Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PEMBELAJARAN ANAK AUTIS


“Discrimination Training”

Dosen Pengampu:
Dr. Rahmahtrisilvia, M.Pd
Gaby Arnez,M.Pd

Disusun oleh:
Kelompok 6
Puja dwi Sonia 19003151 (Sesi 246)
Nabila Amelia Putri 20003129 (Sesi 246)
Widia maharani 20003097 (
Gintan Rahmadhani 20003068 (Sesi 258)
Siska Mawita 20003146 (Sesi 258)
Regita aiza estiani 20003031 (Sesi 289)

PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat

serta hidayah-Nya kepada kita sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dalam mata kuliah

pembelajaran anak autis ini.

Tidak lupa rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu. selaku dosen pengampu mata

kuliah Pembelajaran anak autis yang telah memberikan bimbingan serta tugas ini sehingga

dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Padang, 2 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii
BAB I...................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
C. Tujuan Masalah ................................................................................................................. 1
BAB II..................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN .................................................................................................................... 5
A. Pengertian Discrimination Training ................................................................................. 5
B. Prosedur Discrimination Training.....................................................................................6
C. Praktek Discrimination Training .......................................................................................8
BAB III................................................................................................................................... 11
PENUTUP.............................................................................................................................. 11
A. Kesimpulan....................................................................................................................... 11
B. Saran ................................................................................................................................. 11
Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 12
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang menyangkut


masalah komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imajinasi. Pelatihan diskriminasi, atau
discrimination training, adalah dasar dari stimulus kontrol operan. Dalam hal ini, kontrol
stimulus dapat berkembang karena perilaku diperkuat di depan stimulus tertentu saja. Perilaku
ini akan terus muncul di masa depan hanya jika stimulus kontrol yang diberikan telah ada
terlebih dahulu

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian Discrimination Training?

2. Apa saja Komponen Discrimination Training?

3. Bagaimana prosedur Discrimination Training ?

4. Bagaimana Praktek Discrimination Training?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :

1. Untuk mengetahui pengertian, komponen prosedur, dan praktek Dicrimination Training


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Discrimination Training (DT)

Pelatihan diskriminasi, atau discrimination training, adalah dasar dari stimulus kontrol
operan. Dalam hal ini, kontrol stimulus dapat berkembang karena perilaku diperkuat di depan
stimulus tertentu saja. Perilaku ini akan terus muncul di masa depan hanya jika stimulus kontrol
yang diberikan telah ada terlebih dahulu. Terapi diskriminasi dalam pelatihan ABA didasarkan
pada bagaimana terapi autisme menggunakan berbagai operan, atau keterampilan, bahasa.
Bahasa sangat penting dalam identifikasi, diagnosis, dan pengobatan autisme. Seperti yang
dijelaskan oleh North American Journal of Medical Sciences, kegagalan untuk
mengembangkan bahasa biasanya merupakan salah satu tanda pertama bahwa seorang anak
mungkin berada dalam spektrum autisme.

Terapi ABA bekerja dengan mengamati informasi tentang komunikasi dan keterampilan
bahasa klien, dan merancang rencana perawatan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk defisit
tertentu. Keterampilan komunikasi tidak hanya mengacu pada keterampilan bahasa lisan.
Keterampilan ini mencakup cara orang autis dapat berkomunikasi dengan orang lain. Ini dapat
mencakup penggunaan gambar untuk menunjukkan keinginan, menunjuk, menyentuh, atau
bernyanyi.

Ketika anak bisa berespon baik (805 trial) dengan 2 respon misalnya angkat tangan dan
pegang hidung, langkah selanjutnya adalah mencampur trial dengan menggunakan
Discriminative Training (DT). Tahapan ini digunakan untuk menghindari terbentuknya
sekuens rspons karena kebiasaan, dan bukan sebagai respons terhadap instruksi. Dalam tahap
ini, saat presentasi stimulus terapis mengacak untuk mengurangi kemungkinan anak
menghafalkan letak/urutan stimulus atau bereaksi tanpa berpikir/mendengarkan. Pengacakan
presentasi stimulus untuk membantu anak membedakan aneka stimulus yang ditampilkan
inilah yang disebut Discriminative Training. Namun perlu diperhatikan pengacakan ini baru
bisa dilakukan sesudah terapis merasa yakin bahwa anak sudah menguasai materi tersebut.

Discrimination Training (DT) Discrimination Training (DT) bertujuan mengajarkan anak


agar dapat membedakan antara materi pelajaran (stimulus) yang satu dan lainnya.Tahapannya
adalah sebagai berikut :
1) Target “A” Berikan hanya “A” sebagai stimulus. Dengan trial yang pendekatan pendek.

2) Target “A” dengan Distraktor / Penggangu Tekanan pengajaran masih di “A” namun
diberi materi pelajaran lain sebagai pengganggu, boleh “B” atau yang netral.

3) Target “B” Hanya “B” sebagai stimulus (tidak ada yang lainnya) d. Target “B” dengan
distraktor / Pengganggu Tekanan pengajaran masih di “B” namun diberi materi
pelajaran lain sebagai pengganggu, boleh “A” atau yang netral.

4) Penyajian secara Random / Acak antara “A” dan “B” Materi Pelajaran Materi
pengajaran untuk anak autistik sangat banyak sumbernya yang mana semuanya pada
intinya mengajarkan atau membekali suatu kemampuan ketrampilan yang
diperlukannya untuk mencapai kemandirian dan sebagai bekal untuk hidup dalam
komunitas masyarakat sekitarnya. Sebab apabila ketrampilan ini tidak diajarkan pada
anak autistik, mereka tidak bisa belajar langsung sebagaimana layaknya anak-anak
yang tidak bermasalah.

Secara umum kemapuan belajar anak autis mengembangkan kemampuan sebagai berikut :

1) Program kesiapan

2) Ketrampilan meniru

3) Ketrampilan bahasa reseptif

4) Ketrampilan bahasa ekspresif

5) Ketrampilan pre-ekademis

6) Ketrampilan bina diri

7) Ketrampilan sosialisasi

8) Kesiapan bersekolah Kemampuan / ketrampilan diatas pada intinya merupakan suatu


bahan ajar yang tercantum dalam buku “Behavioral intervention for young children
with autism” karangan C. Maurice.

Pencatatan dan Penilaian Pencatatan hasil belajar dilakukan setiap kali kita mengajar. Hal
ini dilakukan dalam format yang mencakup (contoh terlampir) Aktivitas program yang
dikerjakan

1. Instruksi yang digunakan (sd)


2. Respon yang diharapkan oleh anak

3. Penjabaran per item dari aktivitas program

4. Tanggal belajar dan pengajar (bisa dengan kode)

5. Kriteria dari keberhasilan belajar anak,

Dalam hal ini banyak sekali contoh pencatatan kriteria yang dipakai. Salah satu contoh
kriteria yang dipakai antara lain : A = Achieve / mampu P = Prompt dengan bantuan P+ = 1
Tercapai dari 3 kali instruksi P++ = 2 Tercapai dari 3 kali instruksi Selain pencatatan harian
ada juga pencatatan lain yaitu pencatatan kemampuan yang sudah tercapai masih harus
dilatihkan dengan tujuan agar kemampuan tersebut tidak hilang, pencatatan tersebut
dinamakan maintenance/pemeliharaan.

Maintenance bisa dikerjakan oleh siapapun yang mengenal program-program yang telah
dicapai oleh anak. Ada satu tahapan lagi yang sangat penting nilainya, yaitu tahapan
generalisasi kemampuan yang suah tercapai selama proses terapi / proses belajar. Generalisasi
Agar kemampuan yang akan dikatakan achieve atau tercapai tersebut tidak hilang begitu saja
atau tidak hanya bisa dengan satu orang/satu instruksi/satu tempat saja (supaya tidak
rigid/kaku) maka kemampuan tersebut sangat perlu sekali digeneralisasi sehingga kemampuan
tersebut menjadi lebih fungsional dalam kehidupan sehari-hari anak autistik tersebut.
Generalisasi mencakup :

1. Generalisasi Stimulus, misalkan untuk instruksi “ke sini” anak mampu coba dengan
instruksi yang baru misalkan “kemari”.

2. Generalisasi Tempat, artinya apabila diinstruksikan, maka di rumah, di sekolah atau


dimanapun anak berada ia juga harus bisa.

3. Generalisasi Pengajar/Pemberi Instruksi, apabila anak mampu merespon benar dengan


pengajar/terapis A, maka dengan terapis B/C/dengan orang tua pun anak juga harus bisa.

4. Generalisasi Respon, yaitu bila anak bisa merespon dengan benar untuk satu instruksi
gunakan kemampuan itu untuk hal yang lainnya. Misalkan anak mampu merespon instruksi
“buka” untuk buka, bisa juga di pakai untuk buka pintu, buka kaos kaki, buka kulkas, dll.

Faktor Pengaruh Keberhasilan Tidak jarang kita melihat anak autis yang menunjukkan
perilaku dan kemampuan akademik yang tidak kalah dengan anak normal. Untuk mendapatkan
hal yang sedemikian sangat perlu diketahui 5 faktor yang paling berpengaruh terhadap
“kesembuhan” anak autisme, yaitu :

1. Berat ringannya derajat kelainan Semakin berat derajat kelainan dan jenis kelainan
perilakunya, semakin sulit untuk kembali “normal”. Perlu diingat, sekalipun anak autis itu
ringan ia perlu penanganan yang tepat.

2. Usia anak saat pertama kali ditangani secara benar dan teratur Idealnya usia anak
pertama kali ditangani adalah 2 – 3 tahun, pada usia ini perkembangan otak paling cepat.
Namun bukan berarti yang berusia lebih dari 3 tahun harus dibiarkan. Mereka tetap
memerlukan penangangan yang benar (khusus) sekalipun sudah melampui usia ideal.

3. Intensitas penanganan Pola 40 jam per minggu adalah pola minimal untuk penanganan
anak dengan teknik dan metode yang benar. Pola ini bisa dilakukan di sekolah dan dilanjutkan
di rumah.

4. IQ Anak Makin cerdas seorang anak makin dia cepat menangkap materi yang diberikan.
Namun perlu diingat bahwa kecerdasan emosional anak juga harus selalu diperhatikan
mengingat pengendalian emosi pada anak autis sangat minim. Diperkirakan 20 – 25 % anak
autis memiliki IQ normal atau bahkan di atas rata-rata.

5. Keutuhan Pusat Bahasa di Otak Pusat bahasa berada di lobus parietalis kiri, apabila
mengalami kerusakan maka anak akan kesulitan berkata-kata.

B. Prosedur Dicrimination training

langkah dalam Stimulus Discrimination Training: Ketika (S D ) hadir, maka perilaku mendapat
penguatan. Ketika penyebab lain selain (S D ) hadir maka ia tidak mendapat penguatan.
Penyebab (antecedent) yang tidak mendapat penguatan disebut S- Delta (S Δ ).
Konsekuensinya Perilaku akan cenderung untuk dilakukan ketika S D hadir dan perilaku tidak
akan dilakukan ketika S Δ hadir. Inilah yang dimaksud dengan stimulus control. N.B. kehadiran
S D tidak menyebabkan perilaku terjadi akan tetapi kehadiran S D memungkinkan untuk
terjadinya perilaku karena adanya asosiasi dengan penguatan (reinforcement) yang didapatkan
sebelumnya.

Three- Terim Contingency S D -- R-- S R S D = Discriminate Stimulus R = Respon S R =


Reinforcer
Three- Terim Contingency S D -- R S p S D = Discriminate Stimulus R = Respon S p = Punisher

Stimulus kontrol berkembang karena tingkah laku diperkuat hanya jika stimulus
antisedent yang spesifik hadir/ada. Oleh kaena itu, tingkah laku akan kembali muncul/berlanjut
dimasa yang akan datang hanya jika stimulus antesedent hadir. Antecedent stimulus yang
muncul/hadir saat tingkah laku diperkuat di berinama discriminative stimulus (SD). Secara
sederhana SD/discriminative stimulus dapat dipahami sebagai stimulus spesifik yang memicu
timbulnya sebuah tingkah laku, tingkah laku tidak muncul kecuali stimulus spesifik ini terjadi.
Jadi SD merupakan stimulus spesifik (hanya dengan stimulus ini, bukan stimulus lain) yang
menyebabkan sebuah tingkah laku muncul. Proses penguatan (reinforcing) tingkah laku hanya
disaat stimulus antesedent spesifik (discriminative stimulus) hadir, disebut stimulus
discrimination training.

Dua langkah yang terdapat pada stimulus discrimination training:

1. Saat discriminative stimulus (SD) muncul/hadir, tingkah laku diperkuat.

2. Saat antecedent stimulus yang lainnya diberikan (bukan discriminative stimulus (SD)),
tingkah laku tersebut tidak mengalami penguatan (tidak diperkuat). Selama discrimination
training berlangsung, antecedent stimulus lain yang muncul saat tingkah laku tidak diperkuat
disebut S-delta (S∆).

Sebagai hasil dari discrimination training, tingkah laku cenderung untuk muncul kembali
dimasa mendatang saat SD dimunculkan/tampil tapi akan cenderung untuk tidak muncul saat
S∆ dimunculkan.

C. Praktek Dicrimination training

Discrimination Training dibedakan menjadi dua cara, yaitu :

a) untuk anak yang belum mengenal benda/ gambar yang akan diajarkan, dan

b) untuk anak yang sudah mengenal benda/ gambar yang akan diajarkan.

a. Untuk anak yang belum mengenal benda/ gambar yang akan diajarkan, maka langkah
yang dilakukan oleh guru adalah :

1. Anak diminta melihat gambar/ benda tersebut dan guru mengucapkan namanya
2. Setelah guru mengucapkan nama benda tersebut, anak diminta menujuk gambar benda
tersebut dengan guru menginstruksikan “tunjuk gambar….”

3. Setelah guru mengucapkan nama benda, kemudian guru meletakkan gambar benda tersebut
di atas meja dan meminta anak untuk mengambil

4. Jika anak sudah benar-benar paham, guru meletakkan gambar benda pembanding yang
diletakkan sejajar dengan gambar benda yang akan diajarkan kepada anak. Kemudian anak
diminta mengambil gambar benda yang diperintahkan.

5. Setelah meletakkannya sejajar di tengah, guru meletakkannya dengan cara mengacak gambar
benda yaitu dengan meletakkan gambar benda dipojok meja dan meminta anak untuk
mengambil gambar benda sesuai instruksi.

b. Untuk anak yang sudah mengenal gambar/ benda, langkah pelaksanaan Discrimination
Training hampir sama dengan langkah untuk anak yang belum mengenal gambar/ benda,
perbedaan terletak pada langkah nomor satu dan dua. Guru langsung memberikan langkah
instruksi nomor tiga, yaitu dimulai dengan guru meletakkan gambar tunggal di atas meja dan
meminta anak untuk mengambil. Selanjutnya bertahap ke langkah nomor empat dan lima. Jika
dengan dua gambar benda anak sudah bisa, maka guru menambahkan gambar benda lagi
sebagai pembanding dan diletakkan secara sejajar lalu diletakkan dengan acak.

Teknik Discrimination Training atau teknik latihan membedakan Proses Discrimination


Training harus melalui tahap belajar yaitu untuk menghindari terbentuknya sekuens
(kebetulan) respons karena kebiasaan dan bukan sebagai respons terhadap instuksi. Dan anak
tidak mengacu pada instruksi yang diberikan, tetapi lebih memperhatikan reaksi sebagai
pengajar atau anak cenderung menghapalkan situasi. Pengacuan baru bisa dilakukan sesudah
kita yakin bahwa anak sudah menguasai materi tersebut. Dan teknik discrimination training
sering sekali diperlukan pada anak-anak yang mengalami kesulitan membedakan suati stimulus
dari stimulus lain. Karena tekni ini sangat terstruktur sehingga diharapkan dapat membantu
anak melakukan identifikasi. Tujuan utama penanganan memang untuk mengurangi perilaku
berlebihan atau tidak wajar dan mengajarkan perilaku yang lebih bisa diterima lingkungan.
Dengan demikian perilaku kurang baik dapat tergantikan oleh perilaku yang baik. Tetapi
sebenarnya, yang ingin dicapai adalah peningkatan pemahaman anak.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa metode ABA yaitu pembelajaran yang
dilakukan berhadap-hadapan dengan melihat wajah atau ekspresi agar anak lebih fokus untuk
melaksanakan tentang apa yang akan dikerjakannya
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelatihan diskriminasi, atau discrimination training, adalah dasar dari stimulus kontrol operan.
Dalam hal ini, kontrol stimulus dapat berkembang karena perilaku diperkuat di depan stimulus
tertentu saja. Perilaku ini akan terus muncul di masa depan hanya jika stimulus kontrol yang
diberikan telah ada terlebih dahulu. Terapi diskriminasi dalam pelatihan ABA didasarkan pada
bagaimana terapi autisme menggunakan berbagai operan, atau keterampilan, bahasa. Bahasa
sangat penting dalam identifikasi, diagnosis, dan pengobatan autisme. Seperti yang dijelaskan
oleh North American Journal of Medical Sciences, kegagalan untuk mengembangkan bahasa
biasanya merupakan salah satu tanda pertama bahwa seorang anak mungkin berada dalam
spektrum autisme.

B. Saran

Dengan adanya pembahasan mengenai metode Dicrimination training ini diharapkan dapat
menambah wawasan dan pemahaman pembaca mengenai Dicrimination taining bagi anak
autism.
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas, Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Autistik, Jakarta, 2002.

Rudy Sutadi dkk, Penatalaksanaan Holistik Autisme, Pusat informasi dan Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam, FK UI, Jakarta, 2003.

Handojo, MPH., Autisme (Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi Untuk Mengajar, Anak
Normal, Autis dan Perilaku Lain), Jakarta, 2003. 4. Maurice C., Behavioral Invention for
Young Children with Autism, Pro-ed, Texas, 1996.

Lembaga Intervensi Terapan Autisme. (2000). Intervensi Dini Tatalaksana Perilaku (Applied
Behavior Analysis/Metode Lovaas) Pada Penyandang Autisme. Jakarta: Jakarta Medical
Center

R, Sisiliana. (2012). Pengaruh Metode ABA (Applied Behavior Analysis) Kemampuan


Bersosialisasi Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Anak Autis Di SLB TPA (Taman
Pendidikan Dan Asuhan) Kabupaten Jember. Program Strata 1 Ilmu Keperawatan. Jember:
Universitas Jember

Anda mungkin juga menyukai