Anda di halaman 1dari 62

PERAN GURU DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI

AKHLAKUL KARIMAH BERDASARKAN ALQURAN


DAN HADIST BAGI PESERTA DIDIK DI MA
MA’ARIF KASIMPURENG KABUPATEN
BULUKUMBA

Proposal Skripsi
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan (S.Pd.) Jurusan Pendidikan Agama Islam

pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

UIN Alauddin Makassar

Oleh
MUH. RAHMAT FIKRAH
NIM: 20100121051

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2023
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah adanya usaha yang dilakukan secara sengaja dan

sistematis dengan tujuan untuk membina, memotivasi, membantu, dan

membimbing seseorang individu untuk mengembangkan segala potensi

yang ada di dalam dirinya agar ia mencapai kualitas diri yang lebih baik.1

Pendidikan adalah suatu proses kegiatan yang disengaja dan merupakan

aktivitas sadar yang diarahkan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan sesuai

dengan tujuan yang telah ditetapkan.2 Dalam konsep sederhana, pendidikan dapat

diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan manusia untuk membentuk

kepribadiannya sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.3

Dalam al-Qur’an telah disinggung mengenai pendidikan yang terdapat

dalam QS al-Mujadilah/58: 11 yang berbunyi.

‫َيا َأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُن وا ِإَذا ِقي َل َلُك ْم َتَفَّس ُح وا يِف اْلَم َج اِلِس َفاْفَس ُح وا َيْف َس ِح الَّل ُه َلُك ْم ۖ َو ِإَذا‬
‫ِقيَل اْنُش ُز وا َفاْنُش ُز وا َيْر َفِع الَّل ُه اَّلِذيَن آَم ُن وا ِم ْنُك ْم َو اَّلِذيَن ُأوُتوا اْلِعْلَم َدَرَج اٍت ۚ َو الَّل ُه َمِبا‬
‫َتْع َم ُلوَن َخ ِبٌري‬
Terjemahnya:

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-

lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi

kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah,

niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan

1
Nunu Nurfirdaus dan Risnawati, “Studi Tentang Pembentukan Kebiasaan dan Perilaku
Sosial Siswa (Studi Kasus di SDN 1 Windujanten), Jurnal Lensa Pendas, vol. 4, no. 3 (Kuningan:
STKIP Muhammadiyah Kuningan, 2019), h. 37.
2
Purwoto, Evaluasi Hasil Belajar (Cet V; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 18.
3
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 1.
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah

Mahamengetahui apa yang kamu kerjakan.4

Dalam Tafsir Jalalain karangan Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin As-

Suyuti ayat di atas memaparkan ada dua perintah dari Allah swt untuk hamba-

Nya, pertama, memberikan kelapangan saat diperlukan dalam suatu majelis.

Kedua, berdirilah saat keadaan mengharuskan berdiri. Hai orang-orang yang

beriman, apabila dikatakan kepada kalian, "Berlapang-lapanglah) berluas-luaslah

(dalam majelis) yaitu majelis tempat Nabi saw. berada, dan majelis zikir sehingga
5
orang-orang yang datang kepada kalian dapat tempat duduk. Menurut suatu

qiraat lafal al-majaalis dibaca al-majlis dalam bentuk mufrad (maka

lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untuk kalian) di surga

nanti. (Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kalian") untuk melakukan salat dan hal-

hal lainnya yang termasuk amal-amal kebaikan (maka berdirilah) menurut qiraat

lainnya kedua-duanya dibaca fansyuzuu dengan memakai harakat damah pada

huruf Syinnya (niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di

antara kalian) karena ketaatannya dalam hal tersebut (dan) Dia meninggikan pula

(orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat) di surga nanti. (Dan

Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan).

Menurut undang undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang

sistem pendidikan nasional disebutkan pengertian pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana beajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak


4
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang: Karya Toha Putra,
(2002), h. 793.
5
Imam Jalaluddin al-Mahalli dan as-Suyuti, Tafsir Jalalain (Terj. Bahrun Abu Bakar.
Bandung: Sinar Algensido, 2007), h. 1043.
mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.

Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa rasulullah saw bersabda :

‫َأْك َم ُل اْلُم ْؤ ِمِنَنْي ِإَمْياًنا َأْح َس ُنُه ْم ُخ ُلقًا‬


Artinya:
Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaknya diantara mereka. (HR. Abu Dawud,Tirmidzi, dan Ahmad)6
Hadits di atas menjelaskan di antara hal yang paling mulia bagi

manusia sesudah iman dan ibadah ialah akhlak yang mulia (Akhlakul

Karimah). Dengan akhlak yang mulia terciptalah kemanusiaan manusia dan

perbedaannya dengan hewan.

Tujuan pokok pendidikan dalam Islam setidaknya berporos pada tiga

aspek, pertama tujuan jasmani (ahdaf al-jismiyah) untuk membuat manusia dapat

mengatur dan mengelola dengan bijak sumber daya alam dan sumber daya

manusia, kedua tujuan rohani (ahdaf al-ruhiyyah) untuk membuat iman manusia

meningkat sehingga meningkatkan ketaatan dan ketundukannya kepada Allah swt,

ketiga tujuan intelektual (ahfad al-‘aqliyyah) untuk membuat manusia dapat

mengarahkan dan mendayagunakan intelektualnya mencapai kebenaran yang

hakiki dengan perantara tanda-tanda kekuasaan Allah pada realitas di

sekelilingnya.7 Uraian ini menunjukkan bahwa tujuan pendidikan dalam Islam

sangat khas yaitu membentuk dan mengintegrasikan kecerdasan fisik, rohani, dan

intelektual manusia.

Kesadaran urgensi pendidikan dalam kehidupan manusia juga dituangkan

6
Mahmud Al-Mishri, Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW, (Jakarta: Pena Pundi
Aksara, 2009) h. 31.
7
Abdullah, Teori-Teori pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an (Jakarta: Cipta Karya, 2007),
h. 138.
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang memuat rumusan pengertian pendidikan

serta tujuannya dinyatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.8

Maka dapat diketahui, sebenarnya di antara tujuan dari pendidikan Islam

dan tujuan pendidikan nasional ini memiliki muara yang serupa, yakni;

membentuk peserta didik yang memiliki kepribadian insan kamil. Sehingga

kemudian dapat dikatakan pula, bahwa syarat untuk mencapai tujuan akhir dalam

pendidikan Islam adalah tertanamnya kepribadian insan kamil pada diri peserta

didik.9

Pendidikan adalah salah satu aspek penting dalam pembentukan karakter

individu, termasuk dalam penanaman nilai-nilai akhlakul karimah (akhlak mulia)

berdasarkan ajaran Al-Quran dan Hadis. Akhlakul karimah merupakan aspek

penting dalam Islam yang mencerminkan perilaku dan sikap yang baik, bermoral,

dan mengedepankan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Peran guru

dalam menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah kepada peserta didik sangatlah

penting, mengingat mereka berperan sebagai agen utama dalam proses

pembelajaran dan pengajaran.

Dalam konteks pendidikan Islam, Al-Quran dan Hadis merupakan sumber

8
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h.
307.
9
Tobroni, Pendidikan Islam (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2015), h. 19
utama nilai-nilai akhlakul karimah. Al-Quran adalah pedoman utama bagi umat

Islam yang berisi petunjuk tentang tata cara hidup yang baik dan bermoral. Hadis,

sebagai penjelasan tambahan atas ajaran Al-Quran, memberikan panduan yang

lebih rinci tentang perilaku yang seharusnya dimiliki oleh seorang Muslim.

Namun, meskipun pentingnya nilai-nilai akhlakul karimah telah diakui

dalam Islam, masih terdapat berbagai tantangan dalam menanamkan nilai-nilai

tersebut kepada peserta didik. Globalisasi, perkembangan teknologi, dan

perubahan sosial telah memengaruhi budaya dan nilai-nilai di masyarakat,

sehingga kadang-kadang nilai-nilai tradisional dapat terabaikan atau tergeser.

Oleh karena itu, peran guru sebagai pengajar nilai-nilai akhlakul karimah

berdasarkan al-Quran dan Hadis menjadi semakin signifikan.

Beberapa tantangan dalam penanaman nilai-nilai akhlakul karimah oleh

guru termasuk pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam, kemampuan

dalam berkomunikasi secara efektif, serta kemampuan dalam menciptakan

lingkungan belajar yang kondusif untuk perkembangan moral peserta didik. Oleh

karena itu, penelitian mengenai peran guru dalam menanamkan nilai-nilai

akhlakul karimah menjadi relevan untuk mengeksplorasi metode, strategi, dan

tantangan yang dihadapi oleh guru dalam upaya tersebut.

Guru merupakan salah satu komponen yang paling penting dalam proses

pendidikan. Di pundaknya terletak tanggung jawab yang besar dalam upaya

mengantarkan peserta didik ke arah tujuan pendidikan yang telah diciptakan.

Secara umum guru adalah mereka yang memiliki tanggung jawab mendidik.

Mereka adalah manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya melaksanakan

proses pendidikan.10 Oleh karena itu, menjadi seorang guru pun juga harus dapat

menjadi contoh ataupun tauladan yang baik untuk para peserta didiknya dengan
10
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 114.
menanamkan akhlak yang baik dan sesuai dengan nilai-nilai agama. Pendidikan

pada hakikatnya merupakan salah salah satu upaya mewariskan nilai yang akan

menjadi penolong dan penentu.

Penanaman akhlak merupakan suatu proses yang sangat penting dalam

kehidupan sehari-hari baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Penanaman

akhlak diselenggarakan untuk untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis dan

damai dalam rangka mengangkat harkat dan martabat mereka sebagai manusia.

Ajaran Islam sangat mengutamakan pembinaan kepribadian terhadap peserta

didik, sebagai generasi penerus dalam memegang masa depan bangsa, maka

sangat dibutuhkan generasi yang mempunyai kualitas intelektual yang tinggi,

dengan kualitas akhlak yang baik, dan Islam menyebutkan sebagai akhlak al

karimah.11

Akhlakul karimah merupakan cakupan moralitas atau perilaku yang baik

pada setiap individu dalam melakukan aktifitasnya. Akhlak yang seperti inilah

yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. dan harus dijadikan panutan,

sebagaimana firman-Nya dalam QS al- Ahzab/33:21


‫ِخ‬ ‫ّٰل‬ ‫ِّل‬ ‫ِل ّٰلِه‬
‫َلَقْد َك اَن َلُك ْم ْيِف َرُسْو ال ُاْس َو ٌة َح َس َنٌة َمْن َك اَن َيْر ُج وا ال َه َو اْلَيْو َم اٰاْل َر َو َذَك َر‬
‫الّٰل َك ِث ۗا‬
‫َه ْيًر‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.12

Penelitian ini akan membahas peran guru dalam menanamkan nilai-nilai

akhlakul karimah berdasarkan al-Quran dan Hadis bagi peserta didik. Melalui

penelitian ini, guru mampu memberikan contoh penanaman akhlak dan

11
Mahmud Muhammad al Hazandar, Perilaku Mulia Yang Membina Keberhasilan Anda,
(Jakarta: Embun Publishing, 2006), hal. 9.
12
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 420
diharapkan dapat menemukan wawasan yang lebih mendalam mengenai peran

guru dalam membentuk karakter peserta didik dalam kerangka ajaran Islam.

Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

upaya meningkatkan pemahaman dan praktik pengajaran nilai-nilai akhlakul

karimah oleh guru di berbagai lembaga pendidikan, termasuk sekolah-sekolah

Islam, madrasah, dan lembaga pendidikan lainnya.

Berdasarkan observasi awal calon peneliti di MA Ma’arif Kasimpureng

Bulukumba tanggal 12 Oktober 2023 menunjukkan bahwa peran guru dalam

menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah masih terbilang kurang dalam

mengontrol diri mereka sendiri, peserta didik yang sering melawan bahkan selalu

melakukan perundungan (Bullying) terhadap temannya, tidak mendengarkan

arahan dari guru, berkelahi, ibadah wajib maupun sunnah yang terkadang masih

dilalaikan.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka calon peneliti tertarik

melakukan penelitian tentang “Peran Guru dalam Menanamkan Nilai-Nilai

Akhlakul Karimah Berdasarkan Al Qur’an dan Hadist bagi Peserta Didik di MA

Al Ma’arif Kasimpureng Bulukumba.”

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

Tabel 1.1 Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

NO Fokus Penelitian Deskripsi Fokus

1. Peran Guru dalam Menanamkan Nilai- Peran guru yang dimaksudkan di sini

Nilai Akhlakul Karimah berdasarkan adalah tugas dan tanggung jawabnya

al-Qur’an dan hadist bagi peserta sebagai guru yang diberi amanah untuk

didik mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, membina, menilai,

dan mengevaluasi.
Penanaman nilai-nilai akhlakul karimah

yang difokuskan oleh calon peneliti adalah:

a) Akhlak kepada Allah swt

b) Akhlak kepada orang tua

c) Akhlak kepada sesama manusia

d) Akhlak kepada guru

e) Akhlak terhadap lingkungan

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana peran guru dalam menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah di

MA Ma’arif Kasimpureng Bulukumba?

2. Apa saja faktor penghambat dalam menanamkan nilai-nilai akhlakul

karimah berdasarkan al Qur’an dan Hadist bagi Peserta Didik di MA

Ma’arif Kasimpureng Bulukumba?

3. Bagaimana solusi guru dalam menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah

berdasarkan al-Quran dan hadist

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan hasil-hasil penelitian terdahulu dengan

penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun hasil-hasil penelitian

terdahulu yang relevan antara lain adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Mas Hasani, dkk tahun 2022 dengan judul

skripsi: “Peran Guru dalam Membentuk Akhlakul Karimah pada Siswa di


M.I Raudlatul Ulum Tigasan Kulon Leces Probolinggo”. 13 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Pendidikan sangatlah penting bagi kehidupan

manusia di zaman sekarang, terutama Pendidikan Agama Islam. Guru

adalah sosok yang berperan penting bagi siswa. Jika guru memiliki perilaku

baik, tentu siswa akan meneladani perilakunya. Dan sebaliknya, jika

seorang guru tidak mencontohkan teladan yang baik, maka peserta didik

juga akan mencontoh perilakunya tersebut. Kehadiran dan peran guru

dalam sebuah lembaga maupun masyarakat akan dapat memberikan

motivasi dan inspirasi dalam menanamkan moral yang baik pada siswa,

sehingga akan berdampak positif pada kehidupan sehari hari siswa dan

masyarakat.Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan

oleh calon peneliti yaitu sama-sama membahas tentang peran guru. Adapun

perbedaannya terletak pada penelitian Mas Hasani, dkk membahas tentang

membentuk akhlakul karimah pada siswa sedangkan calon peneliti

membahas tentang penanaman akhlakul karimah berdasarkan al Qur’an dan

Hadist bagi peserta didik. Adapun perbedaan selanjutnya terdapat pada

lokasi penelitian, penelitian Mas Hasani, dkk dilaksanakan di

Muhammadiyah Probolinggo, sedangkan penelitian yang akan dilakukan

oleh calon peneliti bertempat di MA Ma’arif Kasimpureng Bulukumba.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Maghfirah, tahun 2022 dengan judul

skripsi: “Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menanamkan

Nilai-nilai Agama Islam Bagi Anak-anak Pemulung Di SD Islam Impian

Makassar”.14 Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Guru Pendidikan


13
Krismi Winayang Sari “Pengaruh Pendidikan Aqidah Akhlak terhadap Perilaku Siswa
Kelas II di MI Al-Hikmah Mampang Jakarta Selatan”, skripsi (Jakarta: Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2019), h. 71.
14
Nurul Maghfirah “Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menanamkan Nilai-
nilai Agama Islam Bagi Anak-anak Pemulung Di SD Islam Impian Makassar”, skripsi (Makassar:
Agama Islam di SD Islam Impian Makassar memiliki peran yang sangat

penting dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam kepada anak-anak

pemulung. Mereka berfungsi sebagai pengajar, pendidik, pembimbing, dan

motivator. Yang dimana guru disana berusaha untuk mengajarkan peserta

didik tentang akhlak yang baik, cara beradab yang benar, nilai-nilai akidah,

ibadah, dan akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam. Adapun faktor

penghambat guru dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam terhadap

anak-anak pemulung di SD Islam impian Makassar yaitu, kurangnya tenaga

pengajar yang mungkin mempengaruhi kualitas pendidikan agama Islam,

begitupun dengan kurangnya dukungan dari orang tua juga menjadi

hambatan guru dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam. Persamaan

skripsi yang ditulis oleh Nurul Maghfirah dan calon peniliti terletak pada

jenis penelitiannya yaitu menggunakan jenis penilitian kualitatif deskriptif

dan membahas tentang peran guru. Adapun perbedaan pada penelitian

Nurul Maghfirah dengan calon peneliti yaitu terletak pada lokasi penelitian,

penelitian Nurul Maghfirah dilaksanakan di SD Islam impian Makassar,

sedangkan lokasi penelitian calon peneliti bertempat di MA Ma’arif

kasimpureng Bulukumba, Adapun perbedaan selanjutnya yaitu Nurul

Maghfirah membahas tentang penanaman nilai-nilai agama Islam,

sedangkan calon peneliti membahas tentang penanaman nilai-nilai akhlakul

karimah berdasarkan al-Quran dan hadist bagi peserta didik.

3. “Peranan Guru Dalam Pembinaan Akhlak Mulia Peserta Didik (Studi Kasus

Di MIS Darul Ulum, Madin Sulamul Ulum dan TPA Az-zahra Desa

Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar, 2023), h. 1.
Papuyuan)”.15 Jurnal ini ditulis oleh Miftahul Jannah, Dosen sekolah tinggi

ilmu al-Qur’an (STIQ) Amuntai, Kalimantan Selatan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa, keadaan akhlak siswa di MIS Darul Ulum, Madin

Sulamul dan TPA Az-zahra desa Papuyuan sudah cukup baik. Namun,

masih ada beberapa peserta didik yang memiliki akhlak yang kurang baik,

seperti membolos, berbicara kurang sopan, tidak mengikuti upacara, dan

datang terlambat. Penulis berpendapat bahwa siswa-siswa ini memerlukan

bimbingan, perhatian, dan kontrol ekstra dari para guru, terutama guru

pendidikan agama Islam, yang memiliki tanggung jawab tidak hanya dalam

mengajarkan pelajaran keagamaan tetapi juga menjadi contoh dan

mengajarkan akhlak yang baik. Adapun beberapa persamaan di dalam

jurnal penulis yaitu membahas tentang, Peran guru dan akhlak mulia.

Sedangkan perbedaannya terletak pada lokasi penelitian yang dimana

penulis jurnal meneliti di Amuntai, Kalimantan Selatan. Sedangkan calon

peneliti mengambil lokasi penelitian di Bulukumba, Sulawesi Selatan.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Indra Saidi Hasibuan, tahun 2019 dengan

judul skripsi: “Peranan Keteladanan Guru PAI Dan Orang Tua Dalam

Penanaman Akhlakul Karimah Siswa Di MTS Al-Ittihadiyah Laut Dendang

Deli Serdang”.16 Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Guru di sekolah

MTs Al-Ittihadiyah Laut Dendang memiliki peran penting dalam

penanaman akhlakul karimah peserta didik. Guru bukan hanya memberikan

pendidikan dan pengajaran, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk

memberikan keteladanan dan contoh yang baik kepada peserta didik. Guru
15
JANNAH, Miftahul. Peranan Guru dalam Pembinaan Akhlak Mulia Peserta Didik
(Studi Kasus di MIS Darul Ulum, Madin Sulamul Ulum dan TPA Az-Zahra Desa Papuyuan). Al-
Madrasah: Jurnal Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, 2019, 137-166.
16
HASIBUAN, Indra Saidi. Peranan Keteladanan Guru PAI dan Orang Tua Dalam
Penanaman Akhlakul Karimah Siswa Di MTs Al-Ittihadiyat Laut Dendang Deli Serdang. 2019.
PhD Thesis. Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
memiliki berbagai peran, termasuk sebagai korektor, inspirator, informator,

organisator, motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing, demonstrator,

pengelola kelas, mediator, supervisor, dan evaluator dalam penanaman

akhlakul karimah peserta didik di sekolah. Dan hasil penelitian selanjutnya

menunjukkan bahwa, orang tua juga memiliki peran penting dalam

penanaman akhlakul karimah terhadap anaknya. Keluarga juga merupakan

sekolah pertama bagi peserta didik, dan orang tua adalah guru pertama bagi

anak-anaknya dari semenjak ia lahir sampai ia dewasa. Oleh karena itu,

orang tua memiliki tanggung jawab dalam memberikan nafkah dan

pendidikan kepada anak-anaknya. Kerja sama antara guru dan orang tua di

sekolah sangat diperlukan untuk meningkatkan penanaman akhlakul

karimah peserta didik di rumah. Persamaan skripsi yang di tulis oleh Indra

Saidi Hasibuan dengan penelitian yang dilakukan oleh calon peneliti

terletak pada jenis penelitiannya yaitu kualitatif deskriptif dan membahas

tentang penanaman akhlakul karimah bagi peserta didik. Akan tetapi,

penanaman akhlakul karimah yang dibahas didalam skripsi penulis

pendahulu mengarah kepada peranan keteladanan guru PAI dan orang tua

dalam menanamkan akhlakul karimah. Sedangkan calon peneliti

mengambil penelitian terhadap peran guru secara umum di MA Ma’arif

Kasimpureng Bulukumba dalam menanamkan nilai nilai akhlakul karimah

yang berdasarkan kepada al-Qur’an dan hadist.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Indra Raudhatul Jannah Dahlan, tahun 2022

dengan judul skripsi: “Peran Guru Akidah Akhlak Dalam Meningkatkan

Perilaku Islami Peserta Didik Di MAN 2 Makassar”. 17 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa, Peran guru akidah akhlak di MAN 2 Makassar dalam

17
rangka meningkatkan perilaku Islami pada peserta didik itu terbilang cukup

konsisten, dengan cara guru disana menjadikan dirinya sebagai contoh atau

teladan bagi para peserta didiknya. Sebab guru, selain perannnya sebagai

seorang pengajar yang menyampaikan pengetahuan-pengetahuan tentang

akhlak, ia juga diharuskan dapat mengimplementasikan seluruh ilmu

pengetahuannya secara nyata dalam kehidupan sehari-harinya. guru

memberikan contoh secara langsung mengenai berbahasa yang baik, guru

dijadikan sebagai contoh agar bisa meniru kebiasaan dan sikap baik seorang

guru. Faktor pendukung peran guru akidah akhlak dalam meningkatkan

perilaku Islami peserta didik melibatkan faktor internal dan eksternal.

Faktor internal mencakup kerja sama antar guru di sekolah dan kegiatan

ekstrakurikuler, yang dapat memperkuat pengajaran dan pembentukan

karakter. Faktor eksternal, seperti dukungan dari orangtua, juga berperan

penting dalam mendukung pembentukan perilaku Islami siswa. Sedangkan

faktor penghambat peran guru akidah akhlak dalam meningkatkan perilaku

Islami peserta didik di MAN 2 Makassar adalah lingkungan sosial

masyarakat dan pengaruh dari teman sebaya. Lingkungan sosial dan teman

sebaya dapat memengaruhi perilaku siswa, dan guru perlu mengatasi

hambatan ini dalam upaya membentuk perilaku Islami yang positif. Adapun

persamaan skripsi yang ditulis oleh Raudhatul Jannah Dahlan dengan calon

peniliti terletak pada jenis penelitiannya yaitu menggunakan jenis penilitian

kualitatif deskriptif dan membahas mengenai peran guru. Akan tetapi ada

beberapa sedikit perbedaan dari skripsi pendahulu yang dimana skripsi

Raudhatul Jannah Dahlan menitik fokus kan peran guru akidah akhlak saja,

sedangkan calon peneliti membahas peran guru secara luas dalam rangka
menanamkan nilai-nilai akhakul karimah yang berdasar kepada al-Qur’an

dan hadist.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diangkat, penelitian ini memiliki

beberapa tujuan, di antaranya:

a. Untuk mengetahui peran guru dalam menanamkan nilai-nilai Akhlakul

Karimah berdasarkan al-Qur’an dan hadist bagi Peserta didik di MA Ma’arif

Kasimpureng Bulukumba.

b. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam menanamkan nilai-nilai akhlakul

karimah berdasarkan al-Qur’an dan hadist bagi peserta didik di MA Ma’arif

Kasimpureng Bulukumba.

c. Untuk mengetahui solusi guru dalam menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah

berdasarkan al-Qur’an dan hadist.

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian yang dilakukan memiliki beberapa kegunaan, baik secara

teoretis maupun praktis.

a. Secara Teoretis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan wawasan

kepada para pembaca mengenai peran guru dalam menanamkan nilai-nilai

akhlakul karimah berdasarkan al-Qur’an dan hadist bagi peserta didik.

b. Secara Praktis

1) Penelitian ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam

menyelesaikan studi pada Jurusan Pendidikan Agama Islam.


2) Diharapkan dengan adanya penelitian ini yang menyangkut nilai-nilai

akhlakul karimah peserta didik berdasarkan al-Qur’an dan hadist melalui

peran guru dapat tercapai dengan baik.

3) Diharapkan melalui penelitian ini berguna untuk menambah khazanah ilmu

pengetahuan bagi penulis sebagai calon guru pada khususnya, dan dapat

memberi informasi tentang pentingnya memberi bantuan kepada peserta

didik dalam menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah sehingga peserta

didik tersebut menjadi pribadi yang baik dan bermanfaat dalam menghadapi

persoalan dalam hidupnya.


BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Peran Guru Dalam Menanamkan Nilai-Nilai

1. Pengertian Peran

Peran adalah sebuah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang

memiliki status, sedangkan status itu sendiri sebagai suatu peringkat atau posisi

seseorang dalam suatu kelompok atau posisi suatu kelompok dalam hubungan

dengan kelompok lain.18

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), peran adalah beberapa

tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di

masyarakat dan harus dilaksanakan.19 Adapun kata peran atau role dalam kamus

oxford dictionary diartikan “ActorḔs part”, One Ḕs task or function” yang berarti

aktor, tugas seseorang atau fungsi. Jadi peran itu merupakan tindakan ataupun

perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang yang menempati suatu posisi di dalam

status sosial.

Selain pengertian peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

penulis akan mengemukakan beberapa pendapat dari para ahli mengenai

pengertian peran, sebagai bahan pertimbangan, yaitu sebagai berikut:

a. Menurut Laurensius Arliman S

Laurensius Arliman S mengatakan bahwa peranan adalah aspek dinamis dari

kedudukan, apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai

dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan.20


18
Anonimous, Kamus Indonesia (Balai Pustaka; Jakarta, 1996), hlm. 150
19
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1998), h. 667.
20
Laurensius Arliman S, KOMNAS HAM dan Perlindungan Anak Pelaku Tindak Pidana
(Yogyakarta: Deepublish. 2015), h. 45.
b. Menurut Shabri Shalel Anwar dan H. Jamaluddin

Shabri Shaleh Anwar dan H. Jamaluddin, mengatakan bahwa peran adalah

serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari

pemegang kedudukan tertentu.21

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat dikatakan bahwa, peran adalah

status yang berupa tindakan atau perilaku yang dilaksanakan oleh orang yang

menempati atau memangku posisi dalam satu posisi sistem sosial dengan

memenuhi hak dan kewajibannya.

2. Guru

Guru adalah pribadi yang selalu diguguh dan ditiru, menjadi seorang guru

itu tidaklah mudah karena guru merupakan suatu profesi atau jabatan yang

memerlukan keahlian khusus dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang

diluar pendidikan.

Sedangkan menurut Syaiful Bahari Djamarah guru dalam pandangan

masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat

tertentu, tidak harus dilembaga formal.22

Umat Islam dianjurkan untuk mengajarkan ilmu pengetahuan dan menjadi

seorang guru kepada orang lain atau peserta didik dan mendidiknya dengan akhlaq

serta menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah swt. Sebagaimana firman

Allah swt dalam QS. al-Baqarah/2:129.

ۗ ‫َر َّبَنا َو اْبَعْث ِفْيِه ْم َرُسْو اًل ِّم ْنُه ْم َيْتُلْو ا َعَلْيِه ْم ٰاٰيِت َك َو ُيَعِّلُم ُه ُم اْلِكٰت َب َو اِحْلْك َم َة َو ُيَز ِّك ْيِه ْم‬
ࣖ ‫ِاَّنَك َاْنَت اْلَعِز ْيُز اَحْلِكْيُم‬

21
Shabri Shaleh Anwar dan H. Jamaluddin, Pendidikan Al-Qur’an (Indragiri Hilir:
Indragiri Dot Com, 2020), h. 75.
22
Syaiful Bahari Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Cet. 1;
Jakarta: Rineka Cipta, 2000),h, 31.
Terjemahnya:

Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan

mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan

mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah

(AsSunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang

Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.23

Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa semula orang yang bertugas untuk

mendidik dan mengajarkan ilmu itu adalah para Nabi dan Rasul. Dan zaman

sekarang yang menjadi pendidik dan mengajarkan ilmu adalah para ulama atau

seseorang yang berkompeten dibidangnyalah yang bertugas dan berkewajiban

untuk menyampaikan ilmu pengetahuan dan mendidiknya.

Makna guru menurut pendapat Abuddin Nata, guru adalah orang yang

memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang lain.24

Selain itu Ramayulis berpendapat bahwa guru adalah orang yang

bertanggungjawab untuk membimbing peserta didiknya guna menjadi manusia

yang manusiawi dan memanusiakan manusia, sehingga tugas utamanya yaitu

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi muridnya dalam pendidikan.25

Menurut uraian diatas dapat disimpulkan bahwa guru itu adalah seseorang

yang sudah professional dalam tugas utamanya yaitu mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi para peserta

23
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Hafalan Mudah Terjemahnya dan
Tajwid Warna , (Bandung: Cordoba, 2019), h. 20.
24
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Cet. 1; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005),
h. 113.
25
Ramayulis, Profesi dan Etika Keguruan (Cet. 2; Jakarta: Kalam Mulia, 2013), h. 4
didik baik dalam pendidikan formal maupun non formal pada semua jenjang

pendidikan mulai dari usia dini, dasar hingga menengah.

Guru adalah pendidik profesional, karena secara tidak langsung ia telah

merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab yang terpikul

dipundak orangtua peserta didiknya. Mereka ini tatkala menyerahkan anaknya

disekolah, sekaligus melimpahkan Sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya

kepada guru.

Hal ini juga membuktikan bahwa sepatutnya orangtua tidak boleh

menyerahkan anaknya kepada guru yang sembarangan dan sekolahnya pun tidak

boleh sembarangan. sebab tidak sembarangan orang yang dapat menjabat sebagai

seorang guru.

Menurut Zakiah Daradjat menyatakan bahwa guru itu adalah seseorang

yang sudah memiliki kemampuan serta pengalaman yang dapat memudahkan

dirinya dalam melaksanakan peranannya untuk membimbing murid-muridnya.

Guru juga harus bisa menilai diri sendiri tanpa ada sesuatu yang berlebih-lebihan,

dan sanggup berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain. Selain itu, guru

juga perlu memerhatikan dirinya, dalam hal apa dan dimana saja ia memiliki

kemampuan dan kelemahan.26

Jadi guru bukanlah seseorang yang ditugaskan untuk mengajar di

sembarangan tempat, akan tetapi guru memiliki tempat-tempat khusus dan juga

mempunyai kewajiban untuk mendidik peserta didik dengan mengabdikan dirinya

untuk cita-cita mulia, yaitu mencapai tujuan universal, sehingga fungsi/peranan

guru menjadi sangat berat.

Lingkungan sekolah seorang guru juga memiliki peran yang cukup penting

26
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Bumi Aksra, Jakarta, 1992), h.266.
dalam menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah bagi peserta didik. Hal ini

bertujuan agar proses penanaman nilai-nilai akhlak kepada peserta didik itu dapat

berjalan dengan baik. Apabila lingkungan sekolah atau masyarakat sekitar sekolah

tempat seorang guru mengajar itu lebih banyak sisi negatifnya, maka hambatan

dan rintangan dalam proses penanaman nilai-nilai akhlak kepada peserta didikpun

akan bermacam-macam. Sebab pengaruh dari luar akan berdampak pada proses

guru dalam menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah, baik itu pengaruh positif

ataupun negatif.

Pengertian guru dalam literatur kependidikan islam disebut dengan

beberapa sebutan, di antaranya:

a. Ustadz, kata ini merupakan panggilan kehormatan "secara resmi" bagi seorang

akademisi/mahasiswa yg telah mencapai gelar Professor. Dalam makna yang

lain, panggilan ustadz biasa digunakan untuk orang yang menjadi pengajar,

atau Orang yang sudah ahli dalam suatu bidang ilmu dan mengajarkan ilmu itu

pada orang lain.

b. Mu’alim, awalnya kata mu’alim ini berasal dari bahasa arab yang berarti guru.

Mu’alim adalah seorang pengajar yang mencurahkan ilmu pengetahuan untuk

anak didiknya. Seorang Mu’alim lebih memfokuskan kepada ilmu akal.

c. Murabbi, kata Murabbi dalam islam membawa maksud yang luas melebihi

tingkat mu’alim. Murabbi lebih memfokuskan penghayatan suatu ilmu,

sekaligus membentuk kepribadian, sikap dan tabiat dari anak didiknya. Jadi,

tugas Mu’alim banyak melayang di akal sedangkan tugas Murabbi lebih

berlegar di hati.27

d. Mudarris, mudarris adalah orang yang mengajarkan suatu ilmu kepada orang

lain dengan metode-metode tertentu dalam membangkitkan usaha peserta didik


27
Suriadi,Profesionalisme Guru dalam Perspektif Islam, JALIE 2, no. 1 (Maret 2018): h.
23
agar sadar dalam upaya meningkatkan potensinya. Dalam bahasa yang lebih

ringkas mudarris adalah orang yang dipercayakan sebagai guru dalam upaya

membelajarkan peserta didik.

e. Muaddib, kata ini berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika, dan adab

atau kemajuan (kecerdasan,kebudayaan) lahir dan batin. 28 arti muaddib sama

saja dengan guru tapi secara lebih spesifik, Muaddib adalah orang yang

mengajarkan adab (etika dan moral), sehingga murid-muridnya menjadi lebih

beradab atau mulia. Penekanannya lebih pada pendidikan akhlak, atau

pendidikan karakter mulia.

3. Peran guru

Guru memiliki peran yang sangat strategis, karena keberadaannya sangat

penting dan berkaitan dengan keberhasilan dan kualitas pendidikan. Guru

memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian.

Menurut Watten B. yang dikutip oleh Piet A. Sahertian, mengatakan

bahwa peran guru adalah sebagai tokoh terhormat dalam masyarakat sebab ia

Nampak sebagai orang yang berwibawa, sebagai penilai, sebagai seorang sumber

karena ia memberi ilmu pengetahuan, sebagai pembantu, sebagai wasit, sebagai

detektif, sebagai objek identifikasi, sebagai penyangga rasa takut, sebagai orang

yang menolong memahami diri, sebagai pemimpin kelompok, sebagai

orangtua/wali, sebagai orang yang membina dan memberi layanan, sebagai kawan

sekerja dan sebagai pembawa rasa kasih sayang.29

Setiap pekerjaan memerlukan satu keahlian, dimana dengan keahlian

tersebut seseorang dapat berbeda dengan orang lain dan bahkan dari tingkatan

28
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja
Grafindo Perdes 2012), h.44.
29
Piet A. Suhertian, Profil Pendidik Profesional, h. 14
keahlian tersebut orang dapat dibedakan baik dari penghargaan yang ia terima

ataupun imbalan gaji yang ia dapatkan. 30 Guru sebagai sebuah profesi dimana

pekerjaan guru adalah mendidik, mengajar, melatih anak didik untuk dapat

mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam

kegiatan pendidikan.31 Adapun peran guru secara umum yaitu :

1. Guru sebagai pembimbing

Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas,

menetapkan waktu perjalanan, serta menilai kelancaran-kelancarannya sesuai

dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik, guru memberikan pengaruh

utama dalam perjalanan sebagai pembimbing, guru memiliki berbagai hak dan

tanggungjawab dalam setiap yang direncanakan dan yang dilaksanakannya. Tugas

guru adalah menetapkan apa yang telah dimiliki oleh peserta didik sehubung

dengan latar belakang dan kemampuannya serta kompetensi apa yang mereka

perlukan untuk dipelajari dalam mencapai tujuan.

Agar guru berperan sebagai pembimbing yang baik, maka ada beberapa

hal yang harus dimiliki, di antaranya: pertama, guru harus memiliki pemahaman

tentang anak yang sedang dibimbingnya. Misalnya, pemahaman tentang gaya dan

kebiasaan belajar serta pemahaman tentang potensi dan bakat yang dimiliki anak.

Pemahaman ini sangat penting artinya, sebab akan menentukan teknik dan jenis

bimbingan yang harus diberikan kepada mereka. Kedua, guru harus memahami

dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi

yang akan dicapai maupun perencanaan proses pembelajaran. Proses bimbingan

akan dapat dilakukan dengan baik manakala sebelumnya guru merencanakan

hendak di bawa kemana peserta didik, apa yang harus dilakukan, dan lain

30
Amini, op. cit. hal 37.
31
Amini, op.cit, hal. 45.
sebagainya. Disamping itu, guru juga perlu mampu merencanakan dan

mengimplementasikan proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara penuh.

Proses membimbing adalah proses memberikan bantuan kepada peserta didik,

dengan demikian yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah peserta didik

itu sendiri.32

2. Guru sebagai Fasilitator

Sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk

memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Guru sebagai fasilitator

artinya guru memfasilitasi proses pembelajaran. Fasilitator bertugas mengarahkan,

memberi arah, memfasilitasi kegiatan belajar peserta didik, dan memberikan

semangat, bukan hanya sebagai sumber pengetahuan tunggal yang memberikan

informasi kepada peserta didik. Pembelajaran yang nyaman di kelas tidak hanya

dipengaruhi oleh suasana kelasnya saja, tapi juga berbagai fasilitas belajar yang

tersedia. Peran guru sebagai seorang fasilitator adalah untuk menyediakan

berbagai fasilitas yang mendukung kemudahan para peserta didik untuk belajar.

Guru sebagai fasilitator menekankan pada peran guru dalam menciptakan

kondisi yang mendukung pembelajaran aktif, pemecahan masalah, dan

pengembangan pemahaman yang mendalam. Pendekatan ini bertujuan untuk

memungkinkan peserta didik mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran

mereka dan mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan untuk menjadi

pelajar yang mandiri.

Agar dapat melaksanakan peran sebagai fasilitator dalam proses

pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipahami, khususnya hal-hal yang

berhubungan dengan pemanfaatan berbagai media dan sumber pembelajaran.

32
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standars Proses Pendidikan,
(Jakarta, Kencana Prenada Media 2006), hal.28
a. Guru perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta

fungsi masing-masing.

b. Guru perlu mempunyai keterampilan dalam merancang suatu media.

Dengan perancangan media yang dianggap cocok akan memudahkan proses

pembelajaran, sehingga pada gilirannya tujuan pembelajaran akan tercapai

secara optimal.

c. Guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta

dapat memanfaatkan berbagai sumber belajar. Berbagai perkembangan

teknologi informasi memungkinkan setiap guru bias menggunakan berbagai

pilihan media yang dianggap cocok.33

3. Guru sebagai Motivator

Santrock sebagaimana yang dikutip oleh Mardianto, menjelaskan bahwa

Motivasi adalah proses pemberian semangat, arah, dan kegigihan perilaku, artinya

perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan

lama.34 Sebagai motivator, guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar

peserta didik agar bisa lebih semangat dalam proses belajar mengajar.

Peran guru sebagai motivator sangat penting dalam pendidikan. Sebab

guru bukan hanya bertugas untuk memberikan pengetahuan, akan tetapi juga

untuk menginspirasi, memotivasi, dan membimbing peserta didik dalam mencapai

potensi terbaik mereka. Oleh karena itu, guru perlu menumbuhkan motivasi

belajar peserta didik untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut

untuk kreatif guna membangkitkan motivasi belajar peserta didik. Di bawah ini

dikemukakan beberapa petunjuk:

a. Memperjelas tujuan yang ingin dicapai

33
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standars Proses Pendidikan. hal. 23
34
Mardianto, Psikologi Pendidikan (Medan, Perdana Publishing 2012) hal. 177
Pemahaman peserta didik tentang tujuan pembelajaran dapat

menumbuhkan minat peserta didik untuk belajar yang pada gilirannya dapat

meningkatkan motivasi belajar mereka.

b. Membangkitkan minat peserta didik

Peserta didik akan terdorong untuk belajar manakala mereka memiliki

minat untuk belajar. Oleh sebab itu, membangkitkan minat belajar peserta didik

merupakan salah satu teknik dalam mengembangkan motivasi belajar.

c. Menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar

Usahakan agar kelas dalam suasana hidup dan segar, terbatas dari rasa

tegang. Untuk itu guru sekali-sekali dapat melakukan hal-hal yang lucu.

Menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar tidak hanya membuat

pembelajaran lebih menarik, tetapi juga dapat meningkatkan motivasi dan

keterlibatan peserta didik. Suasana yang positif dan menyenangkan dapat

membantu peserta didik lebih antusias dalam proses pembelajaran.

d. Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan peserta didik

Pujian tidak selamanya harus dengan kata-kata, justru ada sebagian anak

yang merasa tidak senang dengan kata-kata. Pujian sebagai penghargaan dapat

dilakukan dengan isyarat, misalnya senyuman dan anggukan yang wajar, atau

mungkin dengan tatapan mata yang meyakinkan. Memberikan pujian yang wajar

terhadap setiap keberhasilan peserta didik adalah langkah yang penting dalam

memotivasi mereka dan membangun rasa percaya diri. Selain itu, memberikan

pujian yang wajar juga membantu membangun hubungan positif antara guru dan

peserta didik.

e. Berikan penilaian

Bagi sebagian peserta didik nilai dapat menjadi motivasi yang kuat untuk
belajar. Oleh karena itu, penilaian harus dilakukan dengan segera agar peserta

didik secepat mungkin mengetahui hasil kerjanya.35

Dalam proses belajar, guru adalah kunci utama dalam keberhasilan sebuah

pembelajaran di sekolah. Guru harus mempunyai kemampuan dalam penguasaan

pembelajaran. Seorang guru tidak boleh langsung menyalahkan anak didiknya

ketika mereka memperoleh nilai yang tidak memenuhi standar. Seorang guru

harus bijak dan selalu menanyakan kesulitan-kesulitan belajar kepada peserta

didiknya.36

Dalam mengemban peran sebagai motivator, guru membantu peserta didik

untuk mengatasi tantangan, membangun rasa percaya diri, dan mengembangkan

motivasi intrinsik untuk belajar. Guru yang efektif dalam memainkan peran ini

dapat membantu peserta didik untuk mencapai potensi mereka yang terbaik dalam

pendidikan dan kehidupan mereka secara keseluruhan.

4. Guru sebagai Inovator

Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu kedalam kehidupan

yang bermakna bagi peserta didik. Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan

dan pengalaman yang berharga kedalam istilah atau bahasa moderen yang akan

diterima oleh peserta didik.

5. Guru sebagai Evaluator

Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau

informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Terdapat dua

fungsi dalam memerankana perannya sebagai evaluator. Pertama, untuk

menentukan keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan yang telah

35
Ibid, h.28-30.
36
Burhan Shadiq, Rahasia Mengajar dengan Kreati, Inspiratif dan Cerdas (Jakarta: Logika
Galileo 2011) h. 26.
ditentukan atau menentukan keberhasilan peserta didik dalam menyerap materi

kurikulum. Kedua, untuk menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan

seluruh kegiatan yang telah diprogramkan. Kelemahan yang sering terjadi

sehubungan dengan pelaksanaan evaluasi selama ini adalah guru dalam

menentukan keberhasilan peserta didik terbatas pada hasil tes yang biasa

dilakukan secara tertulis, akibatnya sasaran pembelajaran hanya terbatas pada

kemampuan siswa untuk mengisi soal-soal yang biasa keluar dalam tes.

Disamping itu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, evaluasi itu juga

sebaiknya dilakukan bukan hanya terhadap hasil belajar, akan tetapi juga proses

belajar. Hal ini sangat penting sebab evaluasi terhadap proses belajar pada

dasarnya itu adalah evaluasi terhadap keterampilan intelektual secara nyata.37

Peranan guru menurut Suparlan ialah guru memiliki kesatuan peran dan

fungsi yang tidak dapat dipisahkan, antara kemampuan mendidik, membimbing,

mengajar, dan melatih. Keempat kemampuan tersebut merupakan kemampuan

integrative (mengintegrasikan), yang antaranya satu dengan yang lain tidak dapat

dipisahkan.38

Guru merupakan orang yang diguguh (dipatuhi) dan ditiru, banyak istilah

untuk menyebut guru yang menjadi tugas dan fungsi guru. Eksistensi

(keberadaan) guru dalam proses pembelajaran tidak dapat digantikan dengan

apapun. Terutama masalah figur dan keteladanannya, hal ini mengingat guru

bukan hanya sekedar transfer ilmu saja melainkan lebih dari itu. Dalam islam

sosok guru juga harus memahami karakteristik peserta didik sehingga

pembelajarannya sesuai dengan kebutuhan jiwa anak didik. Karenanya dari setiap

guru dituntut memiliki berbagai ilmu pengetahuan kecakapan baik kepribadian


37
Moch Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, (Bandung, PT.Remaja Rosdakarya
2011) hal.45-50
38
Suparlan, Menjadi Guru Efektif (Yogyakarta: Hikayat, 2005), h. 25.
maupun seperangkat ilmu yang mendukung kelancaran tugas dan fungsinya

sebagai pencerah dan pembina jasmani dan rohani peserta didik

Peran guru dalam menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah peserta didik

dapat dilakukan, apabila guru tersebut telah meningkatkan kompetensinya dalam

mengajar. Karena bagaimanapun juga peserta didik akan mengikuti segala sesuatu

yang diberikan maupun yang dicontohkan oleh guru tersebut. Dengan melibatkan

peran guru secara aktif dalam menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah, siswa

dapat lebih mudah memahami, menginternalisasi, dan mempraktikkan nilai-nilai

ini dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ini akan membantu menciptakan generasi

muda yang memiliki karakter yang kuat dan berakhlak mulia.

4. Pengertian Penanaman Nilai

Penanaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara,

perbuatan menanam, menanami, atau cara menanamkan. 39 Penanaman yang

dimaksud merupakan suatu cara atau proses untuk menanamkan suatu perbuatan

sehingga apa yang diinginkan untuk ditanamkan akan tumbuh dalam diri

seseorang.

Dilihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, nilai dapat diartikan sebagai

harga, takaran, angka, taksiran, serta hal yang bersifat penting dan bermanfaat

untuk manusia.40 Nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pillihan.

Nilai merupakan sesuatu yang diinginkan sehingga melahirkan tindakan pada diri

seseorang.41

Nilai merupakan sesuatu yang melekat pada diri manusia yang patut untuk

39
David Moeljadi dkk, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online Diakses
Melalui https://github/com/yukuku/kbbi4 15 Juni 2020.
40
Suharso, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Semarang: Widya Karya, 2011), h. 337.
41
Rohmad Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Bandung: Alfabeta. 2011), h.
11.
dijalankan dan dipertahankan dalam keseharian, nilai merupakan suatu yang

berharga, bermutu dan menunjukan kualitas dan berguna bagi manusia. Nilai

merupakan kualitas berbasis moral. Nilai bukan benda konkret, tidak hanya

persoalan benar salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan

penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Namun secara umum dapat

dikatakan, bahwa nilai selalu dihubungkan pada penunjukan suatu kualitas suatu

benda ataupun perilaku dalam berbagai realitas.42

Nilai secara etimologi merupakan pandangan kata value (bahasa Inggris).

Dalam kehidupan sehari-hari nilai merupakan sesuatu yang berharga, bermutu,

menunjukan kualitas, dan berguna bagi manusia.43 Nilai adalah seperangkat

keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan

corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan maupun perilaku.

Oleh karena itu nilai selalu dikaitkan dengan etika, moral atau budi

pekerti, sistem nilai merupakan standar umum yang diyakini, yang diserap dari

keadaan objektif maupun diangkat dari keyakinan, sentimen perasaan umum

maupun identitas yang diberikan atau diwahyukan oleh Allah swt, yang pada

gilirannya merupakan sentimen perasaan umum, kejadian umum, identitas umum

yang oleh karenanya menjadi syariat umum.44

Berbagai definisi tentang nilai, pada dasarnya mengarah pada suatu

pemahaman bahwa nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak terlihat,

namun dapat muncul mewarnai sesuatu yang membawanya. Peran nilai tersebut

sangat dominan, sehingga pembawa nilai itu sendiri akan menjadi suatu hal
42
Muhmed Ayeli, Ilmu dan Nilai dalam Realitas Empiris (Pekanbaru: Suska Press, 2012),
h. 11.
43
Qiqi Yuliati Zakiyah, A. Rosdiyana, Pendidikan Islam Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah (Bandung: CV Pustaka Setia. 2014), h. 14.
44
Abu Ahmadi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012),
h. 202.
pokok, dominan, dan penting atau tidaknya atau tergantung dari nilai didalamnya.

Beberapa ahli menberikan pandanganya, mengenai definisi nilai, yaitu:

a. H. M Rasjidi dalam Qiqi Yulianti, mengemukakan bahwa penilaian seseorang

dipengaruhi oleh fakta-fakta atau keadaan berubah, penilaian juga biasanya

berubah. Hal ini berarti bahwa pertimbangan nilai seseorang berdasarkan

fakta.45

b. Ngalim Puwanto mengatakan bahwa, nilai yang ada pada seseorang

dipengaruhi oleh adanya adat istiadat, etika, kepercayaan dan agama yang

dianutnya. Semua itu memengaruhi sikap, pendapat dan pandangan individu

yang selanjutnya tercermin dalam cara bertindak dan bertingkah laku dalam

memberikan penilaian.46

c. Ahmad Sanusi mendefinisikan nilai, sebagai keyakinan abadi untuk

menunjukan bahwa cara berperilaku atau cara hidup tertentu dipilih secara

personal dan sosial dibandingkan dengan cara berperilaku atau cara hidup yang

menjadi kebalikannya.47

Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat

tingkatan sebagai berikut:

a. Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai-nilai yang

mengenakkan dan tidak mengenakkan yang menyebabkan orang senang atau

menderita tidak enak.

45
Qiqi Yuliati Zakiyah. A Rusdiana, Pendidikan Nilai Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah), h. 14.

46
Qiqi Yuliati Zakiyah. A Rusdiana, Pendidikann Nilai Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah , h. 15.
47
Achmad Sanusi, Sistem Nilai: Alternatif Wajah-wajah Perubahan (Bandung: Nuansa,
2015), h. 16.
b. Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai yang penting bagi

kehidupan misalnya kesehatan, kesegaran jasmani, dan kesejahteraan umum.

c. Nilai-nilai kewajiban: dalam tingkatan ini, nilai-nilai kewajiban yang sama

sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai

semacam ini adalah keindahan, kebenaran dan pengetahuan, yang murni

dicapai dalam filsafat.

d. Nilai-nilai kerohanian: dalam tingkatan ini terdapat moralitas nilai dari yang

suci dan tidak suci. Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai

pribadi.48

Berdasarkan berbagai keterangan diatas, maka dapat dipahami bahwa yang

dimaksud dengan nilai adalah, konsepsi dan pandangan manusia tentang segala

hal yang berada disekitarnya dengan tingkatan yang berbeda-beda. Misalnya

mengenai baik, penting, indah dan lain sebagainya yang bercorak kepada

pemikiran, perasaan dan perilaku manusia yang sifatnya positif. Nilai menjadi

suatu yang dipentingkan oleh manusia sebagai subjek menyangkut baik buruk dan

sebagainya.

Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak dan ideal. 49 Sehingga dengan

sendirinya keyakinan manusia dan keyakinan masyarakat terhadap nilai-nilai

tersebut akan mempengaruhi pemikiran, perasaan, dan tindakan manusia.

Pengaruh tersebut dapat terlihat dalam berbagai aspek kehidupan manusia, yang

kemudian akan menjadi contoh untuk perbuatan generasi selanjutnya.

Jika suatu perbuatan dinilai salah, misalnya mencuri, melakukan

kekerasan, berjudi dan meminum minuman keras, maka manusia sekiranya

dengan sendiri sadar dan mengetahui bahwa perbuatan mana yang baik dan mana

48
Kaelani, Pendidikan Pancasila (Cet. IX; Yogyakarta: Paradigma Offset, 2010), h. 89
49
Mochtar Lubis, Sastra dan Tekniknya (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2011), h. 17.
perbuatan yang tidak baik dilakukan agar tergerak untuk menghindari perbuatan

tersebut. Sebaliknya, jika suatu perbuatan dinilai baik, maka manusia akan

tergerak dan berusaha untuk mewujudkan perbuatan tersebut. Selain itu, manusia

yang lain dalam hal ini masyarakat sekitar, juga akan menyetujui tentang baik atau

buruknya suatu perbuatan, sehingga seseorang terhindar dari cerita yang bisa

membuat perasaan menjadi kacau.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai

yaitu sebuah cara, proses atau perbuatan untuk menanamkan sesuatu yang

dipandang baik, bermanfaat, dan paling benar menurut keyakinan yang diyakini

sebagai sesuatu identitas yang memberikan corak khusus kepada pola pemikiran,

perasaan, keterikatan, maupun perilaku seseorang.

Dalam nilai Agama Islam, manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi,

oleh karena itu manusia dituntut untuk memiliki akhlakul karimah yaitu perilaku

yang baik. Allah swt telah menciptakan Rasulullah saw sebagai seorang teladan,

sebagai panutan bagi umat Islam. Pembentukan akhlakul karimah harus dimulai

sejak dini, dalam hal ini pendidikan sangat berperan penting dalam membentuk

akhlak seorang peserta didik, sehingga seorang peserta didik dapat mempunyai

akhlakul karimah.

B. Akhlakul Karimah

1. Pengertian Akhlakul Karimah

Sebelum membahas tentang akhlakul karimah terlebih dahulu dijelaskan

pengertian akhlak. Menurut etimologi, akhlak berasal dari bahasa arab (‫)اخالق‬

bentuk jamak dari mufradnya khuluk (‫ )خلق‬yang berarti “budi pekerti”. Sinonimnya

adalah etika dan moral, etika berasal dari bahasa latin etos, yang berarti kebiasaan,

moral juga berasal dari bahasa latin mores, yang berarti kebiasaan.50
50
Rahmad Djatmika, Sistem Etika Islam (Surabaya, Pustaka Islam, 1985), h. 25
Selanjutnya, dengan mempelajari pengertian akhlak secara istilah, menurut

Ibnu Miskawaih didalam bukunya tahdzib al akhlak, akhlak yaitu sifat yang

tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa

memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sejalan dengan itu, Ibrahim Anis

mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya

lahirlah macam-macam perbuatan baik dan buruk tanpa memerlukan pemikiran

dan pertimbangan.51

Menurut Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum al Din menyatakan

bahwa akhlak adalah gambaran tingkah laku dalam jiwa yang dari padanya lahir

perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan

pertimbangan.52

Perkataan Akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa arab akhlak,

bentuk jamak dari kata khuluq, yang secara etimologis bersangkutan dengan

cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal usul kata serta perubahan-perubahan

dalam bentuk dan makna antara lain berarti budi pekerti, perangai tingkah laku

atau tabiat. Dalam kepustakaan, akhlak diartikan juga sikap yang melahirkan

perbuatan (perilaku, tingkah laku) mungkin baik, mungkin buruk.53

Hal ini dikarenakan bahwa akhlak yang ditimbulkan sesuai dengan kadar

keimanan seseorang kepada Allah swt. Jika iman seseorang sedang bertambah,

maka yang muncul adalah akhlak yang baik. Jika iman seseorang sedang

berkurang, maka yang muncul adalah akhlak yang buruk.

51
Header Nashir, Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Budaya (Yogyakarta: Multi
Presindo, 2013). h.32.
52
Muhammad Alim. Pendidikan Agama Islam (Bandung PT. Remaja Rosdakarya 2006)
cet 1. hal.
53
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
2008) hal.346
Dalam Islam dapat dikatakan sebagai akhlak yang islami adalah akhlak

yang bersumber pada ajaran Allah swt, dan Rasulnya. Akhlak islami merupakan

amal perbuatan yang sifatnya terbuka sehingga dapat menjadi indikator seseorang

apakah seorang muslim yang baik atau buruk.

Rasulullah saw, diutus untuk menyempurnakan akhlak yaitu untuk

memperbaiki hubungan makhluk (manusia) dengan khaliq (Allah swt). dan

hubungan baik antara makhluk dengan makhluk.

Kata “menyempurnakan” berarti akhlak tersebut bertingkat, sehingga perlu

disempurnakan. Hal ini menunjukkan bahwa akhlak bermacam-macam, dari

akhlak sangat buruk, sedang, baik, baik sekali, sehingga sempurna. Rasulullah

saw, sebelum bertugas menyempurnakan akhlak, beliau sendiri sudah berakhlak

sempurna. Sebagaimana firman Allah swt. Dalam QS al-Qalam /68:4


‫َو ِاَّنَك َلَعٰل ى ُخ ُلٍق َعِظ ْيٍم‬
Terjemahanya :
Sesungguhanya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang
agung.54

Karena akhlak yang sempuna itu, Rasulullah saw, patut dijadikan uswa al-

hasanah (teladan yang baik). Firman Allah swt. Dalam QS al-Ahzab/33:21


‫ّٰل‬ ‫ِخ‬ ‫ّٰل‬ ‫ِل ّٰلِه‬
‫َلَقْد َك اَن َلُك ْم ْيِف َرُسْو ال ُاْس َو ٌة َح َس َنٌة ِّلَمْن َك اَن َيْر ُج وا ال َه َو اْلَيْو َم اٰاْل َر َو َذَك َر ال َه‬
‫َك ِث ۗا‬
‫ْيًر‬
Terjemahnya :

Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik

bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari

Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.

Dari kedua ayat tersebut, dapat diketahui bahwa Rasulullah saw, adalah

54
Depertemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemahannya, h 230.
sebagai suri tauladan bagi seluruh umat manusia, untuk itu umat muslim diharap

untuk mencontoh perbuatan atau tingkah laku yang sangat mulia dari beliau.

Adapun hadist adalah sumber dan pedoman umat islam setelah al-Quran, juga

didalamnya diterangkan tentang pendidikan akhlak, hal ini dapat diketahui

sebagaimana Rasulullah saw bersabda: yang artinya “sesungguhnya saya diutus

untuk menyemputnakan akhlak.

Sedangkan kata ”karimah” dalam bahasa Arab artinya terpuji, baik atau

mulia.55 Berdasarkan dari pengertian akhlak dan karimah di atas, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud akhlakul karimah adalah segala budi

pekerti baik yang ditimbulkan tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan yang

mana sifat itu menjadi budi pekerti yang utama dan dapat meningkatkan harkat

dan martabat peserta didik.

2. Ruang Lingkup Akhlak

Ruang lingkup ajaran akhlak adalah sama dengan ruang lingkup ajaran

islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan.

Akhlak dalam ajaran islam mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak

terhadap Allah, hingga sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan,

dan benda-benda tak bernyawa). Adapun beberapa ruang lingkup yang akan

difokuskan dapat disimak dari paparan berikut :

a. Akhlak kepada Allah

Akhlak kepada Allah yaitu sikap dan tingkah laku yang harus dimiliki oleh

setiap manusia dihadapan Allah swt. Dikemukakan juga oleh Abuddin Nata

bahwa akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang

seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai

55
Irfan Sidny, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Andi Rakyat, 1998), hlm. 127.
khalik.56

Yang paling utama dalam konteks akhlak kepada Allah swt, adalah

menisbahkan segala yang baik kepadanya dan menafikan segala yang buruk,

bahkan menurut imam Al-Ghazali, termasuk mensucikan Allah swt dari segala

pujian makhluk karena batas akhir dari pujian makhluk belum lagi mencapai

pujian yang sebenarnya buat Allah swt.57

Akhlak terpuji kepada Allah, diantaranya dapat dilakukan dengan berbagai

hal berikut:

b. Mentauhidkan Allah

Tauhid adalah mengesahkan Allah, mengakui bahwa tidak ada tuhan selain

Allah. Dasar agama Islam adalah Iman kepada Allah yang Maha Esa, yang

disebut dengan tauhid. Tauhid dapat berupa pengakuan bahwa Allah satu-satunya

yang memiliki sifat Rububiyah (menyakini bahwa allah satu-satunya tuhan yang

menciptakan alam ini, yang memilikinya, yang mengatur perjalananya, yang

menghidupkan, dan mematikan) dan Uluhiyah (yaitu mengimani Allah sebagai

satu-satunya tuhan yang berhak untuk disembah), serta kesempurnaan nama dan

sifat.

Adapun dalil tentang tauhid didalam QS an-Nisa/4:48


‫ُّيْش ِر ْك ِبالّٰلِه َق ِد‬ ‫ِل ِل‬ ‫ِب ِف‬ ‫ِف‬ ‫ِا ّٰل‬
‫َف‬ ‫َّن ال َه اَل َيْغ ُر َاْن ُّيْش َر َك هٖ َو َيْغ ُر َم ا ُدْو َن ٰذ َك َمْن َّيَش ۤاُءۚ َو َمْن‬
‫اْفَتٰٓر ى ِاًمْثا َعِظ ْيًم ا‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena
mempersekutukan-Nya (syirik), tetapi Dia mengampuni apa (dosa) yang
selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Siapa pun yang
mempersekutukan Allah sungguh telah berbuat dosa yang sangat besar.58

56
Abudin Nata, Op Cit. Hlm. 14
57
M Quraish Shihab, Yang Hilang Dari Kita Akhlak (Tangeag: PT Lentera Hati, 2016),
h.215.
c. Husnuzhan (baik sangka)

Husnuzhan terhadap keputusan Allah merupakan salah satu akhlak terpuji.

Diantara ahlak terpuji ini, adalah ketaatan yang sungguh-sungguh kepadanya.

Karena sesungguhnya, apa yang ditentukan oleh Allah kepada seseorang hamba,

adalah jalan terbaik baginya. Allah itu tergantung kepada prasangka hambanya.

d. Dzikrullah

Secara etimologi, dzikir berakar dari kata dzakara yang artinya mengingat,

memperhatikan, mengenang, mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti, dan

ingat. Dzikrullah atau mengingat Allah, merupakan asas dari setiap ibadah kepada

Allah. Hal ini menjadi pertanda adanya hubungan antara hamba dan pencipta pada

setiap saat dan tempat. Dzikrullah adalah ibadah yang ringan dan mudah untuk

dilakukan. Akan tetapi, didalam nya tersimpan pahala yang besar, dan berlipat

ganda. Dzikir bahkan lebih utama nilai kebajikannya, dibandingkan jihad dijalan

Allah dengan harta dan jiwa. Selain itu dzikir merupakan ibadah yang sangat

disukai Allah.

Al-Qusyairi dalam risalah Al-Qusyairiyah, menjelaskan bahwa dzikir

adalah rukun (tiang) yang paling kuat menuju jalan Allah,Artinya seorang tidak

akan bisa sampai kepada Allah apabila tidak menjalankan dzikir secara terus

menerus.59

Sebagaimana firman Allah swt. Dalam QS ar-Ra’d/13:28


‫ِبِذ ّٰلِه ِبِذ ّٰلِه‬ ‫ِذ‬
‫اَّل ْيَن ٰاَم ُنْو ا َو َتْطَم ِٕى ُّن ُقُلْو ُبُه ْم ْك ِر ال ۗ َااَل ْك ِر ال َتْطَم ِٕى ُّن اْلُقُلْو ُب‬
Terjemahnya:
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah

58
Al-Qur’an dan terjemah, (Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015). h.
35.
59
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 187-188.
hati akan selalu tenteram.60

Menurut pendapat Quraish Shihab bahwa titik tolak akhlak kepada Allah

swt adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada tuhan melainkan Allah swt. Dia

memiliki sifat-sifat terpuji, demikian sifat agung itu, jangankan manusia, malaikat

pun tidak akan mampu menjangkaunya. Seorang yang berakhlak luhur adalah

seorang yang mampu berakhlak baik terhadap Allah swt dan sesamanya.

e. Akhlak kepada Orang Tua

Akhlak kepada orang tua menjadi suatu hal yang wajib bagi anak.

Pentingnya menjaga akhlak anak kepada orang tua. Sebab, ada banyak kebaikan

yang telah orang tua berikan. Setiap orang tua akan mengasuh, mendidik, serta

membesarkan tanpa pamrih. Menurut agama Islam, terdapat perintah

menghormati orang tua menjadi suatu kewajiban bagi anak. Oleh karena itu, anak

perlu memiliki akhlak yang baik terhadap orang tua.

Berbakti pada orang tua dalam ajaran Islam dikenal dengan istilah birrul

walidain.61 Birrul walidain adalah suatu kewajiban yang Allah swt perintahkan

dalam agama Islam. Sebagaimana firman Allah swt. Dalam QS al-Isra/17:23


‫ِك‬ ‫ِع‬ ‫ِل ِا ۗا ِا‬ ‫ِا ِا‬
‫َو َقٰض ى َر ُّب َك َااَّل َتْع ُب ُد ْٓو ا ٓاَّل َّي اُه َو ِباْلَو ا َد ْيِن ْح ٰس ًن َّم ا َيْبُلَغَّن ْنَد َك اْل َبَر َاَح ُد َمُهٓا َاْو‬
‫ِكٰل ُه َم ا َفاَل َتُقْل ُهَّلَم ٓا ُاٍّف َّو اَل َتْنَه ْر َمُها َو ُقْل ُهَّلَم ا َقْو اًل َك ِر ًمْيا‬
Terjemahnya:
Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu,
sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”
dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada
keduanya perkataan yang baik.62

60
Al-Qur’an dan terjemah, (Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015). h.
252.
61
Drs. H. Yunahar Ilyas, Lc.,MA, Kuliah Akhlak, Pustaka Pelajar. 2005 hal. 147

62
Kementerian Agama RI, At-Thayyib al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per
Kata (Ciputat: Cipta Bagus Segara, 2011), h. 583.
Hal ini menunjukan bahwa akhlak menghormati orang tua adalah suatu hal

yang sangat penting yang dianjurkan oleh Rasulullah kepada Umatnya. Adapun

akhlak anak terhadap orang tua yakni, sayangilah, cintailah, hormatilah, patuhlah

kepadanya, rendahkan dirimu, dan bersikap sopanlah kepadanya. Dan perlu kita

ketahui bahwa kita hidup bersama orang tua merupakan nikmat yang luar biasa.

f. Akhlak kepada Sesama Manusia

Akhlak kepada sesama manusia mempunyai makna bahwa kita harus

saling tolong menolong dalam kebaikan, sudah ada didalam al-Qur’an

bahwasanya kita sebagai manusia tidak boleh melakukan hal negatif, seperti

saling mengejek, membenci, memfitnah, bahkan sampai membunuh, mengambih

harta rampasan tanpa didasari oleh ketetapan yang diajarkan oleh Rasulullah,

melainkan juga hal-hal yang paling kecil semisal berkata jujur, memuliakan

tetangga, berbuat baik kepada orang tua, dan tidak menghardik anak yatim dan

memberi makan kepada orang miskin. Sebagaimana firman Allah swt. Dalam QS

al-Baqarah/2:83

‫َو اْلَيٰت ٰم ى‬ ‫َو ِاْذ َاَخ ْذ َنا ِم ْيَثاَق َبِن ِاْس َر ۤاِء ْيَل اَل َتْع ُبُد ْو َن ِااَّل الّٰل َه َو ِباْلَو اِلَد ْيِن ِاْح َس اًنا َّو ِذى اْلُقْر ىٰب‬
‫ِّم ْنُك ْم‬ ‫َو اْلَم ٰس ِكِنْي َو ُقْو ُلْو ا ِللَّناِس ُحْس ًنا َّوَاِقْيُم وا الَّص ٰل وَة َو ٰاُتوا الَّزٰك وَۗة َّمُث َتَو َّلْيُتْم ِااَّل َقِلْياًل‬
‫َو َاْنُتْم ُّم ْع ِر ُضْو َن‬
Terjemahnya:
(Ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari Bani Israil, “Janganlah
kamu menyembah selain Allah, dan berbuatbaiklah kepada kedua orang
tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Selain itu, bertutur
katalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah salat, dan tunaikanlah
zakat.” Akan tetapi, kamu berpaling (mengingkarinya), kecuali sebagian
kecil darimu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang.63

Sudah jelas bahwa sebagai manusia harus menjalankan apa yang

diperintahkan dan menjauhi segala larangan, maka membantu orang lain juga

63
Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 12.
didapatkan dari hasil berakhlak kepada orang tua, berakhlak kepada diri sendiri

dan berakhlak kepada Allah swt.

g. Akhlak kepada Guru

Akhlak murid atau peserta didik terhadap guru adalah akhlak yang paling

penting yang harus dimiliki oleh peserta didik. Seorang murid hendaklah dia

menganggap pendidiknya sebagai seorang pengajar dan pendidik. Sebagai

pengajar yang mengajarkan ilmu pada peserta didik, serta sebagai pendidik yang

membimbingnya pada budi pekerti yang baik. Berlakulah penuh sopan santun

pada pendidik, baik saat duduk bersama, berbicara kepadanya, saat bertanya dan

mendengarkan pelajaran, bersikap baik saat membuka lembar buku dihadapannya

dan harus bersikap sabar dan tidak boleh bersikap bosan. Akhlak antara guru dan

murid sangat penting apalagi ketika masih dalam proses pendidikan berlangsung.

Dan persoalan guru dan murid lebih baik kita mengambil contoh pada ulama-

ulama besar terdahulu. Menghormati guru adalah merupakan sikap terimakasih

dan perbuatan ini juga telah dilakukan oleh para ulama terdahulu kepada guru-

guru mereka dan patut untuk dijadikan contoh.

Salah satu contoh adalah Imam Syafi’i dilihat bagaimana model

penghormatannya terhadap guru dan bagaimana sopannya Imam Syafi’i terhadap

gurunya, beliau berkata: “Saya tidak dapat membolak-balik lembaran kitab

dengan suara keras dihadapan guru saya, supaya guru saya jangan sampai

terganggu. Sayapun tidak bisa meminum air dihadapan guru saya, sebagai rasa

hormat dan takzim kepadanya”.64

Tujuan berakhlak yang baik kepada guru adalah supaya peserta didik dapat

menjauhkan dirinya dari perbuatan yang tidak baik seperti, melawan kepada guru,

berbicara saat belajar dan tidak menghargai guru. Dengan itu, ia akan memperoleh
64
Muhammad Abdurrahman, Akhlak Menjadi Seorang Muslim berakhlak Mulia, hal. 71.
ilmu yang bermanfaat baik dunia maupun akhirat. Sementara peserta didik yang

tidak dapat menghindarkan diri dari perbuatan yang tidak baik, ia hanya akan

memperoleh ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan dunia, karena perbuatan

tersebut merupakan racun ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan

akhirat.65

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa dengan berakhlak

yang baik kepada guru, akan mempermudah peserta didik itu dalam memahami

ilmu yang akan maupun yang telah diberikan. Menghasilkan peserta didik yang

memiliki budi pekerti yang baik, peserta didik yang menghargai gurunya, dan

bersikap sopan santun kepada guru.

h. Akhlak terhadap Lingkungan Alam

Alam mencakup segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik binatang,

tumbuhan, serta hal-hal yang tidak bernyawa. 66 Allah swt telah menempatkan

manusia di bumi, dan di bumi inilah Allah menciptakan segala sesuatu yang

diperlukan oleh manusia untuk hidup. Hal ini dijelaskan dalam al-Qur’an surah al-

A’raf/7:10

‫َو َلَقْد َم َّكّٰن ُك ْم ىِف اَاْلْر ِض َو َجَعْلَنا َلُك ْم ِفْيَه ا َمَعاِيَۗش َقِلْياًل َّم ا َتْش ُك ُر ْو َن‬
Terjemahnya:
Sungguh, Kami benar-benar telah menempatkan kamu sekalian di bumi
dan Kami sediakan di sana (bumi) penghidupan untukmu. (Akan tetapi,)
sedikit sekali kamu bersyukur.67

Salah satu tugas sebagai khalifatullah fi al-ardh, adalah menjaga

kelestarian alam. Allah menciptakan alam semesta dengan segala yang ada

didalamnya: daratan, lautan, angkasa, flora dan fauna, adalah untuk kepentingan

65
Haitami Salim, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Jogyakarta: AR-Ruzz Media, 2012), hal.
178.
66
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 150.
67
manusia (QS. An-Nahl 10-16). Manusia sebagai khalifah Allah, diamati untuk

melakukan usaha-usaha agar alam semesta dan seisinya tetap lestari. Oleh karena

itu, manusia dapat mengambil dan mengelolanya untuk kesejahteraan umat,

sebagai bekal dalam beribadah dan beramal baik.

Tugasnya sebagai khalifah, menuntut adanya interaksi manusia dengan

sesamanya dan terhadap alam. Istilah khalifah sendiri mengandung arti

pengayoman, pemeliharaan, serta pembimbingan agar setiap makhluk mencapai

tujuan dari penciptaanya.

Misalnya, seseorang yang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum

matang, atau memetik bunga sebelum mekar. Pelanggaran terhadap hal tersebut

berarti tidak memberikan kesempatan kepada makluk lain untuk mencapai tujuan

penciptaannya. Artinya, manusia dituntut untuk menghormati proses yang sedang

berjalan. Hal ini menggambarkan manusia untuk bertanggung jawab, sehingga ia

tidak melakukan perusakan. Dengan kata lain, perusakan terhadap lingkungan

dinilai sebagain perusakan pada diri sendiri.

Lingkungan yang harmonis akan menciptakan hubungan interaksi yang

baik pula. Binatang, tumbuhan, dan benda-benda yang tidak bernyawa, diciptakan

oleh Allah memiliki ketergantungan kepada-nya dan keyakinan mengantarkan

setiap muslim untuk menyadari, bahwa semuanya adalah mahkluk tuhan yang

harus diperlakukan secara wajar dan baik. Islam mengajarkan umatnya untuk

menghormati lingkungan sebagai suatu ekosistem dalam kehidupan.68

Sebagaimana firman Allah swt. Dalam QS al-An’am/6:38


‫ِك ِم‬ ‫ِه ِا‬ ‫ٰۤط ِط‬ ‫ِم ٍة‬
‫َو َم ا ْن َدۤاَّب ىِف اَاْلْر ِض َو اَل ِٕى ٍر َّي ْيُر َجِبَناَح ْي ٓاَّل ُاَمٌم َاْم َثاُلُك ْم ۗ َم ا َفَّر ْطَنا ىِف اْل ٰت ِب ْن‬
‫َش ْي ٍء َّمُث ِاىٰل َر ِهِّبْم ْحُيَش ُر ْو َن‬

68
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 226-227.
Terjemahnya:
Tidak ada seekor hewan pun (yang berada) di bumi dan burung-burung
yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan
umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di
dalam kitab, kemudian kepada Tuhannya mereka dikumpulkan.69

Dengan demikian, melalui perenungan dan pergaulan dengan alam ciptaan

Allah swt Yang kemanfaatannya diperuntukkan bagi manusia, dapat mendorong

adanya kesadaran akan keesaan dan kebesaran Allah swt. Meski semua itu

diperuntukkan untuk manusia, tetapi manusia juga tidak boleh semena-mena

merusak ekosistem alam itu sendiri.

Oleh karena itu marilah kita berakhlak baik kepada lingkungan yaitu

dengan menjaga,merawat dan melestarikannya sehingga kita bisa mewujudkan

kehidupan yang aman damai sejahtera dan hal itu tentunya menjadi tujuan adanya

etika di dalam masyarakat baik berbangsa maupun bernegara.

3. Macam-Macam Akhlakul Karimah

Menurut Musthafa Kemal secara garis besar akhlak itu terbagi menjadi dua

macam, dimana keduanya bertolak belakang efeknya bagi kehidupan manusia,

yaitu: 1) Akhlak Mahmudah, yaitu akhlak yang terpuji atau akhlak yang mulia, 2)

Akhlak Madzmumah, yaitu akhlak yang tercela, yang tidak baik. 70 Dengan

demikian akhlak mahmudah adalah akhlak yang baik, yang terpuji, yang sesuai

dengan ajaran islam atau akhlak yang tidak bertentangan dengan ajaran agama

Islam dan harus dianut serta dimiliki oleh setiap orang. Sedangkan akhlak

madzmumah adalah akhlak yang tidak baik dan tercela serta bertentangan dengan

ajaran agama Islam. Akhlak semacam ini merupakan akhlak yang harus di jauhi

dan dihindari oleh setiap orang. Adapun yang tergolong dalam akhlak mahmudah

adalah sebagai berikut:

69

70
Musthafa Kemal, Akhlak Sunnah, (Yogyakarta, Persatuan, 1990), hlm. 16
1. Setia (al-amanah)

2. Pemaaf (al-afwa)

3. Murah hati (as-shaku)

4. Tolong menolong (at-ta’awun)

5. Kasih saying (ar-rahman)

6. Malu (al-haya)71

Sedangkan Hussein Bahreisj, berpendapat bahwa yang termasuk dalam

akhlak yang baik atau akhlak mahmudah adalah, sanggup mengekang nafsu,

berbuat kebaikan dan meninggalkan kejahatan, bersifat benar dan jujur, menjauhi

kebohongan, berani dan teguh hati, adil dan bijaksana, bergaul dengan baik,

ramah, menepati janji, tidak mencari kesalahan lawan, tidak menghina, tidak

bermuka dua atau munafik, mendamaikan perselisihan, bersilaturahmi, cinta

kepada Allah dan Rasul-Nya.72

Selanjutnya Nasaruddin Rozak mengatakan akhlak terpuji ini adalah

merupakan pancaran dari sosok pribadi Rasul yaitu “Apa yang diserukan dan

diajarkannya selalu dicontohkan sendiri dan memancar dari pribadinya yang

luhur, perkataannya selalu sesuai dengan perbuatannya”.73

Dengan demikian jelaslah bahwa akhlak mahmudah dalam Islam adalah

akhlakul karimah Rasulullah Saw baik berupa perkataan, perbuatan maupun sifat-

sifat kepribadiannya yang luhur. Sedangkan yang tergolong akhlak madzmumah

adalah akhlak yang buruk yang harus dihindari dan dijauhi oleh setiap orang,

karena akhlak seperti ini disebut akhlak tercela. Adapun bentuk-bentuk akhlak

tercela atau madzmumah menurut M. Ali Hasan adalah sebagai berikut :


71
Hamzah Yacub, Etika Islam, (Bandung, Diponegoro, 1983), hlm. 11
72
Hussein Bahreisj, Ajaran-Ajaran Akhlak Imam Ghazali, (Surabaya, Al-dalas, 1981),
hlm. 120
73
Nasaruddin Rozak, Dienul Islam, (Bandung, Al-Ma’arif, 1982), hlm. 36.
1. Sombong

2. Dengki

3. Dendam

4. Mengadu domba

5. Mengumpat

6. Riya’

7. Khianat.74

Selanjutnya Zahara Maskanah dan Tayar Yusuf berpendapat bahwa akhlak

madzmumah antara lain :

1. As-Syahwat

2. Bohong

3. Namimah

4. Nifak

5. Bakhil

6. Takabbur.75

Berdasarkan pendapat tersebut di atas jelaslah bahwa akhlak madzmumah

adalah akhlak yang tercela yaitu semua perbuatan berupa tingkah laku, perangai,

tabiat yang buruk dan akhlak semacam ini harus dihindari dan dijauhi karena

akhlak buruk akan menyesatkan dan mencelakakan.

4. Akhlak dalam Al-Qur’an dan Hadist

Akhlak merupakan suatu tatanan hidup yang membedakan manusia

dengan makhluk lainnya, manusia tanpa akhlak akan kehilangan derajat

kemanusaiaanya sebagai makhluk Allah swt yang paling mulia, bahkan lebih jelek

74
Ibid, hlm. 10
75
Zahara Maskanah, dan Tayar Yusuf, Membina Ketentraman Batin Melalui Akhlak Etika
Agama, (Jakarta: tp, 1982), hlm. 90.
derajatnya daripada binatang.

Sebagai umat islam tentunya kita dituntut untuk memiliki dan

melaksanakan akhlak tauhid yang bersumber kepada al-Qur’an dan Hadist, bukan

kepada akhlak sekuler yang senantiasa melandaskan sikap hidup yang berorientasi

duniawi belaka.76

Akhlak merupakan suatu tatanan moral yang bersumber dari ajaran islam

yaitu al-Qur’an dan Hadist. Segala aspek akhlak dalam Islam selalu dijiwai oleh

ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan perintah untuk berakhlak baik ataupun

yang berkaitan larangan berakhlak buruk. Adapun salah satu ayat yang

menganjurkan kebajikan yaitu dalam QS al-Hajj/22:77


‫ِذ‬ ‫ٰٓي‬
‫َاُّيَه ا اَّل ْيَنِل ٰاَم ُنوا اْر َك ُعْو ا َو اْس ُج ُد ْو ا َو اْع ُبُد ْو ا َر َّبُك ْم َو اْفَعُلوا اَخْل َرْي‬
‫ۚ َلَعَّلُك ْم ُتْف ُح ْو َن‬
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, sembahlah
Tuhanmu, dan lakukanlah kebaikan agar kamu beruntung.77

Allah swt memerintahkan kepada oarng-orang yang beriman agar

melaksanakan shalat pada waktu yang telah ditentukan, lengkap dengan syarat dan

rukunnya, menghambahkan diri, bertobat kepada Allah swt, dan beribadah

kepadanya merupakan perwujudan dari keimanan dihati sanubari yang telah

merasakan kebesaran, kekuasaan dan keagungan Allah swt. Serta mengajarkan

perbuatan-perbuatan baik, seperti memperkuat hubungan silaturahmi kepada

sesama manusia (Hablumminannas), berbudi pekerti yang baik, hormat

menghormati, kasih mengasihi sesama manusia ,termasuk melaksanakan perintah

Allah swt (Hablumminallah), serta memperbaiki dan memperhatikan alam sekitar

(Hablumminalalam) dan jika dilaksanakan maka mereka akan berhasil dalam

76
Mulyadi, Masan Alfat, Aqidah Akhlak (Jakarta, PT Karya Toha Putra, 1997),h. 9.
77
kehidupan memperoleh kebahagiaan serta ketentraman hidup.

Dalam Alquran hanya diternukan kata khalaq dan tidak ditemukan kata

akhlak yang berbentuk jamak, adapun ayat yang di dalamnya terdapat khuluq

adalah ayat yang terdapat dalam Alquran surah al-Qalam ayat 4 sebagai berikut:
‫َو ِاَّنَك َلَعٰل ى ُخ ُلٍق َعِظ ْيٍم‬
Terjemahnya :
Sesungguhanya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang
agung.78

Ayat ini dinilai sebagai konsideran pengangkatan Nabi Muhammad

rnenjadi Rasul. Ini juga menjadi satu pujian yang paling tinggi yang tidak ada

taranya, diberikan Allah kepada Rasul-Nya Muhammad saw. Walaupun secara

fisik dan nalurinya sama dengan manusia biasa, tetapi dalam kepribadian dan

mentalnya bukanlah seperti manusia pada umumnya, karena Rasulullah diutus

oleh Allah untuk menjadi pemandu dan teladan bagi umat manusia seluruhnya.79

Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik, tugas yang

diemban Nabi ini merupakan kedudukan yang paling tinggi Rasulullah dalam hal

ini bersabda:
‫ِإَمَّنا ِعْث ُألِّمَت َك اِر اَأل الِق‬
‫ُب ُت َم َم َم ْخ‬
Artinya:
Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq yang baik.
(HR. Al-Baihaqi).80

Jika hadist di atas dicermati dengan baik, dapat dikatakan bahwa tujuan

mendasar diutusnya Nabi Muhammad saw berkaitan dengan akhlak. Adapun

hubungan antara akhlak dan pengutusan Nabi saw, setidaknya dapar dilihat pada

78
Depertemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemahannya, h 230.
79
M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an ditinjau dari Aspek Kebebasan, Isyarat Ilmiah,
dan Pemberitaan Gaib (Cet. VI;Bandung: Mizan, 1998, h. 68.
80
Imam Ahmad bin Hanbal. Sunan Ahmad, Kitab Sisa Musnad Shahabat yang Banyak
Meriwayatkan Hadis, Bab Musnad Abu Hurairah r.a, No. 8595.
surah al-Anbiya' ayat 107 berikut ini:
‫ِم‬ ‫ِا‬
‫َو َم ٓا َاْر َس ْلٰن َك اَّل َر َمْحًة ِّلْلٰعَل َنْي‬
Terjemahnya :
Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat
bagi seluruh alam.

Tampak ada pertautan yang kuat antara hadist dan pesan ayat di atas

bahwasanya tidak akan ada rahmat bagi seluruh alam kecuali dengan akhlak.

Namun, muncul sebuah pertanyaan yaitu bukankah ibadah lebih utama dibanding

akhlak? Ibadah memang penting akan tetapi tujuan utama setiap ibadah seperti

shalat, sedekah, puasa, haji dan sebagainya adalah untuk memperbaiki akhlak.

Jika tidak, maka seluruh aktivitas ibadah yang ia lakukan hanyalah sebatas prima

raga. Salah satu contoh yang terdapat didalam QS al-Ankabut/29:45


‫ُاْت َم ٓا ُاْو ِح ِاَلْي َك ِم َن اْلِكٰت ِب َو َاِقِم الَّص ٰل وَۗة ِاَّن الَّص ٰل وَة َتْنٰه ى َعِن اْلَف ْح َش ۤاِء َو اْلُم ْنَك ِر‬
‫َي‬ ‫ُل‬
‫َۗو َلِذْك ُر ال َاْك َبُر ۗ َو ال ُه َيْع َلُم َم ا َتْص َنُعْو َن‬
‫ّٰل‬ ‫ّٰلِه‬
Terjemahnya :
Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan
kepadamu dan tegakkanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan) keji dan mungkar. Sungguh, mengingat Allah (hsalat) itu lebih
besar (keutamaannya daripada ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan.81

Jika shalat seseorang itu belum mampu rnencegah darinya melakukan

perbuatan keji dan mungkar, rnaka shalatnya baru sebatas olah raga. Ia memang

telah shalat, tetapi shalatnya belurm bisa rnernperbaiki akhlaknya.

Sifat-sifat akhlak yang disebutkan pada beberapa ayat diatas yaitu

keimanan kepada Allah, memerintahkan kepada kebaikan (amar ma’ruf), dan

mencegah dari kemungkaran (nahi mungkar). Keimanan kepada Allah swt akan

mendorong manusia untuk melakukan ama-amal shaleh. Amar ma’ruf adalah

cinta kepada manusia. Sedangkan nahi mungkar adalah menanggulangi keburukan


81
dan menyempitkan jalan bagi tumbuhnya keburukan dan kejahatan itu. Ini semua

adalah puncak akhlak yang baik

Hal ini berarti, akhlak yang baik adalah sifat individu muslim yang

beriman dan beramal shaleh serta melakukan perbuatan yang baik. Alquran ketika

berbicara tentang akhlak yang baik, bertujuan agar hal itu dapat dijadikan teladan

dan perilaku yang tertanam dalam diri individu muslim terutama bagi peserta

didik. Dan ketika ia berbicara tentang akhlak yang buruk, maka itu ditujukan agar

individu muslim rnenjauhkan dirinya dari akhlak itu, dan memberikan peringatan

kepada manusia agar tidak terperosok kedalam hal yang tidak baik.

Akhlak manusia hanya dapat dijamin keluhurannya jika di dalam hatinya

terdapat keimanan dan rasa takwa kepada Allah swt, dan suatu generasi hanya

dapat dijamin kejayaannya jika di dalam jiwa mereka terpencar budi yang luhur. 82

5. Tujuan Penanaman Akhlakul Karimah

Penanaman nilai-nilai akhlakul karimah mengacu pada Pasal 3 Undang-

Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, bahwa: Pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokrasi serta

bertanggung jawab (UURI No. 20 Th. 2003 Pasal 3).83

Dengan melihat tujuan dari pendidikan nasional yang telah ditetapkan

pemerintah sudah jelas bahwa perbaikan akhlakul karimah merupakan tujuan dari
82
Ali Abd Halim Mahmud, Fiqh al-Mas’uliyyah fi al-Islam, diterjemahkan oleh Abdul
Hayyie al-Kattani dengan judul Fikih Responsibilitas Tanggung Jawab Muslim dalam Islam (Cet.
1; Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h. 89.
83
Sutarjo Susilo, Pembelajaran Nilai-Nilai Karakter, (Jakarta:Rajawali Press, 2012), h. 76.
diadakannya pendidikan agar terjadi perubahan sikap yang positif pada generasi

muda yang akan datang agar memiliki akhlaq atau tingkah laku yang lebih baik.

Tujuan penanaman nilai-nilai akhlakul karimah tidak lain adalah sebagai

pelengkap ibadah. Melihat dari segi tujuan akhir setiap ibadah adalah pembinaan

taqwa. Ini berarti menjauhi perbuatan-perbuatan jahat dan senantiasa melakukan

perbuatan-perbuatan baik (akhlakul karimah).

Maka dari itu seseorang yang melaksanakan ibadah kepada Allah dengan

sungguh-sungguh niscaya akan memiliki akhlakul karimah atau nilai-nilai

perbuatan yang positif karena dengan mengingat Allah, maka seseorang akan

meyakini bahwa setiap perbuatan yang dilakukannya akan dimintai

pertanggungjawabannya sehingga ketika akan melakukan perbuatan buruk, ia

akan berpikir panjang apakah sudah siap untuk menanggung akibat dari

perbuatannya tersebut. Ridho Allah Swt akan didapatkan bagi seseorang yang

senantiasa dapat menjaga perbuatannya dari segala sesuatu yang dilarang oleh

Allah agar mendapatkan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat

kelak.

6. Manfaat Akhlakul Karimah

Islam menginginkan suatu masyarakat yang berakhlak mulia, akhlak mulia

ini demikian ditekankan karena disamping akan membawa kebahagian bagi

individu, juga sekaligus membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya.

Dengan kata lain, bahwa akhlak utama yang ditampilkan seseorang, manfaatnya

adalah untuk orang yang bersangkutan.84 Sebagaimana firman Allah swt didalam

QS an-Nahl/19:97.

84
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf Dan Karakter Mulia (Jakarta: Rajawali Press, 2017),
H.147.
‫ًۚة‬ ‫ِي‬ ‫ِم‬ ‫ِم‬
‫َمْن َع َل َص اًحِلا ِّم ْن َذَك ٍر َاْو ُاْنٰثى َو ُه َو ُم ْؤ ٌن َفَلُنْح َيَّنهٗ َح ٰي وًة َطِّيَب َو َلَنْج ِز َيَّنُه ْم َاْج َر ُه ْم‬
‫ِبَاْح َس ِن َم ا َك اُنْو ا َيْع َم ُلْو َن‬
Terjemahnya :
Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan,
sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala
yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan.85

Ayat di atas dengan jelas menggambarkan keuntungan atau manfaat dari

ahklak yang mulia, yang dalam hal ini jika kita beriman dan beramal saleh.

Mereka itu akan memperoleh kehidupan yang baik, mendapatkan rezeki yang

berlimpah ruah, mendapatkan pahala yang berlipat ganda di akhirat dengan

masuknya kedalam surga. Hal ini menggambarkan bahwa manfaat dari akhlak

mulia itu adalah keberuntungan hidup baik di dunia dan akhirat. Menurut

M.Qurais Shihab, Janji-janji Allah yang demikian itu pasti akan terjadi karena ia

merupakan sunnatullah sama kedudukanya dengan sunnatullah yang bersifat

alamiah, asalkan hal tersebut ditempuh dengan cara-cara yang tepat dan benar.

Ini hanya masih sebagian kecil daripada manfaat atau keberuntungan yang

dihasilkan sebagai akibat dari akhlak mulia yang dikerjakan. Tentunya masih

banyak lagi keberuntungan dari akhlak mulia itu yang tidak disebutkan disini,

namun, dengan menyebutkan itu saja, rasanya sudah cukup untuk mendukung

pertanyaan di atas, bahwa akhlak yang mulia itu akan membawa keberuntungan.

Ini hukum tuhan yang pasti terjadi yang sangat efektif dengan hukum tuhan yang

lainnya. Banyak bukti yang dapat dikemukakan dan dijumpai dalam kenyataan

sosial bahwa orang yang berakhlak mulia itu semakin beruntung. Orang yang baik

akhlaknya pasti disukai oleh masyarakat, kesulitan dan penderitaannya akan

dibantu untuk dipecahkan, walaupun ia tidak mengharapkannya. Peluang

85
Al-Qur’an dan terjemah, (Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015), h.87.
278.
kepercyaan dan kesempatan datang silih berganti kepadanya. Kenyataan juga

menunjukan bahwa orang yang banyak memberikan sedekah tidak menjamin

dirinya menjadi miskin atau sengsara, tetapi malah berlimpah ruah hartanya.

Sebaliknya jika akhlak yang mulia itu telah sirna, dan berganti dengan

akhlak yang tercela, maka kehancuran pun akan segera datang menghadangnya.

Ini pasti, sudah terlalu banyak contoh dapat ditemukan, penyair Ahmad syauqi

Bey pernah mengatakan Ada sebuah hadist bahwa: Selama umat itu akhlaknya

baik ia akan tetap eksis dan jika akhlaknya sirna, maka bangga itu pun akan

binasa.

C. Akhlakul Karimah bagi Peserta Didik

1. Tahap-Tahap Penanaman Nilai-Nilai Akhlakul Karimah

Akhlakul karimah dengan karakter memiliki makna yang sama yaitu

perbuatan atau tingkah laku yang baik. Proses penanaman nilai-nilai akhlakul

karimah terdapat beberapa tahap. Dalam pandangan Islam, tahapan penanaman

nilai-nilai akhlakul karimah dimulai sejak sedini mungkin. Tahap-tahap

penanaman nilai-nilai akhlakul karimah pada anak dalam pandangan Islam adalah

sebagai berikut:

a. Tauhid (0-2 tahun). Nabi memerintahkan untuk mengajarkan kalimat la ilaha

illallah kepada setiap anak yang baru bisa mengucapkan kata-kata sebanyak

tujuh kali, sehingga kalimat tauhid ini menjadi ucapan mereka yang pertama

kali dikenalnya.

b. Adab (5-6 tahun). Pada fase ini peserta didik diajarkan nilai-nilai akhlakul

karimah adab tentang: jujur, mengenal mana benar atau salah, mengenal yang

baik atau buruk,mengenal mana yang diperintah atau yang dilarang.

c. Tanggung jawab (7-8 tahun). Perintah agar anak di usia tujuh tahun untuk

menjalankan shalat, itu menunjukkan bahwa anak mulai dididik untuk


bertanggung jawab. Anak dimulai diminta untuk membina dirinya sendiri,

memenuhi kebutuhan, kewajiban diri sendiri.

d. Peduli (9-10 tahun). Pada fase ini anak diajarkan tentang nilai karakter yang

berkaitan dengan, menghargai orang lain, menghormati orang lain,

bekerjasama, tolong menolong dan saling membantu.

e. Kemandirian (11-12 tahun). Mandiri ditandai dalam kesiapan menerima

resiko sebagai konsekuensi tidak menaati aturan. Anak telah mampu

menerapkan terhadap hal-hal yang menjadi perintah atau yang menjadi

larangan.

f. Bermasyarakat (13 tahun ke atas). Anak telah siap bergaul di masyarakat

dengan berbekal pengalaman yang dilalui sebelumnya, anak akan mampu

melakukan adaptasi dengan masyarakat.86

Penting untuk diingat bahwa penanaman nilai-nilai akhlakul karimah

bukanlah proses yang selesai dalam waktu singkat, tetapi berlangsung sepanjang

kehidupan. Ini adalah investasi jangka panjang dalam membentuk karakter dan

moral peserta didik sehingga mereka dapat menjadi individu yang beretika dan

bermoral.

2. Metode Penanaman Nilai-Nilai Akhlakul Karimah

Metode penanaman nilai-nilai akhlakul karimah atau yang sering disebut

dengan metode mengajar akhlak adalah suatu cara menyampaikan materi

pendidikan akhlak dari seorang guru kepada peserta didik dengan memilih satu

atau beberapa metode mengajar sesuai dengan topik pokok bahasan. penulis

berkesimpulan bahwa untuk mengajarkan akhlak pada peserta didik atau kepada

anak, seorang pendidik atau orang tua membutuhkan satu atau beberapa metode

yang bisa digunakan agar peserta didik memiliki watak atau berperilaku sesuai

86
Ibid, h.23.
dengan apa yang diajarkan atau diharapkan oleh semua pendidik, yaitu memiliki

akhlakul karimah sehingga dimanapun mereka tinggal dapat memberikan manfaat

kepada dirinya sendiri maupun orang lain yang ada di sekitarnya.

Beberapa metode pendidikan menurut Abdurrahman An-Nahlawi

sebagaimana dikutip oleh Heri Gunawan yang dapat dijadikan referensi dalam

penanaman nilai-nilai akhlakul karimah diantaranya yaitu:

a. Metode Uswah atau Keteladanan, keteladanan merupakan metode yang lebih

efektif dan efisien, karena siswa pada umumnya cenderung meniru gurunya.

Metode ini sangat efektif untuk menanamkan nilai-nilai akhlak, disini guru

menjadi panutan utama bagi murid-muridnya dalam segala hal. Misalnya kasih

sayang, senyum ceria, lemah lembut dalam berbicara, disiplin beribadah, dan

tentunya bertingkah laku yang baik. Metode ini sangat efektif untuk diterapkan

dalam menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah pada diri peserta didik karena

tanpa guru yang memberi contoh, tujuan pengajaran akan sulit tercapai.

b. Metode Hiwar atau Percakapan, adalah percakapan yang silih berganti antara

dua pihak atau lebih melalui tanya jawab mengenai satu topik, dan dengan

sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang di kehendaki.

c. Metode Qishah atau Cerita, dalam penanaman nilai-nilai akhlakul karimah di

sekolah, kisah sebagai metode pendukung pelaksanaan penanaman nilai-nilai

akhlakul karimah yang sangat penting, karena dalam kisah-kisah itu terdapat

keteladanan atau edukasi.

d. Metode Amtsal atau Perumpanaan, cara penggunaan metode ini yaitu dengan

ceramah atau membaca teks.

e. Metode Pembiasaan, adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-

ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Metode pembiasaan berintikan

pengalaman karena yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan.


f. Metode ‘Ibrah atau Mau’idah,’ibrah berarti suatu kondisi psikis yang

menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, dihadapi

dengan nalar dan menyebabkan hati mengakuinya. Mau’idah adalah nasehat

yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau

ancaman dari segala sesuatu yang akan dikerjakan.

g. Metode Targhib dan Tarhib atau Janji atau Ancaman, Targhib adalah janji

terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai dengan bujukan.

Sedangkan Tarhib adalah ancaman karena dosa yang dilakukan. Metode ini

bertujuan agar orang mematuhi peraturan Allah.87

Terkait dengan metode penanaman akhlakul karimah ini, menurut penulis

yang paling efektif dan efisien adalah metode keteladanan karena menurut penulis

Rasulullah Saw itu sendiri juga ketika mengajarkan sesuatu yang baik kepada para

sahabatnya, beliau memberikan contoh atau melaksanakannya sehingga tidak

terkesan “Is’al” menurut istilah orang Bugis yang artinya hanya memberikan

perintah saja tetapi ia tidak ikut melaksanakan perintah yang telah disampaikan

kepada orang lain. Selain itu, metode pembiasaan juga efektif untuk dilaksanakan

oleh peserta didik, karena dengan adanya pembiasaan positif sejak dini dapat

memberikan bekal atau pembiasaan yang baik pula ke depannya.

Abdul Majid menawarkan metode penanaman nilai-nilai akhlakul karimah

dengan model Tadzkirah (dibaca Tadzkiroh). Tadzkirah mempunyai makna yaitu:

1) T: tunjukan teladan

2) A: arahkan atau berikan bimbingan

3) D: dorongan dengan berikan motivasi

87
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta,
2012), h. 88.
4) Z: zakiyah yaitu bersih dengan tanamkan hati yang tulus

5) K: kontinuitas yaitu pembiasaan untuk belajar, berbuat, bersikap

6) I: ingatkan jika berbuat kesalahan

7) R: repitisi atau pengulangan

8) A: (O) yaitu organisasikan

9) H: hati, sentuhlah dengan hati.88

Dari beberapa beberapa metode penanaman nilai-nilai akhlakul karimah di

atas, penulis menyimpulkan bahwa metode yang paling efektif adalah metode

keteladanan yaitu dimana guru menjadi contoh atau model bagi para peserta

didiknya.

3. Metode Pengajaran Akhlak Nabi Muhammad Saw

Metode berasal dari Yunani yaitu metodhos yang dalam bahasa Inggris

ditulis metod yang berarti cara atau jalan. 89 Adapun metode pengajaran dari

Rasulullah diantaranya:

a. Pembiasaan

Pembiasaan merupakan proses penanaman kebiasaan, yang dimaksud

dengan kebiasaan ialah cara-cara atau perbuatan yang hampir-hampir tidak

disadari oleh pelakunya. Pembentukan kebiasaan terbentuk melalui pengulangan

dan memperoleh bentuknya yang tetap apabila disertai dengan kepuasaan. Anak

yang sering mendengar orangtuanya menyuruhnya untuk shalat itu suatu saat akan

mendorong tumbuhnya jiwa keagamaan pada anak tersebut.90

88
Abdul Majid, dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Presfektif Islam, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012) h.116.
89
Dja’far As-Shiddiq, Op.Cit. hlm. 128
90
Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm.
178- 184.
Sabda Rasullah Saw sehubungan dengan metode pembiasaan sebagai

berikut:

‫ُمُر وا َأْو اَل َدُك ْم ِبالَّصاَل ِة َو ُه ْم َأْبَناُء َس ْبِع ِس ِنَني َو اْض ِر ُبوُه ْم َعَلْيَه ا َو ُه ْم َأْبَن اُء َعْش ٍر َو َفِّرُقوا‬
‫َبْيَنُه ْم يِف اْلَم َض اِج ِع‬
Artinya:
Suruhlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka
berumur tujuh tahun dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika
mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.
(H.R. Abu Daud).91

b. Keteladanan

Pendidik dengan teladan berarti pendidikan dengan memberi contoh, baik

berupa tingkah laku, sifat, cara berpikir dan sebagainya. Banyak ahli pendidikan

yang berpendapat bahwa pendidikan dengan teladan merupakan metode yang

paling berhasil.92 Firman Allah swt. Dalam QS al-Ahzab/33:21


‫ّٰل‬ ‫ِخ‬ ‫ّٰل‬ ‫ِل ّٰلِه‬
‫َلَقْد َك اَن َلُك ْم ْيِف َرُسْو ال ُاْس َو ٌة َح َس َنٌة ِّلَمْن َك اَن َيْر ُج وا ال َه َو اْلَيْو َم اٰاْل َر َو َذَك َر ال َه‬
‫َك ِث ۗا‬
‫ْيًر‬
Terjemahnya :
Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik
bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.93
c. Memberi Nasehat

‫ِاَّن الّٰل َه ِنِعَّم ا َيِعُظُك ْم ِبه‬


Terjemahnya :
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baknya kepadamu
(Q.S Al-Nisa 4: 58).94

91
Ibnu Qayyim, Awn Al-Ma’bud Syarh, Sunnah Abi Daud Jilid II (Jakarta: Pustaka Setia,
1995), hlm. 103.
92
Hery Noer Ali, Op.Cit, hlm. 178.
93
Departemen Agama RI, Tim Penyelenggara Penterjemah Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an
dan Terjemahnya (Semarang: Asy-Syifa, 2000), hlm. 336.
94
Departemen Agama RI, Tim Penyelenggara Penterjemah Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an
dan Terjemahnya (Semarang: Asy-Syifa, 2000), hlm. 69.
Memberi nasehat merupakan salah satu metode yang penting dalam

pendidikan Islam. Dengan metode ini pendidik dapat menanamkan pengaruh yang

baik ke dalam jiwa peserta didik melalui pintunya yang tepat, bahkan dengan

metode ini pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk mengarahkan

peserta didik kepada berbagai kebaikan dan kemaslahatan serta kemajuan

masyarakat dan umat.95

d. Bersikap Adil dan tidak Pilih Kasih

Ketidakadilan dan sikap pilih kasih orangtua terhadap anak-anak akan

menimbulkan rasa kecemburuan dan kedengkian dalam jiwa anak karena merasa

dirinya disisihkan. Perasaan itulah yang timbul pada diri saudara-saudara Nabi

Yusuf.

Akibatnya mereka bekerja sama untuk mencelakai Nabi Yusuf bahkan

merencanakan untuk membunuhnya. Oleh karena itulah Rasulullah Saw telah

menerangkan bagaimana cara memperlakukan anak dengan baik dan membuat

mereka agar menaati orangtua. Yakni dengan perlakuan adil dan tidak pilih

kasih.96 Firman Allah swt didalam QS Yusuf/12:8.


‫ِاْذ َقاُلْو ا َلُيْو ُس ُف َو َاُخ ْو ُه َاَح ُّب ِآٰلى َاِبْيَنا ِم َّنا َو ْحَنُن ُعْص َبٌةۗ ِاَّن َاَباَنا َلِف ْي َض ٰل ٍل ُّم ِبْي‬
Terjemahnya:
Tatkala mereka berkata, sungguh Yusuf dan saudara-saudaranya lebih
dicintai oleh ayah ketimbang kita. Padahal kita satu keluarga.
Sesungguhnya ayah kita dalam kesesatan yang nyata.
Firman Allah swt didalam QS Yusuf/12:9.

‫ِلِح‬ ‫ِم ِد‬


‫اْقُتُلْو ا ُيْو ُس َف َاِو اْطَر ُحْو ُه َاْر ًض ا ْخَّيُل َلُك ْم َو ْجُه َاِبْيُك ْم َو َتُك ْو ُنْو ا ْۢن َبْع هٖ َقْو ًم ا ٰص َنْي‬
Terjemahnya:
Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian Ayahmu
tertimpah kepadamu saja dan setelah itu (bertobatlah sehingga) kamu akan
95
Ibid, hlm. 191-192.
96
Muhammad Ibnu Abdullah Hafidh, Cara Nabi Mendidik Anak (Jakarta: Al-Istihom
Cahaya Ummat, 2004), hlm. 61.
menjadi kaum yang saleh.97
e. Tidak Banyak Mencela dan Memaki

Rasulullah tidak suka mencela dan mencaci kelakuan anak-anak,

sebagaimana kesaksian Ibnu Abbas, selama sepuluh tahun melayani Rasulullah.

Beliau tidak pernah mencelanya, tidak pernah mempersoalkan apakah Ibnu Abbas

mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya.

Cara yang digunakan Rasulullah dalam membina anak tidak dengan

menggunakan cacian, ternyata mampu menanamkan kepekaan dan rasa malu

dalam diri anak. Dengan itu mengajarkan pula kepada orangtua agar menghindari

cara cacian terhadap anak dan kebiasaan suka membuka aib mereka di depan

umum. Sebuah atsar menyatakan anak itu bagaikan panah, sedangkan orangtua

adalah busurnya yakni, bila orangtua suka mencela dan mengabaikan diri

anaknya, sesungguhnya itu seperti mengabaikan dirinya sendiri.

4. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Akhlak

Ada beberapa aspek yang mempengaruhi akhlak, yaitu:

1. Insting (naluri)

Menurut James, insting ialah suatu sifat yang menyampaikan pada tujuan

dan cara berfikir.98 Insting merupakan kemampuan yang melekat sejak lahir dan

dibimbing oleh naluriahnya. Para psikolog menjelaskan bahwa insting berfungsi

sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku. Segenap

naluri insting manusia merupakan paket intern dengan kehidupan manusia yang

secara fitrah sudah ada tanpa perlu dipelajari lebih dahulu. Dengan potensi naluri

tersebut manusia dapat menghasilkan aneka corak perilaku yang sesuai dengan

corak instingnya.
97
Departemen Agama RI, Tim Penyelenggara Penterjemah Penafsir Al-Qur’an, Al-
Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Asy-Syifa, 2000), hlm. 188.
98
Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak. (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm.13.
2. Adat atau Kebiasaan

Adat atau kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang

dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi

kebiasaan. Perbuatan yang telah menjadi adatkebiasaan tidak cukup hanya

diulang-ulang saja tetapi harus disertai kesukaan dan kecenderungan hati

terhadapnya.

3. Wirotsah (keturunan)

Secara istilah wirotsah adalah berpindahnya sifat-sifat tertentu dari pokok

(orang tua) kepada cabang (anak keturunan).99 Wirotsah juga dapat dikatakan

sebagai faktor pembawaan dari dalam diri yang berbentuk kecenderungan, bakat,

akal dan lain-lain. Sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan dari sifat-sifat asasi

orang tua. Terkadang anak mewarisi sebagian besar dari salah satu sifat orang

tuanya. Meskipun keturunan tidak berperan mutlak akan tetapi keturunan tersebut

bisa menjadikan seseorang untuk beraktual mazmumah maupun mahmudah.

4. Lingkungan

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap pembentukan akhlak seseorang,

baik itu lingkungan keluarga,sekolah maupun masyrakat. Lingkungan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan akhlak individu. Akhlak adalah

seperangkat nilai, etika, moral, dan perilaku yang membentuk karakter seseorang.

Lingkungan tempat seseorang dibesarkan, tinggal, dan berinteraksi memiliki

dampak yang mendalam pada perkembangan dan pemahaman akhlak. Jika

lingkungan tempat ia tinggal bersikap baik maka anak pun akan cenderung

bersikap baik. Sebaliknya jika lingkungannya buruk maka anak akan cenderung

bersikap buruk.

5. Al-Qiyam
99
H. Miswar, Akhlak Tasawuf, (Bandung, Citapustaka Media Perintis, 2013) hal. 25
Al Qiyam adalah adalah nilai-nilai islam yang telah dipelajari selama

seseorang hidup. aspek ini sangat mempengaruhi terbentuknya akhlak mulia

dalam diri seseorang. Pedoman akhlak atau akhlak Islam adalah Al-Quran dan

Hadist. Melalui pemahaman tentang nilai-nilai keislaman yang terdapat dalam Al

Qur’an dan Hadist, seseorang bisa mengamalkan nilai-nilai tersebut. Sehingga

tanpa disadari nilai-nilai tersebut menyatu dalam kepribadiannya dan terbentuklah

akhlak mulia.

Islam sangat memperhatikan pembinaan akhlak, sehingga di dalam Islam

pembinaan jiwa harus didahulukan dari pada pembinaan fisik, karena dari jiwa

yang baik akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik, yang akan mempermudah

untuk menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia,

lahir dan batin.100

100
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf ,( Jakarta,: Raja Grafindo Persada, 2013) hal. 158

Anda mungkin juga menyukai