Anda di halaman 1dari 4

Materi liqo: Surat Al-Ma’un: Kepedulian sosial

Materi:

Ciri-ciri pendusta agama:

1. menghardik anak yatim

2. tidak peduli kepada orang miskin

3. riya’ dalam sholat

4. enggan berkontribusi pada kebaikan

Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk (hudan) bagi manusia ke jalan yang benar dan diridhai
Allah. Selain itu, menurut Qardhawi, al-Qur’an juga memuat penjelasan tentang berbagai
persoalan karena sesungguhnya al-Qur’an merupakan sumber solusi bagi setiap
permasalahan hidup manusia. Salah satunya yaitu kandungan dari surat al-Ma’un ayat 1-7

ِ ‫ط َع ِام ْال ِم ْس ِك‬


‫] فَ َو ْي ٌل‬١:٧٠١[ ‫ين‬ َ ‫ض َعلَ َٰى‬
ُّ ‫] َو ََل يَ ُح‬١:٧٠١[ ‫يم‬ ُّ ُ ‫] َف َٰذَلِكَ الَّذِي يَد‬١:٧٠١[ ‫ِّين‬
َ ِ‫ع ْاليَت‬ ِ ‫أَ َرأَيْتَ الَّذِي يُ َك ِذِّبُ بِال ِد‬
ْ َّ
]١:٧٠٧[ َ‫] َويَ ْمنَعُونَ ال َماعُون‬١:٧٠١[ َ‫] الذِينَ ُه ْم ي َُرا ُءون‬١:٧٠١[ َ‫سا ُهون‬ َ ‫ص ََلتِ ِه ْم‬ َ ‫] الَّذِينَ ُه ْم‬١:٧٠٠[ َ‫ص ِلِّين‬
َ ‫عن‬ َ ‫ِلِّ ْل ُم‬

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak
yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang sholat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari sholatnya. Orang-orang yang
berbuat riya’. Dan enggan (menolong dengan) barang yang berguna.” (Qs. al-Ma’un: 1-7)

Surat al-Ma’un diawali dengan hamzah istifhām atau alif istifhām di kata ara’aita. Penggunaan
hamzah istifhām di awal surat ini menunjukkan makna insya’ istifhām li al-ta’jūb (untuk
menunjukkan keheranan) kepada orang yang diajak bicara. Hal ini bertujuan untuk membuat
orang ingin tahu disertai rasa keheranan yang mendalam tentang siapakah yang dimaksud
Allah sebagai pendusta agama.

Tujuh ayat dalam surat al-Ma’un ini menjelaskan tentang kriteria orang-orang yang Allah sebut
sebagai pendusta agama yaitu orang-orang yang menghardik anak yatim, orang yang tidak
memberi makan orang miskin, orang yang lalai dari sholatnya, orang yang riya’, dan orang yang
enggan tolong menolong.

Kata al-Māūn sendiri bermakna segala sesuatu yang bermanfaat yang mencakup hal-hal kecil
yang diperlukan orang dalam kehidupan sehari-hari, juga perbuatan baik berupa pemberian
bantuan kepada sesama manusia dalam hal-hal kecil. Bila diperluas maknanya, al-Māūn
berarti bantuan atau pertolongan dalam setiap kesulitan sehingga surat ini banyak
menggambarkan beberapa hal yang berkaitan dengan kepedulian sosial.

Pada ayat dua disebutkan “yaitu orang yang menghardik anak yatim.” Allah menyebut para
penghardik anak yatim sebagai pendusta agama karena mereka telah menghindarkan hak
para anak yatim dengan enggan memberi mereka makan, enggan menyantuni bahkan
berkata kasar sampai mendzalimi. Padahal Islam menempatkan anak yatim pada kedudukan
yang mulia sampai-sampai di dalam al-Qur’an Allah menyebutnya sebanyak 23 kali dalam
berbagai konteks. Selain itu di dalam hadis banyak pula dibahas tentang kedudukan dan
keutamaan menyantuni anak yatim, seperti sabda Nabi:

«‫ش ْيئًا‬ َ ‫سبَّابَ ِة َو ْال ُو ْس‬


َ ‫ َوفَ َّر َج بَ ْي َن ُه َما‬،‫طى‬ َ ‫ َوأَش‬.»‫أَنَا َوكَافِ ُل ْاليَتِ ِيم فِى ْال َجنَّ ِة َه َكذَا‬
َّ ‫َار بِال‬

“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini.”
Kemudian Nabi mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengahnya serta agak merenggangkan
keduanya. (HR. Bukhari)

Kemudian pada ayat ketiga disebutkan “dan tidak menganjurkan memberi makan orang
miskin.” Golongan pendusta agama selain orang yang menghardik anak yatim yaitu orang
yang enggan menginfakkan sebagian hartanya dalam membantu fakir miskin. Allah memberi
rezeki kepada hamba-Nya bukanlah agar dinikmati sendiri namun di dalamnya terdapat
bagian kaum fakir miskin yang harus disalurkan. Banyak keutamaan yang Allah janjikan bagi
mereka yang memberi makan orang miskin, di antaranya sabda Nabi:

« ‫ قَا َل أَبُو بَ ْك ٍر‬.» ً ‫ قَا َل « فَ َم ْن تَبِ َع ِم ْن ُك ُم ْاليَ ْو َم َجنَازَ ة‬.‫ قَا َل أَبُو بَ ْك ٍر رضى هللا عنه أَنَا‬.» ‫صائِ ًما‬ َ ‫صبَ َح ِم ْن ُك ُم ْاليَ ْو َم‬
ْ َ‫َم ْن أ‬
‫ قَا َل « فَ َم ْن َعادَ ِم ْن ُك ُم ْال َي ْو َم‬.‫ قَا َل أَبُو َب ْك ٍر رضى هللا عنه أَنَا‬.» ‫ط َع َم ِم ْن ُك ُم ْال َي ْو َم ِم ْس ِكينًا‬
ْ َ ‫ قَا َل « فَ َم ْن أ‬.‫رضى هللا عنه أَنَا‬
َ‫ئ ِإَلَّ دَ َخ َل ْال َجنَّة‬ ٍ ‫ « َما اجْ تَ َم ْعنَ فِى ا ْم ِر‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫اَّلل‬ ُ ‫ فَقَا َل َر‬.‫ قَا َل أَبُو بَ ْك ٍر رضى هللا عنه أَنَا‬.» ‫َم ِريضًا‬
ِ َّ ‫سو ُل‬
»

“Siapakah di antara kalian yang pada hari ini berpuasa? Abu Bakar menjawab: Saya. Beliau
bertanya lagi: Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengiringi jenazah? Abu Bakar
menjawab: Saya. Nabi bertanya lagi: Siapakah di antara kalian yang hari ini memberi makan
orang miskin? Abu Bakar menjawab: Saya. Nabi bertanya lagi: Siapakah di antara kalian yang
hari ini menjenguk orang sakit? Abu Bakar menjawab: Saya. Maka Rasulullah pun bersabda:
Tidaklah ciri-ciri itu terkumpul pada diri seseorang melainkan dia pasti akan masuk surga.”
(HR. Muslim)

Hadis di atas menjelaskan bahwa orang yang memberi maka orang miskin mendapat jaminan
masuk surga. Selain itu, di hadis lain disebutkan akan mendapat kamar khusus dan istimewa
di surga serta dapat memakan buah-buahan di dalamnya. Pahala besar yang Allah janjikan
kepada mereka yang dengan ikhlas menyisihkan hartanya untuk memberi makan fakir miskin
merupakan indikasi bagaimana Allah hendak mengajarkan kepada hamba-Nya agar tidak lalai
akan kondisi orang-orang lemah di lingkungan sekitar yang membutuhkan bantuan dan
uluran tangan.

Kemudian ayat empat dan lima yang artinya “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang
sholat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari sholatnya”. Ibnu Abbas menerangkan bahwa yang
dimaksud dari ayat ini yaitu orang-orang munafik yang mengerjakan sholat secara terang-
terangan sedangkan ketika sendiri mereka tidak mengerjakan sholat. Sehingga di ayat 4 Allah
menyebut mereka dengan “orang-orang yang sholat” karena mereka berkewajiban
mengerjakan sholat namun seringkali melalaikannya. Selain itu ada pula yang memaknai
mengerjakan sholat namun diakhirkan bahkan terkadang sampai keluar waktunya dan itu
menjadi kebiasaan sehari-hari, atau sholat namun tidak terpenuhi rukun-rukunnya, atau tidak
khusyuk sehingga tidak merenungkan maknanya. Mereka itulah orang yang Allah sebut
sebagai pendusta agama.

Pada ayat enam yang artinya “Orang-orang yang berbuat riya”, yaitu orang-orang yang
melakukan suatu perbuatan bukan karena Allah namun agar dapat pujian dari orang-orang
disekitarnya. Kemudian di ayat terakhir ” Dan enggan (menolong dengan) barang yang
berguna”.

Wahbah Zuhaili memaknai ayat ini dengan orang yang mencegah dari berbuat baik terhadap
saudaranya, tidak membantu saudara, dan mencegah orang untuk bersikap baik terhadap
saudaranya.

Sedangkan Ibnu Katsir menjelaskannya dengan “orang yang tidak baik ibadahnya kepada
makhluk-Nya, mereka tidak memberikan bantuan yang bermanfaat dan menolak membayar
zakat dan berinfak kepada kerabat.”

Dari beberapa penafsiran terkait Surat al-Ma’un ayat 1-7 di atas, dapat disimpulkan bahwa
Surat ini menggambarkan beberapa hal terkait kepedulian sosial. Diawali dengan pertanyaan
“siapakah pendusta agama?”, sesungguhnya melalui ayat ini Allah sedang memperingatkan
hamba-Nya terkait beberapa perilaku tercela yang menjerumuskan pelakunya pada predikat
pendusta agama.

Allah juga tengah menyadarkan kita bahwa ibadah ritual kepada Allah tidak ada artinya
apabila tidak direfleksikan dalam wujud kesadaran kemanusiaan karena kebaikan
sesungguhnya merupakan perpaduan antara transendensi (keimanan) dan praksisi gerakan.
Maka teologi al-Ma’un dapat didefinisikan sebagai pemikiran berkenaan dengan pelayanan
terhadap masyarakat seperti menyantuni anak yatim dan menolong fakir miskin.

Surat al-Ma’un mengandung kritikan kepada perilaku individualisme, hanya mementingkan


diri sendiri tanpa peduli akan keadaan sekitar. Individualisme bertentangan dengan nilai
Islam. Dalam hidup bermasyarakat, Islam mengajarkan agar hidup berdampingan secara
harmonis, saling menghargai, toleran dan tolong menolong. Hal ini sejalan dengan firman
Allah:

ِ ‫اْلثْ ِم َو ْالعُد َْو‬


‫ان‬ ِ ْ ‫َوت َ َع َاونُوا َعلَى ْال ِب ِ ِّر َوالت َّ ْق َو َٰى ۖ َو ََل ت َ َع َاونُوا َعلَى‬

“Saling tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa. Dan janganlah kalian tolong
menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.” (Qs. Al-Maidah: 2)

Terdapat empat poin penting yang dapat disimpulkan dari Surat al-Maun yaitu:
Perintah untuk berbuat kebaikan kepada sesama manusia terutama terhadap anak yatim dan
fakir miskin

Larangan untuk melalaikan sholat


Larangan riya
Larangan kikir atau bakhil untuk beramal

Pelanggaran terhadap empat poin di atas disebut sebagai pendusta agama yang dibenci oleh
Allah. Semoga kita tidak termasuk golongan ini sehingga mari kita tingkatkan kepeduliaan dan
kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Selain mengharapkan ridha dari Allah, berbagi kepada
sesama dapat meningkatkan rasa syukur kepada Allah dan mengeratkan tali persaudaraan.

Anda mungkin juga menyukai