Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH OPERANT CONDITIONING

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas perkenan-Nya, kami
dapat menyusun makalah “Psikologi Pendidikan”. Makalah ini dibuat berdasarkan kebutuhan
guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan. Kami mengucapkan terima kasih
kepada pihak terkait yang telah membantu kami dalam menghadapi berbagai tantangan dalam
penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang
mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada
Adi Atmoko atas bimbingannya sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semuanya.

2
DAFTAR PUSTAKA
Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................. 1
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 3
C. Tujuan.............................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Operant Conditioning................................................................. 4
B. Prinsip-prinsip Operant Conditioning.......................................................... 4
C. Stimulus Generalization dan Discrimination pada Operant Conditioning 6
D. Extinction (Pelenyapan).................................................................................. 7
E. Tokoh-Tokoh Operant Conditioning............................................................. 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 17

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Banyak  teori tentang belajar yang telah berkembang mulai abad ke 19 sampai
sekarang ini. Pada awal abad ke-19 teori belajar yang berkembang pesat dan memberi
banyak sumbangan terhadap para ahli psikologi adalah teori belajar tingkah laku
(behaviorisme) yang awal mulanya dikembangkan  oleh psikolog Rusia Ivan Pavlav
(tahun 1900-an) dengan teorinya yang dikenal dengan istilah pengkondisian klasik
(classical conditioning) dan kemudian teori belajar tingkah laku ini dikembangkan
oleh beberapa ahli psikologi yang lain seperti Edward Thorndike, B.F Skinner dan
Gestalt.
Teori belajar behaviorisme ini berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan
diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat
menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini
adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan
mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan
negatif. Evaluasi atau Penilaian didasari atas perilaku yang tampak. Dalam teori
belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang
diikuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.
Di awal abad 20 sampai sekarang ini teori belajar behaviorisme mulai
ditinggalkan dan banyak ahli psikologi yang baru lebih mengembangkan teori belajar
kognitif dengan asumsi dasar bahwa kognisi mempengaruhi prilaku. Penekanan
kognitif menjadi basis bagi pendekatan untuk pembelajaran. Walaupun teori belajar
tigkah laku mulai ditinggalkan diabad ini, namun mengkolaborasikan teori ini dengan
teori belajar kognitif dan teori belajar lainnya sangat penting untuk menciptakan
pendekatan pembelajaran yang cocok dan efektif, karena pada dasarnya tidak ada satu
pun teori belajar yang betul-betul cocok  untuk menciptakan sebuah pendekatan
pembelajaran yang pas dan efektif.

4
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, untuk memudahkan penyusunan makalah ini,
penulis menyusun beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari Operant Conditioning ?
2. Apa saja prinsip-prinsip dari Operant Conditioning ?
3. Apa pengertian Stimulus Generalization dan Discrimination pada Operant
Conditioning ?
4. Siapa tokoh-tokoh dari Operant Conditioning ?
C. TUJUAN
Berdasarkan masalah yang ada kita memiliki beberapa tujuan, sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah pengertian dari Opernt Conditioning
2. Untuk mengetahui apa prinsip-prinsip Operant Conditioning
3. Untuk mengetahui apakah pengertian Stimulus Generalization dan Discrimination
pada Operant Conditioning
4. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh yang mengembangkan teori Operant
Conditioning

5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Operant Conditioning (Pengondisian Instrumental)
Operant conditioning merupakan salah satu dari dua jenis pengondisian dalam
pembelajaran asosiasi (associative learning). Pembelajaran asosiatif adalah pembelajaran
yang muncul ketika sebuah hubungan dibuat untuk menghubungkan dua peristiwa. Dalam
operant conditoning, individu belajar mengenai hubungan antara sebuah perilaku dan
konsekuensinya. Sebagai hasil dari hubungan asosiasi ini, setiap individu belajar untuk
meningkatkan perilaku yang diikuti dengan pemberian  ganjaran dan mengurangi perilaku
yang diikuti dengan hukuman. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian
operant conditioning adalah sebuah bentuk dari pembelajaran asosiatif di mana
konsekuensi dari sebuah perilaku mengubah kemungkinan berulangnya perilaku.
2. Prinsip-Prinsip Operant Conditioning
a. Penguatan (Reinforcement)
Penguatan adalah proses belajar untuk meningkatkan kemungkinan dari sebuah
perilaku dengan memberikan atau menghilangkan rangsangan. Prinsip penguatan
dibagi menjadi dua, yaitu:
 Positive Reinforcement (Penguatan Positif)
Penguatan positif (positive reinforcement) adalah suatu rangsangan yang
diberikan untuk memperkuat kemungkinan munculnya suatu perilaku yang baik
sehingga respons menjadi meningkat  karena diikuti dengan stimulus yang
mendukung. Sebagai contoh, seorang anak yang pada dasarnya memiliki sifat
pemalu diminta oleh guru maju ke depan kelas untuk menceritakan sebuah
gambar yang dibuat oleh anak itu sendiri. Setelah anak tersebut membacakan
cerita, guru memberikan pujian kepada anak tersebut dan teman-teman sekelasnya
bertepuk tangan. Ketika hal tersebut berlangsung berulang-ulang, maka pada
akhirnya anak tersebut menjadi lebih berani untuk maju ke depan kelas, bahkan
kemungkinan sifat pemalunya akan hilang.Rangsangan yang diberikan untuk
penguatan positif dapat berupa hal-hal dasar seperti, makanan, minuman, sex, dan
kenyamanan pisikal. Selain itu, beberapa hal-hal lain seperti uang, persahabatan,
cinta, pujian, penghargaan, perhatian, dan kesuksesan karir juga dapat digunakan
sebagai rangsangan penguatan positif.
 Negative Reinforcement (Penguatan Negatif)

6
Negative Reinforcement adalah peningkatan frekwensi suatu perilaku positif
karena hilangnya rangsangan yang  merugikan (tidak menyenangkan). Sebagai
contoh,  seorang ibu yang memarahi anaknya setiap pagi karena tidak
membersihkan tempat tidur, tetapi suatu pagi si anak tersebut membersihkan
tempat tidurnya tanpa di suruh dan si ibu tidak memarahinya, pada akhirnya si
anak akan semakin rajin membersihkan tempat tidurnya diringi dengan
berkurangnya frekwensi sikap kemarahan dari ibunya. Perbedaan mutlak
penguatan negatif dengan penguatan positif terletak pada penghilangan dan
penambahan stimulus yang sama-sama bertujuan untuk meningkatkan suatu
perilaku yang baik.
*Penguatan Positif + Stimulus => Perilaku baik
*Penguatan Negatif – Stimulus => Perilaku baik
b. Hukuman (Punishment)
Penguatan negatif (negative reinforcement) tidaklah sama dengan hukuman,
keduanya sangat berbeda. Penguatan negatif lebih bertujuan untuk meningkatkan
probabilitas dari sebuah perilaku, sedangkan hukuman lebih bertujuan untuk
menurunkan probabilitas terjadinya perilaku. Dalam penguatan negatif respon akan
meningkat karena konsekuensinya, sedangkan pada hukuman respon akan menurun
karena konsekuensinya. Sebagai contoh, ketika kita meminum obat saat kita sakit
kepala dan  hasilnya sakit kepala kita hilang , maka kita  akan meminum obat yang
sama saat kita mengalami sakit kepal. Penghilangan  rasa sakit kepala pada kasus ini
merupakan penguatan negatif, sedangkan apabila setelah meminum obat ternyata kita
mendapat alergi, maka tentunya kita tidak akan meminum obat yang sama lagi sebab
mendapat alergi dalam kasus ini merupakan sebuah hukuman sehingga perilaku
berikutnya tidak akan mengulangi hal yang sama.
Hukuman (punishment) adalah sebuah konsekuensi untuk mengurangi atau
menghilangkan kemungkian sebuah perilaku akan muncul. Sebagai contoh, seorang
anak bermain-main pedang-pedangan menggunakan pisau, kemudian kulit jari
tanganya terpotong ketika pisau tersebut salah diarahkan. Pada akhirnya anak tersebut
akan sedikit kemungkinannya bermain-main menggunakan pisau. Hukuman dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Hukuman Positif
Hukuman positif (positive punishment) dimana sebuah perilaku berkurang ketika
diikuti dengan rangsangan yang tidak menyenangkan, misalnya ketika seseorang

7
anak mendapat nilai buruk di sekolah maka orangtuanya akan memarahinya
hasilnya anak tersebut akan belajar lebih giat untuk menghindari omelan
orangtuanya (akan kecil kemungkinannya anak tersebut akan mendapatkan nilai
jelek).
2. Hukuman Negatif
Hukuman negatif (negative punishment), sebuah perilaku akan berkurang
ketika sebuah rangsangan positif atau menyenagkan diambil. Sebagai contoh,
seorang anak mendapat nilai jelek akibat terlalu sering bermain-main dengan
temannya dan malas belajar, kemudian  anak tersebut dihukum oleh orangtuanya
untuk tidak boleh bermain dengan teman-temannya selama sebulan, akhirnya anak
tersebut tidak akan terlalu sering bermain-main dengan temannya atau lebih
mengutamakan pelajarannya.
3. Stimulus Generalization dan Discrimination pada Operant Conditioning
a) Generalization (Generalisasi)
Generalization  pada operant conditioning adalah memberikan respon yang sama
terhadap stimulus yang sama atau mirip. Fokus perhatiannya adalah  tingkat dimana
perilaku disamaratakan dari satu situasi ke situasi yang lain. Sebagai contoh, anak
kecil yang mendapatkan penguatan oleh orang tuanya karena menimang dan
menyayangi anjing keluarga, ia akan segera mengeneralisasikan respon menimang
anjing itu dengan  anjing yang lain. Contoh lain, seorang guru memuji siswanya
apabila siswa itu mengajukan pertanyaan yang bagus yang berhubungan dengan
bahasa Inggris, hal ini disamaratakan dengan kerja keras dalam sejarah, matematika
maupun dalam mata pelajaran yang lain.
b) Discrimination (diskriminasi)
Diskriminasi dalam operant conditioning berarti melibatkan perbedaan antara
stimulus-stimulus dan kejadian-kejadian lingkungan, atau dapat diartikan merespon
stimulus yang menunjukkan bahwa sebuah perilaku akan atau tidak akan dikuatkan.
Sebagai contoh, Jika dikaitkan dengan contoh diatas dimana anak akan
mengeneralisasikan menyayangi anjing keluarga dengan anjing yang lainnya,
sedangkan hal itu bisa saja berbahaya ( dapat dikatakan, anjing tetangga sangat galak
dan suka menggigit) maka orang tua harus memberikan latihan diskriminasi, sehingga
anak mendapatkan penguatan jika ia menyayangi anjing keluarga dan bukan anjing
tetangga, dengan cara  oranng tua menunjukkan aspek-aspek anjing yang melihatkan
keramahannya( misalnya ekornya biasa dikibas-kibas) sehingga anak akan bisa

8
mengenali mana anjing yang rmah dan biisa disayang dan mana anjing yang galak.
Contoh lain, seorang siswa tahu bahwa wadah di  meja guru yang bertulisan “
Matematika” adalah tempat ia harus meletakkan tugas matematika hari ini, sementara
wadah lainnya yang bertulisan “ Bahasa Inggris “ adalah tempat tugas bahasa inggris
hari ini harus diletakkan.
4. Extinction (Pelenyapan)
Extinction  merupakan suatu penghentian penguatan. Jika dalam suatu kasus
dimana pada perilaku sebelumnya individu mendapat penguatan kemudian tidak lagi
dikuatkan sehingga akan ada kecenderungan penurunan perilaku, maka hal inilah yang
dinamakan munculnya suatu pelenyapan (extinction).
Seorang siswa mendapatkan beasiswa setiap kali berhasil menjadi juara kelas.
Namun, suatu ketika beasiswa dihentikan karena adanya kekurangan dana dari pihak si
pemberi beasiswa sehingga tidak sanggup lagi memberi bantuan. Ketika pihak pemberi
beasiswa tersebut tidak memberi lagi beasiswa, semangat belajar siswa tersebut menjadi
menurun.
Pelenyapan  juga merupakan suatu strategi menghentikan penguatan dimana
pelenyapan ini menarik penguatan positif terhadap perilaku tidak tepat atau tidak pantas.
Hal ini dikarenakan banyaknya perilaku yang tidak tepat dipertahankan akibat adanya
penguatan positif terhadap perilaku tersebut. Sebagai contoh, orangtua yang kurang peka
terkadang cenderung lebih memperhatikan perilaku yang tidak baik dari anaknya, seperti
menegur, memarahi, membentak, dan sebagainya tanpa sedikitpun memperhatikan hal-
hal baik yang dilakukan oleh anaknya, seperti memuji prestasi-prestasi dan kelakuan baik
anak-anaknya. Dalam hal ini, sangat diperlukan adanya suatu pelenyapan terhadap
penguatan pada hal-hal negatif yang dilakukan anaknya dan lebih memperhatikan dan
memunculkan penguatan pada hal-hal positif yang dilakukan si anak.
5. Tokoh-Tokoh Operant Conditioning
 BF. Skinner
Skinner adalah salah satu tokoh yang terkenal dalam psikologi. Dia adalah tokoh
beraliran Behavioristik dengan teorinya yang banyak dimanfaatkan untuk modifikasi
perilaku. Teorinya yang terkenal adalah belajar dengan operant conditioning. Asas
pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada waktu keluarnya
teori S-R. Istilah-istilah seperti cues (pengisyratan), purposive behavior (tingkah laku
purposive) dan drive stimuli (stimulus dorongan) dikemukakan untuk menunjukkan
daya suatu stimulus untuk memunculkan atau memicu suatu respon tertentu. Skinner

9
tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex bersyarat dimana
stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner
penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk
menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya. Skinner
menghindari kontradiksi yang ditampilkan oleh model kondisioning klasik dari
Pavlov dan kondisioning instrumental dari Thorndike. Ia mengajukan suatu
paradigma yang mencakup kedua jenis respon itu dan berlanjut dengan mengupas
kondisi-kondisi yang bertanggung jawab atas munculnya respons atau tingkah laku
operan.
 Eksperimen BF. Skinner
Untuk mendemonstrasikan pengkondisian operan di laboratorium, Skinner
meletakkan seekor tikus yang lapar dalam sebuah kotak, yang disebut “kotak
Skinner”. Di dalam kotak Skinner tersebut, tikus dibiarkan aktivitas apa saja,
berjalan ke sana kemari menjelajahi keadaan sekitar. Dalam aktivitasnya itu, tikus
tanpa sengaja menyentuh suatu tuas dan menyebabkan keluarnya makanan. Tikus
akan melakukan lagi aktivitas yang sama untuk memperoleh makanan, dengan
menekan tuas titik, semakin lama semakin sedikit, aktivitas yang dilakukan untuk
menyentuh tuas, dan memperoleh makanan. Di sini tikus mempelajari hubungan
antara tuas dan makanan. Hubungan ini akan terbentuk apabila makanan tetap
merupakan hadiah bagi kegiatan yang dilakukan oleh tikus. Bilamana makanan
tidak keluar (tidak ada hadiah), maka hubungan ini lama-lama akan mengendor
dan menghilang.

 Prinsip belajar Skinner


1) Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan,
jika benar diberi  penguat.

10
2) Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3) Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4) Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
5) Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan
perlu diubah,     untuk menghindari adanya hukuman.
6) Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcement.
7) Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
 Kelebihan Teori Skinner
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini
ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan
adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan
meminimalkan terjadinya kesalahan.
 Kekurangan Teori Skinner
Tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak
didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan
menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery
learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.
Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman
sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman
yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya.
Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari
kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar,
ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.
Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi didalam situasi
pendidikan seperti penggunaan rangking Juara di kelas yang mengharuskan anak
menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai
dengan kemampuan yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak
penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa: misalnya
penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari atau
olahraga.

11
 Edward Thorndike

Edward L.Thorndike, merupakan pelopor tidak hanya dalam teori belajar,


tetapi juga dalam praktik pendidikan, verbal, psikologi komparatif, tes kecerdasan,
masalah sifat-mengasuh, transfertraining, dan penerapan ukuran kuantitatif untuk
masalah socio psychological. Thorndike memulai penelitiannya tersebut ketika
usianya lebih dari 60 tahun.
Penelitian dimulai dengan studi mengenai telepati mental pada anak-anak
(yang ia dijelaskan sebagai pendeteksi bawah sadar pada gerakan tiap menit dari anak
yang telah dibuat oleh eksperimen). Percobaan berikutnya melibatkan anak ayam,
kucing, tikus, anjing, ikan, monyet, dan pada akhirnya manusia dewasa. Produktivitas
ilmiah Thorndike sulit untuk dipercaya. Sampai tahun 1947, ia telah menulis
sebanyak 507 buku, monographs dan artikel jurnal. Dalam otobiografinya tertulis
bahwa ia telah menghabiskan waktu sebanyak 20.000 jam untuk membaca dan
mempelajari buku ilmiah dan jurnal Thorndike lahir di Williamsburg, pada tanggal 31
Agustus 1874. Masa kanak-kanak dan pendidikannya adalah sebagai anak lelaki
kedua dari seorang pendeta Metodis di Lowell, Massachusetts. Thorndike lulus dari
The Roxbury Sekolah Latin (1981), di West Roxbury, Massachusetts, Wesleyan
University (BS 1895), Harvard University (MA 1897), dan Columbia
University(PhD.1898).
Awal karir Thorndike dibidang psikologi dimulai saat ia tertarik terhadap pada
buku William James yang berjudul “Principles of Psychology, dimana ia masih
menjadi mahasiswa di Universitas Wesleyan. Oleh sebab itu, ia memutuskan untuk
mengambil mata kuliah James di Universitas Harvard. Hubungan Thorndike dengan
James sangat dekat, tidak hanya sebatas dosen dengan mahasiswa. Hal ini terbukti

12
dengan beberapa bantuan yang diberikan James terhadap Thorndike, antara lain
mengijinkan Thorndike untuk tinggal di basementnya dan melakukan eksperimen di
laboratoriumnya.
Setelah ia menyelesaikan kuliah di Universitas Harvard, Thorndike bekerja di
“Teacher’s College of Columbia” dibawah pimpinan James Mc.Keen Cattell.
Disinilah minatnya yang besar timbul terhadap proses belajar, pendidikan dan
inteligensi. Diawal penelitian, Thorndike menggunakan anak ayam sebagai bahan
penelitiannya, kemudian diganti dengan kucing, tikus, anjing, ikan, kera dan orang
dewasa. Sebenarnya ia juga menggunakan gorilla, tetapi tidak berlangsung lama
karena ia tidak punya uang untuk membelidan merawatnya. Tahun-tahun penelitian
hewan yang dirangkum dalam disertasi doktornya, berjudul animal intelligence: An
Expert mental study of the associative Process in Animal,yang diterbitkan pada tahun
1890 dan diperluas dan diterbitkan ulang pada tahun 1911 sebagai Intelijen Hewan.
Ide-ide dasar yang dikemukakan dalam dokumen-dokumen ini merasuki semua
tulisan Thorndike dan pada kenyataannya sebagian besar berupa teori belajar.
Pada tanggal 29 Agustus 1900, dia menikahi Elizabeth Moulton dan mereka
mempunyai lima anak. Beliau merupakan seorang anggota dewan dari Psychological
Association pada tahuan 1912. Kemudian, pada tahun 1937, Thorndike menjadi
Presiden kedua Psychometric Society, mengikuti jejak Leon Thurstone yang telah
mendirikan masyarakat dan jurnal Psychometrika tahun sebelumnya. Edward L.
Thorndike meninggal tanggal 9 Agustus 1949.
 Teori Gagasan Utama Thorndike
1) Koneksionisme
Thorndike memplokamirkan teorinya dalam belajar. Ia mengungkapkan
bahwasannya setiap makhluk hidup dalam tingkah lakunya itu merupakan
hubungan antara stimulus dan respon. Adapun teori Thorndike ini disebut teori
koneksionisme, koneksi disebut sebagai koneksi saraf yang disebut
sambungan saraf antara stimuli (S) dan respon (R). Agar tercapaihubungan
antara stimulus dan respons, perlu adanyakemampuan untuk memilih respons
yang tepat sertamelalui percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan
(error) terlebih dahulu.
2) Selecting and Connecting (Memilih dan Menghubungkan)
Teori Thorndhike yang paling mendasar adalah trial dan eror belajar, atau
pada awalnya disebut selecting and connecting. (memilih dan menghubungan).

13
Ia mencapai gagasan dasar ini melalui percobaan awalnya, menempatkan
hewan ke dalam “puzzle box” (seperti gambar di bawah) yang diatur
sedemikian rupa, sehingga binatang membuat jenis responmelarikandiri.
Percobaan dilakukan terhadap seekor kucing yang lapar.Kucing itu ditaruh
dalam kandang, yang mana terdapat celah-celah yang kecil di kandang
tersebut, sehingga seekor kucing itu bisa melihat makakanan yang berada
diluar kandang. Puzzle box di atas adalah sebuah kurungan kecil dengan pintu
yang akan terbuka jika kucing menarik tali yang tergantung di dalam
kurungan. Tugas kucing ialah keluar dari kurungan untuk mendapatkan
makanan (hadiah) yang ditempatkan di luar kurungan. Mula-mula, kucing
akan berjalan di sekeliling kurungan, mencakar-cakar lantai, meloncat ke kiri-
kanan hingga sampai pada gerakan yang tidak sengaja dia menarik tali
pembuka pintu kurungan. Thorndike mengulang percobaan ini beberapa kali,
dan kucing pun masih lari sekitar kandangnya, tetapi menarik tali lebih cepat.
Setelah beberapa percobaan, kucing memusatkan tingkah lakunya di sekeliling
tali, akhirnya menarik tali, pintu terbuka, dan mendapatkan makanan.
Thorndike merencanakan waktu hewan untuk memecahkan masalah sebagai
fungsi dari jumlah membuka peluang binatang dalam memecahkan masalah.
Setiap kesempatan adalah latihan, dan latihan dihentikan ketika binatang
menemukan solusi yang benar. Dalam susunan percobaan dasar ini, Thorndike
secara konsisten mencatat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan
masalah secara sistematis menurun sebagai jumlah latihan yang meningkat.
Yakni, semakin banyak peluang binatang, semakin cepat memecahkan
masalah.
3) Belajar merupakan Penambahan (Incremental), bukan secara Mendalam
(Insightful).
Tidak ada penurunan waktu yang lambat untuk mencari solusi yang terdapat
dari percobaan di atas. Thorndike menyimpulkan bahwa belajar lebih pada
suatu tambahan daripada mendalam. Dengan kata lain, belajar terjadi dalam
langkah-langkah sistematis yang sangat kecil daripada lompatan besar. Ia
mencatat bahwa jika belajar mendalam, grafik akan menunjukkan bahwa
waktu untuk solusi akan tetap relatif stabil dan akan tinggi ketika binatang
tidak memperoleh latihan.

14
4) Belajar Tidak Ditengahi Oleh Ide-Ide.
Berdasarkan penelitiannya, Thorndike (1898) juga menyimpulkan bahwa
belajar merupakan proses langsung dan tidak dipengaruhi oleh proses berpikir
atau suatu alasan. Berdasarkan percobaan di atas, kucing tidak melihat situasi,
apalagi memikirkan hal itu untuk memutuskan apa yang harus dilakukan.
Perilaku tersebut diperoleh dari naluri dan pengalaman yang telah menetap
sebagai reaksi yang cocok untuk situasi "kurungan ketika lapar dengan
makanan di luar".
5) Semua mamalia belajar dalam cara yang sama.
Banyak yang terganggu oleh desakan Thorndike bahwa semua pembelajaran
merupakan proses langsung dan tidak dimediasi oleh ide-ide, terutama karena
ia juga mempelajari semua mamalia termasuk manusia mengikuti hukum yang
sama. 
 Hukum Efek Therndike
Pada saat yang hampir sama dengan dilakukannya sebuah eksperimen
pengkondisian klasik anjing oleh Ivan Pavlov, E.L. Thorndike(1906) sedang
mempelajari kucing dalam kotak. Thorndike menempatkan kucing yang lapar
dalam sebuah kotak dan meletakkan ikan diluar kotak. Untuk bisa keluar dari
kotak, kucing itu harus mengetahui cara membuka palang di dalam kotak tersebut.
Pertama-tama kucing itu melakukan beberapa respons yang tidak efektif. Dia
mencakar atau menggigit palang. Akhirnya, kucing itu secara tidak sengaja
menginjak pijakan yang membuka palang pintu. Saat kucing dikembalikan ke
kotak, dia melakukan aktivitas acak sampai dia menginjak pijakan itu sekali lagi.
Pada percobaan berikutnya, kucing itu semakin sedikit melakukan gerakan acak,
sampai dia akhirnya bisa langsung menginjak pijakan itu untuk membuka pintu.
Hukum efek (law effect) Thorndike menyatakan bahwa perilaku yang di
ikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa perilaku yang diikuti hasil
negatif akan diperlemah. Pertanyaan utama untuk Thorndike adalah bagaimana
respons stimulus yang benar (S-R) ini menguat dan akhirnya mengalahkan
respons stimulus yang tidak benar. Menurut Thorndike, asosiasi S-R yang tepat
akan diperkuat, dan asosiasi yang tidak tepat akan melemah, karena konsekuensi
dari tindakan organisme. Pandangan Thorndike disebut teori S-R karena perilaku
organisme itu dilakukan sebagai akibat dari hubungan antara stimulus dan

15
respons. Seperti yang akan kita lihat selanjutnya, pendekatan Skinner memperluas
ide dasar Thorndike ini.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Bahwa tingkah laku seseorang dapat menimbulkan penguatan (reinforcement) di
mana melalui pemberian penguatan tersebut kita dapat mengontrol atau bagaimana
menimbulkan dan mengembangkan sebuah tingkah laku pada individu. Penguatan
tersebut dapat berupa reward (hadiah) dan dapat pula berupa punishment (hukuman).
Dengan ganjaran positif (positive reinforcement), kita akan dapat menumbuhkan dan
mengembangkan suatu perilaku pada individu. Dan sebaliknya dengan ganjaran negatif
(negative reinforcement), kita akan dapat menghambat suatu perilaku pada individu.
Kemudian implementasi teori belajar operant dalam proses belajar mengajar adalah
bahwa seorang guru dapat membentuk, mengembangkan, dan mengontrol tingkah laku /
perilaku siswa menuju ke arah yang lebih positif sesuai harapan yang diinginkannya
melalui reinforcement, baik yang berupa reward maupun punishment. Reward akan
menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh murid, sedangkan punishment menunjukkan
apa yang tidak boleh dilakukan murid.

17
DAFTAR PUSTAKA

King, Laura A.2010.Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif.Jakarta:Salemba


Humanika
Lahey,Benyamin B.2007.Psychology An Introduction Ninth Edition.New York:The McGraw
Hill Companies
Satrock,John W.2007.Psikologi Pendidikan. edisi kedua. Jakarta:PT Kencana Media Group
Schultz, Duane P and Sydney Ellen Schultz.1993.Theories of Personality, Ninth Edition.
Brooks:Cole
Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1991.
Bower, GordonH. Theories of Learning, Prentice Hall Inc, 1981.
Hall, Calvin S. Teori-Teori Sifat dan Behavioristik, Yogyakarta: Kanisius, 1993.
Morgan and Richard A. King. Introduction of Psychology, Clifford T. Library of Congress
Katalog Card, 1971.
Mulyati. Psikologi Belajar, Surakarta: Andi, 2005.
Sahertan, Piet A. Aliran-Aliran Modern dalam Ilmu Jiwa, Surabaya: Usaha Nasional, 1983.
Sarwono, Sarlito W. Psikologi Sosial, Jakarta: Balai Pustaka, 1997.
Sarwono, Sarlito W. Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

18

Anda mungkin juga menyukai