beliau di sebuah tempat, yaitu Alas Kendung. Areal hutan yang tak terlampau luas ini
disesaki tumbuhan pohon kendung, yang tinggi dan besar pula. Dang Hyang Nirartha
melakukan yoga semadi di tempat ini seraya memohon petunjuk untuk menemukan
Ketika itulah datang Bendesa Beraban menemui Dang Hyang Nirarta menyampaikan
bahwa tanaman padi di wilayahnya dilanda wabah penyakit. Dang Hyang Nirarta
menjelaskan bahwa wabah itu disebabkan oleh makhluk bernama Bhuta Bebahung.
Beliau lalu menghadiahkan sebilah keris bernama Ki Baru Gajah kepada Bendesa
Bendesa Beraban agar membangun pura di tempat tersebut. Pura yang telah dibangun
itu diberi nama Pura Luhur Pakendungan. Saat pelaksanaan upacara, keris Ki Barus
Gajah agar diberi sesaji dan memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar sirna
Berdasarkan petunjuk yang diperoleh saat menggelar yoga semadi di Alas Kendung,
akhirnya sampailah beliau pada sinar dimaksud. Ternyata sinar itu adalah sebuah
sumber mata air tawar yang berada di tengah deburan air laut yang asin. Letaknya
hanya beberapa langkah lagi dari Alas Kendung. Tidak jauh dari sumber mata air
tersebut, beliau menemukan sebuah tempat yang panorama keindahannya tiada tara.
Tempat ini disebut Gili Beo. Gili artinya ‘batu karang’, beo artinya ‘burung’. Jadi, tempat
itu adalah sebuah batu karang besar berbentuk menyerupai burung beo. Di sinilah
beliau melakukan meditasi dan pemujaan kepada Dewa Baruna, perwujudan Tuhan
beliau di sebuah tempat, yaitu Alas Kendung. Areal hutan yang tak terlampau luas ini
disesaki tumbuhan pohon kendung, yang tinggi dan besar pula. Dang Hyang Nirartha
melakukan yoga semadi di tempat ini seraya memohon petunjuk untuk menemukan
Ketika itulah datang Bendesa Beraban menemui Dang Hyang Nirarta menyampaikan
bahwa tanaman padi di wilayahnya dilanda wabah penyakit. Dang Hyang Nirarta
menjelaskan bahwa wabah itu disebabkan oleh makhluk bernama Bhuta Bebahung.
Beliau lalu menghadiahkan sebilah keris bernama Ki Baru Gajah kepada Bendesa
Bendesa Beraban agar membangun pura di tempat tersebut. Pura yang telah dibangun
itu diberi nama Pura Luhur Pakendungan. Saat pelaksanaan upacara, keris Ki Barus
Gajah agar diberi sesaji dan memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar sirna
Berdasarkan petunjuk yang diperoleh saat menggelar yoga semadi di Alas Kendung,
akhirnya sampailah beliau pada sinar dimaksud. Ternyata sinar itu adalah sebuah
sumber mata air tawar yang berada di tengah deburan air laut yang asin. Letaknya
hanya beberapa langkah lagi dari Alas Kendung. Tidak jauh dari sumber mata air
tersebut, beliau menemukan sebuah tempat yang panorama keindahannya tiada tara.
Tempat ini disebut Gili Beo. Gili artinya ‘batu karang’, beo artinya ‘burung’. Jadi, tempat
itu adalah sebuah batu karang besar berbentuk menyerupai burung beo. Di sinilah
beliau melakukan meditasi dan pemujaan kepada Dewa Baruna, perwujudan Tuhan