Anda di halaman 1dari 85

IMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA DAN BERBANGSA DI

INDONESIA MENURUT PEMIKIRAN KH. AHMAD DAHLAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

Oleh :
Fajar Alief Muhammad
NIM : 11170453000021

PROGAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022 M/1444 H
LEMBAR PERSETUJUAN

IMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA DAN BERBANGSA DI


INDONESIA MENURUT PEMIKIRAN KH. AHMAD DAHLAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai


Gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :
Fajar Alief Muhammad
NIM : 11170453000021

Pembimbing

Atep Abdurofiq, M. Si.


NIP. 197703172005011010

PROGAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022 M/1444 H

i
ABSTRAK

Fajar Alief Muhammad. NIM 11170453000021. IMPLEMENTASI


MODERASI BERAGAMA DAN BERBANGSA DI INDONESIA MENURUT
PEMIKIRAN KH. AHMAD DAHLAN. Program Studi Hukum Tata Negara,
Fakultas Syari‟ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1444 H/ 2022 M. Ix 73 halaman 10 halaman lampiran.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif,


dimana pada jenis penelitian inimenggunakan metode Library Research
(penelitian kepustakaan) yang menitik beratkan pada perbandingan konsep yang
dianalisis secara komprehensif. Terkait dengan bahan hukum yang berasal dari
kitab, buku serta literatur yang berkaitan dengan tema pembahsan.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, konsep moderasi beragama dan


berbangsa menurut pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang tertuang dalam Transkip
naskah pidato di Cirebon 1922 yaitu Komitmen Kebangsaan, Toleransi, Anti
kekerasan, dan Akomodatif terhadap Kebudayaan Lokal. Dan juga menujukkan
sikap adil dan berimbangnya beliau dalam mengutarakan pendapatnya bahkan
membuka ruang diskusi dengan segala konsekuensinya, yang akhirnya
menampakkan wajah beragama dan berbangsa secara moderat bukan fanatik buta
(taqlid). Implementasi Moderasi Beragama atau Islam Wasthiyah KH. Ahmad
Dahlan tercermin dalam poin-poin berikut; (1) Bidang Keagamaan -
Pembaharuan Islam dan Muhammadiyah (2) Bidang Pendidikan - Pendidikan
Berkemajuan dan Kweekschool (3) Bidang Sosial - Boedi Oetomo dan Penolong
Kesengsaraan Oemom (PKO).

Alasan KH. Ahmad Dahlan mengembangkan Moderasi Beragama dan


Berbangsa yaitu; Pertama, Purifikasi ajaran Islam, yaitu mengembalikan semua
bentuk kehidupan keagamaan kepada zaman awal Islam sebagaimana
dipraktikkan pada masa Nabi.Muhammad SAW. Dan juga dalam dinamisasi
tantangan zaman. Islam diyakini sebagai agama universal, yaitu agama yang
mengandung berbagai konsep dan pedoman tentang segala aspek kehidupan
umat manusia dan senantiasa sesuai dengan tantangan zaman.

Kata Kunci : Moderasi Beragama, Persatuan Kebangsaan, KH.Ahmad Dahlan


Pembimbing : Dr. Atep Abdurofiq, M. Si
Daftar Pustaka : 1922-2022

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbi‟lalamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyempurnakan skripsi ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi pada
tingkat Universitas. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyyah kepada
zaman keilmuan seperti saat ini. Tidak lupa juga kepada keluarga, sahabat dan
para pengikutnya yang tidak pernah lelah dalam mengajarkan dan menyebarkan
Islam ke seluruh dunia.

Skripsi yang berjudul “Implementasi Moderasi Beragama dan


Berbangsa di Indonesia Menurut Pemikiran KH. Ahmad Dahlan” merupakan
karya tulis ilmiah di tingkat akhir Strata 1 (S1) dari semua pembelajaran yang
sudah penulis tempuh di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penulis berharap dengan selesainya karya tulis ini dapat menambah
khazanah keilmuan khususnya bagi penulis sendiri, dan umumnya siapa saja yang
membaca skripsi ini. Selama proses penulisan skripsi ini dari awal hingga selesai
penulis melibatkan banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, serta bantuan dari berbagai
pihak, sehingga skripsi ini dapat disempurnakan dengan baik.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak
terima kasih terutama kepada yang terhormat:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc.,M.A., Rektor
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H.,M.A., Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Sri Hidayati, M.Ag., dan Ibu Dr. Masyrofah, S.Ag., M.Si., Ketua dan
Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara Islam (Siyasah) Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.

v
4. Bapak Dr. Atep Abdurrofiq, M.Si, Dosen Penasihat Akademik dan juga
sebagai Pembimbing Skripsi yang sudah meluangkan waktu nya untuk
penulis dan selalu sabar dalam memberikan bimbingan, masukan serta
arahan agar skripsi ini berjalan dengan baik hingga selesai.
5. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta khususnya dosen Program Studi Studi Hukum Tata Negara yang
telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus dan ikhlas. Semoga
Allah SWT senantiasa membalas jasa-jasa serta menjadikan semua
kebaikan mereka sebagai amal jariyah.
6. Segenap staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah menyediakan fasilitas untuk penulis mengadakan studi
kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini
7. Kedua orang tua tercinta yaitu Bapak H. Muhammad Irdamsyah dan Ibu
Hj. Wiwi Mardinialis, serta adik saya yaitu Fazhariah Irdamsyah yang
selalu memberikan motivasi serta do‟a nya agar penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini dengan baik
8. Ketua Kopri PMII Komfeis Arda Sa‟adah Septianti sekaligus sebagai
support system terbaik yang selalu memberikan semangat, motivasi,
dukungan, usaha serta doa dan juga menampung semua keluh kesah
penulis
9. Keluarga Besar Prodi Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
10. Rekan-rekan seperjuangan DEMA FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
periode 2019/2020
11. Keluarga Besar Keluarga Mahasiswa Minangkabau (KMM) Ciputat yang
telah menaungi dari awal perjuangan di tanah ciputat dan jadi tempat
berpulang selama kuliah di tanah rantau
12. Dunsanak Kepengurusan KMM Ciputat 2018/2019 dan juga SASESO 16
terima kasih atas ilmu dan pengalaman yang berharga nya selama ini

vi
13. Uda/Uni KMM Ciputat angkatan 2012-2015 yang telah menjadi mentor
dan senantiasa memberikan arahan dalam berproses di KMM Ciputat
14. Dunsanak Seperjuangan di tanah rantau, sanak Fauzi dan sanak Yogi yang
selalu menemani keseharian dan kesibukan penulis di Surau Imam Bonjol
Ciputat
15. Keluarga Besar HIMAPOKUS Jabodetabek yang telah menjadi ruang
silaturrahmi Alumni di tanah rantau
16. Keluarga Besar PMII Komfaksyahum dan Keluarga besar PMII Hukum
Tata Negara (Sahabat Siyasah) Terima kasih sudah mengajarkan banyak
pengalaman berorganisasi dan telah menjadi keluarga kedua bagi penulis.
17. Sahabat satu Pengurusan Komisariat PMII Komfaksyahum, Muhammad
Izzul Aulia, Diyaul Haq, Ahmad Syauqibiek, Ahmad Mathori, Ilham
Khadi, Ucup Burhan dan Hasbi Hadziki yang memberikan semangat
penulis dalam menyelesaikan Skripsi, dan menjadi inspirasi dalam
berproses.
18. Sahabat produktif dari awal jumpa kuliah, Sahabat Agil Alfandy, Annisa
Desiana, Denis Kurniawan, Siti Amaliah, Ilfah Lutfiah, Khayatunnufus,
Fahmi Islami, Aditya Pradana, Nur Afni yang telah menularkan
keproduktifan nya kepada penulis selama ini
19. Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Kalimantan Selatan (AMKS)
terkhusus untuk Ubay, Akbar, Agil, Ikhsan, Aldi, dll yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu
20. Keluarga besar Hukum Tata Negara angkatan 2017 Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terima kasih atas ilmu,
pengalaman dan kebersamaannya selama penulis menempuh pendidikan
Strata 1 (S1).
21. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) ORION 101 2020, terima kasih
atas kebersamaan, pengalaman, dan dukungannya selama ini.
22. Teman-teman KKN DR 2020, yang terdiri dari berbagai kampus UIN
Sultan Syarif Kasim Riau dan UIN Imam Bonjol Padang

vii
23. Rekan-rekan Seperjuangan Persatuan Mahasiswa Kanagarian Mungka
(PMKM) yang telah memberikan inisiasi wadah mahasiswa di kampung
halaman
24. Terkhusus Sahabat senior PMII Hukum Tata Negara M. Wahid Hussein
dan juga Rendro Prastyan Winanta yang telah meberikan sumbangsih
ilmu, ide serta gagasan nya yang tak terhitung selama ini
25. Semua pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu persatu, namun
tidak sedikit pun mengurangi rasa ta‟zim dan hormat penulis. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi pembaca. Amin.

Jakarta, 22 Desember 2022

Penulis

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR .............................................................................................v

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ...............................................................................1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................9

D. Review Studi Terdahulu .............................................................................10

E. Metode Penelitian .......................................................................................11

F. Sistematika Penulisan .................................................................................13

BAB II MODERASI BERAGAMA DAN BERBANGSA DI INDONESIA .......15

A. Esensi Moderasi Beragama dan Berbangsa ...............................................15

1. Pengertian Moderasi Beragama dan Berbangsa ..................................15

2. Karakteristik Moderasi Beragama .......................................................18

3. Prinsip-prinsip Moderasi Beragama dan Berbangsa ............................23

B. Moderasi Beragama pada Zaman Rasulullah .............................................26

C. Moderasi Berbangsa pada Zaman Kerajaan Nusantara ..............................32

BAB III RIWAYAT HIDUP KH. AHMAD DAHLAN, KARYA DAN


PEMIKIRANNYA .................................................................................................35

A. Profil KH. Ahmad Dahlan ..........................................................................35

ix
B. Riwayat Pendidikan dan Karya-karya KH. Ahmad Dahlan .......................36

C. KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhamadiyah ........................................43

D. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan ..................................................................45

BAB IV MODERASI BERGAMA DAN BERBANGSA MENURUT


PEMIKIRAN KH. AHMAD DAHLAN DAN IMPLEMENTASINYA DI
INDONESIA ..........................................................................................................50

A. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang Moderasi Beragama dan


Berbangsa ...................................................................................................50

B. Kiprah dan Peran KH. Ahmad Dahlan dalam Moderasi Beragama dan
Berbangsa di Indonesia ..............................................................................53

C. Alasan serta Indikator Penerapan Moderasi Beragama dan Berbangsa di


Indonesia Menurut KH. Ahmad Dahlan .....................................................55

D. Implementasi Moderasi Beragama dan Berbangsa di Indonesia ...............61

BAB V PENUTUP .................................................................................................68

A. Kesimpulan.................................................................................................68

B. Rekomendasi ..............................................................................................69

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................70

x
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa majemuk, ditandai


banyaknya etnis, suku, agama, budaya, kebiasaan, di dalamnya. Di sisi lain
masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat multikultural,
masyarakat yang anggotanya memiliki latar belakang budaya beragam.

Kemajemukan dan multikulturalitas mengisyaratkan adanya


perbedaan. Hendaknya perbedaan-perbedaan justru dijadikan
perbendaraan dan sumber inspirasi yang tidak habis-habisnya untuk digali
dan dikembangkan. Bhinneka Tunggal Ika berarti pengakuan terhadap
kemacaman-ragaman yang ada dan sekaligus memperkembangkan mereka
demi kekayaan bersama, sehingga persatuan bukan hanya persatuan yang
kosong tetapi justru harus merupakan perpaduan yang semakin mapat dan
padat dengan nilai-nilai yang bermacam ragam dan sekaligus membentuk
kesatuan bangsa.

Peran agama juga sangat penting dalam dalam memperjuangkan


kebangsaan Indonesia, sehingga pada awal paragraf pembukaan UUD
1945 dinyatakan, “Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan dengan
didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”.

Dalam Pasal 29 UUD 1945 juga secara tegas mencantumkan


tentang eksistensi dan kesatuan bangsa Indonesia dengan agama sebagai
sistem keyakinan dan kepercayaan. Kodifikasi nilai Ketuhanan dan Agama
dalam konstitusi dasar menjadi penguat sekaligus pengikat secara
konstitusional dan struktural keberadaan dan kehadiran agama dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara atau bahkan dalam sistem

1
2

ketatanegaraan Indonesia. Sehingga pentingnya paham moderasi dalam


diri bangsa Indonesia menjadi spirit pemersatu diantara keberagamaan.1

Didalam agama Islam juga diajarkan agar umat manusia untuk


bersatu dan tidak terpecah belah. Perbedaannya, umat Islam diperintah
Allah untuk bersatu dengan landasan persatuan berupa hablullah, tali
Allah yang kemudian dimaknai sebagai agama Allah yakni Islam. Meski
begitu, pada intinya, manusia memang diharuskan bersatu jika
menginginkan kebahagiaan. Manusia harus menyadari bahwa mereka
saling membutuhkan antar satu sama lain jika ingin kebutuhan mereka
tercukupi. Dan itu merupakan salah satu bukti bahwa Islam selaras dengan
fitrah manusia.2

Persatuan umat Islam merupakan konsekuensi logis adanya konsep


persaudaraan yang dibangun berdasar atas keyakinan/iman (ukhuwah
Islamiyah). Atas dasar ini, Rasulullah SAW. melakukan integrasi antara
kaum Ansor (penduduk pribumi Madinah) dengan kaum imigran
(Muhajirin) melalui konsep ukhuwah yang dibangun atas iman3.

Persaudaran berasas Iman ini mengikat kelompok-kelompok


berbeda di Yatsrib hingga mereka menjadi satu kesatuan tak terpisahkan
mengalahkan persaudaraan yang berasas pada garis darah. Di kemudian
hari, integrasi berdasar iman tersebut mampu membawa masyarakat
Madinah menjadi masyarakat beradab melampaui masyarakat lain di saat
itu. Dalam konteks berbeda, identitas berdasar agama Islam diyakini
memberikan kontribusi signifikan dalam proses pembangunan identitas
keindonesiaan.

1
Haedar Natsir, Indonesia dan Keindonesiaan Perspektif Sosiologis, (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2019), hlm. 179.
2
Munawir Sjadzali., Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran. (Jakarta: UI Press,
1990) cet. 1.
3
Sutrisno, Imam hadi, “Kajian Ekspedisi Pamalayu Dalam Konsep Nasionalisme Majapahit”.
Seuneubook Lada: Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya, dan Kependidikan. Vol 5, No. 1,
2018, h. 9.
3

Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia,


Indonesia menempatkan Islam moderat dalam sorotan utamanya. Islam
moderat merupakan pemahaman keagamaan yang sangat relevan dalam
konteks keberagaman dalam segala aspek agama, adat, suku, dan bangsa
itu sendiri.

Oleh karena itu, pemahaman moderasi beragama harus dipahami


dalam konteks bukan tekstual. Jadi, moderasi beragama di Indonesia
bukanlah Indonesia yang moderat, melainkan adalah mode pemahaman
beragama yang seharusnya moderat karena Indonesia memiliki banyak
sekali budaya, suku dan adat istiadat.

Moderasi Agama ini menjawab banyak pertanyaan dalam agama


dan peradaban global. Dalam menghadapi senjata paling ampuh
melawan radikalisme dan masyarakat majemuk, bisa diperjuangkan
melalui pendidikan Islam yang moderat dan inklusif. Moderasi Islam
sejalan dengan misi Rahmatan lil alamin, oleh karena itu mengadopsi
sikap non-kekerasan ketika bertindak secara komunal, memahami
perbedaan yang mungkin muncul, dan memahami ayat-ayat Al-Quran.

Kontekstualisasi harus diutamakan ketika menafsirkan dalam


menerapkan undang-undang terbaru dan menggunakan pendekatan
ilmiah dan teknologi untuk membenarkan dan mengatasi dinamika
masalah dalam masyarakat Indonesia. Sudah sepatutnya perbedaan
pendapat menjadi dinamika kehidupan sosial yang menjadi bagian dari
masyarakat madani. Keberadaan Islam moderat cukup untuk menjaga
dan melindungi keabadian Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
serta pemulihan citra Islam yang sebenarnya membutuhkan moderasi
agar pemeluk lainnya dapat merasakan kebenaran ajaran Islam yang
Rahmatan Lil Alamin.4

4
Fahri, Mohamad, and Ahmad Zainuri. “Moderasi Beragama Di Indonesia”. Intizar 25, no. 2
(April 28, 2020): 95-100. Accessed November 2, 2022.
4

Pada zaman kerajaan nusantara, kerajaan-kerajaan islam


memberikan pengaruh yang besar dalam hal penyebaran islam di
Indonesia, diantaranya Kerajaan Demak yang dipimpin saat itu oleh
Raden Patah, ia merupakan pelopor dalam perkembangan dan
penyebaran Islam, serta memfasilitasi konsultasi dan kerjasama antara
Ulama dan Umara (penguasa). Dalam bidang hukum Islam dan
perkembangannya, Raden berusaha menerapkan hukum Islam dalam
berbagai aspek kehidupan. Selain itu, ia membangun istana dan
mendirikan masjid (1479). Masjid ini masih terkenal sampai sekarang
sebagai Masjid Agung Demak.5

Diselatan pulau jawa juga terdapat kerajaan yang menjadi pusat


penyebaran agama islam, yaitu kerajaan Keraton Yogyakarta. Dalam
sejarah perkembangan nya Keraton Yogyakarta sebagai kerajaan Islam
mewarnai dengan budaya dan keagamaan baru, yang mana hal ini
dibuktikan dengan keberadaan masjid agung(gedhe) sebagai simbol
inovasi, langar langar, dan pusat dakwah agama islam di kawasan
Keraton Yogyakarta.

Pada dasarnya teori mengenai moderasi beragama dan persatuan


bangsa sudah dulu ada dari zaman rasul hingga zaman kerajaan-kerajaan
yang pernah berdiri di tanah nusantara. berawal dari identitas keislaman,
masyarakat kepulauan Nusantara yang terpisah secara geografis, kultural,
suku, kerajaan dan bahasa berhasil bersatu membentuk identitas bersama
yang di kemudian hari ini kita sebut sebagai Indonesia.

Keragaman yang menyelimuti masyarakat Indonesia menjadi


tantangan bagi penerapan konsep ideal itu. Dalam konteks Indonesia
kekinian, keragaman pemikiran, praktik ritual, partai, dan kepentingan
turut membuat masyarakat saat ini tampak tidak bersatu dan terkesan

5
Muljana, Slame, Runtuhnya Kerajaan Hindu- Jawa dan Timbulnya NegaraNegara Islam di
Nusantara. Yogjakarta, 2007
5

bercerai. Persoalan ini akan semakin rumit ketika pihak luar turut bermain
dengan segala macam agenda nya. Di titik inilah diperlukan upaya-upaya
serius untuk terus menerus mendorong masyarakat indonesia menuju titik
persamaan sehingga terbentuk idealitas persaudaraan berbasis keyakinan.

Menurut beberapa tokoh Konsep Moderasi Beragama merupakan


konsep perdamaian, karna didalam nya terdapat beberapa pilar.
Diantaranya pilar keadilan,yaitu seseorang yang berjalan lurus dan
sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda.
Persamaan itulah yang menjadikan seseorang yang adil tidak berpihak
kepada salah seorang yang berselisih. Kedua, pilar keseimbangan,
keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok yang di dalamnya terdapat
beragam bagian yang menuju satu tujuan tertentu, selama syarat dan kadar
tertentu terpenuhi oleh setiap bagian.

Dengan terhimpunnya syarat ini, kelompok itu dapat bertahan dan


berjalan memenuhi tujuan kehadirannya. Ketiga, pilar toleransi. bahwa
toleransi adalah batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang
masih bisa diterima. Toleransi adalah penyimpangan yang tadinya harus
dilakukan menjadi tidak dilakukan, dan saling menerima perbedaan
dengan orang lain.6

Fikih kebangsaan bermuara dari kata fikih dan kebangsaan. Fikih


merupakan ilmu yang membahas hukum-hukum syara' yang bersifat
'amaliah yang diambil dari dalil-dalil terperinci. 7 Sedangkan kebangsaan
sebagai suatu faham kebangsaan dapat dimakna melalui dua cara pandang,
yaitu makna secara antropologis dan kenegaraan. Secara antropologis
bangsa adalah sebuah masyarakat yang yang berdir sendir disatukan oleh
kesamaan sejarah, agama, budaya, bahasa, ras,ras, dan adat istiadat.

6
Iffati Zamimah, “Moderatisme Islam Dalam Konteks Keindonesiaan”, Junal Ilmu Al-Quran Dan
Tafsir, Volume. 1, No. 1 (2018), H. 75
7
Abd al-Wahhab Khallaf, Ilm Usul Fiqh (Dar al-Khuwayriyah, 1969), h. 11
6

Sedangkan secara kenegaraan adalah masyarakat yang tunduk pada


kedaulatan negaranya sebagai kekuasaan tertinggi.8

Dengan demikian fikih kebangsaan merupakan respon atas wacana


hubungan agama dan negara. Sedangkan orientasi gerakan keagamaan
dapat dipaham sebagai pemaknaan individu atau kelompok terhadap
agamanya, dalam konteks hubungan antar umat beragama dapat
mendorong seseorang yang beragama dalam dua kecenderungan yaitu
menjadi pribadi yang dama dan bersahabat atau menjadi pribadi yang
menyimpan rasa permusuhan.9

Salah satu tokoh ulama Indonesia yang mempunyai peran penting


dalam membangkitkan kesadaran cinta tanah air, bangsa dan agama yaitu
KH. Ahmad Dahlan. Beliau dikenal sebagai tokoh pembaharu, pemikir,
dan penggagas dakwah Islam modern. KH. Ahmad Dahlan memposisikan
Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang menjunjung tinggi
nilai Nasionalisme dengan prinsip dârul ahdi wa syahâdah yang berarti
suatu Negeri yang penuh dengan kedamaian dan Pancasila merupakan
kesaksian bahwa umat Islam harus berperan aktif dalam pemahaman dan
penghayatan dalam prilaku dalam kehidupan sehari-hari.10

M. Yusron Asrofie mengantarkan pada buku nya yang berjudul


“Kyai Ahmad Dahlan Pemikiran dan Kepemimpinannya”, buku ini
membahas pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan dimaksudkan untuk lebih
mendapatkan gambaran yang jelas tentang KH. Ahmad Dahlan, seorang
tokoh yang dikenal sebagai pendiri Muhammadiyah, dengan demikian
dapatlah diketahui pemikiran tokoh yang ditulis dan bagaimana dia
memberikan penafsiran terhadap situasi dan zaman pada waktu itu, begitu

8
Badri Yatim, Soekarno, Islam Dan Nasionalisme, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 58.
9
Sekar Ayu Aryani, Orientasi Sikap dan Perilaku Keagamaan, Jurnal Religi, Vol. XI, No. 01,
Januari 2015. h. 59
10
Acep Zamzam Noor and Zuly Qodir dkk, Muhammadiyah Bicara Nasionalisme
(Yogyakarta:Ar-RuzzMedia,2011). h. 84–85.
7

pula kepemimpinannya disamping juga perjuangannya untuk mencapai


cita-citanya.11

KH. Ahmad Dahlan diyakini mampu membuat Islam hidup


berdampingan dengan umat manusia tanpa memandang perbedaan agama
dan bisa menjawab berbagai tantangan zaman. Dalam fakta sejarah, KH.
Ahmad Dahlan yang merupakan pendiri Muhammadiyah tersebut bisa
melakukan aksi kemanusiaan tanpa dipandu oleh kepentingan agama
tertentu, beliau juga merupakan seorang pemimpin agama yang toleran,
terbuka (inklusif) yang telah membuat perubahan signifikan dari perspektif
agama tradisionalis menjadi modernis.

Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjelaskan Indonesia


memiliki masyarakat yang paling majemuk, bukan hanya adat dan budaya,
tetapi agama yang menjadi titik penting dalam mewujudkan konsep
moderasi keagamaan dan persatuan kebangsaan. Maka penulis meneliti
tentang “Implementasi Moderasi Beragama dan Berbangsa di Indonesia
Menurut Pemikiran KH. Ahmad Dahlan”.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis paparkan diatas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa permasalahan,
diantaranya :
a. Adannya persamaan konsep Moderasi beragama dan
berbangsa zaman Rasulullah SAW, hal ini yang merupakan
cikal bakal lahirnya konsep Moderasi beragama dan
berbangsa di Indonesia yang di gagas oleh KH. Ahmad
Dahlan.

11
M. Yusron Asrofie, Kyai Ahmad Dahlan Pemikiran dan Kepemimpinannya, (Yogyakarta:
MPKSDI PP Muhammadiyah, 2005), hlm. 6.
8

b. Konsep Moderasi beragama dan berbangsa zaman kerajaan


nusantara, yang menjadikan salah satu acuan dasar kenapa
Indonesia dengan multikulturalitas bangsa harus disatukan
menjadi sebuah negara yang utuh dan bersatu
c. Peran dan kiprah KH. Ahmad Dahlan dalam moderasi
beragama dan berbangsa pada semasa hidup nya, hal ini
yang menjadikan tolak ukur pengupayaan moderasi
beragama dan berbangsa pada saat ini
d. Implementasi secara sempurna konsep moderasi beragama
dan berbangsa menurut pemikiran KH. Ahmad Dahlan di
Indonesia.

2. Pembatasan Masalah
Dalam memahami penelitian ini, peneliti memberikan batasan
pokok penelitian terkait “Pemikiran dan Kiprah KH. Ahmad Dahlan
dalam moderasi beragama dan berbangsa tahun 1912-1923”. Cakupan
waktu dalam studi ini, antara tahun 1912-1923, merujuk pada periode
awal Muhammadiyah (1912) didirikan sampai pada meninggalnya KH.
Ahmad Dahlan (1923).

3. Perumusan Masalah
Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang moderasi
beragama dan berbangsa?
b. Bagaimana kiprah dan peran KH. Ahmad Dahlan dalam moderasi
beragama dan berbangsa di Indonesia?
c. Mengapa KH. Ahmad Dahlan mengembangkan konsep moderasi
beragama dan berbangsa?
9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Dengan adanya semua perumusan diatas diharapkan adanya
suatu kejelasan yang dijadikan tujuan bagi penulis dalam skripsi ini.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui Konsep Moderasi beragama dan berbangsa
menurut KH. Ahmad Dahlan
b. Untuk mengetahui kiprah KH. Ahmad Dahlan dalam moderasi
beragama dan berbangsa di Indonesia
c. Untuk mengetahui pengembangan dan penerapan Moderasi
beragama dan berbangsa menurut KH. Ahmad Dahlan di Indonesia

2. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian yang dilakukan ini diharapkan bermanfaat bagi
pihak yang memiliki kepentingan dengan Penelitian Hukum ini, yaitu :
a. Secara Teori
Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah
memberikan penjelasan tentang konsep dan peimplementasian
Moderasi Beragama dan Berbangsa di Indonesia menurut pemikiran
KH. Ahmad Dahlan.
b. Secara Akademis
Skripsi ini dapat menambah Literatur penelitian pustaka dan
refrensi bacaan dalam rangka memajukan keilmuan Hukum Tata
Negara serta menambah kepustakaan khususnya konsep moderasi
beragama dan berbangsa, Biografi KH. Ahamad Dahlan, serta
perjalanan peran dan kiprah beliau semasa hidup nya dalam gerakan
keagamaan dan kebangsaan.
c. Secara Praktis
Penelitian dapat menjadi literatur bacaan yang bermanfaat
dalam hal memberikan informasi, sumbangan pemikiran dan
10

menambah khazanah pengetahuan pembaca khususnya dalam bidang


Keagamaan dan Kebangsaan.

D. Review Studi Terdahulu


Pada penelitian skripsi ini, penulis telah melakukan telaah
kepustakaan yang bersumber pada buku dan skripsi tentang Implementasi
Moderasi Beragama dan Berbangsa di Indonesia menurut pemikiran KH.
Ahmad Dahlan, diantaranya :

1. Skripsi tentang “Strategi Dakwah K.H Ahmad Dahlan dalam


peningkatan Pemahaman Agama” yang ditulis oleh Inten Wulandari,
Insitut Agama Islam Negeri Metro, Fakultyas Ushuludin Adab dan
Dakwah, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam 2017. Skripsi ini
membahas terkait Strategi K.H Ahmad Dahlan dalam Dakwah untuk
meningktakan pemahaman Agama di masyarakat. Persamaan dengan
penulisan ini bahwa mendeskripsikan terkait Pemikiran K.H Ahmad
Dahlan, sedangkan Perbedaan dengan penulisan ini karena tidak
membahas Moedarasi Keagamaan dan Kebangsaan
2. Skripsi tentang “Analisis Ijtihad Muhammadiyah Negara yang
berideologi Pancasila” yang ditulis oleh Alex, Universitas
Muhammadiyah Makassar, Jurusan Pendidikan Pancasila dan
Kewarnegaraan 2019. Skripsi ini membahas terkait Ijtihad
Muhamadiyah dalam Kenegaraan Indonesia dengan Ideologi
Pancasila. Persamaan dengan penulisan ini bahwa mendeskripsikan
terkait Kenegaraan Inodonesia dan juga Muhammadiyah, sedangkan
Perbedaan dengan penulisan ini adalah, penulisan ini membahas
Muhammadiyah secara umum tidak secara khusus K.H Ahmad
Dahlan.
3. Skripsi tentang “Pemikiran dan Kiprah K.H. Ahmad Dahlan dalam
Moderasi Beragama di Kauman, 1912-1923 M” yang ditulis oleh
Baharuddin Rohim, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2021. Skripsi ini membahas terkait penjelas mendetail
11

terkait peran dan kiprah K.H Ahmad Dahlan dalam moderasi beragama
di daerah Kauman. Persamaan dengan penulisan ini bahwa
mendeskripsikan terkait konsep Moderasi Beragama sedangkan
Perbedaan dengan penulisan ini adalah skripsi ini hanya membahas
terkait konsep Moderasi Beragama dan terfokus hanya di daerah
Kauman saja.
4. Jurnal tentang “Moderasi Beragama Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah dalam Konsep Islam Nusantara dan Islam
Berkemajuan” yang ditulis oleh Nasikhin dan Raharjo dalam Islamic
Review Jurnal Riset dan Kajian Keilmuan, diterbitkan pada April
2022. Jurnal ini membahas terkait ajaran moderasi beragama Nahdlatul
Ulama dan Muhammadiyah dalam konsep Islam Nusantara dan Islam
Berkemajuan serta kaitannya dengan ayat-ayat Al-Qur‟an, persamaan
dengan penulisan ini adalah sama-sama mendeskripsikan dan
membahas Moderasi Beragama menurut pandangan Muhammadiyah
dan Perbedaan dengan penulisan ini adalah, jurnal ini membahas
Moderasi Agama dalam pandangan Nahdlatul Ulama juga.
5. Jurnal tentang "Moderasi beragama dalam keragaman Indonesia”
yang ditulis oleh Agus Akhmadi dalam Inovasi-Jurnal Diklat
Keagamaan 2019. Jurnal ini membahas mengenai keberagaman
budaya dan kemajemukan bangsa Indonesia, persamaan dengan
penulisan ini adalah sama-sama membahas mengenai konsep Moderasi
beragama, sedangkan perbedaan nya adalah, pada penulisan ini tidak
memakai pemikiran K.H Ahmad Dahlan.

E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini termasuk dalam penelitian pustaka
(library research). Penelitian pustaka adalah penelitian yang diguakan
dengan menunggunakan literature (kepustakaan) baik berupa buku,
catatan; maupun laporan hasil penelitian dari penelitian terdahulu yang
12

digunakan sebagai data primer. Kemudian Sifat penelitian dalam


tulisan ini adalah penelitian kualitatif, yaitu dengan mengkaji dan
menganalisis obyek penelitian dengan berdasarkan data kualitatif. 12

2. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan
studi pustaka, yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, membaca,
menelaah, mengkaji, serta menelaah secara mandalam melalui
literature asli seperti Konsep Pemikiran KH. Ahmad Dahlan terakit
Moderasi Keagamaan dan juga Kebangsaan, doktrin dan pendapat para
pakar, jurnal serta hasil-hasil penelitian sejenis yang pernah dilakukan
oleh peneliti lain sebelumnya yang ada kaitannya dengan tema
penelitian ini.

3. Sumber Penelitian
a. Sumber data Primer; Literatur terkait Pemahaman Konsep
Moderasi Keagamaan dan Kebangsaan pemikiran KH. Ahmad
Dahlan, dan juga buku-buku yang didalamnya membahas
mengenai konsep moderasi keagamaan dan kebangsaan.
b. Sumber data Sekunder, yaitu bahan hukum yang sifatnya
menjelaskan bahan hukum primer, yang terdiri dari buku-buku,
jurnal, hasil penelitian terdahulu, dan literatur lain yang berkaitan
dengan pokok penelitian.
c. Sumber data Tersier yaitu bahan yang sifatnya menjelaskan tentang
bahan hukum primer dan sekunder, terdiri dari Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Kamus Istilah Hukum, dan Ensiklopedia.
4. Metode Pendekatan
Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian kualitatif di mana pada
jenis penelitian ini menggunakan metode Library Research (penelitian
kepustakaan) kemudian akan dianalisis secara komprehensif terkait dengan

12
Fahmi Ahmadi dan Jenal Arifin, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat : Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 38
13

bahan hukum primer yang berasal dari dokumentasi, buku, dokumen,


majalah, jurnal, arsip, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian
ini.13

5. Analisis Data
Penelitian akan menggunakan analisis kualitatif, dimana data yang
diperoleh akan diurai dan dikelompokkan sesuai dengan permasalahan.
Dalam langkah selanjutnya maka data tersebut akan dianalisis dengan
membahas dan menafsirkan sehingga dapat dijadikan dasar dalam
pengambilan kesimpulan.

6. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan proposal skripsi ini menggunakan buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Tahun 2017”.

F. Sistematika Penulisan
Pembahasan skripsi ini dibagi dalam lima bab, dengan
sistematika penulisannya sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan
Dalam Bab ini merupakan Pendahuluan yang terdiri dari Latar
Belakang Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Review Srudi Terdahulu, Kerangka Teori,
Metodologi Penelitian dan Sistmetaika Penulisan.

BAB II : Moderasi Beragama dan Berbangsa di Indonesia


Dalam Bab ini menjelaskan Tinjauan Teoritis tentang moderasi
beragama dan berbangsa. Esensi dan penjelasan mengenai konsep
moderasi beragama dan berbangsa menurut beberapa pakar.
Moderasi beragama dan berbangsa pada zaman Rasulullah SAW
dan zaman kerajaan nusantara.

13
Jhony Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Banyumedia
Publishing 2005), h. 311
14

BAB III : Pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang Moderasi Beragama


dan Berbangsa
Dalam Bab ini memaparkan terkait Membahas Profil Singkat dan
Sejarah Kelahiran KH. Ahmad Dahlan, Riwayat Pendidikan KH.
Ahmad Dahlan, Karya-Karya KH. Ahmad Dahlan, Peran politik
KH. Ahmad Dahlan, serta pemikiran nya tentang konsep moderasi
beragama dan berbangsa.

BAB IV : Konsep Moderasi Beragama dan Berbangsa Pemikiran


KH. Ahmad Dahlan dan Implementasinya di Indonesia
Dalam Bab ini menjelaskan tentang Analisis Konsep Moderasi
Beragama dan Berbangsa Perspektif KH. Ahmad Dahlan dan
Implementasinya di Indonesia. Dalam bab ini dibahas tentang
pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang kebangsaan. Pada bab ini
menguraikan tentang pemikiran moderasi beragama KH. Ahmad
Dahlan, konsep-konsep moderasi beragama, dan karakteristik
moderasi beragama.

BAB V : Penutup
Dalam Bab ini merupakan Penutup yang berisi Kesimpulan yang
menjawab Rumusan Masalah dan Rekomendasi dari penulisan
tentang penelitian ini dan dilengkapi Daftar Pustaka.
BAB II
MODERASI BERAGAMA DAN BERBANGSA DI INDONESIA

A. Esensi Moderasi Beragama dan Berbangsa


1. Pengertian Moderasi Beragama dan Berbangsa
Kata modeasi berasal dari bahasa latin moderation yang berarti
kesedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga
berarti penguasaan diri (dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua pengertian
kata moderasi, yakni; 1. pengurangan kekerasan, dan 2. penghindaran
keekstriman. Jika dikatakan, orang itu bersikap moderat, kalimat itu
berarti bahwa orang itu bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak
ekstrem.14

Moderasi Islam atau sering juga disebut dengan Islam moderat


merupakan terjemahan dari kata Wasathiyyah al-Islamiyyah. Kata
wasata pada mulanya semakna tawazun, I‟tidal, ta‟adul atau al-
Istiqomah yang artinya seimbang, moderat, mengambil posisi tengah,
tidak ekstrim baik kanan ataupun kiri.15

Wasathiyah adalah sebuah kondisi terpuji yang menjaga


seseorang dari kecenderungan menuju dua sikap ekstrem; sikap
berlebih-lebihan dan sikap muqashshir yang mengurang-ngurangi
sesuatu yang dibatasi Allah SWT. Wasathiyah (pemahaman moderat)
adalah salah satu karakteristik Islam yang tidak dimiliki oleh agama-
agama lain. Pemahaman moderat menyeru kepada dakwah Islam yang
toleran, menentang segala bentuk pemikiran yang liberal dan radikal.

14
Lukman Hakim Saifuddin, Moderasi Beragama, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian
RI, cet. 1, 2019), h. 15
15
Babun Suharto, Moderasi Beragama dari Indonesia Untuk Dunia, (Yogyakarta: LKIS, 2019), h.
22

15
16

Liberal dalam arti pemahami Islam dengan standar hawa nafsu dan
murni logika yang cenderung mencari pembenaran yang tidak ilmiah.16

Wasathiyyah berarti jalan tengah atau keseimbangan antara dua


hal yang bebeda atau berkelebihan. Seperti keseimbangan antara Ruh
dan jasad, antara dunia dan akhirat, antara individu dan masyarakat,
antara idealistis dan realistis, antara yang baru dan yang lama antara
„aql dan naql, antara ilmu dan amal, antara ushul dan furu‟, antara
saran dan tujuan, antara optimis dan pesimis, dan seterusnya. 17
Wasathiyyah adalah keseimbangan dalam segala persoalan hidup
duniawi dan ukhrawi, yang selalu harus disertai upaya menyesuaikan
diri dengan situasi yang dihadapi berdasarkan petunjuk agama dan
kondisi objektif yang sedang dialami.18

Al-Quran Surah al-Hujarat Ayat: 13 membuat janji yang jelas


kepada umat Islam bahwa mereka akan hidup damai dan harmonis
dengan suku dan agama lain jika mampu memperbanyak dan
memahami nilai-nilai keseimbangan hidup dan moderasi beragama
dalam Al-Quran karena penggalian tersebut mengungkap misteri
kehidupan, berkah toleransi terhadap suku, bangsa, budaya dan agama
lain, karena Nabi Muhammad sendiri yang melakukannya di Madinah
dan mengeluarkan undang-undangnya yang disebut "Piagam
Madinah". Al-Qur'an mengajak kita untuk mengamati dan mempelajari
keseimbangan tidak hanya dalam kehidupan sosial tetapi juga dalam
kaitannya dengan planet dan fenomena alam. Ketika perjalanan planet
dan fenomena alam menjadi tidak seimbang, dunia ini runtuh dan
kiamat.

16
Afrizal Nur dan Mukhlis Lubis. Konsep Wasathiyah Dalam Al-Quran; (Studi Komparatif
Antara Tafsir Al-Tahrîr Wa At-Tanwîr Dan Aisar At-Tafâsîr). Jurnal: An-Nur, Vol. 4 No. 2, h.
2015.
17
K.H Afifudin Mhajir, Membangn Nalar Islam Moderat (Kajian Metodologi), (Jawa Timur:
Tawirul Afkar, 2018), h. 5
18
M. Quraish Shibab, Wasathiyyah: Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama, (Tanggerang:
Lentera Hati, 2020), h. 43
17

Menurut Kementerian Agama Republik Indonesia, Moderasi


adalah jalan tengah. Dalam sejumlah forum diskusi kerap terdapat
moderator orang yang menengahi proses diskusi, tidak berpihak
kepada siapa pun atau pendapat mana pun, bersikap adil kepada semua
pihak yang terlibat dalam diskusi. Moderasi juga berarti „‟sesuatu yang
terbaik‟‟. Sesuatu yang ada di tengah biasanya berada di antara dua hal
yang buruk. Contohnya adalah keberanian.

Sifat berani dianggap baik karena ia berada di antara sifat


ceroboh dan sifat takut. Sifat dermawan juga baik karena ia berada di
antara sifat boros dan sifat kikir. Moderasi beragama berarti cara
beragama jalan tengah sesuai pengertian moderasi tadi. Dengan
moderasi beragama, seseorang tidak ekstrem dan tidak berlebih-
lebihan saat men - jalani ajaran agamanya. Orang yang
19
mempraktekkannya disebut moderat.

Begitu juga dengan Moderasi Berbangsa yang sangat lekat


dengan persatuan dan kesatuan suatu bangsa, bahwa persatuan
merupakan kunci negara dalam pembangunan bangsa, tanpa tanggung
jawab dan kesadaran menjaga persatuan. Oleh karena itu, masyarakat
harus memiliki rasa tanggung jawab dan kesadaran untuk mendukung
persatuan bangsa. Persatuan didorong untuk mencapai kehidupan yang
bebas di waduk negara yang merdeka dan berdaulat. Dan lahirnya
kesadaran yang bertanggung jawab, karena manusia hidup
bermasyarakat dan hidup dalam lingkungan alam.

Persatuan berasal dari kata satu yang berarti tidak terbagi atau
utuh. Oleh karena itu, tujuan persatuan adalah untuk menyatukan
budaya yang berbeda menjadi satu kesatuan yang harmonis hingga
mencapai terwujudnya suatu konsep Moderasi Berbangsa. Persatuan
Indonesia adalah persatuan bangsa-bangsa yang hidup di wilayah

19
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI,”Tanya Jawab Moderasi Beragama”,
Jakarta: Kementerian Agama RI, 2019. iv, h. 1-2
18

Indonesia, yang didorong untuk mencapai kehidupan yang merdeka


dalam negara yang merdeka dan berdaulat.20 Dalam hal ini, setiap suku
bangsa adalah sekelompok orang dengan ciri-ciri tertentu yang
berkumpul bersama. Persatuan inilah yang menjadi acuan dasar untuk
meimplementasikan Moderasi Berbangsa dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia.

2. Karakteristik Moderasi Beragama


Moderasi Islam memiliki karakteristik utama, yang menjadi
standar implementasi ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan
umat. Sehingga karakteristik inilah yang menampilkan wajah Islam
Rahmatan lil Alamin, penuh kasih sayang, cinta, toleransi, persaman,
keadilan, dan sebagainya. Yusuf Al-Qardhawi berpendapat bahwa ada
6 (enam) karakteristik utama moderasi Islam dalam implementasi
syariah Islam yaitu21 :

a. Keyakinan bahwa ajaran Islam mengandung hikmah dalam


permasalahan manusia
Al-Qardhawi berkata; “Seorang muslim harus yakin dan percaya
bahwa syariah Allah ini meliputi seluruh dimensi hidup manusia,
mengandung manfaat bagi kehidupan manusia. Sebab syariah ini
bersumber dari Allah Swt yang Maha Mengetahui dan Bijaksana”.
Sebagaimana firman Allah :

ِ ْ‫َى ٌء فِى ْٱْلَر‬


‫ض ََ ََل فِى ٱن َّس َمآ ِء‬ َّ ‫إِ َّن‬
ْ ‫ٱَّللَ ََل يَ ْخفَ ٰى َعهَ ْي ًِ ش‬
Artinya : “Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang
tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit”. (Q.S Ali Imran : 5)
b. Mengkoneksikan Nash-nash Syariah Islam dengan hukum-
hukumnya

20
Hanafi, “Hakekat Nilai Persatuan Dalam Konteks Indonesia”, Jurnal Ilmiah Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan. Vol. 3, No. 1, 2018, h. 57..
21
Khairan Muhammad Arif, Islam Moderasi: Tela‟ah Komprehensif Pemikiran Wasathiyyah
Islam, pespektif Al-Qur‟an dan As Sunnah, Menuju Islam Rahmatan Li AlAlamin, (Jakarta:
Pustaka Ikadi, 2020), h. 82-85
19

Al-Qardhawi berkata; “Aliran pemikiran dan paham moderat


dalam Islam mengajarkan bahwa siapa yang ingin memahami dan
mengetahui hakikat syariah Islam sebagaimana yang diinginkan oleh
Allah dan yang diimplementasikan oleh Rsul-Nya dan para sahabat,
maka seyogyanya mereka tidak melihat dan memahami nash-nashnya
dan hukum-hukum Islam secara parsial dan terpisah. Jangan
memahami nash-nash tersebut secara terpisah tidak mengerti korelasi
ayat antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi nash-nash syariah
itu harus dilihat dan dipahami secara komprekensif, menyeluruh dan
terkoneksi dengan nash-nash lainnya. Karenanya, barang siapa yang
memahami dengan baik karakteristik ini, maka ia akan mampu
memberikan solusi terhadap masalah-masalah kontemporer yang
terkadang tidak bisa dijawab oleh orang lain”.

c. Berpikir seimbang (balance) antara dunia dan akhirat


Al-Qardhawi berkata : “Di antara karakteristik utama pemikiran
dan paham moderasi Islam adalah memiliki kehidupan dunia dan
akhirat secara seimbang (balance), tidak melihatnya secara ekstrem
atau menafikannya, atau bersikap berlebihan antara keduanya. Tidak
boleh melihat kehidupan dunua dan akhirat secara zalim dan tidak
adil, sehingga tidak seimbang dalam menilai dan memandang
keduanya”. Sebagimana firman Allah :

۟ ‫ُا ْٱن َُ ْسنَ ب ْٲنقِ ْس ِظ ََ ََل تُ ْخ ِسز‬


َ‫َُا ْٱن ِمي َشان‬ ۟ ‫َط َغُْ ۟ا فِى ْٱن ِمي َشان ََأَقِي ُم‬
ْ ‫أَ ََّل ت‬
ِ ِ
Artinya : “Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca
(Timbangan) itu, Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan
janganlah kamu mengurangi neraca itu”. (Q.S Ar-Rahman : 8-9)
d. Toleransi dengan Nash-nash dengan kehidupan masa sekarang
(relevansi zaman)
Al-Qardhawi berkata; “Nash-nash Islam Al-Qur„an dan
AssSunnah, tidak hidup di atas menara gading, lepas dari manusia
dan tidak terkoneksi dengan manusia dan problematikanya, tidak
20

memiliki solusi atas ujian dan fitrah yang dihadapi manusia.. akan
tetapi nashnash Al-Qur„an dan As-Sunnah hidup bersama manusia,
mendengar dan merasakan problematika manusia, serta
mengakomodir hajat hidup manusia, baik secara personal maupun
kolektif, nash-nash syariah, mengakomodir kebutuhan dan kondisi
manusia, baik sekarang maupun yang akan datang, yang dangkal
maupun yang mendalam, kecil maupun besar. Islam memberikan obat
penawar bagi seluruh kebutuhan dan hajat manusia, sebab Islam telah
memasuki berbagai macam peradaban dan telah memberikan solusi
manusia, bukan dalam waktu singkat, melainkan selama empat belas
abad, baik di timur maupun barat, utara dan selatan dan semua jenis
bangsa dan geopolitik pada manusia”.

e. Kemudahan bagi manusia dan memilih yang termudah setiap


urusan
Prinsip inilah yang paling menonjol dalam Al-Qur„an tentang
wasathiyyah, yaitu kemudahan, tidak mempersulit dan bersikap
ekstrem dalam setiap urusan. Allah menginginkan kemudahan bagi
umat ini bukan sebaliknya. Allah berfirman :

َُ ٌُ ۚ ‫ج ۚ ِّمهَّتَ أَبِي ُك ْم إِ ْب ٰ َز ٌِي َم‬ ۟ ‫ََ ٰ َج ٍِذ‬


َّ ‫َُا فِى‬
ٍ ‫ق ِجٍَا ِدِۦي ۚ ٌُ َُ ٱجْ تَبَ ٰى ُك ْم ََ َما َج َع َم َعهَ ْي ُك ْم فِى ٱنذِّي ِه ِم ْه َح َز‬
َّ ‫ٱَّللِ َح‬
۟ ‫ُا ُشٍَ َذ ٓا َء َعهَى ٱنىَّاص ۚ فَأَقِي ُم‬
‫ُا‬ ۟ ُ‫َس َّم ٰى ُك ُم ْٱن ُم ْسهِ ِميهَ ِمه قَ ْب ُم ََفِى ٌَٰ َذا نِيَ ُكُنَ ٱن َّزسُُ ُل َش ٍِيذًا َعهَ ْي ُك ْم ََتَ ُكُو‬
ِ
ِ َّ‫ٲَّللِ ٌُ َُ َمُْ نَ ٰى ُك ْم ۖ فَ ِى ْع َم ْٱن َمُْ نَ ٰى ََوِ ْع َم ٱنى‬
‫صي ُز‬ ۟ ‫ص ُم‬
َّ ِ‫ُا ب‬ ۟ ُ‫صهَ ُٰةَ ََ َءات‬
ِ َ‫ُا ٱن َّش َك ُٰةَ ََٱ ْعت‬ َّ ‫ٱن‬
Artinya : “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang
sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah)
agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu
sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al
Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya
kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali
21

Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung


dan sebaik-baik Penolong”. (Al-Hajj : 78)

f. Terbuka, toleran dan dialog pada pihak lain


Al-Qardhawi berkata; “Aliran pemikiran moderasi sangat
meyakini universalitas Islam, bahwa Islam adalah Rahmatan li
Alalamin dan seruan untuk manusia seluruhnya. Sehingga
wasathiyyah ini, tidak boleh membatasi diri untuk dunia luar. Padahal
wasathiyyah adalah ajaran yang meyakini asal muasal manusia yang
satu, yaitu Adam AS dan semua manusia berasal dari tuhan pencipta
yang satu, Allah SWT”.

Dalam pemikiran dan tuisan nya Yusuf Al-Qardhawi juga menyebutkan


ciri-ciri dari pentingnya Moderasi, adapun diantara ciri-ciri dari pentingnya
Moderasi sebagai berikut22 :

a. Khariyah (kebaikan)
Ibnu Katsir berkata, Makna wasath di sini adalah yang terbaik.
Sebagaimana jika disebutkan untuk orang-orang Quraisy; dia adalah
awasath Arab, maka yang dimaksud adalah kelebihan dari sisi nasab
dan tempat tinggal, yakni yang terbaik. Imam Ath-Thabari memastikan
akan kebaikan umat (ummat wasthan). Dari apa yang telah dipaparkan,
maka jelaslah bagi kita bahwa Al-Khairiyah adalah salah satu kata
yang menafsirkan makna al-Wasathiyyah.

b. Adil
Imam Al-Qurthubis menyebutkan bahwa kata wasath
(pertengahan) maknanya adalah al-„Adl (adil). Asalnya adalah, bahwa
paling terpujinya sesuatu adalah yang di tengah-tengah. Kemudian Al-
Qurthubi berkata Ulama–nya kami berkata, Tuhan kami
memberitahukan kepada kami dalam kitab-Nya dengan apa yang lebih
diberikan kepada kami berupa kemuliaan dengan katakter keadilan
22
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Wasathiyah Dalam Al-Qur‟an Nilai-Nilai Moderasi Islam dalam
Akidah, Syariat, dan Akhlak, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, cetakan. 1, 2020), h. 79
22

kepada kami, dan diberi kewenangan memberikan kesaksian terhadap


seluruh makhluk-Nya sehingga. Dia menjadikan kami pada posisi
pertama (utama), padahal kami umat yang paling akhir. Ini
menunjukkan bahwa tidak ada yang memberi kesaksian, kecuali orang
yang adil, dan tidaklah berbekas kata seseorang pada orang lain,
kecuali kata-kata yang adil.

c. Mudah dan tidak mempersulit


Kemudahan dan menghilangkan kesulitan adalah posisi tinggi yang
ada di antara ifrath dan tafrih, antara tasyaddud dan tanaththu
(ekstrem), antara ihmal dan tadhyi‟ (lalai dan menyia-nyiakan). Sikap
wasathiyyah adalah sumber kesempurnaan. Dan memberi keringanan,
toleransi, menghilangkan kesulitan hakikatnya adalah jalan diantara
keadilan dan sikap pertengahan.

d. Hikmah
Hikmah adalah sesuatu yang mencegah dari kebodohan. Maka ilmu
disebut juga hikmah, sebab mencegah seseorang dari kebodohan.
Dengan ilmulah diketahui pencegahan dari kebodohan, yang tak lain
(kebodohan itu) adalah setiap perbuatan yang jelek.

e. Istiqamah
Ar-raghib Al-Asbahani mengatakan Istiqamah insani (istiqomah
manusia) artinya adalah komitmen menempuh manhaj yang lurus
(mustaqim), seperti firman-Nya. sesungguhnyan orang-orang yang
mengatakan, “Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka istiqamah
(mengukuhkan pendirian mereka)”.

f. Bayniyah (Pertengahan)
Sifat al-bayniyah adalah hal penting untuk menentukan
wasathiyyah yang sebenarnya. Al-Bayniyah ini bukan hanya
berhubungan dengan tempat, ini yang memberi indikasi atas adanya
tawazun (keseimbangan), Istiqomah, dan adil. Inilah yang kemudian
23

melahirkan al-Khairiyah. Itulah Wasathiyyah, yang ditetapkan oleh


para ulama yang mulia, dulu dan kini.

3. Prinsip-prinsip Moderasi Beragama dan Berbangsa


Prinsip dasar moderasi ialah adil dan berimbang. Salah satu
prinsip dasar dalam moderasi beragama dan berbangsa adalah selalu
menjaga keseimbangan di antara dua hal, misalnya keseimbangan
antara akal dan wahyu, antara jasmani dan rohani antara hak dan
kewajiban, antara kepentingan individu dan kemaslahatan komunal,
antara keharusan dan kesukarelaan, antar teks agama dan ijtihad tokoh
agama, antara gagasan ideal dan kenyataan, serta keseimbangan antara
masa lalu dan masa depan. Dalam KBBI, kata adil, diartikan :

a. Tidak berat sebelah / tidak memihak


b. Berpihak pada kebenaran
c. Sepatutnya / tidak sewenang-wenang

Prinsip yang kedua, keseimbangan, adalah istilah untuk


menggambarkan cara pandang, sikap, dan komitmen untuk selalu
berpikir pada keadilan, kemanusiaan, dan persamaan. Kecenderungan
untuk bersikap seimbang bukan berarti tidak punya pendapat. Mereka
yang punya sikap seimbang berarti tegas, tetap tidak keras karena
selalu berpihak kepada keadilan, hanya saja keberpihakannya itu tidak
sampai merampas hak orang lain sehingga merugikan. Keseimbangan
dapat dianggap sebagai bentuk cara pandang untuk mengerjakan
sesuatu secukupnya, tidak berlebihan dan juga tidak kuang, tidak
konservatif dan juga tidak liberal.23

23
Lukman Hakim Saifuddin, Moderasi Beragama,(Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian
RI, cet. 1, 2019), h. 19.
24

Ada lima prinsip-prinsip dasar moderasi islam yang harus


dipahami dan diimplementasikan dalam kehidupan islam yang
moderat, diantaranya sebagai berikut24 :

a. Prinsip Keadilan (Al-„Adl)

Disepakati oleh para ahli tafsir klasik maupun modern, bahwa arti
sesungguhnya dari moderat atau wasahan adalah keadilan dan kebaikan.
Oleh karena nya tidak ada moderasi tanpa keadilan dan tidak ada keadilan
tanpa moderasi, semakin moderat sebuah sikap terhadap lingkungan dan
manusia, maka semakin adil dan baik pula hidup mereka. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa moderasi harus melahirkan keadilan dan kebaikan
bukan sebaliknya, kapan sebuah pemikiran dan sikap dipandang adil dan
baik, maka itu adalah moderasi.

b. Prinsip Kebaikan (Al-Khairiyah)


Prinsip dasar yang kedua dari moderasi islam adalah kebaikan.
Sebagian ulama tafsir juga menafsirkan kata wasathan pada ayat 243 surat
Al-Baqarah, adalah kebaikan Al-Khair :

۟ ُ‫ٱَّللُ ُمُت‬
َّ ‫ُا ثُ َّم أَحْ ٰيٍَُ ْم ۚ إِ َّن‬
َ‫ٱَّللَ نَ ُذ‬ ِ ُْ‫ُف َح َذ َر ْٱن َم‬
َّ ‫ث فَقَا َل نٍَُ ُم‬ ۟ ‫نَ ْم تَ َز إنَى ٱنَّ ِذيهَ َخ َزج‬
ٌ ُ‫ُُا ِمه ِد ٰيَ ِز ٌِ ْم ٌََُ ْم أُن‬ ِ
ٰ
ِ َّ‫اص ََنَ ِك َّه أَ ْكثَ َز ٱنى‬
َ‫اص ََل يَ ْش ُكزَُن‬ ِ َّ‫فَضْ ٍم َعهَى ٱنى‬
Artinya : “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar
dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya)
karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: "Matilah kamu",
kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai
karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur”.
(Q.S Al-Baqarah : 243)

Moderasi adalah kebaikan itu sendiri. Bila sebuah sikap tidak


mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan, maka dapat dipastikan sikap
tersebut tidak moderat, sebaliknya sikap ekstrem, radikal dan liberal akan

24
Khairan Muhammad Arif, Islam Moderasi: Tela‟ah Komprehensif Pemikiran Wasathiyyah
Islam, pespektif Al-Qur‟an dan As Sunnah, Menuju Islam Rahmatan Li AlAlamin, (Jakarta:
Pustaka Ikadi, 2020), h. 73-80
25

melahirkan keburukan bahkan kejahatan baik bagi diri pelakunya maupun


bagi orang lain.

c. Prinsip Hikmah (Al-Hikmah)


Modersi Islam, selain memiliki prinsip keadilan dan kebaikan juga
memiliki hikmah dan kearifan dalam semua bentuk dan dimensi ajaranya,
tidak ada ajaran islam yang tidak mengandung hikmah dan tidak ada
syariatnya yang bertentangan dengan hikamah. Ibnu Qayyim berkata;
“sesungguhnya bangunan utama syariah, adalah berdiri atas hikmah-
hikmah dan maslahat hamba, baik dalam kehidupan dunia maupun
kehidupan akhirat, dia adalah keadilan seluruhnya, rahmat seluruhnya,
maslahat seluruhnya dan hikmah seluruhnya”.

d. Prinsip Konsisten (Al-Istiqomah)


Ibnu Qayyim Al-Jauziyah membagi istiqimah atau konsisten pada 5
dimensi, diantaranya :
1) Konsisten mengesakan Allah melalui keinginan, ucapan, perbuatan
dan niat, yang disebut ikhlas
2) Konsisten memastikan terlaksananya semua amal sesuai dengan
syariah terhindar dari bid„ah, yang disebut megikutui
3) Konsisten dalam semangat beramal untuk taat pada Allah sesuai
kemapuan
4) Konsisten dalam moderat atau pertengahan pada setiap amal,
terhindar dari berlebihan dan mengurangi (ekstrim kanan dan
ekstrim kiri)
5) Konsisten berada dalam batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh
syariah dan tidak tergoda oleh hawa nafsu.

Wasathiyyah adalah pemikiran dan sikap konsisten atau istiqomah


berada pada posisi pertengahan dan moderat, tidak mudah terbawa pada
posisi arus ekstrim atau arus berlebihan atau liberal. Wasathiyyah adalah
sikap konsisten untuk tetap berada di jalan yang lurus yang dalam istilah
26

sekarang disebut moderasi beragama. Agama dipahami bukan dalam


bentuk ekstrem tetapi dalam bentuk ramah, akrab, damai, santun dan
rukun, sebagaimana firman Allah Swt :
‫ص ٰ َزطَ ْٱن ُم ْستَقِي َم‬
ِّ ‫ٱ ٌْ ِذوَا ٱن‬
Artinya : “Tunjukilah kami jalan yang lurus”. (Q.S Al-Fatihah : 6)

e. Prinsip Keseimbangan (At-Tawazun)


Salah satu prinsip dasar wasatiyyah adalah keseimbangan (At-
Tawazun), bahkan keseimbangan adalah salah satu pandanan kata adil atau
“At-Ta‟adul”. Prinsip At-Tawazun juga mewajibkan moderat dalam
memandang nilai-nilai rohani dan spiritual, sehingga tidak terjadi
kesenjangan antara rohani dan materi. Islam sarat dengan ajaran spiritual
dan keimanan, namun tidak melupakan hal-hal yang bersifat materi,
seperti: harta, makan dan minum, tidur, menikah dan sebagainya.

B. Moderasi Beragama pada Zaman Rasulullah


Misi dakwah Nabi Muhammad SAW di Mekkah selama tiga belas
tahun, sedangkan dakwah di Madinah selama sepuluh tahun lamamya.
Dakwah di Mekkah adalah membangun pondasi aqidah yang benar dan
lurus. Sedangkan di Madinah membangun dan mengembangkan peradaban
agama Islam sehingga Islam menjadi agama besar dunia, menjadi cahaya
yang menyinari dunia dan menjadi mesuar ilmu pengetahuan. Nabi
Muhammad SAW di Mekkah sebagai pemimpin agama, sedangkan di
Madinah bukan saja sebagai pemimpin agama melainkan juga pemimpin
kepala negara.

Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negara yang mengatur dan


menata kehidupan masyarakat Madinah yang majemuk karena di sana ada
berbagai suku atau kabilah. Secara garis besar masyarakat Madinah pada
saat itu terbagi atas tiga golongan, yaitu [1] Umat Islam yang terdiri dari
kelompok Aus, Khazraj dan Muhajirin, [2] Kaum Musyrikin yang terdiri
dari kelompok Aus, Khazraj dan kelompok lain yang belum masuk Islam,
[3] Kaum Yahudi yang terdiri dari beberapa kabilah, seperti Bani Qainuqa
27

yang berafiliasi dengan Khazraj, Bani Nadzir dan Quraizhah yang


bergabung dengan Aus. Sedangkan kaum Aus dan Khazraj ini, sejak
zaman jahiliah selalu hidup bermusuhan sehingga di antara keduanya
sering terjadi peperangan. Ketika Nabi Muhammad SAW datang di
Madinah, mereka masih tetap bermusuhan.25

Ketiga kelompok masyarakat Madinah tersebut, sebagai fenomena


kehidupan yang majmuk karena ada Muslim, Yahudi dan Musyrikin. Hal
ini, bisa terjadi munculnya perpecahan dan permusuhan, bila ada yang
menghembuskan fitnah dan adu dombah sehingga bisa menjadi perang
saudara yang ada di Madinah. Dengan kondisi seperti ini, Nabi
Muhammad SAW dengan kecerdasan dan kepiawian dapat menangkap
sinyal-sinyal perpecahan karena kaum Yahudi dan kaum lainnya tidak
senang terhadap kemajuan umat Islam dan kuatnya persaudaraan antara
kaum Anshar dan Muhajirin.

Nabi Muhammad SAW dapat membaca strategi dan gerak-gerik


kaum Yahudi yang bisa bersatu dengan kaum Musyrikan Madinah dan
Mekkah untuk memusuhi dan memerangi kaum Muslimin. Sebelum terjadi
hal itu, Nabi langsung mengadakan musyawarah dengan kaum Muslimin
dan kaum Yahudi serta kaum Musyrikin untuk mengadakan perjanjian
yang bisa disepaki oleh semua pihak untuk keamanan dan pertahanan kota
Madinah. Oleh karena itu, yang melatar belakangi terbentuknya Piagam
Madinah diantaranya26 :

1. Adanya hijrah Nabi Muhammad Saw. dan umatnya dari Mekkah ke


Madinah atas perintah dan petunjuk Allah “Sesungguhnya orangorang
yang beriman, orang-orang yang berhijarh dan berjihad di jalan
Allah. Mereka itu mengharapkan rahmat Allah dan Allah Maha
Pengampun lagi Maham Penyayang” [QS. Al-Baqarah [2]: 218].

25
Said bin Ali Al-Qahthani, Dakwah Islam dan Dakwah Bijak, {Jakarta: Gema Insani Press,
1994}, cet. Ke-1, h. 123
26
Mansur, Syafiin. Kebebasan Beragama dalam Piagam Madinah, UIN Sultan Maulana
Hasanudin, Banten, Agustus 2017, h. 6-8
28

Ditegaskan lagi dengan firman-Nya “Barangsiapa berhijrah di jalan


Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang
luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa yang keluar dari rumahnya
dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian
kematian menimpanya [sebelum sampai ke tempat yang dituju], maka
sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang” [QS. An-Nisa [4]: 100].
2. Adanya kaum Anshar yang menerima kehadiran orang-orang Muslim
Mekkah di Madinah, sedangkan kaum Muhajirin adalah orang yang
hijrah dari Mekkah ke Madinah. Keduanya dijadikan oleh Nabi
bersaudara karena umat Islam adalah persaudara “Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara karena itu damaikan antara
kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat
rahmat” [QS. Al-Hujurat [49]: 10]. Ditegaskan lagi dengan sabda
Rasulullah Saw.“Mencaci-maki seorang mukmin adalah suatu
kejahatan dan memeranginya adalah suatu kekufuran” [HR. Muslim].
3. Adanya fenomena kehidupan masyarakat Madinah yang majemuk
karena terdapat suku atau kabilah, minoritas kaum Yahudi, Kristen,
Majusi maupun Musyrikan dan yang mayoritas adalah kaum Muslim.
Fenomena ini digambarkan dalam firman-Nya “Wahai manusia,
sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan. Kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.
Sungguh Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti” [QS. Al-Hujurat
[49]: 13].
4. Adanya kehidupan umat beragama yang ada di Madinah, baik kaum
Muslimin sebagai mayoritan dan kaum Yahudi, Kristen, Majusi dan
Musyrikin sebagai minoritas, Mereka bebas menjalankan agamanya di
Madinah tanpa ada paksaan “Tidak ada paksaan dalam [menganut]
agama [Islam], sesungguhnya telah jelas [perbedaan] antara jalan
29

yang benar dengan jalan yang sesat. Barangsiapa inkar kepada taghut
dan beriman kepada Allah maka sungguh dia telah berpegang teguh
pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui” [QS. Al-Baqarah [2]: 256].
5. Adanya bibit-bibit kecemburuan, ketidaksukaan dan permusuhan
antara suku yang satu dengan yang lain serta dengan kaum Muslimin
yang bisa menyebakan perpecahan dan peperangan mengatas namakan
agama. Sebab kaum Yahudi, Nasrani dan Musyrikan berusaha untuk
memadamkan cahaya agama Allah “Orang-orang Yahudi dan Nasrani
tidak akan senang kepadamu [Muhammad] sebelum engkau mengikuti
agama mereka. Katanlah: Sesunggunya petunjuk Allah itulah petunjuk
[yang sebenarnya]. Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka
setelah ilmu [kebenaran] sampai kepadamu, tidak aka nada bagimu
pelindung dan penolong dari Allah” [QS, Al-Baqarah [2]: 120].
Bahkan mereka berusaha untuk terus memadamkan cahaya Islam
sebagai agama Allah Yang Sempurna.
6. Adanya kota Yasrib berubah namanya menjadi Kota Madinah yang
harus dijaga keamanan, kebebasan, kedamaian dan kebersamaan
dengan masyarakat Madinah dari musuh-musuh yang akan memecah
belah kekuatan dan kesatuan, kedamaian dan ketenangan, perdamaian
dan keadilan yang harus dijaga bersama “Dan persiapkan dengan
segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang
kamu miliki dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh
Allah dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya,
tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan
Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak
akan dizalimu” [QS. Al-Anfal [8]: 60].
7. Adanya Nabi Muhammad SAW. sebagai kepala Negara di Madinah
yang sangat bijaksana, penuh kasih sayang dan keras dalam kezaliman
dan lemah lembut dalam keimanan dan kebenaran serta selalu
mengedapan kebaikan dan kedamaian, bukan kekerasan dan
30

peperangan. Tetapi bisa dilakukan peperangan bila tidak dapat di


damaikannya “Dan kalau ada du golongan dari mereka yang beriman
itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya, tapi kalau
yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain hendaklah yang
melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada
perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya
menurut keadilan dan hendaklah kamu berlaku adil. Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Orang-orang yang
beriman sesungguhnya bersaudara, sebab itu damaikanlah [perbaiki
hubungan] antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah,
supaya kamu mendapat rahmat” [QS. Al-Hujurat [49]: 9-10].

Jadi, terbentuknya naskah Piagam Madinah karena kebutuhan bagi


masyarakat Madinah untuk menuju masyarakat yang berperadaban dan
berkemajuan, baik dalam bidang agama, hukum, politik, sosial, pendidikan
dan budaya. Kesepakatan elemen bangsa Madinah untuk mewujudkan tata
kelola kehidupan bernegara yang demokratis dan diwujudkan dalam
sebuah kesepakatan konstitusional negara berupa Piagam Madinah sebagai
berikut27 :

1. Piagam Madinah pada hakikatnya suatu konstitusi negara yang berisi


nilai, norma, hukum dan aturan hidup dalam kemajemukan masyarakat
Madinah pada saat itu. Sebagai konstitusi Negara, piagam Madinah
lahir untuk menjadi acuan hidup dalam menciptakan negara Madinah,
suatu negara yang memiliki peradaban tinggi sebagaimana cita-cita
yang tergambar pada perubahan nama kota Yasrib diganti dengan
nama Madinah oleh Nabi Saw. Penggantian nama Yasrib menjadi
Madinah mengisyaratkan adanya suatu deklarasi bahwa di tempat baru
itu hendak diwujudkan suatu masyarakat beraturan sebagaimana

27
Fauzi, “Menyamai Perdamaian di Negeri Berjuta Perbedaan, Belajar dari Cara Nabi
Muhammad Saw. Membangun Toleransi”, dalam Rahmad Asril Pohan, Toleransi Inklusif
Menapak Sejarah Kebebasab Beragama Dalam Piagam Madinah, {Yogyakarta: Kaukaba
Dipantara, 2014}, cet. Ke-1, h. 12-14
31

idealnya suatu tatanan masyarakat yang berkeadaban. Kehidupan


masyarakat yang ditegakkan atas dasar kewajiban untuk patuh kepada
peraturan atau hukum.
2. Piagam Madinah berisi ajaran dasar akan pengakuan yang tinggi atas
perbedaan entitas sosial dan politik di Madinah kala itu. Negara
Madinah berdiri atas dasar pilar perbedaan, baik suku, etnis, politik
dan agama. Pengaakuan dan penghargaan yang tinggi dan sejati atas
substansi keberbedaan itulah hakikat toleransi inklusif yang diajarkan
Nabi Muhammad SAW kepada kita tentang bagaimana membangun
tatanan kehidupan yang lebih harmonis dan damai. Sikap bertentangan
rasa, menghormati padangan dan pemikiran orang lain, berlapang
dada, bermurah hati serta bersikap lemah lembut terhadap perbedaan
menjadi nilai dasar sikap toleransi yang sejati.
3. Piagam Madinah memberikan penghormatan dan penghargaan yang
tinggi kepada kelompok-kelompok minoritas. Hal yang esensial,
meskipun secara agama Nabi Saw dan pengikutnya sebagai mayoritas,
piagam Madinah memberikan jaminan dan perlindungan kepada
seluruh elemen masyarakat untuk beragama dan menjalankan ajaran
agamanya. Piagam Madinah juga memberikan ruang partisipasi kepada
public untuk berkontribusi terhadap pembangunan negara Madinah,
Negara dan bangsa beradab hanya akan lahir manakala semua
kepentingan dan aspirasi terakomodir dan terlayani. Nabi Saw. telah
mencotohkan bagaimana negara dan bangsa Madinah yang saat itu
dibangun terdiri dari entitas sosila dan politik yang majemuk dapat
hidup dalam kedamaian.

Piagam Madinah yang memuat 47 pasal sebagai dokumen yang


ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW pada lima belas abad yang lalu
dan merupakan bukti sejarah yang belum ada naskah seperti itu yang
menghormati prinsip umat manusia, persammaan dan kebebasan,
hubungan antar pemeluk agama, keamanan dan kedamaian, musyawarah
dan keadilan. Bahkan Ja‟far Subhani menegaskan bahwa Piagam Madinah
32

merupakan dokumen sejarah yang hidup dan dengan jelas menunjukkan


betaapa Nabi mengormati prinsip-prinsip kebebasan, ketertiban, keadilan
dalam kehidupan dan menciptakan melalui butir-butir persetujuan itu suatu
front yang terpadu menghadapi serangan dari luar.28

Piagam Madinah sebagai dokumen politik ini, diawali dengan


kalimat bismillahirrahmanirrahim, dengan menyebut nama Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan diakhari dengan menyebut Allah
sebagai pelindung bagi yang berbuat baik dan bertakwa dan Muhammad
adalah Rasulullah Saw. Dokumen ini, berarti menunjukkan bahwa Allah
dan Rasul-Nya yang menjamin hak kebebasan manusia baik kebebasan
beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan berpolitik maupun
kebebasan berkerja dan lain sebagainya yang tertuang dalam butir-butir
Piagam Madinah yang merupakan aplikasi dari ayatayat Allah Yang Maha
Kuasa.

Kebebasan manusia tersebut, tertuang dalam Piagam Madinah


karena menurut Sayuthi Pulungan bahwa ada sejumlah pasal mengenai
kebebasan yang diperuntukkan bagi segenap warga Madinah adalah [1]
Kebebasan melakukan adat kebiasaan yang baik, [2] Kebebasan dari
kekurangan, [3] Kebebasan dari penganiayaan, [4] Kebebasan dari rasa
takut, [5] Kebebasan berpendapat, dan [6] Kebebasan beragama29

C. Moderasi Berbangsa pada Zaman Kerajaan Nusantara


Konsep Moderasi Berbangsa ini sebenarnya sudah ada sejak
zaman-zaman kerajaan di Nusantara, bahkan kerajaan kuno tahu
pentingnya persatuan dan kesatuan berbangsa. Berdasarkan fakta sejarah,
tidak bisa dipungkiri bahwa Majapahit selalu identik dengan penyatuan
nusantara yang diprakarsai oleh Patih Amangkubumi Gajah Mada melalui
Sumpah Palapa.

28
Ja‟far Subhani, Ar-Risalah Sejarah Kehidupan Rasulullah Saw., {Jakarta: Lentera Basritama,
1996}, cet. Ke-1, h. 297
29
Sayuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau dari
Pandangan Al-Qur‟an, {Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994}, cet. Ke-1, h. 157-166
33

Puncak kejayaan Kerajaan Majapahit ditandai dengan terwujudnya


gagasan penyatuan wilayah-wilayah Nusantara. Suatu gagasan yang
pernah direalisasikan oleh Kertanegara (Raja Singasari terakhir) dan
Tribuana Wijayatunggadewi (raja ke tiga Majapahit). Adanya topangan
spirit Sumpah Palapa serta politik Patih Amangkubhumi Gajah Mada.

Kerajaan Majapahit semasa pemerintahan Hayam Wuruk tersebut


berhasil mengembangkan wilayah kekuasaannya di seluruh Nusantara.
Sempat terjadi perang Bubat karena saat bersitegang antara Kerajaan
Majapahit dengan Kerajaan Sunda Pajajaran yang menewaskan Prabu
Linggaubuana, Dyah Pitaloka beserta pembesar istana Sunda Pajajaran.30

Pada zaman kerajaan-kerajaan islam di Nusantara juga turut


memberikan pengaruh yang besar di Indonesia, diantaranya Kerajaan
Demak yang dipimpin saat itu oleh Raden Patah, ia merupakan pelopor
dalam perkembangan dan penyebaran Islam, serta memfasilitasi konsultasi
dan kerjasama antara Ulama dan Umara (penguasa). Dalam bidang hukum
Islam dan perkembangannya, Raden berusaha menerapkan hukum Islam
dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, ia membangun istana dan
mendirikan masjid (1479). Masjid ini masih terkenal sampai sekarang
sebagai Masjid Agung Demak.31

Di selatan pulau jawa juga terdapat kerajaan yang turut


mempelopori konsep persatuan kebangsaan diantaranya Keraton
Yogyakarta sebagai kerajaan Islam mewarnai dalam budaya keagamaan
yang baru, dibuktikan dengan adanya masjid gedhe sebagai simbol
kebaharuan serta langar langar yang berada dalam Kawasan kraton
Yogyakarta. Lahirnya kampung Kauman dimulai dengan adanya
penempatan abdi dalem pamethakan, yang bertugas dalam bidang

30
Agus Susilo, Andriana Sofiarini, Gajah Mada sang Maha Patih Pemersatu Nusantara dibawah
Majapahit Tahun 1336 – 1359 M, Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora
(KAGANGA) Volume 1, No 1, Juni 2018, h. 69
31
Muljana, Slame, Runtuhnya Kerajaan Hindu- Jawa dan Timbulnya NegaraNegara Islam di
Nusantara. Yogjakarta, 2007
34

keagamaan, khususnya urusan kemasjidan, disebuh lokasi khusus.


Beberapa abdi dalem yang mengurus masjid Agung Yogyakarta diberi
tempat oleh sultan disekitar masjid. Beberapa keluarga abdi dalem itu
kemudian membentuk masyarakat, yang disebut dengan masyarakat
Kauman. Lokasi tinggal dari masyarakat Kauman disebut dengan nama
kampung Kauman.32

32
Adaby Darban, Sejarah Kauman menguak identitas kampung Muhammadiyah. (Yoyakarta.
Suara Muhammadiyah. 2010) h. 2
BAB III
RIWAYAT HIDUP KH. AHMAD DAHLAN, KARYA DAN
PEMIKIRANNYA

A. Profil KH. Ahmad Dahlan


Ahmad Dahlan lahir dengan nama kecil Muhammad Darwis. Ia
lahir dari keluarga yang religius dan terpandang di masyarakat Kauman.
Ayahnya yang bernama Abu Bakar bin Sulaiman merupakan khatib besar
di Masjid Kesultanan Yogyakarta. Sang ibu, Siti Aminah adalah putri Haji
Ibrahim bin Hasan, seorang penghulu yang mengabdi di Kraton
Yogyakarta. Kiai Haji Ahmad Dahlan lahir di Kauman pada tahun 1868,
dan merupakan anak keempat dari tujuh bersuadara yang semuanya adalah
perempuan, kecuali adiknya yang paling bungsu. Muhammad Darwis
dilahirkan satu tahun setelah lindu (gempa) yang mengahncur leburkan
serambi Masjid Gede, kecuali ruang utama shalat. Anak yang dilahirkan
setelah gejala alam yang dahsyat memang dipercaya masyarakat, waktu itu
dimaknai sebagai suatu pertanda baik.33

Dalam silsilah, Darwis termasuk keturunan ke-12 dari Maulana


Malik Ibdrahim, seorang wali terkemuka di anatar Wali Sugono yang
merupakan pelopor pertama dri penyebaran dan pengembangan Islam di
Tanah Jawa. Adapun silsilah ialah Muhammad Darwis (Ahmad Dahlan)
bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kiai Murtadla bin
Kiai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung
Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin
Aulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana Ainul Yaqin bin
Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim. Ketika berusia delapan tahun,
Darwis sudah bisa membaca AlQur‟an dengan lancar sampai khatam.
Menjalang dewasa, Darwis mulai mengaji dan menuntut Ilmu Fiqih
(Syariah Hukum) kepada KH. Muhammad Saleh.

33
Adi Nugroho. Biografi Singkat KH. Ahmad Dahlan. (Yoyakarta, Garasi, 2018). h.11

35
36

Ketika Darwis berumur 18 tahun, orang tuanya menikahkannya


dengan putri dari KH. Muhammad Fadlil yang bernama Siti Wlidah pada
bulan Dsulhijjah tahun 1889 dalam suasana yang tenang. Dari
pernikahannya dengan Siti Walidah KH. Ahmad Dahlan mendapat enam
orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyon, Irfan Dahlan, Siti
Aisyah, dan siti Saharah.34

Selain menikah dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan pernah


menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi
Nyai Rum, Adik KH. Munawwir dari Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga
mempunyai putra dari pernikhannya dengan Nyai Aisyah (Adik Adjengan
Penghulu) dari Cianjur. Anak Laki- laki itu diberinama Dandanah. KH.
Ahmad Dahlan pun pernah menikah dengan Nyai Yasin dari Pakualaman.

Sejak kecil, Darwis hidup dalam lingkungan yang tenteram dan


masyarakat yang sejahtera. Dia selalu hidup berdampingan dengan kedua
orangtua, kerabat, dan para alim ulama yang menyejukkan. Tak heran jika
Darwis mempunyai budi pekerti yang baik dan ahlak yang suci.

B. Riwayat Pendidikan dan Karya-karya KH. Ahmad Dahlan


Pada masa kecilnya Muhammad Darwis dikenal sebagai pribadi
yang tegas dan memiliki jiwa kepemimpinan. Sebagai anak seorang khatib
amin Masjid Gede, pendidikan agama Muhammad Darwis sangat
diperhatikan. Sehingga, sejak kecil ia terbiasa mempelajari kitab-kitab
klasik karangan ulama Nusantara. Kakak-kakak ipar Muhammad Darwis
adalah kiyai Haji Lurah Muhammad Noor, Kiyai Haji Muhsin, dan Kiyai
Haji Muhammad Saleh. Dari Kiyai Noor, ia belajar mengenai ilmu fiqih.
Ilmu tata bahasa Arab, nawhu, ia pelajari dari Kiyai Muhsin. Sedangkan
dari Kiyai Saleh, ia belajar tentang bahasa Arab.

Muhammad Darwis mampu membaca Al-Qur‟an dengan lancar


dan khatam di usia delapan tahun. Ia juga rajin mengaji dan bermain
34
Abdul Munir Mulkhan, Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan KIAI AHMAD DAHLAN.
(PT Kompas Media Nusantara:Jakarta, 2010), h. 36
37

dengan teman-teman sebayanya. Kondisi masyarakat masa itu, meski


beragama Islam, tetapi masih kuat kepercayaan animismenya. Dalam
beragama masyarakat juga cenderung membebek dengan tradisi
peninggalan leluhur. Sehingga, berbagai upacara keagamaan tetap
dilakukan dengan anggapan bahwa hal tersebut merupakan kewajiban,
misalnya tahlilan, yasinan, dan rewutan. Berbagai tradisi yang berkembang
di masyarakat menjadikan Muhammad Darwis gelisah, pada umur 10
tahun, telah mempertanyakan pentingnya beberapa tradisi yang
memberatkan masayarakat ketika itu. Misalnya, tradisi yasinan untuk
memperingati kematian seseorang. Hal tersebut, oleh Muhammad Darwis
dianggap memberatkan seseorang karena dalam praktiknya (ketika itu),
membutuhkan jamuan-jamuan mewah dan untuk mendapatkannya kerap
harus berhutang pada lintah darat.

Beberapa tradisi keagamaan tersebut diakibatkan usaha para wali


dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara. Ketika para wali
mengenalkan ajaran-ajaran Islam dengan menyusupkan kedalam tradisi
masyarakat. Walaupun pengajaran tentang shalat, puasa dan sebagainya
telah diberikan tetapi para wali belum sempat menjelaskan hikmah dan
faedah ibdah- ibadah tersebut. Karenanya ibadah waktu itu baru menjadi
upacara keagamaan dan belum dipahami maksud dan tujuanya.
Masyarakat cenderung menerima begitu saja tradisi yang telah ada.
Bahkan anggapan bahwa tradisi tersebut merupakan suatu kewajiban telah
mewabah di masyarakat. Sehingga ibadah dianggap tidak sah apabila tidak
menjalankan tradisi tertentu.

Hal inilah yang menjadikan Muhammad Darwis berontak. Ia


gelisah dan kerap mempertanyakan pentingnya tradisi-tradisi tersebut.
Salah satunya pertanyaan Muhammad Darwis yang membuat sang
ayahnya marah adalah mengenai ruwatan.35

35
Imron Mustofa. KH. Ahmad Dahlan Si Penyantun. (Yogyakarta, Diva Press, 2018). h. 27-30
38

Pada abad ke-19 berkembang suatu tradisi mengirimkan anak


kepada guru untuk menuntut ilmu, dan menurut Karel Steebbrink
sebagaimana yang dikutip oleh Weinata Sairin ada enam macam guru
yang terkenal pada masa itu; guru ngaji Quran, guru kitab, guru tarekat,
guru untuk ilmu ghaib, penjual jimat dan lain-lain, guru yang tidak
menetap disuatu tempat. Dari lima macam guru tadi, Muhammad Darwis
belajar mengaji Quran pada ayahnya, sedangkan belajar kitab pada guru-
guru yang lainnya.36

Setelah menginjak dewasa, Muhammad Darwis mulai membuka


kebetan kitab mengaji kepada K.H. Muhammad Saleh dalam bidang
pelajaran ilmu Fiqih dan kepada K.H. Muhsin dalam bidang ilmu Nahwu.
Kedua guru tersebut, merupakan kakak ipar yang rumahnya berdampingan
dalam satu komplek. Sedangkan pelajaran yang lain berguru kepada
ayahnya sendiri, juga berguru kepada K.H. Muhammad Noor bin K.H.
Fadlil, Hoofd Panghulu Hakim Kota Yogyakarta dan K.H. Abdulhamid di
Kampung Lempuyang Wangi Yogyakarta.37

Ketika masa dewasa (tahun 1890) K.H Ahmad Dahlan menunaikan


ibadah haji ke Makkah. Di Makkah beliau tidak hanya menunaikan ibadah
haji saja, tetapi juga memperluas pengetahuannya dengan berguru kepada
para Alim Ulama‟ Indonesia yang sudah bermukim disana seperti; K.H.
Makhfudz dari Termas, K.H. Nakhrawi (Muhtaram) dari Banyumas, K.H.
Muhammmad Nawawi dari Bantan, serta kepada para alim ulama Makkah
yang sudah dikenalnya di Jawa.

Penting sekali dicatat bahwa dalam kepergian kedua kali di


Makkah ini, Ahmad Dahlan sempat berjumpa dengan Rasyid Ridha, tokoh
pembaharuan Islam di Mesir. Perjumpaannya dan dialog dengan Rasyid
Ridha ini memberikan pengaruh yang kuat terhadap pemikiran Ahmad

36
Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan 2005
cetakan 3, h.38
37
Muhammad Soedja, Cerita Tentang Kiyai Haji Ahmad Dahlan, Jakarta : Rhineka Cipta, h. 202
39

Dahlan, karena pandangan para pembaharu Islam itu menitikberatkan pada


pemurnian tauhid (keesaan Allah), tidak beriman secara Taklid (secara
membabi buta percaya kepada keterangan seseorang tanpa mengetahui
landasan yang Primer); yang selama ini juga dipikirkan oleh Ahmad
Dahlan. Selain pertemuan yang sangat bermanfaat dengan para tokoh
pembaharu, beliau juga membaca dan menelaah berbagai kitab.

Diantara kitab-kitab yang menjadi kegemaran serta mengilhami


beliau dalam hidup dan perjuangannya, diantaranya yaitu :
a. Kitab Tauhid karangan Syeikh Muhammad Abduh
b. Kitab Tafsir Juz ‟Amma karangan Syeikh Muhammad Abduh.
c. Kitab Kanzul ‟Ulum (Gudang Ilmu-ilmu)
d. Kitab Dairatul Ma‟arif karangan Farid Wajdi
e. Kitab-kitab fil Bid‟ah karangan Ibnu Taimiyah, diantaranya
yaitu Kitab At-Tawasul wal-Washilah karangan Ibnu Taimiyah.
f. Kitab Al-Islam wan-Nashraniyyah, kitab karangan Syeikh
Muhammad Abduh.
g. Kitab Izhharul-Haqq karangan Rahmatullah Al Hindi.
h. Kitab-kitab Hadish karangan ulama‟ Madzhab Hambali.
i. Kitab-kitab Tafsir Al Manar karangan Syyid Rasyid Ridha dan
majalah Al ‟Urwatul-Wutsqa.
j. Tafshilun-Nasjatain Tashilus-Syahadatain.
k. Matan Al Hikam li Ibn Athailah.
l. Al-Qashaid ath-Thasyiah Abdullah al-Aththas, dan lain-lain
Hal-hal ini terbukti dari semua kitabnya yang akhirnya didermakan
kepada Muhammadiyah Bagian Taman Pustaka.38

Dalam perjalanan hidupnya Ahmad Dahlan pernah juga menjadi


guru agama di sekolah-sekolah Kweekschool Yogyakarta dan berbagai
sekolah lainnya, sebelum ia aktif dalam gerakan Muhammadiyah. Ahmad
Dahlan pernah memasuki Budi Utomo tahun 1909 dengan maksud

38
Junus Salam, K.H Ahmad Dahlan Amal dan Perjuangannya, Banten : Al-Wasat, h. 59
40

memberikan pelajaran agama kepada para anggotanya. Melalui cara ini


Ahmad Dahlan berharap agar ia nanti dapat memberikan pelajaran agama
disekolah-sekolah Pemerintah karena Anggota-anggota Budi Utomo itu
pada umumnya bekerja di sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah
dan di kantor-kantor pemerintah. Ia juga mengharapkan agar para guru
yang mendapatkan pelajaran dari Ahmad Dahlan dapat meneruskan
kepada murid mereka masing-masing. Ceramah-ceramah yang diberikan
Ahmad Dahlan rupanya memenuhi harapan para anggota Budi Utomo,
sehingga mereka itu menyarankan agar dibuka sekolah sendiri yang diatur
dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang permanen.

Ahmad Dahlan melihat bahwa organisasi Jami‟at Khoir yang


didirikan di Jakarta 17 Juli 1905, memiliki hubungan dengan Timur
Tengah, maka ia yang haus akan informasi serta perintisan hubungan
dengan Timur Tengah, memasuki organisasi tersebut. Ahmad Dahlan
berkenalan dengan Syeikh Surkati, yang didatangkan oleh Jami‟at Khoir
dari Mesir tahun 1911. Keduanya saling berjanji untuk mendirikan
organisasi kader dalam upaya mendukung cita-cita kemajuan Islam.

Keikut sertaanya dalam berbagai organisasi sebagaimana


disebutkan diatas, perjumpaannya dengan berbagai tokoh, memberikan
pengaruh yang semakin kuat bagi Ahmad Dahlan dalam merealisasikan
cita-cita pembaharuannya. Sampai akhirnya beliau mendirikan organisasi
yang diberi nama Muhammadiyah pada tahun 1912 di Yogyakarta.

Jasanya yang besar di berbagai bidang diakui oleh Pemerintah


ketika Presiden Soekarno dalam Surat Keputusan No. 675 tahun 1961
tanggal 27 Desember, menetapkan Ahmad Dahlan sebagai pahlawan
Nasional. Dasar-dasar penetapan itu ialah :

1. KH. Ahmad Dahlan menyadarkan umat Islam Indonesia bahwa


mereka adalah bangsa yang terjajah yang masih harus untuk belajar
dan berbuat.
41

2. KH. Ahmad Dahlan melalui organisasi Muhammadiyah yang


didirikannya memberikan ajaran Islam yang Murni, yang menuntut
kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat
dengan dasar iman dan Islam.
3. Muhammadiyah telah mempelopori usaha sosial dan pendidikan
yang diperlukan bagi kemajuan bangsa, dengan ajaran Islam.
4. Muhammadiyah dengan melalui organisasinya wanitanya; Aisyiah
telah mempelopori kebangunan wanita Indonesia untuk mengecap
pendidikan yang setingkat dengan kaum pria.39

KH. Ahmad Dahlan dikenal sebagai pribadi yang kuat dalam


memegang prinsip, tetapi tidak fanatik. Perjuangan KH. Ahmad Dahlan
dalam berdakwah penuh liku, hingga melahirkan Muhammadiyah.
Berdasar pada surat Ali-Imran ayat 104, ia mendirikan Muhammadiyah
dengan harapan bisa melakukan tugas agama, yaitu amar ma‟ruf nahi
munkar. Semangat dalam berdakwah dan keberpihaknya kepada
mustadh‟afin (orang-orang lemah) telah melahirkan berbagai fasilitas
publik, seperti rumah sakit, panti asuhan, dan sekolah. Sebuah gebrakan
yang pada masanya dianggap menyimpang karena dianggap meniru gaya
Barat dan agama Kristen.

KH. Ahmad Dahlan merupakan sosok yang sekuat tenaga


mengamalkan ajaran-ajaran agama dengan baik. Selama di Timur Tengah,
KH. Ahmad Dahlan berguru dengan banyak ulama dan cedikiawan Islam
yang berpikiran maju. Di sela-sela upayanya menimba ilmu, ia belajar
ilmu falak. Ilmu Falak inilah yang langsung dipraktikan KH. Ahmad
Dahlan sepulang dari hajinya yang pertama. KH. Ahmad Dahlan
menyarankan kepada tokoh agama untuk mengubah arah kiblat. Ide
mengubah arah kiblat, KH. Ahmad Dahlan dapatkan setelah mempelajari
ilmu falak. Akan tetapi, ide mengubah arah kiblat yang telah disampaikan

39
Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan 2005
cetakan 3, h. 41-42
42

keberapa tokoh agama setempat, tidak mendapatkan respon yang baik.


Hasilnya, ide tersebut ditolak. Hal ini terjadi sekitar tahun 1898.

Meski demikian, hal tersebut tidak menjadikan KH. Ahmad Dahlan


menyerah. KH. Ahmad Dahlan telah meluruskan Kiblat Langgar Kidul.
Hal ini sebagai bukti bahwa dalam berjuang KH. Ahmad Dahlan tidak
mudah menyerah Ia tetap mempertahankan kebenaran dan kayakinannya.
Penolakan tokoh-tokoh agama atas ide tersebut tidak membuatnya putus
asa. Ia memulai dari dirinya sendiri, yaitu dengan mengarahkan kiblat
Langgar Kidul dengan bantuan peta ke arah yang sebenarnya yaitu
Ka‟bah.40

KH. Ahmad Dahlan adalah salah satu pahlawan nasional yang


banyak bejasa memajukan pendidikan bagi kaum pribumi, baik kaum pria
maupun wanita. Dalam Surat Keputusan (SK) Presiden No. 657 tahun
1962, KH. Ahmad Dahlan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional adat
dasar :

1. kepoloporan kebangsaan umat Islam untuk menyadari nasibnya


sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat
2. berjasa mengajarkan upaya menuntut kemajuan, kecerdasan, dan
beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam,
3. kepeloporan amal usaha sosial dan pendidikan Muhammadiyah
yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa,
dengan jiwa ajaran Islam
4. kepeloporan kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap
pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.41

KH. Ahmad Dahlan, tidak pernah menuliskan sebuah buku yang


berisi tentang pemikirannya, atau kritikan-kritikannya terhadap ajaran-
ajaran agama, sehingga KH. Ahmad Dahlan tidak memiliki karya yang
berbentuk tulisan. Hal ini disebabkan karena kondisi masyarakat Jawa saat
40
Imron Mustofa. K.H. Ahmad Dahlan Si Penyantun.(Yogyakarta, Diva Press, 2018). h. 51- 55
41
Mukhrizal Arif. Pendidikan Pos Modernisme. ( Yogyakarta, AR-RUZZ MEDIA, 2016). h.131
43

itu, sehingga membuatnya tidak mempunyai waktu untuk menuliskan


buku-buku tentang pemikirannya.

KH. Ahmad Dahlan memang tidak pernah menuliskan sebuah


karya yang berisi tentang pemikirannya. Namun, dia telah berhasil
mendirikan organisasi yang cukup besar dan berkembang hingga saat ini,
organisasi yang didirikan KH. Ahmad Dahlan cukup besar memberikan
pengaruh terhadap Perkembangan Islam Indonesia. Berikut karya-karya
atau lembaga yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan diantaranya adalah :

1. Sekolah Calon Guru “Al-Qismul Arqa “


2. Sekolah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (setaraf dengan volkschool)
3. Menerbitkan buku-buku masalah fiqih, akaid, tajwid, hadist, sejarah
para Nabi dan Rasul.
4. Mendirikan Panti Asuhan Yatim Piatu
5. Mendirikan Majlis pembina kesehatan dan pengembangan masyarakat
6. Ikatan Seniman dan Budayawan Muhammadiyah (ISBM)
7. Majelis Ekonomi Muhammadiyah.42

C. KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhamadiyah


Dalam rangka pendirian Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan
melakukan berbagai langkah sebagai persiapan berdirinya
Muhammadiyah. Langkah Pertama, KH. Ahmad Dahlan menemui dan
berdiskusi dengan Budiharjo dan R. Dwijosewojo, guru kweekschool di
Gubernement Jetis. Ini dilakukan setelah mengadakan pertemuan dengan
para santrinya. Langkah kedua, K.H. Ahmad Dahlan mengadakan
pertemuan dengan orang-orang dekat, dan memikirkan bakal berdirinya
organisasi tersebut. Agenda pertemuan tersebut membahas mengenai nama

42
Munir Mulkhan SU, Pesan dan Kisah KH Ahmad Dahlan dalam Hikmah Muhammadiyah,
(Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), h. 13.
44

perkumpulan, maksud, tujuan, serta tawaran siapa yang bersedia untuk


menjadi anggota Budi Utomo.43

Langkah ketiga, KH. Ahmad Dahlan dan ke enam anggota baru


Budi Utomo itu mengajukan permohonan kepada Hoofdbestuur Budi
Utomo supaya mengusulkan berdirinya Muhammadiyah kepada
pemerintah Hindia-Belanda. Sehingga dengan keluarnya surat izin
tersebut, Muhammadiyah secara resmi berdiri pada tanggal 18 November
44
1912. Langkah keempat, K.H Ahmad Dahlan mengadakan rapat
pengurus untuk yang pertama kalinya guna mempersiapkan proklamasi
berdirinya Muhammadiyah. Kemudian memproklamasikan berdirinya
Muhammadiyah di gedung pertemuan Loodge Gebuw Malioboro.45

Pada tanggal 20 Desember 1912 KH. Ahmad Dahlan mengajukan


surat permintaan badan hukum kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda
dengan mengirim “Statuten Muhammadiyah”. Permintaan izin tersebut
baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 22 Agustus
1914 melalui Besluit Gubernur Jenderal No. 81, izin operasi tersebut
hanya dibatasi di wilayah Yogyakarta.46

KH. Ahmad Dahlan melihat bahwa perkembangan Muhammadiyah


sangat pesat, baik dari dalam maupun dari luar kota Yogyakarta. Sehingga,
KH. Ahmad Dahlan merasa perlu mengajukan izin kepada pemerintah
Hindia Belanda, karena mengingat badan hukum yang pertama diberikan
hanya sebatas wilayah Yogyakarta saja. Tepatnya pada tanggal 20 Mei
1920, KH. Ahmad Dahlan kembali mengajukan permohonan kepada
pemerintah Hindia Belanda agar ruang geraknya diperluas sampai daerah
kekuasaan Hindia Belanda.

43
Dokumen Majelis Diktilitbang dan LPI PP Muhammadiyah, h. 25.
44
Syarifuddin Jurdi, Muhammadiyah dalam Dinamikan Politik Indonesia 1966-2006,
(Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2010). h. 80-81
45
Syaifullah, Gerak Politik Muhammadiyah dalam Masyumi, (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti,
1997. h. 78
46
EXTRACT uit het Register den Besluiten van de Gouverneur General van Nederlandsch-Indie.
Buitenzorg, den 22 sten Augustus 1914, No. 81.
45

Selanjutnya dalam tempo tiga bulan atau tepatnya tanggal


16Agustus 1920, pemerintah Hindia Belanda menyetujui permohonan
Muhammadiyah, lewat Besluit No. 40. 47 Sejak saat itu Muhammadiyah
terus berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut didukung dengan
diterbitkannya Gouverments Besluit No. 40 tanggal 16 Agustus 1920 yang
mengijinkan Muhammadiyah berkembang diseluruh Hindia Belanda.
Namun, terdapat perubahan pada artikel 2, mengenai maksud berdirinya
Muhammmadiyah.

Usaha KH. Ahmad Dahlan tidak berhenti disitu saja, usaha


memperoleh pengakuan badan hukum dari pemerintah Hindia Belanda
terus dilakukan. Maka delapan bulan setelah dikeluarkannya Besluit No.
40 tanggal 1920, tepatnya tanggal 7 Mei 1921, KH. Ahmad Dahlan
mengajukan kembali permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda
melalui Hoofdbestuur Muhammadiyah untuk mengubah artikel-artikel
tersebut. Permohonan tersebut dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda
lewat Besluit No. 36 bulan September 1921.48

Sehingga setiap tempat di Hindia Belanda, jika telah memiliki


sebelas orang anggota Muhammadiyah, sudah dapat mendirikan cabang
Muhammadiyah. Setelah munculnya perijinan tersebut, cabang
Muhammadiyah terus menerus berkembang di berbagai daerah, dalam
kurun waktu 3 tahun saja Muhammadiyah sudah memiliki 14 cabang.49

D. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan


Hampir seluruh pemikiran Dahlan berangkat dari keprihatinannya
terhadap situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam
dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi

47
UITREKSEL, uit het Register den Besluiten van de Gouverneur General van Nederlandsch-
Indie. Batavia, den 16 Augustus 1920, No. 40.
48
UITREKSEL, uit het Register den Besluiten van de Gouverneur General van Nederlandsch-
Indie. Batavia, den 2 September 1921, No. 36.
49
Abu Mujahid, Sejarah Muhammadiyah: Gerakan “Tajdid” di Indonesia bagian I. ( Bandung:
Too Bagus Publishing, 2013), h. 200
46

ini semakin diperparah dengan politik kolonial Belanda yang sangat


merugikan bangsa Indonesia. Latar belakang situasi dan kondisi tersebut
telah mengilhami munculnya ide pembaharuan Dahlan. Ide ini
sesungguhnya telah muncul sejak kunjungannya pertama ke Makkah.
Kemudian ide tersebut lebih dimantapkan setelah kunjungannya yang
kedua. Hal ini berarti, bahwa kedua kunjungannya merupakan proses awal
terjadinya kontak intelektualnya baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan ide-ide pembaharuan yang terjadi di Timur Tengah pada
awal abad 20 .

Secara umum, ide-ide pembaharuan Dahlan dapat diklasifikasikan


kepada dua dimensi, yaitu50 : a. Berupaya memurnikan (purifikasi) ajaran
islam dari khurafat, tahayul dan bid‟ah yang selama ini telah bercampur
dalam akidah dan ibadah umat Islam. b. Mengajak umat Islam untuk
keluar dari jaring terhadap doktrin Islam dalam rumusan dan penjelasan
yang dapat diterima oleh rasio. Sebenarnya usaha pembaharuan K.H.A.
Dahlan sudah dimulai sejak 1896 yaitu dengan: 1) Mendirikan surau yang
diarahkan ke Kiblat yang betul dan berlanjut membuat garis shaf di Masjid
Agung yang akibatnya tidak hanya garis shaf harus dihapus, tetapi
suraunya dibongkar. 2) Menganjurkan supaya berpuasa dan berhari raya
menurut hisab.3) Penolakan terhadap Bid‟ah dan Khurafat.

Menurut Dahlan upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam


dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah
melalui pendidikan . Oleh karena itu pendidikan hendaknya ditempatkan
pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat.

Mereka hendaknya dididik agar cerdas, kritis, dan memiliki daya


analisis yang tajam dalam memeta dinamika kehidupannya pada masa
depan. Adapun kunci untuk meningkatkan kemajuan umat islam adalah
kembali kepada AlQur‟an dan hadits. Mengarahkan umat pada

50
Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan 2005
cetakan 3, h. 48
47

pemahaman ajaran Islam secara komprehensif, menguasai berbagai


disiplin ilmu pengetahuan. Upaya ini secara strategis dapat dilakukan
melalui pendidikan. 51 Kemudian Ahmad Dahlan secara pribadi mulai
merintis pembentukan sebuah sekolah yang memadukan pengajaran ilmu
agama Islam dan ilmu umum.52

Disini eksistensi akal merupakan potensi dasar bagi peserta didik


yang perlu dipelihara dan dikembangkan guna menyusun kerangka teoritis
dan metodologis bagaimana menata hubungan yang harmonis secara
vertikal maupun horizontal dalam konteks tujuan penciptaannya.
Meskipun dalam banyak tempat, Al-Qur‟an senantiasa menekankan
pentingnya penggunaan akal, akan tetapi Al-Qur‟an juga mengakui akan
keterbatasan kemampuan akal. Hal ini memiliki dua dimensi, yaitu fisika
dan metefisika. Manusia merupakan integrasi dari 2 dimensi yaitu dimensi
ruh dan jasad.

Batasan diatas memberikan arti, bahwa dalam epistemologi


pendidikan Islam, ilmu pengetahuan dapat diperoleh apabila peserta didik
(manusia) mendayagunakan berbagai media, baik yang diperoleh melalui
persepsi indrawi, akal, qalbu, wahyu maupun ilham. Oleh karena itu,
aktifitas pendidikan dalam Islam hendaknya memberikan kemungkinan
yang sebesarbesarnya bagi pengembangan kesemua dimensi tersebut.
Menurut KH. Ahmad Dahlan, pengembangan tersebut hendaknya
merupakan proses integrasi ruh dan jasad. Konsep ini diketengahkannya
dengan menggariskan perlunya pengkajian ilmu pengetahuan secara
langsung, sesuai prinsip-prinsip Al-Qur‟an dan sunah.

Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut bukan merupakan hal


yang mudah, terutama bila dikaitkan dengan kondisi objektif lembaga-
lembaga pendidikan Islam tradisional waktu itu. Dalam hal ini, Dahlan

51
Rubrik Bingkai pada suara Muhammadiyah edisi 24, Th Ke-94 16-31 Desember 2009, h. 28
52
M. Sukardjo & Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2009), h. 112
48

melihat bahwa problem epistemologi dalam pendidikan Islam tradisional


disebabkan karena idiologi ilmiahnya hanya terbatas pada dimensi
religious yang membatasi diri pada pengkajian kitab-kitab klasik para
mujtahid terdahulu, khususnya dalam madzhab Syafi‟i. Sikap ilmiah yang
demikian menyebabkan lahirnya pemikir yang tidak mampu mengolah dan
menganalisa secara kritis ilmu pengetahuan yang diperoleh, sehingga tidak
produktif dan kreatif terhadap perkembangan peradaban kekinian.

Karena itu jika kini kalangan Muhammadiyah mendirikan sekolah


dengan sistem terpadu sesungguhnya merupakan kelanjutan dari sistem
pendidikan yang sejak awal dirintis oleh KH. Ahmad Dahlan dan
Muhammadiyah generasi awal, meskipun sebagian kalangan
Muhammadiyah mungkin mengalami keterputusan dari ide dasar
pendirinya. Kondisi tersebut dicapai jika akal manusia sempurna, yakni
akal kritis dan kreatif-bebas yang diperoleh dari belajar. Inti ilmu ini
adalah inti ajaran islam dengan satu asas kebenaran yang memandang
semua manusia berkedudukan sama.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa yang menjadi dasar dan


landasan berfikir KH. Ahmad Dahlan adalah Al-Quran dan As-Sunnah,
sebagaimana yang tertera dalam Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah bahwa landasan pergerakan Muhammadiyah adalah Al-
Quran dan sunnah.53

KH. Ahmad Dahlan mempunyai dimensi keagamaan,


kemanusiaan, dan kemasyarakatan. Dengan kondisi umat Islam saat ini
yang sangat tertinggal dalam berbagai aspek kehidupan, baik ekonomi,
pendidikan, kesehatan, kebudayaan dan politik akan memberi semangat
bagi sekelompok golongan maupun organisasi untuk terus berjuang
membangun suatu masyarakat yang utama yang memerlukan pengorbanan

53
Musthofa Kamal Pasha dkk, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid, (Yogyakarta: Citra Karsa
Mandiri, 2003), h. 90
49

yang besar baik segi materi maupun sisi yang lain.65 Berikut ini beberapa
pemikiran-pemikiran KH. Ahmad Dahlan54 :

1. Pembaruan Islam di Indonesia


2. Kerukunan Beragama
3. Nasionalisme
4. Gerakan Keilmuan
5. Masyarakat yang Lebih Baik
6. Keadilan Gender
7. Filosofi Pendidikan
Ajaran Islam KH. Ahmad Dahlan tidak akan membumi dan
dijadikan pandangan hidup pemeluknya, kecuali apabaila dipraktikan
secara baik, bagi Ahmad Dahlan bagusnya sesuatu program jika tidak di
praktikan maka tidak akan mencapai tujuan bersama.

54
Abdul Munir Mulkan, Pemikiran KHA Dahlan dan Muhammadiyah, (Jakarta: Bumi Aksara,
1990), h. 225
BAB IV
MODERASI BERGAMA DAN BERBANGSA MENURUT PEMIKIRAN
KH. AHMAD DAHLAN DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA

A. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang Moderasi Beragama dan


Berbangsa
Keadaan Islam sebelum KH. Ahmad Dahlan datang pernah
mengalami kemunduran dan kegagalan. Adanya pengaruh Hindu-Buddha
menyebabkan ajaran Islam yang berkembang di masyarakat tidak sesuai
dengan Alquran dan Hadits, banyak praktik keagamaan yang dilakukan
oleh masyarakat bertentangan dengan ajaran Islam.

Keadaan Islam sebelum KH. Ahmad Dahlan juga dipengaruhi oleh


penjajahan dan agama Kristen, pendudukan membekukan masyarakat
Muslim dalam kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Pemerintah
kolonial mengambil berbagai langkah seperti kebijakan penyatuan,
penerapan teori penerimaan, dan peraturan guru untuk menekan dan
mencegah perkembangan Islam. Cerita dan mitos palsu disebarkan untuk
mengalahkan Islam, pemerintah Belanda juga melakukan berbagai upaya
untuk mencegah orang mengikuti ajaran Islam.

Atas dasar tersebut lah KH. Ahmad Dahlan secara konseptual telah
menyebarkan misi moderasi beragama dengan bahasa lain “agama fitrah”
yang mengartikan bahwa beragama itu sesuai dengan fitrah yang
menerima segala perbedaan tidak ekstrem kanan ataupun ekstrem kiri.
Sehingga agama fitrah akan maksud dan tujuan manusia menuju
keselamatan Dunia dan Akhirat. Adapun jalan untuk mencapai maksud
dan tujuan manusia tersebut harus dengan mempergunakan akal yang
sehat. Artinya ialah akal yang tidak terkena bahaya yang mana akal yang
sehat ialah akal yang dapat memilih segala hal dengan cermat dan
pertimbangan, kemudian memegang teguh hasil pilihannya tersebut. Akal

50
51

manusia mempunyai watak dasar menerima segala pengetahuan, karena


pengetahuan bagi akal adalah merupakan kebutuhannya.55

KH. Ahmad Dahlan dalam konteks moderasi beragama


menyatakan bahwa “Agama itu (adalah) cenderungnya ruhani (berpaling)
dari nafsu, yang naik ke angkasa kesempurnaan, yang suci, yang bersih
dari tawanan benda-benda”, menurut KH. Ahmad Dahlan orang
beragama ialah orang yang jiwanya menghadap Allah dan berpaling dari
lainnya, bersih tidak dipengaruhi oleh lainlainnya, oleh karena itu
hakekatnya agama berada dalam hati manusia. Bukti atau tanda orang
yang beragama dapat dilihat pada lahirnya, faham yang demikian sesuai
dengan agama fitrah.56

Lebih dalam lagi KH. Ahmad Dahlan menyatakan bahwa “(Dalam


agamaku terang benderang bagi orang yang mendapat pentunjuk, tetapi
hawa nafsu (menuruti kesenangan) merajalela dimana-mana, kemudian
menyebabkan akal manusia menjadi buta)” Fatwa KH. Ahmad Dahlan
“Mula-mula agama Islam itu cemerlang, kemudian kelihatan makin
suram. Tetapi sesungguhnya yang suram itu adalah manusianya bukan
agamanya”. Dengan kata lain agama bukanlah barang kasar yang harus
dimasukkan kedalam telinga, akan tetapi agama Islam adalah agama fitrah.
Artinya, ajaran yang mencocoki kesucian manusia.

Prinsip dasar dalam moderasi beragama adalah selalu menjaga


keseimbangan diantara dua hal, misalnya keseimbangan antara akal dan
wahyu, antara jasmani dan rohani, antara hak dan kewajiban, antara
kepentingan individual dan kemaslahatan komunal, antara keharusan dan
kesukarelaan, antara teks agama dan ijtihad tokoh agama, antara gagasan
ideal dan kenyataan, serta keseimbangan antara masa lalu dan masa

55
Transkrip Pidato KH. Ahmad Dahlan, Tali Pengikat Hidup Manusia, Cirebon 1922
56
KRH. Hadjid, Pelajaran K.H. Ahmad Dahlan 7 Falsafah dan 17 kelompok Ayat Al-Qur‟an,
(Yogyakarta: LPI PPM, 2006), h. 68.
52

depan. 57 Sehinga moderasi beragama merupakan adil dan berimbang


dalam memandang, menyikapi, dan mempraktekkan semua konsep yang
berpasangan diatas.

Hal ini juga dikuatkan dengan pernyataan KH. Ahmad Dahlan :


“Agama itu (adalah) cenderungnya ruhani (berpaling) dari nafsu, yang
naik ke angkasa kesempurnaan, yang suci, yang bersih dari tawanan
benda-benda”.58 Pernyataan diatas sebagai bentuk penegasan K.H. Ahmad
Dahlan bahwa konsep agama sesungguhnya ialah kecenderungannya
kepada hal-hal yang baik (ruhani) yang menanggalkan nafsu-nafsu
keduniaan sehingga agama akan mengantarkan kepada kesucian karena hal
itu agama merupakan fitrah manusia untuk selalu mengarah kepada hal-hal
yang baik dan murni.
KH. Ahmad Dahlan dalam memandang moderasi berbangsa
merupakan bentuk persatuan dan kesatuan kebangsaan yang menujukkan
sikap adil dan berimbang dalam bersikap terhadap umat selain Islam hal
demikian terbukti KH. Ahmad Dahlan seringkali mengadakan tukar
pikiran serta pertemuan dengan para pemuka agama Kristen dari negara
lain.

Pada suatu ketika KH. Ahmad Dahlan pernah mengadakan


pertemuan dengan Pastoor van Lith sayang sekali pertemuan tersebut
hanya sekali saja diadakan dan bersidat pertemuan permulaan kemudian
tidak berselang lama Pastoor van Lith meninggal dunia.59

57
Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, (Jakarta: Badan Litabng dan Diklat Kementrian
Agama RI, 2019), h. 19
58
KRH Hadjid, Pelajaran K.H. Ahmad Dahlan 7 Falsafah dan 17 kelompok Ayat-ayat Al-Qur‟an,
(Yogyakarta: LPI PPM, 2005), h. 68.
59
Solichin Salam, K.H. Ahmad Dahlan Reformer Islam Indonesia, (Djakarta: Penerbit Djajamurni,
1963), h. 55.
53

B. Kiprah dan Peran KH. Ahmad Dahlan dalam Moderasi Beragama


dan Berbangsa di Indonesia

Dalam peran dan kiprah KH. Ahmad Dahlan salah satunya di


Muhammadiyah dengan meletakkan khittah atau strategi dasar
perjuangannya yang berdasarkan pada pemikiran KH Ahmad Dahlan,
yaitu dakwah (menyeru, mengajak) Islam amar ma‟ruf nahi munkar
dengan masyarakat sebagai medan juangnya. Adapun khittah
Muhammadiyah diantaranya, khittah Palembang yang dirumuskan pada
tahun 1956-1959 yang isinya, (menjiwai pribadi para anggota terutama
pimpinan Muhammadiyah, melaksanakan ushwatun hasanah,
mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi, memperbanyak dan
mempertinggi mutu amal).

Khittah Surabaya yang dirumuskan pada tahun 1978 isinya,


(memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai Persyarikatan yang
menghimpun sebagian anggota masyarakat, terdiri dari muslimin dan
muslimat yang beriman teguh ta‟at beribadah, berakhlaq mulia dan
menjadi teladan yang baik di tengah-tengah masyarakat. Meningkatkan
pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah tentang hak dan
kewajiban sebagai warga negara dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan meningkatkan kepekaan sosialnya terhadap persoalan dan
kesulitan hidup masyarakat). Khittah Denpasar tahun 2002 yang isinya
(warga atau anggota Muhammadiyah yang aktif dalam kegiatan politik
hendaklah bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugasnya dan
mengedepankan empat hal yaitu, rasa tanggung jawab, berakhlak mulia,
menjadi contoh yang baik dan perdamaian).60

Melihat kejadian-kejadian diatas membuktikan bahwa konsep


moderasi berbangsa KH. Ahmad Dahlan menujukkan sikap adil dan

60
Suara Muhammadiyah dan Majelis Pendidikan kader PP Muhammadiyah, Manhaj Gerakan
Muhammadiyah : Ideologi, Khittah, dan Langkah / Suara Muhammadiyah dan Majelis Pendidikan
Kader PP Muhammadiyah, (Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, 2010)
54

berimbangnya beliau dalam mengutarakan pendapatnya bahkan membuka


ruang diskusi dengan segala konsekuensinya, yang akhirnya
menampakkan wajah beragama dan berbangsa secara moderat bukan
fanatik buta (taqlid).

Pembaharuan KH. Ahmad Dahlan dalam hal kebangsaan


memberikan dampak terhadap masyarakat muslim dan non muslim di
Indonesia. Dampak terhadap masyarakat muslim yaitu semakin banyak
masjid di Yogyakarta yang diperbaiki arah kiblatnya, meningkatnya
pemahaman agama masyarakat muslim, serta mulai menjalani kehidupan
sesuai Hadis dan Al-Qur‟an.

Pembaharuan pendidikan KH. Ahmad berupa sekolah berbasis


integrasi ilmu pengetahuan agama dan ilmu umum berhasil mengubah
sistem pendidikan Islam yang konvensional menjadi lebih modern.
Dampak yang dirasakan rakyat pribumi yaitu mereka bisa mendapatkan
kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang sama seperti
kaum bangsawan dan priyayi tanpa diskriminasi.

Dampak bagi masyarakat nonmuslim yaitu: minimnya hasil


kristenisasi Belanda melalui upaya nativisasi, pembaharuan pendidikan
KH. Ahmad Dahlan menjadi penghalang bagi sekolah Belanda yang
diproyeksikan sebagai pola baru penjajahan jangka panjang untuk
menggeser lembaga pendidikan Islam, Politik Duplikasi Muhammadiyah,
PKO Muhammadiyah dan organisasi Aisyiyah membendung misi
kristenisasi Belanda yang berupaya menyebarkan dan mengkonversi
pribumi melalui pendirian layanan masyarakat.61

61
Safitri Yeny, K.H. Ahmad Dahlan Dalam Pembaharuan Islam di Indonesia 1912-1922, (S1
thesis, Universitas Jambi, 2020), h. 83
55

C. Alasan serta Indikator Penerapan Moderasi Beragama dan


Berbangsa di Indonesia Menurut KH. Ahmad Dahlan

Moderasi beragama dan berbangsa memiliki fungsi sebagai alat


ukur sebuah keberagaman sehingga untuk mencapai fungsi moderasi
beragama secara maksimal diperlukannya rumusan ukuran, batasan dan
indikator untuk menentukan sebuah cara pandang, sikap, dan perilaku
beragama tergolong moderat atau sebaliknya.

Moderasi Beragama dan Berbangsa menurut K.H Ahmad Dahlan


dalam Transkip naskah pidato di Cirebon 1922 yang dibukukan dan
diterbitkan oleh Hoofdbestuur (HB) Majelis Taman Pustaka dengan judul
Kesatuan Hidup Manusia, adapun indikator nya62 :

1. Komitmen Kebangsaan
Komitmen kebangsaan merupakan indikator yang sangat
penting untuk melihat sejauh mana cara pandang, sikap, dan praktik
beragama seseorang berdampak pada kesetiaan terhadap consensus
dasar kebangsaan, terutama terkait dengan penerimaan Pancasila
sebagai ideologi negara, sikapnya terhadap tantangan idelogi yang
berlawanan dengan Pancasila serta nasionalisme.

Sebagai bagian dari komitmen kebangsaan adalah penerimaan


terhadap prinsip-prinsip berbangsa yang tertuang dalam konstitusi
63
UUD 1945 dan regulasi dibawahnya. KH. Ahmad Dahlan
menyatakan bahwa : “Orang itu harus menurut aturan dari syarat
yang sah dan yang sudah sesuai dengan pikiran yang suci, jangan
sapai membuat keputusan sendiri”.64

62
Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI, 2019), h. 43.
63
Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI, 2019), h. 43
64
Transkrip Pidato K.H. Ahmad Dahlan, Tali Pengikat Hidup Manusia, Cirebon 1922
56

Pernyataan tersebut jelas bahwa sebagai pemimpin terlebih


dalam menjalankan Amanah keagamaan maka penting menjadikan
pemahaman sesuai dengan aturan dari syarat yang sah dan yang sudah
sesuai dengan pikiran yang suci (keputusan bersama) sehingga dalam
konteks fungsi moderasi beragama akan mampu menjadi wujud
komitmen kebangsaan (persatuan) karena didalamnya telah terdapat
keputusan yang sah yang telah disepakati oleh para pendahulu yang
kemudian menjadi kebenaran yang autentik.

2. Toleransi
Toleransi merupakan sikap untuk memberi ruang dan tidak
mengganggu hak orang lain untuk berkeyakinan, mengekpresikan
keyakinannya, dan menyampaikan pendapat meskipun hal tersebut
berbeda dengan apa yang kita yakini. Dengan demikian toleransi
mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, sukarela, dan lembut dalam
menerima perbedaan. Toleransi selalu disertai dengan sikap hormat
menerima orang yang berbeda sebagai bagian dari diri kita dan berfikir
yang positif.65

KH. Ahmad Dahlan dalam mengimplementasikan fungsi


moderasi beragama sebagai basis toleransi atas dasar nilai
kemanusiaan universal hal demikian tertulis dalam penggalan isi
pidatonya pada tahun 1922 M “Harus dapat menempatkan. Artinya
segala pengetahuan itu tidak bisa menjadi manfaat apabila tidak
diperbuat yang sementara. Kebutuhan manusia semua manusia pasti
mempunyai kebutuhan, sebab hidup manusia didunai tidak
ditempatkan diatas tempat kaya dan hina, akan tetapi manusia
dihidupkan ditempat kebutuhan dan kepayahan, leh karena itu
manusia harus mengerti benar akan tempat kebutuhannya”.66

65
Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI, 2019), h. 44
66
Transkrip Pidato K.H. Ahmad Dahlan, Tali Pengikat Hidup Manusia, Cirebon 1922
57

Pernyataan tersebut menjadi bukti bagamana meletakkan


sesuatu pada tempatnya merupakan makna yang sama dengan toleransi
yang akhirnya mampu menempatkan perbedaan pada tempatnya serta
menjadikan hal tersebut sebagai sebuah kewajaran dalam kehidupan
ummat manusia.

3. Anti Kekerasan

Radikalisme atau kekerasan dalam konteks moderasi beragama


difahami sebagai suatu ideologi (ide atau gagasan) dan paham yang
ingin melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik dengan
menggunakan cara-cara kekerasan atau ekstrem atas nama agama, baik
kekerasan verbal, fisik dan pikiran.

Inti dari Tindakan radikalisme adalah sikap dan Tindakan


seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara
kekerasan dalam mengusung perubahan yang diinginkan.67 pernyataan
KH. Ahmad Dahlan “Orang itu harus dan wajib mencari tambahan
pengetahuan, jangan sekali-kali merasa cukup dengan
pengetahuannya sendiri, apalagi menolak dari pengetahuan orang
lain”.68

Pernyataan KH. Ahmad Dahlan tersebut menunjukkan bahwa


manusia diharuskan dan diwajibkan untuk selalu bersikap terbuka
(inklusif) bukan tertutup (eksklusif) dalam mencari sebuah
pengetahuan untuk dasar kebenaran sehingga tidak dibenarkan
menolak pengetahuan dari orang lain yang sangat dimungkinkan orang
tersebut lebih memahami dalam pengetahuan tersebut, sehingga
konteks fungsi moderasi beragama akan mampu menjadi benteng anti
kekerasan atau radikalisme ketika manusia terbuka dan tidak menolak
pengetahuan orang lain yang berbeda dengannya.

67
Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI, 2019), h. 45
68
Transkrip Pidato K.H. Ahmad Dahlan, Tali Pengikat Hidup Manusia, Cirebon 1922
58

4. Akomodatif terhadap Kebudayaan Lokal

Perilaku beragama yang akomodatif terhadap budaya lokal


dapat digunakan untuk melihat sejauh mana kesediaan untuk menerima
praktik amaliah keagamaan yang mengakomodasi kebudayaan lokal
dan tradisi. Orang-orang yang moderat akan memiliki kecenderungan
lebih ramah dalam penerimaan tradisi dan budaya lokal dalam perilaku
keagamaanya, sejauh tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama.

Tradisi keberagamaan yang tidak kaku antara lain ditandai


dengan kesediaan untuk menerima praktik dan perilaku beragama yang
didasarkan pada keutamaan, tentu, sekali lagi, sejauh praktik itu tidak
bertentangan dengan hal yang prinsipil dalam ajaran agama.
Sebaliknya ada juga kelompok yang cenderung tidak akomodatif
terhadpa tradisi dan kebudayaan, karena mempraktikkan tradisi dan
budaya dlam beragama akan di anggap Tindakan yang mengotori
kemurnian agama.69

KH. Ahmad Dahlan dalam dalam menghadapi kebudayaan


lokal (jawaisme) menggunakan metode Positive action
(mengedepankan amar makruf) dan tidak secara frontal menyerangnya
(nahi munkar). Dalam Suara Muhammadiyah tahun 1, Nomor 2, 1915
dalam artikel tentang macammacam shalat sunnah, ia menyebutkan
bahwa keberuntungan itu sematamata karena kehendak Tuhan, dan
shalat sunnah adalah salah satu jalan meraihnya. Itu berarti bahwa
keberuntungan tidak disebabkan oleh pesugihan (jimat kaya), minta-
minta dikuburan keramat, dan memelihara tuyul. Itu berarti pula
sebuah demitologisasi, karena mitos-mitos ditolak.

Rupanya ia sadar betul bahwa cita-cita kemajuan yang waktu


itu sedang popular akan mendapat tempat, sehingga tahayul diberantas

69
Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI, 2019), h. 46
59

selanjutnya dengan sendirinya hilang. 70 Dalam pernyataannya KH.


Ahmad Dahlan menyatakan “Orang itu perlu dan wajib menjalankan
pengetahuannya yang utama, jangan sampai hanya tinggal
pengetahuan saja. Makhluk Allah segala makhluk Allah itu mempunyai
kehendak masing-masing. Semua kehendak itu mesti ada (tujuan)
maksudnya”.71

Pernyataan tersebut menujukkan bagaimana fungsi moderasi


beragama mampu diwujudkan ketika manusia mampu
mengimplementasikan pengetahuannya yang didalamnya memahami
bahwa semua manusia secara individu dan secara berkelompok
masyarakat mempunyai tujuan ataupun kehendak yang berbeda-beda yang
kesemuanya merupakan sebuah kewajaran (sunnahtullah) dalam
kehidupan, sehingga moderasi beragama akan ampu mengakomodir
budaya lokal sebagai bagian dari kehidupan yang tidak bisa dipisahkan
sekaligus secara bersamaan sebagai obyek dakwah.

Muhammadiyah menyuarakan konsep tajdid untuk


menterjemahkan makna moderasi agama. Dalam pengertian
Muhammadiyah, tajdid memiliki dua pemaknaan. Pertama, pengertian
penyucian berarti penyucian akidah Islam yang dicampur dengan
pengertian syirik, bid'ah dan takhayul. Kedua, tajdid berarti pembaruan,
dinamis dan modernis, khususnya yang berkaitan dengan masalah
muamalah.72

Oleh karena itu moderasi/Wasathiyah dalam pandangan


Muhammadiyah setidaknya memiliki ciri tiga hal, yaitu pertama beriman
dan beribadah dimaknai secara mendalam, seimbang, dan luas tidak hanya
menekankan kulit luar serta tidak merendahkan orang lain. Kedua, dalam

70
Kuntowijoyo, “Menghias Islam” dalam Abdul Munir Mulkhan, Marhaenis Muhammadiyah:
Ajaran dan Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan, (Yogyakarta: Galang Pustaka, 2013), h. 20
71
Transkrip Pidato K.H. Ahmad Dahlan, Tali Pengikat Hidup Manusia, Cirebon 1922
72
Deliar Noer, Gerakan Muslim Modernis di Indonesia: 1900-1942, (Singapura: Oxford
University Press, 1973).
60

akhlak tidak hanya mengikuti sunnah Rasulullah secara atributif atau


simbolik tetapi harus melahirkan ajaran hasanah. Ketiga, dalam
Muamalah, progresif dan dinamis. Selain prinsip tawasuth,
Muhammadiyah juga memiliki prinsip tawazun (seimbang) dan ta'adul
(adil), sehingga Islam dapat diterapkan secara aktual dan fungsional.73

Apa yang ditegaskan Muhammadiyah sangat bersinggungan


dengan niat awal Islam yang digagas Gus Dur, dan kini lebih dipopulerkan
dengan istilah Islam Nusantara versi Nahdlatul Ulama. Di
Muhammadiyah, wajah moderasi Islam diwujudkan dalam gagasan Islam
progresif. Bagi Muhammadiyah, Islam Berkemajuan sebenarnya
merupakan revitalisasi gagasan pencerahan yang digagas oleh pendirinya,
KH. Ahmad Dahlan, lebih dari dua abad lalu.

Pemikiran-pemikiran KH. Ahmad Dahlan sebelum dan pada masa


berdirinya Muhammadiyah dianggap sangat lengkap -jika tidak dikatakan
terlalu maju- dalam pandangan masyarakat Indonesia saat itu. Ketika
masyarakat terkungkung dalam pola pemikiran bahwa ruang perempuan
terbatas pada ruang domestik (sumur, dapur, dan kasur), KH Ahmad
Dahlan dan istrinya Nyai Walidah mempelopori pembentukan
perkumpulan perempuan yang diberi nama 'Aisyiyah, yang dikaitkan
dengan istri tercinta Nabi.

Ketika terjadi dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum, dan
ilmu umum dianggap kafir, KH. Ahmad Dahlan justru memasukkan
beberapa ilmu umum ke dalam kurikulum sekolah yang dikelola
Muhammadiyah. Ia bahkan tidak segan-segan mengadopsi sistem
pendidikan ala Barat, cara berpakaian mereka, bahkan bergaul dengan
mereka dengan baik.

Meski mendapat kritikan dari banyak pihak atas aksinya ini, KH.
Ahmad Dahlan tidak pernah menyerah untuk kemajuan umat. Mungkin

73
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 21
61

saat ini yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan adalah hal biasa dan biasa-
biasa saja. Namun jika menggunakan parameter masa itu, apa yang
dilakukan Ahmad Dahlan tentu merupakan terobosan luar biasa yang
membutuhkan tekad dan keberanian.

Untuk mewujudkan moderasi Islam dalam gagasan Islam


Berkemajuan, beberapa Visi yang ingin diwujudkan Muhammadiyah pada
2015-2020 adalah pertama, transformasi (perubahan cepat menuju
kemajuan) organisasi dan sistem jaringan yang maju, profesional dan
modern. Kedua, pengembangan sistem gerakan dan amal usaha yang
bersifat primer dan mandiri bagi terciptanya kondisi dan faktor yang
mendukung terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dan
ketiga, meningkatkan dan mengembangkan peran strategis
Muhammadiyah dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan dinamika
global.74

D. Implementasi Moderasi Beragama dan Berbangsa di Indonesia


KH. Ahmad Dahlan merupakan seorang tokoh purifikasi Islam di
Indonesia. Dia lahir di Kauman Yogyakarta pada tahun 1869 M.75 Kauman
adalah sebuah kampung di jantung kota Yogyakarta yang berusia hampir
sama tuannya dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kampung
Kauman pada zaman kerajaan merupakan tempat bagi sembilan khatib
atau penghulu yang ditugaskan oleh Keraton untuk membawahi urusan
agama.

74
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari : Moderasi, Keutamaan, dan Kebangsaan,
(Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010).
75
Adi Nugraha, K.H. Ahmad Dahlan Biografi Singkat 1869-1923, Yogyakarta : Garasi 2017, h.
11.
62

Pembaharuan Islam memiliki dua misi ganda, yaitu misi purifikasi


dan misi implementasi ajaran Islam di tengah tantangan zaman. Bertolak
dari dua misi tersebut, tujuan pokok pembaharuan Islam yaitu76 :

Pertama, Purifikasi ajaran Islam, yaitu mengembalikan semua


bentuk kehidupan keagamaan kepada zaman awal Islam sebagaimana
dipraktikkan pada masa Nabi. Masa Nabi, sebagaimana digambarkan oleh
Sayyid Qutub, merupakan periode yang hebat, suatu puncak yang luar
biasa dan cemerlang dan masa yang tidak dapat diulang kembali.
Terjadinya banyak penyimpangan dari ajaran pokok Islam pasca-Nabi
bukan karena Islam kurang sempurna, tetapi karena umat Islam kurang
mampu menangkap spirit ajaran Islam yang sesuai dengan perkembangan
zaman.

Kedua, Dinamisasi tantangan zaman. Islam diyakini sebagai agama


universal, yaitu agama yang mengandung berbagai konsep dan pedoman
tentang segala aspek kehidupan umat manusia dan senantiasa sesuai
dengan semangat zaman. Berlandaskan pada universalitas ajaran Islam itu,
gerakan pembaharuan dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengimplementasikan ajaran Islam sesuai dengan tantangan
perkembangan kehidupan umat manusia kedepannya.

Dalam kehidupan suatu negara seperti Indonesia yang di dalamnya


terdapat berbagai macam suku, kebudayaan, dan agama, adanya satu
ideologi nasional yang kukuh dan mantap merupakan hal yang penting dan
fundamental. Dengan kesatuan ideologi itulah, keberagaman yang ada di
Indonesia bisa dimuarakan menjadi satu potensi yang kuat, sehingga dapat
dimanfaatkan secara maksimal untuk melaksanaan pembangunan nasional.

Masih terkait dengan persoalan di atas, persoalan tentang Islam di


Indonesia selalu menarik untuk diperbincangkan, karena ajaran Islam yang
dipraktikkan oleh masyarakat cukup unik dan beragam. Dikatakan unik,
76
Susianti Br Sitepu, Pemikiran Teologi K.H. Ahmad Dahlan‛, Jurnal Al-Lubb, Vol. 2, No. 1
(Juni, 2017), h. 144
63

karena masih mempertahankan aspek-aspek budaya tradisional dan agama


pra-Islam (Hindu-Budha). Hal ini karena penyebaran agama Islam di
Indonesia melalui proses akulturasi dan sinkretisasi. Islam datang ke
Indonesia ketika Hindu telah berhasil menancapkan akarnya dengan kokoh
di Nusantara, baik materiil berupa candi maupun spiritual berupa pola
pikir dan gagasan yang kini masih banyak berpengaruh dalam kehidupan
masyarakat Jawa.

Dalam pemurnian Islam, banyak tantangan yang harus dihadapi.


Apalagi jika ajaran-ajaran terdahulu sudah mengakar kuat dalam diri umat
Islam, seorang tokoh sulit memurnikan kembali ajaran Islam yang
sesungguhnya. Terkait pemurnian Islam di Indonesia, persoalan akidah
atau teologi umat Islam selalu menjadi perhatian para tokoh pembaharu.
Sebagaimana diketahui, teologi membahas tentang ajaran dasar suatu
agama. Setiap orang harus menyelami seluk-beluk agamanya secara
mendalam agar mengetahui ajaran agama yang dianutnya dengan benar
daoat menjadi moderasi beragama dan bernegara.77

Implementasi Moderasi Beragama atau Islam Wasthiyah KH.


Ahmad Dahlan tercermin dalam poin-poin berikut :

1. Bidang Keagamaan
a. Pembaharuan Islam
b. Muhammadiyah
2. Bidang Pendidikan
a. Pendidikan Berkemajuan
b. Kweekschool
3. Bidang Sosial
a. Boedi Oetomo
b. Penolong Kesengsaraan Oemom (PKO)

77
Susianti Br Sitepu, Pemikiran Teologi K.H. Ahmad Dahlan‛, Jurnal Al-Lubb, Vol. 2, No. 1
(Juni, 2017), h. 145
64

Diantara beberapa alasan KH. Ahmad Dahlan mengembangkan


Moderasi Beragama dan Berbangsa yaitu78 :

1. Purifikasi Faham Beragama


Purifikasi merupakan keniscayaan dalam beragama khususnya
di bidang akidah dan ibadah. Keduanya merupakan aspek yang harus
kokoh dijaga kemurniannya. Akidah setiap muslim harus lurus dalam
bertauhid serta terbebas dari segala bentuk kemusyrikan, tahayul, dan
khurafat. Ibadah juga niscaya mengikuti contoh Rasulullah, tidak boleh
bid‟ah atau ditambah dan dikurangi, kecuali dalam hal yang tidak
terinci aspek dan pelaksanaanya secara detail yang memerlukan ijtihad
secara khusus. Aspek akhlak pun dalam Islam harus jelas patokannya
apa yang diperintahkan Allah dan disunnahkan Rasul, sehingga dalam
hal tertentu norma akhlak tidak bersifat situasional seperti larangan
minuman keras, berzina, tidak boleh hubungan seksual sejenis, dan
sebagainya.

Namun bersamaan dengan itu pemurnian bidang akidah dan


ibadah serta sampai batas tertentu akhlak, tidak boleh kering dan bias
dalam pemahaman dan pengamalannya. Akidah dan tauhid penting
dipahami secara mendalam, luas, dan tafsir yang multi pandangan agar
tidak parsial dan dogmatis semata. Bagaimana bertauhid yang murni
membentuk kesalehan yang berjiwa insan, ikhlas, tawadhu‟, serta sikap
baik lainnya yang jauh dari sikap tazakku atau merasa diri paling suci
atau bersih.

Bagaimana meletakkan habluminallah dengan habluminannas


secara benar dan baik, sebagaimana keterkaitan iman, taqwa, dan amal
shaleh. Menegakkan tauhid murni pun penting dengan sikap dan cara

78
Suara Muhammadiyah, Pengayaan Purifikasi dan Dinamisasi,
https://suaramuhammadiyah.id/2022/09/22/pengayaan-purifikasi-dan-dinamisasi/, diakses pada 17
Desember 2022
65

dakwah yang benar dan baik sebagaimana diajarkan Nabi Muhammad


SAW.
Ibadah pun bukan hanya dipahami aspek rukun semata, tetapi
juga khusyuk dan fungsi kebaikan (tahsinah) dari ibadah itu. Ibadah itu
tidak terbatas shalat dan shaum. Selain ibadah shalat dan puasa
misalnya, terdapat juga ibadah zakat dan haji yang sangat terkait
dengan mu‟amalah dunyawiyah terkait istitha‟ah (kemampuan) dan
nishab (ambang batas kemampuan) yang meniscayakan orang Islam
harus mampu menguasai urusan dunia termasuk memiliki kekayaan
tertentu agar mampu berzakat dan berhaji. Orang yang baik shalatnya
bukan hanya berhasil menunaikan rukunnya termasuk rajin shalat
berjama‟ah dan shalat sunat, tetapi juga yang khusyuk dan mencegah
dirinya dari keburukan dan kemunkaran. Selain nilai shalat, Nabi juga
menilai tinggi orang berilmu.

Dengan demikian aspek pemurnian akidah dan ibadah tidak


serba sempit, verbal, dan doktrinal tetapi dipahami dengan tafsir
bayani, burhani, dan irfani secara interkoneksi. Demikian halnya
akhlak bukan hanya seperangkat norma baik dan buruk yang harus
menjadi patokan, tetapi juga dipraktikkan dalam keteladanan atau
dunia kenyataan sehingga setiap muslim berkepribadian mulia.
Berakhlak baik kepada Allah, Rasul, sesama manusia, dan lingkungan
termasuk bagian dari ajaran akhlak dalam Islam.

Akhlak Islam bahkan harus diwujudkan menjadi keadaban


publik sehingga seluruh umat manusia dan lingkungannya memperoleh
rahmat dari akhlak kaum muslim di manapun berada. Dakwah amar
makruf nahi munkar perlu fiqih dakwah yang menggunakan
pendekatan bil-hikmah, edukasi yang baik, dan mujadalah yang terbaik
sebagaimana diajarkan Allah (QS An-Nahl: 125). Dakwah amar
makruf nahi mungkar dan gerakan pemurnian tidak identik serba
konfrontasi (ta‟arud) dan menimbulkan antipati seperti dilakukan
66

seseorang yang menendang sesajen dengan aura nafsu di kawasan


Semeru yang sedang ditimpa suatu musibah.

2. Dinamisasi Faham Beragama


Bagaimana dengan bidang mu‟amalah seperti ekonomi, politik,
budaya, dan semua urusan keduniaan? Muhammadiyah memandang
bahwa urusan duniawi atau “Mu‟amalah dunyawiyah” merupakan
ranah ijtihad manusia. Pandangan tersebut merujuk pada hadits Nabi,
“Antum „alamu biamri dunya-kum”, yang artinya “kamu sekalian
lebih mengetahui urusan duniamu” (HR Muslim). Dalam “Masalah
Lima” tentang pengertian “Apa itu dunia” disebutkan “ialah segala
perkara yang tidak menjadi tugas diutusnya para Nabi, yaitu
perkara/pekerjaan/urusan yang diserahkan sepenuhnya kepada
kebijakan manusia”.
Ranah mu‟amalah dalam Islam memang tidak lepas dari ajaran
Islam, tetapi rincian aspek dan pengelolaannya diserahkan pada kaum
muslim untuk berijtihad, sehingga lebih fleksibel dan leluasa. Di
kalangan umat Islam dari seluruh mazhab menyepakati hukum
muamalah bersifat “al-Ibahah” (boleh) dalam kaidah “al Ashlu fi al-
mu‟amalati al-ibahatu illa ma yadullu dalilu „ala tahrimiha”, artinya
“Hukum asal dalam muamalah adalah kebolehan sampai ada dalil
yang menunjukkan keharamannya”. Sebaliknya dalam urusan ibadah
“Al ashlu fi al-„ibadati at-tahrimu illa ma yadullu dalilu „ala al-
awamiriha”, bahwa “Hukum asal dalam beribadah adalah haram
kecuali yang ada dalil yang memerintahkan”.

Menurut analisis penulis, latar belakang pemikiran K.H Ahmad


Dahlan tentang Moderasi Beragama dan Berbangsa dikarenakan
beberapa dalam urusan politik, ekonomi, budaya, dan aspek keduniaan
lainnya, yang mana dalam hal tersebut hukum dasarnya banyak
bolehnya daripada larangan atau tidak boleh. Sebaliknya dalam urusan
ibadah banyak larangannyaa daripada bolehnya.
67

Dengan demikian jangan dibalik keduanya. Urusan dunia


menjadi banyak larangannya seperti urusan ibadah, sehingga dalam
menghadapi persoalan-persoalan keduniaan menjadi kaku, rigid, hitam-
putih, dan doktrinal. Urusan dunia jangan menjadi serba mengandung
prinsip padahal sejatinya banyak ranah cabang dan rantingnya,
sehingga bersifat luwes dan luas, serta tidak sempit dan rumit.
Pandangan ini bukan berarti serba-boleh dalam arti sekuler,
pragmatis, dan oportunistik, tetapi menyangkut keluwesan dan
keluasan aspek serta cara dalam menyikapi dan menjalankan urusan-
urusan mu‟amalah duniawiyah.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis mengamati dengan cermat uraian diatas, maka
penulis mengambil kesimpulan sebagaimana berikut :

1. Moderasi Beragama dan Berbangsa menurut KH. Ahmad Dahlan


dalam Transkip naskah pidato di Cirebon 1922 yang dibukukan dan
diterbitkan oleh Hoofdbestuur (HB) Majelis Taman Pustaka
dengan judul Kesatuan Hidup Manusia beberapa isi sebagai berikut;
(1) Komitmen Kebangsaan : Orang itu harus menurut aturan dari
syarat yang sah dan yang sudah sesuai dengan pikiran yang suci,
jangan sapai membuat keputusan sendiri”, (2) Toleransi : “Harus
dapat menempatkan. Artinya segala pengetahuan itu tidak bisa
menjadi manfaat apabila tidak diperbuat yang sementara. Kebutuhan
manusia semua manusia pasti mempunyai kebutuhan, sebab hidup
manusia didunai tidak ditempatkan diatas tempat kaya dan hina, akan
tetapi manusia dihidupkan ditempat kebutuhan dan kepayahan, leh
karena itu manusia harus mengerti benar akan tempat kebutuhannya”,
(3) Anti Kekerasan/Radikalisme : “Orang itu harus dan wajib mencari
tambahan pengetahuan, jangan sekali-kali merasa cukup dengan
pengetahuannya sendiri, apalagi menolak dari pengetahuan orang
lain”, (4) Akomodatif terhadap Kebudayaan Lokal : Orang itu perlu
dan wajib menjalankan pengetahuannya yang utama, jangan sampai
hanya tinggal pengetahuan saja. Makhluk Allah segala makhluk Allah
itu mempunyai kehendak masing-masing. Semua kehendak itu mesti
ada (tujuan) maksudnya”.
2. Implementasi Moderasi Beragama atau Islam Wasthiyah KH. Ahmad
Dahlan tercermin dalam poin-poin berikut; (1) Bidang Keagamaan -
Pembaharuan Islam dan Muhammadiyah (2) Bidang Pendidikan -

68
69

Pendidikan Berkemajuan dan Kweekschool (3) Bidang Sosial - Boedi


Oetomo dan Penolong Kesengsaraan Oemom (PKO)
3. Alasan KH. Ahmad Dahlan mengembangkan Moderasi Beragama dan
Berbangsa yaitu; Pertama, Purifikasi ajaran Islam, yaitu
mengembalikan semua bentuk kehidupan keagamaan kepada zaman
awal Islam sebagaimana dipraktikkan pada masa Nabi.Muhammad
SAW, sebagaimana digambarkan oleh Sayyid Qutub, merupakan
periode yang hebat, suatu puncak yang luar biasa dan cemerlang dan
masa yang tidak dapat diulang kembali. Terjadinya banyak
penyimpangan dari ajaran pokok Islam pasca-Nabi bukan karena Islam
kurang sempurna, tetapi karena umat Islam kurang mampu menangkap
spirit ajaran Islam yang sesuai dengan perkembangan zaman. Kedua,
Dinamisasi tantangan zaman. Islam diyakini sebagai agama universal,
yang mengandung berbagai konsep dan pedoman tentang segala aspek
kehidupan umat manusia dan sesuai dengan semangat zaman.

B. Rekomendasi
Adapun beberapa rekomendasi dari hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh penulis, sebagaimana berikut :

1. Moderasi Beragama dan Berbangsa itu sangat penting karena berkaitan


erat dengan negara kita yang berideologi pancasila, karena berbedanya
ras, suku, etnis, agama dan sebaginya. Agar terciptanya kehidupan
beragama dan berbangsa yang rukun, harmoni, damai dalam menjalani
kehidupan bersama
2. KH. Ahmad Dahlan mengembangkan Moderasi Beragama dan
Berbangsa untuk Purifikasi dan Dinamisasi ajaran Islam
3. Saran untuk pembaca khususnya mahasiswa tingkat akhir agar
penelitian ini dilanjutkan pada penelitian selanjutnya.
4. Perlu adanya penelitian lanjutan terkait implementasi dan relevansi
konsep Moderasi Beragama dan Berbangsa menurut pemikiran KH.
Ahmad Dahlan di Indonesia pada saat sekarang ini.
DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Wahhab Khallaf, Ilm Usul Fiqh (Dar al-Khuwayriyah, 1969)


Abdul Munir Mulkan, Pemikiran KHA Dahlan dan Muhammadiyah, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1990)
Abu Mujahid, Sejarah Muhammadiyah: Gerakan “Tajdid” di Indonesia bagian I.
(Bandung : Too Bagus Publishing, 2013)
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008)
Acep Zamzam Noor and Zuly Qodir dkk, Muhammadiyah Bicara Nasionalisme
(Yogyakarta:Ar-RuzzMedia,2011).
Adi Nugraha, K.H. Ahmad Dahlan Biografi Singkat 1869-1923, Yogyakarta :
Garasi 2017
Adi Nugroho. Biografi Singkat KH. Ahmad Dahlan. (Yoyakarta, Garasi, 2018)
Afrizal Nur dan Mukhlis Lubis. Konsep Wasathiyah Dalam Al-Quran; (Studi
Komparatif Antara Tafsir Al-Tahrîr Wa At-Tanwîr Dan Aisar At-Tafâsîr).
Jurnal: An-Nur, Vol. 4 No. 2, h. 2015.
Agus Susilo, Andriana Sofiarini, Gajah Mada sang Maha Patih Pemersatu
Nusantara dibawah Majapahit Tahun 1336 – 1359 M, Jurnal Pendidikan
Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA) Volume 1, No 1, Juni
2018
Ahmad Najib Burhani, Muhammadiyah Berkemajuan (Bandung: Mizan, 2016
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Wasathiyah Dalam Al-Qur‟an Nilai-Nilai
Moderasi Islam dalam Akidah, Syariat, dan Akhlak, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, cetakan. 1, 2020)
Babun Suharto, Moderasi Beragama dari Indonesia Untuk Dunia, (Yogyakarta :
LKIS, 2019),
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Tanya Jawab Moderasi
Beragama, Jakarta: Kementerian Agama RI, Cetakan IV, 25 hlm, 2019
Badri Yatim, Soekarno, Islam Dan Nasionalisme, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999)

70
71

Deliar Noer, Gerakan Muslim Modernis di Indonesia: 1900-1942, (Singapura:


Oxford University Press, 1973).
Dokumen Majelis Diktilitbang dan LPI PP Muhammadiyah
EXTRACT uit het Register den Besluiten van de Gouverneur General van
Nederlandsch-Indie. Buitenzorg, den 22 sten Augustus 1914, No. 81.
Fahmi Ahmadi dan Jenal Arifin, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat : Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010)
Fahri, Mohamad, and Ahmad Zainuri. “Moderasi Beragama Di
Indonesia”. Intizar 25, no. 2 (April 28, 2020): 95-100. Accessed
November 2, 2022.
Fauzi, “Menyamai Perdamaian di Negeri Berjuta Perbedaan, Belajar dari Cara
Nabi Muhammad Saw. Membangun Toleransi”, dalam Rahmad Asril
Pohan, Toleransi Inklusif Menapak Sejarah Kebebasab Beragama Dalam
Piagam Madinah, {Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014}, cet. Ke-1
Haedar Natsir, Indonesia dan Keindonesiaan Perspektif Sosiologis, (Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah, 2019)
Hery Sucipto. KH. Ahmad Dahlan Sang Pencerah, Pendidik dan Pendiri
Muhammadiyah. (Jakarta Selatan. Best Media Utama, 2010)
Iffati Zamimah, Moderatisme Islam Dalam Konteks Keindonesiaan, Jurnal Ilmu
Al-Quran Dan Tafsir, Volume. 1, No. 1, 2018
Imron Mustofa. KH. Ahmad Dahlan Si Penyantun. (Yogyakarta, Diva Press,
2018)
Ja‟far Subhani, Ar-Risalah Sejarah Kehidupan Rasulullah Saw., {Jakarta: Lentera
Basritama, 1996}, cet. Ke-1
Jhony Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang :
Banyumedia Publishing 2005)
Junus Salam, K.H Ahmad Dahlan Amal dan Perjuangannya, Banten : Al-Wasat
K.H Afifudin Mhajir, Membangn Nalar Islam Moderat (Kajian Metodologi),
(Jawa Timur: Tawirul Afkar, 2018)
Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, (Jakarta: Badan Litabng dan Diklat
Kementrian Agama RI, 2019)
72

Khairan Muhammad Arif, Islam Moderasi: Tela‟ah Komprehensif Pemikiran


Wasathiyyah Islam, pespektif Al-Qur‟an dan As Sunnah, Menuju Islam
Rahmatan Li AlAlamin, (Jakarta: Pustaka Ikadi, 2020)
KRH. Hadjid, Pelajaran K.H. Ahmad Dahlan 7 Falsafah dan 17 kelompok Ayat
Al-Qur‟an, (Yogyakarta: LPI PPM, 2006)
Kuntowijoyo, “Menghias Islam” dalam Abdul Munir Mulkhan, Marhaenis
Muhammadiyah: Ajaran dan Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan,
(Yogyakarta: Galang Pustaka, 2013)
Lukman Hakim Saifuddin, Moderasi Beragama, (Jakarta: Badan Litbang dan
Diklat Kementrian RI, cet. 1, 2019)
MUI Tim Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat, Islam Wasathiyyah, h.
4 (dalam buku Khairan Muhammad Arif, Islam Moderasi: Tela‟ah
Komprehensif Pemikiran Wasathiyyah Islam, pespektif Al-Qur‟an dan As
Sunnah, Menuju Islam Rahmatan Li Al-Alamin, (Jakarta: Pustaka Ikadi,
2020)
M. Quraish Shibab, Wasathiyyah: Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama,
(Tanggerang: Lentera Hati, 2020)
M. Sukardjo & Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009)
M. Yusron Asrofie, Kyai Ahmad Dahlan Pemikiran dan Kepemimpinannya,
(Yogyakarta: MPKSDI PP Muhammadiyah, 2005), hlm. 6.
Mansur, Syafiin. Kebebasan Beragaama dalam Piagam Madinah, UIN Sultan
Maulana Hasanudin, Banten, Agustus 2017
Muhammad Soedja, Cerita Tentang Kiyai Haji Ahmad Dahlan, Jakarta : Rhineka
Cipta
Mukhrizal Arif. Pendidikan Pos Modernisme. ( Yogyakarta, AR-RUZZ MEDIA,
2016)
Muljana, Slame, Runtuhnya Kerajaan Hindu- Jawa dan Timbulnya
NegaraNegara Islam di Nusantara. Yogjakarta, 2007
Munawir Sjadzali., Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran.
(Jakarta: UI Press, 1990) cet. 1.
73

Munir Mulkhan SU, Pesan dan Kisah KH Ahmad Dahlan dalam Hikmah
Muhammadiyah, (Jakarta: Suara Muhammadiyah, 2010)
Musthofa Kamal Pasha dkk, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid,
(Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003)
Nasaruddin Umar, Islam Nusantara jalan panjang moderasi beragama di
Indonesia, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2019)
Rahmat, “Sumpah Pemuda: Antara Idealisme dan Realisme Pendidikan Politik”,
Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 1, No. 1 (Februari-Juli, 2003)
Rubrik Bingkai pada suara Muhammadiyah edisi 24, Th Ke-94 16-31 Desember
2009
Safitri Yeny, K.H. Ahmad Dahlan Dalam Pembaharuan Islam di Indonesia 1912-
1922, (S1 thesis, Universitas Jambi, 2020)
Said bin Ali Al-Qahthani, Dakwah Islam dan Dakwah Bijak, {Jakarta: Gema
Insani Press, 1994}, cet. Ke-1
Sayuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah
Ditinjau dari Pandangan Al-Qur‟an, {Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1994}, cet. Ke-1
Sekar Ayu Aryani, Orientasi Sikap dan Perilaku Keagamaan, Jurnal Religi, Vol.
XI, No. 01, Januari 2015
Solichin Salam, K.H. Ahmad Dahlan Reformer Islam Indonesia, (Djakarta:
Penerbit Djajamurni, 1963)
Suara Muhammadiyah dan Majelis Pendidikan kader PP Muhammadiyah, Manhaj
Gerakan Muhammadiyah : Ideologi, Khittah, dan Langkah / Suara
Muhammadiyah dan Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah,
(Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, 2010)
Suara Muhammadiyah, Pengayaan Purifikasi dan Dinamisasi,
https://suaramuhammadiyah.id/2022/09/22/pengayaan-purifikasi-dan-
dinamisasi/, diakses pada 17 Desember 2022
Susianti Br Sitepu, Pemikiran Teologi K.H. Ahmad Dahlan‛, Jurnal Al-Lubb, Vol.
2, No. 1 (Juni, 2017)
74

Sutrisno, Imam hadi, “Kajian Ekspedisi Pamalayu Dalam Konsep Nasionalisme


Majapahit”. Seuneubook Lada: Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya,
dan Kependidikan. Vol 5, No. 1, 2018
Syaifullah, Gerak Politik Muhammadiyah dalam Masyumi, (Jakarta : Pustaka
Utama Grafiti, 1997
Syarifuddin Jurdi, Muhammadiyah dalam Dinamikan Politik Indonesia 1966-
2006, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2010)
Transkrip Pidato K.H. Ahmad Dahlan, Tali Pengikat Hidup Manusia, Cirebon
1922
UITREKSEL, uit het Register den Besluiten van de Gouverneur General van
Nederlandsch-Indie. Batavia, den 16 Augustus 1920, No. 40.
UITREKSEL, uit het Register den Besluiten van de Gouverneur General van
Nederlandsch-Indie. Batavia, den 2 September 1921, No. 36.
Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan 2005 cetakan 3
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari : Moderasi, Keutamaan, dan
Kebangsaan, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010).

Anda mungkin juga menyukai