ت ِ َونَعُو ُذ بِاهللِ ِم ْن ُشر ُْو ِر َأ ْنفُ ِسنَا َو ِم ْن َسيَِّئا،ُِإ َّن ْال َح ْم َد هَّلِل ِ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْستَ ِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغفِ ُره
ُي لَهُ َأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ هللا َ ض َّل لَهُ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَالَ هَا ِد ِ َم ْن يَ ْه ِد ِه هللاُ فَالَ ُم،َأ ْع َمالِنَا
َأ َّما بَ ْع ُد،.ُ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُه،ُك لَه
َ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي
ق تُقَاتِ ِهَّ يَا َأيُّها َ الَّ ِذي َْن َءا َمنُوا اتَّقُوا هللاَ َح.َّجي ِْم
ِ ان الر ِ َ اَ ُع ْو ُذ بِاهللِ ِم َن ال َّش ْيط:قال هللا تعالى
ْ يُصْ لِح.يَا َأيُّهَا الَّ ِذي َْن َءا َمنُوا اتَّقُوا هللاَ َوقُ ْولُ ْوا قَ ْوالً َس ِد ْيدًا .َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن ِإالَّ َوَأنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن
لَ ُك ْم َأ ْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغفِرْ لَ ُكم ُذنُ ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ِع هللاَ َو َرس ُْولَهُ فَقَ ْد فَا َز فَ ْو ًزا َع ِظ ْي ًما
Jamaah sholat Jumat yang berbahagia…
Alhamdulillah, atas nikmat dan karunia Allah pada siang hari ini kita masih dapat
berjumpa untuk bersama-sama mengerjakan ibadah sholat Jumat di hari yang sangat
mulia ini dibandingkan hari-hari biasa lainnya yaitu Hari Jumat. Salawat beserta salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, kepada
keluarganya dan sahabat-sahabatnya. Dan semoga kita termasuk umatnya yang
mendapatkan syafaat kelak di Yaumul Qiyamah.
Tujuh ayat dalam surat al-Ma’un ini menjelaskan tentang kriteria orang-orang yang Allah
sebut sebagai pendusta agama yaitu orang-orang yang menghardik anak yatim, orang
yang tidak memberi makan orang miskin, orang yang lalai dari sholatnya, orang yang
riya’, dan orang yang enggan tolong menolong.
Kata al-Māūn sendiri bermakna segala sesuatu yang bermanfaat yang mencakup hal-
hal kecil yang diperlukan orang dalam kehidupan sehari-hari, juga perbuatan baik
berupa pemberian bantuan kepada sesama manusia dalam hal-hal kecil. Bila diperluas
maknanya, al-Māūn berarti bantuan atau pertolongan dalam setiap kesulitan sehingga
surat ini banyak menggambarkan beberapa hal yang berkaitan dengan kepedulian
sosial.
Pada ayat dua disebutkan “yaitu orang yang menghardik anak yatim.” Allah menyebut
para penghardik anak yatim sebagai pendusta agama karena mereka telah
menghindarkan hak para anak yatim dengan enggan memberi mereka makan, enggan
menyantuni bahkan berkata kasar sampai mendzalimi. Padahal Islam menempatkan
anak yatim pada kedudukan yang mulia sampai-sampai di dalam al-Qur’an Allah
menyebutnya sebanyak 23 kali dalam berbagai konteks. Selain itu di dalam hadis
banyak pula dibahas tentang kedudukan dan keutamaan menyantuni anak yatim,
seperti sabda Nabi:
َ َوفَر، َوَأ َشا َر بِال َّسبَّابَ ِة َو ْال ُو ْسطَى.»َأنَا َو َكافِ ُل ْاليَتِ ِيم فِى ْال َجنَّ ِة هَ َك َذا
«َّج بَ ْينَهُ َما َش ْيًئا
“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini.”
Kemudian Nabi mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengahnya serta agak
merenggangkan keduanya. (HR. Bukhari)
Anak yatim adalah anak yang telah ditinggal mati oleh orangtuanya baik keduanya
ataupun salah satunya. Mereka kehilangan sosok pencari nafkah sedangkan mereka
sendiri masih terlalu belia untuk mengerti dan menjalani sebuah pekerjaan, kehilangan
sosok pelindung dan pengasih yang seharusnya membina mental dan spiritual di umur
semuda mereka.
Oleh karena kesulitan dan kesedihan yang menimpa mereka itulah Islam
memerintahkan kepada kaum muslimin agar menyantuni, membela dan melindungi
hak-hak anak yatim. Dengan menyantuni mereka maka secara tidak langsung kita akan
menjadi figur orang tua pengganti bagi mereka.
« قَا َل « فَ َم ْن تَبِ َع ِم ْن ُك ُم ْاليَوْ َم.ال َأبُو بَ ْك ٍر رضى هللا عنه َأنَا َ َم ْن َأصْ بَ َح ِم ْن ُك ُم ْاليَوْ َم
َ َ ق.» صاِئ ًما
ْ قَا َل « فَ َم ْن َأ. قَا َل َأبُو بَ ْك ٍر رضى هللا عنه َأنَا.» ًَجنَا َزة
قَا َل َأبُو بَ ْك ٍر.» ط َع َم ِم ْن ُك ُم ْاليَوْ َم ِم ْس ِكينًا
الَ َ فَق. قَا َل َأبُو بَ ْك ٍر رضى هللا عنه َأنَا.» قَا َل « فَ َم ْن عَا َد ِم ْن ُك ُم ْاليَوْ َم َم ِريضًا.رضى هللا عنه َأنَا
َ « َما اجْ تَ َم ْعنَ فِى ا ْم ِرٍئ ِإالَّ َد َخ َل ْال َجنَّة-صلى هللا عليه وسلم- ِ » َرسُو ُل هَّللا
“Siapakah di antara kalian yang pada hari ini berpuasa? Abu Bakar menjawab: Saya.
Beliau bertanya lagi: Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengiringi jenazah?
Abu Bakar menjawab: Saya. Nabi bertanya lagi: Siapakah di antara kalian yang hari ini
memberi makan orang miskin? Abu Bakar menjawab: Saya. Nabi bertanya lagi:
Siapakah di antara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit? Abu Bakar menjawab:
Saya. Maka Rasulullah pun bersabda: Tidaklah ciri-ciri itu terkumpul pada diri seseorang
melainkan dia pasti akan masuk surga.” (HR. Muslim)
Hadis di atas menjelaskan bahwa orang yang memberi maka orang miskin mendapat
jaminan masuk surga. Selain itu, di hadis lain disebutkan akan mendapat kamar khusus
dan istimewa di surga serta dapat memakan buah-buahan di dalamnya. Pahala besar
yang Allah janjikan kepada mereka yang dengan ikhlas menyisihkan hartanya untuk
memberi makan fakir miskin merupakan indikasi bagaimana Allah hendak mengajarkan
kepada hamba-Nya agar tidak lalai akan kondisi orang-orang lemah di lingkungan
sekitar yang membutuhkan bantuan dan uluran tangan.
Wahbah Zuhaili memaknai ayat ini dengan orang yang mencegah dari berbuat baik
terhadap saudaranya, tidak membantu saudara, dan mencegah orang untuk bersikap
baik terhadap saudaranya.
Sedangkan Ibnu Katsir menjelaskannya dengan “orang yang tidak baik ibadahnya
kepada makhluk-Nya, mereka tidak memberikan bantuan yang bermanfaat dan menolak
membayar zakat dan berinfak kepada kerabat.”
Allah juga tengah menyadarkan kita bahwa ibadah ritual kepada Allah tidak ada artinya
apabila tidak direfleksikan dalam wujud kesadaran kemanusiaan karena kebaikan
sesungguhnya merupakan perpaduan antara transendensi (keimanan) dan praksisi
gerakan. Maka teologi al-Ma’un dapat didefinisikan sebagai pemikiran berkenaan
dengan pelayanan terhadap masyarakat seperti menyantuni anak yatim dan menolong
fakir miskin.
ِ َواَل تَ َعا َونُوا َعلَى اِإْل ْث ِم َو ْال ُع ْد َو ۖ َوتَ َعا َونُوا َعلَى ْالبِرِّ َوالتَّ ْق َو ٰى
ان
“Saling tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa. Dan janganlah kalian
tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.” (Qs. Al-Maidah: 2)
Gaya hidup individualis yang berujung pada materialistis kini mulai merebak di tengah-
tengah masyarakat. Orang-orang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya untuk
kesenangan pribadi dan keluarga.
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Ia tidak boleh mendzaliminya
dan tidak boleh membiarkannya diganggu orang lain. Barangsiapa membantu
kebutuhan saudaranya maka Allah akan senantiasa menolongnya. Barangsiapa
meringankan kesulitan seorang muslim maka Allah akan melapangkan baginya dari
salah satu kesempitan di Hari Kiamat. Dan barangsiapa menutup aib seorang muslim
maka Allah akan menutup aibnya pada Hari Kiamat.” (HR. Bukhari).
Demikianlah khutbah pertama ini. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan
taufiq-Nya. Aminn..
َأقُ ْو ُل قَ ْولِي هَ َذا َوا ْستَ ْغفِ ُر هللاَ لِي َولَ ُك ْم َولِ َساِئ ِر ال ُم ْسلِ ِمي َْن ِإنَّهُ هُ َو ال َس ِم ْي ُع ال َعلِ ْي ُم
Khutbah Kedua
اف اَأل ْنبِيَا ِء َوالمرْ َسلِي َْن نَبِيِّنَا ُم َح َّم ٍد
ِ صالَةُ َوال َّسالَ ُم َعلَى َأ ْش َر
َّ الح ْم ُد هللِ َربِّ ال َعال ِمي َْن َوال
َ
صحْ بِ ِه َأجْ َم ِعي َْن
َ َو َعلَى آلِ ِه َو
Jamaah sholat Jumat yang berbahagia…
Terdapat empat poin penting yang dapat disimpulkan dari Surat al-Maun yaitu:
Perintah untuk berbuat kebaikan kepada sesama manusia terutama terhadap anak
yatim dan fakir miskin
Pelanggaran terhadap empat poin di atas disebut sebagai pendusta agama yang
dibenci oleh Allah. Semoga kita tidak termasuk golongan ini sehingga mari kita
tingkatkan kepeduliaan dan kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Selain
mengharapkan ridha dari Allah, berbagi kepada sesama dapat meningkatkan rasa
syukur kepada Allah dan mengeratkan tali persaudaraan.
تَ ْسلِ ْي ًما صلُّ ْوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُم ْواَ يَا َأيُّها َ الَّ ِذي َْن َءا َمنُ ْوا،ص ُّل ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي َ ُِإ َّن هللاَ َو َمالَِئ َكتَهُ ي.
َ َّ ِإن،ْت َعلَى ِإب َْرا ِه ْي َم َو َعلَى آ ِل ِإب َْرا ِه ْي َم
ك َ صلَّيَ ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما َ اَللَّهُ َّم
ت َعلَى ِإب َْرا ِه ْي َم َو َعلَى آ ِل َ آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَا َر ْكِ ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى ِ َ َوب.َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد
ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد َ َّ ِإن،ِإ ْب َرا ِه ْي َم.
كَ َّ ِإن،ت ِ ت اَْألحْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم َواَْأل ْم َوا ِ ^ َو ْال ُمْؤ ِمنِي َْن َو ْال ُمْؤ ِمنَا،ت
ِ اَللَّهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْسلِ ِمي َْن َو ْال ُم ْسلِ َما
ِ َس ِم ْي ٌع قَ ِريْبٌ ُم ِجيْبُ ال ّد َع َوا.
ت
ين آ َمنُوا َ ان َواَل تَجْ َعلْ فِي قُلُوبِنَا ِغاّل ً لِّلَّ ِذ ِ ين َسبَقُونَا بِاِإْل ي َمَ َربَّنَا ا ْغفِرْ لَنَا َوِإِل ْخ َوانِنَا الَّ ِذ
َّحي ٌم
ِ وف ر ٌ ك َرُؤ َ َّ َربَّنَا ِإن.
ين
َ اس ِرِ َربَّنَا ظَلَ ْمنَا َأنفُ َسنَا َوِإن لَّ ْم تَ ْغفِرْ لَنَا َوتَرْ َح ْمنَا لَنَ ُكونَ َّن ِم َن ْال َخ.
ف قُلُوبَنَا َعلَى ْ ِّصر َ ب ِ ف ْالقُلُو َ ِّصر َ اللَّهُ َّم ُم،ك َ ِِّت قَ ْلبِى َعلَى ِدين ْ ^ ثَب،ب ِ ب ْالقُلُو َ ِّيَا ُمقَل
ك َ ِطَا َعت.
ِ ّاب الن
ار َ َربَنَا َءاتِنَا فِي ال ّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِي اَْأل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ.
َ صلى هللا و َسلم َعلَى ُم َحمد تسلي ًما َكث ْيرًا وآخر َد ْع َوانَا َو ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِم
ين َ َو.