Anda di halaman 1dari 9

JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 2 Fortifikasi Konsentrat Protein Ikan Patin Siam, Dewita et al.

FORTIFIKASI KONSENTRAT PROTEIN IKAN PATIN SIAM PADA


PRODUK SNACK AMPLANG DAN MI SAGU INSTAN SEBAGAI
PRODUK UNGGULAN DAERAH RIAU

Fish Protein Concentrate Fortification Siam Patin on Amplang Snack


Products and Mi Sago Instant Product as a Leading Regional Riau

Dewita*, dan Syahrul


Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau
*Korespondensi: dewi_58@yahoo.co.id
Diterima 03 Juni 2014/Disetujui 11 Agustus 2014

Abstrak
Fortifikasi produk olahan berbasis ikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan konsumsi
ikan pada masyarakat terutama anak-anak. Produk olahan ikan yang dikembangkan haruslah mengarah
kepada produk yang dapat langsung dimakan (ready to eat), mudah dibawa dan tidak membutuhkan waktu
lama untuk memasaknya, contohnya kerupuk amplang dan mi sagu instan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengolah ikan patin dalam bentuk konsentrat protein ikan (KPI) menjadi produk snack amplang dan mi
sagu instan. Produk ini merupakan salah satu alternatif upaya fortifikasi produk olahan ikan yang dapat
dijadikan sebagai produk unggulan daerah Riau. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksprimen dengan perlakuan fortifikasi konsentrat protein ikan (KPI) pada produk amplang dan mi sagu
instan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis proksimat produk yang difortifikasi Konsentrat Protein
Ikan disajikan sebagai berikut: 1). kadar air 3,13%, abu 2,85%, protein 16,13% dan lemak 18, 66% untuk
snack ampang; dan 2). kadar air 11,77%, abu 1,30%, protein 12,35% dan lemak 1,86% untuk mi sagu instan.
Selanjutnya secara organoleptik semua produk yang difortifikasi konsentrat protein ikan dapat diterima atau
disukai dengan tingkat penerimaan 80 – 98 %, dan secara keseluruhan semua produk memenuhi standar SNI.

Kata kunci: Fortifikasi, konsentrat protein ikan (KPI) patin

Abstract
To enhance fish consumption in the community especially children, fortification on processed
fish product is conducted. The processed fish products are developed to fill the requirements as the fish
based food products that own characterizations such as ready to eat, easy to carry, and less time to cook.
Amplang snacks and instant sagoo noodles are defined as the products that fills the requirements. The
research was aimed to process catfish into fish protein concentrate to become amplang snack and instant
sagoo noodles. These products were designed as the effort to develop the local priority products in Riau by
using diversification and fortification methods. Experimental method with fortification treatments on Fish
Protein Concentrate (FPC) extract from Catfish that generate products of amplang snacks and instant sagoo
noodles and fish tofu were carried out. The fortified products were examined by organoleptics test that
involved panelists. The results showed that the proximate analysis on fortified Catfish Protein Concentrate
products were presented as following :1). water contents of 3,13 %, ash of 2,85 %, protein content of 16,13
% and fat content of 18, 66 % for ampang snacks; and 2). water contents of 11,77 %, ash of 1,30 %, protein
content of 12,35 % and fat content of 1,86 % for instant sagoo nodles. All fortified FPC products filled the
Indonesian Nasional Standard (SNI).

Keywords: Fortification, Catfish, and Fish Protein Concentrate

PENDAHULUAN lain: minyak bumi, hasil hutan, perikanan


Provinsi Riau dikenal sebagai Provinsi dlan hasil laut lainnya. Khusus di sektor
yang kaya akan sumberdaya alam, antara perikanan, Provinsi Riau merupakan

156 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Fortifikasi Konsentrat Protein Ikan Patin Siam, Dewita et al. JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 2

penghasil ikan segar dan ikan olahan, tetapi BAHAN DAN METODE
kemiskinan dan kekurangan gizi (krisis Bahan dan Alat
pangan) masih saja menjadi salah satu Bahan baku utama yang digunakan
masalah yang memerlukan penanganan dalam penelitian antara lain adalah Ikan
serius, mengingat masih besamya jumlah patin (Pangasius hypophthalmus), dan bahan
penduduk miskin di Provinsi Riau. Dari pendukung seperti garam, larutan Isoprophil
data BPS, jumlah penduduk miskin di alkohol 70% (food grade), dan NaHCO3.
Riau pada tahun 2011 adalah 482.050
jiwa atau 8,47 persen dari total penduduk Metode Penelitian
(BPS Provinsi Riau 2012). Metode penelitian yang digunakan
Upaya mengatasi masalah ini, khususnya adalah metode eksprimen, yakni melakukan
di Sektor perikanan perlu dilakukan untuk percobaan fortifikasi konsentrat protein
memanfaatkan potensi dan produksi ikan patin pada produk makanan jajanan
perikanan semaksimal mungkin agar bisa (amplang, dan mi sagu instan). Parameter
meningkatkan pendapatan masyarakat, mutu yang diamati adalah organoleptik
terutama nelayan dan pelaku usaha (uji kesukaan), kimiawi (proksimat dan
perikanan. Salah satu peluang yang dapat bilangan peroksida) dan mikrobiologis
dikembangkan, adalah dengan memperluas (total bakteri aerobik, TPC). Penelitian ini
atau mengembangkan pemasaran hasil dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1)
perikanan melalui fortifikasi konsentrat Pada tahap pertama melakukan Pengolahan
protein ikan pada produk unggulan daerah Konsentrat Protein Ikan patin, dan 2) Pada
(snack amplang dan mi sagu instan), tahap kedua mempelajari pembuatan produk
mengingat bahwa Riau merupakan salah makanan jajanan (amplang dan mi sagu
satu daerah penghasil ikan terbesar di instan) yang difortifikasi KPI patin.
Sumatera.
Fortifikasi produk olahan berbasis ikan Prosedur Penelitian
diharapkan menjadi salah satu usaha bisnis Pembuatan Konsentrat Protein Ikan
yang menguntungkan, namun tidak semua (Dewita 2011)
produk yang dihasilkan bisa berkembang Ikan patin berukuran 1-1,5 kg per
dengan baik. Produk yang memiliki ciri ekor dalam keadaan hidup diangkut ke
khas tertentu, dengan cita rasa yang baik laboratorium Teknologi Hasil Perikanan,
(enak) dan mampu menarik pelanggan. Fakultas Perikanan Universitas Riau. Tahap
Dewasa ini, memang sudah ada produk selanjutnya, ikan difillet dan dibuang kulitnya
olahan ikan tradisional, tetapi belum begitu kemudian dipotong-potong kecil dan digiling
berkembang sebagaimana produk-produk halus dengan mesin penggiling daging
olahan lainnya. (food processor) dengan penambahan
Saat ini belum ada standar khusus 0,5% garam. Daging lumat kemudian
mengenai mutu dan daya simpan yang sudah dikukus selama 30 menit dan dipres
diujikan, yang dapat dijadikan acuan dalam untuk mengeluarkan sebagian airnya serta
mendapatkan produk fortifikasi berbasis ditambahkan larutan NaOHCO3 0,5 N sampai
ikan, sehingga perlu dilakukan suatu pH isoelektrik, sehingga membentuk pasta.
penelitian tentang fortifikasi konsentrat Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan
protein ikan pada produk unggulan daerah pelarut isopropil alkohol (1 : 3) dan dilanjutkan
provinsi Riau. Penelitian ini bertujuan dengan ekstraksi selama 10 jam sehingga
untuk mengolah ikan patin dalam bentuk terbentuk endapan atau residu. Kemudian
konsentrat protein ikan (KPI) menjadi dikeringkan pada suhu 40ºC selama 15 jam
produk snack amplang dan mi sagu instan. dalam alat pengering (cabinet dyer).

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 157


JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 2 Fortifikasi Konsentrat Protein Ikan Patin Siam, Dewita et al.

Pembuatan produk olahan berbasis KPI dengan air selama 15 menit dan kemudian
patin disangrai. Sesudah itu tepung sagu sangrai
Snack Amplang ini ditambahkan air dengan perbandingan
Formulasi yang digunakan dalam sagu dan air 2 : 1, lalu didiamkan selama 10
pembuatan amplang dengan fortifikasi menit. Kemudian ditambahkan konsentrat
konsentrat protein ikan patin dapat dilihat protein ikan sebanyak 10% dari jumlah
pada Tabel 1. tepung sagu, lalu adonan diaduk dengan
tangan sampai khalis. Selanjutnya adonan
Prosedur Pembuatan Amplang dipres sehingga membentuk lembaran tipis
Pertama-tama disiapkan alat dan yang dilapisi plastik transparan, lalu dikukus
bahan sesuai dengan formulasi yang telah selama 1 jam dan didiamkan selama 12 jam.
ditentukan. Kemudian bahan telur, maizena Setelah itu dilakukan pencetakan mi sagu dan
dan gula dikocok, lalu ditambahkan garam, dikeringkan dalam alat pengering kabinet
soda kue, dan MSG. Setelah itu dicampur pada suhu 40–50°C selama 4–5 jam, sehingga
dengan konsentrat protein ikan dan aduk terbentuklah Mie sagu Instan KPI patin.
merata. Selanjutnya ditambahkan tapioka
sedikit-sedikit dan diaduk merata. Adonan Metode Analisis
yang terbentuk lalu digulung kecil berupa Analisis kimia mi sagu instan berbahan
untaian tali dan dipotong-potong kecil atau KPI patin meliputi komposisi proksimat
dicetak sesuai keinginan. Setelah dibentuk, lalu dan bilangan peroksida yang dilakukan
dimasukkan ke penggorengan dengan minyak meliputi: kadar air dengan metode oven, abu
goreng panas dengan suhu 170ºC selama 10-15 dengan metode tanur, lemak dengan metode
detik sampai berwarna kekuning-kuningan. ekstraksi Sokhlet, protein dengan metode
dan setelah dingin dikemas. semi mikro Kjeldhal, dan bilangan peroksida
(AOAC 2005). Analisis organoleptik (rupa
Mi Sagu Ikan Instan dan warna, bau, tekstur dan rasa) dilakukan
Formulasi dasar bahan digunakan dalam melalui uji kesukaan dengan 80 orang
pembuatan mi sagu instan adalah tepung sagu panelis awam. Analisis mikrobiologi dengan
(50%), air (40%) dan konsentrat protein ikan menghitung total bakteri aerobik (TPC)
patin (10%). Prosedur pembuatan mi sagu Fardiaz (1993).
mengacu pada Desmelati et al. (2013) sebagai
berikut: Pengolahan dan Analisis Data
Bahan-bahan ditimbang sesuai Data yang diperoleh ditabulasi, diolah
formulasi, lalu tepung sagu dilembabkan dan dianalisis secara deskriptif.

Tabel 1 Formulasi yang digunakan dalam Pembuatan Amplang*


Komposisi Jumlah
Konsentrat protein ikan patin (g) 50
Tepung tapioka (g) 500
Tepung maizena (g) 50
Gula bubuk (g) 10
Garam halus (g) 5
Soda kue (g) 5
Telur (butir) 1
MSG (sdt) 1
Keterangan: *Dewita (2011)

158 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Fortifikasi Konsentrat Protein Ikan Patin Siam, Dewita et al. JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 2

HASIL DAN PEMBAHASAN erat dengan bentuk, ukuran, dan sifat-


Penilaian Organoleptik sifat permukaan suatu produk makanan.
Rupa dan Warna Hutapea et al. (2004) juga menyatakan
Penilaian organoleptik dilakukan bahwa rupa dan warna produk lebih banyak
dengan uji kesukaan menggunakan panelis melibatkan indera penglihatan dan salah satu
tidak terlatih berjumlah 80 orang yang akan indikator untuk menentukan apakah produk
memberikan penilaian terhadap rupa, aroma, diterima atau tidak oleh konsumen.
rasa dan tekstur terhadap produk makanan
berbahan baku konsentrat protein ikan patin Aroma
(amplang, mi sagu instan, dan tahu ikan). Aroma merupakan salah satu parameter
Hasil penilaian organoleptik melalui uji yang menentukan dalam penerimaan suatu
kesukaan dapat dilihat pada Gambar 1. makanan. Dalam banyak hal, aroma memiliki
Gambar 1 terlihat bahwa panelis daya tarik tersendiri, oleh karena itu dalam
memberikan nilai kesukaan terhadap rupa industri pangan, uji terhadap aroma dianggap
dan warna amplang sebesar 93,75% dan penting karena cepat memberikan respon
mi sagu instan sebesar 90%. Atribut rupa terhadap produk yang dihasilkan, apakah
dan warna semua jenis produk makanan produknya disukai atau tidak oleh konsumen
yang difortifikasi KPI patin disukai panelis. (Leksono et al. 2001).
Menurut Leksono et al. (2001) menyatakan Gambar 2 terlihat bahwa panelis
bahwa rupa dan warna sangat berkaitan memberikan nilai kesukaan terhadap aroma

Gambar 1 Nilai organoleptik rupa dan warna snack


amplang dan mi sagu instan. Keterangan:
1%; 2%; 3%; 4%.

Gambar 2 Nilai organoleptik aroma snack


amplang dan mi sagu instan. Keterangan:
1%; 2%; 3%; 4%.

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 159


JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 2 Fortifikasi Konsentrat Protein Ikan Patin Siam, Dewita et al.

Gambar 3 Nilai organoleptik rasa snack


amplang dan mi sagu instan. Keterangan:
1%; 2%; 3%; 4%.

Gambar 4 Nilai organoleptik tekstur snack


amplang dan mi sagu instan. Keterangan:
1%; 2%; 3%; 4%.

produk amplang sebesar 92,50 % dan mi sagu (KPI) patin dapat dilihat pada Gambar 3.
instan sebesar 93,75 %. Berarti aroma semua Dari Gambar 3 terlihat bahwa panelis
jenis produk disukai panelis. Aroma produk memberikan nilai kesukaan terhadap rasa
umumnya berasal dari bahan penyusunnya produk amplang sebesar 90,00 % dan mi sagu
dan bumbu yang ditambahkan. Aroma yang instan sebesar 88,75 %. Berarti rasa semua
diterima oleh hidung dan otak lebih banyak jenis produk makanan yang difortifikasi KPI
merupakan campuran bau utama yaitu harum, patin (amplang dan mi sagu instan) disukai
tengik dan bagus. panelis, akan tetapi rasa amplang lebih disukai.
Menurut panelis amplang yang difortifikasi
Rasa KPI patin memiliki rasa gurih, tidak
Nilai organoleptik rasa produk jajanan manis dan mengarah ke rasa asin. Menurut
yang difortifikasi konsentrat protein ikan Reynaldi et al. (2003), hal ini disebabkan

Tabel 2 Komposisi proksimat produk snack amplang dan mi sagu instan


Jumlah
Komposisi
Snack ampalang Mi sagu instan
Kadar air 3,13 11,77
Kadar Abu 2,81 1,30
Kadar protein 16,13 12,35
Kadar lemak 18,66 1,86

160 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Fortifikasi Konsentrat Protein Ikan Patin Siam, Dewita et al. JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 2

karena adanya penambahan garam dan gula makanan, yaitu: kadar abu, air, lemak, dan
dalam pembuatan amplang. protein. Hasil analisis proksimat yang telah
dilakukan terhadap produk makanan yang
Tekstur difortifikasi konsentrat protein ikan patin
Nilai organoleptik tekstur produk dapat dilihat pada Tabel 2.
makanan jajanan yang difortifikasi konsentrat Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata
protein ikan (KPI) patin dapat dilihat dari analisis proksimat amplang untuk kadar
pada Gambar 4. Panelis memberikan nilai air 3,13 %, kadar abu 2,85 %, kadar protein
kesukaan terhadap tekstur produk amplang 16,13 %, dan kadar lemak 18,66 %; dan untuk
sebesar 98,75 % dan mi sagu instan sebesar mi sagu instan kadar air 11,77 %, kadar abu
88,50 %. Berarti tekstur semua jenis produk 1,30%, kadar protein 12,35%, dan kadar
makanan yang difortifikasi KPI patin disukai lemak 1,86%. Bervariasinya nilai proksimat
panelis. Produk makanan yang difortifikasi dari masing-masing produk makanan
KPI patin dalam penelitian ini memiliki yang difortifikasi KPI patin disebabkan
tekstur yang renyah, hal ini disebabkan karena formulasi yang menyusun produk
oleh kandungan gluten yang terdapat pada tersebut berbeda, sehingga masing-masing
tepung terigu. Menurut Sudha et al. (2007), komposisi proksimatnya juga berbeda.
kandungan gluten yang terdapat pada tepung Nuri Arum et al. (2012) menyatakan
terigu memberikan sifat lengket dan mampu penambahan KPI patin dalam formula akan
menangkap gas yang terbentuk selama proses menyebabkan terjadi peningkatan kadar
pengembangan sehingga dapat menghasilkan protein.
struktur yang renyah pada produk. Gluten Kadar air amplang dan mi sagu instan
merupakan komponen yang berperan dalam yang dihasilkan relatif kecil, sehingga peluang
memperkokoh sturktur amplang, sedangkan untuk rehidrasi cukup besar sekali, oleh sebab
kelembutan yang dihasilkan berasal dari gula, itu penyimpanan produk sangat berpengaruh.
dan telur. Dewita et al. (2011) tekstur produk Kadar air merupakan mutu parameter yang
makanan sangat tergantung dari bahan-bahan sangat penting bagi suatu produk makanan
formula yang digunakan terutama proteinnya, semakin rendah kadar air suatu produk, maka
kandungan protein yang tinggi menyebabkan semakin tinggi daya tahan produk tersebut.
kemampuan mengikat air semakin kecil Kadar air yang dihasilkan pada amplang
sehingga akan mengurangi pengembangan berbasis konsentrat protein ikan patin sudah
adonan dalam produk. memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh
SNI (kadar air maksimum 5%).
Proksimat Kadar lemak yang dihasilkan relatif tinggi
Analisis proksimat merupakan suatu sehingga berpeluang untuk terjadi proses
cara untuk mengetahui kandungan zat-zat oksidasi yang menghasilkan bau tengik.
makanan yang ada dalam suatu makanan Rieuwpassa et al. (2004), lemak adalah suatu
sehingga dapat menentukan kualitas suatu senyawa organik tertentu, tidak larut dalam

Tabel 3 Bilangan peroksida produk amplang dan mi sagu instan yang difortifikasi KPI
patin selama penyimpanan pada suhu ruang
Jumlah Bilangan Peroksida
Lama Penyimpanan Standar SNI
Snack ampalang Mi sagu instan
0 1,96 0,66
15 5,02 3,84
Maks. 10
30 7,16 5,98
45 8,31 6,61

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 161


JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 2 Fortifikasi Konsentrat Protein Ikan Patin Siam, Dewita et al.

Tabel 4 Total mikroba produk amplang dan mi sagu instan yang difortifikasi KPI patin
selama penyimpanan pada suhu ruang
Lama Penyimpanan Total Mikroba (CFU/g)
Standar SNI
(hari) Snack ampalang Mi sagu instan
0 2,0 x 102 1,0 x 103
15 1,2 x 103 1,2 x 103
Maks. 1,0 x 105
30 1,0 x 104 3,4 x 103
45 1,8 x 104 1,6 x 104

air dan berfungsi sebagai sumber dan pelarut Bilangan Peroksida


bagi vitamin A, D, E, dan K. Lemak juga Penyimpanan produk amplang dan
merupakan suatu zat makanan yang penting mi sagu instan yang difortifikasi KPI patin
dalam pembuatan suatu produk pangan mempunyai daya simpan selama 45 hari pada
yang biasa digunakan sebagai pengemulsi, suhu ruang yang dikemas dengan plastik
tetapi selain itu lemak juga berfungsi sebagai HDPE. Lama penyimpanan berpengaruh
pembentuk cita rasa dan memberikan tekstur terhadap kandungan peroksida baik
pada produk pangan tersebut. pada produk amplang maupun mi sagu
Kandungan protein produk makanan instan, yakni terjadi peningkatan dengan
yang dihasilkan mengandung protein tinggi, semakin meningkatnya masa simpan.
hal ini yang membedakan antara makanan Leksono et al. (2001) menyatakan bahwa
jajanan yang dihasilkan dari penelitian ini suhu merupakan salah satu faktor yang
dengan makanan jajanan umum mengandung menyebabkan terjadinya laju reaksi oksidasi
protein yang rendah. Dewita (2010) lemak (Tabel 3).
menyatakan bahwa ikan mengandung protein
tinggi dan tersusun atas asam-asam amino Mikrobiologi
yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan. Hasil analisis mikrobiologi terlihat
Protein ikan sangat mudah dicerna dan bahwa ada korelasi antara lama penyimpanan
diabsorpsi oleh tubuh. terhadap nilai total mikroba pada produk
Hasil analisis proksimat diketahui bahwa amplang dan mi sagu instan, di mana
nilai rata-rata kadar abu makanan jajanan yang selama penyimpanan (0 – 45 hari) terjadi
dihasilkan berkisar antara 1,06–2,05%. Kadar peningkatan nilai total mikroba (Tabel 4).
abu yang dihasilkan pada amplang dan mi sagu Menurut Winiati et al. (2004) hal ini diduga
instan memenuhi syarat yang telah ditentukan kemungkinan adanya peningkatan kadar air
oleh SNI (kadar abu maksimum 1,5%). Abu produk selama penyimpanan, karena adanya
adalah residu organik dari pembakaran uap air yang masuk dalam kemasan sehingga
bahan-bahan organik, biasanya komponen memudahkan mikroba untuk tumbuh. Nilai
tersebut terdiri dari kalium, kalsium, natrium, total mikroba pada akhir penyimpanan
besi, mangan, dan magnesium. Abu juga (45 hari) pada produk amplang sebesar 1,8 x
merupakan semua bahan yang tersisa dalam 104 CFU/g dan pada mi sagu instan sebesar 1,6
bentuk abu setelah pengabuan dan kadar abu x 104 CFU/g (Tabel 4). Mikroba yang tumbuh
ini berhubungan dengan padatan total yang terutama bakteri pada suhu penyimpanan
disebut juga dengan unsur mineral dalam (250ºC) adalah mikroba mesofilik. Koloni
bahan pangan. Kadar abu dapat menunjukkan yang tumbuh menunjukkan jumlah semua
besarnya jumlah mineral yang terkandung jenis mikroba yang terdapat pada bahan
dalam bahan pangan tersebut. makanan seperti bakteri, kapang dan khamir
(Fadiaz 1993).

162 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Fortifikasi Konsentrat Protein Ikan Patin Siam, Dewita et al. JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 2

Standar mutu mikrobiologi produk DAFTAR PUSTAKA


makanan berdasarkan SNI 01-2974-1992 Ariyani F, Saleh M, Tazwir, Hak N. 2003.
sebesar 1,0x105 CFU/g, sehingga produk Optimasi Proses Produksi Hidrolisat
amplang dan mi sagu instan masih di bawah Protein Ikan (HPI) Dari Mujair. Jurnal
batas standar SNI 01-2974-1992, hal ini Penelitian Perikanan Indonesia 9:11 – 21.
dapat disimpulkan bahwa mutu mikrobiologi Astawan M. 1999. Pengaruh Pengolahan
produk amplang dan mi sagu instan selama Terhadap Nilai Gizi dan Sifat Fungsional
penyimpanan dapat diterima atau layak Konsentrat Protein Ikan. [Tesis]. Bogor:
dikonsumsi. Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
KESIMPULAN Badan Standar Nasional (BSN). 1992. SNI 01-
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2973-1992. Cookies. BSN. Jakarta
produk makanan yang difortifikasi konsentrat Dewita, Suparmi, Syahrul. 2010. Diversifikasi
protein ikan patin (amplang, mi sagu instan, dan Fortifikasi produk olahan berbasis
dan tahu ikan) secara organoleptik (rupa, Ikan Patin. Jurnal Teknologi Hasil
aroma, rasa dan tekstur) dapat diterima oleh Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu
konsumen, dengan tingkat kesukaan antara Kelautan Universitas Riau I (1) : 112 – 120.
80 – 98 %. Dewita, Syahrul, Isnaini. 2011. Pemanfaatan
Hasil analisis proksimat dari produk Konsentrat Protein Ikan Patin
makanan yang difortifikasi konsentrat protein (Pangasius Hypothalamus) Untuk
ikan patin (amplang, mi sagu instan, dan tahu Pembuatan Biskuit dan Snack. Jurnal
ikan diperoleh sebagai berikut : 1) amplang Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia
diperoleh kadar air 3,13%, kadar abu 2,85%, 1:30-34.
kadar protein 16,13%, dan kadar lemak Desmelati, Dewita, Mery sukmiwati. 2013.
18,66% ; dan 2) mi sagu instan diperoleh kadar Optimalisasi Formula Rasa mie sagu instan
air 11,77%, kadar abu 1,30 %, kadar protein yang Difortifikasi Konsentrat Protein Ikan
12,35%, dan kadar lemak 1,86%. Patin (Pangasius hypothalamus) Sebagai
Hasil penelitian yang telah dilakukan Makanan Potensial Bergizi Tinggi. Jurnal
ternyata konsentrat protein ikan patin dapat Penelitian Pertanian BERNAS 9(1):7-16.
difortifikasi ke dalam produk makanan Fardiaz. S. 1993. Mikrobiologi Pangan. Jakarta:
(amplang, mi sagu instan, dan tahu ikan) dan PT. Gramedia.
secara umum dapat diterima oleh konsumen, Goni I, L-Garcia Diz, Manas E dan F- aura-
sehingga sangat disarankan agar produk Calixto. 1996. Analysis of Resistant Starch:
makanan tersebut masuk dalam program A Method of Food and Food Products.
PMTAS sebagai produk makanan berprotein Journal of Food Chemistry 56 (4):445-449.
tinggi. Heruwati, E.S., 2002. Pengolahan Secara
tradisional: Prospek dan Peluang
UCAPAN TERIMA KASIH Pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian
Penelitian ini terlaksana dengan baik 21(3):92 – 99.
berkat dukungan dana BOPTN Lembaga Hutapea, Parkanyiova EB, Parkanyiova L,
Penelitian Universitas Riau. Sehubungan Miyahara J, Sakurai M dan Pokorny,
dengan itu kami penulis mengucapkan J. 2004. Browning Reactions between
terima kasih kepada Rektor Universitas Oxidised Vegetable Oils and Amino acid.
Riau dan Ketua Lembaga Penelitian UR Journal of Food Science 22:99–107.
Prof. Dr. Usman M Tang, MS atas bantuan Leksono T dan Syahrul. 2001. Studi Mutu dan
yang diberikan. Penerimaan Konsumen Terhadap Abon

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 163


JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 2 Fortifikasi Konsentrat Protein Ikan Patin Siam, Dewita et al.

Ikan. Jurnal Natur Indonesia III (2):178- Rahayu WP dan Arpah. M. 2004. Pengetahuan
184. Kemasan Plastik (Produk Industri dan Jasa
McPhee AD dan Dubrow DL. 1972. Boga). Bogor: Fateta IPB.
Application of Ternary Equilibrium Data Sudha ML, Srivastava AK, Vetrimani R,
to Production of Fish Protein Concentrate. Leelavathi K. 2007. Fat Replacement in
Journal of The American Oil Chemist’s Soft Dough Biscuits. Its Implication on
Society 49:501–504. Dough Rheology and Biscuits Quality.
Nuri AA, Joko S, dan Indra P. 2012. Pemanfaatan Journal of Food Engineering 80 (2007):922–
Konsentrat Protein Ikan (KPI) Patin dalam 930.
Pembuatan Biskuit. Jurnal Pengolahan Wirakartakusumah, MA., Apriantono, A;
Hasil Perikanan Indonesia 15(1):45-51. Ma’arif, Suliantari, Muchtadi dan Otaka.
Rieuwpassa, Kusharto FCM, Astawan M, 1985. Isolation and Characterization
Martianto D dan Surono IS. 2004. of Sago Starch and its Utilization for
Pemanfaatan Konsentrat Protein Ikan Production of Liquid Sugar. Them
Dalam Pembuatan Biskuit Anak Balita. Development of the Sago Palm and
Media Gizi dan Keluarga 28 (1):57 - 63. its Products. Report of the FAO/BPP
Teknologi Consultation, Jakarta. 16-21.

164 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai