Anda di halaman 1dari 37

HAK ASASI MANUSIA DALAM KAJIAN FILSAFAT HUKUM DAN

DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Hukum

Dosen Pengampu: 1. Prof. Dr. H. Suparman Usman, S.H.

2. Dr. H. Itang, M.Ag.

Disusun Oleh:

Lusita nengsih lumban gaol 7773220020

Semester/Kelas : 2/B

MAGISTER HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa sehingga makalah ini dapat

diselesaikan dengan lancar. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. H.

Suparman Usman, S.H. dan Dr. H. Itang, M.Ag.sebagai dosen mata kuliah Filsafat Hukum

atas bimbingan dan arahan dalam pembuatan makalah ini.

Penulis berharap makalah ini dapat berguna sebagai literatur kajian ilmiah mengenai

Hak Asasi Manusia dalam Kajian Filsafat Hukum dan Dalam Kajian Hukum Islam. Penulis

menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran sangat

diharapkan dalam penyempurnaan tugas ini. Terima kasih.

Serang, 29 April 2023

Penulis

38
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................1
BAB I.................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.............................................................................................................2
A. Latar Belakang.......................................................................................................2
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN................................................................................................................4
1. HAK ASASI MANUSIA DALAM KAJIAN FILSAFAT HUKUM.....................4
A. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)..........................................................4
B. Latar Belakang Hak Asasi Manusia....................................................................6
C. Ruang Lingkup Hak Asasi Manusia (HAM)......................................................7
D. HAM dalam UUD NRI Tahun 1945...................................................................8
E. Hak Asasi Manusia dalam Barat.........................................................................9
F. Hak Asasi Manusia dan Wibawa Hukum...........................................................9
G. Contoh Pelanggaran HAM di-Indonesia...........................................................10
1.2 FILSAFAT HUKUM.......................................................................................12
A. Pengertian Filsafat............................................................................................12
B. Filsafat Hukum.................................................................................................12
C. Ruang Lingkup Filsafat Hukum.......................................................................15
D. Sifat Filsafat Hukum........................................................................................17
E. Fungsi Filsafat Hukum.....................................................................................18
2. HAK ASASI MANUSIA DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM..........................19
A. DEFINISI HAK ASASI MANUSIA DAN KONSEPNYA DALAM ISLAM.....19
B. PENGATURAN HAK ASASI MANUSIA DALAM HUKUM ISLAM.........23
C. HUKUM ISLAM DAN HAM..........................................................................25
D. Contoh Kasus Pelanggaran HAM Dari Sudut Pandang Islam..........................28
BAB III............................................................................................................................31
PENUTUP.......................................................................................................................31
A. Kesimpulan..........................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................32
BIODATA DIRI..............................................................................................................34
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan
pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.
Dalam pembahasan kali ini yaitu mengenai Hak Asasi Manusia dalam
kajian Filsafat Hukum, bagaimana kita dapat berfikir secara logis tentang
kehidupan HAM yang ada dimuka bumi ini, dalam hal ini tentu saja kita
membicarakan mengenai sisi keadilannya, bagaimana komposisi keadilan
itu sendiri dalam kehidupan berfalsafah. Sesungguhnya pada dasarnya
sebuah keadilan didapatkan oleh manusia secara bebas dan itu merupakan
haknya ketika mereka sudah terbentuk seperti janin ketika berada dalam
kandungan ibu. Pada zaman sekarang ini semua orang mengenal sebutan
“keadilan” , tetapi sayangnya mereke mencederai nama keadilan itu
sendiri dengan sikap mereka yang tidak memikirkan orang lain, tetapi
hanya memikirkan dirinya saja dan kelompoknya saja. Betapa ironisnya
ketika keadilan itu keluar dari jalan yang benar karena pikiran manusianya
dalam berfalsafah yang telah menyimpang dari aturan-aturan atau kaidah-
kadiah yang ada.
Filsafat hukum harus dapat menekan segala problematika hukum
yang ada di dalam negara ini maupun di dunia ini, tidak boleh adanya
proses presure of mind atau presure of react dalam menjalankan sikap
hukum.

B. Rumusan Masalah
1. HAK ASASI MANUSIA
a) Apa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia?

38
1

b) Bagaimana HAM dalam UUD NRI Tahun 1945 dan Menurut


Islam?
c) Bagaimana contoh pelanggaran HAM di Indonesia Contoh
Kasus Pelanggaran HAM Dari Sudut Pandang Islam?
d) Bagaimanakah Pengaturan Hak Asasi Manusia dalam Hukum
Islam
e) Bagaimanakah hubungan antara Hukum Islam dan HAM

C. Tujuan
1. Memahami definisi dari Hak Asasi Manusia dan Filsafat Hukum.
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam tentang HAM
3. Memahami mengenai Ruang Lingkup Hak Asasi Manusia dan Filsafat
Hukum.
4. Mengetahui contoh dari pelanggaran Hak Asasi Manusia.
BAB II

PEMBAHASAN

1. HAK ASASI MANUSIA DALAM KAJIAN FILSAFAT HUKUM

A. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)


Hak asasi manusia sering kita sebut sebagai HAM adalah
terjemahan dari istilah human right atau the right of human. Secara
terminologi istilah ini artinya adalah hak-hak manusia. Namun dalam
beberapa literatur pemakaian istilah hak asasi manusia (HAM) lebih sering
digunakan dari pada pemakaian hak-hak manusia. Di- Indonesia hak-hak
manusia pada umumnya lebih dikenal dengan istilah “hak asasi” sebagai
terjemahan dari basic right (Inggris) dan groundrechten (Belanda), atau
bisa juga disebut hak-hak fundamental. 1 Pada hakikatnya HAM terdiri atas
dua hak dasar yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak
kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah lahir HAM yang lainnya atau tanpa
kedua hak dasar ini hak asasi manusia lainnya sulit akan ditegakkan.2
Dalam TAP MPR Nomor XVII/MPR/1999 yang dimaksud dengan
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang
sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan
berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan
perkembangan manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan,
dirampas, atau di ganggu oleh siapapun.

1
M. Syukri Albani Nasution dan Zul Pahmi Lubis. Hukum Dalam Pendekatan Filsafat, (Jakarta :PT
Karisma Putra Utama), Hlm.267

2
H.Baharudin Lopa, Al-Qur’an dan hak-hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa,
1996),
Hlm 2.

38
1

Hak asasi manusia dengan demikian adalah serangkaian klaim


yang tanpa terkecuali didukung oleh etika dan yang semestinya didukung
oleh hukum, yang diajukan kepada masyarakat, terutama diajukan kepada
para pengelola negara, oleh individu-individu atau kelompok-kelompok
berdasarkan kemanusiaan mereka. Hak-hak itu berlaku terlepas dari ras,
warna kulit, jenis kelamin atau pembeda lain dan yang tidak mungkin
ditarik kembali atau ditolak oleh semua pemerintahan, rakyat atau
individu.3
Hak-hak asasi manusia diakui bersifat universal dan masyarakat
internasional juga telah mengakui dan menyepakati bahwa pelaksanaannya
merupakan wewenang dan tanggungjawab setiap pemerintahan Negara
dengan memperhatikan sepenuhnya keanekaragaman tatanilai, sejarah,
kebudayaan, sistem politik, tingkat pertumbuhan sosial, dan ekonomi serta
faktor-faktor lain yang dimiliki bangsa yang bersangkutan.4

Shue mendalilkan dengan kuat adanya hak dasar atau fundamental


atas kelangsungan hidup (subsitensi) yang dipenuhi oleh hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya. Dia berpendapat keadilan dan hukum
internasional menuntut bangsa-bangsa kaya untuk berbagi sumber-sumber
daya mereka yang melimpah dengan jutaan manusia yang kekurangan gizi
kronis disegenap penjuru dunia.5

Dalam menjalankan hak ini, adakalanya suatu ‘bangsa’ di suatu


negara berdaulat memilih kemerdekaan yang kemudian bisa berujung pada
pemisahan diri dari negara yang sudah ada. Hal ini pada galibnya timbul
sebagai konsekuensi penyangkalan negara atas hak-hak dasar ‘bangsa’
yang mengklaim otonomi semacam itu.6
Hak politik dan kedudukan dalam hukum bagi laki-laki dan perem-
puan dalam pandangan suatu bangsa, tidak bisa dilepaskan dari pandangan
3
Umozurike, U.O., the african charter on human and people rights (1997), hal.5
4
Bahder Johan Nasution, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, (Bandung: CV MandarMaju,
2017), cet.Kelima, hlm.252-253.
5
Shua, H, Basic Rights: subsistence, Affluence and US Foreign Policy (edisi kedua, 1996)
6
Higgins (c.k. no.27), hal.124
hak asasi manusia (HAM) bangsa tersebut. HAM dalam pandangan bangsa
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional, pada dasarnya
sama dengan hak asasi manusia dalam pandangan bangsa-bangsa di dunia
sebagaimana tertuang dalam The Universal Declaration of Human Rights
(UDHR), yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang dikeluarkan
oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hak asasi manusia
adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia
mus- tahil dapat hidup sebagai manusia. Hak hidup misalnya, adalah klaim
untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat
seseorang tetap hidup, karena tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai
manusia akan hilang.
Menurut John Locke, hak asasi manusia adalah hak-hak yang di-
berikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang
bersifat kodrati. Karen sifatnya yang demikian maka tidak ada kekuasaan
apapun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia. Ia adalah
hak dasar setiap manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan
Yang Maha Esa; bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 ten-
tang Hak Asasi Manusia, bahwa "Hak Asasi Manusia (HAM) adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh pemerintah,
dan setiap orang demi kehormatan serta dan martabat manusia.7

B. Latar Belakang Hak Asasi Manusia


Hak asasi manusia lahir bersama dengan manusia. Artinya, hak
asasi manusia timbul sejak adanya manusia. Dalam sejarah dunia, yaitu
bangsa Eropa pernah menjajah negara di Benua Asia, Afrika, Australia,
dan Amerika. hal ini juga termasuk salah satu pelanggaran hak asasi

7
Lihat Prof. Dr. H. Suparman Usman, S.H. Etika dan tanggung jawab profesi hokum di Indonesia
hal. 65

38
1

manusia. Oleh karena itu, para pejuang kemerdekaan bangsa termasuk


bangsa Indonesia. Penjajahan dalam praktik bukan hanya dilakukan oleh
bangsa Eropa atau asing, melainkan mungkin juga dilakukan oleh bangsa
sendiri dan/atau pemerintah yang sedang berkuasajuga dapat melanggar
hak asasi manusia.8
Namun demikian, ide mengenai munculnya hak asasi manusia
secara hukum ketatanegaraan diperkirakan pada abad ke tujuh belas dan
delapan belas Masehi. Hal ini terjadi sebagai reaksi terhadap arogansi dan
kediktatoran raja-raja dan kaum feodal terhadap rakyat yang mereka
perintah atau manusia yang dipekerjakan di zaman itu.

C. Ruang Lingkup Hak Asasi Manusia (HAM)


Dewasa ini hak asasi manusia meluputi berbagai bidang kehidupan, di
antaranya:
a. Hak asasi pribadi (Personal Right), yaitu hak:
 Kemerdekaan memeluk agama
 Beribadat menurut agama masing-masing
 Menyatakan pendapat
 Kebebasan berorganisasi atau berserikat
b. Hak asasi ekonomi (Poperty Right), yaitu hak:
 Memiliki sesuatu
 Membeli dan menjual sesuatu
 Mengadakan perjanjian atau kontrak
c. Hak persamaan hukum (Right Of Legal Equality) yaitu hak:
 Keadilan hukum
 Pemerintahan
d. Hak asasi politik (Political Right), yaitu hak:
 Memilih dan dipilih
 Mendirikan partai politik atau organisasi

8
Darwan Prinst, Sosialisasi dan Dimensi Penegakan Hak Asasi Manusia, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2001), hlm. 1.
 Mengajukan petisi, kritik, atau saran
e. Hak asasi sosial dan kebudayaan (Sosial and Cultur Right), yaitu hak:
 Mendapatkan pendidikan dan pengajaran
 Hak memilih pendidikan
 Hak mengembangkan kebudayaan
f. Hak asasi perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan hukum
(Procedural Right), misalnya hak mendapatkan perlakuan yang wajar
dan adil dalam:
 Penggeledahan
 Razia
 Penangkapan
 Peradilan
 Pembelaan hukum

D. HAM dalam UUD NRI Tahun 1945

Sesungguhnya hak-hak asasi manusia bukan merupakan hal yang


asing bagi bangsa Indonesia. Perjuangan melepaskan diri dari belenggu
penjajah asing selama beratus-ratus tahun adalah perjuangan mewujudkan
hak penentuan nasib sendiri sebagai hak asasi manusia yang paling
mendasar. Komitmen Indonesia dalam pemajuan dan perlindungan hak
asasi manusia di seluruh wilayah Indonesia bersumber pada Pancasila,
khususnya sila kedua yakni “kemanusiaan yang adil dan beradab” serta
pasal-pasal yang relavan dalam UUD 1945 yang dirumuskan sebelum
dicanangkan deklarasi Universal hak-hak asasi manusia oleh PBB pada
tahun 1948.
Dilihat dari sudut pandang pengaturan hak asasi manusia, pada satu
sisi hak asasi memiliki sifat dasar yang membatasi kekuasaan
pemerintahan, namun sebaliknya pada sisi lain, pememrintah diberi
wewenang untuk membatasi hak-hak dasar sesuai dengan fungsi
pengendalian. Jadi, walaupun hak-hak dasar mengandung sifat membatasi

38
1

kekuasaan pemerintah yang pada dasarnya berisi wewenang untuk


mengendalikan kehidupan masyarakat. Bagi bangsa indonesia, UUD NRI
Tahun 1945 telah menjadi jaminan terhadap hak-hak asasi. Keterikatan
bangsa indonesia terhadap masalah-masalah hak asasi, dapat dilihat dari
pengaturan hak-hak dasar konstitusi. Pengaturan tersebut bukan hanya
memuat hak-hak hukum politik, tetapi juga memuat hak asasi di bidang
sosial, ekonomi, dan budaya.

E. Hak Asasi Manusia dalam Barat

HAM tidak lahir dengan sendirinya, melainkan sebagai capaian


ahir dari proses evolusi sejarah serta kesadaran kolektif akan pentingnya
menjunjung tinggi nilai-nilai dasar kemanusiaan.
Menurut Philipus M. Hadjon, hak asasi manusia konsep Barat yang
pada dasarnya adalah pembatasan terhadap tindak tanduk negara dan
organ-organnya dan peletakan kewajiban negara terhadap warganya
sehingga prinsip yang terkandung dalam konsep hak asasi manusia adalah
tuntutan akan hak terhadap negara dan kewajiban yang harus dilakukan
oleh negara.
Satu hal yang harus dipertegas dalam kajian hak-hak asasi manusia
di dunia Barat adalah persoalan universalitas, dalam arti menyeluruh bagi
umat manusia, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, hitam
dan putih, atau kaya dan miskin. Semua itu menjadi hak otoritas bagi
manusia tanpa mempertimbangkan segi-segi lainnya. Keyakinan seperti ini
menempatkan HAM sebagai bagian terpenting dalam kehidupan dimana
hubungan antara penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dengan
perdamaian bangsa-bangsa relatif sangat erat. Itulah sebabnya James W
Nickel mengatakan bahwa aspek universalitas HAM lebih terletak pada
fungsinya untuk mencegah warga negara menjadi objek penindasan.
Merek tidak boleh dibiarkan begitu saja tanpa memiliki hak yang dapat
dituntut.
F. Hak Asasi Manusia dan Wibawa Hukum
Dalam Rapat Kerja Nasional I Mahkamah Agung (MA) dengan
jajaran pengadilan se-Indonesia menegaskan bahwa penegakan hukum
mutlak akan mengembalikan wibawa hukum. Wibawa dimaksud, hanya
dapat dilakukan oleh jajaran pengadilan. Selain itu, wibawa hukum
diperlukan pula untuk penegakan hak asasi manusia (HAM).
Orang sering kurang mengetahui dan menyadari bahwa HAM
mempunyai hubungan yang erat dengan wibawa hukum. Kekhilafan ini
tampak dari kenyataan, bahwa jarang sekali orang memperbincangkan
kedua masalah inibersamaan. Kalau berbicara tentang HAM, maka hanya
masalah ini saja yang disoroti. Demikian juga sebaliknya, kalau bicara
tentang wibawa hukummaka masalah ini saja yang dijadikan objek
pembahasan. Padahal HAM dan wibawa hukum merupakan dua sejoli atau
dua sisi mata uang, yang sisi satu tidak dapat dipisahkan dengan sisi yang
lainnya.
Charles Himawan mengungkapkan bahwa dinegara berkembang
baik yang sudah tergolong dalam kelompok Newly Industrialized
Countries (NIC) maupun yang masih tergolong sebagai Less Developed
Countries (LDC), hubungan antara HAM dengan wibawa hukum
seringkali dilupakan. Demikian yang diungkapkan oleh masyarakat yang
mendiami beberapa negara maju (Developed Countries).9

G. Contoh Pelanggaran HAM di-Indonesia


Negara Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak negara
yang tidak luput dari pelanggaran-pelanggaran mengenai Hak Asasi
Manusia, yang mana kasus tersebut merupakan hal yang sangat serius baik
menimpa perorangan maupun kelompok. Adapun contoh pelanggaran
mengenai HAM, yaitu:
1. Pembantaian Rawa Gede
Pembantaian Rawa Gede merupakan pelanggaran HAM, yang
mana dalam peristiwa tersebut terjadi penembakan dan

9
Dr. H. Zainuddin, Filsafat Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 155.

38
1

pembunuhan terhadap penduduk kampung Rawa Gede


(sekarang desa bolongsari, rawa merta, karawang) oleh tentara
Belanda tanggal 9 Desember 1945 bersamaan dengan Agresi
Militer Belanda I. Akibatnya puluhan warga sipil terbunuh oleh
tentara belanda yang kebanyakan dibunuh tanpa alasan yang
jelas. Tanggal 14 September 2011, Pengadilan Den Haaq
menyatakan bahwa pemerintah Belanda bersalah dan harus
bertanggungjawab dengan membayar ganti rugi (kompensasi)
kepada keluarga korban pembantaian Rawa Gede.
2. Pembunuhan Aktivis Buruh Wanita “MARSINAH”
Kasus marsinah terjadi pada 3-4 Mei 1993. Seseorang pekerja
dan aktivis wanita PT Catur Putra Surya Porong, Jatim.
Peristiwa ini berawal dari mogok yang dilakukan oleh
Marsinah dan buruh PT CPS. Mereka menuntut kepastian pada
perusahaan yang telah melakukan PHK tanpa alasan. Setelah
aksi demo tersebut, marsinah malah ditemukan tewas lima hari
kemudian. Ia tewas di kawasan hutan wilangan, Nganjuk.
Dalam kondisi mengenaskan dan diduga menjadi korban
pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiyayaan dan
pembunuhan, dan penyelidikan masih belum menemukan titik
terang hingga sekarang tentang kasus pembunuhan Marsinah.
3. Kasus Penganiayaan Wartawan UDIN
Kasus penganiyayaan dan terbunuhnya wartawan udin (Fuad
Muhammad Syarifudin) terjadi di yogyakarta pada 16 Agustus
1996. Sebelum kejadian ini, udin kerap menulis artikel kritis
tentang kebijakan pemerintah Orde Baru dan militer. Ia
menjadi wartawan di Bernas sejak 1986. Udin adalah seorang
wartawan Barnas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang
tidak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.
contoh diatas merupakan sebagian kecil dari sekian banyak kasus
pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang berada di Indonesia.

1.2 FILSAFAT HUKUM

A. Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu Philosophia. Philo atau
philein berarti cinta, Sophia berarti kebijaksanaan. Gabungan kedua kata
dimaksud berarti cinta kebijaksanaan. Philosophos adalah pecinta
kebijaksanaan. Dalam bahasa Arab disebut Failasuf , kemudian ditransfer
ke dalam bahasa Indonesia menjadi Failasuf atau Filsuf.
Selain itu dalam bahasa Arab dikenal kata hikmah yang hampir
sama dengan arti kebijaksanaan. Kata hikmah atau hakiem dalam bahasa
Arab dipakai dalam pengertian falsafah dan failasuf, tetapi harus dilihat
dalam konteks apa kata hikmah dan hakiem itu digunakan, karena tidak
semua kata hikmah atau hakiem digunakan. Hal itu menunjukkan bahwa
tidak semua kata hikmah atau hakiem dapat diartikan falsafah atau filsuf.
Antara falsafah dengan sejarah tidak dapat dipisahkan, karena
sejarah falsafah sudah merupakan falsafah itu sendiri. Ketika satu demi
satu ilmu pengetahuan memisahkan diri dari falsafah sebagai induknya,
akhirnya sisa dua bidang yang tetap melekat pada falsafah itu : Apakah
yang dapat aku ketahui dan apakah yang harus aku kerjakan. Kedua
pernyataan itu merupakan inti dari falsafah, yang pembahasannya meliputi
tiga realitas masalah, yaitu Tuhan, manusia, dan alam.10

B. Filsafat Hukum
Di mana letak filsafat hukum? Menurut Carl Joachim Friedrich
(1901-1984), filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat hukum, karena

10
H.M Rasyidi, dkk., Islam untuk Disiplin Ilmu Filsafat, (Jakarta:Bulan Bintang, 1998), hlm.104.

38
1

ia menawarkan refleksi filosofis mengenai landasan hukum umum.11


Objek dari filsafat hukum ada pada hukum itu sendiri. Hukum berkaitan
erat dengan norma-norma yang mengatur perilaku manusia. Sementara
pembahasan mengenai perilaku manusia ada pada filsafat tingkah laku
(etika). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa filsafat hukum
merupakan bagian dari filsafat tingkah laku (etika) yang mengkaji hukum
secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut sebagai
hakikat hukum atau merupakan filsafat yang mengkaji hukum secara
filosofis.12
Filsafat hukum merupakan langkah awal sampai akhir dari
penggalian mutiara hukum, menelisik sampai ke dasar masalah yang
menyebabkan bagaimana suatu tindakan dan kejadian akan diatur oleh
hukum. Filsafat hukum mempertanyakan dan merefleksikan setiap
peristiwa yang menghubungkan sikap tindak manusia agar mampu
menjaga ketertiban yang di cita-citakan dari terbentuknya negara.
Senyatanya, filsafat hukum tidak begitu terlalu diperhatikan oleh
penyelenggara negara, pembuat dan pelaksana ataupun penegak hukum.
Padahal, diperlukan pemahaman dan pembelajaran yang komperhensif
sebelum akhirnya produk-produk hukum itu dapat memperoleh resistensi
dari masyarakat.
Jika filsafat berarti mencintai kebijaksanaan dalam mencari
pengetahuan akan hakikat segala sesuatu, sedangkan hukum sendiri
berusaha pedoman dalam kehidupan antara sesame manusia, maka filsafat
hukum dapat berarti kebijaksanaan dalam menetapkan kebijaksanaan. Jika
seorang memiliki kebijaksanaan (hikmah) dalam diri, maka tentu ia
mampu membuat atau menetapkan hukum (kebijakan), setidaknya untuk
dirinya sendiri.
Melalui filsafat hukum manusia dapat menjadi “hakim’ bagi
dirinya sendiri, lebih-lebih kalau seseorang itu mempunyai kekuasaan dan
11
Carl Joachim Freidrich, Filsafat Hukum : Perspektif Historis, Diterjemahkan oleh Raisul
Muttaqin, (Bandung: PT Nuansa dan PT Nuansa Medua, 2004), hlm. 3.
12
Ibid
wewenang yang melekat padanya. Hakim disini dapat berarti memiliki
kebijaksanaan ataupun mampu membuat kebijakan dalam bertindak,
mampu menjaga diri, mampu menjaga sikap, mampu menilai diri, mampu
menetapkan aturan-aturan yang baik dan mampu melaksanakan kebijakan
dengan bijaksana guna berbuat kebajikan seperti yang dapat dipetik pada
kandungan makna QS Al Baqarah (2):269 yang membunyikan bahwa :
“Dan barangsiapa dianugrahi hikmah, ia benar-benar telah dianugrahi
kebaikan yang banyak”.13
Para ahli hukum memberikan pengertian filsafat hukum dengan
rumusan yang berbeda, yakni sebagai berikut :
1) E. Utrecht
Filsafat hukum memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti :
Apakah hukum itu sebenarnya? (Persoalan: Adanya dan tujuan hukum).
Apakah sebabnya kita menaati hukum? (Persoalan : berlakunya hukum).
Apakah keadilan yang menjadi ukuran untuk baik buruknya hukum itu?
(Persoalan keadilan hukum). Inilah pertanyaan-pertanyaan yang sebetulnya
juga dijawab oleh ilmu hukum. Akan tetapi, bagi orang banyak jawaban
ilmu hukum tidak memuaskan. Ilmu hukum sebagai ilmu empiris hanya
melihat hukum sebagai gejala saja, yaitu menerima hukum sebagai
gegebenheit belaka. Filsafat hukum hendak melihat hukum sebagai kaidah
dalam arti kata ethisch waardeoordeel.14
2) Mr. Soetika
Filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia ingin mengetahui
apa yang ada di belakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam
hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai,
dia member penjelasan mengenai nilai, postulat (dasar-dasar) hukum sampai
pada dasar-dasarnya, ia berusaha untuk mencapai akar-akar dari hukum15
3) Satjipto Rahardjo
13
Muhamad Erwin, Filsafat Hukum : Refkleksi Kritis terhadap Hukum dan Hukum Indonesia.
( Depok, PT RajaGrafindo Persada, 2015). Hlm.126
14
E. Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, (Jakarta:cetakan ke-9, Penerbitan
Universitas,1966), hlm. 75.
15
Soetikno, Filsafat Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, Cet. Ke-8, 1997), hlm.2

38
1

Filsafat hukum mempelajari pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari


hukum. Pertanyaan tentang hakikat hukum, tentang dasar bagi kekuatan
mengikat dari hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat
mendasar itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa menggarap
bahan hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut pemahaman yang
berbeda sama sekali. Ilmu hukum positif hanya berurusan dengan suatu tata
hukum tertentu dan mempertanyakan konsistensi logis asas, peraturan,
bidang serta sistem hukumnya sendiri.16
4) Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai; kecuali itu
filsafat hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai, misalnya penyerasian
antara ketertiban dengan ketentraman, antara kebendaan dan keakhlakan,
dan antara kelanggengan atau konservatisme dengan pembaruan.17
5) Gustav Radbruch (1878-1949)
Filsafat hukum mengandung tiga aspek, yaitu (1) aspek keadilan, keadilan
adalah kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan; (2) aspek
tujuan keadilan atau finalitas, yaitu menentukan isi hukum, sebab isi hukum
memang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai; (3) kepastian hukum
atau legalitas, yaitu menjamin bahwa hukum dapat berfungsi sebagai
peraturan yang harus ditaati.
Jika dianalisis definisi filsafat hukum yang diungkapkan di atas,
dapat diketahui bahwa filsafat hukum menganalisis asas-asas hukum dari
suatu peraturan serta menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan
permasalahan hukum, baik dalam bentuk yuridis normatif maupun yuridis
empiris sehingga tujuan hukum dapat tercapai, yaitu untuk perbaikan dalam
kehidupan manusia. Sebab, isi hukum adalah sesuatu yang menumbuhkan
nilai-nilai kebaikan di antara orang.

16
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1982), hlm.339
17
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Renungan tentang Filsafat Hukum, (Palembang:
Fakultas Hukum UNSRI, 1978), hlm.11
C. Ruang Lingkup Filsafat Hukum
Para Filsif masa dahulu menjadikan tujuan hukum sebagai objek
kajian dalam filsafat hukum. Hal itu tampak ketika membicarakan
mengenai tujuan hukum, hubungan hukum alam dengan hukum positif,
hubungan negara dan hukum, dan lain-lain. Oleh karena itu,
perkembangan filsafat yang kemudian melahirkan hukum sehingga
tampak bahwa filsafat hukum merupakan pembulat dalam kajian ilmu
hukum. Walaupun kajian para filsuf dahulu terbatas pada tujuan hukum,
tetapi besar faedahnya terhadap perkembangan ilmu hukum saat ini.
Pemikiran hukum dari Socrates, Plato, Aristoteles, Cicero, Zeno dari
zaman Yunani atau Romawi misalnya masih banyak diikuti oleh para ahli
hukum baik di Indonesia maupun di negara-negara lainnya.18
Objek pembahasan di filsafat hukum bukan hanya tujuan hukum,
melainkan masalah hukum yang mendasar sifatnya yang muncul di dalam
masyarakat yang memerlukan suatu permasalahan. Karena, filsafat hukum
saat ini bukan lagi filsafat hukumnya para ahli filsafat seperti di zaman
Yunani atau Romawi, tetapi merupakan hasil pemikiran dari para ahli
hukum (baik teoritis maupun praktis yang dalam tugas kesehariannya
banyak menghadapi permasalahan yang menyangkut keadilan sosial di
masyarakat. Masalah-masalah hukum tersebut, dapat diungkapkan sebagai
berikut :

1. Hubungan hukum dengan kekuasaan.

2. Hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya.

3. Apa sebabnya negara berhak menghukum seseorang.

4. Apa sebabnya negara berhak menghukum seseorang.

5. Pertanggungjawaban.

6. Hak milik.

18
Zainudin Ali, Filsafat Hukum (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), hlm.24

38
1

7. Kontrak.

8. Peran hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat.

9. Hukum sebagai sosial kontrol dalam masyarakat.

10. Sejarah hukum.

Contoh yang menjadi objek filsafat hukum di atas, merupakan ruang lingkup
pembahasan filsafat hukum di Indonesia saat ini. Hal itu menunjukkan
bahwa kajian sosiologi hukum tidak dapat diceraipisahkan dengan kajian
filsafat hukum. Sebab, kajian sosiologi hukum merupakan bagian dari kajian
filsafat hukum.19

D. Sifat Filsafat Hukum


Pada hakikatnya sifat filsafat dan flsafat hukum berada dalam satu
keutuhan. Adapun yang melekat pada keduanya yakni :
Bersifat universal, artinya berpikir tentang hal-hal serta proses-
proses yang bersifat umum. Filsafat bersangkutan dengan pengalaman-
pengalaman umum dari umat manusia. Dengan penjajakan yang radikal,
filsafat berusaha untuk sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang
universal. Persoalan kefilsafatan tidak bersangkutan dengan objek-objek
khusus. Dengan kata lain, sebagian besar masalah kefilsafatan berkaitan
dengan ide-ide besar. Misalnya, filsafat tidak menanyakan “berapa harta
yang anda sedekahkan dalam satu bulan? Akan tetapi filsafat menanyakan
apakah manusia itu?”
Bersifat spekulatif, artinya persoalan-persoalan yang dihadapi telah
melampaui batas-batas pengetahuan ilmiah, yakni dengan membuat
tekanan-tekanan yang cerdik tentang hal-hal yang ada diluar pengetahuan
sekarang, misalnya tentang kebahagiaan, masyarakat adil dan makmur.
Bersangkutan dengan nilai-nilai, di mana persoalan-persoalan
kefilsafatan bertalian dengan keputusan tentang penilaian moral, penilaian
estetis, agama, dan sosial. Nilai dalam pengertian ini adalah suatu kualitas
19
Ibid, hlm. 25.
abstrak yang ada pada sesuatu hal. Nilai-nilai dapat dimengerti dan
dihayati. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa yang dimaksudkan
dengan nilai-nilai adalah suatu kualitas abstrak yang dapat menimbulkan
rasa senang, puas, atau bahagia bagi orang yang mengalami dan
menghayatinya.
Bersifat implikatif, artinya bila suatu persoalan kefilsafatan sudah
dijawab, maka dari jawaban tersebut akan memunculkan persoalan baru
yang saling berhubungan. Jawaban yang dikemukakan mengandung
akibat-akibat lebih jauh yang menyentuh kepentingan-kepentingan hidup
yang pokok bagi manusia. Pertanyaan-pertanyaan mutakhir yang
menyangkut manusia misalnya : apakah manusia seutuhnya itu?, apakah
manusia yang berkualitas itu?
Berpikir secara radikal, di mana radikal itu berasal dari bahasa
Yunani ‘radix’ yang berarati akar. Berpikir secara radikal maksudnya
berfikir sampai ke akar-akarnya. Berpikir sampai kepada hakikat, esensi
atau sampai ke substansi yang dipikirkan. Tidak ketinggalan, bahwa
berpikir secara kefilsafatan dicirikan dengan “pemikiran yang bertanggung
jawab”, seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berpkir sambil
bertanggung jawab. Pertanggungjawaban yang pertama adalah terhadap
hati nuraninya sendiri.

E. Fungsi Filsafat Hukum


Pada zaman Yunani Kuno Hukum dipandang berkaitan dengan
alam. Alam dikuasai oleh hukum yang biasa disebut hukum hukum alam.
Demikian juga manusia yang termasuk alam itu. Dalam pandangan yang
demikian, hukum berfungsi untuk mengatur hidup manusia supaya
mengikuti peraturan yang sesuai dengan hakikatnya. Dalam abad
pertengahan pandangan itu berubah, hukum tetap dipertahankan dalam
fungsinya yang semula, yakni menciptakan aturan-aturan. Namun antara
yang terwujud tidak dipandang lagi sebagai suatu keharusan alamiah.
Aturan hukum adalah aturan Allah SWT. Hukum berfungsi untuk

38
1

menjamin suatu aturan hidup sebagaimana yang dikehendaki oleh pencipta


manusia.20
Dalam zaman modern, pandangan terhadap hukum berubah lagi.
Hukum dilihat sebagai ciptaan manusia. Karena yang menentukan hukum
adalah manusia sendiri, ia menentukan aturan dalam kehidupannya. Latar
belakang pandangan ini adalah kenyataan bahwa manusia merupakan
makhluk yang bebas. Ia membangun kehidupannya, baik kehidupan
pribadi maupun kehidupan kelompok sesuai dengan kebutuhan dan cita-
citanya. Fungsi hukum dalam pandangan ini adalah mewujudkan suatu
kehidupan bersama yang teratur sehingga dapat menunjang perkembangan
pribadi setiap manusia. Namun, problema yang muncul di sini adalah apa
yang dimaksudkan suatu aturan hidup bersama yang sesuai dengan
kebutuhan dan cita-cita manusia.
Ketika muncul tokoh dari Filsuf Yunani dan Kristiani
memunculkan ide bahwa tujuan negara dan hukum adalah untuk
mewujudkan kepentingan umum, maka negara didirikan untuk
mewujudkan kepentingan umum, dan hukum merupakan sarana utama
untuk merealisasikan tujuan itu. Suatu masyarakat dianggap baik, bila
kepentingan umum diperhatikan, baik oleh penguasa maupun oleh para
warga negara. Pengertian ini tetap dipertahankan dalam zaman
rasionalisme sampai saat ini, di antaranya ditemukan dalam aliran realism
hukum Amerika (Cardoso dan Roscoe Pond).

2. HAK ASASI MANUSIA DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM

20
Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, ( Yogyakarta: Kanisius, Cet.ketiga, 1986),
hlm.286
A. DEFINISI HAK ASASI MANUSIA DAN KONSEPNYA DALAM
ISLAM

Definisi HAM sampai saat ini belum ada yang baku, pengertian

dan perkembangan tentang hak tersebut selalu berubah sesuai dengan

dinamika dari manusia itu sendiri. Bila di lihat dari definisi yang ada, pada

hakikatnya membicarakan hak-hak yang ada pada manusia sebagai

makhluk hidup.

Berikut ini akan dikemukakan definisi yang di rumuskan oleh

beberapa ahli, yaitu : A. Mansur Efendi memberikan definisi ; hak

manusia adalah hak milik bersama umat manusia yang diberikan oleh

Tuhan untuk selama hidupnya21

Darmaji Darmodiharjo memberikan definisi ; Hak asasi manusia

untuk dasar dan hak-hak pokok yang mem-bawa manusia semenjak lahir

sebagai anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa22

Sidney Hook, memberi definisi; Hak asasi manusia adalah tuntut-

an yang secara moral bisa dibenarkan, agar seluruh manusia dapat

menikmati dan melaksa-nakan kebebasan dasar mereka harta benda dan

pelayanan-pelayanan mereka yang dipandang perlu untuk mencapai

hakikat manusia23.
21
Mansur Efendi, Tempat Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional/Internasional
(Bandung Alumni 1980), h.20
22
Darmaji Darmodiharjo, Pendidikan Pancasila diperguruan Tinggi, (Malang
Laboratorium Pancasila IKIP, 1989), h.25
23
Sidney Hook et.al, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, penyunting Harun Nasution dan
Bahtiar Effendy, (Jakarta ; Pustaka Firdaus, 1995), h. 19

38
1

Berdasarkan beberapa definisi para ahli tersebut, dapat dipahami


bahwa HAM adalah berbagai fasilitas dasar yang diberikan oleh Tuhan
kepada umat manusia, yang diantara sesama manusia tersebut memiliki
fasilitas yang sama. Hanya pada level praktisnya, antara yang satu dengan
yang lainnya akan ditemukan banyak perbedaan. Hal ini tergantung pada
sejauh mana manusia itu sendiri mampu mengusahakan hak tersebut
secara optimal. Misalnya manusia sama-sama mempunyai hak hidup pada
kenyatannya kehidupan manusia itu ada yang hidupnya dapat memberi
manfaat kepada orang lain, ada juga yang hidupnya justru membahayakan
(merugikan) bagi orang lain. fiqih abad pertengahan. Dalam fiqih kategori
haaq Al-Abd., hak individu muslim, kasus yang tindakan hukumnya
terdapat pelanggaran diserahkan kepada kebijaksanaan pihak yang
dirugikan, berbeda dengan kategori hak Tuhan, haaq Allah yang tindakan
hukumnya harus dilakukan dengan perintah. Satu prinsip fiqih yang dapat
disamakan dengan hak dalam penger-tian moderen adalah hak pemilik
harta untuk mendapatkan bantuan hukum terhadap gangguan atas
hartanya.24

Menurut Dr. Syekh Syaurat Hussain, terdapat dua macam HAM


jika dilhat dari ketegori huquuqul' ibad yaitu Pertama : HAM yang
keberadaanya dapat diselenggarakan oleh suatu negara (Islam). Kedua :
HAM yang keberadaannya tidak secara langsung dapat dilaksanakan oleh
suatu Negara.

Hak-hak pertama yang dapat disebut sebagai hak-hak legal, sedang


yang kedua disebut sebagai hak-hak moral. Perbedaaan keduanya hanya
terletak pada masalah pertanggung-jawaban didepan suatu negara Islam.
Adapun dalam masalah sumber asal, filsafat dan pertanggungjawabannya
dihadapan Allah SWT Yang Maha Kuasa itu sama.25

24
Jhon. L. Eposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern (Jilid II cet I ; Bandung : Mizan,
Zoon). H. 136
25
Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Diterjemahkan oleh Abdul Rochim
C. H, (Cet. I ; Jakarta Gema Insani Press, 1996), h.55
Aspek khas dalam konsep HAM Islam adalah tidak adanya orang
lain yang dapat memaafkan suatu pelanggaran hakhak jika pelanggan itu
terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi haknya. Meskipun Allah sendiri
telah menganugerahkan hak-hak ini, dan secara asalnya adalah tetap
bagiNya. Serta didepanNyalah semua manusia wajib
mempertanggungjawabkan, Allah tidak akan melaksanakan kekuasaanNya
untuk mengampuni pelanggaran hak-hak pada hari akhirat kelak.
Secara universal, pada hakikatnya misi Rasulullah itu sendiri adalah untuk
menegakkan HAM. Beliau sebagai Rahmat Lil Alamin, dalam setiap
kesempatan selalu mendahulukan HAM sekaligus KAM (Kewajiban Hak
Asasi Manusia). Keadilan sebagai ciri HAM adalah tuntunan jelas yang
tercantum dalam Al Qur'an.26
Adapun Islam telah memberikan jaminan pada kebebasan manusia.
Dalam Al Qur'an Allah menegaskan bahwa memeluk agama tidak
dipaksakan, sebab telah jelas yang baik dan buruk itu. Demikian juga
kebebasan berpendapat, Islam meletakkan kedudukannya pada posisi
tinggi, bila berangkat dari niat suci semata karena Allah. Oleh karena itu
banyak ayat ayat Al Qur'an yang mendorong umat Islam agar
menggunakan logika (ya'qiluun), berfikir (yatafakkaruun) dan
berkontemplasi (yatadabbaruun).
Sampai abad ke-18 bangsa-bangsa di dunia masih meletakkan sekat sekat
yang kokoh dalam kelas dan kasta. Namun kehadiran Islam sejak lebih
empat belas abad lampau telah menghilangkan dinding pemisah itu dengan
semangat persamaan (egalitarianisme) sebelum bast melakukannya.27
Dalam hal ini mnegenai persamaan tersebut, termaktub dalam QS. Al
Hujarat (49):13, Yaitu
Artinya
"Hai sekalian manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki- laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu

26
QS. An -Nisaa (4) : 58. Departemen Agama RI, Al terjemahannya, (Surabaya: Mahkota 1989), h
27
Anwar Harjono, Indonesia Kita Pemikiran Berwawasan Iman - Islam, (Cet. I ; Jakarta Gema
Insani Press, 1995),h. 11.

38
1

berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.


Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah
yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Menge
tahui lagi Maha Mengenal Sesungguhnya yang paling mulia di antara
kaum adalah yang paling takwa.”
Kemudian semasa kerasulan nabi Muhammad SAW yang
bersamaan pula dengan para sahabat, membebaskan system perbudakan
yang marak saat itu. Tanpa membedakan warna kulit, suku, ras maupun
agama. Ajaran persamaan itu telah berhasil membentuk watak para sahabat
nabi yang umumnya semula sangat feodal dan aristrokat, begitu tinggi
men-junjung hak asasi manusia.
Dengan mengacu kepada landasan Yuridis diatas, dipahami bahwa
pada dasarnya Islam, sejak awal telah mengedepankan konsep hak asasi
manusia. Dan konsep HAM bukanlah hasil evaluasi apapun dari pemikiran
manusia, namun merupakan hasil wahyu Ilahi yang telah diturunkan
melalui RasulNya.
Pada dasarnya HAM dalam Islam terpusat pada lima hal pokok
yang terangkum dalam al-dharuriyah al-khamsah atau yang disebut juga
al-huquq al-insaniyah fi al-islam (hak-hak asasi manusia dalam Islam).
Konsep ini mengandung lima hal pokok yang harus dijaga oleh setiap
individu, yaitu hifdzu al-din (penghormatan atas kebebasan beragama),
hifdzu al-mal (penghormatan atas harta benda), hifdzu al-nafs wa al-‘ird
(penghormatan atas jiwa, hak hidup dan kehormatan individu) hifdzu
al-‘aql (penghormatan atas kebebasan berpikir) dan hifdzu al-nasl
(keharusan untuk menjaga keturunan). Kelima hal pokok inilah yang harus
dijaga oleh setiap umat Islam supaya menghasilkan tatanan kehidupan
yang lebih manusiawi, berdasarkan atas penghormatan individu atas
individu, individu dengan masyarakat, masyarakat dengan masyarakat,
masyarakat dengan negara dan komunitas agama dengan komunitas agama
lainnya.28

28
Lihat Prof. Dr, H. Suparman Usman, S.H. Etika dan tanggung jawab Profesi hokum di Indonesia
H. 69
B. PENGATURAN HAK ASASI MANUSIA DALAM HUKUM ISLAM

Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum dalam Islam


memberikan penghargaan yang tinggi terhadap hak asasi manusia. Al-
Qur’an sebagai sumber hukum pertama bagi umat Islam telah meletakkan
dasar-dasar HAM serta kebenaran dan keadilan, jauh sebelum timbul
pemikiran mengenai hal tersebut pada masyarakat dunia. Ini dapat dilihat
pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an, antara lain :

1. Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 80 ayat tentang hidup, pemeliharaan


hidup dan penyediaan sarana kehidupan, misalnya dalam Surat Al-
Maidah ayat 32. Di samping itu, Al-Qur’an juga berbicara tentang
kehormatan dalam 20 ayat 2.
2. Al-Qur’an juga menjelaskan dalam sekitas 150 ayat tentang ciptaan dan
makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan, misalnya
dalam Surat Al-Hujarat ayat 13.
3. Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap menentang kezaliman dan orang-
orang yang berbuat zalim dalam sekitar 320 ayat, dan memerintahkan
berbuat adil dalam 50 ayat yang diungkapkan dengan kata-kata : ‘adl,
qisth dan qishash.
4. Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 10 ayat yang berbicara mengenai
larangan memaksa untuk menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan
dan mengutarakan aspirasi. Misalnya yang dikemukakan oleh Surat Al-
Kahfi ayat 29.29

Begitu juga halnya dengan Sunnah Nabi. Nabi Muhammad saw


telah memberikan tuntunan dan contoh dalam penegakkan dan
perlindungan terhadap HAM. Hal ini misalnya terlihat dalam perintah
Nabi yang menyuruh untuk memelihara hak-hak manusia dan hak-hak
kemuliaan, walaupun terhadap orang yang berbeda agama, melalui sabda

29
Lihat Al Qur'an

38
1

beliau : “Barang siapa yang menzalimi seseorang mu’ahid (seorang yang


telah dilindungi oleh perjanjian damai) atau mengurangi haknya atau
membebaninya di luar batas kesanggupannya atau mengambil sesuatu dari
padanya dengan tidak rela hatinya, maka aku lawannya di hari kiamat.”

C. HUKUM ISLAM DAN HAM

Hukum Islam telah mengatur dan melindungi hak-hak azasi


manusia. Antar lain sebagai berikut :

1) Hak hidup dan memperoleh perlindungan


Hak hidup adalah hak asasi yang paling utama bagi manusia, yang
merupakan karunia dari Allah bagi setiap manusia. Perlindungan
hukum islam terhadap hak hidup manusia dapat dilihat dari
ketentuan-ketentuan syari’ah yang melindungi dan menjunjung
tinggi darah dan nyawa manusia, melalui larangan membunuh,
ketentuan qishash dan larangan bunuh diri. Membunuh adalah
salah satu dosa besar yang diancam dengan balasan neraka,
sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Nisa’ ayat 93 yang
artinya sebagai berikut : “Dan barang siapa membunuh seorang
muslim dengan sengaja maka balasannya adalah jahannam, kekal
dia di dalamnya dan Allah murka atasnya dan melaknatnya serta
menyediakan baginya azab yang berat.”
2) Hak kebebasan beragama
Dalam Islam, kebebasan dan kemerdekaan merupakan HAM,
termasuk di dalmnya kebebasan menganut agama sesuai dengan
keyakinannya. Oleh karena itu, Islam melarang keras adanya
pemaksaan keyakinan agama kepada orang yang telah menganut
agama lain. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah
ayat 256, yang artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki)
agama Islam, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dan jalan
yang salah.”
3) Hak atas keadilan
Keadilan adalah dasar dari cita-cita Islam dan merupakan disiplin
mutlak untuk menegakkan kehormatan manusia. Dalam hal ini
banyak ayat-ayat Al-Qur’an maupun Sunnah ang mengajak untuk
menegakkan keadilan, di antaranya terlihat dalam Surat Al-Nahl
ayat 90, yang artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat,
dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan.”
4) Hak persamaan
Islam tidak hanya mengakui prinsip kesamaan derajat mutlak di
antara manusia tanpa memndang warna kulit, ras atau kebangsaan,
melainkan menjadikannya realitas yang penting. Ini berarti bahwa
pembagian umat manusia ke dalam bangsa-bangsa, ras-ras,
kelompok-kelompok dan suku-suku adalah demi untuk adanya
pembedaan, sehingga rakyat dari satu ras atau suku dapat bertemu
dan berkenalan dengan rakyat yang berasal dari ras atau suku lain.
Al-Qur’an menjelaskan idealisasinya tentang persamaan manusia
dalam Surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya : ”Hai manusia,
sesungguhnya Kami ciptakan kamu laki-laki dan perempuan, dan
Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara
kamu adalah yang paling takwa.”
5) Hak mendapatkan pendidikan
Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dan
pengajaran. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan sesuai
dengan kesanggupan alaminya. Dalam Islam, mendapatkan
pendidikan bukan hanya merupakan hak, tapi juga merupakan
kewajiban bagi setiap manusia, sebagaimana yang dinyatakan oleh

38
1

hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Bukhari : “Menuntut ilmu


adalah kewajiban bagi setiap muslim.”
Di samping itu, Allah juga memberikan penghargaan terhadap
orang yang berilmu, di mana dalam Surat Al-Mujadilah ayat 11
dinyatakan bahwa Allah meninggikan derajat orang-orang yang
beriman dan orang-orang yang berilmu.
6) Hak kebebasan berpendapat
Setiap orang mempunyai hak untuk berpendapat dan menyatakan
pendapatnya dalam batas-batas yang ditentukan hukum dan norma-
norma lainnya. Artinya tidak seorangpun diperbolehkan
menyebarkan fitnah dan berita-berita yang mengganggu ketertiban
umum dan mencemarkan nama baik orang lain. Dalam
mengemukakan pendapat hendaklah mengemukakan ide atau
gagasan yang dapat menciptakan kebaikan dan mencegah
kemungkaran. Kebebasan berpendapat dan mengeluarkan pendapat
juga dijamin dengan lembaga syura, lembaga musyawarah dengan
rakyat, yang dijelaskan Allah dalam Surat Asy-Syura ayat 38, yang
artinya : “Dan urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di
antara mereka.”
7) Hak kepemilikan
Islam menjamin hak kepemilikan yang sah dan mengharamkan
penggunaan cara apa pun untuk mendapatkan harta orang lain yang
bukan haknya, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Baqarah
ayat 188, yang artinya : “Dan janganlah sebagian kamu memakan
harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan bathil dan
janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim agar kamu
dapat memakan harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat
dosa padahal kamu mengetahuinya.”
8) Hak mendapatkan pekerjaan dan memperoleh Imbalan
Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak, tetapi juga
sebagai kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang perlu
dijamin, sebagaimana sabda Nabi saw : “Tidak ada makanan yang
lebih baik yang dimakan seseorang dari pada makanan yang
dihasilkan dari tangannya sendiri.” (HR. Bukhari)

Sehubungan dengan hak bekerja dan memperoleh upah dari suatu


pekerjaan dijelaskan dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an menyatakan
sebagai berikut:

a) ”Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun


perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya
akan kami berikan kepada mereka ganjaran dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan”(Q.s.An-Nahl/16:97) .
b) Dialah yang menajadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka
berjalanlah disegala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki
Nya. Dan hanya kepada Nya lah kamu kembali
(Q.S.Al-Mulk/67:15).
c) Katakanlah, tiap-tiap orang berbuat menurut keadaan(keahlian)
nya.(Q.S.Al-Israa’/17:84).  

Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa Islam memberikan


kesempatan kepada manusia untuk bekerja dan berusaha serta memperoleh
imbalan berupa upah dari apa yang dikerjakannya untuk mendapatkan
penghidupan yang layak bagi dirinnya. Pekerjaan atau usaha yang
dilakukan oleh seseorang hendaklah yang sesuai dengan bidang
keahliannya. Allah SWT juga mengakui adanya jenis-jenis pekerjaan yang
beraneka ragamnya, dan oleh karena itu, seseorang yang akan bekerja itu
harus ditempatkan sesuai dengan bidang keahliannya supaya ia
bertanggung jawab dengan pekerjaannya tersebut. Sebab, seseorang yang
mengerjakan suatu pekerjaan yang bukan bidang keahliannya bukan saja

38
1

tidak bisa dipertanggungjawabkannya bahkan dapat mendatangkan


bencana bagi orang lain.   

D. Contoh Kasus Pelanggaran HAM Dari Sudut Pandang Islam

Berikut ini beberapa contoh kasus pelanggaran HAM, antara lain:


1. Pelanggaran HAM oleh TNI
Umumnya terjadi pada masa pemerintahan Presiden Suharto, dimana
(dikemudian hari berubah menjadi TNI dan Polri) menjadi alat untuk
menopang kekuasaan. Pelanggaran HAM oleh TNI mencapai puncaknya
pada akhir masa pemerintahan Orde Baru, dimana perlawanan rakyat
semakin keras.
2. Kasus pelanggaran HAM yang terjadi di maluku
Konflik dan kekerasan yang terjadi di Kepulauan Maluku sekarang telah
berusia 2 tahun 5 bulan; untuk Maluku Utara 80% relatif aman, Maluku
Tenggara 100% aman dan relatif stabil, sementara di kawasan Maluku
Tengah (Pulau Ambon, Saparua, Haruku, Seram dan Buru) sampai saat ini
masih belum aman dan khusus untuk Kota Ambon sangat sulit
diprediksikan, beberapa waktu yang lalu sempat tenang tetapi sekitar 1
bulan yang lalu sampai sekarang telah terjadi aksi kekerasan lagi dengan
modus yang baru ala ninja/penyusup yang melakukan operasinya di
daerah-daerah perbatasan kawasan Islam dan Kristen (ada indikasi tentara
dan masyarakat biasa).
Akibat konflik/kekerasan ini tercatat 8000 orang tewas, sekitar 4000 orang
luka-luka, ribuan rumah, perkantoran dan pasar dibakar, ratusan sekolah
hancur serta terdapat 692.000 jiwa sebagai korban konflik yang sekarang
telah menjadi pengungsi di dalam/luar Maluku.
Komunikasi sosial masyarakat tidak jalan dengan baik, sehingga perasaan
saling curiga antar kawasan terus ada dan selalu bisa dimanfaatkan oleh
pihak ketiga yang menginginkan konmflik jalan terus. Perkembangan
situasi dan kondisis yang terakhir tidak ada pihak yang menjelaskan
kepada masyarakat tentang apa yang terjadi sehingga masyrakat mencari
jawaban sendiri dan membuat antisipasi sendiri.
Wilayah pemukiman di Kota Ambon sudah terbagi 2 (Islam dan Kristen),
masyarakat dalam melakukan aktifitasnya selalu dilakukan dilakukan
dalam kawasannya hal ini terlihat pada aktifitas ekonomi seperti pasar
sekarang dikenal dengan sebutan pasar kaget yaitu pasar yang muncul
mendadak di suatu daerah yang dulunya bukan pasar hal ini sangat
dipengaruhi oleh kebutuhan riil masyarakat; transportasi menggunakan
jalur laut tetapi sekarang sering terjadi penembakan yang mengakibatkan
korban luka dan tewas; serta jalur – jalur distribusi barang ini biasa
dilakukan diperbatasan antara supir Islam dan Kristen tetapi sejak 1 bulan
lalu sekarang tidak lagi juga sekarang sudah ada penguasa – penguasa
ekonomi baru pasca konflik.
3. Pelanggaran HAM atas nama agama
Kita telah mengenal banyak sekelompok manusia dengan atribut agama,
berlindung dalam lembaga agama, mereka justru melakukan kejahatan
kemanusiaan (crimes against humanity) entah itu Kristen, Islam atau
agama apapun. Atas nama ‘agama yang suci’ mereka melakukan
‘pelecehan yang tidak suci’ kepada sesamanya manusia. Akhir abad 20
atau awal abad 21, akhir-akhir ini kita disuguhi sajian-sajian berita akan
kebobrokan manusia yang beragama melanggar hak asasi manusia,
misalnya kelompok Al-Qaeda dan sejenisnya menteror dengan bom, dan
olehnya mungkin sebagian dari kita telah prejudice menempatkan orang-
orang Muslim di sekitar kita sama jahatnya dengan kelompok ‘Al-Qaeda’.

Di sisi lain Amerika Serikat (AS) sebagai ‘polisi dunia’ sering


memakai ‘isu terorisme yang dilakukan Al-Qaeda’ untuk melancarkan
macam-macam agendanya. Invasi AS ke Iraq, penyerangan ke Afganistan
dan negara-negara lain yang disinyalir ‘ada terorisnya’. Namun kehadiran
pasukan AS dan sekutunya di Iraq tidak berdampak baik, mungkin pada
awalnya terlihat AS dengan sejatanya yang super-canggih menguasai Iraq

38
1

dalam sekejap, namun pasukan mereka babak-belur dalam ‘perang-kota’,


ini mengingatkan kembali sejarah buruk, dimana mereka juga kalah dalam
perang gerilya di Vietnam. Kegagalan pasukan AS mendapat kecaman dari
dalam negeri, bahkan sekutunya, Inggris misalnya. Tekanan-tekanan ini
membuat PM Inggris Tony Blair memilih mengakhiri karirnya sebelum
waktunya baru-baru ini. Karena ia berada dalam posisi yang sulit :
menuruti tuntutan dalam negeri ataukah menuruti tuan Bush.30

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
  Dari pembahasan mengenai Hak Asasi Manusia di atas dapatlah
kita tarik kesimpulan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak
yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta (hak-hak yang
bersifat kodrati). Pada hakikatnya HAM terdiri dari atas dua hak dasar
yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Dari
kedua hak dasar inilah lahir HAM yang lainnya atau tanpa kedua hak dasar
ini hak asasi manusia lainnya sulit ditegakkan.
Sedangkan filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia
ingin mengetahui apa yang ada di belakang hukum, mencari apa yang
tersembunyi di dalam hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah hukum
sebagai pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan mengenai nilai,
mengkaji sampai pada dasar-dasarnya dan berusaha untuk mencapai akar-
akar dari hukum. Dan di dalam filsafat hukum terdapat teori yang bernama
teori keadilan.

30
http://donaemons.wordpress.com/2009/01/29/pelanggaran-pelanggaran-ham-di-indonesia
Islam itu adalah agama yang asy-syumul (lengkap). Ajaran Islam
meliputi seluruh aspek dan sisi kehidupan manusia. Islam memberikan
pengaturan dan tuntunan pada manusia, mulai dari urusan yang paling
kecil hingga urusan manusia yang berskala besar. Dan tentu saja telah
tercakup di dalamnya aturan dan penghargaan yang tinggi terhadap HAM.
Memang tidak dalam suatu dokumen yang terstruktur, tetapi tersebar
dalam ayat suci Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw.
Hak Asasi Manusia telah di atur dalam Al-Qur’an dan Hadist dan
umat islam harus benar-benar mengetahui hak-hak yang diberikan
kepadanya dan menggunakan haknya tersebut sebaik-baiknya selama tidak
bertentangan dan melanggar hak orang lain

DAFTAR PUSTAKA

Bahder Johan Nasution, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, (Bandung: CV
Mandar Maju, 2017), cet.Kelima.
Carl Joachim Freidrich, Filsafat Hukum: Perspektif Historis, Diterjemahkan oleh
Raisul Muttaqin, (Bandung: PT Nuansa dan PT Nuansa Medua, 2004).
Darwan Prinst, Sosialisasi dan Dimensi Penegakan Hak Asasi Manusia,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001).
Dr. H. Zainuddin, Filsafat Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006).
Higgins (c.k. no.27).
http://donaemons.wordpress.com/2009/01/29/pelanggaran-pelanggaran-ham-
di-indonesia

H.Baharudin Lopa, Al-Qur’an dan hak-hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Dana


Bhakti Prima Yasa, 1996).
H.M Rasyidi, dkk., Islam untuk Disiplin Ilmu Filsafat, (Jakarta:Bulan Bintang,
1998).

38
1

Muhamad Erwin, Filsafat Hukum : Refkleksi Kritis terhadap Hukum dan Hukum
Indonesia. ( Depok, PT RajaGrafindo Persada, 2015).
M. Syukri Albani Nasution dan Zul Pahmi Lubis. Hukum Dalam Pendekatan
Filsafat, (Jakarta :PT Karisma Putra Utama).
Prof. Dr, H. Suparman Usman, S.H. Etika dan tanggung jawab Profesi hokum di
Indonesia H. 65, 69

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Renungan tentang Filsafat Hukum,


(Palembang: Fakultas Hukum UNSRI, 1978).

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1982).


Zainudin Ali, Filsafat Hukum (Jakarta : Sinar Grafika, 2014).

Shua, H, Basic Rights: subsistence, Affluence and US Foreign Policy (edisi


kedua, 1996)
Soetikno, Filsafat Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, Cet. Ke-8, 1997).

Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, ( Yogyakarta: Kanisius,


Cet.ketiga, 1986).

Umozurike, U.O., the african charter on human and people rights (1997).
Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, (Jakarta:cetakan ke-9, Penerbitan
Universitas,1966).
BIODATA DIRI

Nama Lusita Nengsih Lumban Gaol, lahir

Medan 04 Desember 1976, lulus SPK YTP

Arjuna Laguboti 1996, Tahun 2007 saya

Melanjutkan Kuliah D3 Kebidanan di

Universitas Faletehan, tahun 2012

Melanjutkan Kuliah D4 Kebidanan di Poltekes Karya Husada Jakarta dan

Tahun 2020 Melanjutkan Kuliah Profesi Kebidanan di Universitas

Faletehan, Saya anak ke tujuh dari sepuluh bersaudara orang tua bekerja

sebagai PNS, November 1996 saya mulai bekerja di RS kencana sampai

2002. Desember 2002 dapat CPNS Kabupaten Serang dan di tempatkan di

Puskesmas Anyar, tahun 2009 Pindah Tugas ke Pemerintah Kota Serang

yaitu di tugaskan di Puskesmas Taktakan, tahun 2018 saya pindah tugas

menjadi Kasubag TU di Puskesmas Sawah Luhur 2020 Pindah tugas

38
1

kasubag Tu di Puskesmas Banjar Agung dan Tahun 2021 diangkat menjadi

Kepala UPTD Puskesmas Sawah Luhur. Tahun 2022 saya bermotivasi

untuk melanjutkan pendidikan saya di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

jurusan hukum karena keinginan saya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai