Anda di halaman 1dari 41

UPAYA GURU MENINGKATKAN MINAT BACA

PADA PESERTA DIDIK


(Studi Deskriftif di MI Raudhotul Jannah Karawang)
SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
pada Jurusan Tarbiyah Program Studi PGMI

STAI Siliwangi Bandung

Oleh

RAHMAT HIDAYAT
No. Pokok. 015.041.0201

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


(STAI) SILIWANGI BANDUNG
2019 M./1440 H.
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era saat ini
sangat lah berpengaruh untuk pembentukan watak dan karakter setiap pribadi
manusia. Hal ini di karenakan ilmu pengetahuan teknologi sudah menjalar
kesemua kalangan masyarakat, bahkan dari kalangan masyarakat atas hingga
menengah kebawah sekalipun.
Pada hakikatnya, pendidikan berlangsung seumur hidup (long life
education) dan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga,
masyarakat, dan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia
mencanangkan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun untuk
meratakan kesempatan pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 tahun 2008
tentang Wajib Belajar, dijelaskan bahwa wajib belajar adalah program
pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas
tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Pendidikan minimal yang
dimaksud yaitu dari tingkat SD dan sederajat sampai SMP dan sederajat SMA
atau selama sembilan tahun.
Pendidikan merupakan usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf
hidup atau untuk kemajuan yang lebih baik. Pendidikan dapat
mengembangkan karakter melalui berbagai macam kegiatan, seperti
penanaman nilai, pengembangan budi pekerti, nilai agama, pembelajaran dan
pelatihan nilai-nilal moral, dan lain sebagainya.
UU No. 20 Tahun 2003, menjelaskan bahwa Pendidikan merupakan usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran bagi peserta didik agar secara aktif mengembangkan potensi
yang dimiliki dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, kepribadian,
kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.
2

Ki Hajar Dewantara Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, menjelaskan


bahwa pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak.
Adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan qodrat yang
ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-
tingginya. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di
masa yang akan datang.
Dalam suatu pendidikan salah satu yang wajib dilakukan oleh peserta
didik yaitu di perintahkan untuk bisa membaca. Hal ini di karenakan pada
setiap aspek kehidupan masyarakat, kegiatan membaca akan terlibat lebih
banyak dan lebih sering. Dengan ini membaca dapat menambah ilmu
pengetahuan baik di kalangan pendidikan maupun di kalangan masyarakat.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menjelaskan bahwa definisi
membaca yaitu melihat dan paham isinya, bisa dengan melisankan atau dalam
hati saja.
(Sudarso, 1991: 4), menjelaskan bahwa membaca adalah aktivitas yang
kompleks dengan mengarahkan sejumlah besar dengan tindakan yang
terpisah-pisah. Meliputi: orang yang harus menggunakan pengertian dan
khayalan, mengamati dan mengingat-ingat.
(Nurhadi, 1987: 13), menjelaskan bahwa membaca adalah suatu kompleks
dan rumit. Kompleks berati dalam proses membaca terlibat berbagai faktor
internal dan faktor eksternal pembaca. Faktor internal berupa faktor
intelegensi, minat, sikap, bakat, motivasi, tujuan membaca, dan sebagainya.
Faktor eksternal bisa dalam bentuk sarana membaca, teks bacaan, faktor
lingkungan atau faktor latar belakang sosial, ekonomi, dan tradisi membaca.
Selaras dengan firman Allah SWT yang menurunkan al-Quran kepada
Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril yang berupa wahyu pertama,
seakan mimpi yang baik pada waktu tidur. Wahyu tersebut berupa perintah
Rasulullah SAW di suruh membaca yaitu surat al Alaq ayat pertama.
3

َ َ‫ك ٱلَّ ِذي خَ ل‬


١‫ق‬ ۡ ِ‫ٱ ۡق َر ۡأ ب‬
َ ِّ‫ٱس ِم َرب‬

Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.

Surat ini oleh para ulama disepakati turun di Mekah sebelum Nabi
Muhammad SAW hijrah. Para ulama juga sepakat, bahwa wahyu al-Qur’an
yang pertama turun adalah lima ayat pertama surat al-Alaq.
Asbab Al-Nuzul surat al-Alaq, tentang asbab al nuzul surat al-Alaq ayat 1-
5 dalam beberapa buku tafsir al-Quran tidak ditemukan atau dijelaskan.
Adapun yang disebutkan asbab al nuzul nya dalam beberapa tafsir al-Qur’an
yaitu surat al-Alaq ayat 16-19. Disebutkan dalam beberapa hadits shahih,
bahwa Nabi Muhammad SAW mendatangi Gua Hira (Hira adalah nama
sebuah gunung di Mekah) untuk tujuan beribadah selama beberapa hari.
Beliau kembali kepada istrinya Siti Khadijah untuk mengambil bekal
secukupnya, hingga pada suatu hari, di dalam gua beliau dikejutkan oleh
kedatangan Malaikat membawa wahyu illahi. Malaikat berkata kepadanya
“bacalah”, beliau menjawab “saya tidak bisa membaca” sampai tiga kali
Malaikat bertanya seperti itu kepada Nabi sambil memegang dan menekan-
nekannya, sehingga Nabi kepayahan. Setelah itu barulah Nabi mengucapkan
apa yang di ucapkan oleh malaikat, yaitu surat al-Alaq ayat 1-5.
Tafsir al-Quran surat al-Alaq ayat 1 menurut Kementrian Agama RI
(2007), wahai Nabi bacalah apa yang Allah wahyukan kepadamu dengan
terlebih dahulu menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan segala sesuatu
dengan keesaan-Nya. Dia telah menciptakan manusia yang sempurna bentuk
dan pengetahuannya dari segumpal darah, sebagai kelanjutan dari fase nutfah.
Setelah itu berturut-turut akan terbentuk sekepal daging, tulang, dan peniupan
roh. Allah memerintahkan manusia membaca (mempelajari, meneliti, dan
sebagainya). Apa saja yang telah ia ciptakan baik ayat-ayat yang tersurat
(qauliyah) yaitu al-Quran, dan ayat-ayat nya yang tersirat, maksudnya alam
semesta (kauniyah).
4

Tafsir Al-Muyassar/Kementrian Agama Saudi Arabia, bacalah wahai


Rasul apa yang diwahyukan Allah kepadamu, dimulai dengan membaca nama
Rabbmu yang telah menciptakan seluruh makhluk.
Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar mudarris tafsir Universitas
Islam Madinah, mulailah wahai Muhammad bacaan al-Quranmu dengan
menyebut nama Tuhanmu, atau meminta pertolongan kepadanya, yaitu Dzat
yang maha menciptakan segala sesuatu. Penciptaan adalah nikmat yang paling
awal. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah yang memadat.
Maka dari itu dalam pandangan islam dan suatu ilmu pendidikan kita di
perintahkan belajar dan menuntut ilmu di antaranya yaitu membaca. Membaca
sangat penting dilakukan untuk mengetahui dan memberikan wawasan yang
luas baik pendidikan, agama, budaya, politik, hukum dan lain sebagainya.
Begitu banyak manfaat dari kegiatan membaca, namun kegiatan ini masih
sangat sulit dijadikan sebagai rutinitas sehari-hari.
Sekolah Dasar (SD/MI) termasuk bagian dari program wajib belajar
Sembilan tahun, dan merupakan lembaga pendidikan pertama yang
menekankan siswa untuk belajar membaca, menulis, dan berhitung.
Keterampilan tersebut merupakan landasan dan syarat bagi siswa untuk
memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa penguasaan keterampilan siswa akan
mengalami kesulitan untuk menguasai ilmu pengetahuan. Selain penguasaan
keterampilan tersebut, hal yang paling mendasar untuk menguasai sebuah ilmu
pengetahuan adalah dengan menguasai bahasa.

Dalam Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi


Lulusan (SKL), disebutkan SKL untuk SD/MI/SDLB/Paket A antara lain
adalah menunjukan kegemaran membaca dan menulis, serta menunjukkan
keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung. Dengan
demikian kegiatan membaca penting untuk di tanamkan sejak dini pada anak
untyuk membantu proses belajarnya.

Untuk mencapai keberhasilan membaca yang baik salah satunya yaitu


adanya minat. sebab tanpa adanya minat segala kegiatan akan dilakukan
5

kurang efektif dan efesien. Pengertian minat adalah sumber motivasi yang
mendorong dari seseorang untuk melakukan apa yang akan ingin dilakukan
ketika bebas memilih, ketika seseorang menilai bahwa sesuatu akan
bermanfaat, maka akan menjadi berminat kemudian hal tersebut akan
mendatangkan kepuasan, ketika kepuasan menurun maka minatnya juga akan
menurun, sehingga minat tidak bersifat permanen, tetapi minat bersifat
sementara atau berubah-ubah.

Minat adalah fondasi terbentuknya life long learner (pembelajaran


sepanjang hayat) jika kita menumbuhkan minat baca anak, sebenarnya kita
sudah meletakkan fondasi untuk menolong anak kita menjadi pembelajar
sepanjang hayat, karena buku adalah jendela dunia yang membawa kita
maupun anak-anak kemana saja kita suka (Anna Yulia, 2005: 2).

Slameto (1991: 182), menjelaskan bahwa minat adalah suatu rasa lebih
suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal aktivitas, tanpa ada yang menyuruh,
minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri
sendiri dengan suatu dari luar diri, semakin kuat atau dekat dengan hubungan
tersebut, semakin besar niat.

Meningkatkan minat membaca harus di mulai dengan motivasi diri dalam


membaca, sehingga dapat memicu akan pentingnya membaca bagi siwa dan
masyarakat. Oleh sebab itu dengan membaca, pandangan siswa maupun
masyarakat terbuka terhadap hal-hal baru yang tidak di ketahui sebelumnya.

Berdasarkan observasi dan wawancara di MI Roudhotul Jannah terhadap


Guru kelas dan anak-anak kelas VA Roudhotul Jannah terdapat beberapa
keberagaman membaca ada siswa yang gemar membaca cerita pendek, ada
siswa yang membaca buku pelajaran saja, dan ada yang membaca komik
bergambar berwarna. Sarana dan prasarana di sekolah tersebut sangat
memadai dengan adanya ruang Perpustakaan sekolah. Buku-buku yang ada
disana sangatlah lengkap sesuai dengan pelajaran yang ada disana, tetapi yang
jadi permasalahan ruang Perpustakaan tersebut tidak lah efektif dipakai nya
6

dan jarang sekali ada anak yang ber minat membaca masuk ke ruangan
perpustakaan itu.

Minat membaca anak-anak di kelas VA MI Raudhotul Jannah terlihat


tatkala guru membagikan satu per satu buku yang akan di baca, di karenakan
ada sebagian anak-anak yang asik sedang bermain dan menghiraukan perintah
guru untuk memilih buku yang akan di baca. Kebanyakan anak laki-laki yang
menghiraukan perintah guru nya dan asik bermain terus. Terlihat jelas setelah
buku di bagikan satu persatu dan kemudian guru menyuruh buka buku nya
lalu di baca ada yang lancar, ada yang setengah lancar, dan ada sama sekali
yang tidak bisa membaca.

Berdasarkan masalah fenomena yang berkenaan sebagaimana di uraikan di


atas peneliti merasa tertarik ingin lebih jauh mendalami minat baca anak dan
mengangkatnya menjadikan judul: “UPAYA GURU MENINGKATKAN
MINAT BACA PADA SISWA KELAS VA (Studi Deskriftif DI MI
Raudhotul Jannah Karawang”

B. Rumusan Masalah
Setelah menela’ah permasalahan yang ditulis pada latar belakang masalah,
maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana peran guru meningkatkan minat membaca siswa kelas VA MI
Raudhotul Jannah dalam proses pembelajaran?
2. Bagaimana minat membaca siswa kelas VA MI Raudhotul Jannah
terhadap proses pembelajaran?
3. Apakah ada hubungan minat membaca siswa kelas VA MI Raudhotul
Jannah dengan hasil belajar?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang :
1. Bagaimana peran guru meningkatkan minat membaca siswa kelas VA MI
Raudhotul Jannah dalam proses pembelajaran.
7

2. Bagaimana minat membaca siswa kelas VA MI Raudhotul Jannah


terhadap proses pembelajaran.
3. Apakah ada hubungan minat membaca siswa kelas VA MI Raudhotul
Jannah dengan hasil belajar.
D. Kerangka Pemikiran
Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang
bersifat reseptif, karena dengan membaca seseorang akan memperoleh
informasi, memperoleh ilmu pengetahuan, serta pengalaman-pengalaman yang
bersifat baru. Membaca permulaan adalah salah satu aspek keterampilan
bahasa yang di peruntuk bagi siswa kelas awal.
Membaca merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui
tulisan itulah siswa di tuntut untuk dapat memahamidan menyuarakan
lambang-lambang bunyi bahasa tersebut. Namun, pengucapan kata secara
tepat hanya akan tercapai jika pengenalan bunyi itu dapat membangkitkan
makna sebagaimana halnya dalam penggunaan bahasa lisan.
Allah SWT telah menurunkan al-Quran sebagai pedoman hidup seluruh
manusia dengan berita, aturan-aturan juga pesan-pesan yang sempurna dan
mencakup seluruh aspek kehidupan di dunia untuk mencapai keselamatan
dunia dan akhirat. Allah SWT tidak mungkin menurunkan sesuatu tanpa ada
suatu pesan berarti di dalamnya, begitupun dengan al-Quran. Perintah
membaca sudah ada dari sejak dahulu, atas izin Allah SWT yang di wahyukan
kepada Nabi Muhammad SAW. Ayat al-Quran yang pertama kali diwahyukan
kepada Rasulullah SAW yaitu QS. Al-Alaq ayat 1-5.
Jika kita kaji lebih lanjut tentang ayat tersebut, betapa Allah SWT
menurunkan ayat tentang perintah membaca sebagai wahyu pertama itu
menandakan pentingnya membaca sebagai landasan keilmuan bagi manusia.
Padahal apapun yang berhubungan dengan keilmuan, kita ketahui bahwa
semuanya tidak akan ada tanpa proses penalaran dan penelitian. Penalaran dan
penelitian pun tidak akan berjalan tanpa proses membaca dan menulis.
Penalaran dan perintah berpikir juga termaktub dalam al-Quran dengan ayat-
8

ayat yang mengisyaratkan hal tersebut, seperti pemakaian kata ulul albab
“orang-orang yang berakal (berpikir)”
Hal-hal yang patut kita baca dan pikirkan tidak sebatas tulisan-tulisan saja,
tetapi juga hikmah-hikmah dari berbagai kejadian, fenomena alam dan lain
sebagainya yang banyak termaktub dalam ayat-ayat al-Quran mengenai
penciptaan alam semesta dan manusia beserta sistem yang berjalan atas
seluruh ciptaan-Nya tersebut karena kita tahu perintah membaca dalam al-
Quran surat Al-Alaq ayat kesatu tersebut konteksnya tidak hanya berarti
membaca tulisan, tetapi membaca juga fenomena alam dan kejadian-kejadian
yang terjadi.
Sesuai dengan ayat al-Quran surat Al-Alaq ayat 1-5 Allah SWT
memerintahkan manusia bukan hanya membaca, melainkan juga untuk
berpikir dan menulis. Sehingga manusia bisa mendalami hal-hal yang
berhubungan dengan keilmuan. Karena pada hakikatnya, Allah-lah yang
mengajarkan semua pengetahuan kepada manusia.
Minat baca yang dimiliki oleh siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar
siswa itu sendiri. Namun tinggi rendahnya prestasi belajar siswa tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor minat baca saja, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai
faktor lain diluar dari minat baca siswa. Faktor lain tersebut diantaranya
motivasi belajar, perhatian, sikap, fisik dan psikis. Selain itu faktor luar siswa
atau lingkungan seperti cara orang tua mendidik, keadaan ekonomi keluarga,
metode belajar, kurikulum dan keadaan kehidupan dalam masyarakat juga
turut mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Dengan maksudnya penelitian ini di harapkan minat membaca pada anak
bisa di bantu se upaya mungkin guru bisa melaksanakan nya, dikarenakan
dengan pembelajaran seperti itu-itu saja anak akan jenuh dan enggan untuk
belajar. Minat membaca anak yang baik akan berpengaruh dengan hasil
belajarnya.
Minat baca ditunjukkan oleh adanya keinginan yang kuat untuk
melakukan kegiatan membaca. Orang yang memiliki minat baca yang tinggi
senantiasa mengisi waktu-waktu luangnya dengan membaca. Orang yang
9

demikian senantiasa haus akan bacaan. Berbeda halnya dengan orang yang
memiliki minat baca yang rendah. Orang yang demikian biasanya enggan
untuk melakukan kegiatan membaca. Kegiatan untuk membaca rendah sekali,
kegiatan membaca tidak menarik baginya. Melalui membaca siswa
memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang semakin mencerdaskan
kehidupannya sehingga mereka lebih mampu menjawab tantangan zaman di
era globalisasi ini. Oleh karena itu, minat baca perlu ditumbuh kembangkan
diseluruh jenjang pendidikan sekolah.
Proses memahami bacaan merupakan hal yang tidak mudah dan
melibatkan proses kognitif. Kemampuan kognitif yang dimaksud adalah
kemampuan untuk menemukan dan memahami informasi yang tertuang dalam
bacaan. Seseorang dikatakan memahami bacaan jika dia dapat menjawab
dengan tepat pertanyaan yang berkaitan dengan bacaan, baik yang tersurat
maupun tersirat. Tetapi, semua aktifitas kognitif itu bersumber dari aspek
afektif seperti minat, rasa percaya diri, pengontrolan perasaan negatif, serta
penundaan dan kemauan untuk mengambil risiko.
Siswa yang senantiasa menumbuhkan minat baca akan semakin menguasai
bacaan dan tingkat kemampuan memahami bacaannya tinggi. Sebaliknya,
menurunnya tingkat kemampuan pemahaman bacaan siswa dapat terjadi
apabila minat baca siwa rendah.
Adapun untuk mempermudah pemahaman terhadap kerangka pemikiran,
dibawah ini penulis tuangkan dalam bentuk skema sebagai berikut.

Tabel I.I

Skema Kerangka Pemikiran Minat Membaca siswa

Hasil Minat Membaca


Siswa
Minat
Peran Guru Membaca
Siswa
Hasil Proses
Pembelajaran
10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendidikan Perspektif Islam


Dalam kehidupan manusia, pendidikan sangatlah penting guna membawa
manusia mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Islam memandang
pendidikan sangatlah penting bagi manusia, karena sesungguhnya dengan
pendidikan manusia akan mampu menyadari fitrahnya sebagai makhluk
ciptaan Allah SWT. Manusia sebagai orang yang berusaha menyadari
fitrahnya dan berusaha untuk mengembangkan potensi dirinya, dalam dunia
pendidikan dinamakan peserta didik. Dan dalam Islam peserta didik adalah
orang yang mulia dihadapan Allah SWT, menempati posisi terbaik dan
dihargai serta disanjung oleh malaikat dan dilindungi dengan sayapnya.
Pendidikan dalam Islam dikenal dengan berbagai istilah, diantaranya:
At-Tarbiyah, At-Ta’lim, dan At-Ta’dib. Setiap istilah tersebut memiliki
makna tersendiri yang berbeda satu sama lain.
Menurut Muhammad Jamaludin al-Qosimi (1979) dalam Rois Mahfud
(2011), menjelaskan bahwa At-Tarbiyah berarti proses penyampaian sesuatu
sampai pada batas kesempurnaan yang dilakukan secara tahap demi tahap.
Istilah At-Tarbiyah berasal dari kata Rab yang bermakna tumbuh,
berkembang, memelihara, merawat, mengatur dan menjaga kelestarian atau
eksistensinya. Pengertian pendidikan Islam yang dikandung dalam At-
tarbiyah, terdiri dari empat unsur pendekatan, yaitu:
1. Memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa (baligh)
2. Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan.
3. Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan.
4. Melaksanakan pendidikan secara bertahap.
At-Ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa
individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Melainkan membawa
kaum muslimin kepada nilai pendidikan tazkiyah dan annafs (pensucian diri)
11

dari segala kotoran, sehingga memungkinkannya menerima alhikmah serta


mempelajari segala yang bermanfaat untuk diketahui.
Istilah At-Ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara
berangsur-angsur di tanamkan pada diri manusia (peserta didik) tentang
tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan.
Dengan pendekatan ini, pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing
kearah pengenalan dan pengakuan kepada Tuhan yang tepat dalam tatanan
wujud dan kepribadiannya.
Daud (1987), menjelaskan bahwa istilah At-Ta’dib adalah pengenalan dan
pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang
tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan
sedemikian rupa untuk membimbing manusia ke arah pengenalan dan
pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan
keberadaannya.
Pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta
didik pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya. Pendidikan
Islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta
didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan
kehidupan yang mulia.
Pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh
pendidikan terhadap perkembangan jasmani dan rohani pesera didik menuju
terbentuknya kepribadiannya yang utama (insan kamil). Pendidikan Islam
adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat
mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam.
1. Pengertian Guru
Hal yang terbayangkan ketika kita mendengar istilah guru adalah
sosok orang yang sedang mengajarkan sesuatu kepada anak-anak atau
muridnya. Pertanyaannya adalah apakah masih seperti itu pemahaman
kita tentang guru jika dikaitkan dengan perkembangan teknologi saat ini?
Dalam berbagai tulisan, kita sering membaca atau melihat melalui media
elektronik proses pembelajaran melalui media tanpa kehadiran seorang
12

guru. Sudah bergeserkah makna guru dalam kegiatan pembelajaran?


Untuk itu, diperlukan pemahaman tentang makna guru yang sebenarnya.
Secara umum guru adalah pendidik dan pengajar untuk pendidikan
anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, dasar, dan menengah.
Guru-guru ini harus memiliki kualifikasi formal. Dalam definisi yang
lebih luas, setiap orang yang mengajarkan hal yang baru dapat dianggap
sebagai guru. Beberapa istilah yang juga menggambarkan peran guru
antara lain dosen, mentor, tentor, dan tutor.
Guru dalam proses belajar mengajar adalah orang yang
memberikan pelajaran. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, guru diartikan
sebagai orang yang pekerjaannya mengajar. Guru adalah salah satu
komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan
serta dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di
bidang pembangunan.
2. Tugas Guru
Mulyasa (2007: 197-198), menjelaskan bahwa tugas maupun
fungsi guru merupakan sesuatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Akan tetapi, tugas dan fungsi sering kali disejajarkan sebagai peran.
Menurut UU No. 20 Tahunn 2003 dan UU No. 14 Tahun 2005, peran
guru adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih,
penilai, dan pengevaluasi dari peserta didik.
a. Guru sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh panutan, dan identifikasi
bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru
harus mempunyai standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup
tanggung jawab, kewibawaan, kemandirian, dan kedisiplinan. Guru
harus memahami berbagai nilai, norma moral dan sosial, serta
berusaha untuk berperilaku sesuai dengan nilai dan norma tersebut.
Guru juga harus bertanggung jawab terhadap tindakannya dalam
proses pembelajaran di sekolah.
b. Guru sebagai Pengajar
13

Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk


mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk
kompetensi, dan memahami materi standar yang dipelajari. Guru
sebagai pengajar harus terus mengikuti perkembangan teknologi
sehingga apa yang disampaikan kepada peserta didik merupakan hal-
hal yang terus diperbarui. Perkembangan teknologi mengubah peran
guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran,
menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar.

c. Guru sebagai Pembimbing


Guru sebagai pembimbing dapat diibaratkan sebagai pembimbing
perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya yang
bertanggung jawab. Sebagai pembimbing guru harus merumuskan
tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan
yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai
kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta
didik. Semua kegiatan yang dilakukan oleh guru harus berdasarkan
kerja sama yang baik antara guru dengan peserta didik. Guru memiliki
hak dan tanggung jawab dalam setiap perjalanan yang di rencanakan
dan dilaksanakannya.
d. Guru sebagai Pengarah
Guru adalah seorang pengarah bagi peserta didik bahkan bagi orang
tua. Sebagai pengarah guru harus mampu mengajarkan peserta didik
dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi,
mengarahkan peserta didik dalam mengambil suatu keputusan, dan
menemukan jati dirinya. Guru juga dituntut untuk mengarahkan
peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya sehingga peserta
didik dapat membangun karakter yang baik bagi dirinya dalam
menghadapi kehidupan nyata di masyarakat.
e. Guru sebagai Pelatih
14

Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan


keterampilan, baik intelektual maupun motorik sehingga menuntut
guru untuk bertindak sebagai pelatih. Guru bertugas melatih peserta
didik dalam pembentukan kompetensi dasar sesuai dengan potensi
masing-masing peserta didik. Selain harus memerhatikan kompetensi
dasar dan materi standar, pelatihan yang dilakukan juga harus mampu
memerhatikan perbedaan individual peserta didik dan lingkungannya.
Untuk itu, guru harus memiliki pengetahuan yang banyak, meskipun
tidak mencakup semua hal secara sempurna.

f. Guru sebagai Penilai


Penilaian atau evaluasi merupakan aspek pembelajaran yang paling
kompleks karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan,
serta variable lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan
konteks yang tidak mungkin dipisahkan dengan setiap segi penilaian.
Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan
proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk
menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran peserta didik.
Sebagai suatu proses, penilaian dilaksanakan dengan prinsip-prinsip
dan dengan teknik yang sesuai, baik tes atau nontes. Teknik apa pun
yang dipilih, penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas
meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut.
3. Kompetensi Guru
a. Permasalahan Terkait Kompetensi Guru
Permasalahan pendidikan begitu menarik untuk dicermati karena
pendidikan memiliki nilai fundamental bagi kepentingan individu
maupun kemajuan masyarakat. Krisis multidimensional yang kita
alami saat ini belum menunjukan adanya tanda-tanda perbaikan yang
signifikan. Hal ini diyakini oleh sebagian kalangan bahwa salah satu
sebab utamanya adalah tidak diprioritaskannya pendidikan dalam
pembangunan bangsa. Dalam kondisi bangsa seperti ini perbaikan
15

masa depan bangsa seharusnya diletakkan pada sistem pendidikan


berkualitas, sehingga mampu melahirkan sumber daya manusia yang
handal di masa depan.
Pendidikan nasional menghadapi tantangan yang sulit selama
hampir empat dekade, kebijakan pembangunan dititikberatkan pada
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik dengan pendekatan
keamanan. Akibatnya pembangunan pendidikan yang berorientasi
kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi sangat
tertinggal. Menurut laporan UNDP tahun 2014 tentang Human
Development Index (HDI) dilaporkan bahwa Indonesia berada pada
tingkat 108 dari 187 negara. Rendahnya HDI menunjukkan rendahnya
daya saing bangsa dalam percaturan global. Selanjutnya menurut
laporan UNESCO dalam The Education for All Development Index
tahun 2010, Indonesia berada pada urutan 64 dari 120 negara.
Ali Imron (1995: 173-175), menjelaskan bahwa salah satu
persoalan pokok yang perlu mendapat perhatian adalah masih
rendahnya kinerja guru dalam berbagai jenjang pendidikan, termasuk
pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD). Hal ini ditunjukkan
dengan belum berkembangnya seluruh kompetensi yang seharusnya
dimiliki oleh guru. Padahal guru seyogianya memiliki kompetensi
yang baik dalam proses belajar mengajar. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Imron bahwa dalam proses belajar mengajar, guru
harus mampu menampilkan kemampuan membuat perencanaan,
melaksanakan prosedur pengajaran, dan dalam mengadakan hubungan
antar pribadi, disamping harus ditunjang oleh fasilitas yang memadai.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (1997: 21-30),
menjelaskan bahwa berbagai pelatihan untuk guru-guru di tiap gugus
sekolah seyogianya mencakup berbagai materi tentang kegiatan
belajar mengajar, manajemen (kelas, sekolah, gugus), buku/sarana
belajar, fisikdan penampilan, serta partisipasi masyarakat. Selain itu,
pelatihan yang akan diselenggarakan harus memuat uraian yang jelas
16

tentang keterampilan/keahlian yang akan dilatih, tujuan yang harus


dirumuskan secara jelas, dan kualifikasi minimal yang harus dicapai
oleh peserta pelatihan.
b. Hakikat Kompetensi Guru
Utami Munandar (1992: 17), menjelaskan bahwa kompetensi
merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari
pembawaan dan latihan.
Munsyi, menjelaskan bahwa kompetensi mengacu kepada
kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui
pendidikan. Kompetensi menunjuk kepada performance dan
perbuatan yang rasional, untuk memenuhi spesifikasi tertentu dalam
melaksanakan tugas-tugas kependidikan. Hal itu disebut rasional
karena mempunyai arah dan tujuan. Performance merupakan perilaku
nyata yang tidak hanya diamati, tetapi juga meliputi perihal yang tidak
tampak.
Dalam terminologi yang berlaku umum, istilah kompetensi berasal
dari kata competence yang memiliki kesamaan dengan being
competent, dan competent yang memiliki kesamaan dengan having
ability, power, authority, skill, knowledge, attitude dan lain-lain.
Littrel (1984: 310), menjelaskan bahwa kompetensi adalah
kekuatan mental dan fisik untuk melakukan tugas atau keterampilan
yang dipelajari melalui latihan dan praktik. Sementara itu, menurut
Stephen J. Kenezevich (1984: 17), menjelaskan bahwa kompetensi
adalah kemampuan-kemampuan untuk mencapai tujuan organisasi.
Kemampuan menurut Kenezevich adalah hasil penggabungan
kemampuan-kemapuan yang memiliki banyak jenis, yang dapat
berupa pengetahuan, keterampilan, kecerdasan, dan lain-lain yang
dimiliki seseorang untuk mencapai tujuan organisasi.
Ace Suryadi (1999: 298-304), menjelaskan bahwa untuk mencapai
taraf potensi, seorang guru memerlukan waktu lama dan biaya mahal.
Status kompetensi yang profesional tidak diberikan oleh siapa pun,
17

tetapi harus dicapai dalam kelompok profesi bersangkutan. Pada


awalnya tentu harus dibina melalui penguatan landasan profesi,
misalnya pembinaan tenaga kependidikan yang sesuai, pengembangan
infrastruktur, pelatihan jabatan (in service training) yang memadai,
efisiensi dalam sistem perencanaan, serta pembinaan administrasi dan
pembinaan kepegawaian.
Cooper dalam Sudjana (1989: 18), menjelaskan bahwa ada empat
kompetensi guru, yakni:
1) Mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku
manusia.
2) Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang
dibinanya.
3) Mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman
sejawat, dan bidang studi yang dibinanya.
4) Mempunyai keterampilan teknik mengajar.
Depdikbud (1985: 25-26), menjelaskan bahwa adapun macam-
macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru adalah
sebagai berikut:
1) Kompetensi profesional, artinya guru harus memiliki
pengetahuan yang luas atau subject matter (bidang studi) yang
akan diajarkan, serta menguasai metodologi, dalam arti
memiliki konsep teoretis dan memilih metode dalam proses
belajar mengajar.
2) Kompetensi personal, artinya sikap kepribadian yang mantap
sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subjek.
Artinya memiliki kepribadian yang pantas diteladani, serta
mampu melaksanakan kepemimpinan seperti yang
dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu “Ing Ngarsa
Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri
Handayani”.
18

3) Kompetensi sosial, artinya guru harus mampu berinteraksi


sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama
guru, kepala sekolah, serta dengan masyarakat luas.
4) Kompetensi untuk melakukan pelajaran yang sebaik-baiknya
yang berarti mengutamakan nilai-nilai sosial dari nilai
material.
4. Karakteristik Guru
Karakteristik adalah suatu sifat atau karakter yang baik yang harus
dimiliki atau dikuasai oleh seorang pendidik untuk menghasilkan suatu
generasi yang bermartabat dan berakhlak.
Guru yang baik adalah guru yang memiliki beberapa karakteristik
dan kompetensi yang dibutuhkan dalam proses mengajar. Secara garis
besar seorang guru dituntut untuk memiliki minimal 3 karakteristik
utama, yaitu: karakteristik pribadi, karakteristik profesional dan
karakteristik keahlian.
a. Karakteristik Guru yang Baik
1) Memiliki minat yang besar terhadap mata pelajaran diajarkan
2) Memiliki kecakapan untuk memperkirakan kepribadian dan
suasana hati secara cepat.
3) Memiliki kesabaran, keakraban, dan sensitivitas yang
diperlukan untuk menumbuhkan semangat belajar.
4) Memiliki pemikiran yang imajinatif (konseptual) dan praktis
dalam usaha memberi penjelasan pada siswa.
5) Memiliki kualifikasi memadai dalam bidangnya baik isi
maupun metode mengajar.
6) Memiliki sikap terbuka, luwes, dan eksperimental dalam
metode dan teknik.
b. Kompetensi Guru yang Baik
UU Guru/Dosen, menjelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati,
dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
19

UU No 14 Tahun 2005 pasal 10 ayat (1) tentang kompetensi guru


yaitu:
1) Kompetensi Pedagogik, adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik.
2) Kompetensi Kepribadian, adalah kemampuan kepribadian
yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta
menjadi teladan peserta didik.
3) Kompetensi Sosial, adalah kemampuan guru untuk
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien
dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar.
4) Kompetensi Profesional, adalah kemampuan penguasaan
materi pelajaran secara luas dan mendalam.
c. Cirri-ciri Guru yang Baik
1) Selalu punya energi untuk siswanya
Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di
setiap percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik
juga punya kemampuan mendengar dengan seksama.
2) Punya tujuan jelas untuk pelajaran
Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk
setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu
dalam setiap kelas.
3) Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang
efektif sehingga bisa mempromosikan perubahan perilaku
positif di dalam kelas.
4) Punya keterampilan manajemen kelas yang baik
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen
kelas yang baikdan dapat memastikan perilaku siswa yang
baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif,
20

membiasakan menanamkan rasa hormat kepada seluruh


komponen didalam kelas.
5) Bisa berkomunikasi yang baik dengan orang tua murid
Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan
orang tua dan membuat mereka selalu update informasi
tentang apa yang sedang terjadi didalam kelas dalam hal
kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. Mereka membuat diri
mereka selalu bersedia memenuhi panggilan telepon.
B. Peran Guru Dalam Mengajar
1. Guru sebagai Pendidik
(Mulyasa, 2005: 37), menjelaskan bahwa guru adalah pendidik,
yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik, dan
lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas
pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan
disiplin.
Guru juga harus mampu mengambil keputusan secara mandiri
(independent), terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan
pelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan
kondisi peserta didik, dan lingkungan. Guru harus mampu bertindak dan
mampu mengambil keputusan secara cepat tepat waktu, tepat sasaran
terutama berkaitan dengan masalah pembelajaran dan peserta didik, tidak
menunggu perintah atasan atau kepala sekolah.
2. Guru Sebagai Pengajar
Hal yang perlu dilakukan dalam pembelajaran, sebagai berikut:
a. Membuat ilustrasi
Pada dasarnya ilustrasi menghubungkan suatu yang sedang
dipelajari peserta didik dengan suatu yang telah diketahuinya, dan
pada waktu yang sama memberikan tambahan pengalaman kepada
mereka.
b. Mendefinisikan
21

Meletakan suatu yang dipelajari secara jelas dan sederhana, dengan


menggunakan latihan dan pengalaman serta pengertian yang dimiliki
oleh peserta didik.
c. Bertanya
Menyajikan pertanyaan-pertanyaan yang berarti dan tajam agar
dapat dipelajari lebih jelas.
d. Mendengar
Memahami peserta didik, dan berusaha menyadarkan setiap
masalah.
e. Merespon
Mereaksi atau menanggapi pertanyaan peserta didik, pembelajaran
akan lebih efektif jika guru dapat merespon setiap pertanyaan peserta
didik.
f. Menciptakan kepercayaan
Peserta didik akan memberikan pertanyaan terhadap keberhasilan
guru dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi dasar.
g. Memberikan pandangan yang bervariasi
Melihat bahan yang dipelajari dari berbagai sudut pandang, dan
melihat masalah dalam kombinasi yang bervariasi.
h. Menyesuaikan metode pembelajaran
Menyesuaikan metode pembelajaran dengan kemampuan dan
tingkat perkembangan peserta didik serta menghubungkan materi baru
dengan suatu yang telah dipelajari.
i. Memberikan nada pesan
Membuat pelajaran menjadi lebih bermakna, dan hidup melalui
antusias dan semangat (E. Melyasa, 2005: 39-40).
Uraian diatas lebih bersifat teknis, karena dalam pembelajaran dan
pembentukan kompetensi peserta didik, guru melakukan banyak hal
melalui kebasaan, tentu saja ada keinginan untuk meningkatkan
kemampuan dalam melaksanakannya, sehingga hasilnya pun semakin
baik yang diwujudkan dalam prestasi belajar peserta didik.
22

C. Tinjauan tentang Minat Baca


1. Minat
a. Pengertian Minat
Minat adalah kecenderungan seseorang terhadap sesuatu atau bisa
dikatakan apa yang disukai seseorang untuk dilakukan. Pada dasarnya
setiap orang akan lebih senang melakukan sesuatu yang sesuai dengan
minatnya (yang disukai) dari pada melakukan sesuatu yang kurang
disukai (Lusi Nuryanti, 2008: 59).
Menurut Slameto (2003: 180), menjelaskan bahwa minat adalah
suatu rasa suka dan keterikatan pada suatu hal aktivitas tanpa ada yang
menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu
hubungan antara diri sendiri dengan situasi diluar diri. Minat bukan
dibawa sejak lahir, melainkan di proses kemudian, minat terhadap
suatu yang dipengaruhi belajar selanjutnya serta mempengaruhi
minat-minat baru. Jadi, minat terhadap suatu merupakan hasil belajar
dan menyokong hasil belajar selanjutnya. Walaupun minat terhadap
sesuatu hal yang yang tidak merupakan hal yang hakiki untuk dapat
mempelajari hal tersebut, asumsi umum menyatakan bahwa minat
akan membantu seseorang yang mempelajari.
Sedangkan menurut Jeanne Ellis Ormrod (2008: 101), menjelaskan
bahwa minat (interest) persepsi bahwa suatu aktivitas menimbulkan
rasa ingin tahu dan menarik; biasanya disertai oleh keterlibatan
kognitif dan efek yang positif.
Getzel (Mimin Haryati, 2007: 41), juga menjelaskan bahwa secara
umum termasuk karakteristik efektif dan jika seseorang memiliki
minat terhadap sesuatu maka orang tersebut akan melakukan langkah-
langkah nyata untuk mencapainya.
Crow and Crow dalam Abd. Rachman Abror (1993: 112),
menjelaskan bahwa minat berhubungan dengan daya gerak yang
mendorong kita cenderung atau merasa tertarik pada orang, benda,
kegiatan ataupun bisa pengalaman yang efektif yang diransang oleh
23

kegiatan itu sendiri. Dengan kata lain minat dapat menjadi penyebab
partisipasi dalam kegiatan.
Menurut Guillfrod dalam Munardi (1996: 146), menjelaskan
bahwa minat adalah kecenderungan tingkah laku umum seseorang
tertarik pada kelompok tertentu. Definisi lain menyebutkan bahwa
minat adalah kecenderungan orang untuk tertarik dalam suatu
pengalaman, dan demikian itu untuk seterusnya, kecenderungan ini
tetap bertahan sekalipun seseorang sibuk mengerjakan hal lain,
kegiatan yang diikuti seseorang karena kegiatan ini menarik baginya,
merupakan perwujudan minatnya.
Sementara itu, Tidjan dkk, (2008: 87), menjelaskan bahwa bila
individu mempunyai minat maka akan mendorong individu untuk
berbuat. Minat akan memperbesar motif individu sehingga perlu
ditimbulkan minat pada siswa.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Hurlock (2010: 114)
mengemukakan bahwa minat merupakan sumber motivasi yang
mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila
mereka bebas memilih.
b. Pembagian Minat
(Hurlock: 1999), menjelaskan bahwa minat merupakan sumber
motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka
inginkan bila mereka bebas memilih. Bila mereka melihat bahwa
sesuatu akan menguntungkan, mereka merasa berminat. Ini kemudian
mendatangkan kepuasan. Bila kepuasan berkurang, minat pun
berkurang. Sebaliknya, kesenangan merupakan minat yang sementara.
Ia berbeda dari minat bukan dalam kualitas melainkan dalam
ketetapan (persistence). Selama kesenangan itu ada, mungkin
intensitas itu ada, mungkin intensitas dan motivasi yang menyertainya
sama tinggi dengan minat. Namun ia segera berkurang karena
kegiatan yang ditimbulkannya hanya memberi kepuasan yang
24

sementara. Minat lebih tetap (persistent) Karena minat memuaskan


kebutuhan yang penting dalam kehidupan seseorang.
Dewa Katut Sukardi (1993: 117), menjelaskan bahwa ada tiga cara
yang dapat digunakan untuk menentukan minat sebagai berikut:
1) Minat yang diekspresikan (Expressed interest)
Seseorang dapat mengungkapkan minat atau pilihan dengan
kata-kata tertentu. Missal: seseorang mungkin menyatakan bahwa
dirinya tertarik dalam mengumpulkan mata uang logam, prangko
dan lain-lan.
2) Minat diwujudkan (Manifest interest)
Seseorang yang mengungkapkan minat bukan kata-kata
melainkan dengan tindakan atau perbuatan, yaitu ikut serta dan
berperan aktif dalam suatu bagian, misal kegiatan olahraga,
pramuka dan sebagainya yang menarik perhatian.
3) Minat yang diinventariskan (Inventorized interest)
Seseorang menilai minatnya agar dapat diukur dengan
menjawab terhadap sejumlah pertanyaan tertentu atau urutan
pilihannya untuk aktivitas tertentu. Minat yang diekspresikan
(Expressed interest) dan minat yang diwujudkan (Manifest
interest) keduanya merupakan petunjuk yang bermakna dari minat
siswa.
Minat terbagi menjadi 3 aspek, aspek kognitif, aspek afektif
dan aspek psikomotor.
1) Aspek Kognitif
Berdasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang pernah
dipelajari baik di rumah, sekolah dan masyarakat serta dan
berbagai jenis media massa.
2) Aspek Afektif
Konsep yang membangun aspek kognitif, minat yang dinyatakan
dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat.
Berkembang dari pengalaman pribadi dari sikap orang yang
25

penting. Yaitu orang tua, guru dan teman sebaya terhadap kegiatan
yang berkaitan dengan minat tersebut dan dari sikap yang
dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media massa
terhadap kegiatan itu.
3) Aspek Psikomotor
Berjalan dengan lancar tanpa perlu pemikiran lagi, urutannya
tepat. Namun kemajuan tetap memungkinkan sehingga keluwesan
dan keunggulan meningkat meskipun ini semua berjalan lambat.
c. Fungsi Minat
Minat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi usaha yang
dilakukan seseorang. Minat yang kuat akan menimbulkan usaha yang
gigih serius dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi tantangan.
Jika seorang siswa rasa ingin belajar, ia akan cepat dapat mengerti dan
mengingatnya. Minat merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi usaha yang dilakukan seseorang. Minat yang kuat akan
menimbulkan usaha yang gigih serius dan tidak mudah putus dalam
menghadapi tantangan.
Elizabet B. Hurlock (dalam Abdul Wahid, 1998: 109-110),
menjelaskan bahwa fungsi minat bagi kehidupan anak yaitu seperti
berikut.
1) Minat mempengaruhi bentuk intensitas cita-cita
2) Minat sebagai tenaga pendorong yang kuat
3) Prestasi selalu dipengaruhi oleh jenis dan intensitas
4) Minat yang dibentuk sejak kecil/masa kanak-kanak sering terbawa
seumur hidup karena minat membawa kepuasan.
Fungsi minat menurut Elizabet B. Hurlock akan diuraikan satu
persatu seperti berikut.
1) Minat mempengaruhi bentuk intensitas cita-cita
Sebagai contoh anak yang berminat pada olah raga mka
cita-cita adalah menjadi olahragawan yang berprestasi, sedangkan
26

anak yang berminat pada kesehatan fisik maka cita-citanya akan


menjadi dokter.
2) Minat sebagai tenaga pendorong yang kuat
Minat anak untuk menguasai pelajaran bisa mendorong
untuk belajar kelompok di tempat tamannya meskipun suasana
sedang hujan.
3) Prestasi selalu dipengaruhi oleh jenis dan intensitas
Minat seseorang meskipun di ajar oleh guru yang sama dan
diberi pelajaran tapi antara satu anak dengan yang lain
mendapatkan jumlah pengetahuan yang berbeda. Hal ini terjadi
karena berbeda daya serap mereka dan daya serap ini dipengaruhi
oleh intensitas minat mereka.
4) Minat yang dibentuk sejak kecil/masa kanak-kanak sering terbawa
seumur hidup karena minat membawa kepuasan.
Minat menjadi guru yang membentuk sejak kecil sebagai
misal akan terus terbawa sampai hal ini menjadi kenyataan.
Apabila ini terwujud maka semua suka duka menjadi guru yang
tidak akan dirasa karena semua tugas dilanjutkan dengan penuh
sukarela. Dan apa bila minat ini tidak terwujud maka bisa menjadi
obsesi yang akan dibawa sampai mati.
The Liang Gie (2004: 57), menjelaskan bahwa dalam
hubungannya dengan pemusatan perhatian, minat mempunyai
peranan dalam melahirkan perhatian yang serta merta,
memudahkan terciptanya pemusatan perhatian, dan mencegah
gangguan perhatian dari luar.
Oleh karena itu minat mempunyai pengaruh yang besar karena
bila sesuatu yang dilakukan tidak sesuai dengan minat siswa maka
siswa tersebut tidak akan melakukan suatu hal yang sebaik-baiknya,
sebab tidak ada daya tarik baginya. Sedangkan bila suatu itu menarik
minat siswa, maka ia akan mudah dipelajari dan disimpan karena ada
minatnya.
27

Fungsi minat lebih besar sebagai motivating force, yaitu sebagai


kekuatan yang mendorong siswa untuk melakukan sesuatu. Siswa
yang berminat pada pelajaran akan tampak terdorong terus untuk
tekun belajar, berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya menerima
pelajaran. Mereka hanya bergerak untuk mau belajar tapi sulit untuk
terus tekun karena tidak ada pendorongnya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa untuk
memperoleh hasil yang baik seorang siswa harus mempunyai minat
sehingga akan mendorong ia untuk terus berusaha.
d. Unsur-Unsur Minat
Abdul Wahid (1998: 56), menjelaskan bahwa seseorang dikatakan
berminat terhadap sesuatu bila individu memiliki beberapa unsure
seperti berikut:
1) Motif
Kata motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Sumadi Suryabrata (1989:32)
menjelaskan bahwa motif adalah keadaan dalam pribadi orang
yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu guna mencari suatu tujuan.
Seorang melakukan suatu aktivitas karena ada yang
mendorongnya. Dalam hal ini motivasi sebagai dasar
penggeraknya yang mendorong seseorang untuk bertindak. Dan
minat merupakan potensi psikologi yang dapat dimanfaatkan
untuk menggali motivasi bila seorang sudah termotivasi untuk
suatu hal, maka dia akan melakukan aktivitas tersebut dalam
rentangan waktu tertentu.
2) Perhatian
Perhatian sangatlah penting dalam mengikuti kegiatan
dengan baik, dan hal ini akan dipengaruhi pula terhadap siswa
dalam belajar. Sumardi Suryabrata (1984: 32), menjelaskan bahwa
perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai
28

sesuatu aktivitas yang dilakukan. Wasti Sumarto (1984: 32),


menjelaskan bahwa perhatian adalah pemusatan tenaga atau
kekuatan jiwa tertentu kepada suatu obyek, atau pendayagunaan
kesadaran untuk menyertai suatu aktivitas.
Siswa yang menaruh minat pada suatu aktivitas akan
memberikan perhatian yang besar. Ia tidak segan mengorbankan
waktu dan tenaga melakukan demi aktivitas tersebut. Oleh karena
itu seorang siswa yang mempunyai perhatian terhadap suatu
pelajaran, dia pasti akan berusaha keras untuk memperoleh nilai
yang bagus yaitu dengan belajar.
3) Kemauan
Sardiman (1986: 72), menjelaskan bahwa kemauan adalah
dorongan terarah pada suatu tujuan yang dikehendaki oleh akal
pikiran. Dorongan ini akan melahirkan timbulnya suatu perhatian
terhadap suatu obyek. Sehingga dengan demikian akan muncul
minat individu yang bersangkutan.
4) Perasaan
Sumadi (1989: 66), menjelaskan bahwa perasaan sebagai
gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya terhubung
dengan gejala-gejala mengenal dan dialami dalam kualitas senang
atau tidak berbagai saraf. Setiap aktivitas dan pengalaman yang
akan dilakukan akan selalu diliputi oleh suatu perasaan, baik
perasaan senang maupun perasaan tidak senang, perasaan
umumnya bersangkutan dengan fungsi mengenal artinya perasaan
dapat timbul karena mengamati, menganggap, mengingat-ingat
atau memikirkan sesuatu, yang dimaksud dengan perasaan disini
adalah perasaan senang dan perasaan tertarik.
Winkel (1983: 30), menjelaskan bahwa perasaan
merupakan aktivitas psikis yang di dalamnya subjek menghayati
dari nilai-nilai suatu objek. Perasaan sebagai faktor psikis non
intelektual, yang khusus berpengaruh terhadap semangat. Jika
29

seorang siswa mengadakan penilaian yang agak spontan melalui


perasaannya tentang suatu hal disekolah, dan penilaian itu
menghasilkan penilaian yang positif maka akan timbul perasaan
senang di hatinya akan tetapi jika penilaiannya negatif maka
timbul perasaan tidak senang.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
unsur-unsur minat adalah setiap aktivitas dan pengalaman yang akan
dilakukan akan selalu diliputi oleh suatu perasaan, baik perasaan
senang maupun perasaan tidak senang perasaan umum bersangkutan
dengan fungsi mengenal artinya perasaan dapat timbul karena
mengamati, menganggap, mengingat-ingat atau memikirkan sesuatu.
2. Membaca
a. Pengertian Membaca
Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan
selama belajar di sekolah. Membaca yang dimaksud tidak hanya
membaca buku pelajaran saja, tapi juga membaca majalah, jurnal,
Koran, tabloid, catatan hasil belajar, dan hal lain yang berhubungan
dengan kebutuhan belajar. Membaca adalah salah satu inti dari
belajar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan dalam PP RI No. 19
Tahun 2005 Pasal 21 ayat 2 bahwa “Pelaksanaan proses pembelajaran
dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis”
Hodgson dalam Tarigan (2015: 7), menjelaskan bahwa membaca
adalah proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui
media kata-kata atau bahasa tulis.
Menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (1996/1997: 49),
menjelaskan bahwa membaca merupakan salah satu jenis kemampuan
berbahasa tulis yang bersifat reseptif. Disebut reseptif karena dengan
membaca, seseorang akan dapat memperoleh informasi, memperoleh
ilmu dan pengetahuan serta pengalaman-pengalaman baru. Dengan
30

demikian, membaca menjadi unsur yang penting bagi perkembangan


pengetahuan manusia.
Farida Rahim (2005: 3), menjelaskan bahwa membaca adalah
efektif, keterlibatan membaca dengan teks tergantung pada konteks.
Orang senang membaca suatu teks yang bermanfaat, akan menemui
beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang
harus mudah dipahami sehingga menjadi interaksi antara pembaca dan
teks.
Puji Santosa (2009: 63) berpendapat, menjelaskan bahwa membaca
merupakan kegiatan memahami bahasa tulis. Pesan dari sebuah teks
atau barang cetak lainnya dapat diterima apabila pembaca dapat
membacanya dengan tepat, akan tetapi terkadang pembaca juga salah
dalam menerima pesan dari teks atau barang cetak manakala pembaca
salah dalam membacanya.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008: 246), menjelaskan
bahwa membaca merupakan kegiatan untuk mendapatkan makna dari
apa yang tertulis dalam teks. Untuk keperluan tersebut, selain perlu
menguasai bahasa yang dipergunakan, seorang pembaca perlu juga
mengaktifkan berbagai proses mental dalam sistem kognisinya.
Soedarso (2002: 14), menjelaskan secara singkat bahwa membaca
merupakan sebagai interaksi pembaca terhadap pesan tulis. Sementara
ada ahli yang mengatakan bahwa membaca itu merupakan kegiatan
melisankan kata-kata atau paparan tertulis (reading is pronouncing
word). Pendapat seorang ahli tersebut berdasarkan pada kenyataan
bahwa banyak orang yang membaca itu menyuarakan kata-kata yang
terdapat pada bacaan.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
membaca adalah proses untuk memahami simbol-simbol tulisan
(huruf, angka, tanda baca, dan sebagainya) sehingga pembaca dapat
mengerti maksud yang hendak disampaikan oleh penulis dalam
tulisannya.
31

b. Manfaat Membaca
Mark Twin menjelaskan banyak manfaat dari membaca, bahwa
dengan membaca buku bermutu seseorang memiliki keunggulan
komparatif dibanding dengan yang tidak membaca. Selain itu, dengan
membaca orang lebih terbuka cakrawala pemikirannya. Melalui
bacaan, seseorang berkesempatan melakukan refleksi dan meditasi,
sehingga budaya baca lebih terarah pada budaya intelektual dari pada
budaya hiburan yang dangkal. Dalam sejarah proses transportasi ilmu
pengetahuan dan teknologi, membaca menjadi niscayaan.
Ketermapilan membaca secara kritis menjadi modal dasar untuk
menganalisis, mengevaluasi, dan menyintesiskan bahan bacaan.
Naim (2013: 32), menyebutkan tentang manfaat membaca antara
lain:
1) Membaca merupakan cara paling efektif untuk menjawab segala
rasa ingin tahu;
2) Meluaskan cakrawala pembaca;
3) Menjadikan diri senantiasa tumbuh dan berkembang menjadi lebih
baik;
4) Membaca sangat menguntungkan otak;
5) Mengubah paradigma pembaca;
6) Mengembangkan kreativitas pembaca;
7) Menguatkan kepribadian pembaca;
8) Membaca adalah proses pemeriksaan, sehingga membuat pembaca
dapat berpikir kritis;
9) Buku dapat membuat pembaca menemukan jati dirinya.
Menurut Harjanto (2011: 14), menjelaskan bahwa buku serta aneka
jenis bacaan lain, memiliki fungsi atau manfaat praktis bagi
perkembangan anak. Beberapa diantaranya adalah:
1) Mengajarkan keterampilan membaca;
2) Mengembangkan kreativitas anak;
3) Mengajarkan ilmu pengetahuan;
32

4) Membina moral anak;


5) Melatih kemampuan berbahasa; dan
6) Relaksasi.
c. Tujuan Membaca
Tujuan utama membaca adalah memperoleh pemahaman.
Membaca pemahaman adalaha kegiatan membaca yang berusaha
memahami isi bacaan/teks secara menyeluruh.
Nurhadi (2004: 14) menjelaskan macam-macam tujuan membaca
yaitu:
1) Membaca untuk tujuan studi (telah ilmiah)
2) Membaca untuk menangkap garis besar bacaan
3) Membaca untuk menikmati karya sastra
4) Membaca untuk mengisi waktu luang
5) Membaca untuk mencari keterangan tentang suatu istilah.
Tarigan (1994: 10), menjelaskan bahwa membaca mempunyai
beberapa tujuan. Tujuan utama membaca adalah untuk memperoleh
informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Tarigan (1994:10)
mengemukakan tujuan membaca adalah:
1) Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta.
2) Membaca untuk memperoleh ide-ide utama.
3) Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan.
4) Membaca untuk menyimpulkan.
5) Membaca untuk mengelompokkan atau mengklasifikasikan.
6) Membaca untuk menilai atau mengevaluasi, dan
7) Membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan.
3. Minat Baca
a. Pengertian Minat Baca
Minat merupakan dorongan untuk memahami kata demi kata dan
isi yang terkandung dalam teks bacaan tersebut, sehingga pembaca
dapat memahami hal-hal yang dituangkan dalam bacaan itu.
Sinambela (dalam Sudarsana dan Bastiano, 2010: 4.27) menjelaskan
33

bahwa minat membaca adalah sikap positif dan adanya rasa


keterikatan dalam diri anak terhadap aktivitas membaca dan tertarik
terhadap buku bacaan.
Rahim (2011: 28), menjelaskan bahwa minat baca merupakan
keinginan yang kuat disertai usaha seseorang untuk membaca. Adapun
Dalman (2014: 141), menjelaskan bahwa minat baca sebagai
dorongan untuk memahami kata demi kata dan isi yang terkandung
dalam teks bacaan, sehingga pembaca dapat memahami hal-hal yang
dituangkan dalam bacaan itu.
Selanjutnya Tampubolon (dalam Dalman, 2014: 141) menjelaskan
bahwa minat baca adalah kemauan atau keinginan seseorang untuk
mengenali huruf dan menangkap makna dari tulisan tersebut. Menurut
Darmono (2004: 182), menjelaskan bahwa minat membaca
merupakan kecenderungan jiwa untuk mendorong seseorang untuk
berbuat sesuatu terhadap membaca. Minat baca ditunjukkan dengan
keinginan yang kuat untuk melakukan kegiatan membaca.
Penulis sangat berpendapat dengan pernyataan-pernyataan diatas
dengan menumbuhkan minat baca anak sejak dini mungkin, hal itu
akan berdampak kepada meningkatnya minat baca anak. Dalam hal
ini, minat baca anak akan meningkatkan apabila sering dihadapkan
dengan bacaan yang sesuai dengan kebutuhannya. Oleh sebab itu,
orang tua perlu memotivasi anak dan sekaligus menerimanya
membaca untuk sebagai keperluan. Apabila anak sudah terbiasa
membaca, ia akan gemar membaca dan bahkan membaca suatu
kebutuhan hidupnya dan akhirnya nanti tiada hari tanpa membaca.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa minat baca
merupakan aktivitas yang dilakukan dengan penuh ketekunan dalam
rangka membangun pola komunikasi dengan diri sendiri untuk
menemukan makna tulisan dan menemukan informasi untuk
mengembangkan intelektualitas yang dilakukan dengan penuh
kesadaran dan perasaan senang yang timbul dari dalam dirinya. Minat
34

baca juga dapat didefinisikan sebagai bentuk perilaku terarah guna


melakukan kegiatan membaca sebagai tingkat kesenangan yang kuat.
Disini minat baca diartikan sebagai keinginan yang kuat dari
seseorang untuk membaca. Oleh sebab itu, semakin tingkat minat baca
seorang, maka semakin kuat keinginannya untuk membaca.
b. Upaya Meningkatkan Minat Baca
Pembelajaran membaca tidak saja diharapkan untuk meningkatkan
keterampilan membaca, tetapi juga meningkatkan minat dan
kegemaran membaca siswa. Kegemaran membaca merupakan salah
satu kunci keberhasilan seseorang dalam meraih ilmu pengetahuan
dan teknologi. Untuk itu, guru perlu mengelola berbagai kegiatan
yang mampu menumbuhkan kegemaran membaca siswa. (Rahim,
2011: 130), menjelaskan bahwa membaca dengan senang hati
merupakan hal yang menentukan apakah seseorang akan membaca
dan melanjutkan membaca sepanjang hidupnya.
Hasyim (dalam Dalman, 2014: 144) menjelaskan bahwa usaha
yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat baca adalah agar tiap
keluarga memiliki perpustakaan keluarga, sehingga bisa dijadikan
tempat yang menyenangkan untuk berkumpul. Di tingkat sekolah,
rendahnya minat baca siswa bisa diatasi dengan perbaikan
perpustakaan sekolah. Guru maupun pustakawan harus mengubah
mekanisme proses pembelajaran menuju membaca sebagai suatu
sistem belajar sepanjang hayat. Guru juga harus bisa memainkan
perannya sebagai motivator agar siswa bergairah untuk membaca
buku. Misalnya, dengan memberi tugas rumah setiap selesai
pertemuan. Dengan sistem reading drill secara kontinu maka
membaca akan menjadi kebiasaan siswa dalam belajar. Di tingkat
daerah dan pusat bisa mengadakan program perpustakaan keliling atau
perpustakaan tetap di daerah-daerah, sedangkan masalah
penempatanya, pemerintah bisa berkoordinasi dengan pejabat daerah
35

setempat. Hal ini semakin memperbesar peluang masyarakat untuk


membaca.
Tarigan (2015: 106), menjelaskan bahwa untuk meningkatkan
minat baca perlu sekali seseorang berusaha menyediakan waktu untuk
membaca dan memilih bahan bacaan yang baik (ditinjau dari norma
kekritisan yang mencakup norma estetik, sastra, dan moral).
c. Cara Menumbuhkan Minat Baca
Shofaussamawati (2014: 58), menjelaskan bahwa minat baca
masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak relatif rendah. Mereka
lebih sering mencari hiburan pada acara di TV, warnet, play station,
mall, atau tempat hiburan lainnya dibandingkan membaca buku di
perpustakaan. Sekolah dan guru belum membudayakan siswa untuk
menggunakan perpustakaan sebagai salah satu sumber belajar,
sehingga siswa sangat rendah apresiasinya terhadap karya sastra
maupun buku maupun karya tulis lainnya. Minat baca perlu
ditumbuhkan sejak usia dini, sejak anak telah bisa membaca.
Pengenalan perpustakaan sejak dini kepada anak sangatlah penting,
karena dimulai dari kenal, mereka akan bisa menyukai apa yang ada
di perpustakaan terlebih apabila sarana dan prasarana yang disediakan
perpustakaan disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak. Sehingga
mereka akan lebih memanfaatkan perpustakaan sesuai dengan apa
yang mereka butuhkan. Dan dari situ dapat muncul rasa cinta mereka
terhadap perpustakaan. Selain pengenalan dari orangtua, disekolah
anak-anak harus mengenal perpustakaan dan manfaatnya.
Orang tua dapat menjadi contoh dirumah dengan membiasakan
membaca apa saja (Koran, majalah, tabloid, buku, dsb), menyediakan
bahan-bahan bacaan yang menarik dan mendidik, mengajak anak
berkunjung ke pameran buku sesering mungkin, dan memasukkan
anak menjadi anggota perpustakaan. Akan lebih baik lagi apabila
orangtua juga mampu menyediakan sarana seperti koleksi buku yang
relevan dan up to date, alat tulis, alat elektronik, serta ruangan dan
36

mebel yang memadai serta didesain semenarik mungkin, termasuk


penempelan slogan atau kata-kata mutiara yang dapat menumbulkan
semangat membaca anak. Atau dengan kata lain membuat
perpustakaan pribadi atau keluarga.
Menurut Naim (2013: 45), menjelaskan bahwa menumbuhkan
minat baca pada anak harus dimulai sejak dini dan secara intensif
dalam lingkungan keluarga serta sekolah. Selanjutnya membangun
kecintaan terhadap buku, kecintaan tersebut akan membuat seseorang
tidak merasa bosan atau capek. Yang terakhir dengan jalan
menyediakan bahan bacaan, yang bisa diperoleh dari toko buku,
perpustakaan, pameran, toko buku loakan, internet, dan juga kliping.
Adapun Harjanto (2011: 42), menjelaskan beberapa tips jitu untuk
menumbuhkan minat baca pada anak, yaitu:
1) Membiasakan membaca buku sejak anak masih dalam kandangun;
2) Membiasakan membaca buku setelah anak lahir;
3) Mintalah anak untuk menceritakan ulang bacaan yang didengar
atau dibacanya;
4) Membacakan buku cerita sebelum tidur;
5) Jadilah model atau panutan bagi anak;
6) Menjadikan buku sebagai pusat informasi;
7) Mengajak anak ke toko buku atau perpustakaan;
8) Membeli buku yang sesuai dengan minat atau hobi anak;
9) Mengatur keuangan dalam membeli buku;
10) Bertukar buku dengan teman;
11) Memberi hadiah yang memperbesar semangat membaca;
12) Menjadikan buku sebagai hadiah untuk anak;
13) Membuat buku sendiri;
14) Menempatkan buku pada tempat yang mudah dijangkau;
15) Menunjukkan tingginya penghargaan kita kepada buku dan
kegiatan membaca;
16) Menjadi orang tua yang gemar bercerita;
37

17) Menonton film daan membaca bukunya; dan


18) Membuat perpustakaan keluarga.
D. Konsep Dasar Peserta Didik
1. Pengertian Peserta Didik
Secara etimologi peserta didik dalam bahasa Arab disebut dengan
Tilmidzi bentuk jamaknya adalah Talamidz, yang artinya adalah murid.
Maksudnya adalah orang yang menginginkan pendidikan. Dalam bahasa
Arab dikenal juga dengan istilah Thalib bentuk jamak dari Thullab yang
artinya adalah orang yang mencari, artinya orang-orang yang mencari ilmu.
Secara lebih rinci, para ahli mendefinisikan peserta didik sebagai orang
yang terdaftar dan belajar di suatu lembaga sekolah tertentu, atau peserta
didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi
dasar yang masih sangat perlu dikembangkan.
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Dengan
demikian peserta didik adalah orang yang mempunyai pilihan untuk
menempuh ilmu sesuai dengan cita-cita harapan masa depan.
Desmita (2012: 39), menjelaskan bahwa dalam perspektif
pedagogis peserta didik diartikan sebagai sejenis makhluk “Homo
Educandum”, makhluk yang menghajatkan pendidikan. Dalam pengertian
ini peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang
bersifat laten sehingga dibutuhkan bimbingan dan binaan untuk
mengaktualisasikan agar dia dapat menjadi manusia susila yang cakap.
Sedangkan dalam perspektif psikologis peserta didik adalah individu yang
sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan baik fisik
maupun psikis. Sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang,
peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten
menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.
38

Sudarwan Danim (2010: 1), menjelaskan bahwa peserta didik


merupakan sumber utama dan terpenting dalam proses pendidikan formal.
Peseta didik bisa belajar tanpa guru. Sebaliknya, guru tidak bisa mengajar
tanpa adanya peserta didik. Oleh karena itu kehadiran peserta didik menjadi
keniscayaan dalam proses pendidikan formal atau pendidikan yang
dilembagakan dan menuntut interaksi antara pendidik dan peserta didik.
Disamping itu Oemar Hamalik (2004: 99), menjelaskan bahwa
peserta didik merupakan salah satu komponen dalam pengajaran,
disamping faktor guru, tujuan, dan metode pengajaran. Sedangakan
menurut Samsul Nizar (2002: 47), menjelaskan bahwa peserta didik
merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi
(kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.
Dilain pihak Abu Ahmadi (1991: 251), menjelaskan bahwa tentang
pengertian peserta didik yaitu peserta didik adalah orang yang belum
dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk
menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk
Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga Negara, sebagai anggota
masyarakat dan sebagai suatu pribadi atau individu.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
peserta didik adalah seseorang yang mengembangkan potensi dalam dirinya
melalui proses pendidikan dan pembelajaran pada jalur, jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Peserta didik bertindak sebagai pelaku pencari,
penerima dan penyimpan dari proses pembelajaran, dan untuk
mengembangkan potensi tersebut sangat membutuhkan seorang pendidik
atau guru.
2. Hakikat Peserta Didik
Peserta didik menurut ketentuan umum pasal 1 Undang-undang
Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses
pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Jenjang
taman kanak-kanak, menurut ketentuan pasal 1 Peraturan Pemerintah
39

Nomor 27 tahun 1990, disebut dengan anak didik. Adapun pada pendidikan
dasar dan menengah, menurut ketentuan pasal 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 28 dan Nomor 29 tahun 1990 disebut dengan siswa. Sementara
pada perguruan tinggi, menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30
tahun 1990 disebut mahasiswa.
Peserta didik juga mempunyai sebutan-sebutan lain seperti murid,
subjek didik, anak didik, pembelajar, dan sebagainya. Sebutan-sebutan
yang berbeda ini mempunyai maksud yang sama. Apapun istilahnya, yang
jelas peserta didik adalah mereka yang sedang mengikuti program
pendidikan pada suatu sekolah atau jenjang pendidikan tertentu.
Hasan Basri (2009: 89), menjelaskan bahwa peserta didik
merupakan subjek utama dalam pendidikan. Para pendidik selalu
berhubungan dengan peserta didik, tetapi setelah tugas pendidik selesai,
anak didik dituntut mengamalkan ilmu dalam kehidupan bermasyarakat.
Tugas utama peserta didik adalah belajar serta menuntut ilmu. Peserta didik
dituntut hidup mandiri, mampu menyelesaikan tugas-tugas pendidikan
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
3. Karakteristik Peserta Didik
Desmita (2012: 40), menjelaskan bahwa sebagai manusia yang
berpotensi, maka di dalam diri peserta didik ada suatu daya yang dapat
tumbuh dan berkembang di sepanjang usianya. Bila peserta didik adalah
sebagai komponen inti dalam kegiatan belajar mengajar, maka merekalah
sebagai pokok persoalan dalam interaksi edukatif. Oleh karena itu, untuk
mengembangkan potensi tersebut seorang pendidik terlebih dahulu
mengetahui dan memahami karakteristik peserta didiknya dengan baik.
Karakteristik yang harus di pahami tersebut yaitu:
a. Peserta didik adalah individu yang memiliki potensi fisik dan psikis
yang khas, sehingga dia merupakan insan yang unik. Potensi-potensi
yang khas yang dimiliki ini perlu dikembangkan dan diaktualisasikan
sehingga mampu mencapai taraf perkembangan yang optimal.
40

b. Peserta didik adalah individu yang sedang berkembang. Artinya,


peserta didik tengah mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya
secara wajar, baik yang ditunjukkan kepada diri sendiri maupun
diarahkan pada penyesuaian dengan lingkungannya.
c. Peserta didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan dan
perlakuan manusiawi. Sebagai individu yang sedang berkembang maka
proses pemberian bantuan serta bimbingan perlu mengacu pada tingkat
perkembangan.
d. Peserta didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk
mandiri. Dalam perkembangan peserta didik memiliki kemampuan
untuk berkembang kearah yang lebih dewasa. Karena itu, setahap demi
setahap orang tua atau pendidik perlu memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mandiri dan bertanggung jawab sesuai dengan
kepribadiannya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai