Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KELOMPOK 1

PEMBELAJARAN ANAK AUTIS

“Konsep Dasar ABA”

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Rahmahtrisilvia, M.Pd

DISUSUN OLEH :

1. Dara Puspa 21003013


2. Matahary Puti Deanty 21003119
3. Miftahul Mardatillah 21003213
4. Shella Dwi Salbilah 21003237
5. Suci Amelia Cahyati 21003163

PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sebab atas segala rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya, makalah mengenai “Konsep Dasar ABA” ini dapat diselesaikan tepat
waktu. Meskipun kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan didalamnya. Tidak lupa pula
kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Rahmatrisilvia M.Pd selaku dosen mata kuliah
Pembelajaran Anak Autis yang telah membimbing dan memberikan tugas ini.

Pada kesempatan kali ini kami menyampaikan rasa terimakasih kepada pihak-pihak yang
membantu dalam penyusunan makalah ini dan telah memberikan motivasi untuk pembuatan
makalah ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Karena itu penulis
mengharapkan segala bentuk saran yang membangun dari berbagai pihak agar penulis dapat
memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Konsep Dasar ABA” ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Padang 01 September 2023

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................... 2
BAB II ............................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 3
A. Konsep Dasar ABA ............................................................................................................ 3
1. Sejarah ABA ................................................................................................................... 3
2. Teori Yang Mendasari ABA.......................................................................................... 3
3. Perilaku Sebagai Dasar Implementasi ABA ................................................................ 9
BAB III......................................................................................................................................... 10
PENUTUP .................................................................................................................................... 10
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 10
B. Saran ................................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran merupakan proses kegiatan belajar mengajar yang juga berperan dalam
menentukan keberhasilan belajar siswa. Dari proses pembelajaran itu akan terjadi sebuah
kegiatan timbal balik antara guru dengan siswa untuk menuju tujuan yang lebih baik.
Pembelajaran merupakan salah satu sub sistem dari sistem pendidikan, disamping
kurikulum, konseling, administrasi, dan evaluasi. (Yamin, martinis. (2013)). Jadi belajar
merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh ilmu atau kepandaian, sehingga dapat
merubah tingkah laku pada peserta didik karena adanya tindakan atau interaksi baik
secara individual maupun kelompok di dalam lingkungannya.
Autis merupakan gangguan perkembangan neurobiologis yang sangat komplek
dalam kehidupan yang meliputi gangguan pada aspek interaksi sosial, komunikasi dan
bahasa, dan perilaku serta gangguan emosi dan persepsi sensori bahkan pada aspek
motoriknya. Gejala autis muncul pada usia sebelum 3 tahun . Autis adalah suatu bentuk
ketidakmampuan dan gangguan perilaku yang membuat penyandang lebih suka
menyendiri. Disamping itu autis juga merupakan suatu gangguan perkembangan fungsi
otak yang kompleks dan sangat bervariasi (spektrum). Biasanya, gangguan ini meliputi
cara berkomunikasi, berinteraksi sosial dan kemampuan berimajinasi.
Pembelajaran anak autis adalah pembelajaran baik bersifat kelompok auatu
individual untuk anak khusus autis. Pembelajaran anak autis ini diberikan sesuai dengan
tingkatan autisnya seorang anak. Pembelajaran ini juga menggunakan beberapa metode
pembelajaran yang sesuai dengan anak autis.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah ABA ?


2. Apa Saja Teori Yang mendasari ABA?
3. Bagaimana Memahami Perilaku Sebagai Dasar Implementasi ABA ?

1
C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Sejarah ABA


2. Mengetahui Teori Yang Mendasari ABA
3. Mengetahui PERILAKU Sebagai Implementsi ABA

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar ABA

1. Sejarah ABA
ABA pertama kali digunakan dalam penanganan ABK khususnya autisme, pertama
kali dikenalkan oleh Dr. Ivar Lovaas pada tahun 1987 yang pada waktu itu beliau
mengadakan studi terhadap 59 anak terdiagnosa ASD yang berumur kurang dari 3 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan 19 orang anak yang melakukan terapi ABA 40 jam per
minggu dengan terapi 1:1 (1 anak 1 terapis), 20 anak terapi ABA 10 jam per minggu dan
20 anak lain menerima terapi standar (di Amerika), yaitu terapi wicara, terapi okupasi,
dan sekolah khusus. Hasilnya menunjukkan bahwa 47% dari anak yang menerima 40 jam
per minggu tidak dapat dibedakan dengan anak normal setelah kelas 1 SD. Terapi ABA
yang digunakan oleh beliau disebut Discrete Trial Teaching atau DTT.

Karena keberhasilan inilah kemudian ABA digunakan sebagai metoda pengajaran


ABK yaitu untuk misalnya meningkatkan behavior yang prososial seperti bahasa,
akademik, program mandiri, kemampuan bermain, sosial, dll. Sementara disisi lain ABA
juga dapat digunakan untuk mengurangi behavior yang bermasalah seperti tantrum, suka
pukul diri, tidak fokus belajar, suka gigit, mukul, dll. Aplikasi ABA sendiri sangat luas,
jadi tidak hanya ABA yang duduk di meja dan terapi dengan kartu-kartu.

2. Teori Yang Mendasari ABA


Ada 2 teori dasar dari ABA yang sangat penting dipahami oleh guru dalam
penanganan ABK, yaitu fungsi behavior dan teori behavior ABC. Dengan memahami
teori behavior, guru dapat memahami dan mengobservasi behavior ABK sehingga
penanganan dapat dilakukan tepat sasaran dan juga efektif dalam metoda pengajaran di
sekolah.
a. Fungsi Behavior
Setiap tindakan manusia selalu ada sebabnya atau dengan kata lain selalu ada
fungsinya. Anak yang berkomunikasi dengan baik tentu dapat mengutarakan apa

3
yang dia inginkan sehingga terhindar dari masalah behavior, tapi bagaimana anak
yang belum bisa berbicara atau anak yang sudah berbicara tetapi belum bisa
mengkomunikasikan apa yang ada dalam hatinya? Anak ini akan menggunakan
behaviornya untuk berkomunikasi, dan sayangnya dia berkomunikasi dengan
behavior yang bermasalah, misalnya tantrum, memukul orang, meludah,
menggigit, dll.Jika seorang anak melakukan problem behavior kemudian guru
bertanya kenapa dia melakukan itu dan apa tujuanya? Fungsi dari behavior sang
anak di sekolah adalah untuk mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan dia.
Dan jika perubahan ini disukainya, kemungkinan besar sang anak akan
melakukannya lagi di masa depan. Kunci penanganan dari problem behavior
adalah dengan mengobservasi behavior sang anak, bukan melihat tindakannya
tetapi melihat fungsi dari behavior. Jika anak tantrum di kelas, kita tidak melihat
tantrumnya tetapi yang kita lihat adalah apa yang ingin anak sampaikan dari
tantrum tersebut, atau a cari tahu apa fungsi dari behavior tersebut. Mari kita
kenali fungsi dari behavior :

1) Mendapatkan perhatian atau atensi.


Anak melakukan masalah behavior di kelas karena ingin mendapatkan
atensi dari guru atau teman sebaya. Cara yang paling umum untuk
mendapatkan atensi adalah dengan berkomunikasi, verbal atau gesture. Anak
yang bisa berkomunikasi tentu memiliki kemampuan untuk mengangkat
tangannya untuk bertanya atau berinteraksi dengan guru untuk mendapatkan
atensi. Kemudian, bagaimana dengan anak yang tidak bisa berkomunikasi
tetapi ingin mendapatkan perhatian? Akhirnya sang anak melakukan masalah
behavior misal tantrum, memukul kepala sendiri, memukul teman, dll. Karena
biasanya problem behavior ini akan mendapatkan atensi dari guru secepat
kilat, bahkan terkadang guru kemudian menasehati sang anak. Apakah anak
yang guru nasehati kapok atau malu? Belum tentu, anak belum tentu paham
dengan bahasa nasehat yang guru berikan dan terlebih lagi terkadang ABK,
khususnya autisme kurang memahami emosi, sehingga dia tidak paham guru

4
sedang marah atau menasehati tetapi yang dia tahu adalah guru memberikan
atensi yang dia inginkan.
2) Mendapatkan sesuatu
Misalnya mendapatkan barang atau aktivitas. Jika anak yang tidak bisa
meminta apa yang dia inginkan kemudian ingin mendapatkan barang atau
aktivitas tersebut, apa yang dia lakukan? Contoh misalnya di dalam kelas anak
agak lapar karena bangun kesiangan dan ingin makan snack. Jika anak dapat
berkomunikasi tentu anak bisa berkata kepada gurunya bahwa hari ini dia
kesiangan boleh tidak makan snacknya sekarang. Mungkin guru akan
mengijinkan atau anak harus menunggu sebentar. Tetapi anak jadi paham
kapan dia bisa mendapatkan snacknya. Tapi bagaimana dengan anak yang
tidak bisa meminta? Dan malahan tantrum atau menangis di kelas karena dia
lapar dan ingin makan? Masalah behavior ini adalah cara dia berkomunikasi
dengan gurunya. Terkadang guru dapat menebak apa mau sang anak sehingga
anak diam tapi yang dipelajari anak adalah begini cara dia mendapatkan
snacknya. Lakukan saja masalah behavior, guru akan langsung datang dan
menawarkan apa yang menjadi keinginan sang anak dan pasti
memberikannya, karena guru tidak ingin anak menangis di kelas.
3) Menghindari tugas
Anak menghindari tugas karena bisa jadi tugas terlalu berat sehingga anak
malas mengerjakannya atau tugas terlalu mudah sehingga anak bosan. JIka
anak tidak memiliki kemampuan untuk mengungkapkan ke guru bahwa tugas
terlalu sulit atau dia bosan, anak akhirnya melakukan tantrum untuk
menghindari tugas. Biasanya penanganan anak yang tantrum kebanyakan di
sekolah adalah „time out‟ atau „disetrap‟. Untuk anak tipikal mereka mungkin
takut atau malu kena setrap. Tapi bagaimana dengan ABK khususnya autisma
yang belum paham konsep emosi seperti itu. Yang mereka pahami adalah jika
saya tantrum, saya senang karena saya tidak usah mengerjakan tugas yang
diberikan guru. Besok kalau saya tidak mau mengerjakan tugas, saya tantrum
saja lagi, karena pasti disetrap lagi. Akhirnya disetrap yang tadinya adalah
sebagai hukuman tetapi untuk anak adalah sesuatu yang menyenangkan.

5
Dalam dunia per ABA an hukuman seperti ini dalam metoda pembelajaran
sudah tidak disarankan lagi karena tidak efektif.

Anak melakukan behavior ini karena fungsinya otomatis. Contoh stimming pada
anak autis seperti flapping hand. Fungsinya bisa jadi otomatis karena mereka
memerlukannya untuk meregulasi sistem tubuhnya. Orang tipikal pun sebetulnya
stimming seperti kita kalau berbicara menggoyangkan tangan atau ada orang yang
jika duduk kaki bergoyang-goyang. Itu adalah stimming tetapi bentuknya umum
sehingga tidak terlihat janggal. Tetapi hati-hati juga akan fungsi sensori dari behavior
stimming yang terlihat otomatis ini yang bersifat stimulasi sensori, yang harus di
manage dengan baik di dalam kelas.

Terkadang orang terlalu terkonsentrasi pada topografi behavior tersebut dan tidak
memikirkan apa yang mengontrol behavior tersebut. Padahal behavior yang sama bisa
memiliki fungsi yang berbeda dan penanganannya bisa juga berbeda. Jadi jika kita
melihat masalah behavior pada anak misal tantrum, janganlah dilihat tantrumnya,
tetapi dilihat fungsi dari tantrum. Bisa jadi tantrum karena ingin atensi atau tantrum
karena ingin menghindari tugas yang diberikan. Atau, bisa jadi tantrum karena kedua
alasan tersebut, karena atensi dan ingin menghindari tugas yang diberikan. Cara
penanganan behavior yang sama, tantrum, jika fungsinya berbeda, akan berbeda.

Atau sebaliknya fungsinya sama tapi topografi dari behaviornya berbeda, misal
anak ingin menghindari tugas bisa jadi di anak yang satu munculnya dalam bentuk
tantrum, di anak yang lain bisa jadi anak jadi memukuli temannya karena anak yang
tidak bisa mengungkapkan keinginannya bahwa dia tidak bisa mengerjakan atau
terlalu mudah tugas itu dan kemudian mukul temannya, bu guru akan menyetrap sang
anak. Karena tujuannya tercapai, akhirnya anak akan melakukannya lagi di masa
depan.

Kunci dari penanganan masalah behavior adalah dengan tidak memberikan fungsi
dari behavior tersebut, pelan-pelan behavior akan menurun. Jika fungsinya adalah
atensi, jangan berikan atensi, tapi kita tentu harus mencegah anak mencelakakan
dirinya atau orang lain (misal anak memiliki masalah behavior memukul diri sendiri

6
atau anak lain). Jika fungsinya karena menghindari tugas, tetap berikan tugasnya. Jadi
mulai sekarang jika anak melakukan masalah behavior, stop sejenak jangan cepat kita
bereaksi tapi observasi apakah fungsi dari behaviornya? Contoh penanganan jika
fungsinya adalah ingin sesuatu, berarti tetap jangan berikan sesuatu itu. Contoh
langkah-langkah:

Jika tidak mengganggu atau membahayakan diri sendiri atau orang lain, abaikan
saja. Jika berbahaya jauhkan dari yang menyebabkan bahaya atau pegang tangan anak
(atau ajarin anak supaya memegang kedua tangannya) supaya tidak sampai melukai
orang lain dan katakan stop dengan nada datar, tanpa emosi, tanpa memarahi. Tidak
perlu merespons terlalu jauh dengan masalah behavior anak untuk saat ini, biarkan
anak tenang. Tidak perlu juga menasehati pada saat ini (karena nanti bisa jadi timbul
fungsi yang lain nantinya bahwa anak menikmati atensi yang diberikan oleh guru).

Guru bisa membantu anak tenang dengan berkata stop kemudian sshhtt.. dan
mengajaknya berhitung misal 1-5 atau 1-10 tergantung sang anak supaya anak tenang.
Jika anak belum bisa bicara, guru yang bisa berhitung. Setelah anak tenang, kemudian
tanyakan “Mau apa?” Jika anak belum bisa menjawab berikan prompt (petunjuk).
Misal Mau apa? hasil observasi terlihat anak ingin ambil buku yang dia sukai. Prompt
dengan “Buku?”. Tanyakan sekali lagi, “Mau apa?”. Jika anak menjawab dengan
tenang (tanpa trantrum) “Buku” berikan barangnya. Jika tidak ulangi prosedur untuk
membuat anak tenang diatas.

Pada kesempatan lain saat anak tenang, ajarkan anak bagaimana cara meminta apa
yang dia inginkan (teknik mand dalam VB) sehingga lain kali dia tidak perlu tantrum
untuk meminta apa yang dia inginkan tetapi menggunakan bahasanya sesuai
fungsinya.

Ada baiknya untuk meningkatkan pengertian anak, di lain kesempatan gunakan


social story atau buku cerita yang menggambarkan jika ingin sesuatu ya minta saja
tidak usah melakukan problem behavior. Yang harus dingat adalah apapun yang
terjadi pada saat anak melakukan masalah behaviorjangan diberikan barang/aktivitas
itu. Adakalanya behavior meningkat sesaat yang disebut extinction burst, jangan

7
kuatir itu berarti guru berada di jalan yang benar, bukan karena program gagal.
Setelah problem behavior menurun, sekali-kali akan timbul lagi yang disebut
spontaneous recovery, jangan panik, tidak apa-apa karena itu memang sesuai dengan
teori behavior.

b. Teori Behavior ABC


Teori yang kedua yang sangat penting untuk dipahami dalam menghadapi
ABK adalah teori behavior ABC (Antecedent, Behavior, Consequence).

Antecedents –> Behavior –>


Consequences
(sebelum behavior) (sesudah
behavior)

Dari teori diatas jelas terlihat bahwa behavior terjadi karena kejadian yang
terjadi sebelum (antecedent) dan sesudah behavior (consequences). Apakah
kemudian akan membuat behavior itu terjadi lagi dimasa depan atau tidak.
Antecedent adalah kejadian, orang atau sesuatu yang langsung terjadi sebelum
behavior. Bisa jadi lebih dari satu antecedent. Contoh: ada teman yang mengambil
barangnya, atau ada anak harus pindah ke pelajaran lain (misal dari kelas
matematika ke pelajaran olahraga), dll. Sementara consequence adalah sesuatu
atau perubahan dari lingkungan yang langsung terjadi setelah behavior, yang
kemungkinan mengontrol behavior.
Ada 2 jenis consequence yaitu:
1) Reinforcerment yaitu consequences yang meningkatkan probabilitas
behavior terjadi lagi dimasa depan. Misal guru berkata jika anak sudah
selesai tugas matematikanya boleh istirahat lebih cepat 5 menit, tentu
anak akan semangat mengerjakan matematika karena dia akan
mendapatkan waktu istirahat yang dia inginkan. Tetapi harus dipahami
bahwa konsep reinforcement adalah sesuatu yang memang anak sukai,
bukan sesuatu yang guru pikir anak suka.

8
2) Punishment adalah consequence yang menurunkan probabilitas behavior
terjadi lagi di masa depan. Misal time out, positive correction (jika anak
meludah maka harus disuruh membersihkan ludahnya). Punishment
sebaiknya dihindari dalam konsep belajar mengajar karena dapat
menyebabkan emosi/tantrum dari si anak. Di Amerika sendiri,
punishment di beberapa sekolah/center special need harus mendapatkan
ijin dari direktur/pimpinan center. Secara kode etik, seorang behavior
analyst akan selalu memprioritaskan reinforcement dan menjadikan
punishment sebagai pilihan terakhir sehingga anak selalu belajar dengan
motivasi tinggi.
Konsep reinforcement atau pemberian reinforcer adalah konsep yang paling
penting dalam memahami metoda pembelajaran yan bisa dipraktekkan pada
semua anak, khususnya ABK. Anak ABK atau autisma umumnya tidak
termotivasi untuk belajar. Kemudian apa yang harus dilakukan untuk memotivasi
anak untuk belajar? Sementara anak lain bisa guru bujuk untuk belajar atau
memahami pergi ke sekolah untuk belajar, menjadi anak pintar dan mencapai cita-
cita. Apakah anak autisme demikian juga? Tergantung level bahasa sang anak,
tetapi bisa jadi sulit.

3. Perilaku Sebagai Dasar Implementasi ABA


Dasar dari metode ini adalah menggunakan pendekatan teori behavioral, dimana
pada tahap intervensi dini anak autis menekankan kepatuhan, keterampilan anak
dalam meniru dan membangun kontak mata. Latihan awal terus dilakukan hingga
sukses. Jika anak dapat merespon dengan baik dan benar, maka akan diberikan
penghargaan yang sesuai seperti pujian, mainan, senyuman dan pelukan. Jika anak
autis gagal merespon stimulus yang diciptakan, maka pernyataan verbal yang dibuat
dengan mengatakan “Tidak!”.Katakan dengan tegas dengan menunjukkan ekspresi
muka yang bermakna tidak setuju atau tidak boleh. Metode ini sangat terstruktur
berdasar tahap perkembangan anak. Materi yang diberikan bertahap bersifat
prerequisite, artinya materi tidak akan berlanjut bila dasar materi dari sebelumnya
belum dikuasai. Metode ini cukup efektif dalam membantu penanganan anak dalam

9
meningkatkan kepatuhan, kontak mata dan kemampuan kognitif serta perkembangan
komunikasi dan bahasanya (Joko Yuwono, 2012, pp. 100–103).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ada 2 teori dasar dari ABA yang sangat penting dipahami oleh guru dalam
penanganan ABK, yaitu fungsi behavior dan teori behavior ABC. Dengan memahami
teori behavior, guru dapat memahami dan mengobservasi behavior ABK. behavior ada
karena kejadian yang terjadi Antecedent, antecedent adalah kejadian, orang atau sesuatu
yang langsung terjadi sebelum behavior dan consequence adalah sesuatu atau perubahan
dari lingkungan yang langsung terjadi setelah behavior, yang kemungkinan mengontrol
behavior. Ada 2 jenis consequence yaituKonsep reinforcement atau pemberian reinforcer
adalah konsep yang paling penting dalam memahami metoda pembelajaran yan bisa
dipraktekkan pada semua anak, khususnya ABK. Anak ABK atau autisma umumnya
tidak termotivasi untuk belajar. Dasar dari metode ini adalah menggunakan pendekatan
teori behavioral, dimana pada tahap intervensi dini anak autis menekankan kepatuhan,
keterampilan anak dalam meniru dan membangun kontak mata. Latihan awal terus
dilakukan hingga sukses.

B. Saran

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini akan


tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi untuk
kedepannya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Yamin, martinis. (2013). Strategi dan Metode Dalam Model Pembelajaran

Mardiyah, Imro‟atul, (2019). Metode Aplplied Behavior Analysis (ABA) dalam Meningkatkan
Interaksi Sosial Pada Anak Speech Delay di Yayasan Pendidikan Terpadu Mata Hati
Bandar Lampung. UIN Raden Intan Lampung.

Tantika, Irma Erviana Dwi, (2020). Implementasi Metode ABA (Applied Behavior Analysis)
dalam Penanganan Anak Autis Periode 2018-2020. Universitas Muhammadiyah Malang.

Amin, B., Azkiya, S. R., & Ramadan, W. (2022). Terapi Perilaku Anak Autisme Usia Sekolah
Dasar Berbasis Applied Behavioral Analysis (ABA) di Pusat Layanan Disabilitas dan
Pendidikan Inklusi Provinsi Kalimantan Selatan. Muadalah, 10(2), 55- 64.

Resmisari, R. (2016). Penerapan metode ABA (applied behavior analysis) untuk meningkatkan
kontak mata pada anak dengan gangguan autis: Sebuah laporan kasus. 2nd Psycology &
Humanity, 19-20

11

Anda mungkin juga menyukai