Anda di halaman 1dari 24

ANAK AUTISME

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Mega Iswari, M. Pd
Dr. Rahmatri Silvia, S. Pd., M. Pd

Penulis :
Anita (23003228)
Sabtu Apendi (23003272)
Rumini (23003271)
Ira Lasmanegara (23003247)
Rts Musdaliva (23003270)
Novita Dwi Wahyuni
Boy Erlando S. (23003233)
Mona Uli Arta M. (23003257)
Meli Hidayanti (23003256)
Siska Andriani (23003275)
Tri Lisia Ulfani (23003278)
Yaseroro Zendrato (23003283)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


PENDIDIKAN LUAR BIASA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan
rahmat dan hidayahnya rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah“Anak Autisme“shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan
kepada junjungan kita Rasullulah Muhammad SAW.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Materi Anak Autisme
Pengembangan dan manfaatnya untuk dapat memberikan manfaat maupun inspirasi bagi pembaca.

i
DAFTAR ISI

BAB I.......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAAN.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................................................3
A. Pengertian Promt...........................................................................................................................9
B. Terapi Anak Autis.........................................................................................................................3
C. Jenis-jenis reinforcement………………………………………………………….……………11
D. Establishing Operation (EO)…………………………………………………………………...15
BAB III...................................................................................................................................................10
PENUTUP..............................................................................................................................................10
A. Kesimpulan..................................................................................................................................10
B. Saran............................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAAN
A. Latar Belakang
Autism Spectrum Disorder (ASD) atau autis adalah gangguan
perkembangan pada anak yang bersifat kompleks (Hasdianah, 2013). ASD
ditandai dengan perilaku stereotip dan mengalami kekurangan dalam komunikasi
serta interaksi sosial (American Psychiatris Association, 2013). Winarno (2013)
berpendapat bahwa autis dipandang sebagai kelainan perkembangan sosial dan
mental yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak selama fetus,
kerusakaan saat kelahiran, atau pada tahun pertama kehidupannya.
Penanganan anak autis bertujuan agar perkembangan yang terlambat pada
dirinya dapat diatasi sesuai dengan perkembangan usianya. Semakin cepat
mengetahui anak mengalami autis, maka akan semakin cepat pula usaha
penanganannya. Deteksi dan intervensi dini sangat penting untuk anak autis
sehingga penanganannnya lebih cepat dilakukan dan tidak membutuhkan waktu
yang relatif lama.
Intervensi dini secara intensif dan optimal dapar bermanfaat untuk
penanganan anak autis yang biasa disebut terapi, saat yang paling tepat
memberikan penanganan pada kasus autis adalah masa balita. Masa balita adalah
masa awal untuk mempelajari sesuatu . Anak di bawah usia 3 thun memiliki otak
yang mash bersifat plastis. Pada masa ini sel-sel otak mengalami perkembangan
yang sangat pesat, sehingga ada gangguan pada salah bagian otak diharapkan
dapat tergantikan dengan sel-sel baru. Terapi yang dilakukan berperan sebagai
stimulasi bagi perkembangan fungsi sel – sel otak.
Sampai saat ini belum ada obat yang dapat memperbaiki struktur otak
atau jaringan syaraf yang kelihatannya mendasari autis. Gejala yang timbul pada
anak autis sangat bervariasi, oleh karena itu terapinya sangat individual dan
tergantung keadaan dan gejala yang timbul dan harus ditangani secara holistik
oleh tim ahli.
B. Rumusan Masalah
A. Mengetahui Pengertian Promt
B. Mengetahui Jenis-jenis reinforcement
C. Mengetahui Establishing Operation (EO)
1
C. Tujuan Penulisan

A. Untuk lebih mendalami tentang Promt

B. Untuk lebih mendalami jenis – jenis reinforcement

C. Unutuk lebih mendalami Establishing

2
BAB II

PEMBAHASAN

TEKNIK-TEKNIK PENDEKATAN APPLIED BEHAVIOR ANALYSIS


(ABA)
4. PROMT
1. Pengertian
Promt atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan petunjuk, adalah aktivitas
utama yang sering digunakan. Prakteknya ada dimana-mana di lapangan. Orang
sehari-hari juga menggunakannya, terkadang tanpa menyadarinya. Hal ini
berlaku pada latihan pada setiap kelompok umur, pada berbagai tahap
kemampuan belajar.
Teknik promt membantu orang dalam mempelajari keterampilan baru untuk
kemudian memiliki kemampuan untuk mempraktikkannya secara mandiri.
Aktivitas umum seperti siswa mempelajari bahasa baru, mengajari balita cara
membersihkan diri setelah menggunakan kamar mandi, atau mempelajari
pengetahuan tentang keterampilan agar berhasil dilakukan.
Hal ini sama dilakukan baik untuk anak-anak maupun orang tua yang lanjut usia
yang mengalami disabilitas atau kekurangan sehingga membutuhkan bantuan
ekstra saat mempelajari sesuatu yang baru.
“Prompts are very useful when teaching someone with a disorder a skill. It helps
the patient to better understand what the correct response should be and how it’ll
get them to achieve what they want in the end”.
https://www.crossrivertherapy.com/aba-therapists/aba-prompt-hierarchy
Bagan di bawah ini menunjukkan kontingensi tiga istilah, Antecedent, Behavior,
Consequence (ABC) sehubungan dengan pengenalan perintah.

Promt adalah latihan untuk menolong orang agar memiliki kemampuan baru
yang dapat membantu kemandirian mereka. Dalam ABA hal ini juga terkait

3
dengan praktik yang bertujuan mencegah terjadinya perilaku tertentu. Digunakan
untuk mengurangi respons buruk dan membuat respons baik lebih sering terjadi.
Sebagai contoh, ketika seseorang melambaikan tangan kepada orang lain, itu
menandakan ia sedang menyapa temannya. Maka aksi lambaian tangan dan
saling menyapa menjadi responnya. Ini adalah contoh prosedur promt yang
sederhana dan akurat. Melambaikan tangan juga ada konsekuensinya, apa yang
terjadi jika seseorang tersebut tidak dapat merespon lambaian atau sapaan dari
orang lain? Atau tidak dapat bereakasi sama sekali ketika seseorang
melambaikan tangan? Disinilah prompt digunakan untuk mendorong respons
yang lebih baik.
2. 6 Jenis Prompt ABA
1. Physical Prompt
Jenis prompt yang pertama ini mengaitkan petunjuk dengan aktivitas fisik.
Membimbing seseorang untuk melakukan aktivitas fisik, berjabat tangan,
melambaikan tangan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Contoh lainnya ketika siswa diajarkan untuk menggunakan kedua tangannya.
Keterampilan kehidupan sehari-hari juga dapat di ajarkan melalui petunjuk fisik.
Misalnya seorang siswa mengikuti keterampilan vokasi memasak di sekolahnya,
guru dapat mengamati siswa dengan menunjukkan cara menggerakkan
pergelangan tangan untuk mengaduk makanan tertentu. Begitu mereka paham
apa yang harus dilakukan, guru kemudian menghilang, mengamati dari jauh, dan
membiarkan siswa melakukannya sendiri.
Contoh: Seorang terapis dapat menggunakan perintah fisik untuk membantu
seorang anak mengikat tali sepatunya dengan membimbing tangannya secara
fisik melalui proses tersebut.
2. Model Prompt
Jenis kedua ini mengajarkan siswa apa yang harus dilakukan sebelum mereka
melakukan suatu kegiatan. Ini berguna saat mempelajari kemampuan sosial baru.
Contoh: Seorang terapis dapat menggunakan model prompt untuk membantu
seorang anak belajar cara menyikat gigi dengan mendemonstrasikan teknik yang
benar.
3. Gesture prompt
Gesture prompt adalah ketika seseorang menunjukkan respon yang tepat
terhadap instruksi yang diberikan dari seorang guru. Misalnya siswa
diperintahkan untuk mencari kartu bergambar kendaraan di dalam banyaknya
4
tumpukan kartu di atas meja. Pada tahap awal guru menunjukkan mana kartu
yang benar, sehingga mereka tau kartu mana yang harus dicari nanti.
Contoh: Seorang terapis mungkin menggunakan perintah isyarat untuk
membantu anak mengikuti arahan dengan menunjuk ke benda yang perlu mereka
ambil.
4. Verbal prompt
Sering kali digunakan sebagai pilihan terakhir untuk prompting. Verbal prompt
lebih menantang untuk guru, khususnya dalam mengajari anak kecil.
Contoh: Seorang terapis mungkin menggunakan perintah verbal untuk membantu
seorang anak membersihkan mainannya dengan mengatakan, “Sudah waktunya
untuk menyimpan mainanmu sekarang.”
5. Visual prompt
Saat prompt (petunjuk/perintah) disajikan dengan foto, video, atau teks dalam
komputer, maka ini disebut dengan visual prompt. Namun tidak sampai disitu,
bahkan daftar belanjaan diselembar kertas, juga didefinisikan sebagai visual
prompt.
Item lainnya seperti pengingat digital, ponsel, notifikasi bahkan tugas dalam
agenda harian. Hal-hal yang dapat membantu, dengan menggunakan alat bantu
visual yang memberi kesan pribadi dan mudah untuk di ingat.
6. Positional prompt
Ketika instruktur menempatkan sesuatu didekat siswa, kemudian siswa
dipersilahkan untuk memberi respon.
Contoh: Seorang terapis mungkin menggunakan perintah posisi untuk membantu
anak belajar cara duduk yang benar dengan meletakkan bantal di belakang
punggungnya
Contoh penggunaan Prompt di dalam ABA:
Here are the prompts most used by ABA therapists to teach their patients that
have problems eating with utensils:
1. Verbal prompt – This can include commands such as the therapist telling them to
pick up their spoon. Alternatively, they can refrain from mentioning the spoon by
questioning what the patient will use to eat a certain meal that requires the use of
a spoon.
2. Gestural prompt – The therapist can point to a piece of silverware or make a
specific gesture that gives the patient the impression of using one or even
forming the shape of one with their hands.
5
3. Modeling prompt – At an ABA center, this can involve standing directly behind
the patient to help them finish an objective. In this case, it would be to pick up a
spoon that they need to begin eating a meal.
4. Full physical prompt – When a therapist takes their hand and places it on that of
the patient to guide them towards the location of an eating utensil, they’re
exercising a physical prompt.
5. Partial physical prompt – This is when the therapist uses their hand to move the
patient’s hand towards the spoon, but in a way where they stop before getting to
the utensil’s location.
6. Visual prompt – Visual prompts are easy to practice for a therapist but can be
hard for them to fade from. The process is done through only a picture being
shown of the utensil.
7. Positional prompt – The therapist would take the utensil and place it near the
patient’s hand.
https://www.crossrivertherapy.com/aba-therapists/aba-prompt-hierarchy
Meskipun hal ini memberikan pedoman umum tentang urutan penggunaan
prompt, penting untuk diingat bahwa setiap individu adalah unik dan mungkin
memerlukan pendekatan yang dipersonalisasi. Teknik ABA yang terampil akan
menyesuaikan penggunaan petunjuknya untuk memenuhi kebutuhan setiap
individu.
Misalnya saja, beberapa individu mungkin memberikan respons yang lebih baik
terhadap dorongan verbal dibandingkan dorongan fisik, sementara yang lain
mungkin mendapat manfaat dari kombinasi keduanya.
Dorongan individualisasi tidak hanya meningkatkan efektivitas terapi ABA
tetapi juga meningkatkan kemandirian dan kepercayaan diri individu. Dengan
mengidentifikasi jenis petunjuk mana yang paling cocok untuk setiap orang,
terapis dapat membuat rencana perawatan yang lebih personal dan efektif.
Penting juga untuk dicatat bahwa tindakan cepat harus dilakukan secara bertahap
dan dengan kecepatan yang sesuai untuk setiap individu. Terburu-buru
melakukan pekbelajaran yang cepat dapat menyebabkan frustrasi dan
kemunduran dalam proses.
Singkatnya, meskipun berfungsi sebagai alat yang berharga dalam terapi ABA,
penting untuk diingat bahwa setiap individu adalah unik dan memerlukan
pendekatan individual. Dengan menyesuaikan penggunaan petunjuk untuk

6
memenuhi kebutuhan dan kemampuan spesifik setiap orang, agar dapat
mencapai hasil yang optimal.
3. Prosedur Prompt
Prompt dapat digunakan dalam situasi berikut:
 Saat anak hendak memberikan respon yang salah
 Ketika anak memberikan respon yang salah
 Ketika anak tidak merespon instruksi
Prompt Hierarchy: Most-to-Least Prompting Procedure

Sumber: https://datafinch.com/prompt-hierarchy-aba/
melibatkan mengajarkan suatu keterampilan dengan memulai dengan dorongan
yang paling mengganggu untuk memastikan pelajar mendapatkan respons dan
penguatan yang benar, sekaligus mengurangi kesalahan. Kesalahan-kesalaha dari
petunjuk tersebut kemudian secara sistematis memudar di seluruh uji coba jika
pelajar menunjukkan keberhasilan. Prosedur dorongan dari yang paling ke yang
paling sedikit dan yang paling sedikit ke yang paling banyak dapat digunakan
dengan pengajaran percobaan yang terpisah, serta mengajarkan langkah-langkah
yang berurutan dalam suatu tugas, seperti menyikat gigi. Selain itu, strategi ini
dapat digunakan untuk mengajarkan serangkaian tugas, seperti menyelesaikan
rutinitas pagi (misalnya sarapan, mandi, berpakaian, dll.) (Cengher, Budd,
Farrell, & Fienup, 2017).
1. Listener Discrimination Discrete Skill
Contoh most-to-least dari listener discriminatin discrete skill untuk mengajar
siswa menyerahkan mobil mainan ketika diminta dapat mencakup memulai
dengan dorongan fisik (misalnya, menyerahkan tangan) dan secara manual

7
membimbing tangan pelajar melalui semua langkah hingga selesai. Setelah
pelajar menunjukkan keberhasilan dengan perintah fisik yang paling
mengganggu, memudar ke perintah fisik yang lebih tidak mengganggu akan
digunakan untuk uji coba pembelajaran berikutnya.
2. Expressive Language Discrete Skill
Jika keterampilan tersebut tidak memerlukan upaya fisik, seperti belajar memberi
rangsangan di lingkungan, maka prosedur ini dapat digunakan dengan
menggunakan perintah verbal seperti perintah verbal penuh, verbal sebagian,
tekstual, serta waktu tunda dan isyarat isyarat.
Contoh 1:
Misalnya, jika guru mengatakan, “Kucing” ketika disajikan dengan gambar
seekor kucing, hierarki perintahnya mungkin menyerupai yang berikut: Perintah
verbal penuh (“Kucing”), Verbal Parsial (“Ku cing”), time delay 2 detik, time
delay 5 detik, dan kemandirian.
Contoh 2:
Selain itu, jika guru menambah panjang ucapan ketika memberi perintah,
hierarki prompt dapat mencakup yang berikut: Verbal penuh (“Saya ingin kue”)
dipasangkan dengan skrip tekstual yang berbunyi “Saya ingin kue”, kemudian
memudar menjadi skrip tekstual “Saya ingin____ ”, beralih ke perintah verbal
parsial (misalnya, “Saya___”), perintah isyarat (misalnya, pandangan penuh
harap, mengangkat bahu), time delay 5 detik, dan kemandirian.
3. Graduated Guidance
When using Graduated Guidance prompts the skill would be taught using
prompts within the physical continuum only (e.g., full, partial physical, no
prompt) (Cengher, Budd, Farrell, & Fienup, 2017). Graduated guidance can be
used to teach skills such as appropriate use of utensils during mealtime. For
example, using most-to-least graduated guidance for learning to use a fork would
include the following sequence of prompts: full physical prompts (hand-over-
hand), partial physical prompt one (prompt at the wrist), partial physical prompt
two (prompt at the forearm), partial physical prompt three (prompt at the elbow),
followed by independence (i.e., no-prompt) (Demchak, 1989).

Prompt Hierarchy: Least-to-Most Prompting Procedure

8
Sumber: https://datafinch.com/prompt-hierarchy-aba/
Dengan dorongan least-to-most, pelajar diberikan kesempatan untuk merespons
instruksi secara mandiri. Jika pelajar tidak memberikan tanggapan atau
tanggapan yang salah, perintah yang lebih akan diberikan pada tahap berikutnya.
Intrusifitas dari prompt secara sistematis meningkat dengan setiap percobaan
pembelajaran sampai pelajar terlibat dalam respons yang benar (Cengher, Budd,
Farrell, & Fienup, 2017).
1. Listener Discrimination Discrete Skill
Misalnya, jika instruksi “duduk” sedang diajarkan, hierarki prompt dapat
mencakup hal berikut: waktu tunda 5 detik, prompt posisi (menggerakkan kursi
di sebelah peserta didik), prompt isyarat (menunjuk ke kursi), prompt model
(guru) duduk di kursi), dorongan fisik sebagian (panduan manual dari bahu) dan
fisik penuh. Intrusifitas dari petunjuk akan meningkat secara sistematis hingga
muncul respons yang benar (Neitzel & Wolery, 2009).
2. Expressive Language Discrete Skill
Misalnya, pembelajar sedang berusaha meminta kue. Hirarki prompt dapat
mencakup prompt seperti: waktu tunda 3 detik, memberikan prompt isyarat
(misalnya, mengangkat bahu dan mengangkat kedua telapak tangan), prompt
verbal (misalnya, “Apakah Anda menginginkan sesuatu?”), prompt verbal parsial
(misalnya, “Apakah Anda menginginkan sesuatu?”), prompt verbal parsial
(misalnya, “Apakah Anda menginginkan sesuatu?”) , “Coo”), dan diakhiri
dengan perintah verbal lengkap (misalnya, “Cookie”).

9
Memanfaatkan Prompt/petunjuk telah terbukti menciptakan keberhasilan bagi
pelajar ketika prosedur diterapkan dengan tepat, disesuaikan secara individual
untuk melengkapi keterampilan tertentu, dan sambil memastikan untuk
menggabungkan gaya belajar individu. Selain itu, perlu diingat bahwa tujuan
utama dari hierarki cepat dan prosedur pemudaran cepat adalah untuk
menghasilkan respons benar independen tingkat tertinggi dengan sumber daya
paling sedikit (Myrna, Weiss, Bancroft, & Ahearn, 2008).
Meningkatkan tingkat kemandirian seseorang sangat bermanfaat bagi
kesejahteraannya di masa depan. Kemandirian memiliki kemampuan untuk
membuka pintu peluang yang berarti di masa depan. Intinya, kemerdekaan
sebenarnya bisa dianggap sebagai kebebasan; kebebasan yang akan
menghasilkan kehidupan yang bermakna dan berkualitas tinggi di tahun-tahun
mendatang. -Christan Griffin, M.Ed., BCBA, LBA.
Sumber: https://datafinch.com/prompt-hierarchy-aba/

REINFORCEMENT

1. PENGERTIAN

Reinforcement adalah respon positif yang diberikan guru kepada siswa dalam proses
pembelajaran, dengan tujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik (feedback),
memantapkan dan meneguhkan hal-hal tertentu yang dianggap baik sebagai suatu
tindakan dorongan maupun koreksi sehingga siswa dapat mempertahankan atau
meningkatkan perilaku baik tersebut.

Reinforcement atau yang disebut juga dengan penguatan merupakan bagian dari
modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa yang dapat meningkatkan

10
kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Penguatan adalah salah satu
bentuk penciptaan suasana belajar yang menyenangkan yang telah diberikan oleh guru
kepada peserta didik dengan tujuan agar tingkah laku positif peserta didik dapat
meningkat.

Reinforcement atau penguatan dilakukan pendidik melalui pemberian penghargaan


(reward) secara tepat yang didasarkan pada prinsip-prinsip pengubahan tingkah laku.
Dengan penguatan yang dilakukan pendidik, peserta didik akan semakin kaya dengan
berbagai tingkah laku positif yang secara kumulatif dan sinergis menunjang keaktifan
siswa serta pencapaian tujuan pendidikan.

Berikut definisi dan pengertian penguatan (reinforcement), dari beberapa sumber buku:

 Menurut Usman (2008), reinforcement adalah segala bentuk respon, apakah


bersifat verbal maupun nonverbal, yang merupakan bagian dari modifikasi
tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk
memberikan informasi atau umpan balik (feedback) bagi si penerima (siswa) atas
perbuatannya sebagai suatu tindak dorongan maupun koreksi.

 Menurut Putra (2005), reinforcement adalah suatu respon yang diberikan kepada
siswa terhadap perilaku atau perbuatannya yang dianggap baik, yang dapat
membuat terulangnya atau meningkatnya perbuatan atau perilaku yang dianggap
baik tersebut.

 Menurut Prayitno (2009), reinforcement adalah upaya pendidik untuk


menguatkan, memantapkan atau meneguhkan hal-hal tertentu yang ada pada diri
peserta didik. Apa yang dikuatkan tidak lain adalah hal-hal positif yang ada pada
diri peserta didik, terutama tingkah laku positif yang merupakan hasil perubahan
berkat upaya pengembangan diri peserta didik.

 Menurut Barnawi dan Arifin (2012), reinforcement adalah respon positif dalam
pembelajaran yang diberikan guru terhadap perilaku peserta didik yang positif
dengan tujuan mempertahankan dan meningkatkan perilaku tersebut.

 Menurut Soemanto (2006), reinforcement adalah suatu respon positif dari guru
kepada siswa yang telah melakukan suatu perbuatan yang baik atau berprestasi.
Pemberian reinforcement (penguatan) ini dilakukan oleh guru dengan tujuan agar
siswa dapat lebih giat berpartisipasi dalam interaksi belajar mengajar dan
mengajar dan siswa agar mengulangi lagi perbuatan yang baik itu.

11
1. JENIS-JENIS REINFORCEMENT

Menurut Skinner (1976), secara umum Reinforcement dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Reinforcement (penguatan) positif, adalah reinforcement penguatan


berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan
stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk reinforcement
(penguatan) positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan dan lain-lain),
perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan,
mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dan sebagainya).

2. Reinforcement (penguatan) negatif, adalah reinforcement (penguatan)


berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan
penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk
reinforcement (penguatan) negatif antara lain: menunda/tidak memberi
penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak
senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dan lain-lain).

Sedangkan menurut Alma (2010), Reinforcement dapat dikelompokkan menjadi


beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:

a. Verbal Reinforcement

Tanggapan guru yang berupa kata-kata pujian, dukungan dan pengakuan dapat
digunakan untuk memberikan penguatan atas kinerja peserta didik. Peserta didik yang
telah mendapatkan penguatan akan merasa bangga dan termotivasi untuk meningkatkan
kembali prestasi belajarnya. Penguatan verbal dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yakni
melalui kata-kata dan melalui kalimat. Penguatan dalam bentuk kata-kata dapat berupa:
benar, bagus, tepat, bagus sekali, ya, mengagumkan, setuju, cerdas. Sedangkan dalam
bentuk kalimat dapat berupa; wah pekerjaanmu baik sekali, saya puas dengan
jawabanmu, nilaimu semakin lama semakin baik atau contoh yang kamu berikan tepat
sekali.

b. Gestural Reinforcement

12
Gestural reinforcement merupakan penguatan yang diberikan oleh guru melalui gerak
tubuh atau mimik muka yang memberi kesan baik kepada peserta didik. Penguatan
mimik dan gerakan badan dapat berupa senyuman, anggukan kepala, acungan jempol,
tepuk tangan, dan lainnya. Sering kali diikuti dengan penguatan verbal misal guru
mengatakan “bagus!” sambil menganggukkan kepala.

c. Proximity Reinfocement

Beberapa perilaku yang dapat dilakukan guru dalam memberikan penguatan ini antara
lain adalah berdiri di samping siswa, berjalan menuju siswa, duduk dekat dengan
seorang siswa atau kelompok siswa, berjalan di sisi siswa dan sebagainya. penguatan
dengan cara mendekati dapat dilakukan ketika peserta didik menjawab pertanyaan,
bertanya, diskusi.

d. Contact Reinforcement

Contact reinforcement merupakan penguatan yang dilakukan guru melalui kontak


terhadap siswa seperti dengan cara berjabat tangan, menepuk bahu dan mengangkat
tangan peserta didik ketika menang lomba yang semuanya ditujukan untuk penghargaan
penampilan, tingkah laku atau kerja siswa.

e. Activity Reinforcement

Activity reinforcement merupakan penguatan yang dapat membangkitkan sikap aktif


siswa, seperti memberikan bahan pembelajaran, memimpin permainan dalam
pembelajaran, membantu siswa dalam menggunakan media pembelajaran.

f. Token Reinforcement

Token reinforcement merupakan penguatan yang dilakukan oleh guru dalam


memberikan penghargaan kepada siswa atas hasil atau aktivitas belajar siswa yang
sesuai dengan apa yang diharapkan. Misalnya dengan memberikan hadiah, bintang
komentar tertulis pada buku pelajaran, nama kehormatan, dan lain sebagainya dengan
harapan agar aktivitas belajar siswa yang baik itu dapat terulang kembali secara continue
dan meningkatkannya agar lebih baik lagi serta dapat memberikan motivasi kepada
siswa yang lain untuk mendapatkan perlakuan yang sama.

3. PROSEDUR REINFORCEMENT
13
Prosedur Reinforcement yang sering digunakan dalam konteks pendidikan dan
psikologi, melibatkan pemberian respons positif untuk memperkuat dan meningkatkan
frekuensi perilaku yang diinginkan. Prosedur pemberian reinforcement (penguatan)
melibatkan beberapa langkah-langkah umum dalam perapannya, yaitu :

a. Mengumpulkan informasi tentang permasalahan melalui analisis


ABC (Antecedent, Behavior, Consequence).

b. Memilih perilaku target yang ingin diiingkatkan.

c. Menetapkan data awal (baseline) perilaku awal.

d. Menentukan reinforcement yang bermakna.

e. Menetapkan jadwal pemberian reinforcement.

f. Penerapan reinforcement positif.

4. PRAKTIK REINFORCEMENT

Reinforcement (penguatan) adalah salah satu teknik dalam proses pembelajaran yang
mempunyai tujuan untuk mendorong peserta didik untuk lebih giat melakukan suatu
kegiatan dan meningkatkan frekuensi suatu tingkah laku positif. Penguatan dibagi
menjadi dua bagian utama, yaitu penguatan verbal dan penguatan non-verbal.

A. Penguatan verbal.

Komentar berupa pujian, pengakuan, dorongan yang digunakan untuk menguatkan


perilaku peserta didik merupakan penguatan verbal yang dapat dinyatakan dalam dua
bentuk, yaitu :

1. kata kata, contohnya: Bagus, Benar, Ya, Tepat, Betul.

2. kalimat, contohnya: pekerjaanmu bagus sekali, pekerjaanmu makin lama


makin baik, saya senang dengan pekerjaanmu, cara memberi penjelasan
sangat teratur.

B. Penguatan non verbal

14
1. Penguatan berupa mimik dan gerakan badan (gestural),
seperti: senyuman, anggukan, acungan ibu jari, kadang -
kadang disertai penguatan verbal.

2. Penguatan dengan cara mendekati, ialah mendekatnya guru


kepada peserta didik untuk menyatakan perhatian dan
kesenangannya terhadap pekerjaan atau prilaku peserta
didik. Cara tersebut dapat dilakukan antara lain dengan cara
berdiri di samping peserta didik, duduk disamping peserta
didik, berjalan di sisi peserta didik. Seringkali penguatan ini
berfungsi untuk memperkuat penguatan verbal.

3. Penguatan dengan sentuhan. Guru dapat menyatakan


persetujuan dan penghargaannya terhadap perilaku,
penampilan peserta didik dengan menepuk-nepuk bahu
peserta didik, menjabat tangan peserta didik yang menang
lomba. Cara seperti ini disebut dengan sentuhan.
Penggunaan penguatan ini harus dipertimbangkan dengan
cermat, agar sesuai dengan umur, jenis kelamin, latar
belakang budaya.

4. Penguatan dengan melakukan kegiatan yang


menyenangkan. Guru dapat menggunakan kegiatankegiatan
atau tugas-tugas yang disenangi peserta didik sebagai
penguatan yang terkait dengan penampilan yang diberi
penguatan. Contoh: peserta didik yang berhasil melakukan
suatu kegiatan praktikum, peserta didik diminta untuk
membimbing teman lainnya dalam kegiatan praktikum
tersebut.

5. Penguatan berupa simbol atau benda. Berupa simbol,


seperti: tanda √ (cek), komentar tertulis pada buku peserta
didik. Berupa benda, seperti lencana, dan benda lain yang
mempunyai arti simbolis.Walaupun penguatan berupa
benda dapat dipakai sebagai insentif yang berguna tetapi
sebaiknya jangan terlalu sering, agar tidak terjadi kebiasaan

15
peserta didik mengharap untuk memperoleh benda sebagai
imbalan penampilannya.

6. Penguatan tak penuh. Jika ada peserta didik memberikan


jawaban yang hanya sebagian benar, guru jangan langsung
menyalahkannya, tetapi berikan penguatan tak penuh.
Contoh: bila ada peserta didik yang memberikan jawaban
sebagian benar, penguatan guru: ya, jawabanmu sudah
bagus, tetapi masih perlu disempurnakan.

Reinforcement (penguatan) telah memenuhi standar KKM individu dan KKM secara
klasikal, serta mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Penelitian menunjukkan bahwa
praktik pemberian penguatan memberikan pengaruh terhadap hasil belajar peserta didik.

Establishing Operation (EO) dalam Pembelajaran Anak Autis

Establishing Operation (EO) adalah sebuah konsep penting dalam Analisis Perilaku
Terapan (ABA) yang digunakan untuk meningkatkan motivasi dan partisipasi anak autis
dalam proses pembelajaran. EO mengacu pada manipulasi variabel lingkungan untuk
meningkatkan kemungkinan suatu perilaku akan terjadi.

Contoh:

 Memberikan camilan favorit setelah anak berhasil menyelesaikan tugas.

 Memutar lagu favorit saat anak belajar membaca.

 Memberikan pujian dan pelukan setelah anak menunjukkan perilaku yang baik.

Tujuan EO:

 Meningkatkan motivasi dan keinginan anak untuk belajar.

 Meningkatkan fokus dan konsentrasi anak.

 Membuat proses pembelajaran lebih menyenangkan bagi anak.

 Meningkatkan kemungkinan anak untuk mengulangi perilaku yang diinginkan.

Jenis-jenis EO:

 Positive reinforcement: Memberikan konsekuensi positif (seperti hadiah, pujian)


setelah perilaku yang diinginkan terjadi.

16
 Negative reinforcement: Menghilangkan konsekuensi negatif (seperti teguran)
setelah perilaku yang diinginkan terjadi.

 Punishment: Memberikan konsekuensi negatif (seperti teguran) setelah perilaku


yang tidak diinginkan terjadi.

 Extinction: Menghilangkan konsekuensi (baik positif maupun negatif) setelah


perilaku yang tidak diinginkan terjadi.

Penerapan EO dalam Pembelajaran Anak Autis:

 Pilih EO yang tepat untuk anak. EO yang tepat akan meningkatkan


motivasi dan keinginan anak untuk belajar.

 Gunakan EO secara konsisten. EO harus digunakan secara konsisten agar anak


dapat belajar menghubungkan perilaku dengan konsekuensinya.

 Berikan EO secara bertahap. EO harus diberikan secara bertahap agar anak tidak
menjadi tergantung pada EO untuk belajar.

 Amati dan catat kemajuan anak. Amati dan catat kemajuan anak untuk
memastikan EO efektif dalam meningkatkan pembelajarannya.

Telaah Teknik Pendekatan Applied Behavior Analysis (ABA) dalam Intervensi dan
Pembelajaran Anak Autis: Establishing Operation

1. Pengertian ABA dan Establishing Operation

ABA (Applied Behavior Analysis) adalah sebuah pendekatan ilmiah untuk memahami
dan mengubah perilaku manusia. Pendekatan ini berfokus pada prinsip-prinsip belajar
yang dapat diaplikasikan untuk meningkatkan berbagai keterampilan dan mengatasi
berbagai masalah perilaku.

Establishing Operation (EO) adalah salah satu teknik dalam ABA yang bertujuan
untuk meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu perilaku. EO dilakukan dengan cara
menghubungkan suatu stimulus (antecedent) dengan konsekuensi positif (reinforcement)
sehingga meningkatkan kemungkinan perilaku target terjadi di hadapan stimulus
tersebut.

2. Manfaat Penerapan EO dalam Intervensi dan Pembelajaran Anak Autis

EO memiliki beberapa manfaat dalam intervensi dan pembelajaran anak autis, di


antaranya:
17
 Meningkatkan Motivasi dan Keterlibatan: EO dapat meningkatkan motivasi
dan keterlibatan anak dalam pembelajaran dengan memberikan konsekuensi
positif yang menarik bagi mereka.

 Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi: EO dapat membantu anak autis


belajar berkomunikasi dengan lebih efektif dengan mengajari mereka cara
meminta dan menerima reinforcement.

 Meningkatkan Keterampilan Akademik: EO dapat membantu anak autis


belajar berbagai keterampilan akademik, seperti membaca, menulis, dan
berhitung.

 Mengurangi Perilaku Bermasalah: EO dapat membantu anak autis


mengurangi perilaku bermasalah, seperti tantrum dan self-injury, dengan
memberikan konsekuensi negatif yang konsisten.

3. Cara Mempraktikkan EO dalam Intervensi dan Pembelajaran Anak Autis

Berikut adalah beberapa langkah untuk mempraktikkan EO dalam intervensi dan


pembelajaran anak autis:

1. Identifikasi Perilaku Target: Tentukan perilaku yang ingin Anda tingkatkan pada
anak.

2. Pilih Reinforcer: Pilih konsekuensi positif yang menarik bagi anak dan dapat
memotivasi mereka untuk menunjukkan perilaku target.

3. Tentukan Antecedent: Pilih stimulus yang akan Anda kaitkan dengan


reinforcement.

4. Pasangkan Antecedent dan Reinforcement: Ketika anak menunjukkan perilaku


target di hadapan antecedent, berikan reinforcement.

5. Ulangi dan Konsisten: Lakukan langkah-langkah di atas secara berulang dan


konsisten untuk membantu anak belajar menghubungkan antecedent dengan
reinforcement.

4. Contoh Penerapan EO dalam Intervensi dan Pembelajaran Anak Autis

Berikut adalah beberapa contoh penerapan EO dalam intervensi dan pembelajaran anak
autis:

 Memberikan pujian dan stiker ketika anak berhasil menyelesaikan tugas.


18
 Memberikan mainan favorit anak ketika mereka berhasil duduk diam selama 10
menit.

 Memberikan camilan favorit anak ketika mereka berhasil menggunakan kalimat


lengkap untuk meminta sesuatu.

19
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian terapi adalah usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang
sedang sakit, pengobatan penyakit dan perawatan penyakit. Dalam bidang medis
kata terapi sinonim dengan kata pengobatan. ( Widya Karya, 2013)

Pemilihan terapi tersebut diatas yang diberikan pada anak, tergantung


dari kondisi kemampuan dan kebutuhan anak. Jadi tidak semua terapi sesuai
dengan kebutuhan anak. EO adalah teknik ABA yang efektif untuk
meningkatkan berbagai keterampilan dan mengatasi berbagai masalah perilaku
pada anak autis. Dengan mempraktikkan EO secara konsisten dan terstruktur,
anak autis dapat belajar berbagai keterampilan penting dan meningkatkan
kualitas hidup mereka.

B. Saran
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, masih banyak
sekali kekurangan dan kekeliruan di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi
tanda baca, tata bahasa maupun isi. Oleh karena itu kami secara terbuka
menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

20
Elliott GR. Autistic Disorder and Other Pervasive Developmental Disorders.
In: Rudolph CD, Rudolph AM. Rudolph’s Pediatrics, 21 st ed.
McGraw-Hill: New York, 2003. p498-500.

Garna H, Nataprawira HMD. Autisme Infantil. Dalam: Pedoman Diagnosis


dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke-
3.Bandung:Bagian Ilmu Kesehatan Anak FakultasKedokteran
UNPAD, 2005.

Sutadi,Rudi,Seminar Sehari Aku Peduli Anakku: Terapi Wicara Pada


Penyandang Autisme dengan Menggunakan Tatalaksana Perilaku,
ABCD Pro, Jakarta, 29 Januari 2000.

Sugiarto (2014). Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-anak. Jakarta:


Pustaka Populer Obor.

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/12305/5/BAB%20II.pdf

http://journals.usm.ac.id/index.php/philanthropy

https://jokoyuwonoautis.com/2020/04/25/intervensi-untukmengembangkan-

komunikasi-anak-autis-bagian-2-disarikan-dari-tulisan-rheapaul-ph-d-
2008-intervention-to-improve-communication-in-autism/

https://plb.ulm.ac.id/id/wp-content/uploads/2022/10/2.PELAKSANAAN-
TERAPI-ANAK-DENGAN-SPEKTRUM-AUTIS-
MENGGUNAKAN-TEKNIK-ABA.pdf

21

Anda mungkin juga menyukai