PENJELASAN DAN ASBABUN NUZUL AYAT AL QURAN TENTANG
BERBAKTI KEPADA ORANGTUA
1. Q.S An-nisa ayat 36
Dalam quran Surat An-nisa ayat 36 tersebut, Allah menjelaskan kewajiban- kewajiban bagi seorang Muslim yang secara garis besarnya ada tiga macam. Ketiga macam kewajiban tersebut, yaitu: 1) kewajiban kepada Allah, yaitu menyembah dan tidak mempersekutukannya; 2) berbuat baik kepada kedua orangtua; 3) berbuat baik pada masyarakat. Dari ayat ini jelas bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak hanya berkewajiban menyembah Allah SWT. Maksudnya, kalau perintah menyembah Allah itu wajib maka berbuat baik kepada kedua orangtua, kerabat, anak yatim, dan sebagainya itu juga wajib.
1. Q.S Al-an’am ayat 151
Ayat ini memeintahkan Rasulullah saw., mengajak kaum musyrikin meninggalkan posisi mereka yang hina yang tercermin pada kebejatanmoral dan penghambaan diri kepada selain Allah, menuju ketinggian derajat dan keluhuran budi pekerti. Ayat ini memerintahkan kita untuk, pertama, tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun. Kedua, berbuat baiklah secara dekat dan melekat kepada kedua orangtua secara khusus dan istimewa, dengan berbuat kebaktian yang banyak lagi mantap atas dorongan rasa kasih sayang pada mereka. Ketiga, janganlah membunuh anak-anak kamu karena sdang ditimp kemiskinan. Keempat, janganlah mendekati perbuatan-perbuatan keji, seperti membunuh, berzina, dll. Kelima, dan jangan membunuh jiwa yang memang diharamkan Allah membunuhnya kecuali berdasarkan suatu sebab yang benar, yakni berdasarkan ketetapan hukum yang benar. 2. Q.S Al-Isra’ ayat 23-24 Ayat ini menjelaskan bahwa Allah berfirman seraya memerintahkan agar hamba-Nya hanya beribadah kepada-Nya saja. Oleh karena itu, Allah menyertakan perintah ibadah kepada-Nya dengan perintah berbuat baik pada kedua orang tua. Janganlah kita sampai memperdengarkan kata-kata buruk, bahkan sampai mengucapkan kata ‘ah’ sekalipun yang merupakan tingkatan ucapan buruk yang paling rendah/ringan, jangan membentak keduanya, serta bersikap baik lah dengan lemah lembut, sopan santun, disertai pemuliaan dan penghormatan.
3. Q.S Al-ankabut ayat 8
Diriwayatkan oleh Muslim, at-Tirmidzi, dll, sebab turunnya ayat ini ialah berhubungan dengan peristiwa Sa’d bin Abi Waqqash ketika masuk Islam sehubungan dengan ibunya. Beliau adalah salah seorang sahabat nabi yang terdahulu masuk Islam (assabiqunal awwalun). Ibunya bernama Hamnah binti Abu sofyan. Sebagai seorang anak, Saad telah berbakti kepada ibunya sesuai kemampuannya. Setalah Hamnah mengetahui, bahwa saad secara sembunyi- sembunyi masuk Islam, maka sang ibu sama sekali tidak rela anaknya meninggalkan agama berhala. Ibunya itu berkata kepada Saad, “Hai sa’ad! Agama apa ini, kulihat engkau mengada-ada. Tinggalkan agamamu ini atau aku akan mogok makan dan minum, sampai mati. Dengan begitu engkau akan tercemar lantaran aku, yaitu engkau akan dituduh sebagai pembunuh ibunya.” Begitulah, lalu Ia berkata kepada ibunya, “Hai Ibu! Jangan engkau kerjakan itu semua, tetapi aku juga tidak bakal meninggalkan agamaku ini selama-lamanya karena faktor apapun.” Ibunya nekad, sehari semalam sudah mulai tidak makan dan tidak minum. Pagi harinya sudah tampak sangat letih. Hari kedua dia tidak mau makan juga dan badannya sudah semakin bertambah letih. Hari ketigapun tidak mau makan dan badannya semakin bertambah letih. Melihat keadaan yang demikian itu, Saad kemudian berkata kepadanya, “Hai Ibu! Ketahuilah, demi Allah! Seandainya engkau mempunyai seratus nyawa, lalu nyawa itu keluar satu persatu (dengan bertahap), namun aku tetap tidak akan mau meninggalkan agamaku ini, karena faktor apapun. Jika engkau sudi, makanlah dan jika engkau tidak sudi, jangan makan.” Melihat keteguhan Sa’ad yang demikian itu, akhirnya Ibunya berputus asa, tidak ada harapan lagi anakya akan berbalik kepada agama berhala. Karena tak tahan, ia makan dan minum seperti biasa. Peristiwa tersebut Allah abadikan dengan menurunkan ayat ini. Allah membenarkan perbuatan Saadbyakni tetap berbuat baik kepada orang tua, tetapi tidak boleh mengikuti kemauannya jika itu menuju ke arah syirik. Penjelasan lain, bahwa Allah memerintahkan kepada manusia agar berbakti kepada orangtua, lebih-lebih kepada Ibu yang telah mengandung. Ayat ini tidak menyebut jasa Bapak, tetapi menekankan pada jasa Ibu. Ini disebabkan karena ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena kelemahan Ibu, berbeda dengan Bapak. Di sisi lain, ‘peranana Bapak’ dalam konteks kelahiran anak, lebih ringan dibanding dengan peranan Ibu. Betapapun peranan tidak sebesar peranan ibu dalam proses kelahiran anak, namun jasanya tidak diabaikan karena itu anak berkewajiban berdoa untuk ayahnya, sebagai berdoa untuk ibunya. Karena begitu besar jasa Ibu, dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa: Seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan dan persahabatanku?" Nabi Saw menjawab, "ibumu...ibumu...ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu." (Mutafaq'alaih). Karena itulah, setiap anak harus menyadari perjuangan dan susah payah orangtuanya. Di samping harus taat kepada ajaran agama, berbakti kepada kedua orang tua, juga harus berusaha keras belajar dan menunut ilmu pengetahuan terutama ilmu-ilmu agama, sehingga mereka bersama-sama kedua orang tuanya memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagian di akhirat kelak. Dalam surah lain pula disebutkan seperti surah an-Nisa:36, al-An’am:151, dan al-Isra’:23 membahas tentang perlunya berbakti kepada orang tua. Sedangkan surah Luqman menyampaikan pesan untuk berbkati kepada orangtua dalam bentuk perintah Allah.
4. Q.S Luqman ayat 13-15
Ayat 13-14 merupakan nasihat Lukman kepada anaknya. Lukman melarang anaknya dari berbuat syirik, dia memberikan alasan atas larangan tersebut bahwa kemusyrikan itu adalah kazaliman. Pernyataan Lukman tentang hakikat ini di perkuat dengan dua tekanan. Pertama, mengawalinya dengan larangan berbuat syirik dan alasannya. Kedua, dengan huruf inna “sesungguhnya” dan huruf la “benar-benar”. Nasihat seorang ayah kepada anaknya adalah bebas dari segala syubhat dan jauh dari segala prasangka. Sesungguhnya perkara tauhid dan larangan berbuat syirik merupakan perkara lama yang selalu di serukan oleh orang-orang yang di anugrahkan oleh Allah diantara manusia. Tidak ada kehendak lain di baliknya melainkan kebaikan semata-mata, dan sama sekali tidak menghendaki selain yang demikian. Inilah pengaruh jiwa yang di maksudkan dalam ayat di atas. “… Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lamah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun… “. Ayat ini menggambarkan nuansa pengorbanan yang agung dan dahsyat. Seorang ibu dengn tabiatnya harus menaggung beban yang amat berat dan lebih kompleks. Namun, luar biasa, ia tetap menganggungnya dengan senang hati dan cinta yang lebih dalam, lembut dan halus. Walapun satu tarikan nafas dalam proses kehamilan dan kelahirannya, tetap tidak dapat di balasoleh seorang anak. Pasalnya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah. Dari sela-sela nuansa gambaran yang di liputi dengan kasih sayang itu, Al- Qur’an mengarahkan agar bersyukur kepada Allah sebagai pemberi nikmat yang pertama. Kemudian berterima kasih kepada kedua orang tua sebagai dua orang yang menjadi sarana nikmat itu pada urutan berikutnya. Al-Qur’an menggambarkan urutan kewajiban-kewajiban. Jadi, yang pertama bersyukur kepada Allah kemudian berterima kasih kepada orang tua. “Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya…” Hingga bila orang tbua menyentuh titik syirik ini, jatuhlah kewajiban taat kepadanya, dan ikatan aqidah harus mengalahkan dan mendominasi segala ikatan lainnya. Walaupun kedua orang tua telah mengeluarkan segala upaya, usaha, tenaga, pandangan yang memuaskan untuk menggoda anaknya agar menyukutukan Allah dimana ia tidak mengetahui tentang ketuhanannya (dan setiap yang disembah selain Allah pasti tidak memiliki sifat ketuhanan, karena itu camkanlah), maka pada saat itu anak diperintahkan agar jangan taat. Dan perintah itu berasal dari Allah sebagai pemilik hak pertama dalam ketaatan. Namun, perbedaan aqidah dan perintah dari Allah agar tidak taat kepada orang tua dalam perkara yang melanggar aqidah, tidaklah menjatuhkan hak kedua orang tua dalam bermuamalah dengan baik dan menjalin hubungan yang memuliakan mereka.
5. Q.S Al-ahqaaf ayat 15-16
Ulama berpendapat, bahwa ayat di atas turun menyangkut Sayyidina Abu Bakar r.a., saat usia beliau mencapai 40 tahun. Beliau telah bersahabat dengan Rasulullah sejak umur 18tahun dan nabi ketika itu berumur 20 tahun. Mereka sering kali bepergian bersama antara lain dalam perjalanan dagang ke Syam. Beliau memeluk islam pada usia 38 tahun dikala nabi baru beberapa saat menerima wahyu pertama, dan dua tahun setekah itu Abu Bakar r.a., berdoa dengan kandungan ayat di atas. Sayyidina Abu Bakar memperoleh kehormatan dengan keislaman ibu bapak dan anak-anaknya. Tidak ada seorang sahabat nabi, yang ayah, ibu, dan anak-anaknya memeluk Islam kecuali Abu Bakar r.a. Ayat ini memerintahkan manusia supaya berbuat baik kepada kedua orangtua dengan kebaikan apa saja yang tidak terikat oleh persyaratan tertentu. Ayat ini mengingatkan kita gambaran tentang bagaimana perjuangan seorang ibu ketika melahirkan kita. Dia bagaikan orang sakit yang berjuang dengan dirundung kemalangan, memikul beban berat, bernadas dengan susah payah, dan tersengal-sengal. Itulah gambaran saat ia mengandung. Oleh karenanya kita senantiasa diperintahkan untuk berbakti pada kedua orangtua, terutama ibu.