Anda di halaman 1dari 5

A.

Pengaruh Pengawasan Orangtua Terhadap Ibadah Siswa


Manusia merupakan salah satu mahkluk Tuhan yang diberikan
kesempatan untuk merasa dan menjadi satu-satunya mahkluk Tuhan yang
diberikan kemampuan untuk berpikir1. Kemampuan merasa dan berpikir yang
dimiliki oleh manusia, dalam perjalanannya menjadi salah satu faktor
pendukung atas berkembangnya sifat individual dan sifat sosial seseorang.
Sifat individual yang dimiliki oleh manusia, secara komprehensif berhasil
mendorong seseorang untuk melaksanakan segala aktivitas dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pribadinya2. Besar dan banyaknya kebutuhan pribadi
yang dimiliki oleh seorang manusia, dalam perjalanannya tidak mampu untuk
dipenuhi secara pribadi. Realitas yang demikianlah, yang kemudian
mendorong manusia untuk menjalin hubungan dengan manusia lainnya3.
Ketika melaksanakan hubungannya dengan manusia lain, manusia
tentu menggunakan komunikasi sebagai penghubung dalam bekerjasama.
Berkaitan dengan pemberian kemampuan komunikasi bagi manusia, telah
ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat (30-31) yang artinya :
“Dan (ingatlah) ketika Tuhannmu berfirman kepada para malaikat, “
Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”Mereka berkata,“Apakah Engkau
hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana,
sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu” Dia
berfirman,” Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. “ Dan
Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia
perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman “ Sebutkan kepada-Ku
nama semua (benda ) ini, jika kamu yang benar!”.

1
Saihu, “Konsep Manusia dan Implementasinya Dalam Perumusan Tujuan Pendidikan
Islam Menurut Murtadha Muthahhari”, Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam Vol. 1 No. 2 (2019) :
197.
2
Meilanny Budiarti S., “Mengurai Konsep Dasar Manusia Sebagai Individu Melalui Relasi
Sosial Yang Dibangunnya”, Prosiding KS: Riset & PKM Vol. 4 No. 1 (2017): 104-105.
3
Ibid, hal. 106.
Ibnu Asyur kemudian mentafsirkan ayat ini sebagai bukti pemberian
kemampuan komunikasi bagi manusia, sebagai kemampuan pelengkap yang
dapat dipergunakan manusia untuk menjadi seorang khalifah dimuka bumi
dan menjadi penegas bahwa komunikasi sejatinya merupakan bentuk dialogis
yang interaktif4. Sedangkan Asy-Syaukani dalam tafsir Fath Al-Qodir
menyatakan bahwa komunikasi dalam hal ini, adalah suatu kemampuan
manusia yang dinamis dan akan terus berkembang sejalan dengan kemampuan
dan kebutuhan hidup manusia itu sendiri5. Dalam perspektif Islam, pemberian
kemampuan komunikasi untuk manusia telah ditegaskan dalam beberapa ayat
Al-Qur’an. Seperti yang dijelaskan dalam QS. Ar-Rahman ayat (1-4), yang
artinya :
“(Allah) Yang Maha Pengasih, Yang telah mengajarkan Al-Qur’an.
Dia menciptakan manusia, mengaajarnya pandai berbicara”.
M. Quraish Shihab dalam Tafsir Maudhu’i menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan komunikasi (al-bayan) tidak hanya terbatas pada
kemampuan penggunaan verbal maupun tulisan saja, komunikasi dalam ayat
ini juga ditafsirkan dengan komunikasi dan interaksi melalui ekspresi muka
dan respon manusia non-verbal lainnya6. Kebijakan untuk mencantumkan
dalil Al-Qur’an secara umum dapat dipahami, sebagai suatu bentuk
penghargaan karena sejarah membuktikan bahwa Bangsa Arab pernah
menguasai Byzantium yang dalam perjalanannya menjadikan kebudayaan
Arab lebih tinggi dibandingkan Eropa7. Dengan berlandaskan pemahaman
diatas, maka komunikasi dapat dipahami sebagai suatu bentuk pemberian
Tuhan Yang Maha Esa dan menjadi salah satu kemampuan dasar yang imiliki

4
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Balitbang dan Diklat Kemenag RI, Tafsir Maudhu’I,
(Jakarta: Lentera Ilmu Makrifat, 2019), hal. 4.
5
Saefullah, Kapit Selekta Komunikasi: Pendekatan Budaya dan Agama, (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2007), hal. 67.
6
Ibid, hal. 6.
7
Didik Hariyanto, Buku Ajar Pengantar Ilmu Komunikasi, (Sidoarjo: Umsida Press, 2021),
hal. 4.
oleh manuusia. Sebagai salah satu kemampuan mendasar yang dimiliki oleh
manusia, maka komunikasi bisa dikategorisasikan sebagai salah satu hak asasi
manusia yang paling mendasar. Selain sebagai hak asasi mendasar,
komunikasi juga menjadi sarana yang paling efektif orangtua dalam mendidik
seorang anak.
Salah satu unsur penting yang dan sangat ditekankan dalam
pelaksanaan pendidikan orangtua kepada anak, adalah pendidikan tentang
ibadah. Meskipun secara umum pendidikan telah berhasil
diinstitusionalisasikan, namun hal ini tentunya tidak secara serta merta
menghapuskan kewajiban orangtua sebagai sarana pendidikan anak yang
pertama dan utama. Orangtua tetap memiliki kewajiban mengawasi dan
memperbaiki pemahaman anak tentang ibadah. Hal mendidik anak yang
menjadi kewajiban bagi orangtua, tentunya tidak secara serta merta hanya
berkaitan dengan aspek teoritis belaka. Dalam pandangan Islam, kewajiban
orangtua untuk memberikan pendidikan kepada anak berarti bahwa orangtua
memberikan contoh dalam bentuk perilaku yang nyata bagi anak.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. An-Nisa ayat (9), yang
artinya:
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya
mereka meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka yang
khawatir terhadap (kesejahteraan)nya”.
Perintah Allah terhadap orangtua untuk mendidik anak dan menjaga
ibadahnya juga secara implisit menjadi salah satu pesan yang ditegaskan
dalam Al-Qur’an. Sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. At-Tahrim ayat
(6), yang artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan baru,
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Peran orangtua dalam mengawasi ibadah seorang anak, juga bahkan
telah ditegaskan secara eksplisit dalam QS. Al-Luqman ayat (17), yang
artinya:
“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia)
berbuat yang ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian
itu termasuk perkara yang penting”.
Perintah-perintah Allah melalui firman-Nya yang demikian, tentunya
sangat penting untuk dipahami secara komprehensif oleh semua orangtua.
Karena anak pada hakikatnya adalah manusia yang belum memiliki pemikiran
yang matang, artinya belum mampu membedakan benar dan salah menurut
nilai yang mendasar. Kondisi demikian tentunya sangat berbahaya jika tidak
diawasi oleh orangtua, karena anak yang tidak memperoleh pendidikan dan
pengajaran akan menjadi manusia yang tidak memahami apapun 8. Secara
khusus dalam hal ini, ibadah yang perlu dijaga adalah shalat. Karena shalat
adalah pembeda yang nyata, antara muslim dengan orang kafir9.
Penegasan tentang pentingnya mendidik dan menjaga shalat anak,
bahkan ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadist berikut :
“Perintahlah anak-anakmu agar mendirikan shalat tatkala mereka
telah berumur tujuh tahun, dan pukullah karenanya tatkala mereka telah
berumur sepuluh tahun apabila mereka enggan melakukan shalat. Dan
pisahkan tempat tidur mereka masing-masing.” (HR. Abu Dawud dan Al-
Hakim)10.
8
Jamal Abdurrahman, Tahapan Mendidik Anak: Teladan Rasulullah, (Jakarta: IBIS, 2005),
hal. 23.
9
Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah: Refleksi Ketundukan Hamba Allah
Kepada Al-Khaliq Perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 181-186.
10
Enny Nazrah Pulungan, “Peranan Orang Tua Dalam Mengajarkan Pendidikan Shalat Pada
Anak Sejak Usia Dini”, Jurnal Raudhah Vol. 6 No. 1 (2018) : 14.
Secara komprehensif, hadist ini tentunya membahas tentang perintah
kepada orangtua untuk mendidik dan menjaga shalat anak terutama shalat
fardu sejak mereka berusia dini11. Dalam hal ini, Widayati (2018) menyatakan
bahwa orangtua dapat mengatur hal mendasar yang dibutuhkan anak dengan
hak guna yang dapat menjadikan anak tunduk terhadap metode pengelolaan
diri dengan berbagai cara yang berkaitan erat dengan perkembangan atas
dirinya sendiri12.

11
Syafaruddin, Herdianto dan Ernawati, Pendidikan Prasekolah, Perspektif Pendidikan Islam
dan Umum, (Medan: Perdana Publishing, 2011), hal. 18-19
12
Ditya Fatinia, Ajat Rukajat, dan Khalid Ramdhani, “Peranan Orang Tua Dalam
Menumbuhkan Pemahaman Pada Anak Mengenai Pentingnya Ibadah Shalat Berjamaah”, As-Sabiqun
Vol. 4 No. 3 (2022) : 64.

Anda mungkin juga menyukai