Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

FUTUR DALAM DAKWAH

Mata Kuliah : Fiqih Da’wah

Dosen : Ustadz.

Disusun oleh :

Dinda

Hunafa Muslich

Nadya Alifah Maulidiyah

Putri Amelia

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

STAIS ASY-SYUKRIYYAH TANGERANG

2022/2023
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Futur
Para ahli bahasa mendefinisikan futur dengan definisi yang beragam, namun berdekatan
makna. Definisi definisi itu saling melengkapi dan saling menjelaskan. dalam bahasa Arab,
kata futur antara lain dapat bermakna:
a. terputus setelah terus menerus, atau diam setelah bergerak;
b. sikap malas, lamban, dan santai setelah sebelumnya giat dan bersungguh-sungguh.

Dalam kitab Lisanul-Arab (Ibnu Manzuur 5/43), Kata fatara mengandung pengertian:
'sikap berdiam diri setelah sebelum- nya bergiat' atau 'melemah setelah sebelumnya kuat'.

Sedangkan dari sudut istilah, futur ialah suatu penyakit hati (rohani) yang menyerang
para ahli ibadah, para juru da’wah dan para penuntut ilmu. Jika sudah terserang seseorang
menjadi lemah, lamban, dan malas. Bahkan bisa jadi akan putus setelah sebelumnya
bersungguh sungguh, punya semangat dan rajin. Penyakit rohani ini kerap menjangkiti para
aktivis dakwah atau mereka yang menggeluti jalan jihad fi sabilillah.

Ayat Al-Qur'an yang menunjukkan arti futuur antara lain,

ِ ْ‫ت َوٱَأْلر‬
َ‫ض ۚ َو َم ْن ِعن َدهۥُ اَل يَ ْستَ ْكبِرُونَ ع َْن ِعبَا َدتِ ِهۦ َواَل يَ ْستَحْ ِسرُون‬ ِ ‫َولَ ۥهُ َمن فِى ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬

Dan kepunyaan-Nyalah segala yang ada di langit. Dan bumi dan malaikat yang ada di "
sisi-Nya, mereka tidak mempunyai rasa angkuh untuk beribadah kepada-Nya dan tiada
(pula) merasa letih." (QS al- Anbiya': 19)

Maksudnya, para malaikat senantiasa tetap dalam keadaan beribadah terus


menerus, menyucikan Allah dari seluruh sifat yang tidak layak dengan kekuasaan-Nya.
Mereka bershalawat dan berdzikir kepada Allah sepanjang malam dan siang, tanpa merasa
letih dan bosan. (Shafwatut-Tafaasiir, ash-Shabuni, 1/257-258)

Orang orang yang terserang penyakit ini ada tiga golongan:

a. Golongan yang setalah futur mereka terputus dari amalnya sama sekali. Ada
banyak orang yang masuk golongan ini
b. Golongan yang terus dalam keadaan lemah dan lamban, namun tidak sampai
terputus dari amalnya. Kebanykan orang orang yang futur masuk golongan ini.
c. Golongan yang setelah futur mereka kembali lagi ke amalnya seperti sedia
kala. Yang masuk golongan ini sedikit sekali.

B. Faktor-Faktor Penyebab Futur


1. Sikap Ekstrim atau Terlalu Berlebihan dalam Menjalankan Aturan Agama.

Terlalu berlebihan atau memaksakan diri dalam melakukan dakwah atau amaliyah ibadah
tanpa mempertimbangan situasi dan kondisi diri, baik fisik, kesehatan, maupun psikis akan
me rupakan salah satu pemicu munculnya penyakit futuur ini. Hal ini sesungguhnya sangat
wajar terjadi, karena manusia me- miliki kemampuan, baik fisik, kesehatan maupun psikis
yang terbatas.1 Oleh karena itu, ajaran Islam sangat memperhatikan masalah pentingnya
kita menjaga keseimbangan dan begitu tegas melarang sikap ghuluw (ekstrem), tanattu
(melampaui batas), dan tasydiid (terlalu keras) dalam beragama, sebagai- mana sabda
Rasulullah saw.,

)‫ك َم ْن قَ ْبلَ ُك ْم بِ ْال ُغلُ ِّو فِي الدِّي ِن (أخرجه أحمد‬


َ َ‫ فَِإنَّ َما هَل‬، ‫ِإيَّا ُك ْم َو ْال ُغلُ َّو فِي الدِّي ِن‬

"Jauhilah sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam beragama, karena sesungguhnya orang-


orang sebelum kamu telah binasa akibat sikap itu." (HR. Ahmad)

Beberapa sabda beliau lainnya yang juga menyitir masalah ter- sebut yakni,
"Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan, binasalah orang- orang yang berlebih-lebihan,
dan binasalah orang-orang yang ber-lebih-lebihan. Yaitu orang yang terlalu memberatkan diri
dan melanggar batas dalam berbicara dan berbuat". (HR Muslim)

ِ ‫ وال~ ِّديَا َرا‬،‫الص~ َوا ِم ِع‬


-‫ت‬ َ ~‫ فَتِ ْل‬، ‫ فَِإ َّن قَوْ ما ً َش َّددُواعلى اَ ْنفُ ِس~ ِه ْم فَ ُش~ ِّد َد َعلَ ْي ِه ْم‬، ‫ فَيُ َش َّد ُد َعلَ ْي ُك ْم‬، ‫اَل تُ َش ِّد ُدوْ ا َعلَى اَ ْنفُ ِس ُك ْم‬
َّ ‫ك بَقَايَ~اهُ ْم فِي‬
(‫َر ْهبانِيَّةً ابتَ َدعُوهَا َما كتبنا َعلَ ْي ِه ْم (أخرجه أبو داود‬

"Janganlah terlalu memberatkan dirimu, karena kamu pasti akan dipersulit olehnya.
Sungguh, sekelompok manusia telah terlalu mem-beratkan dirinya dan dipersulit oleh
perbuatannya sendiri. Lihatlah sisa-sisa mereka yang ada di gereja dan biara-biara.
Merekalah rahib - rahib (yang mengurung diri dalam biara, tidak bersuami, dan beristri)

1
Sayyid M Nuh, Penyebab Gagalnya Dakwah (Jakarta: Gema Insani press, 2016), hal. 17.
yang mengada-ada. Padahal Kami (Allah) tidak mewajibkan kepada mereka, tetapi mereka
sendirilah yang mengada-ada." (HR Abu Daud)

(‫) أخرجه البخاري‬.....ُ‫ َولَ ْن يُ َشا َّد ال ِّدينَ إاَّل غلبـَه‬،ٌ‫اِ َّن ال ِّدينَ يُ ْسر‬

"Agama itu mudah, dan tidaklah seseorang itu mempersulitnya kecuali akan dikalahkan
olehnya." (HR. Bukhari)

Anas bin Malik ra. meriwayatkan bahwa pernah datang sekelompok sahabat ke rumah
para istri Rasulullah saw. Untuk menanyakan perihal ibadah yang beliau lakukan ketika
beliau sedang berada di dalam rumah para istrinya. Setelah mereka diberi tahu oleh para istri
Rasulullah, mereka lalu menyadari, betapa sedikitnya, baik kualitas maupun kuantitas, ibadah
yang mereka lakukan selama ini jika dibandingkan dengan ibadah yang dilakukan oleh
Rasulullah. Padahal mereka mengetahui bahwa Rasulullah adalah seorang nabi dan rasul
yang telah mendapatkan jaminan ampunan dari Allah dari segala dosa, baik yang terdahulu
maupun yang akan datang. Setelah itu, lalu salah seorang dari mereka berkata, "Saya akan
shalat sepanjang malam". Kemudian salah seorang lainnya berkata, "Saya akan puasa
selamanya dan tidak berbuka." Dan yang lainnya lagi berkata, "Saya akan menjauhi wanita
dan tidak akan kawin selamanya". Beberapa saat kemudian Rasullulah datang dan menjumpai
mereka. Lalu beliau bersabda,

، ‫ َوَأتَ~~زَ َّو ُج النِّ َس~ا َء‬، ‫ َوَأص~~لي َوَأرْ قُ~ ُد‬، ‫ص~و ُم َوُأ ْف ِط~ ُر‬
ُ ‫ لَ ِكنَّنِي َأ‬، ُ‫ واَ ْتقَا ُك ْم لَه‬، ِ ‫اَ ْنتُ ْم الذين قُ ْلتُ ْم كذا وكذا؟ َأ َما َوهَّللا ِ ِإنِّي َأَل ْخ َشا ُك ْم هلِل‬
(‫ب عن سُنتِي فَلَيْس ِمنِّي (متفق عليه‬
َ ‫فَ َم ْن َر ِغ‬

"Kaliankah yang mengatakan begini dan begitu? Demi Allah, sesungguhnya saya adalah
orang yang lebih takut kepada Allah dibandingkan dengan kalian, bahkan saya lebih
bertakwa. Akan tetapi,saya berpuasa dan berbuka, saya shalat dan tidur, dan saya juga
kawin. Barangsiapa yang mengabaikan sunnahku maka ia bukan dari go-longanku."
(Muttafaq 'alaih)

Ummul-Mukminin, Aisyah ra, meriwayatkan bahwasanya suatu hari, saat dirinya sedang
bersama seorang wanita, Rasulullah mendatanginya, lantas beliau bertanya, "Siapakah wanita
ini?" Aisyah menjawab, "Ini adalah fulanah yang dikenal karena banyak ibadahnya."
Mendengar penjelasan istrinya itu lalu beliau bersabda,

‫احبُهُ َعلَ ْي ِه‬


ِ ‫ص‬َ ‫ وكان َأ َحبُّ الدِّي ِن َما دَا َو َم‬،‫ فَ َوهَّللا ِ ال يَ َملُّ هللا حتى ت َملُّوا‬، َ‫َمه َعلَ ْي ُك ْم بِ َما تُ ِطيقُون‬
"Lakukanlah amal itu sebatas kesanggupanmu. Sesungguhnya Allah tidak akan bosan
sehingga kalian merasa bosan, dan sesungguh- nya amal yang paling disukai Allah ialah
amal yang dikerjakan terus- menerus sekalipun sedikit." (Muttafaq 'alaih)

Hal yang sama juga disinggung oleh Ibnu Abbas ra.. Dia meriwayatkan bahwasanya ada
seorang wanita yang senantiasa melakukan puasa pada siang hari dan shalat pada malam
hari,sehingga dia dikenal sebagai wanita ahli ibadah. Mendengar hal itu Rasulullah saw. lalu
bersabda,

ْ ‫ َو َم ْن َك~ان‬، ‫َت فترتُهُ إلى س~نَّتِي فق~ ِد ا ْهتَ~دَى‬


ِ ~‫َت فتَ َرتُ~هُ ِإلَى َغ ْي‬
‫~ر ذل~ك فق~~د ض~ َّل‬ ْ ‫ فَ َم ْن َكـان‬، ‫ َولِ ُكل ِش َر ٍة فترة‬، ً‫اَ َّن لِ ُك ِّل َع َم ٍل ِش َرة‬
)‫(اخرجه البزار‬

"Setiap amal adakalanya dikerjakan dengan penuh semangat dan adakalanya dikerjakan
dengan penuh keletihan. Barangsiapa yang pada waktu letihnya tetap mengikuti sunnah-
sunnahku, niscaya ia akan tetap dalam petunjuk-Nya. Sebaliknya, barangsiapa pada masa
letihnya tidak mengikuti sunnah-sunnahku, maka ia akan tersesat." (H.R. al-Bazzar)

2. Melampaui Batas Kewajaran dalam Melakukan Hal-hal yang Mubah atau Dibolehkan

Sikap dan pola hidup terlalu mengumbar diri terhadap hal- hal yang mubah, seperti
makan-minum, tidur, beraktivitas seksual, akan dapat mengakibatkan tubuh kita tumbuh
gemuk tidak terkendali serta kehidupan kita dimonopoli atau dijajah oleh persoalan-persoalan
syahwati belaka, dan pada pada gilir- annya akan mengakibatkan timbulnya rasa segan, malas
dan santai, dan terputusnya rutinitas suatu amal alias futuur ini.

Inilah agaknya salah satu hikmah yang tersimpan di balik larangan dan peringatan Allah
dan Rasul-Nya agar kita senantiasa menjauhkan diri dari sikap-sikap yang berlebihan,
sekalipun terhadap hal-hal yang diperbolehkan. Firman-Nya,

"Wahai anak Adam, kenakanlah perhiasanmu pada setiap (memasuki) masjid, serta makan
dan minumlah, namun janganlah berlebih-lebihan, karena sesungguhnya Dia (Allah) tidak
menyukai sesuatu yang berlebihan." (al-A'raaf:31)

Sedangkan sabda Rasulullah saw.,


ْ َ‫ما َ مأل ابنُ آدم وعا ًء شرَّا ِمن ب‬
)‫ (اَخرجه الترميزي‬... ‫طنِ ِه‬

"Seorang anak Adam tidak mengisi suatu wadah yang lebih buruk daripada perutnya." (HR
Turmudzi)

Para Salafush-shalih juga memperingatkan bahaya dan akibat-akibat yang dapat


ditimbulkan dari sikap berlebih-lebihan terhadap hal-hal mubah ini. Ummul-Mukminin
Aisyah ra. berkata, "Musibah pertama yang akan menimpa umat ini sepeninggal Nabinya
adalah rasa kenyang. Sesungguhnya suatu kaum mana-kala perutnya kenyang maka akan
gemuk badannya, lemah kemauannya, dan syahwatnya akan sulit dikendalikan" (at-Targiib
wa at-tarhiib, al-Munziri).

Sedangkan Umar bin Khattab r.a. berkata,

ْ َ‫ َو َعلَ ْي ُك ْم بِ ْالق‬، ‫الص ~ال ِة‬


ُ‫ص ~ ِد فِ ْي ِهم~~ا ؛ فَِإنَّه‬ َّ ‫ ُم َك ِس ~لَةٌ َع ِن‬، ‫ ُم َو ِّرثَةٌ لِل َّسقَ ِم‬، ‫ فَِإنَّهَا ُم ْف ِسدةٌ لِ ْل َج َس ِد‬، ‫ب‬
ِ ‫ِإيَّا ُك ْم والبطنة في الطَّ َع ِام وال َّش َرا‬
ِ ‫ َوَأ ْب َع ُ~د ِمنَ ال َّس َر‬، ‫َأصْ لَ ُح لِ ْل َح َس ِد‬
َ َ‫ف َوِإ َّن هللا تعالى لِيَ ْبغَضُ الحير ال َّس ِمينَ وَِإ َّن ال َّر ُج َل لَن يَ ْهل‬
‫ك حتى يُؤثِ َر َش ْه َوتَهُ على دينِ ِه‬

"Jauhilah olehmu rasa kenyang dalam makan dan minum, karena sesungguhnya hal itu
adalah perusak tubuh, melahirkan penyakit, serta akan menyebabkan rasa malas melakukan
shalat. Hendaklah kalian seimbang dalam melakukan keduanya (makan dan minum), karena
hal itu adalah lebih baik bagi tubuh dan jauh dari sikap berlebih - lebihan. Allah SWT
membenci kegemukan, dan seseorang tidak akan celaka kecuali bila agamanya telah
dipengaruhi oleh syahwatnya" (Kanzu al-Ummaal, Alaa'uddiin).

Kemudian Abu Sulaiman ad-Darani berkata,

‫ظ َّن َأ َّن‬
َ ‫َألنَّهُ ِإ َذا َش ~بِ َع‬-‫~ق‬
ِ ~‫وحرْ مانُ ال َّشفَقَ ِة على الخَ ْل‬ ِ ‫ وتَ َع ُّذ ُر ِح ْف ِظ‬، ‫ فَ ْق ُد َحاَل َو ِة ْال ُمنَا َجا ِة‬: ‫ت‬
ِ ،‫الح ْك َم ِة‬ ُّ ‫َم ْن َش ْب َع َد َخ َل َعلَ ْي ِه ِس‬
ٍ ‫ـت آفَا‬
ِ ~‫ َوَأ َّن َساِئ َر ْال ُمْؤ ِمنِينَ يَدُورُونَ َح~ وْ َل ْال َم َس‬، ‫ت‬
‫ والش~~با َع يَ~دُورُونَ َح~ وْ َل‬، ‫اج ِد‬ َ ‫ْال َخ ْل‬
ِ ،‫ َوثِ ْق ُل ال ِعبَا َد ِة‬- ‫ق ُكلُّهُ ْم َشباع‬
ِ ‫وزيَا َدةُ ال َّشهَ َوا‬
(‫ال َمزَ ابِ ِل (إحياء علوم الدين‬

"Barangsiapa yang kenyang maka ia akan mudah ditimpa enam penyakit, yakni: hilangnya
rasa nikmat dalam bermunajat, tidak mampu memetik hikmah, lenyap rasa kasih sayang-
karena ia mengira bahwa semua makhluk kenyang sepertinya-, malas untuk beribadah, dan
menguatnya dorongan nafsu syahwat. Orang-orang mukmin akan mengelilingi masjid-
masjid, sedangkan orang-orang yang kenyang akan mengelilingi tempat buangan
kotorannya." (Ihyaa Ulmiddiin, al-Ghazali).
3. Memisahkan Diri dari Berjamaah dan Lebih Mengutamakan Hidup 'Uzlah atau
Menyendiri

Medan perjuangan dalam jalan meniti dakwah sangatlah panjang, penuh liku, banyak
menghadapi rintangan dan halangan, serta sangat melelahkan. Oleh karena itu, dalam proses
peniti- annya perlu dilakukan dengan cara berjamaah dan menjalin kebersamaan antarsesama
aktivisnya. Dengan cara semacam itu niscaya barometer semangat seorang aktivis akan selalu
tinggi. kehendaknya akan senantiasa kuat dan tekadnya membaja, karena antar mereka akan
saling menopang. Sebaliknya, jika masing-masing berjalan sendiri atau saling melepaskan
diri dari ikatan jamaah, maka tidak akan ada lagi yang dapat memper- baharui semangat,
memperkuat tekad, menggugah kepedulian, serta mengingatkan kepada Allah jika jalan yang
ditempuhnya itu ternyata telah keluar dari garis perjuangan atau di antara mereka ada yang
mulai terserang rasa malas. Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan berjamaah serta
memperingatkan akibat-akibat yang dapat ditimbulkan dari sikap memisahkan diri dari ikatan
jamaah.

Beberapa firman Allah SWT yang menyinggung masalah tersebut antara lain,
"Berpegang teguhlah kalian kepada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai
berai...." (Ali Imran: 103)

"... Dan hendaklah kalian saling tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa dan janganlah
kalian saling tolong menolong dalam keburukan...." (al-Maaidah: 2)

"Taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian saling ber- bantah-bantahan sehingga
kalian kalah dan kehilangan semangat..." (al-Anfaal: 46)

"Dan janganlah kalian menyerupai orang yang bercerai berai dan bersengketa setelah
datangnya suatu penjelasan. Mereka akan mendapat adzab yang besar." (Ali Imran: 105)

Rasullulah saw bersabda,

‫~زَم ْال َج َما َع~ ِة‬


ِ ~‫الجنَّ ِة فَ ْليَ ْل‬
َ َ‫ َم ْن َأ َرا َد بَحبُو َح~ ة‬،َ‫َين َأ ْب َع~ د‬
ِ ‫ َوهُ~ َو ِمنَ ا ِال ْثن‬،‫ فِإ َّن الشيطانَ َم َع ْال َوا ِح ِد‬، َ‫ َواِيَّا ُك ْم والفُرْ قَة‬، ‫َعلَ ْي ُكم بِ ْال َج َما َع ِة‬
)‫(اخرجه الترمذى‬
"Berjamaahlah kalian, karena sesungguhnya setan akan menyertai orang yang sendiri, dan
ia akan menjauhi orang yang berdua. Barangsiapa yang ingin masuk ke dalam taman surga
hendaklah ia komitmen dengan jamaahnya." (HR Turmudzi)

)‫ فَقَ ْد َخلَ َع ِر ْبقَةَ اِإْل ْساَل ِم ِم ْن ُعنُقِ ِه (اخرجه البخاري‬، ‫ق ْال َج َما َعةَ ِش ْبرًا‬
َ ‫َم ْن فَا َر‬

"Barangsiapa yang memisahkan diri dari jamaah satu jengkal, maka berarti ia telah
melepaskan ikatan Islam dari lehernya." (HR Bukhari)

َّ ‫َوآ ُم ُر ُك ْم بِال َّس ْم ِع َوالطَّا َع ِة َو ْال ِهجْ َر ِة َو ْال ِجهَا ِد َو ْال َج َما َع ِة‬
‫ف~إن َمن ف~ارق ال َجماعَ~ة ِش~برًا فَ َم~اتَ ِإالّ َك~انَت م ْيتُ~هُ جاهلي~ةً (اخرج~ه‬
(‫احمد‬

"Dan aku perintahkan kalian untuk mendengar dan taat, hijrah, jihad, dan berjamaah,
karena barangsiapa yang melepaskan diri dari jamaah satu jengkal kemudian ia mati, maka
ia mati dalam keadaan jahiliyah." (HR Ahmad)

(‫اس َواَل يَصْ بِ ُر َعلَى َأ َذاهم )أخرجه مسلم‬


َ َّ‫ َأعظ ُم َأجْ رًا ِمنَ الَّ ِذي ال يُخَالِطُ الن‬، ‫ ويَصْ بِ ُر َعلَى َأ َذاهُ ْم‬،‫اس‬
َ َّ‫الّذيْ يُ َخالِطُ الن‬

"Orang yang berbaur dengan manusia kemudian ia bersabar atas caciannya maka baginya
lebih besar pahalanya dibandingkan dengan mereka yang tidak bergaul dengan manusia
lainnya dan tidak sahar atas cacian yang menimpanya." (HR Muslim)

Kemudian Abdullah bin Mubarak berkata,

‫َت لَنا ُسبُ ٌل ول َكـان َأضْ َعفُنَا نَهبًا َأِل ْق َوانًا‬


ْ ‫لَوْ اَل ْال َج َما َعةُ َما َكان‬

"Tak ada jalan kecuali dengan berjamaah. Jika tidak, niscaya yang lemah akan menjadi
mangsa bagi yang kuat.”

4. Kurang Mengingat Masalah Kematian dan Akhirat

Kurang mengingat kematian dan kampung akhirat dapat melemahkan keinginan dan
tekad, menurunkan semangat dan menjadikan jiwa enggan bergerak, bahkan dapat
memutuskan suatu amal. Semoga kita dapat menangkap ibrah (pelajaran) yang terkandung
dalam perintah Rasullulah saw. untuk berziarah kubur serta mengingat kematian.
Sebagaimana sabdanya,

َ ‫ت نَهَيتُ ُك ْم عَن زيار ِة القُب‬


)‫ َوتُ َذ ِّك ُر األخراةَ (اخرجه أحمد‬، ‫ فَِإنّهَا تُ َزهِّ ُد في الدنيا‬،‫ فَ ُزورُوا القبو َر‬،‫ُور‬ ُ ‫ُك ْن‬
"Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, namun sekarang berziarahlah, karena hal itu
akan menjadikan sikap hati-hati di dunia dan akan dapat mengingatkan kita pada akhirat.
(HR Ahmad)

Adapun salah satu hadits yang berisikan anjuran kepada kita agar senantiasa mengingat
kematian yakni,

ً ‫ َمن ك~~ان منكم ُم ْس~تَحْ يِيا‬: ‫ ِإنَّا لَنَ ْستَحْ ِي ِمنَ هَّللا ِ تَ َعالَى ؟ فَقَا َل‬: ‫ يارسول هللا‬: ‫ال َر ُج ٌل‬ َ َ‫ فَق‬، ‫ق ْال َحيا ِء‬ َّ ‫َأيُّهَا النَّاسُ ا ْستَحْ يُوا ِمنَ هللاِ َح‬
‫ُك زينةَ ال ُّدنيا‬ ْ ، ‫ َوليَذ ُك ِرالموتَ والبِلَى‬، ‫َّاس َو َما َوعى‬
ْ ‫وليَ ْتر‬ َ ‫ َوالر‬،‫طنَ َو َما َح َوى‬ ْ َ‫ َو ْليَحْ فَ ِظ ْالب‬. ‫يت ليلةً إاَّل وأ َجلُهُ بين عيني ِ~ه‬ ُ ِ‫فال يَب‬
)‫(أخرجه ابن ماجه‬

"Wahai manusia, malulah kalian kepada Allah dengan sebenar- benarnya." Seseorang lalu
berkata, "Wahai Rasullulah, kami pasti akan merasa malu terhadap Allah." Rasulullah
bersabda lagi, "Barangsiapa yang merasa malu, maka hendaklah ia tidak melewati malam
kecuali ia ingat kematian ada di pelupuk matanya, dan hendaklah ia senan- tiasa memelihara
perut dan isinya, peliharalah pikirannya dan apa yang tersimpan di dalamnya, senantiasa
mengingat kematian dan keburukan yang ada padanya, dan hendaklah ia tinggalkan
perhiasan dunia." (HR Ibnu majah)

5. Menyepelekan Kewajiban Harian

Menyepelekan kewajiban harian misalnya, lambat melaksana- kan shalat wajib pada
awal waktu, lalai mengerjakan shalat rawatib, meninggalkan shalat malam, meninggalkan
shalat dhuha, meninggalkan tilawah Al-Qur'an, atau meninggalkan dzikir, doa, dan istighfar,
tidak pergi melaksanakan shalat berjamaah di masjid tanpa udzur, dan semacamnya. Semua
itu dapat me- numbuhsuburkan rasa malas dan segan, atau sama sekali dapat menghentikan
suatu amal. Itulah sebabnya Rasulullah saw. telah mengisyaratkan hal ini dalam salah satu
haditsnya,

‫ فان استَيقَظَ فذكر هللا‬،‫ك لَ ْي ٌل طَ ِوي ٌل فَارقُد‬ َ ‫ َعلَ ْي‬، ‫ يَضْ ِربُ ُك َّل ُع ْق َد ٍة‬: ‫ث ُعقَ ٍد‬ َ ‫س َأ َح ِد ُك ْم ِإ َذا هُ َو نَا َم ثَاَل‬ ‫ْأ‬ َ ‫يَعقِ ُد ال َّش ْي‬
ِ ‫طانُ َعلَى قَافِيَ ِة َر‬
ِ ‫ْث النَّ ْف‬
‫س‬ ْ ‫ َوِإال َأ‬، ‫س‬
َ ‫ص~بَ َح خَ بِي‬ ِ ‫ِّب النَّ ْف‬
َ ‫طي‬َ ‫ص~بَ َح ن َِش~يطًا‬ ْ ‫ فََأ‬، ٌ‫ت ُع ْق~ َدة‬
ْ َّ‫ ف~ِإن ص~~لى ان َحل‬، ‫َوض~اانحلت عق~~دة‬ َّ ‫ َوِإن ت‬، ٌ‫ان َحلَّت ُع ْق~ َدة‬
)‫كسالنَ (متفق عليه‬

"Setan akan mengikat ujung kepala salah seorang kamu ketika sedang tidur dengan tiga
ikatan. Pada setiap ikatan setan akan dibisik- kan, kamu masih memiliki malam panjang,
maka tidurlah. Jika kamu bangun dan mengingat Allah maka akan terlepaslah ikatanmu
yang pertama. Jika kamu kemudian berwudhu, akan terlepaslah ikatan yang kedua. Dan jika
kamu melakukan shalat, maka akan terlepaslah ikatan- mu yang ketiga, sehingga kamu
bersemangat dan hatimu menjadi lapang. Jika kamu tidak melakukan ketiga hal itu, maka
niscaya hatimu akan menjadi sesat dan malas." (Muttafaq 'alaih)

6. Tubuhnya Termasuki Sesuatu yang Haram atau Bernilai Syubhat

Jika tubuh seseorang dimasuki benda-benda yang syubhat, apalagi haram, maka dia akan
mudah terjangkiti penyakit futur atau malas dan segan dalam menjalankan ketaatannya
kepada Allah, lenyapnya rasa nikmat dalam beribadah dan tidak dapat mengecap manisnya
bermunajat (berdoa). Oleh karena itu, ajar- an Islam sangat tegas memerintah umatnya agar
bukan hanya menjauhi yang haram melainkan juga dari segala sesuatu yang masih
mempunyai nilai syubhat.

Beberapa firman Allah yang menyinggung masalah tersebut antara lain,

"Wahai manusia, makanlah segala apa yang ada di bumi yang halal lagi baik dan janganlah
ikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata." (al-
Baqarah: 168)

"Maka makanlah apa-apa yang Allah rezekikan kepadamu yang halal lagi baik, dan
syukurilah nikmat-Nya jika kalian benar-benar kepada-Nya menyembah." (an-Nahl: 114)

"Wahai para Rasul, makanlah semua yang baik dan beramal shalih- lah. Sesungguhnya Aku
Maha Mengetahui apa yang engkau kerja- kan." (al-Mu'minuun: 51)

Sedangkan beberapa sabda Rasullullah saw. yang menyinggung masalah tersebut antara
lain,

)‫ َأيْ ِم ْن َح َر ٍام – فَالنَّا ُر أولى به (رواه الترمذي‬- ‫ت‬


ٍ ْ‫ُكلُّ َج َس ٍد نَبَتَ ِم ْن سُح‬

"Tubuh yang tumbuh dari suatu yang haram, maka lebih layak tempatnya di neraka." (HR
Turmudzi).

‫ و َم ِن اجْ تَ َرَأ على‬، َ‫ك َما يَ ْشتَبِهُ َعلَ ْي ِه ِمنَ اِإْل ْث ِم َكانَ لَ َما ا ْستَبَانَ َأ ْت َرك‬
َ ‫ فَ َم ْن تَ َر‬. ٌ‫ َوبَ ْينَهُ َما َأمو ٌر ُمشتَبِهَة‬، ‫ والحرام بين‬،‫ال َحاَل ُل بَي ٌِّن‬
(‫ك َأ ْن ي َُواقِ َعهُ (متفق عليه‬ ِ ‫ َم ْن يَرْ تَ ْع حول ْال ِح َمى ي‬،ِ ‫صي ِح َمى هَّللا‬
ُ ‫ُوش‬ ِ ‫ َو ْال َم َعا‬، َ‫ك َأ ْن يُ َواقِ َع ماستبَان‬ َ ‫ أو َش‬، ‫ما يَ ُش ُّك فيه ِمنَ اِأل ْثم‬

"Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara kedua- nya ada sesuatu yang
mutasyabih (samar-samar). Barang siapa yang meninggalkan sesuatu yang diragukan ada
dosa padanya, ketika ia ketahui tentu ia akan meninggalkannya. Akan tetapi, barang siapa
yang memberanikan diri terhadap sesuatu yang diragukan akan dosa padanya, maka
dikhawatirkan ia akan terjerumus ke dalamnya setelah mengetahuinya. Maksiat itu adalah
larangan Allah. Barang siapa yang berjalan di sekitar larangannya, dikhawatirkan ia akan
jatuh ke dalam-nya." (Muttafaq 'alaih)

)‫ك (اخرجه الترمذى‬ َ ُ‫َد ْع َما يَ ِر ْيب‬


َ ُ‫ك إلى ماال يَ ِريب‬

"Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada yang tidak meragukan." (HR Turmudzi).

Rasulullah juga telah memberikan contoh kepada para sahabat-nya mengenai sikap
berhati-hati terhadap masalah syubhat ini. Pada suatu hari beliau menemukan sebutir buah
korma yang tergeletak di tengah jalan. Setelah beliau pungut, beliau bersabda,

)‫ص َدقَ ِة اَل َ َك ْلتُها(متفق عليه‬


َّ ‫لَواَل أنِّي أخافُ أن تَ ُكونَ ِمنَ ال‬

"Kalaulah aku tidak khawatir bahwa korma ini bagian dari sedekah, tentu aku akan
memakannya." (Muttafaq 'alaih)

Di atas manhaj (Jalan) inilah para shalafush-shalih berjalan. Mereka sangat selektif, dan
membebaskan semua segi kehidupan mereka, seperti masalah makanan, minuman, pakaian,
kendaraan, nafsu seksual, dan semua aspek kehidupan lainnya, bukan hanya dari hal-hal yang
haram hukumnya, tetapi juga yang masih bersifat syubhat. Tujuannya tidak lain untuk
menjaga ketaatan mereka kepada Allah dan agar tidak tertulari penyakit futuur. Diriwayatkan
oleh Aisyah bahwa ayahnya, Abu Bakar ash- Shiddiq memiliki seorang pesuruh yang selalu
menyediakan makanan untuknya. Pada suatu hari pesuruhnya itu memberi makanan
kepadanya dan Abu Bakar memakannya. Setelah itu pelayannya berkata, "Tahukah anda, dari
manakah makanan tadi saya peroleh?" Abu Bakar balik bertanya, "Sungguh aku tidak tahu.
Dari mana wahai pesuruhku?" Pesuruhnya menjawab, "Dahulu aku pernah meramal untuk
seseorang, dan orang itu telah memberiku makanan yang tadi telah engkau makan itu."
Mendengar jawaban seperti itu Abu Bakar segera memasukkan jarinya (ke dalam mulutnya)
sehingga keluarlah seluruh isi perutnya. (HR Bukhari)

7. Mencukupkan Diri dengan Mengerjakan Salah Satu Bagian Saja dari Syariat Agama

Contoh sikap semacam itu misalnya, hanya memusatkan perhatian kepada masalah
akidah saja dan mengenyampingkan masalah-masalah selainnya, atau terlalu mementingkan
ibadah-ibadah ritual saja dan meninggalkan masalah muamalah lainnya. atau merasakan
cukup dengan memelihara adab pergaulan yang baik saja tanpa melihat sisi-sisi lainnya, dan
sebagainya. Cara beragama seperti itu pada akhirnya dapat mengakibatkan timbulnya
penyakit futuur pada mereka. Barangkali inilah salah satu hikmah dari anjuran Islam untuk
menjalankan manhaj Allah secara totalitas, sebagaimana firman-Nya,

"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam agama Islam secara
keseluruhan dan janganlah engkau ikuti langkah - langkah setan, karena sesungguhnya ia
adalah musuh yang nyata bagimu." (al-Baqarah: 208)

8. Melalaikan Kaidah Sunnatullah

Ada sebagian aktivis yang kurang memperhatikan kaidah- kaidah sunnatullah dalam
menempuh perjuangannya. Misalnya mereka ingin secepatnya melakukan perubahan secara
total terhadap kondisi dan situasi masyarakat, baik pola pikir, akhlak, maupun tatanan
budaya, sosial, politik, dan sebagainya, ke dalam konsep Islam, kalau mungkin dalam waktu
yang sesingkat- singkatnya. Padahal kemampuan mereka sangat terbatas dan masalah yang
dihadapi sangat kompleks. Cara-cara perjuangan seperti itu tentunya sangat berten- tangan
dengan hukum-hukum Ilahi yang berlaku di dunia ini. Misalnya ketentuan bahwa segala
sesuatu di dunia ini harus melalaui proses tahapan, bahwa untuk memperoleh kemenang an
itu diperlukan strategi, modal, dan kekuatan, bahwa manusia memiliki keterbatasan, dan
seterusnya.

9. Mengabaikan Kebutuhan Jasmani

Saya seringkali menyaksikan sebagian aktivis dakwah yang mengerahkan tenaganya,


baik secara fisik mapun psikis, untuk berkhidmat dan berjuang di jalan dakwah. Akan tetapi,
sayangnya mereka --umumnya karena alasan-alasan klasik, seperti sedikitnya orang yang
dapat diajak untuk ikut berjuang-sangat mengabaikan kondisi jasmaninya, seperti untuk
beristirahat secara wajar, mengkonsumsi makanan yang baik dan bergizi, dan semacamnya.
Akibatnya, mereka akan gampang dilanda penyakit futuur, baik diakibatkan oleh faktor fisik
maupun psikisnya.

Cara-cara perjuangan semacam itu tentunya sangat tidak dianjurkan, bahkan dilarang
menurut konsepsi Islam. Rasulullah saw. berulangkali memberikan peringatan kepada
umatnya untuk senantiasa memelihara hak-hak tubuh dalam hal me ngerjakan sesuatu
pekerjaan, sekalipun pekerjaan tersebut dalam konteks ibadah. Sabda beliau,

َّ ‫ك عليك َحقًّا فََأ ْع ِط ُك َّل ِذي َح‬


)‫ق َحقَّهُ (أخرجه البخاري‬ َ ِ‫ وَألهل‬. ‫ك َحقًّا‬ َ ‫ َوِإ َّن لِن ْف ِس‬، ‫ك َحقًّا‬
َ ‫ك َعلَ ْي‬ َ ‫ك َعلَ ْي‬
َ ِّ‫ِإ َّن لِ َرب‬
"Tuhanmu mempunyai hak atas dirimu, dirimu juga mempunyai hak atas tubuhmu,
keluargamu pun mempunyai hak atas dirimu. Maka tunaikanlah dengan benar hak-hak
tersebut." (HR Bukhari).

10. Tidak Siap Menghadapi Kendala Dakwah

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa jalan meniti alur dakwah itu akan
dipenuhi oleh onak dan duri serta aneka kendala, baik yang datangnya dari pihak keluarga,
anak, istri, teman, serta aneka rongrongan yang bersifat duniawi lainnya. Oleh karena itu,
bagi mereka yang berkehendak menerjuninya, perlu mempersiapkan diri, baik secara fisik
maupun mental, khususnya untuk menghadapi aneka kendala yang akan meng- hadangnya.
Jika tidak, maka saat kendala itu menghadangnya niscaya dia akan mudah terjangkiti futuur.

Dalam banyak ayat Al-Qur'an, fenomena di atas berulang- kali disitir oleh Allah SWT,

"Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri- istrimu dan anak-anakmu
ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu ter-hadap mereka; dan jika
kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (at-Taghabun: 14-15)

"Dan ketahuilah bahwasannya harta bendamu dan anak-anakmu hanyalah sebagian dari
cobaan...." (al-Anfaal: 28)

"Alif Laam Miiim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka itu akan dibiarkan (saja)
mengatakan, 'Kami telah beriman, sedang- kan mereka tidak diufi lagi? Dan sesungguhnya
Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka. Maka sesungguhnya Allah me
ngetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang
berdusta" (al-'Ankabut: 1-3)

"Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-
orang yang berjihad di antara kamu dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hat ihwal-
mu." (Muhammad: 31)

11. Berteman dengan Orang yang Memiliki Penyakit Futur

Kita harus menghindarkan diri dari berteman atau menjalin persahabatan dengan orang-
orang yang memiliki penyakit futuur, sebab penyakitnya itu, cepat maupun lambat, akan
dapat menulari kita. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada para pemeluknya agar
berhat-hati serta selektif dalam menjalin per- gaulan dan memilih teman.

12. Tidak Terprogramnya Aktivitas yang Dilakukan

Banyak di antara para aktivis dakwah, baik secara pribadi atau secara berjamaah, yang
dalam melaksanakan aktivitas dak- wahnya kurang memperhatikan pentingnya menyusun
program secara baik, terarah, dan terencana atau kurang memperhatikan marhalah (tahapan)
Akibatnya, mereka seringkali terjebak men- dahulukan masalah-masalah yang kurang
penting. Sebaliknya, mereka melupakan masalah-masalah yang penting atau yang sangat
asasi. Dengan demikian, jalan dakwah yang mereka laku- kan pun menjadi semakin
bertambah jauh, panjang, dan melelah- kan, juga para aktivisnya gampang terjerumus ke
lembah futur. Mengenai hal di atas, ada baiknya kita menyimak wasiat

Rasulullah kepada Muadz bin Jabal saat akan diutus menjadi gubernur untuk daerah
Yaman. Beliau bersabda,

َ ‫ ف~ا َ ْعلِ ْمهُ ْم أن هَّللا‬، ‫ فَ~ِإن هُ ْم َأطَ~~اعُوا لِ~~ذلك‬،ِ ‫ واني َر ُس~و ُل هَّللا‬،‫ فَا ْد ُعهُ ْم ِإلَى َشهَا َد ِة اال إله إال هللا‬، ‫ب‬ ِ ‫ك تأتي قَوْ ًما ِم ْن َأ ْه ِل ْال ِكتَا‬
َ َّ‫ِأن‬
َ‫ق دَع~~وة‬ ِ َّ‫ وات‬، ‫ فَاِيَّاكم وك~~راِئ ِم اَ ْم~~والِ ِهم‬، ‫ك‬ َ ِ‫ فَ~ِإ ْن هُ ْم َأطَ~اعُوا لِ~~ذل‬، ‫ فَتُ~ َر ُّدإلى فُقَ~ َراِئ ِه ْم‬، ‫ص َدقَةً تُْؤ خَ ُذ ِم ْن اَغنِيَاِئ ِه ْم‬ َ ‫اِ ْفت ََر‬
َ ‫ض َعلَ ْي ِه ْم‬
َ ‫ فانه لَي‬، ‫وم‬
)‫ْس بَ ْينَهَا َوبَ ْينَ هللاِ ِح َجابٌ (متفق عليه‬ ْ ‫ال َم‬
ِ ُ ‫ظل‬

"Engkau akan mendatangi suatu kaum dari ahli kitab. Maka serulah mereka untuk
bersyahadat: Bahwa tiada tuhan selain Allah dan baha aku (Muhammad) adalah utusan
Allah. Jika mereka menaatimu, maka beritahukan kepada mereka bahasa Allah SWT
mewajibkan mereka melakukan sedekah dari harta-harta orang kaya di antara mereka,
kemudian berikan harta-harta sedekah tersebut untuk orang-orang fakir dari mereka. Jika
mereka menaatimu, maka jauhilah darimu harta-harta mereka yang baik, dan takutlah kamu
dari do'a orang yang dizalimi, karena do'a orang yang dizalimi itu tidak ada penghalang
dengan Allah SWT." (Muttafaq 'alaih)

13. Berlarut-larut dalam Melakukan Maksiat dan Meremehkan Dosa-dosa Kecil

Tidak diragukan lagi, keadaan seperti ini pasti akan mengakibatkan seorang aktivis
terjerumus ke dalam jurang futuur. Maha benar firman Allah SWT,
"Dan apa saja yang menimpamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan
Allah memaafkan kamu sebagian besar (dari kesalahanmu)." (asy-Syuura: 30)

Sabda Rasulullah,

، ُ‫َت َحتَّى تَ ْعلُو قَ ْلبَ ~ه‬


ْ ‫ َوِإ ْن زَ ا َد زَ اد‬، ُ‫صقُ َل قَ ْلبُه‬ َ ‫َت فِي قَ ْلبِ ِه نُ ْكتَةً َسوْ دَا َء فَِإ َذا ت‬
َ ، ‫ َونَ َز َع َوا ْستَ ْغفَ َر‬، ‫َاب‬ َ ‫ِإ َّن ْال ُمْؤ ِمنَ ِإ َذا َأ ْذن‬
ْ ‫َب َذ ْنبًا نَ َكت‬
)‫ ( َكاَّل بَلْ َرانَ َعلَى قُلُوبِ ِه ْم َما َكانُوا يَ ْك ِسبُونَ (أخرجه أحمد وأصحاب السنن‬: - ‫ َع َّز َو َج َّل‬- ُ‫ك الرَّانُ الَّ ِذي َذ َك َره‬ َ ِ‫فَ َذل‬

"Jika seorang mukmin melakukan dosa, berarti ia telah memberi setitik noda hitam pada
hatinya. Jika ia bertaubat, tidak meneruskan, dan memohon ampunan, maka hatinya kembali
berkilau. Akan tetapi, jika ia berulang-ulang melakukan hal itu, maka akan bertambah pula
noda hitam yang menutupi hatinya, dan itulah 'ar-raan, sebagai- mana yang telah
difirmankan-Nya, Sekali-kali tidak (demikian) sebenar nya apa yang selalu mereka usahakan
itu menutup hati mereka."" (HR Ahmad dan Ashaabu Sunan)

C. Dampak Akibat Futur


1. Terhadap Pribadi Aktivis

Kita harus senantiasa menjaga ketaatan diri kepada-Nya kapan saja dan di mana saja,
sebab kita tidak pernah diberi tahu kapan kita akan menghadap ke haribaan-Nya. Sungguh
akan merupakan kerugian besar andaikan kita tengah dilanda futuur, tiba-tiba kita harus
menghadap kepada-Nya, karena kita akan dinilai sebagai manusia yang menyia-nyiakan dan
lalai terhadap ajaran- ajaran-Nya.2Oleh karena itu, Rasulullah mengajarkan kepada umatnya
untuk senantiasa memanjatkan doa-doa seperti ini:

ِ ~‫ وأعوذ ب~~ك من الجُب ِن والبُخ‬، ‫ َوَأعُو ُذ بِكَ ِم ْن ال َعجْ ِز والكس ِل‬، ‫ك ِمنَ ْالهَ ِّم َو ْال َحزَ ِن‬
‫ وأع~~وذ ب~~ك ِمن غَلبَ~ ِة‬، ‫~ل‬ َ ِ‫اللَّهُ َّم ِإنِّي َأعُو ُذ ب‬
)‫ال َّدي ِن وقَه ِْر ال ِّر َجا ِل (اخرجه أبو داود‬

"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sikap ragu-ragu untuk bertindak dan kesedihan.
Dan aku berlindung kepada-Mu dari lemah bertindak (pesimis-putus asa) dan malas. Dan
aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada-Mu
dari lilitan hutang dan penindasan (tindak semena-mena) orang-orang kepadaku." (HR Abu
Daud)
2
M Lili Nur Aulia, Beginilah Jalan Dakwah (Jakarta: Pustaka Dakwatuna, 2015), hal. 98.
)‫ اللهم اجعل خير أيَّا ِمي يوم اَ ْلقَاكَ (أخرجه ابن السني‬، ‫ك‬ َ ‫اللَّهُ َّم اجْ َعل‬
َ َ‫ اللهُ َّم اجْ َعلْ خَ َواتِي َم عملي ِرض َوان‬، ُ‫خَير ُع ْم ِري آ ِخ َره‬

"Ya Allah, jadikanlah kebaikan itu pada penghujung umurku. YaAllah, jadikanlah kesudahan
amalku itu adalah ridha-Mu. Ya Allah, jadikanlah hari yang terbaik bagiku adalah ketika
aku menemui-Mu" (HR Ibnu Sunni, HR Thabrani dalam kitab al-Ausath, dan dalam sanadnya
terdapat Malik an-Nakh'i, dha'if).

Rasulullah saw bersabda,

ُ ِ‫ح ثُ َّم يَ ْقب‬


)‫ضهُ عليه (أخرجه الترمذي‬ َ ‫ "يُ َوفِّقُهُ لِ َع َم ٍل‬: ‫ كيف يَ ْستَ ْع ِملُهُ؟ قال‬:‫ِإ َذا أ َراد هللاُ بِ َع ْب ٍد خيرًا ا ْستَ ْع َملَهُ قِي َل‬
ٍ ِ‫صال‬

"Jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba-Nya, maka ia akan


menggunakannya." Para sahabat lalu bertanya, "Apa maksudnya, wahai Rasulullah?" Beliau
menjawab, "Yaitu Allah menjadikannya beramal shalih kemudian ia wafatkan dalam
keadaan itu." (HR Tirmidzi)

)‫ْجبُوا لِ َع َم ِل عَا ِم ٍل حتى تَنظُرُوا بِ َم يَ ْختُ ُم لَهُ (أخرجه أحمد‬


َ ‫الَ تَع‬

"Jangan cepat tertarik pada amalan seseorang sebelum engkau melihat bagaimana
akhirnya." (HR Ahmad)

Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Mas'ud ra. sangat berduka hingga menitikkan air mata
kala dirinya tengah sakit keras men- jelang wafatnya. Para sahabatnya lalu bertanya, "Apa
yang terjadi padamu, wahai Abdullah bin Mas'ud?" Dia menjawab, "Sesungguhnya aku
menangis karena penyakit ini menyerangku saat aku dalam keadaan futuur dan tidak
menimpaku saat aku giat." (Fi Gharibi al-Hadits)

2. Terhadap Amal Islami

Terhadap amal Islami, penyakit futuur akan mengakibatkan bertambah panjangnya jalan
dakwah serta akan mengakibatkan bertumpuknya beban serta pengorbanan, sebab seperti
yang telah kami singgung di awal pembahasan, telah menjadi sunnatullah bahwa Allah SWT
tidak akan memberi pertolongan dan pe ngukuhan pada mereka yang malas, lalai, dan yang
meninggalkan amal. Sebaliknya, Dia hanya akan memberikan pertolongan kepada orang yang
aktif, yang berjihad, yang teliti dalam ber- amal, dan membaguskan jihadnya. Sebagaimana
firman-Nya,

"Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal shaleh, pasti Kami tidak akan menyia-
nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalannya dengan baik." (al-Kahfi: 30)
"Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan yang mengerjakan kebaikan."
(an-Nahl: 128)

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami,benar-benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta
orang-orang yang berbuat baik.” (al-'Ankabut: 69)

D. Kiat Dan Cara Mengatasi Futuur


1. Menjauhi Perbuatan Maksiat dan Keburukan, Baik yang Besar ataupun yang Kecil

Perbuatan maksiat dan keburukan itu ibarat api yang mem bakar hati serta akan
mengundang kemarahan dan murka Allah. Dan barangsiapa yang dimurkai oleh Tuhannya,
maka ia telah merugi dengan kerugian yang nyata. Sebagaimana firman-Nya, "... Dan
barangsiapa yang ditimpa kemurkaan-Ku, maka binasalah dia." (Thaahaa: 81)

2. Tekun dalam Melaksanakan Kewajiban Harian

Misalnya berzikir, berdoa, bermunajat, dan ber-istighfar, (ter- utama saat menjelang
waktu subuh), melakukan tilawah Al- Qur'an, serta melaksanakan aneka shalat sunnah,
seperti dhuha, qiyaamul-lail (tahajjud), Karena seseorang yang amal ibadahnya banyak atau
bisa dikatakan ia semakin dekat dengan Allah. Saat seseorang dekat dengan Allah Subhana
wata'ala, rasakanlah berbagai kemudahan dari Allah Subhana wata'ala.

Kekuasaan Allah yang memberikan hidayah kepada orang yang dikehendakinya, seorang
dai hanya berusaha agar dirinya bisa menjadi wasilah tersampainya hidayah melalui perantara
dirinya. Bisa kita jumpai orang-orang yang dari tampilan dirinya sudah terpancar aura
kebaikan. Dari senyumannya sudah menenteramkan hati. Suaranya menyentuh ke jiwa.3

Sesungguhnya semua itu akan menumbuhkan keimanan yang baik, memberi keuletan
pada jiwa, menggerakkan dan mempertinggi semangat, serta memperkuat azam (tekad) dalam
berkhidmat kepada Allah SWT Firman-Nya,

"Dan Dia yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang-orang yang ingin
mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur." (al-Furqaan: 62)

3
Eko Hari Tiarto, Cara Berdakwah Pemuda Masa Kini (Jakarta: CV Jejak, 2019), hal. 111.
"Hai orang yang berselimut, bangunlah, (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sedikit
(daripadanya). Sesungguhnya Kami akan me nurunkan kepadamu perkataan yang berat."
(al-Muzzammil: 1-5)

Rasulullah saw bersabda,

ِ َّ‫~رَأهُ ِمنَ الل‬


‫ي~ل‬ َ َ‫ب ل~هُ كأنَّ َم~~ا ق‬
َ ِ‫ ُكت‬،‫~ر‬ ُّ ‫ فَقَ َرَأهُ م~ا بَ ْينَ ص~ال ِة ْالفَجْ~ ِر وص~ال ِة‬، ُ‫ َأوْ َعلَى َش ْي ٍء ِم ْنه‬، ‫َم ْن نَا َم ع َْن ِح ْزبِ ِه ِمنَ اللَّي ِْل‬
ِ ~‫الظه‬
)‫(اخرجه مسلم‬

"Barangsiapa yang tertidur dan tidak membaca doa atau sebagiannya ketika malam,
kemudian ia baca antara waktu shalat fajar dan shalat dzuhur, Allah akan mencatatnya
seolah ia membacanya pada waktu malam." (HR Muslim)

3. Mengincar Waktu-waktu Utama dan Menghidupkannya dengan Ketaatan Kepada-Nya

Cara semacam ini akan memberikan keteguhan pada jiwa dan memperkokoh iradah
(kehendak). Rasulullah saw: bersabda,

)‫وشي ٍء ِمنَ ال ُّد ْل َج ِة (اخرجه البخاري‬، ‫ والرَّوْ َح ِة‬، ‫ َوا ْستَ ِعينُوا بِ ْال ُغ ُد َّو ِة‬، ‫اربُوا‬
ِ َ‫ َوق‬، ‫فَ َس ِّددُوا‬...

"Benarkanlah, mendekatlah, sebarkanlah berita gembira, mohonlah pertolongan pada waktu


pagi dan petang dan sedikit pada ujung waktu malam." (HR Bukhari)

4. Menghindarkan Diri dari Sikap Berlebihan dalam Menjalankan Agama

Sesungguhnya yang demikian itu akan mempergiat dan lebih mendorong untuk istimraar
(kontinu) dalam beramal.

Aisyah ra. meriwayatkan,

‫ فَثَ~~ابُوا‬،‫ ويبس~طُهُ بالنه~ار‬، ‫ فَ َج َع~ َل النَّاسُ يُص~لُّونَ بِص~التِ ِه‬، ‫صلِّي فِي ِه‬ َ ُ‫ َو َكانَ يحجره ِمنَ اللَّيل فَي‬،ٌ‫صير‬ ِ ‫َكانَ لِ َرسُو ِل هَّللا ِ ﷺ َح‬
ِ ~‫ َوِإ َّن َأ َحبُّ اَأْل ْع َم‬، ‫ فَ~ِإ َّن هَّللا َ اَل يَ َم~~لُّ َحتَّى تَ َملُّوا‬، َ‫ يَا َأيُّهَا النَّاسُ َعلَ ْي ُك ْم ِمنَ اَأْل ْع َما ِل َم~~ا تُ ِطيقُ~~ون‬: ‫ال‬
‫~ال ِإلَى هللاِ َم~~ا‬ َ َ‫ فَق‬، ‫ذات لَيلَ ٍة‬
)‫وِإ ْن قَ َّل وكان آل مح ّم ٍد ﷺ ِإ َذا َع ِملُوا َع َمالً َأ ْثبَت ُوهُ (أخرجه مسلم‬، ‫ُدوْ ِو َم َعلَ ْي ِه‬
Rasulullah memiliki sepotong tikar dan beliau menjadikannya seperti kamar pada waktu
malam untuk shalat. Kemudian banyak para sahabat yang mencoba mengikuti langkahnya
itu. Mereka shalat ma- lam kemudian tetap melanjutkannya pada waktu siang. Maka ketika
suatu malam mereka berkumpul untuk mendirikan shalat, Rasulullah saw, bersabda, "Wahai
manusia, hendaklah kalian melaksanakan amal sesuai dengan apa yang kalian sanggupi.
Sesungguhnya Allah SWT tidak akan jenuh kecuali engkau yang akan jenuh (bosan), dan
amal yang paling disukai Allah adalah yang dilaksanakan secara terus-menerus sekalipun
amal itu sedikit. Dan keluarga Rasulullah saw., jika mengerjakan suatu amal, akan
dikerjakan secara terus menerus." (HR Muslim)

Penting kami tegaskan di sini bahwa membebaskan diri dari sikap berlebihan dan
melewati batas bukan berarti meninggalkan sesuatu amal atau justru menyepelekannya, tetapi
kita harus memegang prinsip keseimbangan (iqthishaad) dan sikap pertengahan (tawassuth)
disertai dengan usaha untuk melaksa nakannya secara kontinu dan istiqamalt terhadap semua
sunnah Rasulullah saw.. Abdullah bin Amr bin Ash ra. telah meriwayatkan bahwa Rasulullah
saw. menasihatinya,

َ ‫ فَتَ َر‬، ‫ َكانَ يَقُو ُم اللَّ ْي َل‬، ‫يَا َع ْب َد هللاِ اَل تَ ُك ْن ِم ْث َل فُاَل ٍن‬
)‫ك قِيَا َم اللَّي ِل (متفق عليه‬

"Ya Abdullah, janganlah engkau seperti fulan, yang tadinya ia bangun malam (shalat lail)
tetapi kematian meninggalkan." (Muttafaq 'alaih)

Kemudian Abu Hurairah juga meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,

)‫امر فْأتوا ِمنهُ َمااسْتط ْعتُ ْم (متفق عليه‬


ٍ ِ‫فَِأذا نَهَيتُ ُك ْم ع َْن َشي ِء فَاجْ تَنِبُوهُ وا َذا امرتُ ُكم ب‬

"Jika aku melarang kalian tentang sesuatu maka jauhilah hal itu, dan jika aku perintahkan
kalian dengan sesuatu, maka laksanakan sebatas kemampuanmu." (Muttafaq'alaih)

5. Menerjunkan Diri Sepenuhnya dalam Lingkup Jamaah dan Tidak Meninggalkannya


dalam Situasi dan KondisiApapun

Keterangan berikut dapat kita jadikan sebagai tuntunan kita. Sabda Rasulullah saw..

)‫اَ ْل َجما َعةُ رحْ َمةٌ والفُرقَةُ َع َذابٌ (اخرجه احمد‬

"Berjamaah itu menimbulkan rahmah (kasih sayang), sedangkan berpecah-belah akan


menyebabkan turunnya azab." (HR Ahmad)
Sabdanya yang lain,

)‫ي ُد هللاِ َم َع ْال َج َما َع ِة (اخرجه الترمذي‬

"Allah bersama barisan jamaah." (HR Turmudzi)

Ali r.a. berkata,

‫ص ْف ِو ْالفَرْ ِد‬
َ ‫َكد ُر ْالجماع ِةخَي ٌر ِم ْن‬

"Noda yang ada pada jamaah lebih baik daripada kesucian yang ada pada satu orang."

6. Senantiasa Memperlihatkan Kaidah Sunnatullah dalam Kehidupan

Allah SWT berfirman, Maka tidak akan kalian jumpai perubahan dalam sunnatullah..."
(Faathir: 43)

Dan apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membina sakan mereka, tetapi Allah
hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian lain...." (Muhammad: 4)

Kemudian Aisyah ra, mengatakan, "Sesungguhnya surat-surat pertama yang diturunkan


dalam Al-Qur'an hampir semuanya ber- kenaan dengan pembahasan mengenai surga dan
neraka. Baru setelah manusia banyak yang mengimaninya, Allah menurunkan surat-surat
yang di dalamnya berisikan perintah larangan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
halal dan haram, seperti larangan minum khamar dan perbuatan zina. Andaikan saja surat-
surat pertama itu berisikan hal-hal semacam itu, niscaya banyak manusia yang akan berkata,
kami tidak akan meninggalkan meminum khamar dan perbuatan zina." (HR Bukhari)

Hal semacam itu pernah pula diungkapkan oleh Umar bin Abdul Aziz ra., seorang yang
mendapat gelar sebagai khalifah kelima, karena tekad kekonsekuenannya menegakkan nilai-
nilai serta petunjuk dari para penduhulunya saat menjabat sebagai khalifah (Abu Bakar,
Umar, Ustman, dan Ali r.a.). Alkisah, ia memiliki seorang putra yang bernama Abdul Malik,
yang di- kenal memiliki sikap ksatria, semangat, kreatif, dan ketakwaan yang tinggi kepada
Allah. Pada suatu hari putranya itu me- lancarkan kritik kepadanya karena dianggap telah
bertindak lamban dan tidak cekatan dalam menumpas sisa-sisa penyim- pangan dan
kezaliman. "Wahai ayahku, mengapa engkau tidak melaksanakannya? Demi Allah, aku tidak
peduli sekalipun Allah akan menggodok aku dan dirimu di atas air yang mendidih, aku tidak
akan pernah berpaling dalam menegakkan kebenaran."
Mendengar ucapan putranya itu, Umar bin Abdul Aziz yang terkenal sangat bijaksana,
hanya tersenyum lalu menjawab, "Jangan terburu-buru wahai anakku, sesungguhnya Allah
SWT telah mencela khamar sebanyak dua kali baru kemudian meng- haramkannya pada kali
yang ketiga. Aku khawatir jika aku menyeru manusia dalam menuju kebenaran dilakukan
sekali- gus, nanti justru bukannya mereka menurut, melainkan mereka akan meninggalkan
perintah tersebut seluruhnya serta hanya akan menimbulkan fitnah belaka." (al-Muwafiqqat,
asy-Syathibi)

7. Menyadari Bentuk-bentuk Kendala yang Akan Dihadapi

Dengan menyadari adanya aneka kendala dalam menempuh jalan dakwah atau
pelaksanaan suatu amal sejak awal, kita akan memiliki bekal serta persiapan yang baik saat
kendala- kendala tersebut benar-benar menghadang kita. Di samping itu kita memiliki
kesempatan untuk mengantisipasinya, khusus nya yang berkaitan dengan penyakit futuur ini.

8. Teliti dan Menerapkan Strategi yang Baik

Dalam melakukan dakwah, kita harus senantiasa memper hatikan skala prioritas dan
mengatur strategi, yakni dengan mendahulukan hal-hal yang penting dan menangguhkan hal-
hal yang dianggap kurang begitu penting. Dengan cara semacam itu, insya Allah laju
perjalanan dakwah kita akan berjalan de- ngan lancar dan berhasil mencapai sasaran.
Sebaliknya, jika mengabaikan hal itu, kita akan gampang terjebak memasuki kancah
pertarungan sampingan, atau melayani masalah-masalah juz'iyyah (sektoral).

9. Senantiasa Menjalin Hubungan dengan Para Shalihin dan Mujahidin

Hal ini perlu kita lakukan, mengingat para shalihin dan para mujahidin tersebut
merupakan para hamba Allah yang memiliki jiwa yang bersih, cahaya hati, dan kilauan
rohani, sepi dari sikap mencela dan memaksa. Oleh karena itu, jika kita senantiasa menjalin
hubungan dengan mereka, akan dapat menghidupkan kembali tekad dan memicu semangat
kita yang terkadang mudah turun-naik. Rasulullah saw. memberi perhatiannya dalam hal ini
lewat sabdanya.

ِ َّ‫اال ُأخبِ ُر ُك ْم بِ َخي ِْر الن‬


)‫ (أخرجه ابن ماجة‬. ‫ َم ْن تُذ ِّك ُر ُك ْم ُرْؤ يَتُهُ بِا هللاِ َع َّز َو َج َّل‬: ‫ قَا َل‬، ِ‫ بَلَى يَا َرسُو َل هللا‬: ‫اس ؟ قَالُوا‬

"Maukah kalian kukabari tentang orang yang paling baik?" Sahabat menjawab, "Tentu, ya
Rasulullah." Beliau lalu berkata, "Yaitu seorang yang jika engkau melihatnya ia akan
mengingatkan engkau akan Allah SWT." (HR Ibnu Majah)
10. Memberikan Waktu kepada Jasmani untuk Makan, dan Minum Secukupnya

Istirahat, Hal ini akan dapat memperbaharuhi semangat dalam tubuh dan mengembalikan
kembali kekuatan dan vitalitasnya. Nabi saw. mengisyaratkan hal ini kepada para aktivis,
pada saat beliau memasuki mesjid kemudian melihat sebuah tali yang diben- tangkan di
antara dua buah tiang. Beliau lalu bertanya, "Tali apa in?" Para sahabat menjawab, "Itu tali
milik Zainab. Jika ia merasa letih beribadah, ia akan segera bergantung pada tali ini (untuk
beribadah)." Mendengar penjelasan tersebut beliau lalu bersabda,

)‫ فَِإ َذا فَتَ َر فَ ْليَرْ قُ ْد (أخرجه ابن ماجة‬، ُ‫ص ِّل َأ َح ُد ُك ْم نَ َشاطَه‬
َ ُ‫ لِي‬، ُ‫حُ لُّوه‬

"Lepaskanlah tali itu, dan lakukanlah oleh kalian shalat selama kalian masih kuat, tetapi jika
merasa lelah hendaklah kalian tidur." (Muttafaq 'alaih)

Dalam sabdanya yang lain beliau berujar, "Jika kalian mengerjakan shalat berjamaah
dan salah seorang diantara kalian ada yang merasa mengantuk, maka tidurlah dulu sampai
hilang rasa kantuknya, karena jika salah seorang dari kalian melaksanakan shalat
berjamaah sedangkan di antara kawan kalian itu ada yang mengantuk, naka boleh jadi ia
akan pergi dan memohon ampun sambil mencaci dirinya." (Muttafaq 'alaih)

11. Menghibur Diri dengan Hal-hal yang Dibolehkan

Misalnya bermain dan bergurau dengan anggota keluarga (anak dan istri), melakukan
rihlah (wisata) bersama mereka, seperti memancing, berolah raga, tadabbur (merenungi) dan
tafakkur (memikirkan) keindahan alam, hiking (mendaki gunung),latihan pengembaraan
untuk melatih, membekali, dan membiasakan diri ketika berhadapan dengan suatu kesulitan,
berkebun, dan lain-lainnya.

Abi Rub'i Hanzhalah bin Robii' al-Asadi, salah seorang juru tulis Rasulullah saw.,
meriwayatkan bahwasanya Abu Bakar r.a. menemuinya dan berkata, "Bagaimana
keadaanmu, wahai Hanzhalah?" Dia menjawab, "Aku telah berlaku nifaq." Men- dengar
jawabannya itu tentu saja Abu Bakar ra. sangat terkejut lalu bertanya, "Subhanallah, apa yang
terjadi dengan dirimu, wahai sahabatku?" Hanzhalah menjawab, "Ya, aku katakan bahwa aku
telah berlaku nifaq, karena tatkala aku tengah ber- sama Rasulullah, aku merasakan seolah-
olah surga dan neraka itu begitu dekatnya, seolah-olah keduanya ada pada kedua ke- lopak
mataku ini. Akan tetapi, wahai Abu Bakar, jika aku tidak lagi bersama Rasulullah, hal
semacam itu seolah-olah terlupa- kan. Anak-anak, istri, dan sawah ladangku telah
membuatku lupa kepada hal tersebut." Mendengar penjelasan Hanzhalah seperti itu, Abu
Bakar ra, berkata, "Demi Allah, wahai Hanzhalah, aku juga mengalami hal seperti ini.
Kemudian mereka ber- sama-sama menemui Rasulullah dan menceritakan mengenai hal
tersebut. Setelah beliau mendengarnya, kemudian bersabda, "Demi zat yang diriku ada di
tangan-Nya, sekiranya kalian terus menerus dalam keadaan sebagaimana ketika kalian
bersamaku dan selalu dalam keadaan berdzikir, niscaya malaikat akan menyalamimu ketika
engkau berada di kasur dan di jalanan. Akan tetapi, wahai Hanzhalah, masing-masing ada
saatnya." (HR Muslim)

12. Melakukan Kajian Secara Kontinu terhadap Buku-buku yang Membahas Perjalanan
Hidup atau Sejarah Para Sahabat atau Orang-orang Shalih Lainnya

Semua kisah mereka itu sarat dengan hikmah serta pelajaran. Dengan demikian, kisah-
kisah mereka itu dapat kita jadikan sumber referensi serta bahan bandingan dalam
menghadapi persoalan-persoalan yang kita hadapi saat ini. Maha benar Allah yang berfirman,
"Sungguh, di dalam kisah-kisah mereka (para Nabi) terdapat pelajaran bagi orang-orang
yang berfikir..." (Yusuf: 111)

Sebagai contoh, bagaimana kiat yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz saat
dirinya tengah dilanda futuur pada saat menjelang waktu shalat fajar. Konon, jika tengah
merasakan hal semacam itu, beliau akan segera berlari-lari kecil menge- lilingi halaman
rumahnya sambil berkata pada dirinya, "Bagaimana mata ini dapat tertidur dan pulas,
sedangkan ia tak tahu dimana ia akan kembali di antara dua tempat." Seorang muslim yang
mengetahui hal ini niscaya akan tersentuh perasaannya dan tergerak jiwanya, kemudian ia
dengan penuh semangat akan kembali menuju medan perjuangan kembali.

13. Mengingat Kematian dan Kejadian-kejadian yang Bakal Terjadi Selanjutnya

Dengan senantiasa mengingat kematian dan kejadian-kejadian yang bakal dihadapi


selanjutnya, seperti keharusan menjawab pertanyaan-pertanyaan malaikat di alam kubur,
suasananya yang gelap gulita dan sunyi-sepi..., dan seterusnya, akan dapat membangunkan
jiwa dari kelelapan, membangkitkannya dari kemalasan, mengingatkannya dari kelelapan,
mengingatkan- nya dari kelalaian, sehingga kita akan kembali bersemangat dan mulai
meneruskan amaliyah. Cara yang paling baik untuk meng- ingatkan kematian adalah seperti
yang diajarkan oleh Rasulullah saw. yakni dengan mempersering ziarah kubur, mengantarkan
jenazah, dan mengunjungi orang-orang yang tengah dilanda sakit keras.

Ibnu Sammak al-Waiz menggali sebuah lubang yang bentuk- nya mirip dengan petak
kuburan. Petak lubang kuburan ter- sebut ia gunakan untuk mengingatkannya kepada
kematian serta menjadi semacam terapi saat dirinya tengah dilanda futuur. Kalau sudah mulai
merasa malas dalam beribadah kepada Allah, ia segera masuk ke dalam lubang tersebut dan
berbaring sebagai- mana layaknya orang mati. Kemudian ia berkhayal bagaimana sekiranya
jika ia ditanya oleh malaikat, mengapa ia menyepelekan amal ibadahnya. Tentu saja dia tidak
mempunyai jawabannya.

Oleh karena itu, ia memohon agar dia dikembalikan lagi ke dunia. Sesaat kemudian ia
bangun dari "kuburannya" itu lalu beribadah dan beramal dengan penuh semangat dan
kesungguhan hati.

14. Mengingat Kenikmatan Surga dan Azab Neraka

Dengan senantiasa mengingat kedua hal tersebut akan mam- pu mengusir rasa kantuk
dari kelopak mata, menggerakkan dan membangkitkan semangat yang mulai kendor dan
melemah. Dalam sebuah riwayat dari Haram bin Hayyan, ia pernah keluar pada suatu malam,
kemudian ia memanggil-manggil dengan suara keras. "Aku terpikat oleh surga. Jadi,
bagaimana- kah seseorang yang menginginkannya dapat tidur? Dan aku sangat takut pada
siksa neraka. Jadi, bagaimanakah seseorang yang ingin menjauhinya dapat tidur?" Kemudian
ia membaca- kan sebuah ayat, "Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari
kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur?" (At-
Takhwiif bi an-Naar, Ibnu Rajab)

15. Menghadiri Majelis-majelis Ilmu

Karena ilmu itu adalah penghidup hati, maka ketika seseorang mendengarkan kata-kata
dari seorang alim yang shadiq (benar) dan mukhlis (ikhlas), maka hal itu akan dapat
menyuburkan semangat dirinya. Mahabenar Allah yang telah berfirman,
...Sesungguhnya yang takut terhadap Allah adalah hamba-hamba- Nya yang berilmu.....
(Faathin: 28)
"Dan katakanlah, "Ya Tuhan, tambahkanlah aku ilmu pengetahuan." (Thaahaa: 114)

16. Menjalankan Ajaran Agama Secara Total

Sesungguhnya hal tersebut lebih menjamin kontinuitas suatu amal hingga batas akhir
kehidupan kita kelak.

17. Mengoreksi Jiwa (Muhasabatu an-nafs)

Senantiasa memantau keadaan hati dapat mengantisipasi suatu kesalahan pada waktu
dini, sehingga proses pengobatan- nya akan lebih mudah. Firman-Nya,
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan." (al-Hasyr. 18)
DAFTAR PUSTAKA

Aulia, M Lili Nur. Beginilah Jalan Dakwah. Jakarta: Pustaka Dakwatuna, 2015.
Nuh, Sayyid M. Penyebab Gagalnya Dakwah. Jakarta: Gema Insani press, 2016.
Tiarto, Eko Hari. Cara Berdakwah Pemuda Masa Kini. Jakarta: CV Jejak, 2019.
https://tafsirweb.com/5531-surat-al-anbiya-ayat-19.html

Anda mungkin juga menyukai