Anda di halaman 1dari 100

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

THINK PAIR SQUARE TERHADAP HASIL BELAJAR


GEOGRAFI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TANGERANG
SELATAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi


Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

Mawaddah
11150150000108

PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH
Skripsi berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Square Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas X SMA Negeri 1
Tangerang Selatan” disusun oleh Mawaddah, NIM. 11150150000108, Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus
dalam Ujian Munaqosah pada tanggal 23 Juli 2020 dihadapan dewan penguji.
Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE


THINK PAIR SQUARE TERHADAP HASIL BELAJAR
GEOGRAFI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TANGERANG
SELATAN

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :
Mawaddah
11150150000108

Yang Mengesahkan

PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair


Square Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas X SMA Negeri 1
Tangerang Selatan” disusun oleh Mawaddah, NIM. 11150150000108, Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan
dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang
munaqosah sesuai ketentuan yang ditetapkan fakultas.

Jakarta, 15 April 2019

Yang Mengesahkan
UJI REFERENSI

Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul


“Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square
Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Tangerang
Selatan” yang disusun oleh Mawaddah, NIM. 11150150000108, diajukan kepada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, telah diuji kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi
pada tanggal 10 April 2020.

Jakarta, 10 April 2020

Yang Mengesahkan
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama : Mawaddah
NIM : 11150150000108
Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Alamat : Jl. Balai Rakyat IX Rt. 014 Rw. 03 No. 4 Kel. Tugu Selatan Kec.
Koja Jakarta Utara

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA


Bahwa skripsi yang berjudul: Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Think Pair Square Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas X SMA
Negeri 1 Tangerang Selatan adalah benar hasil karya sendiri dibawah bimbingan
dosen:

Nama Pembimbing I : Dr. Jakiatin Nisa, M.Pd


NIP : 19831205 201101 2 012
Nama Pembimbing II : Tri Harjawati, M.Si
NIDN : 02014118001

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya
sendiri.

Jakarta, 15 April 2020

Mawaddah
NIM.11150150000108
ABSTRAK

Mawaddah (11150150000108), Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif


Tipe Think Pair Square Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas X
SMA Negeri 1 Tangerang Selatan. Skripsi Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2020.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Model Pembelajaran


Kooperatif Tipe Think Pair Square Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas
X SMA Negeri 1 Tangerang Selatan tahun ajaran 2019/2020. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi
eksperimen). Pengambilan sampel dilakukan dengan dengan menggunakan teknik
purposive sampling. Sampel penelitian ini adalah peserta didik kelas X IPS 2
sebagai kelas eksperimen yang diberikan perlakuan model pembelajaran Think
Pair Square dan X IPS 1 sebagai kelas kontrol yang diberi perlakuan
konvensional. Perolehan rata-rata posttest kelas eksperimen sebesar 75,17 dan
kelas kontrol 67,07. Teknik analisis data dengan uji hipotesis dengan
menggunakan uji-t diperoleh nilai thitung adalah 3,232 dan nilai ttabel adalah 1,663.
Oleh karena 3,232 > 1,663, maka H0 ditolak dan Ha diterima.

Kata Kunci: Model Pembelajaran, Think Pair Square, Hasil Belajar.

i
ABSTRACT

Mawaddah (11150150000108), Influence Of Cooperative Learning Model Type


Think Pair Square Towards Learning Outcomes Geography Student Grade X
SMA Negeri 1 Tangerang Selatan. Thesis Department of Social Sciences
Education, Faculty of Tarbiyah and Teacher Sciences, State Islamic University
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2020.

This study aims to determine the effect of cooperative learning Model of type
Think Pair Square towards learning Outcomes Geography student Grade X SMA
Negeri 1 South Tangerang school year 2019/2020. The method used in this
research was quasi eksperimental method. Sampling is performed using the
purposive sampling technique. The research samples were students of class X IPS
2 as experimental classes given the Think Pair Square and X IPS 1 learning
model as the control class given the conventional treatment. The average
acquisition of an experimental class posttest of 75.17 and a control class of 67.07.
The data analysis technique followed by hypothesis test using t-test obtained thitung
value is 3.232 and ttabel value is 1,663. 3.232 > 1,663, then H0 rejected and Ha
accepted.

Keywords: Learning Model, Think Pair Square, Learning Outcomes.

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta kekuatan dan kemudahan hingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square Terhadap Hasil Belajar
Geografi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Tangerang Selatan”. Shalawat teriring
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabatnya dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti ajarannya sampai
diakhir zaman.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu prasyarat dalam


memperoleh gelar sarjana pendidikan pada jurusan pendidikan ilmu pengetahuan
sosial. Penulis menyadari banyak kesulitan dan hambatan dalam proses penulisan
skripsi ini. Namun, berkat dorongan dan bantuan dari banyak pihak, pada
akhirnya penulisan skripsi ini terselesaikan dengan baik. Karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Prodi Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si., selaku Sekertaris Jurusan Prodi
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Anissa Windarti, M.Sc., selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing dan memberi masukan selama perkuliahan.
5. Ibu Dr. Jakiatin Nisa, M.Pd. dan Ibu Tri Harjawati, M.Si., selaku dosen
pembimbing skripsi yang senantiasa selalu memberikan arahan, dukungan,

iii
serta bimbingan dengan penh kesabaran. Semoga selalu dimuliakan oleh
Allah SWT.
6. Bapak Drs. H. Agus Hendrawan, M.Pd., Kepala SMAN 1 Tangerang Selatan
yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini.
7. Ibu Dra. Hj. Ida Dahronah, guru bidang studi Geografi SMAN 1 Tangerang
Selatan yang telah memberikan arahan dan masukan terkait penelitian ini
serta tak lupa seluruh peserta didik kelas X IPS 1 dan X IPS 2 SMAN 1
Tangerang Selatan tahun ajaran 2019/2020 yang berperan aktif selama proses
penelitian berlangsung.
8. Segenap dosen dan karyawan jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang berharga.
9. Kedua orang tua tercinta Papa Ridwan (Alm) dan mama Hj. Siti Hadijah,
yang tiada hentinya memberikan doa dan kasih sayang serta nasihatnya. Juga
kepada kedua kakakku Rahmawati, S.IP dan Muhamad Firdaus yang selalu
memberikan semangat dan doa.
10. Kepada Rahmawati, S.IP selaku Pustakawan SMKN 34 Jakarta yang telah
memberikan izin kepada peneliti untuk menggunakan perpustakaannya
selama proses penulisan skripsi.
11. Teman-teman Pendidikan IPS 2015, khususnya kelas C Geografi. Terima
kasih untuk kenangan, semangat dan dukungan selama ini.
12. Semua pihak yang dengan caranya masing-masing telah memberi masukan
kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.


Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi
ini dapat berguna bagi pembaca sekalian.

Jakarta 12 April 2020

Mawaddah

iv
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
UJI REFERENSI
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
ABSTRAK ....................................................................................................... i
ABSTRACK ...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1


B. Identifikasi Masalah .................................................................. 6
C. Pembatasan Masalah.................................................................. 6
D. Perumusan Masalah ................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 7
F. Manfaat Penelitian ..................................................................... 7

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik ..................................................................... 9


1. Pengertian Belajar .............................................................. 9
2. Teori Belajar ....................................................................... 11
a. Aliran Behaviorisme ..................................................... 11
b. Aliran Kognitif ............................................................. 12
c. Aliran Kontruktivisme .................................................. 13
3. Pengertian Pembelajaran .................................................... 15

v
4. Pembelajaran Geografi ....................................................... 16
5. Model Pembelajaran ........................................................... 19
6. Model Pembelajaran Cooperative Learning ...................... 20
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ............................ 20
b. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif ........................ 23
c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif .................................. 25
d. Keunggulan dan Keterbatasan Kooperatif.................... 26
e. Fase-Fase dalam Pembelajaran Kooperatif .................. 28
f. Macam-Macam Pembelajaran Kooperatif .................... 29
7. Model Pembelajaran Think Pair Square ............................ 32
a. Pengertian Think Pair Square ...................................... 32
b. Langkah-Langkah Think Pair Square .......................... 34
c. Kelebihan dan Kekurangan Think Pair Square ............ 36
8. Hasil Belajar ....................................................................... 37
a. Pengertian Hasil Belajar ............................................... 37
b. Indikator dalam Hasil Belajar ....................................... 40
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ........ 44
d. Manfaat Hasil Belajar ................................................... 45
B. Penelitian yang Relevan ........................................................... 46
C. Kerangka Berpikir .................................................................... 52
D. Hipotesis Penelitian .................................................................. 55

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 56


1. Tempat Penelitian ............................................................... 56
2. Waktu Penelitian ................................................................ 57
B. Metode dan Desain Penelitian ................................................. 57
1. Metode Penelitian ............................................................... 57
2. Desain Penelitian ................................................................ 58
C. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................... 60
D. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 60

vi
E. Instrumen Pengumpulan Data .................................................. 61
1. Instrumen Tes ..................................................................... 61
2. Instrumen Non Tes ............................................................. 63
F. Uji Coba Instrumen .................................................................. 66
1. Uji Validitas........................................................................ 66
2. Reliabilitas Instrumen ......................................................... 67
3. Indeks Kesukaran Soal ....................................................... 68
4. Daya Pembeda Soal ............................................................ 69
G. Teknik Analisis Data ................................................................ 69
1. Uji Normalitas .................................................................... 70
2. Uji Homogenitas ................................................................. 70
3. Uji Hipotesis ....................................................................... 70
4. Uji N-Gain .......................................................................... 70
H. Hipotesis Statistik ..................................................................... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian.......................................... 72


B. Penyajian Data .......................................................................... 73
1. Data Observasi Keterlaksanaan Think Pair Square ........... 73
2. Data Angket Respon Siswa ................................................ 74
3. Data Wawancara Guru dan Siswa ...................................... 79
1. Data Wawancara Guru ................................................. 79
2. Data Wawancara Siswa ................................................ 80
4. Data Catatan Lapangan....................................................... 83
C. Deskripsi Data .......................................................................... 84
1. Data Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ............ 84
a. Data Pretest Kelas Eksperimen .................................... 84
b. Data Pretest Kelas Kontrol ........................................... 85
c. Perbandingan Hasil Pretest Eksperimen dan Kontrol .. 86
2. Data Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .......... 86
a. Data Posttest Kelas Eksperimen ................................... 86

vii
b. Data Posttest Kelas Kontrol ......................................... 87
c. Perbandingan Hasil Posttest Eksperimen dan Kontrol . 88
D. Analisis Data ............................................................................ 88
1. Uji Normalitas Pretest dan Posttest ................................... 88
a. Uji Normalitas Data Pretest ......................................... 89
b. Uji Normalitas Data Posttest ........................................ 89
2. Uji Homogenitas Pretest dan Posttest ................................ 90
a. Uji Homogenitas Data Pretest ...................................... 90
b. Uji Homogenitas Data Posttest .................................... 90
3. Uji Hipotesis Statistik ......................................................... 90
a. Uji Hipotesis Data Pretest ............................................ 91
b. Uji Hipotesis Data Posttest ........................................... 91
4. Uji N-Gain .......................................................................... 92
E. Pembahasan Hasil Penelitian .................................................... 93
F. Keterbatasan Penelitian ............................................................ 96

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan ............................................................................... 98
B. Implikasi ................................................................................... 98
C. Saran ......................................................................................... 99

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 101

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 127

viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir .................................................................... 107

Gambar 3.1 Tempat Penelitian ..................................................................... 108

ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Fase-Fase dalam Pembelajaran Kooperatif .............................. 109

Tabel 2.2 Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Think Pair Square ..... 109

Tabel 2.3 Jenis dan Indikator Hasil Belajar .............................................. 110

Tabel 2.4 Penelitian yang Relevan ........................................................... 112

Tabel 3.1 Waktu dan Jadwal Penelitian.................................................... 114

Tabel 3.2 Desain Penelitian ...................................................................... 115

Tabel 3.3 Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 115

Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrument Soal Pretest dan Posttest ......................... 116

Tabel 3.5 Lembar Observasi Keterlaksanaan Think Pair Square ............ 116

Tabel 3.6 Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran Think Pair Square ....... 118

Tabel 3.7 Kisi-Kisi Lembar Angket Respon Siswa Think Pair Square ... 118

Tabel 3.8 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ................................................ 118

Tabel 3.9 Kriteria Reliabilitas .................................................................. 119

Tabel 3.10 Kriteria Tingkat Kesukaran ...................................................... 119

Tabel 3.11 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Butir Soal ................................ 119

Tabel 3.12 Kriteria Daya Pembeda ............................................................ 119

Tabel 3.13 Interpretasi Indeks N-Gain ....................................................... 120

Tabel 4.1 Hasil Observasi Keterlaksanaan Think Pair Square ................ 120

Tabel 4.2 Hasil Data Respon Siswa terhadap Think Pair Square ............ 121

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pretest Kelas Eksperimen ....................... 122

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pretest Kelas Kontrol .............................. 123

Tabel 4.5 Perbandingan Data Hasil Pretest Eksperimen dan Kontrol ..... 123

x
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Posttest Kelas Eksperimen ...................... 123

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Posttest Kelas Kontrol ............................ 124

Tabel 4.8 Perbandingan Data Hasil Posttest Eksperimen dan Kontrol ...... 124

Tabel 4.9 Uji Normalitas Pretest Eksperimen dan Kontrol..........................125

Tabel 4.10 Uji Normalitas Posttest Eksperimen dan Kontrol ........................125

Tabel 4.11 Uji Homogenitas Pretest Eksperimen dan Kontrol ......................125

Tabel 4.12 Uji Homogenitas Posttest Eksperimen dan Kontrol .....................125

Tabel 4.13 Uji-t Pretest Eksperimen dan Kontrol ..........................................125

Tabel 4.14 Uji-t Posttest Eksperimen dan Kontrol.........................................126

Tabel 4.15 Hasil Uji Gain........................................................................... 126

xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 RPP Eksperimen Pertemuan 1 .................................................. 128

Lampiran 2 RPP Eksperimen Pertemuan 2 .................................................. 133

Lampiran 3 RPP Eksperimen Pertemuan 3 .................................................. 138

Lampiran 4 RPP Eksperimen Pertemuan 4 .................................................. 143

Lampiran 5 RPP Kontrol Pertemuan 1 ........................................................ 148

Lampiran 6 RPP Kontrol Pertemuan 2 ........................................................ 153

Lampiran 7 RPP Kontrol Pertemuan 3 ........................................................ 158

Lampiran 8 RPP Kontrol Pertemuan 4 ........................................................ 163

Lampiran 9 Kisi-Kisi Instrumen .................................................................. 168

Lampiran 10 Instrumen Soal .......................................................................... 169

Lampiran 11 Kunci Jawaban Instrumen Soal ................................................ 176

Lampiran 12 Soal Pretest dan Posttest .......................................................... 177

Lampiran 13 Kunci Jawaban Soal Pretest dan Posttest ................................. 181

Lampiran 14 Hasil Uji Validitas Instrumen ................................................... 182

Lampiran 15 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ............................................... 183

Lampiran 16 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Soal ............................................ 185

Lampiran 17 Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen ......................................... 186

Lampiran 18 LKS Kelas Eksperimen ............................................................ 187

Lampiran 19 Hasil Observasi Keterlaksanaan Think Pair Square ................ 202

Lampiran 20 Lembar dan Rekapitulasi Angket Respon Siswa...................... 210

xii
Lampiran 21 Hasil Wawancara Guru............................................................. 213

Lampiran 22 Hasil Wawancara Siswa ........................................................... 215

Lampiran 23 Hasil Catatan Lapangan ............................................................ 219

Lampiran 24 Tabel Distribusi (t) ................................................................... 223

Lampiran 25 Distribusi Frekuensi.................................................................. 224

Lampiran 26 Teknik Analisis Data (Output SPSS) ....................................... 228

Lampiran 27 N-Gain Kelas Eksperimen ........................................................ 230

Lampiran 28 Nilai N-Gain Kelas Kontrol...................................................... 231

Lampiran 29 Data Hasil Pretest dan Posttest Eksperimen dan Kontrol ........ 232

Lampiran 30 Lembar Uji Referensi ............................................................... 234

Lampiran 31 Surat Bimbingan Skripsi........................................................... 245

Lampiran 32 Surat Izin Penelitian ................................................................. 246

Lampiran 33 Surat Keterangan Penelitian ..................................................... 247

Lampiran 34 Dokumentasi Penelitian ............................................................ 248

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan harus menciptakan perubahan yang lebih baik dan
pendidikan harus mengembangkan kemajuan suatu peradaban untuk
menjamin kelangsungan hidup suatu bangsa. Di Indonesia pendidikan
menjadi unsur utama dan memegang peranan penting dalam meningkatkan
sumber daya manusia. Oleh karena itu proses utama dalam kemajuan suatu
peradaban adalah pendidikan.
Secara umum pendidikan memiliki tujuan yaitu menginginkan agar
siswa dapat mengerti, memahami dan menguasai isi dari pengetahuan yang
disampaikan oleh guru serta dapat menanamkan pengetahuannya dalam
kehidupan nyata. Salah satu cara untuk mewujudkan tujuan pendidikan
adalah dengan cara meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan mutu
pendidikan pada jenjang sekolah harus lebih ditingkatkan untuk
menghasilkan lulusan atau output yang berkualitas, bukan hanya dalam segi
pengetahuan saja, tetapi diharapkan memiliki kemampuan dan keterampilan
untuk bekal kehidupan dimasa yang akan datang.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan pelatihan bagi peranannya di
masa yang akan datang.1 Hal ini dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1989 Pasal 1 tentang pendidikan nasional. Bahkan pengertian
pendidikan lebih luas cakupannya sebagai aktivitas2 dan fenomena.3

1
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam Di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. 5, hlm. 37.
2
Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu
seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang
akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap hidup, dan keterampilan
hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental dan sosial.
3
Pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih
yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup atau keterampilan
hidup pada salah satu atau beberapa pihak.

1
2

Proses pembelajaran yang tidak sesuai dengan Undang-Undang


Sistem Pendidikan Nasional tidak hanya terjadi pada beberapa mata
pelajaran tertentu, tetapi hampir semua mata pelajaran diajarkan dengan
menggunakan metode tradisional yaitu ceramah. Salah satu mata pelajaran
yang sering menggunakan metode ceramah dalam proses pembelajarannya
yaitu geografi.
Geografi merupakan mata pelajaran yang memuat materi berupa
hafalan sehingga terkesan membosankan. Hal ini juga ditunjukkan dengan
hasil wawancara kepada 8 siswa pada hari senin, tanggal 11 Februari 2019
pukul 10.10 WIB, diperoleh data yang menyatakan bahwa siswa sendiri
beranggapan bahwa pelajaran geografi selalu menekankan siswa untuk
menghapal dan selalu mendengarkan guru berbicara.4 Oleh karena itu
kehadiran model pembelajaran yang menarik sangat diperlukan. Model
pembelajaran sangat berpengaruh terhadap kurangnya tanggapan, motivasi
dan minat siswa terhadap suatu mata pelajaran. Sebaliknya, kehadiran
model pembelajaran yang menarik dapat membantu siswa lebih antusias
terhadap suatu materi pembelajaran. Hal ini terbukti pada penelitian
terdahulu yang dilakukan peneliti dalam mengaplikasikan beberapa model
pembelajaran di kelas, para siswa memiliki minat, motivasi dan antusias
pada setiap pembelajaran.5
Fungsi pendidikan geografi menurut Fairgrieve yang dikutip oleh
Sumaatmaja adalah mengembangkan kemampuan calon warga masyarakat
dan warga negara yang akan datang untuk berpikir kritis terhadap masalah
kehidupan yang terjadi di sekitarnya dan melatih mereka untuk cepat
tanggap terhadap kondisi lingkungan serta kehidupan di permukaan bumi
pada umumnya.6 Lebih lanjut lagi Sumaatmaja mengungkapkan bahwa
pengajaran geografi mempunyai nilai ekstensi yang meliputi nilai teoritis,

4
Hasil wawancara dengan 8 siswa/siswi kelas X SMAN 1 Tangerang Selatan tahun 2019.
5
Hasil pengamatan peneliti pada saat Praktek Lapangan Persekolahan bulan Januari-
Februari 2019.
6
Nursid Sumaatmadja, Metodologi Pengajaran Geografi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997),
Cet. 1, hlm. 16.
3

praktis, filosofis dan ketuhanan. Dengan demikian, dengan mempelajari


geografi diharapkan dapat membina anak didik berpikir integratif untuk
dirinya sendiri dan untuk membina kepantingan kehidupan pada umumnya.
Dari pengertian dan fungsi geografi di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran geografi pada tingkat sekolah menengah sangat perlu
dilaksanakan dengan baik agar tercipta generasi muda penerus bangsa yang
unggul, handal dan siap bersaing baik di dalam maupun di luar negeri untuk
membangun bangsanya. Maka dari itu tujuan pembelajaran geografi harus
tercapai dengan baik.
Pencapaian tujuan tersebut sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan guru
dalam proses pembelajarannya. Pembelajaran yang ideal seharusnya dapat
meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Tetapi fakta yang terlihat
yakni rendahnya motivasi atau aktivitas siswa dalam pembelajaran. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Ema Yusrina Fahmidah dalam skripsinya di
jelaskan bahwa siswa yang memiliki motivasi rendah tidak akan menjadikan
belajar sebagai prioritas utamanya dan salah satu faktor yang mempengaruhi
motivasi belajar adalah lingkungan belajar siswa.7 Hal ini disebabkan
kurangnya variasi pembelajaran yang dilakukan guru dan rendahnya daya
kreasi guru dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran geografi yang sering dilaksanakan oleh guru
yaitu dengan menggunakan model pembelajaran yang tidak menarik dan
cenderung monoton sehingga membuat siswa jenuh selama proses
pembelajaran. Hal ini terbukti dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti
pada kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran geografi kelas X pada
tanggal 14-18 Januari 2019, proses pembelajaran menggunakan diskusi saja.
Meskipun hasil sudah menunjukkan rata-rata nilai sesuai dengan KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal), tetapi masih ada siswa remedi atau
mengulang. Akibat dari dari penggunaan model pembelajaran yang kurang
tepat tersebut, hasil belajar siswa juga cenderung tidak memuaskan.
7
Ema Yusrina Fahmidah, Skripsi: “Perbandingan Motivasi dan Hasil Belajar Geografi
Siswa MA Nurul Jadid Jombang yang Bertempat tinggal di Pondok Pesantren dan di Luar Pondok
Pesantren”, (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2018), hlm. 5-6.
4

Seperti halnya dengan pemberian materi pembelajaran geografi di


kelas, bukan hanya menggunakan model pembelajaran yang monoton tetapi
pembelajaran geografi juga dapat memakai dengan berbagai macam model
pembelajaran. Pemilihan suatu model pembelajaran perlu memperhatikan
suatu materi yang disampaikan oleh guru kepada para siswanya, dari tujuan
pembelajaran, waktu yang tersedia dan banyaknya para siswa yang diikut
sertakan dalam hal-hal yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Dan
dari pemilihan suatu model pembelajaran minat para siswa untuk belajar
akan semakin terpacu lagi.
Hal serupa juga dialami oleh siswa kelas X SMAN 1 Tangerang
Selatan, dimana siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini
terlihat pada observasi sebelum penelitian yang dilakukan peneliti di dalam
kelas.8 Pada saat guru menjelaskan materi masih banyak siswa yang
mengobrol dengan teman sebangkunya terutama siswa yang duduk di
belakang. Hal ini dikarenakan pada saat guru selesai menjelaskan materi dan
guru memberikan waktu untuk siswa bertanya, para siswa tidak ada yang
bertanya. Namun sebaliknya pada saat guru memberikan pertanyaan kepada
siswa, tidak ada siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru.
Rendahnya hasil belajar siswa terbukti dari hasil studi pendahuluan
yang dilakukan peneliti di SMAN 1 Tangerang Selatan, dari 4 kelas (X IPS
1, X IPS 2, X IPS 3, X IPS 4) ada sekitar 60% siswa yang memperoleh nilai
nilai ulangan tengah semester geografi berkisar antara 50-70.9 Sementara
nilai geografi mencapai standar ketuntasan yakni 76.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi dikelas X SMAN 1 Tangerang


Selatan, penulis beranggapan perlu adanya model pembelajaran yang tepat
untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran. Salah
satu strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan dalam
pembelajaran geografi adalah model pembelajaran tipe Think Pair Square.

8
Hasil observasi awal sebelum penelitian pada bulan September 2019
9
Hasil observasi dan wawancara dengan Ibu Sri Wartini, S.Pd selaku guru Geografi kelas
X SMAN 1 Tangerang Selatan pada tanggal 14-18 Januari 2019.
5

Model ini dikembangkan oleh Frank Lyman pada tahun 198110. Dalam
model pembelajaran ini guru membagi siswa ke dalam kelompok sebanyak
empat siswa dengan kemampuan yang heterogen dan dari kelompok
tersebut di bentuklah pasangan diskusi yang terdiri dari dua orang siswa.
Tahapan pembelajarannya adalah mula-mula siswa diminta untuk berpikir
secara mandiri (think). Saat fase (think), siswa diberi kesempatan untuk
berpikir secara mandiri menyelesaikan permasalahan geografi yang
diberikan sehingga pengetahuannya menjadi berkembang. Kemudian siswa
mendiskusikan permasalahan yang diberikan secara berkelompok yang
berjumlah 2 orang (pair). Pada tahap ini siswa dapat mendiskusikan kembali
soal yang telah dikerjakan secara mandiri, sehingga terjadilah pertukaran
ide-ide dari para siswa tersebut untuk mendapatkan jawaban yang tepat.
Selanjutnya siswa mendiskuksikan kembali hasil yang telah diperoleh
secara berkelompok yang berjumlah 4 orang (square) untuk lebih
mematangkan kembali jawaban atau hasil yang telah diperoleh. Setelah itu
beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusi mereka ke depan kelas.
Saat berdiskusi, siswa dapat bertukar ide-ide bersama teman-temannya,
sehingga siswa akan lebih aktif dan lebih memahami konsep yang sedang
dipelajari.

Oleh karena itu dengan adanya model pembelajaran Think Pair


Square dapat menjadi sebuah alternatif dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran yang optimal dan efektif. Hal ini dikarenakan dalam proses
belajar mengajar diperlukan teknik atau cara belajar yang tepat karena ini
merupakan suatu hal yang sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap
proses pembelajaran peserta didik.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka


peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Model Pembelajaran

10
Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-
Ruang Kelas, (Jakarta: PT Grasindo, 2003), Cet. 2, hlm. 56.
6

Kooperatif Tipe Think Pair Square Terhadap Hasil Belajar Geografi


Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Tangerang Selatan”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, beberapa masalah di


identifikasikan, sebagai berikut:
1. Mata pelajaran geografi memuat materi hafalan sehingga siswa mudah
bosan.
2. Rendahnya motivasi siswa atau aktivitas siswa dalam pembelajaran.
3. Guru menggunakan model yang tidak menarik dan cenderung monoton
sehingga membuat siswa jenuh selama proses pembelajaran.
4. Keaktifan siswa belum terlihat selama proses pembelajaran
berlangsung.
5. Rendahnya hasil belajar siswa pada pelajaran geografi di SMAN 1
Tangerang Selatan.

C. Pembatasan Masalah
Dari pernyataan yang timbul dalam identifikasi masalah dan agar
peneltian ini mencapai tujuan yang diharapkan, maka dalam penelitian ini,
peneliti membatasi masalah ini pada: “Rendahnya hasil belajar siswa pada
mata pelajaran geografi di SMAN 1 Tangerang Selatan.”

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang ada, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Square terhadap hasil belajar siswa pada mata
pelajaran geografi di SMAN 1 Tangerang Selatan?”
7

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah: “Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Square terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi
di SMAN 1 Tangerang Selatan.”

F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka dengan dilakukannya
penelitian ini diharapkan akan membawa manfaat bagi setiap masyarakat
pendidikan, diantaranya:

1. Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi terhadap
model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam proses
pembelajaran, khususnya dalam meningkatkan hasil belajar siswa
dalam mata pelajaran geografi.

2. Praktis
a. Bagi peneliti, sebagai pengalaman dan wawasan baru dalam
membahas masalah yang berkaitan dengan pembelajaran yang
menggunakan model Think Pair Square.
b. Bagi guru, dapat mengembangkan kreatifitas guru dalam
menerapkan strategi pembelajaran dan dapat meningkatkan
pemahaman belajar siswa untuk mencapai hasil belajar yang
maksimal.
c. Bagi sekolah yang diteliti agar dapat memberikan wacana baru
tentang pembelajaran geografi yang diinginkan oleh para siswanya.
Memberikan masukan pada sekolah dalam menghasilkan guru-guru
yang kreatif.
d. Bagi Universitas, Memberikan masukan dalam penyusunan
program penelitian di perguruan tinggi. Memberikan motivasi pada
mahasiswa lain agar melakukan penelitian dengan model
8

pembelajaran yang lebih baik. Memberikan kontribusi hasil


penelitian yang relevan terhadap mahasiswa-mahasiswa lain yang
akan melakuan penelitian.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik
1. Pengertian Belajar
Menurut Rusman, belajar adalah perubahan tingkah laku individu
sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan
lingkungannya11. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang baik
sengaja maupun tidak sengaja oleh seseorang sebagai hasil
pengalamannya, untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru
baik secara keseluruhan, sehingga terdapat perubahan dalam hal
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap pada diri
individu tersebut. Menurut Winkel, bahwa belajar merupakan suatu
aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap12.

Selanjutnya, Menurut Sanjaya, belajar bukan hanya


mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi
dalam diri seseorang sehingga menyebabkan munculnya perubahan
perilaku13. Menurut Hamalik, belajar bukan hanya mengingat, akan
tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami dan terdapat perubahan
kelakuan14. Menurut Sardiman, belajar merupakan perubahan tingkah

11
Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2011), Cet. 3, hlm. 134.
12
W.S Winkel SJ, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Grasindo, 1996), Cet. 4, hlm. 52.
13
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016), Cet. 12, hlm. 112.
14
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), Cet. 16,
hlm. 27.

9
10

laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya, membaca,


mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya15.

Menurut Sunaryo dalam Komalasari, belajar merupakan suatu


kegiatan dimana seseorang membuat atau menghasilkan suatu
perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan16. Jadi siswa dapat dikatakan belajar ketika mereka
dapat menghasilkan suatu perubahan yang lebih baik. Sedangkan
menurut Slameto, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya17.

Menurut Siddiq, menyatakan belajar adalah suatu aktivitas yang


disengaja dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan
diri, dengan belajar anak yang tadinya tidak mampu melakukan sesuatu,
menjadi mampu melakukan sesuatu, atau anak yang tadinya tidak
terampil menjadi terampil18. Selaras dengan pendapat itu, Suyono,
menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses
untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan,
memperbaiki perilaku, sikap, mengokohkan kepribadian19.

Berdasarkan konsep-konsep para ahli tersebut, dapat disimpulkan


bahwa belajar adalah kualitas dan kuantitas ilmu pengetahuan yang di
dapatkan dari banyak faktor belajar. Selanjutnya, konsep belajar itu
selalu menunjukkan kepada suatu proses perubahan perilaku atau

15
Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2014), Cet. 22, hlm. 20.
16
Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi, (Bandung: PT
Refika Aditama, 2013), Cet. 3, hlm. 2.
17
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2010), Cet. 5, hlm. 2
18
Siddiq, M.D, Pengembangan Bahan Pembelajaran SD, (Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas,
2008), hlm. 1.
19
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. 1, hlm. 9.
11

kepribadian seseorang berdasarkan pengalaman hidupnya masing-


masing, maupun yang didapatkan dari lingkungan sekitarnya.

2. Teori Belajar
a. Aliran Behaviorisme (Tingkah laku)
Menurut Sardiman, teori belajar behaviorisme menekankan
bahwa proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri20. Oleh karena itu,
teori belajar behaviorisme sifatnya lebih abstrak dan lebih
mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi
dari bidang kajian psikologi belajar. Berkaitan dengan teori belajar
behaviorisme, mengungkapkan bahwa; setiap manusia memiliki
kapasitas alamiah untuk belajar, karena setiap manusia memiliki 6
(enam) dorongan dasar, yaitu; (1) rasa ingin tahu (sense of
curiosity), (2) hasrat ingin membuktikan secara nyata apa yang
sedang dan sudah dipelajari (sense or reality), (3) keberminatan
pada sesuatu (sense of interest), (4) dorongan untuk menemukan
sendiri (sense of discovery), (5) dorongan berpetualang (sense of
adventure), (6) dorongan menghadapi tantangan (sense of
challenge).

Selanjutnya, belajar adalah perubahan tingkah laku. Menurut


teori ini, yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa
stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Yang bisa
diamati hanyalah stimulus dan respon. Pengulangan dan pelatihan
digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi
kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori
behaviorisme adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.
Hal ini diperkuat oleh Skinner, menurutnya belajar adalah
hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi

20
Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2014), Cet. 22, hlm. 16.
12

dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan


21
perubahan tingkah laku .

Menurut Thorndike, menghasilkan teori belajar


“connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan
koneksi-koneksi antara stimulus dan respon22. Thorndike
mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar yaitu: (1)
law of readines, belajar akan berhasil apabila individu memiliki
kesiapan untuk melakukan perbuatan tersebut, (2) law of exercise,
yaitu belajar akan bersemangat apabila banyak latihan dan ulangan,
dan (3) law of effect, yaitu belajar akan bersemangat apabila
mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik.

Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli tersebut, dapat


disimpulkan bahwa sebaiknya pembelajaran selalu memberi
stimulus kepada peserta didik agar menimbulkan respon yang tepat
seperti yang kita inginkan. Hubungan stimulus dan respon ini
dilakukan berulang-ulang sehingga menimbulkan kebiasaan,
selanjutnya jika peserta didik mendapatkan kesulitan belajar, maka
guru akan menjadi fasilitator untuk mendukung peserta didik
mencoba hingga akhirnya diperolehkan hasil.

b. Aliran Kognitif
Tokoh-tokoh penting dalam teori kognitif salah satunya
adalah J. Piaget dan Brunner. Menurut J. Piaget, kegiatan belajar
terjadi sesuai dengan pola-pola perkembangan tertentu dan umur
seseorang, serta melalui proses asimilasi, akomodasi dan
equilibrasi. Tahap-tahap perkembangan itu adalah tahap

21
C. Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), Cet.
1, hlm. 23-24.
22
Syaiful Sagala, Konsep dan Media Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 42.
13

sensorimotor, tahap preoperasional, tahap operasional konkret, dan


tahap operasional formal23.

Pieget memandang perkembangan kognitif sebagai suatu


proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan
pemahaman realistis melalui pengalaman-pengalaman dan
interaksi-interaksi mereka. Perkembangan kognitif sebagian besar
tergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif
berinteraksi dengan lingkungannya24. Selanjutnya, menurut Ausuel,
siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajaran (instruction
content) sebelumnya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan
dengan baik dan tepat kepada siswa (advance organizers)25.oleh
karena itu, akan mempengaruhi kemajuan belajar siswa.

Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh kemampuan


kita dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi di
dalam lingkungan. Oleh karena itu, dalam aliran kognitivisme lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil itu sendiri. Karena
menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses berfikir
kompleks.

c. Aliran Kontruktivisme
Paham kontruktivisme dikemukakan bahwa pembelajaran
sebagai proses mengkontruksi pengetahuan yang menghubungkan
yang sudah ada dengan yang dipelajari. Seperti dijelaskan Paul
Suparno dalam Sardiman, belajar merupakan proses aktif dari
subyek belajar untuk mengkontruksi makna sesuatu, entah itu teks,

23
C. Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), Cet.
1, hlm. 35.
24
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan
Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kenyans, 2009),
Cet. 1, hlm. 29.
25
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010), Cet. 1, hlm. 33.
14

kegiatan dialog, pengalaman fisik dan lain-lain26. Belajar


merupakan menghubungkan pengalaman atau pemahaman yang
sudah dimilikinya sehingga pengertiannya menjadi berkembang.

Menurut Woodfolk Contruktivism approach is a view that


emphasizes the active role of learner in building understanding and
making sense of information27. Kontruktivisme belajar menekankan
pada peran aktif si belajar (learner) dalam membangun pemahaman
dan memakai suatu informasi. Kontruktivisme memfokuskan pada
peran siswa secara individu untuk membangun struktur kognitif
mereka ketika menginterpresentasikan pengalaman-pengalaman
pada situasi belajar tertentu.

Selajutnya, menurut Gagne dalam Dimyanti mengungkapkan


bahwa28:
The theory has been applied to the design of instruction in all
fields, though in its original formulation spesial attention was
given to milliary training settings.

1. Intellectual skills: Create individual competence and ability


to respond to stimuli.
2. Cognitive strategies: Capalility to learn, think, and
remember.
3. Verbal information: Role memorization of names, faces,
dates, phone numbers, etc.
4. Motor skills: Capablitily to learn to drive, ride a bike,draw
a straight line, etc.
5. Attitudes: Ingrained bias towards different ideas, people,
situation, and may affect how one acts towards these things.

26
Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2014), Cet. 22, hlm. 37.
27
Anita Woodfolk, Educational Psycology, (Ohio: Pearson Eduction. Inc, 2004), hlm. 313.
28
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013),
Cet. 5, hlm. 10-12.
15

Each category requires different methods in order for the


particular skill set to be learned.

Pendapat diatas, menunjukkan Gagne mengklasifikasikan


belajar dari suatu proses belajar menjadi lima kategori yaitu. 1)
Inttelectual skill, 2) Cognitive straegies, 3) Verbal information, 4)
Motor skill, dan 5) Attitudes.

Secara filosofis, belajar menurut teori konstruktivisme adalah


membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
mendadak. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-
konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia
harus mengkonstruk pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata29.

Berdasarkan aliran ini, dapat disimpulkan bahwa belajar lebih


memfokuskan pada kesuksesan peserta didik dalam
mengorganisasikan pengalaman mereka. Hal ini juga memberikan
kerangka pemikiran belajar sebagai proses sosial atau belajar
kooperatif. Belajar merupakan hubungan timbal balik antara
individu dan individu, antara individu dan kelompok, serta
kelompok dan kelompok. Sehingga, dalam belajar terjadi interaksi
sosial dan kerjasama.

3. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran berlangsung manakala usaha tertentu telah dibuat
atau disiapkan untuk mengubah suatu keadaan sedemikian rupa,
sehingga suatu hasil belajar tertentu dapat dicapai. Dengan demikian
unsur ”kesengajaan” merupakan karakteristik dari suatu pembelajaran.
Alwi mendefinisikan kata pembelajaran berasal dari kata ajar yang

29
Baharuddin dan Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran. (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012), hlm. 116.
16

berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau


diturut, sedangkan pembelajaran berarti proses, cara perbuatan
menjadikan orang atau makhluk hidup belajar30.

Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru


sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang
lebih baik31. Sementara itu, pengertian pembelajaran menurut Trianto,
pada hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk
membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber
belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan 32. Pada
proses tersebut terjadi pengingatan informasi yang kemudian disimpan
dalam memori dan diorganisasi secara kognitif. Selanjutnya,
keterampilan tersebut diwujudkan secara praktis pada keaktifan siswa
dalam merespon dan bereaksi terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada diri siswa ataupun lingkungannya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa


pembelajaran merupakan suatu proses belajar yang berulang-ulang dan
menyebabkan adanya perubahan perilaku yang disadari dan cenderung
bersifat tetap. Sehingga, pembelajaran diharapkan dapat memberikan
dampak yang positif bagi siswa sehingga perubahan perilaku yang
disadari dan bersifat tetap tersebut dapat mengarahkan siswa pada hal-
hal yang lebih baik.

4. Pembelajaran Geografi
Geografi berasal dari dua kata, geo (earth) yang berarti bumi dan
grafi (graphein) yang berarti penggambaran. Jadi geografi adalah ilmu
yang menggambarkan tentang bumi. Dari dua kata tersebut banyak

30
Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 17.
31
Max Darsono, Belajar dan Pembelajaran, (Semarang: IKIP Semarang Press, 2000), hlm.
24.
32
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan
Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kenyans, 2009),
Cet. 1, hlm. 17.
17

kesimpulan tentang pengertian geografi, geografi sebagai the study of


the relationships existing between life and the physical environment,
atau sebagai ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan yang ada
antara kehidupan dengan lingkungan fisiknya33. Polunin,
mengemukakan bahwa geografi adalah studi dan deskripsi perbedaan-
perbedaan dan fenomena di bumi, mencakup semua yang mengubah
atau mempengaruhi permukaan bumi termasuk sifat-sifat fisiknya,
iklim, dan hasil-hasil baik yang bersifat hidup maupun tidak34.

Menurut Widoyo Alfandi, geografi adalah ilmu yang


menggunakan pendekatan holistik melalui kajian keruangan,
kewilayahan, ekologi dan sistem, serta historis untuk mendeskripsikan
dan menganalisis struktur pola, fungsi dan proses interelasi, interaksi,
interdependensi, dan hubungan timbal balik dari serangkaian gejala,
kenampakan atau kejadian dari kehidupan manusia (penduduk),
kegiatannya atau budidayanya dengan keadaan lingkungannya di
permukaan bumi, sehingga dari kajian tersebut dapat dijelaskan dan
diketahui lokasi atau penyebaran, adanya persamaan dan perbedaan
wilayah dalam hal potensi, masalah, informasi geografi lainnya, serta
dapat meramalkan informasi baru atas gejala geografi untuk masa
mendatang dan menyusun dalil-dalil geografi baru, serta selanjutnya
dimanfaatkan untuk kesejahteraan kehidupan manusia35.

Geografi pada hakikatnya mempelajari tentang aspek-aspek


keruangan permukaan bumi yang merupakan keseluruhan gejala alam
dan kehidupan umat manusia dengan variasi kewilayahannya 36. Definisi
geografi menurut hasil Semlok tahun 1988 dalam Suharyono dan Moch.

33
Armin Lobeck K, Geomormphology: An Introduction to The Study of Landscapes,
(London: McGraw-Hill Book Company, 1939), hlm. 3.
34
Nicholas Polunin, Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. (Alih
bahasa: Gembong Tjitrosoepomo), (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), hlm. 2.
35
Widoyo Alfandi, Epistemologi Geografi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2001), hlm. 81.
36
Nursid Sumaatmadja, Metodologi Pengajaran Geografi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997),
Cet. 1, hlm. 12.
18

Amien, adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan


fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan dan
kewilayahan dalam konteks keruangan.37 Menurut Suparmini, geografi
adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia
dengan lingkungannya.38 Bintarto mengemukakan bahwa pendekatan-
pendekatan yang digunakan dalam kajian geografi adalah sebagai
berikut.39
a. Pendekatan keruangan yaitu pendekatan yang mempelajari
perbedaan lokasi mengenai sifat-sifat penting atau seri sifat-sifat
penting.
b. Pendekatan kelingkungan yaitu pendekatan yang menekankan
pada interaksi antara organisme hidup dengan lingkungan.
c. Pendekatan kompleks wilayah yaitu pendekatan yang
menekankan kombinasi antara pendekatan keruangan dan
pendekatan kelingkungan, sehingga lebih multi variasi.
Dari pengertian-pengertian pembelajaran dan geografi di atas,
Nursid Sumaatmadja menyimpulkan bahwa pembelajaran geografi
adalah pembelajaran tentang aspek-aspek keruangan permukaan bumi
yang merupakan keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia
yang bervariasi kewilayahannya40. Dengan kata lain pembelajaran
geografi merupakan pembelajaran tentang hakikat geografi yang
diajarkan disekolah dan disesuaikan dengan perkembangan mental
peserta didik pada jenjang pendidikan masing-masing. Pembelajaran
geografi dapat mengembangkan kemampuan intelektual tiap orang atau
peserta didik yang mempelajarinya. Geografi dapat meningkatkan rasa
ingin tahu, daya untuk melakukan observasi terhadap alam, melatih

37
Suharyono dan Moch. Amien, Pengantar Filsafat Geografi, (Jakarta: Dirjen Dikti
Depdikbud, 1994), hlm. 15.
38
Suparmini, dkk, Dasar-Dasar Geografi, (Yogyakarta: Diktat FIS UNY, 2000), hlm. 17.
39
R. Bintarto dan Surastopo Hadisumarno, Metode Analisa Geografi, (Jakarta: LP3ES,
1991), Cet. 4, hlm. 12-24.
40
Nursid Sumaatmadja, Metodologi Pengajaran Geografi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997),
Cet. 1, hlm. 21.
19

ingatan dan citra terhadap kehidupan dengan lingkungan dan dapat


melatih kemampuan memecahkan masalah kehidupan yang terjadi
sehari-hari.

5. Model Pembelajaran
Secara prinsip, kegiatan pembelajaran merupakan proses
pendidikan yang memberikan kesempatan peserta didik untuk
mengembangkan potensi keterampilan pengetahuan sikap yang
diperlukan untuk hidup bermasyarakat oleh sebab itu seluruh kegiatan
pembelajaran diarahkan agar peserta didik mampu berkompetensi.
Untuk memenuhi standar itu diperlukan model pembelajaran bagi
seorang guru untuk dapat membantu dalam proses pembelajaran.

Model pembelajaran kemudian dijabarkan kedalam strategi dan


teknik pembelajaran. Dengan demikian, strategi dan teknik
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang
dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Apabila
antara pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran sudah
terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang
disebut Model Pembelajaran41.

Model pembelajaran merupakan suatu cara yang digunakan guru


dalam menjalankan fungsinya yang merupakan alat sebagai pencapaian
tujuan pembelajaran, yang mana model pembelajaran lebih bersifat
prosedural berisikan tahapan model pembelajaran tertentu42. Jadi,
model pembelajaran merupakan seperangkat kegiatan prosedural yang
digunakan sebagai pedoman, tutorial seorang guru dalam menjalankan
fungsinya dan alat pencapai tujuan pembelajaran, dengan kata lain,
model pembelajaran juga merupakan bungkus dari serangkaian metode,
pendekatan, dan teknik pembelajaran.

41
M Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2014), hlm. 189.
42
B. Hamzah Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: Bumi Aksara, 2008), hlm. 2.
20

6. Model Pembelajaran Cooperative Learning


a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang
artinya mengerjakan sesuatu secara bersama sama dengan saling
membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.
Slavin mengemukakan,“In cooperative learning methods, student
work together in four member teams to master material initially
presented by the teacher”. Dari uraian tersebut menguraikan
metode pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran
dimana sistem belajar dan bekerja pada kelompok-kelompok kecil
yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat
merangsang siswa lebih bergairah dalam bekerja43.

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas


meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang
lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum
pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru,
dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan pertanyaan serta
menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk
membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud.
Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas44.

Ada beberapa jenis pembelajaran kooperatif, diantaranya


adalah: 1) kelompok pembelajaran kooperatif formal (formal
cooperative learning group) 2) kelompok pembelajaran kooperatif
informal (informal cooperative learning group), 3) kelompok besar
kooperatif (cooperative base group) dan 4) gabungan dari tiga
kelompok kooperatif (integrated use of cooperative learning
group).

43
Isjoni, Cooperative Learning: Mengembangkankan Kemampuan Belajar Berkelompok,
(Bandung: Alfabeta, 2016), Cet. 8, hlm. 15.
44
Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2016), Cet. 15, hlm. 64-65.
21

Cooperative learning didefinisikan sederhana sebagai


sekelompok kecil pembelajaran yang bekerja sama menyelesaikan
masalah, merampungkan tugas atau menyelesaikan tugas bersama.
Dengan catatan mengharuskan siswa bekerja sama dan saling
bergantung secara positif antar satu sama lain dalam konteks
struktur tugas, struktur tujuan dan struktur reward. Gagasan ini
upaya yang dirancang untuk menyampaikan materi sedemikian
rupa sehingga siswa benar-benar bisa bekerja sama untuk mencapai
sasaran sasaran pembelajaran sesuai tujuan pembelajaran dalam
ruang lingkup lebih luas yaitu kontribusi perkembangan terhadap
pendidikan di Indonesia searah dengan cita-cita luhur pendiri
bangsa ini.

Jadi pembelajaran cooperative merupakan model


pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim
kecil, yaitu antara 4-6 orang yang mempunyai latar belakang
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda
(heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap
kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok
mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan
demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai
ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang
selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap
kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota
kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan
mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap
individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan
kontribusi demi keberhasilan kelompok45.

45
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016), Cet. 12, hlm. 242-243.
22

Ada lima unsur yang membedakan cooperative learning


dengan kerja kelompok yang dikenal pada umumnya yaitu:

a) Positive independence.
b) Interaction face to face.
c) Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran
dalam anggota kelompok.
d) Membutuhkan keluwesan.
e) Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan
masalah (proses kelompok)46.
Menurut Slavin, Abrani dan Chambers berpendapat bahwa
belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa
perspektif, yaitu:

a. Perspektif motivasi, bahwa penghargaan yang diberikan


kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok
akan saling membantu.
b. Perspektif sosial, bahwa melalui kooperatif setiap siswa akan
saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan
semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan.
c. Perspektif perkembangan kognitif, bahwa dengan adanya
interaksi anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi
siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi.
d. Perspektif elaborasi kognitif, bahwa setiap siswa akan
berusaha untuk memahami dan membina informasi untuk
menambah pengetahuan kognitifnya47.
Jadi pola belajar kelompok dengan cara kerja sama antar
siswa, selain dapat mendorong tumbuhnya gagasan yang lebih
bermutu dan meningkatkan kreativitas siswa, juga merupakan nilai
sosial bangsa Indonesia yang perlu dipertahankan. Apabila
46
Isjoni, Cooperative Learning: Mengembangkankan Kemampuan Belajar Berkelompok,
(Bandung: Alfabeta, 2016), Cet. 8, hlm. 41-42.
47
Wina Sanjaya, op.cit., hlm. 246-247.
23

individu-individu ini bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama,


ketergantungan timbal-balik atau saling ketergantungan antar
mereka akan memotivasi mereka untuk bekerja lebih keras demi
keberhasilan secara bersama-bersama, dimana kadang-kadang
mereka harus menolong seorang anggota secara khusus. Hal
tersebut mendorong tumbuhnya rasa ke”kami”an dan mencegah
rasa ke”aku”an48.

b. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif


Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua
kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran
gotong-royong harus diterapkan.

1. Saling Ketergantungan Positif


Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha
setiap anggotanya untuk menciptakan kelompok kerja yang
efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa
sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan
tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.
Beberapa siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder
terhadap rekan-rekan mereka karena mereka juga memberikan
sumbangan dan mereka akan merasa terpacu untuk
meningkatkan usaha mereka.
2. Tanggung Jawab Perseorangan
Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran
cooperative learning membuat persiapan dan menyusun tugas
sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok
harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas
selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. Dengan

48
Hari Suderadjat, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), (Bandung: Cipta
Cekas Grafika, 2004), hlm.114‐115.
24

demikian siswa yang tidak melaksanakan tugasnya akan


diketahui dengan jelas dan mudah.
3. Tatap Muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk
bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan
memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang
menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah
menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi
kekurangan masing-masing. Perbedaan ini akan menjadi modal
utama dalam proses saling memperkaya antar anggota
kelompok. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan
untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam
kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.
4. Komunikasi Antar Anggota
Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar
dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Proses
ini merupakan proses yang bermanfaat untuk memperkaya
pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan
emosional siswa. Tidak semua siswa mempunyai keahlian
mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok
juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling
mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan
pendapat mereka.
5. Evaluasi Proses Kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi
kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan
hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama
dengan efektif. Waktu evaluasi tidak perlu diadakan setiap kali
ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa
25

waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan


cooperative learning49.
c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif pada dasarnya dikembangkan
untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting
yang dirangkum Ibrahim, yaitu:

1. Hasil Belajar Akademik


Pembelajaran kooperatif meskipun mencakup beragam
tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas
akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat model
ini unggul dalam membentu siswa memahami konsep-konsep
sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan, model
struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai
siswa pada bidang akademik dan perubahan norma yang
berhubungan dengan hasil belajar.

2. Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu


Tujuan lain model pembelajaraan kooperatif adalah
penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda
berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi
peluang kepada siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi
untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas
akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan
belajar saling menghargai satu sama lain.

3. Pengembangan Keterampilan Sosial


Tujuan penting ketiga pembelajaran koperatif menurut
Isjoni adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja
sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial

49
Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Lerning Di Ruang-Ruang
Kelas, (Jakarta: PT Grasindo, 2003), Cet. 2, hlm. 30-34.
26

penting dimiliki siswa, sebab ini banyak anak muda masih


kurang dalam keterampilan sosial.

Model pembelajaran ini ada hal yang menarik adalah


adanya harapan yang saling memiliki dampak pembelajaran,
yaitu berupa peningkatan prestasi belajar siswa juga
mempunyai dampak pengiring seperti relasi sosial, penerimaan
terhadap siswa yang dianggap lemah, harga diri norma
akademik, penghargaan terhadap waktu, dan suka memberi
pertolongan pada orang lain.

Model pembelajaran ini bisa digunakan manakala:

a. Guru menekankan pentingnya usaha kolektif di samping


usaha individual dalam belajar.
b. Jika guru menghendaki seluruh siswa (bukan hanya siswa
yang pintar saja) untuk memperoleh keberhasilan dalam
belajar.
c. Jika guru ingin menanamkan, bahwa siswa dapat belajar
dari teman lainnya, dan belajar dari bantuan orang lain.
d. Jika guru menghendaki untuk mengembangkan
kemampuan komunikasi siswa sebagian dari isi
kurikulum.
e. Jika guru menghendaki meningkatkan motivasi siswa dan
menambah tingkat partisipasi mereka.
f. Jika guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah dan menemukan berbagai
solusi pemecahannya.
d. Keunggulan Dan Keterbatasan Pembelajaraan Kooperatif
Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi
pembelajaran di antaranya:
27

a. Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu


menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah
kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan
informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang
lain.
b. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara
verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
c. Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek
pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasanya
serta menerima segala perbedaan.
d. Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan
setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
e. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup
ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus
kemampuan sosial.
f. Melalui pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan
kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahaman sendiri,
menerima umpan balik.
g. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan
siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak
menjadi nyata.
h. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan
motivasi dan member rangsangan untuk berpikir.
Di samping pembelajaran kooperatif mempunyai keunggulan
juga mempunyai keterbatasan, di antaranya yaitu:

a. Bagi siswa yang pandai, mereka akan merasa terhambat oleh


siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya,
keadaan yang seperti ini dapat mengganggu iklim kerja sama
dalam kelompok.
28

b. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif didasarkan pada hasil


kelompok. Namun yang demikian, guru perlu menyadari
bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah
prestasi setiap individu siswa.
c. Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya
mengembangkan kesadaran kelompok memerlukan periode
waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin dapat
tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-kali penerapan
strategi ini.
d. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan
yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas
dalam kehidupan yang didasarkan kepada kemampuan secara
individu. Oleh karena itu idealnya pembelajaran kooperatif
selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar
bagaimana membangun kepercayaan diri.
e. Fase-Fase Dalam Pembelajaran Kooperatif
Terdapat enam fase utama atau tahapan di dalam pelajaran
yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Fase-fase itu
ditunjukkan pada tabel 2.1

Tabel 2.1.
Fase-Fase dalam Pembelajaran Kooperatif50
Fase Kegiatan Guru
Fase-1 Guru menyampaikan semua tujuan
Menyampaikan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran
tujuan dan tersebut dan memotivasi siswa belajar.
memotivasi siswa
Fase-2 Guru menyajikan informasi kepada siswa
Menyampaikan kepada jalan demonstrasi atau lewat bahan
informasi bacaan.

50
Ibrahim, dkk, Pembelajaran kooperatif, (Surabaya; University Press, 2000)
29

Fase-3 Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana


Mengorganisasikan caranya membentuk kelompok belajar dan
siswa ke dalam membantu setiap kelompok agar
kelompok- melakukan transisi secara efisien
kelompok belajar.
Fase-4 Guru membimbing kelompok-kelompok
Membimbing belajar pada saat mereka mengerjakan
kelompok bekerja tugas mereka.
dan belajar.
Fase-5 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
Evaluasi materi yang telah dipelajari atau masing-
masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya.
Fase-6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai
Memberikan baik upaya maupun hasil belajar individu
penghargaan dan kelompok
Fase-fase tersebut menunjukkan alur pembelajaran yang
terjadi di dalam kelas. Kelancaran proses pembelajaran bukan
hanya tanggung jawab guru saja, tetapi keaktifan siswa juga
mempengaruhi proses pembelajaran. Sehingga kerja sama antara
guru dan siswa diperlukan agar pembelajaran berjalan lancar dan
tujuan pembelajaran berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

f. Macam-Macam Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran kooperatif memiliki berbagai macam model
diantaranya yaitu:

1. Mencari Pasangan ( Make a Match)


Teknik belajar mengajar mencari pasangan (make a
match) dikembangkan oleh Lorna Curran. Salah satu
keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil
belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
30

menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata


pelajaran.

2. Kepala Bernomor (Number Heads)


Teknik belajar mengajar kepala bernomor (Number
Heads) dikembangkan oleh Spencer Kagan. Teknik ini
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang
paling tepat.

Tahapan pertama yaitu, siswa dibagi dalam kelompok,


setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor. Tahap kedua,
guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakanya. Tahap ketiga, kelompok memastikan jawaban
yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota
kelompok mengetahui jawabanya. Pada tahapan keempat guru
memanggil salah satu nomor51.

3. Student Team Achievement Division (STAD)


Student Team Achievement Division (STAD), merupakan
model pembelajaran yang pertama kali dikembangkan oleh
Robert Slavin dkk di Universitas John Hopkins.

Dalam STAD, siswa dibagi menjadi kelompok


beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis
kelamin dan sukunya. Sang guru memberikan suatu pelajaran,
dan kemudian siswa-siswa di dalam kelompok itu memastikan
bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran
itu. Selanjutnya, semua siswa menjalani kuis perorangan
tentang materi tersebut, dan pada saat itu mereka tidak bisa
saling membantu satu sama lain. Nilai-nilai hasil kuis siswa

51
Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-
Ruang Kelas, (Jakarta: PT Grasindo, 2003), Cet. 2, hlm. 58-60.
31

diperbandingkan dengan nilai rata-rata mereka sendiri yang


sebelumnya, dan nilai-nilai diberi hadiah berdasarkan pada
seberapa tinggi peningkatan yang bisa mereka capai atau
seberapa tinggi nilai itu melampaui nilai mereka sebelumnya.
Nilai-nilai itu kemudian dijumlah untuk mendapatkan nilai
kelompok, dan kelompok yang bisa mencapai kriteria tertentu
bisa mendapatkan sertifikasi atau hadiah-hadiah yang
52
lainnya .

4. Snowball Throwing (Melempar Bola Salju)


Teknik Snowball Throwing merupakan metode
pembelajaran kooperatif yang membuat siswa membuat dan
menjawab pertanyaan yang dipadukan melalui suatu
permainan, dengan permaian melempar kertas yang berisi soal
yang telah dibuat siswa53.

5. Jigsaw
Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot
Aronson dkk, di Universitas Texas, kemudian diadaptasi oleh
Slavin dkk di Universitas Jhon Hopkins. Pembelajaran
kooperatif jigsaw adalah model pembelajaran kooperatif yang
menitik beratkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk
kelompok kecil.

Dalam terapan tipe jigsaw, siswa dibagi menjadi


beberapa kelompok dengan lima atau enam kelompok belajar
heterogen. Materi pelajaran diberikan pada siswa dalam bentuk
teks. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari
bagian tertentu dari bahan yang diberikan. Anggota dari

52
Shlomo sharan, The Handbook of Cooperative Learning: Inovasi Pengajaran dan
Pembelajaran untuk Mengacu Keberhasilan Siswa di Kelas, (Yogyakarta:Istana Media), hlm. 5.
53
Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi, (Bandung: PT
Refika Aditama, 2013), Cet. 3, hlm. 67.
32

kelompok yang lain mendapat tugas topik yang sama, yakni


berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersbut54.

6. Berpikir Berpasang Berempat ( Think Pair Square)


Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja
sama dengan orang lain. Keunggulan lain teknik ini adalah
mongoptimalkan partisipasi siswa. Dengan metode klasikal
yang memungkinkan hanya satu siswa yang maju dan
membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, teknik berpikir
berpasang berempat ini memberi kesempatan sedikitnya
delapan kali lebih banyak kepada para setiap siswa untuk
dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka pada orang lain.

7. Model Pembelajaran Think Pair Square


a. Pengertian Think Pair Square
Model pembelajaran Think Pair Square dikembangkan oleh
Spencer Kagan pada tahun 1933 dan merupakan pengembangan
dari model pembelajaran Think Pair Share. Teknik pembelajaran
ini memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerjasama
dengan orang lain serta memberi lebih banyak waktu untuk berpikir
bagi siswa dalam menunjukkan partisipasi mereka kepada orang
lain55. Pembelajaran model Think Pair Square memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan berpikir
secara kritis, berkomunikasi, dan mendorong siswa untuk berbagi
informasi dengan orang siswa lain.

Perbedaan antara model pembelajaran tipe Think Pair Square


dengan tipe Think Pair Share adalah terletak pada
pengelompokkannya. Pada model pembelajaran tipe Think Pair
Square terjadi pengelompokkan dua kali sedangkan pada model
54
Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2011), Cet. 3, hlm. 182.
55
Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Lerning Di Ruang-Ruang
Kelas, (Jakarta: PT Grasindo, 2003), Cet. 2, hlm. 56.
33

pembelajaran tipe Think Pair Share pengelompokan hanya satu kali


yaitu pada tahap (pair) saja. Menurut Frank Lyman dalam Riyanto,
ada tiga komponen utama pada pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share, yaitu:56

1. Thinking (berpikir): beri kesempatan siswa untuk mencari


jawaban tugas secara mandiri.
2. Pairing (berpasangan): bertukar pikiran dengan teman
sebangku.
3. Sharing (berbagi): berdikusi dengan pasangan lain (menjadi
empat siswa).
Sedangkan menurut Lie prosedur model pembelajaran tipe
Think Pair Square yaitu:57

(1) Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan


memberikan tugas kepada semua kelompok, (2) setiap siswa
memikirkan dan mengerjakan tugas itu sendiri, (3) siswa
berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan
berdiskusi dengan pasangannya, (4) kedua pasangan bertemu
kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai
kesempatan membagikan hasil kerjanya kepada kelompok
berempat.

Pengelompokan dua kali pada model pembelajaran Think


Pair Square bertujuan untuk mengoptimalkan lebih banyak ide
yang dikeluarkan oleh siswa baik saat berpasangan maupun saat
berkelompok berempat dan siswa menjadi lebih mudah dalam
merekontruksi pengetahuannya. Pada saat (pair) siswa berdiskusi
secara berpasangan berdua sehingga interaksi antar kedua peserta
menjadi lebih dekat. Bagi siswa yang masih pemalu untuk
56
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Guru/Pendidik
dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet. 1,
hlm. 274.
57
Anita Lie, op.cit., hlm. 58.
34

berkontribusi menjadi lebih terdorong dalam mengeluarkan


pemikirannya karena hanya berdiskusi dengan seorang teman yang
lain. Sehingga berbagi pemahaman antar teman menjadi lebih
efektif. Namun jika diskusi hanya dilakukan dua orang maka
pengetahuan yang terbentuk masih kurang atau terbatas. Sehingga
dilakukanlah pengelompokan lagi dengan 4 orang anggota
(square). Pengelompokkan ini bertujuan agar pemahaman siswa
mengenai materi yang dipelajari menjadi lebih luas dan ide yang
didapatkan untuk menyelesaikan permasalahan menjadi lebih
banyak.

Jadi, model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square


merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
melibatkan kerja sama antar siswa dalam kelompok kecil yang
heterogen dengan melakukan beberapa tahapan pengelompokan
yaitu (think), (pair) dan (square) guna mencapai tujuan bersama
dalam menemukan secara komprehensif konsep-konsep yang sulit.
Model pembelajaraan kooperatif tipe Think Pair Square ini
digunakan untuk meningkatkan pemahaman konsep, komunikasi
dan mendorong siswa untuk berbagi informasi dengan siswa lain.

b. Langkah-Langkah Think Pair Square


Model pembelajaran Think Pair Square mempunyai langkah-
langkah sebagai berikut:

1. Think (Berfikir)
Pada tahap ini adalah tahap pemikiran pribadi pertama
mengenai hal yang ada. Pemikiran harus dibatasi sehingga
siswa benar-benar bisa fokus pada poin pertama.

2. Pair (Berpasangan)
Pada tahap ini siswa diminta untuk bekerja secara
berpasangan. Siswa dapat melakukan sharing dengan
35

pasangannya membahas hal yang belum dikuasi satu sama lain


dan mulai menyusun jawaban dari hasil diskusinya.

3. Square (Berkelompok)
Pada tahap ini satu kelompok berpasangan dengan
kelompok lain sehingga dalam satu kelompok berisi empat
siswa. Satu kelompok tersebut diminta untuk berdiskusi lagi
tentang masalah yang diberikan dan menulis jawaban mereka
sesuai dengan hasil diskusi kelompok, sehingga dapat
menghasilkan jawaban yang terbaik.

Mengacu pada langkah-langkah diatas, maka langkah-


langkah penerapan model pembelajaran Think Pair Square dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2.
Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Think Pair Square58
Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
Tahap 1  Guru menjelaskan aturan main dan batasan waktu
Pendahuluan tiap kegiatan, memotivasi siswa terlibat pada
(Memberikan orientasi aktivitas pemecahan masalah.
kepada peserta didik)  Guru membagi kelompok yang terdiri dari empat
orang.
 Guru menentukan pasangan diskusi siswa.
 Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai
oleh siswa.
Tahap 2  Guru menggali pengetahuan awal siswa.
Think (Berpikir secara  Guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS)
individu) kepada seluruh siswa.
 Siswa mengerjakan LKS tersebut secara individu.

58
Anita Lie, op.cit., hlm. 57-58.
36

Tahap 3  Siswa berdiskusi dengan pasangan mengenai


Pair (Berpasangan jawaban tugas yang dikerjakan secara individu.
dengan teman
sebangku)
Tahap 4  Kedua pasangan bertemu dalam satu kelompok
Square (2 pasangan untuk berdiskusi mengenai permasalahan yang
berkelompok) sama.
Tahap 5  Beberapa kelompok tampil di depan kelas untuk
Diskusi Kelas mempresentasikan jawaban LKS.
(Presentasi tiap
kelompok)
Tahap 6  Siswa dinilai secara individu dan kelopok.
Penghargaan

c. Kelebihan dan Kekurangan Think Pair Square


Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square
memiliki keunggulan diantaranya adalah:

1. Dalam kelompok berempat, guru lebih mudah membagi


siswa untuk berpasangan
2. Setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi
dengan siswa yang lebih pintar ataupun dengan siswa yang
lebih lemah.
3. Siswa dapat meningkatkan motivasi dan mendapatkan
rancangan untuk berpikir, sehingga siswa dapat
mengembangkan kemampuannya dalam menguji ide dan
pemahamannya sendiri.
4. Siswa akan lebih banyak berdiskusi, baik pada saat
berpasangan, dalam kelompok berempat, maupun dalam
diskusi kelas, sehingga akan lebih banyak ide yang
37

dikeluarkan siswa dan akan lebih mudah dalam


merekonstruksi pengetahuannya.
5. Optimalisasi partisipisasi siswa dalam kegiatan pembelajaran
dan memberi kesempatan kepada siswa untuk dikenali dan
menunjukkan partisipasi mereka kepada siswa lain.
6. Dominasi guru dalam pembelajaran semakin berkurang. Guru
hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa
untuk berusaha mengerjakan tugas dengan baik59.
Selain beberapa keunggulan diatas, pembelajaran Think Pair
Square memiliki kelemahan diantaranya adalah:

1. Guru harus pandai mengatur waktu sehingga setiap tahapan


dapat dilalui.
2. Memungkinkan terjadinya kesulitan dalam pengambilan
kesimpulan pada saat berdiskusi mengenai suatu materi
pokok.
8. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Untuk memberikan pengertian tentang hasil belajar maka
akan diuraikan terlebih dahulu dari segi bahasa. Pengertian ini
terdiri dari dua kata “hasil” dan “belajar”. Dalam KBBI hasil
memiliki beberapa arti: 1) Sesuatu yang diadakan oleh usaha, 2)
pendapatan; perolehan; buah. Sedangkan belajar adalah perubahan
tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman60.
Secara umum Abdurrahman menjelaskan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan
belajar. Menurutnya juga anak-anak yang berhasil dalam belajar

59
Anita Lie, op.cit., hlm. 57.
60
Tim Penyusun Pusat Bahasa (Mendikbud), Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2007), Ed. 3, cet. 4, hlm. 408 & 121.
38

ialah berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan


instruksional61.

Adapun yang dimaksud dengan belajar Menurut Usman


adalah “Perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya
interaksi antara satu individu dengan individu lainnya dan antara
individu dengan lingkungan”62. Lebih luas lagi Subrata
mendefinisikan belajar adalah “(1) membawa kepada perubahan,
(2) Bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkanya
kecakapan baru, (3) Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha
dengan sengaja”63. Dari beberapa definisi di atas terlihat para ahli
menggunakan istilah “perubahan” yang berarti setelah seseorang
belajar akan mengalami perubahan.

Untuk lebih memperjelas Mardianto memberikan kesimpulan


tentang pengertian belajar:

1. Belajar adalah suatu usaha, yang berarti perbuatan yang


dilakukan secara sungguh-sungguh, sistematis, dengan
mendayagunakan semua potensi yang dimiliki, baik fisik
maupun mental.
2. Belajar bertujuan untuk mengadakan perubahan di dalam diri,
antara lain perubahan tingkah laku diharapkan kearah positif
dan kedepan.
3. Belajar juga bertujuan untuk mengadakan perubahan sikap,
dari sikap negatif menjadi positif, dari sikap tidak hormat
menjadi hormat dan lain sebagainya.

61
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2003), Cet. 3, hlm. 37-38.
62
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006), Cet. 20, hlm. 5.
63
Sumadi Surya Subrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995).
hlm. 249.
39

4. Belajar juga bertujuan mengadakan perubahan kebiasaan dari


kebiasaan buruk, menjadi kebiasaan baik. Kebiasaan buruk
yang dirubah tersebut untuk menjadi bekal hidup seseorang
agar ia dapat membedakan mana yang dianggap baik di
tengah-tengah masyarakat untuk dihindari dan mana pula yang
harus dipelihara.
5. Belajar bertujuan mengadakan perubahan pengetahuan tentang
berbagai bidang ilmu, misalnya tidak tahu membaca menjadi
tahu membaca, tidak dapat menulis jadi dapat menulis. Tidak
dapat berhitung menjadi tahu berhitung dan lain sebagainya.
6. Belajar dapat mengadakan perubahan dalam hal keterampilan,
misalnya keterampilan bidang olah raga, bidang kesenian,
bidang tekhnik dan sebagainya.64
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu
setelah proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan
perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap dan
keterampilan siswa sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya65.
Hasil belajar merupakan salah satu indikator dari proses belajar.
Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang diperoleh siswa
setelah mengalami aktivitas belajar66. Salah satu indikator tercapai
atau tidaknya suatu proses pembelajaran adalah dengan melihat
hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang dicapai


oleh siswa dalam mengikuti program belajar mengajar, sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan. Menurut Dimyati dan Mudjiono67,
Dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar

64
Mardianto, Psikologi Pendidikan: Landasan Bagi Pengembangan Strategi
Pembelajaran, (Medan: Perdana Publishing, 2017), Cet. 5, hlm. 46-47.
65
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010),
Cet. 24, hlm. 106-107.
66
Catharina Tri Anni, Psikologi Belajar, (Semarang: IKIP Semarang Press, 2004), hlm. 4.
67
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013),
Cet. 5, hlm. 3.
40

merupakan suatu proses untuk melihat sejauh mana siswa dapat


menguasai pembelajaran setelah mengikuti kegiatan proses belajar
mengajar, atau keberhasilan yang dicapai seorang peserta didik
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran yang ditandai dengan
bentuk angka, huruf, atau simbol tertentu yang disepakati oleh
pihak penyelenggara pendidikan. Dari beberapa teori di atas
tentang pengertian hasil belajar, maka hasil belajar yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah hasil belajar (perubahan tingkah laku:
kognitif, afektif dan psikomotorik) setelah selesai melaksanakan
proses pembelajaran dengan strategi pembelajaran information
search dan metode resitasi yang dibuktikan dengan hasil evaluasi
berupa nilai.

b. Indikator Dalam Hasil Belajar


Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi
segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman
dan proses belajar siswa. Kunci pokok untuk memperoleh ukuran
dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garis besar indikator
dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau
diukur. Indikator hasil belajar menurut Benjamin S.Bloom dengan
Taxonomy of Education Objectives membagi tujuan pendidikan
menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, psikomotorik68.
Pengembangan dari masing-masing ranah dapat kita lihat pada
tabel dibawah ini.

68
Burhan Nurgiantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta:
BPFE, 1988), hlm. 42.
41

Tabel 2.3.
Jenis dan Indikator Hasil Belajar69
No. Ranah Indikator
1. Ranah Kognitif Mengidentifikasi,
a. Pengetahuan mendefinisikan, mendaftar,
(Knowledge) mencocokkan, menetapkan,
menyebutkan, melabel,
menggambarkan, memilih.

b. Pemahaman Menerjemahkan, merubah,


(Comprehension) menyamarkan, menguraikan
dengan kata-kata sendiri,
menulis kembali, merangkum,
membedakan, menduga,
mengambil kesimpulan,
menjelaskan.

c. Penerapan Menggunakan, mengoperasikan,


(Application) menciptakan/ membuat
perubahan, menyelesaikan,
memperhitungkan, menyiapkan,
menentukan.

d. Analisis Membedakan, memilih,


(Analysis) membedakan, memisahkan,
membagi, mengidentifikasi,
merinci, menganalisis,
membandingkan.

69
Kenneth D. Moore, Effective Instructional Strategies From Theory to Practice. (London:
Sage Publications, Inc, 2005)
42

e. Menciptakan, Membuat pola, merencanakan,


membangun menyusun, mengubah,
(Synthesis) mengatur, menyimpulkan,
menyusun, membangun,
merencanakan.

f. Evaluasi Menilai, membandingkan,


(Evaluation) membenarkan, mengkritik,
menjelaskan, menafsirkan,
merangkum, mengevaluasi.
2. Ranah Afektif Mengikuti, memilih,
a. Penerimaan mempercayai, memutuskan,
(Receiving) bertanya, memegang, memberi,
menemukan, mengikuti.

b. Menjawab/me Membaca, mencocokkan,


nanggapi membantu, menjawab,
(Responding) mempraktekkan, memberi,
melaporkan, menyambut,
menceritakan, melakukan,
membantu.

c. Penilaian Memprakarsai, meminta,


(Valuing) mengundang, membagikan,
bergabung, mengikuti,
mengemukakan, membaca,
belajar, bekerja, menerima,
melakukan, mendebat.

d. Organisasi Mempertahankan, mengubah,


(Organization) menggabungkan,
43

mempersatukan, mendengarkan,
mempengaruhi, mengikuti,
memodifikasi, menghubungkan,
menyatukan.

e. Menentukan Mengikuti, menghubungkan,


ciri-ciri nilai memutuskan, menyajikan,
(Characterization menggunakan, menguji,
by a value or menanyai, menegaskan,
value complex) mengemukakan, memecahkan,
mempengaruhi, menunjukkan.
3. Ranah Psikomotor Membawa, mendengar, memberi
a. Gerakan Pokok reaksi, memindahkan, mengerti,
(Fundamental berjalan, memanjat, melompat,
Movement) memegang, berdiri, berlari.

b. Gerakan Umum Melatih, membangun,


(Generic membongkar, merubah,
Movement) melompat, merapikan,
memainkan, mengikuti,
menggunakan, menggerakkan.

c. Gerakan Ordinat Bermain, menghubungkan,


(Ordinative mengaitkan, menerima,
Movement) menguraikan,
mempertimbangkan,
membungkus, menggerakkan,
berenang, memperbaiki,
menulis.

d. Gerakan Kreatif Menciptakan, menemukan,


44

(Creative membangun, menggunakan,


Movement) memainkan, menunjukkan,
melakukan, membuat, menyusun

Dengan melihat tabel di atas kita dapat menyimpulkan


bahwa dalam hasil belajar harus dapat mengembangkan tiga ranah
yaitu: ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam penelitian ini
difokuskan pada salah satu ranah dalam teori hasil belajar yaitu
pada ranah kognitif.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Menurut Sudjana hasil belajar adalah perubahan kemampuan
yang dimiliki peserta didik setelah mengalami proses belajar.
Penguasaan peserta didik antara lain berupa penguasaan kognitif
yang dapat diketahui melalui hasil belajar. Usaha untuk mencapai
aspek tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar70.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar


siswa secara garis besar terbagi dua bagian, yaitu faktor eksternal
dan internal71.

1. Faktor Eksternal
a) Lingkungan
Yaitu suatu kondisi yang ada disekitar peserta didik
contoh suhu, udara, cuaca, juga termasuk keadaan sosial
yang ada disekitar peserta didik.
b) Faktor Instrumental

70
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), Cet. 11, hlm. 22.
71
M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1995), Cet. 1, hlm. 59-60.
45

Yaitu faktor yang adanya dan penggunaannya


dirancang sesuai dengan hasil yang diharapkan. Contoh :
Kurikulum, metode, sarana, media, dan sebagainya.
2. Faktor Internal
a) Faktor fisiologis siswa, seperti kondisi kesehatan dan
kebugaran fisik, serta kondisi panca inderanya terutama
penglihatan dan pendengaran.
b) Faktor psikologis siswa, seperti minat, bakat, intelegensi,
motivasi, dan kemampuan-kemampuan kognitif seperti
kemampuan persepsi, ingatan, berpikir dan kemampuan
dasar pengetahuan yang dimiliki.
d. Manfaat Hasil Belajar
Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku
seseorang yang mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor setelah mengikuti suatu proses belajar mengajar
tertentu72. Pendidikan dan pengajaran dikatakan berhasil apabila
perubahan-perubahan yang tampak pada siswa merupakan akibat
dari proses belajar mengajar yang dialaminya yaitu proses yang
ditempuhnya melalui program dan kegiatan yang dirancang dan
dilaksanakan oleh guru dalam proses pengajarannya. Berdasarkan
hasil belajar siswa, dapat diketahui kemampuan dan perkembangan
sekaligus tingkat keberhasilan pendidikan.

Hasil belajar harus menunjukkan perubahan keadaan menjadi


lebih baik, sehingga bermanfaat untuk: (a) menambah pengetahuan,
(b) lebih memahami sesuatu yang belum dipahami sebelumnya, (c)
lebih mengembangkan keterampilannya, (d) memiliki pandangan
yang baru atas sesuatu hal, (e) lebih menghargai sesuatu daripada
sebelumnya. Dapat disimpulkan bahwa istilah hasil belajar

72
Nana Sudjana, op.cit., hlm. 3.
46

merupakan perubahan dari siswa sehingga terdapat perubahan dari


segi pegetahuan, sikap, dan keterampilan.

B. Penelitian yang Relevan


Vebri Mita (2013) dengan skripsi yang berjudul Pengaruh Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Square disertai dengan
Lembaran Kerja Kartun terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa
Kelas VIII SMPN 34 Padang Tahun Pelajaran 2012/2013. Penelitian
eksperimen dengan pengambilan sampel menggunakan teknik purposive
random sampling. Dari penelitian tersebut mempunyai variabel terikat yang
yaitu pemahaman konsep matematis sedangkan dalam penelitian ini variabel
terikatnya hasil belajar. Sedangkan dalam penggunaan media juga berbeda.
Pada skripsi Mita tersebut menggunakan lembar kerja kartun yaitu berupa
lembar kerja yang disajikan dengan ilustrasi cerita yang merupakan
perpaduan antara kata-kata dan gambar kartun dengan menggunakan bahasa
yang ringan dan komunikatif. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan lembar kerja siswa (LKS) berupa soal yang dibuat
sedemikian rupa agar siswa dapat memahami konsep dengan baik. Hasil
penelitian Mita menunjukkan bahwa pemahaman konsep matematis siswa
yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square
lebih baik daripada kelas kontrol. Hal ini ditunjukkan oleh data tes akhir
siswa yaitu nilai rata-rata kelas eksperiman 65,81 sedangkan nilai rata-rata
kelas kontrol 50,1673.

Ni Made Dwi Tresnayanti dkk (2013) dengan jurnal yang berjudul


Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Square Terhadap Motivasi
Berprestasi dan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VII SMP Negeri 3
Singaraja. Penelitian eksperimen sampel diambil tanpa adanya pengacakan

73
Mita, Vebri. 2013. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair
Square disertai dengan Lembaran Kerja Kartun terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa
Kelas VIII SMPN 34 Padang Tahun Pelajaran 2012/2013. Padang: STKIP PGRI Sumatera Barat.
47

individu, cara ini dipilih dengan mempertimbangkan sulitnya merubah kelas


yang sudah terbentuk. Dari penelitian tersebut mempunyai variabel terikat
yaitu motivasi dan prestasi belajar sedangkan dalam penelitian ini variabel
terikatnya hasil belajar. Hasil penelitian Ni Made Dwi Tresnayanti dkk
menunjukkan bahwa Motivasi Berprestasi dan Prestasi Belajar IPS yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square lebih
baik daripada kelas kontrol. Motivasi berprestasi siswa yang mengikuti
model Think Pair Square dengan rata-rata 113,19 dibandingkan dengan
siswa yang mengikuti model konvensional dengan rata-rata 101,38.
Kemudian prestasi belajar siswa yang mengikuti model Think Pair Square
dengan rata-rata 72,80 dibandingkan dengan siswa yang mengikuti model
konvensional dengan rata-rata 57,41. Terakhir berdasarkan hasil analisis
MANOVA menunjukkan harga F untuk Pillae Trace, Wilk Lambda, Roy’s
Largest Roots sebesar 31,421 maka terdapat perbedaan motivasi berprestasi
dan prestasi belajar secara simultan antara siswa yang mengikuti model
pembelajaran Think Pair Square dan siswa yang mengikuti pembelajaran
konvensional pada mata pelajaran IPS kelas VII SMP N 3 Singaraja74.

Ni Karyawati Komang (2014) dengan skripsi yang berjudul Pengaruh


Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Square berbantuan kartu
kerja terhadap hasil belajar siswa. Penelitian berjenis eksperimen semu
(quasi experimen) dengan pengambilan sampel menggunakan teknik group
random sampling. Rancangan eksperimen yang digunakan oleh peneliti
adalah non equivalent post-test only control group design, karena peneliti
terdahulu hanya ingin mengetahui perbedaan hasil belajar antara kelas
ekperiman dan kelas kontrol. Perbedaan yang mendasar dalam penelitian ini
dengan penelitian terdahulu adalah media yang digunakan. Pada penelitian
terdahulu menggunakan kartu kerja dengan variabel terikat hasil belajar.
Sedangkan pada penilitian ini, peneliti menggunakan media LKS dengan
74
Ni Made Dwi Tresnayanti, dkk, Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Square
Terhadap Motivasi Berprestasi Dan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VII SMP Negeri 3
Singaraja, Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan
Dasar. Volume 3 Tahun 2013. hlm. 5.
48

variabel terikat hasil belajar. Uji Hipotesis yang digunakan dalam penelitian
terdahulu adalah uji-t sample independent (tidak berkolerasi) dengan rumus
polled varians, sedangkan pada penelitian ini menggunakan uji-t pihak
kanan. Rata-rata skor akhir yang diperoleh kelas eksperimen sebesar 23,60
dan rata-rata skor yang diperoleh kelas kontrol adalah 13,91. Dengan
demikian dapat diinterpretasikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
model pembelajaran tipe Think Pair Square berbantuan kartu kerja terhadap
hasil belajar siswa75.

Qurrota A’yun, dkk (2015) dengan jurnal yang berjudul Efektivitas


Model Think Pair Square (Tps) Berbasis Guided Inquiry Pada Tema Sistem
Transportasi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dan Sikap Ilmiah
Siswa. Penelitian berjenis eksperimen semu (quasi experimen) dengan
pengambilan sample menggunakan teknik purposive sampling. Rancangan
eksperimen yang digunakan oleh peneliti adalah non equivalent control
group design, Dari penelitian tersebut mempunyai variabel terikat yaitu
hasil belajar kognitif dan sikap ilmiah siswa. sedangkan dalam penelitian ini
variabel terikatnya hasil belajar. Hasil penelitian Ni Made Qurrota A’yun,
dkk menunjukkan bahwa didapat thitung sebesar 1,703 dan ttabel = 1,671 (dk =
61, α = 5%). Kesimpulannya, H0 ditolak, dan Ha diterima. Hal ini berarti ada
perbedaan hasil yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Sedangkan Pada penilaian sikap rasa ingin tahu, kelas ekesperimen
memperoleh nilai lebih tinggi (8.72) diatas kelas kontrol (8.44)76.

Ayu Noviati Kusuma Ningrum (2016) dengan judul skripsi Pengaruh


Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square
Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi Pada Siswa Kelas
VIII SMP Negeri 8 Bandar Lampung Semester Genap Tp 2015/2016).

75
Ni Komang Karyawati, dkk, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Square (TPS) Berbantuan Kartu Kerja Terhadap Hasil Belajar Matematika, Jurnal Mimbar PGSD
Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 2 No. 1 Tahun 2014, hlm. 8.
76
Qurrota A’yun, dkk, Efektivitas Model Think Pair Square (TPS) Berbasis Guided Inquiry
Pada Tema Sistem Transportasi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif dan Sikap Ilmiah
Siswa, Unnes Science Educational Journal. Vol. 4 No. 3 Tahun 2015, hlm. 4.
49

Penelitian berjenis eksperimen semu (quasi experimen) dengan pengambilan


sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan pengambilan
sampel menggunakan posttest only control design. Dari penelitian ini
mempunyai variabel terikat yang yaitu pemahaman konsep matematis
sedangkan dalam penelitian ini variabel terikatnya hasil belajar. sedangkan
media yang digunakan dalam penelitian juga sama yaitu (Lembar Kerja
Siswa) LKS berupa soal yaang dibuat sedemikian rupa agar siswa dapat
memahami konsep dengan baik. Hasil penelitian Ayu menunjukkan bahwa
pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square lebih baik daripada kelas
kontrol. Hal ini ditunjukkan oleh data tes akhir siswa yaitu nilai rata-rata
kelas eksperiman 52,72 sedangkan nilai rata-rata kelas kontrol 30,0277.

Tabel 2.4.
Penelitian yang Relevan
No. Nama/ Tahun Judul Persamaan dan
Perbedaan
1. Vebri Mita (2013) Pengaruh Penerapan Persamaan:
Model Pembelajaran 1. Variabel bebasnya
Kooperatif tipe Think Think Pair Square.
Pair Square disertai Perbedaan:
dengan Lembaran Kerja 1. Variabel terikat
Kartun terhadap nya pemahaman
Pemahaman Konsep konsep matematis.
Matematis Siswa Kelas 2. Media nya Lembar
VIII SMPN 34 Padang Kerja Kartun.
Tahun Pelajaran 3. Lokasi penelitian
2012/2013. di Padang.

77
Ayu Noviati Kusuma Ningrum. 2016. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Square Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi Pada
Siswa Kelas VIII SMP Negeri 8 Bandar Lampung Semester Genap Tp 2015/2016). Lampung:
Universitas Lampung.
50

2. 1. Ni Made Dwi Pengaruh Model Persamaan:


Tresnayanti Pembelajaran Think 1. Variabel bebasnya
2. Wayan Lasmawan Pair Square Terhadap Think Pair Square.
3. A.A.I.N. Marhaeni Motivasi Berprestasi Perbedaan:
(2013) dan Prestasi Belajar IPS 1. Variabel terikat
Siswa Kelas VII SMP nya motivasi dan
Negeri 3 Singaraja. prestasi belajar.
2. Lokasi penelitian
di Singaraja.
3. Ni Karyawati Komang Pengaruh Model Persamaan:
(2014) Pembelajaran 1. Variabel bebasnya
Kooperatif tipe Think Think Pair Square.
Pair Square berbantuan 2. Variabel terikat
kartu kerja terhadap nya hasil belajar.
hasil belajar siswa. 3. Penelitian
Eksperimen semu
(quasi
eksperimen).
Perbedaan:
1. Media nya Kartu
Kerja.
2. Lokasi penelitian
di Bali.
4. 1. Qurrota A’yun Efektivitas Model Think Persamaan:
2. Novi Ratna Dewi Pair Square (Tps) 1. Variabel bebasnya
3. Sudarmin Berbasis Guided Think Pair Square.
(2015) Inquiry Pada Tema 2. Penelitian
Sistem Transportasi Eksperimen semu
Untuk Meningkatkan (quasi
Hasil Belajar Kognitif eksperimen).
51

Dan Sikap Ilmiah Perbedaan:


Siswa. 1. Variabel terikat
nya Hasil Belajar
Kognitif dan Sikap
Ilmiah Siswa.
2. Lokasi penelitian
di Semarang.
5. Ayu Noviati Kusuma Pengaruh Penerapan Persamaan:
Ningrum (2016) Model Pembelajaran 3. Variabel bebasnya
Kooperatif Tipe Think Think Pair Square.
Pair Square Terhadap 4. Penelitian
Pemahaman Konsep Eksperimen semu
Matematis Siswa (Studi (quasi
Pada Siswa Kelas VIII eksperimen).
SMP Negeri 8 Bandar 3. Media nya LKS
Lampung Semester Perbedaan:
Genap Tp 2015/2016). 3. Variabel terikat
nya pemahaman
konsep matematis.
4. Lokasi penelitian
di Lampung.
52

C. Kerangka Berpikir
Keberhasilan siswa dalam belajar sangat didukung oleh
kemampuannya dalam memahami dan menguasai konsep dari materi yang
dipelajari. Begitu pula dalam pembelajaran geografi, keberhasilan siswa
sangat dipengaruhi oleh kemampuan siswa dalam menguasai konsep
pembelajaran geografi, penerapan suatu strategi atau model dalam
pembelajaran geografi merupakan hal yang sangat penting dalam
meningkatkan kemampuan siswa, guru dituntut untuk dapat
mengkondisikan kelas sehingga kegiatan belajar mengajar dapat tercipta
dengan baik. Selain itu penggunaan model dan media pembelajaran yang
tepat sangat diperlukan sehingga apa yang menjadi tujuan dalam
pembelajaran geografi dapat tercapai dengan baik.

Salah satu cara untuk meningkatkan hasil belajar geografi siswa


adalah penggunaan model pembelajaraan kooperatif tipe Think Pair Square.
Karena model ini dinilai lebih membuat siswa aktif untuk berpikir dan
bekerjasama. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square
mempunyai tiga tahapan penting, yaitu think (berfikir), pair (berpasangan),
dan square (berempat). Pada tahap (think), siswa diberikan kesempatan
secara mandiri untuk menyelesaikan jawaban atau hasil dari LKS yang
diberikan guru. Tujuannya agar siswa dapat mengasah dan meningkatkan
pemahaman konsep secara mandiri dengan menggunakan pengetahuan yang
telah dimiliki sebelumnya. Sehingga siswa sudah memiliki pemahamannya
sendiri mengenai materi yang diajarkan sebelum mendiskusikannya bersama
pasangannya. Pada tahap (pair), siswa mendiskusikan permasalahan yang
ditemui dalam mengerjakan LKS dengan pasangannya, sehingga keaktifan
siswa dapat lebih di tingkatkan dan juga dengan tahap (pair) ini siswa dapat
saling memperbaiki jika ada pemahaman yang keliru sehingga semakin
mengembangkan pemahaman mengenai suatu konsep. Tahapan yang
terakhir dua pasangan bergabung menjadi satu kelompok tahap (square).
Pada tahap ini siswa mendiskusikan lagi materi-materi yang kurang
53

dipahami atau permasalahan yang belum terselesaikan saat diskusi


berpasangan. Tahap ini membuat siswa lebih menyempurnakan jawaban
atau hasil yang telah dikerjakan secara mandiri pada tahap (think) maupun
berpasangan pada tahap (pair) sebelumnya karena lebih banyak pemikiran-
pemikiran yang muncul saat berdiskusi. Sehingga semakin membuka
kemungkinan untuk diraihnya konsep yang diharapkan dan lebih
memperkuat pemahaman tentang konsep materi yang telah diajarkan.

Dengan melakukan pembelajaran sesuai langkah-langkah di atas maka


Diskusi berkelompok secara berpasangan dan berempat tentang masalah dan
penyelesaian LKS yang diberikan merupakan salah satu kegiatan inti dalam
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair Square.
Dalam berkelompok ini, siswa dapat menambah pemahaman mengenai
konsep yang belum dimengerti sebelumnya sehingga konsep-konsep yang
belum dimengerti dapat dipahami setelah berdiskusi bersama. Karena model
pembelajaran ini memberikan kesempatan untuk siswa berfikir sendiri serta
bekerja sama dalam kelompok saat menghadapi permasalahan, hal ini
memberikan kesempatan untuk mengontruksikan sendiri pengetahuannya.
Dalam model pembelajaran ini, guru berperan dalam mengkondisikan ruang
kelas sehingga proses diskusi siswa berjalan dengan baik. Dan dalam model
pembelajaran ini guru memperhatikan siswa saat melalui semua tahapan
yang ada dan menjadi fasilitator dan motivator untuk siswa.
54

Gambar 2.1
Kerangka Berpikir

Belajar

Behaviorisme Kognitif Kontruktivisme

Pembelajaran

Model Pembelajaran

Model Pembelajaran
Cooperative Learning

Model Pembelajaran Tipe


Think Pair Square

Think Pair Square

Hasil Belajar
55

D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori hasil penelitian yang relevan di atas, maka
dapat diajukan rumusan hipotesis penelitian sebagai berikut: Pengaruh
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square terhadap hasil
belajara geografi siswa kelas X SMA Negeri 1 Tangerang Selatan.

H0 = Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think


Pair Square terhadap hasil belajara geografi siswa kelas X SMA
Negeri 1 Tangerang Selatan.

Ha = Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair


Square terhadap hasil belajara geografi siswa kelas X SMA Negeri 1
Tangerang Selatan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Tangerang Selatan yang
berlokasi di Jl. Pendidikan 49, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten,
Indonesia. Penelitian dilaksanakan pada saat mata pelajaran geografi.
Proses penelitian dilakukan secara bertahap mulai dari perencanaan dan
persiapan instrumen, uji coba instrumen penelitian yang dilanjutkan
dengan pengumpulan data lapangan sebagai kegiatan inti penelitian.

Gambar 3.1.
Tempat Penelitian

56
57

2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian nya adalah semester ganjil bulan Oktober-
November 2019. Jadwal kegiatan penelitian tersebut dinyatakan pada
tabel 3.2 sebagai berikut:
Tabel 3.2.
Waktu dan Jadwal Penelitian
No. Kegiatan Bulan/Tahun 2019
Jan Feb Mar Aprl Mei Jun Jul Augst Sep Nov
1. Pra
Penelitian
2. Revisi
Proposal
3. Seminar
Proposal
4. Penyusunan
Rencana
Penelitian
5. Penyusunan
Instrumen
Penelitian
6. Pelaksanaan
Penelitian
No. Kegiatan Bulan/Tahun 2020
Des Jan Feb Mar Aprl Mei Jul Augst Sep Nov
7. Penyusunan
Bab IV-V
8. Bimbingan
dan Revisi
Bab IV-V
9. Sidang
Munaqosah
10. Revisi
Skripsi
11. Wisuda

B. Metode dan Desain Penelitian


1. Metode Penelitian
Menurut Sugiyono dalam bukunya “metode penelitian
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan
58

tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikannya suatu


pengetahuan tertentu sehingga dalam gilirannya dapat digunakan
untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah yang ada
dalam sebuah penelitian.”78 Sedangkan menurut Gay, “metode
penelitian eksperimental merupakan satu-satunya metode penelitian
yang dapat menguji secara benar hipotesis menyangkut hubungan
kausal (sebab akibat).”79

Metode penelitian dapat dibedakan serta diklasifikasikan


berdasarkan tujuan dan tingkat kealamiahan obyek yang diteliti.
Berdasarkan tingkat kealamiahan metode penelitian dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu metode eksperimen, survey, dan
naturalistik.80 Metode penelitian eksperimen ialah metode penelitian
yang bertujuan untuk mencari pengaruh yang timbul akibat dari
treatment dan perlakuan tertentu. Oleh karenanya metode penelitian
eksperimen sering dianggap tidak alami atau natural. Sebuah metode
penelitian yang bersifat natural biasanya digunakan untuk meneliti
sebuah penelitian yang mengambil tempat alamiah, serta peneliti tidak
memberikan perlakuan atau treatment tertentu. Dalam metode
penelitian naturalistik peneliti mengumpulkan data bersifat emik atau
berdasarkan pandangan dari sumber data, bukan pandangan peneliti
sendiri.

2. Desain Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian
Quasi Experimental Design yaitu metode yang tidak memungkinkan
peneliti melakukan pengontrolan secara penuh terhadap variabel dan
kondisi eksperimen.
Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai dua variabel, yaitu:

78
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm.6.
79
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 63-64.
80
Sugiono, Op.cit, hlm. 9.
59

1. Variabel bebas adalah perlakuan pada kelas eksperimen. Yaitu


model pembelajaran Think Pair Square.
2. Variabel terikat adalah hasil belajar geografi siswa.
Peneliti menggunakan dua kelas sebagai objek penelitiannya.
Kelas tersebut mendapat perlakuan dalam penelitian eksperimen ini.
Sebelum mendapat perlakuan, kelas eksperimen harus mendapatkan
pengukuran awal terlebih dahulu atau pretest terkait dengan hasil
belajar siswa. Kemudian kelas eksperimen satu (Eı) diberi perlakuan
(X), perlakuan tersebut ialah penerapan model pembelajaran Think
Pair Square dalam pembelajaran geografi di kelas.

Setelah diberi perlakuan, kelas eksperimen satu (Eı) diberi tes


berupa posttest. Kemudian dilihat apakah ada perubahan rata-rata hasil
belajar dari pretest atau tes sebelum diberi perlakuan dengan posttest
atau tes sesudah diberi perlakuan.

Dalam penelitian ini menggunakan model penelitian eksperimen


Nonequivalent Control Group Design. Desain ini hampir sama dengan
pretest-posttest control group design, hanya pada desain ini kelompok
eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random.81

Tabel 3.3.
Desain Penelitian
Kelompok Pengumpulan Perlakuan Pengukuran
(Pretest) (Treatment) (Posttest)
Eksperimen O1 X1 O2
Kontrol O3 X2 O4
Keterangan:
Oı : Pretest pada kelompok eksperimen
O₃ : Pretest pada kelompok kontrol
Xı : Perlakuan pada kelas eksperimen
X₂ : Perlakuan pada kelas kontrol

81
Emzir, , Op.cit, hlm. 102.
60

O₂ : Posttest pada kelas eksperimen


O₄ : Posttest pada kelas kontrol

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi adalah sebuah pendekatan dalam penelitian yang
menggunakan semua subjek penelitian untuk dijadikan sumber data.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Suharsimi Arikunto bahwa “Populasi
adalah keseluruhan objek penelitian”82. Populasi dalam penelitian ini
adalah siswa kelas X SMAN 1 Tangerang Selatan yang berjumlah 353
orang Tahun Pelajaran 2019/2020.

2. Sampel
Sampel diambil dengan teknik purposive sampling, yaitu dengan
mengambil dua kelas yang memiliki rata-rata kemampuan pemahaman
konsep yang relatif sama berdasarkan nilai rata-rata mid semester ganjil
kelas X tahun ajaran 2019/2020 dan kelas yang dijadikan sampel
selama ini diajar oleh guru yang sama yaitu X IPS 1 dan X IPS 2.

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang
dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian83. Data yang
diperoleh diklarifikasi berdasarkan analisis kaitan logisnya, kemudian
disajikan secara aktual dan sistematis dalam keseluruhan permasalahan dan
kegiatan penelitian.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:

82
Suranto, Metodologi Penelitian dalam Pendidikan dengan Program SPSS, (Semarang:
Ghyyas Putra, 2009). hlm. 15.
83
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah,
(Jakarta: Kencana, 2011), Cet. 1, hlm. 138..
61

Tabel 3.4.
Teknik Pengumpulan Data
No. Instrumen Teknik Pengumpulan Data
1. Tes Tes berupa soal pretest dan posttest
Soal pretest diberikan sebelum pembelajaran
yakni diawal pertemuan, sedangkan soal
posttest diberikan di akhir pertemuan.
2. Lembar Observasi Observasi dilakukan untuk mengumpulkan
data tentang keterlaksanaan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran tipe
Think Pair Square berdasarkan aktivitas dan
keterlaksanaan pembelajaran tersebut.
3. Lembar Kuesioner/Angket Kuesioner/Angket digunakan untuk
mengumpulkan data berupa respon siswa
terhadap proses pembelajaran menggunakan
model pembelajaran tipe Think Pair Square.
4. Lembar Wawancara Wawancara dilakukan sebelum tindakan
karena untuk mengetahui permasalahan-
permasalahan proses pembelajaran di kelas
dan wawancara juga dilakukan setelah
tindakan yaitu untuk mengetahui bagaimana
pengaruh penerapan model pembelajaran
tipe Think Pair Square terhadap hasil
belajar.
5. Lembar Catatan Lapangan Dilaksanakan selama proses pembelajaran
berlangsung, hal yang diamati berupa
kondisi siswa selama proses pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran
tipe Think Pair Square.

E. Instrumen Pengumpulan Data


Instrument yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis
yaitu:
1. Instrumen Tes
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan tes. “Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang
digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi,
62

kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok”84.


dalam hal ini menggunakan dua tes, yaitu pretest dan posttest sebagai
berikut:
a. Pretest
Data hasil pretest diperoleh dari pemberian tes awal pelajaran
sebelum diadakan tindakan terhadap pembelajaran. Tes ini
bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam
memahami dan mengenal materi yang akan dipelajari.
b. Posttest
Data hasil tes akhir ini diambil dari pembelajaran tes kepada
siswa setelah dilakukan tindakan pembelajaran. Tujuan posttest ini
adalah untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa dalam
mempelajari suatu materi yang diberikan.
Tabel 3.5.
Kisi-kisi Instrumen Soal Pretest dan Posttest
Kelas Semester : X/Ganjil
Mata Pelajaran : Geografi
Indikator Jenjang Kognitif Jumlah
C1 C2 C3 C4
Memahami teori pembentukan 16, 23 7, 19, 24 20, 22 9
planet Bumi 26, 39
Memahami perkembangan 11, 32 28 36 6
kehidupan di Bumi 21, 30
Memahami dampak rotasi dan 5, 33 14, 38 34 8
revolusi Bumi terhadap 17,
kehidupan di Bumi 37, 40
Memahami dinamika planet 2, 13, 9, 12, 27 29 8
Bumi sebagai ruang kehidupan 35 31
Menganalisis karakteristik planet 4 25 1, 3, 6 8, 10, 9
Bumi sebagai ruang kehidupan 15, 18
Jumlah 40

84
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Muda,
(Bandung: Alfabeta, 2013), Cet. 9, hlm. 76.
63

2. Instrumen Non Tes


a. Lembar observasi
Observasi merupakan alat pengumpulan data dengan jalan
mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang
berlangsung. Kegiatan tersebut bisa berkenaan dengan cara siswa
belajar.85 Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan cara
mengisi pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan
keterlaksanaan pembelajaraan menggunakan model pembelajaran
Think Pair Square pada saat pembelajaran berlangsung. Lembar
observasi ini diisi oleh observer yaitu guru mata pelajaran geografi
dengan memilih diantara jawaban “Ya” atau “Tidak” yang
menyatakan terlaksana atau tidaknya suatu aktivitas tertentu dalam
pembelajaran.
Tabel 3.6.
Lembar Observasi Keterlaksanaan
Model Pembelajaran Think Pair Square
No. Indikator yang diamati Keterlaksanaan Keterangan
Ya Tidak
1. KEGIATAN PENDAHULUAN
Guru mengucapkan salam
kepada siswa.
Guru meminta ketua kelas
untuk memimpin doa.
Guru menanyakan siswa yang
tidak hadir
Guru memberikan motivasi.
Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran.
Guru menyampaikan model
pembelajaran yang sama yaitu
model pembelajaran Think
Pair Square (TPSq)
Guru menjelaskan kembali
langkah-langkah model

85
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005), Cet. 1, hlm. 220.
64

pembelajaran Think Pair


Square (TPSq)
2. KEGIATAN INTI
Guru menjelaskan materi
dengan menampilkan
powerpoint tentang “teori
pembentukan planet bumi”.
Guru meminta siswa duduk
sesuai kelompok minggu lalu.
Guru memberikan LKS kepada
masing-masing siswa.
Guru meminta siswa untuk
memahami soal pada LKS
secara individu.(Think)
Guru meminta siswa untuk
mengerjakan soal pada LKS
secara berpasangan. (Pair)
Guru meminta siswa untuk
mengerjakan soal pada LKS
secara berempat. (Square)
Guru berkeliling ke setiap
kelompok.
Guru mengkocok semua nomor
kelompok (untuk yang
presentasi duluan)
Guru meminta kelompok lain
untuk memberikan komentar
terhadap pesentasi kelompok
lain.
3. KEGIATAN PENUTUP
Guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk
menyimpulkan pembelajaran
hari ini.
Guru meminta siswa untuk
membaca materi minggu
depan.
Guru mengucapkan salam
penutup.

b. Lembar Kuesioner/Angket
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
65

tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner berupa


pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan
kepada responden secara langsung atau dikirim melalui
pos/internet86.
Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah
kuesioner tertutup, dimana responden diminta menjawab
pertanyaan dan menjawab dengan memilih dari sejumlah alternatif
jawaban yang disediakan. Dalam metode ini, instrumen yang
digunakan adalah lembar kuesioner/angket. Peneliti menyebarkan
angket yang tertulis kepada sejumlah responden yang menjadi
anggota sampel.
Tabel 3.7.
Kisi-Kisi Lembar Angket Respon Siswa
Terhadap Model Pembelajaran Think Pair Square
No. Indikator Pernyataan
1. Adanya perasaan tertarik siswa 2, 11, 12
terhadap pembelajaran.
2. Keinginan untuk belajar tanpa 3, 4, 10
adanya paksaan dari pihak manapun.
3. Memiliki kegairahan yang tinggi 5, 8
dalam proses pembelajaran.
4. Adanya perasaan senang mengikuti 1, 14, 15, 7, 9
pembelajaran.
5. Perhatian selama pembelajaran 6, 13
berlangsung.
Total 15

c. Lembar Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan melalui percakapan dan tanya jawab baik langsung
maupun tidak langsung dengan responden untuk mencapai tujuan
tertentu.87 Wawancara dilakukan untuk mengetahui pengaruh

86
Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 199.
87
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuntitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2010), hlm. 233.
66

penggunaan kooperatif tipe Think Pair Square terhadap siswa.


Wawancara dilakukan kepada guru mata pelajaran dan siswa.
Tabel 3.8.
Kisi-Kisi Pedoman Wawancara
No. Indikator Pernyataan
1. Adanya perasaan tertarik siswa 1, 2
terhadap pembelajaran.
2. Keinginan untuk belajar tanpa 7, 8
adanya paksaan dari pihak manapun.
3. Memiliki kegairahan yang tinggi 5, 6
dalam proses pembelajaran.
4. Adanya perasaan senang mengikuti 3
pembelajaran.
5. Perhatian selama pembelajaran 4
berlangsung.
Total 8

d. Lembar Catatan Lapangan


Catatan lapangan digunakan untuk mengamati seluruh
kegiatan dalam proses pembelajaran berlangsung. Berbagai hasil
pengamatan tentang aspek pembelajaran di kelas, suasana kelas,
pengelolaan kelas, interaksi guru dengan siswa dan aspek lainnya
yang perlu dicatat.

F. Uji Coba Instrumen


1. Uji Validitas
Tes hasil belajar yang akan digunakan pada mata pelajaran
geografi dalam penelitian ini dilakukan uji validitas agar ketepatan alat
penilaian terhadap konsep yang dinilai sesuai, sehingga betul-betul
menilai apa yang seharusnya dinilai. Validitas menunjukkan sejauh
mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur.88
Validitas instrumen yang digunakan adalah validitas isi. Sebuah tes

88
Syofian Siregar, Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi dengan
Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), Cet. 1, hlm.
75.
67

dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus


tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan.
Oleh karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum maka
validitas isi ini sering juga disebut validitas kurikuler. 89 Pengujian
validitas butir dalam penelitian ini menggunakan ANATES.
Untuk mengetahui valid atau tidaknya butir soal, maka rxy
dibandingkan dengan rtabel. Harga rtabel diperoleh dengan menentukan
derajat kebebasannya dengan rumus df = n – 2 pada taraf signifikan 5%,
dengan ketentuan jika rxy sama atau lebih besar dengan rtabel, maka soal
tersebut dinyatakan valid. Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas
diperoleh 23 butir soal yang valid dari 40 soal yang diuji cobakan.
2. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil
pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau
lebih terhadap gejala yang sama pula.90 Suatu alat ukur memiliki
reliabilitas yang baik jika alat ukur itu memiliki konsistensi yang handal
walau dikerjakan oleh siapapun (dalam level yang sama), dimanapun
dan kapanpun. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur
reliabilitas dengan menggunakan ANATES.
Tabel 3.9.
Kriteria Reliabilitas
Nilai Korelasi Kriteria
0,20 Tidak ada reliabilitas
0,21 - 0,40 Reliabilitas rendah
0,41 – 0,70 Reliabilitas sedang
0,71 – 0,90 Reliabilitas tinggi
0,91 – 1,00 Reliabilitas sangat tinggi
1,00 Reliabilitas sempurna
Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas instrumen tes
menggunakan ANATES, dengan rata-rata= 19,53 simpangan baku=
6,05 dan korelasi XY= 0,69 maka diperoleh bahwa untuk n= 70
89
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2013), Cet. 2, hlm. 82.
90
Syofian Siregar, op.cit., hlm. 87.
68

reliabilitas dari 40 soal yang telah diuji cobakan tergolong memiliki


reliabilitas tinggi yaitu 0,82 (lampiran).
3. Indeks Kesukaran Soal
Tingkat kesukaram untuk setiap item soal menunjukkan apakah
butir soal itu tergolong sukar, sedang atau mudah. Jika soal yang dibuat
terlalu mudah bagi siswa maka tidak merangsang siswa untuk
meningkatkan tingkat berpikirnya dan jika sebaliknya maka siswa tidak
mempunyai semangat untuk menyelesaikan soal tersebut. adapun rumus
untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah dengan ANATES.
Adapun tingkat kesukaran soal dapat dibagi dalam tingkat
kelompok yaitu mudah, sedang, dan sukar. Ketentuannya sebagai
berikut:

Tabel 3.10.
Kriteria Tingkat Kesukaran91
Nilai P Tingkat Kesukaran
0,00 – 0,30 Sukar
0,31 – 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Mudah

Berdasarkan hasil dari perhitungan uji tingkat kesukaran butir


soal instrumen penelitian, diperoleh 4 butir soal dengan tingkat “sukar”
terdapat pada nomor 24, 25, 27, 31. Soal dengan tingkat “sedang”
terdapat 34 butir soal pada nomor 1, 2, 3, 4, 5, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14,
15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 26, 28, 29, 30, 32, 33, 34, 35, 36, 37,
38, 39, dan 40. Dan soal dengan tingkat “mudah” terdapat 2 butir soal
pada nomor 6 dan 8.

Tabel 3.11.
Klasifikasi Tingkat Kesukaran Butir Soal
Kategori Nomor Soal Jumlah
Sukar 24, 25, 27, 31 4
Sedang 1, 2, 3, 4, 5, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 34

91
Suharsimi Arikunto, op.cit., hlm. 225.
69

17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 26, 28, 29, 30,
32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40
Mudah 6, 8 2
Jumlah 40

4. Daya Pembeda Soal


Daya pembeda soal adalah kemampuan sebuah soal untuk
membedakan antara siswa yang menjawab dengan benar
(berkemampuan tinggi) dengan siswa yang menjawab salah
(berkemampuan rendah), untuk mengetahui daya pembeda tiap butir
soal digunakan rumus. Adapun rumus yang digunakan untuk
menentukan daya pembeda adalah dengan ANATES. Adapun kriteria
daya pembeda sebagai berikut:
Tabel 3.12.
Kriteria Daya Pembeda92
Klasifikasi Daya Pembeda Indeks Daya Pembeda
0,00 – 0,20 Jelek
0,21 – 0,40 Cukup
0,41 – 0,70 Baik
0,71 – 1,00 Baik Sekali

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan software


ANATES diperoleh bahwa daya pembeda masing-masing butir soal
terendah sebesar -10,53 termasuk dalam kategori jelek sekali dan
tertinggi sebesar 89,47 termasuk dalam kategori baik sekali.

G. Teknik Analisis Data


Setelah data diperoleh, kemudian dilakukan perhitungan statistik dan
membandingkan hasil belajar geografi kelas eksperimen dengan kelas
kontrol. Perhitungan statistik meliputi uji persyaratan analisis dan uji
hipotesis. Uji persyaratan analisis terdiri dari uji normalitas dan uji
homogenitas.

92
Ibid., hlm. 232.
70

a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah sebaran data
pada dua kelompok sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak.
Dalam penelitian ini, pengujian normalitas menggunakan Uji Shapiro-
Wilk (taraf signifikansi 0,05). Perhitungan dengan menggunakan
aplikasi SPSS.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk menguji kesamaan varians dari
nilai kedua kelompok. Teknik yang digunakan untuk perhitungan uji
homogenitas pada penelitian ini adalah dengan menggunakan aplikasi
SPSS pada (taraf signifikansi 0,05).
c. Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis peneliti menggunakan uji parametrik
dengan statistik uji “t” (taraf signifikansi 0,05). Pada penelitian ini
perhitungan menggunakan SPSS.
d. Uji N-Gain
Gain adalah selisih antara nilai pretest dan posttest, gain
menunjukan peningkatan pemahaman atau konsep siswa setelah
pembelajaran dilakukan guru. Sedangkan normal gain dicari dengan
menggunakan rumus:

Keterangan:
g = normal gain
posttest score = skor posttest
pretest score = skor pretest
mps = maximum possible score;skor ideal = 100
71

Adapun kriteria interpretasi indeks n-gain adalah sebagai berikut:


Tabel 3.13.
Interpretasi Indeks N-Gain
N-Gain Score (g) Interpretasi
-1,00 < g < 0,0 Decrease
g = 0,0 Stable
0,0 < g < 0,30 Low
0,30 < g < 0,70 Average
0,70 < g < 1,00 High

H. Hipotesis Statistik
Perumusan hipotesis statistik adalah sebagai berikut:
H0 : µ1 = µ2
Ha : µ1 > µ2
Keterangan :
H0 = rata-rata hasil belajar siswa pada materi konsep bumi sebagai ruang
kehidupan yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Square (TPSq) lebih rendah atau sama dengan
rata-rata hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode
konvensional pada mata pelajaran geografi materi konsep bumi sebagai
ruang kehidupan.
Ha = rata-rata hasil belajar siswa pada materi konsep bumi sebagai ruang
kehidupan yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Square (TPSq) lebih tinggi dengan rata-rata hasil
belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode konvensional.
µ1 = rata-rata hasil belajar geografi siswa pada materi konsep bumi sebagai
ruang kehidupan yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Square (TPSq).
µ2 = rata-rata hasil belajar geografi siswa pada materi konsep bumi sebagai
ruang kehidupan yang diajarkan dengan menggunakan konvensional.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan
pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square terhadap
hasil belajar geografi siswa kelas X SMA Negeri 1 Tangerang Selatan. Hasil
pengolahan data Uji-t pada posttest diperoleh nilai thitung adalah 3,232 dan
nilai ttabel adalah 1,663. Oleh karena 3,232 > 1,663, maka H0 ditolak dan Ha
diterima. Pada kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata sebesar 75,17,
sedangkan nilai rata-rata pada kelas kontrol sebesar 67,07. Dengan adanya
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square siswa menjadi lebih
bisa memahami materi yang sedang di pelajari. Di samping itu dari hasil
pengamatan peneliti, siswa yang berada di kelas eksperimen lebih fokus dan
bersemangat dalam mengerjakan LKS yang telah diberikan pada saat proses
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dari pada siswa yang berada
di kelas kontrol. Hal ini ditunjukkan dengan seriusnya siswa dalam
menyelesaikan LKS, baik pada tahap Think, tahap Pair, maupun tahap
Square dan rata-rata nilai yang diperoleh kelas eksperimen lebih baik
daripada rata-rata nilai yang diperoleh kelas kontrol. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Square terhadap hasil belajar geografi siswa kelas
X SMA Negeri 1 Tangerang Selatan.

B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikemukakan implikasi
secara teoritis dan praktis sebagai berikut:

98
99

1. Implikasi Teoritis
Pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat berpengaruh
terhadap pencapaian hasil belajar siswa. Untuk pelajaran geografi,
terdapat perbedaan hasil belajar geografi antara pembelajaran yang
menggunakan model pembelajaran Think Pair Square dan
konvensional.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini digunakan sebagai masukkan bagi guru dan
calon guru. Membenahi diri sehubungan dengan pengajaran yang telah
dilakukan dan hasil belajar siswa yang telah dicapai dengan
memperhatikan model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan
hasil belajar geografi siswa.

C. Saran
Dengan terbuktinya proses pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dapat meningkatkan hasil
belajar geografi siswa kelas X SMA Negeri 1 Tangerang Selatan, maka
penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Bagi Guru
a. Kepada guru disarankan agar dalam menerapkan model
pembelajaran Think Pair Square ini hendaknya memperhatikan
kesesuaiannya dengan materi, serta merencanakan dengan cermat
waktu pada setiap tahap Think, Pair, Square maupun diskusi,
sehingga dengan perencanaan yang optimal pelaksanaan
pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
b. Kepada guru disarankan juga dalam membuat kelompok diskusi
sebaiknya memperhatikan juga gender dan kenyamanan antar
anggota kelompok, karena pada siswa SMA terkadang kendala
dalam berdiskusi dengan lawan jenis ataupun dengan anggota yang
dirasa kurang nyaman.
100

2. Bagi Sekolah
a. Kepada pihak sekolah disarankan agar dapat melengkapi fasilitas
belajar khususnya fasilitas yang berkenaan dengan penunjang guru
dalam menyampaikan materi seperti LCD proyektor tiap kelas dan
speaker.
b. Kepada pihak sekolah disarankan juga dapat meningkatkan
kedisiplinan siswa dan guru dalam proses belajar mengajar
sehingga proses KBM yang dilakukan akan berjalan kondusif.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian
yang lebih memfokuskan pada indikator-indikator dari motivasi
belajar siswa yag belum ada pada penelitian ini, seperti
kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide atau pendapat, siswa
selalu bertanya jika ada materi yang kurang jelas, siswa antusias
memperhatikan saat guru menyampaikan materi dan lain-lain.
b. Kepada peneliti selanjutnya juga disarankan untuk
mengembangkan penelitian ini dengan menjangkau faktor lain
yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu minat, bakat,
intelegensi dan motivasi yang dalam penelitian ini belum dapat
dijangkau oleh peneliti, sehingga hasil penelitian benar-benar dapat
membuktikan keunggulan model pembelajaran Think Pair Square.
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
A.M, Sardiman Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada. Cet. 22.
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.
Jakarta: PT Rineka Cipta. Cet. 3.
Alfandi, Widoyo. 2001. Epistemologi Geografi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi
Aksara. Cet. 2.
Baharuddin dan Wahyuni. 2012. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Bintarto, R dan Surastopo, H. 1991. Metode Analisa Geografi. Jakarta: LP3ES.
Cet. 4.
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Cet. 1.
D. Moore, Kenneth. 2005. Effective Instructional Strategies From Theory to
Practice. London: Sage Publications, Inc.
Darsono, Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang
Press.
Dimyati dan Mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka
Cipta. Cet. 5.
Dimyati dan Mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka
Cipta. Cet. 5.
Emzir. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Eveline, S dan Hartini, N. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia
Indonesia. Cet. 1.

101
102

Hamalik, Oemar. 2014. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.Cet.


16.
Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran
Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.
Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.
Isjoni. 2016. Cooperative Learning: Mengembangkankan Kemampuan Belajar
Berkelompok. Bandung: Alfabeta. Cet. 8.
Komalasari, Kokom. 2013. Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi.
Bandung: PT Refika Aditama. Cet. 3.
Lie, Anita. 2003. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning
Di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT Grasindo. Cet. 2.
Lobeck K, Armin. 1939. Geomormphology: An Introduction to The Study of
Landscapes. London: McGraw-Hill Book Company.
M.D, Siddiq. 2008. Pengembangan Bahan Pembelajaran SD. Jakarta: Dirjen
Dikti Depdiknas.
Mardianto. 2017. Psikologi Pendidikan: Landasan Bagi Pengembangan Strategi
Pembelajaran. Medan: Perdana Publishing. Cet. 5.
Muhaimin. 2012. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam Di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Cet. 5.
Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan
Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana. Cet. 1.
Nurgiantoro, Burhan. 1988. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah.
Yogyakarta: BPFE.
Polunin, Nicholas. 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu
Serumpun. Alih bahasa: Gembong Tjitrosoepomo. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Purwanto, M. Ngalim. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Cet. 24.
Riduwan. 2013. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
Muda. Bandung: Alfabeta. Cet. 9.
103

Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi


Guru/Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan
Berkualitas. Jakarta: Kencana. Cet. 1.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Cet. 3.
Sabri, M. Alisuf. 1995. Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional.
Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. Cet. 1.
Sagala, Syaiful. 2013. Konsep dan Media Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, Wina. 2016. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Prenadamedia Group. Cet. 12.
Siregar, Syofian. 2013. Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif:
Dilengkapi dengan Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17.
Jakarta: PT Bumi Aksara. Cet. 1.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT
Rineka Cipta. Cet. 5.
Slavin, Robert E. 2015. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik.
Bandung: Nusa Media. Cet. 15.
Suderadjat, Hari. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Bandung: Cipta Cekas Grafika.
Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. Cet. 11.
Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suharyono dan Amien, M. 1994. Pengantar Filsafat Geografi. Jakarta: Dirjen
Dikti Depdikbud.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. Cet. 1.
Sumaatmadja, Nursid. 1997. Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta: Bumi
Aksara. Cet. 1.
Suparmini, dkk. 2000. Dasar-Dasar Geografi. Yogyakarta: Diktat FIS UNY.
104

Suprijono, Agus. 2016. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cet. 15.
Suranto. 2009. Metodologi Penelitian dalam Pendidikan dengan Program SPSS.
Semarang: Ghyyas Putra.
Surya Subrata, Sumadi. 1995. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep
Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Cet. 1.
Tim Penyusun Pusat Bahasa (Mendikbud). 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka Ed. 3. Cet. 4.
Tri Anni, Catharina. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: IKIP Semarang Press.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,
Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kenyans. Cet. 1.
Uno, B. Hamzah. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara.
Usman, Moh. Uzer. 2006. Menjadi Guru Professional. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Cet. 20.
Winkel SJ, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo. Cet. 4.
Woodfolk, Anita. 2004. Educational Psycology. Ohio: Pearson Eduction. Inc.

Skripsi:
Fahmidah, Ema Yusrina. 2018. “Perbandingan Motivasi dan Hasil Belajar
Geografi Siswa MA Nurul Jadid Jombang yang Bertempat tinggal di
Pondok Pesantren dan di Luar Pondok Pesantren”. Skripsi. Malang:
UIN Maulana Malik Ibrahim.
Kusuma, Ayu Noviati. 2016. “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Square Terhadap Pemahaman Konsep
Matematis Siswa (Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 8 Bandar
Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016”. Skripsi.
Lampung: Universitas Lampung.
105

Vebri, Mita. 2013. “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe


Think Pair Square disertai dengan Lembaran Kerja Kartun terhadap
Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas VIII SMPN 34 Padang
Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi. Padang: STKIP PGRI Sumatera
Barat.

Jurnal:
A’yun, Qurrota dkk. 2015. “Efektivitas Model Think Pair Square (TPS) Berbasis
Guided Inquiry Pada Tema Sistem Transportasi untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Kognitif dan Sikap Ilmiah Siswa”. Unnes Science
Educational Journal. Vol. 4 No.
Anwar. 2017. “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Square Pada Materi Ruang Dimensi Tiga Untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Matematika Siswa Kelas X di SMA Negeri 1 Baubau” Jurnal
penelitian pendidikan matematika,Vol. 3 No.1.
Dwi, Ni Made dkk. “Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Square Terhadap
Motivasi Berprestasi Dan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VII SMP
Negeri 3 Singaraja”. Jurnal Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Dasar Volume 3.
Januartini, Putu Deli dkk. “Study Komparatif Model Pembelajaran Kooperatif
Think Pair Square Dan Think Pair Share Terhadap Motivasi Dan Hasil
Belajar Siswa Pada Matapelajaran TIK Kelas X SMA 1 Sukasada”.
Jurnal pendidikan teknologi dan kejuruan, Vol.13 No. 2.
Jurmani, dkk. 2015. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Square Terhadap Pemahaman Konsep Pada Pokok Bahasan Usaha Dan
Energi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Palu”. Jurnal Pendidikan Fisika
Tadulako, Vol 2 No.1.
Karyawati, Ni Komang dkk. 2014. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Think Pair Square (TPS) Berbantuan Kartu Kerja Terhadap Hasil
Belajar Matematika”. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan
Ganesha. Vol. 2 No. 1.
106

Maryam, Siti. 2016. “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model


Pembelajaran Think Pair Square (TPS) Pada Mata Pelajaran IPS Dalam
Materi Sumber Daya Alam Kita Kelas IV SDN 04 Bukit Harapan
Kecamatan Kerinci Kanan Kabupaten Siak”. Jurnal Primary Program
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Riau | Volume 5 Nomor 3 Edisi Khusus HUT
PGRI Ke-71.
Siti, dkk. 2019. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Square Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa”.
Jurnal UST Jogja Vol 2, No. 1.
252

BIODATA PENULIS

Mawaddah, NIM 11150150000108, lahir di Jakarta,


12 Juli 1997. Bertempat tinggal di Jalan Balai Rakyat
IX RT. 014 RW. 03 No. 4 Kelurahan Tugu Selatan
Kecamatan Koja Jakarta Utara. Penulis merupakan
anak bungsu dari 3 bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis, diawali di MI. Ar-


Rasyidiyyah Jakarta lulus tahun 2009, setelah selesai
melanjutkan pendidikan di MTs. Ar-Rasyidiyyah
Jakarta lulus tahun 2012. Di tingkat SMP/MTs penulis aktif sebagai sekertaris
OSIS dan Pramuka, penulis sering mengikuti dan menjuarai beberapa
perlombaan. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di MA. Al-Khairiyah
Jakarta Utara lulus tahun 2015. Di tingkat SMA/MA penulis aktif sebagai
bendahara OSIS. Setelah lulus penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang
perguruan tinggi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2015. Dan lulus dari
perguruan tinggi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2020. Pada masa kuliah
penulis aktif dalam mengikuti organisasi dan seminar nasional.

Anda mungkin juga menyukai