikir kritisnya kurang lebih baik karena siswa kurang jauh

lebih mendalami permasalahan yang mereka selidiki. Siswa tidak mencari

keterkaitan anar data, namun hanya mengumpulkan saja data pendukung tanpa

mendiskusikannya lebih lanjut hubungan antar data yang mereka temukan.

Model pembelajaran Geographical Inquiry membuat siswa lebih mampu

mengaitkan semua

9
temuannya untuk menentukan solusi yang lebih tepat dan sesuai dengan

keadaan lapangan.

2. Kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran Geographical Inquiry lebih

tinggi skor kemampuan berpikir keritisnya dibandingan dengan kelas yang

diberi perlakuan model pembelajaran Open Inquiry. Terlihat dari rata-rata tes

kemampuan berikir kritis dengan hasil rata-rata kelas dengan perlakuan model

pembelajaran Geographical Inquiry lebih tinggi, yaitu sebesar 77,64

sedangkan kelas dengan perlakuan model pembelajaran Open Inquiry sebesar

68,24.

B. Saran

1. Bagi Guru

Guru Geografi perlu menerapakan model pembelajaran yang dapat

mengasah perkembangan potensi siswa. Serta memberi pengalaman nyata sebagai

pelajaran yang akan diingat siswa dalam jangka panjang, seperti model

pembelajaran Geographical Inquiry dan Open Inquiry. Guru disarankan

menggunakan model pembelajaran Geographical Inquiry apabila guru ingin

mengasah kemampuan berpikir kritis siswa dengan baik atas permasalahan secara

nyata, karena dalam penerapan model embelajaran ini siswa akan mendalami

suatu permasalahan serta mengeksplornya, dengan begitu akan menumbuhkan

rasa ingin tahu yang lebih jauh untuk memecahkan masalah dan secara langsung

ikut berperan dalam memberikan solusi atas permasalahan yang diselidiki. Selain

itu, guru juga disarankan menerapkan model pembelajaran Open Inquiry, karena

model pembelajaran ini juga mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis

siswa atas permasalahan yang mereka selidiki.

9
2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam mengembangkan penelitian-

penelitian yang menggunakan Geographical Inquiry dan Open Inquiry dengan

menggunakan materi yang berbeda, serta dapat menambahkan variabel lain, selain

kemampuan berpikir kritis, seperti berpikir analitis, berpikir tingkat tinggi atau

juga dapat ditambah variabel moderta seperti ditinjau dari gaya belajar, motivasi

siswa dan sebagainya agar dapat menambah hasil temuan penelitian.

9
DAFTAR PUSTAKA

A.M, Sardiman. 1996. Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada.
Afivah, Rizka N. 2016. Pengaruh Geographical Inquiry Terhadap Kemampuan
Berpikir Analitis Siswa Dalam Mata Pelajaran Geografi Kelas XI IPS
di SMAN 7 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang. Universitas
Negeri Malang.
Amri, Sofyan. 2010. Proses Pembelajaran Inovatif dan Kreatif Dalam Kelas,
Metode, Landasan Teoritis, Praktis dan Penerapannya, Jakarta, Prestasi
Pustaka.
Arikunto, S. 2002. Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Saintifik. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Arnyana. I. B. P. 2004. Pengembangan Model Belajar Berdasarkan Masalah
dipadu Strategi Kooperatif serta Pengaruh Implementasinya terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa Sekolah Menengah
pada Pembelajaran Ekosistem. Disertasi tidak diterbitkan. Malang:
Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Arsyad, Luqman. 2014 Pengaruh Faktor Genetik dan Intelegensi terhadap
Keberhasilan Belajar Anak. Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 2(2),
200-279. (Online).
(http://iaingorontalo.ac.id/index.php/tjmpi/article/view/248)
Barlow, Daniel Lenox. 1985. Educational Psychology: The Teaching-Learning
Process. Chicago: The Moody Bible Institute
Brookfield, Stephen. 2012. Teaching for critical thinking : tools and techiniques
to help students question their assumptions. San Fransisco: HB Printing
Calting dan Willy. 2009. Geographical Inquiry-overview. (Online).
(https://www.geogspace.edu.au/support-units/geographical-inquiry/gi-
introduction.html), diakses pada 3 November 2019

9
Callison, Daniel. 2015. The Evolution Of Inquiry: Controled, Guided, Modeled,
And Free. California: An Imprint Of ABC-CLIO
Dewi, P 2011. Budaya Berpikir Kritis Melalui Metode Pembelajaran. (Online).
(https://pancadewismg.wordpress.com/2011/09/18/budaya-berpikir-kritis-
melalui-metode-pembelajaran/), diakses pada 25 Oktober 2019.
Dwyer, C. 2017. What Is Critical Thinking? Definitions and Conceptualizations.
In Critical Thinking: Conceptual Perspectives and Practical Guidelines.
Cambridge: Cambridge University Press.
Dwyer, C. P., & Walsh, A. 2019. An exploratory quantitative case study of
critical thinking development through adult distance learning. Educational
Technology Research and Development. doi:10.1007/s11423-019-09659-
2
ESRI. 2003. Geographical Inquiry: Thinking Geographically.(Online).
(https://www.esri.com/Industries/k-
12/education/~/media/Files/Pdfs/industries/k-12/pdfs/geoginquiry.pdf),
diakses pada 28 Oktober 2019
Ennis, Robert H. 1985. A Logical Basic for Measuring Critical Thinking Skills.
The Assosiation for Supervision and Curriculum Development.
Fathurrohman, M. 2017. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jogjakarta: A-Ruzz
Media
Fisher, Alec. 2009. Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Terjemahan
Benyamin/Hadinata. Jakarta: Erlangga
Goldson, Erica. 2010. Valedictorian Speaks Out Against Schooling in Graduation
Speech. (Online). (http://archive.lewrockwell. com/pr/valedictorian-
against-schooling.html.), diakses pada 14 Oktober 2019
Handoyo, Budi. 2015. Pengaruh Investigasi Kelompok (Group Invetigation)
Secara Terbimbing Model Sharan dan Kecerdasan Intlektual Terhadap
Keterampilan Kognitif Geografi Siswa SMA. Disertasi tidak diterbitkan.
Malang. Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran
Abad 21. Jakarta: Ghalia Indonesia.

9
Hendrian. 2010. Model Pmebelajaran Inkuiri. (Online).
(https://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/model-pembelajaran-inkuiri/),
diakses 5 November 2019.
Huda, Miftahul. 2014. Cooperatif Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Indah, Nur Rohmani dan Agung W. Kusuma. 20106. Factors Affecting The
Development Of Critical Thinking of Indonesian Learners of English
Language. Journal Of Humanities and Social Science, Vol 21 (6).
(Online). (http://repository.uin-malang.ac.id/536/3/L02106088694.pdf)
Kazempour, Esmaeil. 2013. The Effect Of Inquiry-Based Teaching On Critical
Thinking Of Students. Journal Of Social Issues & Humanities, Volume 1,
Issuw 3, August 2013 ISSN 2345-2633
Krantz, G. Steven. 2015. How to Teach Mathematics. American Mathematical
Soc
Kuswana, wowo sunaryo. 2011. Taksonomi berpikir. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Lakovos, Tsiplakides. 2011. Critical and Creative Thinking in the English
Language Classroom. International Journal of Humanities and Social
Science, 1(8), 82¯86.
Lipman, M. 2003. Education for Critical Thinking. In Thinking in Education.
Cambridge: Cambridge University Press.
Mahmud, Dimyati. 2017. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: ANDI
Mantra, Ida Bagoes. 2003. Demografi Umum. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR
Marheni, Ni Putu., Muderawan, I Wayan. & I Nyoman Tika. 2014. Studi
Komparasi Mdel Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Model
Pembelajaran Inkuiri Bebas Terhadap Hasil Belajar dan Keterampilan
Proses Sains Siswa Pada Pembelajaran Sains SMP. E-Journal Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. (Online), 4:10.
(http://pasca.undiksha.ac.id/e-
journal/index.php/jurnal_ipa/article/view/1286), diakses pada 27 Oktober
2019

9
Martuti, Ratnaningtyas. 2012. Pengaruh Pembelajaran Open Inquiry Terhadap
Prestasi Belajar Fisika Ditinjau Dari Kerja Ilmiah Siswa SMA Negeri 1
Blitar. Tesis tidak diterbitkan. Malang. Universitas Negeri Malang.
Maulidiyahwarti, Galuh. Sumarmi. Ach Amirudin. 2016. Pengaruh Model
Problem Based Learning Berbasis Outdoor Study Terhadap Hasil Belajar
Siswa Kelas XI IIS SMA. Jurnal Pendidikan 1(2) 94-100. Dari
http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/article/view/6101
Miller, Nik. 2000. Planning for Geographical Inquiry. (Online).
(http://www.geogweb.com/iaps/nlm/pdf), dikses pada 1 November
2019
Putri, Mahardika dan Nuriman. 2014. Model Pembelajaran Free Inquiry (Inkuiri
Bebas) Dalam Pembelajaran Multirepresentasi Fisika Di Man 2 Jember.
(Online). (http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/63938), diakses
pada 3 November 2019.
Purwanto, Edy. 2005. Evaluasi Proses dan Hasil Dalam Pembelajaran (Aplikasi
dalam Bidang Studi Geografi). Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Rianita, Nindya. 2017. Perbandingan Model Pembelajaran Inkuir Terbimbing dan
Inkuiri Bebas terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMAN
1 Kepanjen. Skripsi tidak diterbitkan. Malang. Universitas Negeri Malang.
Roth & Bowen. 1993. An investigation of problem solving in the context of a
Grade 8 open-inquiry science program. Journal for the Learning Sciences,
3, 165¯204. DOI: 10.1207/s15327809jls0302_2
Sani, Ridwan Abdullah. 2014. Pembelajaran Santifik Untuk Implementasi
Kurikulum 2013. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sardiman. 2002. Interaksi dan Motivasi dalam belajar mengajar. Jakarta: Raja
Grasindo
Scott, Cynthia L. 2015. The Futures Of Learning 2:What Kind Of Learning For
The 21st Century. United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organixation.
Scriven, M., dan Paul, R. 2007. Defining critical thinking. The Critical Thinking
Community: Foundation for Critical Thinking. (Online).
(http://www.criticalthinking.org/aboutCT/define_critical_thinking.cfm),
diakses pada 25 Oktober 2019

9
Shadish, W. 2006. Critical Thinking in Quasi-Experimentation. In R. Sternberg,
H. Roediger III, & D. Halpern (Eds.), Critical Thinking in Psychology.
Cambridge: Cambridge University Press
Shakirova, D. M. (2007). Technology for the shaping of college students’ and
upper-grade students’ critical thinking. Russian Education & Society, 49
(9), 42¯52.
Shedletzky, S. & Zion, M. 2005. The Essence of open-inquiry teaching. Science
International Education. 16 (1), 23¯38.
Snyder, L.G., & Snyder, M.J. (2008). Teaching Critical Thinking and Problem
Solving Skills.
The Delta Pi Epsilon Journal, L(2), 90¯99.
Storm, Michael dan Foley. 2008. Geographical Inquiry-overview. (Online).
(https://www.geogspace.edu.au/support-units/geographical-inquiry/gi-
introduction.html), diakses 2 November 2019
Sumarmi. 2012. Model-Model Pembelajaran Geografi. Malang: Aditya Media
Publishing.
Suparno, Paul. (2013). Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik &
Menyenangkan. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.
Tempelaar, Dirk T. 2006. The Role of Metacognition in Business Education.
Industry and Higher Education, 20(5), 291¯297. DOI:
10.5367/000000006778702292
Wolff-Michael Roth & G. Michael Bowen. 1994. An Investigation of Problem
Framing and Solving in a Grade 8 Open-Inquiry Science Program. Journal
of the Learning Sciences. 3(2), 165¯204. DOI:
10.1207/s15327809jls0302_2
Zeidler, D. L., Lederman, N. G., & Taylor, S. C. 1992. Fallacies and student
discourse: Conceptualizing the role of critical thinking in science
education. Science Education, 76(4), 437¯450. DOI:
10.1002/sce.3730760407
Zion dan Sadeh. 2014. Curiosity And Open Inquiry Learning. Journal Of
Biological Education. 41 (4), 162¯169. DOI:
10.1080/00219266.2007.9656092

9
LAMPIRAN

9
Lampiran 1. Daftar Nilai UH Kelas Eksperimen 1
Rekap Rata-Rata Nilai Ulangan Harian Kelas XI IPS 1

No. Nama KD1 KD2 KD3 KD4


1. Adji Dharma Ningnagari 85 85 83 83
2. Aliyah Italinita 85 83 83 85
3. Amadea Beatrice Chrissanti 85 83 83 83
4. Amanda Aprisali Babay 83 85 83 84
5. Amarelis Devita Aprecia 85 83 83 88
6. Arrisal Bintang Muhammad 95 83 85 83
7. Bunga Dwi Cahya Kaelani 85 85 83 88
8. Chece Febrianti Surya Inanda 90 85 83 88
Diah Utami Cahyaningputri Endang
9. 83 85 83 86
Kristiningrum
10. Dwi Ardyansyah Kriya Nusantara 85 90 83 87
11. Dzakwan Ahmad Fakhrusy Syakirin 83 87 88 85
12. Fahri Ariq Muhammad 90 83 83 85
13. Farrel Maulana Putra 83 85 88 85
14. Febya Irma Damayanti 83 95 83 87
15. Hana Audrey Nabila 83 90 83 83
16. Intan Faradila Rizka 90 83 83 87
17. Jacqueline Theola Cleodora 83 83 83 85
18. Keisyah Zahchra Putri Pramudia 90 83 83 88
19. Khansa Aathirah Yasmin 95 85 85 85
20. Muhammad Irfan Atharrasya Alam 83 83 83 84
21. Nabila Hana Radisyah 83 83 83 86
22. Nanda Aulia Budi Pramesti 83 83 83 83
23. Nazla Radinka Chansa 85 85 83 86
24. Nicholas Herta Prasetyo 83 83 83 85
25. Nikita Maulidina 83 85 83 86
26. Rahel Anggi Sipahutar 83 85 83 83
27. Reggy Salvatore Entoh 83 83 83 83
28. Renfill Fahrezy Siswanto 83 83 83 83
29. Rhe Valencia Putri Bhagaskara 83 90 83 85
30. Rio Rizky Gusva 83 83 83 85
31. Rossa Dwi Octaviani 83 83 83 84
32. Savira Rahmania Safitri 83 83 85 88
33. Shinta Kamila 85 90 83 86
34. Vio Anggelia 83 83 83 87
35. Yafia Carnelia 83 83 83 85
36. Yohanna Permata Sari 83 90 83 84
Jumlah 3056 3059 3004 3068
Rata-rata 84,63194

9
Lampiran 2. Hasil Nilai UH kelas Eksperimen 2

Rekap Rata-Rata Nilai Ulangan Harian Kelas XI IPS 2

No. Nama KD1 KD2 KD3 KD4


1. Abhista Ramadhani Witjaksono 85 88 90 85
2. Abim Nafi' Muzaki 90 83 83 83
3. Adinda Jinggawangi Septawisuda Putri 85 88 83 84
4. Ahmad Khoirul Anwar 83 83 85 83
5. Ailsa Nabila Putri Vinanda 85 92 85 85
6. Ainurrahmatia Adi Cantika 83 92 88 83
7. Aldo Zakaria Andrianto 83 83 83 83
8. Anandita Kusuma Wardhani 85 92 83 84
9. Annisa Fitriana Nastiti 83 88 85 83
10. Arsysiwi Putri 85 82 85 84
11. Athaya Shafa Ramadhani 83 88 88 83
12. Aulia Granada Agustina 83 92 85 83
13. Deni Kurniawan 83 83 83 83
14. Dimas Bagus Abimanyu Susanto 83 83 83 83
15. Dinar Fanny Fadhila 83 83 83 83
16. Indira Widya Leksono 83 83 85 83
17. Isnaini Nur Fadilah 85 83 86 88
18. Muhammad Akbar Zulkarnaen 83 83 83 83
19. Muhammad Hisyam Fadhilah 83 88 83 83
20. Mutia Dewi Safira Khoiriyah 83 83 83 87
21. Nabilla Intan Pratiwi 83 83 85 83
22. Nadya Indira Desiana Putri 85 92 85 84
23. Naufal Farras Hanun 83 92 83 83
24. Nayla Azzahra Samodro 83 90 88 83
25. Pamella Selma Karamy 85 83 85 83
26. Rayhan Adiprawara Andana 83 83 83 84
27. Rayhan Danny Pratama 88 88 83 83
28. Rizka Safira Damayanti 86 87 86 87
29. Silla Izha Azizah 83 83 85 85
30. Sindy Reviana Putri 85 83 85 84
31. Umi Habibah 83 88 83 85
32. Wiendy Clarisa Aulia Tsani 83 92 90 83
33. Winnie Padnecwara 83 83 83 84
34. Yunila Qomara Audina 83 83 85 83
Jumlah 2855 2930 2881 2850
Rata-rata 84,67647

9
Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pemberlajaran Kelas Eksperimen 1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN GEOGRAPHICAL INQUIRY
Nama Satuan Pendidikan : SMAN 8
Malang Mata Pelajaran/Kelas/smt :
Geografi/XI/II
Materi Pokok : Permasalahan Akibat Dinamika Kependudukan
Alokasi Waktu : 2 Pertemuan x 2 Jam pelajaran @ 45 Menit
Kompetensi Dasar : 3.5.Menganalisis dinamika kependudukan di Indonesia untuk perencanaan
pembangunan 4.5.Menyajikan data kependudukan dalam bentuk peta, tabel, grafik
dan/atau gambar
Alokasi Penilaian
Kegiatan Uraian Kegiatan
Waktu
 Guru mengkoordinasikan pembelajaran 10 Teknik
Pendahuluan  Guru mengaitkan materi pembelajaran tentang materi yang sebelumnya telah dipelajari yaitu, bonus menit Penilaian
demografi, dinamika kependudukan, dan keterkaitannya dengan permasalahan kependudukan - Tes
 Siswa merumuskan pertanyaan (Ask) mengamati lokasi dan permasalahan dengan mengidentifikasi lokasi 70 Kemampuan
absolut dan relatif ditunjang data sekunder menit Berpikir
 Siswa mencari dan mengumpulkan informasi atau data (Acquire) atas permasalahan yang ditemukan Kritis
 Siswa melakukan penyelidikan (Explore) data yang telah dikumpulkam berdasarkan permasalahan
Kegiatan Inti  Siswa menganalisis (Analyze) data dengan tema keruangan yang sesuai serta menyimpulkannya
 Siswa merumuskan dan mengkomunikasikan hasil kegiatan observasi dalam bentuk aksi atau tindakan
nyata (Act) dapat berupa vlog atau aksi nyata dengan bukti dokumentasi
 Siswa merefleksi rangkaian kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan dari langkah pertama hingga
akhir
 Guru memberikan penguatan atas pemahaman yang diperoleh oleh peserta didik 10
 Siswa membuat kesimpulan menit
Penutup
 Guru menyampaikan rencana pertemuan akan datang

Malang, Januari 2020


Mengetahui,
Guru Mata Pelajaran Peneliti Kepala Sekolah

Teguh Anugerah, M.Pd Nur Laily Afifah Hj Anis Isrofin, M.Pd

9
NIP NIM 160721614478 NIP

9
Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pemberlajaran Kelas Eksperimen 2
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN OPEN INQUIRY
Nama Satuan Pendidikan : SMAN 8
Malang Mata Pelajaran/Kelas/smt :
Geografi/XI/II
Materi Pokok : Permasalahan Akibat Dinamika Kependudukan
Alokasi Waktu : 2 Pertemuan x 2 Jam pelajaran @ 45 Menit
Kompetensi Dasar : 3.5.Menganalisis dinamika kependudukan di Indonesia untuk perencanaan
pembangunan 4.5.Menyajikan data kependudukan dalam bentuk peta, tabel, grafik
dan/atau gambar
Alokasi Penilaian
Kegiatan Uraian Kegiatan
Waktu
 Guru mengkoordinasikan pembelajaran 10 menit Teknik
Pendahuluan  Guru mengaitkan materi pembelajaran tentang materi yang sebelumnya telah dipelajari yaitu, Penilaian
bonus demografi, dinamika kependudukan, dan keterkaitannya dengan permasalahan - Tes
kependudukan Kemampuan
 Siswa merumuskan masalah dengan mengamati lokasi dengan mengidentifikasi lokasi absolut dan relatif 70 menit Berpikir
ditunjang data sekunder Kritis
 Siswa merumuskan hipotesis berdasarkan masalah yang akan diteliti
 Siswa mengumpulkan data dan iformasi terkait permasalahan yang diteliti
Kegiatan Inti
 Siswa menguji hipotesis dan menganalisis data berdasar data dan informasi yang dikumpulkan
 Siswa merumuskan kesimpulan dan mengkomunikasikan hasil kegiatan
 Siswa merefleksi rangkaian kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan dari langkah pertama hingga
akhir
 Guru memberikan penguatan atas pemahaman yang diperoleh oleh peserta didik 10 menit
Penutup  Siswa membuat kesimpulan
 Guru menyampaikan rencana pertemuan akan datang
Malang, Januari 2020
Mengetahui,
Guru Mata Pelajaran Peneliti Kepala Sekolah

Teguh Anugerah, M.Pd Nur Laily Afifah Hj Anis Isrofin, M.Pd


NIP NIM 160721614478 NIP

9
Lampiran 5. Lembar Kerja Siswa Kelas Kesperimen 1
Lembar Kegiatan Siswa Geographical Inquiry
Permasalahan Akibat Dinaminka Kependudukan

A. PENDAHULUAN

Dinamika penduduk adalah perubahan komposisi penduduk yang diakibatkan


oleh beberapa faktor. Faktor alami, yakni kematian dan kelahiran, dan faktor non
alami yaitu migrasi. Dinamika penduduk menjadi faktor penting dalam penentuan
kebijakan pemerintah. Setiap negara pada hakikatnya berdiri untuk satu tujuan
yang sama, yaitu memajukan kesejahteraan penduduk. Penduduk yang sejahtera
tercermin dalam kehidupan sosial dan ekonominya yang berkualitas. Perubahan
komposisi penduduk atau dinamika penduduk sangat berperan bagi keberhasilan
pembangunan.

B. BAHAN DAN ALAT


1. Buku, artikel dan atau jurnal
2. Lembar hasil diskusi kelompok
C. RINCIAN KEGIATAN
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan menggunakan model
pembelajaran Geographical Inquiry sebagai berikut,
1. Secara berkelompok lakukan identifikasi masalah berdasar pada artikel yang
telah dibagikan kepada masing-masing kelompok.
2. Tuliskan hasil pada lembar hasil diskusi kelompok
3. Buatlah rumusan masalah
4. Selanjutnya cari dan kumpulkan data yang berkaitan dengan
permasalahan tersebut
5. Hubungkan dan analisis isi antar data dan tuliskan pada lembar hasil diskusi
kelompok
6. Kemudian analisis jawaban atas permasalahan yang dirumuskan
7. Tuliskan kesimpulan beserta solusi dari masalah tersebut dan buat rancangan
tindakan atau aksi yang akan dilakukan sebagai bentuk dari kesimpulan. Daat
berupa video vlog, pamflet dsb.

9
D. LEMBAR HASIL DISKUSI KELOMPOK
Kelompok :
Anggota : 1. 4.
2. 5.
3. 6.

1. Identifikasi Masalah

2. Rumusan Masalah

9
3. Perolehan Data

9
4. Analisis Data

9
5. Kesimpulan

6. Rancangan Aksi

9
Lampiran 6. Lembar Kerja Siswa kelas eksperimen 2
Lembar Kegiatan Siswa Open Inquiry
Permasalahan Akibat Dinaminka Kependudukan

A. PENDAHULUAN
Dinamika penduduk adalah perubahan komposisi penduduk yang
diakibatkan oleh beberapa faktor. Faktor alami, yakni kematian dan kelahiran, dan
faktor non alami yaitu migrasi. Dinamika penduduk menjadi faktor penting dalam
penentuan kebijakan pemerintah. Setiap negara pada hakikatnya berdiri untuk satu
tujuan yang sama, yaitu memajukan kesejahteraan penduduk. Penduduk yang
sejahtera tercermin dalam kehidupan sosial dan ekonominya yang berkualitas.
Perubahan komposisi penduduk atau dinamika penduduk sangat berperan bagi
keberhasilan pembangunan.
B. BAHAN DAN ALAT
1. Buku, artikel dan atau jurnal
2. Lembar hasil diskusi kelompok
C. RINCIAN KEGIATAN
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan menggunakan model
pembelajaran Open Inquiry sebagai berikut,
1. Secara berkelompok lakukan identifikasi masalah berdasar pada artikel yang
telah dibagikan kepada masing-masing kelompok.
2. Tuliskan hasil pada lembar hasil diskusi kelompok
3. Buatlah rumusan masalah
4. Susun hipotesis atau jawaban sementara atas rumusan masalah yang telah dibuat.
5. Selanjutnya cari dan kumpulkan data yang berkaitan dengan
permasalahan tersebut
6. Kemudian analisis jawaban atas permasalahan yang dirumuskan
7. Tuliskan kesimpulan beserta solusi dari masalah tersebut

9
D. LEMBAR HASIL DISKUSI KELOMPOK
Kelompok :
Anggota : 1. 4.
2. 5.
3. 6.

1. Identifikasi Masalah

2. Rumusan Masalah

3. Hipotesis

9
4. Perolehan Data

9
4. Analisis Data

9
5. Kesimpulan

9
Lampiran 7. Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis
KISI-KISI SOAL TES UJI COBA MATERI DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI
INDONESIA UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Satuan Pendidikan : SMA Negeri 8 Malang
Kurikulum Acuan 2013
Mata Pelajaran : Geografi
Kelas/Semester : XI/Genap
Waktu : 1 x 45 Menit
Kompetensi Dasar : Menganalisis dinamika kependudukan di Indonesia untuk perencanaan
pembangunan
Kompetensi Indikator Indikator Spesifikasi Ranah Nomor
Dasar Pencapaian Berpikir Item Kognitif Soal
Kompetensi Kritis
3.5 Mampu Mampu Disajikan C4 1
Menganalisis menganalisis merumuskan studi kasus
dinamika permasalahan masalah high permasalahan
kependudukan high growth growth pertumbuhan
di Indonesia population. population penduduk di
untuk disuatu Jakarta.
perencanaan daerah Siswa dapat
pembangunan menuliskan
hasil
amatannya
berupa
rumusan
masalah.
Mampu Mampu Disajikan C6 2
menghubungkan memberikan studi kasus
permasalahan argumentasi pertumbuhan
high growth studi kasus penduduk di
population. high growth Kota Bekasi.
population Siswa
suatu daerah, diminta
diminta
memilih
kebijakan
yang tepat
dan
memberikan
alsan.
Mampu menilai Mampu Diberikan C6 3
high growth memberikan studi kasus
population. penjelasan population
penilaiam growth di

9
terkait high Kota Medan.
growth Siswa
population di memberikan
suatu argumen
wilayah.. terkait
penilaian
pertumbuhan
penduduk di
Kota Medan.
Mampu Mamou Disajikan C5 4
menyimpulkan membuat studi kasus
tentang kesimpulan high growth
permasalhan terkait high population di
high growth growth Kota Malang.
population. population. Siswa
memberikan
kesimpulan
terkait
pendapat
kritis
mengenai
permasalahan
high growth
population di
Kota Malang.
Mampu berpikir Mampu Disajikan C5 5
kritis tentang melakukan peta
high growth evaluasi high pertumbuhan
population growth penduduk di
population di Indonesia.
Indonesia Siswa
mengkritisi
high growth
population di
Indonesia.
Mampu Mampu Disajikan C6 6
merencanakan merencanakan studi kasus
solusi high solusi high high growth
growth growth population di
population population Pulau Jawa.
disuatu Siswa dapat
daerah. membuat
perencanaan
untuk daerah
tersebut.

9
Lampiran 8. Rambu-Rambu Jawaban Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis
RAMBU JAWABAN TES KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
Satuan Pendidikan : SMA Negeri 8 Malang
Kurikulum Acuan 2013
Mata Pelajaran : Geografi
Kelas/Semester : XI/Genap
Kompetensi Dasar : Menganalisis dinamika kependudukan di Indonesia untuk perencanaan pembangunan

Indikator Soal Jawaban Penilaian Ranah No.


Soal
Merumuskan Dampak Tingginya Kepadatan Penduduk di Surabaya 1. Laju 10 bila C4 1
Masalah pertumbuhan menyebutkan
Menurut data Badan Pusat Statistika Kota Surabaya, berdasarkan sensus penduduk 2 kata kunci.
penduduk tahun 2000, kepadatan penduduk di Kota Surabaya tercatat 7.966 2. Usaha
jiwa/km2. Sedangkan pada sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk di pemerintah 5 bila
Kota Surabaya mencapai 2.765.487 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar menyebutkan
8.463 jiwa/km2. Data tersebut menunjukkan bahwa kepadatan penduduk di 1 kata kunci.
Kota Surabaya terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan pada tahun 2010,
Surabaya menempati peringkat ke-4 dari 20 kota besar yang ada di Indonesia
dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia.
Kota Surabaya merupakan ibukota dari Provinsi Jawa Timur, tidak
heran bahwa Surabaya pada saat ini menjadi pusat kegiatan masyarakat Jawa
Timur. Kota Surabaya menjadi pusat perdagangan, bisnis, pendidikan, dan
industri di Indonesia. Oleh sebab itu, banyak masyarakat luar yang memilih
berpindah ke
Surabaya untuk mengadu nasib. Hal ini yang menyebabkan tingginya angka

9
perpindahan penduduk di Kota Surabaya. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistika, banyaknya penduduk yang masuk ke Surabaya pada tahun 2011
tercatat 41.441 jiwa. Kemudian di tahun berikutnya, terjadi peningkatan yang
cukup signifikan. Pada tahun 2012, banyaknya penduduk yang masuk ke
Surabaya mencapai 111.594 jiwa.
Tingginya kepadatan penduduk menyebabkan permintaan akan lahan
permukiman juga semakin tinggi. Namun, ketersediaan lahan di Kota Surabaya
semakin terbatas. Akhirnya terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi
permukiman yang menyebabkan harga lahan semakin tinggi tiap tahunnya di
Kota Surabaya. Masyarakat dengan penghasilan rendah tidak mampu untuk
membeli lahan tersebut, dampaknya mereka akan membangun permukiman di
sektor pengembangan non permukiman, seperti di bantaran sungai, bantaran rel
kereta api, pesisir pantai, dan lain -- lain.
Seiring berjalannya waktu, permukiman ini berkembang menjadi
permukiman kumuh karena kurang terjaganya kebersihan lingkungan akibat
penghasilan mereka yang rendah, serta fasilitas kesehatan dan pendidikan yang
sangat minim karena tidak terjangkau oleh pemerintah. Akibatnya, kesehatan
serta tingkat pendidikan penduduk di permukiman tersebut rendah dan
berdampak pada produktifitas penduduknya menurun pula. Jika tingkat
produktifitasnya menurun, maka dependency ratio (angka beban tanggungan)
akan semakin tinggi. Dan apabila hal itu terus terjadi, Surabaya akan menjadi
kota yang miskin akibat sebagian besar penduduknya adalah non produktif.
Kota Surabaya, terdapat permukiman kumuh di bantaran Sungai
Kalimas, Kelurahan Keputran. Sebagian besar penduduk disana adalah
pendatang yang ingin mencari pekerjaan di Surabaya, namun tidak memiliki
penghasilan serta
tempat tinggal. Contoh lainnya adalah permukiman kumuh di Kelurahan Bulak

9
Banteng. Kelurahan ini memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi di
Kecamatan Kenjeran, dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, banyak
permukiman kumuh di kelurahan ini. Untuk mengatasi permasalahan tingginya
kepadatan penduduk, pemerintah Kota Surabaya telah melakukan berbagai
upaya. Upaya-upaya tersebut, antara lain :
1. Sosialisasi dan Operasi Yustisi
Pada bulan Februari 2013 lalu, dilaksanakan operasi yustisi
Kartu Indentitas Penduduk Musiman (Kipem) yang dilaksanakan oleh
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil). Tujuan
diadakannya operasi ini adalah untuk mengontrol penduduk yang
bermigrasi di Surabaya, dengan tujuan musiman ataupun menetap.
Selain itu, operasi ini bertujuan untuk menertibkan penduduk yang tidak
memiliki Kartu Identitas Penduduk Musiman (Kipem). Operasi ini
diutamakan di 5 kecamatan di Surabaya, yaitu Kecamatan Mulyorejo,
Sukolilo, Rungkut, Tandes, dan Gubeng. Alasan terpilihnya 5
kecamatan tersebut karena banyaknya jumlah penduduk musiman yang
mayoritas berprofesi sebagai buruh dan mahasiswa.
2. Pembangunan rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan rendah
Pada tahun 2015 lalu, Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah
(DPBT) Kota Surabaya mengusulkan pembangunan rusunawa di 6
kawasan. Kawasan -- kawasan tersebut, antara lain Dukuh Menanggal,
Tambaksari, Jambangan, Penjaringan Sari, Siwalankerto, dan Keputih.
Rumah susun memang dibangun dengan tujuan membantu masyarakat
yang berpenghasilan rendah untuk mendapatkan hunian yang layak.
Selain itu, pembangunan hunian vertikal akan mempermudah pemerintah

9
untuk mengatasi banyaknya permukiman kumuh di bantaran sungai
maupun di bantaran rel kereta api.

Berdasarkan uraian tersebut, buatlah rumusan masalah!


Memberikan a. Kebijakan apa saja yang terdapat dalam wacana tersebut? 1. Sosialisasi 15 bila C6 2
Argumentasi b. Apakah kebijakan tersebut sudah tepat dan berikan alasan anda! 2. Pembangunan menyebutkan
rusun 1 kata kunci.
3. Alasan
tergantung 10 bila
jawaban siswa menyebutkan
2 kata kunci

5 bila
menyebutkan
1 kata kunci.
Melakukan Jelaskan fenomena high growth population di Kota Surabaya berdasarkan 1. Laju 15 bila C6 3
Deduksi wacana tersebut! pertumbuhan menyebutkan
penduduk 1 kata kunci.
2. Regulasi
3. Pengaruh atau 10 bila
dampaknya. menyebutkan
2 kata kunci

5 bila
menyebutkan
1 kata kunci.

9
Melakukan Apa yang dapat anda simpulkan dari data tersebut dan berikan pendapat 1. Laju 20 bila C5 4
Induksi kritismu terkait permasalahan high growth population di Kota Surabaya! pertumbuhan menyebutkan
penduduk 4 kata kunci.
2. Mobilitas
penduduk 15 bila
3. Keterkaitan menyebutkan
antara 3 kata kunci.
keduanya
4. Pengaruh atau 10 bila
dampaknya. menyebutkan
2 kata kunci.

5 bila
menyebutkan
1 kata kunci.
Melakukan a. Bagaimana seharusnya masyarakat dalam menyikapi high growth 1. Laju 20 bila C6 5
Evaluasi population Surabaya? pertumbuhan menyebutkan
b. Upaya apa ang harus dilakukan pemerintah dan kriteria apa saja yang penduduk 4 kata kunci.
digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu kebijakan atau upaya 2. Penyebab dan
pemerintah? dampak 15 bila
3. Upaya menyebutkan
pemerintah: 3 kata kunci.
efektifitas,
efisiensi, 10 bila
pemerataan menyebutkan
dan ketepatan. 2 kata kunci.

9
5 bila tidak
menyebutkan
kata kunci.
Memutuskan 1. Buatlah perencanaan alternatif apa saja untuk memecahkan 1. Regulasi 20 bila C6 6
permasalahan tersebut! 2. Masyarakat menyebutkan
2. Alternatif mana yang anda anggap paling tepat? Beri alasan! 3. Alternatif 4 kata kunci.
4. Alasan
tergantung 15 bila
jawaban siswa menyebutkan
3 kata kunci.

10 bila
menyebutkan
2 kata kunci.

5 bila tidak
menyebutkan
kata kunci.

9
Lampiran 9. Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Dampak Tingginya Kepadatan Penduduk di Surabaya

Menurut data Badan Pusat Statistika Kota Surabaya, berdasarkan sensus


penduduk tahun 2000, kepadatan penduduk di Kota Surabaya tercatat 7.966
jiwa/km2. Sedangkan pada sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk di
Kota Surabaya mencapai 2.765.487 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar
8.463 jiwa/km2. Data tersebut menunjukkan bahwa kepadatan penduduk di Kota
Surabaya terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan pada tahun 2010, Surabaya
menempati peringkat ke-4 dari 20 kota besar yang ada di Indonesia dengan tingkat
kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia.
Kota Surabaya merupakan ibukota dari Provinsi Jawa Timur, tidak heran
bahwa Surabaya pada saat ini menjadi pusat kegiatan masyarakat Jawa Timur.
Kota Surabaya menjadi pusat perdagangan, bisnis, pendidikan, dan industri di
Indonesia. Oleh sebab itu, banyak masyarakat luar yang memilih berpindah ke
Surabaya untuk mengadu nasib. Hal ini yang menyebabkan tingginya angka
perpindahan penduduk di Kota Surabaya. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistika, banyaknya penduduk yang masuk ke Surabaya pada tahun 2011 tercatat
41.441 jiwa. Kemudian di tahun berikutnya, terjadi peningkatan yang cukup
signifikan. Pada tahun 2012, banyaknya penduduk yang masuk ke Surabaya
mencapai 111.594 jiwa.
Tingginya kepadatan penduduk menyebabkan permintaan akan lahan
permukiman juga semakin tinggi. Namun, ketersediaan lahan di Kota Surabaya
semakin terbatas. Akhirnya terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi
permukiman yang menyebabkan harga lahan semakin tinggi tiap tahunnya di Kota
Surabaya. Masyarakat dengan penghasilan rendah tidak mampu untuk membeli
lahan tersebut, dampaknya mereka akan membangun permukiman di sektor
pengembangan non permukiman, seperti di bantaran sungai, bantaran rel kereta
api, pesisir pantai, dan lain -- lain.
Seiring berjalannya waktu, permukiman ini berkembang menjadi
permukiman kumuh karena kurang terjaganya kebersihan lingkungan akibat
penghasilan mereka yang rendah, serta fasilitas kesehatan dan pendidikan yang
sangat minim karena tidak terjangkau oleh pemerintah. Akibatnya, kesehatan serta
tingkat pendidikan penduduk di permukiman tersebut rendah dan berdampak pada

9
produktifitas penduduknya menurun pula. Jika tingkat produktifitasnya menurun,
maka dependency ratio (angka beban tanggungan) akan semakin tinggi. Dan
apabila hal itu terus terjadi, Surabaya akan menjadi kota yang miskin akibat
sebagian besar penduduknya adalah non produktif.
Kota Surabaya, terdapat permukiman kumuh di bantaran Sungai Kalimas,
Kelurahan Keputran. Sebagian besar penduduk disana adalah pendatang yang
ingin mencari pekerjaan di Surabaya, namun tidak memiliki penghasilan serta
tempat tinggal. Contoh lainnya adalah permukiman kumuh di Kelurahan Bulak
Banteng. Kelurahan ini memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi di
Kecamatan Kenjeran, dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, banyak
permukiman kumuh di kelurahan ini. Untuk mengatasi permasalahan tingginya
kepadatan penduduk, pemerintah Kota Surabaya telah melakukan berbagai upaya.
Upaya- upaya tersebut, antara lain :

1. Sosialisasi dan Operasi Yustisi


Pada bulan Februari 2013 lalu, dilaksanakan operasi yustisi Kartu
Indentitas Penduduk Musiman (Kipem) yang dilaksanakan oleh Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil). Tujuan diadakannya operasi
ini adalah untuk mengontrol penduduk yang bermigrasi di Surabaya, dengan
tujuan musiman ataupun menetap. Selain itu, operasi ini bertujuan untuk
menertibkan penduduk yang tidak memiliki Kartu Identitas Penduduk Musiman
(Kipem). Operasi ini diutamakan di 5 kecamatan di Surabaya, yaitu Kecamatan
Mulyorejo, Sukolilo, Rungkut, Tandes, dan Gubeng. Alasan terpilihnya 5
kecamatan tersebut karena banyaknya jumlah penduduk musiman yang mayoritas
berprofesi sebagai buruh dan mahasiswa.
2. Pembangunan rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan rendah
Pada tahun 2015 lalu, Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT)
Kota Surabaya mengusulkan pembangunan rusunawa di 6 kawasan. Kawasan --
kawasan tersebut, antara lain Dukuh Menanggal, Tambaksari, Jambangan,
Penjaringan Sari, Siwalankerto, dan Keputih. Rumah susun memang dibangun
dengan tujuan membantu masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk
mendapatkan hunian yang layak. Selain itu, pembangunan hunian vertikal akan

9
mempermudah pemerintah untuk mengatasi banyaknya permukiman kumuh di
bantaran sungai maupun di bantaran rel kereta api.

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut pada lembar jawaban yang telah


disediakan!

1. Berdasarkan uraian tersebut, buatlah rumusan masalah!


2. a. Kebijakan apa saja yang terdapat dalam wacana tersebut?
b. Apakah kebijakan tersebut sudah tepat dan berikan alasan anda!
3. Jelaskan fenomena high growth population di Kota Surabaya berdasarkan
wacana tersebut!
4. Apa yang dapat anda simpulkan dari data tersebut dan berikan pendapat
kritismu terkait permasalahan high growth population di Kota Surabaya!
5. a. Bagaimana seharusnya masyarakat dalam menyikapi high growth
population Surabaya?
b. Upaya apa yang harus dilakukan pemerintah dan kriteria apa saja yang
digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu kebijakan atau
upaya pemerintah?
6. a. Buatlah perencanaan alternatif apa saja untuk memecahkan
permasalahan tersebut!
b. Alternatif mana yang anda anggap paling tepat? Beri alasan!

9
Lampiran 10. Hasil Uji Validitas Instrumen

Correlations
x1 x2 x3 x4 x5 x6 totalskor
x1 Pearson 1 ,092 -,063 -,036 ,153 ,145 ,368*
Correlation
Sig. (2-tailed) ,628 ,740 ,850 ,420 ,445 ,045
N 30 30 30 30 30 30 30
x2 Pearson ,092 1 ,061 ,061 -,120 -,057 ,372*
Correlation
Sig. (2-tailed) ,628 ,748 ,749 ,529 ,766 ,043
N 30 30 30 30 30 30 30
x3 Pearson -,063 ,061 1 ,024 ,035 -,078 ,378*
Correlation
Sig. (2-tailed) ,740 ,748 ,900 ,854 ,683 ,039
N 30 30 30 30 30 30 30
x4 Pearson -,036 ,061 ,024 1 ,245 ,288 ,618**
Correlation
Sig. (2-tailed) ,850 ,749 ,900 ,192 ,123 ,000
N 30 30 30 30 30 30 30
x5 Pearson ,153 -,120 ,035 ,245 1 -,029 ,478**
Correlation
Sig. (2-tailed) ,420 ,529 ,854 ,192 ,879 ,008
N 30 30 30 30 30 30 30
x6 Pearson ,145 -,057 -,078 ,288 -,029 1 ,495**
Correlation
Sig. (2-tailed) ,445 ,766 ,683 ,123 ,879 ,005
N 30 30 30 30 30 30 30
totalskor Pearson ,368 *
,372 *
,378 *
,618 **
,478 **
,495 **
1
Correlation
Sig. (2-tailed) ,045 ,043 ,039 ,000 ,008 ,005
N 30 30 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

9
Lampiran 11. Hasil Uji Realibilitas Instrumen

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 30 100,0
Excluded a
0 ,0
Total 30 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,638 7

9
Lampiran 12. Hasil Uji Normalitas

Hasil Uji Normalitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen 1 dan
Eksperimen 2

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelas Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Posttest Posttest 1 ,123 36 ,184 ,915 36 ,009
Posttest 2 ,132 34 ,142 ,949 34 ,112
a. Lilliefors Significance Correction

9
Lampiran 13. Hasil Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances


Posttest
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2,706 1 68 ,105

9
Lampiran 14. Hasil Posttest Kelas Eksperimen 1 (Geographical Inquiry)

No. Nama Nilai


1 Adji Dharma Ningnagari 65
2 Aliyah Italinita 70
3 Amadea Beatrice Chrissanti 75
4 Amanda Aprisali Babay 65
5 Amarelis Devita Aprecia 80
6 Arrisal Bintang Muhammad 90
7 Bunga Dwi Cahya Kaelani 85
8 Chece Febrianti Surya Inanda 65
9 Diah Utami Cahyaningputri Endang Kristiningrum 80
10 Dwi Ardyansyah Kriya Nusantara 90
11 Dzakwan Ahmad Fakhrusy Syakirin 75
12 Fahri Ariq Muhammad 65
13 Farrel Maulana Putra 75
14 Febya Irma Damayanti 95
15 Hana Audrey Nabila 70
16 Intan Faradila Rizka 85
17 Jacqueline Theola Cleodora 65
18 Keisyah Zahchra Putri Pramudia 75
19 Khansa Aathirah Yasmin 95
20 Muhammad Irfan Atharrasya Alam 75
21 Nabila Hana Radisyah 65
22 Nanda Aulia Budi Pramesti 80
23 Nazla Radinka Chansa 80
24 Nicholas Herta Prasetyo 65
25 Nikita Maulidina 70
26 Rahel Anggi Sipahutar 95
27 Reggy Salvatore Entoh 65
28 Renfill Fahrezy Siswanto 85
29 Rhe Valencia Putri Bhagaskara 80
30 Rio Rizky Gusva 80
31 Rossa Dwi Octaviani 75
32 Savira Rahmania Safitri 70
33 Shinta Kamila 85
34 Vio Anggelia 85
35 Yafia Carnelia 95
36 Yohanna Permata Sari 80
Rata-Rata 77,64

9
Lampiran 15. Lembar Kegiatan Siswa Eksperimen 1 (Geographical Inquiry)

9
9
9
9
9
Lampiran 16. Hasil Kegiatan Kelas Eksperimen 1 (Geographical Inquiry)

9
9
Lampiran 17. Hasil Posttest Kelas Eksperimen 2 (Open Inquiry)

No. Nama Nilai


1 Abhista Ramadhani Witjaksono 55
2 Abim Nafi' Muzaki 60
3 Adinda Jinggawangi Septawisuda Putri 65
4 Ahmad Khoirul Anwar 60
5 Ailsa Nabila Putri Vinanda 70
6 Ainurrahmatia Adi Cantika 75
7 Aldo Zakaria Andrianto 75
8 Anandita Kusuma Wardhani 65
9 Annisa Fitriana Nastiti 70
10 Arsysiwi Putri 80
11 Athaya Shafa Ramadhani 65
12 Aulia Granada Agustina 55
13 Deni Kurniawan 70
14 Dimas Bagus Abimanyu Susanto 85
15 Dinar Fanny Fadhila 60
16 Indira Widya Leksono 75
17 Isnaini Nur Fadilah 65
18 Muhammad Akbar Zulkarnaen 70
19 Muhammad Hisyam Fadhilah 75
20 Mutia Dewi Safira Khoiriyah 65
21 Nabilla Intan Pratiwi 60
22 Nadya Indira Desiana Putri 70
23 Naufal Farras Hanun 75
24 Nayla Azzahra Samodro 55
25 Pamella Selma Karamy 60
26 Rayhan Adiprawara Andana 85
27 Rayhan Danny Pratama 65
28 Rizka Safira Damayanti 75
29 Silla Izha Azizah 70
30 Sindy Reviana Putri 70
31 Umi Habibah 65
32 Wiendy Clarisa Aulia Tsani 65
33 Winnie Padnecwara 70
34 Yunila Qomara Audina 75
Rata-Rata 68,24

9
Lampiran 18. Lembar Kerja Siswa Eksperimen 2 (Open Inquiry)

9
9
9
9
9
Lampiran 19. Hasil Kegiatan Kelas Eksperimen 2 (Open Inquiry)

9
9
9
Lampiran 20. Dokumentasi Kegiatan
Kelas Eksperimen 1
(Geographical Inquiry)

9
Kelas Eksperimen 2
(Open Inquiry)

Anda mungkin juga menyukai