Anda di halaman 1dari 3

menjadi wilayah penghasil tembakau terbaik keempat di Jawa Timur, versi rilis BPS Jatim

2018. Tahukah anda, tingkat produktifitas tembakau Probolinggo yang tinggi itu ternyata


memiliki korelasi sejarah dengan pendiri Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, KH Zaini
Mun'im. Hingga kini tembakau menjadi salah satu mata pencaharian andalan para petani
di sejumlah kecamatan di Kabupaten Probolinggo.

Dulunya, tembakau ini bukan menjadi komoditas pertanian warga Kabupaten Probolinggo.
Masyarakat masih dominan bercocok tanam pertanian padi di lahan sawahnya. Dari hari
ke hari, mereka hanya disibukkan dengan tanaman padinya yang diharapkan untuk bisa
menyambung hidup.

Ekonomi masyarakat kala itu sangat miris dan terbelakang. Terlebih lagi, pemerintah
kolonial Belanda yang datang menjajah tanah air membuat masyarakat di Kabupaten
Probolinggo semakin tak bisa menikmati ketenangan hidup. 

Tak hanya itu, masyarakat Kabupaten Probolinggo juga belum mengenal peradaban Islam.
Hal ini terlihat dengan maraknya perjudian, perampokan, pencurian dan tempat mangkal
para pekerja seks komersial (PSK). Kehidupan hedonis mewarnai pemandangan sehari-
hari dan moralitas jauh ditinggalkan. Pada saat itu kesenangan dan kebahagiaan hanya
terdapat pada perbuatan yang penuh dengan kemaksiatan dan kemungkaran.

Kemudian pada tanggal 1948 M, seorang ulama kelahiran Madura yakni KH Zaini Mun'im,
datang ke Desa Tanjung, Kecamatan Paiton. Saat ini, Desa Tanjung itu telah berubah
nama menjadi Desa Karanganyar. Sedangkan Tanjung sendiri dijadikan sebuah dusun di
desa tersebut.

Nah, di desa tersebut, perjalanan dakwah KH Zaini Mun'im dimulai. Melihat kondisi
ekonomi dan kondisi sosial masyarakat yang sangat terbelakang itu. Kiai kelahiran Desa
Galis, Pamekasan, Madura ini, mulai berdakwah dan mengajak masyarakat sekitar untuk
memeluk Islam.

Hal itu diawali dengan mengajarkan mereka cara bercocok tanam tembakau. KH Zaini
Mun'im menilai kontur tanah di desa tersebut sangat produktif untuk ditanami tembakau.
Hanya saja penduduk belum bisa mengetahuinya. Sehingga ia memulai dengan mengolah
tanah miliknya menjadi ladang dan sawah. Kemudian tanah itu ia tanami tembakau.
Ternyata cukup memuaskan.

Masyarakat pun tertegun dengan hasil yang luar biasa itu. Lantas banyak penduduk yang
belajar bercocok tanam tembakau kepada ulama asal Pulau Garam Madura ini. Hingga
akhirnya masyarakat dapat menanam berbagai jenis bibit tanaman.

Sempat kali pertama menanam tembakau itu, KH Zaini Mun'im mendapat cemooh dari
masyarakat. Lantaran tanaman itu tidak bisa dimakan. Namun, KH Zaini Mun'im
membuktikannya dengan menjual hasil panen tembakau itu pada sejumlah pihak pabrik
rokok kala itu. Harganya pun cukup menjanjikan dan membuat penduduk tergiur. Sebab,
penghasilannya lebih besar dari pada tanaman padi ataupun jagung.
Melihat pendapatan yang menjanjikan itu, penduduk pun berbondong untuk menekuni dan
belajar menanam tembakau pada KH Zaini Mun'im. Hasil panen itu membuat kepercayaan
penduduk semakin besar pada ulama Madura ini.

Lambat laun, ekonomi masyarakat mulai pulih. Petani tembakau pun semakin besar dan
bercabang pada sejumlah desa lainnya. Hingga kini tanaman itu menjadi andalan dan
sandaran hidup masyarakat sekitar. Terbukti, ketika akan mengadakan suatu hajatan atau
hendak menginginkan sesuatu dengan nominal besar, mereka selalu bilang, “Tunggu
musim tembakau.”

Kalimat sederhana ini sebagai bukti bahwa penduduk di sejumlah desa di Kabupaten
Probolinggo, menjadikan tembakau sebagai tumpuan ekonomi yang diharapkan setiap
datang musim.

Hanya saja, Kiai Zaini belum diketahui secara pasti, apakah termasuk perokok atau tidak.
Ada yang mengatakan Kiai Zaini perokok, hanya saja tidak perokok berat. Ia merokok di
kediamannya saat ada tamu saja.

Sebaliknya ada juga yang mengatakan bahwa Kiai Zaini adalah perokok. Ia merokok
dengan tembakau asal Madura. Tembakau itu dikenal dengan sebutan tembakau
jambangan atau campalok. Hasil dari tanaman tembakau petak tanah tegalan di ujung
barat Kecamatan Karduluk, Sumenep, Madura.

Hal itu juga dibuktikan dalam pernyataan yang disampaikan oleh KH Zainul Mu’in Husni.
Suatu ketika di bulan Ramadhan, saat membaca khataman kitab tafsir Jalalain di masjid
pesantren. Kiai Zainul Mu’in melihat Kiai Zaini membawa lintingan rokok tembakau, dan
tentu ia tidak merokok karena bulan puasa dan di masjid pula. Menurutnya sesekali Kiai
Zaini menciumi lintingan rokok tersebut dan tampak menikmatinya.

Karena upaya dakwah yang dilakukan Kiai Zaini melalui pertanian tembakau itu, penduduk
setempat tak hanya diselamatkan dari keterbelakangan ekonomi saja, melainkan juga
diselamatkan dari keterbelakangan kehidupan sosial mereka yang suram.

Berjalannya waktu, petani tembakau semakin banyak. Produktivitas pertanian tembakau


Kabupaten Probolinggo semakin melesat dari tahun ketahun. Bahkan saat ini, wilayah
dengan 1,5 juta lebih penduduk ini disebut sebagai wilayah penghasil tembakau terbaik
keempat di Jawa Timur.

Itu pun dibuktikan berdasarkan Analisis Data Tembakau Jawa Timur 2018 yang dirilis BPS
Jatim, Kabupaten Probolinggo merupakan penghasil tembakau nomor empat di Jatim.
Produksi tembakau Probolinggo sebanyak 10.042 ton pada tahun 2018.

Di atas Kabupaten Probolinggo, ada Kabupaten Sumenep dengan produksi 13.135 ton.
Kemudian Kabupaten Jember dengan produksi 13.391 ton. Adapun penghasil tembakau
tertinggi adalah Kabupaten Pamekasan dengan produksi 27.508 ton.
Tak hanya sukses menjadikan tembakau Probolinggo berkualitas, KH Zaini Mun'im juga
berhasil mendirikan pesantren yang dikenal dengan Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton.
Pesantren ini juga menjadi salah satu pesantren besar dan berpengaruh di Kabupaten
Probolinggo dengan ribuan santrinya. (*)

Anda mungkin juga menyukai