Anda di halaman 1dari 228

CRITICA RATIO:

DIALEKTIKA SYARIAH
DAN HUKUM POST MODERN

Metta Regina, Ervan Setyawan, Millenia Ayu Purwati, Fakhri Rahman,


Hasna Selviana Rahman, Muhammad Faozan Fathurohman, Diki Nofa
Syakbani, Rayhan Naufaldi Hidayat, Defa Asyafa Saefullah, Indah
Khairunnisa, Naufal Arie Taufik Nurrahman, Imam Gunawan, Kiki Nur
Aisyah, Andradito Muhammad Wisnu, Banyu Hekmatiar, Hafsah
Aryandini, Muhammad Sidik Alamin, Osanna Chikara Dewi, Sifa Alfyyah
Asathin, Agus Saputra, Abel Parvez, Andi Vallian Superani, Muhammad
Al Ghiffary, Syafiq Muhammad Al Fahri

Oleh:
Divisi Karya Tulis Ilmiah
Moot Court Community

Fakultas Syariah dan Hukum


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
CRITICA RATIO: DIALEKTIKA SYARIAH
DAN HUKUM POST MODERN

Hak Cipta © 2022 pada penulis. Hak Publikasi pada penerbit


Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dilarang memperbanyak, memperbanyak sebagian atau seluruh isi


dari buku ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit

Penulis : Metta Regina, Ervan Setyawan, Millenia Ayu Purwati,


Fakhri Rahman, Hasna Selviana Rahman, Muhammad
Faozan Fathurohman, Diki Nofa Syakbani, Rayhan
Naufaldi Hidayat, Defa Asyafa Saefullah, Indah
Khairunnisa, Naufal Arie Taufik Nurrahman, Imam
Gunawan, Kiki Nur Aisyah, Andradito Muhammad
Wisnu, Banyu Hekmatiar, Hafsah Aryandini,
Muhammad Sidik Alamin, Osanna Chikara Dewi, Sifa
Alfyyah Asathin, Agus Saputra, Abel Parvez, Andi
Vallian Superani, Muhammad Al Ghiffary, Syafiq
Muhammad Al Fahri

Editor : Fitria, Andradito Muhammad Wisnu, Fakhri Rahman

Sampul : Metta Regina dan Osanna Chikara Dewi

Diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta


Jl. Ir. H. Juanda No. 95, Ciputat, Kota Tangerang Selatan,
Banten. 15412. Telp: 021-7401925. Fax: 021-7491821

Email : mcc.fsh@uinjkt.ac.id
ISBN : 978-623-90747-4-6
SAMBUTAN

Guru Besar Hukum Tata Negara

Buku yang hadir di hadapan pembaca budiman dengan judul


“Critica Ratio: Dialektika Syariah dan Hukum Post Modern” yang ditulis
oleh cendekiawan muda cemerlang yang tergabung dalam MCC UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, adalah buah pikiran cerdas dan kritis atas berbagai
persoalan hukum dan politik yang hadir ke publik. Artikel yang beragam
dalam buku ini akan menjadi bacaan menarik karena topik-topik yang
diangkat sangat aktual dan solusi yang ditawarkan juga mendalam dan
menarik.
Saya menyambut baik hadirnya buku ini, karena menulis bukanlah
pekerjaan yang mudah untuk menuangkannya. Berbagai ide seringkali
terlintas di benak dan bahkan sudah disuarakan dalam berbagai media
lomba karya ilmiah maupun orasi ilmiah. Namun, menulis tidak bisa
dilakukan secara serampangan, karena ada berbagai kaidah ilmiah yang
harus dipenuhi, apalagi kalau dibuat untuk di-publish seperti buku ini. Ada
pertanggungjawaban ilmiah, akademis, dan intelektual dari penulisnya
yang harus dipertahankan ke hadapan pembaca.
Rasa syukur selalu saya panjatkan ke hadirat Illahi Robbi yang atas
kebaikan dan kemurahan-Nya Allah memberikan ilmunya untuk didalami,
disebarkan dan disumbangkan untuk perbaikan kualitas hukum dan
politik di Indonesia, salah satunya melalui buku ini. Tradisi yang harus
terus dikembangkan dan dijaga kontinuitas dan kualitasnya dari satu
terbitan ke terbitan berikutnya, supaya ide-ide kritis dan cerdas kalian
menghiasi atmosfir intelektual generasi muda Indonesia.
Semoga buku ini bermanfaat dan menginspirasi generasi muda
untuk menulis dan membangun tradisi intelektual dalam bentuk tulisan
yang berkualitas seperti yang dituangkan dalam buku ini. Kalian generasi
yang akan membanggakan Indonesia. Semoga segera disusul dengan
tulisan dan terbitan berikutnya. Aamiin. YRA.

Yogyakarta, April 2022


Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum.

iii
KATA PENGANTAR

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hukum merupakan manifestasi dari peradaban yang berjalin


kelindan dengan dinamika kehidupan manusia. Hukum materiil menjadi
salah satu instrumen sekaligus platform untuk mendekatkan teks hukum
dengan kemanusiaan.
Karena itu dalam penyusunan sebuah produk hukum sejumlah
bahan material mutlak terakomodasi seperti aspek historis, sosiologis,
hingga filosofis. Bahkan, di titik yang lain, sejumlah kaidah yang tumbuh
di tengah masyarakat juga menjadi bahan material dalam pembentukan
hukum seperti agama, kesusilaan hingga adat. Tujuannya, agar hukum
tidak berjarak dengan manusia. Karena keberadaan hukum untuk
kemanusiaan.
Buku Critica Ratio: Dialektika Syariah dan Hukum Post Modern yang
diinisiasi oleh Lenbaga Semi Otonomo (LSO) Moot Cout Community
(MCC) yang berada di lingkungan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Jakarta ini sebagai bagian manifestasi dari adagium, hukum untuk
kemanusiaan. Dialektika antara nilai dan realitas masyarakat diracik
dengan baik melalui tulisan dalam buku ini. Buku ini menjadi bagian dari
ikhtiar besar untuk menjadikan hukum sebagai perangkat nilai yang
dipersembahkan untuk kemanusiaan yang basisnya kemaslahatan.
Di sisi yang lain, sejumlah artikel yang tertuang dalam buku ini
memberi pesan penting bahwa syariah sebagai perangkat ilmu sekaligus
nilai dapat berkontribusi dalam pembangunan hukum di Indonesia. Maka
tidaklah tepat mempertentangkan syariah dengan konteks negara-bangsa
Indonesia, apalagi memperlakukannya secara sinis dan tendensius. Buku
ini mengonfirmasi tentang peran dan kontribusi syariah dalam
pembangunan hukum nasional di Indonesia.
Buku yang dilahirkan dari proses dialektika, kolaborasi dan sinergi
para mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini juga memberi
pesan bahwa berproses dalam ruang akademik itu tidak bisa dilakukan

iv
secara individual, namun harus dilakukan dengan bekerjasama satu
dengan lainnya. Maka di sejumlah tulisan di buku ini mudah dijumpai
artikel yang dihasilkan secara kolaboratif antarmahasiswa.
Sebagai pimpinan di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta,
saya mengapresiasi setiap ikhtiar yang dilakukan oleh civitas akademika
khususnya oleh Moot Court Community (MCC) ini. MCC telah menjadi
ruang positif dalam berproses bagi mahasiswa Fakultas Syariah dan
Hukum. Sejumlah capaian dan prestasi yang dihasilkan dari proses
dialektika di MCC agar dipertahankan dan semakin ditingkatkan di waktu-
waktu mendatang. Pertahankan MCC sebagai LSO yang bergengsi
sekaligus tetap membumi dan inklusif bagi seluruh civitas akademika di
lingkungan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta.
Buku ini menjadi pembuktian yang autentik atas dedikasi setiap
pihak yang terlibat dalam penulisan buku ini. Buku ini tentu tidak sekadar
untuk pemenuhan prosedur laporan periodesasi kepengurusan. Namun
buku ini merupakan menjadi hulu dari produk ilmiah berikutnya. Tentu,
karya ini bukan akhir, tapi justru menjadi pintu pembuka untuk
menghasilkan karya ilmiah di waktu-waktu mendatang.
Banyak pihak yang mungkin tak tampak namanya dalam buku ini
seperti para dosen pembimbing, para alumni, dan pihak eksternal UIN
Jakarta. Kami atas nama pimpinan menghaturkan terima kasih tak
terhingga atas bantuan dan bimbingannya. Semoga Allah membalas setiap
kebaikan dengan balasan kebaikan yang tak terhingga. Semoga kolaborasi
dan sinergi ini semakin ditingkatkan sebagai manifestasi dalam
mewujudkan perguruan tinggi sebagai laboratorium pemikiran sekaligus
titik pijak untuk melakukan aksi konkret di tengah masyarakat. Semoga
Allah selalu menuntun setiap proses. Panjang umur ikhtiar baik.

Jakarta, Juli 2022


Prof. Dr. H. A. Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A.

v
Pembina Moot Court Community

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas kemudahan-Nya


lah teman-teman Moot Court Community (MCC) telah menyelesaikan
penulisan buku “Critica Ratio: Dialektika Syariah dan Hukum Post
Modern”. Buku ini sebagai bukti bahwa MCC bukan saja handal dalam
memenangkan serangkaian kejuaraan Debat dan Lomba mooting tingkat
nasional, namun sama pentingnya adalah sebagai wadah bagi kawan-
kawan mahasiswa yang memiliki minat menulis.
Buku ini merupakan wujud dari kegalauan para mahasiwa
menghadapi problem bangsa ini dalam bidang hukum yang masih belum
tertangani dengan baik. Satu hal yang istimewa dari buku ini adalah, buku
ini mencoba untuk membahas persoalan tersebut tidak semata dalam
perspektif hukum, namun juga kacamata hukum Islam (syariah). Hal ini
tentunya sejalan dengan cita-cita Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) yaitu
menjadikan integrasi hukum dan syariah sebagai benchmark-nya. Argumen
yang bisa diajukan untuk memperkuat kajian integrasi hukum dan syariah
diantaranya adalah pendapat Profesor Werner Menski , ahli Perbandingan
Hukum dari SOAS Inggris bahwa hukum bukan saja bersumber dari
negara, namun juga dari agama (dalam konteks ini Islam) dan masyarakat.
Hukum perlu mengambil inspirasi dari agama dan masyarakat, agar
hukum yang dihasilkan bukan saja mengandung kepastian, tetapi keadilan
dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Sebagai Buku perdana MCC, buku ini pasti masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu, kritik dan yang membangun sangat diperlukan agar
buku ini lebih baik nantinya. Selamat membaca.

Jakarta, April 2022


Fitria, S.H., M.R., Ph.D.

vi
Ketua Moot Court Community

Puji dan syukur selalu saya haturkan kepada Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang telah memberian segala nikmat dan karunia-Nya
sehingga kita semua dapat terus hidup dan selalu berpikir sebagai
mahasiswa maupun kaum intelektual muda. Untuk pertama kali, pada
kepengurusan Moot Court Community (MCC) periode 2021/2022 ini telah
berhasil menerbitkan buku “Critica Ratio: Dialektika Syariah dan Hukum
Post Modern”.
Merancang suatu gagasan dan mengimplementasikan sesuai
dengan apa yang sudah direncanakan tentunya tidaklah mudah, sama
halnya dengan gagasan penerbitan buku ini. Banyak sekali dinamika yang
harus dilewati dalam perencanaan buku ini dari penggagasan awal hingga
penerbitan. Namun, berkat kerjasama dan kontribusi dari seluruh pengurus
yang ikut berpartisipasi dalam penyusunan buku ini, MCC dapat
melahirkan sebuah karya yang dapat melukiskan proses dari Mahasiswa/i
Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) melalui sebuah rangkaian tulisan. Buku
ini merupakan hasil antologi pemikiran pengurus maupun anggota MCC
yang tertuang dalam bentuk tulisan. Cakupan tema tulisan yang dibahas
dalam buku ini cukup luas, mulai dari syariah, hukum tata negara, hukum
pidana, hukum internasional, serta hukum bisnis. Dengan demikian,
pembaca dapat mengetahui berbagai perspektif mahasiswa FSH dalam
menanggapi isu saat ini dari berbagai sudut bidang hukum.
Mahasiswa hukum tentunya memiliki dinamika pemikiran logika
kritis yang selalu berkembang menyesuaikan perkembangan zaman. Maka
dari itu, pemikiran tersebut harus terus dapat dipelajari dan menjadi
sebuah legacy yang tidak termakan oleh waktu. Buku merupakan salah satu
wadah bagi para intelektual muda untuk mencoretkan permikiran
kritisnya. Sebagai buku perdana yang disusun oleh MCC, diharapkan buku
ini dapat menjadi acuan dan tentunya dapat diteruskan sampai kepada
jilid-jilid berikutnya. Semoga buku ini dapat dijadikan batu pijakan dan
pecutan bagi mahasiswa untuk dapat terus berkarya dan berkontribusi
demi kepentingan dunia akademis dalam bidang hukum melalui sebuah
tulisan.

Jakarta, April 2022


Ahmad Tarmidzi

vii
Ketua Divisi Karya Tulis Ilmiah

Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Swt.,


karena akhirnya salah satu program dari Divisi Karya Tulis Ilmiah (Div.
KTI) yang bernama Lembaran Kritis, berupa kumpulan esai hasil analisis
intelektual dari anggota dan pengurus aktif Moot Court Community (MCC)
ini dapat dirampungkan dan akan diterbitkan sesuai dengan tujuan dari
cita pengurus Div. KTI MCC Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Buku yang berjudul “Critica Ratio: Dialektika Syariah dan Hukum
Post Modern” merupakan kumpulan esai yang membahas mengenai isu
dan permasalahan terkini dengan menelaahnya melalui perspektif hukum
dan syariah. Konsepsi mengenai kumpulan esai yang dijadikan buku ini
sejalan dengan upaya pemerintah dalam mewujudkan salah satu Tri
Dharma Perguruan Tinggi yaitu melaksanakan penelitian untuk
terwujudnya produktivitas publikasi karya ilmiah yang kritis dari
mahasiswa. Buku ini pun akan sangat menarik bagi para pembaca, karena
telah mengaktualisasikan nilai-nilai syariah dan hukum yang disesuaikan
dengan teori-teori yang telah diemban selama perkuliahan berlangsung.
Selain daripada itu, saya selaku ketua Divisi Karya Tulis Ilmiah
pada periode 2021-2022 mengucapkan banyak terimakasih kepada para
pihak yang telah membantu terlaksananya program kerja lembaran kritis
hingga sampai pada tahap ini. Niat, komitmen, serta kerja keras yang telah
dicurahkan selama program kerja ini berlangsung, menjadi alasan buku ini
dapat diterbitkan. Maka dari itu, saya berharap buku yang berupa
kumpulan analisis esai ini, dapat dijadikan suatu referensi dan acuan bagi
mahasiswa lainnya untuk berlomba menulis memberikan karya ilmiahnya
sebagai bentuk kontribusi yang nyata dalam dunia pendidikan.

Jakarta, April 2022


Imas Novita Juaningsih

viii
DAFTAR ISI

SAMBUTAN iii
Guru Besar Hukum Tata Negara iii
Prof. Dr. Ni'matul Huda, S.H., M.Hum.

KATA PENGANTAR iv
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta iv
Prof. Dr. H. A. Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A.
Pembina Moot Court Community vi
Fitria, S.H., M.R., Ph.D.
Ketua Moot Court Community vii
Ahmad Tarmidzi
Ketua Divisi Karya Tulis Ilmiah viii
Imas Novita Juaningsih

DAFTAR ISI ix

BAB I : DINAMIKA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF SYARIAH


DAN FIKIH KONTEMPORER 1
Problematika Pelaksanaan Pemilihan Umum Serentak Tahun 2024
Ditinjau dalam Perspektif Maslahah Al Mursalah 2
Syarat Pengangkatan Menteri dalam Perspektif Hukum Tata
Negara Indonesia dan Perspektif Siyasah 13
Mendudukan Kembali Posisi Perda Syariah sebagai Landasan
Pelaksanaan Kebijakan Publik Berdasarkan Nilai Syariah: Studi
Kasus Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2014
Tentang Ketahanan Keluarga 20
Unsur Hifz Al-Nafs Atas Pemberlakuan Karantina Dalam Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan 30
Marital Rape (Pemerkosaan Dalam Rumah Tangga) dalam Tinjauan
Mua’syaroh Bil Ma’ruf 41

ix
Legalitas Tebus Murah Dalam Perspektif Hukum Fiqh 53

BAB II : PARADIGMA DEMOKRASI, HAK ASASI MANUSIA,


DAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM BINGKAI
KONTROVERSI ISU 61
Prospeksi Kelam Penyelenggaraan Pemilihan Umum Serentak:
Berkaca dari Pengalaman Tunanetra 2019 62
Pemilu Elektronik: Perwujudan Demokrasi yang Paripurna 71
Ironi Pilkada di Tengah Covid-19: Ketika Politik dan Hukum Tak
Lagi Sejalan 78
Inkonsistensi Regulasi Jaminan Hari Tua sebagai Reduktifitas Hak
Pekerja di Indonesia 84
Tinjauan Yuridis Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam
Pendidikan Pesantren 98
Konflik Bersenjata Rusia dan Ukraina: Peran dan Kekuatan
Hukum Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa 106
Campur Tangan Vanuatu terhadap Isu Hak Asasi Manusia di
Papua: Wujud Pelanggaran Prinsip Non-Intervensi dalam
Hukum Internasional? 123

BAB III : HUMANISASI HUKUM PIDANA DAN AKSELERASI


BISNIS DALAM KEBHINNEKAAN MASYARAKAT 133
Restorasi Pemberdayaan Masyarakat Adat: Merealisasikan
Pemenuhan HAM di Desa Sigapiton dalam Upaya Pembangunan
Nasional 134
Urgensi Penerapan Community Based Forest Management License
sebagai Upaya Meningkatkan Pembangunan Manusia Melalui
Pengelolaan Hutan Masyarakat Hukum Adat 144
Analisis Pemenuhan Hak Masyarakat atas Pengelolaan
Lingkungan Hidup: Upaya Menciptakan Environmental
Sustainability dalam Pembangunan Nasional 157
Resolusi Budaya Remisi Pelaku Tindak Pidana Korupsi di Masa
Pandemi 168

x
Restorative Justice sebagai Subtitusi Rencana Penerapan Pidana
Mati terhadap Koruptor di Era Pandemik Covid-19 173
Rekonstruksi RUU PDP Dengan Kerjasama Regional dalam
Perlindungan Hukum Data Pribadi dari Cybercrime Transnasional 186
Cross Platform Content: Perlindungannya di Era Digital 195
Inkonsistensi Putusan MK Nomor: 91/PUU-XVIII/2020 Tentang
Undang-Undang Cipta Kerja: Ketidakpastian Hukum terhadap
Investor dalam Pemulihan Perekonomian Nasional Dimasa
Pandemi Covid-19 203

TENTANG MOOT COURT COMMUNITY 215

xi
BAB I
Dinamika Sosial dalam Perspektif Syariah
dan Fikih Kontemporer
PROBLEMATIKA PELAKSANAAN PEMILIHAN
UMUM SERENTAK TAHUN 2024 DITINJAU DALAM
PERSPEKTIF MASLAHAH AL MURSALAH

Metta Regina
Hukum Pidana Islam, metta.jazzy19@mhs.uinjkt.ac.id
Ervan Setyawan
Hukum Ekonomi Syariah, setyawan.ervan19@mhs.uinjkt.ac.id

Pendahuluan
Kedaulatan diartikan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi untuk
menjalankan roda hukum pemerintahan dalam suatu negara. Kedaulatan
rakyat diartikan bahwa pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara
adalah rakyat.1 Kedaulatan rakyat merupakan konsep dari demokrasi, yang
diartikan pemerintahan oleh, dari, dan untuk rakyat. Konsep demokrasi
yang diwujudkan dengan negara berkedaulatan rakyat dalam prakteknya
berbeda di setiap negara karena bergantung pada sosio-budaya bangsa
masing-masing negara.
Berbicara mengenai kedaulatan rakyat berarti tidak terlepas
dengan demokrasi, sedangkan demokrasi erat kaitannya dengan suara atau
hak pilih rakyat. Rakyat memiliki hak untuk memilih, dan pemerintah
hanyalah sebagai mediator penyedia konsep dan konsep tersebut jangan
sampai mengikis hak-hak rakyat. Hak pilih rakyat tidak bisa ditentang
sekalipun oleh pemerintah. Hal ini selaras dengan Pasal 1 Ayat (2) Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI)
menjelaskan bahwa Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar.
Di Indonesia, Pancasila diyakini sebagai ideologi dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) sebagai dasar
hukum negara Indonesia. Untuk mewujudkan pemerintahan yang
demokratis sebagai bentuk terjaminnya Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI), maka
pemerintah wajib menyediakan sarana dalam berdemokrasi yaitu
pemilihan umum.

1 Isharyanto, Kedaulatan Rakyat dan Sistem Perwakilan Menurut UUD 1945, (Jakarta:

Penerbit WR, 2016), Hlm. 16.

2
Dengan adanya Pemilu menunjukkan bahwa negara telah
menjamin hak rakyat untuk membentuk pemerintahan yang demokratis.2
Suatu negara dapat dikatakan demokratis apabila memiliki sarana,
prasarana dan prosedur yang teratur guna memutar roda sendi
pemerintahan suatu negara.3

Pembahasan
Menyinggung mengenai pemilihan umum, akhir-akhir ini terdapat
perbincangan panas yang terjadi ditengah masyarakat terkait dengan
adanya Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan dilakukan dalam waktu
dekat yaitu di tahun 2024. Polemik yang menjadi diskusi hangat pada
masyarakat meliputi keserentakannya pemilihan presiden, legislatif dan
kepala daerah pada tahun yang sama.
Prinsip Pemilu yang bebas dan adil4 benar-benar diharapkan oleh
semua kalangan masyarakat guna menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
termasuk pemilihan umum yang akan dilakukan secara serentak. Namun
pada realitanya, pemilihan umum serentak menimbulkan problematika
lain yang mengakibatkan tercemarnya aspek yuridis dan sosial di Indonesia
sebagai negara hukum. Problematika lain tersebut yakni terdapatnya
politik uang, terhamburnya biaya pemilu yang mengikis keuangan negara,
hilangnya nyawa petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara
(KPPS), dan permasalahan lainnya.
Berdasarkan data yang terlansir pada Indeks Kerawanan Pemilu
(IKP)¸ Pemilu yang dilakukan secara serentak berpotensi memunculkan
masalah hak pilih sebagaimana berkaca pada pemilu serentak tahun 2019.5
Terdapat 2,38% surat suara tidak sah pada pemilu presiden, 11,12% di
pemilu DPR dan 19,02% di pemilu DPD. Sedangkan pada pemilu Presiden
tahun 2014, surat suara tidak sah tercatat 1,2%6 yang mana grafik evaluasi
surat suara tidak sah pemilu serentak pada tahun 2014 dan 2019 mengalami
kenaikan.
Mekanisme pemilu serentak jika dipaksakan untuk
diselenggarakan akan menimbulkan permasalahan lainnya yang berkaitan

2 IDEA, Penilaian Demokratisasi di Indonesia, (Stockholm: International IDEA, 2000),


Hlm. 58.
3 Samuel Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik Negara Berkembang, (Jakarta:

Rineka Cipta, 1976), Hlm. 3.


4 Guy S. Goodwin-Gill, Free and Fair Elections: International Law and Practice, (Geneva:

Inter-Parliamentary Union, 1994), Hlm. 12.


5 Abhan. Dkk , Indeks Kerawanan Pemilu (IKP), (Jakarta: Bawaslu), Hlm. 24.

6 Perludem, Catatan Perubahan Desain Surat Suara Pemilu Serentak Oleh Usep Hasan

Sadikin, http://perludem.org/2021/06/30/catatan-perubahan-desain-surat-suara-Pemilu-
serentak/ diakses pada tanggal 15 Maret 2022.

3
dengan kecurangan yang tidak mengindahkan asas dan tujuan
penyelenggaraan pemilu yang termanifestasikan dalam Undang-Undang
No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang harus menekankkan jujur
dan adil. Maka mengenai hal ini Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai the
guardian of democracy akan memiliki peranan yang sangat krusial dalam
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.7
Kewenangan Mahkamah Konstitusi diharapkan dapat berperan
sebagai mekanisme kontrol terhadap kinerja KPU sebagai penyelenggara
pemilu dan juga dapat menjamin prinsip keadilan (fairness) dalam pemilu.
Namun, bukan kehidupan namanya apabila tidak bagaikan buah
simalakama, pemilu serentak dapat membuat tugas Mahkamah Konstitusi
menjadi berkali-kali lipat. Selain berfokus kepada tugas utamanya yaitu
Pengujian Undang-Undang, MK pun harus membelah diri bertanggung
jawab kepada Perselisihan Hasil Pemilihan Umum antara pemilihan
presiden, pemilihan legislatif hingga pemilihan kepala daerah.
Banyaknya antrian Pengujian Undang-Undang yang juga harus
diuji dengan segera8 merupakan urgensi yang lebih utama saat ini bagi
Mahkamah Konstitusi. Tetapi akibat banyaknya perkara perselisihan hasil
pemilihan umum (PHPU) serentak yang masuk ke Mahkamah Konstitusi
dan tergencatnya estimasi waktu dalam penyelesaian perkara, dapat
menimbulkan ketidakoptimalan Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan
tugas dengan waktu yang terbatas dan alur yang panjang serta sistem
hukum yang terancam tidak efektif.
Terkait dengan kecurangan yang terjadi pada pemilu serentak, jika
melansir kepada data yang dipublikasikan oleh Badan Pengawas Pemilihan
Umum (BPPU) terdapat banyaknya laporan kecurangan yang tidak
mengindahkan demokrasi penyelenggaraan pemilu serentak. Sebanyak
4.506 laporan kecurangan pada pemilu serentak presiden dan legislatif
tahun 2019. Ditambah adanya 16.427 pelanggaran administrasi, 426
pelanggaran kode etik bahkan terdapat 2.798 pelanggaran pidana.9
Rekapitulasi penghitungan suara pemilu serentak 2019 pun kerap
kali menimbulkan banyak kesalahan, beberapa organisasi mencatat ada 708

7 Janedjri M. Gaffar, Peran Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perlindungan Hak Asasi

Manusia terkait Penyelenggaraan Pemilu, Jurnal Mahkamah Konstitusi, vol. 10, no. 1, (2013), Hlm.
13.
8 A. Ahsin Thohari, Mahkamah Konstitusi dan Pengokohan Demokrasi Konstitusional di

Indonesia, Jurnal Legislasi Indonesia, vol. 6, no. 3 (2009), Hlm. 512.


9 Bawaslu, Data Pelanggaran Pemilu Tahun 2019,
https://www.bawaslu.go.id/sites/default/files/hasil_pengawasan/DATA%20PELANGGARA
N%20PEMILU%20TAHUN%202019%204%20NOVEMBER%202019-dikompresi.pdf diakses
pada tanggal 15 Maret 2022.

4
kasus rekapitulasi tersebut, yaitu terutama mengenai data C1 yang tertukar
dan kesalahan input data C1 ke dalam Sistem Perhitungan KPU.10
Aspek lain yang menjadi ketidakefektifan dalam penyelenggaraan
pemilu serentak adalah hilangnya konsentrasi masyarakat dalam
menggunakan hak pilihnya dengan tepat sasaran. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI), masyarakat dapat
memberikan hak pilihnya dengan lebih maksimal apabila pemilihan umum
presiden dan legislatif dipisah. Bukan tanpa alasan, melainkan alokasi
perhatian masyarakat menjadi timpang antara pilpres dan pileg yang mana
bakal calon legislatif akan terkikis perhatiannya daripada nama calon
Presiden.11
Sebagaimana yang dikatakan oleh Denny, akibat berpotensi tidak
terbagi ratanya porsi perhatian akibat semua mata masyarakat mengacu
kepada pilpres dan nama caleg bisa semakin terbenam akibat sulit
mempromosikan diri dan potensinya, Denny berharap Mahkamah
Konstitusi bisa memberikan dukungannya agar pilpres dan pileg bisa
dipisah.12
Ketidakefektifan pemilihan umum serentak lainnya terletak pada
kemasifan penganggarannya. Berdasarkan data yang telah dihimpun oleh
Kementerian Keuangan mengenai peruntukan anggaran pemilu 2014,
tercatat menghabiskan dana sebesar Rp 15,62 triliun dan pada tahun 2019
sebesar Rp 25,59 triliun.13 Hal tersebut terjadi lonjakan signifikan sekitar
61% dari anggaran dana pemilu sebelumnya.
Terlebih lagi, jika mengkaji secara empiris pemilu serentak tahun
2024 yang digagaskan pada UU Pemilu memiliki banyak kelemahan dan
kekurangan. Sebab, UU Pemilu ini dinilai banyak menimbulkan kerugian
bagi tenaga penyelenggara pemilu. Dan hal ini dibuktikan dengan beberapa
masuknya permintaan judicial review terkait UU Pemilu.
Menurut Dimas Permana Hadi, salah satu pengaju judicial review
yang merupakan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di Sleman, Dimas
beranggapan bahwa keputusan pemerintah untuk tetap merealisasikan
pemilu serentak atau model lima kotak dan tanpa didahului dengan kajian

10 Aryojati Ardipandanto, Permasalahan Penyelenggaraan Pemilu Serentak Tahun 2019,

Jurnal Info Singkat, vol. 11, no. 11, (2019), Hlm. 25.
11 Deti Mega Purnamasari, Survei LIPI : 74 Persen Masyarakat Kesulitan Pemilu Serentak,

https://nasional.kompas.com/read/2019/08/28/19482511/survei-lipi-74-persen-masyarakat-
kesulitan-Pemilu-serentak?page=all , diakses pada tanggal 16 Maret 2022.
12 Dedi Rahmadi, 2019, Sisi Negatif Pemilu Serentak Menurut LSI Denny JA,

https://www.merdeka.com/politik/sisi-negatif-Pemilu-serentak-menurut-lsi-denny-ja.html ,
diakses pada tanggal 16 Maret 2022.
13 Kementerian Keuangan, https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-
peruntukan-anggaran-Pemilu-2019/, diakses pada tanggal 16 Maret 2022.

5
komprehensif dan diskusi semua partisipasi yang terlibat. Padahal, di
lapangan penyelenggaraan model ini dinilai sangat menyulitkan para
tenaga penyelenggara pemilu.14 Implikasi lainnya yaitu pelaksanaan
Pemilu atau pilkada serentak 2024 yang dilakukan di tengah carut marut
Covid-19.15
Hadirnya permasalahan nyata yang ditimbulkan akibat wacana
pemilu serentak pada tahun 2024 tidak hanya itu, anomalinya andaikan
Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Presiden dilakukan secara
berbarengan pada tahun yang sama, maka hal itu akan berdampak pada
disharmonisasi tahapan penyelenggaraan yang dilaksanakan oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU). Bahkan mengancam ratusan nyawa panitia dalam
penyelenggaraan pemilu serentak.
Menilik realita yang terjadi pada pemilu serentak pertama di
Indonesia pada tahun 2019 yang dilaksanakan pada 17 April 2019 yaitu total
sebanyak 894 petugas penyelenggara pemilu meninggal dunia dan 5.175
petugas yang mengalami gangguan pada kesehatannya.16
Terjadinya kejadian yang memakan nyawa para petugas pemilihan
umum ini juga dikarenakan akibat proses rekapitulasi suara pemilihan
legislatif yang sangat kompleks karena melibatkan partai politik dengan
masing-masing calegnya yang bisa mencapai hingga 10 calon, dan proses
ini bisa berjalan hingga lebih dari 10 jam. Dan ini adalah salah satu potensi
terbesar yang memicu banyak petugas KPPS yang tumbang dan bahkan
menyebabkkan kematian pada pemilu tahun 2019 lalu. 17
Pilkada yang akan dilakukan serentak dengan pemilu di tahun 2024
nanti juga akan rawan dalam pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan akan
menyebabkan banyaknya kepala daerah yang tidak jelas status masa
jabatannya. Sebanyak 101 kepala daerah habis masa baktinya pada tahun
2022, dan 171 kepala daerah habis masa baktinya pada tahun 2023. Sehingga

14 Amalia Salabi, 2021, Mantan Penyelenggara Pemilu Ad Hoc: Pemilu Serentak 5 Kotak Tak
Manusiawi, Rumah Pemilu, https://rumahPemilu.org/Pemilu-serentak-5-kotak-tak-
manusiawi/, diakses pada tanggal 07 April 2022.
15 Robi Ardianto, Bicara Potensi Masalah Pemilu 2024, Abhan Singgung Kesulitan Pemilih

Dengan Banyak Surat Suara, https://www.bawaslu.go.id/id/berita/bicara-potensi-masalah-


Pemilu-2024-abhan-singgung-kesulitan-pemilih-dengan-banyak-surat-suara, diakses pada
tanggal 21 Maret 2022.
16 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Hasil Pemantauan Komnas

HAM terkait Petugas Penyelenggara Pemilu 2019 yang Meninggal Dunia dan Sakit, (Keterangan
Pers No. 005/Humas/KH/V/2019).
17 Egi Adyatama, Sejumlah Anggota KPPS 2019 Ajukan Judicial Review UU Pemilu,

Kenapa?, https://nasional.tempo.co/read/1469571/sejumlah-anggota-kpps-2019-ajukan-
judicial-review-uu-Pemilu-kenapa, diakses pada tanggal 21 Maret 2022.

6
sebanyak 272 kursi kepala daerah definitif yang harus diisi oleh pelaksana
tugas.
Tak hanya itu, hal inipun akan merusak kualitas demokrasi dan
menimbulkan disharmoni kebijakan pembangunan. Karena hal ini
mengakibatkan implikasi hukum kepada perwujudan pelaksanaan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) karena para
Kepala Daerah hasil Pilkada tahun 2020 hanya menjabat 3,5 tahun.18
Berkaca kepada negara India, pemilu serentak ini berpotensi
melemahkan demokrasi. India juga sedang mengalami dilema yang sama
seperti Indonesia dimana Perdana Menteri India yaitu Narendra Modi
mengusulkan “one nation one election” atau pemilu serentak di India.
Menurut P.D.T Achary, selaku mantan sekretaris jenderal Lok Sabha
(Dewan Rakyat India) pemilihan serentak bisa menyebabkan lemahnya
demokrasi. P.D.T Achary beranggapan bahwa pemilu adalah sarana
dimana rakyat dapat mengimplementasikan demokrasi.
Pemilihan umum ini, meskipun tidak sempurna dalam banyak hal,
memiliki satu tujuan yang mulia yaitu mereka memastikan akuntabilitas
kepada rakyat. Pemilihan umum yang sering membuat pemerintah tetap
waspada. Dalam pengalaman warga India, begitu terpilih, perwakilan
perlahan menjauh dari rakyat. Jika tidak ada lagi pemilu selama lima tahun,
rakyat pasti akan dilupakan selama itu. Pemilihan umum yang sering akan
membuat ikatan antara rakyat dan perwakilan mereka tetap kuat. Jika
tidak, demokrasi perlahan akan mengering.19
Pergerakan politik hukum tata negara Indonesia tidak hanya
menjadi persoalan hukum positif semata, tetapi juga menjadi pembahasan
yang cukup kompleks dalam hukum Islam yang secara eksistensinya kerap
dinamis dengan perkembangan zaman. Hal ini sesuai dengan teori
progresivitas hukum Prof. Satjipto Rahardjo yang mengatakan bahwa
hukum itu dibentuk untuk manusia, bukan manusia untuk hukum oleh
karenanya pemberdayaan hukum progresif dapat mengatasi keterpurukan
hukum yang juga dapat menjadi terobosan konsep yang lebih efektif dalam
menjangkau moral kemanusiaan.20

18 Rusdianto Sudirman, Opini: Implikasi Hukum Pilkada Serentak Nasional pada Tahun

2024, https://www.iainpare.ac.id/implikasi-hukum-pilkada-serentak-nasional-pada-tahun/,
diakses pada tanggal 21 Maret 2022.
19 P.D.T Achary, Simultaneous Elections To Parliament And Assemblies Is Not Good For

Democracy, https://thewire.in/politics/parliament-state-assembly-simultaneous-elections-
democracy, diakses pada tanggal 21 Maret 2022.
20 Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara,

2010), Hlm. 20.

7
Hukum progresif di Indonesia memiliki keselarasan dengan
hukum Islam atau syariah, karena keduanya sama-sama menjunjung tinggi
kemaslahatan manusia. Salah satu dari banyaknya tujuan keberadaan
pengukuhan hukum dalam Islam yakni dimaksudkan sebagai upaya dalam
memberikan manfaat dan menghindarkan dari kerusakan dunia maupun
akhirat bagi manusia.
Problematika pemilu serentak ini merupakan permasalahan yang
sangat menarik untuk dikaji, terutama dalam perspektif hukum Islam.
Terlebih jika kita mempertanyakan mengenai efektivitas Pemilu serentak
pada tahun 2024 yang sedang gencar dipromosikan oleh pemerintah.
Hukum Islam memandang problematika pemilu serentak pada
tahun 2024 ini termasuk dalam kajian hukum Islam kontemporer atau
perspektif hukum Islam dalam mengkaji permasalahan modern yang
terjadi pada saat ini, karena di dalam Islam sendiri pun tidak ada diatur
dalam Al-quran maupun Sunnah secara eksplisit mengenai permasalahan
pemilu serentak ini. Akan tetapi syariat Islam memberikan beberapa nilai
tersirat mengenai wajibnya pemilihan umum ini dalam pemilihan
pemimpin.
Walaupun tidak secara terang-terangan dijelaskan tentang Pemilu
serentak di dalam Al-quran atau Hadis, tetapi kita bisa mengkaji
permasalahan kontemporer ini melalui teori maslahah al mursalah dalam
menyikapi polemik pemilu serentak tahun 2024 ini. Wacana Pemilu
serentak apabila ditinjau melalui teori maslahah al mursalah sangatlah
kontradiktif, hal ini dikarenakan teori maslahah al mursalah memiliki fokus
bahwasannya untuk merealisasikan suatu kepentingan, maka dianjurkan
untuk memberikan manfaat yang sebanyak mungkin untuk kepentingan
rakyat dan menghindarkan bahkan menolak kemudharatan.21
Nash-nash pokok ajaran Islam telah mengukuhkan bahwa
memelihara kemaslahatan dalam tatanan aspek kehidupan adalah sebuah
kewajiban. Berintrospeksi pada gencarnya polemik pemilu serentak yang
telah direncanakan oleh Pemerintah, lebih banyak berujung menghasilkan
kemudharatan daripada menciptakan kemaslahatan.
Pembahasan problematika pemilu serentak pada tahun 2024 jika
ditinjau dari kacamata maslahah al mursalah maka bisa diambil kesimpulan
pada nyatanya mudharat atau kerugian yang akan dihasilkan dari
diadakannya pemilu serentak tahun 2024 ini lebih banyak dibandingkan
dengan maslahah atau manfaat yang diberikannya. Dan hal ini selaras
dengan salah satu kaidah yang berbunyi:

21 Abdullah Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Noer Iskandar al-Bansany, Kaidah-

Kaidah Hukum Islam, Cet. 8, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Hlm. 123.

8
ِ ‫علَى َج ْل‬
ِ‫ب اْل َمصَا ِلح‬ َ ‫س ِد ُمقَ َّد ُم‬
ِ ‫د َْر ُء اْل َمفَا‬
Artinya: “Menghindari mudharat (bahaya) harus lebih diutamakan dari
meraih manfaat.”
Walau demikian, Alquran dan hadis Nabi menganjurkan untuk
diadakannya pemilu yang tertuang dalam surat Ali Imran Ayat 159 tentang
demokrasi, yaitu:
۟ ‫ب َلَنفَض‬
ْ‫ُّوا ِمن‬ ِ ‫ظ ٱلْقَ ْل‬ َ ‫غ ِلي‬
َ ‫ظا‬ًّ َ‫فَ ِب َما َرحْ َم ٍة ِمنَ ٱللَّ ِه ِلنتَ لَ ُه ْم ۖ َولَ ْو كُنتَ ف‬
ۚ ‫علَى ٱللَّ ِه‬ َ َ َ َ
َ ‫ست َ ْغ ِف ْر لَ ُه ْم َوشَا ِو ْر ُه ْم فِى ْٱْل ْم ِر ۖ ف ِإذا ع ََز ْمتَ فت َ َو َّك ْل‬
ْ ‫ع ْن ُه ْم َوٱ‬ َ ‫ْف‬ ُ ‫ح َْو ِلكَ ۖ فَٱع‬
َ‫ب ٱ ْل ُمت َ َو ِك ِلين‬ُّ ‫إِنَّ ٱللَّهَ يُ ِح‬
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya.” (QS Ali Imran : 159).
Mengacu pada surat di atas dapat ditarik benang merah dan
memiliki makna bahwa secara jelas sudah dijelaskan bahwa Islam sangat
memprioritaskan persoalan pemilihan umum secara adil dan jujur. Hadis
ini menggambarkan bagaimana dalam suatu komunitas kelompok Muslim
yang sangat kecil pun, Nabi tetap memerintahkan seorang Muslim agar
memilih dan mengangkat salah seorang dari mereka menjadi pemimpin.
Dari ayat tersebut di atas juga dapat kita tafsirkan pula bahwa Allah
menganjurkkan untuk seluruh umat manusia agar bermusyawarah dalam
menetapkan atau mengambil sebuah keputusan, terlebih mengenai
memilih dan mengangkat seorang pemimpin karena rakyat pun juga
berkontribusi penuh dan memberikan suaranya dalam pemilihan umum
dan juga ikut serta dalam membawa perubahan baik pada negara.
Kemudian, gambaran dari ayat tersebut pun sangatlah sesuai
dengan bentuk pemerintahan yang Indonesia terapkan yaitu
demokrasi. Dengan begitu dapat kita ketahui juga bahwa pemilu
merupakan sebuah kegiatan yang sangat krusial dan dibutuhkan agar
urusan bernegara tetap berlangsung di Indonesia.
Islam berpandangan bahwa seorang pemimpin yang baik haruslah
menaruh kepentingan masyarakat sebagai prioritas utama dan harus
mencintai dan melindungi rakyatnya. Terkait hal ini terdapat sebuah
kaidah yang sesuai dengan problematika ini yaitu:

َ ‫صلَ َح ِة اْل َخا‬


‫ص ِة‬ َ ُ‫ال َمصْلحَةُ العَا َم ِة ُمقَ َّد َمة‬
ْ ‫علَى اْل َم‬

9
Artinya: “Kemaslahatan umum yang lebih luas (rakyat) harus
diutamakan atas kemaslahatan yang khusus (golongan atau kelompok tertentu)”
Sehingga jika menganalisis dari problematika yang telah penulis
jabarkan di atas, pemilu serentak haruslah berdasarkan landasan yuridis
dan dapat mengindahkan anjuran hukum Islam. Karena dengan
berlandaskan kaidah tersebut pemerintah haruslah mengutamakan aspirasi
rakyat dan kemaslahatan bersama (public good) dalam setiap membuat
keputusan.
Mengutip dari pendapat Syekh Yusuf Al-Qardhawi mengenai
problematika ini yaitu, bahwa yang dimaksud dengan demokrasi bagi para
pendukungnya adalah bahwa rakyat bebas memilih pemimpinnya sesuai
dengan aspirasi dan kenginan mereka, tidak ada paksaan bagi mereka
dalam memilih pemimpinnya, dan mereka boleh menolak perintah
penguasa bila bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.

Penutup
Berlandaskan postulat yang telah dideskripsikan, pemerintah
seharusnya mementingkan keterlibatan masyarakat dalam memutuskan
sesuatu keputusan agar keputusan tersebut bisa memberikan kesejahteraan
bagi seluruh masyarakat. Sehingga dalam menjawab problematika tentang
wacana pemilu serentak 2024, penulis ingin menyarankan agar sistem
pemilu serentak di era reformasi 4.0 ini bisa berbasis digital dengan
menerapkan sistem e-counting dan juga e-voting.
Jaminan keberhasilan pengaplikasian e-voting telah diterapkan di
beberapa negara seperti negara Brazil, India dan Swiss.22 Mekanisme yang
akan diselenggarakan nantinya yaitu dengan mengandalkan tiga alat yakni
komputer atau smartphone sebagai komponen utama dalam pemungutan
suara, card reader sebagai pemindai E-KTP dan fingerprint scanner sebagai
alat pemindai sidik jari, yang mana nantinya di alat tersebut pemilik hak
suara bisa memilih pilihannya secara langsung kemudian sistem merekam
data suara.
Sistem e-counting dan e-voting ini nanti akan terintegrasi dalam taraf
Undang-Undang dengan merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum dan menambahkan pasal-pasal terkait
penyelenggaraan pemilu menggunakan e-voting sebagai upaya untuk
meminimalisir kemudharatan dan terderogasinya hak-hak masyarakat
dalam pemilihan umum serentak 2024.

22 Ali Rokhman, Prospek dan Tantangan Penerapan E-voting di Indonesia, (Jakarta:

Universitas Terbuka, 2011), Hlm. 6.

10
Daftar Pustaka
Buku
Abhan dkk. Indeks Kerawanan Pemilu (IKP). Jakarta: Bawaslu.
IDEA. Penilaian Demokratisasi di Indonesia. Stockholm: International IDEA.
2000.
Isharyanto. Kedaulatan Rakyat dan Sistem Perwakilan Menurut UUD 1945.
Jakarta: Penerbit WR. 2016.
Huntington, Samuel dan Joan Nelson. Partisipasi Politik Negara Berkembang.
Jakarta: Rineka Cipta. 1976.
Rahardjo, Satjipto. Penegakan Hukum Progresif. Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara. 2010.
Rokhman, Ali. Prospek dan Tantangan Penerapan E-Voting di Indonesia.
Jakarta: Universitas Terbuka. 2011.
S Goodwin-Gill, Guy. Free and Fair Elections: International Law and Practice.
Geneva: Inter-Parliamentary Union. 1994.
Wahab Khallaf, Abdullah. Ilmu Ushul Fiqh terj. Noer Iskandar Al-Bansany,
Kaidah-Kaidah Hukum Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002.

Artikel Jurnal
Ardipandanto, Aryojati. Permasalahan Penyelenggaraan Pemilu Serentak
Tahun 2019. Jurnal Info Singkat. vol. 11. no. 11. 2019.
M. Gaffar, Janedjri. Peran Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perlindungan
Hak Asasi Manusia terkait Penyelenggaraan Pemilu. Jurnal Mahkamah
Konstitusi. vol. 10. No. 1. 2013.
Thohari, A. Ahsin. Mahkamah Konstitusi dan Pengokohan Demokrasi
Konstitusional di Indonesia. Jurnal Legislasi Indonesia. vol. 6. No. 3.
2009.

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Laporan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Hasil Pemantauan
Komnas HAM terkait Petugas Penyelenggara Pemilu 2019 yang
Meninggal Dunia dan Sakit. (Keterangan Pers No.
005/Humas/KH/V/2019).

Internet
Achary, P.D.T. Simultaneous Elections To Parliament And Assemblies Is Not
Good For Democracy. https://thewire.in/politics/parliament-state-
assembly-simultaneous-elections-democracy.

11
Adyatama, Egi. Sejumlah Anggota KPPS 2019 Ajukan Judicial Review UU
Pemilu, Kenapa?. https://nasional.tempo.co/read/1469571/sejumlah-
anggota-kpps-2019-ajukan-judicial-review-uu-Pemilu-kenapa.
Ardianto, Robi. Bicara Potensi Masalah Pemilu 2024, Abhan Singgung Kesulitan
Pemilih Dengan Banyak Surat Suara.
https://www.bawaslu.go.id/id/berita/bicara-potensi-masalah-
Pemilu-2024-abhan-singgung-kesulitan-pemilih-dengan-banyak-
surat-suara.
Bawaslu. Data Pelanggaran Pemilu Tahun 2019.
https://www.bawaslu.go.id/sites/default/files/hasil_pengawasan/DA
TA%20PELANGGARAN%20PEMILU%20TAHUN%202019%204%2
0NOVEMBER%202019-dikompresi.pdf.
Kementerian Keuangan. https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-
peruntukan-anggaran-Pemilu-2019/.
Perludem. Catatan Perubahan Desain Surat Suara Pemilu Serentak Oleh Usep
Hasan Sadikin. http://perludem.org/2021/06/30/catatan-perubahan-
desain-surat-suara-Pemilu-serentak/.
Purnamasari, Deti Mega. Survei LIPI : 74 Persen Masyarakat Kesulitan Pemilu
Serentak.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/28/19482511/survei-lipi-
74-persen-masyarakat-kesulitan-Pemilu-serentak?page=all
Rahmadi, Dedi. Sisi Negatif Pemilu Serentak Menurut LSI Denny JA.
https://www.merdeka.com/politik/sisi-negatif-Pemilu-serentak-
menurut-lsi-denny-ja.html.
Salabi, Amalia. Mantan Penyelenggara Pemilu Ad Hoc: Pemilu Serentak 5 Kotak
Tak Manusiawi. https://rumahPemilu.org/Pemilu-serentak-5-kotak-
tak-manusiawi/
Sudirman, Rusdianto. OPINI: Implikasi Hukum Pilkada Serentak Nasional pada
Tahun 2024. https://www.iainpare.ac.id/implikasi-hukum-pilkada-
serentak-nasional-pada-tahun/.

12
SYARAT PENGANGKATAN MENTERI DALAM
PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA INDONESIA
DAN PERSPEKTIF SIYASAH

Millenia Ayu Purwati


Hukum Tata Negara, millenia.ayupurwati112218@mhs.uinjkt.ac.id

Pendahuluan

Presiden merupakan pemegang posisi tertinggi dalam sistem


pemerintahan Indonesia. Presiden Republik Indonesia mengemban
tanggungjawab sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Oleh
karena itu, dalam menjalankan tugas dan kewajibannya seorang Presiden
dibantu oleh seorang Wakil Presiden dan juga Para Menteri (kabinet).
Presiden dalam menyusun kabinet kerja berhak untuk mengangkat dan
memberhentikan Menteri Negara demi mendukung efektifitas kinerja
pemerintahannya guna melayani sebanyak-banyaknya kepentingan rakyat.
Penyusunan kabinet tidak boleh didasarkan atas logika sistem
parlementer yang dibangun atas dasar koalisi antar patai-partai politik
pendukung Presiden dan Wakil Presiden. Oleh karena itu, seseorang dipilih
dan diangkat oleh Presiden untuk menduduki jabatan Menteri harus
didasarkan atas kriteria kecakapannya bekerja, bukan karena pertimbangan
jasa politiknya ataupun imbalan terhadap dukungan kelompok atau partai
politik terhadap presiden.1

Pembahasan

Berdasarkan Pasal 17 Ayat (2) UUD 1945, menteri-menteri itu


diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Kemudian Pasal 17 Ayat (4)
UUD 1945 yang berbunyi: “Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran
kementerian negara diatur dalam undang-undang.” Selanjutnya, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) bersama dengan Presiden menetapkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara. Dalam undang-undang tersebut diatur mengenai segala ruang
lingkup terkait Kementerian Negara.

1 Inu Kencana Syafiie, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta: PT. Asdi Mahastya, 2011),
Hlm. 65.

13
Dalam memilih dan mengangkat seorang menteri, terdapat
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Berdasarkan ketentuan Pasal 22
Ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara, untuk dapat diangkat menjadi menteri, seseorang harus memenuhi
persyaratan yaitu: Warga Negara Indonesia; Bertaqwa Kepada Tuhan Yang
Maha Esa; Setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, dan cita-cita kemerdekaan;
sehat jasmani dan rohani; Memiliki integritas dan kepribadian yang baik;
Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Jika dilihat dari sudut pandang hukum tata negara Islam (siyasah)
pengangkatan menteri juga dijelaskan dalam salah satu kitab yang terkenal
berjudul “Al-Ahkam Al-Sulthoniyyah” dimana kitab tersebut merupakan
karya Imam Al-Mawardi. Dalam kitab tersebut dijelaskan mengenai
pengangkatan menteri pada BAB 2 tentang Wizarah. Imam Al-Mawardi
berbeda pendapat terkait pengangkatan wazir (Kementerian) yang mana
menurut Imam Al-Mawardi syarat-syarat dalam undang-undang
kementerian negara bukanlah termaksud syarat-syarat murni, melainkan
syarat-syarat politik, semuanya tetap sejalan dengan syarat-syarat agama
sebab syarat-syarat tersebut dapat menunjang kemaslahatan umat dan
keutuhan agama.2
Dasar hukum dari adanya pengangkatan menteri untuk membantu
seorang pemimpin negara didasarkan pada ketentuan Al-Qur’an Surah
Thaahaa (20) dalam Ayat 29 sampai 32 yang berbunyi:

ُ‫) َواَش ِْر ْكه‬٠٣( ۙ ‫( ا ْش ُد ْد ِبهٖٓ ا َ ْز ِر ْي‬٠٣( ۙ ‫) ٰه ُر ْونَ ا َ ِخى‬٩٢( ۙ ‫َواجْ عَ ْل ِل ْي َو ِز ْي ًرا ِمنْ ا َ ْه ِل ْي‬
)٠٩( ۙ ‫فِ ْٖٓي ا َ ْم ِر ْي‬

Artinya: “Dan Jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu)


Harun, saudaraku, Teguhkanlah dengan Dia kekuatanku, Dan jadikankanlah Dia
sekutu dalam urusanku,” (Q.S. Thaahaa: 29-32)
Penggalan ayat Al-Qur’an di atas secara singkat menceritakan
tentang Nabi Musa, a.s. yang memohon untuk dirinya agar salah satu
keluarganya yaitu Nabi Harun, a.s. agar dijadikan pembantu dan teman

2 Al-Mawardi, Ahkam Sulthaniyyah Sistem Pemerintah Khalifah Islam, (Jakarta: Qisthi

Press, 2015), Hlm. 47.

14
dalam urusannya menyampaikan risalah kepada Fir’aun dan kaumnya. Hal
tersebut menegaskan bahwa untuk menjalankan tugas kenabian dan
mengatur urusan umat tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh seorang
pemimpin negara.3
Selain itu, dalam kitab Al-Ahkam Al-Sulthoniyyah dijelaskan pula
mengenai syarat bagi seorang yang akan diangkat menjadi menteri yang
pada dasarnya sama seperti syarat untuk menjadi pemimpin negara,
kecuali syarat nasab (harus dari suku quraisy). Seorang menteri juga harus
memiliki kriteria seorang mujtahid, memiliki kompetensi terhadap tugas
yang diemban kepadanya.4
Jika dianalisis lebih lanjut, terkait syarat pengangkatan menteri
dalam hukum positif Indonesia dan hukum Islam memiliki perbedaan
tersendiri dalam menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk
mengangkat seorang menteri. Namun, sejatinya kedua perspektif tersebut
saling berkaitan, seperti halnya syarat urgensi kompetensi terhadap tugas
yang akan diembankan kepada seorang menteri.
Dikarenakan menteri merupakan pembantu Presiden dalam
menjalankan tugasnya di bidang pemerintahan yang mengatur urusan
tertentu, maka dari itu calon menteri seharusnya memiliki pengetahuan
dan kompetensi yang sesuai dengan bidang kerjanya nanti. Meskipun hal
demikian dalam hukum positif Indonesia tidak secara ekplisit tertuang
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terkait urgensi kemampuan dan kompetensi yang diharus dimiliki
seorang menteri dalam menjalankan tugasnya tak lepas dari pro dan kontra
yang kemudian menjadi ramai diperbincangkan masyarakat pada tahun
2020 lalu. Pada tahun 2020 lalu, sempat terjadi reshuffle kabinet dalam
pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kala itu, Presiden Joko Widodo
memberhentikan salah satu menteri yaitu Menteri Kesehatan, bapak dr.
Terawan Agus Putranto.
Berdasarkan survei mengenai kinerja para menteri yang dilakukan
oleh salah satu lembaga yaitu Arus Survei Indonesia (ASI) pada 9-12 Juli
2020 lalu, Menteri Kesehatan dr. Terawan menjadi salah satu menteri yang
mendapat hasil kinerja paling rendah. Ia mendapatkan sebanyak 27,5%
suara responden yang puas dengan kinerjanya dan sebanyak 57%

3 Kementerian Agama Republik Indonesia, Surah Thaahaa Ayat 29-32,


(https://tafsirweb.com/5271-surat-thaha-ayat-29.html), diakses pada tanggal 20 Maret 2022.
4 Imam Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam,

(Jakarta: Gema Insani, 2000), Hlm. 56.

15
menyatakan tidak puas. Dilansir dari portal berita tribunnews, diketahui
selama pandemi Covid-19, kinerja dr. Terawan paling banyak disorot oleh
publik. Tak sedikit masyarakat yang mengkritik kinerjanya dalam
menangani kasus Covid-19 yang sedang marak terjadi kala itu. Masyarakat
menilai dr. Terawan terlalu santai dan menggampangkan masalah.
Ditambah sosok beliau yang juga jarang muncul di depan publik.5
Hal tersebut yang akhirnya menjadikan posisi Menteri Kesehatan
diganti oleh bapak Budi Gunadi Sadikin yang sebelumnya beliau menjabat
sebagai wakil menteri BUMN. Pergantian menteri kesehatan ini pun
menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat, karena latar
pendidikan beliau yang tidak bersinggungan dengan bidang
kesehatan/medis. Berbeda halnya dengan bapak dr. Terawan yang
merupakan seorang dokter militer. Dilain hal, bapak Budi Gunadi Sadikin
merupakan lulusan fisika nuklir di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Meskipun, di bidang yang beliau geluti sangat jauh dari dunia medis,
namun pada bulan Juli 2020 lalu beliau menjabat sebagai Ketua Satuan
Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan beliau pun terlibat
langsung dalam menangani kasus pandemi COVID-19.6
Kemudian timbul pertanyaan dari kalangan masyarakat awam,
apakah seorang menteri kesehatan haruslah bergelar dokter atau sarjana
kesehatan? Jika kita berkaca pada negara lain seperti Singapura yang
mengangkat Gan Kim Yong menjadi menteri kesehatan pada tahun 2011
hingga sekarang. Gan Kim Yong bukanlah seorang dokter, justru latar
belakang pendidikannya adalah Teknik Elektro. Namun, selama beliau
menjabat, beliau telah menciptakan sistem Medi shield Liefein di tahun 2015
yang merupakan program dimana semua warga Singapura apapun
statusnya akan mendapat asuransi kesehatan seumur hidup.7
Beralih ke negara Jerman yang menunjuk Jens Spahn sebagai
menteri kesehatan sejak tahun 2018 hingga sekarang. Jens Spahn bukan juga
seorang dokter, melainkan seorang politikus yang berlatar belakang
pendidikan ilmu politik dan hukum. Namun, Spahn aktif menjadi sponsor
utama dalam hal-hal yang berbau dengan kesehatan masyarakat. Ia juga

5 Sri Juliati, 5 Menteri dengan Kinerja Paling Rendah, Ada Menkes Terawan Hingga Edhy

Prabowo, https://m.tribunnews.com/amp/nasional/2020/06/29/5-menteri-dengan-kinerja-
paling-rendah-ada-menkes-terawan-hingga-edhy-prabowo-?page=4) diakses pada tanggal 20
Maret 2022.
6 Sefti Oktarianisa, BGS Disebut Jadi Menteri, Apa Menkes Harus Bergelar Dokter?,

(Jakarta: CNBC Indonesia, 2020), Hlm. 1.


7 Sefti Oktarianisa, …, Hlm. 2.

16
aktif menjadi ketua kelompok kebijakan kesehatan dan juru bicara pada
partainya untuk hal ini.8
Hal yang serupa juga terjadi di negara Selandia Baru yang memiliki
menteri kesehatan bukan berasal dari latar belakang medis maupun dokter.
Menteri kesehatan Selandia Baru yaitu Andrew James Little yang baru
dilantik sejak November 2020 lalu merupakan seorang sarjana hukum,
filsafat, dan kebijakan publik. Namun, kinerjanya dalam menangani kasus
pandemi Covid-19 amat baik, dan menjadikan negara tersebut memiliki
kasus positif Covid-19 yang minim.9
Berdasarkan komparasi dari beberapa Negara di atas, terbukti
bahwa meskipun profesi/latar pendidikan mereka tidak bersinggung
langsung dengan dunia medis/kesehatan, akan tetapi mereka bisa sukses
dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang Menteri Kesehatan.
Dalam hal ini tentunya Menteri Kesehatan bapak Budi Gunadi
Sadikin turut mendapat banyak apresiasi dari masyarakat Indonesia atas
kinerjanya dalam penanganan Pandemi Covid-19. Hal demikian sesuai
dengan Survei Nasional terkait Evaluasi Publik terhadap Penangan Pandemi,
Pelaksanaan Demokrasi dan Isu-Isu Terkini. Survei ini dilakukan oleh Lembaga
Survei Indikator Politik Indonesia (LSIPI) yang dirilis pada Minggu, 26
September 2021.
Dilansir dari portal berita Liputan6, Direktur Eksekutif Indikator
Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyampaikan terkait
kepercayaan masyarakat terhadap kinerja menteri Kesehatan Budi Gunadi
Sadikin yang menuai cukup banyak kepercayaan yaitu sekitar 38%
masyarakat Indonesia yang percaya dan sangat percaya terhadap
kinerjanya, sedangkan yang tidak percaya hanya sekitar 11% saja.10
Sesuai dengan pembahasan di atas, terdapat sebuah hadist yang
berbunyi:

َ ْ‫ي َح َّدثَنَا ا ْل َو ِلي ُد َح َّدثَنَا ُز َه ْي ُر ْبنُ ُم َح َّم ٍد عَن‬


‫ع ْب ِد‬ ُّ ‫َام ٍر ا ْل ُم ِر‬
ِ ‫سى ْبنُ ع‬ َ ‫َح َّدثَنَا ُمو‬
‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى اللَّه‬ َ ‫سو ُل اللَّ ِه‬ َ
ُ ‫س ِم عَنْ أ َ ِبي ِه عَنْ عَائِشَة قَالَتْ قَا َل َر‬ ِ ‫الرحْ َم ِن ْب ِن ا ْلقَا‬
َّ

Sefti Oktarianisa, …, Hlm. 3.


8

Sefti Oktarianisa, …, Hlm. 4.


9

10 Fitri Haryanti Harsono, Publik Apresiasi Jokowi dan Menkes Budi Tangani COVID-19,

https://m.liputan6.com/health/read/4669074/publik-apresiasi-jokowi-dan-menkes-budi-
tangani-covid-19?, diakses pada 21 Maret 2021.

17
‫ِي ذَك ََّر ُه َو ِإنْ ذَك ََر أَعَانَهُ َو ِإذَا‬ َ ‫ْق ِإنْ نَس‬
ٍ ‫ير ِصد‬ َ ‫ِإذَا أ َ َرا َد اللَّهُ ِب ْاْل َ ِم ِير َخ ْي ًرا َجعَ َل لَهُ َو ِز‬
ُ‫ِي لَ ْم يُذَ ِك ْر ُه َو ِإنْ ذَك ََر لَ ْم يُ ِع ْنه‬
َ ‫سوءٍ ِإنْ نَس‬ُ ‫ير‬ َ ‫غ ْي َر ذَ ِلكَ َجعَ َل لَهُ َو ِز‬ َ ‫أ َ َرا َد اللَّهُ ِب ِه‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musa bin 'Amir Al Murri, telah
menceritakan kepada kami Al Walid telah menceritakan kepada kami Zuhair bin
Muhammad dari Abdurrahman bin Al Qasim, dari ayahnya, dari Aisyah, ia
berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: “Apabila Allah
menghendaki kebaikan pada diri pemimpin maka Allah akan menjadikan baginya
menteri yang jujur, apabila ia lupa maka ia akan mengingatkannya dan apabila ia
ingat maka ia akan membantunya. Dan apabila Allah menghendaki selain itu
(keburukan) pada diri seorang pemimpin maka Allah jadikan baginya menteri
(pembantu) yang buruk, apabila ia lupa maka ia tidak mengingatakannya, dan
apabila ia ingat maka ia tidak membantunya.” (H.R. Abu Daud No.2543)
Hadist di atas menjelaskan terkait urgensi posisi menteri/wazir
bagi kesuksesan seorang pemimpin. Oleh karena itu, pemimpin
berkewajiban memilih para pembantunya dari kalangan orang-orang yang
memiliki kemuliaan rohani, spiritual, integritas, wawasan keilmuan, serta
komitmen yang kuat terhadap perbaikan nasib rakyat.

Penutup

Melalui kriteria semacam itu, para menteri akan selalu


mengingatkan pemimpinnya disaat pemimpinnya lupa, menegurnya
disaat pemimpinnya salah, dan senantiasa membantu pemimpinnya demi
kemaslahatan rakyat.
Dengan demikian, ketentuan dalam peraturan hukum positif
Indonesia mengenai syarat menjadi seorang Menteri sejatinya telah sesuai
dengan penjelasan hadist di atas. Terlepas apakah seorang Menteri harus
memiliki latar belakang pendidikan/pengetahuan yang sama dengan
bidang kerjanya nanti, selama ia dapat menjalankan tugas dan
kewajibannya dengan baik dan selalu mengutamakan kepentingan dan
nasib rakyat, maka ia telah layak menjadi seorang Menteri yang baik dan
amanah.

18
Daftar Pustaka
Buku
Al-Mawardi, Imam. Ahkam Sulthaniyyah Sistem Pemerintah Khalifah Islam.
Jakarta: Qisthi Press. 2015.
———. Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam. Jakarta:
Gema Insani. 2000.
Syafiie, Inu Kencana. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: PT. Asdi
Mahastya. 2011.

Internet
Harsono, Fitri Haryanti. Publik Apresiasi Jokowi dan Menkes Budi Tangani
COVID-19. https://m.liputan6.com/health/read/4669074/publik-
apresiasi-jokowi-dan-menkes-budi-tangani-covid-19?.
Juliati, Sri. 5 Menteri dengan Kinerja Paling Rendah, Ada Menkes Terawan
Hingga Edhy Prabowo.
https://m.tribunnews.com/amp/nasional/2020/06/29/5-menteri-
dengan-kinerja-paling-rendah-ada-menkes-terawan-hingga-edhy-
prabowo-?page=4.
Kementerian Agama Republik Indonesia. Surah Thaahaa Ayat 29-32.
https://tafsirweb.com/5271-surat-thaha-ayat-29.html.
Oktarianisa, Sefti. BGS Disebut Jadi Menteri, Apa Menkes
Harus Bergelar Dokter?.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20201222132756-4-
210881/bgs-disebut-jadi-menteri-apa-menkes-harus-bergelar-
dokter/1.

19
MENDUDUKAN KEMBALI POSISI PERDA
SYARIAH SEBAGAI LANDASAN PELAKSANAAN
KEBIJAKAN PUBLIK BERDASARKAN NILAI
SYARIAH: STUDI KASUS PERATURAN DAERAH
PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014
TENTANG KETAHANAN KELUARGA

Fakhri Rahman
Hukum Keluarga, fakhrii.rahmann19@mhs.uinjkt.ac.id

Pendahuluan

Pemerintahan Republik Indonesia di era orde baru (1966-1998)


yang berada di bawah tampuk kepemimpinan Soeharto selaku Presiden
Republik Indonesia merupakan pemerintahan yang dapat disebut sebagai
pemerintahan sentralistik.1 Sistem politik yang sentralistik, bertentangan
dengan demokrasi. Sistem ini menempatkan penguasa sebagai pihak yang
paling utama. Semua hal yang dikerjakan harus seizin penguasa. Sistem
politik didesain sedemikian rupa sehingga partisipasi rakyat di bidang
politik seolah-olah berlangsung, padahal sesungguhnya yang terjadi adalah
pemasungan hak-hak politik rakyat. Partai politik biasanya dibiarkan
hidup, akan tetapi harus tunduk pada kemauan penguasa. Partai politik di
buat sebagai bagian dari sistem politik bukan untuk menegakkan
demokrasi, akan tetapi sebagai alat legitimasi bagi penguasa untuk
mensakralkan kekuasaannya.2
Konsekuensi dari dianutnya asas sentralistik di Pemerintahan
Republik Indonesia adalah seluruh jajaran vertikal pemerintahan di
Indonesia tidak diperkenankan untuk menjalankan roda pemerintahan
tanpa persetujuan dari Presiden Republik Indonesia. Pemerintahan
Soeharto mengejawantahkan Pancasila sebagai asas tunggal dalam
kerangka kebangsaan Indonesia. Selain itu, menurut Widjojo dan
Noorsalim etika politik dari Presiden Soeharto menunjukkan bahwa
sejatinya Presiden Soeharto hendak meyalahgunakan Pancasila dengan
menyatakan bahwa dirinya selaku Presiden Republik Indonesia

1 Rira Nuradhawati, Dinamika Sentralisasi Dan Desentralisasi Di Indonesia, Jurnal

Academia Praja, vol. 2, no. 01, (2019), Hlm. 152–170.


2 Irwan Waris, Pergeseran Paradigma Sentralisasi Ke Desentralisasi Dalam Mewujudkan

Good Governance, Jurnal Kebijakan Publik, vol. 3, no. 1, (2012), Hlm. 39.

20
merupakan manifestasi utuh dari penerapan asas tunggal Pancasila di
Indonesia, sehingga siapapun yang mengkritik presiden dapat disebut
sebagai pengkritik Pancasila.3 Hal ini membawa Indonesia menjadi negara
yang terlihat stabil namun ternyata menciderai prinsip-prinsip dasar
demokrasi yang menghendaki adanya kebebasan yang seluas luasnya di
tengah masyarakat.
Adanya pencideraan atas prinsip dasar pelaksanaan demokrasi di
Indonesia kemudian mendorong lahirnya gelombang reformasi.
Reformasi sendiri, menurut Easton, hadir sebagai akibat dari
ketidakmampuan pemerintahan sebelumnya (dalam hal ini Pemerintahan
orde baru) untuk merespons tuntutan (demands) yang ada di tengah
masyarakat baik melalui jalur politisasi maupun dengan penerbitan produk
hukum yang sesuai dengan masyarakat.4 Atas ketidakmampuan orde baru
melakukan langkah politisasi dan penerbitan produk hukum sebagaimana
dikehendaki masyarakat, maka terciptalah gelombang reformasi yang
bertujuan untuk melakukan restrukturisasi tatanan masyarakat agar sesuai
dengan cita-cita yang ada di tengah masyarakat. Dari sini dapat dipahami
bahwa tujuan utama reformasi adalah menciptakan masyarakat yang
menjunjung tinggi sistem politik demokrasi dan keadilan hukum di tengah
masyarakat.
Salah satu warisan penting dari adanya gelombang reformasi
adalah lahirnya gagasan desentralisasi pemerintahan yang
memperkenankan Pemerintah Daerah baik di tingkat pertama (Pemerintah
Provinsi) maupun di tingkat kedua (Pemerintah Kabupaten atau Kota)
untuk menjalankan roda pemerintahanberdasarkan kebutuhan dan potensi
dari wilayahnya masing- masing. Desentralisasi pemerintahan pada
dasarnya adalah mendistribusikan kekuasaan kepada unsur unsur kecil di
bawah pemerintahan pusat untuk berbagi kewenangan terkait urusan
tertentu dalam hal pemerintahan5 Logemann, menjelaskan bahwa prinsip
dasar dari asas desentralisasi adalah adanya vrijebeweging atau keleluasaan
untuk memerintah secara bebas dan merdeka yang kemudian
didistribusikan kepada setiap unsur unsur lembaga kenegaraan yang
memiliki wewenang atas jalannya pemerintahan di suatu wilayah yang
menjadi wilayahnya sendiri untuk kemudian menjalankan pemerintahan

3 Muridan S. Widjojo dan Mashudi Noorsalim, eds., Bahasa Negara versus Bahasa

Gerakan Mahasiswa: Kajian Semiotik Atas Teks-Teks Pidato Presiden Soeharto Dan Selebaran Gerakan
Mahasiswa, (Jakarta: LIPI Press, 2004).
4 K. Marijan, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru,

(Yogyakarta: Kencana Prenada Media Group, 2019), Hlm. 6.


5 Diana Conyers, Decentralization and Development: A Review of the Literature, Public

Administration and Development, vol. 4, no. 2, (1984), Hlm. 187–197.

21
berdasarkan corak khas dan potensi yang ada pada diri sendiri
(eigenmeesterschap).6 Konsep eigenmeesterschap di Indonesia oleh Utrecht
dipersamakan dengan konsep otonomi daerah yang kemudian pasca
reformasi dirumuskan melalui Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.7
Di dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, di bagian konsideran poin a dapat dilihat bahwa
pelaksanaan otonomi daerah semata mata adalah upaya yang dilakukan
pemerintahan Republik Indonesia untuk membentuk suatu pemerintahan
daerah yang dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan.
Jalannya urusan pemerintahan daerah ini harus dilaksanakan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan. Tujuan akhir dari pelaksanaan otonomi
daerah oleh setiap pemerintahan daerah adalah untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Mengingat bentuk negara dari Indonesia adalah negara kesatuan
atau unitaris, maka pelaksanaan otonomi daerah pada dasarnya
merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat. Pelimpahan
wewenang dalam hal ini dapat diartikan bahwa kewenangan yang dimiliki
oleh pemerintah daerah merupakan kewenangan yang bersumber dari dan
diberikan oleh pemerintah pusat sebagai bentuk pelaksanaan amanat
undang undang.
Harmonisasi kewenangan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah menurut Van Hollenhoven diwujudkan dalam empat
bentuk, di mana pemerintahan daerah memiliki kewenangan untuk
melaksanakan apa yang disebut sebagai zelfwetgeving, zelfuitvoering,
zelfrechtspraak, dan zelf-politie.8 Zelfwetgeving ialah kewenangan untuk
membentuk perundangan di daerahnya sendiri sesuai nilai yang
berkembang di tengah masyarakat. Sedangkan zelfuitvoering berarti
kewenangan untuk secara mandiri melaksanakan undang undang yang
telah dibentuk tersebut. Untuk zelfrechtspraak merujuk pada kewenangan
untuk melakukan peradilan sebagai lanjutan dari pelaksanaan undang
undang yang telah dibentuk. Selain itu, otonomi daerah juga menghendaki

6 J.H.A. Logemann, Tentang Teori Suatu Hukum Tata Negara Positif [Over de theorie van

een stellig staatsrecht], (1948).


7 Ernst Utrecht, Pengantar dalam hukum Indonesia, (Jakarta: Ichtiar, 1964).

8 Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, (Bandung: Alumni, 1982),

Hlm. 6.

22
pemerintahan daerah untukmelakukan zelfpolitie yang berarti menjalankan
tugas kepolisian secara mandiri.
Dalam struktur ketatanegaraan di Indonesia, pemerintahan daerah
dalam menjalankan otonomi daerah memiliki kewenangan untuk
mengurus urusan pemerintahannya sendiri berdasarkan nilai, karakter, ciri
khas, dan potensi yang berkembang di daerahnya sendiri. Di dalam
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal
10 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintahan daerah menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang undang pemerintahan daerah ditentukan
menjadi urusan pemerintah. Hal ini menjadi dasar bahwa pemerintahan
daerah diberikan kewenangan untuk melaksanakan urusan pemerintah
seluas luasnya kecuali dalam beberapa urusan yang menjadi wewenang
pemerintah pusat seperti politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,
moneter dan fiskal nasional, serta agama. Selain urusan tersebut,
pemerintahan daerah diberikan wewenang seluas luasnya.
Dalam melaksanakan kewenangannya di urusan-urusan
pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah daerah, pemerintah daerah
dapat menjalankan zelfwetgeving untuk membentuk suatu konstruksi
hukum sebagai dasar pelaksanaan pemerintahan daerah. Konstruksi
hukum ini di Indonesia disebut sebagai Peraturan Daerah yang dalam tata
peraturan perundang undangan berada di bawah Peraturan Presiden.
Peraturan Daerah disusun berdasarkan nilai yang telah lama berkembang
dan dianut oleh masyarakat di wilayah tempat pemerintah daerah tersebut
berada.
Nilai nilai keislaman telah lama menjadi nilai yang dianut oleh
masyarakat Indonesia. Dalam dunia perpolitikan Indonesia, kontestasi
antara partai politik pengusung nilai dan ideologi keislaman dengan partai
politik pengusung nilai dan ideologi nasionalisme-pancasilaisme telah
berlangsung cukup lama dan memiliki akar sejarah yang cukup panjang.
Bahkan menurut Samson, dalam menjalankan fungsi pemerintahan di
Indonesia, corak kebijakan yang dikeluarkan selalu bernafaskan ideologi
nasionalisme atau islamisme.9 Nafas dari ideologi islamisme yang
mengusung nilai-nilai keislaman atau syariah Islam sebagai tulang
punggung dari kerangka pemikiran kebijakan yang dikeluarkan tidak lepas
juga dari khazanah pelaksanaan otonomi daerah oleh pemerintahan daerah
di Indonesia.

9 Allan A. Samson, Islam in Indonesian Politics, Asian Survey, vol. 8, no. 12, (1968), Hlm.

1001–1017.

23
Pasca Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999, partai pengusung
nilai-nilai keislaman sebenarnya mengalami penurunan perolehan suara.
Dikutip dari tulisan Hasan, yang dimuat di laman berita Tirto.id, tercatat
bahwa empat partai islam di Indonesia, Partai Persatuan Pembangunan
(PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Nahdhatul Ummah
Indonesia (PPNUI), dan Partai Bulan Bintang (PBB) mengalami penurunan
perolehan suara sejak tahun 1999.10 Pada tahun 1999, partai pengusung
nilai-nilai keislaman tersebut 20% dari perolehan suara nasional. Pemilu
tahun 2004, keempat partai tersebut secara total mendapat 18,77%, pada
pemilu 2009 menurun lagi menjadi 15,15% hingga pada pemilu 2014
menurun menjadi 14,78%. Adanya penurunan perolehan suara secara
nasional membuat suara dari partai pengusung nilai keislaman di Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) tidak signifikan. Satu satunya opsi yang dapat
diambil oleh partai partai ini adalah memperkuat basis mereka di Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan berkoalisi dengan partai-partai
nasionalis.
Langkah ini berhasil mengunci suara dari partai pengusung nilai
keislaman di daerah yang selama ini menjadi basis partai tersebut. Daerah
dengan basis ideologi keislaman terbesar di Indonesia adalah Provinsi Jawa
Barat. Provinsi ini pada pemilu tahun 2019 didominasi oleh koalisi partai
Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Dalam komposisi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
Jawa Barat diketahui bahwa Gerindra memiliki 28 kursi, dan PKS memiliki
21 kursi. Hal ini menunjukkan bahwa basis PKS cukup besar di wilayah ini.
Di lain sisi, meskipun secara formal Gerindra merupakan partai nasionalis,
namun semenjak berkoalisi dengan PKS utamanya sejak Pemilu 2019
Gerindra lebih mengedepankan corak keislaman dalam setiap kampanye
politiknya.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sendiri memiliki konsistensi untuk
menjadikan Provinsi Jawa Barat sebagai basis politiknya. Faktor yang
menjadikansuara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dominan dan konsisten di
Provinsi Jawa Barat sendiri sebenarnya adalah adanya kecocokan kultural
masyarakatnya dengan ideologi Islamiyah yang diusung oleh PKS. Hal ini
kemudian mendorong jalannya pemerintahan daerah baik dari lembaga
eksekutif (Gubernur), hingga lembaga legislatif (DPRD) mengusung
prinsip-prinsip syariah islam di dalamnya. Penerapan prinsip syariah Islam
dalam kebijakan publik yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa

10 A. Muawal Hasan, Perda Syariah: Jualan Elite Politik, Dagangan Partai Sekuler,
https://tirto.id/perda-syariah-jualan-elite-politik-dagangan-partai-sekuler-dajm, diakses pada
tanggal 22 Maret 2022.

24
Barat tampak dalam banyaknya Peraturan Daerah bercorak syariah Islam
yang diterbitkan sejak tahun 1999. Provinsi Jawa Barat sendiri tercatat
memiliki 103 Peraturan Daerah yang menerapkan prinsip syariah Islam di
dalamnya.11
Salah satu Peraturan Daerah dengan prinsip syariah adalah
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2014 tentang Ketahanan Keluarga.
Dalam makalah ini, penulis melakukan penelitian untuk mengetahui sejauh
mana implementasi nilai nilai syariah dalam ranah kebijakan publik
tersebut. Hal ini penting dilakukan sebagai upaya untuk memastikan
bahwa perda yang bersangkutan telah dijalankan sesuai dengan kaidah
kaidah keislaman dan bukan hanya sebagai alat politik dari satu atau lebih
partai politik.

Pembahasan

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2014 tentang


Ketahanan Keluarga sejatinya dibentuk sebagai upaya keberlanjutan
pembangunan daerah yang diharapkan mampu menyasar masyarakat
hingga ke dalam aspek terkecil yaitu keluarga sebagai unit sosial terkecil.
Keluarga dipandang penting untuk dibina agar sesuai dengan
perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya di tengah terpaan arus
globalisasi. Pembinaan terhadapkeluarga ini kemudian dirasa perlu untuk
menerbitkan Perda No. 9 Tahun 2014 sebagai basis kebijakan publik yang
diterapkan di wilayah Provinsi Jawa Barat.
Tujuan yang ingin dicapai dari penerbitan Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2014 tentang Ketahanan Keluarga ini
adalah tercapainya sebuah keluarga menjadi status keluarga sejahtera dan
keluarga berkualitas. Dalam pasal 1 ayat 8, disebutkan bahwa keluarga
adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau
suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.
Sebuah keluarga dikatakan bersatus keluarga berkualitas apabila telah
mencapai suatu kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan,
kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian ke1uarga, dan mental
spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai
keluarga sejahtera sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 ayat 11. Pasal 1
ayat 12 menyebutkan bahwa keluarga sejahtera adalah keluarga yang
dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi
kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan

11 Muawal Hasan, …, https://tirto.id/perda-syariah-jualan-elite-politik-dagangan-

partai-sekuler-dajm.

25
seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan
lingkungan.
Guna mencapai status keluarga sejahtera, maka Pemerintah
Provinsi Jawa Barat melalui Perda Ketahanan Keluarga melakukan
pembangunan ketahanan keluarga yang melingkupi aspek perencanaan,
pelaksanaan, wali anak dan pengampuan, lembaga, koordinasi, kerjasama,
sistem informasi, serta pemberian penghargaan dan dukungan
sebagaimana dijelaskan dalam pasal 16 Perda tersebut. Pelaksanaan
pembangunan ketahanan keluarga dilakukan oleh empat stakeholders yang
terdiri dari Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, keluarga itu sendiri,
masyarakat, dan dunia usaha.
Peran Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan pembangunan
ketahanan keluarga dilaksanakan dengan cara memfasilitasi beberapa hal,
yang mana dua di antaranya adalah memfasilitas penerapan dan
peningkatan nilai agama, yang dilaksanakan melalui aktivitas keluarga
yang berbasis agama, dan strukturisasi dan legalitas keluarga, yang
dilaksanakan untuk menurunkan angka perceraian sebagaimana dijelaskan
dalam pasal 12 ayat 1 poin a dan b.
Secara tekstual, konsep ketahanan keluarga yang diusung dalam
Perda Ketahanan Keluarga Provinsi Jawa Barat telah selaras dengan nilai-
nilai syariah terutama dengan pandangan islam mengenai kehidupan
berkeluarga. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Quran Surah Ar Rum
ayat 21, disebutkan bahwa keluarga adalah salah satu tanda kekuasaan
Allah, yang mana di dalamnya bertujuan untuk mencapai kesejahteraan,
ketentraman, kasih dan sayang.

ً‫س ُكنُ ٖٓو ۟ا إِلَ ْيهَا َو َجعَ َل بَ ْينَكُم َّم َو َّدة‬


ْ َ ‫س ُك ْم أ َ ْز ٰ َو ًجا ِلت‬
ِ ُ‫ق لَكُم ِمنْ أَنف‬ َ َ‫َو ِمنْ َءا ٰيَتِ ِ ٖٓهۦ أَنْ َخل‬
‫ت ِلقَ ْو ٍم يَتَفَك َُّرون‬ ٍ َ‫َو َرحْ َمةً ۚ ِإنَّ ِفى ٰذَ ِلكَ َل َءا ٰي‬
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir”.
Selain itu diketahui juga bahwa konsep keluarga sejahtera harus
dilaksanakan oleh segenap umat islam yang ada, terutama dari kalangan
ulil amri (pemerintahan). Sudah merupakan suatu kewajiban bagi seorang
pemimpin untuk memfasilitasi segenap aspek kehidupan rakyatnya,
termasuk di dalamnya memfasilitasi perihal pembangunan ketahanan
keluarga. Hadits Rasulullahmenyebutkan bahwa:

26
‫علَ ْي ِه ْم‬
َ َ‫صلُّون‬
َ ُ ‫علَ ْي ُك ْم َوت‬
َ ‫علَ ْي ُك ْم‬ َ ُ‫ار أَئِ َّمتِ ُك ُم الَّ ِذينَ ت ُِحبُّونَ ُه ْم َويُ ِحبُّونَ ُك ْم َوي‬
َ َ‫صلُّون‬ ُ َ‫ِخي‬
Artinya:“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah kalian mencintai mereka danmereka
pun mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan
kalian… ” (HR. Muslim no. 1855)
Dari sini dapat diketahui bahwa secara prinsip prinsip syariah,
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2014 telah selaras dengan nilai nilai
syariah. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya dirasa Pemerintah Provinsi
Jawa Barat belum benar-benar berkomitmen dalam mewujudkan dan
mengimplementasikan Perda tersebut. Hal ini tampak dari masih
banyaknya aspek keluarga sejahtera yang masih belum sepenuhnya
difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Dua aspek yang paling
mencolok adalah mengenai penerapan dan peningkatan nilai agama, serta
strukturisasi dan legalitas keluarga di wilayah Provinsi Jawa Barat.
Dalam Laporan Telaah Perkawinan Sirri dan Dampaknya di
Provinsi Jawa Barat yang diterbitkan oleh Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Bekerjasama dengan Indonesia
Research Foundation masih ditemukan banyak persoalan terkait rendahnya
pendidikan agama dan penanaman karakter di tingkat keislaman yang
berujung pada banyaknya angka perkawinan diusia anak dan perkawinan
yang tak tercatat oleh negara (sirri). Kedua perkawinan ini akan bermuara
pada persoalan legalitas warga di Provinsi Jawa Barat dan berkaitan dengan
pemenuhan hak hak warga negara yang akan terkendala di kemudian hari.
Hal ini termasuk tinggi hingga membuat Provinsi Jawa Barat
menjadi 10 besar provinsi dengan angka pernikahan usia anak tertinggi di
Indonesia, bersama dengan provinsi lain seperti Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Bahkan
angka tersebut merupakan angka tertinggi di Pulau Jawa, di mana Jawa
Tengah berada di angka 11,04%, Jawa Timur 12,71%, bahkan Banten hanya
6,78%.
Data data tersebut menunjukkan masih banyaknya permasalahan
terkait ketahanan keluarga. Fakta di lapangan tersebut menunjukkan tidak
adanya komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam
mengimplementasikan Perda dengan nilai nilai syariah di dalamnya seperti
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2014 tentang Ketahanan Keluarga. Hal
ini mengindikasikan bahwa sekitar 103 Peraturan Daerah yang bernafaskan
nilai nilai syariah di Provinsi Jawa Barat hanyalah alat politik dari partai
penguasa pemerintahan dan tidak sepenuhnya dilaksanakan dengan
komitmen nyata.

27
Penutup

Dalam struktur ketatanegaraan di Indonesia, pemerintahan daerah


dalam menjalankan otonomi daerah memiliki kewenangan untuk
mengurus urusan pemerintahannya sendiri berdasarkan nilai, karakter, ciri
khas, dan potensi yang berkembang di daerahnya sendiri. Pemerintah
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu pemerintah daerah yang
bernafaskan Islam dalam menjalankan pemerintahannya. Dalam kursi
DPRD, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Gerindra yang mengusung
ideologi dan gerakan Islam di dalamnya memiliki kursi mayoritas. Salah
satu wujud penjalanan pemerintahan dengan prinsip syariah adalah
penerbitan Perda 9 tahun 2014 tentang Ketahanan Keluarga.
Perda tersebut secara konsep sesuai dengan prinsip keislaman.
Namun, tidak adanya komitmen pemerintah dalam melaksanakan Perda
tersebut di dalam kebijakan publik yang dijalankan membuat Perda
tersebut hanyalah alat politik dari para penggerak politik di Jawa Barat.
Kealpaan komitmen tersebut hadir dalam fakta yang menunjukkan bahwa
masih tingginya angka pernikahan sirri dan pernikahan usia anak di
Provinsi Jawa Barat.

Daftar Pustaka
Buku
Muslimin, Amrah. Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah. Bandung:Alumni.
1982.
Marijan, K. Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru.
Yogyakarta: Kencana. 2019.
Utrecht, E. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Ichtiar. 1966.

Artikel Jurnal
Conyers, Diana. Public Administration & Development (pre-1986).
Logemann, J.H.A. Over de theorie van een stellig staatsrecht. Leiden:
Universitaire Pers Leiden. 1948.
Nuradhawati, R. Dinamika Sentralisasi Dan Desentralisasi Di Indonesia.
Jurnal Academia Praja. vol. 2. no. 01. 2019.
Samson, Allan A., 1968. Islam in Indonesian Politics. Asian Survey. vol. 8. no.
12. 1968.
Waris, Irwan. Pergeseran Paradigma Sentralisasi Ke Desentralisasi Dalam
Mewujudkan Good Governance. Jurnal Kebijakan Publik. vol. 3, no. 1.
2012.

28
Laporan
Widjojo, M.S. dan Noorsalim, M. eds. Bahasa negara versus bahasa gerakan
mahasiswa: Kajian semiotik atas teks-teks pidato Presiden Soeharto dan
selebaran gerakan mahasiswa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2004.

Internet
Hasan, A. Muawal. Perda Syariah: Jualan Elite Politik, Dagangan Partai Sekuler.
https://tirto.id/perda-syariah-jualan-elite-politik-dagangan-partai-
sekuler-dajm.

29
UNSUR HIFZ AL-NAFS ATAS PEMBERLAKUAN
KARANTINA DALAM UNDANG-UNDANG
NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG
KEKARANTINAAN KESEHATAN

Hasna Selviana Rahman


Hukum Tata Negara, hasna.rahman19@mhs.uinjkt.ac.id

Pendahuluan
Pandemi Covid-19 telah menjangkit berbagai negara di dunia,
termasuk Indonesia. World Health Organization (WHO) menginstruksikan
pada setiap negara untuk mengantisipasi dan merencanakan penanganan
bencana non alam. Strategi pengetatan aktivitas dalam berbagai skala
sebagai upaya untuk menahan laju penularan dilaksanakan oleh berbagai
negara. International Health Regulations (IHR) tahun 2005, pada article 1
secara eksplisit memasukkan karantina sebagai salah satu tindakan
pencegahan penyebaran penyakit menular.1
Menindaklanjuti regulasi yang telah ditentukan WHO, sejumlah
negara telah melakukan langkah penutupan akses mobilitas masyarakat
atau disebut lockdown untuk menekan penyebaran virus corona yang
berpotensi terbawa oleh masyarakat yang datang ke wilayah tersebut. Hal
ini disebabkan wabah Covid-19 yang semakin mengganas dan
menyebabkan banyaknya penduduk dunia terjangkit virus corona secara
cepat hingga menyebabkan kematian yang tidak sedikit.
Menilik dari bagaiamana hukum positif dan hukum internasional
mengatasi pandemi, ajaran agama Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW merupakan petunjuk kehidupan yang tak lekang di
makam zaman. Pada masa Rasulullah dan para sahabat, pernah terjadi
kondisi bencana wabah penyakit seperti yang terjadi saat ini. Saat
kekhalifahan Umar bin Khatab mengalami musibah wabah penyakit
menular yang menyerang Syam dan menjatuhkan banyak korban jiwa dari
golongan sahabat nabi dan muslimin. Khalifah Umar bin Khatab sebagai
kepala negara saat itu dilanda kepelikan dan perdebatan untuk melindungi

1 WHO TEAM, International Health Regulations (IHR) Tahun 2005,


https://www.who.int/publications/i/item/9789241580496 , Diakses pada tanggal 12 Maret 2022.

30
umat muslim dari penyakit tersebut. 2 Perdebatan dalam keadaan tersebut
menghasilkan jalan keluar berupa pemisahan antara golongan yang terkena
wabah di Syam dan golongan yang masih di luar Syam.
Kejadian yang dialami umat Islam di masa khalifah Umar bin
Khattab dalam kisah tersebut di atas merupakan refleksi dari bentuk
pembatasan sosial, social distancing, physical distancing yang disebutkan di
banyak media informasi termasuk sebagai langkah karantina kesehatan
dalam undang-undang. Peraturan terkait karantina Kesehatan termaktub
dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
Kesehatan. Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan
seseorang yang terpapar penyakit menular.3 Pembatasan ini berlaku ke
dalam beberapa bentuk skala wilayah hingga individu, berupa pelaksanaan
isolasi bagi masyarakat yang tertular, dan karantina mandiri selama 7x24
jam setelah kembali dari perjalanan luar negeri. 4
Kebijakan karantina tersebut mengikat seluruh masyarakat untuk
mematuhi aturan yang berlaku. Rupanya, penerapan undang-undang
tersebut dengan kejelasan ketentuan mengenai kekarantinaan dan sanksi
terhadap pelanggaran karantina sebagai tindak pidana. Memiliki polemik
akibat pelanggaran kekarantinaan kesehatan yang dilakukan figure public
dan pejabat daerah.5 Perbuatan melanggar hukum tersebut menimbulkan
dampak serius terhadap berbagai aspek bermasyarakat yang
mempengaruhi tujuan syara’ dalam kehidupan.
Islam meninjau berbagai permasalahan secara rinci dan
komprehensif terhadap persoalan yang muncul di masa kontemporer.
Terkait penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku yang melanggar
kewajiban mengikuti karantina setelah berpergian ke luar negeri, dapat
ditelaah melalui celah Maqasid al-Syariah.

2 Rosmha Widiyani, Sebelum COVID-19, Ini 8 Wabah Yang Sempat Terjadi Pada

Masyarakat Islam Sebelum COVID-19, Ini 8 Wabah Yang Sempat Terjadi Pada Masyarakat Islam,
https://news.detik.com/berita/d-4958416/sebelum-covid-19-ini-8-wabah-yang-sempat-terjadi-
pada-masyarakat-islam, Diakses pada tanggal 16 Maret 2022.
3 Lihat Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan

Kesehatan, LN. No. 2, TLN No. 6236.


4 Lihat dalam Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2022 tentang Protokol Kesehatan

Perjalanan Luar Negeri Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
5 Tri Wahyuni, Selebgram Rachel Vennya Lolos Karantina Dengan Bayar Rp40 Juta,

Epidemiolog Ingatkan Bahaya “kegagalan Cegah Tangkal” Di Indonesia,


https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-59628786, Diakses pada tanggal 16 Maret 2022.

31
Regulasi Penanganan Wabah Penyakit Menular di Indonesia
Awal penularan Covid-19 pemerintah segera membuat kebijakan
untuk pembatasan sosial selama 14 hari sebagai langkah pertama menahan
laju penyebaran.6 Penyebaran yang diketahui melalui droplet yang keluar
dari mulut saat melakukan aktivitas berbicara, batuk, dan bersin. Oleh
sebab itu, pemerintah menghimbau masyarakat untuk menggunakan
masker saat sedang sakit, sedang bepergian, dan berada di tempat public
untuk menghindari adanya droplet atau cairan yang menjadi wadah
berpindahnya virus Covid-19.
Selain pembatasan sosial dan penggunaan masker, membatasi
sosial secara fisik memiliki kemungkinan peluang menekan penularan
penyakit agar bisa menjadi lebih rendah. Implikasinya bahwa tatap muka
dan kontak visi antar individu dalam jumlah besar dan yang
memungkinkkan terjadinya penumpukan akan memudahkan penularan
satu sama lain sehingga menaikan angka kasus posistif. Oleh karena itu,
sangat penting bagi masyarakat bersama untuk tidak melaksanakan
kegiatan yang membuat banyak orang berkumpul dalam satu tempat yang
tidak terlalu luas dan membentuk kerumunan. Hal ini dianggap sebagai
salah satu upaya yang sangat efektif untuk mengurangi penularan.
Pengendalian wabah penyakit menular adalah prioritas utama
pemerintah Indonesia untuk menangani situasi pandemi, sehingga
individu maupun kelompok yang menghambat dan tidak kooperatif dalam
upaya tersebut dapat diancam dengan pidana denda dan penjara.
Penanganan wabah maupun penyakit menular di Indonesia diakomodasi
melalu peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Menurut UU Nomor 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular,
wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara signifikan dalam
waktu singkat dan kasus penularan melebihi daripada keadaan normal
dalam waktu dan di daerah tertentu serta dapat menimbulkan bencana.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
menyebutkan tentang sumber penyakit yang termasuk di dalamnya
manusia, hewan, tumbuhan juga benda-benda yang mengandung dan/atau
tercemar bibit penyakit serta dapat menimbulkan wabah.

6 Ahmad Naufal Dzulfaroh, Berikut Penjelasan Kenapa Masa Karantina Corona Harus

Dilakukan 14 Hari, https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/06/142500865/berikut-


penjelasan-kenapa-masa-karantina-corona-harus-dilakukan-14-hari?page=all, Diakses pada
tanggal 12 Maret 2022.

32
Penjelasan Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular menjelaskkan, bahwa upaya penanggulangan wabah
mempunyai dua tujuan pokok. Pertama, berusaha memperkecil angka
kematian akibat wabah dengan pengobatan. Kedua, membatasi penularan
serta penyebaran penyakit agar penderita tidak bertambah banyak dan
wabah tidak meluas ke daerah lain.
Undang-undang tersebut di atas dibentuk untuk menanggulangi
wabah yang ada. Namun, Sering kali terjadi penyimpangan dalam
penegakan. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 menjelaskan
bahwa upaya penanggulangan suatu wabah yaitu dengan
menyelenggarakan karantina kesehatan. Secara filosofis, kebijakan ini
dibentuk untuk memenuhi salah satu hak warga negara Indonesia, yakni
hak atas kesehatan (Right to Health). Hak tersebut secara konstitusional
diatur dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar.
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 menjelaskan
dengan tegas, bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat)
tidak berdasarkan atas kekuasaan (machstaat).7 Hal ini dapat dimaknai
bahwa Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia (HAM), menjamin semua warga negaranya agar mempunyai
kedudukkan sama di hadapan hukum, wajib menjunjung hukum dengan
tidak ada pengecualian.

Sanksi Pidana Pelanggaran Kekarantinaan Kesehatan Penyakit


Wabah Menular
Masalah pelanggaran kekarantinaan kesehatan dalam Pasal 93
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan
mengatakan bahwa "Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan
sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
Kebijakan hukum pidana (penal policy) merupakan pengaturan
sanksi pidana atas suatu perbuatan yang sebelumnya telah dianggap
sebagai tindak pidana atau kriminalisasi, yang membahas soal idealistis
suatu sanksi pidana atas peraturan perundang-undangan pidana, yang
dalam hal ini yaitu UU Kekarantinaan Kesehatan. Ivo Lapenna memaknai

7 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: PT. Eresco,

1986), Hlm. 67.

33
kebijakan hukum pidana sebagai “bagian dari kebijakan umum masyarakat
yang bertujuan untuk memerangi kejahatan dan mencakup semua cara
serta tindakan yang diterapkan untuk mencapai tujuan itu. Solusi dalam
menangani kejahatan tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
tindakan pencegahan dan penindakan secara represif”.8
Barda Nawawi Arief dalam bukunya mengemukakan bahwa:9
“Kebijakan hukum pidana merupakan terjemahan langsung dari istilah
penal policy, namun adakalanya istilah penal policy ini diterjemahkan pula
dengan politik hukum pidana. Istilah penal policy ini mempunyai pengertian
yang sama dengan istilah criminal law policy dan strafrechts politiek sehingga
kedua istilah ini juga diterjemahkan dengan politik hukum pidana atau
kebijakan hukum pidana, akan tetapi dari penjelasan sebelumnya bahwa
istilah kebijakan diambil dari istilah policy dalam bahasa Inggris atau Politiek
dalam bahasa Belanda.”
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa kebijakan
hukum pidana (penal policy) dapat diartikan sebagai segala usaha dalam
mencapai peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan
situasi dan kondisi pada waktu tertentu, baik untuk saat ini (ius constitutum)
maupun untuk masa yang akan datang (ius constituendum). Selain itu,
kebijakan hukum pidana juga berkaitan erat dan menjadi bagian dari
kebijakan kriminalisasi dalam konteks pembaharuan hukum pidana.
Pengaturan mengenai tindak pidana kekarantinaan kesehatan
diatur pada Pasal 90 hingga Pasal 94. Namun, pengaturan pada Pasal 93
memunculkan kontroversi di masyarakat. Dalam pasal a quo, secara jelas
dan terang diatur suatu ketentuan mengenai ketentuan pidana bagi
pelanggar penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dengan membaginya
ke dalam dua jenis delik. Pada bagian pertama diatur bahwa “Setiap orang
yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)”. Unsur pertama Pasal 93 UU Kekarantinaan
Kesehatan ini merupakan delik formil yang menyaratkan sebuah tindak
pidana dinilai dari aspek perbuatan.10 Kedua, diatur bahwa
“....menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan
sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”. Unsur kedua dari
ketentuan tersebut merupakan delik materiel yang menitikberatkan

8 Ivo Lopenna, Soviet Penal Policy, (Denmark: Birthe Lapenna, 2000), Hlm. 10.
9 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1996), Hlm. 26.
10 Sofjan Sastrawidjaja, Hukum Pidana, (Bandung: CV. Armico, 1990), Hlm 135.

34
penilaian suatu tindak pidana pada aspek akibat yang ditimbulkan oleh
suatu perbuatan (sebab).
Pengaturan mengenai sanksi pidana dalam UU Kekarantinaan
Kesehatan pada dasarnya sebagai tindak lanjut negara mengejawantahkan
asas perlindungan dan asas kedaulatan negara, sebagaimana dapat dilihat
dalam Pasal 2 UU a quo. Asas perlindungan berarti kekarantinaan kesehatan
harus mampu melindungi seluruh masyarakat dari penyakit dan faktor
risiko kesehatan yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan
masyarakat. Sedangkan asas kedaulatan negara berarti dalam
penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan mengutamakan kepentingan
nasional dan ikut meningkatkan upaya pengendalian kedaruratan
kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia.
Merujuk pada kedua asas dasar pemberlakuan pidana pada
pelanggar karantina, Islam memiliki kerangka berpikir yang sama baik asas
perlindungan maupun asas kedaulatan negara. Kedua asas tersebut
mendahulukan upaya pengendalian untuk mencegah terjadinya
kedaruratan kesehatan masyarakat.

Implikasi Hifd al-Nas dalam Pelaksanaan Karantina


Maqasid al-Syariah secara bahasa terdiri dari dua kata, yaitu Maqasid
dari akar kata yang berarti maksud, sasaran, prinsip.11 Sementara itu, syariah
secara etimologi berarti jalan menuju mata air. Mengenai arti syariah, Jasser
Auda dalam karyanya mengemukakan tiga definisi berbeda yang dibagi
berdasarkan sisi penggunaan katanya. Definisi pertama, syariah sebagai
wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad Saw. Kedua, syariah sebagai
fikih yang berasal dari pendapat ulama mujtahid dari berbagai mazhab.
Ketiga, syariah berupa fatwa.12
Secara istilah Maqasid al-Syariah dapat didefiniskan sebagai makna-
makna syari’ yang hendak dicapai di balik penetapan syariat dan hukum-
hukum yang ditetapka para mujtahid berdasarkan nash syariat.13 Makna
tersebut adalah dalam rangka memperoleh kemaslahatan dan untuk
menolak kemudaratan.14 Dalam kaitannya penentuan hukum harus
ditetapkan secara benar tanpa perubahan atau penyimpangan sedikitpun.
Ketentuan yang ketat ini terutama yang menyangkut materi hukum yang

11 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Munawir Arab Indonesia, Hlm. 1125.


12 Jasser Auda, Maqasid Syariah as Philosophy of Islaamic Law: Asystem Approach:
Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah, (London: The International Institute of
Islamic Thought, 2008), Hlm 24.
13 Ibnu Asyur, Maqashid As-Syariah Al-Islamiyah, (Oman: Dar al-Nafs, 1999), Hlm.

14 Saif al-Din Abi al-Hasan Ali bin Ali bin Muhammad al-Amidi, Al-Ihkan Fi Ushul Al-

Ahkam Jilid 3, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1996), Hlm. 271.

35
mengatur sendi-sendi kehidupan masyarakat, seperti kahidupan hukum
larangan membunuh yang secara principal bertentangan dengan kaidah
hak untuk hidup yang berdemensi kemanusiaan.
Ibnu Ashur memberikan definisi Maqasid al-Syariah sebagai tujuan utama
(al-ghayah) daripada syariat dan rahasia-rahasia yang diletakkan oleh syari’
sebagai landasan dalam setiap hukum syariat. Berdasarkan definisi
tersebut, maka dapat dimaknai bahwa Maqasid al-Syariah adalah nilai atau
hikmah yang menjadi perhatian syari’ dalam seluruh kandungan syariat,
baik yang bersifat terperinci atau global. Bisa jadi nilai-nilai itu memuat
nilai universal syariat semisal moderasi (al-wastiyah), toleran (altasamuh)
dan holistik (al-shumul)15.
Lebih jauh, keberadaan Maqasid al- Syariah menjadi dasar hukum
yang abadi dan tidak bisa dipisahkan dari sumber hukum. Berdasarkan
pengertian ini, bisa diambil kesimpulan bahwa Maqasid al-Syariah bisa
mencakup tujuan-tujuan yang bersifat universal yaitu menegakkan
maslahat dan menolak kesengsaraan, juga mencakup tujuan hukum yang
bersifat partikular.
Secara garis besar, para ulama memberikan gambaran tentang teori
Maqasid Syariah yaitu bahwa Maqasid Syariah harus berpusat dan bertumpu
dalam lima pokok kemaslahatan yaitu: kemaslahatan agama (hifz al-din),
kemaslahatan jiwa (hifz al-nafs), kemaslahatan akal (hifz al-aql),
kemaslahatan keturunan (hifz al-nasl) dan kemaslahatan harta (hifz al-mal).
Dalam setiap tingkatan mempunyai klasifikasi tersendiri, yaitu peringkat
pokok/primer (dharuriyyat), peringkat kebutuhan/sekunder (hajjiyat) dan
peringkat pelengkap/tersier (tahsiniyyat).16
Dharuriyyat dimaknai sebagai kebutuhan yang tidak bisa dibiarkan
atau ditunda keberadaannya dalam rangka menjaga keutuhan lima pokok
kemaslahatan (al-umur al-khamsah), baik dengan menegakkan sendi-sendi
yang utama, menetapkan kaidah-kaidahnya, menolak kesengsaraan (al-
mafasid) yang atau akan yang terjadi. Penundaan atau menafikkan
peringkat pertama ini akan menyebabkan terancamnya eksistensi kelima
pokok tersebut. Kemudian, hajjiyat adalah satu kondisi yang tidak
mengancam eksistensi kelima pokok, namun hanya akan mengakibatkan
kesulitan. Semisal rukhsah diperbolehkan meng-qasar atau men-jamak bagi
musafir. Sedangkan, tahsiniyyat diartikan sebagai kebutuhan yang
menunjang peningkatan martabat manusia dalam masyarakat dan
dihadapan Tuhannya, tentu memperhatikan dan kesesuaian dengan

15 Abd al-Rahman Ibrahim al-Kailani, Qawaid Al-Maqasid Inda Al-Imam Al Shatibi:

‘Ardan Wa Dirasatan Wa Tahlilan, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2000), Hlm. 20.


16 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997),

Hlm 126.

36
kepatutannya.17 Pemberlakuan karantina dalam pembatasan sosial, isolasi
dan segara bentuk pemisahan individu maupun kelompok untuk
mencegah penularan Covid-19, telah menjadi muatan materil dalam
hukum positif berupa undang-undang. Aturan ini yang mengikat
masyarakat dari berbagai kalangan tanpa terkecuali guna menjaga
kemaslahatan umat.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang
mendukung tindakan karantina dalam lingkup individu terkiat himbauan
pelaksanaan ibadah salat berjamaah yang diperlu diperhatikan saat ini.18
Tujuan daripada dikeluarkannya fatwa tersebut sebagai salah satu upaya
mengendalikan lonjakan kasus positif dan memutus mata rantai
penyebaran yang menimbulkan berjatuhan korban jiwa. Konsiderasi fatwa
yang bersandar pada sumber-sumber hukum Islam primer memperkuat
adanya tindakan tersebut bukan hanya berdasarkan keadaan sosial. Tetapi,
juga kepada nilai-nilai ibadah sebagai bentuk dari kemaslahatan jiwa (hifz
al-nafs).
Landasan lainnya yang dijadikan dasar yaitu berasal dari sumber
hukum Islam berupa sunah Nabi Muhammad Saw. terkait penangan
wabah yang pernah terjadi di masa awal Islam. Pada suatu ketika ‘Umar
bin Khaththab pergi ke Syam. Setelah sampai di Saragh, pimpinan
tentaranya di Syam datang menyambutnya. Antara lain terdapat Abu
“Ubaidah bin Jarrah dan para sahabat yang lain. Mereka mengabarkan
kepada ‘Umar bahwa wabah penyakit sedang berjangkit di Syam. Umar
kemudian bermusyawarah dengan para tokoh Muhajirin, Anshor dan
pemimpin Quraish.
Lalu Umar menyerukan kepada rombongannya; “Besok pagi-pagi
aku akan kembali pulang. Karena itu bersiap-siaplah kalian!” Abu Ubaidah
bin Jarrah bertanya; “Apakah kita hendak lari dari takdir Allah?” Jawab
Umar: “Mengapa kamu bertanya demikian hai Abu Ubaidah?” Agaknya
Umar tidak mau berdebat dengannya. Dia menjawab; “Ya, kita lari dari
takdir Allah kepada takdir Allah. Bagaimana pendapatmu, seandainya
engkau mempunyai seekor unta, lalu engkau turun ke lembah yang
mempunyai dua sisi, yang satu subur dan yang lain tandus. Bukanlah jika
engkau menggembalakannya di tempat yang subur, engkau menggembala
dengan takdir Allah juga, dan jika engkau menggembala di tempat tandus
engkau menggembala dengan takdir Allah?”

17 Fathurrahman Djamil, …, Hlm. 126-127.


18 Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 31 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan
Salat Jumat dan Jamaah untuk Mencegah Penularan Wabah Covid -19.

37
Tiba-tiba datang Abdurrahman bin Auf yang sejak tadi belum hadir karena
suatu urusan. Lalu dia berkata:

‫الرجْ ِز ا ْبتَلَى اللَّهُ ع ََّز َو َج َّل ِب ِه‬ ِ ُ‫طاعُونُ آيَة‬ َّ ‫سلَّ َم ال‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬َ ُ‫صلَّى اللَّه‬ َ ‫سو ُل اللَّ ِه‬ ُ ‫قَا َل َر‬
‫ض َوأ َ ْنت ُ ْم ِبهَا فَ ََل ت َ ِف ُّروا‬
ٍ ‫علَ ْي ِه َو ِإذَا َوقَ َع ِبأ َ ْر‬
َ ‫س ِم ْعت ُ ْم ِب ِه فَ ََل ت َ ْد ُخلُوا‬
َ ‫سا ِمنْ ِعبَا ِد ِه فَ ِإذَا‬ً ‫نَا‬
ُ‫ِم ْنه‬
Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila
kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu datangi negeri
itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, maka
janganlah keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri.” Ibnu Abbas
berkata; “Umar bin Khaththab lalu mengucapkan puji syukur kepada
Allah, setelah itu dia pergi.’ (HR Bukhari dan Muslim).
Gambaran metode karantina yang telah diperintahkan Nabi
Muhammad Saw untuk mencegah wabah tersebut menjalar ke negara-
negara lain. Nabi Muhammad Saw bahkan membentuk tembok di
sekeliling wilayah yang telah terjangkit wabah dan memberikan kabar
menenangkan bahwa janji Allah terhadap orang-orang yang sabar dalam
cobaan akan mendapatkan pahala. Nabi Muhammad juga memberikan
penegasan pada masyarakat untuk menghindari wabah penyakit, dari
hadist Abu Hurairah, Imam Bukhari meriwayatkan Rasulullah bersabda,
“Jauhilah orang yang terkena lepra, seperti kamu menjauhi singa.” Di mana
saat itu terjadi penyebaran wabah penyakit lepra. Perintah untuk terpisah
juga diserukan kepada mereka yang tertular dan berada di wilayah yang
sedang terkangkit wabah. Mereka diperintahkan untuk tetap berada
terpisah dari wilayah yang belum tertular dengan melakukan karantina dan
isolasi khusus. Ketika dalam masa karantina dan isolasi, mereka yang
tertular harus dalam pengawasan dan pemeriksaan. Penjagaan ketat juga
diterapkan oleh orang-orang yang berperan untuk memberikan
pengobatan. Pemerintah pusat berkewajiban menunjang kebutuhan pokok
pangan masyarakat yang terkena wabah dan terisolasi.19

Penutup
Sebagaimana hadist Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan
Imam Bukhari, Imam Nasa’I dalam Sunan al-Kubra: Dari Aisyah RA,
bahwasannya dia berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw tentang wabah
(thaun), maka Rasulullah Saw mengabarkan padaku.”:”Bahwasannya wabah

Mukharom and Havis Aravik, Kebijakan Nabi Muhammad Saw Menangani Wabah
19

Penyakit Menular Dan Implementasi Dalam Konteks Menanggulangi Coronavirus Covid-19, SALAM:
Jurnal Sosial Dan Budaya Syari, vol. 7, no. (2020), Hlm. 242.

38
(thaun) itu adalah azab yang Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah jadikan sebagai rahmat bagi orang-orang yang beriman. TTidaklah seseorang
yang ketika terjadi awabh (thaun) dia tinggal di rumahnya, bersabar dan berharap
pahal (di sisi Allah) dia yakin bahwasannya tidak akan menimpa kecuali apa yang
ditetapkan Allah untuknya, makan dia kan mendapatkan pahala seperti pahala
syahid.”
Hadits ini dapat dijadikan landasan untuk mencapai kemaslahatan
bersama dalam mengatasi penyebaran virus Covid-19. Karantina seperti
yang dilakukan Nabi SAW sangat efektif untuk menghadapi bahaya
penularan. Terutama saat awal penyebaran Covid-19 2 tahun lalu, dunia
menghadapi penyakit menular yang belum dapat ditemukan obatnya
namun penularannya sangat massif.20 Maka dengan itu, menjaga jiwa
manusia (hifz al-nafs) adalah bagian prinsip dari Maqasid al-Syariah. Hal itu
dapat dicapai dengan mencari kemaslahatan dan menghindari kerusakan.
Islam sangat mengutamakan manusia untuk menghindari berbagai bentuk
kemudharatan. Oleh karena itu, setiap apapun yang mengarah kepada
kemudharatan kerusakan, lebih diutamakan. Penyelenggaraan karantina
termasuk ke dalam upaya mencegah merebaknya penularan Covid-19
sebagai cara menghindaari bahaya dan kerusakan dari berjatuhannya
korban jiwa.

Daftar Pustaka
Buku
Al-Kailani, Abd al-Rahman Ibrahim. Qawaid Al-Maqasid Inda Al-Imam Al
Shatibi: ‘Ardan Wa Dirasatan Wa Tahlilan. Damaskus: Dar al-Fikr. 2000.
Ali, Saif al-Din Abi al-Hasan bin Ali bin Muhammad al-Amidi. Al-Ihkan Fi
Ushul Al-Ahkam Jilid 3. Damaskus: Dar al-Fikr. 1996.
Arief, Barda Nawawi. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti. 1996.
Asyur, Ibnu. Maqashid As-Syariah Al-Islamiyah. Oman: Dar al-Nafs. 1999.
Auda, Jasser. Maqasid Syariah as Philosophy of Islaamic Law: Asystem Approach:
Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah. London: The
International Institute of Islamic Thought. 2008.
Djamil, Fathurrahman. Filsafat Hukum Islam. Ciputat: Logos Wacana Ilmu.
1997.
Lopenna, Ivo. Soviet Penal Policy. Denmark: Birthe Lapenna. 2000.

20 Aisha M. Al-Osail and Marwan J. Al-Wazzah, The History and Epidemiology of Middle
East Respiratory Syndrome Corona Virus, Multidisciplinary Respiratory Medicine, vol. 12, no.
(2017).

39
Prodjodikoro, Wirjono. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung: PT.
Eresco. 1986.
Sastrawidjaja, Sofjan. Hukum Pidana. Bandung: CV. Armico. 1990.

Artikel Jurnal
Aisha M. Al-Osail dan Marwan J. Al-Wazzah, The History and Epidemiology
of Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus, Multidisciplinary
Respiratory Medicine. vol. 12. no. 2017.
Mukharom dan Havis Aravik, Kebijakan Nabi Muhammad Saw Menangani
Wabah Penyakit Menular Dan Implementasi Dalam Konteks
Menanggulangi Coronavirus Covid-19, SALAM: Jurnal Sosial Dan
Budaya Syari. vol. 7. no. 2020.

Peraturan Perundang-Undangan
International Health Regulations (IHR) Tahun 2005.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 31 Tahun 2020 Tentang
Penyelenggaraan Salat Jumat dan Jamaah untuk Mencegah
Penularan Wabah Covid -19.
Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 7 Tahun 2022
tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Luar Negeri Pada Masa
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Internet
Dzulfaroh, Ahmad Naufal. Berikut Penjelasan Kenapa Masa Karantina Corona
Harus Dilakukan 14 Hari.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/06/142500865/berikut-
penjelasan-kenapa-masa-karantina-corona-harus-dilakukan-14-
hari?page=all.
Wahyuni, Tri. Selebgram Rachel Vennya Lolos Karantina Dengan Bayar Rp40
Juta, Epidemiolog Ingatkan Bahaya “kegagalan Cegah Tangkal” Di
Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-59628786.
Widiyani, Rosmha. Sebelum COVID-19 Ini 8 Wabah Yang Sempat Terjadi Pada
Masyarakat Islam Sebelum COVID-19. https://news.detik.com/berita/d-
4958416/sebelum-covid-19-ini-8-wabah-yang-sempat-terjadi-pada-
masyarakat-islam.

40
MARITAL RAPE (PEMERKOSAAN DALAM
RUMAH TANGGA) DALAM TINJAUAN
MUA’SYAROH BIL MA’RUF

Muhammad Faozan Fathurohman


Hukum Keluarga, muhammad.faozan19@mhs.uinjkt.ac.id

Pendahuluan
Pada hakikatnya, kebutuhan biologis menjadi kebutuhan dasar yang
perlu dipenuhi pada diri manusia. Hal tersebut menjadi fitrah dan karunia
Allah SWT guna melanjutkan eksistensi manusia di muka bumi. Akan
tetapi di balik kemaslahatan yang timbul dari tersalurkannya kebutuhan
biologis, penyaluran tersebut tidak bisa dilaksanakan dengan sembarangan
dikarenakan akan berimplikasi pada kemudharatan yang sangat banyak.
Sebagaimana kaidah fiqh yang menyatakan :

‫ح‬ ِ ‫علَئ َج ْل‬


ِ ‫ب المصَا ِل‬ َ ‫سد ِ ُمقَ َد ُم‬
ِ ‫د َْر ُء ال َمفَا‬
Artinya : “Menolak kerusakan didahulukan daripada mengambil kemaslahatan”.1
Atas permasalahan tersebut hukum islam menawarkan solusi yang
cukup menarik dengan melalui metode perkawinan/pernikahan yang
menjadi wadah dalam penyaluran hasrat yang menjadi fitrah manusia.

Pembahasan
Pernikahan dalam bahasa arab diucapkan dengan lafadz nakaha yang
berarti hubungan biologis.2 Sebagaimana firman Allah SWT yang
menyebutkan kata “nikah” pada surat Al-Baqarah Ayat 230 yang berbunyi

ٖٓ ‫علَ ْي ِه َما‬ َ ‫طلَّقَهَا فَ ََل ُجنَا‬


َ ‫ح‬ َ ْ‫غ ْي َر ٗه ۗ فَاِن‬ َ ‫طلَّقَهَا فَ ََل ت َ ِح ُّل لَ ٗه ِم ْۢنْ بَ ْع ُد َحتّٰى ت َ ْن ِك َح َز ْو ًجا‬ َ ْ‫فَاِن‬
– َ‫حد ُْو ُد اللّٰ ِه يُبَ ِينُهَا ِلقَ ْو ٍم يَّ ْعلَ ُم ْون‬ َ ْ‫ا َنْ يَّت َ َرا َجعَا ٖٓ اِن‬
ُ َ‫ظنَّا ٖٓ ا َنْ يُّ ِق ْي َما ُحد ُْو َد اللّٰ ِه ۗ َوتِ ْلك‬
)٩٠٣(

Artinya : “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka
perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain.
Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi

Abdurrahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2010), Hlm. 332.


1

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan
2

Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2014), Hlm. 36.

41
keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk nikah kembali jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum
Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui” (Q.S. Al-Baqarah
: 230)
Pada ayat tersebut, Allah SWT mengartikan frasa “nikah” sebagai
afirmasi terhadap suami istri yang dihalalkan untuk berhubungan suami
istri.
Sebagai respon pada ketentuan absolut dari Allah SWT, kalangan
ulama syafiiyah pun merumuskan suatu gagasan yang menegaskan:

‫عقد يتضمن اباحة الو طء بلفظ االنكاح‬


Artinya : “Akad yang memuat terkait pembolehan berhubungan kelamin adalah
akad yang menggunakan lafadz nakaha (nikah)”.3
Gagasan ini pun didasarkan pada hakikat adanya akad nikah yang
dihubungkan dengan kehidupan suami istri yang berlaku setelahnya, yakni
diperbolehkannya untuk bergaul atau berhubungan suami istri. Bahkan
pelaksanaan hubungan seksual akan menjadi hak bersama antara suami
dan istri.4 Adapun jika belum melangsungkan akad nikah maka tidak
diperbolehkan untuk bergaul atau berhubungan suami istri dan
dikategorikan sebagai perbuatan zina.
Solusi yang ditawarkan oleh hukum Islam terkait halal atau
haramya seseroang untuk melakukan pergaulan atau hubungan suami istri
tidak hanya sampai adanya akad nikah saja. Ditinjau lebih dalam hukum
Islam juga mengatur terkait bagaimana hubungan tersebut harus
dilakukan. Hal ini dikarenakan perkawinan tidak hanya mengatur terkait
kebolehan berhubungan biologis, tetapi perkawinan akan menjadi ikatan
lahir batin antara laki-laki dan perempuan sebagai suami istri yang
bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.5
Hubungan biologis yang dilakukan oleh suami dan istri harus
menciptakan kebahagiaan di kedua belah pihak demi mewujudkkan
keluarga yang kekal. Tidak hanya itu pergaulan yang benar maka menjadi
pahala disisi Allah sebagai mana hadits yang diriwayatkan oleh Anas Bin
Malik yang berbunyi:

3 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2014), Hlm. 37.


4 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta : Rajagrafindo, 2010), Hlm. 155.

5 Ali Wafa, Hukum Perkawinan di Indonesia : Sebuah Kajian dalam Hukum Islam dan Hukum

Materil, (Pamulang: Yayasan Asy-Syari’ah Modern Indonesia, 2018), Hlm. 33.

42
‫عَنْ أَنَ ِس ْب ِن َمالِكٍ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّ ِب َّي صلى الله عليه وسلم ح َِم َد اَللَّهَ َوأَثْنَى‬
ْ‫ب عَن‬ َ ‫سا َء فَ َمنْ َر ِغ‬ ُ ‫صو ُم َوأ ُ ْف ِط ُر َوأَت َ َز َّو‬
َ ِ‫ج اَلن‬ ُ َ ‫علَ ْي ِه َوقَا َل لَ ِكنِي أَنَا أُص َِلي َوأَنَا ُم َوأ‬ َ
‫عل َ ْي ِه‬ َ ‫سنَّ ِتي فَلَ ْي‬
ٌ َ‫س ِم ِني ُمتَّف‬
َ ‫ق‬ ُ
Artinya : “Hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu sesungguhnya Nabi
Muhammad SAW memuji Allah, dan nabi pun melanjutkan dengan bersabda
“akan tetapi aku solat, aku tidur, aku puasa, dan aku menikahi perempuan, maka
barang siapa yang tidak menyukai sunah ku maka bukan bagian dari ku” Muttafaq
Alaih”6
Pada hadits tersebut menjelaskan bahwa nikah menjadi salah satu
sunah Nabi Muhammad SAW. Barangsiapa yang melakukan sunah akan
mendapatkan pahala dari Allah SWT. Sebagaimana kaidah ushul fiqh yang
menyatakan:

‫ مايثا ب علئ فعله واليعا قب‬:‫المند وب‬


Artinya : “Sunah merupakan segala sesuatu yang bila dikerjakan akan
mendapat pahala dan jika meninggalkan tidak mendapatkan hukuman”7
Islam mengenal konsep Muasyarah bil Ma’ruf sebagai salah satu
jalan untuk menciptakan keluarga yang kekal dan bahagia. Muasyaroh bil
Ma’ruf menjadi pedoman bagi suami istri dalam menggauli satu sama lain.
Pergaulan yang dibangun adalah pergaulan yang baik yang di didasari atas
rasa saling menyukai, saling mencintai, dan saling menyayang.
Muasyaroh bil ma’ruf menjadi sebuah gagasan yang perlu digaris
bawahi karena Allah berfirman dalam Surat An-Nisa ayat 19 yang
berbunyi:

ِ ُ ‫س ۤا َء ك َْرهًا ۗ َو َال ت َ ْع‬


ِ ‫ضل ُ ْوهُنَّ ِلت َ ْذ َهبُ ْوا ِببَ ْع‬ َ ِ‫ٰيٖٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْوا َال يَ ِح ُّل لَ ُك ْم ا َنْ ت َ ِرثُوا الن‬
َ
َّ‫ف ۚ فاِنْ ك َِر ْهت ُ ُم ْوهُن‬ ِ ‫ش ُر ْوهُنَّ ِبا ْل َم ْع ُر ْو‬
ِ ‫ش ٍة ُّمبَ ِينَ ٍة ۚ َوعَا‬
َ ‫اح‬ ِ َ ‫َما ٖٓ ٰات َ ْيت ُ ُم ْوهُنَّ ا َّ ِٖٓال ا َنْ يَّأْتِ ْينَ ِبف‬
)٣٢( – ‫خ ْي ًرا َكثِ ْي ًرا‬ َ ‫ش ْيـًٔا َّويَجْ عَ َل اللّٰهُ فِ ْي ِه‬َ ‫سى ا َنْ تَك َْره ُْوا‬ ٖٓ ٰ َ‫فَع‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena
hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,
terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaulah dengan
mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.S An-Nisa : 19)

6 Ibnu Hajar Al Asqalani, Bulughul Maram Min Adilltil Ahkam, (Semarang: Toha Putra),

Hlm. 185.
7 Abdul Hamid Halim, Mabadiul Awaliyah : Fii Ushul Fiqh Wa Qawaidul Fiqhiyah,

(Jakarta, Saidah Putra, 1927), Hlm. 6.

43
Muasyaroh bil ma’ruf berasal dari bahasa Arab yang disusun oleh 2
kata yakni muasyaroh dan ma’ruf. Muasyaroh memiliki kata dasar usyroh
yang secara terminologi berarti keluarga, teman dekat.8 Dari pengertian
tersebut muasyaroh dapat diartikan dengan bergaul atau pergaulan kerena
di dalamnya mengandung makna kebersamaan dan kebertemanan.
Muasyaroh tentu saja tidak bisa dilepaskan dengan ma’ruf mengingat
pergaulan keluarga harus dilakukan dengan cara yang baik yang dalam
bahasa arab disebut dengan ma’ruf.
Ma’ruf secara etimologi atau istilah berasal dari bahasa Arab yang
berakar dari kata urf yang memiliki arti adat, kebiasaan, atau budaya.9 Pada
hakikatnya adat atau kebiasaan dikenal sebagai sesuatu yang baik dalam
hidup masyarakat. Oleh karena itu ma’ruf dikenal dengan arti sesuatu yang
baik. Terkait kata ma’ruf Allah SWT menjelaskan dalam firmannya pada
surat At-Taubah Ayat 71 yang berbunyi:

‫ف َويَ ْنه َْونَ ع َِن‬ ‫ ِ يَأْمرونَ با ْلم ْعرو‬ ٍۘ ٍ ‫ض ُه ْم ا َ ْو ِليَ ۤا ُء بَ ْع‬


ُ ‫َوا ْل ُمؤْ ِمنُ ْونَ َوا ْل ُمؤْ ِم ٰنتُ بَ ْع‬
ٰۤ ٗ َ ِ ْ ُ َ َ ِّٰ ْ ُ ُ
ُ ‫الز ٰكوةَ َويُ ِط ْيعُ ْونَ الله َو َر‬
َ َ‫س ْوله ۗاُول ِٕىك‬
‫سيَ ْر َح ُم ُه ُم‬ َّ َ‫ا ْل ُم ْن َك ِر َويُ ِق ْي ُم ْونَ الص َّٰلوةَ َويُؤْ ت ُْون‬
)١٣( – ‫ح ِك ْي ٌم‬َ ‫اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ ع َِز ْي ٌز‬
Artinya : “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan)
yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat
dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh
Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana” (Q.S. At-Taubah :
71)
Bila mengacu pada ayat tersebut dan mengaitkan pada definisi
harfiyah atau terminologi yang menyebutkan bahwa ma’ruf menjadi
sesuatu yang baik dalam masyarakat maka kata ma’ruf dapat ditafsirkan
dengan sesuatu yang patut atau pantas.10 Kata ma’ruf pun lebih
menunjukan kepada suatu kebaikan yang bersifat empiris dan subjektif.11
Jelasnya kebaikan tersebut tidak hanya menjadi suatu yang dipikirkan atau
dibicarakan saja, namun kebaikan tersebut harus dihayati dan dikerjakan
sehingga dapat terwujud kebaikan yang dimaksud.

8 Athiyatus Sa’adah Al Badriyah, Pemikiran Kiai Husain Muhammad Tentang Mu’asyaroh

Bil Ma’ruf Antara Suami-Istri dalam Upaya Membetuk Keluarga Sakinah (Analisis Bimbingan dan
Konseling Keluarga Islam), Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang,
Semarang, 2014, Hlm. 22.
9 Athiyatus Sa’adah Al Badriyah, …, Hlm.22

10 Ayu Purnamasari, Analisis Pemikiran Husein Muhammad dan Siti Musdah Mulia

Tentang Konsep Mu’asyarah Bil Ma’ruf dalam Membangun Keluarga Sakinah, Skripsi Fakultas
Syari’ah Raden Intan Lampung, Lampung, 2021, Hlm. 9.
11 Athiyatus Sa’adah Al Badriyah, …, Hlm.23.

44
Muasyaroh bil ma’ruf dapat dipahami sebagai bentuk pergaulan,
pertemanan, persahabatan, kekerabatan, maupun kekeluargaan yang
dibentuk secara bersama-sama oleh suami dan istri dengan cara yang baik,
patut dan pantas dalam melakukan pergaulan atau berhubungan suami-
istri dengan rasa saling menyayangi, mencintai, dan memahami satu sama
lain terkait keadaan masing-masing pihak.12 Bila suami hendak melakukan
hubungan seksual dan diketahui istrinya sedang sakit, kelelahan atau
udzur lainnya yang tidak memungkinkan untuk melakukan hubungan
seksual maka hendaknya suami memberikan toleransi dan menahan
dirinya demi kemaslahatan istrinya. Pola relasi yang tercipta dalam konsep
muasyarah bil ma’ruf tentu mengarah pada hubungan keluarga yang
terbebas dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh masing-masing
pihak (suami atau istri) dan terciptanya pola hubungan kemitraan yang
mengutamakan musyawarah dan demokrasi sehingga terciptanya rasa
aman, tentram, dan tegaknya keadilan dalam keluarga.13 Mereka akan
saling mengkomunikasikan terkait isi hatinya karena berkedudukan sejajar
yang tidak mengatas dan membawahi satu sama lain.
Konsep muasyarah bil ma’ruf menjadi sesusatu yang perlu
diperhatikan terutama terkait hubungan seksual di antara suami istri.
Konsep ini perlu diperhatikan agar terciptanya sifat saling memahami
antara satu sama lain dalam memenuhi kebutuhan biologis baik suami
maupun istri. Di sisi lain suami istri pun terhindar dari perlakuan
pemerkosaan dalam rumah tangga (marital rape) yang akan merugikan satu
sama lain. Hal ini dilakukan agar terjaminnya suami maupun istri dalam
menikmati kehidupan seksual secara seimbang serta melindungi suami
maupun istri terhadap tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh
pasangannya.
Konsep muasyarah bil ma’ruf juga menjadi acun terhadap kebebasan
hubungan suami istri yang diberikan oleh Allah SWT yang berbunyi :

ِ ُ‫شئْت ُ ْم ۖ َوقَ ِد ُم ْوا ِالَ ْنف‬


‫س ُك ْم ۗ َواتَّقُوا اللّٰهَ َوا ْعلَ ُم ْٖٓوا‬ ٌ ‫س ۤا ُؤ ُك ْم ح َْر‬
ِ ‫ث لَّ ُك ْم ۖ فَأْت ُْوا ح َْرث َ ُك ْم اَنّٰى‬ َ ِ‫ن‬
ْ ٰ
)٩٩٠( – َ‫اَنَّ ُك ْم ُّملقُ ْوهُ ۗ َوبَش ِِر ال ُمؤْ ِمنِ ْين‬

Artinya : “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam,


maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah
kabar gembira orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al-Baqarah : 223).

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan di Indonesia, (Jakarta: UIP, 1974), Hlm. 73.
12

Sri Lestari, Urgensi dan Implementasi Mu’asyarah Bi Al-Ma’ruf Dalam Relasi Seksual
13

Suami-Istri, Skripsi Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005, Hlm. 131-132.

45
Pada ayat tersebut terdapat catatan penting mengenai
pengimplementasiannya yang tidak bisa serta merta. Hal ini dapat dilihat
pada pengaturan lebih lanjut dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 9 yang
memberikan petunjuk bahwa suami harus menggauli istrinya secara baik,
pantas, dan patut. Menggauli istri dalam hukum Islam perlu melihat
beberapa pertimbangan agar tidak masuk kategori pemerkosaan dalam
rumah tangga (marital rape) dan tidak menghormati hak suami-istri. Disaat
istri sedang enggan melakukan senggama karena adanya udzur syari baik
yang bersifat alamiah maupun incidental. Bersifat alamiah pada perempuan
dapat berupa perempuan yang sedang haidh, nifas, istihadhza, dan lain
sebagainya. Atau ada juga yang bersifat insidental yang mungkin saja
dialami oleh pasangannya seperti impotensi, virgiditas, ejakulasi dini,
vaginismus, berpenyakit menular seksual, dan lain sebagainya. 14 Bahkan
ketika suami atau istri dalam keadaan sakit atau sibuk sehingga tidak dapat
melayani pasanangannya dengan baik juga harus dipertimbangkan
sebelum melakukan hubungan seksual. Indikator yang komprehensif ini
tentu saja menjadi bukti mutlak bahwa hukum Islam berusaha mencegah
terjadinya marital rape.
Realita dari corak pernikahan masyarakat Indonesia sayangnya
kontradiksi dengan hukum Islam beserta pengaturannya yang sudah
komprehensif. Aksioma ini terbukti bila merujuk pada catatan Komisi
Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan pada tahun 2019 yang
menunjukan sebanyak 100 laporan terkait dan tahun 2020 ada sebanyak 57
laporan terkait marital rape.15 Data pada tataran grass root ini tentu saja
memerlukan perhatian lebih yang disertai dengan edukasi konsep
muasyarah bil ma’ruf terhadap keluarga guna terciptanya keluarga yang
sejahtera.
Konsep muasyarah bil ma’ruf ini harus dilaksanakan dengan baik
oleh suami istri mengingat konsekuensinya bila tidak dijalankan ialah
dianggap Nusyuz terhadap pasangannya.16 Nusyuz secara bahasa berasal
dari bahasa arab yang memiliki arti meninggi atau terangkat.17 Secara
istilah, Nusyuz dapat diartikan sebagai kedurhakaan seorang istri kepada
suami atau seorang suami kepada istrinya dalam hal melaksanakan
kewajibannya sesuai fungsinya dalam rumah tangga.18

14 Sri Lestari, …, Hlm. 132.


15 Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Perempuan Dalam Himpitan
Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber, Perkawinan Anak, Perkawinan Anak dan
Keterbatasan di Tengah Pandemi, (Jakarta: CATAHU, 2021), Hlm. 18.
16 Amir Syarifuddin, …, Hlm. 193.

17 Ali Wafa, …, Hlm. 112.

18 Ali Wafa, …, Hlm. 112.

46
Nusyuz pada dasarnya memiliki hukum yang haram untuk
dilakukan karena bertentangan dengan yang telah ditetapkan oleh Allah
melalui Al-Quran dan hadits Nabi. Bila Nusyuz ini sampai terjadi, maka bila
ditinjau hubungannya kepada Allah maka pelakunya berhak mendapatkan
dosa dan ditinjau hubungannya dalam rumah tangga maka hal tersebut
menjadi pelanggaran terhadap kehidupan suami istri. Pada
perkembangnnya Nusyuz tidak hanya dilakukan oleh seorang istri, tetapi
suami juga mempunyai peluang yang sama untuk melakukan Nusyuz. Oleh
karena itu Nusyuz sendiri di bagi menjadi dua, yakni Nusyuz suami dan
Nusyuz istri. Keduanya memiliki perbedaan dalam mendudukan syarat
suami atau istri dapat dikatakan Nusyuz atau tidak.
Nusyuz suami yakni pendurhakaan suami kepada Allah karena
meninggalkan kewajibannya terhadap istrinya.19 Nusyuz suami dapat
terjadi bila suami tidak melaksanakan kewajiban kepada istrinya baik
meninggalkan kewajiban yang bersifat materi atau disebut juga nafaqah
maupun meninggalkan kewajiban yang bersifat nonmateri seperti tidak
melaksanakan muasyarah bil ma’ruf atau menggauli istrinya dengan baik.
Penjelasan Nusyuz suami yang bersifat nonmateri, seorang suami dapat
dikatakan Nusyuz bila menggauli istrinya dengan cara yang buruk seperti
menggaulinya dengan berlaku kasar, menyakiti fisik dan mental istri,
bahkan seorang suami yang tidak melakukan hubungan seksual dengan
istrinya dalam waktu tertentu dapat dikatakan ia telah melakukan Nusyuz.
Terdapat beberapa tindakan yang harus istri lakukan jika
mengetahui suaminya melakukan Nusyuz. Hal ini pun dijelaskan langsung
oleh Allah SWT dalam firmannya surat An-Nisa ayat 128 yang berbunyi :

ْ ُّ‫علَ ْي ِه َما ٖٓ ا َنْ ي‬


‫ص ِلحَا ب َ ْينَ ُه َما‬ َ ‫ام َراَةٌ َخافَتْ ِم ْۢنْ بَ ْع ِلهَا نُش ُْو ًزا ا َ ْو اِع َْراضًا فَ ََل ُجنَا‬
َ ‫ح‬ ْ ‫َوا ِِن‬
‫سنُ ْوا َوتَتَّقُ ْوا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ ِب َما‬ ِ ْ‫ح َواِنْ تُح‬ َّ ۗ ‫ش‬
ُّ ‫س ال‬
ُ ُ ‫ف‬ ْ
‫ن‬ َ ْ
‫اال‬ ‫ت‬
ِ ‫ر‬ ‫ض‬ ْ‫ح‬
َ ِ َ ٌْ ُ ‫ا‬ ‫ۗو‬ ‫ر‬ ‫ي‬ َ
‫خ‬ ‫ح‬
ُ ْ
‫ل‬ ‫ص‬
ُّ ‫ال‬ َ ‫ص ْل ًحا‬
‫ۗو‬ ُ
)٣٩١( – ‫خ ِب ْي ًرا‬َ َ‫ت َ ْع َملُ ْون‬
Artinya : “Dan jika seorang wanita khawatir akan Nusyuz atau sikap tidak acuh
dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian dalam
bentuk perdamaian yang menyelesaikan, dan perdamaian itu lebih baik (bagi
mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir, Dan jika kamu bergaul
dengan isterimu secara baik dan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. An-Nisa : 128)
Ayat tersebut memberikan pencerahan pada kita terkait dua
kondisi yang memotivasi suami dan istri harus melakukan komunikasi
dalam mempertahankan kekekalan dan kebahagian rumah tangganya. 20

19 Amir Syarifuddin, …, Hlm. 193.


20 Amir Syarifuddin, …, Hlm. 194.

47
Pertama komunikasi dapat terjadi ketika suami melakukan Nusyuz.
Artinya jika suami tidak melaksanakan kewajiban terhadap istrinya, maka
suami dan istri harus melakukan komunikasi guna mempertahankan
keutuhan rumah tangga. Adapun kewajiban suami terhadap istrinya antara
lain :21
a. Kewajiban suami yang bersifat materi yang biasa disebut dengan
nafaqah atau nafkah
b. Kewajiban suami yang bersifat nonmateri, yakni :
1) Menggauli istrinya secara baik dan patut
2) Menjaga keluarga dari perbuatan dosa atau maksiat serta hal-
hal yang dapat menimbulkan mara bahaya
3) Mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah,dan rahmah
Kedua komunikasi dapat terlaksana apabila terjadi I’radh atau
suami berpaling dari istrinya yang mana suami mulai merasa tidak senang
kepada istrinya karena hal-hal tertentu. Adapun yang dimaksud dengan
shulh pada ayat diatas yakni komunikasi dengan cara saumi istri melakukan
perundingan terkait Nusyuz maupun I’radh sehingga menghasilkan solusi
yang dapat mempertahankan keutuhan keluarga dan terhindar dari
perceraian.
Selain Nusyuz suami, ada juga yang disebut dengan Nusyuz istri.
Nusyuz istri yakni pendurhakaan istri kepada suaminya dikarenakan istri
tidak menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. 22 Istri juga dapat
dikatakan Nusyuz ketika istri tidak mau taat kepada suami, istri enggan
bertempat tinggal bersama suami, istri suka keluar rumah tanpa seiizin
suami, dan perbuatan-perbuatan lainnya yang melanggar kewajibannya
sebagai istri. Allah SWT pun telah memberikan pedoman dengan
memberikan cara untuk menghadapi istri yang melakukan Nusyuz. Hal ini
pun dijelaskan secara tegas dalam surat An-Nisa ayat 34 yang berbunyi:

ٍ ْ‫ض ُه ْم ع َٰلى بَع‬


ْ‫ ِ َّوبِ َما ٖٓ ا َ ْنفَقُ ْوا ِمن‬ َ ‫ض َل اللّٰهُ بَ ْع‬َّ َ‫س ۤا ِء بِ َما ف‬َ ِ‫علَى الن‬ َ َ‫اََ ِلرجَا ُل قَ َّوا ُم ْون‬
َّ‫ظ اللّٰهُ َۗوال ّٰ ِت ْي ت َ َخافُ ْونَ نُش ُْو َزهُن‬ َ ‫ب ِب َما َح ِف‬ ٰ
ِ ‫ص ِل ٰحتُ ق ِن ٰتتٌ ٰح ِف ٰظتٌ ِل ْلغَ ْي‬
ّٰ ‫ا َ ْم َوا ِل ِه ْم ۗ فَال‬
َ ‫ط ْعنَ ُك ْم فَ ََل ت َ ْبغُ ْوا‬
َّ‫علَ ْي ِهن‬ َ َ ‫َاج ِع َواض ِْربُ ْوهُنَّ ۚ فَاِنْ ا‬ ِ ‫فَ ِع ُظ ْوهُنَّ َوا ْه ُج ُر ْوهُنَّ فِى ا ْل َمض‬
)٠٣( – ‫ع ِليًّا َك ِب ْي ًرا‬ َ َ‫س ِب ْي ًَل ۗاِنَّ اللّٰهَ كَان‬
َ
Artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang
lain(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari
harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara

21 Amir Syarifuddin, …, Hlm. 160-161.


22 Ali Wafa, …, Hlm. 112.

48
(mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan Nusyuz-nya, maka nasehatilah
mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah
Mahatinggi lagi Mababesar” (Q.S. An-Nisa : 34)
Ayat tersebut memberikan kejelasan mengenai 3 tahapan yang
harus dilalui oleh suami dalam menghadapi istri yang sedang Nusyuz.23
Pertama, jika istri mulai terlihat melakukan Nusyuz, maka suami harus
memberikan peringatan dan pengajaran dengan cara yang baik kepada
istrinya yang menjelaskan tindakannya telah menyalahi aturan agama dan
berpotensi hak suami tidak terpenuhi sebagaimana mestinya.Kedua jika
tahapan pertama sudah dilakukan dan belum ada perbaikan dalam diri istri
untuk meninggalkan perbuatan Nusyuz maka tindakan suami selanjutnya
adalah pisah ranjang atau pisah tempat tidur dalam arti menghentikan
hubungan seksual dan tetap menjaga komunikasi antara satu dengn yang
lain. Ketiga jika tahapan kedua pun belum berhasil juga, maka suami dapat
memberikan pukulan ringan yang tidak menyakiti dengan niat ingin
memberikan edukasi terhadap istri bukan atas dasar kebencian. Ketika
tahapan ketiga telah dilaksanakan dan istri tetap melakukan Nusyuz
tehadap suaminya maka suami berhak untuk melakukan perceraian
dengan istrinya.24
Secara pemahaman mendasarnya, hubungan seksual antara suami
istri adalah boleh sebagaimana gagasan yang mengatakan:

‫عقد يتضمن اباحة الوطء بلفظ االنكاح‬


Artinya : “Pernikahan merupakan akad atau perjanjian yang memiliki arti
membolehkan untuk berhubungan seksual dengan menggunakan lafadz nakaha”25
Pernyataan gagasan ini menjadi petunjuk akan berhubungan badan
diperbolehkan selama tidak ada dalil yang mengharamkannya. Hal ini
selaras dengan kaidah fiqih yang menyatakan bahwa :

َ ‫اء اإلبَاحَةُ َحتَئ ي َ ُد َّل ال َّد ِل ْي ُل‬


‫علَئ‬ ْ َ ‫ص ُل فِي اْل‬
ِ َ ‫شي‬ ْ َ‫اال‬
Artinya : “Hukum asal sesuatu adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukan
keharamannya”26
Salah satu contoh dari pola menggauli yang bertentangan dengan
konsep muasyarah bil ma’ruf ialah ketika suami yang hendak melakukan

23Amir Syarifuddin, …, Hlm. 192.


24Amir Syarifuddin, …, Hlm. 193.
25 Ali Wafa, …, Hlm. 30.

26 Duski Ibrahim, Al-Qawa’id Al-Fiqhiyah (Kaidah-Kaidah Fiqh), (Palembang: CV.

Amanah, 2019), Hlm. 60.

49
hubungan seksual dengan istrinya padahal diketahui istrinya sedang
kelelahan setelah pulang dari kantor maka suami tersebut tidak
melaksanakan konsep muasyarah bil ma’ruf dan melakukan Nusyuz terhadap
istrinya karena tidak menggaulinya secara patut. Suami memaksa untuk
memuaskan hasrat seksualnya ketika istri sedang kelelahan dan ditempat
yang tidak senonoh. Hubungan seksual seperti ini memang perlu dihindari
karena demi menjaga maqashid syariah (tujuan-tujuan syariah) yaitu hifz nafs
(menjaga diri) dari hal-hal yang menyebabkan kemudharatan pada dirinya.
Istri merasakan kelelahan yang luar biasa karena ia telah lelah bekerja
seharian yang dapat membahayakan kesehatan dan istri pun tidak
mendapatkan kepuasan seksual seperti yang diharapkan. Hal ini pun perlu
dihindari sebagaimana kaidah yang mengatakan:

َ ‫َال ض ََر َر َو َال ِض َر‬


‫ار‬
Artinya “Tidak boleh membuat kemudharatan dan tidak boleh memudharatkan
orang lain”27
Tentu saja hubungan seksual yang bertentangan dengan konsep muasyarah
bil ma’ruf sebagaimana contoh di atas akan membahayakan kesehatan istri
yang sedang sakit. Meskipun ada kemaslahatan berupa tersalurnya hasrat
seksual suami secara benar namun hal ini perlu dihindari demi kepentingan
menjaga maqasid syariah yakni hifz nafs menjaga diri istri dari hal yang
memudharatkan dirinya. Hal ini pun sejalan dengan kaidah yang
mengatakan:

‫ح‬ ِ ‫علَئ َج ْل‬


ِ ‫ب المصَا ِل‬ َ ‫س ِد ُمقَ َد ُم‬
ِ ‫د َْر ُء ال َمفَا‬
Artinya : “Menolak kerusakan harus diutamakan daripada mengambil
kemashlahatan”28
Oleh karena itu menolak berhubungan seksual lebih diutamakan
guna menghindari kemudharatan yang timbul karena istri sedang sakit dari
pada tetap melangsungkan hubungan seksual walaupun suami
mendapatkan kemashlahatan berupa tersalurkannya hasrat seksual
dirinya.

27 Abdurrahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2010), Hlm. 332.


28 Duski Ibrahim, …, Hlm. 84.

50
Penutup

Hubungan biologis menjadi hak bersama antara suami dan istri


yang tentunya harus dilakukan dengan baik dan patut berdasarkan
muasyarah bil ma’ruf. Muasyarah bil ma’ruf merupakan pola pergaulan suami
sitri yang mengutamakan rasa pertemanan, persahabatan kekerabatan,
maupun kekeluargaan yang didasari dengan sifat saling mencintai dan
menyayangi.
Konsep ini perlu diperhatikan agar terciptanya sifat saling
memahami antara satu sama lain dalam memenuhi kenutuhan biologis baik
suami istri. Disisi lain dengan terimplementasinya konsep ini dengan baik
maka suami istri pun terhindar dari perlakuan marital rape dan akan
merugikan satu sama lain. Ketika salah satu antara suami istri tidak
melaksanakan muasyarah bil ma’ruf maka sejatinya ia telah melakukan
Nusyuz.

Daftar Pustaka
Buku
Al Asqalani, Ibnu Hajar. Bulughul Maram Min Adilltil Ahkam. Semarang:
Toha Putra.
Dahlan, Abdurrahman. Ushul Fiqh. Jakarta: Amzah. 2010.
Ghozali, Abdul Rahman. Fiqh Munakahat. Jakarta: Rajagrafindo. 2010.
Halim, Abdul Hamid. Mabadiul Awaliyah: Fii Ushul Fiqh Wa Qawaidul
Fiqhiyah. Jakarta: Saidah Putra., 1927.
Ibrahim, Duski. Al-Qawa’id Al-Fiqhiyah (Kaidah-Kaidah Fiqh). Palembang:
CV. Amanah. 2019.
Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana. 2014.
Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan di Indonesia, Jakarta: UIP. 2014
Wafa, Ali. Hukum Perkawinan di Indonesia : Sebuah Kajian dalam Hukum Islam
dan Hukum Materil. Pamulang: Yayasan Asy-Syari’ah Modern
Indonesia. 2014.

Makalah
Al Badriyah, Athiyatus Sa’adah. Pemikiran Kiai Husain Muhammad Tentang
Mu’asyaroh Bil Ma’ruf Antara Suami-Istri dalam Upaya Membetuk
Keluarga Sakinah (Analisis Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam).
Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo
Semarang, Semarang. 2014.

51
Purnamasari, Ayu. Analisis Pemikiran Husein Muhammad dan Siti Musdah
Mulia Tentang Konsep Mu’asyarah Bil Ma’ruf dalam Membangun
Keluarga Sakinah. Skripsi Fakultas Syari’ah Raden Intan Lampung,
Lampung. 2021.
Sri Lestari. Urgensi dan Implementasi Mu’asyarah Bi Al-Ma’ruf Dalam Relasi
Seksual Suami-Istri. Skripsi Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Yogyakarta. 2005.

Laporan
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Perempuan Dalam
Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber,
Perkawinan Anak, Perkawinan Anak dan Keterbatasan di Tengah Pandemi,
Jakarta: CATAHU. 2021.

52
LEGALITAS TEBUS MURAH DALAM
PERSPEKTIF HUKUM FIQH

Diki Nofa Syakbani


Hukum Ekonomi Syariah, dikinofa10@gmail.com

Pendahuluan
Jual beli merupakan kegiatan rutinitas yang dilakukan manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu contoh dari jual beli
yakni membeli produk di pasar swalayan atau bisa disebut juga minimarket.
Minimarket seperti Indomaret, Alfamart, dan lain-lain biasanya
memberikan promo tebus murah kepada pelanggannya. Adapun,
mekanisme tebus murah yaitu apabila seorang pelanggan membeli produk
mencapai batas nominal tertentu, maka kasir akan menawarkan produk
tertentu dengan harga yang lebih murah kepada pelanggan tersebut.1
Promo tebus murah ini memang sangat menguntungkan pelanggan
sehingga banyak pelanggan yang menyukainya, terlebih produk tebus
murah yang ditawarkan memang produk yang ingin dibelinya. 2 Di sisi lain,
minimarket tidak mengalami kerugian karena pada dasarnya tebus murah
ini merupakan salah satu bentuk promosi dari minimarket untuk
meningkatkan jumlah pelanggan.
Belum lama ini muncul unggahan viral oleh KH Muhammad
Shiddiq Al-Jawi di kanal YouTube “Ngaji Shubuh” yang menjelaskan
bahwa tebus murah hukumnya haram.3 Pernyataan ini bertentangan
dengan QS. Al-Baqarah ayat 275:
ۗ ‫الر ٰب‬
‫وا‬ ِ ‫َوا َ َح َّل اللّٰهُ ا ْلب َ ْي َع َوح ََّر َم‬
Artinya: “Dan Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
Di sisi lain terdapat sabda Rasulullah Saw. yang intinya melarang
adanya dua jual beli dalam satu jual beli. Sekilas mekanisme tebus murah

1 Achmad Dwi Afriyadi, Pengusaha Ritel Jawab Isu Tebus Murah yang Disebut Haram,

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5808843/pengusaha-ritel-jawab-isu-tebus-
murah-yang-disebut-haram, diakses pada tanggal 20 Maret 2022.
2 Advenia Elisabeth, Tebus Murah di Minmarket disebut Haram?
https://economy.okezone.com/read/2021/11/12/320/2500938/tebus-murah-di-minimarket-
disebut-haram-pengusaha-ritel-bilang-begini?page=1, diakses pada tanggal 20 Maret 2022.
3 Inibaru.id, Tebus Murah di Minimarket disebut Haram, Benar Nggak sih?,

https://inibaru.id/hits/tebus-murah-di-minimarket-disebut-haram-benar-nggak-sih, diakses
pada tanggal 21 Maret 2022.

53
sama seperti yang dijelaskan dalam hadis tersebut, namun jika dianalisis
lebih dalam, tebus murah bukanlah sebuah jual beli melainkan hanyalah
sebuah penawaran dari minimarket. Apabila pelanggan menolak tawaran
produk tebus murah tersebut, maka jual beli yang dilakukan tetap sah.
Tidak ada ayat di dalam Alquran maupun satu hadis pun yang
secara eksplisit menjelaskan bahwa tebus murah hukumnya haram atau
halal, dan adanya unggahan tersebut yang tentunya menimbulkan
kekhawatiran dan kebimbangan masyarakat muslim dalam melakukan
transaksi tebus murah di minimarket. Berdasarkan argumen tersebut di atas,
masalah ini layak untuk diteliti lebih lanjut.

Hukum Jual Beli dan Jual Beli yang Dilarang


Selain terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 275, hukum jual beli
juga terdapat dalam firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 29:

ٍ ‫َارةً عَنْ ت َ َر‬


‫اض‬ ِ َ‫ٰيٖٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْوا َال تَأ ْ ُكلُ ْٖٓوا ا َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ِبالْب‬
َ ‫اط ِل ا َّ ِٖٓال ا َنْ تَك ُْونَ ِتج‬
)٩٢( – ‫س ُك ْم ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬ َ ُ‫ِم ْن ُك ْم ۗ َو َال ت َ ْقتُلُ ْٖٓوا ا َ ْنف‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
Kebolehan jual beli juga diperkuat dengan sabda Rasulullah Saw. :

:‫س ِئ َل‬ُ – ‫عَنْ ِرفَاعَةَ ْب ِن َرا ِف ٍع – رضي الله عنه – أَنَّ اَلنَّ ِب َّي – صلى الله عليه وسلم‬
ُ‫ص َّح َحه‬ ُ ‫ ( َر َواهُ ا َ ْلبَ َّز‬.‫ور‬
َ ‫ َو‬،‫ار‬ َّ َ ‫ع َم ُل ا‬
ٍ ‫ َو ُك ُّل بَ ْي ٍع َم ْب ُر‬,‫لر ُج ِل ِبيَ ِد ِه‬ ُ َ‫ب أ َ ْطي‬
َ :َ‫ب? قَال‬ ِ ‫س‬ ُّ َ ‫أ‬
ْ ‫ي ا َ ْل َك‬
) ‫ا َ ْلحَا ِك ُم‬
Artinya: “Dari Rifa’ah bin Rafi’ ra. bahwasanya Nabi SAW ditanya: Pencaharian
apakah yang paling baik? Beliau menjawab: ialah yang bekerja dengan tangannya
sendiri dan tiap-tiap jual beli yang baik”. (HR. Bazar dan dinilai shahih oleh
Hakim).4
Berdasarkan ayat dan hadis di atas, sudah jelas bahwa hukum asal
dari jual beli adalah halal. Jual beli dapat sah dan halal hukumnya selama
memenuhi rukun dan syarat jual beli serta terhindar dari riba, gharar,
maysir, dan tadlis. Adapun rukun jual beli yaitu : Pertama, akad (ijab kabul),
jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan kabul dilakukan sebab ijab
kabul menunjukkan kerelaan (keridaan). Kedua, orang yang berakad

4 Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Syarah Bulughul Maram, Jilid 4, (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2006), Hlm. 223.

54
(subjek), dalam jual beli tidak mungkin terjadi tanpa adanya orang yang
melakukannya, dan orang yang melakukan harus beragam Islam, balig, dan
tidak terpaksa. Ketiga, objek jual beli atau yang menjadi sebab terjadinya
perjanjian jual beli. Keempat, ada nilai tukar pengganti barang, nilai tukar
pengganti barang, yaitu sesuatu yang memenuhi tiga syarat; bisa
menyimpan nilai (store of value), bisa menilai atau menghargakan suatu
barang (unit of account) dan bisa dijadikan alat tukar (medium of exchange).5
Adapun syarat jual beli yakni : pertama, penjual dan pembeli
melakukan transaksi dengan sadar dan ridha; kedua, pihak yang
bersangkutan, pembeli dan penjual, harus sudah dewasa, cakap, dan dalam
kondisi sadar saat melakukan transaksi; ketiga, adanya akad alias
kesepakatan jual beli kedua belah pihak; keempat, barang yang
diperjualbelikan adalah dimiliki sepenuhnya oleh penjual; kelima, objek
yang diperjual belikan bukanlah barang yang terlarang atau haram; dan
yang keenam, harga jual beli itu harus jelas. Ini adalah asas transparansi.
Selain tanpa paksaan, jual beli dalam Islam harus mengedepankan
kejujuran, sehingga dua pihak yang bertransaksi sama-sama tahu berapa
nilai transaksi mereka.
Apabila dalam jual beli ada rukun maupun syarat yang tidak
terpenuhi, maka jual beli tersebut tidak sah atau batal. Selain riba, gharar,
maysir, dan tadlis, terdapat juga jual beli yang diharamkan atau dilarang,
yakni: Pertama, jual beli barang yang najis, seperti anjing, babi, berhala,
bangkai, dan khamar. Kedua, jual beli sperma hewan, seperti mengawinkan
domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh keturunan. Ketiga, jual
beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya. Jual beli
seperti ini dilarang, karena barangnya belum ada dan tidak tampak.
Keempat, jual beli dengan muhaqallah. Maksud muhaqallah di sini ialah
menjual tanaman-tanaman yang masih di ladang atau di sawah. Hal ini
dilarang agama sebab ada persangkaan riba di dalamnya. Kelima, jual beli
dengan mukhadarah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk
dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga yang masih
kecil-kecil, dan yang lainnya. Hal ini dilarang karena barang tersebut masih
samar, dalam artian mungkin saja buah tersebut jatuh tertiup angin
kencang atau lainnya sebelum diambil oleh pembelinya.
Keenam, jual beli dengan muammassah, yaitu jual beli secara sentuh
menyentuh, misalkan seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya
di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah
membeli kain tersebut. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan

5 Shobirin, Jual Beli dalam Pandangan Islam, Bisnis: Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam,

vol. 3, no. 2, (2015), Hlm. 246.

55
kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak. Ketujuh,
jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli dengan cara lempar melempar,
seperti seseorang berkata, “lemparkan kepadaku apa yang ada padamu,
nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku”. Setelah terjadi
lempar melempar, terjadilah jual beli. Hal ini dilarang karena mengandung
tipuan dan tidak ada ijab kabul. Kedelapan, jual beli dengan muzabanah,
yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang kering, seperti menjual
padi kering dengan bayaran padi basah, sedangkan ukurannya dihitung
dengan kiloan sehingga akan merugikan pemilik padi kering. Kesembilan,
menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan. Menurut
Syafi‟i penjualan seperti ini mengandung dua arti, yang pertama seperti
seseorang berkata, “kujual buku ini seharga Rp. 10.000 dengan tunai atau
Rp. 15.000 dengan cara utang”. Arti kedua ialah seperti seseorang berkata,
“Aku jual buku ini kepadamu dengan syarat kamu harus menjual tasmu
kepadaku”..6

Tebus Murah dan Pendapat yang Menyebutnya Haram


Tebus murah merupakan istilah untuk jual beli dalam rangka
promosi yang dilaksanakan oleh sebagian minimarket. Mekanisme
dasarnya, pembeli akan dapat membeli produk-produk tertentu dengan
harga murah, dengan syarat dia harus membeli dulu produk barang atau
jasa dengan nilai tertentu. Contohnya, jika pembeli membeli produk barang
dengan nilai minimal Rp. 100.000, pembeli dapat menebus murah 2 liter
minyak goreng merek tertentu seharga Rp. 12.900. Biasanya barang yang
ditebus murah adalah private label, yaitu barang dengan merek yang
diciptakan dan dimiliki oleh minimarket itu sendiri. Tebus murah juga dapat
diperoleh jika pembeli membayar angsuran, tagihan, tiket, transportasi,
atau pelayanan jasa lainnya di minimarket tertentu, dan menyatukan
transaksi itu dengan pembelian produk tebus murah dalam satu transaksi.
Misalnya, jika pembeli membeli tiket pesawat, dia dapat menebus murah 2
liter minyak goreng (private label).7
Jual beli seperti ini termasuk kategori jual beli bersyarat, karena
mensyaratkan seseorang untuk membeli sesuatu yang lain agar bisa
mendapatkan sesuatu yang konsumen inginkan. Padahal, jual beli
bersyarat hampir sama dengan jual beli dengan dua harga, hanya saja,

6 Febi Rohmat Habibi, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Transaksi Jual Beli Tebus Murah

(Di Indomaret Turi Raya Al-Zaitun, Kecamatan Tanjung Senang, Kota Bandar Lampung), Skripsi
Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung, 2020, Hlm. 46-47.
7 Muhammad Shiddiq Al-Jawi, Keterangan dalam Acara Ngaji Subuh: Kajian Soal Jawab

Fiqih : Hukum Tebus Murah, (Kamis, 10 Juni 2021).

56
dalam jual beli bersyarat harga yang kedua dianggap sebagai syarat.8 Jual
beli dua harga merupakan jual beli yang dilarang oleh Rasulullah. K.H.
Muhammad Shiddiq dalam “Kajian Tanya Jawab Fiqih” pada kanal Ngaji
Shubuh juga menyebutkan hukum tebus murah adalah haram secara
syariah, berdasarkan 2 alasan sebagai berikut:9 Pertama, dalam tebus murah
tersebut telah terjadi penggabungan dua akad dalam satu akad (shafqataini
fi shafqah wahidah), atau berlangsung satu akad yang mensyaratkan adanya
akad lain,yang demikian itu telah dilarang sesuai hadis dari Ibnu Mas’ud
ra., yang berkata:

‫نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صفقتين في صفقة واحدة‬
Artinya: “Rasulullah SAW telah melarang dua kesepakatan dalam satu
kesepakatan”10
Pemaknaan dari sabda Rasulullah Saw. “dua kesepakatan dalam
satu kesepakatan”, menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani adalah adanya
dua akad dalam satu akad.11 Dengan kata lain, hadis tersebut melarang
adanya satu akad yang mensyaratkan adanya akad lain.12 Contohnya,
seseorang berkata “Aku mau menjual baju ini kepadamu dengah harga Rp.
50.000 tapi dengan syarat kamu mengecat dinding rumahku. Berdasarkan
penjelasan ini, jelaslah bahwa tebus murah hukumnya haram, karena telah
mensyaratkan akad jual beli tebus murah dengan syarat pembelian barang
lain lebih dulu
Kedua, dalam tebus murah tersebut telah terjadi penggabungan
dua akad jual beli dalam satu akad jual beli. Penggabungan dua akad jual
beli menjadi satu jual beli secara khusus juga telah dilarang sesuai hadits
dari Abu Hurairah ra. :

‫نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن بيعتين في بيعة‬


Artinya: “Rasulullah SAW telah melarang dua jual beli dalam satu jual beli”13
Hadist di atas mempunyai makna yang sama dengah hadist
sebelumnya, hanya saja lebih khusus. Hadist di atas secara khusus
melarang penggabungan dua akad (kesepakatan) jual beli menjadi satu jual

8 Febi Rohmat Habibi, …, Hlm. 46-47.


9Muhammad Shiddiq Al-Jawi. Keterangan dalam Acara Ngaji Subuh: Kajian Soal Jawab
Fiqih : Hukum Tebus Murah. (Kamis, 10 Juni 2021).
10 Ahmad, Musnad Ahmad, Juz 1, no. 3783, Hlm. 398.

11 Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, Juz II, Hlm. 305.

12 Taqi Utsmani, Fiqh Al-Buyu’, Juz I, Hlm. 506.

13 At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, no. 1231.

57
beli.14. Berdasarkan dua dalil tersebut, tebus murah menurut K.H.
Muhammad Shiddiq hukumnya haram secara syariat, baik bagi pembeli
maupun bagi penjual (minimarket) yang mengadakannya. 15

Pendapat yang Membolehkan Tebus Murah


Dalam promo tebus murah, seseorang bisa membeli produk
tertentu dengan harga yang sangat murah dengan syarat ia membeli
produk lain minimal dengan harga tertentu. Promo tersebut diperbolehkan
tetapi dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut: Pertama, barang atau
produk yang dibeli beserta promonya adalah barang atau produk yang
halal dan legal serta prioritas untuk dimiliki. Oleh karena itu, barang atau
produk yang tidak halal atau ilegal itu tidak boleh menjadi produk yang
dibeli atau objek promo. Begitu pula idealnya barang-barang yang bukan
prioritas untuk dimiliki itu tidak boleh dibeli. Kedua, promo tersebut tidak
boleh dilakukan sebagai bentuk modus penjual untuk melakukan pinjaman
berbunga atau transaksi yang terlarang lainnya, seperti penipuan dan
rekayasa dalam demand. Ketiga, sumber promo tersebut tidak boleh berasal
dari dana pembeli, tetapi harus berasal dari dana penjual, seperti
biaya marketing.16
Alasan pertama diperbolehkannya tebus murah, yaitu dalam
transaksi jual beli tidak ada larangan bagi penjual untuk memberikan bonus
atau promo dengan syarat harus membeli barang atau jasa dengan nominal
tertentu kepada pembeli, karena selama tidak ada nash Alquran, hadis,
dan ijma’ (konsensus ulama) yang melarang praktik tersebut maka berlaku
kaidah usul fikih, “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”
Alasan kedua yaitu barang yang ditawarkan dalam tebus murah
bukanlah barang yang memang dari awal diinginkan pelanggan. Barang
tebus murah hanyalah suatu promo atau bonus karena pelanggan telah
mencapai nominal tertentu sehingga bisa membeli barang tertentu dengan
harga lebih rendah daripada harga aslinya.
Alasan ketiga karena tebus murah bukan termasuk dalam kategori
dua akad dalam satu akad yang dilarang dalam hadis. Tebus murah
hanyalah sebuah promosi atau penawaran yang bersifat tidak mengikat
sehingga jika pelanggan tidak mau melakukannya, maka jual beli yang
dilakukan sebelumnya tetap sah.

14 Taqi Utsmani, …, Hlm. 506.


15 Muhammad Shiddiq Al-Jawi. Keterangan dalam Acara Ngaji Subuh: Kajian Soal Jawab
Fiqih : Hukum Tebus Murah, (Kamis, 10 Juni 2021).
16 Oni Sahroni , Promo Tebus Murah, https://www.republika.id/posts/22155/promo-

tebus-murah, diakses pada tanggal 22 Maret 2022.

58
Sah tidaknya jual beli berkaitan dengan rukun dan syarat. Jika
ditinjau dari rukun dan syaratnya, maka praktik jual beli tebus murah di
minimarket sudah terpenuhi, di mana barang atau objek yang dijadikan
tebus murah sudah jelas sepesifikasinya baik jenis, kualitas, kuantitas.
Kemudian harga asli tertera dan bermanfaat untuk pembeli, serta saling
rida diantara penjual dan pembeli dikarenakan tidak ada unsur pemaksaan
apabila pembeli tidak ingin mengambil tebus murah tersebut. Pada
dasarnya, diadakannya program tebus murah ini hanya untuk menarik
pembeli sehingga bisa mempertahankan pelanggan dan bisa mencapai
target penjualan.
Islam telah mengatur segala aspek agar semua pihak terhindar dari
kerugian di akhirat. Praktik jual beli tebus murah telah dibenarkan dalam
Islam karena mematuhi syarat dan rukun serta terhindar dari segala yang
dilarang. Jadi, praktik jual beli tebus murah diperbolehkan atau tidak
diharamkan karena tidak ada unsur gharar dan unsur membawa kepada
yang diharamkan dan menimbulkan mudharat.17

Penutup

Legalitas atau keabsahan dari tebus murah berkaitan dengan rukun


dan syarat. Jika, ditinjau dari rukun dan syaratnya, maka praktik jual beli
tebus murah di minimarket sudah terpenuhi. Dalam tebus murah, dapat
ditarik kesimpulan terdapat dua hukum yakni haram dan halal. Pertama,
dihukumi haram sebab menilai tebus murah sebagai akad jual beli yang
disyaratkan dan memang berniat untuk membeli produk tebus murah
tersebut sehingga membeli produk-produk lain hingga mencapai batas
nominal yang ditentukan. Dengan demikian, tebus murah memang haram
sebagaimana yang telah di sabdakan Rasulullah Saw.
Kedua, dihukumi halal sebab menilai tebus murah hanyalah
promosi yang tidak mengikat sehingga tidak merusak jual beli sebelumnya.
Masyarakat pada umumnya pasti tidak datang ke minimarket hanya untuk
membeli produk dari tebus murah yang memerlukan syarat berupa belanja
dengan nominal tertentu yang lebih mahal daripada produk tebus murah
itu sendiri. Adapun membeli produk tebus murah tetap boleh karena
transaksi tersebut merupakan sebuah bentuk potongan harga dan tidak
menimbulkan efek apapun pada transaksi sebelumnya.

17 Misbachul Munir, Praktik Jual Tebus Murah Di Alfamart Dalam Perspektif Hukum Islam
Dan Etika Bisnis Islam, Skripsi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta,
2021, Hlm. 4-5.

59
Daftar Pustaka
Buku
Ahmad. Musnad Ahmad. Juz 1. no. 3783.
Al Bassam, Abdullah bin Abdurrahman. Syarah Bulughul Maram Jilid 4.
Jakarta: Pustaka Azzam. 2006.
At-Tirmidzi. Sunan At-Tirmidzi. no. 1231.
Taqi Utsmani. Fiqh Al-Buyu’. Juz I.
An-Nabhani, Taqiyuddin. Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah. Juz II.

Artikel Jurnal
Shobirin, Jual Beli dalam Pandangan Islam. Bisnis: Jurnal Bisnis dan
Manajemen Islam. vol. 3. no. 2. 2015.

Makalah
Habibi, Febi Rohmat. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Transaksi Jual Beli Tebus
Murah (Di Indomaret Turi Raya Al-Zaitun, Kecamatan Tanjung Senang,
Kota Bandar Lampung). Skripsi Fakultas Syariah UIN Raden Intan
Lampung. 2020.
Munir, Misbachul. Praktik Jual Tebus Murah Di Alfamart Dalam Perspektif
Hukum Islam Dan Etika Bisnis Islam. Skripsi Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2021.

Wawancara
Al-Jawi, Muhammad Shiddiq. Keterangan dalam Acara Ngaji Subuh: Kajian
Soal Jawab Fiqih: Hukum Tebus Murah. Kamis. 10 Juni 2021.

Internet
Afriyadi, Achmad Dwi. Pengusaha Ritel Jawab Isu Tebus Murah yang Disebut
Haram. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-
5808843/pengusaha-ritel-jawab-isu-tebus-murah-yang-disebut-
haram.
Elisabeth, Advenia. Tebus Murah di Minmarket disebut Haram?.
https://economy.okezone.com/read/2021/11/12/320/2500938/tebus-
murah-di-minimarket-disebut-haram-pengusaha-ritel-bilang-
begini?page=1.
Inibaru.id. Tebus Murah di Minimarket disebut Haram, Benar Nggak sih?.
https://inibaru.id/hits/tebus-murah-di-minimarket-disebut-haram-
benar-nggak-sih.
Sahroni, Oni. Promo Tebus Murah.
https://www.republika.id/posts/22155/promo-tebus-murah.

60
BAB II
Paradigma Demokrasi, Hak Asasi Manusia,
dan Hukum Internasional dalam
Bingkai Kontroversi Isu
PROSPEKSI KELAM PENYELENGGARAAN
PEMILIHAN UMUM SERENTAK: BERKACA
DARI PENGALAMAN TUNANETRA 2019

Rayhan Naufaldi Hidayat


Ilmu Hukum, rayhanaufaldi@gmail.com

Pendahuluan
Pemilihan Umum (Pemilu) serentak merupakan salah satu
instrumen aktual yang menjadi manifestasi dari kedaulatan rakyat dalam
alam demokrasi di Indonesia. Rakyat yang berperan sebagai pemilih (voter)
saat ini dihadapkan dengan beberapa pemilihan sekaligus baik di tingkat
nasional, maupun di tingkat daerah. Tujuan utama dari diadakannya
konsepsi tersebut ialah untuk menciptakan ruang bagi para pemilih agar
dapat menentukan pilihannya dengan cerdas dan untuk menciptakan
kestabilan terhadap pemerintahan yang terbentuk dari keselarasan hasil
Pemilu. 1 Lebih luas daripada itu, Andrew Reynolds berpandangan bahwa
tujuan dari diadakannya pesta demokrasi itu hanyalah untuk memudahkan
rakyat dan dapat bermakna. 2
Kemudahan bagi pemilih yang menjadi bagian integral dari tujuan
Pemilu pada kenyataannya tidak terwujud dalam konsep Pemilu serentak
yang diselenggarakan pada tahun 2019. Survey Publik P2P Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat bahwa 74% dari 1.500 pemilih yang
menjadi sample berpendapat bahwa Pemilu serentak 2019 justru
mempersulit pemilih. 3 Mereka mengeluhkan pencoblosan saat di bilik
suara yang begitu banyak dalam satu waktu. Hal senada juga dialami oleh
1.247.730 pemilih dari golongan disabilitas, khususnya 166.364 pemilih
tunanetra yang menemui kendala serius saat menyalurkan suaranya dalam
Pemilu serentak 2019. 4

1 Kementrian Dalam Negeri RI, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang

Penyelenggaraan Pemilihan Umum, (Jakarta, 2016), Hlm. 43.


2 Andrew Reynolds dkk, Electoral System Design: The New International IDEA Handbook

(Swedia: International Institute for Democracy and Electoral Assistance, 2005), Hlm. 10.
3 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Database Pemilu Serentak 2019 Dan Demokrasi

Di Indonesia: Survei Opini Publik Pasca-Pemilu 2019, (Jakarta, 2020), Hlm. 71-72.
4 Arief Budiman, Konferensi Pers Pasca Rapat Pleno Penetapan Daftar Pemilih Tetap Hasil

Perbaikan II Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019 (Jakarta, Sabtu 15 Desember 2018).

62
Pemilih dengan keterbatasan netra kerap kali berkendala dengan
mekanisme pemungutan suara yang harus menggunakan template braille
atau pendamping khusus. Indah L. Kurniawan sebagai penggiat Pemilu
akses tunanetra mengungkapkan bahwa model template braille yang
digunakan belum ideal, mengingat format penulisannya yang terpenggal-
penggal membuat pemilih dari golongan disabilitas netra sulit untuk
membacanya dengan perabaan dan titik braille yang kurang timbul
menjadikannya sulit untuk diraba. Tidak hanya itu, pemanfaatan
pendamping khusus telah menderogasi kerahasian pemilih disabilitas
netra, karena pihak yang mendampingi harus membacakannya dengan
suara yang terdengar hingga ke luar bilik. 5 Alhasil, realita tersebut
membuat pemilih tunanetra cenderung untuk melakukan pencoblosan
secara asal, sehingga tidak dapat menuangkan pilihannya dengan jujur
berdasarkan hati nurani.
Persoalan konkrit bagi pemilih tunanetra terkait mekanisme
pemungutan suara dalam Pemilu serentak yang kurang adaptif bermula
dari regulasi. Permasalahan normatif nampak dengan jelas pada Pasal 341
ayat (2) juncto Pasal 356 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum yang melimitasi pemungutan suara dalam dua model,
yaitu memanfaatkan pendamping atau dukungan peralatan tambahan
berupa alat bantu tunanetra. Penjelasan selengkapnya termuat pada Pasal
25 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2018
tentang Norma, Standar, Prosedur, Kebutuhan Pengadaan dan
Pendistribusian Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilihan Umum yang
pada pokoknya mengatur bahwa alat bantu tunanetra dalam Pemilu
serentak ialah template yang bertuliskan huruf braille. Ketentuan tersebut
sedikitnya telah menempatkan pemilih tunanetra dalam posisi yang
dilematis, di satu sisi, apabila mereka hendak mencoblos secara mandiri
akan dihadapkan dengan template braille yang begitu menyulitkan, namun
di sisi lain, jika mereka hendak menggunakan pendamping agar praktis,
konsekuensinya ialah kerahasiaan atas pilihan mereka menjadi terenggut.
Penggunaan pemungutan suara yang tidak proporsional bagi
pemilih tunanetra sejatinya merupakan bentuk pengingkaran terhadap
semangat penghormatan, perlindungan, pemajuan dan pemenuhan hak-
hak kaum disabilitas. Pengaturan mekanisme pemungutan suara bagi
pemilih tunanetra sama sekali tidak memperhatikan asas aksesibilitas
sebagaimana yang termaktub pada Pasal 2 huruf H Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Aksesibilitas sendiri

5 Indah L. Kurniawan, Interview Perihal Pemilihan Umum Akses Bagi Tuna Netra Tahun

2019, (Jakarta, Jum'at 30 Juli 2021).

63
merupakan asas fundamental yang menghendaki adanya kemudahan bagi
penyandang disabilitas dengan ragam apapun saat memanfaatkan fasilitas
publik atau berpartisipasi dalam kegiatan kolektif berdasarkan prinsip
kemandirian. 6 Tidak terciptanya kemudahan bagi pemilih disabilitas netra
dalam konteks Pemilu serentak merupakan contoh nyata dari gagalnya
negara dalam melakukan pemenuhan hak penyandang disabilitas,
khususnya hak politik.
Tidak terpenuhinya hak politik pemilih tunanetra dalam Pemilu
serentak ialah bukti dari gagalnya negara dalam menjalankan amanat
konstitusi berupa penghormatan, perlindungan, pemajuan dan pemenuhan
terhadap hak dasar penyandang disabilitas. Hal itu ditegaskan secara
eksplisit dalam Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yaitu “Setiap orang berhak
mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan”.7 Artinya, pemilih disabilitas netra memiliki hak secara
konstitusional pula untuk mendapatkan kemudahan atas mekanisme
pemungutan suara dalam konteks Pemilu serentak demi terwujudnya cita
kesetaraan. Terpenuhinya hak-hak kaum minoritas merupakan indikator
dari terciptanya Pemilu yang diselenggarakan secara demokratis.
Pemilu demokratis tidak dapat terlepas dari unsur pemenuhan
hak-hak asasi manusia di dalamnya. Hal itu dikarenakan korelasi antar
keduanya sangat erat, bagaikan conditio sine qua non (The one can not exist
without others). Pesta rakyat tersebut baru dapat dikatakan demokratis
apabila memenuhi sembilan standardisasi utama, yaitu diadakan pada
interval yang wajar, semua kursi dalam satu majelis legislatif untuk dipilih
secara populer, hak pilih yang universal dan terjamin, penghormatan
terhadap hak warga negara untuk mencari jabatan, penghormatan atas hak
mendirikan partai politik dan memastikan partai tersebut dapat bersaing
atas dasar perlakuan yang sama di depan hukum, memastikan bahwa
kampanye politik dapat dilakukan dalam suasana yang bebas dan adil
tanpa tindakan administratif, kekerasan, intimidasi, atau ketakutan akan
pembalasan terhadap kandidat, partai, atau suara, memastikan akses tanpa
hambatan ke media atas dasar nondiskriminasi, memastikan bahwa suara
diberikan dengan pemungutan suara rahasia, dan diikuti dan dilaporkan
secara jujur, dengan hasil diumumkan, memastikan bahwa kandidat yang
memenangkan suara yang diperlukan untuk dipilih dilantik sebagaimana

6 Fajri Nursyamsi dkk, Kerangka Hukum Disabilitas Di Indonesia: Menuju Indonesia Ramah

Disabilitas (Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2015), Hlm. 11.
7 Lihat Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945

64
mestinya dan diizinkan untuk tetap menjabat sampai masa jabatan mereka
berakhir. 8 Termuatnya hak pilih yang universal dan terjamin sebagai
standar, menunjukkan bahwa semua pemilih dari golongan apapun,
termasuk kaum disabilitas memiliki hak yang sama dan setara untuk
berpartisipasi dalam Pemilu atas dasar prinsip universalitas kemanusiaan.
Seluruh standardisasi dari Pemilu demokratis sejatinya telah
terkristalisasikan dalam asas Pemilu. Seluruh asas tersebut sudah melalui
proses formalisasi ke dalam konstitusi menjadi Pasal 22E ayat (1) UUD NRI
1945. Menurut Jimly Asshiddiqie, asas-asas umum Pemilu yang terdiri dari
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil merupakan landasan
konstitusional dalam menyelenggarakan Pemilu setiap lima tahun sekali. 9
Apabila kontestasi Pemilu diadakan tanpa memperhatikan hak-hak
penyandang disabilitas, termasuk tunanetra dalam hal aksesibilitasnya,
maka konsekuensi logis yang muncul ialah penyelenggaraan Pemilu
tersebut menjadi inkonstitusional.
Realita konstitusional sebagaimana yang telah penulis jabarkan di
atas merupakan persoalan serius yang sangat urgen untuk diselesaikan. Hal
itu dikarenakan aspek aksesibilitas bagi pemilih tunanetra terhadap
mekanisme pemungutan suara dalam Pemilu serentak merupakan
aktualisasi dari asas umum, bebas, rahasia dan adil yang bersumber dari
konstitusi. Abai terhadapnya, sama saja dengan ingkar terhadap amanat
konstitusi.

Pembahasan
Asas-asas penyelenggaraan Pemilu yang telah termaktub dalam
Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 terdiri atas enam unsur atau elemen yang
menjadi satu kesatuan. Rangkaian tersebut meliputi asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber Jurdil). Awalnya, formulasi asas
penyelenggaraan Pemilu hanya berhenti sampai kata Luber pada tahun
1955. Akan tetapi, komposisinya mengalami penyempurnaan pasca
reformasi tahun 1998 dan perubahan UUD NRI 1945 menjadi Luber Jurdil
dengan penambahan asas jujur dan adil. 10
Kompilasi asas penyelenggaraan Pemilu menghendaki
kemandirian pemilih untuk menyalurkan suaranya secara langsung dan
rahasia. Topo Santoso mengafirmasi hal tersebut dengan menafsirkan asas

8 Saldi Isra dan Khairul Fahmi, Pemilihan Umum Demokratis: Prinsip-Prinsip Dalam

Konstitusi Indonesia, (Depok: Rajagrafindo Persada, 2019), Hlm. 11-21.


9 Jimly Asshiddiqie, Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), Hlm. 79.


10 Achmad Edi Subiyanto, Pemilihan Umum Serentak Yang Berintegritas Sebagai

Pembaruan Demokrasi Indonesia, Jurnal Konstitusi vol. 17, no. 2, (2020), Hlm. 361.

65
langsung yaitu pemilih berhak memilih atas dasar hati nuraninya tanpa
perantara. Proses penyalurannya tidak boleh ada yang mengetahuinya
satupun dengan cara dan jalan apapun. 11 Tentunya setiap pemilih tanpa
pengecualian berhak memperolehnya, karena konstitusi mensyaratkan
adanya perlakuan yang sama dan setara sesuai makna dari asas adil.
Indahnya kontestasi Pemilu sebagaimana imajinasi dalam UUD
NRI 1945 sangat disayangkan hanya sebatas angan-angan belaka.
Kedudukan asas yang seharusnya menjadi acuan bagi seperangkat aturan
teknis dan pelaksanaannya di TPS ternyata sama sekali tidak dihiraukan.
Setidaknya kenyataan itulah yang terjadi bagi pemilih tunanetra. Salah satu
penyebabnya yaitu penggunaan alat bantu coblos yang justru menyulitkan
mereka.
Persoalan sudah tampak sedari awal pada tataran normatif yang
melimitasi penggunaan alat bantu coblos sebagai media untuk
mempermudah pemilih tunanetra agar dapat memilih secara mandiri dan
rahasia. Peraturan dan Keputusan KPU sebagai dasar legitimasi hukumnya
memerintahkan pengadaan alat bantu coblos hanya untuk pemilihan
pasangan Presiden dan Wakil Presiden serta anggota DPD. Artinya, alat
bantu tersebut memang tidak tersedia untuk pemilihan anggota DPR dan
DPRD. Lagi pula, alat bantu coblos yang telah disediakan pun ternyata
masih belum ramah bagi pemilih disabilitas netra.
Problematika konkrit yang melanda pemilih dengan keterbatasan
pengelihatan sejatinya telah mereduksi semangat demokratisasi Pemilu
serentak. Hal itu dikarenakan implikasi yang ditimbulkannya begitu fatal
dan menciderai asas-asas penyelenggaraan Pemilu yang demokratis.
Adapun uraian selengkapnya dapat tercermin langsung dari gambar
berikut:

11 Topo Santoso dan Ida Budhiati, Pemilu Di Indonesia: Kelembagaan, Pelaksanaan, Dan

Pengawasan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2019), Hlm. 55-56.

66
Gambar 1. Akibat Rendahnya Aksesibilitas Alat Bantu Coblos

Bagan dalam gambar menunjukkan bahwa rendahnya aksesibilitas


alat bantu coblos berdampak pada timbulnya bifurkasi yang begitu nyata.
Pemilih tunanetra disudutkan menuju dua opsi, antara tidak
memanfaatkan alat bantu tersebut atau tetap menggunakannya dengan
berbagai kendala. Jika mereka tidak menggunakannya, maka satu-satunya
jalan ialah mereka harus memohon pertolongan pendamping. Sebaliknya,
bilamana mereka tetap memanfaatkan alat bantu coblos yang begitu
menyulitkan, maka konsekuensinya pemberian suara mereka menjadi tidak
leluasa atau setidaknya turut terganggu.
Hipotesa yang mengatakan bahwa rendahnya aksesibilitas alat
bantu coblos memunculkan tendensi untuk menggunakan pendamping
telah terbukti secara empirik pada pemilih tunanetra di daerah Jakarta
Selatan. Meirlinastasari Dewi salah satunya yang harus menerima realita
tersebut, karena alat bantu coblos benar-benar tidak tersedia. 12 Serupa tapi
tak sama, Sugiyo pun harus memanfaatkan pendamping untuk memilih
anggota DPR dan DPRD. Penyebabnya identik, yaitu karena alat bantu
coblos tidak diproduksi untuk keduanya. 13
Pemilih disabilitas netra yang mencoba untuk tetap memakai alat
bantu coblos di TPS pada kenyataannya tetap menemui banyak kendala.
Oki Kurnia sebagai pemilih yang tergolong di dalamnya mengungkapkan
betapa sulitnya mencoblos dengan alat bantu yang sangat besar. Ia pun

12 Meirlinastasari Dewi, Interview Perihal Kendala Pemanfaatan Alat Bantu Coblos Pada

Pemilu Serentak 2019, (Jakarta, Jum'at 12 November 2021).


13 Sugiyo, Interview Perihal Kendala Pemanfaatan Alat Bantu Coblos Pada Pemilu Serentak

2019, (Jakarta, Kamis 21 Oktober 2021).

67
menilai ukuran dan desainnya sangat tidak masuk akal untuk
dipergunakan dalam bilik suara yang sempit dan jangka waktu pemilihan
yang cukup singkat. Alhasil, suaranya jatuh kepada kadidat yang dekat
dengan perabaan jarinya saja, tanpa menghiraukan pilihan aslinya. 14
Semua pengalaman pahit yang dialami pemilih tunanetra
mencapai puncaknya pada diri Tihana. Ia sudah terlalu lama mencoba
menemukan kadidat pada alat bantu coblos. Akhirnya, dirinya meminta
pertolongan pendamping untuk mempercepat proses tersebut. Ternyata itu
pun masih belum cukup, dirinya tetap memilih secara asal dengan
menyebut pilihan suka-suka, siapa saja yang beruntung. 15
Permasalahan pemilih tunanetra di Jakarta Selatan bermula dari
rendahnya aksesibilitas alat bantu coblos. Implikasi yang muncul ialah
proses penyaluran suara mereka menjadi tidak sepenuhnya mandiri dan
rahasia, karena dilakukan oleh atau bersama pendamping. Jikalau tidak
pun, suara mereka akhirnya diberikan secara asal, karena alat bantu coblos
yang diharapkan sangat jauh dari ekspektasi semula. Alhasil,
penyelenggaraan Pemilu serentak 2019 telah terdistorsi dan gagal
mengejawantahkan asas-asas dalam konstitusi.
UUD NRI 1945 sebagai hukum tertinggi sejatinya telah
merumuskan asas luber jurdil sebagai fundamen dalam menyelenggarakan
Pemilu. Keenam asas tersebut yang telah terangkai sebelumnya ditambah
dengan asas berkala merupakan prinsip Pemilu demokratis sebagaimana
terkristalisasikan dalam UUD NRI 1945. Substansinya secara keseluruhan
menjadi cerminan dari prinsip esensial. Orientasi utamanya tentu lebih
tertuju pada jaminan hak pilih universal sebagai satu kesatuan yang bersifat
holistik dari hak asasi manusia, kebebasan dalam memberikan suara dan
kesetaraan atau persamaan hak pilih antar warga negara (equality of suffrage
among citizens). 16

Penutup
Penyelenggaraan Pemilu serentak di tanah air sejatinya masih perlu
banyak perombakan. Salah satu di antaranya terkait mekanisme
pemungutan suara bagi pemilih dari golongan tunanetra. Mereka harus
bisa dipastikan terlebih dahulu memiliki kesempatan dan akses untuk
dapat memberikan suaranya secara bebas, adil dan rahasia. Afirmasi

14 Oki Kurnia, Interview Perihal Kendala Pemanfaatan Alat Bantu Coblos Pada Pemilu

Serentak 2019, (Jakarta, Sabtu 9 Oktober 2021).


15 Tihana, Interview Perihal Kendala Pemanfaatan Alat Bantu Coblos Pada Pemilu Serentak

2019, (Jakarta, Jum'at 12 November 2021).


16 Khairul Fahmi, Pemilihan Umum Dan Kedaulatan Rakyat (Jakarta: Rajawali Pers, 2011),

Hlm. 140-142.

68
perundang-undangan dan fasilitasi terhadapnya harus diejawantahkan
secara paripurna agar penyelenggaraan Pemilu serentak dapat sepenuhnya
demokratis bagi segenap rakyat Indonesia, tanpa terkecuali.

Daftar Pustaka
Buku
Asshiddiqie, Jimly. Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Sinar Grafika. 2013.
Fahmi, Khairul. Pemilihan Umum Dan Kedaulatan Rakyat. Jakarta: Rajawali
Pers. 2011.
Isra, Saldi dan Khairul Fahmi. Pemilihan Umum Demokratis: Prinsip-Prinsip
Dalam Konstitusi Indonesia. Depok: Rajagrafindo Persada. 2019.
Nursyamsi, Fajri dkk. Kerangka Hukum Disabilitas Di Indonesia: Menuju
Indonesia Ramah Disabilitas. Jakarta: Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan Indonesia. 2015.
Reynolds, Andrew dkk. Electoral System Design: The New International IDEA
Handbook. Swedia: International Institute for Democracy and
Electoral Assistance. 2005.
Santoso, Topo dan Ida Budhiati. Pemilu Di Indonesia: Kelembagaan,
Pelaksanaan, Dan Pengawasan. Jakarta: Sinar Grafika. 2019.

Jurnal
Subiyanto, Achmad Edi. Pemilihan Umum Serentak Yang Berintegritas Sebagai
Pembaruan Demokrasi Indonesia. Jurnal Konstitusi vol. 17. no. 2. 2020.

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Laporan
Kementrian Dalam Negeri RI. Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang
Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Jakarta. 2016.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Database Pemilu Serentak 2019 Dan
Demokrasi Di Indonesia: Survei Opini Publik Pasca-Pemilu 2019. Jakarta.
2020.

Wawancara
Budiman, Arief. Konferensi Pers Paska Rapat Pleno Penetapan Daftar Pemilih
Tetap Hasil Perbaikan II Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019.
Jakarta. Sabtu 15 Desember 2018.
Dewi, Meirlinastasari. Interview Perihal Kendala Pemanfaatan Alat Bantu

69
Coblos Pada Pemilu Serentak 2019. Jakarta. Jum’at 12 November 2021.
Kurnia, Oki. Interview Perihal Kendala Pemanfaatan Alat Bantu Coblos Pada
Pemilu Serentak 2019. Jakarta. Sabtu 9 Oktober 2021.
Kurniawan, Indah L. Interview Perihal Pemilihan Umum Akses Bagi Tuna Netra
Tahun 2019. Jakarta. Jum'at 30 Juli 2021.
Sugiyo. Interview Perihal Kendala Pemanfaatan Alat Bantu Coblos Pada Pemilu
Serentak 2019. Jakarta. Kamis 21 Oktober 2021.
Tihana. Interview Perihal Kendala Pemanfaatan Alat Bantu Coblos Pada Pemilu
Serentak 2019. Jakarta. Jum’at 12 November 2021.

70
PEMILU ELEKTRONIK: PERWUJUDAN
DEMOKRASI YANG PARIPURNA

Defa Asyafa Saefullah


Hukum Tata Negara, asyafadefa@gmail.com

Pendahuluan
Secara perspektif historis, konsep demokrasi terbit dari Yunani
kuno yang dipraktekan dalam kehidupan masyarakat Yunani antara abad
ke 4 sampai dengan ke abad 6 Sebelum Masehi yang mengikutsertakan
rakyat dalam membuat keputusan – keputusan politik untuk dijalankan
secara langsung oleh warga negara dan masyarakat. Konsep demokrasi
terdahulu masih jauh dari kata sempurna karena hak – hak yang di akui
hanyalah hak – hak pria dewasa , tidak termasuk hak wanita dan hak anak.
Asal mula konsep ini menjadi embrio untuk konsep demokrasi yang lebih
sempurna, seperti revolusi di Prancis yang berhasil menggulingkan
kekuasaan absolut raja Louis XVI, serta bertransfomasinya sistem sosial
politik yang tadinya kental akan feodalisme, aristokrasi dan monarki
mutlak berubah menjadi prinsip – prinsip baru seperti liberte, egalite dan
fraternite.

Pembahasan
Demokrasi sebagai konsensualisme bangsa negara Indonesia yang
lahir dari pemikiran ulung Founding Fathers kita telah mengamanatkan
bahwa setiap hal yang bersinggungan dengan demokrasi harus dijaga
dengan utuh, kompeten dan adaptif mengutip aksioma dari Abraham
Lincoln yang mengatakan bahwa democracy is government from the people, by
the people and for the people. Prinsip yang saat ini diterapkan di negara
demokrasi manapun yaitu pemerintahan yang dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat.1 Prinsip tersebut diadopsi oleh bangsa Indonesia
sebagaimana ditegaskan di dalam konstitusi yaitu pada Pasal 1 ayat (2)
UUD NRI 1945 bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar.
Dengan adanya prinsip yang telah dikemukakan oleh Abraham
Lincoln, mengamanatkan kepada bangsa Indonesia bahwa demokrasi

1 CST. Kansil, Hukum Tata Pemerintahan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985),
Hlm. 50.

71
sebagai prinsip dasar bernegara harus dilaksanakan dengan paripurna,
sehingga pelaksanaan demokrasi tidak bisa terus – menerus dijalankan
dengan metode yang konservatif. Negara harus memutar otak untuk
merumuskan sistem Pemilu yang relevan dengan era globalisasi, era
dimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah
menimbulkan persaingan dalam berbagai bidang yang menuntut
masyarakat Indonesia untuk memantapkan diri dalam meningkatkan
kualitas dan sumber daya manusia yang unggul, mampu berdaya saing,
menguasai ilmu pengetahuan yang berbasiskan teknologi dan serba digital.
Mengingat dunia telah bergeser pada industri 4.0 dari tahun 20002 dan
berevolusi menjadi industri 5.0 pada tahun 2019, memperlihatkan bahwa
pentingnya adaptasi dalam teknologi dunia yang semakin berkembang
khususnya dalam aspek hukum dan pemerintahan.
Mengaktualisasikan penalaran Prof. Mahfud M.D yang
menjelaskan bahwa politik hukum yang adaptif dan aspiratif akan
menciptakan hukum responsif namun politik hukum yang konservatif akan
menciptakan hukum yang tirani dan ortodoks semata.3 Artinya, memang
sudah menjadi konsekuensi logis bahwa negara harus bergerak secara
dinamis, progresif, inovatif dan kreatif dalam mengakali kemajuan
teknologi dan perkembangan zaman, karena jika suatu negara tidak
mampu lagi bersaing dari segi kemajuan teknologi, yang ada hanya tinggal
kemunduran dan ketertinggalan.
Pemilu elektronik sendiri sejatinya merupakan pemanfaatan
teknologi yang relatif baru untuk mendukung pelaksanaan pesta
demokrasi dan cara ini sebenarnya ramai dipakai oleh pemerintahan di
berbagai belahan dunia.4 Konsekuensi dari penerapan Pemilu elektronik
sendiri tidak sedikit, salah satunya adalah aspek keamanan5. Meski
demikian, proses perbaikan dan pengamanan terhadap penerapan Pemilu
elektronik akan terus dilakukan, termasuk juga adopsi sistem internet voting
atau i-voting yang juga semakin populer dilakukan karena lebih hemat,
praktis dan jaminan transparansi sangat tinggi.6

2 Binus, Mengenal Lebih Jauh Tentang Society 5.0,


https://onlinelearning.binus.ac.id/2021/04/19/mengenal-lebih-jauh-tentang-society-5-0/,
diakses pada 20 Maret 2022.
3 Mahfud MD. Politik Hukum Di Indonesia, (Bandung: Rajawali Pers, 2018).

4 Kahani, M. Experiencing small-scale e-democracy in Iran, The Electronic, Journal On

Information Systems in Developing Countries, vol. 22, no. 5, (2005), Hlm. 1-9.
5 Ibrahim, S., Salleh, M., dan Kamat, M, Electronic voting system: Preliminary study, Jurnal

Teknologi Maklumat, vol. 12, (2000), Hlm. 31-40.


6 Kim, H.M. dan Nevo, S. Development and application of a framework for evaluating multi-

mode voting risks, Internet Research, vol. 18, no. 1, (2008), Hlm. 121-135.

72
Penulis berpendapat bahwa prinsipnya adalah bangsa Indonesia
saat ini sedang mengalami kerugian dari secara materiil maupun
immaterial jika konsep Pemilu manual terus menerus dilaksanakan. Rugi
tidak selalu berarti mengalami defisit atau penurunan dari segi ekonomi
ketika ia dilakukan, rugi juga bisa dipandang ketika ia tidak dilakukan
dengan konsep yang jauh memangkas pendanaan dan mengandung
kemanfaatan lainnya.
Jika kita telaah lebih mendalam pada permasalahan konkret yang
terjadi di lapangan, pada faktanya beban kerja etis dan teknis KPU yang
berlebih sebagai pelaksana pemilihan umum, fakta empiris pada
problematika teknisnya, dapat kita lihat dari tewasnya 894 petugas
penyelenggara Pemilu pada Pemilu tahun 2019 yang diadakan serentak,
rata- rata petugas didiagnosa mengalami gangguan kesehatan karena
bekerja terlalu maksimal melampaui batas.7 Sedangkan fakta empiris pada
problematika etisnya ialah polemik kecurangan yang masif terjadi untuk
memenangkan salah satu calon pada Pemilu tahun 2019.8
Kedua aspek tersebut dapat kita artikan adanya kecacatan
pelaksanaan Pemilu pada tahun 2019 yang menggunakan sistem pemilihan
umum manual, padahal jika kita menggunakan pemilu elektronik yang bisa
memangkas birokrasi pengantaran kotak supaya lebih efisien karena
dengan memakai sistem pemilihan umum elektronik, rekapitulasi data
pencoblos dari setiap TPS dapat langsung terkirim ke sistem rekapitulasi
pusat hal ini sejalan dengan pemikiran Mohammad Hatta bahwa hal yang
paling menjengkelkan dalam hidup bernegara ialah adanya birokrasi yang
berbelit–belit sehingga Pemilu elektronik dapat menegasikan hal-hal yang
tidak diinginkan dan berujung pada selamatnya 894 petugas yang karena
beban kerjanya 50% ditanggung oleh teknologi digital.
Kecurangan yang masif di pemilu 2019 dibuktikan dengan data
dari Bawaslu 4 November 2019 bahwa terdapat 17.134 pelanggaran yang
sudah jelas mencoreng prinsip kemurnian demokrasi yang sejatinya hal ini
bisa diminimalisir dengan adanya Pemilu elektronik yang bisa langsung
masuk kedalam data pusat, menggunakan sistem blockchain yang aman
serta diawasi langsung oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang
dalam hal ini kontribusi media digital justru dapat lebih meningkatkan
public trust terhadap pelaksanaan Pemilu di Indonesia. Maka beban moril

7 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Dalam Keterangan Pers No.

005/Humas/KH/V/2019, Hasil Pemantauan Komnas HAM terkait Petugas Penyelenggara Pemilu 2019
yang Meninggal Dunia dan Sakit, Hlm. 1-3.
8 BBC, Polemik Kotak Suara Bahan Karton, KPU “Ini Kecurigaan Berlebihan”

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46585224, diakses pada 21 Maret 2022.

73
dan beban kerja inilah yang sepatutnya diurusi oleh negara untuk
memaksimalkan dan bahkan mereformasi sistem pemilihan umum di
Indonesia kepada yang lebih paripurna.
Pemilu elektronik nampaknya belum menjadi peluru bagi
maraknya golput di Indonesia, nyatanya melihat sejumlah kasus di
berbagai negara yang telah menerapkan Pemilu elektronik ternyata tidak
juga dapat meningkatkan partisipasi pemilih secara signifikan. Namun hal
ini menjadi suatu langkah berani yang diambil pemerintah karena Pemilu
elektronik adalah bentuk meningkatkan kemudahan dan bentuk keseriusan
pemerintah dalam mengikutsertakan seluruh masyarakat dalam pesta
demokrasi 5 tahunan. Upaya ini sebagai bentuk manifestasi dari pasal 28D
UUD NRI 1945 bahwa “Setiap warga negara berhak memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintahan “. Oleh karena itu, sangat
beralasan jika Schaupp dan Carter menegaskan pentingnya pemahaman
dari semua pihak sebelum melakukan adopsi Pemilu elektronik agar
penerapan dari e-voting itu sendiri bisa lebih diterima oleh semua pihak
tanpa ada preseden buruk.9
Pelaksanaan Pemilu elektronik ini nantinya seperti cara kerja mesin
ATM (Automated Teller Machine) yang mempunyai 3 komponen penting
yakni kartu, pembaca kartu dan struk hasil pencoblosan. Kartu Tanda
Penduduk (KTP) sebagai tanda bukti bahwa yang bersangkutan adalah
benar tercatat sebagai pemilih tetap dan pembaca KTP yang berfungsi
untuk mengecek keotentikan kartu tanda penduduk serta, struk hasil
pencoblosan untuk membuktikan bahwa yang kita coblos sesuai dengan
bukti dalam struk serta berfungsi sebagai bukti jika adanya sengketa dalam
pemilihan.
Pelaksanaan Pemilu elektronik nampaknya sudah ada di depan
mata dan menjadi pilihan utama dalam Pemilu di masa mendatang terkait
setelah lahirnya putusan Mahkamah Konsitusi nomor 147/PUU-VII/2009.
yang menetapkan bahwa Pasal 88 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan
Daerah adalah konstitusional sepanjang diartikan dapat menggunakan e-
voting yang disertai dengan catatan syarat kumulatif yaitu asas pemilu yang
Langsung Umum Bebas Rahasia Jujur dan Adil (LUBERJURDIL) dapat
dilakukan. Artinya the Guardian of Democracy sekalipun mengamini dan
menjamin konstitusionalitas pengadaan Pemilu elektronik di Indonesia
sejauh ia tunduk dan patuh pada asas–asas Pemilu.
Sehingga upaya inilah yang akan mengawal keutuhan demokrasi
di Indonesia, yang bisa meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia

9 Schaupp, L.C. dan Carter, L. , E-voting: From apathy to adoption, Journal of Enterprise

Information Management, Vol. 18, No. 5, (2005), Hlm. 586-601.

74
dimana sistem pengawasan dari setiap suara masyarakat Indonesia
terkawal dengan sempurna dengan bantuan modernisasi serta
sempurnanya fasilitas sarana pra sarana dalam demokrasi. Keadaan ini
sejalan dengan poros pemikiran Prof. Bagir Manan yang menjelaskan
bahwa sendi demokrasi Indonesia dari tegaknya tatanan demokrasi
dibidang politik mengandung prinsip persamaan, kebebasan, keterbukaan,
ketersediaan alternatif, dan sarana serta prasarana demokrasi seperti
infrastruktur politik yang sehat, penilaian umum yang bebas, badan
perwakilan yang berfungsi mewujudkan secara wajar tatanan demokrasi
yang sehat dan bertanggungjawab.
Tentu suatu konsep yang sempurna tidak akan berjalan mulus
apabila ia bertabrakan dengan kebudayaan dan kesiapan yang
bertentangan dengan konsep tersebut. Jika kita lihat esensi dari Pancasila
yang mengajarkan ajaran gotong royong adalah kunci menjalankan
kehidupan berwarga negara yang dicita – citakan dan dilihat dari kacamata
Pancasila tepatnya dalam implimentasi nilai-nilai Pancasila sila ke- 4 yang
berbunyi bahwa “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusawaratan perwakilan”. Pada dasarnya, pilkada langsung
merupakan daulat rakyat sebagai salah satu realisasi prinsip-prinsip
demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu
dan persamaan, khususnya dalam hak politik.
Hal ini sejatinya masih bisa direalisasikan dengan adanya konsep
Pemilu elektronik yang tetap menganut prinsip utama Pemilu yakni
Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil (LUBERJURDIL) dan
menambah konsep baru yakni Cepat dan Akurat (CERAT) sehingga
nantinya bukan quick count lagi yang disebarkan dalam tayangan– tayangan
televisi pemilih, melainkan real count yang datanya telah diverifikasi dan
validasi oleh sistem sehingga hal ini berpengaruh kepada responsivitas
hasil dari Pemilu itu sendiri.
Terakhir, kesiapan Indonesia dalam menerapkan sistem Pemilu
elektronik. Opini–opini yang beredar di masyarakat, terkait banyaknya
pihak yang mengkhawatirkan bahwa nantinya akan mengeluarkan banyak
dana untuk membeli teknologi-teknologi canggih pelaksanaan Pemilu
elektronik dan relevansi alat–alat tersebut dalam 5–15 tahun ke depan.
Merujuk pada Pemilu tahun 2019 yang diberikan anggaran dari APBN
mendapat sekitar 26 triliun rupiah, tentu angka ini mesti melalui banyak
pertimbangan untuk menerapkan Pemilu elektronik di Indonesia dari segi
akomodasi maupun komisi. Namun, jika kita berpikir maksimal bahwa
nantinya fasilitas–fasilitas, mesin penghitung suara dapat berguna dalam
jangka waktu yang panjang sehingga alih–alih berpikir sempit untuk
Pemilu sekarang, efisiennya kita memfasilitasi Pemilu yang akan berjalan

75
dalam jangka waktu 10–15 tahun ke depan. Justru Pemilu elektronik adalah
solusi yang solutif dalam menyelamatkan keuangan negara dari defisit dan
krisis di masa yang akan datang.

Penutup
Berdasarkan uraian permasalahan diatas, penulis ingin
menyarankan agar sistem Pemilu serentak di era reformasi 4.0 ini bisa
berbasis digital dengan menerapkan sistem e-counting dan juga e-voting.
Suksesnya penerapan Pemilu elektronik di Jembrana merupakan preseden
konkret yang memang bukan tanpa alasan tetapi karena kini memang era
‘klik’ sehingga memungkinkan aplikasi komputerisasi dan digitalisasi
untuk semua aspek menjadi semakin mudah. Bahkan, fenomena e-lifestyle
telah menjadi bagian dari rutinitas kehidupan sosial sehingga dalam
keseharian pun hampir disetiap kegiatan dan rutinitas bergantung pada
‘klik’. Oleh karena itu, sangat logis jika Alvarez dan Hall melihat fenomena
ini sebagai peluang terhadap kemajuan dalam kehidupan demokrasi.
Ditambah keberhasilan – keberhasilan di negara seperti Brazil, India dan
Swiss, penerapan Pemilu elektronik ini mendapatkan antusias bahkan
apresiasi atas keberhasilannya10. Terlebih negara Singapura yang telah
memberlakukan sistem digital dalam berbagai aspek untuk melayani
masyarakatnya serta mengangkat indeks demokrasi Singapura dari 6.03
menjadi 6.53 menurut Economics Intelligence Unit (EIU).
Adapun mekanisme yang akan diselenggarakan untuk penerapan
Pemilu elektronik yaitu dengan mengandalkan tiga alat yakni komputer
atau smartphone sebagai komponen utama dalam pemungutan suara, card
reader sebagai pemindai E-KTP dan fingerprint scanner sebagai alat pemindai
sidik jari, yang mana nantinya di alat tersebut pemilik hak suara bisa
memilih pilihannya secara langsung kemudian sistem merekam data suara.
Sistem Pemilu inipun nantinya bisa masuk ke dalam Undang-Undang
Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan menambahkan
pasal-pasal terkait penyelenggaraan Pemilu elektronik untuk
melaksanakan demoraksi yang lebih paripurna.

10 Ali Rokhman, Prospek dan Tantangan Penerapan E-voting di Indonesia, (Jakarta:

Universitas Terbuka, 2011), Hlm. 6.

76
Daftar Pustaka
Buku
CST. Kansil. Hukum Tata Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
1985.
MD, Mahfud. Politik Hukum Di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. 2018.
Rokhman, Ali. Prospek dan Tantangan Penerapan E-voting di Indonesia. Jakarta:
Universitas Terbuka. 2011.

Artikel Jurnal
Ibrahim, S, Salleh, M. dan Kamat, M. Electronic voting system: Preliminary
study. Jurnal Teknologi Maklumat. vol. 12. 2002.
Kahani, M. Experiencing small-scale e-democracy in Iran. The Electronic
Journal On Information Systems in Developing Countries. vol. 22.
No. 5. 2005.
Kim, H.M. dan Nevo, S. Development and application of a framework for
evaluating multi-mode voting risks. Internet Research. vol. 18. no. 1.
2008.
Schaupp, L.C. dan Carter, L. E-voting: From apathy to adoption. Journal of
Enterprise Information Management. vol. 18. no. 5. 2008.

Laporan

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Dalam Keterangan


Pers No. 005/Humas/KH/V/2019, Hasil Pemantauan Komnas HAM terkait
Petugas Penyelenggara Pemilu 2019 yang Meninggal Dunia dan Sakit,.

Internet
BBC. Polemik kotak suara bahan karton, KPU: 'Ini kecurigaan berlebihan'.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46585224
Binus. Mengenal Lebih Jauh Tentang Society 5.0.
https://onlinelearning.binus.ac.id/2021/04/19/mengenal-lebih-jauh-
tentang-society-5-0/.

77
IRONI PILKADA DI TENGAH COVID-19: KETIKA
POLITIK DAN HUKUM TAK LAGI SEJALAN

Indah Khairunnisa
Ilmu Hukum, indahelf224@gmail.com

Pendahuluan
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu sarana
untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang demokratis di mana rakyat
di berbagai daerah di Indonesia berhak untuk memilih calon pemimpin
daerahnya masing-masing.1 Tujuan ideal Pilkada adalah terpilihnya kepala
daerah yang terpercaya, memiliki kemampuan, kepribadian, dan moral
yang baik.2 Selain itu, Pilkada juga bertujuan menciptakan good governance
yang sejalan dengan asas desentralisasi di Indonesia. Hal ini sesuai dengan
mandat UUD 1945 kepada Indonesia sebagai negara demokrasi.
Guna menjalankan mandat sebagai negara demokrasi dengan asas
desentralisasi, Pilkada akan kembali dilaksanakan secara serentak di
Indonesia di tahun 2020. Rencana awal Pilkada dilangsungkan pada 23
September 2020. Namun, berkat merebaknya Covid-19 di bumi pertiwi
tercinta ini, rencana awal ini diundur hingga 9 Desember 2020. Jadwal ini
telah diketuk palu oleh Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan
Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Hal ini sontak saja memunculkan pro-kontra di tengah masyarakat.
Pasalnya, saat ini badai pandemi Covid-19 sama sekali belum berlalu. Di
Indonesia saat ini data kasus positif Covid-19 mencapai angka 381.910 jiwa
dengan korban tewas 13.077 jiwa.3 Dengan angka pasien positif yang masih
begitu tinggi, akan sangat beresiko untuk melaksanakan Pilkada serentak
pada 9 Desember 2020. Terlebih, diagram pertumbuhan kasus positif
Covid-19 di Indonesia tidak mengalami penurunan dan justru terus
meningkat dengan drastis.

1 Bambang Widodo Umar, Pemilukada dalam Kerangka Negara Demokrasi Pancasila, Jurnal

Kepolisian, vol. 12, no. 1, (2018), Hlm. 25.


2 Parbuntian Sinaga, Pemilihan Kepala Daerah dalam Konstruksi UUD NRI 1945, Jurnal

Binamulia Hukum, vol. 7, no. 1, (2018), Hlm. 25.


3 Satuan Tugas Penanganan COVID-19, https://covid19.go.id/, diakses pada 23

Oktober 2020.

78
Pembahasan
Menghadapi pro-kontra Pilkada ini, Mahfud MD selaku Menteri
Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan menganggapnya
sebagai hal yang lumrah.4 Beliau menyampaikan bahwasanya perkara
Pilkada memang selalu diwarnai pro-kontra. Ada saja hal yang
diperdebatkan masyarakat dari Pilkada, entah itu di tingkat nasional
maupun daerah.
Beliau juga menyampaikan ada dua pertimbangan yang menjadi
alasan diputuskannya pelaksanaan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020.
Pertama, tidak ada yang tahu kapan berakhirnya pandemi Covid-19.
Kedua, andaikata Pilkada kembali ditunda, sebanyak 270 Kepala Daerah
akan dijabat oleh Pelaksana Tugas (Plt) yang tidak memiliki kewenangan
untuk memutuskan kebijakan yang bersifat strategis. Padahal dalam
situasi darurat seperti ini, pengambilan kebijakan strategis yang
berimplikasi pada pergerakan birokrasi dan sumber daya sangatlah
diperlukan.
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, juga mendukung
dilaksanakannya Pilkada serentak pada 9 Desember 2020. Menurut beliau,
Pilkada 9 Desember 2020 justru menjadi momentum rakyat untuk
memilih kepala daerah yang mampu mengatasi krisis sosial dan ekonomi
akibat pandemi Covid-19. Beliau juga berpendapat “jikalau” setting-nya
tepat, Pilkada 9 Desember 2020 dapat menekan penyebaran Covid-19
karena terlaksananya sistem desentralisasi dengan baik.5
Selain itu, Pilkada serentak 2020 ini dinilai merupakan hak
konstitusional rakyat yang harus diselenggarakan.6 Apalagi beberapa
negara lain, seperti Korea Selatan dan Singapura, sukses
menyelenggarakan Pemilu tahun ini. Padahal sama dengan Indonesia,
wabah Covid-19 di negara-negara tersebut juga belum berakhir.
Alasan-alasan pro Pilkada serentak 9 Desember 2020 di atas jelas
menampakkan betapa politik tidak lagi sejalan dengan hukum. Hukum
itu dibuat untuk melindungi masyarakat, tapi jika mengikuti praktek
politik Pilkada serentak 9 Desember 2020 ini, justru hanya akan

4 Tempo, Mahfud Md Sebut Lumrah Pro Kontra Penundaan Pilkada 2020,


https://nasional.tempo.co/read/1392149/mahfud-md-sebut-lumrah-pro-kontra-penundaan-
pilkada-2020/full&view=ok, diakses pada 23 Oktober 2020.
5 Luthfia Ayu Azanella, Alasan Pro dan Kontra Pilkada Serentak di Tengah Pandemi Covid-

19, https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/24/072900565/alasan-pro-dan-kontra-pilkada-
serentak-di-tengah-pandemi-covid-19?page=all, diakses pada 23 Oktober 2020.
6 Dini Hariyanti, Pro Kontra Pilkada di Tengah Optimistis Presiden Terhadap Pandemi,

https://katadata.co.id/ariemega/berita/5f7954cf6f994/pro-kontra-pilkada-di-tengah-optimistis-
presiden-terhadap-pandemi, diakses pada 23 Oktober 2020.

79
membunuh masyarakat. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya,
betapa masih tingginya angka kasus positif Covid-19 di Indonesia. Jika
Pilkada serentak 9 Desember 2020 tetap nekat dilaksanakan, sama saja
dengan menciptakan blunder yang dapat memusnahkan 268.583.016 jiwa7
masyarakat Indonesia.
Dilihat dari kacamata sosiologis, akan sulit untuk mewujudkan
Pilkada dengan protokol kesehatan yang ketat seperti yang diangan-
angankan Pemerintah. Sebab, masih sangat banyak masyarakat Indonesia
yang tidak mau mematuhi dan melaksanakan protokol kesehatan. Bukan
hanya masyarakat awam, bahkan kaum intelektual seperti mahasiswa saja
masih banyak yang mengesampingkan protokol kesehatan dan dengan
santainya berkumpul di suatu tempat untuk mengerjakan tugas bersama
hingga larut malam.
Para calon kepala daerah pun banyak yang masih mengabaikan
protokol kesehatan. Ratusan calon kepala daerah terindikasi melanggar
aturan protokol kesehatan COVID-19, seperti membawa massa,
berkumpul, dan melakukan arak-arakan saat mendaftar ke KPU, seperti
yang terjadi di Kota Surabaya.8 Munculnya klaster baru Covid-19 pun tidak
terhindarkan. Bahkan Ketua KPU, Arief Budiman, menyampaikan bahwa
hingga 10 September 2020, tercatat 60 calon kepala daerah terpapar Covid-
19.9
Kemudian, jika pemerintah termotivasi oleh Korea Selatan dan
Singapura yang berhasil melaksanakan Pemilu di tengah wabah Covid-19,
Pemerintah benar-benar harus memikirkan kembali pelaksanaan Pilkada
serentak pada 9 Desember 2020. Sebab, kultur masyarakat Korea Selatan
dan Singapura dengan kultur masyarakat Indonesia sangat berbeda.
Masyarakat Korea Selatan dan Singapura bersedia mematuhi dan
menjalankan protokol kesehatan, jauh berbeda dengan masyarakat
Indonesia yang masih sangat abai pada protokol kesehatan.
Aparat penegak hukum maupun Pemerintah Korea Selatan dan
Singapura juga sangat berbeda dengan di Indonesia. Aparat penegak
hukum dan Pemerintah di kedua negara itu sangat tegas dalam
menegakkan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan, tidak terkecuali

7 Kompas, Data Penduduk Indonesia Semester I 2020, www.nasional.kompas.com,

diakses pada 23 Oktober 2020.


8 Nur Kholis, Pilkada Serentak 2020: Antara Demokrasi dan Kesehatan Publik,

http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-2/politik-sains-kebijakan/1417-pilkada-serentak-
2020-antara-demokrasi-dan-kesehatan-publik, diakses pada 23 Oktober 2020.
9 Haryanti Puspa Sari, KPU: 60 Calon Kepala Daerah Terpapar Covid-19,
https://amp.kompas.com/nasional/read/2020/09/10/15313681/kpu-60-calon-kepala-daerah-
terpapar-covid-19, diakses pada 23 Oktober 2020.

80
dengan orang asing. Hal ini sangat berbeda dengan aparat penegak hukum
dan Pemerintah di Indonesia yang masih cenderung lemah terhadap
pelanggaran protokol kesehatan, sampai-sampai Tenaga Kerja Asing (TKA)
Tiongkok masih bebas melenggang masuk ke Indonesia di tengah situasi
darurat pandemi Covid-19.10
Poin yang paling penting adalah angka pertumbuhan kasus positif
Covid-19 di Korea Selatan dan Singapura saat pelaksanaan Pemilu berbeda
jauh dengan Indonesia saat ini. Korea Selatan melaksanakan Pemilu ketika
kasus aktif rata-rata turun 58% dalam sebulan dan Singapura melaksanakan
Pemilu ketika kasus aktif rata-rata turun 67% dalam sebulan, sementara
Indonesia ingin melaksanakan Pilkada ketika kasus aktif rata-rata justru
naik 58% dalam sebulan.11
Mengacu pada penjelasan Pasal 201A ayat (3) Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2020,
Pilkada dapat ditunda dan dijadwalkan kembali apabila pandemi Covid-19
belum berakhir. Jadi, dengan kondisi Indonesia yang memang masih sangat
terjajah oleh pandemi Covid-19, sebenarnya pengunduran Pilkada
memiliki legitimasi yang jelas.

Penutup
Terlepas dari berbagai urgensi pelaksanaan Pilkada serentak pada
9 Desember 2020 yang disampaikan kelompok pro terhadapnya,
sesungguhnya masih ada yang lebih urgent daripada semua itu, yakni
nyawa masyarakat. Daripada sibuk mengurus Pilkada, lebih baik
Pemerintah terlebih dahulu memperbanyak penyuluhan akan pentingnya
mematuhi protokol kesehatan, sehingga tiada masyarakat yang masih abai
terhadap prokotol kesehatan dan membahayakan diri dan orang di sekitar
mereka. Setelah kesadaran masyarakat akan pentingnya protokol kesehatan
terbangun dan angka pertumbuhan kasus positif Covid-19 menurun,
barulah Pemerintah dapat melakukan Pilkada serentak.
Selama belum dilaksanakannya Pilkada, posisi Kepala Daerah
akan diisi oleh Pelaksana Tugas (Plt). Meskipun Plt tidak memiliki
kewenangan untuk memutuskan kebijakan yang bersifat strategis, tidak
akan ada masalah yang berarti selama pertumbuhan kasus Covid-19 di
Indonesia masih bisa dikendalikan. Oleh karena itu, penting sekali untuk
menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mematuhi protokol

10 Media Indonesia, Anggota DPR Kritik Masuknya 500 TKA ke Indonesia,

https://mediaindonesia.com/read/detail/310641-anggota-dpr-kritik-masuknya-500-tka-ke-
indonesia, diakses pada 23 Oktober 2020.
11 Dini Hariyanti, https://katadata.co.id/ariemega/berita/5f7954cf6f994/pro-kontra-

pilkada-di-tengah-optimistis-presiden-terhadap-pandemi.

81
kesehatan. Bahkan meskipun mengubah kebiasaan manusia itu sulit, jika
adanya sinergi yang baik di antara aparatur negara, pasti bisa
menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mematuhi protokol
kesehatan Covid-19. Sebab, dimana ada kemauan, di situ ada jalan.
Beberapa jenis vaksin Covid-19 juga sudah ditemukan dan mulai
diproduksi secara masal. Kemungkinan pada semester kedua tahun 2021,
dunia perlahan-lahan dapat terbebas dari Covid-19 dan membaik
kembali, tidak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu, tidak perlu tergesa-
gesa menjalankan roda politik negeri. Apalagi jika roda politik tersebut
tidak lagi selaras dengan hukum. Perlu kita ingat bersama, politiae legius
non leges politii adoptandae, artinya politik harus tunduk pada hukum,
bukan sebaliknya.

Daftar Pustaka
Artikel Jurnal
Sinaga, Parbuntian. Pemilihan Kepala Daerah dalam Konstruksi UUD NRI 1945.
Jurnal Binamulia Hukum. vol. 7. no. 1. 2018.
Umar, Bambang Widodo. Pemilukada dalam Kerangka Negara Demokrasi
Pancasila. Jurnal Kepolisian. vol. 12 no. 1. 2018.

Internet
Azanella, Luthfia Ayu. Alasan Pro dan Kontra Pilkada Serentak di Tengah
Pandemi Covid-19.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/24/072900565/alasan-
pro-dan-kontra-pilkada-serentak-di-tengah-pandemi-covid-
19?page=all.
Hariyanti, Dini. Pro Kontra Pilkada di Tengah Optimistis Presiden Terhadap
Pandemi.
https://katadata.co.id/ariemega/berita/5f7954cf6f994/pro-kontra-
pilkada-di-tengah-optimistis-presiden-terhadap-pandemi.
Kholis, Nur. Pilkada Serentak 2020: Antara Demokrasi dan Kesehatan Publik.
http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-2/politik-sains-
kebijakan/1417-pilkada-serentak-2020-antara-demokrasi-dan-
kesehatan-publik,
Kompas. Data Penduduk Indonesia Semester I 2020.
www.nasional.kompas.com.
Media Indonesia. Anggota DPR Kritik Masuknya 500 TKA ke Indonesia.
https://mediaindonesia.com/read/detail/310641-anggota-dpr-kritik-
masuknya-500-tka-ke-indonesia.

82
Sari, Haryanti Puspa. KPU: 60 Calon Kepala Daerah Terpapar Covid-19.
https://amp.kompas.com/nasional/read/2020/09/10/15313681/kpu-
60-calon-kepala-daerah-terpapar-covid-19.
Satuan Tugas Penanganan COVID-19. https://covid19.go.id/.
Tempo. Mahfud Md Sebut Lumrah Pro Kontra Penundaan Pilkada 2020.
https://nasional.tempo.co/read/1392149/mahfud-md-sebut-lumrah-
pro-kontra-penundaan-pilkada-2020/full&view=ok.

83
INKONSISTENSI REGULASI JAMINAN HARI TUA
SEBAGAI REDUKTIFITAS HAK PEKERJA
DI INDONESIA

Naufal Arie Taufik Nurrahman


Ilmu Hukum, naufal.arie19@mhs.uinjkt.ac.id

Pendahuluan
Setiap manusia memiliki hak kodrati yang dimilikinya
sebagaimana yang diungkapkan oleh Thomas Aquinas dan Grotius melalui
teori hak kodrati (natural rights theory).1 Hak inilah yang harus
diperjuangkan dan dijunjung tinggi oleh setiap individu serta harus dijamin
pula oleh negara.2 Perjuangan tersebut tidak terkecuali dapat dilakukan
oleh para pekerja atau yang biasa disebut dengan buruh. Sebagai salah satu
elemen pembangunan yang vital, negara harus menjaga dan menghormati
hak-hak buruh tersebut.3
Implementasi penjagaan dan penghormatan hak pekerja oleh
negara harus diwujudkan melalui regulasi yang jelas dan konsisten.4
Namun pada kenyataannya, peraturan mengenai salah satu hak pekerja di
Indonesia sangat tidak konsisten dan cenderung mereduksi kesejahteraan
dari pekerja itu sendiri. Salah satu hak pekerja di Indonesia tadi adalah
mengenai hak untuk sejahtera pada hari tua atau ketika ia pensiun dari
pekerjaannya. Hak sejahtera di hari tua tersebut diejawantahkan melalui
peraturan Jaminan Hari Tua (JHT).5
Regulasi terbaru JHT diatur dalam Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan

1 Jack Donnely, Universal Human Rights in Theory and Practice, (Ithaca and London:

Cornell University Press, 2003), hlm. 7.


2 Endri, Implementasi Pengaturan Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia,

Jurnal Selat, Vol. 2, No. 1, 2014, hlm. 183.


3 Sariffuddin dan Retno Susanti, Penilaian Kesejahteraan Masyarakat untuk

Mendukung Permukiman Berkelanjutan di Kelurahan Terboyo Wetan, Semarang, Makara,


Sosial Humaniora, Vol. 15, No. 1, (2011), hlm. 33.
4 Karina Hatane, dkk, Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja di Masa Pandemi

Covid-19, TATOHI Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 1, No. 3, (2021), hlm. 266.
5 Lokot Zein Nasution, Muhammad Khoirul Fuddin, Dana Pensiun Pendorong

Kesejahteraan Pekerja dan Penjaga Eksistensi UMKM dalam Menghadapi Masyarakat


Ekonomi Asia, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 13, No. 2, (2015), hlm. 181.

84
Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (Permenaker No. 2 Tahun 2022).6
Namun regulasi tersebut menghadirkan gejolak di berbagai kalangan.
Pergolakan tersebut disebabkan isi dari Permenaker terbaru yang
menyatakan bahwa pekerja yang mengundurkan diri atau terkena
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) baru dapat mencairkan uang JHT
ketika ia berusia 56 tahun.7 Berbeda dengan regulasi sebelumnya yang
dimana JHT dapat dicairkan sebulan setelah pekerja mengundurkan diri
atau terkena PHK.8
Secara filosofis, peraturan tersebut jelas menciderai rasa keadilan
dan kemanusiaan dari kalangan pekerja sebagaimana yang diungkapkan
oleh Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher.9 Seperti namanya
yaitu Jaminan Hari Tua, maka secara mutatis mutandis seharusnya negara
mampu menjamin para pekerja yang sudah pensiun untuk dapat hidup
sejahtera. Namun, menjadi kontradiktif dengan nama program Jaminan
Hari Tua jika pekerja pensiun saat usianya masih sangat muda. Hal inilah
yang seharusnya menjadi perhatian negara dengan relevansi
dikeluarkannya Permenaker No. 2 Tahun 2022.
Sejatinya Founding Fathers negara kita telah meletakkan perhatian
kesejahteraan dan hak asasi rakyatnya melalui Pasal 28, khususnya Pasal
28H ayat (3).10 Pasal tersebut menjelaskan setiap orang berhak atas jaminan
sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat. Kemartabatan tersebut yang tercemar oleh
hadirnya Permenaker No. 2 Tahun 2022. Oleh karena itu, menjadi
pertanyaan apakah Permenaker tersebut perwujudan amanat konstitusi
atau amanat dari para pengusaha di Indonesia.
Keraguan kepentingan Permenaker bukan isapan jempol belaka
jika melihat realita peristiwa PHK saat ini. Menurut Kementerian
Ketenagakerjaan, sebanyak 72.983 pekerja telah mengalami PHK selama
pandemi.11 Besarnya jumlah tersebut membuat tanggungan perusahaan

6 Lihat dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata
Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
7 Lihat dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang

Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.


8 Lihat dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata

Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.


9 Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher, Wawancara Perihal Manfaat JHT

Cair di Usia 56 Tahun, (Jakarta: Sabtu, 12 Februari 2022).


10 Lihat dalam Pasal 28H ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

tahun 1945.
11 Dwi Aditya Putra, 2021, Kemnaker: 72.983 Pekerja Kena PHK Selama Pandemi

Covid-19, Liputan6, https://www.liputan6.com/bisnis/read/4750566/kemnaker-72983-pekerja-


kena-phk-selama-pandemi-covid-19 , diakses pada tanggal 15 Maret 2022.

85
dalam pencairan dana pensiun dan pemerintah juga ikut membengkak
apabila diwajibkan untuk mencairkan dana JHT untuk karyawannya.
Sebagaimana yang diungkapkan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja
Indonesia (KSPI), Said Iqbal, Permenaker ini besar kemungkinan dibuat
untuk meringankan beban pemerintah dan perusahaan12
Implikasi hadirnya Permenaker No. 2 Tahun 2022 tersebut
membuat hak JHT para pekerja terancam tidak terpenuhi karena jangka
waktu yang lama untuk bisa dicairkan. Berlawanan dengan situasi pandemi
terkini yang kembali meningkat dan para karyawan yang terkena PHK jelas
membutuhkan dana tersebut.13 Permenaker tersebut juga dapat
memudahkan jalan pemberi kerja untuk mem-PHK pekerjanya. Apabila
Permenaker tersebut tetap dipertahankan, maka pemerintah sama saja
berpihak pada kepentingan pengusaha dan bukan pada para pekerja.
Masalah tersebut jelas menarik untuk dikaji lebih dalam mengingat
pentingnya hak pekerja yang harus dipenuhi khususnya dalam situasi
genting seperti sekarang. Inkonsistensi dan perubahan alur regulasi
pemerintah juga menjadi diskursus yang menarik untuk diteliti kembali.
Hasil dari tulisan ini akan bermanfaat bagi ilmu karena berkaitan dengan
teori-teori hak asasi manusia dan bermanfaat bagi praktik karena
berhubungan dengan kebijakan negara yang tepat. Keseluruhan hal
tersebut membuktikan pentingnya masalah ini untuk dibahas.
Berdasarkan keseluruhan hal tersebut, hadir tiga pertanyaan besar
seperti: pertama, bagaimana problematika Permenaker No. 2 Tahun 2022
ditinjau dari teori hak asasi manusia? kedua, bagaimana bentuk
inkonsistensi regulasi mengenai Jaminan Hari Tua di Indonesia? ketiga,
bagaimana implikasi peraturan Jaminan Hari Tua bagi masyarakat
Indonesia?

Problematika Permenaker No. 2 Tahun 2022 Menurut Teori Hak


Asasi Manusia
Manusia sebagai makhluk paripurna yang memiliki hak istimewa
yang melekat sejak ia lahir. Hak yang melekat inilah yang disebut dengan
hak asasi manusia. Pemberian hak tersebut bukan oleh negara, melainkan
oleh Tuhan yang bersifat kodrati sebagaimana yang diungkapkan oleh John
Locke. Negara pun wajib menjaga dan menghormati hak asasi manusia

12 Said Iqbal, Wawancara Perihal Penolakan Permenaker 2/2022, (Jakarta: Minggu, 13

Februari 2022).
13 Tsarina Maharani, Tolak Permenaker 2/2022, KSPI: Ini Menteri Pengusaha atau Menteri

Tenaga Kerja, https://nasional.kompas.com/read/2022/02/13/10481451/tolak-permenaker-2-


2022-kspi-ini-menteri-pengusaha-atau-menteri-tenaga-kerja, diakses pada 15 Maret 2022.

86
seluruh masyarakatnya karena negara yang memiliki kekuatan untuk
mewujudkan hak tersebut.14
Semua manusia tidak terkecuali para pekerja memiliki hak asasi
manusia. Setiap kalangan memiliki spesifikasi perwujudan hak asasi
tersebut. Pekerja memiliki beberapa hak seperti hak untuk mendapatkan
perlakuan yang adil, hak untuk mendapatkan penghasilan yang layak, hak
untuk cuti, hak untuk mendapat jaminan sosial, dan hak-hak lainnya.15 Hak
jaminan sosial inilah yang akan menjadi topik pembahasan pada tulisan kali
ini.
Dunia internasional juga telah mengakui adanya hak para pekerja
lewat Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) tahun 1948.
Ketentuan tersebut menghasilkan norma standar yang harus diikuti oleh
seluruh negara ketika berkaitan dengan hak para pekerja. Pada pasal 22
secara khusus disebutkan setiap orang berhak mendapatkan penghidupan
dan jaminan sosial yang layak.16 Besarnya perhatian dunia pada hal tersebut
mengamanatkan setiap negara untuk turut serta memberi perhatian yang
besar pula demi kesejahteraan dan kemartabatan para pekerja.
Amanat dunia internasional tersebut mengarahkan pemikiran
bersama bahwa negara harus menjaga dan menghormati serta memenuhi
hak para pekerjanya. Pengamanatan tersebut dikarenakan posisi negara
yang paling kuat untuk mengatur jalannya kehidupan di wilayahnya
termasuk para pengusaha yang harus tunduk pada peraturan tersebut.17
Lahirnya peraturan tersebut diharapkan para pekerja dapat bekerja
sebagaimana mestinya dan menghasilkan kinerja yang maksimal. Kinerja
tersebut akan terciderai manakala peraturan yang dikeluarkan tidak
memberikan rasa adil bagi pekerja.
Indonesia melalui konstitusinya telah menegaskan hak
masyarakatnya yang harus dijaga. Sebagai hukum tertinggi di Indonesia,
maka aturan turunannya juga harus sejalan dengan amanat konstitusi
tersebut sebagaimana teori hukum berjenjang oleh Hans Kelsen.18 Namun,
pemerintah melalui Permenaker No. 2 Tahun 2022 seolah-olah menyatakan
sikap yang sebaliknya, baik dengan konstitusi maupun dengan peraturan
sebelumnya. Tanggung jawab negara dipertanyakan dengan sikap tersebut

14 Trianto, Titik Triwulan Tutik, Falsafah Nagara & Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta:

Prestasi Pustaka Publisher, 2007), hlm. 260.


15 A. Sonny Keraf, Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya, Edisi Baru, (Yogyakarta:

Kanisius, 1998), hlm. 162-172.


16 Lihat dalam Pasal 22 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia.

17 Mikho Ardinata, Tanggung Jawab Negara Terhadap Jaminan Kesehatan dalam Perspektif

Hak Asasi Manusia, Jurnal HAM, Vol. 11, No. 2, (2020), hlm. 320.
18 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan Dasar-dasar dan

Pembentukannya, (Jakarta: Kanisius, 1998), hlm. 26.

87
karena dianggap tidak tepat dan justru dapat membuat berbagai
permasalahan yang baru.
Manakala sebuah peraturan tidak tepat, maka akan terjadi gejolak
di masyarakat sebagaimana yang disampaikan Prof Satjipto.19 Demonstrasi
dari berbagai kalangan seperti akademisi dan juga buruh keras menentang
Permenaker tersebut karena dinilai hanya memihak kalangan pengusaha.
Keberpihakan inilah yang melenceng dan tidak sesuai dengan tujuan
hukum menurut Gustav Radburch yaitu memberikan rasa keadilan.20
Secara ideal, hukum harus memecahkan problematika yang ada
sebagaimana pemikiran Prof Mochtar, namun ide tersebut tidak dapat
tergambarkan melalui Permenaker No. 2 Tahun 2022.21
Selain bertentangan dengan tujuan hukum, Permenaker tersebut
juga tidak sejalan dengan pandangan Nonet-Selznick melalui teori hukum
responsifnya bahwa hukum harus dapat melayani kebutuhan manusia. 22
Wabah pandemi yang juga belum kunjung selesai seharusnya
menghasilkan rasio legis bagi pemerintah untuk merespon dengan
memudahkan pencairan dana JHT sebagai dana “darurat” bagi pekerja.
Namun, yang dilakukan pemerintah justru sebaliknya dengan memberikan
batas usia untuk dapat mencairkan dana tersebut yaitu 56 tahun. Tepatlah
ketika banyak kalangan yang menilai kebijakan tersebut tidak responsif.
Alih-alih membuat terobosan hukum yang baik, pemerintah justru
membuat produk hukum yang sebelumnya sudah pernah diberlakukan.
Progresifisme hukum yang banyak digunakan pemerintah negara lain
untuk mengatasi masalah di negaranya justru tidak diterapkan di
Indonesia. Arah progresifisme yang ada justru melawan arus balik sejarah
yang jelas telah usang dan tidak sesuai. Jika pemerintah menggunakan teori
hukum progresif dengan tepat, bukan tidak mungkin hak para pekerja di
masa pandemi dapat terpenuhi dan melahirkan kesejahteraan.23
Berdasarkan kaca mata ekonomi, pekerja merupakan elemen yang
sangat vital bagi negara maupun perusahaan. Pentingnya peran pekerja
yang harus diimbangi dengan penghidupan yang layak bagi mereka.

19 Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2003), hlm.
157.
20 Suwardi Sagama, Analisis Konsep Keadilan, Kepastian Hukum, dan Kemanfaatan dalam

Pengelolaan Lingkungan, Jurnal Mazahib, Pemikiran Hukum Islam, Vol. 15, No. 1, (2016), hlm.
22.
21 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Nasional,

(Bandung: Penerbit Binacipta, 1995), hlm. 13.


22 Philippe Nonet, Philip Selznick, Hukum Responsif, Pilihan di Masa Transisi,

Penerjemah: Rafael Edy Bosco, (Jakarta: Ford Foundation-HuMa, 2003), hlm. 13.
23 Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, (Yogyakarta: Genta

Publishing, 2009), hlm. 13.

88
Semakin layak kehidupan pekerja, maka output yang dihasilkan juga
semakin baik.24 Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah
memperbaiki Permenaker No. 2 Tahun 2022 agar sesuai dengan teori
ekonomi tersebut dan dapat memenuhi hak asasi para pekerja yang
berujung maksimalnya kinerja buruh di Indonesia.

Bentuk Inkonsistensi Regulasi Jaminan Hari Tua di Indonesia


Konstitusi Indonesia pada pasal 28H ayat (3) telah jelas
menggariskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan jaminan sosial
yang bermartabat. Berawal dari permasalahan di atas, pemerintah
membuat aturan turunan lainnya demi mewujudkan hal tersebut. Beberapa
aturan turunan yang hadir ialah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU No. 40 Tahun 2004).25 UU ini
juga melahirkan beberapa aturan turunan seperti Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua
(PP No. 46 Tahun 2015).26
Pada awalnya, kesejahteraan sosial para pekerja di Indonesia diatur
dalam UU No. 40 Tahun 2004. Peraturan tersebut kemudian diubah dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU
Ciptaker).27 Pergantian tersebut dikarenakan peraturan yang lama dirasa
telah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang ada.
Berbagai perubahan terus terjadi hingga hadir aturan turunan yaitu PP No.
46 Tahun 2015.
Pepraturan Pemerintah tersebut menyatakan bahwa JHT dapat
dicairkan ketika pekerja berusia telah memasuki usia pensiun, yaitu 56
tahun. Kebijakan ini telah dikritik karena menciderai rasa keadilan bagi
para pekerja. PP No. 46 Tahun 2015 akhirnya digantikan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Hari Tua (PP No. 60 Tahun 2015).28 PP No. 60 Tahun 2015 ini tidak
mengatur secara rinci terkait dengan syarat pencairan dana JHT, namun

24 Yosep Guntur Gathut Sujati, Kepuasan Kerja: Arti Penting, Faktpr-faktor yang

Mempengaruhi, dan Implikasinya bagi Organisasi, Skripsi Program Studi Pendidikan Ekonomi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2018, hlm. 3.
25 Lihat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional.
26 Lihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan

Program Jaminan Hari Tua.


27 Lihat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

28 Lihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari
Tua.

89
diarahkan agar diatur melalui Permenaker. Oleh karena itu, lahir Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (Permenaker No. 19
Tahun 2015) yang menyatakan bahwa JHT dapat dicairkan sebulan setelah
pengunduran diri atau PHK.
Permenaker tersebut bertahan cukup lama karena memang dirasa
sudah sesuai dengan kebutuhan di masyarakat. Namun, kesesuaian
tersebut terusik manakala secara tiba-tiba pemerintah mengeluarkan
Permenaker No. 2 Tahun 2022. Inkonsistensi pemerintah sangat terasa
semenjak keluarnya Permenaker tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari
persyaratan pencairan dana JHT yang diaturnya.
Isi dari Permenaker No. 2 Tahun 2022 sama persis dengan PP No.
46 Tahun 2015 yang telah diganti yaitu harus berusia 56 tahun untuk dapat
mencairkan dana JHT. Ambiguitas inilah yang menjadi permasalahan di
kalangan akademisi dan juga pekerja. Ditambah lagi Permenaker ini juga
dikeluarkan saat pandemi masih merajalela di Indonesia. Oleh karena itu,
sangat jelas adanya keberpihakan dan inkonsistensi pemerintah dalam
menetapkan regulasi JHT di Indonesia.
Lamanya pencairan dana yang harus menunggu pekerja hingga
berusia 56 tahun membuktikan bahwa alur pencairan JHT berbelit. Sulitnya
pencairan dana tersebut bukan tidak mungkin berhubungan dengan
kondisi keuangan perusahaan maupun negara, karena dampak dari
pandemi ataupun ada masalah pengelolaan dana JHT sebagaimana yang
diungkapkan oleh Mantan Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan,
Poempida Hidayatullah.29 Namun, bagaimanapun kondisinya, negara
secara ideal seharusnya tetap menjamin dan berpihak pada hak asasi
pekerjanya. Penjaminan tersebut harus diwujudkan karena memang sudah
menjadi amanat dari UUD 1945.
Amanat UUD 1945 pasal 28H ayat (3) yang sebelumnya telah
disinggung sangat jelas tidak terwujud dalam Permenaker No. 2 Tahun
2022. Selain bertentangan dengan amanat konstitusi, Permenaker tersebut
juga bertentangan dengan UU No. 40 Tahun 2004. Pertentangan tersebut
tergambarkan pada amanat dari UU tersebut bahwa pekerja harus

29 Iqbal Dwi Purnama, Mantan Dewas BPJSTK Ungkap Dugaan Aturan Baru JHT demi

Tutupi Masalah Besar Ini, Gagal Bayar?


https://economy.okezone.com/read/2022/02/15/320/2547781/mantan-dewas-bpjstk-ungkap-
dugaan-aturan-baru-jht-demi-tutupi-masalah-besar-ini-gagal-bayar, diakses pada 15 Maret
2022.

90
mendapatkan jaminan sosial yang layak. 30 Namun, lagi-lagi kelayakan
tersebut tidak tercermin dari Permenaker No. 2 Tahun 2022.
Tidak hanya bertentangan dengan UUD NRI dan UU, namun
Permenaker ini juga bertentangan dengan Permenaker sebelumnya.
Ketidaksinkronan antar tingkat regulasi ini menandakan pemerintah telah
cacat secara materil maupun formil dalam pembentukan Permenaker No. 2
Tahun 2022. Secara formil, seharusnya Permenaker ini dibentuk melalui
keterbukaan. Secara materil, seharusnya Permenaker ini memberikan rasa
keadilan dan kebermanfaatan, namun keduanya tidak tergambarkan dalam
Permenaker No. 2 Tahun 2022.31
Ketidaksesuaian Permenaker No.2 Tahun 2022 dengan teori ilmu
perundang-undangan yaitu pada pembentukan peraturan yang baik
menandakan adanya kecacatan pada produk hukum yang dibuat. Cacatnya
produk hukum tersebut juga mengindikasikan adanya kemunduran
demokrasi di Indonesia sebagaimana yang diungkapkan United Nations
Development Program (UNDP) bahwa salah satu Indikator Demokrasi
Indonesia (IDI) ialah dengan melihat kualitas produk hukumnya.32
Mundurnya regulasi berdampak juga pada mengkerdilnya demokrasi dan
rasa keadilan di bumi pertiwi. Oleh karena hal tersebut, revisi merupakan
jalan terbaik bagi pemerintah untuk memperbaiki keadaan ditambah
masifnya protes yang hadir di masyarakat.
Sejak berbagai protes dilayangkan, Presiden RI Joko Widodo
akhirnya merespon dengan memerintahkan Kemnaker untuk merevisi
aturan terkait JHT agar pencairannya dipermudah.33 Seolah-olah heroik,
namun kenyataannya hal tersebut menggambarkan adanya koordinasi
kebijakan yang buruk antara Presiden dan Menterinya. Hal ini diperkuat
oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian
Persetujuan Presiden terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala
Lembaga untuk menyetujui perubahan Permenaker tersebut.34 Rentetan

30 Lihat dalam poin menimbang Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang


Sistem Jaminan Sosial Nasional.
31 Machmud Aziz, Landasan Formil dan Materil Konstitusional Peraturan Perundang-

undangan, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 6, No. 3, (2009), hlm. 586.


32 Ibrahim, Menakar Kedalaman Pengukuran Demokrasi Model Indeks Demokrasi Indonesia

(IDI): Beberapa Catatan Substantif dari Kepulauan Bangka Belitung, Jurnal Masyarakat,
Kebudayaan dan Politik, Vol. 30, No. 2, (2017), hlm. 134.
33 Fitria Chusna Farisa, Tuntutan Buruh, Dalih Kemenaker, dan Instruksi Jokowi soal Revisi

Aturan Pencairan JHT Usia 56 Tahun,,


https://nasional.kompas.com/read/2022/02/22/06245131/tuntutan-buruh-dalih-kemenaker-
dan-instruksi-jokowi-soal-revisi-aturan?page=all , diakses pada 17 Maret 2022.
34 Lihat dalam Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian

Persetujuan Presiden terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga.

91
kejadian tersebut mempertegas bahwa rezim pemerintah tidak serius dalam
mewujudkan kesejahteraan kaum buruh.
Perintah untuk merevisi peraturan JHT langsung ditindaklanjuti oleh
Kemenaker. Kemenaker akhirnya mengundang berbagai elemen pekerja
untuk ikut membahas revisi Permenaker terkait JHT. Keterlibatan inilah
yang seharusnya dilakukan sejak awal, bukan menunggu adanya gejolak
terlebih dahulu oleh masyarakat. Hingga hari ini, pembahasan masih terus
dilakukan dan masyarakat masih menunggu hasil revisi dari Permenaker
No. 2 Tahun 2022.35

Implikasi Peraturan Jaminan Hari Tua Bagi Masyarakat Indonesia


Indonesia masih berperang melawan pandemi Covid-19 yang
dibuktikan dengan kasus baru pada Februari 2022 yang mencapai
puncaknya sebanyak 64.718 per hari menurut John Hopkins University
(JHU) melalui Center for Systems Science and Engineering (CSSE).36 Angka
Covid-19 di Indonesia memang sempat menurun pada bulan November-
Desember, namun kembali meningkat pada bulan Januari akhir.
Fluktuatifnya angka pandemi menyebabkan beberapa perusahaan juga
masih belum bisa kembali pada keadaan yang stabil. 37 Ketidakstabilan
perusahaan dan bahkan negara dapat dilihat dari angka kerugian yang
didapatkannya.
Menurut Kementerian Keuangan (Kemenkeu), kerugian negara
Indonesia selama pandemi hingga tahun 2020 mencapai Rp. 1.356 triliun. 38
Sedangkan menurut Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), sebanyak
88% perusahaan di Indonesia mengalami kerugian besar pada
operasional.39 Besarnya angka tersebut membuat perusahaan harus
memutar otak agar kinerja perusahaan dapat tetap berjalan. Terdapat

35 BBC News, JHT BPJS Ketenagakerjaan kembali ke aturan lama, boleh diambil sebelum umur

56 tahun setelah kalangan buruh menolak aturan baru, https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-


60365041 , Diakses pada 18 Maret 2022.
36 CSSEGISandData, COVID-19 Data Repository by the Center for Systems Science and

Engineering (CSSE) at Johns Hopkins University, https://github.com/CSSEGISandData/COVID-


19 , diakses pada 16 Maret 2022.
37 Arahman Yasin Zamzami, Ekonomi Indonesia di Kala Pandemi Covid-19,
https://retizen.republika.co.id/posts/24421/ekonomi-indonesia-di-kala-pandemi-covid-19 ,
diakses pada 17 Maret 2022.
38 Agatha Olivia Victoria, Sri Mulyani: Indonesia Merugi Rp 1.356 Triliun Akibat Pandemi

Covid-19, https://katadata.co.id/yuliawati/finansial/608a683d9d3fe/sri-mulyani-indonesia-
merugi-rp-1356-triliun-akibat-pandemi-covid-19, diakses pada 17 Maret 2022.
39 M. Iqbal Al Machmudi, 88% Perusahaan Alami Kerugian Operasional Akibat Pandemi,

Media Indonesia, https://mediaindonesia.com/ekonomi/385743/88-perusahaan-alami-


kerugian-operasional-akibat-pandemi, diakses pada 17 Maret 2022.

92
beberapa cara yang telah ditempuh oleh beberapa perusahaan agar tidak
gulung tikar.
Beberapa perusahaan memilih untuk merumahkan para
pekerjanya yang diiringi dengan pengurangan gaji yang diterima. Namun,
tidak sedikit perusahaan yang memilih untuk mem-PHK pekerjanya.
Sebagai contoh, menurut Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, sebanyak
500 perusahaan di Jawa Barat yang melakukan PHK selama tahun 2020
dikarenakan kondisi keuangan perusahaan yang semakin sulit.40 Besarnya
angka PHK inilah yang membuat masyarakat membutuhkan dana darurat
untuk tetap menopang kehidupannya dan salah satu yang bisa mereka
andalkan ialah dana JHT yang memang secara hakikatnya merupakan hak
asasi dari para pekerja dan ini sesuai dengan esensi dari adanya program
JHT.
Jika saja pemerintah tidak mengeluarkan Permenaker yang baru,
maka pekerja yang terkena PHK masih bisa merasakan manfaat dari dana
JHT dengan rentang waktu yang relatif cepat yaitu sebulan. Dana JHT
tersebut dapat digunakan oleh pekerja untuk membuka usaha baru,
mencari pekerjaan baru, mengasah keterampilan baru, atau sekadar untuk
bertahan hidup.41 Perusahaan juga akan berfikir kembali untuk mem-PHK
pekerjanya karena harus mencairkan dana JHT. Namun, kondisi ini
menjadi berbalik arah dengan hadirnya Permenaker No. 2 Tahun 2022.
Hadirnya Permenaker No. 2 Tahun 2022 membuat perusahaan
lebih memilih memutus hak kerja karyawannya. Kemudahan tersebut
dikarenakan kewajiban mencairkan dana JHT pekerjanya harus menunggu
usia mereka hingga mencapai 56 tahun. Selama rentang waktu tersebut,
perusahaan dan negara dapat memutar uang yang ada sehingga kondisi
perekenomian dapat tetap berjalan sebagaimana yang diungkapkan
Kemnaker melalui Ida Fauziah.42 Namun di satu sisi, pekerja kesulitan
untuk mendapatkan pekerjaan baru maupun bertahan hidup karena harus
menunggu dana JHT hingga berusia 56 tahun.
Ketidakadilan yang dirasakan dengan hadirnya Permenaker
tersebut akhirnya menuai protes dari masyarakat. Bukan hanya kalangan
pekerja yang memprotes kebijakan tersebut, namun kalangan akademisi
hingga praktisi seperti Hotman Paris juga mengkritik kebijakan tersebut

40 Ridwan Kamil, Wawancara Perihal Jumlah Perusahaan yang Melakukan PHK, (Bandung:

Senin, 2 November 2020).


41 Kominfo, Inilah Manfaat Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan,

https://www.kominfo.go.id/content/detail/39988/inilah-manfaat-jaminan-hari-tua-dan-
jaminan-kehilangan-pekerjaan/0/berita, diakses pada 17 Maret 2022,.
42 Ida Fauziah, Wawancara Perihal Penggunaan Uang JHT untuk Proyek Kereta Cepat dan

Ibu Kota Baru, (Jakarta: Kamis, 17 Februari 2022).

93
karena tidak sesuai dengan logika hukum yang seharusnya.43 Demonstrasi
juga dilakukan oleh Asosiasi Serikat Pekerja pada 23 Februari di Jakarta.44
Beragam bentuk protes tersebut mengisyaratkan bahwa kebijakan tersebut
memang tidak tepat untuk diberlakukan.

Penutup
Berdasarkan keseluruhan hal di atas, maka penulis mengambil
beberapa simpulan utama. Terkait dengan hak asasi manusia, Permenaker
No. 2 Tahun 2022 ini menuai berbagai problematika karena tidak dapat
mencerminkan rasa keadilan bagi pekerja, khususnya mengenai
kesejahteraan pada saat sudah pensiun. Bentuk inkonsistensi regulasi
terkait jaminan hari tua tergambar jelas dengan alur yang berjalan mundur.
Inkonsistensi tersebut berimplikasi pada penolakan yang dilakukan oleh
berbagai elemen masyarakat.
Keseluruhan simpulan tersebut mengarahkan penulis memberikan
beberapa solusi yang diharapkan dapat memperbaiki situasi yang ada.
Pertama, pemerintah harus merevisi Permenaker No. 2 Tahun 2022 dengan
melibatkan berbagai kalangan seperti pekerja dan akademisi agar produk
hukum yang baru nanti memberikan rasa keadilan bagi semua pihak.
Kedua, mempermudah alur pencairan dana JHT dengan menciptakan
regulasi yang komprehensif dan jelas. Ketiga, memberikan batasan PHK
bagi perusahaan agar tidak semakin banyak pekerja yang terkena PHK
selama pandemi. Keempat, mengintensifkan bantuan sosial lainnya pada
masyarakat khususnya bagi yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi.

Daftar Pustaka
Buku
Donnely, Jack. Universal Human Rights in Theory and Practice. Ithaca and
London: Cornell University Press. 2003.
Keraf, A. Sonny. Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya, Edisi Baru.
Yogyakarta: Kanisius. 1998.
Kusumaatmadja,Mochtar. Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum
Nasional. Bandung: Penerbit Binacipta. 1995.

43 Muhammad Idris, Hotman Paris Kritik Menaker soal JHT: Di Mana Keadilannya Bu?,

https://money.kompas.com/read/2022/02/19/131944526/hotman-paris-kritik-menaker-soal-jht-
di-mana-keadilannya-bu?page=all, diakses pada 17 Maret 2022.
44 CNN Indonesia, Serikat Pekerja Demo JHT Lusa, Sehari Setelah JKP Diluncurkan,

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220221112942-92-761824/serikat-pekerja-demo-
jht-lusa-sehari-setelah-jkp-diluncurkan, diakses pada 17 Maret 2022.

94
Nonet, Philippe, Philip Selznick, Hukum Responsif, Pilihan di Masa Transisi.
Penerjemah: Rafael Edy Bosco. Jakarta: Ford Foundation-HuMa.
2003.
Rahardjo, Satjipto. Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta:
Genta Publishing. 2009.
Rahardjo, Satjipto. Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta: Kompas.
2003.
Soeprapto, Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-Undangan Dasar-dasar dan
Pembentukannya. Jakarta: Kanisius. 1998.
Trianto, Titik Triwulan Tutik, Falsafah Nagara & Pendidikan Kewarganegaraan,
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007.

Artikel Jurnal
Ardinata, Mikho. Tanggung Jawab Negara Terhadap Jaminan Kesehatan dalam
Perspektif Hak Asasi Manusia. Jurnal HAM. Vol. 11. No. 2. 2020.
Aziz, Machmud. Landasan Formil dan Materil Konstitusional Peraturan
Perundang-undangan. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 6. No. 3. 2009.
Endri. Implementasi Pengaturan Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Jurnal Selat. Vol. 2. No. 1. 2014.
Hatane, Karina. Dkk. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja di Masa Pandemi
Covid-19. TATOHI Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 1. No. 3. 2021.
Ibrahim. Menakar Kedalaman Pengukuran Demokrasi Model Indeks Demokrasi
Indonesia (IDI): Beberapa Catatan Substantif dari Kepulauan Bangka
Belitung. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik. Vol. 30. No. 2.
2017.
Nasution, Lokot Zein, Muhammad Khoirul Fuddin. Dana Pensiun Pendorong
Kesejahteraan Pekerja dan Penjaga Eksistensi UMKM dalam Menghadapi
Masyarakat Ekonomi Asia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 13. No.
2. Desember 2015.
Sagama, Suwardi. Analisis Konsep Keadilan, Kepastian Hukum, dan
Kemanfaatan dalam Pengelolaan Lingkungan. Jurnal Mazahib,
Pemikiran Hukum Islam. Vol. 15. No. 1. 2016.
Sariffuddin, Retno Susanti. Penilaian Kesejahteraan Masyarakat untuk
Mendukung Permukiman Berkelanjutan di Kelurahan Terboyo Wetan,
Semarang. Makara, Sosial Humaniora. Vol. 15. No. 1. Juli 2011.

Peraturan Perundang-Undangan
Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.

95
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Hari Tua.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.
Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan
Presiden terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara
dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata
Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Makalah
Yosep Guntur Gathut Sujati. Kepuasan Kerja: Arti Penting, Faktpr-faktor yang
Mempengaruhi, dan Implikasinya bagi Organisasi. Skripsi Program Studi
Pendidikan Ekonomi, Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta. 2018.

Wawancara
Netty Prasetiyani Aher. Wawancara Perihal Manfaat JHT Cair di Usia 56
Tahun. (Jakarta: Sabtu, 12 Februari 2022).
Ida Fauziah. Wawancara Perihal Penggunaan Uang JHT untuk Proyek Kereta
Cepat dan Ibu Kota Baru. (Jakarta: Kamis, 17 Februari 2022).
Ridwan Kamil. Wawancara Perihal Jumlah Perusahaan yang Melakukan PHK.
(Bandung: Senin, 2 November 2020).
Said Iqbal. Wawancara Perihal Penolakan Permenaker 2/2022. (Jakarta: Minggu,
13 Februari 2022).

Internet
Al Machmudi, M. Iqbal. 88% Perusahaan Alami Kerugian Operasional Akibat
Pandemi. Media Indonesia.
https://mediaindonesia.com/ekonomi/385743/88-perusahaan-alami-
kerugian-operasional-akibat-pandemi
BBC News. JHT BPJS Ketenagakerjaan kembali ke aturan lama, boleh diambil
sebelum umur 56 tahun setelah kalangan buruh menolak aturan baru.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-60365041
CNN Indonesia. Serikat Pekerja Demo JHT Lusa. Sehari Setelah JKP
Diluncurkan.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220221112942-92-
761824/serikat-pekerja-demo-jht-lusa-sehari-setelah-jkp-diluncurkan
CSSEGISandData. COVID-19 Data Repository by the Center for Systems Science
and Engineering (CSSE) at Johns Hopkins University.
https://github.com/CSSEGISandData/COVID-19

96
Farisa, Fitria Chusna. Tuntutan Buruh, Dalih Kemenaker, dan Instruksi Jokowi
soal Revisi Aturan Pencairan JHT Usia 56 Tahun.
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/22/06245131/tuntutan-
buruh-dalih-kemenaker-dan-instruksi-jokowi-soal-revisi-
aturan?page=all
Idris, Muhammad. Hotman Paris Kritik Menaker soal JHT: Di Mana
Keadilannya Bu?.
https://money.kompas.com/read/2022/02/19/131944526/hotman-
paris-kritik-menaker-soal-jht-di-mana-keadilannya-bu?page=all
Kominfo. Inilah Manfaat Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
https://www.kominfo.go.id/content/detail/39988/inilah-manfaat-
jaminan-hari-tua-dan-jaminan-kehilangan-pekerjaan/0/berita
Maharani, Tsarina. Tolak Permenaker 2/2022, KSPI: Ini Menteri Pengusaha atau
Menteri Tenaga Kerja.
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/13/10481451/tolak-
permenaker-2-2022-kspi-ini-menteri-pengusaha-atau-menteri-
tenaga-kerja
Purnama, Iqbal Dwi. Mantan Dewas BPJSTK Ungkap Dugaan Aturan Baru
JHT demi Tutupi Masalah Besar Ini, Gagal Bayar?.
https://economy.okezone.com/read/2022/02/15/320/2547781/mantan-
dewas-bpjstk-ungkap-dugaan-aturan-baru-jht-demi-tutupi-
masalah-besar-ini-gagal-bayar
Putra, Dwi Aditya. Kemnaker: 72.983 Pekerja Kena PHK Selama Pandemi Covid-
19. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4750566/kemnaker-72983-
pekerja-kena-phk-selama-pandemi-covid-19
Victoria, Agatha Olivia. Sri Mulyani: Indonesia Merugi Rp 1.356 Triliun Akibat
Pandemi Covid-19.
https://katadata.co.id/yuliawati/finansial/608a683d9d3fe/sri-
mulyani-indonesia-merugi-rp-1356-triliun-akibat-pandemi-covid-19
Zamzami, Arahman Yasin. Ekonomi Indonesia di Kala Pandemi Covid-19.
https://retizen.republika.co.id/posts/24421/ekonomi-indonesia-di-
kala-pandemi-covid-19

97
TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HAK ASASI
MANUSIA DALAM PENDIDIKAN PESANTREN

Imam Gunawan
Ilmu Hukum, imam.gunawan21@mhs.uinjkt.ac.id

Pendahuluan
Ubi jus ibi remedium, dimana ada hak, disana ada tempat untuk
menuntut, memperolehnya, dan memperbaikinya jika hak tersebut
dilanggar. Adagium tersebut menjelaskan bahwa setiap orang memiliki hak
dan kehendaknya tersendiri yang sudah melekat sejak lahir tanpa adanya
paksaan oleh siapapun, karena jaminan terkait hak asasi manusia sudah
sangat tegas termanifestasikan dalam konstitusi.
Tuntutan negara Indonesia yang berlandaskan atas negara hukum
sesuai dengan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 bahwa “negara Indonesia adalah negara hukum”
memberikan konsepsi bahwa keyakinan kekuasaan negara harus
dijalankan atas dasar kebijakan hukum yang menempatkan seluruh
kepentingan rakyat merupakan unsur utama yang harus terpenuhi. Oleh
karenanya, dalam setiap negara hukum dipersyaratkan berlakunya asas
legalitas dalam segala bentuknya (due process of law), yakni segala tindakan
pemerintahan harus didasarkan atas perundang-undangan yang sah dan
tertulis.1

Pembahasan
Esensi dari hukum bukan hanya sekedar melindungi dalam segi
aturan, melainkan hukum harus memiliki hati nurani yang berninergi
dengan rasa keadilan. Sebagai negara yang berkedaulan rakyat dapat
diartikan bahwa demokrasi tidak jauh dari supremasi hukum yang
memberikan mandat kepada seluruh warga negaranya untuk menaati
hukum. Friedrich Julius Stahl menyatakan bahwa salah satu ciri negara
hukum yaitu adanya pengakuan Hak Asasi Manusia (HAM).2
Hukum dan HAM keduanya memiliki hubungan yang erat, karena
hukum tanpa hak asasi manusia bagaikan puing-puing yang tak memiliki

1 Muntoha, Negara Hukum Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, (Yogyakarta: Kaukaba,

2013), hlm. 51.


2 F.A. Hayek, The Constitution of Liberty, The Definitive Edition, ed. Ronald Hamowy,

(Chicago: University of Chicago Press, 2011), hlm. 21.

98
perlindungan dan sanksi yang tegas. Dengan adanya hukum yang berlaku
maka jaminan terhadap hak asasi warga negara dapat dilindungi dari
segala tindak kejahatan baik itu ketidakbebasan, kekerasan, pendindasan
serta diskriminasi lainnya.
Menurut Jason Materson, Hak Asasi Manusia (HAM) ialah hak
yang melekat pada diri manusia dan tanpa hak itu tidak dapat hidup
sebagai manusia.3 Oleh karena itu, bagi manusia HAM itu diperlukan agar
manusia itu dapat hidup selayaknya, tidak seperti jaman dahulu dimana
manusia dijadikan objek yaitu dengan masih adanya perbudakan, mereka
tidak bebas untuk melakukan sesuatu dan terus terikat oleh majikannya.
Namun, dengan dinamika hukum yang cukup pesat dan dengan adanya
hak asasi manusia, maka manusia saat ini sudah menjadi subjek yang dapat
dilindungi.4
Konstitusi bukan hanya memberikan jaminan atas rasa aman,
melainkan lebih luas daripada itu. Jaminan terhadap warga negara untuk
mendapatkan pendidikan pun telah dijamin dalam Pasal 31 Ayat (1) UUD
NRI 1945. Tujuan ini selaras dengan alinea keempat yang menyatakan
bahwa pemerintah negara Indonesia berkewajiban mencerdaskan
kehidupan bangsa demi terselenggaranya kesejahteraan bagi
masyarakatnya.
Pendidikan merupakan upaya yang terencana dalam proses
pembimbingan dan pembelajaran bagi setiap individu agar tiap orang
dapat berkembang dan tumbuh menjadi manusia yang mandiri,
bertanggung jawab, kreatif, berilmu, sehat, dan berakhlak mulia baik dilihat
dari aspek rohani maupun jasmani.5 Manusia yang berakhlak mulia
memiliki moralitas yang tinggi dan sangat dituntut untuk dibentuk atau
dibangun. Pendidikan juga bertujuan untuk membangun anak bangsa agar
dikemudian hari menjadi orang-orang yang berintegritas tinggi.
Negara Indonesia menjadi salah satu negara muslim mayoritas
yang dapat menghasilkan para pelajar khususnya para santri yang
notabenenya belajar agama. Dengan banyaknya pendidikan pesantren di
seluruh wilayah Indonesia menunjukkan bahwa tonggaknya ilmu agama
berasal dari para kiyai yang ada disetiap pesantren. Namun, tidak dapat
dipungkiri, bahwa pada realitanya pendidikan di negara ini, masih sering
didapati tindakan kekerasan dalam proses belajarnya. Kasus-kasus yang
terjadi di pondok pesantren dapat dibuktikan dengan data yang dilansir

3 Trianto dan Titik Triwulan Tutik, Falsafah Negara & Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta:

Prestasi Pustaka Publisher, 2007), hlm. 259.


4 Rizky Ariestandi Irmansyah, Hukum, Hak Asasi Manusia dan Demokrasi, (Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2013), hlm. 63.


5 Munir Yusuf , Pengantar Ilmu Pendidikan, (Sulawesi Selatan: IAIN Palopo, 2018), hlm. 7.

99
oleh Komnas Perempuan yang menyatakan bahwa dari tahun 2015-2020
pesantren menempati urutan kedua kasus terbanyak dengan adanya
kekerasan baik itu kekerasan seksual pada mahasantrinya. 6
Seperti kasus Herry Wirawan yang menjadi kontroversial karena
sudah mencabuli belasan santriwati. Tentu isu tersebut menjadi topik
hangat yang diperbincangkan, mengingat pesantren ialah tempat yang
pendidikan dan belajar agama Islam lebih mendalam, padahal seharusnya
pesantren itu sebagai wadah dan sebagai contoh tempat yang terhormat
karena memiliki tujuan yang sangat mulia. Kasus Herry Wirawan sebagai
yang berperan sebagai pimpinan di salah satu pesantren itu sudah
melanggar norma hukum baik hukum yang berlaku di Indonesia dan
hukum Islam.
Dilihat dari aspek hukum yang berlaku sudah sepantasnya orang-
orang yang melakukan tindakan kekerasan mendapatkan sanksi pidana,
apalagi mereka yang didalam lingkungan pesantren harus mendapatkan
perlindungan dari kekerasan. Jika ini terus berlanjut dapat menyebabkan
rusaknya mental seseorang seperti yang tertulis di Undang Undang Nomor
35 tahun 2014.
Data di atas terjadi akibat kurangnya pengawasan dari pengurus
pesantren tidak menindaklanjuti hal ini. Diangkatnya topik HAM karena
menurut penulis banyak yang beranggapan bahwa hal ini sangat
bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga penulis akan
menjelaskan sedikit pengertian dan fungsi HAM khususnya pada
permasalahan pendidikan pesantren serta dampak jika diberlakukannya
HAM di dunia pendidikan pesantren.
Pondok pesantren seperti yang kita ketahui ialah tempat dibina dan
dididik agar dikemudian hari menjadi seorang pemimpin yang baik, adil,
serta menjadi orang yang melanjutkan syari’at agama Islam. Menurut pasal
4 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, diamanatkan
bahwa pesantren memiliki fungsi pendidikan. Besarnya harapan orang
yang dari pesantren agar kelak berguna dimasyarakat khususnya harapan
orang tua kepada anaknya yang di titipkan di pesantren untuk
membimbing keluarga baik di dunia maupun di akhirat.7
Dunia pesantren memiliki 3 tipologi pesantren yaitu pesantren
tradisional, pesantren modern, dan pesantren khalafiyah (terpadu).
Pesantren tradisional atau lebih dikenal pesantren Salafy ialah pesantren

6 Rahel Narda Chaterine, Data Komnas Perempuan, Pesantren Urutan Kedua Lingkungan,

Pendidikan dengan Kasus Kekerasan Seksual


https://nasional.kompas.com/read/2021/12/10/17182821/data-komnas-perempuan-pesantren-urutan-
kedua-lingkungan-pendidikan-dengan , Diakses pada tanggal 7 April 2022.
7 Lihat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, LN.2019/No. 191,

TLN No. 6406.

100
yang lebih mengkaji kitab kuning, belajar membaca Arab, mendalami
tariqat, dll. Pesantren modern lebih menerapkan disiplin pada santri-
santrinya agar membangun karakteristik yang lebih baik. Sedangkan
pesantren khalafiyah atau terpadu yaitu memadukan antara pesantren
modern dan pesantren tradisional, pesantren ini biasanya memberlakukan
sistem peraturannya seperti pondok modern dan untuk metodologi
pembelajarannya seperti hal nya pesantren salafy/tradisional.
Peraturan yang ada didalam pesantren modern atau khalafiyah
lebih ketat dibandingkan pesantren tradisional. Alasannya ialah mendidik
karakteristik santri, menjadikan pemimpin di kemudian hari, orang yang
bisa diandalkan diberbagai lini, dll. Alih-alih pendidikan karakter dan
mematuhi peraturan yang ada agar kelak menjadi orang yang disiplin dan
lebih mandiri terutama mengatur waktu.8
Oleh karenanya, disini penulis akan membahas masalah mengenai
HAM pada pendidikan di pesantren ditinjau dari segi hukum. Maraknya
santri yang mengalami kekerasan di pondok pesantren, telah menunjukkan
bahwa negara telah gagal memberikan jaminan terhadap warga negaranya
dalam mendapatkan pendidikan serta jaminan kehidupan yang layak.
Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Keluarga Berencana
dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3AKBPM) Gunungkidul, Pondok
Pesantren Ansharullah menjadi salah satu tempat yang cukup menegrikan,
dimana para santrinya di Pondok Pesantren tersebut ternyata dilaporkan
banyak yang menjadi korban kekerasan. Oleh karena itu, baik pemimpin,
pengasuh, pengurus pondok pesantren harus mengambil sikap yang bijak.9
Kekerasan seksual juga termasuk hal-hal yang melanggar HAM.
Artinya ia mengambil hak orang lain tanpa persetujuan dari si korban
tersebut. Menurut data ada banyak sekali kekerasan di dunia pesantren
khususnya kekerasan seksual. Ada beberapa kasus kekerasan seksual yang
terjadi pada September 2021 di Ogan Ilir, Sumatera Selatan terdapat kasus
pelecehan seksual oleh 2 pengasuh pondok pesantren terhadap 26 santri
laki-laki dengan iming-iming diberi uang puluhan ribu, kasus di Jombang,
Jawa Timur oleh pimpinannya sendiri yang terungkap pada 20 Februari

8 Ali Anwar, Pembaharuan Pendidikan Di Pesantren Lirboyo Kediri (Yogyakarta: Pustaka

Belajar, 2011), hlm.26.


9 Galih Primatmojo, Menteri PPPA Kunjungi Ponpes di Gunubkidul yang Diduga Banyak

Santrinya Alami Kekerasan,


https://www.google.com/amp/s/jogja.suara.com/amp/read/2021/12/20/105128/menteri-pppa-kunjungi-
ponpes-di-gunungkidul-yang-diduga-banyak-santrinya-alami-kekerasan, Diakses pada tanggal 9 Maret
2022.

101
2020 dengan mencabuli 15 santriwati sejak 2 tahun terakhir, dan masih
banyak kasus-kasus lainnya.10
Berbicara mengenai HAM tak luput dari hak manusia itu sendiri.
Manusia memiliki hak dalam hidupnya yang tidak boleh diganggu gugat.
Hal ini sesuai dengan perkataan John lock bahwa “Hak asasi manusia ialah
hak yang langsung diberikan oleh Tuhan sebagai hak yang kodrati.
Sehingga tidak ada yang bisa mencabut ham itu dari seseorang karena ham
itu sifatnya mendasar dan suci”. Oleh karena itu manusia harus
menghormati hak orang lain, sehingga menciptakan keadilan seutuhnya.
Kendati sejatinya, jaminan-jaminan terhadap hak asasi manusia sudah
sangat tegas diatur dalam konstitusi yaitu hak untuk tidak disiksa dan
dipaksa. 11
Jaminan atas perlindungan terhadap hak untuk tidak disiksa dan
dipaksa, menjadi barometer negara dalam melindungi hak asasi warga
negaranya. Pada faktanya, ada juga pondok pesantren yang melakukan
kekerasan fisik namun untuk kebaikan para santrinya, contohnya seperti
pengalaman yang dirasakan oleh penulis, ketika menjadi anggota hingga
menjadi pengurus di organisasi pesantren dan menjabat bagian bahasa.
Ketika menjadi anggota, penulis mendapati kekerasan fisik karena
melanggar tidak menggunakan bahasa yang resmi yaitu bahasa Arab dan
Inggris, namun hal ini menjadikan penulis dapat berbahasa asing dengan
baik.
Awalnya penulis merasa takut akan hal tersebut, seiring
berjalannya waktu saya berfikir bahwa jika tidak ingin dihukum maka
harus berbicara bahasa resmi. Dari sinilah kemampuan berbahasa penulis
meningkat dari tidak bisa berbicara, menulis, menterjemahkan hingga bisa
semuanya. Beranjak menjadi bagian bahasa hal tersebut sudah dilarang
oleh para ustadz dan pemimpin pondok pesantren untuk melakukan
kekerasan. Hal ini dikarenakan banyak wali santri yang protes akan hal
tersebut, banyak yang bilang hal ini tidak sesuai dengan HAM, tidak
mencerminkan akhlak rasul, dll. Maka dari itu, penulis berfikir, apakah
stigma HAM untuk pendidikan pesantren baik atau tidak?
Bagi seorang yang melanggar peraturan, maka akan diberi
sanksi/hukuman. Hukuman itu bisa juga di sebut ta’zir, ta’zir secara bahasa
berarti menolak dan mencegah atau melarang. Menurut penulis hukuman
ta’zir ialah hukuman yang diberikan penguasa kepada si pelaku dan tidak

10 CNN Indonesia, Daftar Kasus Kekerasan Seksual di Pesantren Indonesia.


https://www.google.com/amp/s/www.cnnindonesia.com/nasional/20211209082552-12-731811/daftar-
kasus-kekerasan-seksual-di-pesantren-indonesia/amp, Diakses pada tanggal 16 Maret 2022.
11 Silmi Nurul Utami, Penggolongan Hak Asasi Manusia,
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/skola/read/2021/03/25/113831069/penggolongan-
hak-asasi-manusia, Diakses pada tanggal 10 Maret 2022.

102
termaktub didalam Al-Qur’an maupun hadist. Akan tetapi jika seseorang
melakukan ta’zir itu tidak bisa dilakukan tanpa adanya pihak yang
berwenang seperti hakim yang memiliki kewenangan untuk melakukan
itu. 12
Para pengurus di pesantren tidak mengartikan bahwa ta’zir itu
harus dilakukan oleh pihak yang berwenang, mereka melakukan atas
tindakan mereka sendiri dengan alasan untuk menegakkan peraturan,
mendidik karakter, dll. Maka dari itu hal ini bertentangan dengan pasal 28B
ayat (2) UUD 1945, ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh,
dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
dikriminasi”. Dari pasal ini berkesinambungan dengan Pasal 54 Undang
Undang Nomor 35 Tahun 2014 menyatakan dalam ayat (1) bahwa anak di
dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan
perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan
kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan,
sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
Jika menilik pada ayat (2) diterangkan bahwa perlindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat. Oleh karennya,
setiap orang haruslah mendapatkan perlindungan dari hal kekerasan. Ini
tercantum juga dalam pasal 76C Undang Undang No. Tahun 2004 “Setiap
Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak”. Apa
hukuman atau sanksi yang didapat bagi orang yang melanggar ? Pasal 80C
menyebutkan bahwa (1). Setiap Orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). (2).
Perihal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (3).
Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). (4). Pidana
ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang
tuanya.13

12Idris Ahmad, Fiqih Syafi’I, (Jakarta: Karya Indah, 2006), hlm. 632.
13Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. LN. 2014/No. 297, TLN No. 5606.

103
Penutup
Upaya meminimalisir bahkan menghapuskan kasus-kasus
kekerasan yang terjadi di pondok pesantren, seharusnya para santri lebih
berani berbicara jika menemukan suatu kejanggalan di pesantren baik dari
teman, pengurus, pengawas, bahkan pimpinan sekalipun. Bagi para orang
yang mengurus pesantren jangan bertindak sewenang-wenang seolah
mereka memiliki hak sepenuhnya dan tidak melihat hak orang lain yang
tercederai.

Daftar Pustaka
Buku
Ahmad, Idris. Fiqih Syafi’I. Jakarta: Karya Indah. 2006.
Anwar, Ali. Pembaharuan Pendidikan Di Pesantren Lirboyo Kediri. Yogyakarta:
Pustaka Belajar. 2011.
Hayek, F.A. The Constitution of Liberty, The Definitive Edition, ed. Ronald
Hamowy. Chicago: University of Chicago Press. 2011.
Irmansyah, Rizky Ariestandi. Hukum, Hak Asasi Manusia dan Demokrasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu. 2013.
Muntoha. Negara Hukum Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945. Yogyakarta:
Kaukaba. 2013.
Trianto dan Titik Triwulan Tutik. Falsafah Negara & Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. 2007.
Yusuf, Munir. Pengantar Ilmu Pendidikan. Sulawesi Selatan: IAIN Palopo.
2018.

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019 tentang
Pesantren.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.

Internet
CNN Indonesia, Daftar Kasus Kekerasan Seksual di Pesantren Indonesia.
https://www.google.com/amp/s/www.cnnindonesia.com/nasional/2
0211209082552-12-731811/daftar-kasus-kekerasan-seksual-di-
pesantren-indonesia/amp.

104
Galih Primatmojo, Menteri PPPA Kunjungi Ponpes di Gunubkidul yang Diduga
Banyak Santrinya Alami Kekerasan.
https://www.google.com/amp/s/jogja.suara.com/amp/read/2021/12/2
0/105128/menteri-pppa-kunjungi-ponpes-di-gunungkidul-yang-
diduga-banyak-santrinya-alami-kekerasan.
Kompas. Data Komnas Perempuan, Pesantren Urutan Kedua Lingkungan
Pendidikan dengan Kasus Kekerasan Seksual.
https://nasional.kompas.com/read/2021/12/10/17182821/data-
komnas-perempuan-pesantren-urutan-kedua-lingkungan-
pendidikan-dengan
Silmi Nurul Utami, Penggolongan Hak Asasi Manusia.
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/skola/read/2021/0
3/25/113831069/penggolongan-hak-asasi-manusia.

105
KONFLIK BERSENJATA RUSIA DAN UKRAINA:
PERAN DAN KEKUATAN HUKUM RESOLUSI
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA

Kiki Nur Aisyah


Ilmu Hukum, kiki.nuraisyah19@mhs.uinjkt.ac.id

Pendahuluan

Bukan lagi menjadi hal lumrah bilamana sebuah negara memiliki


konflik. Daniel Webster mendefinisikan konflik sebagai sebuah persaingan
atau pertentangan antara pihak-pihak yang berseteru satu sama lain
dikarenakan keadaan atau perilaku yang bertentangan. Hal nya dalam
bernegara, Biasanya konflik antar negara atau yang juga disebut dengan
konflik internasional terjadi apabila diplomasi antara dua negara atau lebih
menemui jalan buntu. Merunut pada perkembangan situasi konflik
internasional, secara eksplisit konflik internasional memerlukan
penyelesaian baik secara diplomasi maupun hukum internasional. Namun
tidak jarang ketidakberhasilan negara dalam menyelenggarakan diplomasi
negara berujung pada konflik bersenjata sebagai jalan keluar pemecahan
masalah.
Konflik bersenjata (Laws of Armed Conflict) yang dahulu merupakan
Hukum Perang (Laws of War) kini mengalami pembaharuan istilah menjadi
Hukum Humaniter (International Humanitarial Law Applicable in Armed
Conflict)1. Dalam pengertiannya, Hukum Humaniter merupakan aturan
internasional yang dibentuk oleh perjanjian atau kebiasaan internasional,
yang secara spesifik bertujuan untuk mengatasi problematika kemanusiaan
yang lahir dari sengketa bersenjata Internasional maupun Non-
internasional.2 Secara struktural, Hukum Humaniter sendiri terdiri atas
Hukum Jenewa yang mengatur perlindungan terhadap korban perang dan
Hukum Den Haag yang secara khusus mengatur tata cara dan alat
berperang.
Seperti halnya konflik yang terjadi diantara negara Rusia dan
Ukraina yang telah berlangsung cukup lama. Konflik panjang berujung

1 KGPH Haryomataran, Pengantar Hukum Humaniter, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2012), Hlm. 1.


2 Ambarwati, Denny Ramadhany, Rina Rusman, Hukum Humaniter Internasional,

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), Hlm. 29.

106
perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina bukan lagi sebuah cerita baru.
Sejarah panjang konflik diantara keduanya tidaklah terjadi secara
kebetulan, melainkan berawal ketika krisis yang terjadi di Ukraina.
Awal mula konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina
dipengaruhi oleh aksi aneksasi yang dilakukan oleh Rusia di Krimea. Krisis
yang terjadi di Krimea dipicu oleh gerakan Euromaidan atau “Eurosquare”,
yakni aliran demonstrasi yang terjadi pada 21 November 2013 oleh para
massa di Ukraina yang menginginkan agar Ukraina melakukan integrasi
dengan Eropa dibandingkan dengan Rusia. Puncak konflik ini terjadi ketika
Krimea menyatakan referendumnya pada tahun 2014 dan bergabung
dengan federasi Rusia. Lantaran hal tersebut, Pemerintah Ukraina pun
menyikapi referendum ini dengan represif. Ketegangan antara Rusia dan
Ukraina terus berlanjut hingga pada puncaknya 24 Februari 2022 Rusia
mengumumkan operasi militer terhadap Ukraina.
Semenjak operasi militer Rusia berhasil memasuki wilayah
perbatasan Ukraina, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy segera
memberlakukan darurat militer dan menandatangani dekrit tentang
mobilisasi umum penduduk. Kebijakan politik Rusia untuk mengambil
tindakan militer ke wilayah ukraina berhasil mendapatkan perhatian dunia.
Hal tersebut lantaran dampak dari operasi militer Rusia tidak hanya
merugikan penduduk Ukraina saja, melainkan juga menimbulkan
kekhawatiran internasional akan kecenderungan munculnya perluasan
konflik, serta turut mempengaruhi stabilitas ekonomi internasional yang
secara praktik banyak dipengaruhi oleh kedua negara yang sedang
bersitegang, Rusia dan Ukraina.
Gejolak militer yang terjadi diantara keduanya lantas menarik
perhatian organisasi internasional salah satunya PBB (Perserikatan Bangsa-
Bangsa). Sebagai organisasi internasional terbesar, PBB patut memiliki
kewibawaan dan kemampuan dengan segudang pengalamannya dalam
upaya penyelesaian konflik antar negara. PBB pun lantas turun tangan
memenuhi amanatnya dalam menjunjung tinggi perdamaian diantara
negara anggota.
Selaras dengan tujuan utamanya, PBB berupaya sekuat tenaga
melindungi keamanan dan perdamaian dunia dengan berbagai macam
cara. Resolusi Dewan Keamanan PBB dapat menjadi salah satu pilihan
instruksi PBB dalam menyelesaikan konflik. PBB melalui Dewan Keamanan
PBB mengeluarkan resolusi yang diharapkan dapat mengurangi
ketegangan konflik antara Rusia dan Ukraina. Hal ini membuktikan
keseriusan PBB mewujudkan misi perdamaian dunia dalam penyelesaian
konflik antara Rusia dan Ukraina.

107
Berdasarkan pendahuluan tersebut, maka penulis tertarik mengkaji
lebih dalam terkait peranan Dewan Keamanan PBB dalam kontribusinya
mengeluarkan resolusi terhadap operasi bersenjata Rusia kepada Ukraina.
Hal tersebut menjadi sebab yang melatar belakangi tulisan yang berjudul
“KONFLIK BERSENJATA RUSIA DAN UKRAINA: PERAN DAN
KEKUATAN HUKUM RESOLUSI PBB”.

Eksistensi PBB dalam Hukum Internasional

Pada saat Perang Dunia II berakhir pada tahun 1945, seluruh


negara berada dalam ambang keputusasaan. Masyarakat global
menyerukan perdamaian di seluruh dunia. Kekhawatiran internasional
inilah yang memotivasi perkumpulan 50 perwakilan negara pada
Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait pembentukan Organisasi
Internasional di California, San Fransisco pada tanggal 25 April.3 Dua bulan
selanjutnya tepatnya tanggal 26 Juni 1945 mereka menandatangani Piagam
PBB sebagai peresmian Organisasi Internasional baru, Perserikatan Bangsa-
Bangsa.
Organisasi Internasional seperti PBB dalam perspektif kajian
Hukum Internasional merupakan subjek hukum Internasional. Mochtar
Kusumaatmadja menuturkan kedudukan organisasi internasional terbesar
ini sudah tidak diragukan lagi.4 PBB berdiri sebagai organisasi yang
memiliki Instrumen setidaknya atas enam organ utama yang memiliki
fungsinya masing-masing. Keenam diantaranya ialah Majelis Umum
(General Assembly), Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social Council),
Dewan Perwalian (Trusteeship Council), Mahkamah Internasional
(International Court of Justice), Sekretariat dan Dewan Keamanan (Security
Council). Organisasi yang diresmikan pada tanggal 24 Oktober 1945 pasca
perang dunia II ini, per tahun 2022 telah memiliki 193 jumlah anggota
keseluruhan. Angka ini tidak hanya mencakup ruang negara, akan tetapi
turut menaungi beberapa organisasi internasional dan organisasi antar
negara.
Sejak awal berdiri, PBB disahkan dalam Piagam PBB yang
diratifikasi oleh 5 negara pendiri PBB yakni Republik Tiongkok, Prancis,
Uni Soviet, Britania Raya dan Amerika Serikat. Piagam PBB terdiri atas
kodifikasi prinsip utama hubungan internasional, dari persamaan
kedaulatan negara hingga membahas larangan penggunaan kekuatan

3 United Nations, History of The United Nations, https://www.un.org/en/about-

us/history-of-the-un, diakses pada tanggal 12 Maret 2022.


4 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Buku I bagian Umum,

(Bandung: Bina Cipta, 1982), Hlm. 96.

108
dalam hubungan internasional. Karakteristik yang unik serta kekuatan
yang tertuang di dalamnya menjadikan Piagam PBB sebagai instrumen
hukum internasional karena melalui Piagam PBB ini, PBB memiliki
keistimewaan untuk dapat mengambil tindakan pada berbagai
permasalahan internasional. Hal ini dikarenakan Piagam PBB bukanlah
suatu “Super State” atau sebuah usaha pemerintahan dunia akan tetapi
merupakan sebuah sistem keamanan kolektif yang bersifat esensial
sehingga tidak memiliki kompetensi dalam masalah yang berada dalam
lingkup yuridiksi domestik sebuah negara. Dengan demikian, Kuasanya
pun mengikat seluruh negara anggota PBB.
Inisiatif utama PBB dalam menjalani perannya tercantum dalam
pasal 1 piagam PBB yang menjelaskan bahwa PBB memiliki 4 destinasi
utama yakni memelihara perdamaian dan keamanan internasional,
mengembangkan hubungan antar bangsa, bekerja sama memecahkan
masalah internasional dan dalam mempromosikan penghormatan
terhadap hak asasi manusia, serta menjadi pusat harmonisasi tindakan
bangsa-bangsa5. Dengan tujuan tersebut, maka seluruh anggota PBB wajib
menerima dan melaksanakan keputusan dewan demi menjunjung tinggi
tujuan utama khususnya dalam memelihara perdamaian dunia.6
Upaya PBB dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan
internasional, terkandung dalam piagam PBB Bab VII yang terbagi menjadi
5 prinsip: (a) prinsip untuk menyelesaikan perselisihan internasional secara
damai (Pasal 2 ayat 3 jo. Bab VI dan Bab VIII Piagam); (b) prinsip untuk
tidak menggunakan ancaman atau kekerasan (Pasal 2 ayat 4 Piagam); (c)
prinsip mengenai tanggung jawab untuk menentukan adanya ancaman
(Pasal 39 Piagam); (d) prinsip mengenai pengaturan persenjataan (Pasal 26
Piagam); (e) prinsip umum mengenai kerja sama di bidang pemeliharaan
perdamaian dan keamanan internasional (Pasal 11 ayat 1 Piagam).7
Selaras dengan tujuan dalam piagamnya, PBB menghadapi
ketegangan yang terjadi secara responsif dengan memainkan peran nya
melalui salah satu instrumen utama nya yakni Dewan Keamanan PBB (DK
PBB). DK PBB merupakan sendi penting dalam PBB yang memiliki misi
memelihara perdamaian dunia serta keamanan internasional yang meliputi
negara-negara anggota PBB maupun bukan negara anggota.8 Keanggotaan

5 Cornelis Djelfie Massie, Legalitas Dewan Keamanan PBB dalam Menengahi Sengketa

Internasional, Servanda, vol. 2, no. 4, (2007), Hlm. 13.


6 Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004),

Hlm. 99.
7 D.W. Bowet, Hukum Organisasi Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), Hlm. 31.

8 United Nations, United Nations Security Council, https://www.un.org/securitycouncil,

diakses pada tanggal 12 Maret 2022.

109
DK PBB tercantum dalam Pasal 23 Piagam PBB yang menyebutkan 15
anggota DK PBB yang dimana 5 diantaranya merupakan anggota tetap
yaitu Cina, Perancis, Rusia, Inggris dan Amerika Serikat. Kesepuluh
anggota DK PBB lainnya merupakan anggota tidak tetap yang dipilih
melalui Majelis Umum secara regional dengan periode masa jabatan selama
2 tahun. sementara Presiden Dewan Keamanan diputar secara abjad setiap
bulan.
Status kelima anggota tetap DK PBB memiliki keistimewaan dalam
praktiknya. Mereka mendapatkan status luar biasa (eksepsional) tidak
hanya atas permanennya jabatan mereka saja, akan tetapi juga oleh alasan-
alasan hak suara khusus yang dikenal dengan hak “veto”. Hak veto berlaku
terhadap resolusi substantif tetapi tidak prosedural, dan memungkinkan
anggota tetap untuk memblokir adopsi tetapi tidak berkuasa untuk
memblokir perdebatan resolusi tidak dapat diterima tersebut. Menurut
JESSUP (Largest International Law Moot Court Competition), yang mendasari
pengesahan status luar biasa kelima anggota tetap ini terletak dalam
“inescapable fact of differential”9.
Dalam resolusi Majelis Umum No. 1991 (XVIII) A, memaparkan
alokasi kursi bahwa dari sepuluh kursi yang tersedia maka harus dibagi
menurut ketentuan yang berlaku diantaranya Afro Asia sejumlah 5 kursi,
Eropa Timur 1 kursi, Amerika Latin sejumlah 2 kursi, Eropa Barat dan
lainnya 2 kursi.
Dalam melakukan mandatnya, DK PBB diatur dalam pasal 24 – 26
Piagam PBB. Pada praktiknya, DK PBB bertindak sebagai wakil seluruh
anggota PBB, namun keterikatan para dewan oleh Piagam PBB menjaga
mereka dari tindakan sewenang-wenang yang membatasi pergerakan
mereka. Menurut pasal 25 Piagam PBB, ketika DK PBB bertindak dalam
batas kewenangannya (Intervires), maka anggota PBB terikat oleh tindakan
tersebut dan dianggap setuju menerima dan melaksanakan keputusan DK
PBB.10 Maka dapat disimpulkan bahwa tonggak utama berdirinya DK PBB
yakni untuk memelihara perdamaian dan keamanan Internasional.
Ketika DK PBB mendapati sebuah peristiwa yang mengancam
perdamaian internasional, maka tindakan pertama yang dilakukan dapat
berupa merekomendasikan para pihak agar berusaha mencapai mufakat
dengan jalur damai. DK PBB diperkenankan untuk menetapkan prinsip
untuk perjanjian, melakukan investigasi dan mediasi apabila dibutuhkan,
mengirimkan misi, menunjuk utusan khusus, atau meminta sekretaris
jenderal untuk membantu mencapai penyelesaian sengketa secara damai

9 Cornelis Djelfie Massie, …, Hlm. 15.


10 Cornelis Djelfie Massie, …, Hlm. 18.

110
(Peacemaking).11 Akan tetapi, bilamana cara pertama tersebut tidak efektif
dan semakin menguatkan indikasi perselisihan yang lebih berbahaya,
dalam hal ini DK PBB memiliki wewenang untuk melakukan pemaksaan
dengan mengeluarkan arahan gencatan senjata/agresi yang dapat
membantu mencegah eskalasi konflik, mengirim pasukan militer untuk
membantu mengurangi ketegangan, memisahkan pasukan lawan serta
mengupayakan penyelesaian yang damai.
Penyelesaian sengketa secara damai dalam Pasal 33 Piagam PBB
mengemukakan metode-metode tradisional yang terdapat dalam hukum
internasional. Metode tersebut harus dilaksanakan dengan tepat dan harus
dilakukan DK PBB terhadap kasus sengketa yang dianggap mengancam
stabilitas keamanan dan perdamaian internasional. Adapun pihak-pihak
yang dapat mengajukan sengketa kepada DK PBB diantara lain Majelis
Umum (Pasal 11 dan 12 Piagam PBB), Sekretaris Jenderal (Pasal 99 Piagam
PBB), Negara-negara Anggota (Pasal 35 ayat 1 Piagam PBB). Namun
Piagam PBB pun memberi kelonggaran kepada negara yang bukan anggota
PBB untuk mengajukan persoalan sengketa kepada Dewan Keamanan.
Setiap sengketa yang diajukan, tidak serta merta diterima begitu
saja oleh Dewan Keamanan. Akan tetapi melewati tahap permusyawaratan
para anggota Dewan Keamanan untuk mempertimbangkan apakah yang
diajukan tersebut memiliki unsur persengketaan (Pasal 32 Piagam PBB)
serta menilai apakah sengketa tersebut melampaui batas wewenangnya.
Bilamana musyawarah tersebut berhasil mendapatkan suara mayoritas 9
anggota sesuai keputusan prosedural, maka kasus sengketa tersebut
dianggap mempunyai sifat internasional atau dengan kata lain sesuai
klausula yurisdiksi domestik (Pasal 2 ayat 7 Piagam PBB).
Permusyawaratan tersebut memperbolehkan DK PBB untuk
mengundang negara anggota PBB lainnya meskipun tidak merupakan
anggota DK PBB (Pasal 31 Piagam). Hal ini dapat dilakukan Dewan
Keamanan bilamana menganggap terdapat pengaruh kepentingan suatu
negara secara khusus. Meskipun pada praktiknya DK PBB tidak terpaku
pada pernyataan para pihak, namun melalui pernyataan yang dilontarkan
tersebut dapat dilakukan penyelidikan lebih lanjut dengan menggunakan
organ tambahan guna membantu jalannya penyelidikan berdasarkan Pasal
34 Piagam PBB.
Apabila penyelidikan tersebut dilakukan dengan maksud yang
dinyatakan dalam Pasal 34 Piagam PBB, maka DK PBB tidak diperkenankan

11 United Nations, What is the security council,


https://www.un.org/securitycouncil/content/what-security-council, diakses pada tanggal 12
Maret 2022.

111
untuk tidak menggunakan kewenangan umum yang dimilikinya sesuai
yang tertera dalam Pasal 29 Piagam PBB untuk membentuk badan
pembantu. Keputusan DK PBB dalam menyelidiki suatu persengketaan
haruslah mendapatkan persetujuan dari kelima anggota tetap DK PBB. Hal
tersebut dikarenakan proses penyelidikan yang mengharuskan perizinan
untuk komisi penyelidik memasuki negara tempat investigasi
dilaksanakan, meskipun tidak ada uraian hukum dalam Piagam PBB yang
memberikan kewajiban kepada negara agar tunduk pada keputusan DK
PBB dalam hal pengizinan penyelidikan, namun pengizinan ini dibutuhkan
untuk memaksimalkan proses penyelidikan.
Sementara itu solusi penyelesaian sengketa dengan tindakan
pemaksaan terdiri atas 2 jenis yakni tanpa melibatkan penggunaan
kekuatan senjata (Pasal 41 Piagam PBB) dan melibatkan militer angkatan
udara, angkatan laut atau angkatan darat (Pasal 42 Piagam PBB). Sama
seperti penyelesaian secara damai, penentuan tindakan penyelesaian
sengketa dengan cara pemaksaan ini pun memerlukan persetujuan suara
bulat dari anggota tetap DK PBB. Penentuan ini hanya dapat dibentuk
melalui pemungutan suara Non-Prosedural (Bab VII Piagam PBB).
Selain upaya penyelesaian sengketa dengan jalur damai dan jalur
pemaksaan, DK PBB dapat menggunakan kewenangannya dalam membuat
Resolusi DK PBB. Resolusi DK PBB merupakan keputusan DK PBB dalam
pemeliharaan atau pemulihan perdamaian dan keamanan internasional
yang mempunyai kekuatan mengikat yang pada hakikatnya merupakan
pencerminan suatu legitimasi internasional yang dikehendaki oleh prinsip
dan tujuan PBB sesuai dengan Piagam PBB.12
PBB menyebutkan dalam website resminya, Resolusi Dewan
Keamanan pertama kali diterbitkan sebagai dokumen individual yang
diberi nomor berurutan sejak 1946. Resolusi yang diadopsi biasanya dipilih
dalam pertemuan formal terbuka Dewan Keamanan. Resolusi DK PBB telah
berhasil menyelesaikan beberapa peperangan yang terjadi misalnya Perang
Iran-Irak (1998), kemudian konflik Namibia berhasil diselesaikan dengan
penandatanganan persetujuan melalui forum yang disediakan oleh
Sekretariat Jenderal.13
Situasi yang berbeda, DK PBB juga pernah terlibat dalam negosiasi
dengan perwalian khusus untuk merundingkan perdamaian. Misalnya
seperti perundingan perdamaian di Siprus, El Savador, Mosambik, Liberia,

12 I Komang Oka Dananjaya, Kekuatan Mengikat Resolusi Dewan Keamanan PBB Dalam

Penyelesaian Sengketa Internasional, Jurnal Kertha Wicara, vol. 2, no. 2, (2013), Hlm.1.
13 I Nyoman Sudira, Nuansa Baru peranan PBB dalam menjaga perdamaian selepas perang

dingin: perspektif resolusi konflik, Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, vol. 11, no. 1, (2015),
Hlm. 22.

112
Republik Afrika Tengah, Tajekistan dan Sahara Barat.14 Bahkan
berdasarkan data yang dirangkum sejak berakhirnya perang dingin dari
Upsala Conflict data Project, mencatat sejarah persetujuan perdamaian dunia
yang pernah ditangani diantaranya 5 perjanjian damai antar negara, 17
persetujuan perdamaian perang saudara, dan 15 perjanjian perdamaian
konflik formasi negara.15 Berdasarkan fakta tersebut membuktikan
perhatian PBB terhadap resolusi konflik dengan tujuan menciptakan
perdamaian dunia sangatlah besar.

Resolusi PBB dalam Konflik Bersenjata Rusia – Ukraina

Sejak runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, Negara pecahan


Soviet dan Eropa Timur mengalami perubahan besar dalam revolusi
formasi serta pengimplementasian strategi nasional dan definisi yang tepat
dari prioritas geopolitik. Perubahan ini turut mempengaruhi negara
Ukraina sebagai negara baru yang memiliki keterikatan kompleks dengan
Rusia (Uni Soviet) baik dari segi geografis maupun histori.
Sejarah konflik diantara keduanya berakar pada 1.200 tahun yang
lalu. Ukraina, Rusia dan Belarusia terbentuk di tepi Sungai Dnieper di
Kievan Rus. Keterlibatan Rusia terhadap ukraina yang telah mengakar
selama ratusan tahun terus menerus mengganggu stabilitas perdamaian
Ukraina. Hal ini dibuktikan dengan keterlibatan Rusia dalam politik krimea
yang berkaitan dengan kemerdekaan di semenanjung tersebut. Opini
publik tampaknya setuju pada pemikiran bahwa Federasi Rusia sulit
menerima kemerdekaan Ukraina. Terbukti pada tahun 1992 diadakan
sebuah polling yang menghasilkan 51% responden beranggapan Rusia dan
Ukraina seharusnya tergabung menjadi satu negara yang berdaulat,
sementara 31% beranggapan kedua negara tersebut tetap terpisah namun
dengan perbatasan yang terbuka. Sedangkan hanya 8% diantaranya
menganggap kedua negara harus menciptakan hubungan bilateral
layaknya negara lain. 16
Konflik yang terjadi diantara keduanya kembali memanas ketika
Ukraina menyatakan ketertarikannya untuk bergabung dengan NATO
(North Atlantic Treaty Organisation) dan Uni Eropa (EU). Pernyataan ini
dilontarkan pada tahun 2005 oleh presiden Ukraina pro-Barat yang sedang
menjabat pada saat itu yakni Viktor Yuschenko. Ia menjanjikan kebebasan

14 David P. Barash dan Charles P. Webel, Peace and Conflict Studies, (London: Sage

Publications, 2002), Hlm. 353.


15 Peter Wallensteen, Understanding Conflict Resoluton: War, Peace and the Global System,

(London: Sage publications, 2002), Hlm. 80.


16 Elena Mizrokhi, Russian ‘separatism’ in Crimea and NATO: Ukraine’s Big Hope, Russia’s

Grand Gamble, (Canada: 2009), Hlm. 8.

113
Ukraina dan membawa Ukraina bergabung dengan aliansi NATO dan Uni
Eropa. Pada tahun 2008, NATO merespon baik penggabungan Ukraina
tersebut.
Setelah membangun ikatan dengan NATO, Ukraina kembali
dihadang krisis yang disebabkan oleh keputusan kontroversial presiden
Yanukovych untuk menunda kerja sama perdagangan bebas Ukraina
dengan Uni Eropa pada 2013. Hal ini lantas memicu protes massal di
seluruh Ukraina selama berbulan-bulan yang menyerukan agar dia
mengundurkan diri. Masyarakat Ukraina muak dengan korupsi dalam
negri yang dilakukan pada pemerintahan Yanukovych dan ingin Ukraina
menjadi negara demokratis serta menjadi bagian dari UE. Protes massal ini
disebut dengan gerakan Euromaidan atau “Eurosquare”.
Aksi yang memuncak pada pertengahan Februari 2014 ini pun
berujung pada konfrontasi aparat kepolisian yang membuat gelombang
protes semakin besar. Dalam kondisi negara yang semakin tegang, Presiden
Yanukovych pergi meninggalkan ibu kota pada 21 Februari danberujung
pemecatan dirinya oleh para anggota Parlemen Ukraina. Parlemen Ukraina
pun merujuk presiden sementara, Arseniy Yatsenyuk dan membentuk
pemerintahan sementara yang mendapat pengakuan dari PBB dan Uni
Eropa. Akan tetapi Rusia menganggap pemerintahan baru tersebut ilegal
dan sebagai bentuk kudeta.
Krisis politik tersebut pun berimbas pada konflik yang terjadi di
Krimea. Pada 26 Februari 2014 pasukan Pro Rusia mulai menguasai
semenanjung Krimea. Pada saat yang bersamaan, anggota parlemen
Krimea menyerukan referendum mengenai otonomi Krimea. Kemudian
pada 16 Maret 2014, dicetuskan referendum mengenai sikap politik Krimea
untuk bergabung dengan pemerintah Federasi Rusia. 17 Sejak saat itu
Krimea berada di bawah kendali otoritas Rusia walaupun sebenarnya hal
ini tidak diakui oleh warga Tatar Krimea, Ukraina, Uni Eropa, Amerika dan
sekutunya. Namun Rusia tidak mengindahkan anggapan masyarakat
global, Kemudian pada 18 Maret 2014, Rusia dan Krimea menandatangani
perjanjian penggabungan Republik Krimea dan Sevastopol.
Organisasi Internasional PBB melalui Majelis Umum PBB pada
Maret 2014, PBB mengeluarkan Resolusi 68/262 yang menyatakan bahwa
referendum Krimea tidak sah dan penggabungan Krimea ke dalam Rusia
adalah Ilegal. Sehingga pada April 2014, parlemen Ukraina

VoA News, Crimea Applies to join Russia, http://www.voanews.com/content/voting-


17

under-way-in-crimeareferendum-to-join-russia/1872380.html, diakses pada tanggal 23 Maret


2022.

114
mendeklarasikan Krimea sebagai wilayah yang sementara dianeksasi oleh
Rusia.
Sejak itu konflik tak terhentikan antara kepolisian Ukraina dengan
massa pro Rusia. Gejolak ini pun ditanggapi secara represif oleh
pemerintah Ukraina dengan mengirimkan pasukan militer ke wilayah
Donbas. Dalam kekacauan nasional dan upaya Rusia mencaplok Krimea,
Donbas menjadi wilayah yang coba dipertahankan oleh Ukraina lantaran
wilayah ini merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Rusia.
Pertempuran berdarah di Donbas menewaskan lebih dari 14 ribu orang
termasuk tentara dan warga sipil. Ketegangan yang terjadi di Donbas
membuat sekitar 1,5 juta penduduk di Donbas melarikan diri menjadi
pengungsi baik ke Rusia maupun Ukraina. Setelah pasukan Ukraina
terdesak kubu separatis, delegasi pemerintah Ukraina, wakil-wakil
separatis dan wakil dari organisasi untuk keamanan dan kerjasama di
Eropa (OSCE) melakukan perundingan dan menandatangani kesepakatan
gencatan senjata di Ibu kota Belarusia, Minsk.
Malangnya kesepakatan tersebut tidak bertahan lama dan
pertempuran pun kembali pecah hingga Februari 2015 yang diakhiri oleh
perjanjian damai Minsk yang diprakarsai oleh Prancis dan Jerman. 18
Mereka membuat perjanjian baru bersama Ukraina, Rusia dan kubu
separatis. Perjanjian tersebut memuat persyaratan penarikan senjata berat
dari wilayah sengketa. Pada akhirnya perjanjian yang ditandatangani oleh
para pemimpin Rusia, Ukraina, Prancis dan Jerman tersebut berhasil
meredam pertumpahan darah di Donbas untuk sementara waktu.
Pada Januari 2021, Presiden Ukraina Vlodymyr Zelenskyy meminta
Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk mengizinkan Ukraina bergabung
dengan NATO. Sementara itu, Rusia gencar mengerahkan pasukan
bersenjatanya di dekat perbatasan Ukraina. Ukraina mewaspadai tindakan
Rusia tersebut, namun Rusia mengaku hanya mengadakan latihan di
tempat tersebut. Pada November 2021, Citra satelit yang diambil oleh
Maxar Technologies menampilkan penumpukan pasukan Rusia di dekat
Ukraina.
Moskow diyakini oleh Barat telah memobilisasi setidaknya 100.000
tentara militer. Banyak pihak yang menyebut bahwa Rusia akan menyerang
Ukraina dalam waktu dekat, salah satu yang mengemukakan hal tersebut
adalah Intelijen Barat. Menyikapi tuduhan tersebut, Rusia mengatakan
bahwa negaranya tidak akan menginvasi Ukraina. Tepat sebulan

18 DW, Latar Belakang Konflik Ukraina Dan Invasi Rusia Ke Donbas,


https://www.dw.com/id/latar-belakang-konflik-ukraina-dan-invasi-rusia-ke-donbas/a-
60872988, diakses pada tanggal 12 Maret 2022.

115
setelahnya, Rusia mengajukan tuntutan keamanan yakni meminta NATO
agar menarik kembali pasukan dan senjata dari bagian timur Eropa,
meminta aliansi tersebut untuk tidak pernah menerima Ukraina atau
negara-negara bekas Soviet lainnya sebagai anggota NATO, pengurangan
pasukan NATO dan alat tempur yang ditempatkan di Eropa Timur serta
mengancam untuk melakukan aksi militer jika NATO terus berada di “garis
agresif”.
Tindakan Rusia mencapai puncaknya pada 21 Februari 2022
dimana Putin memberi pengumuman mengakui kemerdekaan milisi
Donbas, Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Luhansk
(LPR). Jelas terlihat bahwa deklarasi tersebut merupakan tindakan sepihak
oleh Rusia setelah berhasil mempengaruhi pasukan pro-Rusia di Donbas.
Pada waktu tersebut, dekrit pengiriman pasukan dengan dalih “menjaga
keamanan” ditandatangani oleh Putin.
Sehari setelahnya parlemen Rusia menyetujui mobilisasi tentara ke
daerah tersebut. Lalu pada tanggal 24 Februari 2022, Putin secara
mendadak mengumumkan operasi militer kepada sejumlah kota di
Ukraina. Rusia memulai operasi militer dengan mengirimkan rudal ke
seluruh penjuru Ukraina termasuk ibu kota Ukraina, Kiev.
Presiden Ukraina menanggapi hal tersebut dengan segera
memberlakukan darurat militer dan mengumumkan mobilisasi umum bagi
rakyat Ukraina. Pada hari ke 27 sejak dimulainya operasi militer Rusia ke
Ukraina, tepatnya 23 Maret 2022 jumlah pengungsi Ukraina menurut data
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), lebih dari 3,5 juta orang telah melarikan
diri ke luar negeri dari Ukraina sejak operasi militer Rusia dimulai.19
Tepat 30 hari setelah operasi militer, berdasarkan catatan
pemerintah Ukraina setidaknya terdapat 117 orang korban anak-anak
Ukraina yang meregang nyawa dan 115 lainnya terluka. Korban terbanyak
berasal dari daerah Kyiv sejumlah 58 anak. Fasilitas publik pun tidak luput
menjadi sasaran kekejaman Rusia. Setidaknya terdapat 548 fasilitasi
pendidikan yang rusak, sebanyak 72 tempat hancur total yang kebanyakan
berada di daerah Donetsk, Kharkiv, Mykolayiv, Sumy, Kyiv, Kherson,
Chernihiv, dan kota Kyiv.20
Melihat banyaknya korban jiwa, Ukraina gencar melakukan upaya
perdamaian dengan pihak Rusia. Perwakilan Ukraina mengadakan

19 Kompas, Rangkuman Hari Ke 27 Serangan Rusia Ke Ukraina,


https://www.kompas.com/global/read/2022/03/23/063100070/rangkuman-hari-ke-27-
serangan-rusia-ke-ukraina-moskwa-bombardir-mariupol, diakses pada tanggal 14 Maret 2022.
20 Liputan6, Jelang 1 Bulan Invasi Rusia,
https://www.liputan6.com/global/read/4918925/jelang-1-bulan-invasi-rusia-117-anak-di-
ukraina-jadi-korban, diakses pada tanggal 14 Maret 2022.

116
negosiasi dengan perwakilan Rusia yang diadakan selama 3 kali yakni pada
28 Februari, 3 Maret dan 7 Maret 2022 di perbatasan Belarusia. Dalam
kesepakatannya Ukraina mengajukan tiga permintaan yakni agar kedua
belah pihak sama-sama mendahulukan aspek kemanusiaan, mengevakuasi
warga sipil ukraina dan mengirimkan logistik makanan & obat-obatan.
Pada 24 Maret 2022 Presiden Ukraina menandatangani Keputusan
No. 117/2021 24 Maret tentang pemberlakuan keputusan yang relevan dari
Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina. Dokumen tersebut
menyetujui Strategi Deokupasi dan Reintegrasi Wilayah Pendudukan
Sementara Republik Otonomi Krimea dan Kota Sevastopol.21 Strategi
tersebut mendefinisikan serangkaian langkah-langkah diplomatik, militer,
ekonomi, informasi dan kemanusiaan yang bertujuan untuk memulihkan
integritas teritorial, kedaulatan negara Ukraina dalam batas-batas yang
diakui secara internasional melalui de-pendudukan dan reintegrasi Krimea.
Kebijakan politik Rusia untuk mengambil tindakan militer ke
wilayah Ukraina dengan menggunakan Pasal 51 Piagam PBB tentang Hak
Pembelaan Diri (right to self-defence ) sama sekali tidak didukung dasar
hukum yang sah. Serangan tersebut melanggar terhadap kedaulatan negara
dan integritas teritorial Ukraina, yang tidak sedikit pun dapat dibenarkan.
Tepatnya bertentangan dengan prinsip dan ketentuan yang terdapat di
dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Pasal 1 ayat (1), Pasal 1
ayat (2), Pasal 2 ayat (3), dan Pasal 2 ayat (4) yang semuanya secara eksplisit
mengakui kedaulatan sebagai hal utama dalam hubungan internasional.
Operasi militer ke Ukraina dalam perspektif Hukum Pidana Internasional
merupakan kejahatan agresi (act of aggression). Pada 25 Februari, Amnesty
International mengatakan bahwa mereka telah menemukan bukti tak
terbantahkan bahwa Rusia telah melanggar Hukum Humaniter
Internasional, dan bahwa beberapa serangannya mungkin termasuk
kejahatan perang.
Menurut kacamata hukum humaniter, benar adanya bahwa Rusia
telah melanggar hukum perang internasional atau secara internasional
disebut International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict yang
telah disepakati negara-negara di dunia dimana seharusnya dalam situasi
perang tersebut hanya diperbolehkan menyasar instalasi-instalasi militer
atau kantor-kantor pemerintahan.22 Lebih jauh lagi dalam hukum

21 Ukrinform, Zelensky Eenacts Strategy, https://www.ukrinform.net/rubric-


polytics/3214479-zelensky-enacts-strategy-for-deoccupation-and-reintegration-of-
crimea.html, diakses pada tanggal 14 Maret 2022.
22 Kompasiana, Konflik Rusia dalam Kacamata Hukum Humaniter,
https://www.kompasiana.com/renomaraturmunthe/621b072bbb44866a046c5cc2/konflik-
rusia-ukraina-dalam-kacamata-hukum-humaniter, diakses pada tanggal 14 Maret 2022.

117
internasional, tindakan Rusia terhadap Ukraina di Krimea pada 2014 dan
apa yang dilakukannya pada saat Ukraina telah dapat dikualifikasikan
sebagai tindakan agresi (act of aggression), baik dalam arti teknis maupun
substantif.23
Hukum humaniter memuat asas-asas dasar, yaitu asas kebutuhan
militer (military need), asas kemanusiaan (humanity) dan asas kesatriaan
(chivalry). Prinsip kepentingan militer terdiri dari Hak pihak-pihak yang
berperang menentukan kekuatan yang diperlukan untuk menaklukkan
lawan dalam waktu sesingkat mungkin dengan biaya serendah mungkin
dan jumlah korban sesedikit mungkin. Sementara prinsip kemanusiaan
dalam hukum humaniter melarang kekerasan yang tidak dibutuhkan
untuk mencapai tujuan perang. Dengan demikian, serangan terhadap
penduduk sipil yang tidak terlibat dalam konflik harus dilindungi dari
akibat perang.
Pelanggaran prinsip humaniter yang dilakukan oleh Rusia,
tertuang dalam Hukum Den Haag & Hukum Jenewa yang merupakan
kiblat utama bagi Hukum Humaniter Internasional. Perlindungan terhadap
korban perang pertama kali ditampilkan dalam bentuk Konvensi pada
tahun 1864 di Jenewa. Konvensi tersebut menegaskan beberapa poin yakni;
pertama Rumah sakit, tenaga medis, ambulans, dan personil-personil
lainnya yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan kemanusiaan harus
dilindungi dan diakui sebagai pihak netral dalam suatu konflik bersenjata,
Kedua Warga sipil atau penduduk yang membantu orang-orang yang
terluka harus dilindungi, Ketiga kombatan yang luka dan sakit harus
dikumpulkan dan dirawat oleh pihak-pihak yang bersengketa, Keempat
ambang palang merah dengan latar putih berfungsi sebagai lambang
perlindungan untuk menemukan personil, perlengkapan, dan fasilitas
kesehatan.24
Tentunya dalam mengimplementasikan nilai-nilai yang
terkandung dalam Konvensi Jenewa, dibutuhkan bantuan PBB untuk
memaksimalisasi penerapan dari Konvensi Jenewa tersebut. PBB melalui
Dewan Keamanan PBB turut memberikan kontribusinya sesuai bunyi pasal
24 Piagam PBB tentang tugas dan fungsi Dewan Keamanan PBB. Untuk
mengimplementasikan amanat Piagam PBB, Dewan Keamanan PBB
melalui Majelis Umum yang dilaksanakan pada 3 Maret 2022 di New York,

23 Media Indonesia, Konflik Rusia Ukraina: Hukum Internasional Bisa Apa,


https://mediaindonesia.com/opini/478687/konflik-rusia-ukraina-hukum-internasional-bisa-
apa, diakses pada tanggal 14 Maret 2022.
24 Hengky Ho, Penerapan Hukum Humaniter Internasional Dalam Konflik Bersenjata Antara

Palestina Dan Israel, Lex Et Societatis, vol. 7, no.2, (2019), Hlm. 143.

118
Amerika Serikat melakukan sidang darurat yang pertama kali dilakukan
sejak 1997.
Pemungutan suara tersebut kembali dilakukan dengan hasil
pemungutan suara majelis yang beranggotakan 193 orang perwakilan
negara berhasil mendapat dukungan 141 negara, 35 diantaranya abstain
sementara 5 menentang yakni Rusia, Belarus, Suriah, Korea Utara dan
Eritrea. Meskipun Resolusi Majelis Umum PBB bersifat tidak mengikat,
namun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat mempengaruhi
opini seluruh dunia.
Resolusi tersebut berisi lima poin penting yakni (a) Menegaskan
kembali komitmennya terhadap kedaulatan, kemerdekaan, kesatuan, dan
integritas wilayah Ukraina dalam batas-batas yang diakui secara
internasional, yang meluas hingga perairan teritorialnya; (b) Menyesalkan
dengan tegas agresi Federasi Rusia terhadap Ukraina yang melanggar Pasal
2 (4) Piagam; (c) Menuntut agar Federasi Rusia segera menghentikan
penggunaan kekuatannya terhadap Ukraina; (d) menuntut agar Federasi
Rusia segera, sepenuhnya dan tanpa syarat menarik semua kekuatan
militernya dari wilayah Ukraina dalam batas-batas yang diakui secara
internasional; (e) Menyesalkan keputusan Federasi Rusia pada tanggal 21
Februari 2022 terkait dengan status wilayah tertentu di wilayah Donetsk
dan Luhansk Ukraina.
Merespon terhadap Resolusi DK PBB ini, sangat disayangkan Rusia
memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyesalkan agresi Rusia.
Meskipun sebelas dari 15 anggota dewan memberikan suara untuk mosi
tersebut, tindakan Rusia yang memveto resolusi tersebut tidak merubah
kenyataan apapun. Resolusi tersebut ditakdirkan gagal karena hak veto
Moskow sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB.25
Terlepas dari keacuhan Rusia terhadap Resolusi DK PBB, Amerika
serikat bersama negara lainnya tetap pada pendiriannya untuk menegaskan
kedaulatan Ukraina dan menyerukan Rusia untuk segera menghentikan
agresi militer nya terhadap Ukraina. Meskipun begitu, kecaman yang
dilontarkan masyarakat global terhadap Rusia tak membuatnya gentar dan
terus melakukan agresi militer terhadap Ukraina setelahnya. Presiden
Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan kepada parlemen Jepang bahwa
PBB telah gagal atas konflik di negaranya. Menurutnya, reformasi
diperlukan untuk menyerukan lebih banyak tekanan pada Rusia. Zelensky
menyebut PBB telah lumpuh karena Rusia adalah anggota tetap Dewan

25 Media Indonesia, Rusia Memveto Resolusi Dewan Keamanan PBB Terkait Ukraina,
https://mediaindonesia.com/internasional/474227/rusia-memveto-resolusi-dewan-keamanan-
pbb-terkait-ukraina, diakses pada tanggal 14 Maret 2022.

119
Keamanannya. Ini secara efektif telah memblokir kecaman atau tindakan
atas operasi militernya terhadap Ukraina.

Penutup

Konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina merupakan konflik


yang sangat kompleks. Dapat dikatakan konflik yang memuncak pada
Februari 2022 dilatarbelakangi oleh keengganan rezim Putin atas lunturnya
paham Soviet pasca kepemimpinan Presiden Zelenskyy yang lebih pro-
Barat. Rusia pun menentang keras gabungnya Ukraina dengan NATO, hal
tersebut diyakini menjadi salah satu alasan kuat operasi militer Rusia ke
Ukraina. Dalam perspektif lain konflik ini juga memiliki dimensi hukum
terkait dengan perebutan identitas pemilik kedaulatan serta pemerintahan
yang sah, sehingga dapat dipahami bahwa konflik ini juga memiliki muatan
politis dan histori yang menjelma menjadi satu kesatuan masalah.
Adapun upaya Organisasi Internasional PBB selaku entitas yang
bertanggung jawab menjaga keamanan dan perdamaian dunia. Melalui
Dewan Keamanannya, PBB mengeluarkan resolusi yang mengecam keras
operasi militer Rusia terhadap Ukraina. Meskipun begitu, Dewan
Keamanan PBB harus tetap berjuang menciptakan perdamaian di Ukraina
sebab perang masih terus terjadi karena veto yang dilakukan Rusia
terhadap Resolusi PBB.

Daftar Pustaka

Buku
Adolf, H. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Jakarta: Sinar Grafika.
2004.
Ambarwati, D. R. Hukum Humaniter Internasional. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. 2009.
Barash, David P dan Charles P. Webel. Peace and Conflict Studies. London:
Sage Publications. 2022.
Bowet, D. Hukum Organisasi Internasional. Jakarta: Sinar Grafika. 1992.
Haryomataran, K. Pengantar Hukum Humaniter. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 2012.
Kusumaatmadja, M. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Bina Cipta.
1982.

Mizrokhi, E. Russian ‘separatism’ in Crimea and NATO: Ukraine’s Big Hope,


Russia’s Grand Gamble. Universite Laval. 2009.

120
Wallensteen, P. Understanding Conflict Resoluton: War, Peace and the Global
System. London: Sage publications. 2022.

Artikel Jurnal
Dananjaya, I. Komang Oka. Kekuatan Mengikat Resolusi Dewan Keamanan
PBB Dalam Penyelesaian Sengketa Internasional. Jurnal Kertha Wicara.
vol. 2. no. 2. 2013.
Ho, Hengky. Penerapan Hukum Humaniter Internasional Dalam Konflik
Bersenjata Antara Palestina Dan Israel. Lex Et Societatis. vol. 7. no. 2.
2019.
Massie, Cornelis Djessie. Legalitas Dewan Keamanan PBB dalam Menengahi
Sengketa Internasional. Servanda. vol. 2. no. 4. 2007.
Sudira, I Nyoman. Nuansa Baru Peranan PBB Dalam Menjaga Perdamaian
Selepas Perang Dingin: Perspektif Resolusi Konflik. Jurnal Ilmiah
Hubungan Internasional. vol. 11. no. 1. 2015.

Internet
DW. Latar Belakang Konflik Ukraina Dan Invasi Rusia Ke Donbas.
https://www.dw.com/id/latar-belakang-konflik-ukraina-dan-invasi-
rusia-ke-donbas/a-60872988
Kompas. Konflik Rusia Ukraina dalam Kacamata Hukum Humaniter.
https://www.kompasiana.com/renomaraturmunthe/621b072bbb4486
6a046c5cc2/konflik-rusia-ukraina-dalam-kacamata-hukum-
humaniter
Kompas. Rangkuman Hari Ke 27 Serangan Rusia Ke Ukraina.
https://www.kompas.com/global/read/2022/03/23/063100070/rangku
man-hari-ke-27-serangan-rusia-ke-ukraina-moskwa-bombardir-
mariupol
Liputan6. Jelang 1 Bulan Invasi Rusia.
https://www.liputan6.com/global/read/4918925/jelang-1-bulan-
invasi-rusia-117-anak-di-ukraina-jadi-korban
Media Indonesia. Konflik Rusia-Ukraina, Hukum Internasional Bisa Apa?
https://mediaindonesia.com/opini/478687/konflik-rusia-ukraina-
hukum-internasional-bisa-apa
Media Indonesia. Rusia Memveto Resolusi Dewan Keamanan Pbb Terkait
Ukraina. https://mediaindonesia.com/internasional/474227/rusia-
memveto-resolusi-dewan-keamanan-pbb-terkait-ukraina
Ukrinform. Zelensky enacts strategy for de-occupation and reintegration of
Crimea. www.ukrinform.net/rubric-polytics/3214479-zelensky-
enacts-strategy-for-deoccupation-and-reintegration-of-crimea.html
United Nations. History of The United Nations.
https://www.un.org/en/about-us/history-of-the-un

121
United Nations. United Nations Security Council.
https://www.un.org/securitycouncil
United Nations. What is the security council.
https://www.un.org/securitycouncil/content/what-security-council
VoA News. Crimea Applies to join Russia.
http://www.voanews.com/content/voting-under-way-in-
crimeareferendum- to-join-russia/1872380.html

122
CAMPUR TANGAN VANUATU TERHADAP ISU
HAK ASASI MANUSIA DI PAPUA: WUJUD
PELANGGARAN PRINSIP NON-INTERVENSI
DALAM HUKUM INTERNASIONAL?

Andradito Muhammad Wisnu


Ilmu Hukum, aandramw@yahoo.co.id

Pendahuluan
Kedaulatan negara (state sovereignty) merupakan hak absolut dari
masing-masing negara atas suatu wilayah tertentu, dan menjadi dasar
pendirian dari negara.1 Setiap negara berhak atas kebebasan untuk
mengatur dan menguasai urusan dalam negeri dalam wilayah negaranya
demi mencapai kepentingan dan tujuan dari negara tersebut. Di Indonesia,
tujuan negara tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945), yakni “… melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”2
Sesuai dengan tujuannya, Indonesia tidak hanya melihat aspek
kepentingan dalam negeri, tetapi Indonesia juga berupaya mengambil andil
dalam kepentingan internasional demi mencapai ketertiban dunia. Dilihat
dari aspek tersebut, nyatanya Indonesia turut mengambil sikap maupun
tindakan terhadap isu-isu internasional. Perdamaian di Timur Tengah,
sikap rasialisme negara terhadap ras etnik, seperti tindakan pemerintah
Tiongkok terhadap Suku Uyghur dan tindakan pemerintah Myanmar
terhadap etnis Rohingya, merupakan beberapa isu yang menyedot
perhatian dunia, dimana Indonesia termasuk negara yang menaruh
perhatian terhadap permasalahan tersebut.
Permasalahan internasional tidak terbatas pada satu aspek saja.
Sangat banyak isu yang dihadapi oleh negara-negara yang juga berkaitan
dengan kesejahteraan sosial, seperti isu kemiskinan, diskriminasi,
kebebasan, dan juga isu mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Menurut Jan

1Jenik Radon, Sovereignty: A Political Emotion, Not A Concept, Journal of International


Law, vol. 40, no. 2, (2004), Hlm. 195.
2 Lihat Alinea 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

123
Materson dalam buku Teaching Human Rights yang diterbitkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mendefinisikan HAM sebagai hak-hak
yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat
hidup sebagai manusia.3 Di Indonesia sendiri, isu HAM juga banyak
berkembang di tengah masyarakat, seperti munculnya isu pembatasan
kebebasan berekspresi, isu diskriminasi, serta penyadapan data pribadi dan
intimidasi.
Selain daripada kasus-kasus di atas, kasus pelanggaran HAM yang
terjadi di Papua juga menjadi sorotan publik. Berdasarkan pada situs
Amnesty Internasional Indonesia, setidaknya terdapat 5 masalah HAM di
Papua yang harus diselesaikan oleh pemerintah Indonesia, yaitu: 4 (1)
pembunuhan di luar proses hukum dan penahanan sewenang-wenang; (2)
pelanggaran hak berserikat dan berkumpul; (3) aktivis damai Papua tak
mendapat proses hukum yang adil; (4) pembatasan akses informasi; dan (5)
kondisi hidup pengungsi diduga tidak layak. Banyaknya permasalahan
HAM di Papua menggambarkan bahwa krisis kemanusiaan masyarakat di
sana masih terus berlangsung dan belum dapat tertangani secara tuntas.
Isu-isu yang berkembang di Papua nampaknya juga menarik
perhatian masyarakat Internasional. Dalam sidang PBB, isu HAM di Papua
beberapa kali diangkat pembahasannya. Negara Vanuatu merupakan salah
satu negara yang sering mengangkat isu Papua ke lembaga internasional
tersebut. Vanuatu melalui perdana menteri nya selalu menyuarakan
dukungan terhadap pembebasan Papua. Penekanan yang disuarakan oleh
mereka selalu terfokus pada pelanggaran HAM yang terjadi di Papua sejak
tahun 1960, dimana telah memakan banyak korban.5 Di Papua sendiri,
terdapat gerakan separatisme oleh sekelompok penduduk yang dikenal
dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Gerakan tersebut menghendaki
Papua agar terlepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan
menjadi negara yang berdiri sendiri. Salah satu negara yang membantu
gerakan tersebut yaitu Vanuatu. Tindakan yang dilakukan oleh Vanuatu
merupakan bentuk ikut campurnya negara tersebut atas urusan dalam
negeri Indonesia yang juga mengancam kedaulatan NKRI.

3 A. Ubaedillah, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education): Pancasila, Demokrasi, dan

Pencegahan Korupsi, (Jakarta: Kencana, 2015), Hlm. 165.


4 Amnesty International Indonesia, Papua: 5 Masalah HAM yang Harus Diselesaikan,

https://www.amnesty.id/papua-5-masalah-ham-yang-harus-diselesaikan/, diakses pada


tanggal 23 Juni 2021.
5 Thomas Bagus Putera, Kepentingan Vanuatu dalam Usaha Pemerdekaan Papua, Jurnal

Analisis Hubungan Internasional, vol. 5, no. 2, (2016), Hlm. 573.

124
Pembahasan
Peran dan keikutsertaan Vanuatu dalam mencampuri urusan
dalam negeri Indonesia mengenai permasalahan HAM Papua di forum
Internasional tidak dapat dibantahkan lagi. Bahkan, dukungan
penyelesaian masalah HAM tersebut juga berujung pada dukungan
pemisahan Papua Barat dari NKRI. Dibeberapa tahun, seperti pada tahun
2016 dan 2017, Vanuatu mewakili suara Negara Pasifik Selatan yaitu Tonga,
Nauru, Tuvalu, Kepualauan Marshall, dan Kepualauan Solomon yang
terafiliasi dalam Pacific Coalition for West Papua (PCWP) menyuarakan
dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Indonesia di Papua.6 Tidak
hanya itu, Vanuatu bahkan memfasilitasi pertemuan pimpinan United
Liberation Movement for West Papua (ULMWP), yaitu Benny Wenda untuk
bertemu ketua Dewan HAM PBB.7 Di mana dalam pertemuan tersebut,
Benny menyerahkan petisi masyarakat Papua mengenai referendum
kemerdekaan Papua di Indonesia. Atas segala tindakan yang dilakukan
oleh Vanuatu, sudah sangat gamblang bahwa negara kepulauan tersebut
mencoba mengintervensi urusan dalam negeri Indonesia.
Istilah intervensi sering dipakai secara umum untuk menunjukkan
hampir seluruh tindakan ikut campur suatu negara dalam urusan negara
lain.8 Starke dalam bukunya, mendefinisikan non-intervensi sebagai “Non-
intervention is a foreign principle which holds that political rulers should avoid
alliances with other nations, but still retain diplomacy, and avoid all wars not
related to direct self-defense. This is based on the grounds that a state should not
interfere in the internal politics of another state, based upon the principles of state
sovereignty and self-determination.”9 Berdasarkan penjelasan tersebut, maka
dapat dimaknai bahwa prinsip non-intervensi terbatas pada tindakan
mencampuri urusan dalam negeri atau luar negeri dari negara lain yang
melanggar kemerdekaan negara itu. Prinsip tersebut berdasarkan pada
prinsip kedaulatan negara dan prinsip suatu negara untuk menentukan
nasibnya sendiri.
Amitav Acharya dalam bukunya, menyatakan bahwa prinsip non-
intervensi merupakan prinsip yang memberi kebebasan bagi setiap negara
untuk mengurusi urusan dalam negerinya tanpa adanya campur tangan

6 VoA Indonesia, 7 Negara Pulau Pasifik Desak PBB Selidiki Pelanggaran HAM di Papua,

2017, https://www.voaindonesia.com/a/negara-pulau-pasifik-desak-pbbpelanggaran-ham-
papua/3746422.html, diakses pada tanggal 13 April 2022
7 Euronews, West Papuan Separatists Han Petition on UN Human Rights Chief, 2019,

https://www.euronews.com/2019/01/27/west-papuan-separatists-hand-petition-to-un-human-
rights-chief, diakses pada tanggal 13 April 2022.
8 J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), Hlm. 683.

9 J. G. Starke, …, Hlm. 683.

125
dari negara lain yang mana menyalahi prinsip kebebasan, kemerdekaan,
dan integritas suatu negara.10 Prinsip non-intervensi ini berlaku
menyeluruh dalam tataran hukum internasional yang mana negara wajib
untuk mematuhinya. Hukum internasional yang mengatur hubungan
antara negara-negara tidak menurunkan nilai-nilai kedaulatan yang
menjadi hak dasar sebuah negara. Kedaulatan negara yang berkembang
saat ini memberikan batasan pada penggunaan makna kedaulatan untuk
menghindari “anarchy sovereignty”.11 Pembatasan ini justru memberikan
ruang yang lebih kepada negara untuk dapat sepenuhnya berdaulat tanpa
diganggu oleh pihak eksternal.
Prinsip non-intervensi merupakan salah satu prinsip yang
dipegang teguh oleh komunitas internasional dalam menjalankan
hubungan internasional. Prinsip ini secara dasar diatur dalam Piagam PBB
yang mulai berlaku sejak 24 Oktober 1945. Menurut Pasal 2 ayat (4) Piagam,
menyatakan bahwa “Negara dalam melakukan hubungan internasional
tidak boleh menggunakan kekerasan terhadap integritas wilayah atau
kemerdekaan politik negara lain”. Lebih lanjut, dalam Pasal 2 ayat (7),
menyatakan bahwa “Tidak ada satu ketentuan-pun dalam Piagam ini yang
memberi kuasa kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mencampuri
urusan-urusan yang pada hakikatnya termasuk urusan dalam negeri suatu
negara atau mewajibkan Anggota-anggotanya untuk menyelesaikan
urusan-urusan demikian menurut ketentuan-ketentuan Piagam ini; akan
tetapi prinsip ini tidak mengurangi ketentuan mengenai penggunaan
tindakan-tindakan pemaksaan seperti tercantum dalam Bab VII.”12
Berdasarkan redaksi pada ayat tersebut, sudah jelas bahwa PBB termasuk
negara-negara anggotanya secara khusus tidak diperkenankan
mencampuri urusan dalam negeri suatu negara. Terlebih, regulasi ini justru
memberikan dan mengedepankan penyelesaian dalam negeri oleh negara
yang bersangkutan.
Pelaksanaan prinsip ini dijalankan karena suatu negara memiliki
kedaulatan penuh yang didasari oleh paham kemerdekaan dan persamaan
derajat sesama negara. Artinya, negara yang berdaulat bebas dari negara
lainnya dan juga sama derajatnya dengan yang lain.13 Maka dari itu,

10 Aminav Acharya, Constructing a Security Community in Southeast Asia: ASEAN and the

Problem of Regional Order, (London: Routledge, 2001), Hlm. 57.


11 Maskun, Interaksi Kejahatan Siber dan Kejahatan Agresi dalam Hukum Internasional

Kontemporer, Disertasi Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 2014, Hlm. 89.


12 Lihat Pasal 2 ayat (4) dan ayat (7) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

13 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional,

(Bandung: Alumni, 2003), Hlm. 19.

126
tindakan intervensi negara tentu sudah menyalahi pemahaman dasar
tersebut.
Secara lebih lanjut, pengaturan mengenai prinsip non-intervensi
juga diatur dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 2625 (XXV) yang
disahkan pada tanggal 24 Oktober 1970. Resolusi kemudian diterima
sebagai Deklarasi Majelis Umum tentang Prinsip-Prinsip Hukum
Internasional mengenai Hubungan Persahabatan dan Kerjasama Antar
Negara yang Berkaitan dengan Piagam PBB atau Declaration on Principles of
International Law concerning Friendly Relation and Co-operation among States in
accordance with the Charter of The United Nations. Berdasarkan deklarasi
tersebut, sebuah negara maupun kelompok negara tidak memiliki hak
untuk mencampuri secara langsung maupun tidak langsung urusan dalam
maupun luar negeri dari negara lain untuk alasan apapun. Maka dari itu,
segala bentuk intervensi dengan kekuatan militer maupun intervensi yang
dapat mengancam entitas negara tersebut sangat tidak dapat dibenarkan.
Bentuk intervensi yang menyangkut urusan politik, ekonomi, budaya, dan
aspek lainnya juga dapat dikelompokkan sebagai pelanggaran hukum
internasional.14
Walaupun telah diatur secara komprehensif dalam tataran
internasional, namun pada praktiknya tidak semua negara mengindahkan
prinsip non-intervensi ini. Terdapat beberapa kasus dimana suatu negara
mengintervensi urusan dalam negeri negara lain. Seperti intervensi
terhadap Somalia pada tahun 1992. Negara tersebut telah mengalami
konflik internal sejak lama. Namun, dalam menyelesaikan konflik tersebut,
terdapat intervensi yang dilakukan oleh Amerika Serikat dengan dalih
memerangi pemberontak. Kemudian, intervensi yang dilakukan terhadap
Libya. Sejak revolusi Libya pada tahun 2011, negara tersebut mulai
mengalami kemunduran dan masyarakat sipil mengadakan demonstrasi
besar-besaran, sehingga konflik pun terjadi. Namun, penyelesaian konflik
tersebut dicampuri oleh negara-negara barat, termasuk Prancis dan
sekutunya dalam NATO.
Pelanggaran-pelanggaran hukum internasional khususnya pada
prinsip non-intervensi memberikan dampak yang buruk bagi negara yang
diintervensi. Ancaman terhadap kesejahteraan masyarakat, masa depan
negara, serta guncangan kedaulatan negara terus terdegradasi. Tindakan
Vanuatu yang mencoba untuk mengintervensi Indonesia merupakan
agenda tahunan yang terus diupayakan oleh negara tersebut. Walaupun

14 Lihat Deklarasi Majelis Umum tentang Prinsip-Prinsip Hukum Internasional


mengenai Hubungan Persahabatan dan Kerjasama Antar Negara yang Berkaitan dengan
Piagam PBB.

127
upaya ini tidak mencapai keberhasilan dalam berbagai forum internasional,
namun langkah Vanuatu sangat mengusik kedaulatan Indonesia.
Kedaulatan suatu negara sudah sepatutnya dijaga dan dipertahankan oleh
suatu negara, dan negara lain seharusnya mendukung atau setidaknya
tidak mengusiknya.
Dalih yang selalu dikemukakan oleh Vanuatu yaitu terkait dengan
HAM yang mana termasuk dalam aspek kemanusiaan. Pengaturan
mengenai intervensi kemanusiaan sebenarnya belum diatur secara tegas
dalam hukum internasional. Namun, Dewan Keamananan PBB berhak
menjalankan kewajibannya terkait dengan adanya ancaman terhadap
keamananan internasional, atau pelanggaran perdamaian dan keamanan,
dan agresi sesuai dengan tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip PBB dan
dengan sebisa mungkin mengurangi kekuatan bersenjata. Pengaturan
tersebut terdapat dalam Pasal 24 Piagam PBB yang mengatur mengenai
tugas dan fungsi Dewan Keamanan PBB, serta sesuai dengan redaksi pada
Pasal 26.15
Sesuai dengan Pasal 33 Piagam, PBB memiliki wewenang untuk
melakukan semua upaya agar konflik dapat diselesaikan secara damai
melalui cara-cara negosiasi, mediasi, arbitrase, penyelesaian hukum, serta
cara damai lainnya. Selanjutnya, dalam Pasal 37 menjelaskan bahwa jika
pihak-pihak yang mengalami konflik tersebut dianggap tidak dapat
menyelesaikan masalahnya, maka PBB melalui Dewan Keamanan akan
menetapkan cara-cara penyelesaian sesuai Pasal 36, atau mengambil cara-
cara penyelesaian yang dianggap layak. Penyelesaian yang dianggap layak
di sini yaitu seperti pemutusan hubungan ekonomi, alat-alat komunikasi,
serta pemutusan hubungan diplomatic.
Segala bentuk intervensi sebenarnya tidak dapat dibenarkan,
namun terdapat beberapa tolak ukur yang dapat dijadikan sebagai alasan
suatu negara melakukan intervensi kemanusiaan, yaitu: 16 (1) Negara
tersebut gagal. Bila suatu negara pemerintah gagal berfungsi sebagai
pelindung warga negaranya karena terjadi perang saudara atau
pembunuhan massal, maka pada kondisi inilah negara lain dapat
membenarkan diri untuk melakukan intervensi kemanusiaan; (2) Adanya
kesadaran kemanusiaan. Jika suatu negara banyak terjadi tragedy
kemanusiaan, seperti pembunuhan massal, perbudakan, dan peledakan
yang menimbulkan kematian yang besar (shocking the conscious of mankind),
maka kondisi itulah yang membernarkan suatu negara untuk melakukan

15 Michael N. Barnett, The International Humanitarian Order, (New York: Routledge,

2010), Hlm. 1.
16 Hamid Awaludin, HAM, Politik, Hukum, dan Kemunafikan Internasional, (Jakarta: PT

Kompas Media Nusantara, 2012), Hlm. 196.

128
intervensi kemanusiaan; (3) Jalan terakhir. Pada titik di mana semua jalur
non-militer telah ditempuh namun tetap gagal menyelesaikan
permasalahan kemanusiaan, maka intervensi militer menjadi salah satu
pilihan. Penyelesaian konflik menggunakan tindakan militer sejalan
dengan Pasal 42 Piagam PBB yang mana menyatakan jika upaya non-militer
telah ditempuh namun tetap tidak dapat menyelesaikan masalah, maka
penggunakaan kekuatan militer dapat dibenarkan untuk menjamin
kestabilan keamanan dan perdamaian internasional. Namun, yang harus
ditekankan adalah kekuatan militer hanya dijadikan sebagai langkah akhir
untuk melindungi penduduk dari pelanggaran HAM berat.17
Intervensi kemanusiaan juga memerlukan beberapa pengaturan
yang ketat untuk dapat dilaksanakan. Terdapat beberapa ketentuan yang
mengatur mengenai intervensi kemanusiaan, antara lain: (1) Telah terjadi
pelanggaran HAM serius; (2) Kejahatan kemanusiaan bersifat meluas dan
sistematis. Artinya kejahatan serius kemanusiaan yang terjadi di suatu
negara dapat terjadi secara terus menerus dan berkelanjutan. Oleh karena
itu harus dihentikan dengan cara intervensi;18 (3) Tidak dilakukan untuk
tujuan atau kepentingan tertentu. Jika intervensi dilakukan untuk selain
daripada upaya perlindungan HAM, maka intervensi tersebut dapat
dikatakan ilegal; (4) Terdapat otorisasi dari Dewan Keamanan PBB; dan (5)
Pelaksanaan intervensi harus dilakukan proporsional dan dalam rentang
waktu tertentu (not for a long time).19 Intervensi kemanusiaan tidak boleh
dilakukan secara sepihak saja oleh suatu negara tanpa adanya mandate
yang diberikan oleh PBB. Jika upaya tersebut terjadi, maka negara
bersangkutan akan sangat terancam kedaulatannya, karena tidak adanya
pengontrolan batasan atas intervensi tersebut.

Penutup
Menilik realita yang terjadi, upaya yang dilakukan Vanuatu
bukanlah bentuk intervensi militer, melainkan intervensi melalui jalur
diplomasi dalam forum internasional dengan mengatasnamakan
pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap
Rakyat Papua, Vanuatu menganggap bahwa tindakan yang dilakukannya
adalah suatu yang dibenarkan. Namun, dorongan untuk mendukung

17 Emi Eliza dkk, Intervensi Kemanusiaan (Humanitarian Intervention) Menurut Hukum

Internasional dan Implementasinya dalam Konflik Bersenjata, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, vol.
8, no. 4, (2014), Hlm. 634.
18 Anthony L. Smith, The East Timor Crisis: A Test Case for Humanitarian Intervention,

(Pasir Panjang Singapore: Institute of Southeast Asian, 2018), Hlm. 65.


19 Simon Duke, The State and Human Rights Sovereignty versus Humanitarian Intervention,

Sage Journals, vol. 12, no. 2, (1994), Hlm. 44.

129
gerakan separatisme dan memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat atas
Indonesia merupakan langkah yang terlewat batas dalam lingkup etika
internasional. Mendukung kemerdekaan Papua Barat berarti mendukung
perpecahan wilayah teritorial Indonesia. Di mana, hal tersebut sangat
berkaitan erat dengan hak dasar negara merdeka yaitu kedaulatan.
Tindakan yang dilakukan oleh Vanuatu telah mengancam kedaulatan serta
mengusik upaya Indonesia dalam menyelesaikan konflik kemanusiaan di
Papua.
Dalam hukum internasional, tepatnya yang berkaitan dengan
hubungan antar negara (hubungan internasional), terdapat prinsip yang
tidak menghendaki suatu negara mencampuri urusan dalam negeri negara
lain, yaitu prinsip non-intervensi. Namun demikian, terdapat pengecualian
terhadap isu pelanggaran HAM tertentu dimana dunia internasional
disahkan untuk melakukan intervensi kepada negara tersebut, tentu
dengan berbagai persyaratan yang diatur dalam hukum internasional.
Intervensi dapat dilakukan dengan tujuan untuk menyelesaikan konflik
HAM, bukan untuk mengusik kedaulatan negara. Hal yang dilakukan
Vanuatu memang untuk turut membantu rakyat Papua atas pelanggaran
HAM, namun disamping itu terdapat kepentingan dan ambisi lain yang
tujuan akhirnya adalah ingin memisahkan Papua Barat dari wilayah
kedaulatan NKRI. Upaya tersebut merupakan pelanggaran terhadap
kedaulatan Indonesia serta sebagai bentuk pengabaian prinsip non-
intervensi sebagaimana diatur dalam hukum internasional.

Daftar Pustaka
Buku
Acharya, Aminav. Constructing a Security Community in Southeast Asia:
ASEAN and the Problem of Regional Order. London: Routledge. 2001.
Awaludin, Hamid. HAM, Politik, Hukum, dan Kemunafikan Internasional.
Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. 2012.
Barnett, Michael N. The International Humanitarian Order. New York:
Routledge. 2010.
Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R. Agoes. Pengantar Hukum
Internasional. Bandung: Alumni. 2003.
Smith, Anthony L. The East Timor Crisis: A Test Case for Humanitarian
Intervention. Pasir Panjang Singapore: Institute of Southeast Asian.
2018.
Starke, J. G. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: Sinar Grafika. 2007.

130
Ubaedillah, A. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education): Pancasila,
Demokrasi, dan Pencegahan Korupsi. Jakarta: Kencana. 2015.

Artikel Jurnal
Duke, Simon. The State and Human Rights Sovereignty versus Humanitarian
Intervention. Sage Journals. vol. 40. no. 2. 1994.
Eliza, Emi dkk. Intervensi Kemanusiaan (Humanitarian Intervention) Menurut
Hukum Internasional dan Implementasinya dalam Konflik Bersenjata.
Fiat justisia Jurnal Ilmu Hukum. vol. 8. no. 4. 2014.
Putera, Thomas Bagus. Kepentingan Vanuatu dalam Usaha Pemerdekaan Papua.
Jurnal Analisis Hubungan Internasional. vol. 5. no. 2. 2016
Radon, Jenik. Sovereignty: A Political Emotion, Not A Concept”, Journal of
International Law. vol. 40, no. 2. 2004.

Peraturan Perundang-Undangan
Deklarasi Majelis Umum tentang Prinsip-Prinsip Hukum Internasional
mengenai Hubungan Persahabatan dan Kerjasama Antar Negara
yang Berkaitan dengan Piagam PBB.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Makalah
Maskun. Interaksi Kejahatan Siber dan Kejahatan Agresi dalam Hukum
Internasional Kontemporer. Disertasi Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin. 2014.

Internet
Amnesty International Indonesia. Papua: 5 Masalah HAM yang Harus
Diselesaikan. https://www.amnesty.id/papua-5-masalah-ham-
yang-harus-diselesaikan/.
Euronews. West Papuan Separatists Han Petition on UN Human Rights Chief.
https://www.euronews.com/2019/01/27/west-papuan-separatists-
hand-petition-to-un-human-rights-chief.
VoA Indonesia. 7 Negara Pulau Pasifik Desak PBB Selidiki Pelanggaran HAM
di Papua. https://www.voaindonesia.com/a/negara-pulau-pasifik-
desak-pbbpelanggaran-ham-papua/3746422.html.

131
BAB III
Humanisasi Hukum Pidana dan Akselerasi
Bisnis dalam Kebhinnekaan Masyarakat
RESTORASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
ADAT: MEREALISASIKAN PEMENUHAN HAM DI
DESA SIGAPITON DALAM UPAYA
PEMBANGUNAN NASIONAL

Banyu Hekmatiar
Ilmu Hukum, banyu.hekmatiar20@mhs.uinjkt.ac.id

Pendahuluan

Indonesia is heaven of earth merupakan julukan yang dikenal oleh


seluruh dunia sebagai negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam
yang besar dengan disempurnakan adanya kearifan dan budaya yang
orisinal dan menakjubkan. Luasnya lautan dan daratan yang terbentang,
realita sosialnya Indonesia merupakan negara yang mengandung nilai
eksistensi kemajemukan yang besar, setiap daerah mempunyai
keanekaragaman budaya yang berbeda-beda. Kendati demikian, meski
banyak sekali perbedaan, hal itu tidak menyurutkan satu asa bangsa
Indonesia yang sudah tertuang dalam bhineka tunggal ika. 1 Semboyan
tersebut membuat negara Indonesia menjadi satu kesatuan yang utuh
sesuai dengan Pancasila.2 Salah satu realitanya adalah eksistensi dari
masyarakat adat atau Masyarakat Hukum Adat di seluruh nusantara yang
membuktikan bahwa nilai-nilai Pancasila sudah terkristalisasikan dengan
nyata. Dilansir oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bahwa
Indonesia memiliki 2371 komunitas masyarakat adat dari 5000 kelompok
masyarakat adat yang ada di dunia (indigenous people).3

1 P. Runtoko, Konsekuensi Yuridis Kemajemukan Bangsa Indonesia Terhadap Pembangunan


Hukum Nasional, Lex Renaissance, vol. 1, no. 6, (2021), Hlm. 207.
2 Shidarta Darji Darmodiharjo, Pancasila (Penjabaran Nilai-Nilai Pancasila dalam Sistem

Hukum Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), Hlm. 11.


3 A. Melati Kristina, Sebaran Masyarakat Adat
https://katadata.co.id/padjar/infografik/5f8030631f92a/sebaran-masyarakat-adat , diakses
pada tanggal 29 Oktober 2021.

134
Layaknya sebuah cermin raksasa yang mampu menggambarkan
atlasnya kebudayaan dan kemajemukan di Indonesia. Tak terlepas dari
hakikat eksistensinya masyarakat hukum adat berperan menjaga
keseimbangan antara alam dan manusia. Oleh karena itu sudah seharusnya
negara menjamin adanya hak istimewa bagi masyarakat adat. Namun
secara historical context, eksistensi MHA untuk diakui dan dihormati, masih
dalam keadaan kayu yang rapuh dan sangat rentan untuk tumbang.
Permasalahan akan eksistensinya bukan hanya hangat terdengar oleh daun
telinga, tapi sudah berkembang sejak abad ke-14, yang berawal dari
pesatnya in Terra Nullius yang mengatakan bahwa daerah-daerah yang
disinggahi oleh para bangsa penakluk adalah tanah tak bertuan yang dapat
dimiliki, manusia-manusia yang tinggal di tanah tersebut dianggap sebagai
manusia yang belum beradab (Uncivilized Peoples). Hal ini merupakan
kepercayaan bangsa-bangsa penakluk untuk mengklaim dan melakukan
tindakan pembenaran atas tindakan mereka yang membawa daya muslihat
dengan misi memberdayakan Indigenous peoples (Ips),4 melalui akses
pelayanan dan fasilitas umum yang sudah mereka dapatkan.

Pembahasan

Dilansir dari data Defender Of Earth dari Global Witness terdapat lebih
dari 200 pembela tanah dan lingkungan yang hampir 40% merupakan
masyarakat adat, yang mengalami diskriminasi dan kekerasan. Bahkan
berdasarkan peta persebaran daerah tertinggal masih didapati 84,42 % atau
103 kabupaten dari 122 daerah yang tertinggal.5 Kondisi yang telah
dipaparkan oleh penulis, menunjukkan bahwa gagalnya pemerintah dalam
memenuhi dan menyelenggarakan pemberdayaan bagi MHA. Padahal
sejatinya, pembangunan nasional dapat terwujud apabila tatanan sosial
dan budaya MHA dapat direalisasikan dengan optimal sesuai dengan cita
dari founding father6 negara Indonesia.
Studi kasus terkait permasalahan MHA yang menjadi perhatian
penulis yaitu terjadi di desa Sigapiton, Provinsi Sumatera Utara.7 MHA di

4 S. James Anaya, Indigenous Peoples in International Law, (Oxford University Press: New
York, 1996), Hlm. 106.
5 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Petunjuk

Pelaksanaan (Juklak) Identifikasi Masalah-masalah Ketertinggalan Kabupaten Daerah Tertinggal,


(Jakarta: Direktorat Perencanaan dan Identifikasi Daerah Tertinggal, 2016), Hlm. 2.
6 Muhammad Mulyadi , Pemberdayaan Masyarakat Adat Dalam Pembangunan Kehutanan,

Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan , vol. 10, no. 4, (2013), Hlm. 227.
7 Sapariah Saturi, Bangun Pariwisata Danau Toba Ancam Wilayah adat Sigapiton,

AdaKesepakatan?, https://www.google.com/amp/s/www.mongabay.co.id/2019/09/16/bangun-

135
Sigapiton telah memperlihatkan bahwa terdapat fakta-fakta pelanggaran
HAM yang dialami oleh MHA tersebut. Awal mula permasalahan yakni
munculnya kebijakan pemerintah dalam pembangunan nasional berbasis
pariwisata di kawasan Danau Toba, yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025. Tujuan yang diharapkan
perintah yang didelegasikan dalam peraturan tersebut yaitu untuk
menyelenggarakan pembangunan yang berujung pada kesejahteraan dan
keadilan yang merata. Namun naas tujuan murni itu harus terbentur
dengan realita yang menjadikan mereka nestapa di atas tanahnya sendiri.
Pendekatan pemerintah yang diwakili oleh Badan Pengelola Otorita Danau
Toba (BPODT) masih terbilang kuno.8 Bisa dibilang tindakan-tindakan
mereka mengkiblat ke arah belakang pada zaman orde baru, dimana
masyarakat adat di berikan pseudonim yang negatif sebagai penduduk liar,
peladang liar, masyarakat primitif bahkan dikatakan sebagai penghambat
pembangunan.9
Prinsip perlindungan masyarakat adat yang telah dijamin oleh
negara tidak sejalan dengan dikeluarkannya SE Kepala badan
pengembangan infrastruktur wilayah No 02/SE/Kw/2019 tentang Pedoman
Umum Program Pembangunan Pariwisata Terintegrasi dan Berkelanjutan
(P3TB). Dengan adanya kebijakan tersebut, seringkali ditemukan
Pelanggaran-pelanggaran HAM yang dialami oleh adanya pembangunan
jalan dari tempat wisata the nomadic kaldera toba escape menuju Batu silali
sepanjang 1.900 meter. Akibatnya banyak masyarakat adat kehilangan mata
pencahariannya hingga proses pembangunan ini telah meratakan kebun
kopi dan jagungnya dengan total luas 7,2 hektar.10
Terdapat juga klaim tanah seluas 120 ha secara sepihak yang
dilakukan oleh BPODT, serta tanpa mengikutsertakan partisipasi MHA
sigapiton, hal ini jelas menjadi kerugian materil lain, jika harga tanah di
kisar mencapai Rp.1.000.000 m/persegi maka total kerugian seluruhnya atas
klaim tanah sepihak tersebut mencapai Rp. 1.200.000.000.000.- (Satu Triliun

pariwisata-danau-toba- ancam-wilayah-adat-sigapiton-ada-kesepakatan/amp/, diakses pada


tanggal 26 Oktober 2021.
8 Jon RT Purba, Hentikan Perampasan Tanah Adat di Sigapiton,
https://www.gatra.com/detail/news/446349/politik/hentikan-perampasan-tanah-adat-di-
sigapiton, diakses pada tanggal 26 Oktober 2021.
9 Muhammad Mulyadi, Pemberdayaan Masyarakat Adat Dalam Pembangunan Kehutanan ,

Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan , vol. 10, no. 4, (2013), Hlm. 228.
10 Tonggo Simangunsong, Perjuangan Masyarakat Adat Sigapiton Di tengah Ambisi 'Bali

Baru' Danau Toba, https://www.ekuatorial.com/2021/11/perjuangan- masyarakat-adat-


sigapiton-di-tengah-ambisi-bali-baru-danau-toba, diakses pada tanggal 25 Oktober 2021.

136
Dua Ratus Miliar Rupiah ).11 Proses klaim sepihak yang dilakukan oleh
BPODT pun melanggar hukum, karena terdapat cacat hukum administratif
objek tanah yang tumpang tindih. Sebagaimana yang dijelaskan pada SE
No. 590/4387/setdapert/2019 tentang hasil Identifikasi dan Inventarisasi
Permasalahan Tenurial Kawasan Hutan Rencana Lokasi Badan Otorita
Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba, yang bertentangan dengan
pasal 107 ayat (1) Huruf g Peraturan Menteri Agraria No 9 Tahun 1999
tentang Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara Dan
Pengelolaan.12
Fakta yang terjadi pada pertengahan tahun 2018 setidaknya ada 14
warga desa sigapiton yang dilaporkan ke polisi dan dijadikan tersangka
dengan tuduhan pencurian,perusakan lingkungan dan menduduki lahan
tanpa izin. Mereka pun di cap sebagai “penduduk liar” oleh BPODT, yang
seharusnya menjadi perbuatan yang tak etis bila mengatakan hal demikian
kepada tuan rumah yang diucapkan oleh seorang tamu. MHA sigapiton,
yang ingin membakar rumput di lahan yang biasa untuk berladang pun
tidak luput dari penangkapan polisi, karena dituduh melakukan tindakan
perusakan lahan. Hal ini membuat mereka ketakutan untuk melakukan
kegiatan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Tempat
pemakaman leluhur mereka pun terancam hilang karena adanya
pembangunan ini. Dengan tidak terpenuhinya hak-hak pemberdayaan
MHA, akhirnya mereka mulai bertanya-tanya kebijakan pembangunan ini
berkeadilan kepada siapa? Lalu sejahtera lari dan berlabuh ke perut siapa?
Melihat eksistensinya, para pakar seperti Robbins-Chatterjee
menyatakan bahwa pemberdayaan MHA merupakan Empowerment-
“process by which individuals and groups gain power, access to resources and
control over their own lives. In doing so, they gain the ability to achieve their highest
personal and collective aspirations and goals” 13 Esensi dari pernyataan di atas
yaitu pemberdayaan masyarakat dapat diartikan, sebagai upaya untuk
memberikan daya (empowerment) atau penguatan (strengthening), kepada
masyarakat sebagai tujuan kelompok yang dapat mempunyai akses untuk
mencari nafkah atau akses terhadap sumber-sumber produktif yang
memungkinkan mereka dapat memiliki peningkatan dalam
pendapatannya,14 memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka
perlukan.

11 Putusan PTUN Medan Nomor 244/g/2019/PTUN-MDN, Hlm. 5.


12 Putusan PTUN Medan Nomor 244/g/2019/PTUN-MDN, Hlm. 27.////
13 Dwi Iriani Margayaningsih, Pemberdayaan Masyarakat Desa Sebagai Upaya

Penanggulangan Kemiskinan, Jurnal Publiciana , vol. 9, no.1 , (2016), Hlm. 160.


14 Dwi Iriani Margayaningsih, ..., Hlm. 161.

137
Pemberdayaan MHA pun harus tertuang dalam kebijakan-kebijakan
ataupun produk hukum yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat
seluas-luasnya. Selaras dengan pernyataan Jeremy Bentham yang
menyatakan “the greatest happiness of the greatest number”15 dimana menurut
Bentham dalam teori utilitarianis menyatakan bahwa baik buruknya
hukum harus di ukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh
penerapan hukum itu sendiri.16 Dalam kebijakan pemberdayan masyarakat
adat pun, harus mengedepankan aspek-aspek yang disesuaikan dengan
hasil pemberdayaan masyarakat adat yang diharapkan. Dalam
pemberdayaan MHA dikenal beberapa aspek, diantaranya; Pertama,
Enabling yakni menciptakan suasana yang memungkinkan potensi MHA
dapat berkembang. Kedua, Empowering yakni memperkuat potensi yang
dimiliki MHA melalui langkah-langkah nyata yang menyangkut
penyediaan berbagai input dan pembukaan dalam berbagai peluang yang
akan membuat masyarakat semakin berdaya. Ketiga, protecting yaitu
melindungi dan membela kepentingan kelompok masyarakat yang lemah.17
Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar mengatakan, “Saya sangat
mendukung dan berusaha sekuat tenaga meskipun tenaganya tidak besar, namun
kita berusaha agar posisi masyarakat adat mendapatkan tempat yang signifikan
dalam pembangunan karena kontribusinya yang nyata. Tetapi lagi-lagi kita
seringkali tidak mampu menjelaskan secara baik kepada semuanya mainstream pada
mayoritas tentang kontribusi itu,”18 dibalik dukungannya terhadap akselerasi
pengesahan UU masyarakat adat, terdapat pandangan pemerintah yang
seolah-olah memarjinalkan akan potensi MHA yang tidak mempunyai
kontribusi dalam upaya pembangunan. Salah pandang pemerintah ini
merupakan tanda bahwa mereka tidak memahami sepenuhnya tentang
sistem-sistem yang dibangun oleh MHA terutama dalam sistem ekonomi
yang mereka miliki.
Membandingkan dengan perspektif pembangunan ekonomi yang
dipakai pemerintah dengan perspektif ekonomi MHA yang ditawarkan.
Pemerintah menggunakan industri-industri besar sebagai poros

15 James E Crimmins, Stanford Encyclopedia Of Philosophy, Jeremy Bentham,


https://plato.stanford.edu/entries/bentham/, diakses pada tanggal 25 Oktober 2021.
16 Miswardi dkk, Etika Moralitas Dan Penegak Hukum , Jurnal Menara Ilmu, vol. XV, no.

02, (2021), Hlm.158.


17 Munawar Noor , Pemberdayaan Masyarakat , Jurnal Ilmiah Civis, vol. 1, no. 2, (2011),

Hlm. 87.
18 Wahyu Chandra, Kontribusi Masyarakat Adat dalam Pembangunan Berkelanjutan

Tak Bisa Diremehkan, https://www.mongabay.co.id/2021/03/08/kontribusi-


masyarakat-adat-dalam-pembangunanberkelanjutan-tak-bisa-diremehkan/, diakses pada
tanggal 23 Oktober 2021.

138
pembangunan, namun tidak memperhatikan dampak besar yang akan
dialami di kemudian hari seperti bencana alam yang berujung pada
eksploitasi yang berlebihan yang pada akhirnya tidak membawa
kebermanfaatan yang sesungguhnya. Menurut Faisal Basri seorang
ekonomi dari Universitas Indonesia, yang mengatakan bahwa MHA tidak
mengenal istilah zero sum game (saya untung kamu rugi) MHA selalu
memberikan kemaslahatan kepada anggotanya yang banyak dengan
memelihara alam, ini terbukti bahwa tidak ada masyarakat adat yang
menggunduli hutan, dan tidak ada masyarakat adat yang melakukan
pencemaran lingkungan. Bahkan dengan adanya masyarakat adat dapat
menciptakan value creation yang memberikan nilai kebermanfaatan untuk
dinikmati banyak orang.19
Pada dasarnya negara telah mengakui keberadaan MHA dan
menghormati akan hak-hak mereka, akan tetapi ketika melihat pemaparan
diatas nampaknya negara memberikan pengakuan dan perlindungan
hukum yang bersifat semu, hal ini diakibatkan dari kandungan Pasal 18 B
Ayat (2) UUD NRI 1945 nampaknya memberikan pengakuan yang
bersyarat (clause conditional) dimana menurut Ann dan Robert Seidman
mengatakan bahwa konstruksi dalam kandungan pasal seharusnya bersifat
jelas (obvious), objektif (objective) tidak mengandung nilai multitafsir (non-
multi interpretation) dan harus dapat diterapkan (applicable) serta tidak boleh
membuat kelompok tertentu menjadi susah atau tidak beruntung.

Penutup

Upaya penguatan dalam hal pengakuan dan penghormatan kepada


MHA perlu direalisasikan dengan bijak oleh pemerintah. Selain dengan
penegasan dalam UU sektoral yang memberikan keistimewaan terhadap
MHA. Perlu juga di upayakan hal- hal lain, misalnya yang membuat MHA
menjadi lebih partisipatif kepada pemerintah terutama dalam hal
pembangunan nasional. MHA mempunyai pengetahuan lokal dan
kebudayaan tradisional dalam mengelola sumber daya alam dan
keseimbangan terhadap lingkungan sekitar, mereka menawarkan secara
langsung mengenai konsep pembangunan yang berbasiskan Green
Economy. Jauh sebelum PBB mengeluarkan program Green Economy yang
dikeluarkan oleh United Nations Programme (UNEP) yang melihat data 50
Tahun terakhir yang menunjukkan penurunan kualitas lingkungan yang

19 Budi Baskoro, Ekonom Faisal Basri: Berikan Afirmasi dan Perlindungan Pada Masyarakat

Adat, https://aman.or.id/news/read/ekonom-faisal-basri-berikan- afirmasi-dan-perlindungan-


pada-masyarakat-adat, diakses pada tanggal 23 Oktober 2021.

139
sangat parah dari tahun 1981 Sampai 2005, MHA lebih dahulu menerapkan
konsep ekonomi ini tanpa harus menunggu gejala yang datang dan
berakibat bagi kehidupan, maka yang diharapkan akan Green Economy ini
yang dilakukan oleh MHA dalam konsep pembangunan Green Economy
dapat mengatasi gejala-gejala yang timbul karena ideologi modernisasi atau
sering disebut dengan gejala developmentalisme dalam pembangunan.20 Oleh
karena itu negara harus berupaya penuh terhadap perwujudan
pembangunan nasional yang mengikutsertakan MHA sebagai salah satu
komponen penting dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan
(sustainable development).21
MHA yang lebih partisipatif terhadap pemerintah pun
mengimplementasikan keberdayaan MHA itu sendiri yang menandakan
bahwa kontribusi dan value creation alamiah mereka dapat membantu
pemerintah dalam perwujudan pembangunan nasional yang berkeadilan
dan merata. Dengan demikian, esensi daripada tujuan pembangunan
nasional yang ditujukan kepada kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia harus menyertakan lapisan masyarakat tradisional maupun
MHA yang tersebar,terpencil dan marjinal.22
Salah satu cara membentuk Forum Masyarakat Adat Nusantara
(FMAN), forum ini dibentuk sebagai lembaga Sui Generis23 di mana forum
masyarakat adat nusantara ini menaungi hal-hal khusus tentang MHA di
Indonesia sebagai upaya pertama dan lanjutan pemerintah memenuhi hak-
hak tradisional MHA, baik itu dari segi pendataan tanah hak ulayatnya,
hutan adat, kebudayaan, identitas orisinil masyarakat adatnya, dan
mengenai hal-hal yang mampu memberdayakan MHA secara langsung.
Kegiatan-kegiatan di dalam FMAN merupakan wujud pemenuhan hak
dasar warga negara bagi MHA di Nusantara. Lembaga ini menjadi
penjawab tentang harapan MHA setelah mereka menjadi korban
diskriminasi serta menjadi kelompok yang termarjinalisasi dari efek
pembangunan dan arus globalisasi.

20 Aleksius Jemadu, Pembangunan Dan Modernisasi: Implikasinya Terhadap Tatanan


Ekologi Dan Sosial , JAP, vol. 2, no. 2, (2003), Hlm. 109.
21 Jenni Kristina Matuankotta, Peran Aktif Masyarakat Adat Dalam Pembangunan Ekonomi,

SASI, vol. 24, no. 2, (2018), Hlm. 109.


22 H. Maman Djumantri, Ruang Untuk Masyarakat Lokal Tradisional (Masyarakat Adat)

Semakin Terpinggirkan, Yogyakarta, 2008, Hlm. 1.


23 Lembaga Sui Generis adalah lembaga diluar Pemerintah yang dibentuk melalui

Undang-undang. Lembaga-lembaga ini melaksanakan sebagian kewenangan yang


sebelumnya merupakan kewenangan Pemerintahan, namun bersifat otonom/independen dari
kepentingan Pemerintah.

140
Adanya FMAN ini sebagai upaya pemerintah yang lebih dekat dan
menghormati Terhadap MHA di Nusantara , dan memberikan
kebermanfaatan yang sebanyak banyaknya terhadap MHA yang lebih
berdaya sebagai wujud dari restorasi pemberdayaan masyarakat adat yang
lebih nyata dan eksklusif serta mampu mewujudkan masyarakat adat yang
lebih berpartisipasi kepada pemerintah dalam wujud konkret dari People
Centered Development24 , Participatory, Empowering, and Sustainable
Development Goals25 . Supaya tidak terjadi lagi hal-hal yang menimpa
terhadap MHA Sigapiton terhadap MHA yang lain.
Dengan demikian diharapkan pemerintah lebih sadar dan lebih
mengetahui tupoksinya dalam konsep negara kesejahteraan (welfare state)
dan dengan apa yang terkandung pada tujuan pembukaan UUD 1945
Alinea ke IV, Pemerintah sebagai tombak utama dalam perlindungan
MHA, maka Pemerintah seharusnya melakukan Pengesahan terhadap
RUU Masyarakat adat dalam upaya penyempurnaan hak-hak mereka, yang
dahulu sudah terjamin dalam konstitusi yang termaktub dalam Pasal 18B
ayat (2) UUD 1945, kemudian Membentuk FMAN sebagai lembaga Sui
Generis dalam upaya pendekatan pemerintah kepada MHA dan
perwujudan Pemerintah Mengayomi dan melayani dengan sepenuh hati
dalam pemenuhan basic need26 dan safety need27 yang tanpa diskriminasi dan
perwujudan keadilan yang benar-benar merata. Tanpa keberpihakan
kepada siapapun.

Daftar Pustaka

Buku
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Identifikasi Masalah-masalah
Ketertinggalan Kabupaten Daerah Tertinggal. Jakarta: Direktorat
Perencanaan dan Identifikasi Daerah Tertinggal. 2016.

24 People Centered Development lebih menekankan pada pemberdayaan manusia


melalui peningkatan kapasitasnya, sehingga mampu mengendalikan kehidupan mereka
sendiri dengan melakukan pengelolaan terhadap sumber dayanya.
25 Sustainable Development Goals adalah upaya terpadu dalam mewujudkan MHA

tanpa kemiskinan dan kelaparan, ekonomi yang tumbuh merata, Kesehatan,pendidikan dan
lingkungan yang lebih terjaga dan sejahtera.
26 Basic needs adalah upaya mekanisme untuk memenuhi kebutuhan dasar.

27 Safety need adalah upaya mekanisme untuk mencegah terjadinya kemiskinan.

141
Thontowi, Jawahir, dkk. Aktualisasi Masyarakat Hukum Adat (MHA):
Perspektif Hukum Dan Keadilan Terkait Dengan Status MHA Dan Hak-
Hak Konstitusionalnya. (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengkajian
Perkara, Pengelolaan teknologi Informasi dan Komunikasi
Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia, 2012).

Artikel Jurnal
Jemadu, Aleksius. Pembangunan Dan Modernisasi : Implikasinya Terhadap
Tatanan Ekologi Dan Sosial. JAP. vol. 2. no. 2. 2003.
Margayaningsih, Dwi Iriani. Pemberdayaan Masyarakat Desa Sebagai Upaya
Penanggulangan Kemiskinan. Jurnal Publiciana. vol. 9. no.1. 2016.
Matuankotta, Jenni Kristina. Peran Aktif Masyarakat Adat Dalam
Pembangunan Ekonomi. SASI. vol. 24. no. 2. 2018.
Miswardi, dkk. Etika Moralitas Dan Penegak Hukum. Jurnal Menara Ilmu. vol.
XV. no. 2021.
Mulyadi, Muhammad. Pemberdayaan Masyarakat Adat Dalam Pembangunan
Kehutanan. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. vol. 10.
no. 2013.
Noor, Munawar. Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ilmiah Civis. vol. 1 no. 2.
2011.

Peraturan Perundang-Undangan
Putusan PTUN Medan Nomor 244/g/2019/PTUN-MDN.

Internet
Andriarsi, Melati Kristina. Sebaran Masyarakat Adat.
https://katadata.co.id/padjar/infografik/5f8030631f92a/sebaran-
masyarakat-adat.
Baskoro, Budi. Ekonom Faisal Basri: Berikan Afirmasi dan Perlindungan Pada
Masyarakat Adat. https://aman.or.id/news/read/ekonom-faisal-basri-
berikan-afirmasi-dan-perlindungan-pada-masyarakat-adat.
Chandra, Wahyu. Kontribusi Masyarakat Adat dalam Pembangunan
Berkelanjutan Tak Bisa Di Remehkan.
https://www.mongabay.co.id/2021/03/08/kontribusi-masyarakat-
adat-dalam-pembangunan- berkelanjutan-tak-bisa-diremehkan/.
Crimmins, James E. Stanford Encyclopedia Of Philosophy. Jeremy Bentham.
https://plato.stanford.edu/entries/bentham/.

142
Djumantri, H. Maman. Ruang Untuk Masyarakat Lokal Tradisional (Masyarakat
Adat) Semakin Terpinggirkan, Yogyakarta. https://adoc.pub/ruang-
untuk-masyarakat-lokal-tradisional-masyarakat-adat-yan.html.
Purba, Jon RT. Hentikan Perampasan Tanah Adat di Sigapiton.
https://www.gatra.com/detail/news/446349/politik/hentikan-
perampasan-tanah-adat-di-sigapiton.
Saturi, Sapariah. Bangun Pariwisata Danau Toba Ancam Wilayah Adat
Sigapiton, Ada Kesepakatan?.
https://www.google.com/amp/s/www.mongabay.co.id/2019/09/16/b
angun-pariwisata- danau-toba-ancam-wilayah-adat-sigapiton-ada-
kesepakatan/amp/.
Simangunsong, Tonggo. Perjuangan Masyarakat Adat Sigapiton Di tengah
Ambisi Bali Baru Danau Toba.
https://www.ekuatorial.com/2021/11/perjuangan-masyarakat-adat-
sigapiton-di-tengah- ambisi-bali-baru-danau-toba/.
Siti, Khodijah. Indonesia The Heaven On Earth IV: Bali.
https://www.timesindonesia.co.id/read/news/288598/indonesia-the-
heaven-on-earth-iv-bali.
Wibowo, Agung. Masyarakat Adat Menggugat Dunia.
https://tirto.id/masyarakat-adat- menggugat-dunia-gjrc.

143
URGENSI PENERAPAN COMMUNITY BASED
FOREST MANAGEMENT LICENSE SEBAGAI
UPAYA MENINGKATKAN PEMBANGUNAN
MANUSIA MELALUI PENGELOLAAN HUTAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT

Hafsah Aryandini
Ilmu Hukum, hafsaharyandini21@gmail.com

Pendahuluan
Indonesia sebagai negara kepulauan yang membentang dari
Sabang hingga Merauke yang dihuni lebih dari 360 suku bangsa
menjadikan Indonesia kaya akan keragaman budaya dan tradisi.
Kemajemukan yang ada di Indonesia tercermin pada masyarakat yang
memiliki identitas masing-masing terutama mengenai hukum yang berlaku
dan diakui oleh masyarakatnya. Selanjutnya, masyarakat yang tinggal di
suatu wilayah tertentu dan memiliki tatanan hukum sendiri disebut dengan
masyarakat hukum adat. Kehadiran masyarakat adat jauh sebelum Negara
Kesatuan Republik Indonesia terbentuk, dan hal ini merupakan
keniscayaan historis yang tidak bisa dihindari oleh pemerintah. Bapak
Hukum Adat Indonesia, Van Vollenhoven mendefinisikan masyarakat
hukum adat sebagai suatu masyarakat hukum yang merupakan kesatuan-
kesatuan manusia yang mempunyai tata susunan yang teratur, daerah yang
tetap, penguasa-penguasa atau pengurus, dan mempunyai harta, baik harta
berwujud (tanah, pusaka), maupun harta tidak berwujud (gelar-gelar
kebangsawanan).1
Konstitusi sebagai hukum tertinggi telah mengakui eksistensi
Masyarakat Hukum Adat melalui Pasal 18B Ayat (2) yang berbunyi:
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.

1 Mochammad Adib Zain dan Ahmad Siddiq, Pengakuan atas Kedudukan dan Keberadaan
Masyarakat Hukum Adat (MHA) Pasca Dibentuknya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa, Jurnal Penelitian Hukum, vol. 2, no. 2, (2015), Hlm. 63-76.

144
Pengakuan oleh konstitusi terkait kedudukan hak milik
Masyarakat Hukum Adat (MHA)2 atas hutan adat belum terlindungi secara
maksimal oleh hukum. Hal tersebut tentu memicu konflik hutan antara
masyarakat adat melawan pemerintah yang tidak berkesudahan.
Persengketaan ini menjadi cerminan bahwa masyarakat hukum adat adalah
masyarakat yang rentan mempertahankan kedaulatan, otonomi dan
identitasnya dalam menghadapi tindakan pelemahan dan penegasian hak-
hak masyarakat hukum adat melalui penerapan berbagai kebijakan oleh
pemerintah.3 Padahal upaya memberikan perlindungan kepada MHA
menjadi polemik yang tidak boleh diabaikan karena menurut Jimly
Assiddiqie perlindungan MHA telah dijamin oleh negara.4 Perlindungan
hukum yang lemah berujung pada diskriminasi bagi MHA yaitu dengan
adanya kehilangan tempat tinggal, kehilangan lahan pertanian, bahkan
berujung pada pemidanaan karena mempertahankan haknya. 5
Hak kepemilikan hutan adat oleh MHA sejatinya telah diafirmasi
oleh hukum, yakni pada Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan) yang berdasarkan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-X/2012 mendefinisikan hutan adat
sebagai hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Dalam
putusan tersebut Mahkamah berpandangan bahwa keberadaan hutan adat
dalam kesatuannya dengan wilayah hak ulayat telah dijamin oleh negara
melalui konstitusi yang kerap disebut “living law”,6 maka negara harus
menghormati dan melindungi hak atas hutan adat. Pasal 67 UU Kehutanan
pun menyatakan bahwa MHA berhak melakukan kegiatan pengelolaan
hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku. Ini artinya, eksistensi
masyarakat adat diakui oleh hukum negara sebagai salah satu entitas yang
berhak mengelola kawasan hutan adat beserta sumber daya yang ada

2 Masyarakat Hukum Adat yang dimaksud penulis adalah merupakan kesatuan

masyarakat dalam satu wilayah adat yang bersifat otonom, dimana mereka mengatur sistem
kehidupannya secara mandiri (antara lain: hukum,politik, ekonomi) dan terbentuk oleh
masyarakat itu sendiri bukan dibentuk oleh kekuatan lain. Besse Sugiswati, Perlindungan
Hukum Terhadap Eksistensi Masyarakat Adat di Indonesia, Perspektif, vol. XVII, no. 1, (2012),
Hlm.39
3 M Syamsudin, Beban Masyarakat Adat Menghadapi Hukum Negara, Jurnal Hukum,

Vol.15, No.3, (2008), Hlm. 343.


4 Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945, (Jakarta: Penerbit Yarsif Watampoe,

2003), Hlm. 32-33.


5 Fitria Nurhayati, Masyarakat Adat dan Konflik,
https://katadata.co.id/padjar/infografik/60176fce4fa52/masyarakat-adat-dan-konflik, diakses
Senin 26 Oktober 2021
6 Living law merupakan hukum yang diterima (accepted), dan dijalankan (observed) serta

ditaati oleh masyarakat yang bersangkutan karena memenuhi rasa keadilan bagi mereka dan
sesuai serta diakui oleh konstitusi.

145
didalamnya, kemudian konsekuensinya semua hal yang berkaitan dengan
hutan adat harus didasarkan atas persetujuan dari masyarakat hukum adat
yang berhak.7
Realitanya, MHA belum mendapatkan keadilan. Pernyataan
tersebut terbukti dengan adanya salah satu kasus lahan hutan adat di
Kinipan, Kalimantan Tengah pada tahun 2020 yang masih hangat di telinga
masyarakat Indonesia. Masyarakat Hukum Adat Kinipan menentang
perusahaan sawit yang hendak mengonversi hutan adat warga menjadi
perkebunan sawit seluas 1.242 ha untuk perkebunan sawit yang telah
menderogasi hidup masyarakat Kinipan, selain itu alasan terkuatnya ialah
ingin mempertahankan warisan leluhur mereka. Namun naasnya, aksi ini
justru berujung pada penalisasi dengan kekerasan tanpa alasan yang
mendasar terhadap ketua adat Kinipan, Effendi Buhing.8
Meskipun penyusunan Undang-Undang khusus sebagai jaminan
atas kedudukan Masyarakat Adat telah diupayakan, akan tetapi RUU
Masyarakat Adat hanya terfokus pada sistem administrasi pengakuan
MHA, dibandingkan meluruskan hak-hak masyarakat adat yang selama ini
diperlakukan tidak adil. Berdasarkan paparan dari Sekjen Aliansi
Masyarakat Hukum Adat Nusantara (AMAN) RUU Masyarakat Adat
masih bermasalah sebesar 60% dari segi substansinya.9 Misalnya, ketika
RUU Masyarakat Adat menempatkan perlindungan masyarakat hukum
adat setelah pengakuan melalui Peraturan Daerah sebagaimana tercantum
pada Pasal 47 RUU Masyarakat Adat, dan ketika RUU ini tidak bisa
menentukan tenggat penetapan legalitas, Hak milik Masyarakat Hukum
Adat atas hutan adatnya akan selalu berada di posisi terbelakang ketika
mereka mempertahankan hak milik atas hutannya yang sering diambil alih
untuk investasi, terlebih pula saat ini terdapat Undang-Undang Cipta Kerja
yang mengistimewakan investasi yang dapat menderogasi hak MHA atas
hutan adatnya.10

7 Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Mengakui Hutan Adat dan

Masyarakat Adat, http://ditjenppi.menlhk.go.id/dari-media/368-mengakui-hutan-adat-dan-


masyarakatadat.html?fbclid=IwAR0Em59HXuLgx6SRFRLlOSOiUQG_rGCVKHMzDOplWw
XjKruNiqCyLW0s08, diakses pada tanggal 25 Oktober 2021.
8
Apriska Widiangela, Ika Putri Rahayu, dan Lailatul Komaria, Analisis Yuridis
Problematika Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Kinipan, Jurnal Hukum Lex Generalis, Vol.2,
No.3, (2021), Hlm. 4.
9 Sri Utami, 2020, 60% Substansi RUU Masyarakat Hukum Adat Bermasalah,

https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/342462/60-subtansi-ruu-masyarakat-hukum-
adat-bermasalah , diakses pada tanggal 19 Oktober 2021.
10 Kartodihardjo, H., Empat Kelemahan RUU Masyarakat Adat,
https://www.forestdigest.com/detail/745/empat-kelemahan-ruu-masyarakat-adat, diakses
pada tanggal 26 Oktober 2021

146
Konflik masyarakat Kinipan merupakan wujud dari
inkonsistensinya negara terhadap instrumen hukum yang diciptakannya
sendiri. Seharusnya apabila berpijak pada pemikiran Satjipto Rahardjo,
hukum harus melindungi kepentingan seseorang dengan cara
mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam
rangka kepentingan tersebut.11 Pada tataran implementatifnya
perlindungan hukum seharusnya dilakukan dengan pengayoman terhadap
Hak Asasi Manusia (HAM) dan wujud nyata dari perlindungan itu
diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang
diberikan oleh hukum.12 Karena sifat sekaligus tujuan hukum adalah
memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat, yang harus
diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum.
Melihat permasalahan yang telah dipaparkan sesuai das sein,
konstruksi hukum yang ada belum bisa memberikan keadilan bagi MHA
dalam menjalankan hak atas hutan adatnya, seharusnya
pertanggungjawaban negara tidak hanya pada aturan tertulis, tetapi perlu
mengindahkan perlindungan nilai-nilai kemanusiaan.13 Maka dari itu,
terdapat urgensitas untuk menerapkan sebuah mekanisme yang kuat
sebagai alternatif solusi untuk menyelesaikan pertikaian yang larut dan tak
kunjung usai antara negara dengan MHA sebagai warga negaranya sendiri
yang seharusnya haknya terpenuhi.

Pembahasan
Bagi MHA, tanah dan hutan bukan sekedar sumber ekonomi,
melainkan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan
kehidupan komunitas tersebut. Artinya pengabaian atas relasi MHA
dengan hak atas hutan adat yang selama ini terjadi berakibat pada rusaknya
tatanan kehidupan MHA secara keseluruhan.14 Meninjau lebih jauh kondisi
permasalahan dan pemenuhan hak asasi manusia yang dialami beberapa
MHA diantaranya: pertama, terjadinya alih fungsi/status lahan secara
sepihak, kedua, fakta bahwa hutan adat adalah sumber kehidupan secara
turun temurun, ketiga, dampak dari kondisi perubahan tata kelola dan
status/fungsi hutan hilangnya sumber kehidupan dan penghidupan

11 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), Hlm. 18.
12 Satjipto Rahardjo, … , Hlm. 53.
13 Rantawan Djamin, Membangun Konstruksi Hukum Indonesia Di Atas Pondasi Pancasila,

Jurnal Ilmu Hukum, vol.15, no.1, (2012), Hlm. 54-70.


14 Tim Inkuiri Nasional Komnas HAM, Inkuiri Nasional Komisi Hak Asasi Manusia: Hak

Masyarakat Hukum Adat Atas Wilayahnya di Kawasan Hutan, (Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia, 2016), Hlm.25.

147
masyarakat adat, hancurnya tata budaya, kerusakan ekosistem,
menurunnya kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat adat.15
Tercederainya hak-hak MHA bukanlah suatu hal yang bisa
disangkal lagi, menurut catatan Konsorsium Pembaruan Agraria sepanjang
2020 terdapat 241 kasus konflik agraria yang melibatkan MHA, dimana
terdapat 41 kasus dalam konflik kehutanan sedangkan Aliansi Masyarakat
Hukum Adat Nusantara (AMAN) mencatat 40 kasus kehutanan.16 Bahkan
catatan lima tahun terakhir, hanya sepertiga kasus hutan adat yang
terselesaikan oleh Direktorat Pengaduan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat
(PKTHA).17 Pelanggaran terhadap hak milik hutan adat yang dialami MHA
berimplikasi kepada hilangnya sumber kehidupan, hilangnya tempat-
tempat penyelenggaraan ritual keagamaan/kepercayaan, serta kegiatan
kebudayaan tradisional, hilangnya sumber mata pencaharian, dan
berubahnya pola pengelolaan dan pencemaran sumber daya alam sehingga
mengurangi hasil pertanian dan konservasi MHA di wilayah-wilayah
adatnya.18 Tidak berhenti pada permasalahan hak milik atas hutan adat,
konflik tersebut kemudian bermuara kepada pelanggaran HAM, yaitu
kriminalisasi kepada MHA yang sedang memperjuangkan haknya. Hal ini
dibuktikan oleh data yang dilansir dari Catatan Akhir Tahun Aliansi
Masyarakat Adat Nusantara terdapat 40 kasus kriminalisasi dan kekerasan
terhadap Masyarakat Adat pada tahun 2020. Secara detail, keempat puluh
kasus tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:19

15 Yuliana Primawardani, Perlindungan Hak Masyarakat Adat dalam Melakukan Aktivitas

Ekonomi, Sosial dan Budaya di Provinsi Maluku, Jurnal HAM, Vol.8, No.1, (2017), hlm. 1-11.
16 Maria SW Soemardjono, Konflik Agraria Tak Kunjung Usai,
http://kpa.or.id/media/baca2/opini/69/Konflik_Agraria_Tak_Kunjung_Usai/ diakses pada
tanggal 27 Oktober 2021 .
17 Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat,
http://pskl.menlhk.go.id/pktha/pengaduan/frontend/web/index.php?r=site%2Fdirektorat-
pktha, diakses pada tanggal 27 Oktober 2021.
18 Atikah Nuraini, Dian Andi Nur Aziz, dkk, Ringkasan Temuan dan Rekomendasi untuk

Perbaikan Hukum, dan Kebijakan tentang Penghormatan, Perlindungan, Pemenuhan, dan Pemulihan
Hak Masyarakat Hukum Adat atas Wilayahnya di Kawasan Hutan, (Jakarta: Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia, 2016) Hlm. 18.

19 Catatan Akhir Tahun 2020 Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Resiliensi Masyarakat
Adat di Tengah Pandemi Covid 19: Agresi Pembangunan dan Krisis Hak Asasi Manusia (HAM),
(Jakarta, 2020), Hlm. 29.

148
Sumber: Catatan Akhir Tahun 2020 Aliansi Masyarakat Adat Nusantara

Berdasarkan fakta kriminalisasi diatas menunjukkan bahwa konflik


hak atas hutan adat bukan hanya sekedar permasalahan hak milik akan
tetapi lebih daripada itu, hak asasi MHA lainnya ikut tersandera, seperti
hak atas rasa aman yang dijamin Pasal 30 Undang-Undang tentang Hak
Asasi Manusia. Pelanggaran atas HAM ini, selain terjadi pada kasus
Masyarakat adat Kinipan, juga dialami oleh Masyarakat Adat Bisapae pada
tahun 2020, akibat keengganan Masyarakat Adat Bisapae untuk menyetujui
tawaran perpanjangan izin pinjam pakai di lahan Hutan adat Pubabu,
bangunan rumah yang menjadi tempat pengungsian warga yang
mempertahankan wilayah adatnya dirobohkan oleh aparat penegak
hukum. Selain itu perempuan dan anak-anak di lokasi mendapat
intimidasi, baik verbal maupun fisik.20 Pengabaian dan pelanggaran HAM
semakin diperparah dengan kasus-kasus perampasan hutan adat yang
dialami masyarakat Papua. Hal ini dibuktikan sejak tahun 1980-an sampai
saat ini kehadiran PTPN II Tanjung Morawa telah mengakuisisi lebih dari
50 hektar tanah milik masyarakat Arso dan Prafik di Manokwari tanpa
ganti rugi.21 Kasus lainnya terjadi pada perjuangan hak ulayat suku
Yerisiam Distrik Yaur yang diberi harapan palsu oleh PT Jati Darma yang
berdiri di tanah mereka. Awalnya korporasi dibentuk demi kesejahteraan
masyarakat, akan tetapi tidak ada janji yang ditepati justru kekerasan dan

20 Kabar Latuharhary, Masyarakat Adat Pubabu Kembali Mengadu ke Komnas HAM,

https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2020/8/10/1517/masyarakatadatpubabukemb
ali-mengadu-ke-komnas-ham.html, diakses pada tanggal 27 Oktober 2021.
21 Nico Wamafma, Industri Sawit Rampas Hutan dan Ruang Hidup Masyarakat Adat

Papua,https://www.greenpeace.org/indonesia/cerita/4840/industri-sawit-rampas-hutan-dan-
ruang-hidup-masyarakat-adat-papua/, diakses pada tanggal 31 Oktober 2021.

149
penganiayaan yang diberikan kepada masyarakat Yeresiam. Tak hanya
masalah kekerasan, kondisi lingkungan semakin memburuk akibat
pengerukkan tanah yang mengakibatkan kekeringan sungai dan
mengganggu mata pencaharian warga. 22
Kenyataan ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi pemerintah
Indonesia bahwa pelanggaran atas hak hutan adat bukan masalah yang
sederhana, akan tetapi mengakibatkan kerugian yang tak ternilai, mulai
dari harta benda sampai terancamnya nyawa. 23 Tidak terpenuhinya hak-
hak MHA akan berakibat kepada tidak berdayanya sumber daya manusia
MHA secara maksimal. MHA juga merupakan komponen dari masyarakat
Indonesia yang memiliki peran dalam pembangunan nasional. Mengingat
bahwa hakikat Pembangunan Nasional adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya,24 maka dalam hal ini termasuk pula pembangunan manusia
MHA. Hutan adat sebagai bagian yang tidak bisa terpisahkan dari siklus
kehidupan komunitas adat penghuninya25, merupakan instrumen penting
dalam meningkatkan pembangunan manusia MHA melalui pemanfaatan
dengan kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam dan kelestarian
lingkungannya dengan hukum adatnya serta kemampuan spiritual dan
religi yang dianutnya.26
Pengakuan atas keberadaan MHA beserta hak-hak adatnya,
termasuk sumber daya alam yang ada di wilayah hutan adatnya harus
sungguh-sungguh direalisasikan dengan pemenuhan hak dalam mengelola
dan memanfaatkan hutan adat yang dimilikinya. Hal ini semata-mata
sebagai upaya keberhasilan pembangunan manusia yang menurut United
Nation Development Program terukur dari produktivitas (productivity),
pemerataan (equality), keberlanjutan (sustainability), dan pemberdayaan

22 Sandrayati Moniaga, dkk, Konflik Agraria Masyarakat Hukum Adat Atas Wilayahnya

di Kawasan Hutan, (Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2016)
Hlm. 40.
23 Arimbi Heroepoetri, Aflina Mustafainah, Saur Tumiur Situmorang, Pelanggaran Hak

Perempuan Adat dalam Pengelolaan Kehutanan-Laporan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan (Komnas Perempuan) untuk Inkuiri Nasional Komnas HAM: Hak Masyarakat Hukum
Adat atas Wilayahnya di Kawasan Hutan, (Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia, 2016), Hlm. 46.
24 Bappeda, Makna, Hakikat, Tujuan Pembangunan Nasional,
https://bappeda.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/makna-hakikat-tujuan-
pembangunan-nasional-49, diakses pada tanggal 27 Oktober 2021.
25 Ahmad Ubbe, dan Tim Kerja, Penelitian Hukum Tentang Peran Masyarakat Hukum Adat

Dalam Penanggulangan Pembalakan Liar, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional


Kemenkumham RI, 2013).
26 Jenni Krisitiana Matuankotta, Peran Aktif Masyarakat Hukum Adat Dalam

Pembangunan Ekonomi, SASI, vol. 24, no.2, (2018), Hlm. 101-113.

150
(empowerment).27 MHA memiliki potensi untuk berkembang menjadi lebih
baik, namun kadangkala tidak berkembang disebabkan oleh faktor-faktor
yang dialami MHA seperti tindakan diskriminasi dan dipinggirkannya
hak-hak MHA atas hutan adat.
Rekognisi terhadap eksistensi dan hak-hak masyarakat adat yang
tertuang pada konstitusi dan UU Kehutanan rupanya belum benar-benar
melindungi hak MHA. Melihat kerugian dan ketidakadilan yang
didapatkan oleh MHA apabila disandarkan dengan pemikiran John Rawls
tentang konsep Maximin (Maximum Minimorum) yaitu setiap kebijakan
yang dibuat sebaiknya menimbang seberapa besar manfaat yang dihasilkan
dan mudarat yang akan ditimbulkan.28 Apabila kebijakan yang dibuat
membuahkan keuntungan lebih besar dari kerugian, maka kebijakan
tersebut dapat dikatakan baik. Berpijak pada philosophy ratio dari Rawls
maka saat ini menjadi sangat mendesak akan adanya mekanisme yang
dapat mempertemukan dan mengharmonisasi kepentingan MHA dengan
pihak terkait sehingga memberikan kemanfaatan bagi MHA. Sebagai upaya
mencapai kesejahteraan umum maka substansi dari mekanisme ini harus
disusun sebagai upaya perlindungan hukum yang menurut Philipus M.
Hadjon terbagi menjadi 2 (dua) macam yaitu perlindungan hukum
preventif untuk mencegah terjadinya sengketa yaitu mengarahkan
tindakan pemerintah dalam pengambilan keputusan dan yang kedua
adalah perlindungan hukum represif yakni mengarah kepada penyelesaian
konflik.29
Strategi untuk mencapai pembangunan yang berorientasikan
human centric, dimana pengambilan kebijakan mengenai pemanfaatan
sumber daya alam berkelanjutan di suatu daerah terletak di tangan
masyarakat daerah setempat adalah dengan Program Community Based
Forest Management (CBFM). Program tersebut merupakan pengelolaan
hutan berbasis kearifan lokal yang mendorong kegiatan perekonomian
yang seimbang dengan konservasi, termasuk penguatan hak-hak dasar
masyarakat adat.30 Mengenai hal hak atas hutan adat, penerapan CBFM
secara optimal pada MHA dapat menjadi jawaban karena konsep
pengelolaan hutan yang didalamnya sarat dengan perwujudan pengakuan

27 Setiawan, M B, dan Abdul Hakim, Indeks Pembangunan Manusia, Jurnal Economia,

vol.9, no. 1, (2013), Hlm. 19.


28 John Rawls, Philosophy and Public Affairs, Wiley, (1985), Hlm.14.

29 Philipus M. Hadjon,, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia: Sebuah Studi Dengan

Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan


Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), Hlm. 35.
30 Alfons Yoshio, CBFM, Solusi Kesejahteraan dan Kelestarian Alam Papua,
https://katadata.co.id/ariemega/infografik/5fd8240954775/cbfm-solusi-kesejahteraan-dan-
kelestarian-alam-papua, diakses pada tanggal 29 Oktober 2021.

151
hak masyarakat adat.31 Pengakuan dan pemenuhan hak masyarakat adat
merupakan hal esensial demi keberlangsungan hidup, serta penegakkan
hukum adat yang ada.

Penutup
Community Based Forest Management belum diterapkan secara
komprehensif oleh MHA, sifatnya masih berupa kerjasama yang opsional.
Padahal, CBFM ini dapat menjadi langkah awal yang pasti bagi MHA
sebagai pemegang hak atas hutan adatnya supaya tidak mengalami
pelanggaran hak dan konflik hutan yang merugikan. Untuk menjawab
permasalahan yang ada, penulis menawarkan proposal gagasan berupa
rekonsepsi CBFM supaya terfokuskan dengan masalah hutan adat yang
dialami MHA sekaligus sebagai gerbang awal bagi MHA meningkatkan
pembangunan manusianya. Berikut adalah poin-poin penting CBFM
sebagai mekanisme yang akan diterapkan oleh Masyarakat Hukum Adat
dalam menjalankan hak hutan adat:
1. Dalam hal MHA mengizinkan adanya korporasi berdiri di hutan
adatnya, sebelum intervensi pengelolaan hutan adat berjalan, misal
berupa investasi perkebunan dan lainnya, CBFM wajib dibuat dalam
bentuk izin tertulis yang kemudian disebut dengan Community Based
Forest Management (CBFM) License.
2. CBFM License wajib memuat keikutsertaan (participation) MHA dalam
proyek kerjasama pihak terkait. Keikutsertaan ini berupa pelatihan
kerja atau work training sesuai dengan potensi dan alokasi tenaga yang
dibutuhkan. Proses training ini adalah sebagai wadah pengembangan
skill dan ilmu pengetahuan MHA sehingga pembangunan manusia
MHA dapat benar-benar berjalan dan meningkat.
3. CBFM License wajib memuat keikutsertaan MHA dalam pengawasan
(supervisor) proyek kerjasama. Hal ini mengingat jalinan kerjasama di
kawasan hutan adat tidak boleh merusak keberlangsungan hidup
MHA dan sumberdaya hutan adatnya, maka perlu diadakan
pengawasan dalam pelaksanaan reboisasi guna dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan atau turun temurun oleh MHA.
4. CBFM License wajib memuat bagi hasil atau memberikan manfaat
kepada MHA dan wilayahnya.
5. CBFM License wajib memuat kemungkinan akan pelanggaran yang
terjadi berakibat terkenanya sanksi, dan penyelesaiannya melalui
musyawarah secara kekeluargaan atau melalui forum Pengadilan

31 Aminah, Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) Sebagai Upaya Pengakuan Hak

Masyarakat Adat, Pranata Hukum, vol. 6, no. 1, (2011), Hlm.22.

152
Adat. Namun jika menemukan jalan buntu dan pelanggaran dilakukan
oleh non-negara akan dilakukan upaya administratif ke Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sementara apabila dalang
utamanya adalah Negara itu sendiri maka, sengketa dapat diajukan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
6. Berkenaan dengan hal-hal lainnya disesuaikan menurut kesepakatan
MHA dan pihak terkait.
7. Demi adanya perlindungan dan kepastian hukum yang diakui, CBFM
License haruslah diintegrasikan di dalam UU Kehutanan. Adapun
supaya dalam pelaksanaannya kedudukan hukumnya terjamin maka
CBFM License harus dibentuk dalam Peraturan Pemerintah.
Sampai saat ini seluruh bangsa Indonesia, terutama pemerintah
sebagai pemangku kebijakan jangan sampai berlarut-larut menutup mata,
karena kendati konstitusi dan undang-undang telah mengakui keberadaan
masyarakat hukum adat, akan tetapi dalam tataran teknis hak hutan adat
sebagai hak fundamental MHA kerap kali dilanggar oleh banyak pihak.
MHA sebagai bagian dari bangsa Indonesia juga merupakan aset penting
dalam pembangunan nasional, akan tetapi dengan adanya perampasan hak
MHA menjadi tidak berdaya dan dinilai sebelah mata sebagai golongan
yang lemah.
Oleh karena itu, penulis ingin merekomendasikan Community Based
Forest Management (CBFM) License sebagai sebuah mekanisme penyelesaian
kepada pemerintah sebagai berikut:
1. Mengintegrasikan penerapan Community Based Forest Management
(CBFM) License ke dalam UU Kehutanan dengan ketentuan isi yang
telah penulis paparkan di atas. Karena melalui isi-isi yang tertuang
dalam CBFM License ini dapat mengurangi konflik hutan adat, selain
CBFM License yang melibatkan partisipasi MHA dalam work training
akan menjadi wadah bagi MHA untuk meningkatkan skill dan ilmu
pengetahuannya yang pada akhirnya dapat memajukan MHA itu
sendiri.
2. Pelaksanaan Community Based Forest Management (CBFM) License
dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah supaya kedudukan
hukumnya jelas dan dapat dilaksanakan secara tegas.

Dengan mekanisme inilah pada akhirnya sebagai win win solution


bagi MHA dengan pihak terkait, khususnya bagi MHA yang akan
mendapatkan terobosan baru dalam meningkatkan pembangunan
manusianya.

153
Daftar Pustaka

Buku
Asshiddiqie, J. Konsolidasi Naskah UUD 1945. Jakarta: Penerbit Yarsif
Watampoe. 2003.
Catatan Akhir Tahun 2020 Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Resiliensi
Masyarakat Adat di Tengah Pandemi Covid 19: Agresi
Pembangunan dan Krisis Hak Asasi Manusia (HAM). Jakarta. 2020
Ekraf, S. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius. 1998.
Rahardjo, S. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2006.
Tim Inkuiri Nasional Komnas HAM. Inkuiri Nasional Komisi Hak Asasi
Manusia: Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Wilayahnya di Kawasan
Hutan. Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia. 2016.
Hadjon, P M. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia: Sebuah Studi Dengan
Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan
Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara.
Surabaya: Bina Ilmu. 1987.
Heroepoetri, A, Aflina Mustafainah, Saur Tumiur Situmorang. Pelanggaran
Hak Perempuan Adat dalam Pengelolaan Kehutanan-Laporan Komisi
Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) untuk
Inkuiri Nasional Komnas HAM: Hak Masyarakat Hukum Adat atas
Wilayahnya di Kawasan Hutan. Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia. 2016.
Nuraini, A, Dian Andi Nur Aziz, dkk. Ringkasan Temuan dan Rekomendasi
untuk Perbaikan Hukum, dan Kebijakan tentang Penghormatan,
Perlindungan, Pemenuhan, dan Pemulihan Hak Masyarakat Hukum Adat
atas Wilayahnya di Kawasan Hutan. Jakarta: Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia. 2016.
Rawls, J. Philosophy and Public Affairs. Wiley. 1985.
Ubbe, H dan Tim Kerja. Penelitian Hukum Tentang Peran Masyarakat Hukum
Adat Dalam Penanggulangan Pembalakan Liar. Jakarta: Badan
Pembinaan Hukum Nasional Kemenkumham RI. 2013.

Artikel Jurnal
Aminah. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) Sebagai Upaya
Pengakuan Hak Masyarakat Adat. Pranata Hukum. Vol. 6. No. 1. 2011.
Djamin, R. Membangun Konstruksi Hukum Indonesia Di Atas Pondasi Pancasila.
Jurnal Ilmu Hukum. Vol.15. No.1. 2012.
Matuankotta, J K. Peran Aktif Masyarakat Hukum Adat Dalam Pembangunan
Ekonomi. SASI. Vol. 24. No.2. 2018.

154
Primawardani, Y. Perlindungan Hak Masyarakat Adat dalam Melakukan
Aktivitas Ekonomi, Sosial dan Budaya di Provinsi Maluku. Jurnal HAM.
Vol.8. No.1. 2017.
Setiawan, M. B. dan Abdul Hakim. Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal
Economia. Vol.9. No. 1. 2013.
Sugiswati, B. Perlindungan Hukum Terhadap Eksistensi Masyarakat Adat di
Indonesia. Perspektif. Vol. XVII. No. 1. 2012.
Syamsudin, M. Beban Masyarakat Adat Menghadapi Hukum Negara. Jurnal
Hukum. Vol.15. No.3. 2008.
Widiangela, A, Ika Putri Rahayu, dan Lailatul Komaria. Analisis Yuridis
Problematika Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Kinipan. Jurnal Hukum
Lex Generalis. Vol.2. No.3. 2021.

Internet
Bappeda. Makna, Hakikat, Tujuan Pembangunan Nasional.
https://bappeda.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/makna-
hakikat-tujuan-pembangunan-nasional-49.
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim. Mengakui Hutan Adat
dan Masyarakat Adat. http://ditjenppi.menlhk.go.id/dari-media/368-
mengakui-hutan-adat-dan-masyarakat-
.fi6SRFRLlOSOiUQG_rGCVKHMzDOplWwXjKruNiqCyLW0s08.
Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat,
http://pskl.menlhk.go.id/pktha/pengaduan/frontend/web/index.php
?r=site%2Fdirektorat-pktha.
Kabar Latuharhary. Masyarakat Adat Pubabu Kembali Mengadu ke Komnas
HAM.
https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2020/8/10/1517/mas
yarakat-adat-pubabu-kembali-mengadu-ke-komnas-ham.html.
Kartodihardjo, H. Empat Kelemahan RUU Masyarakat Adat.
https://www.forestdigest.com/detail/745/empat-kelemahan-ruu-
masyarakat-adat.
Nurhayati, F. Masyarakat Adat dan Konflik.
https://katadata.co.id/padjar/infografik/60176fce4fa52/masyarakat-
adat-dan-konflik.
Utami, S. 60% Substansi RUU Masyarakat Hukum Adat Bermasalah. Media
Indonesia. https://mediaindonesia.com/politik-dan-
hukum/342462/60-subtansi-ruu-masyarakat-hukum-adat-
bermasalah.
Soemardjono, MSW. Konflik Agraria Tak Kunjung Usai.
http://kpa.or.id/media/baca2/opini/69/Konflik_Agraria_Tak_Kunjun
g_Usai/.

155
Wamafma, N. Industri Sawit Rampas Hutan dan Ruang Hidup Masyarakat Adat
Papua. https://www.greenpeace.org/indonesia/cerita/4840/industri-
sawit-rampas-hutan-dan-ruang-hidup-masyarakat-adat-papua/.
Yoshio, A. CBFM, Solusi Kesejahteraan dan Kelestarian Alam Papua.
https://katadata.co.id/ariemega/infografik/5fd8240954775/cbfm-
solusi-kesejahteraan-dan-kelestarian-alam-papua.

156
ANALISIS PEMENUHAN HAK MASYARAKAT
ATAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN
HIDUP: UPAYA MENCIPTAKAN
ENVIRONMENTAL SUSTAINABILITY
DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

Muhammad Sidik Alamin


Ilmu Hukum, sidik.alamin19@mhs.uinjkt.ac.id

Pendahuluan
Sejatinya esensi dari perlindungan atas lingkungan hidup
merupakan suatu landasan yang menjadi tolak ukur untuk menjamin
adanya pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM).1 Perwujudan dari hak atas
perlindungan lingkungan yang layak, telah dikristalisasikan dalam Pasal 28
H Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI)
1945 “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”. Artinya negara menjamin atas lingkungan yang layak dan sehat
oleh seluruh masyarakat, hal ini diamini oleh Jimly Asshiddiqie dalam
karyanya Green Constitution yang pada prinsipnya menyatakan bahwa
secara eksplisit lingkungan alam sekitar dapat diberikan hak konstitusional
sebagai subjek hukum dalam tataran hukum nasional. 2 Manusia yang
berstatus sebagai rakyat, lingkungan hidup menjadi pemegang hak
kekuasaan dan kedaulatan tertinggi, maka kekuasaan tertinggi ada pada
lingkungan disebut sebagai ekokrasi atau kedaulatan lingkungan. 3
Pendelegasian mengenai asas dalam lingkungan hidup di
Indonesia diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Hakikatnya
dalam Undang-Undang a quo disebutkan“Perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas: tanggung jawab negara,

1 Rahayu Effendi, Pemahaman Tentang Lingkungan Berkelanjutan, Modul, vol.18 no.2.

(2018), Hlm. 75.


2 Jimly Asshiddiqie, Green Constitution: Nuansa Hijau UUD 1945, (Jakarta: Rajawali

Pers, 2017), Hlm. 11.


3 I Gede Yusa dan Bagus Hermanto, Implementasi Green Constitution di Indonesia:

Jaminan Hak Konstitusional Pembangunan Lingkungan Hidup Berkelanjutan, Jurnal Konstitusi,


vol.15, no.2 (2018), Hlm. 311-312.

157
kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan kesimbangan, keterpaduan, manfaat,
kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar membayar,
partisipatif, kearifan lokal, tata kelola pemerintahan yang baik, dan otonomi
daerah”. Perlindungan terhadap lingkungan menjadi hal yang krusial dalam
kehidupan setiap makhluk hidup, karena seluruh kebutuhan mereka
bergantung pada alam yang mana tidak terlepas dari isu terkait kesehatan
lingkungan (Environmental Health). Oleh karenanya, lingkungan hidup
perlu dikelola secara baik dan benar demi kemajuan dan kesejahteraan
rakyat Indonesia.
Mengenai perihal pelaksanaannya, pengelolaan dan perlindungan
lingkungan di Indonesia tampaknya belum efektif, meskipun kebijakan
pemerintah seringkali berfokus pada keselamatan lingkungan hidup. 4
Perilaku pemerintahan disatu sisi menutup pintu pengelolaan
pertambangan dan di sisi lain kurang memiliki visi perencanaan dan
ketaatan terhadap kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu, terdegradasinya
hak-hak masyarakat yang disebabkan pemerintah dalam mengabaikan
aspirasi dari masyarakat dapat menghadirkan permasalahan baru. 5

Pembahasan
Problematika mengenai lingkungan hidup di Indonesia dapat
dibuktikan berdasarkan pada data performa negara dalam penerapan
kebijakan mengenai lingkungan sebagaimana dalam Environmental
Performance Index (EPI) tahun 2020 yang menempatkan Indonesia dalam
urutan ke-116 dari 180 negara dengan poin 37.8 dari 100 terhadap kebijakan
buruk. 6 Urutan data di atas mengindikasikan bahwa upaya yang dilakukan
pemerintah terkait lingkungan masih rendah dan lemah. Permasalahan
tersebut diperparah dengan banyaknya perusahaan di Indonesia dalam
sektor pertambangan yang tidak mengindahkan asas-asas kelestarian
lingkungan yang diatur dalam undang-undang. Jika menilik konteks
lingkungan hidup, banyaknya perusahaan pertambangan yang ada dalam
suatu negara dapat berakibat pada perubahan lingkungan yang buruk. Hal
ini dapat dibuktikan dari data yang dilansir oleh Kementerian Energi dan

4 Richard V.Waas, Perlindungan Hukum terhadap Hak Atas Lingkungan Hidup Ditinjau

dari Perspektif Hukum Internasional dan Hukum Nasional Indonesia, Jurnal Sasi, vol 20. no.1, (2014),
Hlm. 82.
5 Nopyandri, Hak Atas Lingkungan Hidup dan Kaitannya dengan Peran serta dalam

Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Perspektif Otonomi Daerah, Jurnal Inovatif, vol. 7, no. 3,
(2014), Hlm.34
6 Yale Center for Environmental Law & Policy, Environmental Performance Index,

https://epi.yale.edu/epi-results/2020/component/epi, diakses pada tanggal 3 November 2021.

158
Sumber Daya Mineral yang dalam 20 tahun terakhir yaitu terdapat 757
perusahaan tambang yang terdaftar di Indonesia. 7
Akibat dari permasalahan lingkungan yang disebabkan perilaku
manusia menyebabkan setiap tahunnya data pencemaran lingkungan terus
meningkat. 8 Setiap tahunnya data pencemaran lingkungan di Indonesia
terus meningkat. Berdasarkan pada data statistik di Indonesia pencemaran
air tahun 2018 terjadi sebesar 16.847 sedangkan pada tahun 2014 sebesar
8.768 dan pencemaran tanah tahun 2018 sebesar 2.200, sedangkan tahun
2014 sebesar 1.301. 9 Dari data pencemaran lingkungan tersebut muncul
dampak-dampak krisis kesehatan akibat dari pencemaran lingkungan.
Dimana setiap tahunnya krisis kesehatan semakin meningkat di Indonesia.
Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran salah satunya diakibatkan oleh
kegiatan pertambangan yang tidak ramah lingkungan, misalnya penyakit
silikosis disebabkan oleh debu silika SiO2, penyakit bisinosis disebabkan
oleh debu atau serat kapas yang berterbangan di udara, dan penyakit
antrakosis disebabkan oleh debu batubara. 10
Menurut survei dari United Nations International Children's
Emergency Fund (UNICEF) menyatakan bahwa pencemaran lingkungan
sebagai masalah lingkungan utama yang menimbulkan risiko bagi
kesehatan. Setiap tahun pencemaran lingkungan salah satunya kegiatan
pertambangan menyebabkan 7 juta kematian setiap tahunnya. Kematian
akibat pencemaran lingkungan dampaknya tiga kali lipat lebih besar
dibandingkan dengan kematian yang ditimbulkan oleh malaria,
tuberkulosis, dan AIDS. Adapun kasus kematian terbanyak akibat
pencemaran lingkungan ada di kawasan Asia Tenggara, yakni mencapai
lebih dari 2 juta kematian pertahun. 11 Kawasan Pasifik bagian barat juga
mencatat ada lebih dari 2 juta kasus kematian akibat pencemaran
lingkungan.

7 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Data Perusahaan Tambang di Indonesia,
http://psdg.bgl.esdm.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=580&Itemid=52
1, diakses pada tanggal 2 November 2021.
8 Nina Herlina, Permasalahan Lingkungan Hidup dan Penegakan Hukum Lingkungan Di

Indonesia, Jurnal Hukum, vol 2. no.3. (2018), Hlm. 42.


9Badan Pusat Statistik. Data Pencemaran Lingkungan di Indonesia,
https://www.bps.go.id/indicator/168/959/1/banyaknya-desa-kelurahan-menurut-jenis-
pencemaran-lingkungan-hidup.html, diakses pada tanggal 27 Oktober 2021.
10 I Wayan Redi Aryanta, Pengaruh Pencemaran Lingkungan Terhadap Kesehatan

Masyarakat, Seminar Nasional Prodi Biologi UNHI, (Denpasar, 18 November 2018), Hlm. 229
11 United Nations International Children's Emergency Fund, Resiko Pencemaran

Lingkungan Terhadap Kesehatan, https://www.unicef.org/indonesia/id/kesehatan, diakses pada


tanggal 6 November 2021.

159
Dampak buruk dari masifnya perusahaan pertambangan di
Indonesia dapat dilihat dari akibat yang ditimbulkan, seperti 12 Pertama,
pertambangan dalam waktu relatif singkat dapat mengubah bentuk
topografi tanah dan dapat mengubah keseimbangan sistem ekologi bagi
daerah sekitarnya. Kedua, menilik dari gangguan kesehatan manusia,
pertambangan dapat berakibat pada pencemaran udara dan air yang
dihasilkan dari buangan pertambangan yang mengandung zat-zat beracun.
Terlebih pertambangan yang dilakukan tanpa mengindahkan keselamatan
kerja dan kondisi geologi lapangan dapat berakibat pada kematian jiwa
manusia.
Risiko-risiko diuraikan di atas adalah realitas, menimbulkan
dampak yang signifikan dan memerlukan perhatian yang sangat serius dari
pemerintah dengan mengindahkan asas-asas lingkungan hidup yang baik
dan memperhatikan landasan yuridis, filosofis dan sosiologis. Pernyataan
ini senada dengan pendapat Prof. Satjipto Rahardjo yang menyatakan
bahwa hukum tanpa ketiganya (filosofis, yuridis dan sosiologis) adalah mayat-
mayat hukum. 13 Kendati demikian, sejatinya konstitusi telah mengatur dan
menjamin secara tegas terkait jaminan atas hak kesehatan bagi warga
negaranya.
Berkaca pada asas tanggung jawab negara, yang memiliki makna
bahwa negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat,
baik generasi masa kini maupun generasi masa depan. Negara menjamin
hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik, sehat dan mencegah
dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan
pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup. 14 Kenyataanya tidak
dilakukan sesuai dengan peran negara dalam melindungi kelestarian
lingkungan. Pemerintah sebagai regulator justru menciptakan peraturan
yang tidak bersinergi dengan Environmental Sustainability.
Berdasarkan problematika pencemaran lingkungan yang telah
penulis paparkan, maka penulis tertarik untuk membahas secara
komprehensif terkait ketidakadilan pemerintah terhadap masyarakat yang
terdapat dalam Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) dan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sampai
ini masih menjadi perdebatan di kalangan akademik serta masyarakat.

12 Nurul Istiani, Dampak Pertambangan terhadap Lingkungan Hidup di Kalimantan Selatan

dan Implikasinya bagi hak-hak warga negara, Jurnal Al’Adi, vol 9. no.1. (2017), Hlm. 71.
13 Mukhidin, Hukum Progresif Sebagai Solusi Hukum yang Mensejahterakan Rakyat, Jurnal

Pembaharuan Hukum, vol.2. no.3. (2019), Hlm. 268.


14 Lihat Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, LN Tahun 2009 Nomor 140, TLN Nomor 5059.

160
Permasalahan ini diawali dengan hadirnya UU Cipta Kerja, terkhusus pada
Pasal 26 ayat (2) yang beredaksi “Penyusunan dokumen AMDAL
dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung
terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan”. Pasal tersebut merupakan
perubahan atas Pasal 26 ayat (3) UUPPLH yang mana pada ayat tersebut
seharusnya melibatkan pemerhati lingkungan dalam proses dokumen
AMDAL. Pengubahan tersebut dimaksudkan pemerintah untuk
mempercepat perolehan dokumen penerbitan AMDAL yang selama ini
kerap muncul penolakan dari lembaga pemerhati lingkungan hidup. 15
Pelibatan pemerhati lingkungan (environment expert),seperti
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun pihak lain yang memiliki
concern kepada hak lingkungan merupakan upaya yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas penyusunan AMDAL. Ketika kebijakan terkait
AMDAL hanya melibatkan masyarakat dan pejabat yang memiliki
wewenang dalam pengaturan penerbitan AMDAL, kemungkinan besar
masyarakat akan mengalami kerugian atas keawaman wawasan
masyarakat terkait dampak buruk lingkungan yang akan terjadi
dikemudian hari jika AMDAL tersebut diterbitkan. Tidak hanya sampai
pada disitu, peran pemerhati lingkungan yang sering terafiliasi dalam
komunitas atau lembaga yang terfokus pada masalah lingkungan menjadi
terkikis dengan tidak adanya koridor dalam memberikan saran maupun
masukan penyusunan AMDAL. Pemerintah yang memprioritaskan pada
aspek pembangunan akan mendeklinasi aspek lingkungan. Statement
tersebut sejalan dengan pendapat yang dikeluarkan oleh Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan yaitu Siti Nurbaya
bahwa“Pembangunan besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh
berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi”. 16 Maka dari
itu, seharusnya pemerhati lingkungan turut hadir dalam menjembatani
program pembangunan pemerintah dengan keawaman masyarakat dalam
penyusunan AMDAL. Pada akhirnya, alam Indonesia yang terbentang luas
dengan segala keindahan dan sumber daya alam yang terkandung, tidak
menutup kemungkinan akan lenyap sedikit demi sedikit atas adanya
permasalahan tersebut.
Permasalahan di atas berimplikasi pada masalah baru yang akan
dirasakan oleh masyarakat, karena apabila terjadi hal buruk yang menimpa

15 Martika Dini Syaputri, Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan Berdasarkan UU No.32 Tahun 2009, Jurnal Varia Justicia, vol. 13, no. 2, (2017),
Hlm. 123.
16 Tommy Kurnia, Menteri LHK Siti Nurbaya Kritik Istilah Deforestasi: Tak Sesuai di

Indonesia, https://www.liputan6.com/global/read/4701804/menteri-lhk-siti-nurbaya-kritik-
istilah-deforestasi-tak-sesuai-di-indonesia, diakses pada tanggal 4 November 2021.

161
masyarakat atas dampak buruk dari adanya pertambangan, maka
masyarakat tidak bisa bertindak dan memenuhi haknya untuk
mengemukakan pendapat. Jika memang masyarakat tetap ingin
mengemukakan pendapatnya lalu perusahan pertambangan menganggap
kegiatan tersebut merupakan gangguan maka pihak perusahaan dapat
menggugatnya dengan dalih Pasal 162 UU Minerba yang menyatakan
“Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha
pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah
memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp100.000,00 (seratus juta rupiah)”. 17
Frasa dari bagian “merintangi atau mengganggu”menjadi
multitafsir, karena dalam pasal tersebut tidak ada penjelasan komprehensif
pada bagian UU Minerba. Ketidakjelasan dalam frasa itu, berdampak pada
ketidakpastian hukum yang dapat membuka celah bagi para pihak yang
berkepentingan. Bahkan akibat yang ditimbulkan dapat lebih buruk yaitu
pembungkaman suara masyarakat dalam menyalurkan aspirasi terkait
kerugian yang dirasakan dari hadirnya kegiatan pertambangan. Pasal 162
ini telah menimbulkan permasalahan yang nyata bagi masyarakat,
misalnya pada warga kampung nelayan Nambangan Kenjeran. Melalui
surat Nomor: S.pgl/535/II/2013/ Ditreskrimsus tanggal 25 Februari 2013 dan
surat No: S.Pgl/535 A/III/2013/Ditreskrimsus tanggal 23 Maret 2013, mereka
dikenakan Pasal 162 dituduh mengganggu aktivitas penambangan PT.
Gora Gahana. Pihak PT. Gora Gahana melaporkan keempat warga tersebut
atas penuduhan dianggap mengalang-halangi perusahaan yang telah
mempunyai ijin. Kemudian keempat nelayan yang dilaporkan juga
mendapat teror dari orang yang tidak diketahui identitasnya agar keempat
nelayan tersebut tidak menghalangi penambangan pasir tersebut. 18 Mineral
dan batubara yang merupakan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia
sudah sepatutnya memberikan manfaat bagi rakyat, khususnya bagi
masyarakat sekitar yang mendiami daerah pertambangan sumber daya
alam tersebut. Kenyataannya wilayah mereka dirusak oleh perusahan-
perusahan tambang yang menyebabkan berbagai macam permasalahan. 19

17 Wira Satya Manus, Merintangi atau Mengganggu Kegiatan Usaha Pertambangan Dari

Pemegang IUP atau IUPK Menurut Pasal 162 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, Jurnal Lex Et Societatis, vol.6. no.6, (2018), Hlm.159.
18 Arief Rachmaddan, Gerakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Jawa Timur (WALHI

JATIM) dalam Penolakan Penambangan Pasir Nambangan Kecamatan Tambak Wedi Kota Surabaya,
Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya, 2015, Hlm. III-
20.
19 Marthen B. Salinding, Prinsip Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara yang Berpihak

kepada Masyarakat Hukum Adat, Jurnal Konstitusi, vol. 16, no.1, (2019), Hlm. 102.

162
Terdapat hak untuk memperoleh kepastian hukum menurut
pendapat Gustav Radbruch menyatakan dalam bukunya Rechtsphilosphie
bahwa Nicht dargetan ist der unbedingte Vorrang der durch das positive Recht
erfullten Forderung der Rechttsicherheit vor den von ihm vielleicht unerfullt
gelassenen Fordderungen der Gerechtigkeit und der Zweckmabigkeit. 20 Kepastian
hukum merupakan salah satu upaya dalam keadilan. Kepastian hukum
terwujud dalam pelaksanaan atau penegakan hukum atas suatu tindakan
untuk menilai apakah itu benar atau salah. Kepastian diperlukan untuk
mewujudkan prinsip persamaan dihadapan hukum tanpa diskriminasi.
Ketidaksahan terkait hak untuk memperoleh kepastian hukum
tercermin dengan adanya penghapusan Pasal 38 UU Cipta Kerja “Selain
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), izin lingkungan
dapat dibatalkan melalui putusan pengadilan tata usaha negara”. Pasal
tersebut dihapus menimbulkan hilangnya kewenangan pengadilan
terhadap izin lingkungan yang telah diterbitkan. Apabila ditafsirkan secara
sempit, maka hilang kesempatan masyarakat untuk menggugat keputusan
(beschikking) terkait pelanggaran lingkungan hidup. Penetapan lewat
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dihilangkan sehingga keputusan
akan lahir dengan sendirinya jika pejabat tidak merespons dalam 5 hari.
Peran PTUN untuk memberikan kekuatan hukum atas keputusan tersebut
hilang dan malah menyerahkan kepada pejabat yang telah mengabaikan
pada permohonan sebelumnya. Artinya, warga negara tidak akan
mendapat kepastian hukum dan administrasi akan lebih lama prosesnya.
Karena pejabat yang telah menolak dengan sikap diamnya tidak memiliki
paksaan hukum untuk mengabulkan atau mengeksekusi permintaan warga
negara. 21
Carut marutnya hukum yang mengatur mengenai lingkungan akan
mempengaruhi bahkan menghambat pembangunan nasional. Isu hukum
lingkungan mau tidak mau menjadi salah satu isu yang penting dalam
menciptakan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) yang
mana menjadi bagian dari pembangunan nasional. Tujuan dari
pembangunan berkelanjutan ialah untuk mengurangi kesenjangan di
Negara maupun antar negara, dimana tujuan akhirnya ialah
mensejahterakan masyarakat. Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United
Nation telah merilis 17 tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable
Development Goals (SDGs). SDGs merupakan penyempurnaan dari Agenda
Pembangunan Global sebelumnya, karena komitmen pembangunan tidak

20 Gustav Radbruch, 1975, Rechtsphilosphie, (Stuttgart: K.F. Koehler Verlag, 1975), Hlm.
177.
21 Indonesian Center for Environmental Law, Berbagai Problematika Dalam UU Cipta

Kerja Sektor Lingkungan dan Sumber Daya Alam, Jurnal Konstitusi, vol 2, no.1. (2020), Hlm.102.

163
hanya berfokus pada pembangunan manusia, namun juga pembangunan
ekonomi ramah lingkungan serta pembangunan lingkungan hidup.
Adapun salah satu komponen utama dari SDGs adalah pengelolaan dan
pemanfaatan yang berkelanjutan dari sumber daya alam, keanekaragaman
hayati dimana perlindungan ekosistem merupakan bagian yang tidak
terpisahkan. 22 SDGs yang merupakan komitmen global dalam menciptakan
iklim dunia yang ramah baik bagi manusia maupun lingkungan hidup
seharusnya juga dipraktekkan dengan baik di Indonesia dengan salah satu
caranya yaitu mengupayakan hukum lingkungan yang ideal.
Teori yang dikemukakan tersebut penulis menggagas sebuah
mekanisme yang dinamakan Green Humanist Surveillance Mechanism
(GHSM) guna menjawab permasalahan. Mekanisme tersebut adalah
pengawasan lingkungan hidup yang berbasiskan perikemanusiaan dengan
environmental sustainability. Mekanisme itu menghendaki adanya
pengawasan yang lebih ketat agar terciptanya lingkungan hidup yang sehat
agar bisa digunakan untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Permasalahan di atas Pertama, menggunakan prinsip dari GHSM
bagian Humanis yaitu pemerintah harus membuat kesepakatan bersama
antara masyarakat agar tidak sewenang-wenang dalam membuat
peraturan. Harus ada keterlibatan masyarakat dalam membuat peraturan
dan sanksi yang digunakan harus lebih masuk akal. Pemerintah tidak boleh
hanya berpihak pada perusahaan tambang saja mengabaikan hak-hak
masyarakat. Kedua,memakai prinsip survailance dari GHSM terkait
pengawasan seharusnya dalam peraturan harus melibatkan pemerhati
lingkungan seperti Greenpeace karena ketika hanya masyarakat terdampak
saja yang dilibatkan belum tentu masyarakat terdampak tersebut paham
terkait permasalahan lingkungan tersebut. Ketiga, menggunakan prinsip
mechanism dari GHSM terkait kewenangan pembatalan izin lingkungan
seharusnya tetap diadakan karena apabila keputusan hanya ke pejabat saja
sangat tidak efektif. Peran PTUN untuk memberikan kekuatan hukum atas
keputusan tersebut hilang dan malah menyerahkan kepada pejabat yang
telah mengabaikan pada permohonan sebelumnya. Artinya, warga negara
tidak akan mendapat kepastian hukum dan administrasi akan lebih lama
prosesnya.

22 Armida Salsiah Alisjahbana dan Endah Murniningtyas, Tujuan Pembangunan


Berkelanjutan di Indonesia: Konsep Target danStrategiImplementasi, (Bandung: Unpad Press, 2018),
Hlm. 80.

164
Penutup

Negara menjamin atas lingkungan yang layak dan sehat oleh


seluruh masyarakat, hal ini diamini oleh Jimly Asshiddiqie dalam karyanya
Green Constitution yang pada prinsipnya menyatakan bahwa secara
eksplisit lingkungan alam sekitar dapat diberikan hak konstitusional
sebagai subjek hukum dalam tataran hukum nasional. Manusia yang
berstatus sebagai rakyat, lingkungan hidup menjadi pemegang hak
kekuasaan dan kedaulatan tertinggi, maka kekuasaan tertinggi ada pada
lingkungan disebut sebagai ekokrasi atau kedaulatan lingkungan.
Hakikatnya dalam Undang-Undang a quo disebutkan “Perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas: tanggung
jawab negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan kesimbangan,
keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman
hayati, pencemar membayar, partisipatif, kearifan lokal, tata kelola
pemerintahan yang baik, dan otonomi daerah”.
Perlindungan terhadap lingkungan menjadi hal yang krusial dalam
kehidupan setiap makhluk hidup, karena seluruh kebutuhan mereka
bergantung pada alam yang mana tidak terlepas dari isu terkait kesehatan
lingkungan (Environmental Health). Perihal pelaksanaannya, pengelolaan
dan perlindungan lingkungan di Indonesia tampaknya belum efektif,
meskipun kebijakan pemerintah seringkali berfokus pada keselamatan
lingkungan hidup. Perilaku pemerintahan di satu sisi menutup pintu
pengelolaan pertambangan dan di sisi lain kurang memiliki visi
perencanaan dan ketaatan terhadap kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu,
terderogasinya hak-hak masyarakat yang disebabkan pemerintah dalam
mengabaikan aspirasi dari masyarakat dapat menghadirkan permasalahan
baru.

Daftar Pustaka

Buku
Asshiddiqie, Jimly. Green Constitution: Nuansa Hijau UUD 1945. Jakarta:
Rajawali Pers. 2017.
Radbruch, Gustav. Rechtsphilosphie. Stuttgart: K.F. Koehler Verlag. 1975.
Alisjahbana, Armida Salsiah dan Endah Murniningtyas, Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia: Konsep Target dan Strategi
Implementasi. Bandung: Unpad Press. 2018.

165
Artikel Jurnal
Effendi, Rahayu. Pemahaman Tentang Lingkungan Berkelanjutan, Modul, vol.
18. no. 2. 2018.
Herlina, Nina. Permasalahan Lingkungan Hidup dan Penegakan Hukum
Lingkungan Di Indonesia. Jurnal Hukum. vol. 2. no. 3. 2018.
Indonesian Center for Environmental Law. Berbagai Problematika Dalam UU
Cipta Kerja Sektor Lingkungan dan Sumber Daya Alam. Jurnal
Konstitusi. vol. 2. no. 1. 2020.
Istiani, Nurul, Dampak Pertambangan terhadap Lingkungan Hidup di
Kalimantan Selatan dan Implikasinya Bagi Hak-Hak Warga Negara. Jurnal
Al’Adl. Vol. 9. no. 1. 2017.
Manus, Wira Satya. Merintangi atau Mengganggu Kegiatan Usaha
Pertambangan Dari Pemegang IUP atau IUPK Menurut Pasal 162
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara. Jurnal Lex Et Societatis. vol. 6. no. 6. 2018.
Mukhidin. Hukum Progresif Sebagai Solusi Hukum yang Mensejahterakan
Rakyat. Jurnal Pembaharuan Hukum. vol. 2. no. 3. 2019.
Nopyandri. Hak Atas Lingkungan Hidup dan Kaitannya dengan Peran serta
dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Perspektif Otonomi Daerah.
Jurnal Inovatif. vol. 7. no. 3. 2014.
Salinding, Marthen B. Prinsip Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara
yang Berpihak kepada Masyarakat Hukum Adat. Jurnal Konstitusi. vol.
16. no. 1. 2019.
Syaputri, Martika Dini. Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009.
Jurnal Varia Justicia. vol. 13. no. 2. 2017.
Waas, Richard V. Perlindungan Hukum terhadap Hak Atas Lingkungan Hidup
Ditinjau dari Perspektif Hukum Internasional dan Hukum Nasional
Indonesia. Jurnal Sasi. Vol. 20. no. 1. 2014.
Yusa, I Gede dan Bagus Hermanto. Implementasi Green Constitution di
Indonesia: Jaminan Hak Konstitusional Pembangunan Lingkungan Hidup
Berkelanjutan. Jurnal Konstitusi. vol. 15. no. 2. 2018.

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, LN Tahun 2009 Nomor 140, TLN
Nomor 5059.

166
Makalah
Aryanta, I Wayan Redi. Pengaruh Pencemaran Lingkungan Terhadap Kesehatan
Masyarakat, Seminar Nasional Prodi Biologi UNHI. (Denpasar: 18
November 2018).
Rachmaddan, Arief. Gerakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Jawa Timur
(WALHI JATIM) dalam Penolakan Penambangan Pasir Nambangan
Kecamatan Tambak Wedi Kota Surabaya. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Airlangga. Surabaya. 2015.

Internet
Badan Pusat Statistik. Data Pencemaran Lingkungan di Indonesia.
https://www.bps.go.id/indicator/168/959/1/banyaknya-desa-
kelurahan-menurut-jenis-pencemaran-lingkungan-hidup.html.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Data Perusahaan
Tambang di Indonesia.
http://psdg.bgl.esdm.go.id/index.php?option=com_content&view=
article&id=580&Itemid=521.
Kurnia, Tommy. Menteri LHK Siti Nurbaya Kritik Istilah Deforestasi: Tak Sesuai
di Indonesia, https://www.liputan6.com/global/read/4701804/menteri-
lhk-siti-nurbaya-kritik-istilah-deforestasi-tak-sesuai-di-indonesia
United Nations International Children's Emergency Fund. Resiko
Pencemaran Lingkungan Terhadap Kesehatan.
https://www.unicef.org/indonesia/id/kesehatan
Yale Center for Environmental Law & Policy. Environmental Performance
Index, https://epi.yale.edu/epi-results/2020/component/epi.

167
RESOLUSI BUDAYA REMISI PELAKU TINDAK
PIDANA KORUPSI DI MASA PANDEMI

Osanna Chikara Dewi


Hukum Tata Negara, osanna.chikara20@mhs.uinjkt.ac.id

Pendahuluan
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu negara
yang berdasar atas hukum bukan berdasarkan kepada kekuasaan semata.
Hal ini berarti seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara harus
didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku.1 Banyak sekali tindak
pidana yang terjadi di Indonesia, salah satunya adalah tindak pidana
korupsi. Angka korupsi di Indonesia ini cukup tinggi, dan semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Faktor utama tingkat korupsi yang tinggi
di Indonesia adalah karena pelaku korupsi tidak cukup jera dengan
hukuman yang ada. Jumlah koruptor yang semakin tinggi tidak dibarengi
dengan jumlah penjara yang ada, sehingga penjara mengalami kelebihan
kapasitas. Untuk menangani hal itu, pemerintah berupaya mempermudah
syarat pemberian remisi, termasuk kepada para pelaku tindak pidana
korupsi.2

Pembahasan
Tindak pidana korupsi yang dikenal sebagai suatu kejahatan luar
biasa atau extraordinary crime sehingga oleh karenanya diperlukan cara-cara
yang luar biasa untuk memberantasnya sekaligus mencegah terjadinya
tindak pidana korupsi. Karena sifat luar biasanya inilah kemudian
dibuatkan aturan yang eksklusif (khusus) yaitu Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.3

1 Abintoro Prakoso, Pengantar Ilmu Hukum, (Surabaya: Laksbang Pressindo, 2017).


2 Bambang Waluyo, Optimalisasi pemberantasan korupsi di indonesia, Jurnal Yuridis, vol.
1, no. 2, (2017), Hlm. 169-162.
3 Vidya Prahassacitta, The Concept of Extraordinary Crime in Indonesia Legal System: is The

Concept An Effective Criminal Policy?. Humaniora, vol. 7, no. 4, (2016), Hlm. 513-521.

168
Meskipun sudah ada hukum yang mengatur tentang tindak pidana
korupsi, jumlah korupsi di Indonesia makin hari makin meningkat. Hal ini
dibuktikan dari data statistik yang dirilis KPK dari tahun 2004-2021. Data
menunjukkan bahwa kasus korupsi dari tahun ke tahun semakin
meningkat, dari yang awalnya 27 kasus saja pada tahun 2004 kemudian
meningkat menjadi 736 kasus pada tahun 2018. Meskipun terdapat
penurunan dari tahun 2018 hingga 2021, namun jumlah angka korupsi
masih sangat tinggi jika dibandingkan tahun 2004 lalu. Berikut disajikan
data statistik kasus korupsi Indonesia dari tahun 2004 hingga 2021:4

Gambar 1. Statistik Kasus Korupsi di Indonesia tahun 2004-2021

Salah satu contoh kasus korupsi terbesar yang terjadi akhir-akhir


ini adalah kasus korupsi Dana Bansos Covid-19 oleh mantan Menteri
Sosial, Juliari Peter Batubara. Juliari melakukan korupsi sebanyak 32
Miliyar dan hakim menggunakan pasal suap sebagai hukumannya.
Putusan hakim saat itu adalah 12 tahun penjara dan denda sebanyak 14,5
Miliyar, dimana jumlah tersebut dinilai terlalu sedikit karena hanya
setengah dari dana yang telah dikorupsi.5 Walaupun awalnya Juliari
diberikan hukuman terberat yaitu hukuman mati, pada kenyataannya
putusan tersebut hanyalah wacana.
Faktor yang mendasari tingkat korupsi di Indonesia meningkat
setiap tahunnya adalah karena pelaku korupsi tidak cukup jera dengan
hukuman yang ada. Menteri Menteri Hukum dan HAM Yasonna
Hamonangan Laoly pernah mengatakan bahwa penjara di Indonesia sudah
kelebihan kapasitas, itulah alasan kenapa pemerintah berupaya
mempermudah syarat pemberian remisi. Remisi, menurut kamus hukum,
adalah pengampunan hukuman yang diberikan kepada seseorang yang
dijatuhi pidana. Remisi dalam sistem pemasyarakatan diartikan sebagai

4 KPK, Statistik Kasus Korupsi 2004-2021,


https://www.kpk.go.id/id/statistik/penindakan/109-statistik, diakses pada tanggal 5
September 2021.
5 Bachtiarudin Alam, Hakim Vonis Juliari Batubara 12 Tahun Penjara Perkara Korupsi

Bansos Covid-19, https://www.merdeka.com/peristiwa/hakim-vonis-juliari-batubara-12-tahun-


penjara-perkara-korupsi-bansos-covid-19.html, diakses pada tanggal 5 September 2021.

169
potongan hukuman bagi warga binaan setelah memenuhi persyaratan
tertentu yang telah ditetapkan.6 Menurut Tucuna (2014), remisi adalah
pengurangan masa pidana yang merupakan hak setiap narapidana atau
terpidana yang menjalani pidana hari kemerdekaan di Lembaga
Pemasyarakatan. Pengadaan remisi ini pada kenyataannya membuat
masyarakat geram. Pasal yang tidak sesuai sebagai putusan, pada akhirnya
akan mengalami remisi dan membuat hukuman para koruptor semakin
ringan. Namun, jika ditelaah dari fungsi penjara yang sudah berubah,
putusan bagi para koruptor juga berubah pula.7
Menurut Rori (2013), penekanan perlakuan terhadap narapidana
telah berubah secara total seiring perubahan fungsi penjara menjadi
lembaga pemasyarakatan. Dasar pijakan penjara berubah dari yang
awalnya pembalasan menjadi pembinaan. Maka dari itu, narapidana
diberikan berbagai jenis hak, termasuk hak atas kemerdekaannya. Secara
individual, koruptor juga memiliki hak yang diberikan oleh undang-
undang. Baik Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945) maupun UU Nomor 39 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang
memberikan jaminan persamaan di depan hukum tanpa membedakan jenis
kasusnya. Teori HAM dan remisi bagi pra koruptor ini pada akhirnya
menimbulkan berbagai dampak negatif, khususnya bagi negara. Pasalnya,
para koruptor yang sudah tertangkap dan dijatuhi hukuman penjara
menjadi tidak jera dengan adanya remisi.8
Remisi sendiri telah diatur dalam Pasal 34 PP Nomor 28 Tahun
2006, yang menyebutkan bahwa setiap narapidana terorisme, narkotika dan
psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan hak asasi
manusia berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, berhak
mendapat remisi jika memenuhi dua syarat.9 Dua syarat tersebut adalah
berkelakuan baik dan telah menjalani sepertiga dari masa pidana. Dua
syarat tersebut dinilai belum maksimal dalam memberikan efek jera bagi
para koruptor.
Solusi yang dapat diberikan oleh penulis adalah memperketat
pemberian remisi narapidana tindak pidana korupsi dan merevisi PP No.
28 Tahun 2006. Dengan memperketat syarat pemberian remisi, maka tidak

6 Jennifer Sidharta, Pro Kontra Rencana Remisi Untuk Koruptor,


https://www.rappler.com/world/pro-kontra-wacana-remisi-koruptor, diakses pada tanggal 5
September 2021.
7 Emy Julia Tucunan, Hak Remisi Narapidana Tindak Pidana Korupsi, Lex Crimen, vol. 3,

no. 1, (2014).
8 Winston Rori, Kebijakan Hukum Mengenai Syarat Pemberian Remisi Kepada Narapidana

Tindak Pidana Korupsi, Lex Crimen vol. 2, no. 7, (2013).


9 Pearturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Syarat Dan Tata Cara

Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

170
semua koruptor yang sedang menjalani masa penjara dapat bebas dengan
mudah. Padahal, koruptor-koruptor ini berpengaruh besar dan bahkan
merugikan perekonomian negara. Untuk memperketat pemberian remisi
ini, maka diperlukan revisi ulang PP No.28 Tahun 2006, dari yang awalnya
hanya dua syarat saja dapat ditambah dengan syarat yang lebih spesifik
seperti dapat memberikan remisi kepada koruptor kasus kecil saja. Dengan
begitu, koruptor yang telah menelan miliyaran uang negara tidak dapat
lolos dengan mudah supaya memberikan efek jera, sehingga ketika bebas
dari tahanan tidak akan mengulangi perbuatannya yang mampu
merugikan negara.

Penutup
Remisi adalah potongan hukuman bagi warga binaan setelah
memenuhi persyaratan tertentu. Remisi terkait narapidana korupsi diatur
dalam PP No. 28 Tahun 2006, dimana narapidana korupsi berhak mendapat
remisi jika berkelakuan baik dan telah menjalani sepertiga dari masa
pidana. Dua syarat tersebut dinilai belum maksimal dalam memberikan
efek jera bagi para koruptor. Solusi dari permasalahan tersebut adalah
dengan memperketat pemberian remisi narapidana tindak pidana korupsi
dan merevisi PP No. 28 Tahun 2006.

Daftar Pustaka
Buku
Prakoso, Abintoro. Pengantar Ilmu Hukum. Surabaya: Laksbang Pressindo.
2017.

Artikel Jurnal
Prahassacitta, Vidya. The Concept of Extraordinary Crime in Indonesia Legal
System: is The Concept An Effective Criminal Policy?. Humaniora. vol.
7. no. 4. 2016.
Rori, Winston. Kebijakan Hukum Mengenai Syarat Pemberian Remisi Kepada
Narapidana Tindak Pidana Korupsi. Lex Crimen. vol. 2. no. 7. 2013.
Tucunan, E. J. Hak Remisi Narapidana Tindak Pidana Korupsi. Lex Crimen. vol.
3. no. 1. 2014.
Waluyo, Bambang. Optimalisasi Pemberantasan Korupsi Di Indonesia. Jurnal
Yuridis. vol. 1. no. 2. 2017.

Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Syarat Dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

171
Internet
Alam, Bachtiarudin. Hakim Vonis Juliari Batubara 12 Tahun Penjara
Perkara Korupsi Bansos Covid-19.
https://www.merdeka.com/peristiwa/hakim-vonis-juliari-batubara-
12-tahun-penjara-perkara-korupsi-bansos-covid-19.html.
Komisi Pemberantasan Korupsi. Statistik Kasus Korupsi 2004-2021.
https://www.kpk.go.id/id/statistik/penindakan/109-statistik.
Sidharta, Jennifer. Pro Kontra Rencana Remisi Untuk Koruptor.
https://www.rappler.com/world/pro-kontra-wacana-remisi-
koruptor.

172
RESTORATIVE JUSTICE SEBAGAI SUBTITUSI
RENCANA PENERAPAN PIDANA MATI TERHADAP
KORUPTOR DI ERA PANDEMIK COVID-19

Sifa Alfyyah Asathin


Ilmu Hukum, sifa.alfyyah20@mhs.uinjkt.ac.id
Agus Saputra
Ilmu Hukum, agus.saputra20@mhs.uinjkt.ac.id

Pendahuluan
Hukum Pidana di Indonesia pada tataran filosofisnya berpijak
pada aliran pemikiran Neo-Klasik yang sangat mempertimbangkan
keseimbangan antara nilai kemanusiaan dengan kepentingan publik.
Aliran tersebut dijadikan dasar pemikiran oleh perumus Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional karena dalam proses
pembentukannya mempertimbangkan asas perimbangan kepentingan
yang berwawasan Pancasila sebagai aspek fundamental dari Asas Hukum
Pidana Nasional (AHPN) sesuai dengan yang dikatakan Prof. Dr Muladi,
SH.1 Hal ini yang menjadi konsideran utama untuk membentuk paradigma
bahwa hukum pidana adalah hukum yang diciptakan bukan hanya sekedar
memberikan nestapa, tetapi juga menjamin kepentingan negara,
masyarakat dan individu. Asas ini bahkan terkristalisasikan dalam
Statsfundamentalnorm Indonesia yaitu di Pasal 28A dan 28J Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI Thn 1945) tentang hak
untuk hidup serta mempertahankannya dan pengwajiban menghormati
hak asasi orang lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.2
Berdasarkan landasan filosofis tersebut, pembangunan hukum
pidana di Indonesia harus mewujudkan revitalisasi Pancasila yang
terinternalkan dalam peraturan perundang-undangan pidana Indonesia.
Hal ini sejalan dengan pandangan Arief Hidayat bahwa Pancasila harus
dijadikan nilai-nilai dasar dan rambu-rambu hukum karena perannya
sebagai cita hukum atau rechtsidee Indonesia.3 Hukum yang tidak selaras

1 Benny K. Harman dan Hedardi, Pembaharuan Hukum Pidana dalam Perspektif HAM,

(Jakarta: YLBHI, 1992), Hlm. 36-41.


2 Lihat pasal 28A dan 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.
3 Arief Hidayat, Revitalisasi Ideologi Pancasila dalam Aras Global Perspektif Negara Hukum

dalam Seminar Nasional Hukum, Law Research Review Quarterly, vol. 3, no. 1, (2016).

173
dengan cita hukumnya merupakan kesia-siaan. Seperti yang dikatakan oleh
Soejono Koesomo Sisworo dimana menurutnya hukum yang tidak
merealisasikan rechtsidee yang dituju, maka hukum tersebut akan
kehilangan maknanya.4 Oleh karena itu, demi keselarasan pembentukan
hukum pidana dengan rechtsidee maka perlu diperhatikan salah satu dari
tiga unsur terpenting dalam pidana itu sendiri yaitu sanksi.

Pembahasan
Pasal 10 butir a KUHP telah menetapkan salah satu pidana pokok
adalah pidana mati. Selain itu, pada tataran lex specialisnya dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diperbarui
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) bahwa terpidana korupsi dapat
diijatuhkan pidana mati dalam keadaan tertentu.5 Ketentuan ini dibentuk
untuk menyelesaikan problematika korupsi yang semakin merajalela
bahkan di keadaan tertentu seperti pandemik COVID-19.
Isu penerapan pidana mati di pandemik COVID-19 bukan hal yang
muncul secara tiba-tiba begitu saja, melainkan akibat dari kasus korupsi
yang giat dilakukan bahkan di keadaan pandemik COVID-19. Hal ini
terbukti bila kita menilik Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang
sebelumnya mencapai skor 40/100 dan berada pada ranking 85/180 pada
tahun 2019 menjadi anjlok ke skor 37/100 pada tahun 2020 sehingga
meduduki ranking 102/180.6 Gejala penurunan indeks persepsi korupsi ini
dapat dilihat dari berbagai kasus korupsi mulai dari tahun 2020 sampai
2021 selama pandemik COVID-19 seperti kasus korupsi Bupati Kutai Timur
Imunandar, kasus korupsi Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo,
kasus korupsi Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna, kasus korupsi
Bupati Banggai Laut Wenny Bukamo, kasus korupsi Menteri Sosial Juliari
Batubara, kasus korupsi Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah.7 Selain itu
terdapat kasus korupsi baru yang masih dalam proses yang di antaranya

4 Soejono Koesoemo Sisworo, Mempertimbangkan Beberapa Pokok Pikiran Pelbagai Aliran

Filsafat Hukum Dalam Relasi dan Relevansinya Dengan Pembangunan/Pembinaan Hukum Indonesia
dalam “Kumpulan Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Semarang” dihimpun oleh: Soekotjo Hardiwinoto, (Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 1995), Hlm. 121.
5 Lihat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diperbarui

dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
6 Transparency International: The Global Coalition Against Corruption,
https://www.transparency.org/en/cpi/2019/index/nzl, diakses pada tanggal 4 April 2022.
7 CNN Indonesia, Korupsi Tak Berhenti di Masa Pandemi,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210302092301-20-612489/korupsi-tak-berhenti-di-
masa-pandemi, diakses pada tanggal 7 April 2022.

174
kasus korupsi dana ASABRI,8 kasus korupsi Bupati Hulu Sungai Utara
Abdul Wahid,9 kasus korupsi Alex Noerdin,10 dan kasus korupsi Wakil DPR
Azis Syamsuddin.11 Semakin kronisnya korupsi menggerogoti negara di era
pandemik membuat publik mulai menilik Pasal 2 UU Tipikor sebagai solusi
untuk menjawab urgensitas ini.
Urgensitas untuk memberantas korupsi melalui hukuman mati
sekilas menjadi hal yang dapat diterima mengingat korupsi merupakan
tindak kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Menurut Stuart Ford,
extraordinary crime merupakan kejahatan yang tujuannya menghilangkan
HAM dan dapat menjadi yuridiksi Peradilan Pidana Internasional dimana
pelakunya dapat dihukum mati.12 Sejalan dengan itu, Sukardi berpendapat
bahwa dampak dari extraordinary crime melingkupi multi dimensional pada
bidang politik, ekonomi, ekologi, sosial, dan budaya yang dinilai dari
perbuatan yang didapati oleh lembaga pemerintah dan non-pemerintah
baik nasional atau internasional.13 Berdasarkan pemaparan pakar-pakar
tersebut, extraordinary crime merupakan kejahatan yang dampaknya
merusak HAM khalayak banyak sehingga menjadi pantas bila hukuman
yang dijatuhkan adalah pidana mati. Meskipun korupsi telah dikategorikan
sebagai extraordinary crime dimana terpidananya layak untuk dihukum
mati, perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam lagi untuk memastikan
pidana mati mampu menjawab problematika serius ini. Hal ini
dilaksanakan guna mencegah kejadian terbuangnya sumber daya untuk
arah penegakkan hukum yang salah sehingga kepentingan negara dan
warga negara tidak terpenuhi.
Sumber daya yang dikerahkan untuk memberantas korupsi dengan
cara menerapkan pidana mati menjadi masalah dikarenakan biayanya yang

8 Sholahuddin Al-Ayyubi, Kejagung Sebut Uang Korupsi ASABRI Dipakai Buat Beli

Tambang Emas, https://kabar24.bisnis.com/read/20210930/16/1448969/kejagung-sebut-uang-


korupsi-asabri-dipakai-buat-beli-tambang-emas, diakses pada tanggal 7 April 2022.
9 JPNN, KPK Geledah Ruang Kerja Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid,

https://www.jpnn.com/news/kpk-geledah-ruang-kerja-bupati-hulu-sungai-utara-abdul-
wahid, diakses pada tanggal 7 April 2022.
10 Rahel Narda Chaterine, Saat Alex Noerdin Jadi Tersangka Dua Kasus Korupsi Dalam

Sepekan, https://nasional.kompas.com/read/2021/09/23/09394921/saat-alex-noerdin-jadi-
tersangka-dua-kasus-korupsi-dalam-sepekan?page=all, diakses pada tanggal 7 April 2022.
11 Alfian Putra Abdi, Azis Syamsuddin & Lingkaran Kelam DPR: Kinerja Buruk dan

Koruptif, https://tirto.id/azis-syamsuddin-lingkaran-kelam-dpr-kinerja-buruk-dan-koruptif-
gjTT, diakses pada tanggal 20 September 2021.
12 Stuart Ford, Crimes Against Humanity At The Extraordinary Chambers In The Courts Of

Cambodia: Is A Connection With Armed Conflict Required?, Pacific Basin Law Journal, vol. 24, no.
2, (2007), Hlm 127-129.
13 Sukardi, Illegal Longging dalam Perspektif Politik Hukum Pidana (Kasus Papua),

(Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2005), Hlm. 34.

175
tidak kecil. Tercatat, biaya untuk melakukan hukuman mati tidak sedikit
dimana Pemerintah menghabiskan biaya hinngga Rp 3 Miliyar terhadap
dua gelombang eksekusi.14 Besarnya biaya yang dihabiskan ini dengan
tujuan yang diharapkan adalah menciptakan deterrence effect15 menjadi
kesia-siaan dalam sumber daya yang telah dikeluarkan karena efek yang
dituju tidak tercapai. Detterence effect yang diagung-agungkan dalam
pidana mati sesungguhnya hanyalah mitos dimana berdasarkan studi
komprehensif yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait
hubungan hukuman mati dengan kasus pidana tidak pernah terbukti secara
ilmiah.16 Menurut studi tersebut, dijalankannya pidana mati justru
mengarahkan terpidana untuk melarikan diri dan bukan bertanggung
jawab terhadap perbuatannya. Penerapan pidana mati termasuk terhadap
terpidana koruptor juga dapat menimbulkan problematika baru seperti
mengajarkan masyarakat Indonesia tentang budaya balas dendam dengan
tindakan kejam serta rentan tidak dapat dikoreksi kembali setelah
terpidana meninggal apabila terdapat kesalahan dalam pengambilan
keputusan pengadilan.17
Pada dasarnya, problematika pidana mati tipikor tidak hanya
secara sosiologis saja melainkan juga dalam tataran yuridisnya. Dimana jika
kita melihat dalam UU Tindak Pidana Korupsi terdapat banyak kecacatan
baik secara formil maupun materil18. Adanya kecacatan inilah yang
menimbulkan diskursus dalam penegakkan hukum di Indonesia,
khususnya pemberantasan tindak pidana korupsi yang masih masif pada
saat ini. Bahkan sebenarnya kecacatan tersebut sudah mulai ada sejak
proses pembentukan UU tipikor. Upaya pengkerdilan daripada partisipasi
publik dilakukan seperti halnya dalam pembahasan dan pengesahan
undang-undang yang prosesnya berjalan cepat dan penuh kejanggalan.
Bahkan paripurna sendiri enggan membuka kesempatan terhadap
pernyataan persetujuan dan penolakan dari fraksi-fraksi lain yang hadir. 19

14 ICJR, Hukuman Mati Dalam RKUHP Jalan Tengah Yang Meragukan, (Jakarta: Institute

for Criminal Justice Reform, 2015), Hlm.5.


15 Efek yang mengakibatkan seseorang tidak merealisasikan niatnya karena takut

dengan akibat buruk yang akan diterima dirinya.


16 Jodya Bintang Herwidianto, Efektivitas Hukuman Mati Pada Kejahatan Narkotika Di

Indonesia, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016), Hlm. 5.


17 Diani Indramaya, Pro-Kontra Pidana Mati Kasus Narkoba, Tesis Universitas Indonesia,

2008. Hlm. 77-79.


18 Indonesia Corruption Watch, Laporan Penelitian Proyeksi Masa Depan Pemberantasan

Korupsi Menelisik Pengesahan Revisi Undang-Undang Kpk. (2020).


19 Indonesia Corruption Watch, Laporan Penelitian Proyeksi Masa Depan Pemberantasan

Korupsi Menelisik Pengesahan Revisi Undang-Undang Kpk. (2020), Hlm. 2.

176
Kecacatan dalam UU Tipikor, terlebih dengan adanya
problematika hukuman mati (death penalty) sebenarnya telah melanggar
daripada konsep konstitusi Indonesia yang senantiasa melindungi HAM.
Sejalan dengan konsep negara hukum (Rule of Law) yang ditegaskan dalam
pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Tahun 1945 bahwa salah satu identitas dari
negara hukum adalah adanya HAM dalam penyelenggaraan negara.
Sehingga dengan adanya penerapan hukuman pidana mati secara tidak
langsung menjadi bukti pengkhianatan terhadap konstitusi yakni Undang
Undang Dasar 1945, khususnya pada Pasal 28 A yang menjamin secara
konkrit hak hidup manusia.20 Sebagaimana dalam Deklarasi Kemerdekaan
Amerika (1776) yang disusun oleh Thomas Jefferson salah satunya bahwa
Tuhan telah menganugrahi manusia hak hak tertentu yang tidak dapat
dicabut, bahkan oleh manusia sekalipun, diantaranya adalah hak untuk
hidup.21 Hal tersebut sejalan dengan ketentuan yang telah tertuang dalam
pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 39 tahun 1999 tentang HAM, yang
menyatakan bahwa sesungguhnya HAM merupakan hak yang melekat
pada diri manusia itu sendiri (non derogable rights).22
Di samping itu, konsep pengindahan daripada HAM khususnya
hak hidup juga tercantum melalui ketentuan Internasional yang diratifikasi
pula oleh Indonesia yaitu Pasal 6 Undang-Undang No 12 tahun 2005
tentang pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights
(Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik). 23 Berdasarkan
semua ketentuan yang telah secara jelas menjaga dan melindungi hak dasar
manusia secara ketat dan mengikat, maka adanya hukuman mati bagi
terpidana korupsi justru menjadi sebuah keniscayaan yang amat
memilukan dan suatu jalan yang keliru bila kita gunakan sebagai bentuk
upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang terbukti masih terus
meningkat hingga saat ini.
Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi nyatanya bukan
suatu problematika baru, melainkan sudah jauh masuk ke ranah kanca
Internasional dan menjadi isu yang sangat sering diperdebatkan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation) juga memandang bahwa
korupsi adalah sebuah kejahatan luar biasa yang sangat membahayakan

20 Lihat Pasal 28 A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.


21 Eva Achjani Zulfa. Menelaah Arti Hak Untuk Hidup Sebagai Hak Asasi Manusia, Lex
Jurnalica, vol. 02. no. 2, (2005), Hlm 03.
22 Lihat pada Pasal 1 Ayat 1 UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

23 Lihat pada Pasal 6 UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant

On Civil and Political Rights (Konvenan Internasional Tentang Hak Hak sipil dan Politik).

177
stabilitas negara dan merugikan pembangunan berkelanjutan.24 Tercatat
setiap tahun nya ada sekitar $2,6 triliun lenyap akibat korupsi.
Keprihatinan ini juga memunculkan dibuatnya suatu konvensi anti korupsi
PBB yang diperingati setiap tahun tanggal 31 Oktober 2003. Problematika
ini makin menjadi jauh lebih rumit ketika beberapa negara menerapkan
hukuman pidana mati terhadap kejahatan korupsi seperti China, Iraq, Iran,
Thailand, Vietnam dan bahkan Indonesia. Namun, faktanya keputusan
tersebut justru tidak membuat permasalahan selesai. Keputusan hukuman
mati terhadap terpidana korupsi tanpa sadar telah mencederai hak dasar
manusia. Rezim Internasional juga mengakui bahwa ada potensi kesalahan
hakim dalam memutus terpidana korupsi yang dijatuhi hukuman mati,
dimana jika sudah dieksekusi tentu saja ini tidak bisa diperbaiki kembali.
Berdasarkan Pasal 3 Universal Declaration of Human Right
(UDHR) menyatakan bahwa “everyone has the right to life, liberty and security
of person”. 25 Kalimat tersebut memang secara spesifik tidak melarang
adanya hukuman mati, tetapi bentuk daripada konsekuensi hukuman mati
ini yang berlainan dengan konsep dasar dari HAM yaitu hak hidup. Sesuai
dengan isi dari konsideran “Second Optional Protocol to the International
Covenant on civil and Political Right” yang merupakan sebuah perjanjian
tambahan terhadap ICCPR terkait dengan penghapusan hukuman mati.26
Merujuk pada perjanjian tersebut, diyakini bahwa penghapusan hukuman
mati dirasa dapat memberikan dampak positif yang besar dalam
perkembangan progresif HAM. Maka dari itu, PBB dengan konvensi
ICCPR nya mengerahkan kepada negara negara untuk senantiasa
meminimalisir pelaksanaan pidana mati, termasuk juga terhadap negara
Indonesia.
Di samping konsep hukuman mati bagi terpidana korupsi yang
nyatanya telah melanggar daripada ketentuan nasional maupun
internasional, UU Tindak Pidana Korupsi juga memiliki pasal yang
menimbulkan multitafsir sehingga hal ini berdampak pada kepastian
hukum yang kurang terjamin. Salah satunya adalah Pasal 2 Ayat (2) UU
Tipikor, terkait pemidanaan terhadap hukuman mati bagi terpidana
korupsi27. Pada implementasinya pasal ini sulit dibuktikan. Terlebih adanya

24 M. Imam Santoso, Konvensi PBB Menentang Korupsi 2003 dan Pembangunan

Berkelanjutan Indonesia, Jurnal Masalah-Masalah Hukum, vol. 41, no.3. (2012), Hlm 342.
25 Lihat pasal 3 Universal Declaration of Human Right.

26 Todung Mulya Lubis & Alaexander Lay, Kontroversi Hukuman Mati, (Jakarta:

Penerbit Buku Kompas, 2008), Hlm. 48.


27 Lihat Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah

diperbarui dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi.

178
klausul “keadaan tertentu” yang mana pengimplementasian dari pasal
tersebut hanya bisa dilakukan disaat-saat situasi luar biasa saja. Situasi yang
dimaksud antara lain bencana alam nasional, keadaan bahaya, krisis
moneter serta kejahatan korupsi yang dilakukan secara residivice.28 Adanya
ketentuan kondisi mengikat tersebut pada akhirnya justru akan
menimbulkan anomali terhadap tatanan pemberantasan tindak pidana
korupsi itu sendiri yang mana hingga sampai saat ini pengimplementasian
terhadap pasal tersebut belum juga terlihat.
Salah satu contohnya bisa kita lihat dalam Putusan pengadilan
Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 20 Juni 2006 No. 114/Pid. B /2006/PN.
Jak. Sel.29 Di mana pada putusan tersebut hakim tidak mengabulkan
permohonan jaksa yang menginginkan penjatuhan pidana mati terhadap
terpidana koruptor yaitu Ahmad Sidik Mauladi Iskandardinata,
dikarenakan sulitnya pembuktian dari pasal tersebut. Walaupun demikian,
adanya ketentuan undang-undang tersebut sejatinya justru tidak
berdampak baik terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Hal ini dikarenakan bentuk hukuman mati sudah tidak relevan lagi dengan
esensi pemidanaan di zaman modern sekarang ini.30 Konsep teori absolut
yang masih diagung-agungkan nyatanya tidak mampu menjawab akar
permaasalahan dari tindak pidana korupsi.
Di samping hukuman mati yang faktanya telah melanggar HAM,
konsep hukuman tersebut juga sesungguhnya tidak efektif dalam
mengurangi tingkat kejahatan korupsi. Dibuktikan dengan beberapa
negara yang menerapkan hukuman pidana mati, tetapi justru tidak
membuat tingkat kejahatan tersebut berkurang. Seperti halnya negara
Gajah Putih, Thailand. Tercatat, di tahun 2021 dalam Corruption Perceptions
Index (CPI) yang dibuat oleh Transparency International (TI), indeks tingkat
kejahatan korupsi di negara Thailand masih terbilang cukup tinggi yakni
menempati ranking 110 dari 180 negara di dunia dan hanya memiliki score
35.31 Sebagai negara yang menganut sistem hukum yang sama dengan
Indonesia yaitu Eropa Kontinen, Thailand masih menerapkan hukuman
mati terhadap beberapa tindak kejahatan termasuk juga korupsi. Eksekusi
yang dilakukan di negara ini adalah dengan suntik mati. Walaupun suntik

28 Istilah dalam hukum untuk pengulangan tindak pidana yang menjadi salah satu

alasan dalam memperberat pidana yang akan dijatuhkan.


29 Muhammad Arif Pribadi, Eksistensi Pidana Mati Dalam Tindak Pidana Korupsi Terkait

Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia, Jurnal Sarjana Ilmu Hukum.


30 Fauziah Rasad, Perubahan Pidana Mati Menjadi Pidana Penjara Melalui Pemidanaan

Secara Alternatif (The Conversion Of The Death Penalty Into Imprisonment Throught The Alternative
Punishment), Jurnal HAM, vol. 12. No. 1, (2021), Hlm. 145.
31 Transparency International: The Global Coalition Against Corruption,
https://www.transparency.org/en/cpi/2019/index/nzl, diakses pada tanggal 9 April 2022.

179
mati terbilang bentuk hukuman mati yang lebih manusiawi karena dapat
mengurangi rasa sakit terpidana dan tidak membuat jenazah rusak, tetapi
tetap saja konsep daripada hukuman tersebut merenggut hak hidup
manusia sebagai hak mutlak yang seharusnya tidak bisa diganggu gugat
oleh siapaun dan dalam keadaan apapun.
Selain Thailand, negara lain yang juga menerapkan hukuman mati
terhadap terpidana koruptor adalah negara Iraq, Iran, Tiongkok, Laos,
Vietnam, dan Myanmar. Masing-masing dari negara tersebut secara
statistik masih memiliki score rendah yaitu dibawah 46. Dimana untuk
masuk kedalam negara berkategori bersih dari koruptor, maka negara
tersebut harus memiliki CPI di atas 70 seperti halnya negara Denmark (88),
New Zealand (88), Finlandia (88), Norwegia (85), Singapura (85), dan
Swedia (85). Negara-negara dengan score tertinggi tersebut nyatanya tidak
menerapkan hukuman mati terhadap terpidan korupsi, melainkan mereka
lebih memprehatikan konsep daripada pemerintahan yang baik dan
menjunjung tinggi transparansi serta akuntabilitasnya.
Di Indonesia sendiri, skor CPI yang dimiliki masih sangat rendah
yaitu 38 dan berada di posisi urutan 96 dari 180 negara di dunia menurut
skala tahun 2021. Walaupun penerapan hukuman mati bagi koruptor sudah
lama diterapkan, tetapi dalam pengimplementasiannya justru belum
pernah terlihat koruptor yang benar benar dijatuhi hukuman mati.32 Tidak
adanya ketegasan dalam penegakkan hukum serta sulitnya pembuktian,
membuat efektifitas dari konsep hukuman mati bagi terpidana koruptor ini
sangatlah rendah. Terlebih lagi, faktanya hukuman pidana mati tidak
berpengaruh banyak dalam mengurangi tingkat kejahatan korupsi.
Masyarakat dan begitu pula aparatur negara tidak lagi merasa takut akan
ancaman hukuman tersebut. Hal ini tentunya berbanding terbalik dari
konsep teoritis death penalty yang dikatakan mampu menimbulkan deterrent
effect yang sangat tinggi. 33
Eksistensi penetapan death penalty dalam struktur konsep hukum di
Indonesia sesungguhnya ada dikarenakan tingginya dukungan masyarakat
akan hal tersebut. Menurut laporan survey yang dilakukan oleh Carolyn
Hoyle dalam bukunya yang berjudul “Opini Publik tentang Hukuman Mati
di Indonesia” tercatat bahwa 1.515 responden di Indonesia ada lebih dari
dua pertiga (69%) responden yang menyatakan dukungan

32 Iwan Darmawan, Pro dan Kontra Pidana Mati, https://www.unpak.ac.id/berita/pro-


kontra.
33 Muwahid, Penerapan Hukuman Mati Bagi pelaku Tindak Pidana Korupsi (Sebagai Upaya

Progresif dalam Pemberantasan Korupsi), https://core.ac.uk/download/pdf/34212252.pdf.

180
mempertahankan hukuman mati.34 Dukungan tersebut nyatanya didasari
oleh kurangnya pemahaman tentang penyelenggaraan hukuman mati di
Indonesia. Berdasarkan statistika survey yang dilakukan, hanya ada 2%
dari total keseluruhan yang memiliki pemahaman atau pengetahuan sangat
baik dan 4% diantaranya sangat prihatin akan problematika tersebut.
Meningkatnya dukungan ini dikarenakan masih adanya rasa keputusasaan
masyarakat terhadap sistem hukum di Indonesia, sehingga mereka
kemudian mencari solusi yang lebih mudah, cepat dan singkat dalam
menyikapi problematika tersebut. Solusi yang praktis ini nyatanya
berdampak buruk dan tidak menyelesaikan akar dari permasalahan,
melainkan dapat menimbulkan problem baru lagi yang lebih rumit.
Penyataan ini sejalan dengan apa yang dikatakan Adnan Topan Husodo,
seorang koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) bahwa hukuman
mati sejatinya bukan solusi yang tepat dalam menekan angka tindak pidana
korupsi. 35
Seiring dengan perkembangan zaman, solusi baru akhirnya hadir
di tengah masyarakat, sebagai bentuk reaksi terhadap konsep retributive
justice yang lebih berfokus pada pembalasan sama halnya dengan konsep
teori absolut atau hukum klasik. Solusi tersebut berbentuk keadilan
restoratif (restorative justice).36 Konsep restorative justice merupakan sebuah
alternatif baru daripada hukum modern yang menawarkan solusi
komprehensif dan efektif dalam menangani problematika perbuatan
melawan hukum. Berbeda hal nya dengan retributif yang lebih
mengedepankan pada penghukuman, konsep ini jauh menggunakan
prinsip pemulihan keadilan. Di mana proses penyelesain perkara dilakukan
antara kedua belah pihak baik pelaku maupun korban bersama-sama
menciptakan kesepakatan yang adil dan seimbang dengan mengedepankan
pemulihan keadaaan seperti semula.
Berbiacara soal hukuman mati yang sejatinya merupakan respirasi
daripada konsep retributive justice dan selaras dengan teori absolut,
sebagaiman yang tertuang dalam pasal 4 UU No 31/1999 jo UU No. 20/2001.
37 Di mana hal ini sebenarnya sudah tidak lagi relevan dalam menyelesaikan

34 Carolyn Hoyle, Opini Publik Tentang Hukuman Mati Di Indonesia Bagian II Opini Publik:

Tidak Ada Halangan Untuk Pengahapusan, (London: The Death Penalty Project, 2020), Hlm. 8-9.
35 Fahdi Fahlevi, ICW: Korupsi Tetap Tinggi di Negara yang Terapkan Hukuman Mati

Koruptor, https://www.tribunnews.com/nasional/2021/03/12/icw-korupsi-tetap-tinggi-di-
negara-yang-terapkan-hukuman-mati-koruptor, diakses pada tanggal 10 April 2022.
36 Lampiran Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum, No:

1691/DJU/SK/PS.00/12/2020, 22 Desember 2020, Pedoman Penerapan Restorative Justive di


Lingkungan Peradilan Umum.
37 Lihat pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 sebagaimana tela diubah

dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

181
permasalahan tindak pidana korupsi di Indonesia. Maka dari itu
diperlukan pembaharuan daripada konsep hukuman bagi terpidana
korupsi yang diharapkan mampu mengembalikan kedaaan (restorative
justice) akibat kejahatan tersebut. Sebagaimana konsep ini telah diterapkan
di beberapa negara, salah satunya yaitu Belanda yang terbukti berhasil
menurunkan angka korupsi di negara tersebut. Tercatat dalam Corruption
Perseption Index (CIP) atau persepsi indeks korupsi tahun 2021, bahwa
Belanda menduduki peringkat ke-8 dari 180 negara dengan score 82.38 Hal
ini menunjukan bahwasannya konsep daripada ancaman hukuman mati
pada pasal 2 ayat (2) UU Tipikor sejatinya tidak memulihkan keadaan
akibat tindak pidana korupsi di Indonesia.
Demi mewujudkan tatanan hukum yang bersih dari korupsi maka
diperlukan reformasi hukum sebagai ius constituendum dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Melalui pemaksimalan
penjara kurungan serta pengembalian aset negara sebagai bentuk
pemulihan keadaan (restorative justice). Melalui cara merevisi beberapa
pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No. 31 tahun 1999
yang dianggap mencederai HAM yang merupakan anugrah Tuhan yang
tidak dapat diderogasi oleh siapapun. Adapun beberapa pasal tersebut
antara lain yaitu menghapuskan daripada ketentuan dalam pasal 2 terkait
dengan hukuman mati bagi koruptor yang melakukan tindak pidana
korupsi dalam keadaan tertentu seperti saat pandemi covid 19 dan pasal 4
terkait teori absolut. Agar nantinya dapat menciptakan tatanan hukum
yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta produk hukum tersebut
dapat menjawab permasalahan disaat yang bersamaan.

Penutup

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwasannya


hukuman mati bagi terpidana korupsi dalam keadaan tertentu seperti
Covid-19 tidak dapat menjawab segala problematika yang hadir. Hal ini
dikarenakan tindakan hukuman mati sudah tidak lagi relevan dalam
konteks hukum modern. Konsepsi pemidanaan bukan lagi sebagai bentuk
balas dendam (teori absolut) layaknya ketentuan pada Pasal 4 UU Tipikor.
Namun, dewasa ini konteks pemidanaan lebih pada pemulihan keadaan
(restorative justice). Faktanya bentuk dari hukuman telah mencoreng HAM
yang diamanatkan oleh berbagai peraturan perundang-undangan baik
nasional maupun Internasional. Dengan demikian, diperlukan rekontruksi

38 Transparency International: The Global Coalition Against Corruption,


https://www.transparency.org/en/cpi/2019/index/nzl, diakses pada tanggal 11 April 2022.

182
dari hukuman bagi terpidana korupsi saat keadaan tertentu agar nantinya
diharapkan dapat menekan laju kejahatan korupsi di Indonesia serta dapat
memulihkan keadaan akibat yang ditimbulkan dari kejahatan tersebut.

Daftar Pustaka
Buku
Harman, Benny K. dan Hedardi. Pembaharuan Hukum Pidana dalam Perspektif
HAM. Jakarta: YLBHI. 1992.
Herwidianto, Jodya Bintang. Efektivitas Hukuman Mati Pada Kejahatan
Narkotika Di Indonesia. Depok: Fakultas Hukum Universitas
Indonesia. 2016.
Hoyle, Carolyn. Opini Publik Tentang Hukuman Mati Di Indonesia Bagian II
Opini Publik: Tidak Ada Halangan Untuk Pengahapusan. London: The
Death Penalty Project. 2020.
ICJR. Hukuman Mati Dalam RKUHP Jalan Tengah Yang Meragukan. Jakarta:
Institute for Criminal Justice Reform. 2015.
Lubis, Todung Mulya dan Alaexander Lay. Kontroversi Hukuman Mati.
Jakarta: Kompas. 2008.
Sisworo, Soejono Koesoemo. Mempertimbangkan Beberapa Pokok Pikiran
Pelbagai Aliran Filsafat Hukum Dalam Relasi dan Relevansinya Dengan
Pembangunan/Pembinaan Hukum Indonesia. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. 1995.
Sukardi. Illegal Longging dalam Perspektif Politik Hukum Pidana (Kasus Papua).
Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta. 2005.

Jurnal
Ford, Stuart. Crimes Against Humanity At The Extraordinary Chambers In The
Courts Of Cambodia: Is A Connection With Armed Conflict Required?.
Pacific Basin Law Journal. vol. 24. no. 2. 2007.
Hidayat, Arief. Revitalisasi Ideologi Pancasila dalam Aras Global Perspektif
Negara Hukum. Law Reseacrh Review Quarterly. vol. 3. no. 1. 2016.
Pribadi, Muhammad Arif. Eksistensi Pidana Mati Dalam Tindak Pidana
Korupsi Terkait Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia. Jurnal Sarjana
Ilmu Hukum.
Rasad, Fauziah. Perubahan Pidana Mati Menjadi Pidana Penjara Melalui
Pemidanaan Secara Alternatif (The Conversion Of The Death Penalty Into
Imprisonment Throught The Alternative Punishment). Jurnal HAM. vol.
12. No. 1. 2021.

183
Santoso, M. Imam. Konvensi PBB Menentang Korupsi 2003 dan Pembangunan
Berkelanjutan Indonesia. Jurnal Masalah-Masalah Hukum. vol. 41. no.
3. (2012).
Zulfa, Eva Achjani. Menelaah Arti Hak Untuk Hidup Sebagai Hak Asasi
Manusia. Lex Jurnalica. vol. 02. no. 2. 2005.

Peraturan Perundang-Undangan
Universal Declaration of Human Right.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 tentang pengesahan International
Convenat On Civil and Political Rights (Konvenan Internasional
Tentang Hak Hak sipil dan Politik).
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 perubahan UU no 20 tahun 2001
tentang tindak pidana korupsi
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diperbarui
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diperbarui
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum, No:
1691/DJU/SK/PS.00/12/2020, tgl 22 Desember 2020, Pedoman
Penerapan Restorative justive di Lingkungan Peradilan Umum.

Makalah
Indramaya, Diani. Pro-Kontra Pidana Mati Kasus Narkoba. Tesis Universitas
Indonesia. 2008.

Laporan
Indonesia Corruption Watch. 2020. Laporan Penelitian Proyeksi Masa Depan
Pemberantasan Korupsi Menelisik Pengesahan Revisi Undang-Undang
Kpk.

Internet
Abdi, Alfian Putra. Azis Syamsuddin & Lingkaran Kelam DPR: Kinerja Buruk
dan Koruptif. https://tirto.id/azis-syamsuddin-lingkaran-kelam-dpr-
kinerja-buruk-dan-koruptif-gjTT.
Al-Ayyubi, Sholahuddin. Kejagung Sebut Uang Korupsi ASABRI Dipakai Buat
Beli Tambang Emas.
https://kabar24.bisnis.com/read/20210930/16/1448969/kejagung-
sebut-uang-korupsi-asabri-dipakai-buat-beli-tambang-emas.

184
Chaterine, Rahel Narda. Saat Alex Noerdin Jadi Tersangka Dua Kasus Korupsi
Dalam Sepekan.
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/23/09394921/saat-alex-
noerdin-jadi-tersangka-dua-kasus-korupsi-dalam-sepekan?page=all.
CNN Indonesia. Korupsi Tak Berhenti di Masa Pandemi.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210302092301-20-
612489/korupsi-tak-berhenti-di-masa-pandemi.
Darmawan, Iwan. Pro dan Kontra Pidana Mati.
https://www.unpak.ac.id/berita/pro-kontra.
Fahlevi, Fahdi. ICW: Korupsi Tetap Tinggi di Negara yang Terapkan Hukuman
Mati Koruptor.
https://www.tribunnews.com/nasional/2021/03/12/icw-korupsi-
tetap-tinggi-di-negara-yang-terapkan-hukuman-mati-koruptor.
JPNN. KPK Geledah Ruang Kerja Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid.
https://www.jpnn.com/news/kpk-geledah-ruang-kerja-bupati-hulu-
sungai-utara-abdul-wahid.
Muwahid. Penerapan Hukuman Mati Bagi pelaku Tindak Pidana Korupsi
(Sebagai Upaya Progresif dalam Pemberantasan Korupsi).
https://core.ac.uk/download/pdf/34212252.pdf.
Transparency International: The Global Coalition Against Corruption.
https://www.transparency.org/en/cpi/2019/index/nzl.

185
REKONSTRUKSI RUU PDP DENGAN KERJASAMA
REGIONAL DALAM PERLINDUNGAN HUKUM
DATA PRIBADI DARI CYBERCRIME
TRANSNASIONAL

Abel Parvez
Ilmu Hukum, abelparvezjustice@gmail.com

Pendahuluan

Hak asasi manusia (HAM) merupakan nilai yang sangat esensial


sejak manusia lahir ke dunia ini dalam kehidupan sehari-hari dimana
sifatnya yang kodrati melekat pada setiap individu kapanpun dan
dimanapun sehingga konkretisasi melalui hukum menjadi upaya yang vital
untuk memperhatikan, menghormati, menghargai, serta menegakkannya.
Hal ini seperti yang dinyatakan oleh John Locke yang menyatakan bahwa
HAM telah dimiliki oleh setiap manusia dimana penyerahannya oleh
warga negara kepada negara merupakan hasil dari perjanjian atau
hubungan kontraktual untuk mendapatkan jaminan pengakuan serta
perlindungan HAM.1 Selain itu Manfred Nowak juga menyatakan validitas
HAM bersifat relatif atau yang dapat dipahami oleh Jimly Asshiddiqie
sebagai mutlak insani yaitu keberlakuannya ada sepanjang konstitusi
mengaturnya.2
Sebagai perwujudan penegakan HAM, maka dikonkretisasikannya
perlindungan-perlindungan HAM dimana salah satunya adalah hak
privasi yang tercantum dalam Pasal 28 G Ayat (1) UUD NRI 1945 tentang
hak dilindungi diri pribadi, keluarga, kehormatan, dan harta benda yang
dimiliki serta rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan berupa
hak berbuat atau tidak.3 Bahkan jaminan perlindungan hak privasi
sebenarnya telah menjadi aturan internasional sehingga wajib ditegakkan
oleh semua negara dimana telah diatur dalam Pasal 12 Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia (DUHAM).4 Hal ini pada hakikatnya merupakan

1 Serlika Aprita and Yonani Hasyim, Hukum Dan Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Mitra

Wacana Media, 2020), hlm. 2.


2 Osgar S Matompo, Pembatasan Terhadap Hak Asasi Manusia Dalam Prespektif Keadaan

Darurat, Jurnal Media Hukum 21, no. 1 (2014), hlm. 64.


3 Lihat Pasal 28 G Ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

4 Lihat Pasal 12 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1946.

186
perwujudan dari perlindungan hukum tertinggi harus diarahkan pada
masyarakat5 atau yang sering didengar sebagai adagium Le salut du people
est la supreme loi.6 Melihat besarnya kevitalan dalam perlindungan privasi
maka salah satu bagian penting yang harus dilindungi tersebut adalah data
pribadi.

Pembahasan

Pada dasarnya data pribadi adalah data mengenai ciri-ciri suatu


individu yang dapat menyerupai identitas, huruf, kode, simbol, dan angka
tanda personal yang bersifat rahasia dan privasi.7 Pada zaman dulu data-
data tersebut biasanya dihimpun secara konvensional. Namun, sekarang
dengan arus globalisasi dan modernisasi secara pesat dan masif yang
berimplikasi pada perubahan gaya hidup yang sebelumnya dilakukan
secara tradisional menjadi modern dimana hal ini merupakan transisi
kepada kehidupan baru yaitu society 5.0 yang ditandai dengan kuatnya
perkembangan eksistensi dari ruang siber (Cyberspace).8 Perkembangan
pesat dalam pemanfaatan ruang siber membuat dunia seakan tidak
memiliki batas (borderless)9 sehingga memunculkan dampak positif tetapi
secara bersamaan juga menimbulkan permasalahan baru mengingat
perkembangan teknologi selalu berefek wajah ganda (double-face).10
Permasalahan tersebut sering dikenal sebagai cybercrime.11
Cybercrime yang sering dikenal sebagai kejahatan berbasis
komputer dan jaringan/network12 merupakan pelanggaran terhadap
individu atau kelompok dengan mens rea kriminal yang secara sengaja
merugikan reputasi, fisik, atau mental kepada korban baik secara langsung
maupun tidak langsung via jaringan seperti salah satunya internet dimana
dapat dilakukan sampai melewati batas lintas negara (cross-border).13

5 Eddy Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka,

2016), hlm. 23.


6 Rahman Amin, Pengantar Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Deepublish, 2019), hlm. 34.

7 Rosalinda Elsina Latumahina, Aspek Hukum Perlindungan Data Pribadi Di Dunia Maya,

Jurnal GEMA AKTUALITA 3, no. 2 (2014), hlm. 16.


8 David Lyon, Armitage Dan Roberts, Living with Cyberspace: Technology and Society in

the 21st Century, (London: Continuum, 2002), hlm. 121.


9 Ahmad M. Ramli, Sistem Hukum Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2004), hlm. 1.

10 Andi Hamzah, Aspek-Aspek Pidana Di Bidang Komputer, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992),

hlm. 10
11 Sri Ayu Astuti, Era Disrupsi Teknologi 4.0 Dan Aspek Hukum Perlindungan Data Hak

Pribadi, Pakuan Justice Journal of Law, vol. 01, no. 01 (2020), hlm 2.
12 Robert Moore, Cyber Crime: Investigating High-Technology Computer Crime,

(Mississippi: Anderson Publishing, 2005), hlm. 29.


13 Warren G. Kruse and Jay G. Heiser, Computer Forensics: Incident Response Essentials,

(Boston: Addison-Wesley, 2002), hlm. 392.

187
Cybercrime memiliki banyak ragam, tetapi menyerang langsung
dari data pribadi diantaranya: Pertama, telematika yaitu tindak pidana
melalui dunia digital meliputi penipuan menggunakan internet, pemalsuan
dengan komputer, gangguan sistem (system interference), gangguan data
(data interference), intersepsi ilegal, cracking, akses ilegal (hacking); Kedua,
privasi yaitu tindak pidana yang menyerang langsung informasi dan data
pribadi seperti dengan metode pencurian identitas (identity thief), akses
ilegal, dan diseminasi data pribadi dan privasi yang sifatnya sensitif. Semua
bentuk dari tindak pidana yang terjadi di ruang siber berjaringan internet
ini ikut mengarahkan pada lahirnya hukum baru yang mengatur dunia
siber ini yaitu cyber law.14
Cyber law yang tercipta sebagai jawaban dari permasalahan
cybercrime muncul karena perkembangan teknologi yang pesat dimana
menggerogoti perlindungan data pribadi pada hakikatnya merupakan
perwujudan dari hukum progresif. Hal ini didasari atas keselarasan dengan
makna dari teori hukum progresif karya Prof. Satjipto Rahardjo (Prof. Tjip)
dimana berintikan tentang hubungan antara hukum dengan manusia
dilihat dari perspektif hakikat hukum itu sendiri. Hukum hadir untuk
memenuhi kepentingan manusia, mencapai kesejahteraan, serta
kebahagiaan manusia sehingga sifatnya selalu berproses untuk terus
berkembang (law in the making).15 Tentu saja teori ini sangat berkaitan erat
dengan karya Nonet dan Selznick yaitu bertipe hukum responsif16 dan
karya Roscoe Pound tentang Sociological Jurisprudence17 sehingga sangat
menolak segala bentuk kekakuan hukum dalam menangani permasalahan
yang ada pada masyarakat. Namun, sayangnya Cyber law pertama di
Indonesia yaitu Undang-Undang Informsasi Transaksi Elektronik Nomor
11 Tahun 2008 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 (UU ITE) masih belum memadai dalam menghadapi
permasalahan cybercrime di era digitalisasi ini.18
Kegagalan dari UU ITE dalam menjawab permasalahan dunia siber
yaitu perlindungan data pribadi khususnya dari ancaman transnasional
sebagai salah satu hak konstitusional yang dijamin oleh negara dapat
dilihat dari data statistik kebocoran data pribadi di Indonesia yang terus

14 Darmawan Napitupulu, Kajian Peran Cyber Law Dalam Memperkuat Keamanan Sistem

Informasi Nasional, Jurnal Kriminologi, vol. 1, no. 1, (2017), hlm. 107.


15 Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif: Hukum Yang Membebaskan, Jurnal Hukum

Progresif Program Doktor Ilmu Hukum Univ. Diponegoro, vol. 1, no. 1, (2005), hlm. 16.
16 Mulyana W. Kusumah and Paul S. Baut, Hukum, Politik Dan Perubahan Sosial (Jakarta:

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1998), hlm. 11.


17 Mulyana W. Kusumah and Paul S.Baut, …, hlm. 21.

18 Atikah Mardhiya Rohmy, UU ITE Dalam Perspektif Perkembangan Teknologi Informasi

Dan Komunikasi, Jurnal Dakwah Dan Komunikasi Islam, vol. 7, no. 2 (2021), hlm. 314.

188
meningkat tiap tahun. Menurut Patroli Siber, sejak tahun 2016-2020
kebocoran data pribadi yang terjadi di Indonesia meningkat mulai dari
tahun 2016 sebanyak 20 kasus, tahun 2017 sebanyak 47 kasus, tahun 2018
sebanyak 88 kasus, tahun 2019 sebanyak 143 kasus, tahun 2020 sebanyak
182 kasus dimana selama 5 tahun ini terjadi peningkatan sebesar 810%
(delapan ratus sepulu persen).19
Adapun kebocoran data pribadi dari tiap sektor pada bulan Juni
tahun 2020 di antaranya belanja online berjumlah 54, telekomunikasi
berjumlah 31, listrik 28, pinjaman online berjumlah 27, bank berjumlah 17,
perumahan berjumlah 16, asuransi berjumlah 15, transportasi berjumlah
15, leasing berjumlah 12, paket berjumlah 7, otomotif berjumlah 5, uang
elektronik berjumlah 5, makanan berjumlah 4, pelayanan publik berjumlah
4, supermarket berjumlah 4, BPJS berjumlah 3, layanan medik berjumlah
3, PDAM berjumlah 3, Obat berjumlah 2, dan lain-lain berjumlah 20.20
Selain peningkatan yang terus terjadi, diantara kasus-kasus
tersebut berdampak terhadap banyak korban seperti kasus data breach yang
membocorkan data 91 juta data identitasas pengguna e-commerce pada Mei
2020 yang dilakukan oleh akun anonim bernama Shiny Hunters. Lalu pada
bulan Juli terdapat kasus kebocoran data di fintech KreditPlus sebanyak 890
ribu data pribadi. Pada bulan November terdapat kebocoran berupa
pemesanan penginapan murah RedDoorz sebanyak 5,8 juta data dan
kebocoran data di jasa pelayanan finance Cermati.com berjumlah 2,9 juta
data pribadi dari pengguna bocor.21
Di tahun 2021, juga sudah ada kasus kebocoran data pribadi yang
besar juga yaitu sebanyak 100.002 data pengguna Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan berupa nomor kartu, kode kantor, data
keluarga/data tanggungan, dan status pembayaran. Kasus ini dilakukan
oleh akun anonim bernama Kotz sebagai reseller di dalam Raid Forums.22
Fakta hukum yang tidak mencerminkan hukum progresif dalam UU ITE

19 Dwi Hadya Jayani, Pencurian Data Pribadi Makin Marak Kala Pandemi,
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/07/pencurian-data-pribadi-makin-
marak-kala-pandemi ,.diakses pada tanggal 31 Desember 2021.
20 Ayyi and Shila, Kasus Kebocoran Data Semakin Banyak, Belanja Daring Paling Rentan,

https://lokadata.id/artikel/kasus-kebocoran-data-semakin-banyak-belanja-daring-paling-
rentan, diakses pada tanggal 30 Desember 2021.
21 Andi Shalini, RI Masih Rentan, Ini Sederet Kebocoran Data Fantastis Di 2020,

https://www.cnbcindonesia.com/tech/20210306135457-37-228290/ri-masih-rentan-ini-sederet-
kebocoran-data-fantastis-di-2020, diakses pada tanggal 30 Desember 2021.
22 Kominfo, Update Terkait Dugaan Kebocoran Data Pribadi Penduduk Indonesia,

https://www.kominfo.go.id/content/detail/34628/siaran-pers-no-179hmkominfo052021-
tentang-update-terkait-dugaan-kebocoran-data-pribadi-penduduk-indonesia/0/siaran_pers,
diakses pada tanggal 30 Desember 2021.

189
terjadi dikarenakan legal substance yang kurang mendukung terutama
dalam menangani transaksi elektronik boderless yang terjadi transnasional
dimana data centernya ada di teritori luar Indonesia.23
UU ITE sebagai tiang utama dalam menangani cybercrime pada
hakikatnya masih mengalami kendala-kendala karena keterbatasan
cakupannya serta belum ada pengaturan-pengaturan secara eksplisit sesuai
dengan General Data Protection Regulation (GDPR). Meskipun terdapat 30
undang-undang serta aturan turunannya yang ikut mengatur ruang siber,
tetapi sifat dari undang-undang tersebut masih berfokus pada konteksnya
masing-masing.24 Selain itu aturan turunan dari UU ITE yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik (PP PSTE) dimana terlepas sudah mengadopsi
beberapa muatan GDPR, sanksi yang dijatuhkan hanya sanksi administratif
mengingat susunan hierarkinya serta ketiadaan pengaturan penyelesaian
perkara cybercrime transnasional.25
Selama ini permasalahan data pribadi menggunakan payung
hukum Pasal 26 UU ITE yang mengatur tentang penggunaan informasi
pribadi harus dengan persetujuan orang yang bersangkutan serta gugatan
berisi permintaan untuk menghapus informasi yang mencederai data
pribadi korban kedua hal ini dikenal sebagai lawful data processing.26
Selain itu, dalam peraturan pelaksananya yaitu PP PSTE diatur
lebih detail tentang prinsip perlindungan data pribadi perihal pemrosesan
data dan yang dimaksud dengan pemrosesan data pribadi, ketentuan-
ketentuan untuk melakukan pemrosesan data pribadi, kewajiban
memberitahukan kegagalan dalam perlindungan data pribadi yang
dikelolanya secara tertulis, dan hak perlindungan untuk pengeluaran dari
mesin pencari atau penghapusan informasi.27 Terlepas dari hal positif ini,
kewajiban perlindungan oleh pihak-pihak terkait terutama pengolah data
belum diatur secara spesifik28 dan perlindungan data pribadi yang terlanjur

23 Muhammad Januar Rizki, Kebocoran Data Di Luar Negeri Jadi Kendala Penegakan
Hukum, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5f17a55872827/kebocoran-data-di-luar-
negeri-jadi-kendala-penegakan-hukum/?page=1, diakses pada tanggal 30 Desember 2021.
24 Maulia Jayantina Islami, Tantangan Dalam Implementasi Strategi Keamanan Siber

Nasional Indonesia Ditinjau Dari Penilaian Global Cybersecurity Index, Jurnal Masyarakat
Telematika Dan Informasi, vol. 8, no. 2, (2017), hlm. 137.
25 Lihat Naskah Akademik RUU PDP.

26 Cynthia Hadita, Registrasi Data Pribadi Melalui Kartu Prabayar Dalam Perspektif Hak

Asasi Manusia, Jurnal HAM, vol. 9, no. 3 (2018), hlm. 191-204.


27 Lihat Pasal 14 PP No.71 Tahun 2019.

28 Kominfo, RUU PDP Jamin Perlindungan Data Pribadi Yang Progresif Dan Komprehensif,

https://www.kominfo.go.id/content/detail/35104/ruu-pdp-jamin-perlindungan-data-pribadi-
yang-progresif-dan-komprehensif/0/berita_satker, diakses pada tanggal 30 Desember 2021.

190
bocor serta terjual belum ada pengaturan lebih rinci. 29 Kekurangan ini
menjadi semkin mutlak terlihat bila kita menilik pada Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 006/PUU-I/2003 yang mengwajibkan pengaturan
Perlindungan Data Pribadi harus berbentuk undang-undang.30
Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU
PDP) merupakan jawaban dari semua permasalahan ini. Hal ini
dikarenakan sasaran dari RUU PDP salah satunya adalah melindungi data
pribadi warga negara Indonesia dari eksploitasi dalam ruang siber yang
bukan hanya didasari hukum nasional, tetapi juga hukum internasional.
Jangkauan dan arah pengaturannya juga lebih luas dimana bukan hanya
mencakup perihal data pribadi dalam satu konteks saja seperti pada UU
No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Namun juga
mengenai badan publik, swasta, dan organisasi kemasyarakatan. Lingkup
data pribadi sensitif yang akan diatur juga berpedoman pada UK Data
Protection Act 1998 dimana cakupannya lebih luas, bahkan sampai
mengenai pandangan politis. Selain itu, juga diatur tentang proses data
pribadi, file data pribadi, pengelola data pribadi, pemroses data.31
RUU PDP sebenarnya hampir mendekati kesempurnaan dalam
melindungi data pribadi di dunia siber dari ancaman cybercrime
transnasional. Namun, masih ada tambahan substansi esensial yang dapat
lebih menyempurnakan RUU PDP tersebut adalah pengaturan tentang
elaborasi yuridiksi tingkat transnasional guna menyelesaikan sengketa
cybercrime yang dilakukan dari luar negeri.
Langkah pertama bisa dilakukan dengan cakupan ASEAN, APEC,
lalu seluruh dunia dan perlu dibentuk badan independent yang
menegakkan RUU PDP nanti di Indonesia. Dengan mengikuti contoh
seperti European Union data Protection Directive, European Union Data
Protection Convention dan OECD Guidelines32 dan General Data Protection
Regulation (EU GDPR). Konsep perlindungan data pribadi pada pada
peraturan Uni Eropa yang menjadi referensi ini memiliki struktur yang
memuat mengenai: Cakupan dan Jangkauan dari perlindungan data seperti
jangkauan territorial atau yurisdiksi; definisi dan jenis data pribadi; prinsip-
prinsip perlindungan data; kewajiban pengendali dan prosesor data; hak-

29 Muhammad Faiz Aziz, Data Pribadi: Meneropong Kerangka Perlindungan Data Pribadi

Di Indonesia, https://pshk.or.id/blog-id/data-pribadi-meneropong-kerangka-perlindungan-
data-pribadi-di-indonesia/, diakses pada tanggal 30 Desember 2021.
30 Lihat Naskah Akademik RUU PDP.

31 Lihat Naskah Akademik RUU PDP.

32 Mark F. Kightlinger, E. Jason Albert, and Daniel P. Cooper, Convention for the

Protection of Individuals with Regard to Automatic Processing of Personal Data of 28 January 1981 ,
http://conventions.coe.int/treaty/EN/Treaties/HTML/108.htm.

191
hak dari pemilik data pengawasan dan penegakan undang-undang dengan
dibantu badan independen terkait perlindungan data pribadi (data
protection authority).33 Melalui RUU PDP yang lebih disempurnakan ini,
maka perwujudan hukum progresif yang menegakkan Pasal 28 G Ayat (1)
akan terlaksana.

Penutupan

Berdasarkan problematika komprehensif yang telah dipaparkan,


maka dapat diketahui bahwa perlindungan data pribadi sebagai turunan
dari hak privasi menjadi hal sensitif yang melekat pada setiap orang
sehingga membutuhkan perlindungan hukum komprehensif dari segala
ancaman tanpa terkecuali. Negara sudah sepantasnya tidak tinggal diam
melihat polemik cybercrime transnasional yang sulit tertangani. Oleh karena
itu, diperlukan rekonstruksi RUU PDP dengan kerjasama regional dalam
perlindungan hukum data pribadi dari cybercrime trans-nasional. Hal ini
dapat dilakukan dengan meniru konsep kerjasama perlindungan hukum
skala regional seperti pada eropa dengan EU GDPR dimana dapat
dilakukan dengan tingkat ASEAN.

Daftar Pustaka
Buku
Amin, Rahman. Pengantar Hukum Indonesia. Yogyakarta: Deepublish, 2019.
Aprita, Serlika, and Yonani Hasyim. Hukum Dan Hak Asasi Manusia. Jakarta:
Mitra Wacana Media. 2020.
Djafar, Wahyudi, and M. Jodi Santoso. Perlindungan Data Pribadi: Konsep,
Instrumen Dan Prinsipnya. Jakarta: Elsam. 2019.
Hamzah, Andi. Aspek-Aspek Pidana Di Bidang Komputer. Jakarta: Sinar
Grafika. 1992.
Hiariej, Eddy. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Yogyakarta: Cahaya Atma
Pustaka. 2016.
Kruse, Warren G. dan Jay G. Heiser. Computer Forensics: Incident Response
Essentials. Boston: Addison-Wesley. 2002.
Kusumah, Mulyana W. dan Paul S.Baut. Hukum, Politik Dan Perubahan
Sosial. Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. 1998.

33 Wahyudi Djafar and M. Jodi Santoso, Perlindungan Data Pribadi: Konsep, Instrumen

Dan Prinsipnya, (Jakarta: Elsam, 2019), hlm. 32.

192
Lyon, David. Armitage Dan Roberts, Living with Cyberspace: Technology and
Society in the 21st Century. London: Continuum. 2002.
M. Ramli, Ahmad. Sistem Hukum Indonesia. Bandung: Refika Aditama. 2004.
Moore, Robert. Cyber Crime: Investigating High-Technology Computer Crime.
Mississippi: Anderson Publishing. 2005.

Artikel Jurnal
Ayu Astuti, Sri. Era Disrupsi Teknologi 4.0 Dan Aspek Hukum Perlindungan
Data Hak Pribadi. Pakuan Justice Journal of Law. vol. 1, no. 1. 2020.
Hadita, Cynthia. Registrasi Data Pribadi Melalui Kartu Prabayar Dalam
Perspektif Hak Asasi Manusia. Jurnal HAM. vol. 9. no. 3. 2018.
Jayantina Islami, Maulia. Tantangan Dalam Implementasi Strategi Keamanan
Siber Nasional Indonesia Ditinjau Dari Penilaian Global Cybersecurity
Index. Jurnal Masyarakat Telematika Dan Informasi. vol. 8. no. 2.
2017.
Latumahina, Rosalinda Elsina. Aspek Hukum Perlindungan Data Pribadi Di
Dunia Maya. Jurnal GEMA AKTUALITA. vol. 3. no. 2. 2014.
Mardhiya Rohmy, Atikah. UU ITE Dalam Perspektif Perkembangan Teknologi
Informasi Dan Komunikasi. Jurnal Dakwah Dan Komunikasi Islam. vol.
7. no. 2. 2021.
Matompo, Osgar S. Pembatasan Terhadap Hak Asasi Manusia Dalam Prespektif
Keadaan Darurat. Jurnal Media Hukum. vol. 21. no. 1 2014.
Napitupulu, Darmawan. Kajian Peran Cyber Law Dalam Memperkuat
Keamanan Sistem Informasi Nasional. Jurnal Kriminologi. vol. 1. no. 1.
2017.
Rahardjo, Satjipto. Hukum Progresif: Hukum Yang Membebaskan. Jurnal
Hukum Progresif Program Doktor Ilmu Hukum Univ. Diponegoro.
vol. 1. no. 1. 2005.

Peraturan Perundang-undangan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1946.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2019.
Naskah Akademik RUU PDP.

Internet
Ayyi, and Shila. Kasus Kebocoran Data Semakin Banyak, Belanja Daring Paling
Rentan. https://lokadata.id/artikel/kasus-kebocoran-data-semakin-
banyak-belanja-daring-paling-rentan.
Faiz Aziz, Muhammad. Data Pribadi: Meneropong Kerangka Perlindungan
Data Pribadi Di Indonesia. https://pshk.or.id/blog-id/data-pribadi-
meneropong-kerangka-perlindungan-data-pribadi-di-indonesia/.

193
Januar Rizki, Muhammad. Kebocoran Data Di Luar Negeri Jadi Kendala
Penegakan Hukum.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5f17a55872827/kebocor
an-data-di-luar-negeri-jadi-kendala-penegakan-hukum/?page=1.
Jayani, Dwi Hadya. Pencurian Data Pribadi Makin Marak Kala Pandemi.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/07/pencurian-
data-pribadi-makin-marak-kala-pandemi.
Kightlinger, Mark F., E. Jason Albert dan Daniel P. Cooper. Convention for
the Protection of Individuals with Regard to Automatic Processing of
Personal Data of 28 January 1981,
http://conventions.coe.int/treaty/EN/Treaties/HTML/108.htm.
Kominfo. RUU PDP Jamin Perlindungan Data Pribadi Yang Progresif Dan
Komprehensif. https://www.kominfo.go.id/content/detail/35104/ruu-
pdp-jamin-perlindungan-data-pribadi-yang-progresif-dan-
komprehensif/0/berita_satker.
———. Update Terkait Dugaan Kebocoran Data Pribadi Penduduk Indonesia.
https://www.kominfo.go.id/content/detail/34628/siaran-pers-no-
179hmkominfo052021-tentang-update-terkait-dugaan-kebocoran-
data-pribadi-penduduk-indonesia/0/siaran_pers.
Shalini, Andi. RI Masih Rentan, Ini Sederet Kebocoran Data Fantastis Di 2020.
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20210306135457-37-228290/ri-
masih-rentan-ini-sederet-kebocoran-data-fantastis-di-2020.

194
CROSS PLATFORM CONTENT:
PERLINDUNGANNYA DI ERA DIGITAL

Andi Vallian Superani


Ilmu Hukum, andi.vallian18@mhs.uinjkt.ac.id.

Pendahuluan
Era digital saat ini, perkembangan teknologi khususnya di
Indonesia semakin pesat dan maju. Hal ini tidak terlepas dari adanya
internet. Internet sebagai suatu teknologi informasi mempermudah hidup
manusia dalam mengakses, mengunggah, membagikan, hingga
menggandakan suatu karya dengan mudahnya, cepat, dan tentunya efisien.
Instrumen (sistem) teknologi yang semula bersifat analog kini berubah
menjadi serba digital. Masyarakat saat ini tidak hanya melihat teknologi
digital sebagai alat komunikasi belaka, namun juga terdapat peran penting
dalam kemajuan ekonomi.1 Merebaknya media digital dan media sosial saat
ini juga tidak terlepas dari perkembangan teknologi. Platform yang berbasis
internet juga tidak terlepas dari aspek ekonomi hingga aspek Kekayaan
Intelektual (KI).2
Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights) adalah suatu
penghargaan yang diberikan kepada seseorang atas ciptaan atau temuan
atau invensi yang telah dituangkan ke dalam suatu karya baik dalam
bidang teknologi ataupun tidak yang berasal dari kemampuan intelektual
manusia. Salah satu bentuk Kekayaan Intelektual yang diakui dan
mendapatkan perlindungan adalah terkait hak cipta. Hak cipta dalam
hukum positif kita, diatur di dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta. Hak cipta bisa diartikan sebagai hak eksklusif dari pencipta yang
timbul secara otomatis berdasrkan prinsip deklaratif.3 Artinya, ciptaan atas
suatu karya seseorang ketika sudah diwujudkan itu tidak diperlukan untuk
didaftarkan ke DJKI karena sifatnya yang deklaratif, bukannya konstitutif
dimana diharuskan untuk mendaftar ketika membuat suatu produk atau
barang seperti pada paten, merk, dan sebagainya.

1 Adhi Santoso Handaru Mukti, Analisis Pengaturan Perlindungan Hak Cipta di Internet,

Jurnal Jendela Informasi Hukum, (2014), Hlm. 3.


2 Fitri Astari Asril dkk, Perlindungan Hak Cipta pada Platform Digital Kreatif Youtube,

Jurnal Jurisprudence, vol. 10, no. 2, (2020), Hlm. 147.


3 Muhammad Abdulkadir, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti, 2017), Hlm. 157.

195
Terdapat dua hak eksklusif yang didapat oleh pencipta atau
pemegang hak cipta atas karyanya, yaitu hak ekonomi dan hak moral. Hak
ekonomi berkaitan dengan manfaat ekonomi atas suatu ciptaan (karya)
berupa royalti yang mana hak ini dapat dialihkan kepada orang lain atau
badan hukum. Sementara, hak moral adalah hak yang tetap akan selalu
melekat kepada penciptanya yang tidak dapat dihapus atau dihilangkan
dengan alasan apapun walaupun sudah dialihkan. Menurut Robert. M.
Sherwood, hak cipta perlu untuk mendapatkan perlindungan karena
upaya-upaya kreatifnya dalam menciptakan suatu karya sehingga harus
diberikan penghargaan sebagai imbalan (reward theory) dan pencipta telah
mengeluarkan tenaga, biaya, serta waktu atas karya yang diciptakannya
sehingga harus memperoleh kembali apa yang telah dikeluarkannya
tersebut (recovery theory)
Menurut survei yang diterbitkan oleh Data Reportal, pada februari
2021 sebanyak 93,8% dari total 170 juta internet user Indonesia adalah
pengguna Youtube. 4 Sementara itu, pengguna Instagram di Indonesia
menurut laporan Data Reportal sejumlah 147,22 juta pengguna aktif per
Januari 2021.5 Artinya, sekitar 86,6% internet user Indonesia adalah
pengguna media sosial Instagram. Angka-angka tersebut menunjukkan
bahwa era digitalisasi di Indonesia sudah sangat berkembang, maka dari
itu diperlukan juga suatu perlindungan hukum yang kuat di era saat ini
khususnya bagi para pencipta atas karyanya dalam sinematografi agar hak-
hak mereka sebagai creator dapat dijaga, memberikan kepastian, dan
memperkecil terjadinya tindak pelanggaran terhadap hak-hak creator.

Pembahasan
Pemberian perlindungan terhadap hak cipta tidaklah semudah kita
membalikkan telapak tangan. Banyak permasalahan-permasalahan yang
terjadi terutama perlindungan hak cipta di era digital yang lebih kompleks
dan beragam. Meskipun pesatnya perkembangan teknologi digital
memberikan banyak manfaat, ancaman-ancaman akan timbul di sisi
lainnya yang dapat mengakibatkan menjamurnya pelanggaran hukum, tak
terkecuali di dalam bidang hak cipta. Pembajakan konten sering terjadi
bahkan di dunia digital hingga saat ini.
Kasus mengenai hak cipta ini sering kita jumpai di berbagai platform
media sosial, salah satunya adalah di Instagram terkait pembajakan.

4 Widhi Luthfi, Mantap! Hampir Seluruh Netizen Indonesia Adalah Pengguna Youtube,

https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/07/05/mantap-hampir-seluruh-netizen-
indonesia-adalah-pengguna-youtube, diakses pada tanggal 30 Desember 2021.
5 Simon Kemp, Digital 2021: Indonesia, https://datareportal.com/reports/digital-2021-

indonesia , diakses pada tanggal 30 Desember 2021.

196
Banyak sekali akun-akun reposter atau reuploader di Instagram terhadap
video yang telah diunggah di Youtube oleh pencipta asli video tersebut.
Mereka akan mengunduh video tersebut melalui situs pihak ketiga yang
tidak terafiliasi dengan Youtube sehingga dapat dikatakan illegal, seperti
Savefrom.net, onlinevideoconverter.com, dan sebagainya. Video-video
yang menjadi “langganan” untuk diunggah ulang biasanya terkait dengan
vlog, podcast, atau yang mengandung quotes berupa kalimat mutiara atau
lucu dengan menambahkan lagu-lagu dan diedit sedemikian rupa. Namun,
alih-alih memberikan credit atau menyertakan sumber video tersebut,
oknum-oknum ini tidak melakukannya. Mereka justru memberikan
watermark dengan nama akun mereka tersebut.
Oknum ini berpandangan bahwa seolah-olah video tersebut
merupakan video miliknya dengan tujuan akhir untuk memanfaatkan
secara komersil6 karena insight dan engagement dari akun tersebut otomatis
naik dan menyebabkan beberapa brand tertarik untuk melakukan
endorsement atau placement product di akun tersebut. Dengan demikian, hal-
hal seperti ini sangat merugikan bagi pihak pencipta atau pemilik karya
tersebut. Hal ini dikarenakan seorang pencipta memiliki hak atas setiap
ciptaannya yang melekat abadi. Permasalahan ini harus menjadi perhatian
khusus (concern) dalam memberikan perlindungan secara langsung dan
nyata terhadap content creator karena berkaitan dengan hak cipta terhadap
sinematografi yang merupakan ciptaan karya gambar bergerak yang harus
dilindungi sesuai dengan pasal 40 ayat (1) huruf m UUHC. Hal ini penting
untuk dilakukan karena inti dari perlindungan hukum adalah untuk
mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian hukum. Oleh karena itu, diperlukan payung hukum yang
mampu menjamin dan mewujudkan perlindungan hukum terhadap hak
cipta di era digital seperti saat ini.
Dampak yang terjadi atas pelanggaran-pelanggaran hak cipta ini
dibagi 3 bagian, yaitu dampak bagi kreator nya, dampak bagi reposter atau
reuploader, dan dampak bagi negara. Dampak bagi kreator adalah mereka
mungkin tidak mendapatkan viewers sebagaimana mestinya akibat
perbuatan reuploader atau reposter di akun-akun Instagram yang tujuannya
untuk insight dan engagement, kemudian uang adsense yang telah
dimonetisasi berimplikasi pada nilai yang didapat karena penonton yang
menikmati konten tersebut sedikit. Kreator dapat menjadi tidak semangat
atau tidak bergairah akibat terjadinya hal-hal seperti ini. Bagi top creator, hal
seperti ini tidak akan berpengaruh karena hak eksklusif yang mereka terima

6 Dewi dkk, Pelaksanaan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta di Bidang Pembajakan

Sinematografi (Film/Video), Jurnal Kertha Semaya, vol. 5, no. 1, (2017), Hlm. 11-12.

197
sudah sangat tinggi jika dibandingkan dengan para reuploader atau reposter
ini. Namun, bagi para kreator yang baru memulai di kanal ini, namanya
baru naik dan menggantungkan hidup atas karya-karyanya yang diupload
ke Youtube dan hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan semestinya
karena ulah oknum-oknum ini di Instagram dengan mengkomersialisasi
video tersebut dengan endorsement atau product placement dan tidak
memberikan kredit terhadap pemilik dan pencipta video tersebut akan
merasa sangat dirugikan.
Dampak yang akan dirasakan bagi reposter atau reuploader tidak
banyak dibandingkan dengan dampak negatif yang ditimbulkan. Dampak
negatif yang paling menonjol adalah dapat menghambat daya kreativitas
dalam suatu karya. Sedangkan, dampak bagi negara adalah negara dinilai
tidak mengakomodir kebutuhan rakyatnya dalam rangka perlindungan
terhadap kekayaan intelektual seseorang yang dituangkan dalam suatu
karya. Negara beserta aparat penegak hukum belum optimal dalam
menegakkan hukum terhadap oknum-oknum seperti ini yang merugikan
hak dan kepentingan si pencipta atau pemilik hak cipta, dan sebagainya.
Platform Youtube telah mengatur mengenai Fair Use dari unduhan
video di Youtube, yaitu pada Terms of Service bagian 5 terkait Your use
content huruf b, yang berbunyi ”You shall not download any content unless you
see a download or similar link displayed by Youtube on the Service for that
content.”7 Artinya, mengenai ketentuan mengunduh ini dapat dilakukan
jika si kreator mengizinkan agar kontennya tersebut ditonton secara offline
dan juga video yang diunduh pada platform Youtube tidak akan masuk ke
galeri atau folder download kita, melainkan hanya tersedia offline di aplikasi
Youtube sendiri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Youtube
melarang para penggunanya untuk melakukan pengunduhan suatu video
yang dilakukan dengan situs pihak ketiga. Youtube sendiri telah mengatur
hal-hal terkait hak cipta yang sangat ketat untuk dilakukan. Apabila suatu
video melanggar hak cipta, maka video tersebut biasanya di bagian yang
melanggar hak cipta akan ke-mute dengan otomatis atau mendapatkan
dollar kuning. Hal ini mengarahkan pada tidak dapatnya dimonetisasi atau
uang monetisasi nya sangat kecil atau yang lebih berdampak lagi video
tersebut akan terkena strike dan dapat berakibat pada penutupan akun
channel miliknya tersebut. Artificial Intelligence (AI) Youtube sekarang lebih
canggih, dimana ketika kita ingin mengupload suatu video maka dalam
proses upload tersebut AI nya dapat mendeteksi apakah video yang sedang
diupload memiliki muatan yang melanggar hak cipta atau tidak. Maka dari

7 Fitri Astari Asril dkk, …, Hlm. 158.

198
itu, Youtube sangat menjamin dan meminimalisir terjadinya pelanggaran
terhadap hak cipta.
Pembuatan suatu konten melalui Instagram, pengguna harus
tunduk dan mengacu kepada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh
Instagram. 8 Ketentuan mengenai penggunaan Instagram (Terms of Use)
antara pengguna dengan platform Instagram terdapat suatu klausul
perjanjian, yang intinya adalah bahwa Instagram tidak mengklaim hak
milik atas konten penggunanya, namun pengguna akan memberikan lisensi
kepada Instagram untuk menggunakan (konten tersebut). Tiada perubahan
yang terjadi pada hak pengguna atas kontennya. Hal ini yang menyebabkan
suatu karya atau konten dalam Instagram tidak dapat dimonetisasi karena
pengguna memberikan lisensi yang bersifat non-eksklusif kepada
Instagram. Namun, para pengguna dapat mendapatkan hak ekonomi nya
dari endorsement atau placement product atas engagement postingan yang
dilakukan. Berdasarkan kedua aturan atau terms of use antara Instagram dan
Youtube tidak mengatur mengenai hak cipta antar media sosial tersebut
(cross platform content) sehingga menyebabkan kekosongan hukum dalam
aturan tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan hukum positif yang mengatur
lebih tegas dalam suatu peraturan perundang-undangan untuk
memberikan keadilan dan kepastian dalam perlindungan hukum.
Dalam UUHC sendiri, pengaturan terkait pembajakan terhadap
konten atau karya yang dilakukan melalui media internet masih sangat
kurang. Menurut Pasal 56 UUHC, Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintah di bidang telekomunikasi dan informatika dapat melakukan
penutupan konten dan atau akses pengguna yang melanggar hak cipta
dalam sistem elektronik. Kementerian Komunikasi dan Informatika dapat
melakukan penutupan akun-akun repost atau reupload yang merugikan
hak eksklusif pencipta, tetapi, kembali lagi delik yang digunakan dalam
UUHC ini adalah berupa delik aduan bukan merupakan delik biasa. Sanksi
hukum dapat diberikan kepada pelaku yang melanggar suatu karya
(ciptaan) seseorang baik berupa gugatan ganti rugi (Pasal 99 ayat (1))
maupun gugatan pidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau
denda maksimal Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) (Pasal 113 ayat (3))
ke Pengadilan Niaga. Namun, tidak memuat aturan mengenai pembajakan
melalui Internet.
Sistem pelaporan ini apakah bijak untuk dilakukan jika pemilik
satu video Youtube yang merasa dirugikan melaporkannya kepada

8 William Jaya Suprana, Lisensi Hak Cipta dan Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Konten
Fotografi dan Potret dalam Penggunaan Instagram, Jurnal Binamulia Hukum, vol. 9, no. 2, (2020),
Hlm. 188.

199
Pengadilan Niaga yang membutuhkan waktu, uang, dan tenaga dalam
menangani perkara ini. Terlebih hakim-hakim di Pengadilan Niaga masih
bersifat umum dan tidak semuanya mengerti mengenai hak cipta.
Sementara, hak cipta hanya bersifat deklaratif dan tidak memerlukan
pendaftaran ke DJKI, bagaimana jika pencipta konten tersebut ternyata
dimintakan sertifikat hak cipta dan ia tidak memiliki nya karena hanya
mengunggah video tersebut ke Youtube semata.
Pencipta dalam hal ini dapat tidak dimenangkan oleh pengadilan
karena tidak memiliki sertifikat hak cipta atas karya yang telah dibuatnya.
Kerugian dapat diderita oleh pencipta selaku pemilik konten dari video
tersebut. Oleh karena itu itu, pembentukan suatu badan baru yang bergerak
untuk menanggulangi dan menyelesaikan sengekta di bidang KI yang tidak
memerlukan biaya yang mahal dan dalam waktu yang singkat. Sementara,
dalam UU ITE tidak membahas secara detail mengenai pembajakan hak
cipta, namun dalam hal penggandaan terkait suatu proses cara
menggandakan atau memindahkan satu salinan dalam bentuk dokumen
elektronik diatur dalam pasal 32 UU No. 16 Tahun 2019 tentang ITE. Hak
Cipta dapat menjangkau hal tersebut dengan menggunakan pasal 32 jo.
Pasal 48 UU ITE karena seorang pembajak pasti menggunakan perangkat
atau media elektronik dalam menjalankan aksinya tersebut.

Penutup
Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dijabarkan di atas,
maka solusi yang ditawarkan terkait perlindungan hak cipta di era digital
saat ini adalah:
Pertama, membuat payung hukum memadai yang dapat
memberikan perlindungan hukum yang tegas dan jelas terhadap hak cipta.
Pembentukan payung hukum penting untuk dilakukan karena peraturan
yang ada saat ini dinilai belum komprehensif dan mendalam terutama di
era digital seperti saat ini. Jangan sampai penyelenggara atau platform
seperti Youtube dan juga Instagram justru memberikan unsur keadilan,
kepastian, dan kemanfaatan kepada masyarakat dengan mematuhi segala
ketentuan yang ada dibandingkan dengan hukum positif yang kita miliki.
Namun, karena banyak media sosial terutama Youtube dan Instagram tidak
mengatur mengenai hak cipta antar media sosial tersebut (cross platform
content) sehingga menyebabkan kekosongan hukum dalam aturan tersebut,
maka dari itu diperlukan hukum yang mengatur lebih tegas dalam suatu
peraturan perundang-undangan untuk memberikan keadilan dan
kepastian dalam perlindungan hukum. Pengaturan mengenai hak cipta di
era saat ini tidak dapat hanya berdiri sendiri, diperlukan suatu aturan yang
konkrit yang mengatur segala peraturan atau kebijakan bukan hanya di

200
bidang Kekayaan Intelektual saja, melainkan pengaturan-pengaturan
lainnya di era digital seperti, Kekayaan Intelektual, ITE, Perlindungan Data
Pribadi, dan sebagainya. Menurut penulis, pembentukan omnibus law
dengan substansi atau tema terkait teknologi dan digitalisasi penting untuk
dilakukan agar suatu aturan dapat terkompilasi ke dalam suatu pengaturan
dan tidak terpisah-pisah antara satu dengan lainnya.
Kedua, tindakan perlindungan secara preventif melalui sosialisasi
dan pembinaan. Sosialisasi yang dilakukan oleh seluruh pihak atau elemen
mengenai Kekayaan Intelektual ini. Salah satu faktor penyebab tingginya
angka pembajakan, plagiarisme, dan sebagainya adalah karena kurangnya
kesadaran masyarakat dalam menghargai karya, ciptaan, atau temuan yang
dilakukan seseorang. Banyak pemikiran-pemikiran yang berkembang
dalam masyarakat jika suatu konten atau karya telah diupload melalui
media sosial maka konten atau karya tersebut menjadi public domain,
padahal persepsi ini sangat tidak benar.
Ketiga, upaya untuk memberantas dan menanggulangi kejahatan
pembajakan tidak bisa jika hanya diselesaikan sebagian. Melainkan harus
terintegrasi, terkoordinasi, dan komprehensif oleh berbagai lembaga atau
kementerian terkait, seperti DJKI, Kemenkumham, dan Kominfo.
Pemerintah dapat membuat atau mengganggarkan untuk suatu Artificial
Intelligence (AI) untuk mendeteksi permasalahan-permasalahan terkait
Kekayaan Intelektual di dunia digital. Jika company atau perusahaan seperti
Youtube saja memiliki kemampuan dalam pembuatan AI seperti itu, maka
seharusnya negara melalui pemerintah juga dapat memiliki AI tersebut.
Keempat, membentuk suatu badan khusus baru yang concern atau perhatian
khususnya menanggulangi dan menyelesaikan sengketa di bidang KI yang
tidak memerlukan biaya yang mahal dan dalam waktu yang singkat,
misalnya dinamakan dengan Badan Penyelesaian Sengketa Kekayaan
Intelektual (BPSKI)

Daftar Pustaka
Buku
Abdulkadir, Muhammad. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2017.

Artikel Jurnal
Astari Asril, Fitri dkk. Perlindungan Hak Cipta pada Platform Digital Kreatif
Youtube. Jurnal Jurisprudence. vol. 10. no. 2. (2020).

201
Dewi dkk. Pelaksanaan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta di Bidang
Pembajakan Sinematografi (Film/Video). Jurnal Kertha Semaya. vol. 5.
no. 1. 2017.
Jaya Suprana, William. Lisensi Hak Cipta dan Perlindungan Hukum Hak Cipta
Atas Konten Fotografi dan Potret dalam Penggunaan Instagram. Jurnal
Binamulia Hukum. vol. 9. no. 2. 2020.
Santoso, Adhi dan Handaru Mukti. Analisis Pengaturan Perlindungan Hak
Cipta di Internet. Jurnal Jendela Informasi Hukum. 2014.

Internet
Kemp, Simon. Digital 2021: Indonesia.
https://datareportal.com/reports/digital-2021-indonesia.
Luthfi, Widhi. Mantap! Hampir Seluruh Netizen Indonesia Adalah Pengguna
Youtube.
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/07/05/mantap-
hampir-seluruh-netizen-indonesia-adalah-pengguna-youtube.

202
INKONSISTENSI PUTUSAN MK NOMOR: 91/PUU-
XVIII/2020 TENTANG UNDANG-UNDANG
CIPTA KERJA: KETIDAKPASTIAN HUKUM
TERHADAP INVESTOR DALAM PEMULIHAN
PEREKONOMIAN NASIONAL DIMASA
PANDEMI COVID-19

Muhammad Al Ghiffary
Hukum Ekonomi Syariah, muh.alghiffary91@gmail.com

Syafiq Muhammad Al Fahri


Hukum Ekonomi Syariah, syafiqfahri09@gmail.com

Pendahuluan

Polemik metode omnibus law yang diterapkan di negara Indonesia


sejak tahun 2019 sampai saat ini masih menjadi perdebatan di kalangan
masyarakat, terlebih isu ini menuai pro-kontra di kalangan akademisi
termasuk para pakar hukum tata negara.1 Menurut para pakar metode
omnibus yang dimasukkan ke dalam produk Undang-Undang Cipta Kerja
memang merupakan langkah yang tepat. Namun, nyatanya regulasi
tersebut disahkan dengan tergesa-gesa tanpa melibatkan partisipasi
masyarakat, yang berimplikasi pada ketidaksesuaian pada asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang termanifestasikan
dalam konstitusi maupun Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang
perubahan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2019 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan.2

Kekhawatiran yang menuai pro-kontra di atas telah terbukti secara


nyata dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 91/PUU-XVIII/2020 yang

1 Andi Intan Purnamasari Supriyadi, Gagasan Penggunaan Metode Omnibus Law dalam

Pembentukan Peraturan Daerah, Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, vol. 15, no. 2, (2021), Hlm. 257.
2 Ramanata Disurya, Suryati, dan Layang Sardana, Pelanggaran Asas Dalam Penyusunan

Dan Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja, Jurnal Solusi, vol. 19, no. 1, (2019), Hlm. 25-34.

203
mematahkan paradigma masyarakat mengenai uji formil di Mahkamah
Konstitusi (MK) bukanlah mitos belaka. Sebelumnya, sejak tahun 2003
hingga sekarang terdapat 69 pengujian formil, dan tidak ada satupun yang
dikabulkan oleh MK. Namun, putusan pada tahun ini menunjukkan bahwa
kegagalan legislatif dalam membentuk undang-undang masih sangat jauh
dari kata ideal. Hal itu terlihat dari data yang dilansir melalui laporan
pencapaian fungsi legislasi periode 2014-2019, yang hanya dapat
mengesahkan 90 dari 189 Rancangan Undang-Undang (RUU). Terlebih
undang-undang yang disahkan pun masih mengandung problematika
hukum yang bertentangan dengan konstitusi.
Putusan ini merupakan landmark decision, yang berarti bahwa
proses legislasi harus menjadi perhatian dan sama pentingnya dengan
substansi undang-undang itu sendiri. Proses legislasi yang tidak
memedulikan asas-asas penyusunan perundang-undangan yang baik akan
menyebabkan undang-undang itu akan dianggap bertentangan dengan
UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Putusan
ini juga menegaskan setiap RUU wajib memiliki askah akademik. Kabar
baiknya, MK akhirnya menyadari bahwa banyak praktik manipulasi public
participation.3 Pada tahun 2021, (MK) telah menampar wajah legislatif
melalui produk UU Cipta Kerja yang dinilai cacat prosedural, yang dalam
pembentukannya tidak mempertimbangkan situasi di masa pandemi
Covid-19.
Di masa pandemi Covid-19, seharusnya peranan pemerintah lebih
terfokus pada penanganan pandemi yang telah merenggut ribuan nyawa
masyarakat. Hal ini diamini oleh World Health Organization (WHO) yang
menyatakan “In view of the urgency of this outbreak, the international community
is mobilising to find ways to significantly accelerate the development of
interventions. The WHO R&D Blueprint is a global strategy and preparedness plan
that allows the rapid activation of R&D activities during epidemics. Its aim is to
fast-track the availability of effective tests, vaccines and medicines that can be used
to save lives and avert large scale crisis.”4 Pernyataan yang dilontarkan oleh
organisasi yang bertanggung jawab dalam kesehatan masyarakat secara

3 Denny Indrayana, MK Galau, UU Cipta Kerja Kacau-Balau,


https://www.integritylawfirm.id/2021/12/03/mk-galau-uu-cipta-kerja-kacau-balau/?lang=en,
diakses pada tanggal 3 Desember 2021.
4 Global Research Collaboration for Infectious Disease Preparedness, COVID 19 Public

Health Emergency of International Concern (PHEIC) Global Research and Innovation Forum: Towards
a Research Roadmap, (World Health Organization, 2020).

204
global tersebut, menyatakan bahwa seharusnya dunia dapat mengambil
kebijakan yang tepat dalam mencegah penyebaran Covid-19. Dampak
krusial dari tersebarnya wabah ini mengakibatkan negara dan
masyarakatnya merugi secara ekonomi. Di samping itu, Badan Koordinasi
Penanaman Modal atau BPKM menyatakan bahwa Covid-19 merupakan
ancaman serius yang cepat atau lambat akan mempengaruhi stabilitas
Indonesia, khususnya di sektor investasi.5

Undang-Undang Cipta Kerja Sebagai Langkah Pemulihan Iklim


Investasi Indonesia

Guna mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional, Pemerintah


terus melanjutkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang di
tahun 2021 ditingkatkan anggarannya menjadi Rp. 699,43 triliun. Hingga 16
April 2021, realisasi dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional 2021 telah
mencapai Rp. 134,07 Triliun.6 Dengan demikian, dibutuhkan reformasi
struktural agar pertumbuhan ekonomi dapat berjalan dengan optimal.
Tentu UU Cipta Kerja menjadi instrumen yang sangat menggiurkan bagi
para investor. UU Cipta Kerja bertujuan untuk menciptakan lapangan
pekerjaan seluas-luasnya bagi masyarakat dan membuka peluang bagi
investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia demi meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Maka dari itu, undang-undang tersebut
diharapkan dapat memberikan solusi persoalan perizinan bagi para
investor.7
Pengesahan UU Cipta Kerja telah mereformasi pendekatan dalam
pemberian izin berusaha dari yang sebelumnya menggunakan Pendekatan
Berbasis Perizinan (Licenses Based Approach) menjadi Pendekatan Berbasis
Risiko (Risk Based Approach).8 Selain itu, Pemerintah telah memberikan
kepastian hukum yang paripurna bagi para investor dengan menetapkan
Peraturan Menteri/Kepala Lembaga sebagai pedoman pelaksanaan teknis

5 Sri Husnulwati dan Yunarsi Susi, Kebijakan Investasi Masa Pandemi Covid-19 di

Indonesia, Jurnal Solusi, vol. 19, no. 2, (2021), Hlm. 183-193.


6 Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Perkuat Stimulus APBN, Jaga Sentimen

Pemulihan, Dorong Pertumbuhan Ekonomi, Siaran Pers.


7 Silpa Hanoatubun, Dampak Covid- 19 Terhadap Perekonomian Indonesia, Journal of

Education, Psychology and Counseling, vol. 2, no. 1, (2020), Hlm. 127.


8 Satyagraha, Penguatan Kondisi dalam Negeri untuk Antisipasi Dampak Resesi,

https://www.antaranews.com/berita/1201387/penguatan-kondisi-dalam-negeri-untuk-
antisipasi-dampak-resesi.

205
dan mengoperasionalkan sistem Online Single Submission (OSS) pada Juni
2021, sehingga diharapkan investasi dapat meningkat dan peluang
berusaha akan tercipta dengan efisien.9
Besarnya dampak pandemi Covid-19 mempengaruhi arus investasi
di dalam negeri. Pemerintah bahkan telah merevisi target capaian investasi
tahun anggaran 2020 yang diturunkan menjadi Rp. 817,2 triliun dari target
awal Rp. 886,1 triliun.10 Berkaca pada pendapat yang dilontarkan oleh juru
bicara/komite penanaman modal BKPM, Tina Talisa mengatakan“Jika kita
melihat dari realisasi investasi di triwulan I-2020, kita masih bisa mencapai
Rp. 210,7 triliun atau 23,8% dari target awal. Target kita awalnya adalah Rp.
886 triliun, tapi setelah ada Covid-19 kita revisi dan kalau sampai Juli ini
bisa tuntas Rp. 817 triliun, kalau belum selesai maka kita bisa merevisi
lagi.”11
Berdasarkan data tersebut, investasi telah mengalami penurunan
akibat pandemi. Penurunan tersebut juga berdampak kepada
perekonomian nasional. Padahal, investasi merupakan salah satu yang
memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia. Bila merujuk pada
ekonomi makro, maka investasi berperan sebagai salah satu komponen dari
pendapatan nasional, Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic
Product (GDP). Namun, bagaikan gading yang tak retak, pada saat ini ada
beberapa permasalahan yang dihadapi oleh para investor untuk
menanamkan modalnya di Indonesia.
Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), terdapat
lima permasalahan yang kerap dihadapi oleh investor dalam berinvestasi
di Indonesia yang membuat investor asing menjadi tidak tertarik untuk
berinvestasi di Indonesia. Lima kendala tersebut yaitu: pertama, regulasi
yang berbelit; kedua, akuisisi lahan yang sulit; ketiga, infrastruktur publik
yang belum merata; keempat, pajak dan insentif non-fiskal lain yang tidak
mendukung investasi; dan kelima, tenaga kerja terampil yang belum

9 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Implementasi

UU Cipta Kerja: Dorong Investasi, Raih Peluang Pemulihan Ekonomi, (Siaran Pers,
HM.4.6/90/SET.M.EKON.3/04/2021).
10 Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Realisasi

Penanaman Modal PMDN-PMA Indonesia Triwulan IV dan Januari-Desember Tahun 2020, (Jakarta,
2021).
11 Soraya Novika, Begini Tren Investasi di Indonesia Sejak Ada Corona,
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5097447/begini-tren-investasi-di-indonesia-
sejak-ada-corona, diakses pada tanggal 17 Juli 2020.

206
memadai.12 Alasan investor asing lebih memilih untuk berinvestasi di
negara lain seperti memilih negara Vietnam daripada di Indonesia karena
regulasi, biaya tenaga kerja, dan tarif pajak penghasilan (PPh) badan usaha
di Vietnam lebih murah dibandingkan dengan Indonesia.13
Pernyataan di atas sejalan dengan pernyataan dari Former General
Counsel of United States Agency for International Development (USAID) atau
Mantan Penasihat Umum Lembaga Pengembangan Internasional Amerika
Serikat, John Gardner yang menilai ada beberapa penghambat bagi
perusahaan khususnya Amerika Serikat untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.14 Hal ini disebabkan banyaknya regulasi pemerintah Indonesia
yang dilalui para investor agar mendapatkan izin menanamkan modal.15
Sejatinya tujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat
Indonesia dalam hal perekonomian terkristalisasikan dalam Pasal 33
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945),
yang kemudian didelegasikan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal.16 Berkaitan dengan aturan tersebut, sudah
sangat jelas bahwa penanaman modal harus turut andil dalam
penyelenggaraan perekonomian nasional dan menjadi solusi sebagai upaya
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan
lapangan kerja, pembangunan ekonomi berkelanjutan, mendorong
pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang memiliki daya saing.17
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal dapat dicapai apabila
faktor pendukung yang menghambat iklim penanaman modal dapat
diatasi. Penanganan akar permasalahan yang menghambat iklim

12 Hilma Meilani, Hambatan Dalam Meningkatkan Investasi Asing di Indonesia dan

Solusinya, Jurnal Info Singkat, vol. 11, no. 19, (2019), Hlm. 1-6.
13 Raden Mas Try Ananto Djoko Wicaksono, Analisis Perbandingan Hukum Penanaman

Modal Asing Antara Indonesia Dengan Vietnam (Tinjauan dari Undang-Undang No. 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal dan Law No. 67/2014/QH13 On Investment), Jurnal Al-Azhar Indonesia
Seri Ilmu Sosial, vol. 2, no. 1, (2021), Hlm. 10.
14 Hanoatubun, Dampak Covid-19 Terhadap Perekonomian Indonesia, EduPsyCouns:

Journal of Education, Psychology and Counseling, vol. 2, no. 1.


15 Nidia Zuraya dan Novita Intan, Regulasi Berbelit, Alasan Investor AS Susah Masuk

Indonesia, https://www.republika.co.id/berita/qemr3x383/regulasi-berbelit-alasan-investor-as-
susah-masuk-indonesia, diakses pada tanggal 6 Agustus 2020.
16 Eli Ruslina, Makna Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Pembangunan Hukum

Ekonomi Indonesia, Jurnal Konstitusi, vol. 9, no. 1, (2012), Hlm. 75.


17 Agus Saiful Abib, Endah Pujiastuti, dan Tri Mulyani, Konsep Penanaman Modal

Sebagai Upaya Menstimulasi Peningkatan Perekonomian Indonesia, Jurnal Humani, vol. 7, no. 1,
(2017), Hlm. 20.

207
penanaman modal dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain
melalui perbaikan koordinasi antar-instansi pemerintah pusat dan daerah,
penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman
modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim yang kondusif
di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha.
Menilik pada problematika UU Cipta Kerja, BKPM menilai bahwa
sebenarnya realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
dalam dengan hadirnya regulasi sapu jagat ini dinilai sejak Oktober-
November 2021 sebesar Rp. 113,5 triliun dan berjumlah 52,4 persen dari
total capaian realisasi investasi, dan menghasilkan penyerapan tenaga kerja
Indonesia sebanyak 133.972 orang dinilai efektif. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa realisasi investasi penanaman modal mengalami
penaikan dibandingkan dengan periode Oktober-November tahun
sebelumnya, yaitu sebesar 10,3 persen dari Rp. 102,9 triliun. Hal ini, sektor
penyumbang terbesar untuk PMDN berasal dari perumahan, kawasan
industri, dan perkantoran yang berjumlah Rp. 20,6 triliun atau 18,2 persen. 18
Jika kita melihat pada realisasi investasi Penanaman Modal Asing
(PMA) pada bulan Oktober-Desember tahun 2021 mencapai Rp. 103,2
triliun dan berjumlah 47,6 persen dari total capaian realisasi investasi, dan
menghasilkan penyerapan tenaga kerja Indonesia sebanyak 154.715 orang.
Hal ini mengindikasikan bahwa realisasi investasi penanaman modal
mengalami penurunan dibandingkan dengan periode Oktober-November
tahun sebelumnya sebesar 2,7 persen, yaitu dari Rp. 106,1 triliun menjadi
Rp.103,2 triliun. Sektor penyumbang realisasi PMA terbesar berasal dari
industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya sebesar
Rp. 21,5 triliun atau 20,9 persen. PMA yang menyumbangkan realisasi
terbesar berasal dari negara Singapura, yaitu di angka Rp.37,4 triliun atau
36,2 persen.19
Melalui data yang dikeluarkan oleh BKPM yang berisi mengenai
PMDN dan PMA, hal tersebut berdampak kepada perekonomian di
Indonesia yang mengalami perbaikan, seperti yang disampaikan oleh
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengatakan bahwa

18 Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Realisasi

Penanaman Modal PMDN-PMA Indonesia Triwulan IV dan Januari - Desember Tahun 2020. (Siaran
Pers)
19 Humas Kementerian Investasi/BPKM, Realisasi Investasi Hingga September 2021 Capai

RP. 659,4 Triliun, https://setkab.go.id/realisasi-investasi-hingga-september-2021-capai-


Rp.6594-triliun/.

208
pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 relatif lebih baik
dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi negara di Asia
Tenggara yang berada pada minus 4,0 persen, hal tersebut sesuai dengan
data yang dilansir dari Asian Development Outlook pada April 2021.20

Kontradiksi Putusan Mahkamah Konstitusi

Pada saat iklim investasi di Indonesia sedang mengalami kenaikan


yang cukup signifikan, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan
Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan bahwa Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. MK
memerintahkan kepada para pembentuk undang-undang untuk
melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak
putusan tersebut diucapkan oleh MK. Apabila dalam tenggang waktu
tersebut para pembentuk undang-undang tidak melakukan perbaikan,
Undang- Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.
Sementara itu, MK juga menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan
atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, dan tidak
dibenarkan pula untuk menerbitkan peraturan pelaksana baru yang
berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020).
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menimbulkan banyak,
diantaranya adalah adanya ketidakpastian hukum (legal
uncertainty/onrechtszekerheids) dalam putusan tersebut. Ketidakpastian
hukum tersebut timbul karena Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa
UU Cipta Kerja ini bertentangan dengan UUD 1945. Dengan Putusan
tersebut akan menyebabkan para investor mengalami kerugian jika para
pembentuk peraturan perundang-undangan mengabaikan putusan MK
dan tidak memperbaiki kecacatan dalam undang-undang tersebut.21

20 Humas Kementerian Keuangan, Menkeu: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2020

di Atas Rata-Rata Negara di Asia Tenggara,


https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/menkeu-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-
tahun-2020-di-atas-rata-rata-negara-di-asia-
tenggara/#:~:text=Jakarta%2C%2015%2F07%2F2021,Development%20Outlook%20pada%20A
pril%202021, diakses pada tanggal 15 Juli 2021.
21 Aan Eko Widiarto, Ketidakpastian Hukum Kewenangan Lembaga Pembentuk Undang-

Undang Akibat Pengabaian Putusan Mahkamah Konstitusi, Jurnal Konstitusi, vol. 12, no. 4, (2015),
Hlm. 735.

209
Terdapat beberapa dampak yang akan ditimbulkan atas putusan
MK tentang UU Cipta Kerja. Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment
Indef, Ahmad Heri Firdaus menilai putusan MK ihwal UU Cipta Kerja justru
menimbulkan ketidakpastian bagi dunia usaha. Alasannya, putusan itu
bersifat multitafsir di kalangan pengusaha dan serikat pekerja. Kemudian,
menurut Pingkan Audrine Kosijungan selaku peneliti CIPS (Center For
Indonesian Policy Studies) mengatakan bahwa UU Cipta Kerja memiliki
kemungkinan untuk menimbulkan ketidakjelasan, sehingga bisa
mempengaruhi investasi Indonesia. “Tidak dapat dipungkiri bahwa
kondisi seperti ini berotensi membuat iklim investasi Indonesia menjadi
stagnan. Karena investor akan terdorong mengambil langkah wait and see,
setidaknya untuk 2 tahun ke depan,” kata peneliti CIPS tersebut.22
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima
Yudhistira menilai revisi UU Cipta Kerja berpotensi mengganggu iklim
investasi di Indonesia. Bahkan bisa mempengaruhi realisasi PMA
pemerintah. Kondisi yang tidak diinginkan adalah ketika kondisi stagnasi
yang diikuti dengan adanya inflasi yang tinggi, sehingga perekonomian
negara menjadi stagflasi. Perekonomian negara yang stagflasi sangat
dihindari bagi para perencana negara. Untuk itulah formulasi kebijakan
ekonomi yang pro investasi dimasifkan oleh pemerintah untuk mengatasi
masalah stagnasi. Menurut Bhima, bila putusan MK meminta Pemerintah
dan DPR merevisi, artinya aturan turunan juga harus dilakukan revisi. "Jika
payung hukum nya saja harus direvisi maka aturan turunannya juga perlu
diubah," kata Bhima. Akibatnya, iklim investasi akan terganggu. Selain itu
membuat status Indonesia sebagai negara dengan the most uncertainty policy
atau ketidakpastian kebijakan yang tinggi.23
Runtuhnya kepercayaan para investor terhadap negara Indonesia
telah menunjukkan bahwa negara ini telah gagal melindungi sumber
pendapatan yang dapat memberikan kesejahteraan semakmur-makmurnya
bagi masyarakat. Perlindungan hukum bagi para investor seharusnya
menjadi poin fundamental yang harus diutamakan oleh pemerintah dalam
memberikan kepastian dan kemanfaatan bagi para pihak. Menurut Satjipto

22 Vianda Artha Nautica dan Khairunnisa Fauzatul A, Putusan MK Soal UU Cipta Kerja

Diklaim Berpengaruh Pada Investasi Indonesia, https://depok.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-


093155514/putusan-mk-soal-uu-cipta-kerja-diklaim-beRp.engaruh-pada-investasi-indonesia-
peneliti-cips-beRp.otensi-stagnan, diakses pada tanggal 4 Desember 2021.
23 Harwanto Bimo Pratomo, Sederet Dampak Putusan MK Tentang UU Cipta Kerja,

https://www.merdeka.com/uang/sederet-dampak-putusan-mk-tentang-uu-cipta-kerja.html,
diakses pada tanggal 27 November 2021.

210
Rahardjo perlindungan yang diberikan harus memberikan pengayoman
terhadap hak-hak dan kepentingan seseorang atau kelompok dengan cara
mengalokasikan kekuasaan kepadanya dalam rangka bertindak untuk
kepentingan yang akan datang.24

Penutup

Penulis memandang bahwa Mahkamah Konstitusi seharusnya


mengambil langkah tegas dalam memutus uji formil UU Cipta Kerja,
karena putusan yang dikeluarkan sebaliknya memberikan makna ganda.
Jika menelisik lebih komprehensif dalam Putusan MK, terlampir di amar
putusan No. 4 yang menyatakan bahwa UU Cipta Kerja tetap berlaku, tetapi
di putusan No. 7 mengatakan bahwa, “Menyatakan untuk menangguhkan
segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas”. Hal
ini yang menyebabkan ketidakpastian hukum terhadap para investor yang
ingin berinvestasi, di Indonesia. Seharusnya Mahkamah Konstitusi lebih
tegas dalam memutus uji formil UU Cipta Kerja, sehingga tidak
menimbulkan ambiguitas dalam penerapan putusannya.

Daftar Pustaka

Buku
Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya, 2000.

Artikel Jurnal
Disurya, Ramanata, Suryati, dan Layang Sardana. Pelanggaran Asas Dalam
Penyusunan Dan Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja. Jurnal Solusi.
vol. 19. no. 1. 2019.
Hanoatubun, Silpa. Dampak Covid-19 Terhadap Perekonomian Indonesia.
Journal of Education, Psychology and Counseling. vol. 2. no. 1. 2020.
Husnulwati, Sri, dan Yunarsi Susi. Kebijakan Investasi Masa Pandemi COVID
19 di Indonesia. Jurnal Solusi. vol. 19. no. 2. 2021.
Meilani, Hilma. Hambatan Dalam Meningkatkan Investasi Asing di Indonesia
dan Solusinya. Jurnal Info Singkat. vol. 11. no. 19. 2019.

24 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya, 2000).

211
Ruslina, Eli. Makna Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Pembangunan
Hukum Ekonomi Indonesia. Jurnal Konstitusi. vol. 9. no. 1. 2012.
Supriyadi, Andi Intan Purnamasari. Gagasan Penggunaan Metode Omnibus
Law dalam Pembentukan Peraturan Daerah. Jurnal Ilmiah Kebijakan
Hukum, vol. 15. no. 2. 2021.
Wicaksono, Raden Mas Try Ananto Djoko. Analisis Perbandingan Hukum
Penanaman Modal Asing Antara Indonesia Dengan Vietnam (Tinjauan
dari Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan
Law No. 67/2014/QH13 On Investment). Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri
Ilmu Sosial. vol. 2. no. 1. 2021.
Widiarto, Aan Eko. Ketidakpastian Hukum Kewenangan Lembaga Pembentuk
Undang-Undang Akibat Pengabaian Putusan Mahkamah Konstitusi.
Jurnal Konstitusi. vol. 12. no. 4. 2015.

Laporan
Global Research Collaboration for Infectious Disease Preparedness. COVID
19 Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) Global
Research and Innovation Forum: Towards a Research Roadmap. World
Health Organization. 2020.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.
Implementasi UU Cipta Kerja: Dorong Investasi, Raih Peluang Pemulihan
Ekonomi. Siaran Pers HM.4.6/90/SET.M.EKON.3/04/2021.
Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Realisasi Penanaman Modal PMDN-PMA Indonesia Triwulan IV dan
Januari - Desember Tahun 2020. Jakarta. 2021.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Perkuat Stimulus APBN, Jaga
Sentimen Pemulihan, Dorong Pertumbuhan Ekonomi. Siaran Pers.

Internet
Indrayana, Denny. MK Galau, UU Cipta Kerja Kacau-Balau.
https://www.integritylawfirm.id/2021/12/03/mk-galau-uu-cipta-
kerja-kacau-balau/?lang=en.
Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal BPKM.
Realisasi Investasi Hingga September 2021 Capai RP. 659,4 Triliun.
https://setkab.go.id/realisasi-investasi-hingga-september-2021-capai-
Rp.6594-triliun/.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Menkeu: Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia Tahun 2020 di Atas Rata-Rata Negara di Asia Tenggara.
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/menkeu-

212
pertumbuhan-ekonomi-indonesia-tahun-2020-di-atas-rata-rata-
negara-di-asia-
tenggara/#:~:text=Jakarta%2C%2015%2F07%2F2021,Development%2
0Outlook%20pada%20April%202021.
Nautica, Vianda Artha, dan Khairunnisa Fauzatul A. Putusan MK Soal UU
Cipta Kerja Diklaim Berpengaruh Pada Investasi Indonesia, Peneliti CIPS:
Berpotensi Stagnan. https://depok.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-
093155514/putusan-mk-soal-uu-cipta-kerja-diklaim-beRp.engaruh-
pada-investasi-indonesia-peneliti-cips-beRp.otensi-stagnan.
Novika, Soraya. Begini Tren Investasi di Indonesia Sejak Ada Corona.
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5097447/begini-
tren-investasi-di-indonesia-sejak-ada-corona.
Pratomo, Harwanto Bimo. Sederet Dampak Putusan MK Tentang UU Cipta
Kerja. https://www.merdeka.com/uang/sederet-dampak-putusan-
mk-tentang-uu-cipta-kerja.html.
Satyagraha. Penguatan Kondisi dalam Negeri untuk Antisipasi Dampak Resesi.
https://www.antaranews.com/berita/1201387/penguatan-kondisi-
dalam-negeri-untuk-antisipasi-dampak-resesi.
Zuraya, Nidia, dan Novita Intan. Regulasi Berbelit, Alasan Investor AS Susah
Masuk Indonesia.
https://www.republika.co.id/berita/qemr3x383/regulasi-berbelit-
alasan-investor-as-susah-masuk-indonesia .

213
TENTANG MOOT COURT COMMUNITY

Moot Court Community (MCC) merupakan organisasi mahasiswa


Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta (FSH UIN Jakarta) yang mempunyai wilayah otonom khusus dari
Fakultas Syariah dan Hukum dibawah naungan Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan. MCC berperan sebagai wadah bagi mahasiswa FSH UIN
Jakarta dalam pengembangan potensi dalam bidang praktik persidangan,
karya tulis ilmiah, debat hukum, dan bidang-bidang lain yang berkaitan
dengan kompetensi MCC. Dengan semangat akademis dan kompetitif,
mahasiswa FSH berinisiatif untuk mendirikan komunitas yang dapat
mewadahi etos dan marwah mahasiswa dalam bidang hukum. Akhirnya,
pada tahun 2008, MCC berdiri untuk pertama kali yang mana diketuai oleh
Miki Pirmansyah.
Pada pendiriannya, MCC dijalankan atas asas kekeluargaan,
kebersatuan dan kemandirian untuk dapat menanamkan output agent of
change yaitu menciptakan budaya akademis di lingkungan FSH UIN
Jakarta. MCC memiliki tujuan pendirian yaitu untuk menerapkan budaya
akademis mahasiswa, membina mahasiswa FSH UIN Jakarta dalam
pengembangan keilmuan, penelitian hukum dan konstitusi guna
menanamkan jiwa kreatif, inovatif dan kompetitif dalam membangun
bangsa dan negara. Dalam menjalankan kegiatannya, MCC rutin mengikuti
kompetisi, baik tingkat regional maupun tingkat nasional, seperti
perlombaan debat, sidang, legal opinion, karya tulis ilmiah, dll. Selain
daripada itu, MCC juga rutin mengadakan kajian baik hukum materiil
maupun hukum acara untuk mengasah, mengembangkan, dan
meningkatkan intektualitas mahasiswa FSH di bidang hukum.
MCC menjalankan roda kepengurusannya di bawah bimbingan
Dewan Pembina yang merupakan dosen FSH UIN Jakarta. Struktur
kepengurusan MCC diketuai oleh seorang Ketua dan Wakil Ketua, serta
dibantu oleh jajaran Badan Pengurus Harian. MCC memiliki 3 cabang divisi
utama untuk memfokuskan bidang hukum yang ditekuni, yaitu Divisi
Debat, Divisi Sidang Semu, dan Divisi Karya Tulis Ilmiah. Selain itu,
terdapat divisi lainnya, yaitu Divisi Kajian, Divisi Kompetisi, dan Divisi
Media sebagai satu kesatuan untuk menjalankan roda kepengurusan. Selain
daripada itu, MCC juga memiliki anggota di luar dari struktur
kepengurusan yang merupakan mahasiswa aktif FSH UIN Jakarta yang
berasal dari berbagai program studi, yaitu Ilmu Hukum, Hukum Pidana
Islam, Hukum Ekonomi Syariah, Hukum Keluarga, Hukum Tata Negara,
dan Perbandingan Mazhab.

Anda mungkin juga menyukai