Anda di halaman 1dari 10

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

MAKALAH SEMINAR PROPOSAL


INSTITUT PERTANIAN BOGOR

NAMA : HINDUN
NOMOR POKOK : D14190088
PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

USULAN : IDENTIFIKASI DAN KOMPARASI


PENELITIAN CEDERA AYAM IPB-D1 JANTAN
DAN BETINA PADA
PEMELIHARAAN SISTEM FREE-
RANGE
KOMISI : Dr. Ir. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr.
PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Niken Ulupi, MS.
HARI/TANGGAL : JUM’AT/02 DESEMBER 2022
WAKTU : 07.30-08.20 WIB
TEMPAT : ZOOM MEETING
1

IDENTIFIKASI DAN KOMPARASI CEDERA AYAM IPB-D1 JANTAN


DAN BETINA PADA PEMELIHARAAN SISTEM FREE-RANGE

(Identification and Comparison of Injury on Male and Female IPB-D1 Chicken in


Free-range System)

Hindun1), Rudi Afnan2), Niken Ulupi3)

ABSTRACT
The production of chickens generally uses an intensive system. The use of
litter as the base of a cage in intensive systems can cause injury during the
chicken- rearing process. Injuries that often occur in cages using litter are foot
pad dermatitis (FPD), hock burn, and breast blisters. There has been no research
on injuries that occur in IPB-D1 chickens reared with a free-range system. The
aim of this study was to know the effect of the free-range system on injury in IPB-
D1 chickens. The variables observed in this study were injuries, including injuries
to the soles of the feet, knees, and chest. The study was conducted on 15 males and
15 females of IPB-D1. The data will be analyzed using descriptive analysis.

Keywords: breast blisters, foot pad dermatitis, free-range, hock burn, IPB-D1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketersediaan daging diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan protein
hewani bagi masyarakat. Permintaan produk peternakan terutama daging terus
meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan perubahan gaya
hidup masyarakat. Sebanyak 81.18% permintaan daging dipenuhi dari daging
unggas yang terdiri atas ayam ras pedaging 88.11%, ayam buras 6.99%, ayam ras
petelur 3.76%, dan itik 1.14% (BPS 2022). Pemenuhan kebutuhan akan daging
unggas salah satunya dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas unggas.
Pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap nilai gizi dan kesehatan semakin
meningkat sehingga lebih selektif dalam memilih sumber protein, termasuk
produk daging unggas. Bersamaan dengan upaya dalam peningkatan produktivitas
unggas, peternak juga harus memerhatikan kualitas daging yang dihasilkan untuk
memenuhi preferensi masyarakat yang menginginkan daging dengan kualitas yang
baik.
Umumnya peternak memelihara ayam menggunakan sistem intensif karena
manajemen pemeliharaan lebih dikuasai dan luas lahan yang digunakan lebih
efisien. Ayam yang dipelihara secara intensif tidak dapat melakukan aktivitas
alami mereka secara leluasa karena lahan yang terbatas dan akan lebih rentan
terhadap cekaman. Pemeliharaan secara intensif menyebabkan ternak stres
sehingga bedampak pada penurunan kesehatan, performa dan kualitas produk
yang dihasilkan (Yakubu et al. 2007). Sebagai upaya mengatasi cekaman pada
ayam yang dipelihara, dapat diterapkan sistem pemeliharaan dengan sistem free-
range.
1) Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fapet IPB
2) Komisi pembimbing, staf pengajar Fapet IPB, Dr, Ir, S.Pt, M.Sc.Agr.
3) Komisi pembimbing, staf pengajar Fapet IPB, Prof, Dr, Ir, MS.
2

Pemeliharaan dengan sistem ini memberikan ruang yang luas kepada ayam untuk
dapat bergerak dan melakukan tingkah laku alaminya dengan bebas. Ayam yang
dipelihara dengan sistem free-range memiliki imunitas yang lebih baik dari sistem
intensif (Jin et al. 2019). Selanjutnya menurut Rahayu et al. (2019), beberapa
bagian tubuh ayam yang dipelihara dengan sistem free-range seperti sayap dan
dada mengalami pertumbuhan yang pesat sebesar 27.52%-58.77%.
Kondisi kaki ayam sangat penting untuk dilihat karena dapat mempengaruhi
performa ayam. Cedera pada kaki dapat mengurangi kemampuan ayam dalam berjalan
dan mengubah cara berjalan hingga akhirnya mempengaruhi perilaku ayam.
Permasalahan seperti ini tidak hanya mempengaruhi tingkat produksi, tetapi juga
meningkatkan biaya produksi yang secara tidak langsung mengurangi keuntungan
peternak. Jenis-jenis cedera atau kelainan yang sering dijumpai pada ayam diantaranya
foot pad dermatitis (FPD), hock burn dan breast blister. Beberapa penelitian
mengenai cedera pada ayam telah banyak dilaporkan, namun belum ada penelitian
mengenai cedera yang terjadi pada ayam IPB-D1 yang dipelihara dengan sistem
free-range. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh
pemeliharaan free-range pada timbulnya cedera pada ayam IPB-D1 agar peternak
dapat menghasilkan produk unggas yang lebih berkualitas.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh sistem pemeliharaan free-range terhadap cedera
pada ayam IPB-D1 yang meliputi foot pad dermatitis, hock burn dan
breast blister?
2. Apakah terdapat perbedaan nilai skor tingkat kejadian foot pad dermatitis,
hock burn dan breast blister pada ayam jantan dan betina IPB-D1 yang
dipelihara dengan sistem free-range?

1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh sistem pemeliharaan free-
range di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) Fakultas
Peternakan IPB terhadap cedera pada ayam IPB-D1 yang meliputi foot pad
dermatitis, hock burn dan breast blister.

1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai pengaruh
sistem pemeliharaan free-range terhadap cedera pada ayam IPB-D1 yang meliputi
foot pad dermatitis, hock burn dan breast blister.

1.5 Ruang Lingkup


Penelitian ini mencakup pengamatan dan pengukuran keparahan foot pad
dermatitis, hock burn dan breast blister pada ayam jantan dan betina dengan
sistem pemeliharaan free-range. Ayam yang digunakan adalah ayam IPB-D1.
3

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ayam IPB-D1


Ayam IPB-D1 merupakan rumpun baru ayam lokal komposit hasil
persilangan antara jantan F1 PS (Pelung × Sentul) dengan betina F1 KM
(Kampung
× parent stock Cobb). Komposisi genetik Pelung : Sentul : Kampung : Ras parent
stock pedaging Cobb masing-masing 25%. Ayam ini resmi ditetapkan sebagai
rumpun baru pada 2019 berdasarkan SK No.693/KPTS/PK.230/M/9/2019. Ayam
IPB-D1 memiliki keunggulan berupa pertumbuhan yang cepat dan tahan terhadap
penyakit. Ayam IPB-D1memiliki performa pertumbuhan dan reproduksi yang
cepat dan mencapai bobot potong (jantan 1.18 ± 0.2 kg dan betina 1.04 ± 0.12 kg)
pada umur 10-12 minggu. Ayam IPB-D1 memiliki kemampuan dalam ketahanan
penyakit terhadap New Castle Disease (ND) atau Tetelo dan Salmonella Pulorum
(Sumantri dan Darwati 2017).

2.2 Free-range
Free-range merupakan sistem budidaya dengan mengumbar ayam di
padang pengembalaan. Sistem ini menjadi salah satu alternatif pemeliharaan
ternak dengan memerhatikan asas animal welfare. Penerapan animal welfare
membuat ternak dapat lebih leluasa bergerak dan mengekspresikan tingkah laku
alaminya sehingga dapat mengurangi stres (Kiswanto 2014). Pemeliharaan secara
free-range menekankan pada lingkungan pemeliharaan yang memberikan ayam
ruang gerak yang luas, tidak padat, bebas dari stres, mendapat banyak udara segar
dan sinar matahari. Pemeliharaan dengan sistem free-range memiliki keuntungan,
diantaranya yaitu memperoleh pakan tambahan alami (hijauan, serangga, dan
cacing) dan ayam bebas mengekspresikan tingkah laku alaminya. Adapun
kandang yang disediakan adalah untuk istirahat di malam hari serta tempat
berlindung dari cuaca dan pemangsa.

2.3 Foot Pad Dermatitis


Foot pad dermatitis merupakan salah satu indikator kesejahteraan ternak.
Foot pad dermatitis adalah kondisi yang ditandai dengan peradangan dan lesi pada
permukaan telapak kaki dan jari kaki ayam (Shepherd dan Fairchild 2010).
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya foot pad dermatitis diantaranya
yaitu, desain tempat minum, manajemen pemberian air minum, makanan, suhu
dan kelembaban kandang, jenis litter, pakan, dan kesehatan pencernaan ayam
(Amer 2020). Kondisi litter yang lembab meningkatkan peluang terjadinya FPD
(Hasibuan et al. 2021). Ada korelasi antara FPD dan kematian unggas akibat
infeksi kokus Gram-positif (Thofner et al. 2019).

2.4 Hock Burn


Hock burn merupakan kondisi dimana kulit pada bagian lutut ayam
mengalami perubahan warna menjadi cokelat hingga hitam. Penyebab terjadinya
hock burn sama seperti FPD, yaitu kelembaban alas kandang (EFSA 2010 dalam
Amer 2020). Hock burn menyebabkan ayam merasa kesakitan dan menghambat
pergerakan ayam sehingga ayam bergerak lebih lambat dari ayam dengan lutut
yang sehat.
4

2.5 Breast Blister


Kondisi kulit dada ayam adalah salah satu faktor penting yang
mempengaruhi nilai karkas. Breast blister merupakan kondisi kulit dibagian
tengah area dada ayam yang terlihat seperti lepuh yang menonjol, terdapat cairan
lengket, dan terkadang terjadi perubahan warna pada kulitnya. Kondisi tersebut
disebabkan oleh tekanan dan gesekan pada bagian dada ayam yang terjadi terus
menerus dan berkepanjangan (Miner dan Smart 1975). Jenis litter atau lantai
kandang mempengaruhi terjadinya breast blister (Zhao et al. 2009).

III METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian akan dilaksanakan selama dua bulan, yaitu bulan November-
Januari 2022. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapangan Unit Pendidikan
dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) Fakultas Peternakan IPB yang berlokasi
di Kampung Pasir Cabe, Singasari, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat 16830.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kandang koloni
berukuran 4 m x 6 m dengan sekat pemisah antara jantan dan betina dan
dilengkapi dengan umbaran berukuran 12 m x 12 m sebanyak tiga unit untuk
masing-masing jantan dan betina. Selanjutnya alat yang akan digunakan selama
pemeliharaan adalah tempat pakan, tempat minum, lampu, paranet, leg ring
number, alat tulis, dan laptop.
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ayam IPB-D1
berumur delapan minggu yang sudah diseleksi antara jantan dan betina. Ayam
yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 15 ekor ayam jantan dan 15
ekor ayam betina. Bahan lain yang digunakan adalah pakan, air minum, vitamin,
dan desinfektan.

3.3 Prosedur
3.3.1 Persiapan Kandang
Tahap awal penelitian dimulai dengan penyiapan kandang.
Kandang yang digunakan adalah kandang koloni berukuran 4 m x 6 m
dengan sekat pemisah antara jantan dan betina dan dilengkapi dengan
umbaran berukuran 12 m x 12 m sebanyak 3 unit untuk masing-masing
jantan dan betina. Kemudian dilakukan desinfeksi pada seluruh bagian
kandang. Setiap kandang dilengkapi dengan lampu, tempat pakan dan
tempat minum.
5

Gambar 1 Denah kandang dan umbaran

3.3.2 Pemeliharaan
Ayam IPB-D1 sebanyak 15 ekor jantan dan 15 ekor betina
dipelihara selama dua bulan sejak ayam umur 8-16 minggu. Ayam
dipelihara dengan cara diumbar dan dipisahkan antara jantan dan betina.
Pakan diberikan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari dengan
jumlah yang disesuaikan dengan umur ayam. Ayam umur delapan minggu
diberi pakan sebanyak 56 g ekor-1. Jumlah pakan yang diberikan bertambah
7 g setiap minggunya sampai ayam berumur sepuluh minggu. Ayam umur
10 sampai 16 minggu diberikan pakan sebanyak 70 g ekor-1. Air minum
diberikan ad libitum.

3.3.3 Pengamatan dan pengambilan data


Pengambilan data dilakukan pada hari pertama, minggu ke-12, dan
minggu ke-16 perlakuan. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah
cedera, meliputi luka pada telapak kaki, lutut dan dada. Penilaian FPD
mengacu pada Hocking et al. (2008).

Tabel 1 Penilaian foot pad dermatitis


Skor Keterangan
0 Normal, tidak ada luka dan alas kaki terasa lembut saat disentuh
1 Alas kaki terasa lebih keras dan kasar. Ada sedkit tonjolan di
bagian tengah telapak kaki
2 Terdapat tonjolan dan terdapat area nekrotsis hitam kurang dari
seperempat dari total luas alas kaki
3 Tonjolan pada alas kaki terlihat jelas dan membesar. Area
nekrosis meluas ke setengah dari alas kaki
4 Sama seperti skor 3, namun lebih dari setengah alas kaki
ditutupi nekrosis.
6

Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4


Gambar 2 Skor foot pad dermatitis

Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4


Gambar 3 Penilaian hock burn berdasarkan NEN Welfare Quality

Tabel 3 Penilaian breast blister (McWard dan Taylor 2000)


Skor keterangan
0 Tidak ada luka
1 luka kecil (luka pada dada ≤ 0.64 cm)
2 luka besar (luka pada dada > 0.64 cm)

3.4 Analisis Data


Analisis secara deskriptif digunakan untuk mengetahui rataan ( x̅ )
dan simpangan baku (sd), dan koefisien keragaman (KK). Rumus rataan,
simpangan baku, dan koefisien keragaman menurut Noor (2010) sebagai berikut:

sd
ƩXi
x̅ = (Ʃ(Xi−X)2)1/2 KK = x 100
n
sb = 𝑛−1 X̅

Keterangan:
x̅ = nilai rataan variabel;
sd = nilai simpangan baku;
x = nilai variabel;
KK = koefisien keragaman;
n = jumlah individu ayam.

Uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan rataan ( x̅ ) data


hasil pengukuran ayam jantan dengan ayam betina. Rumus uji t menurut Mattjik
dan Sumertajaya (2013) adalah sebagai berikut:
(2X̅ 1 − X2̅ 21)
t = [S1 + S2 ] ⁄2
n1 n2
7

keterangan:
X1 = Rataan ayam jantan

X2 = Rataan ayam betina

S1 = Simpangan baku ayam jantan

S2 = Simpangan baku ayam betina

n1 = Jumlah sampel ayam jantan

n2 = Jumlah sampel ayam betina

DAFTAR PUSTAKA

Amer MM. 2020. Review: footpad dermatitis (FPD) in chickens. Korean Journal
of Food & Health Convergence. 6(4):11-16.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2022. Total Produksi Daging Ayam Buras menurut
Provinsi. Jakarta: Badan Pusat Statistik Indonesia
Hasibuan AS, Mahfudz LD, Sarjana TA. 2021. Efek perbedaan dataran terhadap
kualitas litter closed ayam broiler. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 16(2):
171-179.
Hocking PM, Mayne RK, Else RW, French NA, Gatcliffe J. 2008. Standard
European footpad dermatitis scoring system for use in turkey processing
plants. World’s Poultry Science Journal. 64(3): 323-328. DOI:
10.1017/S0043933908000068.
HS Rahayu I, Darwati S, Mu’iz. 2019. Morfometrik ayam broiler dengan
pemeliharaan intensif dan akses free range di daerah tropis. Jurnal Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 7(2): 75-80.
Jin S, Fan X, Yang L, He T, Xu Y, Chen X, Liu P, Geng Z. 2019. Effects of
rearing systems on growth performance, carcass yield, meat quality,
lymphoid organ indices, and serum biochemistry of Wannan Yellow
chickens. Anim Sci J. 90:887–893.
Kaukone E, Norring M, Valros A. 2016. Effect of litter quality on foot pad
dermatitis, hock burns and breast blisters in broiler breeders during the
production period. Avian Pathology. 45(6): 667-673.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. Bogor: IPB-press.
McWard GW, Taylor DR. 2000. Acidified clay litter amandment. J. Appl. Poult
Res. 9:518–529.
Miner M, Smart R. 1975. Causes of enlarged sternal bursas (Breast Blisters). Avian
Diseases, 19(2): 246-256. DOI: 10.2307/1588978.
Noor RR. 2010. Genetika Ternak. Jakarta: Penebar Swadaya
Shepherd EM, Fairchild BD. 2010. Footpad dermatitis in poultry. Poultry Science.
89: 2043-2051.
Sumantri C, Darwati S. 2017. Perkembangan terkini riset ayam unggul IPB-D1.
Di dalam: Purnama IN, Rahmasari R, Silvia R, editor. Prosiding Seminar
Nasional Industri Peternakan; 2017 Nov 29-30; Bogor, Indonesia. Bogor:
8

Fakultas Peternakan IPB. hlm 3-7.


Thøfner ICN, Poulsen LL, Bisgaard M, Christensen H, Olsen RH, Christensen JP.
2019. Correlation between footpad lesions and systemic bacterial infections
in broiler breeders. Veterinary Research, 50(1): 1-5. doi:10.1186/s13567-
019-0657-8.
Yakubu A, Salako AE, Ige AO. 2007. Effects of genotype and housing system on
the laying performance of chickens in different seasons in the semi-humid
tropics. Int J Poult Sci. 6: 434-439.
Zhao FR, Geng AL, Li BM, Shi ZX, Zhao YZ. 2009. Effects of environmental
factors on breast blister incidence, growth performance, and some
biochemical indexes in broilers. JAPR. 18: 699-706.

Anda mungkin juga menyukai