Anda di halaman 1dari 29

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Eksistensi Guru Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Eksistensi Guru Pendidikan Agama Islam

Berbicara eksistensi tentunya berasal dari bahasa Inggris yaitu

extience, dari bahasa latin existere yang berarti muncul, ada, timbul, memilih

keberadaan aktual. dari kata eks berarti keluar dan sistem yang berarti muncul

atau timbul.1 Dalam Kamus Bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa eksistensi

artinya keberadaan.2 Sedangkan Menurut Sjafirah dan Prasanti, dalam

Muchmad Suradji, mengartikan eksistesi sebagai keberadaan. Dimana

keberadaan yang dimaksud adalah adanya pengaruh atas ada atau tidak

adanya kita. Eksistensi ini perlu diberikan orang lain kepada kita karena

dengan adanya respon dari orang di sekeliling kita ini membuktikan bahwa

keberadaan atau kita diakui.3

Dari penjelasan diatas, eksistensi memiliki pengertian yang sangat

luas cakupannya. Namun, yang dimaksud oleh peneliti dalam hal ini adalah

eksistensi guru yang diartikan sebagai suatu kedaan atau keberadaanya sangat

dibutuhkan dalam dunia pendidikan sebagai guru pendidikan agama Islam

yang dalam hal ini membentuk karakter siswa berdasarkan nilai-nilai

pendidikan Islam itu sendiri.

1
Muchamad Suradji, Romelah dan Moh. Nur Hakim, “Eksistensi Muhammadiyah di
Tengah Tantangan Zaman,” h. 33.
2
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa,
2008), h. 379.
3
Muchamad Suradji, Romelah dan Moh. Nur Hakim, “Eksistensi Muhammadiyah di
Tengah Tantangan Zaman,” h, 33.

8
Pengertian guru menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005

tentang Guru dan Dosen, yakni sebagaimana tercantum dalam Bab I

Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1), bahwa guru adalah pendidik profesional

dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan dasar dan

menengah.

Menurut PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan, pada pasal 28, pendidik adalah agen pembelajaran yang harus

memiliki empat jenis kompetensi, yakni; kompetensi pedagogik, profesional,

sosial, dan kepribadian. Dalam konteks ini maka kompetensi guru dapat

diartikan sebagai kedaulatan pengetahuan, kemampuan, dan sikap yang

diwujdukan dalam bentuk perangkat tindak cerdas dan penuh tanggung

jawab, yang dimiliki guru untuk memangku jabatan guru sebagi profesi.4

Lebih lanjut terkait dengan pendidikan agama Islam merupakan salah

satu pilar pendidikan karakter yang paling utama. Pendidikan karakter akan

tumbuh dengan baik jika dimulai dari tertanamnya jiwa keberagamaan pada

anak, oleh karena itu materi pendidikan agama Islam di sekolah menjadi salah

satu penunjang pembentukan karakter peserta didik. Konsep pendidikan

karakter sebenarnya telah ada pada zaman rasulullah SAW. Hal ini terbukti

dari perintah Allah bahwa tugas pertama dan utama Rasulullah adalah sebagai

penyempurna akhlak bagi umatnya. Pembahasan substansi makna dari

4
Rina Febriana, Kompetensi Guru, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2019), h. 8.

9
karakter sama dengan konsep akhlak dalam Islam, keduanya membahas

tentang perbuatan prilaku manusia.5

Dalam memamamhi pendidikan agama Islam secara komprehensi.

Untuk itu, Ki Hajar Dewantara dalam memaknai pendidikan adalah sebagai

proses pemberian tuntutan untuk mengembangkan potensi peserta didik.

Tuntutan tersebut tergambar bahwa tujuan pendidikan mengarah pada

pendampingan dalam proses penyempurnaan ketertiban tingkah laku.

Penegakan peraturan berkesinambungan dari pembiasaan yang membekankan

siswa untuk berproses terlebih dahulu, sehingga terbiasa yang kemudian

segala bentuk aturan dapat dilaksanakan dan dipatuhi.6

Konsep pendidikan dalam Islam adalah membimbing seseorang

dengan memperhatikan segala potensi paedagogik yang dimilikinya, melalui

tahapan-tahapan yang sesuai, untuk didik jiwanya, akhlaknya, akalnya,

fisiknya, agamanya, rasa sosial politiknya, ekonominya, keindahannya, dan

semangat jihadnya. Hal ini memunculkan konsep pendidikan akhlak yang

komprehensif, dimana tuntutan hakiki dari kehidupan manusia yang

sebenarnya adalah keseimbangan hubungan antara manusia dengan

Tuhannya, hubungan manusia dengan sesamanya serta hubungan manusia

dengan lingkungan disekitarnya.7

5
Nimim Ali, “Peran Guru Dalam Pembentukan Karakter Siswa Melalui Pendidikan
Agama Islam,” Jurnal Pendidikan Islam Al-Ilmi 5, no. 1 (2022): 54, https://doi.org/10.32529/al-
ilmi.v5i1.1680., h. 58
6
Mohamad Nasich Jauhari, “Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk
Karakter Peserta Didik Yang Religius,” Jurnnal Paradigma, Volume 14, Nomor 1, November
2022, h. 108.
7
Nimim Ali, “Peran Guru Dalam Pembentukan Karakter Siswa Melalui Pendidikan
Agama Islam,” h. 59.

10
Khusus dalam pendidikan agama Islam, sudah menjadi tuntutan bagi

guru untuk membentuk karakter peserta didik menjadi bernilai dan bermoral.

Salah satunya menumbuhkan nilai-nilai positif dalam diri mereka. Namun

tidak dipungkiri dalam membentuk karakter tidaklah semudah membalikkan

tangan. Semua pihak harus mendukung baik orang tua, Guru, dan lingkungan.

Semua pihak harus ikut dalam membangun dan membentuk karakter peserta

didik. Tidak dengan waktu yang singkat tapi dengan waktu yang panjang dan

ketlatenan. Pendidikan agama Islam merupakan salah satu alternative dalam

pembentukan karakter siswa.8

Sehingga oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan agama

Islam adalah pendidikan untuk menyiapkan siswa untuk meyakini,

memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam untuk membentuk

kualitas pribadi dan kualitas sosial sehingga menghasilkan prestasi rohani

iman dan religius di dalam diri peserta didik.

2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam

a. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan dalam Kamus Bahasa Indonesia Online diartikan sebagai

arahan atau mengarahkan.9 Dengan demikian maka pendidikan yang

dirancang sebagai alat untuk mendewasakan peserta didik harus berorientasi

kepada tujuan yang jelas, apa yang hendak dicapai. Tujuan pendidikan

8
Mohamad Nasich Jauhari, Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Karakter
Peserta Didik Yang Religius, Jurnnal Paradigma, Volume 14, Nomor 1, November 2022, h. 92.
9
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus Versi Online/Daring (Dalam
Jaringan), https://www.kbbi.web.id/arah, di Download Pada Tanggaln 06 Juni 2023, Pukul 11:22
Wit.

11
merupakan salah satu dari komponen pendidikan, oleh karena itu harus

dirumuskan terlebih dahulu sebelum merumuskan komponen-komponen yang

lain. Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, dan

mengarahkan usaha yang akan dilalui. Disamping itu, tujuan juga dapat

membatasi obyek yang lain, agar usaha atau kegiatan dapat terfokus pada apa

yang dicita-citakan.10

Pada dasarnya manusia itu dilahirkan dalam keadaan suci. Kesucian

itu dikenal dengan istilah “fitrah”. Fitrah itu menjadikan diri manusia

memiliki sifat dasar kesucian, yang kemudian harus dinyatakan dalam sikap

yang suci pula kepada sesamanya. Sifat dasar kesucian itu biasanya dikenal

dengan istilah “hanifiyah”. Karena manusia memiliki sifat dasar hanifiyah

maka iya memiliki dorongan naluri ke arah kebaikan dan kebenaran atau

kesucian. Pusat dorongan hanifiyah itu terdapat dalam dirinya yang paling

mendalam dan paling murni, yang kemudian disebut istilah “hati nurani”

artinya bersifat nur atau cahaya. Oleh sebab itu, jika ada orang yang berbuat

jahat atau menipu orang lain atau sesama saudaranya sendiri maka ia sering

disebut dengan istilah “tidak punya hati nurani”. 11 Hal ini memiliki implikasi

dalam tujuan pendidikan agama Islam.

Dalam ayat Al-Qur’an dikatakan bahwa, Allah Swt, berfirman :

ۚ ‫َف َأِقْم َو ْج َه َك ِل لِّد ي ِن َح ِن ي ًف اۚ ِف ْط َر َت ال َّل ِه ا َّلِت ي َفَط َر ال َّن ا َس َع َل ْي َه اۚ اَل َتْب ِد ي َل ِل َخ ْل ِق ال َّل ِه‬

‫َٰذ ِل َك الِّد يُن ا ْل َق ِّي ُم َو َٰل ِك َّن َأ ْك َث َر ال َّن ا ِس اَل َي ْع َل ُم وَن‬

10
Imam Syafe’, “Tujuan Pendidikan Islam,” Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam,
Volume 6, November 2015, h. 152.
11
Mohamad Nasich Jauhari, “Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk
Karakter Peserta Didik Yang Religius”, h.102.

12
Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agam
(Allah), tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (Qs. Al-Rum : 30).12

Tujuan Pendidikan Agama Islam membina kesadaran atas diri

manusia untuk beragama yang mampu melaksanakan ajaran Islam dengan

baik dan sempurna, dengan cara berjiwa tauhid, bertaqwa kepada Allah Swt,

rajin beribadah dan beramal shaleh, selalu berusaha menjadi ulil albab.13

Dalam pandangan pendidikan agama Islam memiliki tujuan utamanya

adalah membangun karakter atau etika peserta didik mulai dari hal yang kecil,

yaitu dalam kehidupan berkeluarga sampai kehidupan berbangsa dan

bermasyarakat. Setiap hari tidak terbatas pada kebijakan hukum, tetapi karena

sopan santun, menghormati orang lain, digunakan secara setara dalam

kehidupan sosial. Nilai-nilai keislaman tidak dapat ditemukan pada

masyarakat yang berlandaskan akhlak sebelum pendidikan agama Islam,

karena budaya atau perilaku sangat erat kaitannya dengan agama, sehingga

dapat dimantapkan dalam bentuk pujian. Agama sebagai sumber pendidikan

dapat menguatkan kehidupan masyarakat untuk memenuhi apa yang

diperintahkan oleh Islam dan menghindari apa yang dilarang dalam Islam.

Agar kita dapat memutuskan untuk berbuat baik dan terpuji maka pendidikan

harus dilandasi oleh agama, karena tidak dapat dipungkiri bahwa kejelasan

hal-hal yang mengandung, ajaran, dan nilai-nilai dalam agama yang

12
Kementrian Agama Republik Indonesia, Mushaf An-Nur Al-Qur’anul Karim Tafsir
Perkata, Tajwid Warna Tajwid Angka Arab dan Transliterasi, Jakarta Timur: Maktabah Al-Fatih.
13
Siti Shofiyah, “Urgensi Pendidikan Agama Islam di Era Society,” Jurnal Emanasi,
Jurnal Ilmu Keislaman dan Sosial (Vol 5, No. 2, Oktober 2022), h. 15.

13
memampukan manusia untuk mencapai perilaku yang baik dalam kehidupan

sehari-hari.14

Di samping tujuan-tujuan tersebut, ada sepuluh macam tujuan

khas/khusus dalam pendidikan agama Islam, yaitu:

1. Memperkenalkan kepada peserta didik tentang aqidah Islam, dasar-dasar

agama, tatacara beribadat dengan benar yang bersumber dari syari’at

Islam;

2. Menumbuhkan kesadaran yang benar kepada peserta didik terhadap agama

termasuk prinsip-prinsiup dan dasar-dasar akhlak yang mulia;

3. Menanamkan keimanan kepada Allah, pencipta lam, malaikat, rasul, dan

kitab- kitabnya;

4. Menumbuhkan minat peserta didik untuk menambah ilmu pengetahuan

tentang adab, pengetahuan keagamaan, dan hukum-hukum Islam dan

upaya untuk mengamalkan dengan penuh suka rela;

5. Menanamkan rasa cinta dan penghargaan kepada Al-Qur`an; membaca,

memahami, dan mengamalkannya;

6. Menumbuhkan rasa bangga terhadap sejarah dan kebudayaan Islam;

7. Menumbuhkan rasa rela, optimis, percaya diri, dan bertanggung jawab;

8. Mendidik naluri, motivasi, dan keinginan generasi muda dan

membentenginya dengan aqidah dan nilai-nilai kesopanan.15

14
Jaelani, 2022, Dalam Alya Cahyani, Siti Masyithoh, “Kontribusi Pendidikan Agama
Islam Dalam Membentuk Karakter Siswa Sekolah Dasar di Era Revolusi Industri 4.0,” Al-Rabwah
: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol. 17, No. 01, Mei 2023, h. 62.
15
Imam Syafe’i, “Tujuan Pendidikan Islam,” h. 157.

14
Jelaslah bahwa dalam proses kependidikan yang dikehendaki oleh

Islam untuk mencapai sasaran dan tujuan akhir, nilai-nilai islami akan

mendasari dan lebih lanjut akan membentuk corak kepribadian anak didik

pada dewasanya. Dengan katak lain, pendidikan agam Islam secara filosofi

beriorentasi kepada nilai-nilai islami yang bersasaran pada tiga demensi

hubungan manusia selaku khalifa di muka bumi, yaitu;

1) Menanamkan sikap hubungan yang seimbang dan selaras dengan

Tuhannya.

2) Membentuk sikap hubungan yang harmonis, selaras, dan seimbang

dengan masyarakatnya.

3) Mengembangkan kemampuannya untuk menggali, mengelola, dan

memanfaatkan kekayaan alam ciptaan Allah bagi kepentingan

kesejahteraan hidupnya dan hidup sesamanya serta bagi kepentingan

ubudiahnya kepada Allah, dengan dilandasi sikap hubungan yang

harmonis pula16.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan agama

Islam diatas menanamkan kesadaran dalam diri manusia (siswa) terhadap

dirinya sendiri selaku hamba Allah, kesadaran selaku anggota masyarakat

yang harus memiliki rasa tanggung jawab sosial terhadap pembinaan

masyarakatnya, serta menanamkan kemampuan manusia untuk mengelola,

memanfaatkan alam sekitar ciptaan Allah bagi kepentinga kesejahateraan

manusia, dan kegiatan ibadahnya kepada Allah. Pencipta alam semesta.

16
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2016), h. 121.

15
b. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Fungsi pendidikan agama Islam adalah sebagai pengembangan dan

pedoman peserta didik untuk mencari kebahagiaan hidup didunia dan akhirat

serta meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt.17

Menurut Majid dan Andayani yang dikutip oleh Mokh. Iman

Firmansyah mengemukakan tujuh fungsi dalam pendidikan agama Islam.

Ketujuh fungsi itu adalah : (1) pengembangan, penanaman nilai, (2)

penyesuaian mental, (3) perbaikan, (4) pencegahan, (5) pengajaran, (6) dan

(7) penyaluran. Fungsi pengembangan berkaitan dengan keimanan dan

ketakwaan siswa kepada Allah Swt. yang telah ditanamkan dalam lingkungan

keluarga. Fungsi penanaman nilai diartikan sebagai pedoman hidup untuk

mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Prinsip penyesuaian mental

maksudnya berkemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik

lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, dan dapat mengubah

lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam. Fungsi perbaikan

mengandung maksud memperbaiki kesalahankesalahan siswa dalam

keyakinan, pemahaman, dan pengalaman ajaran agama dalam kehidupan

sehari-hari. Fungsi pencegahan mengandung maksud berkemampuan

menangkal hal-hal negatif yang berasal dari lingkungan atau dari budaya lain

yang dapat membahayakan diri dan menghambat perkembangannya menuju

manusia Indonesia seutuhnya. Fungsi pengajaran tentang ilmu pengetahuan

keagamaan secara umum, sistem, dan fungsionalnya. Fungsi penyaluran

17
Siti Shofiyah, “Urgensi Pendidikan Agama Islam Di Era Society,” h. 15.

16
bermaksud menyalurkan siswa yang memiliki bakat khusus di bidang agama

Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal.18

Dengan demikian berdasarka hal tersebut penulis dapat

menyimpulkan bahwa fungsi pendidikan agama Islam memiliki keunikan

yang tidak dimiliki pendidikan lain, dapat menumbuhkan kecerdasan

intelektual, spiritual, emosional, dan sosial. Fungsi tersebut berjalan sering

dengan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh setiap orang.

Karena itu pendidikan Islam tidak mengenal, kelompok usia tertentu,

kelompok sosial tertentu, dan lingkungan pekerjaan tertenu.

Sehinga itu juga bahwa fungsi pendidikan agama Islam dalam

pengembangan kepribadian yang Islami dapat dirasakan sekali dan

merupakan suatu hal yang sangat penting dalam membentuk dan

mengembangkan kepribadian Islami terebut. Dengan usaha untuk

mengarahkan manusia menjadi bermanfaat, beradab dan bermartabat dalam

menjalankan kehidupan sesuai dengan ajaran Islam, serta menghasilkan

output yang berkepribadian Islami yang baik. Dalam menanamkan fungsi

pendidikan agama Islam dalam pengembangan kepribadian Islami ini sudah

bisa dimulai dari sejak dini atau sejak lahir. Sebab dalam mempersiapkan

generasi bangsa yang berkepribadian Islami ini telah dimulai dari anak-anak

atau remaja maupun dikalangan mahaiswa adalah dan mereka itu merupakan

calon generasi bangsa dan negara yang diharapkan untuk mampu memimpin

bangsa dan menjadikan negara yang berkepribadian Islami serta beradap,

18
Mokh. Iman Firmansyah, “Pendidikan Agama Islam; Pengertian, Tujuan, Dasar, dan
Fungsi,” Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim, Vol. 17 No. 2 – 2019, h. 86-87.

17
dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa dengan berakhlak mulia dan

menjadi generasi yang berilmu pengetahuan dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa.19

3. Tugas Guru Pendidikan Agama Islam

Keberadaan guru pada dasarnya sangat di butuhkan di dalam

pengelolaan pendidikan dan pengembangan peserta didik ke arah yang baik

secara optimal. Maka oleh karena itu, persolaan pendidikan di dalamnya

memiliki tugas yang sama adalah untuk membimbing dan mengarahkan

pertumbuhan dan perkembangan kehidupan anak didik dari satu tahap ke

tahap yang lain samapai meraih titik kemampuan yang optimal.

Bimbingan dan pengarahan tersebut menyangkut soal potensi

kemampuan dasar serta bakat manusia yang mengandung kemungkinan-

kemungkinan berkembang ke arah kematangan yang optimal. Potensi atau

kemungkinan berkembang dalam diri manusia itu baru dapat berlangsung

dengan baik bilamana diberi kesempatan yang cukup baik dan baik untuk

berkembangnya melalui pendidikan yang terarah. Kemampuan potensi pada

diri manusia baru aktual dan fungsional bila disediakan kesempatan untuk

muncul dan berkembang dengan menghilangkan segala gangguan yang dapat

menghambatnya. Hambatan-hambatan mental dan spritual banyak corak dan

jensinya, seperti hambatan pribadi dan hambatan sosial yang berupa

hambatan emosional dan lingkungan masyarakat yang tidak mendorong

kepada kemajuan pendidikan dan sebagainya.20


19
Devi Syukri Azhari, “Fungsi Pendidikan Agama Islam Dalam Pengembangan
Kepribadian Islami,” Jurnal Pendidikan Dan Konseling, Volume 4 Nomor 5 Tahun 2022, h. 5367.
20
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam…, h. 33-34.

18
al-Ghazali mengatakan tentang tugas-tugas guru dalam al-Ihya

ulumuddin ada 7 (tujuh) untuk pendidik yang dikutip oleh Hamida Olfah

dalam jurnalnya sebagai berikut:

Tugas pertama; Seorang pendidik harus memposisikan anak didiknya

sebagai anak kandungnya sendiri. Sehingga ketika ia melihat anak didiknya

melakukan kesalahan, ia akan membimbingnya dengan sabar sebagaimana ia

membimbing anaknya, dan ketika ia melihat anak didiknya melihat

kemungkaran, ia akan mencegah dan menasihatinya, sebagaimana dia tidak

ingin anaknya masuk dan mengerjakan kemungkaran yang akan

membawanya ke neraka.

Tugas kedua; janganlah ia (pendidik) meninggalkan sedikitpun dari

nasihat-nasihat pendidiknya yang terdahulu. Demikian itu terhadap cegahan

guru untuk memasuki tingkatan sebelum ia berhak, dan sibuk dengan ilmu

yang samar sebelum selesai dari ilmu yang jelas. Kemudian ia

memperingatkan kepadanya bahwa tujuan mencari ilmu-ilmu adalah

mendekatan diri kepada Allah swt. bukan kepemimpinan, kemegahan atau

perlombaan. Dan didahulukanlah (dibuang) keburukan hal itu di dalam

jiwanya dengan sejauh mungkin.

Tugas ketiga; hal-hal yang halus dari pekerjaan mendidik, yaitu

mencegah murid dari akhlak yang buruk dengan jalan sindiran, sedapat

mungkin tidak dengan terangterangan, dengan jalan kasih sayang, tidak

dengan jalan membuka rahasia.

19
Tugas keempat; pendidik yang bertanggung jawab dengan sebagian

ilmu itu seyogyanya untuk tidak memburukkan ilmu-ilmu yang diluar

keahliannya di kalangan anak didiknya.

Tugas kellima; pendidik mencukupkan bog anak didik menurut kadar

pemahamannya. Maka ia tidak menyampaikan kepada anak didik sesuatu

ilmu yang tidak terjangkau oleh akalnya hingga dapat mengakibatkan dia

pergi.

Tugas keenam; pendidik seyogyanys menyampaikan kepada anak

didik yang pendek akalnya akan sesuatu yang jelas dan patut baginya, dan ia

tidak menyebutkan kepada mereka bahwa dibalik ini ada sesuatu yang detail

di mana ia menyimpannya dari pada mereka. Karena hal itu menghilangkan

kesenangan mereka dalam ilmu yang jelas itu, mengacaukan hatinya terhadap

ilmu itu, dan mereka akan menduga bahwa sang pendidik kikir kepadanya

akan ilmu.

Tugas ketujuh; pendidik itu mengamalkan ilmunya. Janganlah ia

mendustakan perkataannya karena Ilmu itu diperoleh dengan pandangan hati

sedangkan pengamalan itu diperoleh dengan pandangan mata. Padahal

pemilik pandangan mata itu lebih banyak.21

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa seorang pendidik dengan

tugasnya yang dijalankan sebagai guru dapat menjadi pendidik yang mampu

menunjukkan jalan yang lurus dengan niat yang tulus ikhlas dan

mengantarkan anak didik menuju kebahagiaan dunia akhirat.

21
Hamida Olfah, “Guru Dalam Konsep Imam al-Ghazali,” Adiba: Journal Of Education, Vol. 3
No. 2 April 2023, h. 227-229.

20
4. Peran Guru Pendidikan Agama Islam

Peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti seperangkat

kegiatan yang dilakukan untuk menunjukkan keikutsertaan. Peran berarti

suatu tindakan dan rangkaian yang menunjukkan ikutsertaan dalam suatu

ikatan oleh individu kepada individu lainnya. Guru dalam bahasa sangskerta

diartikan sebagai orang yang di hormati, figur teladan yang baik. Guru adalah

orang yang mengajarkan suatu pengetahuan kepada orang lain atau dikenal

dengan istilah anak didik, tugas guru tidak hanya mengajar melainkan juga

mendidik seseorang agar menjadi manusia yang memiliki pribadi yang baik.22

Peran guru pendidikan agama Islam sangat penting untuk

menanamkan pendidikan karakter terhadap siswa. Oleh karena itu, sosok

gurulah yang akan menghasilkan peserta didik yang berkualitas baik secara

sosial, akademik, kematangan emosional, mental dan spiritual.

Guru merupakan teladan atau panutan bagi siswanya, oleh karena itu

guru harus memberikan contoh sikap dan perilaku yang baik, sehingga dapat

membentuk generasi yang memiliki kepribadian yang baik pula. Guru

pendidikan agama Islam adalah seorang pendidik yang bertanggung jawab

dalam perkembangan jasmani dan rohani untuk mengubah tingkah laku

individu sesuai dengan ajaran agama Islam agar mencapai tingkat

kedewasaan serta membentuk kepribadian muslim yang berbudi pekerti yang

baik dan dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan pembelajaran

yang didapat dalam kehidupan sehari-hari dan ajaran agama tersebut


22
Hafizatil Fauziah et al, “Peran Guru PAI Dalam Menerapkan Kurikulum Merdeka
Belajar Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa,” Educatum: Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 2, No.
1, Mei (2023), h. 27.

21
dijadikan sebagai pedoman dan petunjuk hidupnya, sehingga mendapat

kebahagiaan dunia akhirat. Peran guru pendidikan agama Islam dalam

kegiatan proses belajar mengajar menentukan hasil akhir dari peserta didik.

Guru pendidikan agama Islam tidak hanya dituntut dalam hal mengajar atau

memberikan ilmu pengetahuan saja, tetapi guru pendidikan agama Islam

harus mampu membina karakter atau budi pekerti peserta didiknya.23

Peran guru adalah serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan

yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu secara berhubungan dengan

kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi

tujuannya. Pentingnya peranan guru dalam pembentukan karakter siswa, itu

sangat mengharuskan guru untuk berkarakter yang lebih baik terlebih dahulu

agar memudahkan setiap guru dalam membentuk karakter peserta didiknya.24

Lebih lanjut, bahwa diantara peran dan fungsi sebagai guru yang

memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di sekolah. Dianatara

sebagai berikut;

a. Sebagai pendidik dan pengajar maka setiap guru harus memiliki kestabilan

emosi, selalu ingin memajukan peserta didi, bersikap realistis, jujur, dan

terbuka, serta peka terhadap perkembangan yang terutama dalam bidang

inovasi pendidikan.

23
Minda Siti Solihah et al, “Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan
Karakter Religius Siswa Di Smp It Tazkia Insani,” Edupedia: Jurnal Studi Pendidikan Dan
Pedagogi Islam, Vol. 7, No. 2, Januari 2023 | Pp. 153-162 ., h. 154.
24
Suryati, 2019, Dalam Nur’asiah et al, “Peran Guru Pai Dalam Pembentukan Karakter
Siswa, Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, Volume 6, No. 2, Juli 2021, h. 213.

22
b. Sebagai anggota masyarakat maka setiap guru harus pandai bergaul

dengan masyarakat. Untuk itu, guru harus menguasai psikologi sosial atau

memiliki peengetahuan tentang hubungan antar manusia.

c. Sebagai pemimpin maka setiap guru harus memiliki kepribadian,

menguasai ilmu kepemimpinan dan prinsip hubungan antar manusia.

d. Sebagai administrator maka setiap guru akan dihadapkan pada berbagai

tugas administrasi yang harus dikerjakan di sekolah sehingga seorang guru

harus memiliki pribadi yang jujur, teliti, serta memiliki strategi dan

manajemen pendidikan.

e. Sebagai pengelola pembelajaran maka setiap guru harus mampu dan

menguasai berbagai metode pembelajaran dan memahami situasi belajar

mengajar di dalam maupun di luar kelas.25

Seorang guru pendidikan agama Islam bukan hanya berperan untuk

mentransfer ilmu mata pelajarannya kepada siswa, tetapi guru pendidikan

agama Islam juga berperan sebagai motivator bagi siswanya, agar para siswa

mempunyai motivasi dalam belajar.

Seorang guru berkewajiban mentransfer ilmu pengetahuan kepada

siswanya. Ilmu tentang pendidikan Islam yang berkaitan dengan akhlak atau

karakter seorang siswa sehingga pribadinya menjadi baik. Peran seorang

dalam Islam disebut di dalam firman Allah Swt. Dalam Qs. At-Taubauh ayat

122. Sebagaimana firman-Nya:

25
Rina Febriana, Kompetensi Guru…, h. 6-7.

23
‫َو َم ا َك اَن ا ْل ُم ْؤ ِم ُن وَن ِلَي ْن ِف ُر وا َك ا َّفًة ۚ َفَل ْو اَل َن َف َر ِم ْن ُك ِّل ِف ْر َق ٍة ِم ْن ُه ْم َط ا ِئ َف ٌة‬

‫ِلَي َت َف َّق ُهوا ِف ي الِّد ي ِن َو ِل ُي ْن ِذ ُر وا َق ْو َم ُه ْم ِإ َذ ا َر َج ُع وا ِإ َل ْي ِه ْم َل َع َّل ُه ْم َي ْح َذ ُر وَن‬

Artinya : “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke


medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara
mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Qs. At-
Taubah: 122).26

Peran guru sebagai pendidik melakukan pembelajaran penanaman

karakter selama mengajar dikelas guru membuat suatu rancangan

pembelajaran agar suatu pembelajaran memiliki tujuan dan juga pencapaian

terhadap hasil belajar siswa, guru bertanggung jawab atas keberhasilan siswa

dalam pembelajaran. Guru juga memberikan pendidikan moral kepada siswa

siswinya seperti memberi motivasi disela-sela pembelajaran agar siswa lebih

tertarik dalam pembelajaran. Di saat masuk kelas siswa memberi salam,

berdoa dan mengabsensi kehadiran peserta didik. terlebih lagi guru

memeriksa ruangan belajar apakah sudah bersih atau belum, jika belum maka

guru mengajak siswa agar membersihkan kelas terlebih dahulu agar suasana

belajar lebih enak jika kelas bersih. Dan mengajarkan siswa agar selalu

perhatikan lingkungan sekitar. Guru juga memberi konsekuensi kepada siswa

yang datang terlambat, agar mereka bisa jera dan tidak mengulangginya lagi.

Dalam pembelajaran guru juga memberikan tangggung jawab kepada siswa

saat mengerjakan tugas yang diberikan dan mengoreksinya. Jika ada tugas

kerja kelompok guru memberikan kepercayaan kepada siswa agar ada yang

26
Kementrian Agama Republik Indonesia, Mushaf An-Nur Al-Qur’anul Karim Tafsir
Perkata, Tajwid Warna Tajwid Angka Arab dan Transliterasi, Jakarta Timur: Maktabah Al-Fatih.

24
menjadi pemimpin di setiap kelompok, mengajarkan mereka bagaimana

bekerja sama dalam sebuah kelompok, agar mereka bisa belajar bagaimana

cara mengurangi ego dalam setiap kelompok. Dan dalam menyelesaikan dan

memecahkan suatu permasalahan yang guru berikan.27

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peran seorang sangat

penting dalam mendidik peserta didik kea rah yang baik agar memilik

karakter baik. Guru menjadi parameter dalam mendidik peserta didik

kedepannnya. Peran guru tidak bisa dihilangkan dalam proses pembelajaran

terhadap siswa, bimbingan, didikan, dan pengajaran yang sesuai diarapkan

untuk menjadikan peserta didik berkarakter mulia.

B. Metode Guru pendidikan Agma Islam

Secara harfiah, metodologi dapat diartikan dengan sekumpulan

metode atau cara untuk melakukan sesuatu atau dengan kata lain dalam

konteks ini adalah sekumpulan metode atau cara untuk melakukan kegiatan

pendidikan. Dalam bahasa Arab kata metode diungkapkan dalam berbagai

kata seperti kata al-thariqah, al-manhaj. Al – thariqah berarti jalan, al-

manhaj berarti sistem. Dengan demikian, kata Arab yang paling dekat dengan

arti metode adalah althariqah. Metodologi pendidikan agama Islam bisa

difahami sebagai pengetahuan tentang berbagai upaya yang terencana dan

sistematis dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan agama Islam dalam rangka

pencapaian tujuan pendidikan nasional. Zuhairini dkk mengatakan

metodologi pendidikan agama dengan segala usaha sistematis dan pragmatis

27
Mohammad Rifky Riyansyah, “Peran Guru PAI Dalam Pengembangan Karakter
Peserta Didik,” Urnal Penelitian Pendidikan Sosial Humaniora, Vol. 7. No.1 Mei 2022, h. 33.

25
untuk mencapai tujuan pendidikan agama dengan melalui aktifitas baik di

dalam maupun di luar kelas dalam lingkungan sekolah.28

Berikut ini akan di paparkan beberapa metode dalam pembinaan

karakter, yaitu sebagai berikut:29

1. Metode Keteladanan

Metode keteladanan ialah menunjukkan tindakan terpuji bagi peserta

didik, dengan harapan agar mau mengikuti tindakan terpuji tersebut.

Keteladanan pendidik bagi peserta didik adalah dengan menampilkan al-

akhlâq al-mahmûdah, yakni seluruh tindakan terpuji, seperti tawadhu’, sabar,

ikhlas, jujur, dan meninggalkan al-akhlâq al-madzmûmah, akhlak tercela.30

Pembinaan karakter dengan cara keteladanan ini telah dilakukan oleh

Rasulullah Saw. sebagai misi utamanya dalam menyempurnakan moral

mulia, sebagaimana firman Allah dalam Q.S: Al-Ahzab ayat 21.

‫َلَقْد َك اَن َلُك ْم ِفْي َر ُسْو ِل ِهّٰللا ُاْس َو ٌة َح َس َنٌة ِّلَم ْن َك اَن َيْر ُجوا َهّٰللا َو اْلَيْو َم اٰاْل ِخَر َو َذ َك َر َهّٰللا َك ِثْيًر ۗا‬

Artinya : “Sungguh, pada diri Rasulullah benar-benar ada suri


teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah
dan kedatangan hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.”31

2. Metode Pembiasaan (Ta’wid)

28
Rois Hakimul Aufa et al, “Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
Dalam Membentuk Karakter Peserta Didik Yang Islami Di Sekolah Dasar,” Adiba: Journal Of
Education, Vol. 3 No. 2 April 2023, h. 190.
29
Audah Mannan, “Pembinaan Moral Dalam Membentuk Karakter Remaja,” Jurnal
Aqidah-Ta, Vol. 3 No. 1, 2017, h. 63-64.
30
Miftahul Jannah, Nida Mauizdati, “Peran Guru Dalam Pembentukan Karakter Peserta
Didik Sekolah Dasar Setelah Masa Pandemi Covid-19,” Jurnal Ibtida, Volume 03, No. 01 April
2022, h. 92.
31
Kementrian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an Dan Terjemhannya, (Jakarta:
Pustaka Lajnah, 2019), h. 606.

26
Pendekatan pembiasaan adalah memberikan kesempatan untuk

senantiasa melakukan hal-hal yang baik dan menjauhi hal-hal yang kurang

baik dalam rangka membentuk moralul karimah. Apabila dibiasakan dan

diajarkan dengan kebaikan, maka ia akan tumbuh dalam kebaikan pula. Tapi

jika dibiasakan dengan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang

ternak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa.

Dalam membentuk karakter peserta didik kita perlu adanya

pembiasaan sebagai sebuah kewajiban kepada hal-hal yang berkaitan dengan

pembentukan karakter. Dalam hal ini yang diinginkan adalah tertanamnya

karakter yang mulia, yaitu karakter religius, tanpa mengesampingkan aspek

pengetahuan, sikap dan motivasi serta prilaku yang sesuai dengan norma yang

ada di masyarakat serta agama. Hal ini sangat jelas dalam ajaran Islam sesuai

dengan ajaran Rasulullah Saw.32

Hardi Prasetiawan yang dikutip oleh Baiq Lina Astini Rahayu dalam

jurnaknya dikatakan bahwa metode pembiasaan bisa dilakukan melalui : 1).

Kegiatan terprogram ini dapat dilakukan dengan perencanaan khusus dalam

kurun waktu tertentu untuk mengembangkan karakter anak secara individual,

kelompok dan klasikal. Kegiatan terprogram ini bisa kita lihat di program

tahunan, semester, bulanan, mingguan dan harian yang terlah disusun. 2)

kegiatan tidak terprogram dapat dilaksanakan dengan : kegiatan rutin

(upacara bendera, berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan,

salaman), kegiatan spontan (membuang sampah pada tempatnya, memberi

32
Rahmah,”Peran Guru Dalam Membentuk Karakter Religius Siswa”, Journal On
Education, Volume 05, No. 04, Mei-Agustus 2023, Pp. 16379-16385., h. 16380.

27
dan membalas salam), dan keteladanan (berpakaian rapi, berbicara yang

sopan, mengucapkan terimakasih dan maaf.33

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Metode pembiasaan adalah suatu

cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak berpikir, bersikap,

bertindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Metode Nasihat (Mau’izah)

Kata mau'izhah berasal dari kata wa'azha, yang artinya memberi

pelajaran akhlak/karakter yang terpuji serta memotivasi pelaksanaannya dan

menjelaskan akhlak/karakter yang tercela serta memperingatkannya atau

meningkatkan kebaikan dengan apaapa yang melembutkan hati.34

Melalui metode nasihat, seorang guru dapat mengarahkan anak

didiknya. Nasihat disini dapat berupa sebuah tausiyah atau dalam bentuk

teguran. Aplikasi metode nasihat diantaranya adalah nasehat dengan argumen

logika, nasehat tentang amar ma’ruf nahi mungkar, amal ibadah, dan lain-

lain.

4. Metode Cerita (Qishshah)

Secara etimologi kata qashash merupakan bentuk jamak dari qisshah,

masdar dari qassha yaqusshu. Artinya menceritakan dan menelusuri atau

mengikuti jejak. Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam

menyampaikan materi pelajaran, dengan menuturkan secara kronologis,

tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal, baik yang sebenarnya terjadi

33
Baiq Lina Astini Rahayu, “Peran Bimbingan Dan Konseling Melalui Metode
Pembiasaan Dalam Membentuk Karakter Pada Anak Usia Dini,” Jurnal Al-Insan, Vol 2 No 2 Mei
2022, h. 75.
34
Miftahul Jannah, Nida Mauizdati, “Peran Guru Dalam Pembentukan Karakter Peserta
Didik Sekolah Dasar Setelah Masa Pandemi Covid-19,” h. 92

28
ataupun hanya rekaan saja. Metode kisah sangat dianjurkan dalam upaya

pembinaan karakter peserta didik. Melalui kisah tersebut peserta didik

diharapkan memiliki karakter sesuai dengan akhlak terpuji dan sikap teladan

yang terdapat dalam suatu kisah.35

Metode kisah mempunyai beberapa keistimewaan yang membuatnya

mempunyai dampak psikologis dan edukatif yang sempurna. Selain itu

metode ini dapat melahirkan kehangatan perasaan dan vitalitas serta aktivitas

di dalam jiwa, yang kemudian memotivasi manusia untuk mengubah

perilakunya dan memperbarui tekadnya dengan mengambil pelajaran dari

kisah tersebut.

C. Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Karakter merupakan kepribadian atau akhlak seseorang yang

digunakan sebagai landasan dalam menentukan cara pandang, bersikap,

berfikir, dan bertindak. Menurut Narvaez yang dikutip oleh Muliadi

Mokodompit mengatakan bahwa karakter yang ada dalam diri seseorang

dapat membentuk moral seseorang. Karakter baik akan membentuk moral

yang baik, begitu sebaliknya. Jika didefinisikan, karakter berasal dari kata

character bahasa inggris yang dirujuk dari bahasa yunani charassein yang

berarti to engrave artinya; melukis, menggambar. Selanjutnya character

diartikan sebagai tanda atau ciri khusus. Sebab itu, karakter kemudian

35
Ibid.

29
diartikan dalam banyak kamus sebagai sifat, akhlak, budi pekerti, yang

menjadi ciri khas seseorang.36

Pendidikan karakter dalam pendidikan Islam memiliki nilai yang

melampaui pendidikan akhlak semata (benar atau salah) dan mengajarkan

pemikiran berbuat kebaikan. Pendidikan karakter di sekolah merupakan

prasyarat yang sangat penting untuk membekali generasi penerus dengan

keterampilan dasar yang tidak hanya dapat memberikan pembelajaran

sepanjang hayat sebagai karakter penting bagi kehidupan manusia. 37

Pendidikan karakter merupakan anjuran untuk dilakasanakan di dalam

kehidupan kepribadian seorang anak atau peserta didik. Sebagai di dalam

sabda Rasulullah SAW.

‫ َاْلُغ َالُم ُيَع ُّق َع ْنُه َيْو ُم الَّساِبِع َو ُيَسَّم ى َو ُيَم اَط َع ْنُه اَاْلَذ ى‬: ‫ َقا َل الَّنِبُّي ص م‬: ‫َقاَل َاَنْس‬

‫َفِاَذ اَبَلَغ الِّس َّت الَّس ِنْيَن ُاَّد َب َفِاَذ اَبَلَغ ِتْس َع ِسِنْيَن ُع ِز َل ِفَر اُش ُه َفِاَذ اَبَلَغ َشاَل َث َع ْش َر َة َس َنًة‬

‫ َقْد َاَّد ْبُتَك‬: ‫ ُثَّم َاَخ َذ ِبَيِدِه َو َقاَل‬.‫ُض ِر َب َع َلى الَّص َالِة َفِاَذ ا َبَلَغ ِس َّت َع ْش َر َة َس َنًة َز َّو َج ُه َاُبْو اُه‬

‫َو َع َّلْم ُتَك َو َاْنَكْح ُتَك َاُع ْو ُذ ِباِهَّلل ِم ْن ِفْتَنِتَك ِفى الُّد ْنيَا َو َع َذ اِبَك ِفى اَاْلِخَر ِة‬

Berkata Anas,“Bersabda Nabi Saw: “Anak yang terlahir diaqiqah


baginya pada hari ke tujuh, dan diberi nama dan dihilangkan penyakit
darinya (dicukur). Jika sudah berumur enam tahun maka diajari adab. Jika
sudah berumur sembilan tahun maka dipisahkan atau disendirikan tempat
tidurnya. Jika sampai umur tiga belas tahun maka ia dipukul jika
meninggalkan sholat. Jika sudah sampai pada umur enam belas tahun maka
ayahnya menikahkannya, kemudian memegang tangannya sambil ber-kata,
Aku telah mengajarimu adab, aku telah mendidikmu dengan ilmu, dan aku
telah menikahkanmu. Aku berlindung kepada Allah dari fitnah (karena)mu di
dunia dan azab (karena)mu di akhirat.” (HR. Ibnu Hibban).

36
Muliadi Mokodompit et al, Implementasi Kebijakan Pendidikan Karakter, (Malang:
PT. Literasi Nusantara Abadi Grup, 20230), h. 6.
37
Alya Cahyani, Siti Masyithoh, “Kontribusi Pendidikan Agama Islam Dalam
Membentuk Karakter Siswa Sekolah Dasar Di Era Revolusi Industri 4.0,” h. 70.

30
Dalam hadits tersebut Rasulullah SAW mengajarkan kepada umat

Islam agar dalam memberikan pendidikan kepada anak itu dilakukan secara

bertahap. Pada usia 7 tahun anak sekedar diperintah untuk shalat, kalau tidak

mau, tidak usah dipukul. Akan tetapi pada usia 10 tahun, ketika diperintah

untuk shalat, anak tidak mau shalat, maka orang tua diperbolehkan untuk

memukul anaknya pada bagian yang tidak membahayakan, misalnya,

punggung; agar si anak mau melaksanakan shalat.38

Perilaku yang dicontohkan Rasulullah SAW tersebut di atas jelas

masuk kategori perilaku atau karakter atau moral/akhlak yang mulia dan

menunjukkan budi bekerti yang luhur. Akhlak/karakter yang mulia atau baik

memang seharusnya dikembangkan oleh umat Islam. Akhlak/karakter mulia

atau baik perlu dimiliki setiap manusia, karena akhlak/karakter mulia itu, baik

bagi diri sendiri, keluarga dan bangsa.39

Sehinagga oleh karena itu, menurut Thomas Lickona, bahwa

pendidikan karakter harus diberikan kepada seseorang sejak dini dengan cara

memastikan para pelajar memiliki kepribadian dan karakter yang baik dalam

hidupnya. Pendidikan ini dapat membantu meningkatkan prestasi akademik

dan perilaku remaja agar menjadi lebih baik. Sebagian anak tidak bisa

membentuk karakter yang kuat untuk dirinya sendiri seperti membentuk

individu yang menghargai dan menghormati orang lain dan dapat hidup di

dalam masyarakat yang majemuk. Seorang siswa harus memiliki sifat jujur,

sopan, tidak melakukan kekerasan, etos kerja yang baik, dan lain-lain.
38
Liliek Chann, “Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Hadist Nabi SAW,” Digilib.
UIN. Sby. Ac. Id Dikutip Pada Tanggal 2 (2019), h. 7.
39
Ibid., h. 13.

31
Dengan begitu, maka peran guru, orang tua dan masyarakat harus diperlukan

dan senantiasa menanamkan nilai-nilai karakter yang baik kepada para siswa.

Dari penjelasan tersebut kita menyadari bahwa pendidikan karakter sangat

penting bagi setiap orang.40

Sekolah harus mempunyai strategi untuk mengatasi krisis karakter

melalui penguatan pendidikan karakter (PPK) yang telah di rumuskan oleh

pemerintah melalui Permendikbud No. 20 Tahun 2018. PPK ini harus

mengembangkan lima nilai karakter termasuk diantaranya adalah religius,

nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas. Oleh karena itu,

pendidikan karakter dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa

pendidikan Karakter adalah nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan

Tuhan, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang diwujudkan dalam

pikiran, sikap, emosi, perilaku yang tentunya sesuai dengan norma yang

berlaku. Pendidikan karakter bisa diajarkan dari mulai ruang lingkup yang

kecil seperti keluarga atau sekolah.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter

Pembentukan karakter dalam suatu sistem pendidikan adalah

keterkaitan antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-

nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan saling

berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau esensi

yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Allah swt, dirinya, suasana

40
Nurul Dwi Tsoraya et al, “Pentingnya Pendidikan Karakter Terhadap Moralitas Pelajar
di Lingkungan Masyarakat Era Digital,” Literaksi: Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol. 20 No. 20,
2023., h. 10.

32
manusia, lingkungan bangsa dan negara. 41 Lebih lanjut Tomas Lickona

mengatakan bahwa pembentukkan karakter mengandung tiga pokok penting

yaitu mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan dan melakukan kebaikan.

Nilai karakter adalah berperilaku dan berakhlak sesuai dengan apa yang

diajarkan dalam pendidikan. Nilai karakter pada peserta didik tidak cukup

diberikan melalui pelajaran, pengertian, penjelasan, dan pemahaman.

Kemudian membiarkan anak berjalan sendiri. Penanaman nilai karakter pada

peserta didik memerlukan bimbingan, yaitu usaha untuk menuntun,

mengarahkan sekaligus mendampingi dalam hal-hal tertentu, terutama ketika

peserta didik merasakan ketidak berdayaannya atau ketika sedang mengalami

suatu masalah yang dirasakannya berat. Maka, kehadiran orang tua dalam

membimbingnya akan sangat berarti dan berkesan bagi anaknya. Keteladanan

orang tua juga merupakan hal penting dalam penanaman nilai karakter.42

Ada beberapa faktor yang mempengerahui dalam proses pembentukan

karakter yang tentunya ini memiliki implikasi penting dalam pendidikan itu

agar dapat memperhatikanya lebih serius sehingga dapat melahirkan siswa

yang berkarakter yang berdasarkan konsep pendidikan agama Islam,

dianataranya;

a) Faktor Internal Sekolah

41
Nur’asiah et al, “Peran Guru Pai Dalam Pembentukan Karakter Siswa,” h. 214.
42
Dahlia et al, “Peran Guru Akidah Akhlak Dalam Pembentukkan Karakter Peserta
Didik,” Nahdlatain: Jurnal Kependidikan Dan Pemikiran Islam, Vol. 1, No. 1 Januari 2022, h.
104-105.

33
Faktor ini mencakup segala aspek yang ada dalam lingkungan sekolah

dan berpengaruh terhadap implementasi pendidikan karakter di sekolah.

Adapun beberapa faktor internal yang dapat diketahaui, antara lain;

1. Kepemimpinan yang baik

2. Komitmen guru dalam melaksanakan pendidikan karakter

3. Sumber daya yang tersedia untuk pelaksanaan pendidikan

karakter.

Hal tersebut merupakan beberapa faktor yang menjadi perhatian oleh

sekolah yang diteliti agar pelaksanaan pendidikan karakter dapat berjalan

dengan baik dan berkualitas. Sehingga itu, Guru diharapkan mampu

mengetahui nilai-nilai karakter yang harus diajarkannya kepada peserta didik,

memahami bagaimana memberikan keteladanan kepada siswa, membiasakan

melakukan atau menpraktekan hal-hal terpuji di hadapan para peserta didik,

baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Selain itu

juga seorang guru harus meyakini apa yang dilakukannya itu ialah hal baik

dan mampu juga meyakinkan peserta didik bahwa mereka pun bisa

melakukan apa yang telah guru tersebut lakukan. Selanjutnya agar dapat

menjadi guru yang memiliki karakter terpuji, maka seorang guru harus

konsisten dengan mampu mempertahankan apa yang telah dirinya lakukan

sebagai bentuk keteladanan dihadapan para siswanya.

b) Faktor Eksternal.

Faktor eksternal yang memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan

pendidikan karakter, yakni mencakup segala aspek pendukung untuk

34
membantu menguatkan dan menginternalisasikan substansi pendidikan

karakter kedalam diri peserta didik. Beberapa faktor eksternal yang dapat

dikemukakan disini, antara lain;

1. Dukungan orang tua siswa

2. Kurikulum pendidikan karakter yang jelas dari pemerintah

3. Kondisi sosial dan lingkungan sekitar sekolah.43

Hal tersebut dapat menunjang kualitas dari implementasi pendidikan

karakter di sekolah. Pembentukan suatu karakter dapat dipengaruhi oleh

lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Di lingkungan sekolah peserta

didik merupakan tanggung jawab seorang pendidik untuk itu pendidik

memiliki tugas pokok untuk menanaman pendidikan karakter.

Faktor-faktor seperti dukungan dari orang tua dan dukungan dari

masyarakat adalah faktor yang muncul dikarenakan adanya hubungan peserta

didik sebagai bentuk pergaulannya dengan orang lain yang mempengaruhi

pola perilakunya yang muncul baik di lingkungan keluarga, lingkungan

sekolah, maupun lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Proses pembentukan

karakter individu tidak dapat dibatasi oleh pagar sekolah semata, ada

intervensi dari berbagai macam faktor di luar lingkungan sekolah yang

berdampak besar terhadap pembentukan karakter peserta didik, baik selama

dia di sekolah maupun dikemudian hari, seperti kehidupan keluarga, status

sosial, ekonomi keluarga, ciri-ciri komunitas lokal dan fitur sosial politik

sebuah masyarakat. Faktor tersebut dapat dikategorikan sebagai faktor yang


43
Umi Sumiati As, Sofyan Mustoip, “Eksplorasi Implementasi Pendidikan Karakter di
Sekolah Dasar; Studi Kualitatif,” Edubase: Journal Of Basic Education, Volume 4 Nomor 1
(2023), h. 25-26.

35
berasal dari lingkungan pergaulan. Faktor cuaca adalah faktor yang muncul

dikarenakan pengaruh dari lingkungan alam sekitar tempat kegiatan

dilakukan. Kondisi alam ini juga dapat mempengaruhi dan menentukan

tingkah laku seseorang.44

Oleh Karena itu dapat disimpulkan bahwa dari faktor-faktor tersebut

dengan upaya pembentukan karakter adalah upaya yang disengaja untuk

membantu orang-orang dalam memahami, peduli, bahkan bertindak

berdasarkan nilai-nilai etika. karakter secara sederhana dapat dimaknai

sebagai hal positif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada

karakter siswa yang diajar.

44
Retno Wulan Ningrum et al “Faktor – Faktor Pembentuk Karakter Disiplin dan
Tanggung Jawab Dalam Ekstrakurikuler Pramuka,” Jurnal Prakarsa Paedagogia, Vol. 3 No. 1,
Juni 2020, h. 113.

36

Anda mungkin juga menyukai