Anda di halaman 1dari 6

Alginat merupakan suatu kopolimer linear yang terdiri dari dua unit monomerik, yaitu

asam D-mannuronat dan asam L-guloronat. Alginat terdapat dalam semua jenis algae
coklat (Phaeophyta) yang merupakan salah satu komponen utama penyusun dinding sel.
Alginat yang ditemukan dalam dinding sel algae coklat tersebut terdiri atas garam-
garam kalsium, magnesium, natrium, dan kalium alginat (Kirk dan Othmer 1994). Sifat-
sifat fisikokimia seperti viskositas dan rasio monomer penting artinya dalam
pemanfaatan alginat pada berbagai industri misalnya industri makanan, minuman,
kosmetik, cat, tekstil dan pemanfaatan lainnya. Viskositas dan gel strength merupakan
dua karakteristik kunci dalam kualitas alginat. Rasio monomer yang menyusun alginat
juga penting dalam pemanfaatan terutama dalam kaitan sifat bioaktifnya maupun sifat
struktur dari gelnya. Viskositas maupun rasio monomer alginat juga dipengaruhi oleh
spesies, asal dan proses ekstraksi dari alginatnya. Rasio monomer penyusun alginat
berbeda-beda ditentukan oleh spesies alginofit yang menghasilkannya, dan tempat
tumbuh alginofitnya (Rachmat dan Rasyid 2002). Sifat-sifat alginat sebagian besar
tergantung pada tingkat polimerisasi dan perbandingan komposisi guluronat dan
mannuronat dalam molekul. Asam alginat tidak larut dalam air dan mengendap pada
pH < 3,5 sedangkan garam alginat dapat larut dalam air dingin atau air panas dan
mampu membentuk larutan yang stabil. Natrium Alginat tidak dapat larut dalam pelarut
organik tetapi dapat mengendap dengan alkohol. Alginat sangat stabil pada pH 5 – 10,
sedangkan pada pH yang lebih tinggi viskositasnya sangat kecil akibat adanya degradasi
ß- eliminatif. Ikatan glikosidik antara asam mannuronat dan guluronat kurang stabil
terhadap hidrolisis asam dibandingkan ikatan dua asam mannuronat atau dua asam
guluronat. Kemampuan alginat membentuk gel terutama berkaitan dengan proporsi L-
guluronat (An Ullman’s 1998 diacu dalam Maharani dan Widyayanti 2009). Mine coins -
make money: http://bit.ly/money_crypto

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Sargassum sp. Sargassum sp.
memiliki bentuk thallus silindris atau gepeng, banyak percabangan yang menyerupai
pepohonan di darat, bangun daun melebar, lonjong seperti pedang, memiliki gelembung
udara yang umumnya soliter, batang utama bulat agak kasar, dan holdfast (bagian yang
digunakan untuk melekat) berbentuk cakram. Pinggir daun bergerigi jarang, berombak,
dan ujung melengkung atau meruncing. Sargassum sp tersebar luas di perairan
Indonesia, dapat tumbuh di perairan terlindung maupun berombak besar pada habitat
berkarang. Sargassum sp biasanya dicirikan oleh tiga sifat yaitu pigmen coklat yang
menutupi warna hijau, hasil fotosintesis terhimpun dalam bentuk laminarin dan algin
serta adanya flaget. Rumput laut jenis Sargassum umumnya merupakan tanaman
perairan yang mempunyai warna cokelat, berukuran relatif besar, tumbuh dan
berkembang pada substrat dasar yang kuat. Bagian atas menyerupai semak yang
berbentuk simetris bilateral atau radial serta dilengkapi bagian sisi pertumbuhan
(Anggadiredja et al. 2008) Adapun klasifikasi Sargassum menurut Anggadiredja et al.
(2008) sebagai berikut : Divisi : Rhodophyta Kelas : Phaeophyceae Ordo : Fucales Famili
: Sargassaceae Genus : Sargassum Gambar 1. Sargassum Sumber : Atmadja et al. (1996)
2.2 Komponen Kimia Sargassum sp. Alginat merupakan molekul linier dengan berat
molekul tinggi, sehingga mudah sekali menyerap air. Oleh karena itu, alginat baik sekali
fungsinya sebagai bahan pengental. Secara kimia, alginat merupakan polimer murni dari
asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linier yang panjang (Winarno 2008).
Bobot molekul alginat bervariasi, tergantung dari jenis alginat, sumber bahan baku yang
digunakan dan cara penyiapan bahan baku. Bobot molekul alginate berkisar antara
350.000-1.500.000, sedangkan alginat yang diperdagangkan berkisar antara 22.000-
200.000 dengan tingkat polimerisasi 180-930. Adapun komposisi kimia Sargassum sp.
berdasarkan hasil penelitian Luhur (2006) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.
Komposisi Kimia Sargassum sp. Komposisi kimia Persentase (%) Karbohidrat 19,06
Protein 5,53 Lemak 0,74 Air 11,71 Abu 34,57 Serat kasar 28,39 Sumber : Roswien (1991)
diacu dalam Luhur (2006) 2.3 Alginat Menurut Winarno (2008), alginat merupakan
komponen utama dari getah ganggang coklat (Phaeophyceae), dan merupakan senyawa
penting dalam dinding sel spesies ganggang yang tergolong dalam kelas Phaeophyceae.
Secara kimia, alginat merupakan polimer murni dari asam uronat yang tersusun dalam
bentuk rantai linier yang panjang. Alginat membentuk garam yang larut dalam air
dengan kation monovalen, serta amin dengan berat molekul rendah, dan ion
magnesium. Oleh karena alginat merupakan molekul linier dengan berat molekul tinggi,
maka mudah sekali menyerap air. Karena alasan tersebut, maka alginat baik sekali
fungsinya sebagai bahan pengental. Alginat dapat diekstrak dari alginophyte, yaitu dari
phaeophyceae yang menghasilkan alginat, antara lain Macrocystis, Ecklonia, Fucus,
Lessonia, dan Sargassum. Ada dua jenis monomer penyusun alginat, yaitu β-D-
Mannopyranosil Uronat dan α-L-Asam Gulopyranosyl Uronat. Dari kedua jenis
monomer tersebut, alginat dapat berupa homopolimer yang terdiri dari monomer
sejenis, yaitu β-D-Mannopyranosil Uronat saja atau α-L-Asam Gulopyranosyl Uronat
saja; atau alginat dapat juga berupa senyawa heteropolimer jika monomer penyusunnya
adalah gabungan kedua jenis monomer tersebut, seperti yang diilustrasikan sebagai
berikut : Gambar 2. Struktur alginat Sumber : Rasyid (2005) 2.3.1 Na-alginat Viskositas
Na-alginat dikelompokkan kedalam lima kelompok, yaitu ekstra tinggi 100 cps, tinggi
500 cps, medium 300 cps, ekstra rendah 20-30 cps. Pengukuran dilakukan terhadap 1%
larutan alginat pada suhu 20oC. Menurut Rahardian (2009), faktor-faktor fisika yang
mempegaruhi sifat-sifat larutan alginat adalah suhu, konsentrasi dan ukuran polimer.
Karakeristik fisik garam alginat yaitu berupa tepung atau serat, berwarna putih sampai
dengan kekuningan, hampir tidak berbau, dan berasa. Sedangkan faktor-faktor kimia
yang berpengaruh adalah pH dan adanya pengikat logam, serta garam monovalen dan
kation polivalen. Asam alginat tidak larut dalam air dingin, namun sedikit larut dalam
air panas, larut dalam alkohol, eter dan gliserol. Garam-garam (K, Na, NH4+, dn Ca2-)
dan propilen glikol alginat larut dalam air dingin maupun panas, tapi garam kalsiumnya
tidak dapat larut dalam kondisi pH>7. Larutan garam alginat yang larut dalam air akan
membentuk gel pada larutan asam atau karena adanya ion kalsium dan kation logam
plovalen lainnya (Rahardian 2009). Pada konsentrasi tertentu larutan alginat akan
menjadi gel bila asam atau logam-logam polivalen ditambahkan pada natrium, kalium
atau amonium alginat. Kemampuan alginat membentuk gel secara reaksi dengan garam
kalsium merupakan sifat yang penting. Biasanya sebagai sumber kalsium adalah kalsium
karbonat, kalsium sulfat, dan kalsium klorida. Larutan natrium alginat 1-12 % akan
menjadi keras seperti gel oleh penambahan kalsium atau ion-ion bervalensi 2(Ba2+,
Pb2+, dan Sr2+). Semakin tinggi konsentrasi alginat dan derajat polimerisasinya,
semakin kuat gel yang terbentuk. Kekuatan gel dapat dikontrol atau diatur sehingga
dapat dihasilkan gel yang lunak atau lembut, yang elastis, yang keras ataupun yang kaku
(Rahardian 2009). Adapun struktur kimia Na-alginat dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur kimia Na-alginat 2.3.2 K-alginat K-alginat dipakai dalam obat-
obatan cair karena bisa meningkatkan viskositas dan dan pensuspensi bahan padat
sehingga digunakan sebagai koloid pelindung. Aplikasi K-alginat misalnya sebagai
pengisi obat penicillin dan obat-obat sulfa. K-alginat juga efektif sebagai tablet binder,
pengemulsi yang digunakan dalam pembuatan kapsul. Selain itu, alginate juga bisa
digunakan sebagai pengental yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan shampoo cair
serta sebagai bahan sediaan untuk minyak rambut dan larutan pencuci rambut
(Anggadiredja 2008). Di bidang lainnya, garam alginate ini juga dipakai untuk kosmetik,
berupa cream, jelly, serta pembentuk dan penstabil busa. Jelly berfungsi untuk
mencegah iritasi kulit, sedangkan alginate sebagai pembentuk dan penstabil busa
diaplikasikan pada sabun mandi dan sabun mencukur (Anggadiredja 2008). 2.4 Syarat
Mutu Alginat Menurut Food Chemical Codex (1981) diacu dalam Yunizal (2004), rumus
molekul dari asam alginat adalah (C6H706Na)n. Garam natrium dari asam alginat
berwarna putih samai kekuningan, berbentuk tepung atau serat, hampir tidak berbau
dan berasa, larut dalam air dan mengental (larutan koloid), tidak larut dalam larutan
hidrokoloid dengan kandungan alkohol lebih dari 20%, dan tidak larut dalam kloroform,
eter, dan asam dengan pH kurang dari 3. Standar mutu internasional untuk asam alginat
dan garam alginat sesuai dengan Food Chemical Codex (1981) diacu dalam Yunizal
(2004) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Standar mutu asam alginat dan garam
alginat Karakteristik Asam alginat Garam alginat Kemurnian (% berat kering) 91-104%
90.8-106% Rendemen >20% >18% Kadar CO2 <23% <21% Kadar As <3 ppm <3 ppm
Kadar Pb <0.004% <0.004% Kadar Abu <4% 18-27% Susut pengeringan <15% <15%
Sumber : Food Chemical Codex (1981) diacu dalam (2004) 2.5 Aplikasi Alginat Alginat
dimanfaatkan dalam berbagai industri seperti industri makanan, minuman, obat,
kosmetik, tekstil, industri cat dan penggunaan lainnya. Pemanfaatan alginat sebagai
emulsifying agent, disintegrating agent, moisturizing agent, pemanfaatan ini didasarkan
pada sifat fisika dan kimia alginat (Rachmat dan Rasyid 2004). Alginat telah terbukti
memperkuat mucus, perlindungan alamiah dari dinding usus, dapat memperlambat
pencernaan, dan pelepasan gizi di dalam tubuh. Lebih lanjut, alginat mengandung serat
yang tinggi, mengandung mineral penting, mudah dicerna, enak dan aman. Selama ini
alginat telah banyak digunakan sebagai bahan jelly, perekat makanan bertepung, bahan
pengental pada pembuatan minuman semacam bir, es krim, cream pada yoghurt dan
Iain-lain. Di Indonesia telah dikenal minuman alginat, namun masih perlu dukungan
promosi yang lebih luas. Kemungkinan penggunaan lain yang perlu dipopulerkan adalah
sebagai casing sosis, mengingat sosis sebagai makanan praktis yang popular (Anonim
2006). Alginat juga banyak digunakan pada industri kosmetik untuk membuat sabun,
cream, lotion, shampo, dan pencelup rambut. Industri farmasi memerlukannya untuk
pembuatan suspense, emulsifier, stabilizer, tablet, salep, kapsul, plester, dan filter.
Dalam industri makanan atau bahan makanan alginat banyak dijadikan sayur, saus, dan
mentega. Dalam beberapa proses industri, alginat juga diperlukan sebagai bahan
additive antara lain pada industri tekstil, kertas, keramik, fotografi, insektisida,
pestisida, pelindung kayu, dan pencegah api (Susanto 2009). Alginat juga dapat
berfungsi sebagai senyawa peningkat daya suspensi larutan (stabilisator) dengan proses
pengentalan larutan itu sendiri. Di sistem lain, alginat mampu menjaga suspensi karena
muatan negatifnya serta ukuran kalorinya yang memungkinkan membentuk
pembungkus bagi pertikel yang tersuspensi. Sifat viskositasnya yang tinggi mampu
mempengaruhi stabilitas emulsi minyak dalam air. Propyleneglycol alginat memiliki
gugus lipophylic maupun hydrophylic yang terdapat dalam molekul dan merupakan
emulsifier asli dengan sifat pengental yang kuat (Winarno 2008). METODOLOGI 3.1
Waktu dan Tempat Praktikum tentang analisis mutu rumput laut kering ini dilakukan
pada hari Sabtu, 15 Mei 2010 dari pukul 08.00 – 13.00 WIB bertempat di Laboratorium
Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan
dalam praktikum alginat adalah rumput laut Sargassum sp., NaOH 0,5 %, Na2CO3 2 %,
Na2CO3 10 %, NaOCL 10 %, HCl 0,2 N, 25 ml larutan H2O2, 10 ml larutan BaCL2,
propylene oxide 10 %, NH4CO3 10 % dan K2CO3 10 %. Alat yang digunakan pada
praktikum ini adalah penangas air, timbangan digital, termometer, pengaduk, saringan,
peralatan gelas, viskometer, cawan porselen, oven, mesin tanur, penangas air, kertas
saring dan desikator. 3.3 Prosedur Kerja Prosedur kerja analisis alginat dari rumput laut
Sargassum sp. dipotong dan dicuci kemudian direndam dalam HCl 0,5 % dengan
perbandingan 1 : 15 (b/v) selama 30 menit. Setelah itu kemudian dicuci dan direndam
lagi dalam NaOH 0,5 % dengan perbandingan 1:15 selama 30 menit dan kemudian
diekstraksi dengan larutan Na2CO3 2 % pada suhu 60 ˚C selama 60 menit. Setelah
diekstraksi, lalu disaring dan dicuci serta dipucatkan dengan larutan NaOCl 10 % dengan
perbandingan 1:50. Setelah itu diendapkan hingga membentuk asam alginat dengan
larutan HCl 15 %. Setelah terbentuk asam alginat, kemudian diendapkan lagi Na2CO3 10
% sehingga membentuk Na-alginat. Setelah itu kemudian dilarutkan dengan IPA
(Isopropyl alkohol) sehingga membentuk serat Na-alginat. Kemudian dikeringkan dan
dilakukan proses penepungan sehingga menghasilkan tepung Na-alginat. Diagram alir
prosedur kerja analisis alginat dari rumput laut Sargassum sp. disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram alir prosedur pembuatan tepung Na dan K Alginat dari Sargassum
sp. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Alginat merupakan komponen utama dari
getah ganggang coklat (Phaeophyceae), dan merupakan senyawa penting dalam dinding
sel spesies ganggang yang tergolong dalam kelas Phaeophyceae. Ada dua jenis monomer
penyusun alginat, yaitu β-D-Mannopyranosil Uronat dan α-L-Asam Gulopyranosyl
Uronat. Alginat merupakan garam dari asam alginat yang banyak dijumpai dalam
bentuk natrium alginat ( McNelly dan Pettit 1973 diacu dalam Luhur 2006). Pada
praktikum ini dilakukan analisis terhadap beberapa parameter mutu alginat yang
dihasilkan dari ekstraksi rumput laut Sargassum sp. Adapun parameter mutu yang
diukur yaitu meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar sulfat, dan vikositas yang
hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil analisis mutu alginat Karakteristik
Na-alginat K-alginat Rendemen 10,5 % 9,67 % Kadar Air 69,23 % 70,65 % Kadar Abu
32,21 % 30,87 % Kadar Sulfat 8,09 % 8,67 % Viskositas 1,98 cps 2,10 cps Berdasarkan
Tabel 3 dapat diketahui bahwa rumput laut Sargassum sp.memiliki kandungan Na dan K
alginat dengan kandungan rendemen dan kadar abu lebih tinggi pada Na-alginat
sedangkan kadar air, kadar sulfat dan viskositas yang lebih tinggi pada K-alginat.
Namun secara umum hasil yang diperoleh tidak berbeda signifikan. 4.2 Pembahasan
Alginat adalah sejenis bahan yang dikandung oleh phaeophyceae, dikenal dalam dunia
industri dan perdagangan karena banyak manfaatnya. Dalam dunia industri, alginat
berbentuk asam alginik (alginic acid) atau alginat. Asam alginik adalah suatu getah
selaput (membrane mucilage), sedangkan alginat adalah berbentuk garam dari asam
alginik (Susanto 2009). Alginat dapat diekstrak dari rumput laut coklat (Phaeophyceae),
misalnya Ascepyllum, Laminaria, Macrocystis, dan Sargassum sp. Secara kimia, alginat
merupakan polimer murni dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linier
yang panjang (Winarno 2008). Ada dua jenis monomer penyusun alginat, yaitu β-D-
Mannopyranosil Uronat dan α-L-Asam Gulopyranosyl Uronat. Pada praktikum ini
digunakan rumput laut jenis Sargassum sp. untuk diekstrak alginatnya. Berdasarkan
Tabel 2 dapat diketahui bahwa rumput laut Sargassum sp. memiliki kandungan Na dan
K alginat yang komposisi kimianya dipengaruhi oleh perbedaan jenis individu, spesies,
habitat, kematangan dan kondisi lingkungannya (Anggadiredja et al. 2008). Analisis
mutu alginat berupa rendemen, kadar air, kadar abu, kadar sulfat, dan viskositas.
Rendemen suatu produk sangat penting dihitung untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh perlakuan maupun pengolahan terhadap hasil akhir suatu produk. Rendemen
yang Na-alginat sebesar 10,5 % yang nilainya lebih tinggi daripada nilai rendemen K-
alginat yang hanya mencapai 9,67 %, namun rendemen yang diperoleh ini masih lebih
kecil dibandingkan dengan standar mutu internasional yang mencapai 18 % (FCC 1981
diacu dalam Yunizal 2004). Rendahnya rendemen diduga karena kerusakan garam
alginat pada waktu proses pemucatan. Proses pemucatan menyebabkan pigmen
teroksidasi dan terdegradasi. Rendemen alginat juga dipengaruhi oleh beberapa faktor
lainnya seperti spesies, iklim, metode ekstraksi, waktu pemanenan, dan lokasi budidaya
(Chapman dan Chapman 1980 diacu dalam Sukri 2006) Air merupakan komponen
penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur
serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan
acceptability, keragaman, dan daya tahan bahan pangan (Winarno 1996). Penentuan
kadar air suatu bahan pangan perlu dilakukan sebab kadar air suatu bahan pangan dapat
mempengaruhi tingkat mutu dari bahan tersebut. Kadar air yang tinggi perlu dikurangi
agar terhindar dari mikroba, kapang, dan serangga sehingga memperpanjang masa
simpannya (Sudiaman 1990 diacu dalam Andriani 2006). Pengeringan merupakan
proses pengurangan sebagian kadar air bahan. Kadar air (Moisture Content) adalah
berat air yang terdapat pada bahan, dinyatakan dengan persen basis basah (kadar air
basah) atau persen basis kering (kadar air basis kering). Kadar air yang terdapat pada
Na-alginat sebesar 69, 23 % yang nilainya lebih rendah daripada nilai K-alginat yang
mencapai 70,65 %. Hasil yang diperoleh ini sangat berbeda dengan standar mutu
internasional menentukan bahwa susut pengeringan <15 %, apabila dibandingkan
dengan analisis kadar air pada praktikum, hasil yang diperoleh tergolong tinggi sehingga
mutunya tergolong rendah Abu merupakan zat organik sisa hasil pembakaran suatu
bahan organik, kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan
cara pembuatannya (Sukri 2006). Berdasarkan analisis kadar abu yang dihasilkan dapat
diketahui bahwa kandungan Na-alginat memiliki nilai kadar abu yang lebih tinggi
daripada K-alginat. Kadar abu Na-alginat sebesar 32,21 % sedangkan kadar abu K-
alginat sebesar 30,87 %. Kadar abu yang dihasilkan tersebut cukup tinggi dan melebihi
kadar abu garam alginat menurut standar mutu Internasional yang telah ditetapkan
yaitu sebesar 18-27% (FCC 1981 diacu dalam Yunizal 2004). Tingginya kadar abu alginat
pada hasil ekstraksi diduga disebabkan oleh adanya residu garam yang tidak tercuci
pada tahap pencucian sehingga tidak larut pada saat diendapkan menggunakan
isopropyl alcohol (IPA) (Yunizal 2004). Kadar sulfat merupakan parameter yang
digunakan untuk berbagai jenis polisakarida yang terdapat dalam alga merah (Winarno
1990 diacu dalam Wadli 2005). Kadar sulfat pada alginat mempengaruhi nilai viskositas
dan kekuatan gel. Data viskositas dipengaruhi oleh kadar air dan umur panen alga.
Peningkatan kadar air dan umur panen alga atau ganggang laut akan menurunkan
viskositas alginat. Semakin tinggi kandungan sulfat, kekuatan gelnya semakin rendah
tetapi viskositasnya semakin tinggi (Wadli 2005). Kadar sulfat yang dihasilkan oleh Na-
alginat sebesar 8,09 % sedangkan kadar sulfat yang dihasilkan oleh K-alginat sebesar
8,67 %. Hal ini mengindikasikan bahwa K-alginat mengandung lebih banyak jumlah
bahan pengotor pada produk. Seharusnya, alginat tidak mengadung bahan pengotor
karena fungsinya sebagai bahan tambahan makanan. Moirano (1977) diacu dalam
Susanto (2009) mengemukakan bahwa semakin kecil kandungan sulfat, maka nilai
viskositasnya juga semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat.
Viskositas merupakan faktor kualitas penting untuk zat cair dan semi cair (kental), hal
ini merupakan ukuran dan kontrol untuk mengetahui kualitas produk akhir (Joslyn 1970
diacu dalam Wadli 2005). Menurut Ostwal (1992) diacu dalam Wadli (2005) viskositas
hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya konsentrasi dan suhu.
Menurut Anggadiredja (2008), semakin tinggi suhu pengeringan nilai viskositasnya
semakin tinggi. Hal ini diduga bahwa dengan kenaikan suhu pengeringan akan
meningkatkan terbentuknya jumlah ester sulfat sehingga meningkat pula viskositasnya.
Nilai viskositas yang dihasilkan oleh Na-alginat sebesar 1,98 cps sedangkan K-alginat
menghasilkan viskositas yang lebih tinggi yaitu sebesar 2,10 cps. Viskositas alginat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain suhu, kadar larutan, dan derajat
polimerisasi. Peningktan derajat polimerisasi menaikkan viskositas, demikian pula
dengan konsentrasi. Viskositas juga akan meningkat dengan penambahan sejumlah
NaCl, natrium sulfat, atau natrium karbonat. Sifat pertukaran ion pada natrium alginat
tergantung pada pembentukan gel dan konsentarsi ion natrium. Viskositas dipengaruhi
oleh konsentrasi, temperatur, tingkat dispersi, kandungan sulfat, inti elektrik,
keberadaan elektrolit dan non elektrolit, teknik perlakuan, tipe dan berat molekul
(Towle 1973 diacu dalam Sukri 2006) 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Proses pembuatan alginat secara umum terdiri atas penyiapan bahan baku, perendaman
dalam HCl, pencucian, pengekstraksian dengan Na2CO3, penyaringan, pemucatan
dengan NaOCl, pengendapan asam alginat dalam HCl dan akhirnya diperoleh asam
alginat. Untuk memperoleh tepung alginat, dilanjutkan dengan proses pengendapan Na-
alginat dengan Na2CO3, pembentukan serat Na-alginat dengan larutan isoprophyl
alkohol, pengeringan dan penepungan. K-Alginat memiliki hasil yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Na-Alginat pada hasil analisis kadar air dan kadar sulfat, maupun
viskositas. Namun rendemen dan kadar abu yang dihasilkan lebih besar pada Na-
Alginat. Hal ini disebabkan oleh reaksi yang berbeda dari asam alginat tehadap ion
natrium dan ion kalium. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor fisika
seperti suhu, konsentrasi, dan ukuran polimer. 5.2 Saran Pada praktikum selanjutnya
sebaiknya digunakan beberapa jenis sampel rumput laut sehingga diketahui pengaruh
perlakuan terhadap karakteristik berbagai jenis rumput laut penghasil alginat dan
mengetahui jenis rumput laut terbaik dalam menghasilkan alginat. Mine coins - make
money: http://bit.ly/money_crypto

Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto

Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto

Anda mungkin juga menyukai