Class:
LB66
Lecture:
Galuh Dian Pramadewi, S.IP., M.A
Group 5 members:
Seberapa signifikan peran Dewan Keamanan (DK) PBB dalam menjaga perdamaian
dunia? Sebutkan pencapaian utama dan kritik atau permasalahan yang dihadapi oleh DK
PBB? Apa saja proposal yang telah diajukan untuk mereformasi DK PBB? Mana menurut
Anda yang paling sesuai dengan konteks politik global saat ini?
Tujuan utama dibentuknya PBB adalah untuk menjaga perdamaian dan memelihara
keamanan internasional. Secara signifikan peran dewan keamanan PBB terlihat jelas dengan
ditempatkannya para pasukan perdamaian PBB di beberapa titik wilayah yang sedang
mengalami situasi konflik bersenjata. Konflik bersenjata yang terjadi di beberapa wilayah negara
seperti di kawasan Timur tengah yang selalu panas, Afrika, Amerika Latin menyebabkan Dewan
Perwakilan harus terjun langsung menangani masuk ke dalam konflik tersebut untuk
menyelesaikannya. Dewan Keamanan berkolaborasi dengan dengan Majelis umum PBB dengan
mendeklarasikan dekrit yang berisi perdamaian dan keamanan internasional. Dewan Keamanan
juga berkooperasi dengan Sekjen PBB (Sekretaris Jenderal) untuk menyelesaikan konflik
bersenjata tetapi hal ini belum tuntas. Tanggung jawab Dewan Perwakilan dalam PBB telah
tertulis dalam Pasal 24 Piagara yang berisikan tentang penyelesaian sengketa internasional.
Pencapaian utama Dewan Keamanan PBB sebenarnya menjadi alasan lahirnya organisasi
internasional ini, seperti pada Perang Dunia II, ketika banyak orang terluka, tertindas dan banyak
yang kehilangan nyawa. Dalam hal ini, sebagian dari komunitas global ingin menyelesaikan
masalah tersebut. Oleh karena itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa dibentuk untuk menjaga
keamanan dan perdamaian di dunia internasional. Kita telah tiba di zaman modern, tetapi
beberapa orang di dunia masih menderita karena politik, konflik sosial, tirani, agresi serta
perang, dan harapannya Dewan Keamanan PBB akan melindungi keamanan dan kesejahteraan
dunia. Pencapaian utama ini juga tertuang pada Piagam PBB yang terdapat di awal
pembukaannya yang berbunyi “bangsa-bangsa besar dan kecil, membangun kondisi dimana
keadilan dan penghormatan terhadap kewajiban yang timbul dari perjanjian dan sumber hukum
internasional dapat dipertahankan, dan meningkatkan kemajuan sosial dan standar hidup yang
lebih baik dalam kebebasan yang lebih besar.”
Permasalahan yang dihadapi Dewan Keamanan PBB ialah DK PBB memiliki dua jenis
anggota, tetap dan tidak tetap, dan sepuluh anggota tidak tetap akan bergilir setiap dua tahun.
Anggota tetap Dewan Keamanan PBB memiliki kualitas khusus dalam menyelesaikan proposal
untuk menentukan yang direkomendasikan oleh Majelis Umum PBB. Yang istimewa dari Dewan
Tetap Keamanan PBB adalah hak vetonya. Hak veto di PBB merupakan hak istimewa yang
diberikan kepada anggota tetap Dewan Keamanan PBB, mereka dapat menolak resolusi yang
direkomendasikan oleh Majelis Umum PBB, meskipun 14 negara anggota Dewan Keamanan
PBB mendukung rekomendasi tersebut dan Dewan Tetap Keamanan PBB hanya memiliki satu
anggota yang tidak setuju. Ada satu kasus dimana anggota tetap Dewan Keamanan PBB menolak
dalam hal rekomendasi Majelis Umum, ketentuan tersebut membuat hak veto menjadi musuh
besar bagi negara manapun yang merasa dirugikan. Selain itu, karena adanya hak veto, anggota
tetap Dewan Keamanan PBB dapat menggunakan hak vetonya untuk kepentingan negaranya
sendiri, boleh dikatakan, untuk kepentingan politiknya sendiri. Dengan hak istimewa tersebut,
veto menjadi langkah aman bagi Negara Lima Besar untuk mempertahankan kepentingannya
sendiri tanpa mempertimbangkan dampak kerugian pihak lain.
Tuntutan yang diajukan untuk mereformasi Dewan Keamanan PBB tercetus dengan
harapan menjadikan badan global PBB menjadi lebih representatif dan berdemokrasi
berkembang sesuai dengan perubahan politik dunia. Reformasi diajukan karena Dewan
Keamanan PBB dinilai terlalu europe centric dan dinilai mengesampingkan negara bagian
selatan. Reformasi Dewan Keamanan ini dibutuhkan agar menjadi relevan dengan perdamaian
dan keamanan pada abad ke 21 ini. Berbagai isu politik yang ada kaitan dengan lingkup
perdamaian dan keamanan semestinya tidak hanya ditentukan oleh negara great powers
pemenang PD II tetapi juga seharusnya mengikutsertakan negara di berbagai benua lain.
Tuntutan untuk mereformasi Dewan Keamanan ini kembali muncul di tahun 1993, dengan isi
proposal yang lebih bervariasi, baik dari kelompok negara (regional) dan negara dengan
menekankan isu yang jauh lebih meluas, tidak hanya menyinggung jumlah keanggotaan tetapi
juga isu yang berhubungan dengan transparansi, legitimasi hak veto dan penerapan bekerja.
Terdapat pemahaman pada mayoritas negara terkhusus pada negara bagian dunia ketiga,
sepemahaman bahwa reformasi Dewan Keamanan telah menjadi sebuah kebutuhan yang
memiliki tujuan agar badan tersebut (DK) menjadi lebih demokratis serta representatif. Namun
dengan adanya kesepahaman tersebut, tidak membawa progres yang cukup signifikan bagi
reformasi Dewan Keamanan hingga saat ini.
Mengingat banyaknya tantangan keamanan yang kita hadapi saat ini, dan tentu saja
situasinya telah begitu banyak berubah sejak 1945, seruan reformasi Dewan Keamanan PBB
tidak diragukan lagi menjadi perdebatan penting di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Seruan terbaru
untuk reformasi Dewan Keamanan PBB tampaknya ditujukan untuk memperluas anggota tetap
dan tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Negara-negara dapat menambah keanggotaan mereka
berdasarkan wilayah mereka sendiri untuk mewakili mereka di Dewan Keamanan PBB. Tapi
apakah negara-negara ini memiliki hak veto seperti Lima Besar? Perdebatan tentang reformasi
Dewan Keamanan PBB dapat berlanjut di tahun-tahun mendatang dan seterusnya. Akankah PBB
menjadi organisasi yang lebih baik setelah reformasi, atau akankah kubu kepentingan nasional di
anggota tetap dan tidak tetap Dewan Keamanan PBB memperumit masalah yang ada. Menarik
untuk disimak bahwa lebih dari 75 tahun setelah pembentukannya, diperkirakan organisasi
internasional ini akan berubah, karena memang harus berubah. Tentu saja, Dewan Keamanan
PBB juga terlibat dalam isu-isu yang membutuhkan perubahan.
Seberapa signifikan peran WTO dalam tata kelola perdagangan global? Sebutkan
pencapaian dan permasalahan utama yang dihadapi WTO? Bagaimana WTO menghadapi
era perang dagang AS dan Cina?
World Trade Organization (WTO) adalah lembaga internasional yang secara khusus
mengatur masalah perdagangan antar negara (Korah, 2016), dan telah memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap kekuatan dan stabilitas ekonomi global, membantu mendorong
pertumbuhan perdagangan, dan menjadi forum untuk menangani sengketa perdagangan, serta
mendukung integrasi negara berkembang ke dalam sistem perdagangan (WTO, 2018). Sebagai
tulang punggung sistem perdagangan internasional, WTO bertanggung jawab untuk
menyelesaikan sengketa perdagangan, dan pemerintah dari setiap negara anggota membuat
pilihan pada setiap masalah perdagangan yang mereka hadapi satu sama lain. Namun, WTO
lebih dari sekedar liberalisasi perdagangan. Dalam beberapa hal, lingkungan peraturannya
mendukung penghapusan hambatan perdagangan, seperti melindungi konsumen, mencegah
penyebaran penyakit, atau melindungi lingkungan.
Dalam praktiknya, WTO memainkan peran penting dalam tata kelola perdagangan
global, yang berarti bahwa WTO berpartisipasi dalam memantau dan mengadili legitimasi aturan
domestik yang ada, daripada berfokus terutama atau secara eksklusif pada perdagangan. Adanya
badan penyelesaian sengketa di WTO yang mengikat setiap negara anggota membuat era global
governance menjadi sangat penting dalam sistem perdagangan internasional. Sistem ini
memberikan kekuatan besar dan menjadikannya lebih dari sekadar tujuan kebijakan. Efektivitas
mekanisme prosedur penyelesaian sengketa yang tertuang dalam Dispute Settlement
Understanding (DSU) dinilai lebih efektif di kancah internasional dibandingkan dengan
mekanisme sebelumnya.
Selain itu, kebijakan WTO untuk meningkatkan akses ke pasar luar negeri berimplikasi
pada kegiatan perdagangan anggotanya karena hubungan antara mereka dalam melaksanakan
perjanjian kebijakan perdagangan yang telah diterima oleh masing-masing anggota. Kebijakan
perdagangan semacam ini juga akan mempengaruhi kebijakan perdagangan dalam negeri, jika
terjadi sengketa atau diskriminasi di pasar internasional, negara sebagai subjek penyelesaian
sengketa terlebih dahulu akan melakukan penyelidikan dan perlindungan, ditambah dengan
prosedur penyelesaian sengketa yang ditetapkan oleh WTO. Dalam hal ini WTO dapat menjadi
pengawas dalam interaksi perdagangan internasional dan menyelesaikan berbagai sengketa
perdagangan yang merupakan salah satu tujuan dan fungsinya, melalui WTO akan terjadi kondisi
timbal balik, dan semua negara dapat memperoleh manfaat darinya.
Organisasi perdagangan internasional atau WTO memainkan peran penting dalam tata
kelola perdagangan global. Dengan tujuan memelihara stabilitas dan keamanan, kelompok ini
sering kali beranggotakan negara-negara dari seluruh dunia. WTO telah menghadapi sejumlah
tantangan di sepanjang jalan dan juga telah berhasil. Hal ini terlihat pada perkembangan tatanan
masyarakat global yang bentuknya bermacam-macam. Meski WTO berhasil, ada isu-isu yang
membuat organisasi ini sulit berfungsi.
WTO menghadapi banyak tantangan besar, dengan peringkat globalisasi sebagai yang
utama. Perdagangan dunia telah berkembang hingga $1 triliun per tahun sebagai hasil dari
penyederhanaan proses perbatasan dan penghapusan subsidi ekspor pertanian yang merugikan.
Negara-negara sering berbeda pendapat tentang perbaikan badan banding WTO, dan perselisihan
di antara mereka sering terjadi. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebelumnya memberi
kedua negara kesempatan untuk berkomunikasi guna menghasilkan solusi yang berdiri sendiri
untuk masalah ini. China membalas dengan mengenakan tarif masing-masing 25% dan 10%
untuk barang-barang AS, di sejumlah negara, termasuk China.
Ini mempertimbangkan kegiatan organisasi, termasuk sebagai fungsi informasi,
pemantauan, dan implementasi aturan, saat menjalankan tugasnya sebagai arbiter WTO. WTO
kemudian menjadi arbiter melalui the Dispute Settlement Body setelah gagal menemukan solusi.
Perang dagang AS-China yang saat ini menonjol di kancah internasional disebabkan oleh
penerapan kebijakan proteksionis oleh kedua negara untuk mencegah produk yang dihasilkan
oleh pihak lain masuk ke pasar. Hal itu dipicu oleh kebijakan Presiden AS, Donald Trump yang
menaikkan tarif impor China menjadi $50 miliar. Pemerintah China tidak tinggal diam dan
menanggapi tindakan tersebut dengan menambahkan tarif impor baru atas produk AS senilai $3
miliar. AS dan China telah saling mengancam untuk membawa masalah ini ke WTO, dan perang
dagang antara kedua negara ini tentu akan berdampak pada ekonomi global yang memburuk.
WTO mengawasi sekitar 60 perjanjian yang disebut aturan perdagangan WTO, yang
mencakup berbagai sektor ekonomi (pertanian dan kekayaan hak intelektual), dan dinegosiasikan
serta diratifikasi oleh semua negara anggota. Kerangka hukum meratifikasi komitmen negara-
negara untuk mengurangi tarif dan hambatan lain untuk perdagangan dan menetapkan prosedur
untuk menyelesaikan konflik. Anggota WTO telah sepakat bahwa jika ada anggota yang
melanggar aturan perdagangan ini, mereka akan menggunakan sistem multilateral untuk
menyelesaikan perselisihan tersebut daripada membalas dengan menaikkan tarif. Dengan
demikian, Dispute Settlement Understanding (DSU) WTO adalah kerangka hukum yang penting
namun mahal yang membantu menyelesaikan konflik di antara anggota. Namun, Trump telah
berulang kali mengkritik WTO selama masa kepresidenannya, dan AS telah bergerak untuk
memblokir penunjukan anggota baru ke Badan Banding, komite beranggotakan tujuh orang yang
membuat keputusan mengikat tentang sengketa perdagangan internasional.
Retaliasi yang diatur pada Pasal 22 dalam Dispute Settlement Understanding (DSU)
WTO secara efektif merupakan upaya ultimatum atau upaya terakhir untuk menyelesaikan
sengketa. Pembalasan perdagangan diperbolehkan jika prosesnya sesuai dengan peraturan yang
berlaku, namun ingat bahwa kedua negara ini adalah ekonomi terbesar di dunia, sehingga
prosedur pembalasan harus dipertimbangkan karena sifatnya yang berjangka panjang.
References
Admin. (n.d.). Reformasi Dewan Keamanan PBB. Hubungan Internasional. Retrieved November
24, 2022, from https://www.hubunganinternasional.id/main/blog/45?title=Reformasi
%2BDewan%2BKeamanan%2BPBB
Anggeraja, I. S. (2019). PERAN INTERNATIONAL ORGANIZATION OF MIGRATION
DALAM MENANGGULANGI HUMAN TRAFFICKING DI INDONESIA
(Doctoral dissertation, FISIP UNPAS).
Barnett, M. (2014). Social Constructivism. In J. Baylis, S. Smith, & P. Owens, The Globalization
Of World Politics: An introduction to international relations (6th ed.) (pp. 155-
168). Oxford: Oxford University Press.
Dugis, V. (Ed.). (2018). TEORI HUBUNGAN INTERNASIONAL: Perspektif-Perspektif
Klasik Edisi Revisi. Airlangga University Press.
Hobden, S., & Jones, R. W. (2014). Marxist theories of international relations. In J. Baylis, S.
Smith, & P. Owens, The Globalization of World Politics; An introduction to international
relations (pp. 142-153). Oxford: Oxford University Press.
Hurd, I. (2014). International Organizations: Politics, Law, Practice. New York: Cambridge
University Press.
Korah, R. S. (2016). Prinsip-Prinsip Eksistensi General Agreement On Tariffs and Trade
(GATT) dan World Trade Organization (WTO) dalam Era Pasar Bebas. Jurnal Hukum
Unsrat, 1.
Luerdi, L. (2014). Reformasi DK PBB: Antara Kepentingan Nasional, Regional, dan
Global/Bersama.https://doi.org/10.31219/osf.io/9kt6d
Rasyidin, A. W., Damayanti, C., & Haqqi, H. (2016). Peran World Trade Organization (WTO)
Sebagai Basis kerja Sama Perdagangan Indonesia Pada ASEAN Free Trade Area
(AFTA), 1, 91. Retrieved November 22, 2022, from
https://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/Transformasi/article/view/1768
Saeri, M. (2012). Teori hubungan internasional sebuah pendekatan paradigmatik. Jurnal
Transnasional, 3(02).
Savira, G. N., & Latifah, E. (2019). TRADE WAR BETWEEN UNITED STATE OF
AMERICA AND CHINA REVIEWED FROM THE RETALIATION PRINCIPLE.
Tadulako Law Review, 4(2), 134–147.
Sharma, S. D. (2001). The Indonesian Financial Crisis: From Banking Crisis to Financial Sector
Reforms, 1997-2000. Indonesia, No. 71, 79-110. doi:10.2307/3351457
Suharto, S. W. P. (2020). Penyelesaian Perang Dagang Amerika Serikat dan Tiongkok oleh
World Trade Organization (2016-2020). Retrieved November 22, 2022, from
https://etd.umy.ac.id/id/eprint/1552/
Vreeland, J. R. (2007). The International Monetary Fund: Politics of Conditional Lending. New
York: Routledge.
What is the WTO and its role in the US-China trade war | Hellenic Shipping News Worldwide.
(2020). HELLENIC SHIPPING NEWS. https://www.hellenicshippingnews.com/what-is-
the-wto-and-its-role-in-the-us-china-trade-war/
World Trade Organization. (2015). The WTO At Twenty: Challenges And Achievements.
WTO. (2018). A Brief History. www.wto.org/whatiswto