Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PEMBELAJARAN ANAK GANGGUAN SPEKTRUM AUTIS

“ESTABLISHING OPERATION DAN DISCRIMINATION TRAINING”

DOSEN PENGAMPU :

Rahmahtrisilvia, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 6 :

1. Lucy Anggrayeni Suhela 19003072

2. Nabila Alya Fitri 19003173

3. Ridwan Hisbullah 19003094

4. Vera Wati 19003037

PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kita haturkan kehadirat Allah َ ‫س ب ْ َح ان َ ه ُ و َ ت َ ع َ ال‬


ُ
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah pada mata kuliah Pembelajaran Anak dengan gangguan spektrum autis dengan pokok
materi pembahasan “Reinforcement”. Dalam proses pembuatan makalah ini, Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Pembelajaran Anak Gangguan
Spektrum Autis yang telah memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan pada mata kuliah ini.
Penulis juga berterima kasih kepada semua partisipan yang telah memudahkan penulis dalam
pembuatan makalah ini. Karena atas semua konstribusi partisipan tersebut kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan sebaik mungkin.

Hanya doa yang dapat penulis berikan, semoga segala bantuan yang telah diberikan
kepada penulis dibalas dan dinilai sebagai amal ibadah. Kami berharap semoga makalah ini bisa
menambah pengetahuan para pembaca. Penulis mengharapkan kritik dan saran para pembaca
yang sifatnya membangun, demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi. Demikianlah makalah
ini penulis buat, kami berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat di dunia pendidikan
dan memberikan inspirasi bagi semua pihak, baik yang menulis ataupun yang membaca makalah.

Bengkulu, 26 September 2021

Penulis

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR................................................................................................................. i
BAB I .................................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN............................................................................................................ 2
PEMBAHASAN .............................................................................................................. 3
1. Establishing operation .............................................................................................. 3
2. Discrimination Training ............................................................................................ 5
BAB III ................................................................................................................................ 13
PENUTUPAN ................................................................................................................ 13
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 13
B. Saran ..................................................................................................................... 13
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 14

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Metode yang tepat diperlukan dalam menangani anak dengan gangguan


spektrum autism adalah Metode yang biasanya dilakukan untuk menangani anak
dengan autisme pada tahapan pra-akademik dengan cara lisan ini adalah Applied
Behaviour Analysis (ABA). Dalam ABA ataupun program yang diberikan pada anak
dengan GSA, istilah Reinforcement merupakan istilah yang tidak asing.
Reinforcement adalah proses dimana konsekuensi, penguat, mengikuti respon dan
meningkatkan kemungkinan respon di masa depan dalam kondisi serupa. Orang tua,
guru, dokter dan pengasuh lainnya menggunakan prosedur berbasis reinforcement
dalam pengaturan pendidikan dan terapi untuk individu dengan gangguan spektrum
autis untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan untuk mengurangi perilaku
yang tidak diinginkan.

B. Rumusan Masalah

A. Apa yang dimaksud dengan Establishing Operation dan apa saja prosedur
dan komponennya ?

B. Apa yang dimaksud dengan Discrimination dan apa saja prosedurnya ?

C. Tujuan

A. Untuk mengetahui pengertian, prosedur, dari establishing operation.

B. Untuk mengetahui pengertian, prosedur, atau pelaksanaan dari


discrimination training
2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Establishing operation

A.Pengertian

Establishing Operation (EO): adalah faktor yang dapat meningkatkan atau


menurunkan nilai sebuah reinforcer untuk sementara waktu dan dapat membawa ke
suatu peningkatan perilaku yang telah terasosiasikan dengan reinforcer tertentu.
Misalnya anak sedang menginginkan es krim, dan setelah melakukan apa yg
diinstruksikan, anak diberi reinforcer es krim, maka pada instruksi berikutnya anak
akan cenderung mau melakukan/mengulangnya kembali. Es krim sebagai reinforcer
sifatnya sementara, karena mungkin setelah si anak sudah tidak menginginkan es
krim, maka es krim bukan EO/MO lagi

Hal-hal yang mempengaruhi EO :

 Deprivation – Keadaan ketika kita tidak mendapatkan item yang kita inginkan
untuk suatu waktu (meningkatkan nilai). Contoh: Jika anda sedang diet, maka
pizza menjadi sangat menggiurkan.

 Satiation – Keadaan ketika kita sudah mendapatkan item yang kita


inginkan/sudah bosan (menurunkan nilai). Contoh: jika anda makan siang
dengan pizza setiap hari, mungkin anda sudah tidak menginginkannya lagi.

 Competing EO – Nilai dari beberapa perilaku lain lebih kuat (menurunkan


nilai). Contoh: Anak sangat ingin bermain dengan suatu mainan, tetapi anda
3
bertanya terus sehingga nilai “lari dari pertanyaan” (escaping) lebih kuat
daripada nilai mainan tersebut.

Contoh-contoh lain:

 Jika kita kekurangan uang, maka kondisi ini akan meningkatkan nilai uang
ekstra dan akibatnya pada jenis perilaku (kerja tambahan? kerja
lembur?) untuk mendapatkan uang yang pernah dilakukan
sebelumnya/pengalaman sebelumnya.

 Jika anak punya mainan favorit yg sudah lama tidak dimainkan, maka nilai
dari mainan tersebut akan meningkat sementara waktu dan akibatnya pada
peningkatan jenis perilaku (bicara? Teriak?) seperti yang pernah dilakukan
sebelumnya.

 Jika anak berada pada lingkungan yang ramai, berisik yang membuat dia tidak
nyaman, maka suasana tersebut untuk sementara waktu meningkatkan nilai
dari “lari/menghindar” dan akibatnya pada jenis perilaku (memukul?
Menggigit? Berkata “ayo pergi”) seperti yang pernah dilakukan sebelumnya.

Adapun Prosedur pelaksanaan Establishing Operation sebagai berikut.

A. 1 aktivitas = 3-5 siklus

B. Setelah 3-5 siklus selesai harus dipindah ke program lain atau aktivitas DT
nya (jika sudah dilakukan DT).

4
C. Anak mendapat kesempatan 2 kali salah/tidak mengerjakan, setelah itu
anak harus dibantu agar dapat melakukan sampai benar.

D. Jika anak melakukan setengah gerakan, bantu menyelesaikan gerakan


tersebut dan reward.

E. Jika anak dapat menyelesaikan instruksi dengan benar 2 kali, maka lakukan
ESTABLISH OPERATION dengan melakukan switch ke instruksi berupa
program/aktivitas yang sudah dikuasai anak kemudian kembali keprogram
semula.

2. Discrimination Training

A. Pengertian

Pelatihan diskriminasi, atau discrimination training, adalah dasar dari


stimulus kontrol operan. Dalam hal ini, kontrol stimulus dapat berkembang karena
perilaku diperkuat di depan stimulus tertentu saja. Dalam pelatihan diskriminasi
stimulus ini terdapat dua langkah yang terlibat. Langkah yang pertama adalah
keberadaan stimulus diskriminasi (SD) yang membuat perilaku menjadi lebih kuat.
Langkah kedua adalah ketika ada stimulus lain yang muncul namun SD tidak ada,
perilaku menjadi tidak diperkuat. Selama pelatihan diskrimasi, setiap kemunculan
stimulus tanpa ada perilaku yang diperkuat disebut S-delta.

Stimulus Control berkembang dikarenakan perilaku mendapat penguatan ketika


stimulus penyebab (antecedent) hadir. Kehadiran stimulus penyebab (antecedent)
disebut sebagai Discriminative Stimulus (SD). Proses penguatan (reinforcing)
perilaku ketika Discriminative Stimulus (SD) hadir disebut sebagai Stimulus
Discrimination Training. Ada dua langkah dalam Stimulus Discrimination Training:
1. Ketika (SD) hadir, maka perilaku mendapat penguatan. 2. Ketika penyebab lain
5
selain (SD) hadir maka ia tidak mendapat penguatan. Penyebab (antecedent) yang
tidak mendapat penguatan disebut S- Delta (SΔ).

Pelatihan diskriminasi objek adalah jenis terapi kognitif, yang digunakan guru
untuk memberdayakan anak-anak dengan pembelajaran kognitif autisme dan
keterlibatan. Dalam mengajarkan keterampilan diskriminasi kepada anak – anak
autisme adalah bagaiman dalam pemberian tugas cukup memakan waktu dan stress
karena anak – anak autisme cukup menghadirkan beberapa hambatan pada dirinya
dan gangguan perilaku yang dimilikinya. Selanjutnya, pada setiap percobaan dalam
setiap terapi, guru perlu memelihara catatan rinci tentang prestasi dan perilaku siswa
untuk memantau kemajuan mereka. Karena guru sering mencatat informasi ini secara
manual, biasanya membuat penilaian dan perancah tidak akurat, tidak dapat
diprediksi. Sebagian besar alat yang tersedia yang digunakan selama pelatihan
diskriminasi objek termasuk objek nyata dan dukungan visual berbasis kertas (yaitu,
hal-hal yang kita lihat yang meningkatkan proses komunikasi bahwa bersama dengan
petunjuk dari guru membantu siswa untuk mencocokkan objek nyata dengan
dukungan visual yang sesuai. Dukungan visual dapat meringankan tantangan perilaku
dan perhatian anak autis yang dihadapi dengan meningkatkan komunikasi dengan
isyarat visual.

Dalam pengaturan pelatihan diskriminasi yang khas, stimulus netral pertama


kali ditetapkan sebagai stimulus diskriminatif (SD) dengan memperkuat respons
tertentu di hadapannya. Selanjutnya, S . baruD diuji sebagai penguat yang
dikondisikan dengan menyampaikannya bergantung pada respons dan
membandingkan respons sebelum dan sesudah pelatihan diskriminasi.

6
B. Prosedur

Prosedur Pra-eksperimental

- Penilaian Preferensi
survei diberikan kepada pengasuh masing-masing peserta yang mengajukan
pertanyaan tentang makanan yang disukai anak mereka, alergi makanan, dan
persetujuan untuk membatasi akses ke item preferensi tinggi ke sesi
eksperimental.
- Penilaian Tanggapan
Tujuan penilaian ini adalah untuk mengidentifikasi sembilan tanggapan
tingkat rendah yang nantinya dapat digunakan selama pelatihan diskriminasi
dan sesi pretest dan posttest. . Pada awal setiap sesi penilaian tanggapan,
peserta secara manual diminta untuk terlibat dalam tanggapan dan kemudian
diinstruksikan, 'Lakukan apa pun yang Anda suka, tapi tetap di kursi Anda'.

- Penilaian Stimulus
Tujuan penilaian ini adalah untuk mengidentifikasi rangsangan netral yang
akan ditetapkan sebagai SDs dan S-delta selama penelitian dan rangsangan
penguat untuk digunakan selama pelatihan diskriminasi. Beberapa analis
perilaku dikonsultasikan dan dibantu dalam memilih rangsangan. Pengasuh
kemudian diminta untuk memberi peringkat rangsangan pada skala tipe Likert
dari 1 hingga 5, dengan 1 menunjukkan anak mereka akan sangat tidak
tertarik pada gambar dan 5 menunjukkan anak mereka akan sangat tertarik
pada gambar. Rangsangan dengan skor peringkat terendah dinilai terlebih
dahulu sampai enam rangsangan diidentifikasi sebagai berpotensi netral.

- Desain Eksperimental dan Pengumpulan Data

7
Desain multi-probe di seluruh rangkaian stimulus/respons digunakan untuk
mengevaluasi efek prosedur pelatihan diskriminasi dalam merespons. Setiap
set stimulus/respon dievaluasi selama kondisi pretest dan posttest.
SDPasangan /S-delta dibentuk dengan memasangkan rangsangan dengan
frekuensi respons yang sama selama penilaian stimulus netral dan kemudian
secara acak menetapkannya sebagai SD s atau S-delta untuk setiap set
stimulus/respon.
Selama sesi pretest dan posttest operan bebas, data dikumpulkan pada
frekuensi tanggapan ketika SD disampaikan bergantung pada satu respons dan
pada frekuensi respons ketika delta-S disampaikan bergantung pada respons
yang berbeda.

Prosedur Eksperimental
- Tes awal
SD dan sesi S-delta dilakukan dalam urutan kuasi-acak. Pada awal setiap sesi,
respons diminta dua kali dengan stimulus netral (ditetapkan sebagai SD atau
S-delta) disampaikan bergantung pada setiap respons. Setelah respons yang
diminta kedua, peserta diinstruksikan, 'Lakukan apa pun yang Anda suka, tapi
tolong tetap di kursi Anda'. Stimulus netral kemudian diberikan selama 2-4
detik bergantung pada setiap respons berikutnya. Setiap sesi berlangsung
selama 5 menit, dan sesi dilakukan hingga respons stabil di lima sesi di setiap
kondisi. Ini berfungsi sebagai dasar.
- Pelatihan Diskriminas
Tujuan dari kondisi ini adalah untuk menetapkan satu stimulus sebagai SD
dan satu stimulus sebagai S-delta (untuk setiap set stimulus). Setiap sesi
pelatihan diskriminasi terdiri dari 10 percobaan. Selama langkah pertama
pelatihan diskriminasi, stimulus netral ditetapkan sebagai SD. Peserta duduk
di meja dengan eksperimen berdiri di belakang dan di sebelah kanannya pada

8
sudut 45 °. Sebelum setiap sesi, peneliti menampilkan lima penguat yang
dapat dimakan kepada peserta dan bertanya, 'Kamu mau yang mana?'. Jika
respons tidak terjadi dalam waktu 3 detik, peserta diminta untuk terlibat dalam
respons, dan penguat diberikan. Anjuran secara sistematis memudar di seluruh
uji coba dengan secara manual mendorong dua uji coba, mengetuk lengan
siswa untuk dua uji coba, dan menampilkan isyarat isyarat untuk dua uji coba.
Jika suatu saat prompt tidak cukup untuk menghasilkan respons, level prompt
sebelumnya diimplementasikan untuk dua percobaan tambahan. Jika peserta
terlibat dalam beberapa tanggapan dengan operandum atau jika dia mencoba
melakukan respons yang salah dengan operandum, respons diblokir, dan
tangan peserta dipandu secara manual untuk meja selama 2 detik. Peserta
kemudian secara manual diminta untuk terlibat dalam respons satu kali
dengan penguatan yang disampaikan secara kontingen.
Setelah setiap respons independen yang benar dan setelah 100% respons
independen yang benar terjadi selama dua sesi berturut-turut selama dua hari,
langkah kedua pelatihan dimulai. Selama langkah kedua pelatihan
diskriminasi, stimulus yang berbeda dibentuk sebagai delta-S.D) dan tidak
diperkuat dengan adanya stimulus baru ini (S-delta). SD percobaan (dilakukan
identik dengan yang ada di Langkah 1) diselingi dengan percobaan S-delta
dengan kedua rangsangan disajikan sama dalam urutan kuasi-acak (Smith,
1972). S-delta ditampilkan selama 2 hingga 4 detik, dan bingkai digital
diangkat dan ditempatkan di belakang operandum. Jika respon terjadi,
percobaan dihentikan. Jika respon tidak terjadi dalam 4 detik, percobaan
dihentikan.
Waktu intertrial antara percobaan adalah 4-6 s. Sesi terdiri dari 20 percobaan
dengan 10 SD presentasi dan 10 presentasi S-delta. Kriteria untuk memulai
kondisi posttest adalah dua sesi berturut-turut dengan respon independen
100% benar selama kedua SD dan uji coba S-delta selama dua hari. Ketika

9
merespons dalam satu kondisi stimulus mencapai kriteria sebelum yang lain,
pelatihan diskriminasi berlanjut hingga merespons dalam setiap kondisi
mencapai kriteria.

Posttest
Setelah pelatihan diskriminasi, sesi posttest dilakukan untuk menentukan efek
pelatihan diskriminasi terhadap rangsangan (yaitu, menentukan apakah SDs
berfungsi sebagai penguat yang dikondisikan dan delta-S tidak). Sesi
dilakukan seperti pada kondisi pretest.

Integritas prosedural
Selama penilaian pra-eksperimental, sesi pretest, dan sesi posttest, data
integritas prosedural dikumpulkan sebagai berikut: (i) dorongan awal dari
respons dan pengiriman stimulus dan (ii) pengiriman stimulus bergantung
pada respons independen yang benar berikutnya . Data ini dikumpulkan
menggunakan perekaman interval 30 detik dan diringkas sebagai persentase
interval dengan penerapan prosedur yang benar. Data integritas prosedural
dikumpulkan untuk 56% dari sesi penilaian respon dan 50% dari sesi pretest
dan posttest untuk semua peserta. Selama penilaian stimulus penguat/netral,
data integritas prosedural dikumpulkan selama 50% sesi untuk Joe dan Robyn
dan selama 51% sesi untuk Marc. Semua sesi diberi skor dengan interval
100% dengan penerapan prosedur yang benar. Data integritas prosedural
dikumpulkan selama 50% sesi pelatihan diskriminasi untuk semua peserta.
Data integritas prosedural dikumpulkan sebagai berikut: (i) penyajian stimulus
netral; (ii) dorongan tanggapan; (iii) tingkat prompt yang digunakan; (iv)
pengiriman penguat bergantung pada respons selama SD percobaan; dan (v)
tidak terkirimnya penguat selama uji coba S-delta. Data ini dikumpulkan
percobaan demi percobaan dan diringkas sebagai persentase percobaan

10
dengan penerapan prosedur yang benar. Semua sesi diberi skor dengan 100%
uji coba dilaksanakan dengan benar. IOA pada data integritas prosedural
dikumpulkan selama setidaknya 33% dari sesi yang dipilih secara acak di
semua fase, dan kesepakatan adalah 100% untuk setiap peserta.

C. Praktek

Pada praktek pelatihan discrimination training atau pelatihan deskiriminasi


ini, bisa melakukan praktek pelatihan diskriminasi tentang objek. Guru atau terapi
berusaha menggunakan pemblokiran gabungan benda, untuk mengajar kepada siswa
anak autis bagaimana bisa membedakan benda. Guru di Pasitos AC melakukan uji
coba berulang di mana suatu objek disajikan dengan tujuan kognitif kepada siswa
(misalnya, mengidentifikasi suatu objek). Seorang guru menganggap percobaan
selesai jika siswa berhasil mencapai tujuan tanpa perlu petunjuk yang diprakarsai
guru (misalnya, instruksi lisan, menunjuk ke arah jawaban yang benar). Guru
memperkuat percobaan yang telah selesai dengan hadiah (misalnya, menggelitik,
ucapan selamat). Untuk mendukung generalisasi keterampilan, guru sering
menggunakan objek nyata yang diperkaya dengan ''kartu berbasis kertas'' yang
dilaminasi untuk menambahkan konten ke objek nyata yang membantu siswa
mencapai tujuan mereka.

Metode ini menuntut siswa untuk melakukan pengulangan tentang suatu tugas
tertentu yang disebut uji coba. Tugas untuk setiap percobaan melibatkan diskriminasi
satu objek atau satu warna. Jadi yang dimaksud diskriminasi bagaimana siswa itu bisa
mampu membedakan suatu objek. Sebagian besar guru yang diamati melakukan total
10 percobaan per objek per siswa, dan setelah 10 percobaan selesai guru akan
mengubah objek atau warna yang digunakan untuk membedakan. Sebuah percobaan

11
dianggap selesai jika siswa berhasil memilih objek yang didiskriminasi tanpa perlu
petunjuk yang diprakarsai guru.

Perintah yang diprakarsai guru meliputi:

• verbal, instruksi lisan atau tindak lanjut dari permintaan,


• fisik atau model, interaksi fisik dengan tangan atau menunjukkan
perilaku yang diminta, dan/atau visual, kadang-kadang disebut
posisional, penempatan objek sedemikian rupa sehingga pilihan yang
benar lebih dekat dengan siswa atau menunjuk ke pilihan yang benar.
• Setiap percobaan diperkuat dengan hadiah (misalnya, menggelitik,
ucapan selamat). Untuk mencontohkan bagaimana guru melakukan
pelajaran diskriminasi objek.

12
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Establishing Operation (EO): adalah faktor yang dapat meningkatkan atau


menurunkan nilai sebuah reinforcer untuk sementara waktu dan dapat membawa ke
suatu peningkatan perilaku yang telah terasosiasikan dengan reinforcer tertentu. Jika
anak dapat menyelesaikan instruksi dengan benar 2 kali, maka lakukan ESTABLISH
OPERATION dengan melakukan switch ke instruksi berupa program/aktivitas yang
sudah dikuasai anak kemudian kembali keprogram semula. Pelatihan diskriminasi,
atau discrimination training, adalah dasar dari stimulus kontrol operan. Dalam hal ini,
kontrol stimulus dapat berkembang karena perilaku diperkuat di depan stimulus
tertentu saja.

B. Saran
Makalah ini kami tulis sebaik mungkin agar pembaca dapat membaca dengan
nyaman sehingga dapat memperoleh ilmu dan manfaat yang dapat diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Meski jauh dari kata sempurna, kami harap penulis
dapat memaklumi dan memberikan saran agar kedepannya dapat menjadi lebih baik
lagi.

13
Daftar Pustaka

Escobedo, L., Ibarra, C., Hernandez, J., Alvelais, M., & Tentori, M. (2014). Smart
objects to support the discrimination training of children with autism. Personal and
Ubiquitous Computing, 18(6), 1485–1497. https://doi.org/10.1007/s00779-013-0750-
3

Quintana, E., Ibarra, C., Escobedo, L., Tentori, M., & Favela, J. (2012). Object and
gesture recognition to assist children with autism during the discrimination training.
Lecture Notes in Computer Science (Including Subseries Lecture Notes in Artificial
Intelligence and Lecture Notes in Bioinformatics), 7441 LNCS, 877–884.
https://doi.org/10.1007/978-3-642-33275-3_108

Ward-horner, John & Sturmey, & Peter. (2012). Component Analysis of Behavior
Skills. Behaviroral Interventions, 27(March), 75–92. https://doi.org/10.1002/bin

Suryani, I., & Dewi, N. F. K. (2018). Aplikasi Terapi Untuk Anak Autisme Dengan
Metode ABA (Applied Behavior Analysis) Berbasis Media kartu Bergambar dan
Benda Tiruan. Ceria: Jurnal Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini, 6(1), 16.
https://doi.org/10.31000/ceria.v6i1.554

Sunanik, S. (2013). Pelaksanaan Terapi Wicara dan Terapi Sensori Integrasi pada
Anak Terlambat Bicara. Nadwa: Jurnal Pendidikan Islam, 7(1), 19–44.
https://doi.org/10.21580/nw.2013.7.1.542

Yuwono, I., Kusumastuti, D. E., & Muniroh, N. (2019). Laporan Pengabdian


Masyarakat: Pelatihan Pelaksanaan Terapi Anak dengan Spektrum Autis
Menggunakan teknik Applied Behavior Analysis (ABA).

14

Anda mungkin juga menyukai