Dalam perancangan saluran drainase, data hujan harian maksimum dengan periode ulang
5 tahun selama 10 tahun dibutuhkan. Untuk mengubah hujan bulanan menjadi hujan
harian, hujan bulanan dibagi jumlah hari dalam 1 bulan(asumsi hujan terjadi setiap hari).
Kemudian 3 data hujan harian tertinggi setiap tahunnya diambil. Data-data tersebut
kemudian diurutkan (per kolom) dari terbesar ke terkecil dan diolah menjadi hujan harian
periode ulang 5 tahun dengan metoda Weibul. Tindakan ini diambil karena dalam
pengerjaan laporan ini, data hujan maksimum harian tidak tersedia, sehingga asumsi
hujan bulanan (tabel 2.2.14) diubah menjadi hujan harian kemudian diolah menjadi hujan
3 harian diperbolehkan dan digunakan. Berikut flashback tabel 2.2.14. Dengan
menggunakan metode weibul tersebut maka disapatkan hasil data hujan harian
maksimum dengan periode ulang 5 tahun selama 10 tahun sebagai berikut:
114
Tabel 5.1.2 Data Hujan Harian Maksimum selama 10 tahun
mm/hari
1971 11,19 11,11 23,39
1972 10,79 8,19 8,35
1973 12,61 10,71 12,63
1974 12,11 17,65 17,73
1975 17,43 19,29 8,93
1976 8,94 12,57 6,67
1977 8,03 7,03 6,29
1978 22,2 13,63 11,74
1979 15,74 12,35 15,9
1980 3,32 4,06 2,16
Untuk memperoleh data hujan harian periode ulang 5 tahun, maka forecast dilakukan
pada data dengan periode ulang 5.5 dan 3 tahun.
115
5.1.4Data Curah Hujan Maksimum 3 Hari dan 3 Harian (T=5 Tahun)
Curah Hujan Harian (mm) Periode
16,97 16,55 17,23 5
Curah Hujan Max 3 Harian
50,75
3 Data hujan harian yang diperoleh dari forecast, kemudian dijumlahkan untuk
mendapatkan curah hujan 3 harian. Setelah data curah hujam maksimum 3 harian,
Modulus Drainase dapat ditentukan.
dengan:
Curah hujan maksimum 3 harian: 𝑅(3)5 = 50.75𝑚𝑚
Debit buangan dari saluran irigasi: 𝐼𝑅 = 0 𝑚𝑚
(saluran beri didesain tidak berhungan saluran drainase, sehingga tidak ada air
dari saluran beri yang dibuang langsung ke drainase)
Perkolasi: 𝑃 = 0 (𝑑𝑎𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎h)
116
(diasumsikan P=0 untuk dataran rendah<200m dari permukaan laut dan P=3
untuk dataran tinggi)
𝐸𝑇 = 4.48𝑚𝑚/h𝑎𝑟𝑖
Kemudian Dm
𝐷(3) 7.33
𝐷𝑚 = = = 0.283𝑙/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘/ℎ𝑎
3 𝑥 8.64 3 𝑥 8.64
Perancangan saluran buang, kurang lebih mengikuti langkah perhitungan yang sama
dengan perancangan saluran beri, kecuali perhitungan debit saluran. Debit saluran
drainase dirumuskan sebagai:
𝑄𝑑 = 1.62 × 𝐷𝑚 × 𝐴0.92
Contoh perhitungan:
Saluran buang tersier pada petak B3 ka(A= 58.5 ha)
117
𝑄𝑑 = 1.62 × 0.283 × 58.50.92
𝑄𝑑 = 0.019 𝑚3/ 𝑠
5. Menentukan h1
𝐴
ℎ1 =
𝑚+𝑛
Jika |h1-h0| < 0.005 maka h1=hrencana
Jika |h1-h0| < 0.005 maka ambilah h1 sebagai kedalam air andaian yang baru dan
hitunglah kembali prosedur sampai |h1-h0| < 0.005
118
H= tinggi saluran
h= ketinggian
F= tinggi freeboard
(Sumber: Scribd Penentuan Hidrologi)
119
5.3 Perancangan Saluran Buang Sekunder
Jika suatu petak tidak berada di dekat sungai, maka saluran pembuang tersier akan
membuang airnya ke saluran pembuang sekunder sebelum mencapai pembuangan
utama. Lokasi menjadi faktor utama uang mempengaruhi desain saluran buang,
apakah saluran tersier membuang ke saluran sekunder/primer sebelum pembuangan
utama atau langsung ke sungai. Berikut akan ditunjukkan peta rancangan sawah
dengan saluran buang. Ada 7 saluran pembuang utama, yakni: Saluran Pembuang
Utama Buluh(B), Saluran Pembuang Utama Dlangu(D), Saluran Pembuang Utama
Rejo(R), Saluran Pembuang Utama Lereng(L), Saluran Pembuang Utama
Wolojurutengah(W), Daluran Pembuang Utama Pesisir(P) dan Saluran Pembuang
Utama Jali(J) yang kemudian memberi nama pada saluran-saluran pembuang primer,
sekunder dan tersier lainnya. Sama seperti dalam desain saluran sekunder, debit
saluran perlu dihitung dan diakumulasikan per ruas saluran sekunder yang melayani
sejumlah saluran buang tersier.
120
Tabel 5.1 Perhitungan Debit Saluran Buang Sekunder dan Nilai I tiap Ruas
Saluran Sekunder
Drainase Drainase Q
NO Petak I
Tersier Sekunder m3/s
1 B1 ki1 dR D5 d2 0.02696064
dR Dlangu 5 d1
2 B1 ki2 dR D5 d2 R1 0.0480732 0.0006
3 R2 ka dR D2 d2 R3 0.0193284 0.0018
8 G2 ki dR L2 d2 R3 0.02299584 0.0019
10 T2 ki dR L2 d2 R1 0.0720272 0.002083
11 G2 ka dR L1 d2 0.02448264 0.0019
13 T1 ka dR L1 d2 R1 0.01661912 0.0017
15 L1 ki dR W1 d2 R4 0.03304 0.001
121
22 Ts1 ki1 dR P1 d2 R1 0.0267624 0.001
30 K2 ki K2 ki R7 0.0307272 0.001747
37 D1 ka D1 ka R2 0.01962576 0.0013
dR Jali 1 d1
38 TR4 ki TR4 ki R1 0.02550688 0.001
122
Tabel 5.2 Desaine Saluran Buang Sekunder
123
5.4 Perancangan Saluran Buang Primer
Saluran buang primer adalah saluran buang yang menerima air buangan dari 2
saluran sekunder atau lebih. Perancangan dimensi saluran primer mengikuti
langkahlangkah perhitungan pada perancangan dimensi saluran lainnya. Debit
pada salurna primer dihitung dengan aturan akumulasi debit buangan yang harus
dialirkan saluran buang primer tiap ruasnya.
Tabel 5.3 Perhitungan Debit Saluran Buang Primer dan Kemiringan Saluran (I)
Q
Drainase Primer Ruas Saluran I
m3/s
R1 0.1428 0.001
R3 0.0192 0.001
Q
Saluran Primer Ruas m n(b/h) h0(m) b0(m) R(m) K I V'(m/s) A0(m2) h1(m) h1-h0 b(m) F(m) d(m) B(m)
m3/s
dR Jali 3 d1 R3 0,02 1 1 0,2 0,2 0,1 35 0,001 0,238452 0 -0,2 0,2 0,4 0,6 0,2
R2 0,11 1 1 0,38 0,38 0,2 35 0,001 0,378519 0 -0,38 0,38 0,4 0,78 0,38
R1 0,14 1 1 0,42 0,42 0,22 35 0,001 0,403351 0 -0,42 0,42 0,4 0,82 0,42
124
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari pengumpulan serta pengolahan data yang dilakukan untuk merencanakan
daerah irigasi Kali Jali, dapat diperoleh beberapa hal sebagai berikut.
1. Sistem irigasi yang direncanakan untuk daerah irigasi Kali Jali dan sekitarnya
adalah sistem irigasi gravitasi.
4. Petak sawah yang direncanakan adalah sebanyak 58 petak dengan luas masing-
masing petak antara 50 ha hingga 100 Ha.
6.2 Saran
Dari pengerjaan tugas ini penulis dapat menyarankan beberapa hal sebagai berikut.
1. Untuk memperoleh perencanaan dan perhitungan yang lebih akurat, maka perlu
2. diperhitungkan kebutuhan air yang lebih teliti, mengingat pada kenyataan
dilapangan sulit sekali menemukan kondisi ideal, di mana semua kebutuhan air
untuk semua areal sawah bisa dipenuhi secara bersamaan.
125