Anda di halaman 1dari 40

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang endemik di Indonesia,

mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa (Widodo, 2014). Salmonella typhi

merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang yang menyebabkan demam

tifoid. Pada umumnya Salmonella bersifat patogen terhadap manusia bila masuk

melalui mulut, untuk menimbulkan infeksi Salmonella typhi harus dapat mencapai

usus halus (Brooks, 2007).

Beberapa tahun terakhir ditemukan adanya kasus resisten terhadap antibiotik

yang lazim digunakan untuk demam tifoid (Ajizah, 2004). Salah satu antibiotik yang

sering digunakan adalah kloramfenikol. Penggunaan kloramfenikol dapat berisiko

terjadinya gangguan pada lambung dan usus. Tetapi yang sangat berbahaya adalah

depresi sumsum tulang (myelodepresi) yang disebabkan karena kloramfenikol

diuraikan menjadi senyawa nitro yang toksik bagi sel-sel sumsum tulang. (Tjay, H T

dan Kirana.2007)

Tanaman jambu mete telah banyak digunakan secara medis. Infus kulit batang

dan daun digunakan sebagai obat untuk sakit gigi sakit gusi, diare parah dan sariawan

juga berpotensi sebagai antibakteri. Ekstrak etanol daun jambu mete mengandung

senyawa aktif tanin, saponin, fenol dalam jumlah besar serta glikosid dan alkaloid
2

dalam jumlah sedikit yang berfungsi sebagai antibakteri. (Ayepola, 2009 Omojasola

dan Awe, 2004)

Penelitian yang dilakukan oleh Vijayakumar (2011) aktivitas antibakteri

ekstrak etanol daun jambu mete dengan konsentrasi 6% menunjukkan hasil yang

optimum terhadap pertumbuhan Salmonella thypi.

Obat-obatan dari bahan alami mempunyai daya simpan yang pendek, untuk

itu perlu penanganan khusus untuk hal tersebut seperti dengan mengolahnya sebagai

serbuk instan (Anggi et al, 2013). Bentuk serbuk dikenal sebagai produk instan atau

siap saji. Minuman serbuk dapat diproduksi dengan biaya lebih rendah dari pada

minuman cair, tidak atau sedikit mengandung kadar air dengan berat dan volume

yang rendah, memiliki daya simpan yang lama, praktis dan mudah dalam

pembuatannya (Putra, 2013).

Pada proses pembuatan serbuk instan diperlukan bahan pengisi. Bahan

pengisi (filler) merupakan bahan yang ditambahkan untuk meningkatkan volume

serta massa produk. Bahan pengisi yang digunakan adalah matodekstrin. Sifat -sifat

yang dimiliki maltodekstrin antara lain mengalami dispersi cepat, memiliki sifat daya

larut yang tinggi maupun membentuk film, sifat browning yang rendah, mampu

menghambat kristaslisasi dan memiliki daya ikat yang kuat (Srihari et al., 2010)

Paramita dkk (2016) pada pembuatan bubuk minuman sinom dengan berbagai

konsentrasi maltodekstrin (15%, 20%, dan 25%) diperoleh perlakuan terbaik pada

penambahan maltodekstrin sebesar 25%. Pada pembuatan serbuk effervescent murbei

(Utomo, 2013) dengan konsentrasi maltodekstrin yang berbeda diperoleh perlakuan


3

terbaik berdasarkan indeks efektivitas adalah konsentrasi maltodekstrin sebesar 50%.

Oleh karena itu pada penelitian ini akan digunakan variasi maltodekstrin 25%, 50%

dan 75%.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah variasi maltodekstrin berpengaruh terhadap mutu fisik serbuk instan

Daun Jambu mete ?

2. Berapa kadar maltodekstrin yang maksimal untuk menghasilkan serbuk instan

dengan mutu fisik terbaik?

3. Apakah serbuk instan Daun Jambu mete memliki aktivitas terhadap salmonella

thypi ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh variasi maltodekstrin terhadap mutu fisik serbuk instan

daun jambu mete.

2. Mengetahui kadar maltodekstrin yang maksimal untuk menghasilkan serbuk

instan dengan mutu fisik terbaik.

3. Mengetahui aktivitas seruk instan ekstrak Daun Jambu mete terhadap

pertumbuhan salmonella thypi.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam

meningkatkan nilai ekonomis daun jambu mete ( Anacardium occidentale L) serta

dapat memberikan manfaat yang menyehatkan bagi masyarakat yang

mengkonsumsi minuman serbuk instan daun jambu mete. Penelitian ini juga
4

bermanfaat untuk mengurangi limbah daun jambu mete sehingga masyarakat tertarik

untuk mengembangkan pemanfaatan buah ini untuk mendukung penelitian yang lebih

lanjut.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah teknologi sediaan farmasi serbuk intan

ekstrak Daun Jambu Mete dan uji mikrobiologi terhadap pertumbuhan Salmonella

thypi
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Klasifikasi (Tjitrosoepomo, G., 2013)

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Sub kelas : Chorypetalae - Dialypetalae

Ordo : Sapindales

Familia : Anacardiaceae

Genus : Anacardium

Spesies : Anacardium occidentale L.

2. Morfologi

Pohon tinggi 8-12 m, memiliki cabang dan ranting yang banyak. Batang

melengkung, berkayu, bergetah, percabangan mulai dari bagian pangkalnya. Daun

tunggal, bertangkai, panjang 4-22,5 cm, lebar 2,5-15 cm. Helaian daun berbentuk

bulat telur sungsang, tepi rata, pangkal runcing, ujung rompang dengan lekukan

kecil di bagian tengah, pertulangan menyirip, berwarna hijau (Dalimartha, 2000).

Bunga majemuk, terletak di ketiak daun dan di ujung cabang, mempunyai

daun pelindung berbentuk bulat telur dengan panjang 4-55 mm dan berwarna

hijau muda. Mahkota bunga berbentuk runcing, saat masih muda berwarna putih
6

setelah tua berwarna merah. Bunga berumah satu memiliki bunga betina dan

bunga jantan (Dalimartha, 2000).

Buahnya buah batu, keras, melengkung. Tangkai buahnya lama kelamaan

akan menggelembung menjadi buah semu yang lunak, seperti buah peer, berwarna

kuning, kadang-kadang bernoda merah rasanya manis agak sepat, banyak

mengandung air, dan berserat. Biji bulat panjang, melengkung, pipih, warnanya

coklat tua. Akarnya berupa akar tunggang dan berwarna cokelat (Dalimartha,

2000)

3. Kandungan Kimia

Daun jambu mete mengandung senyawa flavonoid, terpenoid/steroid, tanin dan

glikosida Kulit kayu mengandung tanin yang cukup banyak, asam galat, dan gingkol

katekin. Daun mengandung tanin-galat, flavonol, asam anakardiol, asam elegat,

senyawa fenol, kardol, dan metil kardol. Buah mengandung protein, lemak,

vitamin (A, B dan C), kalsium, fosfor, besi dan belerang. (Dalimartha, 2000).

4. Khasiat

Kulit batang jambu mete bisa digunakan sebagai obat penyembuh

sariawan (Kusrini dan Ismardiyanto, 2003). Daun berkhasiat antiradang dan

penurun kadar glukosa darah (Dalimartha, 2000), sebagai obat untuk diare,

psoriasis, dyspepsia, batuk (Doss dan Thangavel, 2011), selain itu daun jambu

mete mengandung fenol dimana fenol dapat dimanfaatkan sebagai antijamur

(Sulistyawati dan Mulyati, 2009). Biji dapat digunakan sebagai penawar racun

gigitan ular, kulit biji mengandung asam anakardat yang telah digunakan secara
7

luas untuk mengobati pembengkakan gusi yang disebabkan oleh bakteri gram

positif (Dahake, dkk., 2009)

B. Uraian Bakteri

1. Klasifikasi Salmonella thpypi

Klasifikasi ilmiah Salmonella thypi adalah sebagi berikut

Kingdom : Bakteria

Kelas : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella thypi

2. Pathogenesis Salmonella thypi

Salmonella typhi, Salmonella choleraesuis, dan mungkin Salmonella

paratyphi A dan Salmonella paratyphi B terutama menginfeksi manusia, dan

infeksi oleh organisme tersebut menunjukkan sumber infeksi dari manusia.

Namun sebagian besar Salmonella bersifat patogen terutama bagi hewan yang

menjadi reservoar untuk infeksi manusia: unggas,babi, hewan pengerat, hewan

ternak, hewan peliharaan (dari kura-kura hingga burung beo) dan lain sebagainya.

Organisme ini hampir selalu masuk melalui jalur oral, biasanya melalui makanan

atau minuman yang terkontaminasi. Dosis infeksi rata-rata untuk menghasilkan

infeksi klinis atau subklinik adalah 105 - 108 Salmonella (tetapi mungkin hanya

103 untuk Salmonella typhi). Faktor pada pejamu yang berperan dalam perlawanan
8

infeksi Salmonella antara lain asam lambung, flora mikroba usus normal, dan

imunitas lokal pada usus (Brooks et al. 2013)

3. Pengobatan

Angka kematian karena S.typhi sangat tinggi. Tingginya signifikansi

penyakit memerlukan penanganan dengan terapi antimikroba atau antibiotik (Batt

& Tortorello 2014). Terapi antimikroba untuk infeksi Salmonella yang invasif

adalah dengan menggunakan ampisilin, trimetoprim-sulfametoksazol, atau

sefalosorin generasi ketiga. Resistensi terhadap banyak obat yang ditransmisikan

secara genetik oleh plasmid berbagai bakteri enterik merupakan masalah pada

infeksi Salmonella. Uji sensitivitas merupakan pemeriksaan penunjang yang

penting untuk memiliih antibiotik yang sesuai. (Brooks et al. 2013)

C. Uraian Bahan

1. Maltodekstrin

Hidrolisis pati komersial diklasifikasikan berdasarkan dextrose equivalent

(DE). Maltodekstrin didefenisikan sebagai produk hidrolisis pati yang mengandung

D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosisdik dengan DE

kurang dari 20. DE didefenisikan sebagai jumlah persentase gula yang dihasilkan

pada proses hidrolisis. Maltodekstrin dapat didefenisikan sebagai bahan yang

memiliki DE antara 3-20 (Kennedy ,J.F.,C.J.Knill,&D.W.Taylor,1995)

Maltodekstrin terdapat dalam bentuk serbuk atau granul berwarna putih, tidak

berbau dan tidak manis, tidak toksik dan tidak iritan. Kelarutan, higroskopisitas, rasa

manis dan kompresibilitas maltodekstrin meningkat dengan meningkatnya DE.


9

Maltodekstrin digunakan dalam sediaan farmasi dapat digunakan sebagai pengikat

dan pengisi, sebagai penyalut pada tablet salut film, juga meningkatkan viskositas dan

mencegah kristalisasi pada sediaan sirup, sebagai sumber karbohidrat dalam

suplemen gizi oral (Rowe, dkk., 2009).

Menurut Miyazato, dkk., (2010), Maltodekstrin dapat meningkatkan absorpsi

kalsium. Peningkatan absorpsi mineral memiliki korelasi positif dengan adanya

asetat dan asam propionat. Asetat dan asam propionat yang diproduksi oleh

maltodekstrin terlibat dalam peningkatan absorpsi mineral, asetat dan asam

propionat yang masuk kedalam rektum dilaporkan meningkatkan absorpsi kalsium

(Miyazato, dkk., 2010)

Kelebihan maltodekstrin adalah bahan tersebut dapat dengan mudah melarut

pada air dingin. Aplikasinya penggunaan maltodekstrin contohnya pada minuman

susu bubuk, minunan berenergi (energen) dan minuman Prebiotik. kelebihan lainnya

adalah maltodekstrin merupakan oligosakarida yang tergolong dalam prebiotik

(makanan bakteri Probiotik), maltodeksstrin sangat baik bagi tubuh. secara nyata

dapat memperlancar saluran pencernaan dengan membantu berkembangnya bakteri

probiotik (Blancard, P. H. and F. R. Katz, 1995)

2. Sukralosa

Pemanis merupakan salah satu bahan tambahan pangan. Pemanis merupakan

senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk

olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan kesehatan (Cahyadi, 2008).
10

Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki

sifat-sifat fisik dan kimia, sebagai pengawet, mengembangkan jenis minuman dan

makanan dengan jumlah kalori yang terkontrol, dan sebagai bahan substitusi pemanis

utama. Sukrosa adalah bahan pemanis pertama yang digunakan secara komersial

karena penguasahaanya paling ekonomis (Cahyadi, 2008). Namun, pemanis berupa

sukrosa tidak baik dikonsumsi berlebihan oleh penderita diabetes mellitus karena

hidrolisis dari sukrosa adalah glukosa dan fruktosa, kadar glukosa darah dapat

meningkat. Oleh sebab itu, pembuatan minuman serbuk biji petai cina instan tidak

menggunakan sukrosa sebagai pemanis melainkan sukralosa.

Sukralosa adalah triklorodisakarida, yaitu 1,6-Dichloro-1,6-dideoxy-β-

fructofuranosyl-4-chloro-4- deoxy-α-D-galactopyranoside dengan rumus kimia

C12H19Cl3O8. Sukralosa merupakan senyawa berbentuk kristal berwarna putih,

tidak berbau, mudah larut dalam air, alkohol serta berasa manis tanpa punya rasa

yang tidak diinginkan. Sukralosa memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 600 kali

tingkat kemanisan sukrosa dengan tanpa nilai kalori. Sukralosa tidak digunakan

sebagai sumber energi oleh tubuh karena terurai sebagaimana halnya sukrosa. Oleh

sebab itu, sukralosa dimasukkan ke dalam golongan GRAS dan sangat bermanfaat

sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes baik tipe I maupun II (Cahyadi, 2008).

3. Laktosa

Lactosa Laktosa berupa serbuk atau massa hablur, keras, putih atau putih krem,

tidak berbau, rasa sedikit manis stabil di udara, tetapi mudah menyerap bau. Laktosa

mudah (dan pelan-pelan) larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih,
11

sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform serta dalam eter. (Depkes

RI, 1979)

Laktosa juga merupakan bahan pengisi yang paling banyak dipakai karena

tidak bereaksi dengan hampir semua bahan obat, baik yang digunakan dalam bentuk

hidrat atau anhidrat. Umumnya formulasi memakai laktosa menunjukkan laju

pelepasan obat yang baik, granulnya cepat kering, (Lachman, 2008)

Laktosa merupakan eksipien yang baik sekali digunakan dalam tablet yang

mengandung zat aktif konsentrasi kecil karena mudah melakukan pencampuran yang

homogen. Harga laktosa lebih murah dari pada bahan pengisi lainnya (Siregar, 2010).

D. Simplisia

Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang

digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali

dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 600C (Ditjen POM,

2008)

Adapun penggolongan simplisia yaitu :

1. Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian

tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara

spontan keluar dari tumbuhan atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau

zat nabati lain yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya

(Ditjen POM, 1995).


12

2. Simplisia hewani

Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna

yang dihasilkan oleh hewan. Contohnya adalah minyak ikan dan madu (Gunawan,

2010).

3. Simplisia pelikan atau mineral

Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau

mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana. Contohnya

serbuk seng dan serbuk tembaga (Gunawan, 2010)

E. Ekstraksi (Marjoni, R., 2016).

Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian tanaman obat yang

bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam bagian tanaman obat

tersebut. Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik semua zat aktif dan komponen

kimia yang terdapat dalam simplisia.

Penyarian simplisia dilakukan dengan cara maserasi. Maserasi berasal dari

bahasa latin “macerare” yang berarti merendam, sehingga maserasi dapat diartikan

sebagai suatu sediaan cair yang dibuat dengan cara merendam bahan nabati

menggunakan pelarut bukan air atau pelaruts setengah air seperti etanol encer selama

waktu tertentu.

Prinsip kerja dari maserasi adalah proses melarutnya zat aktif berdasarkan sifat

kelarutannya dalam suatu pelarut (like disolved like). Ekstraksi zat aktif dilakukan

dengan cara merendam simplisia nabati dalam pelarut yang sesuai selama beberapa

hari pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya. Pelarut yang digunakan, akan
13

menembus dinding sel dan kemudian masuk ke dalam sel tanaman yang penuh

dengan zat aktif. Pertemuan antara zat aktif dan pelarut akan mengakibatkan

terjadinya proses pelarutan dimana zat aktif akan terlarut dalam pelarut. Pelarut yang

berada di dalam sel mengandung zat aktif sementara pelarut yang berada di luar sel

belum terisi zat aktif, sehingga terjadi ketidak seimbangan antara konsentrasi zat aktif

di dalam dengan konsentrasi zat aktif yang ada di luar sel. Perbedaan konsentrasi ini

akan mengakibatkan terjadinya proses difusi, dimana larutan dengan konsentrasi

tinggi akan terdesak keluar sel dan digantikan oleh pelarut dengan konsentrasi

rendah. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang sampai didapat suatu keseimbangan

konsentrasi larutan antara di dalam sel dengan konsentrasi larutan di luar sel.

F. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Depkes RI, 1995). Ada beberapa jenis ekstrak yakni: ekstrak cair, ekstrak kental dan

ekstrak kering. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang, biasanya kadar air

lebih dari 30%. Ekstrak kental jika memiliki kadar air antara 5-30%. Ekstrak kering

jika mengandung kadar air kurang dari 5% (Voigt, 1994).

Faktor yang mempengaruhi ekstrak yaitu faktor biologi dan faktor kimia.

Faktor biologi meliputi: spesies tumbuhan, lokasi tumbuh, waktu pemanenan,

penyimpanan bahan tumbuhan, umur tumbuhan dan bagian yang digunakan.


14

Sedangkan faktor kimia yaitu: faktor internal (Jenis senyawa aktif dalam bahan,

komposisi kualitatif senyawa aktif, komposisi kuantitatif senyawa aktif, kadar total

rata-rata senyawa aktif) dan faktor eksternal (metode ekstraksi, perbandingan ukuran

alat ekstraksi, ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan, pelarut yang digunakan

dalam ekstraksi, kandungan logam berat, kandungan pestisida) (Depkes RI, 2000).

Selain faktor yang mempengaruhi ekstrak, ada faktor penentu mutu ekstrak

yang terdiri dari beberapa aspek, yaitu; kesahihan tanaman, genetik, lingkungan

tempat tumbuh, penambahan bahan pendukung pertumbuhan, waktu panen, penangan

pasca panen, teknologi ekstraksi, teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak, dan

penyimpanan ekstrak (Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011)

G. Skrining fitokimia

Penapisan fitokimia atau skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam

penelitian fitokimia. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebagian besar metodenya

merupakan reaksi pengujian warna dengan suatu pereaksi warna.

Pendekatan penapisan fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia

dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, buah, bunga, biji).

Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui adanya beberapa golongan senyawa

diantaranya senyawa monoterpenoid, seskuiterpenoid, alkaloid, saponin,

tannin, kuinon, steroid, triterpenoid, dan polifenolat. Sedangkan tujuan penapisan

fitokimia adalah untuk mengetahui kandungan yang ada dalam tumbuhan yang

berguna untuk pengobatan (Farnsworth, 1996)


15

H. Serbuk Instan

Serbuk instan merupakan produk pangan yang berbentuk butir butiran yang

disebut sebagai serbuk yang dalam penggunaannya mudah larut dalam

air dingin atau air panas (Permana, 2008). Salah satu keunggulan sediaan dalam

bentuk serbuk adalah umur simpannya yang lebih lama daripada bentuk segarnya.

Pembuatan minuman serbuk instan secara umum terdiri dari dua tahapan, yaitu

tahapan ekstraksi dan tahapan pengeringan. Ekstraksi dilakukan untuk mendapatkan

sari atau bahan aktif yang diinginkan sedangkan pengeringan adalah tahapan

selanjutnya yang bertujuan untuk menghilangkan kadar air dalam bahan. Minuman

serbuk dihasilkan dengan cara pengeringan yang prinsipnya adalah dehidrasi, dapat

dilakukan dengan teknologi dan alat yang canggih seperti spray dryer, namun alat ini

cukup mahal dan tidak terjangkau oleh kelompok industri rumah tangga

(Kumalaningsih dkk., 2005)

Minuman serbuk instan yang dibuat dalam penelitian ini berbasis minuman

fungsional (healthy drink). Minuman instan fungsional adalah minuman yang

berbentuk serbuk atau tepung yang dalam penggunaanya mudah larut dalam air dan

memberikan efek fungsional bagi kesehatan. Menurut BPOM (2005), minuman

fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun telah diproses, mengandung

satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian – kajian ilmiah dianggap

mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan.


16

Menurut Kumalaningsih dkk., (2005) mutu minuman serbuk instan yang dihasilkan

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor atau aspek, antara lain :

1. Tekstur (Bentuk serbuk)

Tekstur dalam bentuk serbuk adalah tidak menggumpal dan kering, jika

digoyangkan dalam kemasan terdengar bunyi gesekan serbuk.

2. Tekstur (Kelarutan dalam air)

Tekstur dalam kelarutan air adalah serbuk dapat larut dalam air melalui

beberapa kali pengadukan.

3. Rasa

Umumnya rasanya manis dan rasa khas sesuai dengan bahan dasar yang

digunakan serta sedikit rasa lain dari bahan tambahan lainnya.

4. Aroma

Umumnya beraroma sesuai dengan aroma khas bahan dasar yang digunakan,

contoh seperti aroma jahe dan aroma manis khas gula.

5. Warna

Umumnya warna menyesuaikan dengan bahan dasar yang digunakan,

misalnya minuman serbuk instan dari jahe yang mempunyai warna coklat

muda

Menentukan kelayakan minuman serbuk instan sebagai minuman yang

berkualitas baik diperlukan beberapa parameter tertentu yang menjadi dasar atau

landasan penerimaan masyarakat terhadap produk tersebut. Parameter tersebut


17

ditetapkan agar keamanan dan konsistensi produk tersebut terjamin sehingga

produk aman dan sehat untuk dikonsumsi sebagai produk pangan. Berikut ini

merupakan standart minuman serbuk instan berdasarkan Standart Nasional

Indonesi (SNI 01-4320-2004) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Standar Nasional Minuman Serbuk Instan

Kriteria Uji Satuan Persayaratn


Keadaan -
Warna Normal
Bau Normal
Rasa Normal
Kadar air (b/b) % Maks. 3,0
Kadar abu (b/b) % Maks. 1,5
Jumlah gula (b/b) % Maks. 85%
Bahan tambahan
makanan
Pemanis buatan
Tidak boleh ada
- Sakarin --
Tidak boleh ada
- Siklamat
Sesuai SNI 01-
Pewarna tambahan
022-1995
Cemaran logam :
mg/kg Maks. 0,2
- Timbal (Pb)
mg/kg Maks. 0,2
- Tembaga (Cu)
mg/kg Maks. 5
- Seng (Zn)
mg/kg Maks. 40,0
- Timah (Sn)
Cemaran Arsen (AS) mg/kg Maks. 0,1
Cemaran Mikroba :
Koloni/g 3 x 10³
- Angka lempeng total
APM/g <3
- Coliform
Sumber : SNI 01-4320-2004

I. Antibiotik

Saat ini telah diketahui macam-macam antibiotik serta pemakaiannya dalam

bidang kedokteran, peternakan, pertanian, dan beberapa bidang yang lain. Walaupun
18

demikian, tidak semua antibiotik dikenal masyarakat umum. Hanya antibiotic

antibiotik yang penting dan banyak digunakan yang dikenal oleh masyarakat

(Sumardjo, 2009).

Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik berspektrum luas yang berasal dari

beberapa jenis streptomyces misalnya S. Venezuelae, S. phaeochromogenes var.

chloromycetius dan S. omiyanensis. Setelah para ahli berhasil mengelusidasi

strukturnya, maka sejak tahun 1950.

Penggunaan kloramfenikol hanya dianjurkan pada beberapa jenis infeksi yaitu

pada infeksi tifus (salmonella typhi) dan meningitis (khusus akibat H. influenzae),

juga obat, khususnya abses otak oleh B.fragilis. Untuk infeksi tersebut sebetulnya

juga tersedia antibiotika yang lain yang lebih aman dengan efektivitas sama (Tjay,

2007).

J. Uji Antimikroba

Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu system pengobatan yang

efektif dan efisien. Terdapat macam-macam metode uji antimikroba seperti yang

dijelaskan berikut ini:

a. Metode difusi

Metode disc diffusion (test Kirby & Bauer) untuk menentukan aktivitas agen

mikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang

telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut.

Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme

oleh agen antimikroba pada permukaan media agar.


19

b. Metode dilusi

Metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution). Metode ini mengukur

MIC (minimum inhibitor concentrationatau kadar hambat minimum, KHM) dan

MBC (minimum bactericidal concentration atau kadar bunuh minimum, KBM).

Metode dilusi padat/solid dilution test. Metode ini serupa dengan metode

dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini

adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk

menguji beberapa mikroba uji (Sylvia, T., 2008).


20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan :

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain Oven, autoklaf, batang

pengaduk, cawan petri, Erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, inkubator, Laminary

Air Flow, ose bulat, penangas air, pinset, spoit, tabung reaksi, rak tabung reaksi,

timbangan analitik, Pengayak dan seperangkat alat maserasi, rotary evapotaror,

waterbath, cawan petri, paper disc dan swab steril.

2. Bahan yang digunakan :

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain Air suling, Ethanol

70%, Daun Jambu Mete (Anacardium occidentale L.), Maltodekstrin, Sukrosa,

kloramfenikol, Essence coklat, kertas perkamen, kultur murni Salmonella thypi,

medium Nutrient Agar (NA),

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juli 2019 di Laboratorium

Mikrobiologi dan di Laboratorium Farmasetika Jurusan Farmasi Politeknik

Kesehatan Kementerian Kesehatan Makassar.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah bakteri patogen.


21

2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah biakan murni

salmonella thypi yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi jurusan farmasi

Poltekkes Makassar.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Pengambilan Sampel

Daun jambu mete (Anacardium occidentale L.) yang diperoleh di Desa

Balleangin Kec. Ujung Loe Kab. Bulukumba Sulawesi Selatan. Daun yang

digunakan adalah daun muda (dari daun pertama sampai kelima dari pucuk )

berwarna merah kehijuan segar. (Sari, 2013)

2. Proses Pengelolaan Sampel

a. Penyiapan Sampel

Sampel Daun Jambu mete (Anacardium occidentale L) yang diperoleh di

Desa Balleangin Kec. Ujung Loe Kab. Bulukumba Sulawesi Selatan dengan cara

memetik daun yang sehat. Sampel yang telah dikumpulkan kemudian disortasi

basah, lalu dicuci dengan air bersih. Kemudian dipotong kecil-kecil, dikeringkan

dalam ruangan tanpa terkena sinar matahari langsung. Pengeringan dianggap

selesai apabila sampel sudah dapat patah dan pecah dengan tangan, setelah

kering diserbukan menggunakan blender, kemudian diayak dengan ayakan no 40.


22

Simplisia yang tidak terayak dihaluskan lagi sampai semua simpisia terayak dan

siap diekstraksi.

b. Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Mete

Simplisia Daun Jambu mete (Anacardium occidentale L) ditimbang

sebanyak 500 g dimasukkan ke dalam wadah maserasi, dan ditambah 5 liter

pelarut etanol 96%. Campuran simplisia kering dan etanol 70% ditutup dan

disimpan selama 5 hari dengan sesekali diaduk 3 kali sehari berulang-ulang

(Voigt 1995), kemudian disaring dengan kain flanel lalu pelarut diuapkan dalam

vakum rotary evaporator dengan suhu 450C hingga diperoleh ekstrak kental

daun jambu mete. Selanjutnya dipanaskan pada waterbath dengan suhu 400C

utuk menguapkan sisa pelarut yang masih tertinggal. Ekstrak kental kemudian

dikeringkan menggunakan freeze dryer, hingga diperoleh ekstrak kering dan

beku. Kemudian diblender dan diayak menggunakan pengayak no.40.

c. Skrinning Fitokimia

1) Uji Flavonoid

Sebanyak 0,5 g ekstrak ditambah 100 ml air panas kemudian dididihkan

selama 5 menit, disaring sehingga diperoleh filtrat yang digunakan sebagai larutan

percobaan. 5 ml larutan percobaan ditambahkan serbuk Mg dan 1 mL HCl pekat.

Selanjutnya ditambahkan amil alkohol dikocok dengan kuat dan dibiarkan

memisah. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga dalam larutan amil

alkohol menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid (DepKes, 1995)

2) Uji Alkaloid
23

Sebanyak ± 0,5 g ekstrak ditambah dengan 1 mL HCl 2 N, dan 9 ml air

suling, kemudian dipanaskan selama 2 menit, dinginkan dan disaring (Filtrat).

Filtrat sebanyak 1 mL ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi Bouchardat,

reaksi positif ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna coklat sampai

hitam.

Filtrat sebanyak 1 mL ditambahkan dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer,

reaksi positif ditandai dengan terbentuknya endapan menggumpal berwarna putih

atau kuning (DepKes, 1995).

3) Uji Saponin

Sebanyak 0,5 gram ekstrak kering masing – masing simplisia dimasukkan

ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 mL air panas, didinginkan dan kemudian

dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Reaksi positif jika terbentuk buih yang

mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada

penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang (DepKes RI, 1995)

4) Uji Tanin

Sebanyak 20 mg sampel tumbuhan yang telah dihaluskan, ditambah etanol

sampai sampel terendam semuanya. Kemudian sebanyak 1 ml larutan

dipindahkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 2-3 tetes larutan FeCl3 1%.

(Fransworth, N.R.1966)

d. Pembuatan Serbuk Instan

Formulasi Serbuk Instan Daun Jambu Mete


24

Sediaan serbuk instan dari ekstrak Daun Jambu mete dibuat menjadi 3

formula dengan perbedaan konsentrasi bahan. Setiap kemasan berisi 20 gram

serbuk instan.

Tabel 1 : Master Formula Serbuk Batuk Merah (Formularium Indonesia,

142)

Bahan b
Komposisi (%¿
b
Antimoniumpentasulfid 0,02
a
Ekstrak Hiosiami 0,02

Pati Beras 0,04

Laktosa 0,5

Tabel 2 : Rancangan Formulasi Sediaan Serbuk Instan Daun Jambu Mete

dengan bobot 20 gram

Komposisi
F1 F2 F3
Bahan
b b b
(%) (%) (%)
b b b
Ekstrak daun jambu mete 6 6 6
Maltodekstrin 25 50 75
Sukralosa 2,5 2,5 2,5
Laktosa ad 100 ad 100 ad 100
25

Pembuatan Serbuk Instan Daun Jambu Mete

Dicampurkan ekstrak kering Daun Jambu mete dengan penambahan bahan

pengisi maltodekstrin pada masing-masing formula. Campuran tersebut diaduk

dan ditambahkan sakarin dan laktosa sedikit demi sedikit sampai semua bahan

tercampur dan dikeringkan pada oven dengan suhu pengeringan 500C selama 8

jam. Setelah itu diayak dengan menggunakan mesh 60 dan dilakukan pengemasan

dengan aluminium foil dengan berat bersih per kemasan 20 g.

3. Tahapan Pengujian

a. Uju Mutu Fisik

1. Uji Organoleptik

Pemeriksaan organoleptik dilakukan pada sediaan minuman serbuk untuk

menilai secara langsung sediaan yang melaputi rasa, warna dan aroma sebelum

dikemas.

2. Uji Waktu Larut Dalam Air (Widiatmoko dan Hartomo, 1993)

Timbang 5 g sampel kemudian larutkan dalam 50 ml air kemudian diaduk

hingga homogen dicatat berapa lama waktu sampel sampai terlarut sempurna

dalam air. Untuk standar kualitas minuman serbuk mengacu pada penelitian Putra

(2013) kualitas minuman serbuk buah manggis pada penambahan variasi

maltodekstrin memiliki kelarutan yang paling baik selama waktu ≤ 15 detik.

3. Kadar Air Metode Gravimetri (AOAC, 1995)

Sebanyak 1 g sampel ditimbang dalam cawan aluminium yang telah

diketahui bobot keringnya. Pengeringan dilakukan dalam oven dengan suhu


26

105°C selama 3 jam. Selanjutnya sampel didinginkan dalam desikator dan

ditimbang hingga bobotnya konstan. Berdasarkan standar yang ditetapkan oleh

SNI (01-4320-1996) terhadap kadar air minuman serbuk tradisional 3- 5%

Bobot awal ( g )−Bobot ak h ir(g)


Kadar air (% bb) = x 100
Bobot awal (g)

4. Kadar Abu ( AOAC, 1995)

Sampel 1 g dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui

bobotnya. Sebelum diabukan, sampel terlebih dahulu dipanaskan di atas pemanas

dekstruksi hingga terbentuk arang dan tidak berasap lagi. Selanjutnya sampel

diabukan dalam tanur pada suhu 550°C hingga terbentuk abu atau warna abu-abu.

Sampel didinginkan dan dimasukkan ke dalam desikator untuk selanjutnya

ditimbang hingga bobotnya konstan. Berdasarkan standar mutu SNI (01-4320-

1996) nilai kadar abu minuman serbuk instan yang diperbolehkan maksimal 1,5%

Berat abu dalam cawan ( g ) −Berat cawan(g)


Kadar abu (%) = x 100 %
Bobot ba h an awal ( g )

b. Uji Antibakteri

1. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

Membuat 100 ml NA ditimbang 2,0 gram media NA, kemudian

dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, dilarutkan dengan aquadest hingga 100 ml

dicek pH nya sampai 7,0 Setelah itu dipanaskan sampai mendidih dan larut

sempurna. Setelah larut sempurna disumbat kapas lalu disterilkan dalam autoklaf

pada suhu 121oC selama 15 menit dengan tekanan 1-1,5 atm.


27

2. Penyiapan Bakteri Uji

a. Peremajaan Bakteri Uji

Bakteri uji yang digunakan adalah Salmonella thypi dari stok murni

diambil satu ose, lalu diinokulasi pada media NA miring, kemudian inkubasi

selama 1 x 24 jam pada suhu 37oC.

b. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji

Diambil 1 ose biakan bakteri hasil peremajaan disuspensikan dengan 10

mL aquadest steril, sesuai standar kekeruhan Mc.Farland 0,5.

3. Pengujian Daya Hambat Ekstrak Daun Jambu Mete

Media NA dituang secara aseptik kedalam cawan petri steril sebanyak 15

ml dibiarkan memadat. Lalu diinokulasikan suspensi bakteri diatas permukaan

media NA yang telah memadat dengan menggunakan swab steril. Setelah itu

paper disc yang telah direndam dalam kontrol positif menggunakan

kloramfenikol 30 µg/ml sedangkan kontrol negatif menggunakan aquades steril,

ektsrak daun jambu mete + maltodekstrin 25% , ektsrak daun jambu mete +

maltodekstrin 50%, ektsrak daun jambu mete + maltodekstrin 75% , dimasukkan

secara aseptis pada permukaan medium dengan jarak paper disc satu dengan yang

lainnya 2-3 cm dari pinggir cawan petri. Kemudian diinkubasi pada suhu 35-37 oC

selama 1 x 24 jam.

4. Pengamatan dan Pengukuran Diameter Hambatan

Pengamatan dan pengukuran diameter hambatan dilakukan dengan

menggunakan jangka sorong setelah diinokulasi selama 1 x 24 jam


28

E. Defenisi Operasional

1. Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian tanaman obat yang

bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam bagian tanaman

obat tersebut (Marjoni, R. 2016)

2. Ekstrak adalah sediaan kering kental atau cair dibuat dengan cara menyari

menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh

cahaya matahari langsung (Farmakope Herbal Indonesia : 2008)

3. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan

(kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian

konsentrasi pada keseimbangan (Depkes RI. 2000).

4. Serbuk Instan adalah produk bahan minuman berbentuk serbuk atau granula yang

dibuat dar campuran gula dan rempah-rempah dengan atau tanpa penambahan

bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. (SNI 01-

4320:1996)

5. Maltodekstrin adalah salah satu jenis pati temodifikasi yang digunakan dalam

berbagai industri, antara lain industri makanan, minuman, kimia dan farmasi.

(SNI 7599:2010)

F. Teknik Analisis

Analisis data akan dilakukan dengan cara statistik yakni menggunakan metode

One Way Anova dalam aplikasi SPSS 16,0.


29

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Tabel 1. Data hasil skrining fitokimia ekstrak Daun jambu mete ( Anacardium

occidentale L. )

No Skrining Fitokimia Hasil Ket

1 Uji Flavonoid Terbentuknya warna jingga +

2 Uji Alkaloid Bouchardat : tidak terbentuk -

endapan coklat/hitam

Mayer : tidak terbentuk endapan -

putih/ kuning

3 Uji Saponin Terbentuknya buih + HCL 2N buih +

tidak hilang

4 Uji Tanin Terbentuknya warna coklat +

kehijauan

Sumber : Data Primer


30

Tabel 2. Data hasil uji mutu fisik serbuk instan ekstrak Daun jambu mete

(Anacardium occidentale L.)

Sampel
Pengujian Syarat
Formula 1 Formula 2 Formula 3
Organoleptik
1. Warna Putih Putih abu Putih abu Normal
kehijauan
2. Bau Khas Khas tidak Khas tidak Normal
menyengat menyengat menyengat
3. Rasa Manis Manis Manis Normal
Waktu larut 15,69 detik 14,28 detik 10,81 detik < 15 detik
Kadar air (b/b) 3,1% 4,5 % 4,8 % Maks. 3-5%
Kadar abu (b/b) 0,4 % 0,3 % 0,3 % Maks. 1,5

Tabel 3. Data hasil pengukuran zona hambat serbuk instan ekstrak Daun jambu mete

( Anacardium occidentale L. ) terhadap Salmonella thypi

Kelompok Perlakuan/ Diameter Zona Hambatan Dalam Satuan

Replicas Milimeter (mm)

Kontrol (-) Kontrol (+) FI FII FIII

I 0 20 21 20 20

II 0 19 19 22 19
31

III 0 17 20 17 20

Total 0 56 60 59 59

Rata-rata 0 18,3 20 19,6 19,6

B. Pembahasan

Uji Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia ekstrak Daun Jambu mete menunjukkan adanya

kandungan flavonoid, saponin dan tanin. Sedangkan pada pengujian alkaloid

memberikan hasil yang negatif, hal ini bisa terjadi karena adanya kesalahan saat

maserasi atau proses penguapan berlangsung. Sehingga pada saat diidentifikasi

hasilnya tidak sesuai literatur.

Metode maserasi dipilih karena dapat memisahkan zat-zat aktif yang terdapat

dalam ekstrak Daun jambu mete secara sempurna sehingga diperoleh senyawa-

senyawa yang terkandung di dalam tanaman, selain itu penggunaan metode ini

didasarkan pada keuntungan yang diberikan yaitu dari segi efesiensi waktu,

pengerjaan dan peralatan sederhana serta metode ini tidak merusak zat-zat yang tidak

tahan dengan pemanasan. (Depkes RI, 2000).

Pemilihan pelarut etanol didasarkan karena etanol memiliki beberapa

keuntungan, antara lain menjaga proses ekstraksi agar tidak mudah ditumbuhi

kapang, menghasilkan absorpsi baik, netral dan dapat dicampur dengan segala

pembanding serta paas yang diperlukan untuk pemekatan relative lebih sedikit

dibandingkan pelarut lain, dikarenakan titik didih rendah. Pemakaian etanol 70%
32

sebagai pelarut juga dikarenakan etanol dapat melarutkan senyawa organik dalam

tumbuhan baik yang berisfat polar maupun non polar. Di samping itu etanol

mempunyai harga yang relative murah dan mudah diperoleh (Depkes RI, 2000)

Proses pengentalan dilakukan dengan menggunakan alat rotary evaporator.

Prinsip penggunaan alat ini adalah dengan mengatur suhu pada penangas air rotary

evaporator mendekati titik didih pelarut yang digunakan tetapi tidak boleh melebihi

suhu optimum zat aktifnya. Pada penelitian ini digunakan penangas air yang diatur

pada suhu 500C (Lisa ,2006). Kemudian ekstrak kental yang diperoleh dikeringkan

dengan menggunakan freeze dryer

Uji Mutu Fisik

Ekstrak Daun Jambu mete yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

konsentrasi 6 %. Setiap formulasi yang dibuat memiliki konsentrasi bahan pengisi

maltodekstrin yang berbeda dengan tujuan untuk mengetahui kadar maltodekstrin

yang tepat untuk menghasilkan serbuk instan ekstrak Daun Jambu mete dengan mutu

fisik terbaik. Adapun konsentrasi maltodekstrin yang digunakan yaitu 25 %, 50 %

dan 75 %.

Selain bahan pengisi, ditambahkan pula pemanis untuk menutupi rasa pahit dari

sediaan obat. Dalam penelitian ini digunakan pemanis sukralosa. Menurut Cahyadi

(2008) sukralosa merupakan gula nol kalori sehingga aman untuk dikonsumsi

manusia terutama penderita diabetes mellitus.

Untuk mengetahui kelayakan serbuk instan ekstrak Daun jambu mete maka

dilakukan uji mutu fisik yang meliputi uji organoleptik, kadar air dan kadar abu.
33

Berdasarkan hasil evaluasi pada uji organoleptik, diperoleh bentuk serbuk

dengan warna putih kehijauan pada formula 1 dan putih abu atau putih pucat pada

formula 2 dan 3. Kemudian dari segi bau , formula 1 menghasilkan bau khas aromatic

eksrak Daun jambu mete yang mnyengat dan tidak menyengat pada formula 2 dan 3

ini sesuai dengan dan ini sesuai dengan SNI 01-4320-2004. Hal ini menunjukkan

variasi maltodekstrin memberikan perbedaan pada warna dan bau serbuk instan.

Berbeda pada bagian rasa, masing-masing formula memiliki rasa manis.

Kelarutan merupakan waktu dimana semua serbuk larut sempurna di air.

Analisis kelarutan dilakukan untuk mengetahui kecepatan kelarutan serbuk instan

ekstrak Daun jambu mete dalam air ketika dikonsumsi. Pada penelitian ini kelarutan

dihitung berdasarkan waktu minuman serbuk instan ekstrak Daun jambu mete larut

dengan satuan detik (s). Semakin tinggi nilai kelarutan yang diperoleh semakin baik

mutu produk yang dihasilkan (Melkhianus dkk., 2013).

Hasil analisis uji waktu larut minuman serbuk instan ekstrak Daun jambu mete

menunjukkan bahwa variasi maltodekstrin memberikan pengaruh terhadap waktu

larut minuman serbuk. Maltodekstrin merupakan oligosakarida yang sangat mudah

larut dalam air sehingga mampu membentuk sistem yang terdispersi merata

(Winarno, 2002), Menurut hasil tersebut semakin tinggi maltodekstrin yang

ditambahkan maka waktu kelarutan yang dibutuhkan akan semakin cepat.

Pada serbuk instan ekstrak Daun jambu mete dilakukan pengujian kadar air.

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan yang

dinyatakan dalam persen. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran
34

dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi menyebabkan mudahnya

bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan

pada bahan pangan (Dwijosepputro, 1994). Berdasarkan data yang diperoleh bahwa

kadar air serbuk instan ekstrak Daun Jambu mete sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan pada SNI 01-4320-2004 dimana kadar air minuman serbuk instan berkisar

3-5%. Hasil ini menunjukkan bahwa produk serbuk instan ekstrak Daun jambu mete

aman dikonsumsi.

Berdasarkan uji statistik one way anova diperoleh nilai p sebesar 0.047 dimana

p < 0.05 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antar perlakuan sehingga

penambahan maltodesktrin memberikan pengaruh yang nyata pada uji kadar air

serbuk instan ekstrak Daun Jambu mete. Hal ini karena sifat dari maltodekstrin yang

bersifat higroskopis (kemampuan menyerap air) sehingga kadar air menjadi

meningkat seiring dengan penambahan maltodektrin (Yuliawaty, 2015)

Kandungan abu suatu bahan pangan menggambarkan kandungan

total mineral pada bahan tersebut. Abu merupakan komponen anorganik yang

merupakan sisa pembakaran bahan organik. Abu yang diperoleh tidak akan sama

dengan mineral yang terdapat pada bahan yang diuji karena mungkin saja terjadi loss

akibat penguapan ataupun interaksi antar unsur didalamnya.

Berdasarkan hasil evaluasi serbuk instan ekstrak Daun jambu mete memiliki

nilai kadar abu yang telah memenuhi syarat SNI 01-4320-2004 dimana nilai kadar

abu untuk sediaan serbuk tidak lebih dari 1,5%. Hasil kadar abu yang rendah ini
35

menunjukkan bahwa minuman serbuk instan ekstrak Daun jambu mete aman untuk

dikonsumsi.

Berdasarkan uji statistik diperoleh data yang tidak terdistribusi normal sehingga

dilanjutkan dengan uji non parametric tes yaitu kruskal wallis tes. Hasil menunjukkan

nilai p sebesar 0.143 dimana nilai p > 0.05 yang menunjukkan tidak ada perbedaan

atar perlakuan. Sehingga diperoleh bahwa serbuk instan ekstrak Daun jambu mete

menunjukkan pengaruh yang nyata pada uji kadar abu. Hal ini dikarenakan

maltodekstrin tidak memiliki kandungan mineral bahan, sehingga penambahan

maltodekstrin yang lebih sedikit justru membuat kandungan mineral total padatan

produk menjadi lebih banyak dibanding penambahan maltodekstrin dalam jumlah

yang lebih besar (Ramadhia dkk., 2012).

Uji antibakteri

Dari hasil pengukuran zona hambat ekstrak Daun jambu mete terhadap

Salmonella thypi pada masing-masing formula diperoleh hasil rata-rata berturut-turut

20 mm , 19,6 mm, 19,6 mm dengan masa inkubasi 1 X 24 jam. Hal ini menunjukkan

bahwa serbuk instan ekstrak Daun jambu mete dapat menghambat pertumbuhan

Salmonella thypi.

Kemampuan serbuk instan ekstrak Daun jambu mete dalam menghambat

pertumbuhan Salmonella thypi karena mengandung senyawa flavonoid, tanin dan

saponin. Tannin memiliki peran sebagai antibakteri dengan cara mengikat protein

sehingga pembentukan dinding sel akan terhambat. Mekanisme penghambatan tannin

yaitu dengan cara dinding bakteri yang telah lisis akibat senyawa saponin sehingga
36

menyebabkan senyawa tannin dapat dengan mudah masuk kedalam sel bakteri dan

mengkoagulasi protoplasma sel bakteri.

Uji statistik menggunakan SPSS menunjukkan bahwa penelitian ini tidak

normal dengan sig 0,001 < 0,05 dan tidak homogen dengan sig 0,034 < 0,05.

Sehingga tidak dapat melanjutkan uji one away anova tapi dilanjutkan dengan non

parametric test.

Uji statistik nonparametric test dengan menggunakan Kruskal-Wallis

memperlihatkan perbedaan yang nyata antar perlakuan dengan nilai Asymp. Sig 0,013

< 0,05. Uji lanjutan yang dilakukan dengan menggunakan Mann-Withney test antar

perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata antara kontrol negatif dan semua

formula begitupun dengan kontrol positif. Namun tidak menunjukkan perbedaan yang

nyata antara formula I, II, dan III karna nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa variasi maltodekstrin tidak memiliki pengaruh terhadap daya

hambat serbuk instan ekstrak Daun jambu mete.


37

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Variasi kadar maltodekstrin tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu

dari serbuk instan ekstrak Daun jambu mete. Variasi kadar maltodekstrin

memberikan pengaruh nyata terhadap kualitas warna dan bau serta pada uji waktu

larut dan kadar air serbuk instan ekstrak Daun jambu mete.

2. Penambahan maltodekstrin pada serbuk instran ekstrak Daun Jambu mete yang

memberikan hasil terbaik adalah konsentrasi 50 %

3. Variasi kadar maltodekstrin tidak memberikan pengaruh yang nyata pada aktivitas

daya hambat serbuk instan ekstrak Daun jambu mete terhadap Salmonella thypi.

B. Saran

Diharapkan pada peneliti selanjutnya dapat meneliti pengaruh variasi

maltodekstrin pada sedian serbuk instan ekstrak Daun jambu mete terhadap

peningkatan kadar glukosa darah.


38

DAFTAR PUSTAKA

Ajizah, A. Sensitivitas Salmonella typhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium


guajava L., Bioscientiae. 1(1). 2004

Anggi, C., Rosarrah, A dan Djaeni, M. 2013. Aplikasi Spray Dryer untuk
Pengeringan Larutan Garam Amonium Perklorat sebagai Bahan Propelan.
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri 2(4): 84-92

Association of Official Analitycal Chemist (AOAC). 1995. Official Methods of


Analitical Chemist. Inc., Washington DC.

Ayepola, O.O and R.O. Ishola,, 2009 Evaluation of Antimicrobial Activity of


Anacardium occidentale (Linn.), Adv. in Med. Dent. Sci., 3(1): 1-3,

Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992: Cara Uji Makanan dan
Minuman. Badan Standarisasi Nasional : Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 1996. SNI 01-4320-1996: Serbuk Minuman


Tradisional. Badan Standarisasi Nasional : Jakarta.

Blancard, P. H. and F. R. Katz. 1995. Starch Hydrolisis in Food Polysaccharides and Their


Application. Marcell Dekker, Inc. New York

Brooks, G.F., Butel, J.S., Morse, S.A. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz,
Melnick & Adelberg, Ed -23, Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Tiga. Jakarta. Depertemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta
Fransworth, N.R. 1966. Biological and phytochemical screening of plants. Journal of
Pharmaceutical science. Vol 55 (3).
39

Marjoni, Riza. 2016. Dasar-Dasar Fitokimia. Trans Info Media : Jakarta

Omjasola P, F dan S. Awe. 2004. The Antibacterial Activity of The Leaf Extract of
Anacardium occidentale and Gyssypium hirsutum Againts Some Selected
Microorganisme. Bioscience Research Communication, Vol. 16 (1) 25-28
Paramita, I.I.A., S. Mulyani., dan A. Hartiati., 2016. Pengaruh Konsentrasi
Maltodekstrin Dan Suhu Pengeringan Terhadap Karekteristik Bubuk Minuman
Sinom. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri, 3(2), 58-68.

Putra, Stefanus. D. R., 2013. Kualitas Minuman Serbuk Instan Kulit Buah Manggis
(Garcinia Mangostana Linn.) dengan Variasi Maltodekstrin dan Suhu
Pemanasan. Skripsi. Fakultas Teknobiologi. Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.Yogyakarta.

Rizkila, V. 2018. Pengaruh Konsentrasi Maltodekstrin dan Kecepatan Homogenisasi


Terhadap Karakteristik Serbuk Ekstrak Daun Cincau Htam (Mesona palustris
Bl). Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri. Universitas Mataram :
Mataram

Sari Melati P. 2013. Aktivitas Ekstrak Kasar Daun Jambu Mete (Anacardii Folium)
Dengan Pengekstrak Etanol 70% Sebagai Antibakteri Salmonella thypi.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Muhammadiyah :
Surakarta

Setyaningsih, D., Apriyantono, A., dan Puspita, S.M. 2010. Analisa Sensori untuk
Industri Pangan dan Agro. IPB Press. Bogor.

Srihari, E., dkk. 2010. Pengaruh Penambahan Maltodekstrin Pada Pembuatan


Santan Kelapa Bubuk. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN1411-4216
Tjay Tan H., dan Kirana R. 2007. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-
efek Sampingnya. Elex Media Komputindo : Jakarta

Utomo, D., 2013. Pembuatan Serbuk Efferescent Murbei (Morus alba L.) dengan
Kajian Konsentrasi Maltodekstrin dan Suhu Pengering. Jurnal Teknologi
Pangan. Vol. 5 No. 1.

Vijayakumar A. D dan Kalaichelvan P. Thangavel. 2011. Antioxidant and


Antimicrobial Activity Using Different Extract of Anacardium occidentale L.
International Journal of Applied Biology and Pharmaceutical Technology.
Vol.2 (3)
40

Widodo, D. 2014. Demam Tifoid, Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I, Edisi VI, Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Wijaya A. A et al, 2015. Serbuk Instan Ekstrak Daun Jambu Mete ( Anacardium
occidentale l.) sebagai Antibakteri Helicobacter pylori pada Penyakit Gastritis.
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3

WHO. 6th International Conference on Typhoid Fever and Other


Salmonellosis. Geneva. 2006.

Anda mungkin juga menyukai