Anda di halaman 1dari 17

1.

ETIKA DAN ADAB MENGHORMATI IBU BAPA DALAM ISLAM

Setiap Muslim tentu harus mengetahui hak kedua orang tua atas dirinya untuk berbakti,
menaati dan berbuat baik terhadap keduanya. Bukan karena keberadaan orang tua atau
karena kebaikan mereka dalam memenui kebutuhan kita, atau menganggap mereka
sebagai orang yang paling berjasa terhadap kita yang dijadikan alasan untuk berbakti
kepada mereka, tetapi lebih dari itu. Kita berbakti kepada mereka harus karena Allah SWT.
karena Allah memang telah menetapkan kewajiban atas anak untuk berbakti dan berbuat
baik kepada kedua orang tuanya, bahkan perintah tersebut dalam penyebutannya
disertakan dengan kewajiban hamba yang paling utama yaitu kewajiban beribadah hanya
kepada Allah SWT. dan tidak menyekutukanNya.

“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Isra’: 23)

Perlu diketahui bahwa hak kedua orang tua merupakan hak terbesar yang harus
dilaksanakan oleh setiap muslim, berikut ini adalah beberapa petunjuk Rasulullah SAW.
dalam berbakti kepada kedua orang tua semasa hidupnya.

Mentaati mereka selama tidak mendurhakai Allah Ta’ala.

Mentaati kedua orang tua hukumnya wajib atas setiap muslim, sedang mendurhakai
keduanya merupakan perbuatan yang sangat diharamkan, kecuali jika mereka menyuruh
untuk menyekutukan Allah SWT. (berbuat syirik) atau bermaksiat kepadaNya. Allah Ta’ala
berfirman, artinya, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, ….” (QS.Luqman:15)
Selain itu, Rasulullah SAW. pun bersabda, “Tidak ada ketaatan untuk mendurhakai Allah.
Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam melakukan kebaikan”. (HR. Al-Bukhari)

Berbakti dan merendahkan diri di hadapan kedua orang tua

Allah SWT. berfirman, artinya, “…dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan «ah» dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’.” (QS. Al-Israa’: 23-24)

Rasulullah SAW. bersabda, “Sungguh merugi, sungguh merugi, dan sungguh merugi orang
yang mendapatkan kedua orang tuanya yang sudah renta atau salah seorang dari mereka
kemudian hal itu tidak dapat memasukkannya ke dalam surga.” (HR.Muslim) Di antara bakti
terhadap kedua orang tua adalah menjauhkan ucapan dan perbuatan yang dapat menyakiti
mereka, walaupun berupa isyarat atau dengan ucapan ‘ah’, tidak mengeraskan suara
melebihi suara mereka. Rendahkanlah diri dihadapan keduanya dengan cara mendahulukan
segala urusan mereka.

Menyediakan makanan untuk mereka.

Hal ini juga termasuk bentuk bakti kepada kedua orang tua, terutama jika hal tersebut
merupakan hasil jerih payah sendiri. Lebih-lebih jika kondisi keduanya sudah renta. Sudah
seyogyanya, mereka disediakan makanan dan minuman yang terbaik dan lebih
mendahulukan mereka berdua dari pada dirinya, anaknya dan isterinya.

Meminta izin kepada mereka sebelum berjihad dan pergi untuk urusan lainnya.

Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan (kewajibannya untuk
dirinya-pent). Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW. dan bertanya, “Wahai
Rasulullah apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya, ‘Apakah kamu masih
mempunyai kedua orang tua?’ Laki-laki tersebut menjawab, ‘Masih’. Beliau bersabda,
‘Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya’.”(HR. al-Bukhari dan Muslim), dan
masih banyak hadits yang semakna dengan hadits tersebut.

Memberikan harta kepada orang tua sebesar yang mereka inginkan.

Rasulullah SAW. pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata, “Ayahku ingin
mengambil hartaku”. Nabi SAW. menjawab, “Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu.” (HR.
Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil (kikir) terhadap orang yang
menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil, serta telah berbuat baik
kepadanya.
Membuat keduanya ridha dengan berbuat baik kepada orang-orang yang dicintainya.

Hendaknya seseorang membuat kedua orang tuanya ridha dengan berbuat baik kepada
orang-orang yang mereka cintai. Yaitu dengan memuliakan mereka, menyambung tali
silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka, dan lain
sebagainya.
Memenuhi sumpah / Nazar kedua orang tua.

Jika kedua orang tua bersumpah untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak
terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah
keduanya karena hal itu termasuk hak mereka.

Tidak Mencaci maki kedua orang tua.

Rasulullah SAW. bersabda, “Termasuk dosa besar adalah seseorang mencaci maki orang
tuanya.” Para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah, apa ada orang yang mencaci maki orang
tuanya?’ Beliau menjawab, “ Ada. ia mencaci maki ayah orang lain kemudian orang tersebut
membalas mencaci maki orang tuanya. Ia mencaci maki ibu orang lain lalu orang itu
membalas mencaci maki ibunya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Terkadang perbuatan tersebut tidak dirasakan oleh seorang anak, dan dilakukan dengan
bergurau padahal hal ini merupakan perbuatan dosa besar.

Mendahulukan berbakti kepada ibu daripada ayah.

Seorang lelaki pernah bertanya kepada Rasulullah SAW. “Siapa yang paling berhak
mendapatkan perlakuan baik dariku?” beliau menjawab, “Ibumu.” Lelaki itu bertanya lagi,
‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau kembali menjawab, “Ibumu”. Lelaki itu kembali bertanya,
“Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ibumu”. Lalu siapa lagi? Tanyanya. “Ayahmu,”
jawab beliau.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas tidak bermakna lebih menaati ibu daripada ayah. Sebab, menaati ayah lebih
didahulukan jika keduanya menyuruh pada waktu yang sama dan dalam hal yang
dibolehkan syari’at. Alasannya, ibu sendiri diwajibkan taat kepada suaminya.
Maksud ‘lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibu’ dalam hadits tersebut adalah
bersikap lebih halus dan lembut kepada ibu daripada ayah. Sebagian Ulama salaf berkata,
“Hak ayah lebih besar dan hak ibu patut untuk dipenuhi.”

Mendahulukan berbakti kepada kedua orang tua daripada berbuat baik kepada isteri.

Di antara hadits yang menunjukkan hal tersebut adalah kisah tiga orang yang terjebak di
dalam gua lalu mereka tidak bisa keluar kemudian mereka bertawasul dengan amal baik
mereka, di antara amal mereka, ‘ada yang mendahulukan memberi susu untuk kedua orang
tuanya, walaupun anak dan istrinya membutuhkan’. Dan terkahir adalah berbicara dengan
lemah lembut di hadapan mereka. [ns/Abu TholhahAndriAbdul Halim/Mausu’ah al-Adab
al-Islamiyah, Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhushalihin, dan Minhajul Muslim]

2. ETIKA DAN ADAB MENGHORMATI IBU BAPA DALAM KRISTIAN


Salah satu dari Sepuluh Hukum Tuhan adalah “Hormatilah ayahmu dan ibumu supaya lanjut
umurmu di tanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu” (Keluaran 20:12). Sebenarnya
apakah makna “hormat” di sini? Kita juga harus memahami batas hormat anak kepada
orangtua, sebab perintah ini diberikan bukan tanpa batas. Sehingga kita pun bisa bertindak
benar dalam menghormati orangtua kita

Salah satu dari Sepuluh Hukum Tuhan adalah "Hormatilah ayahmu dan ibumu supaya lanjut
umurmu di tanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu" (Keluaran 20:12). Sebenarnya
apakah makna "hormat" di sini?

1. Hormat berarti bersikap santun dan patuh terhadap orangtua. Di dalam hukum Taurat
tertera perintah yang mengharuskan orang Israel untuk menjatuhkan sanksi berat-
kematian-kepada anak yang mengutuki orangtuanya, "Apabila ada seseorang yang
mengutuki ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati; ia telah mengutuki
ayahnya atau ibunya, maka darahnya tertimpa kepadanya sendiri" (Imamat 20:9).

2. Hormat berarti bertanggung jawab memelihara kelangsungan hidup orangtua. Tuhan


Yesus menegur orang Yahudi yang menyelewengkan perintah Tuhan akan
persembahan atas dasar ketidakrelaan memenuhi kebutuhan orangtua (Matius 15:3-
6). Juga, sebelum Tuhan Yesus mati di kayu salib, Ia meminta Yohanes untuk
memelihara Maria, ibu-Nya (Yohanes 19:26-27). Semua ini memperlihatkan bahwa
Tuhan menginginkan kita untuk bertanggung jawab memelihara kelangsungan hidup
orangtua kita.

Namun kita juga harus memahami batas hormat kepada orangtua sebab perintah ini
diberikan bukan tanpa batas.

1. Kendati kita harus patuh kepada orangtua namun kepatuhan kita tidak boleh
melebihi kepatuhan kepada Tuhan sendiri. Firman Tuhan mengingatkan,
"Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku .
. ." (Matius 10:37).

2. Walaupun keluarga jasmaniah adalah penting namun bagi Tuhan terpenting adalah
keluarga rohaniah. Pada waktu Tuhan tengah mengajar, ibu dan saudara Tuhan
Yesus datang mengunjungi-Nya. Tuhan menegaskan, "Siapakah ibu-Ku dan
siapakah saudara-saudara-Ku? . . . Sebab siapa pun yang melakukan kehendak
bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku . . . dialah ibu-Ku" (Matius 12:46-50).

3. Tanggung jawab kepada orangtua lebih bersifat fisik ketimbang emosional. Anak
berkewajiban memelihara kelangsungan hidup orangtua di masa orangtua tidak lagi
dapat memenuhi kebutuhannya. Namun anak tidak berkewajiban membuat orangtua
senang secara membabi buta; menyenangkan orangtua mempunyai batasnya.
Firman Tuhan mencatat, "Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya berkata
kepada-Nya, 'Tuhan, izinkanlah aku pergi terlebih dahulu menguburkan ayahku.'
Tetapi Yesus berkata kepadanya, 'Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati
menguburkan orang-orang mati mereka' " (Matius 8:21-22).

4. Setelah kita menikah, kita harus mengutamakan keluarga sendiri tanpa harus
melepaskan tanggung jawab kita sebagai anak kepada orangtua. Itu sebabnya
Tuhan berfirman, "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan
ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging"
(Kejadian 2:24). Harus ada sebuah tindak pemisahan dan prioritas sehingga
keluarga yang baru dapat berdiri dengan mandiri.

3. ETIKA DAN ADAB MENGHORMATI IBU BAPA DALAM BUDDHA


Di dunia ini sering dijumpai anak-anak yang tidak berbakti kepada orang tuanya. Mereka
sering menyalahkan orang tuanya karena mereka menganggap bahwa orang tuanya tidak
memberikan cinta kasih dan perhatian yang penuh kepada mereka. Mereka selalu menuntut
cinta kasih dan perhatian dari orang tuanya karena mereka menganggap bahwa cinta kasih
dan perhatian itu wajib diberikan oleh orang tua kepada mereka. Mereka tidak menyadari
bahwa anak yang baik seyogyanya tidak menuntut cinta kasih dan perhatian, tetapi
melakukan kewajibannya dengan baik.

Di dunia ini sering dijumpai anak-anak yang selalu menuntut agar orang tuanya dapat
menjadi manusia yang sempurna dalam berbagai hal, seperti Ariya Puggala (makhluk suci).
Anak-anak selalu menuntut agar orang tuanya berkelakuan baik dan bertutur kata ramah,
tanpa pernah mengoreksi dirinya sendiri. Anak-anak selalu melihat sifat-sifat buruk yang
dimilikinya oleh orang tuanya, tanpa pernah menyadari bahwa orang tuanya yang belum
mencapai kesucian itu masih dapat berbuat salah. Anak-anak selalu mencela dan membenci
orang tuanya jika orang tuanya berbuat salah. Tanpa pernah berusaha memberitahu
kesalahan orang tuanya dengan cara yang bijaksana. Anak-anak tidak pernah menyadari
bahwa orang tuanya dapat berwatak keras itu sesungguhnya karena pengalaman masa
lalunya. Anak-anak tidak pernah menyadari bahwa sesungguhnya tidak mudah untuk
merubah sifat dan watak orang tuanya yang keras itu. Anak-anak tidak pernah menyadari
bahwa jika mereka tidak dapat merubah sifat dan watak orang tuanya yang keras itu, maka
seharusnyalah mereka merubah pikiranya sendiri.

Di dunia ini sering dijumpai anak-anak yang tidak menghormati dan tidak patuh kepada
orang tuanya. Mereka sering mendelik, menentang, dan membangkang orang tuanya.
Mereka datang dan pergi dari rumah tanpa memberitahukan kepada orang tuanya. Mereka
pergi meninggalkan rumah pagi-pagi sekali dan kembali sampai jauh malam. Mereka tidak
mengacuhkan teguran-teguran dan peringatan-peringatan yang diberikan orang tuanya.

Di dunia ini sering dijumpai anak-anak yang sukar dididik dan diatur. Mereka keras kepala,
malas, dan dungu. Mereka tidak mempunyai keinginan untuk belajar. Mereka berteman
dengan orang-orang jahat dan segera meniru kebiasaan-kebiasaan jahat tersebut. Mereka
menjadi nakal, suka berkelahi, gemar berjudi, tidak perduli lagi pada moral, terjerumus
dalam kehidupan seks yang salah, masuk dalam kenikmatan narkotika, ganja, dan
sejenisnya. Kemudian, mereka menarik saudara-saudaranya untuk ikut berbuat jahat,
sehingga menambah kesedihan orang tuanya.
Di dunia ini sering dijumpai anak-anak yang tidak memperdulikan kesejahteraan,
kebahagiaan, dan kesehatam orangtuanya. Mereka tidak pernah menanyakan apakah
orangtuanya tidak menderita panas atau dingin, lapar atau haus. Mereka tidak pernah
menanyakan, apakah orangtuanya dapat tidur nyenyak dan beristirahat dengan tenang.
Mereka tidak pernah menanyakan apakah orangtuanya tidak menderita sakit apapun.
Mereka tidak pernah melayani orangtuanya dengan baik. Mereka tidak pernah
memperhatikan kesusahan orangtuanya, Mereka tidak pernah mengetahui bahwa
orangtuanya sering menangis, meratap, dan berkeluh kesah.

Di dunia ini sering dijumpai anak-anak yang melupakan kebaikan orang tuanya. Mereka
tidak menyadari pengorbanan yang amat besar yang telah diberikan oleh orang tuanya
kepada mereka. Mereka tidak tahu berterima kasih kepada orang tuanya. Mereka tidak
berbakti kepada orang tuanya. Mereka tidak berusaha menghibur dan membahagiakan
orang tuanya. Mereka tidak berusaha memenuhi keinginan-keinginan orang tuanya. Mereka
baru menyadari semua itu ketika orang tuanya sudah meninggal dunia. Mereka baru
menyesali semua sikap dan tingkah lakunya sebagai anak yang tidak berbakti. Penyesalan
memang selalu datang terlambat.
Dalam kitab suci Dhammapada Bab V ayat 67, Sang Buddha bersabda,

“Bilamana suatu perbuatan setelah selesai dilakukan membuat seseorang menyesal, maka
perbuatan itu tidak baik. Orang itu akan menerima akibat perbuatannya dengan ratap tangis
dan wajah yang bergelimang air mata.”

Pengorbanan Orang Tua

Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan manusia didunia ini tidak terlepas dari jasa dan
pengorbanan orang tuanya. Pengorbanan orang tua telah diberikan sejak ibu mengandung,
melahirkan, sampai anak-anaknya dewasa dan menikah, bahkan sampai orang tua
meninggal dunia. Orang tua selalu berkorban untuk anak-anaknya, paling tidak dengan
pemikiran kehidupan anak-anaknya.

Pada saat ibu mengandung badannya seolah-olah menjadi seberat gunung. Selama
mengandung, ibunya merasakan kesusahan setiap kali bangun tidur, seolah-olah
mengangkat beban yang berat. Sepanjang hari, ibu terasa mengantuk dan lamban. Seperti
orang sakit parah, ibu tidak mampu menelan makanan dan minumam dengan baik. Setiap
hari ibu selalu gelisah memikirkan anaknya yang akan lahir, apakah cacat atau normal. Ibu
juga khawatir dan takut akan kematian.
Setelah sepuluh bulan berlalu, ibu menderita berbagai macam kesakitan waktu melahirkan.
Ibu mempertaruhkan kehidupannya sendiri pada saat melahirkan anaknya. Darah ibu
mengalir laksana darah seekor domba yang mengucur ketika disembelih. Ibu sangat letih
dalam badan dan pikiran. Namun, ketika mendengar bahwa anaknya terlahir normal dan
sehat, ia dipenuhi dengan kegembiraan yang melimpah. Tetapi sesudah itu, kesedihan
datang kembali, karena rasa sakit kembali menyerang tubuhnya untuk beberapa waktu
lamanya.

Setelah anak lahir, ibu menggendongnya dan memberikan air susu yang merupakan
darahnya sendiri. Ibu mengasuh anaknya dengan penuh kasih sayang. Ibu membersihkan
kotoran anaknya tanpa merasa jijik. Ibu dan juga ayah menjaga anaknya siang dan malam.
Mereka tidak pernah tidur nyenyak, karena selalu diganggu oleh tangis anaknya. Mereka
tidak pernah memikirkan rasa laparnya, tetapi mereka selalu mengusahakan agar anaknya
mendapat makanan dan minuman yang cukup.

Ibu dan ayah selalu mencintai dan berusaha membahagiakan anak-anaknya. Mereka selaku
berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Dengan rela, mereka menderita
untuk kepentingan anak-anaknya. Mereka, terutama ayah, berusaha bekerja keras mencari
uang untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Mereka berusaha memberikan berbagai
ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada anak-anaknya, sehingga kelak anak-anaknya
dapat bekerja sendiri.

Orang tua memikirkan anak-anaknya. Orang tua ikut bersuka cita akan kebahagiaan anak-
anaknya dan turut berduka akan kesulitan anak-anaknya. Bila anak bekerja berat, orang
tuanya merasa sedih. Bila anak bepergian jauh, orang tua merasa khawatir akan keadaan
anaknya. Dari pagi hingga malam, hati mereka selalu bersama anak-anaknya. Mereka
selalu berdoa agar anak-anaknya selamat sejahtera, dan bahagia.

Orang tua tidak pernah merasa bosan untuk mendidik dan membimbing anak-anaknya.
Mereka mengajarkan sila atau kelakuan bermoral kepada anak-anaknya, dengan harapan
agar anak-anaknya dapat tumbuh menjadi manusia yang bermoral baik. Mereka berusaha
menumbuhkan hiri (malu berbuat jahat) dan ottappa (takut akan akibat perbuatan jahat)
dalam diri anak-anaknya. Mereka berusaha menanakan ajaran cinta kasih, kerelaan
memberi, menghormati yang lebih tua, toleransi, sopan santun, mempunyai tanggung jawab,
dan lain-lain.
Orang tua selalu berusaha melaksanakan kewajiban-kewajibannya, seperti yang tercantum
dalam Sigalovada Sutta, dengan baik dan secara ikhlas. Terdapat lima kewajiban orang tua
terhadap anak-anaknya, iaitu :
1. Mencegah anaknya berbuat jahat.
2. Menganjurkan anaknya berbuat baik
3. Melatih anaknya untuk dapat bekerja sendiri
4. Mempersiapkan pasangan yang sesuai bagi anaknya.
5. Memberikan warisan pada waktu yang tepat.

Bakti Anak Kepada Orang Tua

Jasa orang tua amat besar dan sulit terbalas oleh anak-anaknya selama hidupnya.
Dalam Anguttara Nikaya Bab IV ayat 2 Sang Buddha memberikan perumpamaan sebagai
berikut : “ Bila seorang anak menggendong ayahnya dipundak kiri dan ibunya di pundak
kanan selama seratus tahun, maka anak tersebut belum cukup membalas jasa kebaikan
yang mendalam dari orang tuanya.”

Anak-anak amat berhutang budi kepada orang tuanya. Tanpa kasih sayang dan
pengorbanan orang tua, anak-anak tidak mungkin dapat hidup bahagia. Sang Buddha
pernah mengatakan bahwa orang tua laksana “ Brahma” bagi anak-anaknya. Oleh sebab
itu, Anak-anak seyogyanya berbakti kepada orang tuanya. Sanak-anak seyogyanya merasa
gembira dan bahagia bila berkumpul dengan orang tuanya. Anak-anak seyogyanya berlaku
baik dan sopan terhadap orang tuanya.

Dalam Dhammapada bab XXIII ayat 332, Sang Buddha bersabda, “Berlaku baik terhadap
ibu merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini; berlaku baik terhadap ayah juga
merupakan kebahagiaan. Berlaku baik terhadap pertapa merupakan suatu kebahagiaan
dalam dunia ini, berlaku baik terhadap Para Ariya juga merupakan kebahagiaan.”

Anak–anak seyogyanya berusaha melakukan kewajibannya sebagai anak dengan sebaik-


baiknya. Dalam Sigalovada Sutta diuraikan mengenai 5 macam kewajiban anak kepada
orang tuanya, iaitu,

1. Merawat dan menunjang kehidupan orang tuanya terutama dihari tua mereka.
2. Membantu menyelesaikan urusan-urusan orang tuanya.
3. Menjaga nama baik dan kehormatan keluarganya.
4. Mempertahankan kekayaan keluarga, tidak menghambur-hamburkan harta orang tua
dengan sia-sia.
5. Memberikan jasa-jasa kebahagiaan kepada orang tuanya yang telah meninggal
dunia.

Merawat dan menunjang kehidupan orang tua.

Anak-anak seyogyanya merawat dan menunjang kehidupan orang tuanya yang telah tua
dengan hati yang tulus ikhlas. Anak-anak seyogyanya menanyakan kesehatan orang
tuanya. Jika sakit, anak-anak seyogyanya mengajak orang tuanya berobat ke dokter,
membantu meminumkan obat, menghiburnya, dan sebagainya. Anak anak seyogyanya
membawakan makanan dan minuman yang enak bagi orang tuanya. Anak-anak seyogyanya
menyempatkan diri untuk menemani orang tuanya pergi ke Vihara atau jalan-jalan ke tempat
rekreasi.
Anak-anak seyogyanya menyediakan tempat tinggal yang layak bagi orang tuanya yang
ingin menginap. Anak-anaknya tidak patut menolak kedatangan orang tuanya yang ingin
menginap. Anak-anak tidak patut saling melempar tanggung jawab diantara mereka dalam
hal merawat dan menampung orang tuanya. Seharusnya anak berbahagia jika orang tuanya
memilih tinggal dirumahnya, karena anak tersebut mempunyai kesempatan lebih banyak
untuk membalas kebaikan orang tuanya. Anak yang berbakti tidak akan menempatkan
orang tuanya di rumah jompo, walaupun dengan alasan orang tuanya lebih senang karena
banyak teman.

Membantu menyelesaikan urusan-urusan orang tuanya.

Setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti mempunyai barbagai masalah, termasuk orang
tu kita. Anak-anak seyogyanya berusaha membebaskan orang tuanya dari berbagai
masalah dan kekhawatiran. Anak-anak seyogyanya menanyakan masalah-masalah yang
dihadapi oleh orang tuanya dengan lemah lembut. Kemudian, anak-anak berusaha
menghibur orang tuanya dengan mengatakan bahwa semua masalah pasti dapat
terpecahkan. Tidak ada problem yang tidak terselesaikan. Tidak ada kesulitan yang tidak
ada akhirnya. Selanjutnya, anak-anak berusaha membantu memecahkan masalah-masalah
orang tuanya tersebut.

Menjaga nama baik dan kehormatan keluarga.

Anak-anak seyogyanya bertutur kata sopan dan berkelakuan baik. Anak-anak seyogyanya
menjalankan Pancasila Buddhis dalam kehidupan sehari-hari, yang berarti berusaha
menghindari kejahatan. Anak-anak seyogyanya berusaha menambah kebaikan dengan
berdana dan lain-lain. Anak-anak seyogyanya berusaha membersihkan pikirannya
dari lobha (keserakahan), dosa (kebencian), dan moha (kebodohan). Anak-anak
seyogyanya berusaha mengembangkan nialai-nilai spiritual dalam batinnya; melatih diri
untuk menjadi baik; melatih kesabaran, toleransi, simpati, rendah hati, ramah, jujur,
bijaksana, dan memiliki kesederhanaan. Dengan mempraktekkan ajaran-ajaran Sang
Buddha dalan kehidupan sehari-hari anak, tersebut telah dapat menjaga nama baik dan
kehormatan keluarga.

Mempertahankan kekayaan keluarga.

Hasil jerih payah orang tua selama hidup merupakan harta warisan yang perlu di jaga agar
dapat membawa manfaat. Anak-anak harus memanfaatkan harta tersebut dangan sebaik-
baiknya untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.

Memberikan jasa-jasa kebahagiaan kepada orang tuanya yang telah meninggal dunia.

Setelah orang tua meninggal dunia, anak-anak patut melakukan pattidana atau berbuat jasa
kebaikan yang dilimpahkan kepada orang tuanya yang telah meninggal dunia tersebut.
Jasa-jasa kebaikan yang dapat dilakukan oleh anak itu antara lain:
1. Memanjatkan paritta-paritta suci
2. Mencetak buku-buku Dhamma.
3. Berdana kepada vihara-vihara yang membutuhkan
4. Mempersembahkan jubah, Makanan, obat-obatan kepada Bhikkhu Sangha.
5. Melepas semua makhluk hidup, seperti burung, kura-kura, ikan.

Itulah lima kewajiban yang seyogyanya dilakukan oleh anak kepada orang tuanya. Anak-
anak seyogyanya berbakti kepada orang tua ketika masih hidup, karena itu akan lebih besar
manfaatnya jika dibandingkan setelah orang tua meninggal dunia. Anak-anak seyogyanya
berusaha menyempatkan diri di antara kesibukan-kesibukannya untuk mengunjungi dan
memperhatikan orang tuanya. Jika anak-anak membutuhkan cinta dan perhatian dari orang
tuanya, maka sesungguhnya orang tua juga membutuhkan cinta dan perhatian dari anak-
anaknya.

Dalam masyarakat kadang-kadang terjadi bahwa anak-anak yang sudah menikah mendapat
banyak rintangan ketika ingin berbakti kepada orang tuanya. Anak laki-laki yang sudah
menikah mungkin diancam oleh isterinya sedemikian rupa, sehingga ia takut dan mengikuti
segala keinginan isterinya untuk tidak membantu dan memperhatikan orang tuanya.
Hal ini dapat pula terjadi terhadap anak-anak perempuan yang sudah menikah. Ia dilarang
oleh suaminya untuk berhubungan dengan orang tuanya. Ia dilarang untuk membantu orang
tuanya yang kadang-kadang memang sedang dalam kesulitan. Ia tidak didukung oleh
suaminya ketika ingin berbakti kepada ornag tuanya, bahkan ia dikritik dan dicela. Akhirnya,
ia akan menjadi ragu dan bimbang, dan kemudian berhenti berbakti kepada orang tuanya.
Sebab, ia tidak memiliki keberanian untuk merealisasikan niat baiknya itu. Ia menyadari
semua tindakannya yang keliru setelah orang tuanya meninggal dunia. Ia menyesal, tetapi
terlambat. Yang ia dapat lakukan kemudian adalah pelimpahan jasa atau pattidana.

Sesungguhnya, umat Buddha yang baik tidak gentar terhadap kritikan dan celaan, apalagi
dalam hal berbuat baik, seperti berbakti kepada orang tua. Sang Buddha pernah
mengatakan, “ Janganlah berhenti berbuat baik hanya karena Anda dikritik. Jika Anda
memiliki keberanian untuk melaksanakan perbuatan baik, walaupun dikritik, maka
sesungguhnya Andalah orang besar dan dapat berhasil dimana pun.”

Sesungguhnya, anak-anak yang baik akan tetap berbakti kepada orang tuanya walaupun
orang tuanya berwatak keras dan berkelakuan buruk. Anak-anak yang baik akan menyadari
kebenaran hukum karma, bahwa ia bisa mempunyai orang tua yang berwatak keras dan
berkelakuan buruk itu juga disebabkan oleh karma lalunya yang kurang baik. Anak-anak
yang baik tidak akan mencela dan membenci orang tuanya yang berbuat salah, karena ia
meyadari bahwa orang tuanya yang belum mencapai kesucian itu masih bisa berbuat salah.
Anak-anak yang baik tidak akan menganiaya atau membunuh orang tuanya yang mencaci
makinya, karena ia memiliki hiri dan ottappa. Anak-anak yang baik akan dapat menerima
kenyataan bahwa orang tuanya memiliki kekurangan-kekurangan. Anak-anak yang baik
akan memberikan maaf kepada orang tuanya yang melakukan kesalahan-kesalahan.
Selanjutnya, anak-anak yang baik akan berusaha melihat sifat-sifat baik yang dimiliki oleh
orang tuanya, dan berusaha menyayangi orang tuanya dengan sepenuh hati, serta
membimbing orang tuanya ke jalan yang benar dengan cara yang bijaksana.

Dalam Angguttara Nikaya Bab IV ayat 2, Sang Buddha juga memberikan petunjuk mengenai
cara terbaik untuk membalas budi dan jasa kebaikan orang tuanya, yaitu sebagai berikut :
“ Apabila anak dapat mendorong orang tuanya yang belum mempunyai keyakinan terhadap
Tiratana (Buddha, Dhamma, dan Sangha), sehingga mempunyai keyakinan kepada
Tiratana; apabila anak dapat membuka mata hati orang tua untuk hidup sesuai dengan
Dhamma, membimbing mereka untuk memupuk kamma baik, berdana, melaksanakan sila,
mengorong mereka mengembangkan kebijaksanaan, maka anak tersebut dapat membalas
budi dan jasa-jasa kebaikan orang tuanya.”

Sesungguhnya, dengan berbuat demikian, selain anak tersebut telah membalas jasa-jasa
orang tuanya, ia juga telah menumpuk karma-karma baik bagi dirinya sendiri.

4. ETIKA DAN ADAB MENGHORMATI IBU BAPA DALAM HINDU

Anak adalah buah cinta dari kedua orang tua, karena itulah anak merupakan tujuan hidup
dalam berumah tangga (Grhasthasrama). Anak merupakan dambaan setiap keluarga.
Kehadirannya memberikan kehangatan dan kebahagiaan seluruh anggota keluarga.
Dalam keluarga Hindu anak merupakan tempat berlindung bagi orang yang memerlukan
pertolongan.

Dari sudu etimologi anak berarti orang yang memberi pertolongan atau menyelamatkan
arwah leluhurnya dari neraka. Didalam Sarasamuccaya 228 disebutkan:
Durbalartham balam yasya tyagartham ca parigrahah, pakascaivapacitartham pitarastena
putrinah.

Artinya: Yang dianggap anak adalah orang yang menjadi pelindung bagi orang yang
memerlukan pertolongan, serta menolong kaum kerabat yang tertimpa kesengsaraan,
mensedekahkan segala hasil usahannya, memasak dan menyediakan makanan untuk
orang-orang miskin, demikian putra sejati namanya.

Sesuai sloka diatas, sebagai seorang anak harus dapat menempatkan diri pada posisi yang
sebenarnya, artinya mengetahui dan melaksanakan kewajibannya. Bagi keluarga Hindu
anak diharapkan mampu menjaga nama baik keluarga, berpengatahuan, cerdik cendikiawan
dan mempunyai wawasan berpikir yang luas serta yang lebih penting adalah memiliki budi
pekerti yang luhur. Inilah yang disebut dengan istilah “Suputra”, Su artinya Baik, Putra
artinya Anak, Suputra adalah anak yang baik atau mulia.

Ditinjau dari tahapan hidup(catur asrama), tahap kehidupan seorang anak adalah
jenjang/tahap kehidupan awal yaitu brahmacari asrama adalah tingkatan/jenjang kehidupan
pada masa menuntut ilmu. Pengertian sempitnya adalah masa belajar (TK,SD,SMP,SMA
dan Perguruan Tinggi). Diawali dengan upacara Upanayana dan diakhiri dengan pengakuan
dengan pemberian Samawartana/ Ijazah. Dalam kegiatan belajar mengajar ini siswa/
Snataka harus mengikuti segala peraturan yang telah ditetapkan bahkan kebiasaan untuk
mengasramakan siswa sangat penting guna memperoleh ketenangan belajar serta
mempermudah pengawasan. Brahmacari juga mengandung makna yaitu orang yang tidak
terikat/ dapat mengendalikan nafsu keduniawian, terutama nafsu seksual. Segala tenaga
dan pikirannya benar- benar diarahkan kepada kemantapan belajar, serta upaya
pengembangan ketrampilan sebagai bekal hidupnya kelak.

Dengan demikian seorang anak mempunyai kewajiba utama yaitu menuntut ilmu baik formal
maupun non formal sebaik-baiknya dan seluas-luasnya untuk bekal pada tahapan catur
asrama berikutnya.

Dalam Sarasamuccaya 239, disebutkan:


Tapascaucavata nityam dharmasatyaratena ca, matapitroraharah pujanam karyamanjasa.

Artinya: Orang yang menghormati ibu bapaknya setiap harinya, namanya teguh melakukan
tapa dan senantiasa menyucikan dirinya, tetap teguh berpegang kepada yang disebut
dharma.

Kewajiban seorang anak memberikan penghormatan yang sangat tinggi kepada orang tua.
Di dalam Veda justru dikatan bahwa ayah dan ibu merupakan perwujudan Tuhan di dunia ini
(Pitr Devo Bhava, Matr Devo Bhava). Selain itu orang tua juga dikatakan sebagai “Guru
Rupaka”, orang yang melahirkan dan menjadikan manusia.

Sehingga wajib hukumnya si putra untuk menghormati orang tua.Sungguh sedih bila ada
diantara kita yang melalaikan, meremehkan, bahkan mendurhakai beliau.Memang dalam
kehidupan sehari-hari kita pernah memperhatikan atau melihat kejadian-kejadian yang pahit.
Misal, seorang putra yang sudah sukses dalam kehidupannya, berpangkat tinggi, kaya,
hidup serba mewah, akan tetapi melalaikan orang tuanya yang sudah renta, tidak bisa
berbuat apa-apa, hidup di tempat yang kumuh, dan peralatan yang seadanya. Namun
tentunya kita juga pernah menyaksikan seorang anak yang menghormati orang tuanya
dengan baik, memperhatikan segala kebutuhannya, dari kesehatan, makanan, fasilitas,
kebersihan, memperlakukannya sebagai seorang bayi dengan penuh kasih saying dan
perhatian.
Dalam Kitab Sarasamuccaya sloka 10 disebutkan,

yanmatapitarau klesam
sahete garbha dharane
na tasya niskrtih sakya
kartum varsa satair api

” Karena sangat besar penderitaan yang dialami olehnya, dahulu…”


Semasih ada dalam kandungan, segala upaya itusekarang merupakan hutangmu yang
terang tidak dapat engkau balas dalam waktu seratus tahun. Apa yangdikerjakan oleh
seorang putra seperti disebut di atas juga disemangati oleh Sarasamuccaya sloka 240, yang
intinya adalah Sebab sesungguhnya jauh lebih beratnya ibu dari beratnya tanah, karenanya
patut menghormati belau dengan sungguh-sungguh, tanpa ragu-ragu, demikian pula lebih
tinggi sesungguhnya penghormatan kepada bapa daripada tingginya langit, lebih deras
jalannya pikiran dibandingkan dengan jalannya angin, lebih banyak sungguhnya angan-
angan itu sibandingkan dengan banyaknya rumput. Sungguh berbahagia orang tua yang
mendapatkan perlakuan yang baik dari orang tuanya.

Dalam kitab suci Sarasamuscaya disebutkan ada empat pahala yang diterima oleh anak-
anak yang berbakti kepada orang tua, yakni :

1. Kirti
Selalu dipuji dan didoakan untuk mendapatkan kerahayuan oleh sanak keluarga dan orang-
orang lain keluarga, karena dipandang terhormat.
Puji dan doa yang positif seperti itu akan mendorong aktivitas dan gairah kehidupan
sehingga anak-anak akan menjadi lebih meningkat kualitas kehidupanny.

2. Ayusa. (Berumur panjang dan sehat).


Umur panjang dan sehat sangat diperlukan agar manusia dapat menempuh tahapan-
tahapan kehidupannya dengan sempurnya, yaitu melalui Catur ashrama: Brahmacarya,
gryahasta, wanaprastha, dan bhiksuka.
Brahmacarya adalah masa menempuh pendidikan, gryahastha adalah masa berumah
tangga dan mengembangkan keturunan, wanaprastha adalah masa menyiapkan diri menuju
kehidupan yang lebih suci, dan bhiksuka adalah masa kehidupan yang suci, lepas dari
ikatan-ikatan keduniawian.

3. Bala
Mempunyai kekuatan yang tangguh dalam menempuh kehidupan baik ketangguhan yang
berupa pemenuhan kebutuhan hidup, kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah
kehidupan, dan juga ketangguhan dalam arti menguatkan kesucian mental/ rohani

4. Yasa Pattinggal Rahayu.


Kebaktian pada orang tua akan menjadi contoh bagi keturunan selanjutnya dan akan
dilanjutkan, sehingga bila anak-anak sudah menjadi tua atau meninggal dunia, secara
sambung menyambung para keturunannya-pun akan menghormati dan berbakti kepadanya,
karena kebaktian itu sudah menjadi tradisi yang baik di dalam keluarganya.

Sebagaimana disebutkan dalam Manawa Dharmasastra di atas, bahwa bilamana seorang


istri merasa bahagia maka berbahagia pulalah rumah tangga itu.Anak-anak yang lahir dari
perkawinan yang baik hendaklah sejak kecil dididik agar berbakti kepada
orang tua.Orang tua melimpahkan kasih sayangnya kepada anak-anak dalam filosofi Agama
Hindu adalah karena keyakinan bahawa roh yang menjelma menjadi anak - anak adalah roh
leluhurnya sendiri. Oleh karena itu hubungan antara manusia dengan roh leluhur
mempunyai jalinan yang kuat dalam kaitan kepercayaan Atma tattwa dengan kepercayaan
Punarbhawa.

Bayi masih dalam kandungan sampai anak-anak lahir menjadi besar dan menempuh
kehidupan Sebagaimana diuraikan di atas, kewajiban orang tua kepada anak-anak dimulai
sejak jabang perkawinan.Kewajiban skala adalah kewajiban memelihara secara fisik dan
mental misalnya mencukupi kebutuhan sandang-pangan dan pendidikan.Kewajiban niskala
adalah kewajiban menyelenggarakan upacara-upacara manusa yadnya mulai dari
magedong-gedongan sampai pawiwahan.

Setelah anak-anak mandiri dan berkeluarga maka berbaliklah kewajiban itu, bahawa anak-
anak harus merawat dan memelihara orang tuanya sampai meninggal dunia, iaitu menjaga
kesihatan, kegembiraan, dan kebahagiaan hidup, menyelenggarakan pitra yadnya dan
mensucikan roh ayah-ibunya.Demikianlah kehidupan ini berputar terus secara timbal balik,
sehingga dapatlah dikatakan bahwa filsafat Tattwamasi merupakan cahaya bagi kehidupan
umat manusia di dunia.

Anda mungkin juga menyukai