Anda di halaman 1dari 40

Tugas Makalah Ekonomi Dan Pembiayaan Kesehatan

PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN YANG


IDEAL DALAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT
MISKIN MELALUI PROGRAM JAMKESMAS

Oleh

Nama : Meksi Nattasya Hetharia


NIM : 22110018

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM MAGISTER FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS AUFA ROYHAN
PADANG SIDEMPUAN
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H dan Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak

mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan

masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara

bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya,

termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.

Demikian juga halnya dalam Konvensi International Labour Organization

(Konvensi ILO) Nomor 102 Tahun 1952 yang menganjurkan semua negara untuk

memberikan perlindungan minimum kepada setiap tenaga kerja. Sejalan dengan

ketentuan tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam

ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) Nomor X/ MPR/ 2001

menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam

rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu.

Pembentukan Sistem Jaminan Sosial Nasional, direalisasikan melalui

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

(UU SJSN) yang mempunyai program jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan

kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Jaminan sosial

ini merupakan upaya pemerintah dalam menangani krisis moneter. Sebagaimana

diketahui krisis dimulai sejak tahun 1997 sampai sekarang, disebabkan oleh

faktor multidimensi di antaranya pengalihan program subsidi bagi masyarakat

miskin berupa subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk sektor kesehatan bagi
masyarakat miskin menjadi program Jaring Pengaman Kesehatan bagi

Masyarakat Miskin (JPK-MM).

Sehat menurut definisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan Pasal 1 butir 1 adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, sosial yang

memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Sebagaimana diketahui kesehatan adalah hak setiap individu tanpa

membeda-bedakan yang mampu maupun yang tidak mampu. Oleh karena itu

menjadi tugas negara untuk menyediakan segala fasilitas yang diperlukan agar

rakyatnya tetap sehat sehingga sudah sewajarnya kesehatan mendapatkan subsidi

yang besar. Sebab pada dasarnya kesehatan merupakan sebuah investasi sehingga

patut mendapat perhatian dari pemerintah. Bila rakyat suatu negara sehat maka

pembangunan dalam berbagai bidang dapat dilaksanakan secara optimal.

Untuk mendapatkan asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin ada

beberapa syarat atau kriteria yang harus dipenuhi, namun perlu juga dikemukakan

di sini bahwa ada pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung oleh PT Askes,

seperti untuk general check up, prothesis gigi tiruan, kosmetika, pengobatan

alternative, penunjang diagnosa canggih, kecuali untuk penyelamatan jiwa (life

saving), serta infertilitas.

Adanya keterbatasan pelayanan kesehatan membawa dampak bagi warga

miskin yakni rentan terhadap berbagai macam penyakit, karena pada umumnya

golongan masyarakat ini mempunyai gizi buruk, pengetahuan tentang kesehatan

kurang, perilaku kesehatan kurang, lingkungan pemukiman buruk, biaya

kesehatan tidak tersedia serta kurang mendapat akses informasi kesehatan.

Pada hakekatnya pelayanan terhadap masyarakat miskin menjadi tanggung

jawab dan dilaksanakan bersama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
pemerintah propinsi/kabupaten/kota berkewajiban memberi kontribus sehinga

menghasilkan pelayanan yang optimal.

Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi

masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara

nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan

kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.

Program JAMKESMAS ini sebenarnya cukup baik tujuannya namun dalam

pelaksanaannya tidak semua masyarakat miskin dapat merasakan manfaatnya

karena keterbatasan dana pemerintah sehingga pemerintah menetapkan kuota

tertentu untuk perlindungan masyarakat miskin yang dibiayaidari APBN,

sedangkan sisanya yang tidka termasuk dalam kuota JAMKESMAS diserahkan

ke pemerintah daerah setempat untuk ditanggulangi oleh dana yang berasal dari

APBD masing-masing daerah.

B. PERUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

Apakah adanya ketentuan tentang pembatasan pelayanan kesehatan bagi warga

miskin melanggar Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan?

Karena tidak semua sarana pelayanan kesehatan dapat digunakan oleh

masyarakat miskin, kecuali keadaan gawat darurat (emergency) serta adanya

ketentuan pelayanan kesehatan yang di batasi dan yang tidak di jamin. Pada

dasarnya setiap warga Negara baik yang kaya atau yang miskin mempunyai hak

yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatannya, sehingga dari hal hal

yang melatar belakangi permasalahan kesehatan bagi warga miskin tersebut dapat

dibuat identifikasi masalah yakni:


1. Bagaimana wujud pelayanan kesehatan masyarakat miskin yang ideal ?

2. Bagaimana hubungan pelayanan kesehatan masyarakat miskin melalui

program JAMKESMAS dan pelayanan kesehatan masyarakat miskin yang

ideal ?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang pelayanan kesehatan kepada masyarakat

miskin yang ideal;

2. Untuk mengetahui dan memahami tentang analisis hubungan pelayanan kesehatan

masyarakat miskin melalui program JAMKESMAS dan pelayanan kesehatan

kepada masyarakat miskin yang ideal.

D. MANFAAT

1. Secara teoritis

Jaminan kesehatan bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat yang

berpenghasilan rendah serta bermanfaat dalam meningkatkan akses dan mutu

pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin agar tercapai derajat

kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Dengan

melaksanakannya melalui penerapan standar pelayanan kesehatan dengan

bimbingan teknis teratur dan berkesinambungan baik di puskesmas maupun rumah

sakit dengan akreditasi. Yang dimaksud dengan akreditasi adalah pengaturan formal

kepada suatu lembaga untuk melaksanakan kegiatan

2. Secara praktis

Dapat bermanfaat bagi pengambil kebijakan dan pengelola program Askeskin

dalam melakukan pembatasan pelayanan kesehatan terhadap warga miskin sehingga

tidak melanggar Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 serta bermanfaat untuk:

a. Terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin sesuai standar


dengan kendali mutu dan biaya.

b. Terselenggaranya sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di

seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik milik pemerintah

maupun swasta yang melakukan kontrak dengan PT. Askes (Persero).

c. Terselenggaranya sarana pelayanan kesehatan yang tidak mengadakan kontrak

dengan PT. Askes (Persero) bagi masyarakat miskin untuk kasus gawat

darurat.

d. Terselenggaranya pelayanan kesehatan dengan konsep pelayanan dokter

keluarga, konsep pelayanan rujukan, konsep pelayanan wilayah.


BAB II

PEMBAHASAN

A. PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN YANG IDEAL

1. Negara Kesejahteraan dan Perlindungan Sosial di Bidang Kesehatan

Negara kesejahteraan dapat dimaknai berdasarkan arti yang dikandung

oleh kata kesejahteraan itu sendiri. Setidaknya terdapat empat arti yang

dikandung oleh kata kesejahteraan, yaitu: (1) kondisi sejahtera (well-being),

yaitu terpenuhinya kebutuhan material dan non-material masyarakat. Kondisi

sejahtera baru terjadi jika kehidupan manusia itu aman dan bahagia akibat

dari terpenuhinya kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat

tinggal dan pendapatan; (2) pelayanan sosial yang mecakup lima bentuk

pelayanan: jaminan sosial (social security), pelayanan kesehatan, pendidikan,

perumahan, dan pelayanan sosial personal (personal social services); (3)

tunjangan sosial; (4) proses atau usaha terencana yang dilakukan oleh

perorangan, lembagalembaga sosial maupun badan-badan pemerintah untuk

meningkatkan kualitas kehidupan melalui pemberian pelayanan sosial dan

tunjangan sosial.

Berdasarkan empat arti kesejahteraan di atas, negara kesejahteraan

(welfare state) dapat disebut sebagai sebuah model pembangunan yang

difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran yang

lebih penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara

universal dan komprehensif kepada warganya. Negara kesejahteraan

merujuk pada peran pemerintah yang responsif dalam mengelola dan

mengorganisasikan perekonomian sehingga mampu menjalankan tanggung-


jawabnya untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam

tingkat tertentu bagi warganya.

Ini berarti, negara kesejahteraan dipandang sebagai bentuk keterlibatan

negara dalam memajukan kesejahteraan. Negara kesejahteraan ditujukan

untuk menyediakan pelayanan-pelayanan sosial bagi seluruh penduduk

(orang tua, dan anak, pria dan wanita, kaya dan miskin) sebaik dan sedapat

mungkin, ia berupaya untuk mengintegrasikan sistem sumber dan

menyelenggarakan jaringan pelayanan yang dapat memelihara dan

meningkatkan kualitas hidup warga negara secara adil dan berkelanjutan. Di

samping itu, negara kesejahteraan difokuskan pada penyelenggaraan sistem

perlindungan sosial yang melembaga bagi setiap orang sebagai cerminan

dari adanya hak kewarga negara di satu pihak, dan kewajiban negara di

pihak lain. Dengan demikian negara kesejahteraan sangat erat kaitannya

dengan kebijakan sosial yang di banyak negara mencakup strategi dan

upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warganya,

terutama melalui perlindungan sosial.

Perlindungan sosial tersebut mencakup jaminan sosial (baik berbentuk

bantuan sosial dan asuransi sosial), maupun jaring pengaman sosial (social

safety nets). Dalam konteks ini, negara memperlakukan penerapan kebijakan

sosial sebagai "penganugrahan hak-hak sosial (granting of social right)

kepada warganya. Semua perlindungan sosial yang dibangun dan didukung

negara tersebut sebenarnya dibiayai oleh masyarakatnya melalui

produktifitas ekonomi yang semakin makmur dan merata, sistem perpajakan

dan asuransi serta infestasi sumber daya manusia (human investment) yang

terencana dan terlembaga. Dengan demikian perlindungan sosial dapat


dipahami sebagai segala inisiatif baik yang dilakukan pemerintah, sektor

swasta maupun masyarakat yang bertujuan untuk menyediakan transfer

pendapatan atau konsumsi pada orang miskin, melindungi kelompok rentan

terhadap resiko-resiko penghidupan (livelihood) dan menigkatkan status dan

hak sosial kelompokkelompok yang terpinggirkan di dalam suatu

masyarakat’

Paling tidak ada lima jenis perlindungan sosial yang lazimnya

diselenggarakan dalam suatu negara, yaitu: (1) kebijakan pasar kerja (labour

market policies); (2) bantuan sosial (social assistence); (3) asuransi sosial

(social insurance); (4) jaring pengaman sosial berbasis masyarakat

(cummnity-based social safety nets); dan (5) perlindungan anak.

Dalam bidang kesehatan, jenis sering diselenggarakan, yakni asuransi

sosial (social insurance). Asuransi sosial (social insurance), secara umum

hanya diberikan kepada peserta sesuai dengan kontribusinya berupa premi

yang dibayarkannya. Asuransi kesehatan, asuransi, tenaga kerja, asuransi

kecelakaan kerja, asuransi kecacatan, asuransi hari tua, pensiun, dan

kematian adalah beberapa bentuk asuransi sosial yang banyak diterapkan

dibanyak negara

2. Hak Masyarakat Untuk Hidup Sehat Sebagai Latar Belakang Munculnya

Jamkesmas

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

disebutkan bahwa Tujuan Nasional Bangsa Indonesia adalah melindungi

segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian


abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan

program pembangunan nasional secara menyeluruh dan berkesinambungan.

Pembangunan Kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional tersebut,

yang tujuannya ialah agar setiap orang dalam wilayah Negara Republik

Indonesia dapat memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya serta

mampu untuk berperilaku sehat, sehingga setiap orang dapat melaksanakan

fungsi, tugas dan kewajibannya sebagai warganegara secara optimal.

Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-undang nomor 36

tahun 2009 tentang Kesehatan, serta Konstitusi Organisasi Kesehatan

Sedunia (WHO, 1948) dinyatakan bahwa kesehatan adalah hak fundamental

setiap penduduk. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak

memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya dan Negara bertanggung

jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya. Atau

dengan kata lain konstitusi dan undang-undang yang ada di Negara ini

menjamin pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia,

termasuk masyarakat miskin dan tidak mampu.

Kenyataan yang terjadi, derajat kesehatan masyarakat miskin masih

rendah, hal ini tergambarkan dari angka kematian bayi kelompok masyarakat

miskin tiga setengah sampai empat kali lebih rendah dari kelompok

masyarakat tidak miskin. Masyarakat miskin biasanya rentan terhdap

penyakit dan rentan terhadap penularan penyakit karena berbagai kondisi

sperti kurangnya kebersihan lingkungan, rumah yang berhimpitan, perilaku

hidup bersih yang belum membudaya, pengetahuan dan pendidikan tentang

kesehatan yang masih rendah. Derajat kesehatan masyarakat miskin

berdasdarkan indikator Angka Kematian (AKB) dan Angka Kematian Ibu


(AKI), masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 26,9 per 1.000 kelahiran

hidup dan AKI sebesar 284 per 100.000 kelahiran hidup dan Umur Harapan

Hidup 70,5 tahun.

Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah diakibatkan

karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan yang dipengaruhi

berbagai aktor seperti mahalnya biaya kesehatan. Berbagai faktor yang

berpertan terhadap meningkatnya biaya kesehatan diantaranya adalah

perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan

kedokteran, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocket,

kondisi geografis yang sulit menjangkau sarana kesehatan. Derajat kesehatan

yang rendah berpengaruh terhadap menurunnya produktifitas kerja sehingga

akhirnya menjadi beban negara.

Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan

sebagaimana diamanatkan UUD 1945, sejak awal Agenda 100 hari

Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu telah berupaya untuk mengatasi

hambatan dan kendala tersebut melalui pelaksanaan kebijakan Program

Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini diselenggarakan oleh

Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (Persero)

berdasarkan SK nomor 1241/Menkes/SK/XI/2004, tentang penugasan PT

Askes (Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi

masyarakat miskin.

Program ini telah berjalan memasuki tahun keempat dan telah hasil dan

bukti yang dicapai yaitu terjadinya peningkatan yang signifikan penggunaan

program ini dari tahun ke tahun oleh masyrakat miskin dan pemerintah telah

meningkatkan jumlah masyarakat yang dijamin maupun pendanaannya.


Namun terdapat permasalahan-permasalahan yang perlu dibenahi seperti

kepesertaan yang belum tuntas, peran fungsi ganda sebagai pengelola,

verifikator dan sekaligus pembayar atas pelayanan kesehatn, verifikasi belu

berjalan dengan optimal, kendala dalam kecepatan pembayaran, kurangnya

pengendalian biaya, penyelenggara tidak menanggung resiko.

Atas dasar pertimbangan untuk pengendalian biaya kesehatan,

peningkatan mutu, transparansi dan akuntabilitas, dilakukan perubahan

pengelolaan program Jaminan Kesehatan Masyarakat miskin pada tahun

2008. Perubahan mekanisme yang mendasar adalah adanya pemisahan peran

pembayar dengan verifikator melalui penyaluran dana langsung ke Pemberi

Pelayanan Kesehatan (PPK) dari Kas Negara, penggunaan tarif paket

Jaminan Kesehatan Masyarakat di rumah sakit, penempatan pelaksana

verifikasi di settiap rumah sakit, pembentukan Tim Pengelola dan Tim

Koordinasi di tingkat Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota serta penugasan

PT Askes (Persero) dalam menejemen kepesertaan.

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penjaminan terhadap

masyarakat miskin yang meliputi sangat miskin, miskin, dan mendekati

miskin, program ini berganti nama menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat

yang disebut JAMKESMAS dengan tidak ada perubahan jumlah sasaran dan

diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 125/Menkes/SK/II/2008

tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat

( JAMKESMAS ) Tahun 2008.

3. Tinjauan Umum Tentang Upaya Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan

Dalam Sistem Kesehatan Nasional

Agar proses pembangunan kesehatan tersebut dapat berjalan secara


berhasil-guna dan berdaya-guna, penyelenggaraan pembangunan kesehatan

ini disusun dalam suatu sistem yang dinamakan Sistem Kesehatan Nasional

atau dikenal sebagai SKN. SKN pada hakekatnya adalah suatu tatanan yang

menghimpun seluruh potensi bangsa utuk mewujudkan penyelenggaraan

pembangunan kesehatan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Landasan idiil dan konstitusionil SKN adalah Pancasila dan UUD 1945,

dan prinsip dasar dari SKN adalah bahwa penyelenggaraan pembangunan

kesehatan selalu dilaksanakan dengan memperhatikan norma, nilai dan

aturan pokok yang bersumber dari falsafah dan budaya bangsa Indonesia.

Dalam perkembangannya, sejalan dengan perubahan-perubahan yang

terjadi pada berbagai aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara di tanah

air, maka secara dinamis telah terjadi perubahan orientasi, baik dalam tata

nilai, maupun dalam berbagai pemikiran, termasuk pemikiran-pemikiran

yang berkembang di bidang kesehatan. Terutama disini dikembangkan

pemikiran terkait upaya pemecahan masalah di bidang kesehatan yang

dipengaruhi oleh politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan serta

ilmu pengetahuan dan teknologi.

Perubahan-perubahan dalam orientasi tersebut diatas dengan sendirinya

akan mempengaruhi pula proses penyelenggaraan pembangunan kesehatan

dari masa ke masa. Sebagai suatu tatanan, wujud dan metode dari

pembangunan kesehatan Nasional, maka SKN dituntut supaya tetap dapat

mengantisipasi berbagai tantangan dan perubahan yang terjadi dalam

masyarakat baik regional maupun global. Dalam perjalanannya selama ini

SKN telah mengalami beberapa kali revisi, yang terakhir dan saat ini berlaku
adalah SKN Tahun 2004, yang diberlakukan melalui Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 131/Menkes/SK/II/2004 Tentang

Sistem Kesehatan Nasional, tanggal 10 Februari 2004.

Revisi SKN yang terakhir ini telah disesuaikan dengan suasana dan

alam otonomi daerah yang dicanangkan melalui pemberlakuan Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

Daerah. Dengan adanya otonomi daerah tersebut maka pemerintah daerah

Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia berkewajiban untuk menangani

masalah-masalah kesehatan di wilayahnya masing-masing. Karena itu di

setiap daerah Kabupaten dan Kota harus diimplementasikan pula tatanan,

wujud dan metode pelaksanaan pembangunan kesehatan di daerah masing-

masing yang konsisten dengan SKN tersebut diatas. Semua aspek

penyelenggaraan upaya kesehatan termasuk dukungan dana, sumberdaya

manusia kesehatan, dan obat-obatan, serta manajemennya, sepenuhnya

menjadi tanggung-jawab pemerintah daerah Kabupaten/Kota bersangkutan.

Dalam acuan SKN ini, disebutkan bahwa untuk mencapai tujuan

pembangunan kesehatan tersebut, yang harus dilaksanakan adalah

pemerataan pelayananan yang didalam SKN dijabarkan sebagai:

“penyelenggaraan upaya kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh

seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata baik geografis maupun

ekonomis.

Menurut acuan SKN ini, jelas bahwa pemerataan pelayanan harus

mencakup mutu pelayanan yang optimal, setara dan dapat diakses oleh setiap

orang termasuk masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh wilayah


hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi indikator pemerataan

ialah :

a) Tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu (quality) bagi setiap

orang tanpa memandang status sosial dan ekonominya.

b) Pelayanan itu dapat dicapai (accesible), artinya keberadaan dan lokasi

sarana pelayanan mudah untuk dicapai oleh setiap orang yang

membutuhkannya.

c) Pelayanan yang diberikan harus dapat diperoleh setiap orang dengan

biaya yang terjangkau (affordable), sesuai kemampuan ekonomi

masyarakat pengguna jasa pelayanan.

Tentang indikator mutu pelayanan sangat subjektif, karena tergantung

dari sisi mana melihatnya.

a) Pasien melihatnya dari kepuasan yang dapat diperoleh dari aspek

kecepatan pelayanan, keramahan petugas, ketepatan diagnosa dan

pengobatan, serta kecepatan kesembuhan.

b) Provider (pemberi pelayanan) melihat dari aspek kelengkapan prasarana

dan peralatan kedokteran yang dibutuhkan, ketersediaan prosedur

pelayanan yang secara medis dapat dipertanggung jawabkan, derajat

kebebasan profesional yang seluas-luasnya untuk menjalankan prosedur

tersebut, serta hasil dari prosedur yang dikerjakan.

c) Pemerintah melihatnya dari aspek efektifitas dan efisiensi biaya,

tercapainya target derajat kesehatan yang diinginkan, serta tidak adanya

keluhan dari masyarakat (zero complaint).

Menurut konsep organisasi kesehatan dunia, World Healt Organisation

(WHO), kesehatan adalah suatu kondisi sejahtera dilihat dari aspek jasmani
(lahir) dan aspek rohani (moril) serta sejahtera dilihat dari aspek ekonomi.

Maka berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan upaya kesehatan

adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau swasta serta

masyarakat secara terpadu dan saling mendukung, untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya

masalah kesehatan, guna menjamin tercapainya derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya. Upaya kesehatan dapat dipandang

sebagai bagian integral dari sistem kesehatan, yang bertujuan untuk

mewujudkan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang tercapai

(accessible), terjangkau (affordable) dan bermutu (quality) untuk terjamin

terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat yang setinggitingginya.

Menurut UU Kesehatan no 36 tahun 2009 pasal 1, yang dimaksud

dengan pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/ atau

serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebig mengutamakan

kegiatan yang bersifat promosi kesehatan. Pelayanan kesehatan preventif

adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/

penyakit. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/ atau

serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan

penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit,

atau pengendalian kecacatan agar kualitas hidup penderita dapat terjaga

seoptimal mungkin. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah suatu kegiatan

dan/ atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke

dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat

yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai


dengan kemampuannya.

Upaya kesehatan dilihat dari pengorganisasian dan sasaran

pelayanannya, terdiri dari dua unsur utama, yakni upaya kesehatan

masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP). Masing-masing

upaya kesehatan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dilihat dari

sasaran dan fasilitas serta penyelenggara upaya kesehatan dimaksud. Uraian

singkat masingmasing dapat disimak sebagai berikut:

1) UKM adalah setiap kegiatan yang lebih fokus pada upaya untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan

menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. UKM

mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan,

pemberantasan penyakit menular, kesehatan jiwa, pengendalian

penyakit tidak menular, penyehatan lingkungan dan penyediaan sanitasi

dasar, perbaikan gizi masyarakat, pengamanan sadiaan farmasi dan alat

kesehatan, pengamanan penggunaan zat aditif (bahan tambahan

makanan)dalam makanan dan minuman. Pengamanan narkotika,

psikotropika, zat aditif dan bahan berbahaya, serta penanggulangan

bencana dan bantuan kemanusiaan;

2) UKP adalah setiap kegiatan yang lebih fokus diarahkan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan

menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan.

UKP mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pencegah penyakit,

pengobatan rawat jalan, pengobatan rawat inap, pembatasan dan

pemulihan kecacatan yang ditunjukan terhadap perorangan. Dalam UKP

juga termasuk pengobatan teradisional dan alternatif serta pelayanan


kebugaran fisik dan kosmetika.

Kedua upaya kesehatan tersebut bersinergi dan dilengkapi dengan

berbagai upaya kesehatan penunjang. Upaya penunjang untuk UKM antara

lain adalah pelayanan laboratorium kesehatan masyarakat dan pelayanan

sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan lainnya.

Sedangkan upaya penunjang untuk UKP antara lain adalah pelayanan

laboratorium klinik, apotek, optik dan toko obat.

Upaya Kesehatan Masyarakat berdasarkan jenis dan tingkat layanan

yang diberikan dapat dibedakan kedalam tiga strata, yaitu : Upaya kesehatan

strata pertama, yang memberikan jasa layanan tingkat dasar; Upaya

kesehatan strata kedua, yaitu jasa layanan kesehatan tingkat lanjutan; Upaya

kesehatan strata ketiga, yaitu jasa layanan kesehatan subspesialistik. Ketiga

strara upaya kesehatan tersebut masing-masing diuraikan secara singkat

sebagai berikut:

1) UKM Strata Pertama adalah UKM tingkat dasar, ditunjukan kepada

masyarakat. Ujung tombak penyelenggaraan UKM strata pertama

adalah Puskesmas yang didukung secara lintas sektoral dan didirikan

sekurangkurangnya satu buah disetiap kecamatan. Puskesmas

bertanggung jawab atas masalah kesehatan wilayah kerjanya, sehingga

Puskemas berfungsi sebagai : (1) pusat penggerak pembangunan

berwawasan kesehatan; (2) pusat pemberdayaan masyarakat dibidang

kesehatan; dan (3) pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar.

2) UKM strata Kedua adalah UKM Tingkat lanjutan, yaitu yang

mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik

yang ditunjukan kepada masyarakat. Penanggung jawab UKM strata


kedua adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang didukung secara

lintas sektoral. Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota mempunyai fungsi

utama, yakni fungsi manajeral dan fungsi teknis kesehatan. Fungsi

manajeral dan pertanggungjawaban penyeleng-garaan di tingkat

Kabupaten / Kota. Fungsi teknis kesehatan mencakup penyediaan

pelayanan kesehatan masyarakat tingkat lanjutan, yakni dalam rangka

melayani kebutuhan rujukan Puskesmas.

3) UKM strata Ketiga adalah UKM Tingkat Unggulan, yaitu upaya

kesehatan subspesialistik yang ditunjukan kepada masyarakat.

Penanggung jawab UKM strata tiga adalah Dinas Kesehatan Provinsi

dan Departemen Kesehatan yang didukung secara lintas sektoral. Dinas

Kesehatan Provinsi dan Departemen Kesehatan mempunyai dua fungsi,

yakni fungsi manajerial dan fungsi teknis kesehatan. Fungsi manajerial

mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta

pengawasan dan pertanggung jawaban penyelenggaraan pembangunan

kesehatan di provinsi/ nasional. Fungsi teknis kesehatan mencakup

penyediaan pelayanan kesehatan masyarakat tingkat unggulan, yakni

dalam rangka melayani kebutuhan rujukan dari kabupaten/ kota

Provinsi.

Sama halnya dengan upaya kesehatan masyarakat, yang bobot

layanannya difokuskan pada masyarakat, Upaya Kesehatan Perorangan

(UKP), yang bobot layanannya difokuskan pada perorangan dapat

distratifikasi kedalam tiga strata yaitu:

1) UKP strata Pertama adalah UKP tingkat dasar, yaitu upaya kesehatan

dasar yang ditujukan kepada perorangan. Penyelenggaraan UKP strata


pertama adalah pemerintah, masyarakat dan swasta diwujudkan melalui

berbagai bentuk pelayanan profesional, seperti praktik bidan, praktik

perawat, praktik dokter, praktik dokter gigi, poliklinik, balai

pengobatan, praktik dokter/ klinik 24 jam, praktik bersama dan rumah

bersalin. Penyelenggaraan UKP strata pertama oleh pemerintah juga

diselenggarakan oleh Puskesmas. Dengan demikian Puskesmas

memiliki dua fungsi pelayanan yakni pelayanan kesehatan masyarakat

dan pelayanan kesehatan perorangan;

2) UKP strata Kedua adalah UKP tingkat lanjutan, yaitu upaya kesehatan

spesialistik yang ditunjukan kepada perorangan. Penyelenggaraan UKP

strata kedua adalah pemerintah, masyarakat dan swasta yang

diwujudkan dalam bentuk praktik dokter spesialis, praktik dokter gigi

spesialis, balai pengobatan penyakit paru-paru (BP4), balai kesehatan

mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan jiwa masyarakat (BKJM),

rumah sakit kelas C dan B non pendidikan milik pemerintah (termasuk

TNI/POLRI dan BUMN) dan rumah sakit swasta;

3) UKP strata Ketiga adalah UKP tingkat Unggulan, yaitu upaya kesehatan

yang subspesialistik yang ditunjukan kepada perorangan.

Penyelenggaraan UKP strata ketiga adalah pemerintah, masyarakat dan

swasta yang diwujudkan dalam bentuk praktik dokter spesialis

konsultan, praktik dokter gigi spesialis konsultan, klinik spesialis

konsultan, rumah sakit kelas B pendidikan dan kelas A milik

pemerintah, serta rumah sakit khusus dan rumah sakit swasta.

Penyelenggaraan Upaya Kesehatan mengacu pada prinsip-prinsip yang

telah ditetapkan berdasarkan pada acuan sistem kesehatan nasional


diselenggarakan oleh pemerintah dengan peran aktif masyarakat dan

swasta.

Pelayanan kesehatan (health care services) merupakan salah satu upaya

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan, baik

perseorangan, maupun kelompok atau masyarakat secara keseluruhan.

Menurut Lavey dan Loomba, bahwa yang dimaksud dengan pelayanan

kesehatan ialah setiap upaya baik yang diselenggarakan sendiri atau

bersama-sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara

kesehatan, mencegah penyakit dan mengobati penyakit, serta memulihkan

kesehatan yang ditujukan, baik terhadap perseorangan, kelompok ataupun

masyarakat. Dari pengertian tersebut terkandung pengertian pelayanan

kesehatan yang luas, yaitu mencakup mencakup berbagai tindakan seperti

preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif, baik yang dilakukan oleh

perseorangan maupun dalam suatu organisasi, begitupun ditujukan kepada

masyarakat ataupun perseorangan.

4. Sistem Jaminan Sosial Nasional di Bidang Kesehatan

Menurut Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

dalam Pasal 1 butir (15) disebutkan bahwa: “Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan Masyarakat (JPKM) adalah suatu cara penyelenggaraan

pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan azas usaha bersama dan

kekeluargaan, yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta

pembiayaan yang dilaksanakan secara praupaya”. Tujuan JPKM itu sendiri

tidak lain adalah terwujudnya pemeliharaan kesehatan paripurna yang

bermutu, merata, berkesinambungan dan dengan biaya yang terkendali. Jadi

prinsip-prinsip equity, efficiency, quality dan sustainability yang secara


global sudah disepakati sebagai nilai-nilai universal dalam pelayanan

kesehatan, adalah juga menjadi prinsip JPKM.

Sampai saat ini banyak orang berpendapat bahwa JPKM bukan asuransi.

Alasannya adalah: ”asuransi memberikan penggantian uang, sedangkan

JPKM tidak memberikan penggantian uang”. Hal ini tidak sepenuhnya benar

karena pada kenyataannya praktek asuransi kesehatan tidaklah selalu

memberikan penggantian uang. Dilihat dari aspek manfaat maka program

jaminan sosial pada dasarnya adalah sebuah program untuk mewujudkan

kesejahteraan rakyat, dimana negara dan masyarakat secara bersama-sama

ikut bertanggungjawab pada penyelenggaraan program itu. Tujuannya adalah

untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi pesertanya.

Penyelenggaraannya didasarkan kepada asas kemanusiaan, asas manfaat dan

asas keadilan sosial. Pelaksanaan kegiatannya dilakukan dengan bergotong

royong, nirlaba, kehatihatian, akuntabel dan dengan pemanfaatan dana yang

dikelola ditujukan kepada sebesar-besarnya kepentingan anggota.

Program jaminan sosial memang masih sangat perlu untuk lebih

dikembangkan di Indonesia, mengingat masih terbatasnya jenis maupun

cakupan kepesertaannya di masyarakat (kurang dari 20% penduduk).

Sebagai contoh di Indonesia belum ada jaminan pensiun dan jaminan

kesehatan buat lansia karena memang peraturan perundangannya belum ada.

Akan tetapi dimasa mendatang jika hal ini tidak dipikirkan, kelak bisa

menjadi pemicu timbulnya masalah sosial di tengah-tengah masyarakat.

Terkait dengan keluarga miskin, secara nyata terlihat bahwa krisis

ekonomi yang melanda negeri ini, menyebabkan sebagian besar keluarga

miskin lebih memprioritaskan “survive” di bidang kebutuhan makanan dan


mengesampingkan aspek kesehatan. Mahalnya biaya untuk berobat, jauhnya

jarak yang harus ditempuh untuk menuju ke sarana pelayanan kesehatan

milik pemerintah, serta sulitnya transportasi di pelosok-pelosok pada

sebagian besar wilayah Indonesia, merupakan penyebab rendahnya akses

masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Mengingat

bahwa hanya sekitar kurang dari 20% penduduk Indonesia yang di-cover

oleh program jaminan kesehatan, jelas kondisi ini sangat memprihatinkan,

karena akan berdampak buruk kepada derajat kesehatan dan kesejahteraan

generasi mendatang.

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah positif dengan

menerbitkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistim Jaminan

Sosial Nasional dimana Undang-undang tersebut menjadi landasan hukum

yang pasti dalam mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional di

Indonesia dan salah satu jaminan SJSN adalah jaminan kesehatan. Undang-

undang yang terdiri dari 9 Bab dan 53 pasal ini secara formal telah

mengamanatkan kepada pemerintah untuk melaksanakan hal-hal yang

tertuang dalam pasal-pasal Undang-undang ini. Dalam Bab I Pasal (1)

Undang-undang ini antara lain disebutkan :

1) Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk

menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar

hidupnya yang layak.

2) Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan

program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan

sosial.

3) Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat


wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko

sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.

4) Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir misin

dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan sosial.

5) Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang

merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang

dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk pembayaran

manfaat kepada peserta dan pembayaran operasional penyelenggaraan

program jaminan sosial.

6) Manfaat adalah faedah jaminan sodial yang menjadi hak peserta dan/atau

anggota keluarganya.

7) Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta,

pemberi kerja dan/atau Pemerintah.

Selanjutnya dalam Pasal (18) Undang-Undang ini juga disebutkan yang

termasuk kedalam Jenis Program Jaminan Sosial, meliputi :

1) Jaminan Kesehatan.

2) Jaminan Kecelakaan kerja.

3) Jaminan hari tua.

4) Jaminan Pensiun.

5) Jaminan Kematian.

Pasal (19) sampai dengan Pasal (28) Undang-undang ini mencantumkan

secara rinci tentang hal-hal terkait Jaminan Kesehatan yang diatur/harus

diatur sesuai peraturan perundangan.

B. PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN MELALUI


PROGRAM JAMKESMAS

1. Landasan Hukum Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Melalui

Program Jamkesmas

Peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum

penyelenggaraan program jaminan kesehatan masyarakat miskin, antara lain:

1. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebagaimana dijabarkan

pada :

a. Pasal 28 H butir (1) menyatakan bahwa :

"Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat

tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat

serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan".

b. Pasal 34 butir (1) menyatakan bahwa :

"Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara".

c. Pasal 34 butir (2) menyatakan bahwa :

"Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh

rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak

mampu sesuai dengan marabat kemanusiaan".

d. Pasal 34 butir (3) menyatakan bahwa :

"Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan

kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak".

2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (UUK sebagai

berikut :

a. Pasal 4 menyatakan bahwa :

"Setiap orang berhak atas kesehatan".

b. Pasal 5 butir (1)menyatakan bahwa :


"Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam akses atas sumber

daya di bidang kesehatan”

c. Pasal 5 butir (2)menyatakan bahwa :

“Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan

kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.”

d. Pasal 5 butir (3)menyatakan bahwa :

“Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab

menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi

dirinya.”

e. Pasal 46 menyatakan bahwa :

“Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi

masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan

menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya

kesehatan masyarakat”

f. Pasal 49 butir (1) menyatakan bahwa :

“Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung

jawab atas penyelenggaraan upaya kesehatan.”

g. Pasal 50 butir (1) menyatakan bahwa:

“Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab

meningkatkan dan mengembangkan upaya kesehatan”

h. Pasal 54 butir (1) menyatakan bahwa : “Penyelenggaraan pelayanan

kesehatan dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu,

serta merata dan non diskriminatif”

i. Pasal 54 butir (2) : “

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas


penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1).”

j. Pasal 62 butir (3) menyatakan bahwa :

"Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin dan

menyediakan fasilitas untuk kelangsungan upaya peningkatan

kesehatan dan pencegahan penyakit".

k. Pasal 167 butir (1) menyatakan bahwa :

"Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah,


pemerintah daerah dan/atau masyarakat melalui pengelolaan
administrasi kesehatan, informasi kesehatan, sumber daya
kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta
dan pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang kesehatan, serta pengaturan hukum
kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya".

l. Pasal 170 butir (3) menyatakan bahwa :

"Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah,

pemerintah daerah, masyarakat, swasta dan sumber lain".

3. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional, sebagai berikut :

a. Pasal 2 menyatakan bahwa :

"Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas

kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia."

b. Pasal 17 butir (4) menyatakan bahwa :

"Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang

tidak mampu dibayar oleh Pemerintah".

c. Pasal 19 menyatakan bahwa :


"Jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin diselenggarakan secara

nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial".

4. Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

5. Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara.

6. Undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan

Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

7. Undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.

8. Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 8 tahun 2005

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintahan Daerah.

9. Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah.

10. Undang-undang nomor 45 tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan Dan

Belanja Negara Tahun Anggaran 2008.

11. Peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.

12. Peraturan pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, Dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

13. Peraturan pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang oraganisasi

Perangkat Daerah.

14. Peraturan presiden nomor 9 tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,

Fungsi, Susunan Oraganisasi Dan Tata Kerja Kementrian Negara

Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan

peraturan presiden nomor 94 tahun 2006.


15. Peraturan menteri kesehatan nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang

Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.

Agar JPK-MM dapat terselenggara dengan baik dengan kualitas yang

terjaga dan biaya yang terkendali perlu adanya suatu ikatan kerja berupa

kontrak. Kontrak tersebut dilakukan antara PT. Askes (Persero) dengan

Pemberi Pelayan Kesehatan (PPK). PT. Askes (Persero) diberi tugas sebagai

Pengelola JPK-MM, sehingga menempatkan PT. Askes (Persero) sebagai

Badan Pengelola tunggal. Secara sepintas tampaknya hal ini tidak menjadi

masalah. Namun bila dikaji lebih seksama hal demikian tidak sejalan dengan

UU SJSN. Ketidak sejalanan ini terdapat dalam Pasal 5 UU SJSN disebutkan

bahwa:

"Penyelenggaraan program jaminan sosial diselenggarakan oleh


beberapa badan penyelenggara dan badan penyelenggara yang telah ada
dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menurut undang-
undang, seperti: Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (JAMSOSTEK), Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan
Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) serta Perusahaan Perseroan (Persero)
Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI), bahkan
bila diperlukan dibentuk badan baru sesuai dengan ketentuan undang-
undang".

Batasan asuransi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

(KUHD) Pasal 246 menyebutkan bahwa :

"Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung


mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat
dari suatu evenemen".

Sedangkan asuransi menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992

tentang Usaha Perasuransian Pasal 2 butir (1) menyebutkan bahwa :

"Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua belah pihak


atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum pada pihak ketiga
yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan sesuatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan".

Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa asuransi merupakan

suatu mekanisme untuk mengalihkan risiko. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI). Risiko diartikan sebagai akibat yang kurang

menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau

tindakan yang dapat terjadi baik secara internal oleh manusia itu sendiri atau

secara eksternal oleh keadaan di luar kekuasaan manusia. Dalam bahasa

Indonesia tidak dikenal adanya akar kata risiko. Risiko berasal dari

terjemahan bahasa Inggris risk, yang berkaitan dengan rizk dalam bahasa

Arab dan rejeki dalam bahasa Indonesia. Risiko/ risk mempunyai aspek

ketidak pastian, demikian juga dengan rejeki, karena keterkaitan dengan

takdir, di mana risiko/risk mempunyai arti sesuatu yang tidak diharapkan

seperti merugikan, mencelakakan sedangkan rejeki mempunyai arti

pengharapan atau sesuatu yang mendatangkan kebaikan atau sesuatu yang

diharapkan. Ditinjau dari aspek ekonomi dapat berdampak kerugian, di mana

kerugian secara materiil dapat atau tidak dapat di nilai dengan uang, dan juga

tidak terlepas dari unsur keterkaitan dengan takdir, seperti menurut Gunanto

sebagaimana dikutip oleh Man Suparman Sastrawidjaja, disebutkan bahwa :

“Risiko ialah kemungkinan terjadinya suatu kerugian yang mempunyai


sifat dapat dinilai dengan uang seperti yang berkaitan dengan harta benda
dan yang tidak dapat dinilai dengan uang seperti jiwa manusia, kesehatan,
keselamatan, atau batalnya seluruh atau sebagian dari suatu keuntungan yang
semula diharapkan, karena suatu kejadian di luar kuasa manusia, kesalahan
sendiri atau perbuatan manusia lain.”

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa risiko dapat dialihkan

ke dalam asuransi, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua risiko dapat
diasuransikan, karena harus mempunyai beberapa persyaratan seperti yang

disebutkan oleh Hasbullah Thabrany sebagai berikut :

1. Risiko harus bersifat murni, tidak ada unsur kesengajaan, seperti orang

menderita sakit kanker atau jantung,; karena pada kasus ini penderita

tidak pernah berharap menderita sakit demikian.

2. Risiko harus definitif, artinya risiko dapat ditentukan secara pasti

kejadiannya, seperti sakit atau meninggal dunia ditetapkan dengan surat

keterangan dokter, kecelakaan lalu lintas ditetapkan dengan surat

keterangan polisi, dan lain-lain.

3. Risiko harus bersifat statis, artinya mempunyai kemungkinan kejadiannya

relatif statis atau konstan tanpa dipengaruhi oleh perubahan politik atau

ekonomi suatu negara, seperti terserang penyakit kanker.

4. Risiko berdampak finansial, karena adanya kontribusi yang berupa premi,

seperti seseorang kecelakaan lalu-lintas yang berdampak finansial

berupa biaya perawatan, kecacatan atau kematian.

5. Risiko harus measurable atau quantifiable, artinya besaran kerugian

finansial dapat diketahui dan dapat ditetapkan jumlahnya, seperti

membutuhkan biaya perawatan dengan besaran tertentu yang

merupakan syarat alur asuransi berjalan atau dalam asuransi jiwa

terdapat kesepakatan besaran premi yang harus dibayar.

6. Ukuran risiko harus besar, di mana dalam asuransi kesehatan adalah

menjamin pelayanan kesehatan secara komprehensif yang merupakan

kombinasi penurunan risiko dan pengalihan risiko.

Jadi asuransi merupakan suatu bentuk pengalihan risiko perorangan

menjadi risiko kelompok atau suatu mekanisme pengalihan dari yang tidak
pasti menjadi sesuatu yang pasti. Keadaan sehat atau menjadi sehat saat ini

terutama bagi masyarakat miskin merupakan sesuatu yang sangat mahal

karena pembiayaan pelayanan kesehatan sendiri merupakan pembiayaan

yang syarat dengan padat modal, padat karya dan padat teknologi. Dengan

adanya asuransi maka hal ini menjadi lebih ringan terutama bagi masyarakat

miskin dalam menghadapi risiko yaitu sakit, karena adanya pengalihan risiko

dari perorangan menjadi risiko kelompok yang dapat diperhitungkan.

Pengalihan risiko perorangan menjadi risiko kelompok merupakan

prinsip berasaskan gotong-royong. Dalam KBBI disebutkan gotong royong

adalah bekerja bersama-sama (tolong-menolong, bantu membantu), sehingga

dalam gotong royong terdapat unsur bantu membantu dan tolong-menolong,

di mana peserta yang sehat membantu peserta yang sakit dan peserta yang

berisiko rendah akan membantu peserta yang berisiko tinggi, sehingga

terjadi subsidi silang yang akan meningkatkan jangkauan pelayanan

kesehatan bagi masyarakat miskin.

Menurut Saleh Adiwinata yang dikutip oleh Man Suparman

Sastrawidjaja menyebutkan bahwa dalam asuransi tercermin adanya suatu

kerjasama/ tolong menolong/ kegotong royongan yang baik antara

sekelompok orang yang mempunyai kepentingan bersama dan bersama-sama

memelihara kepentingan masing-masing terhadap malapetaka yang

mengancam mereka sewaktu-waktu.

Prinsip kegotong-royongan ini diharapkan dapat menumbuhkan

kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial disebutkan bahwa :


"Kesejahteraan Sosial" adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan
sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan,
kesusilaan dan ketentraman lahir bathin, yang memungkinkan bagi setiap
warganegara yang mengadakan usaha pemenuhan kebutuhankebutuhan
jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban
manusia sesuai dengan Pancasila".

Sebagaimana telah disebutkan di atas, pelaksanaan JPK-MM dilakukan

berdasarkan asuransi. Penyelenggaranya adalah PT. Askes (Persero) yang

secara teoritis disebut sebagai asuransi sosial. Asuransi sosial, merupakan

suatu jenis jaminan sosial yang mempergunakan prinsip, ketentuan dan

metode asuransi. Dengan demikian dalam memandang asuransi sosial harus

ditinjau dari dua sisi, yaitu sebagai jaminan sosial dan sebagai asuransi.

Ditinjau dari sudut asuransi, dasar hukum dari asuransi sosial adalah

ketentuan asuransi pada umumnya, sehingga terdapat persamaan antara

ketentuan asuransi sosial dan ketentuan asuransi pada umumnya. Karena

asuransi sosial juga mempunyai sifat sebagai jaminan sosial maka terdapat

kemungkinan terjadi ketentuan yang menyimpang dari ketentuan asuransi

pada umumnya.

Dalam perjanjian asuransi terdapat pihak-pihak yang mengadakan

perikatan, yaitu :

1. Peserta sebagai tertanggung yaitu masyarakat miskin dengan kriteria

yang ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

2. Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) sebagai suatu jaringan pelayanan

kesehatan yang teroganisir yaitu Puskesmas, Rumah Sakit Daerah

(RSD) dan Rumah Sakit (RS) swasta, dokter umum dan dokter spesialis,

dokter gigi dan dokter gigi spesialis, apotik laboratorium klinik baik
daerah maupun swasta, yang dapat memberikan pelayanan kesehatan

secara efektif dan efisien berupa pemeliharaan kesehatan yang

komprehensif.

3. Badan yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan JPK-MM, sebagai

penanggung, PT. Askes, berbentuk badan hukum, memiliki izin

operasional dan kepesertaan aktif, seperti yang disebutkan dalam UUK

Pasal 66 butir (3).

2. Tujuan dan Sasaran Jamkesmas

Tujuan yang ingin yang ingin dicapai dari penyelenggaraan Jamkesmas

tersebut dapat digolonglangkan ke dalam tujuan umum dan tujuan khusus.

Adapun yang menjadi tujuan umum dari penyelenggaraan Jamkesmas

tersebut, yakni meningkatkan akses dan pelayanan mutu pelayanan

kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar

tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan

efisien. Sementara itu yang menjadi tujuan khususnya, yaknI :

a. Meningkatkan cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang

mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di

rumah sakit;

b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin;

c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel.

Sedangkan sasaran dari penyelenggaraan Jamkesmas tersebut adalah

masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta

jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya.

3. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin

Melalui Program Jamkesmas


Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan

bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan

secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan

pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.

Pada hakekatnya pelayanan terhadap masyarakat miskin menjadi

tanggung jawab dan dilaksanakan bersama oleh pemerintah pusat dan

pemerintah daerah, pemerintah propinsi/kabupaten/kota berkewajiban

memberi kontribus sehinga menghasilkan pelayanan yang optimal.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin

mengacu pada prinsip-prinsip :

a. Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata

peningkatan derajat kesehatan masyrakat miskin.

b. Menyeluruh (komprehensif) sesuai standar pelayanan medik yang ’cost

effective’ dan rasional.

c. Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas d.

Transparan dan akuntabel

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan merupakan bagian dari upaya

kesehatan yang juga merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Nasional

(SKN). SKN merupakan wujud dan metoda pembangunan kesehatan sebagai

bagian dari Pembangunan Nasional.

Adapun yang dimaksud dengan pembangunan kesehatan adalah

penyelenggaraan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan

dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan

derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan kesehatan meliputi

pembangunan yang berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan


keluarga serta pelayanan kesehatan.

Beberapa prinsip penyelenggaraan upaya kesehatan:

1. Penyelenggaraannya bersifat menyeluruh, terpadu, berkelanjutan,

terjangkau, berjenjang, profesional dan bermutu;

2. Penyelenggaraannya termasuk pengobatan tradisional dan alternatiif,

harus tidak bertentangan dengan kaidah ilmiah;

3. Penyelenggaraannya harus sesuai dengan nilai dan norma sosial budaya

serta moral dan etika profesil;

4. Penyelenggaraan oleh swasta harus memperhatikan fungsi sosial;

5. UKM terutama diselenggarakan oleh pemerintah dengan peran aktif

masyarakat dan swasta;

6. UKP diselenggarakan oleh masyarakat, swasta dan pemerintah.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1) Wujud pelayanan kesehatan masyarakat miskin yang ideal merujuk pada

kriteria derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat berdasarkan Pasal

47 UU Kesehatan tahun 2009, dimana diselenggarakan upaya kesehatan

dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),

pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif),

pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh,

terpadu, dan berkesinambungan.

2) Dengan terdapatnya pembatasan-pembatasan dalam pelayanan kesehatan

maka pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat miskin melalui program

Jamkesmas 2008 sebagaimana tercantum dalam S.K. Menkes No. 125 Tahun

2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jamkesmas Tahun 2008

menyebabkan dilanggarnya hak masyarakat miskin untuk hidup sehat.

B. SARAN

1) Perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap pedoman pelaksanaan

program Jamkesmas peningkatan pelayanan kesehatan di bidang promotif

dan preventif (selain di bidang kuratif dan rehabilitatif) agar masyarakat

mendapatkan derajat kesehatan yang ideal.

2) Diperlukan penambahan subsidi dari pemerintah di bidang kesehatan

khususnya dalam program Jamkesmas agar program Jamkesmas dapat


berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Agnes Widanti. S., 2005, Petunjuk Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis, Penerbit
Unika Soegijapranata, Semarang.
Agnes Widanti. S., A. Joko Purwoko, Hermawan Pancasiwi (Editor), 2005, Refleksi
Hukum dalam Masyarakat, Penerbit Unika Soegijapranata, Semarang.
ARRIME, 2002, Pedoman manajemen Puskesmas, Departemen Kesehatan, Jakarta.
A. Muchaddam Fahham, Perlindungan Sosial dalam “Info Singkat Kesejahteraan
Sosial” Vol I, Maret 2009, Sekjen DPR RI, hlm. 2.
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial, RefikaAditama,
Bandung, 2005, hlm. 40-41.
Hasbullah Thabrany, 2005, Asuransi Kesehatan Nasional, Edisi Baru, Penerbit Pusat
Kajian Ekonomi Kesehatan FKM-UI, Jakarta.
Kansil, C.S.T., 1981, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Penerbit Pradnya
Paramita, Jakarta.
Kansil, C.S.T., 2002, Pengantar Ilmu Hukum Jilid I, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.
Kansil, C.S.T., 2003, Pengantar Ilmu Hukum Jilid II, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001, Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta.
Man Suparman Sastrawidjaja, 2005, Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat
Berharga, Penerbit P.T. ALUMNI, Bandung.
Masyhur Effendi, A. 2005, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan
Proses Dinamika Penysunsn Hak Asasi Manusia (HAKHAM), Cetakan
Pertama, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor.
Moh. Nazir, 2003, Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.
Muladi, 2005, Hak Asasi Manusia (HAM) Hakekat, Konsep dan Implikasi dalam
Perspektif Hukum Masyarakat, Penerbit PT Refika Aditama, Bandung.
Philipus M. Hadjon, et al, 1993, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan
kedua, Penerbit Gadjah Mada University Press, Jogyakarta.
Petunjuk Penulisan usulan Penelitian dan Tesis. Penerbit UNIKA Soegipranata,
Semarang, 2005.
Pedoman Kerja Puskesmas, Jilid I, 1999, Departemen Kesehatan, Jakarta.
Sistem Jaminan Sosial Nasional. Penerbit CV. Nuansa Aulia, Bandung, 2006.
Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 77.
Yaslis Ilyas, Mengenai Asuransi Kesehatan, Penerbit Fakultas Kesehatan Masyarakat
UI, Jakarta, 2003, Cet Pertama, hal 166.
Departemen Kesehatan RI, 2002, ARRIME Pedoman manajemen Puskesmas,
Departemen Kesehatan, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2004, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta.

PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Undang-undang tentang Pengadilan HAM 2000 dan Undang-undang Nomor 33
Tahun 1999 tentang Hak asasi Manusia, 2001, Penerbit Citra Umbara,
Bandung.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional,
2005, Cetakan pertama, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta.
S.K. Menkes No. 125 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jamkesmas
Tahun 2008.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 56/MENKES/SK/I/2005 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Miskin Tahun 2005.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1330/ Menkes/ SK/ IX/
2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan di
Puskesmas,Rujukan Rawat Jalan dan Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit
Yang Dijamin Pemerintah.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/ Menkes/ SK/ XI/ 2004 tentang
Penugasan PT. Askes (Persero) dalam Pengelolaan Program Kesehatan
bagi Masyarakat Miskin.
Keputusan Menteri Negara BUMN RI Nomor S-697/ MBU/ 2004, tentang Penugasan
PT. Askes (Persero) dalam Pengelolaan Program Pemeliharaan Kesehatan
bagi Masyarakat Miskin.

Anda mungkin juga menyukai