Anda di halaman 1dari 8

LK. 1.

2 Eksplorasi Penyebab Masalah

NAMA : Sahidin

Masalah yang
Analisis eksplorasi
No. telah Hasil eksplorasi penyebab masalah
penyebab masalah
diidentifikasi
1 Motivasi Belajar Kajian Literatur Setelah dilakukan analisis
Peserta Didik yang 1. Salah satu faktor internal yang dapat terhadap kajian literatur
masih rendah mempengaruhi proses belajar peserta didik dan hasil wawancara, serta
adalah motivasi. Motivasi merupakan dikonfirmasi melalui
sesuatu yang muncul dari dalam diri peserta observasi/pengamatan
didik untuk melakukan aktivitas-aktivitas dapat diketahui bahwa
tertentu demi mencapai suatu tujuan dalam penyebab masalah
belajar (Sari et al., 2018) motivasi belajar peserta
didik rendah adalah :
2. Indikator yang digunakan dalam 1. Metode pembelajaran
penelitian Aina dkk (2021) tentang motivasi yang diaplikasikan
belajar peserta didik mencakup tingkat guru yang belum
konsentrasi, rasa ingin tahu, kemandirian, inovatif dalam
kesiapan, antuias dan dorongan belajar, membangun motivasi
sikap pantang menyerah, dan rasa percaya belajar peserta didik
diri. 2. Beban belajar peserta
didik yang dirasa
3. Hasil penelitian Hastuti, et al. (2019) cukup berat dengan
menunjukan bahwa regulasi diri (self beberapa target dari
regulation) dan motivasi belajar merupakan sekolah
dua aspek yang sangat penting dalam 3. Siswa belum memiliki
meningkatkan hasil belajar peserta didik. fokus dan cita cita
yang matang
4. Salah satu inovasi 4. Jiwa kompetisi siswa
pembelajaran untuk meningkatkan motivasi masih tergolong
peserta didik agar dapat mengikuti rendah
pembelajaran dengan motivasi yang tinggi 5. Guru kurang dapat
sehingga menimbulkan mengajak dan
prestasi dalam belajar, maka didesain meningkatkan
sebuah metode pembelajaran dengan motivasi belajar
memunculkan dan modifikasi game online berupa rasa
yang disebut word wall game quis. keingintahuan,
Dengan metode tersebut siswa diharapakan konsentrasi, antusias,
dapat menemukan motivasi diri untuk dan dorongan belajar
memahami dan meresapi materi
pembelajaran (Juliana, et al., 2017)

5. Ramadan, et al. (2021) menunjukan


bahwa pembelajaran dengan strategi belajar
overlearning dengan media edmodo
memberikan dampak positif berupa
terciptanya semangat dan terjalin kerja
sama
antar peserta didik dalam belajar. Selain itu,
hasil rata-rata motivasi belajar yang diajar
dengan menerapkan strategi belajar
overlearning dengan menggunakan media
edmodo lebih tinggi daripada peserta didik
yang diajar dengan menerapkan strategi
belajar overlearning tanpa menggunakan
media edmodo.
Wawancara dengan guru sejawat
1. Siswa masih belum memiliki fokus
dan cita cita
2. Guru masih belum menggunakan
metode pembelajaran yang
membangkitkan inovasi
3. Sebagian peserta didik merasa
pelajaran tertentu kurang penting
untuk masa mendatang
Wawancara dengan siswa
1. Siswa merasa beban belajaranya
cukup berat
2. Siswa masih ikut arus dalam tujuan
dan fokus belajar
3. Beberapa siswa bersekolah dengan
tuntutan orang tua , sehingga merasa
masuk sekolah sebagai formalitas
4. sebagain peserta didik mengantuk
khususnya ketika banyak kegiatan
sekolah. Ditambah lagi dengan model
pembelajaran yang digunakan adalah
konvensional
Wawancara dengan Kepala Sekolah
Suherman Hasan Basri, S.Pd. – Kepala
Sekolah

1. Latar belakang siswa yang notabene


dari kalangan menengah ke atas
kurang terstimulus untuk belajar.
Sehingga, apa yang diharapkan oleh
siswa sudah terpenuhi dari keluarga.
2. Jiwa kompetisi siswa masih tergolong
kurang
3. Guru kurang dapat mengajak dan
meningkatkan motivasi belajar
berupa rasa keingintahuan,
konsentrasi, antusias, dan dorongan
belajar.
4. Umumnya, pengajar merupakan guru
muda yang notabene fresh graduate.
5. Peserta didik yang ada di sekolah
berasal dari berbagai daerah dan
latar belakang keluarga.
Wawancara dengan bapak Iin Salahudin. –
pengawas sekolah SMA
1. Pada umumnya siswa yang memiliki
motivasi rendah berasal dari cita-cita
siswa yang belu fokus
2. Kondisi kelas yang heterogen dalam
hal input sekolah membuat motivasi
siswa beragam
2 Kemampuan Kajian Literatur Setelah dilakukan analisis
literasi dan 1. Komponen literasi saintifik yang dilatih terhadap kajian literatur
numerasi peserta untuk setiap dan hasil wawancara, serta
didik masih langkah berfokus kepada domain dikonfirmasi melalui
rendah kompetensi, ialah: menjelaskan observasi/pengamatan
fenomena secara ilmiah (K1), merancang dapat diketahui bahwa
dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah penyebab masalah
(K2), dan menafsirkan data Kemampuan literasi dan
dan bukti secara ilmiah (K3) (Setiawan, numerasi peserta didik
2019). masih rendah adalah :
1. peserta didik merasa
2. Hasil penelitian Zuhara, et al. (2019), memiliki kesulitan
menunjukan bahwa siswa laki-laki dalam memahami
memiliki kemampuan literasi Biologi literasi dan numerasi
yang didominasi pada level 1, level 2 dan 2. pembelajaran masih
level 3. Siswa perempuan memiliki berorientasi
kemampuan yang lebih baik pada level 4, penyelesaian materi
level 5 dan level 6. (level kognitif 3. literasi dan numerasi
taksonomi bloom) bukan bakat maka
peran guru sangat
3. Hasil penelitian Ferdyan dan Arsih penting untuk
(2021), tentang analisis kemampuan meningkatkan dua hal
literasi sains dan keterampilan berpikir tersebut
kritis, menunjukan bahwa kemampuan 4. model pembelajaran
literasi sains siswa rata-rata berada pada yang diterapkan guru
kriteria sedang dengan nilai interval 56- belum atau kurang
65. menstimulus peserta
didik untuk
4. Hasil analisis data menunjukkan bahwa meningkatkan
kemampuan literasi sains siswa setelah kemampuan literasi
proses pembelajaran mengalami dan numerasi
peningkatan yang signifikan, 5. guru belum
dikarenakan setiap sepenuhnya dapat
indikator kemampuan literasi sains siswa memetakan gaya
dikembangkan melalui pembelajaran belajar peserta didik
blended learning dengan pendekatan sehingga belum dapat
STEM (Banila, et al., 2021). memaksimalkan
kemampuan literasi
dan numerasinya
5. Adanya interaksi penerapan model
pembelajaran inkuiri dan dan PBL
dengan
kemampuan akademik terhadap
kemampuan
literasi sains siswa disebabkan karena
siswa
dengan kemampuan akademik tinggi
memiliki
kemampuan literasi sains yang lebih
tinggi
dari pada siswa berkemampuan
akademik
rendah
Wawancara dengan teman sejawat

1. Kemampuan literasi yang dianggap


siswa masih sebatas literasi
membaca
2. Proses pembelajaran yang masih
berorientasi pada penyelesaian
materi
3. Guru masih belum sempurna dalam
memasukan unsur literasi dalam
proses pembelajaran
4. Guru masih lupa memberikan
ketrampilan menulis sebagai awal
kemampuan literasi dan numerasi
5. Sebagian peserta didik tidak terbiasa
untuk membaca topik bahasan
sebelum KBM dimulai
6. Ketika ada stimulus literasi di kelas
selama pembelajaran, peserta didik
kurang dapat memahami isi bacaan
dengan mendalam

Wawancara dengan siswa

1. Beberapa siswa lebih senang


mendengar dari pada membaca
2. Siswa membaca tapi tidak untuk
belajar
Wawancara dengan Suherman Hasan
Basri, S.Pd. – Kepala Sekolah

1. Sekolah kurang mengakomodir


pembelajaran kolaborasi antar mata
pelajaran untuk meningkatkan
literasi peserta didik
2. Siswa aktif membaca tapi tidak
membaca aktif
3. Literasi dan numerasi bukan bakat
maka guru harus mengembangkan

Wawancara dengan bapak Iin Salahudin-


pengawas sekolah
1. Siswa belum tumbuh minat membaca
2. Siswa membaca namun tidak untuk
belajar
3. siswa masih berfikir bahwa numerasi
hanya hitungan saja
4. numerasi dianggap sulit bagi siswa
3 Kurangnya Kajian Literatur Setelah dilakukan analisis
pengembangan 1. Kemampuan berpikir tingkat tinggi terhadap kajian literatur
pembelajaran merupakan kemampuan untuk berpikir, dan hasil wawancara, serta
HOTS belajar dengan melampaui batas proses dikonfirmasi melalui
menghapal fakta atau mengatakan observasi/pengamatan
sesuatu kembali kepada seseorang sama dapat diketahui bahwa
seperti yang diceritakan sebelumnya. penyebab masalah
Kemampuan berpikir tingkat tinggi perlu Kurangnya pengembangan
dimiliki oleh siswa, karena kebutuhan pembelajaran HOTS
anak didik dimasa depan yang adalah :
membutuhkan kemampuan untuk
berpikir, menemukan masalah, 1. Beberapa siswa lebih
menemukan alternatif solusi, dan mampu senang dengan
menyelesaikannnya. pembelajaran
konvensional
2. Dalam melakukan tes keterampilan mendengar saja
berpikir kritis, Ferdyan (2021) daripada aktifitas yang
menggunakan lima indikator, yaitu menuntut kreatifitas
menarik kesimpulan, asumsi, deduksi, 2. guru belum
menginterpretasi argumen, dan sepenuhnya dapat
mengevaluasi. memetakan gaya
belajar peserta didik
3. Aktivitas di dalam kelas yang dapat sehingga belum dapat
mendukung pengembangan HOTS dapat memaksimalkan
dilihat dari berbagai hal baik dari segi kemampuan berpikir
siswa maupun guru, seperti menganalisa kritis peserta didik
penyebab terjadinya suatu permasalahan, 3. Kemampuan guru
merancang atau mendisain suatu yang masih rendah
kegiatan seperti praktikum di terkait penyususan
laboratorium atau di lingkungan, perangkat
melakukan diskusi atau debat mengenai pembelajaran berbasis
suatu permasalahan, memberikan HOTS
penjelasan atau kesimpulan yang terbaik 4. Guru masih belum
dari suatu kasus/permasalahan, dan terbiasa menerapkan
masih banyak lagi (Angraini dan Sriyati, pembelajaran HOTS
2019). dikarenakan faktor
alokasi waktu yang
4. Perangkat RPP sangat memengaruhi dirasa kurang
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa 5. Pembelajaran masih
karena RPP berorientasi pada
merupakan panduan atau pedoman saat kemampuan tingkat
guru mengajar dimana sangat LOTS, seperti pada
berpengaruh di bagian pemilihan model tahap mengidentifikasi
pembelajaran, metode pembelajaran, dan membedakan
media pembelajaran dan jenis evaluasi
yang digunakan oleh guru. Hal tersebut
sangat menentukan kelas
menjadi aktif atau hanya transfer ilmu
(guru-siswa) sehingga tidak dibangun
pemikiran yang kreatif dari siswa. Media
pembelajaran yang digunakan oleh guru
sangat memengaruhi cara berpikir siswa
menemukan permasalahan pada materi
yang diajarkan oleh guru (Mahmudah, et
al., 2018).
Wawancara dengan guru sejawat
1. Persiapan pembelajaran yang cukup
waktu
2. Guru masih mengajar dengan sudut
padang lama yaitu oerientasi pada
materi
3. Guru menerapakan hots hanya pada
proses penilaian ahir saja (pilgan)
4. Implementasi HOTs yang masih
terkendala waktu
5. Pembelajaran masih berorientasi
pada kemampuan tingkat LOTS,
seperti pada tahap mengidentifikasi
dan membedaka
6. Guru masih berpusat pada proses
penyelesaian target materi yang
harus diajarkan
Wawancara dengan siswa
1. Beberapa siswa lebih senang dengan
pembelajaran konvensional
mendengar saja daripada aktifitas
yang menuntut kreatifitas
2. Siswa masih kebingungan dalam
melakukan pemebelajaran hots
Wawancara dengan Suherman Hasan
Basri, S.Pd-kepala sekolah
1. Kemampuan guru dalam
mengembangkan RPP Hots
2. Karakteristik peserta didik yang
heterogen
Wawancara dengan bapak Iin Salahudin-
pengawas sekolah SMA
1. Pembelajaran HOTs membutuhkan
waktu sedangkan jam pemebelajaran
terbatas
2. Siswa masih kurang adaptif saat guru
menggunakan pembelajaran HOts
4 Model Kajian Literatur Setelah dilakukan analisis
Pembelajaran 1. Implementasi model pembelajaran inkuiri terhadap kajian literatur
yang belum dapat menciptakan suasana dan hasil wawancara, serta
dimaksimalkan pembelajaran yang aktif berpusat pada dikonfirmasi melalui
dengan kegiatan belajar siswa, hal ini disebabkan observasi/pengamatan
semestinya karena implementasi model pembelajaran dapat diketahui bahwa
inkuiri dapat memberi peluang kepada penyebab masalah Model
siswa untuk berpartisipasi aktif dalam Pembelajaran yang belum
proses belajar. Siswa belajar sambil dimaksimalkan dengan
melakukan sendiri dalam menemukan semestinya adalah :
konsep yang dipelajari, berdasarkan 1. Guru kurang motivasi
masalah yang ada di lingkungan sekitar dalam
(Taofiq, et al., 2018). mengembangkan
model pembelajaran
2. Penerapan model 2. Guru masih berada
pembelajaran Problem Based Learning pada zona nyamannya
(PBL) dapat meningkatkan kemampuan dengan menerapkan
berpikir kritis siswa dari cukup model pembelajaran
kritis menjadi sangat kritis. Perbedaan tertentu
pembelajaran yang diberikan kepada 3. Masih kurangnya
kelas eksperimen yang variasi model
menggunakan model pembelajaran pembelajaran yang
Problem Based Learning (PBL) menjadikan digunakan oleh guru,
kemampuan berpikir kritis sehingga lebih banyak
siswa lebih bagus dibandingkan dengan menerapkan
kelas kontrol yang pembelajaran
menggunakan model pembelajaran konvensional
konvensional atau ceramah (Fitriyyah dan 4. Kondisi siswa yang
Wulandari, 2019). lebih terbiasa dengan
model pembelajaran
3. Penerapan Model Kooperatif Tipe Group klasik dari pada
Investigation dapat meningkatkan student center
aktivitas belajar biologi siswa. 5. Penerapan model
Indikator keberhasilan peningkatan pembelajaran seperti
aktivitas belajar siswa yaitu apabila PBL masih belum
aktivitas belajar siswa berada pada optimal dikarenakan
kategori aktif. Selain itu, hasil belajar sumber referensi yang
siswa sudah sesuai dengan harapan terbatas, sehingga
dalam penelitian ini. Indikator proses menunjang
keberhasilan hasil belajar siswa jika kemampuan berpikir
berada kritis masih kurang
dalam kategori baik/ nilai rata-rata 6. Penerapan model
sekurang-kurangnya 75 (Subudi, 2021). pembelajaran seperti
Wawancara dengan rekan sejawat model inkuiri kurang
1. Guru kurang motivasi dalam diimbangi dengan
mengembangkan model akses gawai untuk
pembelajaran proses pencarian
2. Guru mengalami zona nyaman pada informasi, sehingga
satu model pemebalaran masih berpusat pada
3. Masih kurangnya variasi model informasi yang
pembelajaran yang digunakan oleh disediakan/difasilitasi
guru, sehingga lebih banyak guru baik
menerapkan pembelajaran
konvensional
4. Guru menemukan bahwa penerapan
model pembelajaran yang melibatkan
penggunaan gawai kurang optimal
karena adanya regulasi pembatasan
pemakaian gawai. Sehingga, hanya
bisa mengoptimalkan labratorium
komputer dengan pemakaian yang
terbatas
Wawancara dengan siswa
1. Model pembelajaran yang variatif
memusingkan murid
2. Siswa mengalami zona nyaman pada
model konvensional (ceramah)
Wawancara dengan bapak Iin salahudin-
pengawas Sekolah SMA
1. Guru masih belum memiliki motivasi
atau masih banyak yang menganggap
mengajar lebih penting dari pada
persiapan berbagai model
2. Guru cendrung pada zona nyaman
pada model pembelajaran tertentu
3. Kondisi siswa yang banyak lebih
menyukai model pembelajaran klasik
dari pada student center
4. Penerapan model pembelajaran
seperti PBL masih belum optimal
dikarenakan sumber referensi yang
terbatas, sehingga proses menunjang
kemampuan berpikir kritis masih
kurang
5. Penerapan model pembelajaran
seperti model inkuiri kurang
diimbangi dengan akses gawai untuk
proses pencarian informasi, sehingga
masih berpusat pada informasi yang
disediakan/difasilitasi guru baik

Anda mungkin juga menyukai