Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH BIMBINGAN DI SD

“BIMBINGAN SISWA BERMASALAH”


Dosen Pengampu : Dra. Mulyani, M.Pd.

Oleh : Kelompok 8
1. Shinta Pramudya Kusuma Wardani (19010644028)
2. Rif’ah Meilya Firanty (19010644100)

Kelas 2019-A

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga tugas makalah yang berjudul “ Bimbingan Siswa Bermasalah ” ini dapat diselesaikan
tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen mata
kuliah Bimbingan di SD. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang teori sel dan perbedaan sel tumbuhan dan hewan bagi para pembaca dan penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Mulyani, M.Pd. selaku dosen mata
kuliah Bimbingan di SD yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak lepas dari banyak kekurangan. Oleh karena
itu, penulis berharap pembaca dapat memberikan kritik maupun saran. Kritik dan saran tersebut
akan menjadi bahan evaluasi penulis kedepannya.

Surabaya, 27 September 2020


Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Siswa Bermasalah ............................................................................................ 2
2.2 Karakteristik Siswa Bermasalah ........................................................................................ 2
2.3 Faktor Penyebab Siswa Bermasalah .................................................................................. 4
2.4 Upaya Penanganan Siswa Bermasalah ……………………………………………………..6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 9
3.2 Saran ................................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bimbingan merupakan upaya yang diberikan kepada siswa untuk mengarahkan siswa
tersebut baik dari ranah motorik, afektif, dan kognitif untuk menjadi lebih baik dengan
catatan memperhatikan karakteristik dan kapasitas pada setiap siswa. Dalam hal ini siswa
berhak untuk menerima pengarahan yang menyesuaikan kepribadian dan kemampuan
menerima yang dimilikinya, sehingga guru harus memiliki strategi-strategi tertentu dalam
memberikan metode pembelajaran yang tepat bagi siswa. Dalam hal ini, Guru dan Siswa
memegang peranan yang seimbang. Guru sebagai fasilitator dan siswa sebagai akseptor
dalam program pembelajaran, dimana kedua pihak harus saling mendukung keberadaan satu
sama lain secara komprehensif dan mampu membuat suatu pembelajaran menjadi efektif.
Namun, bagaimana jika ada masalah dari salah satu komponen tersebut? Sebut saja apabila
terdapat siswa bermasalah atau berperilaku menyimpang dalam suatu lingkup pembelajaran.
Maka, tentu hal tersebut merupakan suatu pekerjaan rumah tersendiri bagi seorang guru.
Oleh karenanya, demi menelaah lebih lanjut mengenai permasalahan tersebut, kami
menyusun makalah dengan judul “Bimbingan Siswa Bermasalah” ini dengan harapan lebih
memahami mengenai siswa bermasalah beserta penanganannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Identifikasi Siswa Bermasalah?
2. Bagaiamana Karakteristik Siswa Bermasalah?
3. Apa Sajakah Faktor Penyebab Siswa Bermasalah?
4. Bagaimana Upaya untuk Menangani Siwa Bermasalah?
1.3 Tujuan
1. Memahami dan mengidentifikasi Siswa Bermasalah
2. Memahami dan mengidentifikasi Karakteristik Siswa Bermasalah.
3. Memahami dan mengidentifikasi Faktor Penyebab Siswa Bermasalah.
4. Memahami dan mengidentifikasi Upaya untuk Menangani Siwa Bermasalah.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Siswa Bermasalah
Anak atau siswa bermasalah adalah anak yang perilakunya atau tindakannya tidak
diharapkan oleh guru, orang tua atau masyarakat dan tindakan tersebut cenderung merugikan
dirinya dan orang lain (Yonohadi, 2012). Anak bermasalah di sekolah biasanya menunjukan
gejala tertentu pada tingkah lakunya. Menurut Djiwandono, tanda-tanda terjadinya masalah pada
siswa antara lain asgresif, curiga, over sensitif, pemimpi, dan tingkah laku antisosial lain.
2.2 Karakteristik Siswa Bermasalah
Salah satu kesulitan memahami perilaku anak atau siswa bermasalah adalah perilaku
tersebut tampak menghindar atau mempertahankan diri. Dalam psikologi perilaku ini disebut
“mekanisme pertahanan diri”. Bentuk umum perilaku mekanisme mempertahankan diri ialah
(Darwis, 2006: 36-40):
a. Penarikan Diri
Perilaku menarik diri dilakukan anak jika situasi yang dihadapinya dirasakan
mengancam. Mungkin anak duduk menyendiri, menundukkan kepala, atau menutup mukanya.
Anak sebenarnya memiliki keinginan untuk menghadapi situasi tersebut, namun perasaan cemas
yang tinggi, menyebabkan ia tidak berani menghadapinnya.
b. Penyangkalan
Penyangkalan adalah perilaku yang tidak mau berterus terang mengajui bahwa suatu
peristiwa memang terjadi. Untuk anak yang cenderung melakukan penyangkalan, guru
hendaknya berusaha memberikan kasih sayang dan kesan bahwa anak tidak akan dihukum kalau
melakukan kesalahan yang terpaksa atau tidak disengaja. Dengan demikian anak memiliki
keyakinan bahwa gurunya akan memaafkan, dan membantunya dalam mengatasi kesulitan yang
dihadapinya.
c. Regresi
Regresi ialah istilah menggambarkan fase kemunduran perilaku atau kemampuan anak.
Misalnya anak yang berumur 8 tahun, di sekolah mengompol, menghisap ibu jari atau
menunjukkan ketergantungan kepada guru dalam menghadapi kesukaran dalam belajar.

2
d. Pengantian Objek
Perilaku penggantian objek adalah perilaku yang dilakukan anak mengganti objek yang
menimbulkan kecemasan atau ketidakenakan dengan objek yang lain. Misalnya, seorang anak
yang membenci ayahnya menjadi guru laki-lakinya di sekolah. Namun terhadap ayahnya ia
menunjukkan sayang yang berlebih-lebihan dan bahkan tergantung kepada ayahnya.
e. Rasionalisasi
Perilaku rasionalisasi yaitu perilaku yang mempertahankan diri dengan cara mencari
alasan agar perilakunya dibenarkan oleh orang lain.
f. Hiperaktif
Perilaku anak yang disebut hiperaktif dapat dilihat dari kesukaran memusatkan perhatian
dalam jangka waktu tertentu. Anak hanya mampu memusatkan perhatiannya dalam jangka waktu
yang sangat pendek. Di samping itu, anak mudah terganggu pikiran, perhatian dan tidak mampu
mengontrol diri untuk sedikit tenang. Anak hiperaktif sering banyak berbicara, melakukan
tindakan yang tidak betujuan, dan kurang mempunyai kontrol sosial.
g. Keagresifan Sosial
Perilaku agresif sosial, adalah perilaku yang menyerang orang lain baik penyerang secara
verbal seperti, mencaci atau mengejek, maupun penyerang secara fisik seperti, mendorong,
memukul atau berkelahi.
h. Menggigit kuku
Menggigit-gigit kuku yang dilakukan oleh anak umur sekolah dasar dianggap sebagai
perilaku menyimpang, perilaku ini dilakukan anak untuk menghindari, mengurangi rasa cemas,
tertekan, dan bermusuhan.
i. Mengompol
Mengompol terjadi karena anak dalam situasi ketegangan psikologis yang tidak
tertahankan, sehingga anak buang air kecil tanpa disadarinya. Ketegangan psikologis yang
dialami disebabkan anak mengalami situasi tertekan, kecaman, dan menakutkan.
j. Menghukum diri sendiri
Perilaku ini tampak dalam wujud mencela diri sendiri dari kesalahan atau kegagalan.
Perilaku ini terjadi karena siswa cemas bahwa orang lain tidak akan menyukai sekiranya dia
mengkritik orang lain.

3
2.3 Faktor Penyebab Siswa Bermasalah
Siswa yang sering membuat masalah di sekolah biasanya memiliki latar belakang yang
mempengaruhinya. Dalyono (2010: 260) secara garis besar pangkal soal masalah-masalah siswa
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1) Masalah internal
Masalah internal ialah masalah yang berpangkal dari kondisi murid itu sendiri. Masalah
tersebut bisa disebabkan dari adanya kelainan fisik maupun kelainan psikis.
a) Kelainan Fisik
Anak-anak yang menderita kelainan fisik akan merasa tertolak untuk hadir di tengah-
tengah temannya yang normal. Kelainan-kelainan yang terjadi pada fisik diantaranya ialah
buta, bermata satu, tuli, kaki kecil satu, atau bahkan lumpuh total.
b) Kelainan Psikis
Kelainan psikis ialah kelainan yang terjadi pada kemampuan berpikir (kecerdasan)
seorang anak. Kelainan psikis dikategorikan pada kelainan psikis inferior (lemah) maupun
kelainan psikis superior (kuat). Anak-anak memiliki taraf kecerdasan (IQ) yang berbeda-
beda.
Kecerdasan dapat dikalsifikasikan sebagai berikut :
Idiot : IQ kurang dari 30
Embisil : IQ 30 – 49
Debil : IQ 50 – 69
Border Line : IQ 70 – 79
Bodoh : IQ 80 – 89
Sedang, rata-rata : IQ 80 – 109
Cerdas : IQ 110 – 119
Cerdas Sekali : IQ 120 – 139
Genius : IQ 140 keatas

4
2) Masalah eksternal
a) Keluarga
Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama kali dikenal oleh anak. Orang
tua otoriter akan memperlakukan akan secara otoriter. Anak yang dididik secara otoriter akan
tumbuh dan berkembang sebagai anak otoriter dan keras kepala. Anak-anak yang dibesarkan
dengan segala kemudahan juga akan mempunyai kesan bahwa segalanya itu mudah. Anak
akan sangat terpukul jika terpaksa harus menghadapi beberapa kesulitan, bahkan tidak sedikit
anak melakukan pemberontakan.
b) Pergaulan
Lingkungan kedua yang dikenal oleh anak adalah lingkungan masyarakat atau
lingkungan pergaulan. Lingkungan pergaulan juga memiliki pengaruh yang besar bagi
perkembangan psikis anak, jika lingkungan baik, anak akan cenderung menjadi baik, jika
lingkungan jelek anak pun ada kecenderungan memiliki kepribadian yang jelek.
c) Pengalaman hidup
Pengalaman-pengalaman di masa lalu biasanya tidak mudah dilupakan oleh siswa,
semuanya tersimpan rapi dalam ruang ingatan. Siswa yang bodoh sering tak diperhatikan
oleh gurunya. Suatu saat ketika siswa berbuat keributan dan ternyata dengan cara itu dia
dieprhatikan gurunya, karena siswa tersebut butuh diperhatikan oleh gurunya, maka sesuai
dengan pengalamannya siswa pun senantiasa berbuat keributan, dan keributan baginya
menjadi suatu keharusan. Sebab-sebab perilaku bermasalah pada siswa dipicu oleh banyak
faktor yang mempengaruhinya. Emmer dan Evertson (2009: 229) mengemukakan bahwa
sebab-sebab perilaku bermasalah timbul dari pemicu stres (misalnya, perlakuan yang kasar,
kematian salah satu anggota keluarga, orang tua yang tidak bekerja, penyakit yang serius,
atau perceraian) yang dialami siswa di rumah atau tempat lainnya.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa siswa yang bermasalah di
sekolah, baik dalam hal pola perilaku maupun dalam bidang akademiknya terdapat factor
penyebab yang mempengaruhinya. Permasalahan tersebut dapat disebabkan karena faktor
internal, yaitu permasalahan yang berasal dari siswa itu sendiri, maupun masalah eksternal
yang disebabkan karena adanya permasalahan di luar diri siswa tersebut, seperti adanya

5
permasalahan yang siswa alami di rumah yang siswa bawa ke sekolah sehingga berdampak
pada permasalahan pola perilaku dan prestasi akademik siswa ketika di sekolah.

2.4 Upaya untuk Menangani Siswa Bermasalah


a. Peran Guru dalam Bimbingan Konseling
Guru tidak hanya bertugas mendidik siswanya, namun guru juga memiliki peran sebagai
pembimbing. Sardiman dalam Daryanto (2015: 29-30) menyatakan bahwa ada sembilan peran
guru dalam kegiatan bimbingan konseling, yaitu :
1) Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, labolatorium,
studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
2) Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran, dan
lain-lain.
3) Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta
reinforcement untuk mendinamiskan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktifitas)
dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar
mengajar.
4) Direktor, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai
dengan tujuan yang dicita-citakan.
5) Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar mengajar.
6) Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan
pengetahuan.
7) Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar
mengajar.
8) Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar.
9) Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi siswa dalam bidang akademik
maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan siswa berhasil atau tidak.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa peran guru kelas sangat
diperlukan menangani siswa bermasalah di sekolah khususnya di Sekolah Dasar yang memang
tidak memiliki guru Bimbingan Konseling tersendiri, sehingga guru kelas merangkap sebagai
guru bimbingan konseling. Guru memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk mempelajari

6
karakter atau tingkah laku masing-masing siswanya, dengan mengenal karakter siswa, maka guru
akan mampu untuk membimbing dan mengarahkan siswanya baik dalam hal tingkah laku
maupun dalam prestasi akademik.

b. Tugas Guru dalam Layanan Bimbingan di Kelas


Tugas guru selain menyampaikan materi kepada siswa, juga memiliki tugas-tugas dalam
melakukan bimbingan di dalam kelas. Daryanto (2015: 73) mengemukakan tugas guru dalam
melakukan bimbingan di dalam kelas adalah sebagai berikut :
1. Guru sebagai pembangkit motivasi belajar
Pembangkitan motivasi belajar oleh guru kelas dapat dilakukan secara khusus
menggunakan jam pelajaran atau diselipkan sambil mengajar atau memberikan berbagai
latihan. Guru juga harus melakukan upaya untuk membangkitkan motivasi belajar siswa,
antara lain :
a. Menjelaskan manfaat dan tujuan dari pelajaran yang diberikan.
Tujuan yang jelas dan manfaat yang dirasakan oleh siswa akan membangkitkan motivasi
belajar.
b. Memilih materi atau bahan pelajaran yang dibutuhkan oleh siswa.
Sesuatu yang dibutuhkan akan menarik minat siswa, dan minat tersebut merupakan salah
satu bentuk motivasi.
c. Memilih cara penyajian yang bervariasi, sesuai dengan kemampuan siswa dan banyak
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba dan berpartisipasi.
d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih kesuksesan.
Kesuksesan yang dicapai oleh siswa akan membangkitkan motivasi belajar, dan
sebaliknya kegagalan yang terjadi pada siswa dapat menghilangkan motivasi.
e. Memberikan kemudahan dan bantuan kepada siswa dalam proses belajar.
f. Memberikan pujian, maupun hadiah untuk membangkitkan motivasi belajar siswa.

2. Guru sebagai tokoh kunci dalam bimbingan


Guru memiliki hubungan yang erat dengan siswa, karena guru memiliki banyak waktu
dan kesempatan untuk mempelajari siswa, mengawasi tingkah laku dan kegiatannya.

7
Kedudukan guru dalam pendidikan yaitu memiliki wewenang sepenuhnya dalam
mempelajari dan memahami siswanya, bukan sebagai individu tetapi juga sebagai anggota
kelompok atau kelasnya. Guru berada pada posisi yang lebih baik untuk mengetahui masalah-
masalah, sikap dan kebutuhan siswa sehingga memudahkan guru untuk memberikan bantuan
kepada siswa yang membutuhkan.
3. Mengetahui siswa sebagai individu
Tugas pertama guru dalam bimbingan adalah mengetahui atau lebih mengenal siswanya.
Kegiatan bimbingan tidak akan berjalan dengan baik ketika guru kurang memahami siswa,
oleh karena itu diperlukan pemahaman dan pengetahuan dalam bermain, kesehatannya, asal-
usulnya, teman dekat bahkan latar belakang sosial-ekonominya.

c. Tugas Guru dalam Operasional Bimbingan di Luar Kelas


Peran guru sebagai pembimbing tidak hanya berlaku di dalam kelas saja, namun guru
juga memiliki tugas untuk melakukan bimbingan di luar kelas. Daryanto (2015: 77)
mengemukakan beberapa tugas guru di Luar kelas, yaitu:
1. Bimbingan bagi siswa yang sesuai dengan kecerdasannya
Bimbingan yang dilakukan oleh guru kelas lebih kepada memberikan perhatian yang
besar kepada pemeliharaan dan peningkatan penguasaan materi. Guru diharapkan
memberikan perhatian yang lebih besar terhadap perkembangan belajar siswa, memberikan
tugas dan latihan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa. Bimbingan juga
perlu diberikan kepada siswa dengan prestasi yang rendah. Siswa dengan prestasi yang
rendah, dapat dipastikan memiliki masalah, ada faktor penyebab yang melatar belakanginya
mungkin bersumber pada dirinya mungkin juga diluar dirinya.
2. Melakukan Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan dan konseling.
Fungsi utama dari kunjungan rumah adalah menjalin hubungan baik dan kerja sama antar
guru dan orang tua siswa, melalui hubungan baik dan kerja sama ini, diharapkan ada saling
pengertian, kesamaan persepsi, sikap dan perlakuan terhadap siswa. Kegiatan kunjungan
rumah yang dilakukan oleh guru berfungsi untuk memperoleh data lebih luas dan mendalam

8
tentang perkembangan peserta didik,karakteristik, sikap, kebiasaan, serta aktivitasnya dalam
keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar, serta kondisi kehidupan keluarga siswa.
3. Menyelenggarakan kelompok belajar.
Penyelenggaraan kelompok belajar pada siswa dapat memberikan banyak manfaat pada
siswa. Manfaat kelompok belajar antara lain:
a. Membiasakan anak untuk bergaul dengan teman-temannya, bagaimana cara
menyampaikan pendapatnya dan menerima pendapat dari teman lain.
b. Merealisasikan tujuan pendidikan dan pengajaran melalui belajar secara kelompok.
c. Mengatasi kesulitan-kesulitan, terutama dalam hal pelajaran secara bersama-sama.
d. Belajar bersama agar nantinya tidak canggung di dalam masyarakat yang lebih luas.
e. Memupuk rasa kegotong royongan.
4. Pertemuan guru-murid
Ada kalanya seorang guru perlu mengadakan pertemuan dari hati ke hati dengan siswa.
Pertemuan ini dapat dilaksanakan sebelum sekolah dimulai, pada waktu istirahat, atau setelah
sekolah usai. Pertemuan tersebut bertujuan untuk mendapatkan data mengenai siswa yang
mungkin sedang bermasalah.

Guru memiliki tugas-tugas tersendiri ketika melakukan bimbingan di luar kelas. Sejalan
dengan yang diungkapkan oleh Daryanto, Kosasih dan Soejtipto (2009: 110) mengemukakan
tugas-tugas guru dalam bimbingan di luar kelas antara lain :
a. Memberikan pengajaran perbaikan (remidial teaching).
b. Memberikan pengayaan dan pengembangan bakat siswa.
c. Melakukan kunjungan rumah (home visit).
d. Menyelenggarakan kelompok belajar.

d. Peran Sekolah dalam Menangani Siswa Bermasalah


Perbedaan latar belakang dan kepribadian siswa mengakibatkan sejumlah siswa dapat
dikategorikan sebagai siswa yang bermasalah di sekolah. Kenney dalam Soetodjo (2005: 22)
menyebutkan bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:

9
a. Sekolah harus merencanakan suatu program sekolah yang sesuai untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dari semua siswa untuk menghasilkan kemajuan dan perkembangan
jiwa yang sehat.
b. Sekolah harus memperhatikan siswa yang memperlihatkan tanda-tanda yang tidak baik
(tanda-tanda kenakalan) dan kemudian mengambil langkah-langkah seperlunya untuk
mencegah dan memperbaikinya.
c. Sekolah bekerja sama dengan orang tua siswa dan pemimpin-pemimpin yang lainnya untuk
membantu menyingkirkan atau menghindarkan setiap faktor di sekelilingnya yang
menyebabkan kenakalan pada siswa.

10
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Anak atau siswa bermasalah adalah anak yang perilakunya atau tindakannya tidak
diharapkan oleh guru, orang tua atau masyarakat dan tindakan tersebut cenderung merugikan
dirinya dan orang lain. Karakteristik anak bermasalah biasanya ditunjukkan dengan
penarikan diri, penyangkalan, regresi, pergantian objek, rasionalisasi, hiperaktif, keagresifan
sosial, menggigit kuku, mengompol, dan menghukum diri sendiri. Faktor-faktor penyebab
siswa bermasalah dapat dari dalam diri anak tersebut sendiri (internal) ataupun berasal dari
pengaruh dari luar anak tersebut (eksternal). Upaya penanganan untuk siswa bermasalah
sendiri banyak sekali jenisnya dengan pihak utama yang wajib berperan penuh ialah Guru,
Pihak Sekolah, dan Orang tua yang berinteraksi dengan anak setiap hari.
2.3 Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Sebagai mahasiswa kita harus
mengembangkan ilmu yang kita peroleh dan mencari kebenaran ilmu tersebut agar dapat
bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
memerlukan perbaikan. Karena itu kami sangat mengharapkan tanggapan, saran, dan kritik
yang membangun demi kesempurnaannya makalah kami. Atas perhatiannya kami sampaikan
terimakasih.

11
DAFTAR PUSTAKA

Pakerti, Setyaning. 2016. Studi Deskriptif Penanganan Siswa Bermasalah Korban Kekerasan
Dalam Rumah Tangga di Sekolah Dasar. (Online).
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.ump.ac.id/6440/3/B
AB%2520II.pdf&ved=2ahUKEwjE95OS24PsAhXYILcAHZQwD-
AQFjABegQIBBAB&usg=AOvVaw3GKy2uCYVM6T4c9t8OWNzh . Diakses 25 September
2020.
Oktriany, Wara Hapsari. 2015. Analisis Masalah Penanganan Siswa yang Bermasalah Ditinjau
dari Filsafat. (Online). http://mmpfkipuksw33.weebly.com/wara-h-942015027/analisis-masalah-
penanganan-siswa-yang-bermasalah-ditinjau-dari-filsafat. Diakses 25 September 2020.
Sylviana, Mega. 2016. Studi Kasus Penanganan Perilaku Bermasalah Pada Siswa Sekolah
Dasar di Kecamatan Mijen Kota Semarang.(Online).
https://lib.unnes.ac.id/29245/1/1401412184.pdf. Diakses 25 September 2020.

12

Anda mungkin juga menyukai