Anda di halaman 1dari 34

PAPER OF LESSON LEARNED

“Tugas kelompok pengganti ujian akhir”


MK. STRATEGIC LEADERSHIP
Dosen Pengampu: Gugup Kismono, Ph.D

Kelompok 4:
Muhammad Fachri Nasution (21/489873/PEK/28032)
Dhuto Wicahyo (21/489946/PEK/28050)
Prita Widyaputri (21/490111/PEK/28106)
Felisitas Nindi Astaningrum (21/490456/PEK/28205)
Deasy Kumalasari Dewi (21/490588/PEK/28256)
Satrio Budi Permono (21/490635/PEK/28270)

MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2023
POIN-POIN LESSON LEARNED
I. Tenure atau Masa Jabatan
Terdapat empat set karakteristik eksekutif, diantaranya:
1) Masa jabatan eksekutif.
Masa jabatan eksekutif adalah jangka waktu di mana seorang eksekutif telah bekerja di
sebuah perusahaan. Masa jabatan eksekutif dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap hasil
organisasi, seperti strategi, kinerja, dan inovasi. Finkelstein (2009) mengidentifikasi tiga fase
utama masa jabatan eksekutif:
• The learning stage terhadap mandat adalah bagian awal masa jabatan eksekutif, ketika
mereka berfokus pada pemahaman organisasi dan tantangannya. Ini adalah waktu percobaan
dan pembelajaran, karena eksekutif mencoba mencari tahu apa yang berhasil dan apa yang
tidak.
• The harvest stage adalah bagian tengah masa jabatan seorang eksekutif, ketika mereka mulai
mengembangkan pendekatan yang lebih konsisten terhadap strategi dan pengambilan
keputusan. Ini adalah waktu konvergensi, karena eksekutif menetapkan seperangkat
keyakinan dan nilai inti yang akan memandu organisasi.
• The decline stage adalah bagian akhir dari masa jabatan eksekutif, ketika mereka menjadi
puas diri atau menolak perubahan. Ini adalah saat penurunan kinerja, karena organisasi
menjadi kurang gesit dan responsif terhadap lingkungan.
Penelitian Finkelstein (2009) telah menunjukkan bahwa ada hubungan U terbalik antara
jabatan eksekutif dan hasil organisasi. Dengan kata lain, ada tingkat masa jabatan yang optimal
bagi para eksekutif, dan masa jabatan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat membahayakan
organisasi.
• Masa jabatan yang terlalu sedikit: Eksekutif dengan masa jabatan yang terlalu sedikit
mungkin tidak memiliki waktu untuk mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang
organisasi dan industrinya, atau untuk membangun hubungan dengan pemangku
kepentingan utama. Hal ini dapat menyebabkan pengambilan keputusan yang kurang tepat
dan kurangnya fokus.
• Terlalu banyak masa jabatan: Eksekutif dengan masa jabatan terlalu banyak mungkin
menjadi puas diri dan menolak perubahan. Mereka mungkin juga terisolasi dari anggota
organisasi lainnya, yang dapat menyebabkan kurangnya inovasi.
Dari buku Finkelstein, ada beberapa proposisi yang terkait dalam kasus kami, diantaranya:
Proposisi 4-2: semakin lama masa jabatan seorang eksekutif dalam organisasi, semakin besar
komitmennya terhadap status quo.
Dalam Hambrick (1993) dijelaskan bahwa individu yang telah berpartisipasi dalam 'konstruksi
sosial realitas' ini dalam waktu yang lama paling yakin akan kebenarannya. Bahkan, mereka
mungkin sulit memahami logika alternatif".
Proposisi 4–7: Hubungan antara masa jabatan eksekutif dan perubahan strategis dimoderasi oleh
dinamika lingkungan.
Miles dan Snow (1978) menyebutkan bahwa eksekutif dengan masa jabatan panjang cenderung
mengadopsi strategi yang disebut "Defender" (menekankan stabilitas dan efisiensi), sedangkan
eksekutif dengan masa jabatan pendek lebih cenderung mengadopsi strategi "Prospector"
(menekankan inovasi produk atau pasar).
2) Pengalaman fungsional
Pengalaman fungsional adalah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang dalam
area fungsional tertentu. Ini dapat diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, atau pengalaman kerja.
Finkelstein (2009) mengidentifikasi empat jenis pengalaman fungsional:
• Output functions adalah mereka yang bertanggung jawab untuk menciptakan produk atau
layanan yang dijual bisnis. Contoh fungsi keluaran meliputi pemasaran, penjualan, dan
pengembangan produk.
• Throughput functions adalah mereka yang bertanggung jawab untuk mengubah input
menjadi output. Contoh fungsi throughput meliputi manufaktur, operasi, dan logistik.
• Support functions adalah fungsi yang memberikan dukungan pada fungsi output dan
throughput. Contoh fungsi pendukung termasuk keuangan, sumber daya manusia, dan
teknologi informasi.
• General management adalah pengalaman mengelola bisnis secara keseluruhan. Ini termasuk
pengalaman dalam menetapkan strategi, perencanaan, dan mengelola orang.
Proposisi 4–17: Semakin lama masa jabatan di suatu bidang fungsional, semakin kuat hubungan
antara pengalaman fungsional eksekutif dan interpretasi mereka terhadap
rangsangan strategis.
3) Pendidikan formal
Pendidikan formal dapat memberi para eksekutif pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang diperlukan untuk membuat keputusan strategis yang efektif. Finkelstein dan
Hambrick mengidentifikasi salah satu cara khusus di mana pendidikan formal dapat berkontribusi
pada kepemimpinan strategis dari bidang pengetahuan. Pendidikan formal dapat memberi para
eksekutif basis pengetahuan yang luas tentang berbagai industri, bidang fungsional, dan konsep
strategis. Pengetahuan ini dapat membantu para eksekutif untuk lebih memahami tantangan yang
dihadapi organisasi mereka dan untuk mengembangkan solusi yang efektif.
Proposisi 4–22: Jumlah pendidikan formal seorang eksekutif berhubungan positif dengan
kompleksitas kognitif.
Terdapat hubungan positif antara jumlah pendidikan formal yang dimiliki seorang eksekutif dan
kompleksitas kognitifnya. Artinya, rata-rata eksekutif dengan pendidikan formal cenderung lebih
kompleks secara kognitif dibandingkan dengan eksekutif dengan pendidikan kurang formal.
4) Pengalaman internasional
CEO dengan pengalaman internasional lebih cenderung membuat keputusan strategis yang
mengarah pada peningkatan kinerja perusahaan. Menurut Carpenter, Sanders, dan Gregerson
(2001), tahun kerja seorang CEO dalam tugas internasional berkaitan positif dengan dua ukuran
kinerja perusahaan, dan bahwa interaksi antara pengalaman internasional CEO dengan
pengalaman tim manajemen puncak dalam hal internasional dan dengan posisi strategis global
(ukuran gabungan internasionalisasi strategi perusahaan) keduanya berkaitan positif dengan
kinerja perusahaan.
Finkelstein (2009) juga mengemukakan bahwa ada sejumlah alasan mengapa pengalaman
internasional dapat bermanfaat bagi para pemimpin strategis. Pertama, ini dapat membantu mereka
mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang pasar global. Ini dapat membantu dalam
membuat keputusan tentang di mana memperluas operasi perusahaan, bagaimana menentukan
harga produk di negara yang berbeda, dan bagaimana menghadapi budaya yang berbeda.
Kedua, pengalaman internasional dapat membantu para pemimpin strategis untuk
mengembangkan pola pikir yang lebih global. Ini berarti mampu memikirkan strategi perusahaan
dalam hal pasar global, bukan hanya pasar domestik. Ini dapat membantu dalam mengidentifikasi
peluang baru untuk pertumbuhan dan menghindari risiko.
Ketiga, pengalaman internasional dapat membantu para pemimpin strategis untuk
mengembangkan keterampilan interpersonal yang lebih baik. Ini karena mereka lebih cenderung
harus berinteraksi dengan orang-orang dari budaya dan latar belakang yang berbeda. Ini dapat
membantu dalam membangun hubungan dengan pemangku kepentingan utama, seperti pelanggan,
pemasok, dan pejabat pemerintah.

II. Top Management Teams


1) The conceptual elements of top management teams
TMT memiliki tiga elemen konseptual utama diantaranya yakni:
a) Composition
Komposisi mengacu pada karakteristik kolektif top team members, seperti nilai, basis
kognitif, kepribadian, dan pengalaman mereka. Meskipun karakteristik ini dapat dipertimbangkan
baik dari segi tendensi sentral tim maupun heterogenitas tim, sebagian besar peneliti berfokus pada
heterogenitas tim. Selain itu, konseptualisasi tentang heterogenitas TMT mencakup faktor
psikologis dan aspek pengalaman eksekutif. Adapun faktor psikologis terdiri dari nilai, keyakinan,
dan kognisi. Sementara, aspek pengalaman eksekutif terdiri dari usia, masa kerja, latar belakang
fungsional, dan pendidikan.
b) Structure
Struktur top teams ditentukan oleh peran anggota dan hubungan di antara peran tersebut. Inti
dari definisi ini adalah peran saling ketergantungan anggota tim, sebuah konstruk penting yang
tentunya memiliki konsekuensi signifikan terhadap bagaimana strategic decision dibuat. Hal ini
didefinisikan dengan saling ketergantungan peran sebagai sejauh mana kinerja perusahaan
tergantung pada berbagi informasi dan sumber daya, serta bentuk lain dari koordinasi dalam TMT.
Misalnya, TMT yang terdiri dari kepala bidang fungsional biasanya memiliki saling
ketergantungan peran yang lebih besar daripada TMT yang terdiri dari kepala unit bisnis otonom.
Di luar sifat peran eksekutif, ukuran sebenarnya dari sebuah tim juga merupakan aspek mendasar
dari struktur.
c) Process
Proses adalah sifat interaksi di antara top manager saat mereka terlibat dalam strategic
decision making. Dalam pembahasan ini terdapat dua fokus dimensi proses yakni social integration
dan consensus. Social integration didefinisikan sebagai ketertarikan pada kelompok, kepuasan
dengan anggota kelompok lainnya, dan interaksi sosial di antara anggota kelompok. Selain itu,
juga merupakan salah satu konstruksi proses yang paling banyak dipelajari.

Ketiga elemen konseptual tersebut berhubungan dengan susunan sosial dan interaksi top
teams dalam strategic decision making process. Strategic decision tidak dibuat dalam ruang yang
kosong. Namun, berasal dari sekelompok top manager yang berinteraksi sebagai makhluk sosial
dan politik. Sifat dari interaksi ini dan pengaruhnya terhadap strategic decision making dan
organization outcomes merupakan hal yang sangat penting. Di luar serangkaian interaksi kompleks
di puncak, strategic decision making juga sangat dipengaruhi oleh aktivitas dalam organisasi dan
lingkungannya.
Kami yakin masalah ini TMT dapat dipahami dengan baik dengan mengadopsi framework
yang ditunjukkan pada Gambar di bawah ini. Inti dari kerangka kerja tersebut ayitu tMT yang
dicirkan dalam seperangkat konstruksi konseptual yakni composition, structure, dan process.
Kerangka ini menyarankan cara di mana masing-masing aspek TMT ini saling terkait.
2) Determinants of TMT characteristics
a) Environment
Lingkungan organisasi membatasi dan membentuk aktivitas serta perilaku dalam batas-batas
perusahaan. Penelitian telah menunjukkan luasnya efek lingkungan dengan menunjukkan
bagaimana mereka mempengaruhi aspek utama kehidupan organisasi seperti strategi, struktur,
organizational process, dan kinerja perusahaan. Dalam hal ini dapat dipertimbangkan tiga dimensi
dasar lingkungan yakni kompleksitas, ketidakstabilan, dan kemurahan hati (munificence).
• Environmental Complexity. Organisasi dalam lingkungan yang kompleks biasanya
dihadapkan dengan tuntutan yang saling bertentangan dari berbagai faktor. Mengelola
masing-masing stakeholder mungkin memerlukan keahlian atau kompetensi yang berbeda
serta memaksa organisasi untuk mengembangkan diferensiasi struktural yang lebih besar
untuk mengatasinya. Seperti yang ditegaskan Gupta, “Semakin beragam lingkungan
organisasi, semakin perlu untuk memiliki top management teamyang berbeda untuk
memantau keragaman lingkungan secara tepat”. Memang, kompleksitas lingkungan sering
dioperasionalkan sebagai heterogenitas dalam lingkungan. Dalam lingkungan yang lebih
sederhana dan tidak terlalu kompleks, heterogenitas tidak diperlukan dan mungkin tidak
berfungsi sejauh itu untuk menimbulkan komunikasi yang buruk dan konflik. Berikut adalah
preposisi yang ditawarkan:
Proposition 5–2A: Semakin kompleks lingkungan, semakin besar heterogenitas dalam TMT.
Proposition 5–2B: Semakin kompleks lingkungan, semakin besar ukuran TMT.
Kompleksitas lingkungan mendorong diferensiasi yang lebih besar di dalam top team dan
mengurangi peluang para eksekutif untuk berbagi sumber daya, serta beroperasi dengan cara
yang kohesif. Karakteristik tuntutan lingkungan yang lebih besar dari pengaturan ini
memaksa spesialisasi tugas yang lebih besar (diferensiasi peran) dan membuat koordinasi
menjadi lebih sulit. Sementara itu, keadaan ini mungkin membutuhkan integrasi yang lebih
besar, tuntutan atas anggota tim dari konstituen lingkungan yang berbeda dapat membuat
integrasi tersebut sulit dicapai.
• Environmental Instability. Lingkungan berbeda-beda dalam tingkat karakteristiknya yang
tidak dapat diprediksi dan perubahan yang tidak terduga. Ketidakstabilan lingkungan
tersebut memiliki dampak yang dramatis pada bagaimana organisasi terstruktur dan
beroperasi. Ketidakstabilan lingkungan seperti itu akan meningkatkan variasi dan
fragmentasi pekerjaan manajerial, memperbesar tuntutan pemrosesan informasi pada top
team. Seperti pendapat Galbraith, “Semakin besar ketidakpastian tugas, semakin besar
jumlah informasi yang harus diproses di antara para pengambil keputusan selama
pelaksanaan tugas”. Karakteristik persyaratan pemrosesan informasi yang lebih besar dari
lingkungan yang tidak stabil memiliki dua efek pada top team yaitu heterogenitas yang lebih
besar dan ukuran yang lebih besar. Kedua efek tersebut muncul dari kebutuhan TMT untuk
meningkatkan kuantitas dan jangkauan, seperti:
o Informasi yang diserap dan diingat kembali
o Perspektif yang dihadirkan untuk menghadapi masalah
o Solusi potensial yang dipertimbangkan karena lingkungan menjadi lebih tidak stabil
Oleh karena itu, information processing capabilities yang lebih besar dari tim yang lebih
besar dan heterogen diperlukan untuk membantu perusahaan beradaptasi dengan persyaratan
information processing yang lebih besar dari lingkungan yang tidak stabil. Berikut preposisi
yang dapat ditawarkan dalam environmental instability:
Proposition 5–3A: Semakin tidak stabil lingkungan, semakin besar heterogenitas dalam TMT.
Proposition 5–3B: Semakin tidak stabil lingkungan, semakin besar ukuran TMT.
Ketidakstabilan lingkungan juga dapat memengaruhi aspek TMT lainnya. Lingkungan yang
menantang menciptakan tuntutan besar pada anggota TMT untuk mengatasi persyaratan
eksternal. Seperti lingkungan yang kompleks, ketika ketidakstabilan lingkungan tinggi, TMT
menghadapi permintaan information processing dan pengambilan keputusan yang lebih
besar serta tekanan waktu yang lebih besar untuk mencapai keputusan. Hasilnya adalah
berkurangnya kesempatan untuk saling ketergantungan peran yang mengakibatkan
berkurangnya integrasi sosial. Keragaman pendapat yang dihasilkan menciptakan konflik
dan membuat konsensus sulit dipahami. Sebaliknya, tingkat konsensus yang lebih tinggi
mungkin relatif dapat dicapai dalam lingkungan yang stabil.
• Environmental Munificence
Environmental munificence membantu menyangga organisasi dari ancaman eksternal dan
memungkinkan individumengakumulasi sumber daya yang rendah. Selain itu, munificence
memberikan fleksibilitas dan peluang pertumbuhan pada organisasi. Argumen tersebut
memungkinkan TMT beroperasi dengan lebih sedikit kendala. Akibatnya, untuk
memprediksi efek konsekuensial pada TMT pun sulit dilakukan. Satu-satunya proposisi
yang dapat diberikan di sini berkaitan dengan ukuran TMT. Kelonggaran (slack) organisasi
yang lebih besar sering menyertai environmental munificence, menciptakan problem terkait
tentang cara menggunakannya. Williamson (1963) menyatakan bahwa perusahaan dengan
sumber daya yang lemah cenderung mempekerjakan lebih banyak staf daripada yang
dibutuhkan, khususnya di tingkat eksekutif. Perusahaan dalam konteks yang lebih
menantang sering berfokus pada pengendalian biaya, termasuk dengan mengurangi
eksekutif dan staf lainnya. Oleh karena itu, environmental munificence mungkin memiliki
efek langsung pada ukuran TMT.
Proposition 5–4: Semakin besar lingkungannya, semakin besar ukuran TMT.
b) Strategy In Organization
Pepatah lama menyatakan bahwa structure follows strategy. Porter berpendapat bahwa
strategi generik menyiratkan organization arrangements yang berbeda, prosedur kontrol, dan
sistem insentif yang akan mempengaruhi TMT. Oleh karena itu, efek strategi pada TMT dapat
menyebar. Di sisi lain, organisasi dan strategi yang mereka ikuti mungkin merupakan cerminan
dari top manager mereka. Dengan demikian, menguraikan arah kausal dalam hubungan ini
tampaknya menjadi persyaratan mendasar untuk pekerjaan di masa depan.
Logika yang sama dapat digunakan untuk membuat prediksi tentang komposisi, struktur, dan
proses TMT. Misalnya, di perusahaan dengan postur diversifikasi yang sangat saling bergantung,
seperti yang terintegrasi secara vertikal. Terdapat kebutuhan untuk negosiasi, kompromi, dan
kolaborasi antar unit yang melimpah. Proses ini sangat terbantu jika manajer perusahaan memiliki
hubungan baik dan pandangan serta bahasa yang sama.
Strategi kompetitif dalam bisnis atau perusahaan juga cenderung memengaruhi komposisi,
struktur, dan proses TMT-nya. Hal ini dapat dibandingkan dengan bagaimana strategi perusahaan
prospector (pertumbuhan, inovasi, dan pencarian peluang baru) dan defender (kontrol biaya,
stabilitas, dan efisiensi) membutuhkan karakteristik TMT yang berbeda. Dibandingkan dengan
prospectors, stabilitas yang lebih besar di perusahaan defender menunjukkan bahwa mereka
menghadapi kemungkinan strategis yang lebih sedikit dan tidak memerlukan TMT yang lebih
besar sertaterdiferensiasi. Perusahaan yang mengikuti strategi defender umumnya menunjukkan
pertumbuhan yang lebih rendah, membatasi pasar tenaga kerja internal dengan membatasi peluang
promosi untuk top manager. Prospector tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan, namun juga
lebih inovatif dan berwawasan ke depan.
Perubahan strategis menciptakan efek riak di seluruh organisasi, termasuk di dalam TMT.
Perubahan strategi perusahaan sering mengganggu cara yang ada dalam melakukan bisnis,
melibatkan pergeseran ke domain baru atau taktik baru dalam domain yang sama, dan menciptakan
basis kekuatan baru di dalam perusahaan. Perubahan ini memiliki implikasi yang signifikan
terhadap fungsi TMT. Pola komunikasi yang mapan, struktur pengetahuan, kompetensi dan proses
yang dibutuhkan, serta pola interaksi semuanya berubah. Apabila perubahan strategis menjadi
lebih buruk, maka itu akan mengancam integritas organisasi atau posisi top manager, penyempitan
kekuasaan dan kontrol juga dapat terjadi. Dalam kondisi ini, diperkirakan terdapat beberapa
perubahan dalam TMT diantaranya:
• Heterogenitas dan ukuran yang lebih besar untuk mencoba mengatasi perubahan
• Kurangnya saling ketergantungan peran karena menjadi lebih sulit bagi top manager untuk
mengkoordinasikan kegiatan (setidaknya dalam jangka pendek)
• Kurangnya integrasi sosial sebagai akibat dari pola interaksi yang terganggu
• Kesulitan yang lebih besar dalam mencapai konsensus karena aturan permainan berubah-
ubah.
Berikut beberapa preposisi yang dapat ditawarkan:
Proposition 5–7A: Semakin besar jumlah perubahan strategis, semakin besar heterogenitas di
dalam TMT.
Proposition 5–7B: Semakin besar jumlah perubahan strategis, semakin kecil tingkat saling
ketergantungan peran dalam TMT.
Proposition 5–7C: Semakin besar jumlah perubahan strategis, semakin besar ukuran TMT.
Proposition 5–7D: Semakin besar jumlah perubahan strategis, semakin kecil tingkat integrasi
sosial dalam TMT.
Proposition 5–7E: Semakin besar jumlah perubahan strategis, semakin kecil tingkat konsensus
dalam TMT.

III. Paternalistic Leadership


Dalam Farh & Cheng (2000), kepemimpinan paternalistik merupakan kombinasi antara
disiplin dan otoritas dengan kebajikan khas seorang ayah (atau ibu) dan integritas moral. Pemimpin
dengan gaya kepemimpinan paternalistik dikenal dengan ketegasan, penekanan pada otoritas dan
kontrol yang dimilikinya, serta meminta kepatuhan penuh dari bawahannya. Meski demikian,
pemimpin juga menunjukkan kebaikan hati, kebajikan, serta perhatian secara personal kepada
bawahan dan bahkan keluarga bawahan. Selain itu, pemimpin pun menunjukkan integritas yang
membuatnya dihormati dan dapat dijadikan contoh oleh bawahan.
Terdapat tiga elemen penting dalam paternalistic leadership yaitu:
a) Authority (otoritas), merupakan perilaku pemimpin yang menegaskan otoritas mutlak dan
kendali atas bawahan dan menuntut kepatuhan yang tidak perlu dipertanyakan lagi dari
bawahan.
b) Benevolence (kebajikan), merupakan perilaku pemimpin yang menunjukkan perhatian
individual ataupun holistik terhadap kesejahteraan pribadi atau keluarga bawahan.
c) Moral Integrity (integritas moral), merupakan perilaku pemimpin yang menunjukkan
kebajikan atau kualitas pribadi superior yang memberikan legitimasi serta membangkitkan
identifikasi dan rasa hormat dari bawahan kepada pemimpin.
Meskipun sebenarnya memiliki potensi untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi
karyawan, ada kalanya kepemimpinan paternalistik justru memiliki efek negatif pada aspek-aspek
tersebut. Menurut Gu (2015), salah satu elemen kepemimpinan paternalistik, yaitu integritas
moral, berpengaruh secara positif terhadap kreativitas karyawan. Meski demikian, hal tersebut
ternyata bergantung erat pada karakteristik yang ditunjukkan oleh pemimpin. Dalam konteks
pemimpin yang tertutup terhadap ide dan gagasan baru misalnya, karyawan menjadi tidak
memiliki dorongan dan urgensi untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi sehingga instansi
cenderung memiliki karakter yang jauh dari kata transformasional.
Pemimpin yang dapat menyeimbangkan elemen-elemen kepemimpinan paternalistik dengan
baik berpotensi besar meningkatkan kinerja karyawan dan instansi. Dalam penelitiannya, Chan
(2012) mengungkapkan bahwa elemen authoritarianism (otoritarianisme) banyak dikaitkan secara
negatif dengan performa kerja karyawan atau bawahan. Dalam penelitian yang sama, Chan
menemukan bahwa jika pemimpin menunjukkan tingkat benevolence yang tinggi, hal itu dapat
menjadi kompensasi atas efek negatif yang ditimbulkan oleh elemen authoritarianism. Sebuah
kasus menunjukkan bahwa karyawan tidak menyangkal fakta bahwa pemimpin mereka merupakan
sosok yang tegas, disiplin, dan otoritatif namun di saat yang bersamaan juga disebut baik hati serta
dekat dan kerap kali memberi perhatian personal kepada para anggota tim beserta keluarganya.
Sebagai hasilnya, tim tersebut secara konsisten memiliki kinerja yang baik dan tingkat turnover
anggota tim yang rendah.
Gaya kepemimpinan paternalistik membentuk karyawan yang yang memiliki karakteristik
loyal kepada pimpinan dan instansi. Menurut Aycan (dalam Soylu, 2011) dalam gaya
kepemimpinan paternalistik yang bersifat eksploitatif, pemimpin akan menunjukkan perhatian
kepada karyawan dan keluarganya sebagai imbal balik atas kepatuhan tanpa syarat dan loyalitas
karyawan. Di sisi lain, karyawan menunjukkan kepatuhan semata-mata untuk menghindari
hukuman. Namun, tidak demikian dengan benevolent paternalism. Kepemimpinan paternalistik
yang menitik beratkan pada kebaikan hati dan perhatian akan membentuk karyawan yang loyal
secara tulus pada pemimpin dan instansi tempatnya bernaung.
STUDI KASUS PT. ASTRINDO SENAYASA
I. Profil Singkat Perusahaan
PT Astrindo Senayasa (ASTRINDO) didirikan pada tanggal 19 September 1991 sebagai
distributor tunggal produk Asus di Indonesia. Produk pertama yang dibawa masuk ke Indonesia
adalah Asus Motherboard dan Asus VGA. Seiring dengan berkembangnya bisnis perusahaan dan
untuk menjawab kebutuhan pasar, ASTRINDO menambah portofolio brand yang dikelola.
Beberapa brand masih terafiliasi dengan Asus, dan sisanya merupakan brand yang benar-benar
terpisah dari brand utama Asus. Brand yang saat ini dikelola oleh ASTRINDO adalah Asustor,
Asrock, Intel, Qnap, Western Digital, Sandisk, Sapphire, Microsoft, Seagate, dan Lexar. Kemudian
pada bulan Oktober 2022, ASTRINDO ditunjuk oleh Lenovo untuk menjadi distributor di
Indonesia bagi lini produk notebook Yoga Series.

II. Model Bisnis dan Lingkungan Eksternal

Model bisnis yang diadopsi oleh ASTRINDO sebagai perusahaan distribusi adalah model
bisnis yang sederhana. Distributor sebagai pelaku utama dalam bisnis distribusi berperan menjadi
perwakilan principal (pemilik merk) dalam memasarkan produk-produknya. Yang menjadi
pelanggan distributor bukan end user, melainkan dealer dan master dealer.
Dalam menjalankan bisnisnya, ASTRINDO dipengaruhi oleh faktor lingkungan eksternal.
Lingkungan eksternal ASTRINDO dapat dikategorikan sederhana dan cukup stabil, karena:
1) Industri IT hardware bukan merupakan industri yang high regulated seperti misalnya industri
perbankan.
2) Industri IT hardware tidak berhubungan secara langsung dengan isu lingkungan alam, misalnya
seperti industri pertambangan.
3) Industri IT hardware tidak bertentangan dengan norma/nilai sosial budaya, misalnya seperti
industri minuman beralkohol.
4) Kondisi ekonomi dan politik di Indonesia selama beberapa tahun terakhir cenderung stabil.
5) Model bisnisnya sederhana, sehingga stakeholder dalam bisnis ASTRINDO tidak banyak,
hanya ada pemegang saham, principal (pemilik merk), karyawan, dan pelanggan.

III. Profil TMT


ASTRINDO saat ini dipimpin oleh 3 orang direktur yaitu Direktur Utama, Direktur Sales &
Marketing, dan Direktur Keuangan. Komposisi 3 direktur ini sudah berjalan sejak tahun 2013 dan
terbukti merupakan komposisi yang terbaik bagi ASTRINDO.
President Director Sales & Marketing Finance Director
Director
Latar Belakang MBA MCS MBA
Pendidikan
Latar Belakang Industri Komputer Industri Komputer Industri Komputer
Industri
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Rentang Usia 45 – 55 45 – 55 35 – 45
Working History 1991 - Founder 2011 - Head of MKT 2012 - Assistant
ASTRINDO Department Director ASTRINDO
(Toshiba)
2012 - GM Sales &
Marketing
ASTRINDO
Bergabung dalam 1991 2019 2019
TMT
Fungsional Memproduksi dan Mengatur dan Manajemen
Background mengirimkan produk. mengawasi semua keuangan dan
aktivitas penjualan strategi keuangan
dan pemasaran. perusahaan.
Formal Education & MBA - Cleveland BBA - Universitas Bachelor - Binus
International State University Katolik Parahyangan MM - Universitas
Experience MCS - Colorado Indonesia
Technical University MBA - Grenoble IAE
Tabel 1. Komposisi dan Profil TMT ASTRINDO 2023
Gambar 2.: Struktur Organisasi ASTRINDO 2023

IV. Strategi Perusahaan


Sejak awal berdiri, ASTRINDO hanya berfokus pada bisnis distribusi IT hardware meskipun
beberapa kompetitornya sudah merambah ke lini bisnis lain seperti cloud service, data center, dan
IT security. Fokus ini menyebabkan tidak banyak perubahan strategi di dalam organisasi
ASTRINDO. Perubahan strategi tetap ada tetapi hanya bersifat minor, misalnya perubahan strategi
menjadi lebih defensif ketika merebaknya wabah Covid-19. Contoh perubahan strategi minor
lainnya adalah keputusan ASTRINDO melepas lini produk Asus Zenpad karena melihat kecilnya
market komputer tablet di Indonesia.
VI. Lesson Learned
1) Masa Jabatan
Masa jabatan eksekutif adalah jangka waktu di mana seorang eksekutif telah bekerja di
sebuah perusahaan. Semakin lama seorang eksekutif berada di sebuah organisasi, semakin besar
kemungkinan mereka berkomitmen pada status quo. Hal ini terjadi pada President Director
ASTRINDO yang telah lama bergabung dengan sebuah organisasi menjadi lebih akrab dengan
budaya, nilai, dan cara organisasi dalam melakukan sesuatu. Akibatnya, pemimpin menjadi lebih
resisten terhadap perubahan. Istilah "konstruksi sosial dari realitas" dalam proposisi 4-2 merujuk
pada cara pemahaman pemimpin tentang dunia dibentuk oleh pengalaman mereka. Dalam konteks
organisasi, ini berarti bahwa pemimpin yang telah lama bergabung dengan organisasi akan melihat
cara organisasi dalam melakukan sesuatu sebagai cara yang "benar" dalam melakukan sesuatu.
Mereka mungkin merasa sulit untuk memahami cara-cara alternatif dalam melakukan sesuatu, dan
mereka mungkin menolak perubahan.
Proposisi 4-7 menjelaskan dalam lingkungan yang stabil, President Director dengan masa
kerja yang panjang lebih cenderung mengadopsi strategi "defender". Ini adalah strategi yang
menekankan stabilitas dan efisiensi. President Director dengan masa kerja yang lama, kurang lebih
30 tahun, di lingkungan yang stabil cenderung akrab dengan operasi organisasi dan telah
mengembangkan jaringan hubungan yang kuat. Akibatnya, mereka cenderung enggan melakukan
perubahan yang dapat mengganggu operasi organisasi atau membahayakan hubungan mereka.
Sedangkan dalam lingkungan yang dinamis, eksekutif dengan masa jabatan pendek kurang lebih
5 tahun seperti Sales & Marketing Director dan Finance Director lebih cenderung mengadopsi
strategi "Prospector". Ini adalah strategi yang menekankan inovasi produk atau pasar. Eksekutif
dengan masa jabatan pendek dalam lingkungan yang dinamis cenderung lebih terbuka terhadap
ide-ide baru dan bersedia mengambil risiko.
2) Pengalaman Fungsional
Pengalaman fungsional adalah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang dalam
area fungsional tertentu. Semakin lama seorang eksekutif bekerja di bidang fungsional tertentu,
semakin besar kemungkinan mereka untuk menginterpretasikan rangsangan strategis (informasi
tentang lingkungan yang dapat mempengaruhi perusahaan) secara konsisten dengan pengalaman
fungsional mereka. Sebagai contoh, sales and marketing director yang menghabiskan seluruh
karirnya di bidang pemasaran lebih cenderung menginterpretasikan rangsangan strategis dengan
fokus pada peluang pemasaran, seperti segmen pasar baru atau perubahan perilaku konsumen. Di
sisi lain, finance director yang bekerja di bidang keuangan lebih cenderung menginterpretasikan
rangsangan strategis dengan fokus pada peluang keuangan, seperti peluang investasi baru atau
perubahan dalam biaya modal. Proposisi 4-17 didasarkan pada gagasan bahwa pengalaman
fungsional eksekutif membentuk model mental mereka, yang merupakan kerangka kerja yang
mereka gunakan untuk memahami dunia. Semakin lama seorang eksekutif bekerja di bidang
fungsional tertentu, semakin besar kemungkinan mereka telah mengembangkan model mental
yang khusus untuk bidang tersebut. Pengalaman fungsional menjadi penting bagi para pemimpin
strategis karena memberi mereka pemahaman mendalam tentang berbagai fungsi bisnis.
Pemahaman ini dapat membantu mereka membuat keputusan yang lebih baik tentang cara
mengalokasikan sumber daya dan cara menyusun organisasi.
3) Pendidikan Formal
Pendidikan formal dapat memberi para eksekutif pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang diperlukan untuk membuat keputusan strategis yang efektif. Proposisi 4-22
berarti ada hubungan positif antara jumlah pendidikan formal yang dimiliki seorang eksekutif dan
kompleksitas kognitifnya. Implikasi dari Proposisi 4-22 untuk organisasi adalah bahwa eksekutif
dengan pendidikan yang lebih formal mungkin lebih mampu menangani masalah yang kompleks
dan membuat keputusan yang tepat. Hal ini dapat meningkatkan kinerja organisasi. Kompleksitas
kognitif adalah ukuran bagaimana seseorang memikirkan dan memahami dunia. Orang dengan
kompleksitas kognitif tinggi dapat melihat banyak perspektif dan mempertimbangkan masalah
kompleks dengan cara yang bernuansa. Mereka juga lebih cenderung terbuka terhadap ide-ide baru
dan bersedia mengubah pikiran mereka. Ada sejumlah alasan mengapa pendidikan formal
mungkin terkait dengan kompleksitas kognitif. Pertama, pendidikan memaparkan orang pada ide-
ide dan cara berpikir baru. Ini dapat membantu mereka mengembangkan pemahaman yang lebih
kompleks tentang dunia. Kedua, pendidikan menuntut manusia untuk berpikir kritis dan
memecahkan masalah. Ini dapat membantu mereka mengembangkan keterampilan yang mereka
butuhkan untuk berpikir dengan cara yang kompleks.
Pendidikan formal President Director dengan gelar MBA, Sales and Marketing Director
dengan gelar MSC, dan Finance Director dengan gelar MBA konsisten dengan Proposisi 4–22.
Para eksekutif ini semuanya telah menyelesaikan gelar Master di bidang Administrasi Bisnis
(MBA), yang merupakan program ketat yang mengharuskan siswa untuk mengembangkan
keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Keterampilan ini
sangat penting bagi para eksekutif yang perlu membuat keputusan rumit dalam lingkungan yang
serba cepat. Selain itu, kurikulum MBA biasanya menghadapkan siswa pada berbagai konsep dan
teori bisnis. Ini membantu siswa untuk mengembangkan pemahaman yang lebih kompleks tentang
dunia bisnis. Akibatnya, President Director dengan gelar MBA, Sales & Marketing Director
dengan gelar MSC, dan Finance Director dengan gelar MBA cenderung lebih kompleks secara
kognitif daripada eksekutif dengan pendidikan yang kurang formal.
4) Pengalaman Internasional.
CEO dengan pengalaman internasional lebih cenderung membuat keputusan strategis yang
mengarah pada peningkatan kinerja perusahaan. Pengalaman internasional dan pendidikan formal
President Director, Sales & Marketing Director, dan Finance Director semuanya menunjukkan
bahwa mereka dihadapkan pada berbagai budaya dan perspektif. Ini kemungkinan akan menjadi
aset bagi mereka dalam peran mereka, karena akan membantu mereka memahami kebutuhan
pelanggan dan pemangku kepentingan dari berbagai latar belakang.
Pendidikan President Director di Cleveland State University di Amerika Serikat akan
membuat mereka mengenal budaya dan praktik bisnis Amerika. Ini akan sangat berharga bagi
seorang eksekutif yang bertanggung jawab untuk memimpin sebuah perusahaan yang berbisnis di
Indonesia. Pendidikan Sales & Marketing Director di Colorado Technical University di Amerika
Serikat juga akan memaparkan mereka pada budaya dan praktik bisnis Amerika. Selain itu,
Colorado Technical University adalah universitas swasta yang dikenal fokus pada pendidikan
online. Ini akan bermanfaat bagi Sales & Marketing Director yang bertanggung jawab untuk
memimpin tim yang tersebar di berbagai negara. Pendidikan Finance Director di Grenoble IAE di
Prancis akan memaparkan mereka pada budaya dan praktik bisnis Prancis. Grenoble IAE adalah
universitas negeri yang terkenal dengan fokusnya pada bisnis internasional. Ini akan bermanfaat
bagi Finance Director yang bertanggung jawab memimpin perusahaan yang berbisnis di Indonesia.
Secara keseluruhan, pengalaman internasional dan pendidikan formal President Director,
Sales & Marketing Director, dan Finance Director menunjukkan bahwa mereka sangat siap untuk
memimpin perusahaan mereka di dunia global. Mereka dihadapkan pada berbagai budaya dan
perspektif, yang akan membantu mereka memahami kebutuhan pelanggan dan pemangku
kepentingan dari berbagai latar belakang.
5) Top Management Teams
Menurut Finkelstein, kompleksitas lingkungan suatu perusahaan memiliki hubungan yang
positif dengan heterogenitas dan ukuran TMT. Sebaliknya, stabilitas lingkungan suatu perusahaan
memiliki hubungan yang negatif dengan heterogenitas dan ukuran TMTnya. Dalam konteks
strategi, Finkelstein berpendapat bahwa intensitas perubahan strategi suatu perusahaan memiliki
hubungan yang positif dengan heterogenitas dan ukuran TMT.
Secara sadar atau tanpa disadari, ASTRINDO telah menerapkan proposisi yang diajukan
oleh Finkelstein di atas dalam membentuk komposisi TMTnya. Jika dilihat dari profil TMT, dapat
dikatakan bahwa TMT ASTRINDO cukup homogen dan berukuran kecil. Dengan komposisi TMT
yang ada saat ini ASTRINDO telah mencapai efisiensi dan efektivitas yang dibutuhkan. Apabila
ASTRINDO memperbesar ukuran TMTnya, mungkin saja efektivitas akan tercapai, tetapi hal
tersebut tidak efisien karena ASTRINDO akan mengeluarkan biaya gaji ekstra untuk TMT
tambahan tersebut.
Kesimpulannya, para pemimpin organisasi bisnis dapat menjadikan proposisi yang diajukan
oleh Finkelstein sebagai dasar dalam pembentukan komposisi TMT di perusahaannya. Contoh
yang ada di ASTRINDO adalah salah satu success story bagaimana proposisi tersebut membantu
perusahaan mencapai efektivitas dan efisiensi.
6) Paternalistic Leadership
Ada tiga figur yang masuk ke dalam top management team ASTRINDO. Ketiganya
tergabung dalam board of director yang menangani tata kelola perusahaan dan memiliki peran
penting dalam pembuatan kebijakan dan keputusan. Ketiga pemimpin ini sama-sama memiliki
gaya kepemimpinan paternalistik yang menonjolkan elemen otoritarianisme, kebaikan hati, dan
integritas moral. Meski memiliki gaya kepemimpinan yang sama, kombinasi dan derajat masing-
masing elemen berbeda dari satu pimpinan dengan pimpinan lainnya. Berikut ini merupakan
penjabaran dari setiap pimpinan ASTRINDO dan gambaran yang diberikan dari masing-masing
elemen kepemimpinan paternalistik.
PEMIMPIN ELEMEN PATERNALISTIC LEADERSHIP
ASTRINDO Authoritarianism Benevolence Moral Integrity

A tegas, disiplin, Memberi perhatian dan Menunjukkan integritas


inflexible, menarik garis hadiah pada kesempatan dan prinsip dalam
tegas antara tertentu, misalnya pekerjaan. Fokus dalam
profesionalisme dan ketika karyawan atau pekerjaan dan reliable.
hubungan personal istri karyawan Pemimpin yang jujur.
melahirkan merupakan sosok
pemimpin yang kuat.

B Tegas dalam hal Secara personal dekat Memiliki personality


peraturan perusahaan dengan karyawan. yang hangat, bisa
Memberi hadiah pada menempatkan diri,
kesempatan atau melindungi karyawan
perayaan tertentu. dan kepentingan
Bonding dengan perusahaan.
karyawan sangat kuat

C Tegas dalam hal Memberikan masukan Memiliki kemampuan


budgeting dan peraturan dan encouragement untuk membentuk tim
perusahaan kepada karyawan yang solid.
Tabel 2. Elemen Kepemimpinan Paternalistik ASTRINDO
Karakter para pemimpin seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, memiliki implikasi
terhadap karyawan maupun kultur dari perusahaan itu sendiri. Elemen otoritarianisme dari para
pemimpin membawa perusahaan pada kultur perusahaan yang rigid dan tidak mudah goyah,
namun kemudian juga berpengaruh secara negatif pada aspek inovasi dan kreativitas karyawan
yang mungkin dibutuhkan oleh perusahaan untuk tumbuh dan berkembang. Di sisi lain, para
pemimpin ASTRINDO menunjukkan derajat benevolence yang tinggi sehingga menimbulkan
beberapa efek positif seperti terbentuknya iklim kerja dengan karakteristik ethic of care dan caring
climate yang tinggi serta perhatian akan well being (kesejahteraan) karyawan dan rekan kerja.
Lebih jauh lagi, tingginya derajat benevolence juga berpengaruh positif terhadap loyalitas
karyawan sehingga angka turnover dapat ditekan.
TANTANGAN PT. ASTRINDO SENAYASA DI MASA DEPAN
1) Executive Experience and Organizational Outcomes
Merujuk pada Finkelstein (2009), berikut adalah tantangan dalam hal masa jabatan, latar
belakang fungsional, pendidikan formal dan pengalaman internasional yang mungkin dihadapi
oleh ASTRINDO:
a) Masa jabatan
Masa jabatan yang lama dapat menyebabkan ketidakfleksibelan dan kurangnya ide-ide baru.
President Director dalam kasus ini telah menjabat selama 30 tahun, waktu yang bisa
dikatakan lama di industri mana pun. Hal ini dapat menyebabkan perusahaan menjadi
stagnan dan tidak mampu beradaptasi dengan kondisi pasar yang baru.
b) Latar belakang fungsional
Latar belakang fungsional yang sempit dapat membatasi pilihan strategis perusahaan. Sales
& Marketing Director memiliki latar belakang yang kuat dalam penjualan dan pemasaran,
namun kurang pengalaman di bidang lain seperti operasi atau keuangan. Hal ini dapat
mempersulit perusahaan untuk mengembangkan strategi yang komprehensif dan
terintegrasi.
c) Pendidikan formal
Kurangnya pendidikan formal dapat menghambat kemampuan perusahaan untuk bersaing di
pasar global. Finance Director memiliki gelar MBA, tetapi Sales & Marketing Director
hanya memiliki MSC. Hal ini dapat mempersulit perusahaan untuk menarik dan
mempertahankan talenta terbaik, dan juga dapat membatasi kemampuan perusahaan untuk
memahami dan menanggapi tantangan keuangan dan strategis yang kompleks.
d) Pengalaman internasional
Kurangnya pengalaman internasional dapat mempersulit perusahaan untuk bersaing di pasar
global. Semua eksekutif memiliki pengalaman internasional, tetapi mungkin saja mereka
tidak memiliki cukup pengalaman untuk mengelola bisnis global secara efektif. Hal ini dapat
mempersulit perusahaan untuk berekspansi ke pasar baru atau untuk bersaing dengan
pesaing global.
2) Top Management Teams
Melalui UU No. 3 Tahun 2014 serta PP No. 29 Tahun 2018 pemerintah mensyaratkan TKDN
(Tingkat Kandungan Dalam Negeri) untuk proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan
pemerintahan. Laptop merupakan salah satu produk yang cukup sering ditenderkan, dan nilainya
juga cukup besar. Sayangnya ASTRINDO tidak dapat memanfaatkan peluang ini karena produk
Asus yang didistribusikan oleh ASTRINDO adalah merk Taiwan yang diproduksi di Cina. Apabila
ASTRINDO ingin serius memasuki pasar pemerintahan ini, ASTRINDO memiliki 2 opsi, yaitu:
• Bekerjasama dengan merk lain untuk mendistribusikan produk mereka yang sudah
memenuhi TKDN laptop 40%. Misalnya Axioo, Zyrex, Advan, SPC, Evercoss dan Acer,
atau
• Mengaktifkan kembali merk laptop BYON.
Pada tahun 2006, ASTRINDO memproduksi dan mendistribusikan sendiri laptop lokal yang
diberi nama BYON. Sayangnya dikarenakan beberapa pertimbangan bisnis, pada tahun 2012
manufacture plant BYON ditutup dan produksinya dihentikan. Pada saat itu belum ada isu TKDN
sehingga ASTRINDO tidak melihat peluang masa depan untuk merk BYON ini.
Opsi mengaktifkan kembali merk BYON ini akan membawa implikasi pada perubahan
susunan dan ukuran TMT di ASTRINDO. Assembly dapat menjadi divisi tersendiri yang dipimpin
seorang direktur. Homogenitas TMT mungkin tidak lagi dipertahankan, karena divisi assembly
tentunya membutuhkan direktur yang memiliki latar belakang pendidikan teknik yang
berhubungan dengan manufaktur, dan tentu saja pengalaman kerja yang relevan dengan bidang
tersebut.
Selain itu, masalah operasional akan semakin kompleks dengan adanya divisi assembly.
Jabatan Senior Operations Manager tidak lagi memiliki kewenangan yang cukup untuk memimpin
divisi operational, sehingga perannya perlu ditingkatkan menjadi Director of Operations.
Departemen Service perlu dipecah menjadi 2, yaitu Departemen Service dan Departemen Quality.
Service Manager dan Quality Manager bersama-sama dengan Plant Manager akan berada di
bawah Director of Assembly and Service. Perubahan yang akan terjadi pada susunan organisasi
ASTRINDO apabila ingin mengaktifkan kembali divisi assembly dapat dilihat pada proyeksi
struktur organisasi di bawah ini.
Gambar 3. Proyeksi Struktur Organisasi ASTRINDO Masa Depan
3) Paternalistic Leadership
Industri komputer merupakan salah satu industri yang sangat sensitif dengan perkembangan
teknologi dan digitalisasi. Teknologi komputer bersifat dinamis dan terus menerus berkembang
dengan pesat, terutama di era revolusi industri 4.0 ini. Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak
di industri komputer, ASTRINDO dihadapkan pada perubahan yang berlangsung secara terus
menerus. Untuk dapat merespon perubahan dan perkembangan teknologi ini, perusahaan tentu
harus memiliki karakter yang fleksibel, terbuka, dan adaptif. Hanya dengan cara inilah, perusahaan
dapat bertahan di tengah revolusi industri yang sedang berlangsung saat ini.
Gaya kepemimpinan paternalistik sendiri sebenarnya bukan merupakan masalah. Gaya
kepemimpinan ini berdiri berdampingan dengan gaya kepemimpinan transformasional. Keduanya
memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Meski demikian, perusahaan yang berada di
bawah pemimpin dengan gaya kepemimpinan paternalistik sangat bergantung pada pemimpin itu
sendiri dan bergerak berdasarkan arah dan kebijakan yang telah diputuskan oleh pemimpin. Para
karyawan harus tunduk dan patuh atas segala keputusan. Hal ini tidak menjadi masalah jika
pemimpin tersebut memberikan instruksi dan mendorong agar karyawan dan perusahaan dapat
melakukan inovasi untuk kemajuan perusahaan. Sebaliknya, masalah dapat muncul ketika
pemimpin paternalistik tidak dapat merespon perkembangan dalam industri dengan baik serta tidak
membuka kesempatan bagi karyawan untuk memberikan ide dan gagasannya. Dalam konteks
industri komputer yang memiliki karakteristik perkembangan teknologi yang cepat dan pesat,
tingginya derajat otoritarianisme dalam kepemimpinan paternalistik dapat menjadi penghambat
kemajuan perusahaan.
RUMUSAN PENGEMBANGAN EKOSISTEM PT ASTRINDO
SENAYASA
Untuk merumuskan ekosistem yang perlu dikembangkan oleh para pemimpin untuk
meningkatkan kinerja organisasi secara efektif dalam rangka mengaktifkan kembali divisi
perakitan dan merevitalisasi merek BYON, pertimbangkan hal-hal berikut:
1) Visi Strategis: Pemimpin harus menetapkan visi strategis yang jelas apabila divisi perakitan
yang diaktifkan kembali dan merek BYON. Ini termasuk menentukan tujuan jangka
panjang, pasar sasaran, dan strategi penentuan posisi untuk memastikan keselarasan
dengan tujuan organisasi.
2) Talent Management : Pemimpin harus fokus pada Talent Management untuk memastikan
divisi perakitan memiliki keterampilan dan keahlian yang tepat. Ini dapat melibatkan
identifikasi posisi kunci dan kompetensi yang dibutuhkan, merekrut dan melatih personel
yang berkualitas, dan memberikan peluang pengembangan karir untuk mempertahankan
talenta terbaik.
3) Kolaborasi dan Kemitraan: Pemimpin harus memupuk kolaborasi dan kemitraan baik
secara internal maupun eksternal. Secara internal, mereka dapat mendorong kolaborasi
lintas fungsi antara divisi dan tim terkait lainnya. Secara eksternal, mereka dapat mencari
kemitraan strategis dengan pemasok, distributor, atau penyedia teknologi untuk
meningkatkan rantai pasokan dan penawaran produk.
4) Pengoptimalan Proses: Pemimpin harus memprioritaskan pengoptimalan proses untuk
merampingkan operasi dan meningkatkan efisiensi dalam divisi perakitan. Ini melibatkan
analisis dan desain ulang alur kerja, penerapan prinsip lean manufacturing, dan
pemanfaatan teknologi untuk mengotomatiskan tugas berulang dan meminimalkan
kesalahan.
5) Jaminan Kualitas: Pemimpin harus menekankan jaminan kualitas selama proses perakitan.
Ini termasuk membangun mekanisme kontrol kualitas, melakukan inspeksi rutin,
menerapkan prosedur operasi standar, dan menumbuhkan budaya kesadaran kualitas di
kalangan karyawan.
6) Fokus Pelanggan: Pemimpin harus mempertahankan fokus pelanggan yang kuat dan
memastikan bahwa kebutuhan pelanggan terpenuhi atau terlampaui. Ini dapat melibatkan
melakukan riset pasar, mengumpulkan umpan balik pelanggan, dan menggunakannya
untuk mendorong peningkatan produk dan inisiatif kepuasan pelanggan.
7) Pemantauan Kinerja dan Metrik: Pemimpin harus menerapkan sistem dan metrik
pemantauan kinerja untuk melacak kemajuan divisi perakitan dan revitalisasi merek
BYON. Indikator kinerja utama (KPI) seperti hasil produksi, kualitas produk, kepuasan
pelanggan, dan kinerja keuangan dapat memberikan wawasan untuk peningkatan
berkelanjutan dan pengambilan keputusan.
Dengan mengembangkan ekosistem ini, para pemimpin dapat menciptakan lingkungan yang
mendukung revitalisasi efektif divisi perakitan dan merek BYON, yang mengarah pada
peningkatan kinerja organisasi, daya saing pasar, dan kepuasan pelanggan.
STUDI KASUS PADA PT. WASKITA KARYA
I. Keberhasilan Kebijakan Top Management Teams
1) Strategi Value Chain
Keberhasilan TMTs telah meyakinkan value chain dari proses bisnis dan memperoleh
kepercayaan serta dukungan dari pemerintah, lender, subkon, supplier, dan stakeholder lainnya.
Rekam jejak super pertumbuhan perusahaan disambut baik, yang tercermin pada peningkatan
signifikan KPI secara keseluruhan di berbagai tingkatan perusahaan. Baik mereka yang berada di
proyek maupun kantor memiliki gambaran masa depan perusahaan yang cerah dan gemilang,
dengan harapan akan kesejahteraan yang lebih baik. Meskipun terdapat indikasi
ketidakseimbangan antara sumber pendanaan dan strategi bisnis yang berpotensi berdampak
negatif pada kinerja dan likuiditas perusahaan, karena ambisi pengembangan bisnis internal untuk
menjadi pemimpin di pasar nasional, hal ini dihadapi dengan penjadwalan sumber daya yang lebih
ketat dari sebelumnya. Namun, semua ini merupakan risiko yang harus diambil dan masih
memungkinkan untuk dikelola dengan baik melalui pengendalian risiko dan perencanaan mitigasi
yang tepat.
Peningkatan risiko finansial yang terjadi akibat peningkatan beban proyek, penunjukan
langsung oleh pemerintah, dan pendanaan awal untuk proyek turnkey serta ekspansi bisnis selama
dua tahun pada tahun 2018 dan 2019, tidak terasa begitu lama. Namun, semua tantangan ini dapat
diatasi dengan berbagai cara, meskipun sempat terjadi penurunan kinerja perusahaan dan masalah
likuiditas. Melalui perhitungan yang matang dan simulasi uji kelonggaran keuangan, perusahaan
masih mampu menghadapinya.
(sumber: Business Process, by: Mohammad Fajriandika, https://investor.waskita.co.id/)
2) Manajemen Krisis COVID-19
Semuanya berubah drastis ketika COVID-19 mulai menyebar. Terjadi penghentian tender
proyek baik pemerintah maupun swasta, anggaran DIPA dialihkan untuk penanganan COVID-19,
dan termin pembayaran oleh pemerintah terhenti, yang semuanya berdampak negatif pada
perusahaan. Rating outlook korporasi menjadi negatif karena pemasukan utama dari termin proyek
pemerintah. Divestasi jalan tol juga tertunda, dan berbagai entitas anak usaha terdampak pandemi
mengalami kerugian yang saling terkait. Kegiatan operasional perusahaan dan entitas anak usaha
berhenti total, dengan fokus beralih pada penanganan COVID-19. Permintaan untuk ready mix
dan produk turunan menurun drastis akibat stagnasi proyek-proyek, dan penggunaan jalan tol yang
dikelola oleh Waskita Toll Road (WTR) menurun akibat penerapan protokol kesehatan dan
lockdown.
Dampak lainnya dirasakan dalam bisnis properti dan hunian hotel yang dikelola oleh Waskita
Realty, dengan penundaan investasi properti baru dan listrik yang berlebihan dari PLN untuk
pemeliharaan batching plant dan penyelesaian pabrik WKI tahap akhir.
Namun, TMTs tetap piawai dan adaptif dalam mengendalikan situasi ini. Mereka
mengumpulkan seluruh tim dalam pertemuan zoom di seluruh Indonesia untuk memberikan
arahan, semangat, dan dukungan moril agar tetap solid. TMTs menginstruksikan pemantauan
ketersediaan tenaga kesehatan, peralatan diagnostik COVID-19, hazmat, masker, obat, vitamin,
dan fasilitas isolasi di semua proyek oleh Unit Business masing-masing, mengingat kelangkaan
barang tersebut. Mereka juga meminta laporan setiap minggu mengenai progres pemenuhan
langkah-langkah pencegahan COVID-19 yang sesuai dengan rekomendasi pemerintah, serta
melaporkan kasus COVID-19 harian di masing-masing proyek melalui grup WhatsApp. Ketika
angka kasus signifikan, TMTs akan melakukan rapat zoom meeting lebih sering, terutama untuk
mempercepat distribusi masker, hazmat, obat-vitamin, dan fasilitas isolasi bagi pekerja dan
karyawan.

(sumber: data internal perusahaan)


3) Strategi Transformasi

(sumber: https://transformation.waskita.co.id/about.html)
Pandemi menjadi kesempatan bagi Waskita untuk melakukan inovasi dan memperkuat
pertahanan perusahaan melalui program restrukturisasi dan transformasi guna meningkatkan
kinerja. Berikut adalah strategi transformasi perusahaan secara garis besar:
a. Portfolio & Innovation: Diversifikasi portofolio bisnis perusahaan dan mendapatkan nilai
kontrak baru dengan meningkatkan tingkat keberhasilan dalam memenangkan tender.
b. Lean: Efisiensi biaya dan waktu produksi perusahaan.
c. Digital: Pengembangan digitalisasi perusahaan.
d. Financial: Pengembangan digitalisasi perusahaan dalam hal keuangan.
e. Risk Management: Optimalisasi pengendalian risiko bisnis yang dihadapi perusahaan.
f. Talent Engine: Pengembangan sumber daya manusia perusahaan berdasarkan nilai-nilai
A.K.H.L.A.K.

II. Tantangan perusahaan


Kejaksaan Agung telah menetapkan Direktur Utama sebagai tersangka dalam kasus dugaan
tindak pidana korupsi yang melibatkan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank oleh
Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP). Meskipun keputusan ini
belum memiliki kekuatan hukum tetap, perusahaan telah melakukan pergantian CEO tanpa
kekosongan posisi kepemimpinan. Namun, peristiwa ini telah menyebabkan dampak-dampak
tertentu bagi perusahaan, seperti penurunan kepercayaan investor yang tercermin dari penurunan
harga saham di pasar modal. Rekanan bisnis juga menjadi lebih hati-hati dan menjaga jarak dalam
menjalin kerja sama dengan perusahaan akibat serangan influencer dalam pemberitaan yang
mengaitkan CEO yang ditetapkan sebagai tersangka dengan perusahaan, yang pada gilirannya
merusak citra perusahaan. Selain itu, kepercayaan antara TMTs dengan karyawan juga terkikis,
menciptakan rasa curiga terkait pemenuhan prinsip Good Corporate Governance (GCG) oleh pihak
lender, subkon, supplier, mandor, dan stakeholder lainnya.
Para pemberi pinjaman obligasi juga menyatakan sikap tidak setuju terhadap penundaan
pembayaran bunga dan meminta pembayaran sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Sementara
itu, subkon, supplier, dan mandor meminta pembayaran lebih awal untuk modal kerja dan
memperpendek jangka waktu pembayaran. Sebagai pemegang saham pengendali terbesar,
pemerintah mengusulkan pembentukan struktur TMTs dengan persentase perwakilan independen
yang lebih besar untuk memonitor percepatan proses transformasi bisnis dan restrukturisasi
keuangan. Upaya percepatan restrukturisasi keuangan ini menimbulkan asumsi di kalangan
karyawan bahwa pengurangan pengeluaran akan dilakukan dengan pemutusan hubungan kerja
sebagai cara yang paling mudah, yang sering kali menjadi topik dalam percakapan informal atau
grup percakapan WhatsApp. Berbagai isu dan rumor yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
menyebar tentang jumlah target pemutusan hubungan kerja di setiap Unit Bisnis, yang
mengakibatkan ketidakpuasan terhadap TMTs dan manajer, kurangnya motivasi kerja, perubahan
dinamika hubungan antara atasan dan bawahan karena kecurigaan akan pengajuan atau pemaksaan
pensiun dini, serta anggapan ketidakadilan dalam penilaian kinerja yang menyebabkan rasa
cemburu di kalangan karyawan.
TMTs menyadari bahwa semua masalah di atas merupakan tantangan yang harus diatasi agar
organisasi tetap solid dan mampu menghadapi situasi operasional dan bisnis yang tidak
menguntungkan. Selain itu, mereka ingin mengantisipasi situasi yang dapat dimanfaatkan oleh
pihak internal dan eksternal yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, TMTs menekankan
kepada para manajer di Unit Bisnis dan proyek agar memiliki sensitivitas dalam menjalankan
operasi.

III. Lesson Learned


Waskita Karya menghadapi tantangan besar selain melanjutkan transformasi bisnis yang
telah dicanangkan sejak 2018, dugaan fraud dan korupsi yang dilakukan oleh direktur utama
mengikis kepercayaan investor. Untuk memulihkan keadaan atas kondisi yang krusial ini maka
diperlukan suatu perubahan strategis besar. Belajar dari teori yang dikemukakan oleh Finkelstein
(2009), proposisi 5-7 dari A sampai E seharusnya cocok dalam menjawab tantangan ini.

Proposition 5–7A: Semakin besar jumlah perubahan strategis, semakin besar heterogenitas di
dalam TMT.
Proposition 5–7C: Semakin besar jumlah perubahan strategis, semakin besar ukuran TMT.
Setelah skandal pada jajaran direksi diungkap oleh KPK, Kementerian BUMN melakukan
perombakan besar pada utamanya pada jajaran komisaris yang berfungsi sebagai pengawas.
Perombakan yang dilakukan sejalan dengan proposisi yang ditawarkan Finkelstein (2009) dimana
heterogenitas serta ukuran yang besar. Pada jajaran komisaris ditunjuk:
• Komjen. Pol. (Pun.) Drs. Heru Winarko, S.H (Komisaris Utama/Independen) berlatar
belakang seorang polisi dan pernah menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK pada tahun
2015.
• Addin Jauharudin (Komisaris Independen I) berlatar belakang aktivis dan pengusaha
sekaligus sedang menjabat sebagai Ketua PP Gerakan Pemuda Ansor (2022-2027).
• Prof. Muradi, M.A., Ph.D. (Komisaris Independen II) berlatar belakang akademisi dan
birokrat dan pernah menjabat sebagai PT LEN Industri.
• Muhamad Salim (Komisaris Independen III) berlatar belakang sebagai jaksa.
• I Gde Made Kartikajaya (Komisari I) berlatang belakang sebagai agen intelejen karir dan
pada saat yang bersamaan sedang menjabat Deputi Bidang Intelejen Ekonomi Negara BIN.
• Teuku Iskandar (Komisaris II) berlatar belakang sebagai birokrat utamanya di lingkungan
Kementerian PUPR dengan jabatan terakhir sebagai Inspektur Jendral Kementerian PUPR.
• Dedi Syarif Usman (Komisaris III) berlatar belakang sebagai birokrat ekonomi dengan
jabatan terakhir sebagai Direktur Kekayaan Negara.

Proposition 5–7B: Semakin besar jumlah perubahan strategis, semakin kecil tingkat saling
ketergantungan peran dalam TMT.
Perombakan struktur TMT yang dilakukan oleh Kementerian BUMN sebagai perwakilan
pemegang saham mayoritas Waskita Karya berfokus pada pengawasan. Individu yang ditunjuk
pun sangat heterogen terutama pada dewan komisaris. Dewan direksi disisi lain berisi orang-orang
berlatar belakang professional di BUMN karya yang lain kecuali pada divisi Keuangan dan
Manajemen Resiko yang berlatar belakang perbankan. Kondisi ini akan membuat tingkat saling
ketergantungan semakin kecil karena setiap individu mendapat mandat yang berbeda dari Menteri
BUMN.

Proposition 5–7D: Semakin besar jumlah perubahan strategis, semakin kecil tingkat integrasi
sosial dalam TMT.
Integrasi sosial yang terjadi dalam internal Waskita Karya berkurang cukup drastis dilihat dari
mulai berkembangnya isu-isu untuk saling menjatuhkan satu sama lain.

Proposition 5–7E: Semakin besar jumlah perubahan strategis, semakin kecil tingkat konsensus
dalam TMT.
Integrasi sosial yang rendah mengakibatkan konsensus yang rendah karena munculnya sikap saling
tidak percaya antara satu sama lain di dalam internal perusahaan.
RUMUSAN PENGEMBANGAN EKOSISTEM PT WASKITA
KARYA TBK
Waskita Karya dapat dikatakan sedang masa pemulihan dari hantaman badai yang terjadi
baru-baru saja. Perubahan strategis dilakukan secara masif dan berfokus pada pengawasan. Oleh
karena itu perlu dibangun suatu ekosistem pengawasan untuk memulihkan kepercayaan investor
dan stakeholder, berikut penjabarannya:
1) Penyehatan kondisi keuangan: Program ini dilakukan melalui pengelolaan keuangan yang
cermat dan bijaksana untuk memastikan kesehatan keuangan perusahaan. Perusahaan harus
mengelola utang dengan baik dan melakukan restrukturisasi keuangan jika diperlukan.
2) Transparansi dan perbaikan mekanisme GCG: Perusahaan harus memastikan transparansi
dalam pelaporan dan komunikasi dengan para pemangku kepentingan, termasuk investor,
karyawan, dan pihak terkait lainnya. Saat ini Waskita Karya memiliki struktur dewan
komisaris yang heterogen dan memiliki kapabilitas mumpuni sebagai pengawas, sehingga
perlu dimaksimalkan perubahan internal perusahaan terutama pada pemulihan praktik
GCG perusahaan.
3) Manajemen resiko dan keberlanjutan: Perusahaan perlu memperkuat praktik manajemen
risiko dalam semua aspek operasional perusahaan, termasuk keberlanjutan lingkungan dan
sosial. Menjadi perusahaan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab secara sosial akan
membantu memperoleh kepercayaan dari pemangku kepentingan dan meminimalkan
risiko reputasi.
4) Teknologi dan Transformasi Digital: Perusahaan harus mengadopsi teknologi terkini dan
melakukan transformasi digital dalam operasi dan proses bisnisnya. Penggunaan teknologi
seperti pemodelan informasi bangunan (BIM), sistem manajemen proyek, dan Internet of
Things (IoT) dapat membantu meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan transparansi
dalam pengelolaan proyek.
5) Peningkatan Kapabilitas dan Kualitas SDM: Perusahaan haru mulai mengembangkan
program pelatihan dan pengembangan karyawan untuk meningkatkan kapabilitas dan
kualitas sumber daya manusia di perusahaan. Ini melibatkan peningkatan kompetensi
teknis, manajerial, dan kepemimpinan karyawan, serta memastikan adanya kesempatan
pengembangan karir yang jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Farh, J. L., & Cheng, B. S. (2000). A Cultural Analysis of Paternalistic Leadership in Chinese
Organizations. E. Weldon (Eds.). Management and Organizations in the Chinese Context
(pp. 84-127). London: Macmillan.

Finkelstein, S., Hambrick, D. C., & Cannella, A. A. (2009). Strategic leadership: Theory and
research on executives, top management teams, and boards. Oxford University Press.

Gu, Q., Tang, T. L.-P., & Jiang, W. (2015). Does Moral Leadership Enhance Employee
Creativity? Employee Identification with Leader and Leader–Member Exchange (LMX) in
the Chinese Context. Journal of Business Ethics, 126(3), 513–529.
http://www.jstor.org/stable/24702764.

Hambrick, D. C., Geletkanycz, M. A., & Fredrickson, J. W. (1993). Top executive commitment
to the status quo: Some tests of its determinants. Strategic Management Journal, 14(6),
401-418.

Chan, S. C., Huang, X., Snape, E., & Lam, C. K. (2012). The Janus Face of Paternalistic
Leaders: Authoritarianism, Benevolence, Subordinates’ Organization-Based Self-esteem,
and Performance. Journal of Organizational Behavior, 34(1), 108–128.

Miles, R. E., Snow, C. C., Meyer, A. D., & Coleman Jr, H. J. (1978). Organizational strategy,
structure, and process. Academy of management review, 3(3), 546-562.

Soylu, S. (2011). Creating a Family or Loyalty-Based Framework: The Effects of Paternalistic


Leadership on Workplace Bullying. Journal of Business Ethics, 99(2), 217–231.
http://www.jstor.org/stable/41476194.

Anda mungkin juga menyukai