Anda di halaman 1dari 6

Pemetaan Geoteknik Di Tunel TBM

Syafrizal Harun
Catatan Pengantar
Ini penulisan-ulang dari makalah tahun 1995, pernah dipaparkan di internal
pekerja Proyek PLTA Singkarak (Singkarak Hydro Electrical Power Project =
SHEPP), di Tapakis, Sumbar. Makalah asli terdiri dari total 28 halaman, mencakup: 20
gambar (skema, bagan alir, peta, grafik, dan sketsa), 3 tabel, dan satu rumus
penghitungan debit air di ujung belakang mesin TBM. Pada penulisan ulang disini,
semuanya ditampilkan sebagai teks alphanumerik. Posisi penulis ketika bekerja pada
pemetaan geoteknik di tunel TBM, Proyek PLTA Singkarak adalah sebagai geologist
di perusahaan konsultan nasional, dikoordinasikan ke bagian geologi di konsultan
utama SHEPP. Penerowongan TBM dimulai 8 Maret 1993, rencana sepanjang 8000
meter. Namun, terjadi masalah teknis, dimana TBM macet (tidak bekerja selama 6
bulan), dan kesulitan ekstrim di segmen yang terletak 1000 meter di bawah permukaan,
sehingga realisasi pemboran TBM hanya 6000 meter, dan bertemu (breaktrough)
dengan terowongan metode konvensional (Intake Drive) pada 20 Februari 1997.
Pendahuluan
Informasi perihal kondisi fisik aktual di dalam tunel merupakan
kebutuhan dalam mengelola pekerjaan tunnelling (penerowongan).
Informasi itu, dievaluasi oleh para engineer untuk mengambil
keputusan tentang pekerjaan yang sedang, dan akan berlangsung.
Dalam konteks geoteknik, informasi tersebut, terutama perihal
keberadaan batu, tanah, dan air. Untuk memperoleh informasi maka,
dilakukan pengamatan, pengukuran, pemerian (deskripsi), percontoh
(sampling), perekaman, dan pelaporan. Dalam upaya memperoleh
informasi, digunakan berbagai peralatan, yaitu; Pakaian kerja (helm,
sepatu boot, masker, tutup kuping), lampu senter, pita meteran, palu
& kompas geologi, buku catatan, dan kamera.
Metode TBM
TBM (Tunnel Boring Machine) merupakan salah satu metode
penerowongan pada tahap konstruksi SHEPP. Metode lainnya adalah
konvensional (peledakan atau blasting), dan Alpine Tunel Machine
(ATM) untuk sebagian kecil pekerjaan. Prinsip dari ketiga metode itu
sama, yakni membuat tunel dengan cara mengurangi material yang
ada di sepanjang jalur rencana poros tunel. Pada metode TBM, cara
mengurangi material tersebut adalah dengan mengiris/menyayat
material disepanjang poros rencana tunel, menggunakan kepala
pemotong (cutter head) yang berputar. Hasil pengirisan material,
dipindahkan ke luar dari poros rencana tunel. Secara bertahap, kepala
pemotong di geser ke arah depan (front) sehingga diperoleh progres
(kemajuan) yang diukur dalam satuan meter per hari kerja.
Tampilan TBM
Keseluruhan mesin TBM mirip rangkaian gerbong kereta api,
panjang total 158 m. Dibedakan atas dua segmen utama, yaitu segmen
18 m di ujung depan, dan segmen 140 m ke belakang. Segmen ujung
depan berbentuk kapsul berdiameter 590 sentimeter. Paling ujung
depan adalah kepala pemotong (cutter head), berupa cakram baja
dengan 40 unit pisau disusun dalam pola spiral, diselingi penempatan
ember (bucket) penampung hasil irisan. Ujung ban berjalan (conveyor
belt) terletak di belakang cutter head, menampung serpihan batu, dan
membawanya ke bagian lebih belakang untuk ditumpahkan ke lori.
Cutter head terhubung ke sepasang gripper oleh 4 batangan baja. Di
bagian belakang gripper terdapat ruang operator, pengendali jalannya
TBM. Tiga meter di belakang gripper, berdiri sepasang kaki baja (rear
support). Dengan demikian di segmen 18 meter bagian depan TBM,
terdapat empat komponen utama yakni; cutter head, gripper, ruang
operator, dan rear support. Segmen belakang sepanjang 140 meter,
sebagai pelataran parkir lori, bengkel, gudang, tempat tabung, serta
pipa dan kabel. Di ujung paling belakang di rangkaian TBM ada
intalasi pengukuran debit air.
Cara Kerja TBM
Operasional TBM pertama kali memerlukan tunnel yang telah
selesai dengan metode peledakan (blasting). Hal ini karena gripper
dan rear support mensyaratkan tempat yang kokoh dan stabil. Ketika
TBM membor, cutter head berputar searah jarum jam dengan rotasi
maksimum 7 putaran per menit (rpm). Tekanan atau desakan (thrust)
dapat diatur bervariasi dari 150 bar hingga 250 bar (1 bar = 100 kPa).
Ketika mengiris batuan di front, terjadi getaran, dan getaran itu
diredam oleh gripper, dimana area gripper kiri = gripper kanan = 30
000 cM2, menekan kesamping ke dinding tunel. Tekanan desak
maksimum gripper adalah 250 bar. Sepasang kaki baja (rear support)
menjaga kestabilan terhadap guncangan vertikal. Meskipun demikian,
ketika cutter head menyayat batu, getaran menjalar ke sekujur segmen
TBM 18 meter itu, mirip mengendarai truk di permukaan jalan
berlubang-lubang. Namun, untuk 140 meter segmen ke belakang
hanya terdengar bunyi, tanpa getaran pada intalasi.
Hasil penyayatan front oleh cutter head, berupa serpihan batu
dengan ukuran bervariasi dari 5 x 10 x 25 cM3 hingga partikel debu.
Kumpulan dari serpihan batu dan debu itu, disalurkan melalui lubang-
lubang di cutter head, disambut oleh conveyor belt sepanjang 100
meter, dan dicurahkan ke dalam lori yang parkir. Perlu beberapa
menit untuk memenuhkan satu lori. Setelah rangkaian 6 lori terisi
penuh, maka ditarik lokomotif berkecepatan 10 km hingga 15 km per
jam, menuju ke tempat pembuangan di luar tunel. Bersamaan dengan
berputarnya cutter head, dilakukan pemasangan paku batu (rock bolt)
di bagian dinding atau atap tunnel, dan juga dilakukan penempatan
Precast Invert Segment (PIS) di lantai tunnel. Pada kondisi tunnel
yang mudah longsor, dapat segera dipasang rusuk baja (steel rib),
dengan kombinasi pembalut baja (steel lagging), atau kombinasi paku
batu dengan jaringan kawat (wire mesh). Paku batu, rusuk dan
pembalut baja, dan jaringan kawat merupakan unsur pekerjaan dalam
pekerjaan tunneling, sebagai upaya menstabilkan bagian tunel yang
runtuh. PIS merupakan fondasi rel lori, dan sekaligus sebagai saluran
air yang mengalir secara gravitasi (jalur tunel TBM memang sengaja
dirancang menanjak landai untuk pengaliran air secara gravitasi).
Perputaran cutter head berlangsung secara terputus-putus, dengan
selang waktu puluhan menit membor dan berhenti . Selama 24 jam,
cutter head bekerja maksimum selama 12 jam. Operasional TBM
dilakukan oleh 15 awak, yakni operator boring, operator conveyor
belt, mandor, mekanik, dan supervisi. Mereka bekerja selama 8 jam
untuk satu shift. Dengan demikian, selama 24 jam, TBM dikelola
dalam 3 shift, dengan pergantian shit pada pagi, petang, dan tengah
malam pukul 23.00 WIB. Operator boring, berkomunikasi dengan
pengendali di luar tunel, melalui kabel telephone selama 24 jam per
hari. Udara bersih, kelistrikan, dan air bersih untuk operasional mesin
bor (selama boring TBM perlu 2 hingga 6 liter air per detik), dipasok
dari luar tunel melalui blower dan pipa air.
Kinerja
Progres (kemajuan posisi cutter head) merupakan ukuran dari
kinerja (performance) TBM, diungkapkan dalam dimensi panjang dan
waktu, bersatuan meter (M) per jam (hour). Rincian dari progres yang
dicapai, menunjukkan variasi, mulai dari 1 (satu) meter hingga
puluhan meter per hari (24 jam). Rekor tertinggi adalah 42 meter
yang diperoleh pada 30 April 1993. Bervariasinya progress terkait
dengan sangat beragamnya kondisi ground selama penerowongan,
dan diluar prediksi. Contohnya, keruntuhan bagian atap (roof) tunel di
chainage 1442 m pada 16 Juli. Puluhan meter kubik bongkah batu
bercampur pasir dan air, menjebol pembalut baja dan mendesak rusuk
baja satu meter ke bawah PIS. Sebagian material yang ambruk
menghantam pangkal conveyor belt, menghancurkan ujung blower,
dan memutuskan jaringan kawat dan kabel. Akibatnya, selama 56
jam, TBM tidak membor. Kasus paling berat adalah di chainage 2143
meter, pada 600 meter dibawah permukaan bukit. Di penampang
(cross section) geologi, telah digambarkan di chainage 2143 M
terdapat Fault Zone No.20 pada granit. Sebelumnya, TBM telah
menembus empat zona sesar (fault zone) tanpa masalah. Namun, di
Fault Zone No.20 itu, TBM lumpuh. Hal mengejutkan, dari retakan-
retakan granit pada zona sesar, muncrat air bertekanan 20 bar dengan
debit total 100 liter per detik. Air muncrat secara acak, menyiram
seluruh unsur-unsur dari mesin, membasahi kabel, baut, sekrup, lager,
lubang ventilasi, balok, dan ruang operator tergenang air. Seluruh
segmen 18 meter di bagian depan TBM disemprot air sedemikian
rupa, sehingga memustahilkan operator mesin dan mekanik bekerja.
Berbagai teori, dan upaya bermunculan, baik dari konsultan
maupun kontraktor. Supervisi dari kontraktor pengelola TBM
berteori; ujung kepala pemotong (cutter head) terjepit oleh pressure
dua arah – tegak lurus ke bawah, dan miring ke depan – . Tekanan
(pressure) berasal dari massa batuan yang tersesarkan (faulted) secara
miring. Maka perlu dilakukan peledakan (blasting) batu disekitar
cutter head, kemudian mendongkrak hulu cutter head dengan pompa
hidraulik. Upaya tersebut ditempuh, dengan hasil nihil. TBM tetap
tidak dapat beroperasi. Teori konsultan lain lagi. Menurut konsultan,
tekanan air 18 bar itu menekan cutter head dari segala arah, maka
perlu dibuat lubang-lubang bor kecil penyalur air. Semakin banyak
lubang, maka semakin banyak dan cepat air keluar, dan itu juga
berarti tekanan semakin turun, sekaligus mengendalikan arah
muncratnya air. Mengikuti teori konsultan, hingga 15 september telah
30 lubang bor berdiameter 75 mM dan 150 mM di buat dengan
berbagai arah dan kedalaman. Namun, debit air tetap tinggi, bervariasi
80 hingga 90 liter per detik, dengan tekanan sedikit turun. Terkait
teori konsultan, ada pertanyaan, dari mana suplai air yang muncrat
secara kontinu itu ?. Ada yang berpendapat, air disuplai dari alur
sungai di luar, di permukaan tunel, mungkin air dari Batang Buluh
yang mengalir secara gravitasi di celah bebatuan dan goa alamiah.
Lainnya berpendapat, air tidak disuplai dari luar melainkan telah ada
sebagai reservoir air yang terperangkap di zona sesar (fault). Pada 16
September 1994, kunjungan dari Board Of Expert ke TBM,
memeriksa kondisi di tempat macetnya (stopage). Selain memeriksa
kondisi di dalam tunel, BOE juga memberikan pengarahan/panduan
umum dan diskusi terbuka perihal kasus TBM. Mr. Meritt dari BOE
mengetengahkan suatu bagan alir (flow chart) dan berbagai model
ground yang mungkin berdasarkan informasi dari lubang-lubang
penyelidikan (probe holes). Pada 20 September, mulai dilakukan
penggalian tunel By Pass di sisi kiri belakang cutter head. Tunel itu
digali dengan metode blasting, mengambil arah lengkung untuk
mencapai bagian depan cutter head. Bersamaan dengan penggalian
tunel By Pass, dilakukan grouting (penyuntikan semen) di ground
sekitar cutter head. Pekerjaan penanggulangan berlangsung empat
bulan. Februari 1995, TBM dapat beroperasi kembali secara normal.
Terjepitnya TBM belum merupakan problem terakhir. Sejak
pencapaian panjang tunel 5800 meter, TBM memasuki ground yang
sangat sulit. Kesulitan itu terletak pada fakta bahwa ground terdiri
dari material (batuan) “lunak dan rapuh”. Menurut analisis geologist
dari konsultan, terdapat 1650 meter segmen tersisa dengan kondisi
dimana jalur tunel berada pada antarmuka (interface) basement granit
dan volcanic, dengan sekuen limestone, schist dan metavolcanites.
Segmen tersebut merupakan zona kompresi, dan telah bergeser, serta
terkena efek kegiatan hydrothermal. Olehkarenanya, penerowongan
akan melalui perulangan massa granit, volcanic, limestone, schist, dan
metavolcanites yang lunak dan rapuh, dan sedikit kompak.
Pemetaan Tunel
Pemetaan di dalam tunel, dilakukan setiap hari. Kegiatan pemetaan
terdiri dari; pengamatan, perekaman, dan pelaporan. Pengamatan
terutama terhadap jenis batu/tanah dan air, hadir sebagai dinding
tunel, beraneka warna, kaku (rigid) dan disana-sini retak atau
berlubang dengan permukaan kasar. Di beberapa lokasi, melalui celah
retakan dan lubang, muncul air bening atau keruh, menyembur,
menetes atau merembes, dengan kuantitas beragam. Untuk merekam
pengamatan itu, digunakan metode penggambaran berskala 1 : 200
pada kerangka peta di lembaran formulir. Kerangka peta dikonstruksi
secara geometri dimana model tunel sebagai tabung silinder,
dikembangkan atau dibuka (developed) dengan sumbu bukaan pada
garis atap (crown). Dari pengembangan itu, diperoleh kerangka peta
untuk merekam kenampakan dinding tunel. Tatanama (nomenclature)
batuan, sesuai klasifikasi, disertai keterangan aspek mekanis,
contohnya; “strongly fracture” untuk jarak antar retakan 20 s/d 60 cM,
“very strongly fracture” untuk jarak retakan 5 s/d 20 cM, dan
“extremely fracture” untuk jarak retakan < 5 cM. Rekaman informasi
tentang batu, akan meliputi; lokasi pemetaan, nama batuan, warna,
kekompakan, kekasaran, kesegaran. Pada kehadiran air, informasi
yang direkam meliputi; lokasi, debit, warna, pola kemunculan, dan
pengukuran temperatur, pH, dan konduktivity.
Penutup
Tunnel Boring Machine (TBM) merupakan metode penerowongan
yang relatif baru dibanding metode peledakan (konvensional).
Reputasi pertamanya pada penerowongan jalan penghubung antara
Inggris dan Perancis di bawah Selat Channel, di Eropa tahun 1980-an.
Kemudian, TBM banyak digunakan di berbagai negeri Amerika dan
Afrika. Untuk Indonesia, pertama kali digunakan di Proyek PLTA
Singkarak. Dibanding metode peledakan, pencapaian (progres) TBM
memang dapat dua hingga empat kali progress metode peledakan.
Namun, TBM punya keterbatasan dalam hal; bentuk, ukuran, dan arah
tunnelling. Tunel hasil mtode TBM berpenampang lingkaran, ukuran
monoton, poros lurus landai. Untuk membuat tunel pendek, berbelok
patah, tegak atau curam, TBM tidak bisa. Lagipula, berdasarkan
pengalaman di Proyek PLTA Singkarak (SHEPP), untuk operasi
permulaan TBM, perlu tunel yang sudah jadi hasil dari metode
peledakan. Dan ketika bermasalah, TBM memerlukan metode
peledakan untuk membuat tunnel by pass. Olehkarenanya, diperlukan
kajian komprehensif tentang proyek yang akan menerapkan metode
TBM, untuk menilai kelayakan penerapannya. (12/05/2023).

Anda mungkin juga menyukai