Shalat jum’at mengajarkan umat Islam untuk taat prosedur, karena pelaksanaan shalat
jumat tidak boleh dilaksanakan sebelum azan di waktu zhuhur dan tidak boleh pula saat
atau setelah masuk waktu ashar. Dalam pelaksanaan shalat, makmum harus berniat
mengikut imam dan imam berniat menjadi imam.
Sudah jamak diketahui, bahwa khutbah jumat menjadi syarat sahnya shalat jumat. Jika
tidak ada khutbah, maka shalat jum’atnya tidak sah dilaksanakan. Demikian halnya
khatib, ia harus dalam kondisi suci dari hadas besar dan hadas kecil. Andaikata ia
berhadas, maka ia harus turun dan khutbah dilanjutkan oleh jama’ah.
Karena itu, kejujuran imam di dalam pelaksanaan khutbah menjadi hal yang vital. Jika
khatib ‘cuek’ saat ia berhadas, maka ia yang akan menanggung dosa seluruh jamaahnya.
Karena para jamaah otomatis tidak melaksanakan shalat jumat. Karena khutbah adalah
menjadi syarat bolehnya pelaksanaan shalat jumat.
Kebesaran hati jamaah dan imam untuk menerima nasehat menjadi bagian penting.
Demikian halnya dalam pelaksanaan shalat jumat sendiri. Imam harus ikhlas menerima
pemberitahuan jamaah jika terdapat kekhilafan.
Selain itu, maanfat shalat jumat yang bersifat kebersamaan adalah, menjadi sarana untuk
mendoakan sudara sesama muslim. Karena di dalam doa khutbah kedua, imam harus
membaca doa untuk memohon keampunan bagi saudara sesama muslim, baik yang masih
hidup atau yang sudah meninggal. Sedangkan para jamaah mengaminkannya.
MAPEL : Pendidikan Agama Islam
KELAS : VII (Tujuh)
Nama : Ferris Geovanni Wijaya
1. Buatlah teks khutbah Jum’at dengan ringkas, benar dan jelas. Maksimal 2 lembar dengan
melihat ketentuan rukun khutbah !
Bersyukur
َو َم ْن، َم ْن َيْهِدِه ُهللا َفاَل ُمِض َّل َلُه، َو َنُعوُذ ِباِهلل ِم ْن ُش ُروِر َأْنُفِس َنا َوِم ْن َس ِّيَئاِت َأْع َم اِلَنا،إَّن الـَحْم َد ِهّلِل َنـْح َم ُد ُه َو َنْسَتِع ْيُنُه َو َنْسَتْغ ِفُر ُه
َو َأْش َهُد َأن َّال ِإَلَه ِإَّال هللا َو ْح َد ُه اَل َش ِر ْيَك َلُه َو َأْش َهُد َأَّن ُم ـَحَّم دًا َع ْبُد ُه َو َر ُسوُله،ُيْض ِلْل َفاَل َهاِدَي َلُه
َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَّتُقوا َهَّللا َح َّق ُتَقاِتِه َو اَل َتُم وُتَّن ِإاَّل َو َأْنُتْم ُم ْس ِلُم وَن،قال هللا تعالى فى كتابه الكريم
َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَّتُقوا َهَّللا َو ُقوُلوا َقْو اًل َسِد يًدا،وقال تعالى
ُيْص ِلْح َلُك ْم َأْع َم اَلُك ْم َو َيْغ ِفْر َلُك ْم ُذ ُنوَبُك ْم َو َم ْن ُيِط ِع َهَّللا َو َر ُسوَلُه َفَقْد َفاَز َفْو ًز ا َع ِظ يًم ا
ُك ُأل
َو َّل، َو َشَّر ا ُم وِر ُم ْح َد َثاُتَها، َو َأْح َس َن اْلَهْد ِي َهْد ُي ُمَحَّمٍد َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َم، فِإَّن َأَص َدَق اْلَحِد يِث ِكَتاُب ِهَّللا،َأَّم ا َبْعُد
َّل
َو ُك َّل َض الَلٍة ِفي الَّناِر، َو ُك َّل ِبْد َعٍة َض الَلٌة، ُم ْح َد َثٍة ِبْد َع ٌة
Ummatal Islam,
“…Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba[34]: 13)
Allah juga memuji Nabi Nuh, karena ia termasuk hamba Allah yang bersyukur. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berjanji untuk memberikan tambahan kepada orang-orang yang
bersyukur. Allah berfirman:
…٧﴿ ﴾َلِئن َشَكْر ُتْم َأَلِزيَد َّنُك ْم ۖ َو َلِئن َكَفْر ُتْم ِإَّن َع َذ اِبي َلَش ِد يٌد
“…Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan
jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS.
Ibrahim[14]: 7)
Semakin banyak nikmat, semakin banyak harta yang Allah berikan kepada seorang hamba,
bukan menjadikan dia semakin dekat dan bertaqarrub kepada Allah. Akan tetapi semakin
menjadikan dia kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bersombong, karena ia merasa memiliki harta yang banyak. Ujub dengan kekayaannya dan
hartanya, dengan pakaiannya yang mewah. Seperti si Qorun yang ia keluar kepada kaumnya
dengan perhiasannya dan ia merasa sombong dengannya. Ia menganggap bahwasannya
kekayaan itu semua hasil jerih payahnya. Tanpa sama sekali menisbatkan kepada Allah
pemberi kenikmatan tersebut.
Oleh karena itulah, berapa banyak kenikmatan-kenikmatan tersebut seringkali membuat kita
lupa kepada Allah. Cobalah kita renungkan dalam kehidupan kita. Allah memberikan kepada
kita nikmat-nikmat yang banyak. Berupa nikmat pakaian, demikian pula nikmat makanan,
nikmat tempat tinggal, demikian pula nikmat kendaraan, terutama nikmat ketika kita bisa
berhubungan dengan manusia berupa handphone. Demikian pula alat-alat komunikasi yang
lainnya.
Semua itu adalah nikmat yang Allah berikan kepada kita. Tapi entah kenapa kamudian
diantara kita lebih disibukkan dengan WhatsApp, lebih disibukkan dengan Facebook, lebih
disibukkan dengan alat-alat tersebut daripada berdzikir kepada Allah, lebih disibukkan dari
membaca Al-Qur’anul Karim, lebih disibukkan daripada berdzikir kepada Allah.
Rukun yang pertama, mengakui dengan hati kita bahwasannya nikmat ini adalah dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Tidak seperti sebagaimana seseorang yang sombong yang
menganggap bahwasannya kenikmatan tersebut hasil dari pada jerih payahnya, karena
kecerdasannya, karena keterampilannya, karena kemampuannya dalam berbisnis sehingga dia
tidak menisbatkan itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka seorang yang mengakui bahwasanya nikmat ini semua dari Allah dan semua itu diberi
oleh Allah, maka ia telah mensukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rukun yang kedua, ia mengucapkan dengan lisannya puji dan syukur kepada Allah. Karena
sesungguhnya ia tahu dan yakin bahwasannya satu-satunya yang memberikan kenikmatan
hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan atasannya, bukan pula siapa-siapa, dia yakin
dengan seyakin-yakinnya bahwa pemberi rezeki hanyalah Allah. Maka ia memuji Allah, ia
puji Allah atas seluruh kenikmatan-kenikmatan yang Allah berikan kepadanya.
Adapun rukun yang ketiga kata Ibnul Qayyim yaitu menggunakan nikmat-nikmat tersebut
untuk mentaati Allah. Kita gunakan HP kita untuk mentaati Allah, kita gunakan kendaraan
kita untuk menaati Allah, bahkan panca indra kita yang merupakan nikmat yang besar, kita
gunakan mata kita untuk melihat apa yang Allah ridhai, kita gunakan telinga kita untuk
mendengarkan apa yang Allah cintai, kita gunakan hati kita untuk memahami ayat-ayatNya,
kita gunakan akal yang berikan untuk memahami ayat-ayat Allah yang Allah turunkan
kepada kita. Bukan untuk menentang ayat-ayatNya.
Siapa yang menggunakan seluruh kenikmatan tersebut saudaraku, sungguh ketika ia gunakan
dalam kebaikan dan ketaatan, ketika ia gunakan dalam perkara yang diridhai oleh Ar-
Rahman, maka sungguh ia telah mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ummatal Islam,
Dahulu Salafush Shalih dengan diberikan banyak kenikmatan, mereka menjadi ketakutan.
Mereka takut sekali dengan hisab pada hari kiamat. Mereka sangat takut sekali, semua
kenikmatan yang diberikan kepada mereka akan dipertanyakan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Mereka takut dengan jawaban apa yang harus mereka lakukan.
Maka dari itu Salafush Shalih, ketika mereka diberikan oleh kenikmatan-kenikmatan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala, segera mereka infaqkan, segera mereka gunakan untuk ketaatan,
bahkan semakin mereka mencintai suatu harta semakin mereka malah menginfakkannya. Hal
ini karena mereka ingin mendapatkan keutamaan yang besar yang disebutkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala:
“Kalian tidak akan sampai kepada kebajikan, sampai kalian menginfakkan apa yang kalian
cintai…” (QS. Ali-Imran[3]: 92)
Maka dari itulah saudaraku sekalian, setiap kita wajib merenungi tentang harta, tentang
karunia, tentang kenikmatan yang Allah berikan kepada kita. Sudah untuk apa kita lakukan?
Sebelum dihari kiamat Allah tanya kita, tanyakanlah di dunia ini kepada diri kita sendiri.
وأشهد أن ال إله إال هللا وحده ال شريك، نبينا محمد و آله وصحبه ومن وااله،الحمد هلل والصالة والسالم على رسول هللا
وأشهد أَّن محّم دًا عبده ورسولُه،له
Ummatal Islam,
Orang yang bersyukur tak akan tertipu dengan banyaknya amal. Banyak diantara kita ketika
kita merasa telah banyak beramal, kita merasa sudah menjadi orang yang bersyukur.
Sementara kita melihat bagaimana Rasulullah dan para Sahabatnya, diberikan oleh Allah
kenikmatan-kenikmatan yang luar biasa dalam perkara dunia maupun agama. Terutama
urusan akhiratnya.
Ini dia Rasulullah, semalam suntuk beliau shalat dan beliau perpanjang shalatnya sampai-
sampai kakinya bengkak. Kemudian ditanya oleh istrinya, “kenapa engkau lakukan itu ya
Rasulullah? Sementara Allah mengampuni dosamu yang telah lalu maupun yang akan
datang” Maka Rasulullah bersabda:
“Wahai Aisyah, bukankah semestinya aku menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Subhanallah..
Rasulullah tidak tertipu dengan janji Allah kepadanya berupa telah diampuni dosanya yang
lalu maupun yang akan datang. Bahkan Rasulullah tidak tertipu dengan janji surga Allah
untuknya. Justru semua itu menjadikan beliau semakin dekat kepada Allah.
Lihatlah para Sahabat yang telah dijamin masuk surga, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali,
Rasulullah telah menyatakan bahwa mereka semua di surga. Apakah mereka tertipu dengan
janji-janji itu semuanya? Ataukah mereka semakin bertaqarrub kepada Allah sebagai rasa
syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka orang yang bersyukur tak akan tertipu dengan banyaknya amal. Karena ia tidak tahu
berapa amal yang akan diterima disisi Allah. Dia tidak tahu dan bahkan khawatir kalau
ternyata Allah jadikan hatinya berpaling dari amalan shalih. Ia dipalingkan karena cintanya
kepada dunia, karena ternyata harapannya kepada dunia naudzubillah.
َالَّلُهَّم َص ِّل َع َلى ُمَحَّمٍد َو َع َلى آِل ُمَحَّمٍد َك َم ا َص َّلْيَت َع َلى ِإْبَر اِهْيَم َو َع َلى آِل ِإْبَر اِهْيَم ِ ،إَّنَك َحِم ْيٌد َمِج ْيٌد َ .و َباِر ْك َع َلى ُمَحَّمٍد َو َع َلى
آِل ُمَحَّمٍد َك َم ا َباَر ْك َت َع َلى ِإْبَر اِهْيَم َو َع َلى آِل ِإْبَر اِهْيَم ِ ،إَّنَك َحِم ْيٌد َمِج ْيٌد
اللُهَّم اْغ ِفْر ِلْلُم ْس ِلِم ْيَن َو المْس ِلَم اِت َو المْؤ ِمِنْيَن َو المْؤ ِم َناِت اَألْح َياِء ِم ْنُهْم َو اَألْم َو اِت
اللُهَّم اْج َع لَنا ِم ن الَّتَّواِبين
اللُهَّم اْج َع لَنا ِم ن المَّتِقين
اللُهَّم َو ُتْب َع َلْيَنا ِاَّنَك َاْنَت الَّتواُب الَّر ِح يم
اللُهَّم آِتَنا ِفي الُّد ْنَيا َح َس َنًة َوِفي اآلِخَر ِة َحَس َوِق َع َب ِر
اَّنلا ا َذ َنا ًةَن
:عباد هللا
ِإَّن الَّلـَه َيْأُم ُر ِباْلَع ْد ِل َو اِإْل ْح َس اِن َو ِإيَتاِء ِذ ي اْلُقْر َبٰى َو َيْنَهٰى َع ِن اْلَفْح َش اِء َو اْلُم نَك ِر َو اْلَبْغ ِي ۚ َيِع ُظُك ْم َلَع َّلُك ْم َتَذَّك ُروَن ﴿٩٠
َ.فاْذ ُك ُروا هللا الَعِظ ْيَم َيْذ ُك ْر ُك مَ ،و اْشُك ُروُه َع َلى ِنَعِمِه َيِزْد ُك م ،ولِذ كُر هللا أكَبر
2. Buatlah tatacara melaksanakan shalat jum’at !
2. Adzan kedua
4. Iqamah
5. Rakaat pertama
6. Niat, dalam niat ini tentu saja berbeda niat antar imam dan juga makmum. Dan berikut
niat yang bisa kamu lafadzkan jika sebagai imam.
Artinya: “Aku niat sholat Jumat dua rakaat sebagai imam karena Allah Ta’ala”
Namun apabila kamu sebagai makmum dalam sholat jumat berikut ini lafadz yang bisa
kamu baca.
Artinya: “Aku niat sholat Jumat dua rakaat sebagai makmum karena Allah Ta’ala”
9. Membaca suratan pendek yang ada di Al-Quran. Akan tetapi kamu di sunnahkan untuk
membaca surat Al-A’la
17. Membaca suratan pendek dari al-quran, dan untuk rakaat kedua ini disunnahkan untuk
membaca Al Ghatsiyah
24. Salam.