Disusun Oleh :
2010851005
Kelas A
UNIVERSITAS ANDALAS
Introduction
Karya tulis ini adalah critical review dari buku bab pertama karya Margaret P. Karns, Karen
A. Mingst, dan Kendall W. Stiles yang berjudul International Organizations: The Politics
and Processes of Global Governance bab kedua yaitu The Theoretical Foundations of Global
Governance. Pada bab kedua ini, para penulis berusaha untuk menyajikan argumen-argumen
tentang pentingnya sebuah teori dalam memahami suatu peristiwa, perbedaan teori-teori
mainstream Ilmu Hubungan Internasional yang digunakan dalam memahami global
governance, serta menjelaskan secara singkat turunan-turunan dari tiga teori mainstream HI.
Kemudian , poin-poin tersebut dibahas dengan singkat dan dengan bahasa yang mudah
dipahami.
Summary
Di dalam hubungan internasional terdapat tiga teori mainstream HI, yaitu realisme,
liberalism, dan konstruktivisme yang akan di highlight pada bab kedua ini. Ketiga teori ini
memiliki pandangan yang berbeda tentang tata kelola global dan kerjasama internasional.
Realisme adalah teori yang pada dasarnya memiliki pandangan pesimis tentang manusia yang
egois, self-sufficient, serta konfliktual. Argument dasar realis tentang tata kelola global adalah
hubungan atau interaksi antar negara cenderung bersifat saling meniadakan dan bersifat zero-
sum-game dalam setiap kerjasama antar negara serta bersifat state centric dengan negara
sebagai aktor unitary. Sehingga dengan keadaan internasional yang demikian, negara-negara
harus berusaha untuk mendapatkan kekuatan yang efektif dan efisien untuk menangkal
tindakan agresi dari negara lain dan menciptakan komunitas yang dianggap stabil. Kemudian,
aturan, norma, dan hukum internasional hanya dianggap sebagai alat untuk mencapai
kepentingan nasional dan pada realitanya, dunia internasional masih bersifat anarki.
Liberalisme adalah teori yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk rasional
dan di dalam hal tata kelola global, negara layaknya manusia yang mampu berpikir rasional
di sistem internasional dengan memanfaatkan kerjasama internasional dalam menyelesaikan
permasalahan. Di dalam sistem internasional yang anarki, negara dan aktor internasional
memiliki berbagai kepentingan dan kerjasama adalah jalan terbaik untuk menciptakan
keuntungan serta dunia yang adil untuk semua pihak.
Di dalam tata kelola global, liberalism lebih menitik beratkan pada kajian tentang
politik, bukan ekonomi. Cara liberalis dalam memandang tata kelola global adalah dengan
memandang hal tersebut sebagai kepemerintahan dan bukan sebagai pemerintah yang
memerlukan seperangkat aturan, norma, dan hukum internasional untuk menyelesaikan isu-
isu global dan menjaga segala aspek tata kelola global seperti lembaga internasional dan
pemerintahan nasional.
Konstruktivisme adalah teori yang menyatakan bahwa tindakan dan perilaku dari
aktor internasional adalah akibat dari interaksi dari para aktor tersebut sehingga
menghasilkan sebuah ide atau gagasan yang mengarah pada tindakan untuk mencapai
kepentingan aktor tersebut sebagai implikasi dari ide atau gagasan tersebut. Lalu, sama
seperti realis dan liberalis, para konstruktivis juga mengakui adanya anarki dalam hubungan
internasional. Namun, anarki tersebut bukanlah hal yang given, melainkan sebagai hasil dari
proses interaksi para aktor yang dipengaruhi oleh identitas, ide, atau norma dari aktor
tersebut.
Critique
Pertama, kritik terhadap bagaimana realisme dalam memandang tata kelola global yang
penuh dengan konflik dan saling menjatuhkan antara satu negara dengan negara lain serta
aturan dan hukum internasional hanyalah alat untuk mencapai kepentingan masing-masing
adalah hal yang sangat kontekstual. Hal ini berarti pernyataan tersebut bisa jadi benar atau
salah sesuai dengan fenomena yang terjadi. Contohnya adalah realisme tidak akan bisa
menjelaskan dengan analisis yang tajam fenomena Free Trade Agreement (FTA) yang
menjadi trend dalam ekonomi antar negara seperti ASEAN FTA serta sesuai dengan kritik
dari liberalisme. Kerjasama ini tidak mungkin dilakukan jika tidak ada keuntungan untuk
kedua belah pihak, yang artinya teori realisme tidak cocok untuk digunakan dalam fenomena
ini. Kemudian, kritik terhadap teori liberalism adalah pandangan para liberalis yang sangat
optimis pada tata kelola global bisa menjadi boomerang bagi aktor lain. Contohnya adalah
operasi NATO di Libya yang mengatasnamakan HAM dan Responsibility to Protect dengan
izin dari PBB sebagai organisasi yang dianggap sebagai organisasi yang paling berpengaruh
di dalam tata kelola global malah membuat kehancuran pada Libya. Kritik dari realis adalah
apa yang disepakati dalam rezim, aturan, ataupun nilai internasional hanyalah alat untuk
mencapai kepentingan sebuah negara saja.
Conclusion
Reference