Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PENDAHULUAN |

PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA i


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 3
1.2 Maksud, Tujuan, dan Sasaran ................................................................................... 3
1.2.1 Maksud ........................................................................................................... 3
1.2.2 Tujuan ............................................................................................................. 3
1.2.3 Sasaran ............................................................................................................ 4
1.3 Ruang Lingkup ......................................................................................................... 4
1.3.1 Lingkup Kegiatan .............................................................................................. 4
1.3.2 Ruang Lingkup Wilayah ..................................................................................... 5
1.4 Keluaran dan Manfaat ............................................................................................. 5
1.4.1 Keluaran .......................................................................................................... 5
1.4.2 Manfaat........................................................................................................... 6
1.5 Sistematika Laporan ................................................................................................ 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................. 7
2.1 Standar Teknis Penataan Ruang ............................................................................... 7
2.2 Kawasan Pariwisata ................................................................................................. 7
2.2.1 Definisi dan Fungsi Kawasan Pariwisata ............................................................. 7
2.2.2 Klasifikasi dan Karakteristik Kawasan Pariwisata ................................................. 8
2.2.3 Kriteria dan Prinsip Pengembangan Kawasan Pariwisata ................................... 10
2.3 Standar Teknis Kawasan Pariwisata ........................................................................ 15
2.4 Review Standar Teknis dan Re-Klasifikasi Kawasan .................................................. 18
BAB 3 METODE PEKERJAAN ............................................................................................. 24
3.1 Teknik Pengumpulan Data dan Kebutuhan Data ...................................................... 24
3.2 Kerangka Penyusunan Standar Teknis ..................................................................... 26
3.3 Metode Analisis .................................................................................................... 27
3.4 Usulan Lokasi Studi ................................................................................................ 28
BAB 4 RENCANA PELAKSANAAN PEKERJAAN .................................................................... 42
4.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan ............................................................................... 42
4.2 Organisasi Pelaksaaan Pekerjaan ............................................................................ 43
BAB 5 PENTUTUP ............................................................................................................. 46
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 46
5.2 Saran .................................................................................................................... 47

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kawasan pariwisata memiliki peranan penting sebagai salah satu kawasan yang dapat
mendorong perekonomian nasional melalui pengurangan jumlah pengangguran dan
meningkatkan produktivitas. Seiring dengan berkembangnya kawasan pariwisata dapat
memberikan implikasi pada pada perubahan struktur ruang. Bila tidak ada penataan dan
pembangunan kawasan pariwisata yang sesuai, maka dapat menimbulkan permasalah dalam
struktur ruang. Maka proses penataan dan pembangunan kawasan pariwisata harus dapat
menjawab permasalahan dalam struktur ruang di kawasan pariwisata dan sekitarnya.
Disamping itu, perencanaan serta pembangunan pada kawasan pariwisata dapat memberikan
dampak positif dan negatif pada kawasan itu sendiri dan sekitarnya. Dampak positif antara lain
peningkatan lapangan pekerjaan dan kualitas hidup masyarakat, sedangkan dampak negatif
dapat berupa kerusakan lingkungan akibat eksploitasi alam dan dampak positif misalnya
munculnya kegiatan perdagangan dan jasa pada kawasan sekitarnya yang berdampak pada
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan melalui pengendalian pemanfaatan ruang
perlu dilakukan untuk terwujudnya kinerja kawasan pariwisata yang optimal. Pada sisi lain
pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan pariwisata yang ada saat ini belum
efektif. Maka dari itu diperlukan standar teknis yang dapat secara menyeluruh
diimplementasikan dan menjadi standar minimum untuk pembangunan kawasan pariwisata
sebagai perangkat pengawasan penataan dan pembangunan ruang.

1.2 Maksud, Tujuan, dan Sasaran


1.2.1 Maksud
Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas kinerja dan penataan ruang kawasan
pariwisata sehingga dapat mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan.

1.2.2 Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk menguji coba rumusan Standar Teknis Penataan Ruang Kawasan
Pariwisata, serta menyempurnakan muatan standar teknis tersebut sebagai perangkat
pengawasan penataan ruang.

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 3
1.2.3 Sasaran
Sasaran yang hendak dicapai adalah:
1. Terselenggaranya studi referensi mengenai kawasan pariwisata dalam mempertajam
komponen dalam Standar Teknis Penataan Ruang Kawasan Pariwisata
2. Terselenggaranya kegiatan uji coba rumusan muatan Standar Teknis Penataan Ruang
Kawasan Pariwisata di lapangan;
3. Terselenggaranya diskusi dan koordinasi antar pemangku kepentingan dalam rangka
penyempurnaan rumusan Standar Teknis Penataan Ruang Kawasan Pariwisata;
4. Tersusunnya rekomendasi tindak lanjut sebagai hasil pengawasan pembangunan
kawasan; dan
5. Tersusunnya penyempurnaan rumusan Standar Teknis Penataan Ruang Kawasan
Pariwisata.

1.3 Ruang Lingkup


1.3.1 Lingkup Kegiatan
Kegiatan yang dilakukan meliputi:
1. Tahap persiapan, meliputi:
- pembentukan tim, kajian terhadap kerangka kerja, pengembangan metodologi,
serta rencana kerja rinci;
- identifikasi sebaran, kondisi, dan permasalahan awal kawasan pariwisata di
Indonesia;
- identifikasi kebutuhan data dan informasi awal lokasi studi sebagai usulan lokasi uji
coba muatan Standar Teknis Penataan Ruang Kawasan Pariwisata ;dan
- identifikasi kebutuhan stakeholder di daerah terkait kegiatan uji coba muatan
Standar Teknis Penataan Ruang Kawasan Pariwisata.
2. Tahap pelaksanaan, meliputi:
- pengumpulan data dan penyusunan profil kawasan pariwisata;
- uji coba dan survey dengan lebar periksa muatan Standar Teknis Penataan Ruang
Kawasan Pariwisata.
3. Tahap analisis, meliputi:
- identifikasi kinerja kawasan pariwisata;
- kajian dan analisis terhadap pelaksanaan uji coba standar teknis serta terhadap
data dan kajian literatur, untuk menyempurnakan standar teknis yang disusun.
4. Tahap perumusan hasil uji coba meliputi penyusunan rekomendasi dan tindak lanjut
hasil pengawasan dan pembangunan kawasan pariwisata.
5. Tahap pembahasan meliputi Focus Group Discussion (FGD)/ konsinyasi/ workshop
dengan pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah untuk menyempurnakan
muatan Standar Teknis Penataan Ruang Kawasan Pendidikan

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 4
6. Tahap penyempurnaan materi meliputi finalisasi muatan Standar Teknis Penataan
Ruang Kawasan Pendidikan
7. Tahap pelaporan yang menyusun dan membuat laporan hasil pelaksanaan kegiatan yang
diwujudkan dalam:
- laporan pendahuluan yang berisi metodologi (termasuk IT, hyperlink, sistem
penilaian), respon terhadap kategori dan Standar Teknis Penataan Ruang pada
Kawasan Pariwisata sebelumnya, studi komparasi, usulan kategori baru, dan usulan
kawasan yang akan disurvei;
- laporan antara yang berisi usulan standar teknis pada setiap tipologi, hasil survei,
penilaian kinerja kawasan, serta kesimpulan survei lapangan untuk Standar Teknis
Penataan Ruang pada Kawasan Pariwisata;
- draft final yang berisi kesimpulan FDG dan finalisasi Standar Teknis Penataan Ruang
pada Kawasan Pariwisata dan hyperlink.

1.3.2 Ruang Lingkup Wilayah


Kajian desk study dilakukan dengan komparasi studi kasus beberapa kota di Indonesia dan dunia.
Sedangkan, survei lapangan diusulkan untuk dilakukan pada lokasi berikut:

No. Nama Provinsi Alternatif lokasi

1 Kota Malang dan 1) Kawasan Wisata Bromo-Tengger Semeru


sekitarnya (termasuk Batu) 2) Kawasan Wisata yang sedang berkembang di Kota Batu.

2 Kabupaten Magelang Kawasan Wisata Borobudur dan sekitarnya

3 Provinsi Bali Kawasan Wisata di Bali.

4 Sumatera Utara Kawasan Wisata di Danau Toba

5 Nusa Tenggara Timur Kawasan Wisata Labuan Bajo (Pulau Komodo, Pulau Rinca)

1.4 Keluaran dan Manfaat


1.4.1 Keluaran
Keluaran dari kegiatan ini adalah:
1. penyempurnaan Standar Teknis Penataan Ruang Kawasan Pariwisata;
2. laporan hasil ujicoba rumusan Standar Teknis Penataan Ruang Kawasan Pendidikan
terutama terkait lembar daftar periksa/cek list; dan
3. rumusan rekomendasi tindak lanjut hasil pengawasan pembangunan kawasan
pariwisata.

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 5
1.4.2 Manfaat
kegiatan ini adalah memberikan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan
pengawasan penataan ruang di kawasan pariwisata dengan menggunakan indikator dan
penilaian seperti tertera dalam standar teknis yang disusun. Setelah evaluasi dengan acuan ini,
diharapkan kualitas kinerja dan performa kawasan dapat meningkat sehingga berkontribusi
terhadap penciptaan kawasan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.

1.5 Sistematika Laporan


Lebih lanjut substansi laporan ini mengikuti sistematika sebagai berikut:
- BAB II berisi tinjauan pustaka yang menguraikan tentang pemahaman standar teknis
penataan ruang, serta penjabaran tipologi, karakteristik, indikator, dan prinsip
pengembangan pada kawasan pariwisata.
- BAB III menguraikan metodologi tentang pelaksanaan pekerjaan.
- BAB IV menguraikan rencana pelaksanaan kegiatan pekerjaan.
- BAB V menyampaikan tentang penutup.

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 6
2 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Standar Teknis Penataan Ruang
Standar teknis penataan ruang merupakan acuan yang berfungsi untuk menjamin pembangunan
dilakukan selaras dengan kondisi di sekitarnya, mengendalikan pengembangan sehingga sesuai
dengan kebutuhan dan persyaratan di sebuah lokasi, serta menjamin keamanan, kesehatan, dan
kenyamanan publik dalam menciptakan lingkungan yang teratur dan lestari. Standar teknis
penataan ruang dengan demikian dapat digunakan pada saat perencanaan dan evaluasi
pembangunan. Standar teknis penataan ruang pada umumnya memuat pengaturan atau kriteria
tapak, kesesuaian penggunaan, penggunaan lahan, akses, dan sebagainya yang dipersyaratkan
oleh Pemerintah.
Fungsi standar teknis penataan ruang terkait dengan peran inspektorat penataan ruang dan
bangunan. Di dalam sistem perencanaan di Inggris, misalnya, inspektorat terbagi atas dua fungsi:
inspektorat perencanaan dan inspektorat bangunan. Inspektorat perencanaan bertindak untuk
meninjau kesesuaian pembangunan dengan dokumen perencanaan. Inspektorat kawasan
meninjau aspek-aspek seperti akses dan right of way (ROW), perencanaan lingkungan,
manajemen pertanahan, local plans, marine planning, dan izin perencanaan. Berbeda dengan
inspektorat kawasan yang memperhatikan perencanaan pada skala yang lebih luas, inspektorat
bangunan berfungsi untuk meninjau konstruksi bangunan sesuai dengan panduan desain
bangunan. Pada penyusunan dokumen ini, standar teknis akan difokuskan pada komponen dan
subkomponen evaluasi kawasan sesuai dengan peran dan fungsi Direktorat Jenderal
Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional dalam pengawasan dan pengendalian pembangunan.

2.2 Kawasan Pariwisata


2.2.1 Definisi dan Fungsi Kawasan Pariwisata
Definisi kawasan peruntukan pariwisata berdasarkan Draft Pedoman Interpretasi Pemanfaatan
Ruang Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang yaitu kawasan yang didominasi oleh fungsi
kepariwisataan yang dapat mencakup sebagian areal dalam kawasan lindung atau kawasan
budidaya lainnya dimana terdapat konsentrasi daya tarik dan fasilitas penunjang pariwisata.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman
Kriteria Teknis Kawasan Budidaya, kawasan peruntukan pariwisata didefinisikan sebagai
kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pariwisata atau segala sesuatu yang berhubungan
dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang
terkait di bidang tersebut.
Wisata didefinisikan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang
dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 7
Wisatawan merupakan orang yang melakukan kegiatan wisata. Pariwisata sendiri merupakan
segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik
wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Sedangkan kepariwisataan adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. Daya Tarik Wisata yaitu
segala sesuatu yang memiliki keunikan, kemudahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman
kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan
wisatawan (Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan).
Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 tentang RIPPARNAS Destinasi Pariwisata
adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di
dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta
masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Zona pariwisata menurut Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pedoman Audit Tata Ruang, didefinisikan sebagai
peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk
mengembangkan kegiatan pariwisata baik alam, buatan, maupun budaya.
Kegiatan pariwisata adalah merupakan kegiatan mengunjungi tempat tertentu untuk
mendapatkan pengalaman diluar dari biasanya (seperti: bekerja, sekolah, dan mengurus rumah
tangga) dalam waktu sementara (Nurdin, 2019).

2.2.2 Klasifikasi dan Karakteristik Kawasan Pariwisata

Berikut ini merupakan klasifikasi serta karakteristik dari peruntukan pariwisata:


1. Wisata Alam yang terdiri dari wisata pegunungan dan wisata bahari

Tabel 2.13 Klasifikasi dan Karakteristik Wisata Alam


Jenis Karakteristik
Wisata Fisik Prasarana Sarana
Wisata ● Luas lahan minimal 100 Ha ● Jenis prasarana yang ● Tersedia angkutan umum
Pegunun ● Mempunyai struktur tanah tersedia antara lain ● Jenis sarana yang tersedia
gan yang stabil jalan, air bersih, yaitu hotel/penginapan,
● Mempunyai kemiringan listrik, dan telepon rumah makan, kantor
tanah yang memungkinkan ● Mempunyai nilai pengelola, tempat
dibangun tanpa pencapaian dan rekreasi dan hiburan, WC
memberikan dampak kemudahan umum, mushola,
negatif terhadap hubungan yang tinggi poliklinik, dan wartel
kelestarian lingkungan dan mudah dicapai ● Gaya bangunan
● Iklim sejuk (di atas 700 dpl, ● Tidak mengganggu disesuaikan dengan
atau suhu <20oC) kelancaran lalu lintas kondisi lingkungan dan
● Mempunyai daya tarik pada jalur regional dianjurkan untuk
flora dan fauna, air terjun, menampilkan ciri-ciri
sungai, dan air panas budaya daerah

Wisata ● Mempunyai struktur tanah ● Jenis prasarana yang ● Tersedia angkutan umum
Bahari yang stabil tersedia antara lain ● Jenis sarana yang tersedia
● Mempunyai kemiringan jalan, air bersih, yaitu hotel/penginapan,
tanah yang memungkinkan listrik, dan telepon rumah makan, kantor

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 8
Jenis Karakteristik
Wisata Fisik Prasarana Sarana
dibangun tanpa ● Mempunyai nilai pengelola, tempat
memberikan dampak pencapaian dan rekreasi dan hiburan, WC
negatif terhadap kemudahan umum, dan mushola.
kelestarian lingkungan hubungan yang tinggi ● Gaya bangunan
● Mempunyai daya tarik, dan mudah dicapai disesuaikan dengan
flora dan fauna aquatic, dengan kendaraan kondisi lingkungan dan
pasir putih, dan terumbu bermotor dianjurkan untuk
karang ● Memperhatikan risiko menampilkan ciri-ciri
● Harus bebas bau tidak bahaya dan bencana budaya daerah
enak, debu, asap, serta air ● Perancangan
tercemar sempadan pantai
yang memperhatikan
tinggi gelombang laut

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis
Kawasan Budidaya

2. Wisata Buatan yang juga dapat berupa taman rekreasi

Tabel 2.14 Klasifikasi dan Karakteristik Wisata Alam


Jenis Karakteristik
Wisata Fisik Prasarana Sarana
Wisata ● Dibangun disesuaikan ● Jenis prasarana yang ● Tersedia angkutan umum
Buatan dengan kebutuhan dan tersedia antara lain ● Gaya bangunan
peruntukannya jalan, air bersih, listrik, disesuaikan dengan
● Status kepemilikan harus dan telepon kondisi lingkungan dan
jelas dan tidak ● Mempunyai nilai dianjurkan untuk
menimbulkan masalah pencapaian dan menampilkan ciri-ciri
dalam penguasaannya kemudahan hubungan budaya daerah
● Mempunyai struktur tanah yang tinggi dan mudah ● Jenis sarana yang
yang stabil dicapai dengan tersedia yaitu rumah
● Mempunyai kemiringan kendaraan bermotor makan, kantor pengelola,
tanah yang memungkinkan roda empat tempat rekreasi dan
dibangun tanpa hiburan, WC umum, dan
memberikan dampak mushola
negatif terhadap ● Ada tempat untuk
kelestarian lingkungan melakukan kegiatan
● Mempunyai daya tarik penerangan wisata,
historis, kebudayaan, dan pentas seni, pameran
pendidikan dan penjualan barang-
● Bebas bau tidak enak, barang hasil kerajinan
debu, dan air tercemar ● Terdapat perkampungan
adat

Taman ● Luas lahan minimal 3 ha ● Jenis prasarana yang ● Tersedia angkutan


Rekreasi ● Mempunyai struktur tersedia antara lain umum
tanah yang stabil jalan, air bersih, ● Jenis sarana yang
● Mempunyai kemiringan listrik, dan telepon tersedia yaitu rumah
tanah yang makan, kantor

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 9
Jenis Karakteristik
Wisata Fisik Prasarana Sarana
memungkinkan ● Mempunyai nilai pengelola, tempat
dibangun tanpa pencapaian dan rekreasi dan hiburan,
memberikan dampak kemudahan WC umum, mushola,
negatif terhadap hubungan yang dan tempat parkir
kelestarian lingkungan tinggi dan mudah ● Ada tempat untuk
● Harus bebas bau tidak dicapai dengan melakukan kegiatan
enak, debu, dan air kendaraan bermotor penerangan wisata,
tercemar roda empat pentas seni, pameran
dan penjualan barang-
barang hasil kerajinan

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis
Kawasan Budidaya

2.2.3 Kriteria dan Prinsip Pengembangan Kawasan Pariwisata


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional, kawasan peruntukan pariwisata ditetapkan dengan kriteria
sebagai berikut:
1. Memiliki objek dengan daya tarik wisata; dan/atau
2. Mendukung upaya pelestarian budaya, keindahan alam, dan lingkungan.

Kriteria umum dan kaidah perencanaan pariwisata adalah sebagai berikut:


1. Ketentuan pokok tentang pengaturan, pembinaan dan pengembangan kegiatan
kepariwisataan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang
Kepariwisataan;
2. Kegiatan kepariwisataan diarahkan untuk memanfaatkan potensi keindahan alam,
budaya, dan sejarah di kawasan peruntukan pariwisata guna mendorong perkembangan
pariwisata dengan memperhatikan kelestarian nilai-nilai budaya, adat istiadat, mutu dan
keindahan lingkungan alam serta pelestarian fungsi lingkungan hidup;
3. Kegiatan kepariwisataan yang dikembangkan harus memiliki hubungan fungsional
dengan kawasan industri kecil dan industri rumah tangga serta membangkitkan kegiatan
sektor jasa masyarakat;
4. Pemanfaatan lingkungan dan bangunan cagar budaya untuk kepentingan pariwisata,
sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan agama harus memperhatikan
kelestarian lingkungan dan bangunan cagar budaya tersebut. Pemanfaatan tersebut
harus memiliki izin dari Pemerintah Daerah dan/atau Kementerian yang menangani
bidang kebudayaan;
5. Pengusahaan situs benda cagar budaya sebagai obyek wisata diharapkan dapat
membantu memenuhi kebutuhan dana bagi pemeliharaan dan upaya pelestarian benda
cagar budaya yang bersangkutan;
6. Ketentuan tentang penguasaan, pemilikan, pengelolaan, dan pemanfaatan benda-
benda cagar budaya diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 10
Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya;
7. Pemanfaatan ruang di kawasan peruntukan pariwisata harus
diperuntukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara
sumber daya tersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap
memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup;
8. Pada kawasan peruntukan pariwisata, fasilitas fisik yang harus tersedia meliputi jaringan
listrik, telepon, jaringan jalan raya, tempat pembuangan sampah, drainase, dan saluran
air kotor;
9. Harus memberikan dampak perkembangan terhadap pusat produksi seperti kawasan
pertanian, perikanan, dan perkebunan;
10. Harus bebas polusi;
11. Pengelolaan dan perawatan benda cagar budaya dan situs adalah tanggung jawab
Pemerintah/Pemerintah Daerah;
12. Setiap orang dilarang mengubah bentuk dan atau warna, mengambil atau memindahkan
benda cagar budaya dari lokasi keberadaannya.

Adapun karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
1. Memiliki struktur tanah yang stabil;
2. Memiliki kemiringan tanah yang memungkinkan dibangun tanpa memberikan dampak
negatif terhadap kelestarian lingkungan;
3. Merupakan lahan yang tidak terlalu subur dan bukan lahan pertanian yang produktif;
4. Memiliki aksesibilitas yang tinggi;
5. Tidak mengganggu kelancaran lalu lintas pada jalur jalan raya regional;
6. Tersedia prasarana fisik yaitu listrik dan air bersih;
7. Terdiri dari lingkungan/bangunan/gedung bersejarah dan cagar budaya;
8. Memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan budaya, serta keunikan tertentu;
9. Dilengkapi fasilitas pengolah limbah (padat dan cair).

Sedangkan kriteria teknis mengenai kawasan peruntukan wisata adalah sebagai berikut:
1. Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam untuk kegiatan
pariwisata alam dilaksanakan sesuai dengan asas konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya;
2. Pemanfaatan kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam
untuk sarana pariwisata alam diselenggarakan dengan persyaratan sebagai berikut:
- Bentuk bangunan bergaya arsitektur setempat;
- Tidak mengubah bentang alam yang ada; dan
- Tidak mengganggu pandangan visual.

3. Pihak-pihak yang memanfaatkan kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan
Taman Wisata Alam untuk kegiatan pengusahaan pariwisata alam harus menyusun
Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam yang dilengkapi dengan AMDAL sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 11
4. Pemanfaatan kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam
untuk kegiatan pengusahaan pariwisata alam diberikan untuk jangka waktu paling lama
30 tahun sesuai dengan jenis kegiatannya
5. Jenis-jenis usaha sarana pariwisata alam yang dapat dilakukan dalam kawasan Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam meliputi kegiatan usaha:
- Akomodasi seperti pondok wisata, bumi perkemahan, caravan, dan penginapan
- Makanan dan minuman
- Sarana wisata tirta
- Angkutan wisata
- Cenderamata
- Sarana wisata budaya

6. Dalam rangka pelestarian nilai-nilai budaya setempat, pemerintah daerah dapat


menetapkan kawasan, lingkungan dan/atau bangunan sebagai lingkungan dan
bangunan cagar budaya sebagai kawasan pariwisata budaya.
7. Penetapan kawasan lingkungan dan/atau bangunan bersejarah sebagai kawasan
pariwisata oleh Pemerintah Kota/Kabupaten berdasarkan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku
8. Kriteria, tolak ukur, dan penggolongan lingkungan cagar budaya berdasarkan kriteria
nilai sejarah, umur, keaslian, dan kelangkaan. Sedangkan kriteria penggolongan
bangunan cagar budaya berdasarkan kriteria nilai sejarah, umur, keaslian, kelangkaan,
tengeran/landmark, dan arsitektur. Kriteria dan tolak ukur tersebut adalah sebagai
berikut:
- Nilai sejarah dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa perjuangan, ketokohan, politik,
sosial, budaya yang menjadi simbol nilai kesejarahan tingkat nasional dan/atau
daerah masing-masing.
- Umur dikaitkan dengan batas usia sekurang-kurangnya 50 tahun.
- Keaslian dikaitkan dengan keutuhan baik sarana dan prasarana lingkungan maupun
struktur, material, tapak bangunan dan bangunan di dalamnya.
- Kelangkaan dikaitkan dengan keberadaannya sebagai satu-satunya atau yang
terlengkap dari jenisnya yang masih ada pada lingkungan lokal, nasional, atau
dunia.
- Tengeran dikaitkan dengan keberadaan sebuah bangunan tunggal monument atau
bentang alam yang dijadikan simbol dan wakil dari suatu lingkungan.
- Arsitektur dikaitkan dengan estetik dan rancangan yang menggambarkan suatu
zaman dan gaya tertentu.

9. Berdasarkan kriteria dan tolak ukur, kawasan lingkungan cagar budaya dapat
dikelompokkan menjadi beberapa golongan yang berbeda satu dengan lainnya.
Penggolongan lingkungan cagar budaya diatur melalui Keputusan Bupati/Walikota
setempat.
10. Pelestarian lingkungan dan bangunan cagar budaya yang dijadikan kawasan pariwisata
harus mengikuti prinsip-prinsip pemugaran yang meliputi keaslian bentuk, penyajian
dan tata letak dengan memperhatikan nilai sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 12
11. Pengembangan lahan yang berada dalam kawasan lingkungan cagar budaya harus
mengikuti peraturan perundangan yang berlaku.

Cooper dkk (1995: 81) mengemukakan bahwa terdapat 4 (empat) komponen yang harus dimiliki
oleh sebuah daya tarik wisata, yaitu:
1. Atraksi (attractions), seperti alam yang menarik, kebudayaan daerah yang menawan dan
seni pertunjukkan.
2. Aksesibilitas (accessibilities) seperti transportasi lokal dan adanya terminal.
3. Amenitas atau fasilitas (amenities) seperti tersedianya akomodasi, rumah makan,
maupun biro transportasi. Serta
4. Ancillaries yaitu organisasi kepariwisataan yang dibutuhkan untuk pelayanan wisatawan
seperti destination marketing management organization, conventional and visitor
bureau.

Dalam perencanaan destinasi wisata, hal yang paling penting untuk dipertimbangkan adalah
siklus hidup area wisata (tourism life cycle) yang dikemukakan oleh Butler pada tahun 1980.

Gambar 2.3 Siklus Hidup Area Wisata


Sumber: Butler, 1980

Siklus hidup area wisata mengacu pada pendapat Butler (1980) terbagi atas tujuh fase yaitu
1. Penemuan (Exploration)
Tahap pertama ini merupakan tanda awal tumbuhnya pariwisata. Pariwisata yang
tumbuh dapat dikatakan masih terbatas dan hanya memberikan manfaat sosial dan
ekonomi yang rendah. Pada fase ini, pemerintah, masyarakat lokal, dan organisasi
terkait mulai berpikir tentang pariwisata dan bagaimana mereka dapat memanfaatkan
serta memaksimalkan peluang dalam industri ini. Pada tahap ini wisatawan mulai
berkunjung namun dalam jumlah yang sedikit serta kawasannya masih orisinil dan
belum ada fasilitas wisatawan.

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 13
2. Keterlibatan (Involvement)
Tahap keterlibatan merupakan penanda awal pengembangan pariwisata di suatu
kawasan. Fasilitas bagi wisatawan mulai ada, bisa dibangun berdasarkan hasil gotong
royong masyarakat maupun bantuan dari pemerintah terkait infrastruktur, sumber daya
masyarakat, penyedia layanan kesehatan, dan lain-lain. Investor swasta menunjukan
minat dalam pembangunan daya tarik wisata maupun fasilitas wisatanya.

3. Pengembangan (Development)
Pada tahap pengembangan akan terjadi banyak pembangunan dan perencanaan. Titik-
titik atraksi wisata baru mungkin bermunculan. Pada fase ada peningkatan besar pada
pemasaran dan promosi daya tarik. Pada waktu ini, populasi wisatawan dari luar daerah
mulai mendominasi. Kontrol masyarakat lokal menjadi berkurang dan lebih mengarah
pada proses top-down serta organisasi mulai memainkan peran kunci dalam
pengelolaan wisata.

4. Konsolidasi (Consolidations)
Pada tahap konsolidasi, pertumbuhan pariwisata mulai melambat. Hal ini bisa saja
terjadi sebagai bentuk pembatasan jumlah wisatawan namun bisa juga tidak. Biasanya
daya tarik sudah menjadi sumber pendapatan utama masyarakat, sehingga ada
hubungan erat antara ekonomi dan industri pariwisata. Pada tahap inilah ketidakpuasan
dari masyarakat setempat dapat menjadi nyata.
5. Stagnasi (Stagnations)
Jumlah pengunjung telah sampai puncak tertingginya pada tahap ini. Atraksi wisata
sudah dipadati dengan atraksi wisata buatan yang pada akhirnya merubah citra kawasan
tersebut. Dalam tahap ini, dampak negatif dari over tourism sudah terlihat. Secara lebih
singkat, daya tarik wisata sudah tidak terlihat menarik lagi bagi wisatawan.
6. Pasca Stagnasi yaitu Menurun (Decline) atau Peremajaan (Rejuvenation)
Pada pasca stagnasi, akan terjadi dua kemungkinan yaitu menurun atau peremajaan.
Bila peremajaan, maka muncul inovasi-inovasi yang memunculkan warna baru sehingga
pariwisata dapat hidup kembali. Sedangkan, bila menurun fasilitas pariwisata dialih
fungsikan kembali ke fungsi awalnya dan wisatawan jenuh dengan atraksi wisata yang
ada. Dalam keadaan yang parah, penurunan dari kawasan pariwisata mungkin terjadi
diakibatkan oleh perang, bencana alam, maupun pandemi. Dalam tahap menurun atau
peremajaan terbagi menjadi lima skenario yaitu:
A. Berhasil dalam melakukan pengembangan baru dan pertumbuhan baru.
B. Modifikasi kecil pada tingkat kapasitas menyebabkan pertumbuhan pariwisata.
C. Pariwisata distabilkan dengan memotong tingkat kapasitas.
D. Penurunan karena tingginya penggunaan sumber daya dan kurangnya investasi.
E. Bencana alam, perang, dan penyakit menyebabkan keruntuhan dalam pariwisata.

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 14
2.3 Standar Teknis Kawasan Pariwisata
Berdasarkan Pedoman Standar Teknis Penataan Ruang Kawasan Pariwisata, klasifikasi objek
standar teknis kawasan pariwisata terdiri atas:
1. Kawasan pariwisata sebagai destinasi pada suatu zona atau beberapa zona.
2. Kawasan pariwisata sebagai pola ruang/zona (zona pariwisata).
3. Kawasan pariwisata sebagai kegiatan pada suatu zona atau beberapa zona.
Teknis pengaturan standar teknis kawasan pariwisata terbagi menjadi:
1. Struktur makro
a. pembangunan kawasan pariwisata dengan sub komponen dampak lingkungan
b. Aksesibilitas

2. Pola Kawasan
a. hubungan antar bangunan dengan sub komponen pengaturan secara unit dan
pengaturan secara cluster;
b. pengelolaan Pemandangan;
c. tingkat kepadatan pembangunan;
d. tinggi bangunan;
e. jarak minimum bangunan;
f. rasio luas bangunan terhadap luas daerah;
g. jangkauan bangunan;

3. Amenitas
a. penataan parkir;
b. penataan lanskap (landscaping);
c. papan petunjuk;
d. jaringan utilitas di bawah tanah;
e. besaran ruang/unit fasilitas di kawasan wisata;
f. sirkulasi udara;
g. pencahayaan.
Di samping itu standar teknis penataan ruang kawasan pariwisata yang sudah ada terdapat
referensi lain yang digunakan untuk mengevaluasi standar teknis penataan ruang kawasan
pariwisata. Dalam hal ini, referensi yang digunakan untuk mengevaluasi standar teknis penataan
ruang kawasan pariwisata yang bersifat riset dan aplikatif didapatkan dari United Nations World
Tourism Organization (UNWTO) tentang indikator inti pariwisata berkelanjutan dan accessible
tourism, serta Green Destinations Standards (GDS) dari Global Sustainable Tourism Council
(GSTC). Berikut merupakan tabel komparasi dari tiga standar tersebut:

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 15
Tabel 2.1 Perbandingan Komponen dan Subkomponen Beberapa Referensi tentang
Kawasan Pariwisata

Sub Komponen

Komponen United Nations World


Standar Teknis Penataan Green Destinations
Tourism Organization
Ruang Standards (GDS)
(UNWTO)

Dampak lingkungan Perlindungan tapak Dampak terhadap alam

Ekosistem kritis Proteksi lingkungan

Proteksi sumber daya


Daya dukung kawasan
alam

Perlindungan flora dan


Site stress
fauna
Konservasi lingkungan
Jumlah degradasi ekologi

Tingkat erosi

Tingkat perambahan
manusia (human
encroachment) pada zona
konservasi

Tingkat kepadatan Keseragaman papan Perlindungan lanskap dan


pembangunan petunjuk pemandangan

Tinggi bangunan

Jarak minimum bangunan

Rasio luas bangunan


terhadap luas daerah
Pengelolaan
Jangkauan bangunan
pemandangan
Penataan lanskap
(landscaping)

Utilitas Bawah Tanah

Papan petunjuk

Hubungan antar
bangunan

Besaran ruang/unit Ketersediaan jalur


Lokasi akomodasi
akomodasi. evakuasi di akomodasi

Kebutuhan Parkir. Penyediaan kamar


Fasilitas
disabilitas.

Besaran ruang/unit
Parkir Disabilitas
parkir.

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 16
Sub Komponen

Komponen United Nations World


Standar Teknis Penataan Green Destinations
Tourism Organization
Ruang Standards (GDS)
(UNWTO)

Besaran ruang/unit toilet


publik.

Penggunaan lahan Penggunaan dan


Tingkat polusi air
perencanaan lahan

Tingkat pencahayaan Tingkat polusi udara Tingkat resiko lingkungan


Penggunaan lahan dan
Tingkat polutan yang
polusi Tingkat sirkulasi udara Tingkat polusi udara
mempengaruhi situs

Tingkat kebisingan

Tingkat polusi cahaya

asal dan ketersediaan


Ketersediaan air bersih
sumber air
Pengelolaan air
kualitas air kualitas air

pengelolaan air limbah pengelolaan air limbah

Penggunaan transportasi
umum

Standar stasiun, bandara,


Mobilitas yang dan fasilitas terkait
berkelanjutan
Standar pejalan kaki

Ketersediaan tempat
peristirahatan

Tingkat pembuangan
Pengelolaan limbah
limbah padat

Pemantauan konsumsi
energi.
Limbah dan energi
Pemilahan sampah

Mengurangi
ketergantungan bahan
bakar fosil

Rencana Krisis dan


Tanggap Darurat.

Ketersediaan Pelatihan
Penanggulangan bencana
Tanggap Bencana untuk
stakeholders.

Ketersediaan Jalur

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 17
Sub Komponen

Komponen United Nations World


Standar Teknis Penataan Green Destinations
Tourism Organization
Ruang Standards (GDS)
(UNWTO)

Evakuasi Bencana

Ketersediaan titik kumpul


evakuasi

2.4 Review Standar Teknis dan Re-Klasifikasi Kawasan


Berdasarkan klasifikasi, komponen, dan sub-komponen dari Standar Teknis Penataan Ruang
Kawasan Pariwisata, terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
menyempurnakan standar teknis yang sudah ada sebagai berikut:
a. Klasifikasi kawasan pariwisata yang diusulkan disesuaikan berdasarkan kondisi eksisting
kawasan pariwisata di Indonesia. Dalam istilah pariwisata terbagi menjadi dua tipologi yaitu
kawasan pariwisata (kegiatan tujuan wisata yg dilengkapi fasilitas pendukungnya) dan zona
pariwisata (kegiatan tujuan wisata dengan fasilitas terbatas/tanpa fasilitas). Kawasan dan
zona pariwisata memiliki varian dalam konteks lokasi yaitu alam, budaya, dan kota. Masing-
masing varian tersebut memiliki kebutuhan

Gambar 2.2 Usulan Kategori Kawasan Pariwisata

b. Masing-masing klasifikasi yang diusulkan memiliki standar teknis sendiri dengan varian
standar lebih kompleks pada kawasan pariwisata karena dilengkapi dengan infrastruktur
dan fasilitas pendukungnya. Sedangkan, standar teknis untuk zona pariwisata bisa lebih
rendah karena memiliki fasilitas terbatas atau tidak memiliki fasilitas, serta integrasi
infrastruktur dan utilitas dari zona tersebut menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 18
c. Standar teknis Kawasan Pariwisata diklasifikasikan atas komponen sebagai berikut:

Tabel 2.3 Penjelasan Aspek Standar Teknis Penataan Ruang

Standar Teknis Penjelasan

FISIK

Konservasi Lingkungan Memastikan Lingkungan pada Kawasan Pariwisata


tetap terjaga dan berkelanjutan

Hubungan antar bangunan merupakan keterkaitan antar ruang dengan yang


dapat menunjang fungsi bangunan dengan
penempatan yang sesuai

Pengelolaan Pemandangan Memastikan pemandangan sebagai salah satu daya


Tarik wisata tetap terjaga dari bangunan-bangunan
di sekitar

Penggunaan Lahan dan Risiko Pengembangan sesuai dengan peruntukan lahan dan
Lingkungan menjaga dari adanya Risiko Lingkungan akibat
pengembangan

Fasilitas dan Amenitas Memastikan adanya dan kualitas Fasilitas dan


Amenitas yang ada di Kawasan Pariwisata

Pengelolaan Utilitas Pengelolaan utilitas dalam kawasan agar tidak


mengalami dampak negative bagi kawasan sekitar

Mobilitas yang Berkelanjutan Adanya mobilitas yang telah terencana (baik moda
Bersama atau pribadi), telah direncanakan dgn baik

Limbah dan Energi Pembuangan limbah dari kegiatan pariwisata dan


adanya penggunaan energi terbarukan untuk
keberlanjutan kawasan

Penanggulangan Bencana Terdapat sistem yang baik untuk mencegah dan


menanggulangi resiko bencana

NON FISIK

Warisan Budaya Adanya sistem pelestarian warisan budaya yang


merupakan salah satu daya Tarik wisata

Pengelolaan Aktifitas/Kegiatan Adanya pengelolaan aktifitas/kegiatan pariwisata


Pariwisata yang terencana dan berkelanjutan

Manajemen Destinasi Adanya pengelolaan terkait dengan destinasi wisata


yang ada secara menyeluruh

d. Komponen standar dibedakan atas tiga karakter yakni standar minimal, standar ideal, dan
standar prima. Standar minimal diterapkan untuk menjamin Keselamatan, keamanan,
kesehatan pengguna, dan kelancaran operasional. Standar ideal diterapkan untuk

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 19
menjamin integrasi di dalam dan sekitar kawasan, sedangkan standar prima berfungsi
untuk menjamin kenyamanan dan keindahan kawasan. Standar teknis yang sudah ada
diperkaya dengan standar teknis dari referensi lain, terutama untuk mendapatkan
pembanding standar prima. Tabel 2.4 berikut menunjukkan perbedaan standar minimal,
ideal, dan prima untuk masing-masing tipologi kawasan:

Keterangan warna:

Standar minimal

Standar ideal

Standar prima

Tabel 2.3 Penjelasan Aspek Standar Teknis Penataan Ruang Kawasan Pariwisata

Komponen Tipologi Kawasan Pariwisata


Kode Sub Komponen Zona Pariwisata Kawasan Pariwisata
Standar Teknis (K-Par1) (K-Par2)
FISIK
A Konservasi Lingkungan
A.1. Dampak Lingkungan
A.1.1. Bangunan pada struktur tanah renggang.
A.1.2 Kontur lahan terbangun.
A.1.3 Drainase air pada daerah perbukitan atau dataran
rendah
A.1.4 Material bangunan berdasarkan lokasi bangunan.
A.1.5 Pemantauan dampak pariwisata terhadap alam.
A.2. Proteksi Lingkungan
A.2.1 Perlindungan situs-situs alami dengan buffer zone.
A.3. Proteksi Sumber Daya Alam
A.3.1. Pemakaian sumberdaya alam.
A.4. Perlindungan Flora dan Fauna
A.4.1. Pelarangan penangkapan, penjualan, ataupun
memamerkan tanaman dan satwa liar.
B Hubungan antar bangunan
B.1. Pengaturan secara unit
B.1.1 Tiap bangunan berdiri terpisah satu sama lain pada
satu alur jalan yang sama
B.2. Pengaturan Secara Cluster
B.2.1. Pengaturan Barisan/Pengelompokan
C Pengelolaan Pemandangan
C.1. Tingkat kepadatan pembangunan
C.1.1. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) di Kawasan
Pariwisata
C.1.2. Tinggi Maksimum Bangunan
C.2. Jarak minimum bangunan
C.2.1. Jarak minimum pada daerah tepi pantai.

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 20
Komponen Tipologi Kawasan Pariwisata
Kode Sub Komponen Zona Pariwisata Kawasan Pariwisata
Standar Teknis (K-Par1) (K-Par2)
C.2.2. Jarak minimum dari jalan raya dan jarak antar
bangunan.
C.3. Rasio luas bangunan terhadap luas daerah
C.3.1 Rasio luas bangunan dan luas daerah.
C.4. Jangkauan bangunan
C.4.1. Persentase luas wilayah yang dibangun dan area
terbuka.
C.5. Penataan lanskap (landscaping)
C.5.1. Penataan lanskap pada lahan-lahan yang kurang
menarik.
C.6. Utilitas Bawah Tanah
C.6.1. Utilitas Bawah Tanah untuk Pengelolaan
Pemandangan
C.7. Papan petunjuk
C.7.1. Ukuran papan petunjuk.
C.7.2. Keseragaman papan petunjuk.
D Penggunaan Lahan dan Risiko Lingkungan
D.1. Penggunaan lahan
D.1.1. Kesesuaian penggunaan lahan.
D.2. Pencahayaan
D.2.1. Tingkat pencahayaan yang tidak memberikan
dampak polusi cahaya.
D.3. Risiko Lingkungan
D.3.1. Penanganan risiko lingkungan berdasarkan risiko dan
dampaknya.
D.3.2. Pengananan polusi udara berdasarkan risiko dan
dampaknya.
D.3.3 Pengaturan Kebisingan
E Fasilitas & Amenitas
E.1. Akomodasi
E.1.1. Lokasi akomodasi.
E.1.2. Besaran ruang/unit akomodasi.
E.1.3. Evakuasi ke pintu darurat.
E.1.4. Penyediaan kamar disabilitas.
E.2. Parkir
E.2.1. Kebutuhan Parkir.
E.2.2. Besaran ruang/unit parkir.
E.2.3. Parkir Disabilitas.
E.3. Toilet Publik
E.3.1. Besaran ruang/unit toilet publik.
F Pengelolaan Utilitas
F.1. Sumber Air
F.1.1. Pengelolaan dan pemantauan sumber daya dan
penggunaan air.
F.2. Kualitas Air
F.2.1. Monitoring kualitas air.

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 21
Komponen Tipologi Kawasan Pariwisata
Kode Sub Komponen Zona Pariwisata Kawasan Pariwisata
Standar Teknis (K-Par1) (K-Par2)
F.3. Pengelolaan Air Limbah
F.3.1. Pengelolaan air limbah sesuai peraturan yang
berlaku.
G Mobilitas yang Berkelanjutan
G.1. Moda transportasi
G.1.1. Pilihan Moda Transportasi
G.2. Transportasi Umum
G.2.1. Penggunaan Transportasi Umum
G.2.2. standar stasiun, terminal penumpang, Bandara, dan
fasilitas terkait.
G.3. Pejalan kaki
G.3.1. Standar pejalan kaki.
G.4. Jalan Utama
G.4.1. Ketersediaan perhentian peristirahatan.
H Limbah dan Energi
H.1. Pemisahan Sampah
H.1.1. Fasilitas pemisah limbah kota dan limbah industri.
H.2. Pembuangan Limbah Padat
H.2.1. Sisa limbah dimaksimalkan daur ulangnya.
H.3. Pemantauan Konsumsi Energi
H.3.1. mengurangi konsumsi energi tanpa mengorbankan
layanan atau keamanan.
I Penanggulangan Bencana
I.1. Respon Krisis Keadaan Darurat
I.1.1. Rencana Krisis dan Tanggap Darurat.
I.1.2. Pelatihan Tanggap Bencana untuk stakeholders.
I.1.3. Jalur Evakuasi Bencana
NON FISIK
J Warisan Budaya
J.1. Pelestarian warisan budaya
J.1.1. Sistem pengelolaan dan perlindungan situs alam dan
budaya
J.1.2. Mengurangi dampak negative terhadap situs budaya,
warisan budaya, lanskap budaya penting,
penggunaan lahan, dan sense of place
K Pengelolaan Aktifitas/Kegiatan Pariwisata
K.1. Partisipasi Masyarakat
K.1.1. Sistem melibatkan pemangku kepentingan baik dari
pemerintah, industri dan masyarakat
K.2. Akses Masyarakat Lokal
K.2.1. Hak atas kekayaan intelektual masyarakat adat,
penduduk setempat dan masyarakat dilindungi
secara efektif oleh hukum.
K.2.2. Interaksi antara pengunjung dan komunitas lokal.
K.2.3. Program peningkatan kapasitas masyarakat sebagai
SDM

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 22
Komponen Tipologi Kawasan Pariwisata
Kode Sub Komponen Zona Pariwisata Kawasan Pariwisata
Standar Teknis (K-Par1) (K-Par2)
L Manajemen Destinasi
L.1. Pengelolaan Pengunjung
L.1.1. Terdapat Mekanisme administrative dalam
operasional pengelolaan pengunjung, (aktivitas,
jumlah, rute)
L.1.2. Memiliki panduan serta tata laksana (code of
practice) bagi pemandu wisata dan tour operator.
L.2. Keterlibatan sektor pariwisata
L.2.1. Pihak manajemen destinasi bekerjasama dengan
sektor swasta maupun sektor publik dalam bidang
manajemen destinasi berkelanjutan
L.2.2 Pihak destinasi memiliki inventaris berupa yang
tersedia secara umum dan diperbarui secara berkala
termasuk situs alam dan budaya
L.2.3 Persyaratan Minimum untuk Pengelolaan yang
Efektif dan Transparan

Catatan :
Tulisan hitam berisi standar teknis bersumber dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN
Tulisan ungu berisi Standard bersumber dari United Nations World Tourism Organization
Tulisan oranye berisi Standard bersumber dari Standar Pariwisata Berkelanjutan dari Green
Sustainable Tourism Council

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 23
BAB 3
METODOLOGI PEKERJAAN
Metodologi pelaksanaan kegiatan yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah literature study,
stakeholder approach serta survei lapangan.
- Metode literature study diawali dengan melakukan pengumpulan data peraturan
perundang-undangan terkait, lalu mengumpulkan bahan-bahan referensi maupun teori
tentang penataan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang, dan teori mengenai Standar
Teknis Penataan Ruang pada Kawasan Pariwisata.
- Metode stakeholders approach melalui pendekatan yang melibatkan seluruh pemangku
kepentingan (stakeholders), baik dengan pakar dan akademisi maupun dengan pemerintah
pusat dan daerah. Pendekatan stakeholders dilakukan antara lain dengan melakukan FGD,
konsinyasi ataupun pembahasan internal.
- Survei atau pengumpulan data, dilakukan untuk mendapatkan pemahaman sesuai
substansi peraturan perundang-undangan serta untuk menjaring aspirasi di daerah baik
tingkat provinsi, maupun kabupaten/kota.

3.1 Teknik Pengumpulan Data dan Kebutuhan Data


Dalam meninjau standar teknis pengawasan pembangunan kawasan pariwisata diperlukan data
primer dan sekunder sebagai berikut:
A. Pengumpulan Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti langsung dari lapangan ataupun
dengan penggalian informasi melalui narasumber. Data primer dapat diperoleh melalui
teknik pengambilan data berikut:
a. Survey lapangan
Survey lapangan dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai kawasan yang
ditinjau standar teknisnya sehingga peneliti dapat memberikan masukan terhadap
standar teknis berdasarkan kondisi lapangan. Survey ini dilakukan utamanya untuk
menguji standar mana yang tergolong standar minimal (must have) dan standar
ideal (good to have dan nice to have) dengan acuan kondisi umum kawasan
pariwisata di Indonesia. Di samping itu, survey lapangan juga dilakukan untuk
menguji coba sistem informasi pengawasan pembangunan yang akan digunakan
penilik kawasan di daerah-daerah. Untuk itu, standar teknis perlu dilengkapi dengan
keterangan penjelas dalam instrumen survey untuk mempermudah penilik
kawasan. Dengan demikian, survey lapangan diharapkan mampu memberikan input
pada standar teknis serta praktik penilik kawasan dalam melakukan pengawasan
pembangunan. Delineasi kawasan pariwisata meliputi fungsi wisata atau objek
wisata dan pendukungnya. Kawasan pariwisata yang dikelola lebih mudah untuk
didelineasi karena umumnya memiliki batas-batas yang terlihat.

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 24
b. Focus Group Discussion (FGD)
FGD dilakukan untuk menjaring pendapat dan aspirasi mengenai standar teknis
kawasan pariwisata dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan Dinas Pariwisata setempat, pengelola kawasan
wisata, dan pimpinan daerah setempat. FGD akan dilakukan di tingkat pusat
sebanyak dua kali, sebagai berikut:
- FGD 1 bertujuan untuk menjaring aspirasi dari penyelenggara wisata dan
pengelola fasilitas wisata mengenai standar teknis penataan kawasan
pariwisata. FGD 1 akan mengundang pengelola kawasan wisata dan
pimpinan lembaga pariwisata.
- FGD 2 bertujuan untuk menjaring aspirasi dari Pemerintah dan Pemerintah
Daerah sebagai regulator dan evaluator penataan ruang. FGD 2 akan
mengundang Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang,
serta SKPD terkait di daerah-daerah. FGD 2 diharapkan dapat menghasilkan
rekomendasi implementasi standar dengan variasi kondisi lapangan secara
nasional.
c. Wawancara semi-terstruktur
Wawancara semi-terstruktur akan dilakukan secara kondisional apabila masih
terdapat kekurangan informasi. Wawancara dilakukan dengan menyiapkan
beberapa pertanyaan kepada stakeholder terkait, seperti Kementerian Agraria dan
Tata Ruang, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang, Dinas Pariwisata setempat, pengelola kawasan
pariwisata, serta dapat dikembangkan sejalan dengan wawancara yang dilakukan.
Data primer yang dibutuhkan untuk peninjauan standar teknis pengawasan
pembangunan kawasan pariwisata adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kebutuhan Data Primer
Kebutuhan Data Teknik Pengambilan Data

Gambaran lapangan mengenai komponen Survey lapangan


dalam standar teknis, meliputi Komponen
Fisik (9 Komponen) dan Non Fisik (3
Komponen)
Profil Kawasan Pariwisata dan Zona Survey lapangan dan Survey Sekunder
Pariwisata (terutama terkait dengan
Kegiatan dan Pengelolaan)
Perspektif pengelola kawasan pariwisata Wawancara dan FGD dengan pengelola
terhadap standar teknis pengawasan kawasan pariwisata
pembangunan kawasan pariwisata
Perspektif stakeholder yang terlibat dalam Wawancara dan FGD dengan Stakeholder
pengembangan dan pengelolaan Kawasan (termasuk masyarakat) pada Kawasan
Pariwisata Pariwisata

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 25
B. Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti dari dokumen sebagai acuan
dari studi yang dilakukan. Pengambilan data sekunder dilakukan untuk mengetahui
standar/aturan yang terdapat pada sektor Kawasan Pariwisata merupakan kewenangan
sektoral, maka standar-standar terkait kawasan perlu diidentifikasi melalui desk study
terhadap Dokumen Kebijakan dan Rencana Sektor. Selain itu, prinsip-prinsip
pengendalian kawasan serta kinerja kawasan juga perlu diidentifikasi melalui desk study
terhadap literatur-literatur terkait kawasan tersebut. Data sekunder yang dibutuhkan
untuk untuk peninjauan standar teknis pengawasan pembangunan Kawasan Pariwisata
adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Kebutuhan Data Sekunder


Kebutuhan Data Sumber Data

Rencana penggunaan lahan RTRW dan/atau RDTR Kabupaten/Kota

Rencana struktur ruang RTRW dan/atau RDTR Kabupaten/Kota

Rencana intensitas ruang RDTR Kabupaten/Kota

Ketentuan pemanfaatan ruang RDTR Kabupaten/Kota

Referensi standar teknis di kota lain Pemerintah Daerah setempat

Profil kawasan pariwisata: Google satelite (pemetaan)


1. Luas kawasan RIPPARNAS
2. Struktur dan jumlah pengelola RIPPARDA
3. Rencana pengembangan RIPDA
4. Fasilitas wisata RTRK

3.2 Kerangka Penyusunan Standar Teknis


Penyusunan standar teknis dilakukan dengan mengikuti tahapan sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 3.1 berikut:

1. Tahap review standar teknis penataan ruang


Pada tahap pertama dilakukan peninjauan kembali pada standar teknis penataan ruang
kawasan pariwisata serta pengayaan standar teknis dari referensi-referensi lain.
Penelaahan referensi juga bertujuan untuk menemukan varian tipologi kawasan yang
sesuai dengan kondisi di Indonesia. Tahap ini dilakukan dengan desk study literatur dan
komparasi beberapa standar teknis kawasan pariwisata sehingga dapat diusulkan
standar teknis yang lebih lengkap dan detail. Melalui komparasi beberapa standar
teknis, standar minimum, standar ideal, dan standar prima akan lebih mudah
diidentifikasi.

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 26
2. Tahap ujicoba standar teknis
Tahap kedua meliputi ujicoba standar teknis yang dilakukan dengan survey lapangan
sehingga dapat diperoleh masukan yang riil berdasarkan kondisi di lapangan. Selain
untuk menguji standar yang disusun, survey lapangan juga bertujuan untuk
mendapatkan data-data umum mengenai kawasan pariwisata melalui wawancara
dengan Dinas Pariwisata dan pengelola kawasan wisata setempat. Survey lapangan
dilakukan sekaligus untuk mengujicoba sistem informasi yang akan digunakan inspektur
kawasan dalam mengevaluasi kinerja kawasan.
3. Tahap penyusunan profil dan analisis kinerja
Setelah pelaksanaan ujicoba standar teknis, dilakukan penyusunan profil masing-masing
Kawasan Pariwisata yang diujicoba dan telah dinilai, kemudian melakukan analisis
identifikasi kinerja kawasan berdasarkan standar teknis penataan ruang yang telah
disusun. Hasil tersebut akan dikaji lebih dalam dan di analisa terhadap hasil pelaksanaan
ujicoba standar teknis penataan ruang kawasan, serta terhadap keseluruhan data dan
literatur yang telah dikumpulkan, sebagai penyempurnaan terhadap standar teknis yang
telah disusun.
4. Tahap penyempurnaan standar teknis

Gambar 3.1 Skema Penyusunan Standar Teknis Penataan Ruang Kawasan Pariwisata

3.3 Metode Analisis


Metode analisis yang digunakan untuk menyusun Standar Teknis Penataan Ruang pada
Kawasan Pariwisata ini terdiri dari beberapa analisis, diantaranya:
a. Analisis Konten terhadap:
- Dokumen Kebijakan
- Dokumen Rencana
- Literatur Kawasan
- Hasil FGD
- Hasil Wawancara
b. Analisis Evaluasi untuk mengidentifikasi kebutuhan lingkup dan jangkauan standar
teknis penataan ruang untuk pengendalian pemanfaatan ruang dengan mengevaluasi

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 27
atau melihat gap antara persoalan yang terjadi di lokasi kasus studi dengan
ketersediaan standar/aturan yang sudah ada.

3.4 Usulan Lokasi Studi


Klasifikasi Lokasi Uji Petik Destinasi Wisata
Kawasan Jatim Park 1, Jatim Park 2, Jatim Park
Pariwisata Jatim 3, Museum Tubuh, Predator Fun Park,
Kawasan Pariwisata yang
Park Museum angkut
di Kelola (oleh suatu
Kawasan Waterblow, Pantai Nusa Dua, Pura
Manajemen)
Pariwisata Nusa Bukit Dharma Nusa Dua, Pantai
Dua Mengiat, Museum Pasifika Bali, dll
Kawasan Danau Desa Wisata Tomok, Air Terjun Sipiso
Kawasan Toba Piso, Makam Tua Raja Sidabutar,
Pariwisata Menara Pandang Tele, Ranu Kumbolo
Kawasan Pariwisata yang – Paropo, Danau Toba, dll
dikelola oleh Multi- Kawasan Taman Nasional Komodo, Pulau
pengelola (Institusi, Labuhan Bajo Padar, Pulau Rinca, Pink Beach, Goa
Pemda, Private) Batu Cermin, dll
Kawasan Candi Candi Borobudur, Candi Mendut,
borobudur Candi Pawon, Desa Wisata di sekitar
candi
Kota Lama Gereja Blenduk, Polder Air Tawang,
Semarang Stasiun Tawang, Pabrik Rokok Praoe
Zona Pariwisata yang Lajar, Persimpangan di Tengah Kota
dikelola Pemerintah Lama
Malioboro Jogja Jalan Malioboro, Titik Nol, Pasar
Zona
Beringhardjo
Pariwisata
Nglanggeran, Gunung berapi purba, Embung
Zona Pariwisata dikelola Yogyakarta Nglanggeran
oleh warga/ masyarakat/ Desa Pura, rumah tradisional Bali
komunitas Panglipuran,
Bali

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 28
Gambaran umum lokasi studi :
A. Kawasan Pariwisata yang di Kelola (oleh suatu Manajemen)
1. Kawasan Pariwisata Jatim Park
Lokasi : Batu, Malang, Jawa Timur
Luasan :
Pengelola : Jatim Park Group
Tahun Pengembangan : 2001

Gambar 1. Peta Kawasan Wisata Jatim Park

Jatim Park berada di kawasan Batu, Malang, Jawa Timur, kawasan ini terletak di
lereng Gunung Panderman, sekitar 20 km barat Kota Malang. Jatim Park merupakan
kawasan wisata yang dikelola dan dikembangkan oleh Jatim Park Group, di bawah
naungan PT. Bunga Wangsa Sedjati. Jatim Park Group memiliki berbagai macam
variasi wahana rekreasi seperti Jatim park 1, Jatim park 2, Jatim park 3, Museum
Angkut dan BNS (Batu Night Spectacular), serta banyak lagi yang lainnya. Beberapa
destinasi wisata yang telah disebutkan sebelumnya dibangun dengan konsep wisata
hiburan modern dan edukatif. Jatim Park Group juga telah bekerja sama dengan
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Batu agar setiap koleksi edukatif yang
ditampilkan terjamin kualitasnya.
- Jatim Park 1 beralamat di Jalan Kartika no. 2. Selain media untuk rekreasi, Jatim
Park 1 juga mengusung konsep edukasi dengan dilengkapi wahana Galeri
Belajar bernama Science Stadium. Bangunan yang berkapasitas 300 orang ini
dilengkapi dengan alat peraga ilmu terapan baik yang indoor maupun outdoor.

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 29
Keberadaan alat-alat peraga ini didukung oleh PLN, Telkom, Rimba Raya, dan
sejumlah Universitas di Jawa Timur.
- Jatim Park 2 mengusung konsep belajar ilmu alam, biologi dan pembelajaran
satwa yang disajikan dengan latar belakang sesuai habitatnya. Jawa Timur Park
2 dibangun di wilayah malang Jatim Park 2 terdiri dari Museum Satwa, Batu
Secret Zoo dan Pohon Inn Hotel. Jatim Park 2 beralamat di jl. Oro Oro Ombo
no.9, yang berdekatan dengan Eco Green Park, Batu Night Spectacular.
- Jatim Park 3 berada di desa Beji, Kecamatan Junrejo, Kota Batu. Jatim Park 3
mengusung konsep taman bermain sekaligus edukasi mengenai hewan-hewan
purbakala termasuk Dinosaurus.

Gambar 2. Jatim Park 1 (kiri), Jatim Park 2 (kanan)


Sumber: www.travel.kompas.com; 2020

2. Kawasan Pariwisata Nusa Dua


Lokasi : Nusa Dua, Bali
Luasan :
Pengelola : ITDC
Tahun Pengembangan

Gambar 3. Peta Kawasan Wisata Nusa Dua Bali

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 30
Gambar 4. Private Beach Nusa Dua (kiri); Waterblow (kanan)
Sumber: Asiadreams.com (kiri); www.rentalmobilbali.net (kanan)

B. Kawasan Pariwisata yang dikelola oleh Multi-pengelola (Institusi, Pemda, Private)


1. Kawasan Danau Toba
Lokasi : Provinsi Sumatera Utara
Luasan :
Pengelola : Institusi, Pemda, Private
Tahun Pengembangan

Gambar 5. Peta Kawasan Wisata Danau Toba

Danau Toba adalah danau kaldera terbesar di dunia yang terletak di Provinsi
Sumatera Utara, berjarak 176 km ke arah Barat Kota Medan sebagai ibu kota
provinsi. Danau Toba adalah danau terluas di Indonesia (90 x 30 km persegi) dan
juga merupakan sebuah kaldera volkano-tektonik (kawah gunungapi raksasa)
Kuarter terbesar di dunia. Sebagai danau volcano tektonik terbesar di dunia, Danau
Toba mempunyai ukuran panjang 87 km berarah Baratlaut-Tenggara dengan lebar
27 km dengan ketinggian 904 meter dpl dan kedalaman danau yang terdalam 505
meter

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 31
Kawasan Danau Toba merupakan bagian dari WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu
Metro Medan –Tebing Tinggi – Dumai – Pekanbaru yang memiliki luas 369.854 Ha.
Secara administratif Kawasan Danau Toba berada di Provinsi Sumatera Utara dan
secara geografis terletak di antara koordinat 2°10’3°00’ Lintang Utara dan 98°24’
Bujur Timur. Kawasan ini mencakup bagian dari wilayah administrasi dari 8
(delapan) kabupaten yaitu Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba Samosir,
Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hansudutan, Kabupaten
Tapanuli Utara dan Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Pak Pak Barat. Secara
fisik, Kawasan Danau Toba merupakan kawasan yang berada di sekitar Danau Toba
dengan deliniasi batas kawasan didasarkan atas deliniasi Daerah Tangkapan Air
(Catchment Area) dan CAT.

Gambar 6. Desa Tomok (kiri); Air Terjun Binangalom (kanan)


sumber: www.wonderin.id (kiri); www.tripelaketoba.com (kanan)

2. Kawasan Labuan Bajo


Lokasi : Kab. Manggarai Barat NTB
Luasan :
Pengelola : Institusi, Pemda, Private
Tahun Pengembangan :

Gambar 7. Peta Kawasan Wisata Labuan Bajo

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 32
Labuan Bajo merupakan ibukota Kabupaten Manggarai Barat. Labuan Bajo memiliki
letak geografis yang sangat strategis dimana posisi Labuan Bajo berada di bagian
barat Pulau Flores yang menjadikan Labuan Bajo sebagai pintu masuk bagian barat
Pulau Flores. Labuan Bajo yang dikelilingi oleh gugusan pulau-pulau kecil dengan
perairan lautnya dan pemandangan pantai yang telah menjadi daya tarik baru di
dunia pariwisata dan sangat potensial diminati oleh wisatawan yang datang. Salah
satu yang menjadi kekuatan dari Labuan Bajo adalah keberadaan kawasan Taman
Nasional Komodo yang telah dijadikan sebagai obyek wisata kelas dunia, dimana
Labuan Bajo merupakan entry point untuk menuju kawasan wisata Komodo. Selain
itu Labuan Bajo juga merupakan pintu gerbang barat untuk menuju kota-kota di
Pulau Flores. Selain memiliki potensi wisata bahari, tersedia juga pariwisata
teresterial yang juga cukup banyak, diantaranya berbagai jenis gua alam dengan
kekhasannya sendiri, mata air dan air terjun yang letaknya tidak jauh dari kawasan
Labuan Bajo. Kawasan wisata Labuan Bajo ditetapkan menjadi salah satu destinasi
Pariwisata Super Prioritas.

Gambar 8. Pink Beach


Sumber: https://www.tokopedia.com/blog/travel-objek-wisata-labuan-bajo/

Gambar 9. Komodo di Taman Nasional Komodo


Sumber: travel.kompas.com

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 33
3. Kawasan Candi Borobudur
Lokasi : Magelang, Jawa Tengah
Luasan :
Pengelola : Institusi, Pemda, Private
Tahun Pengembangan

Gambar 10. Peta Kawasan Wisata Borobudur

Candi Borobudur merupakan candi terbesar di Indonesia, yang terletak di Desa


Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, atau berada kurang lebih 100 Km di
sebelah barat daya Semarang dan 40 Km di sebelah Barat Laut Yogyakarta. Candi
yang didirikan oleh para penganut Agama Buddha sekitar tahun 824 M pada zaman
keemasan Dinasti Syailendra. Candi ini memikat wisatawan seluruh dunia dengan
konstruksi bangunan candi yang unik, serta 1.460 relief tentang rangkaian cerita
pada masa pembangunannya yang mengelilinginya. Setelah berfungsi sekitar 2
abad, candi ini kemudian ditinggalkan oleh penganutnya dan ditemukan kembali
pada tahun 1814. Sejak ditemukannya kembali, upaya pelestarian Candi Borobudur
telah dimulai. Menurut Tanudirjo (2008), pada hakekatnya pelestarian kompleks
Candi Borobudur merupakan upaya untuk mengembalikan kepada fungsinya
semula (back to basic), dalam bentuk revitalisasi nilai-nilai penting warisan budaya
agar dapat dirasakan manfaatnya oleh generasi masa kini maupun mendatang.
Kompleks Candi Borobudur termasuk di dalamnya Candi Mendut dan Candi Pawon
telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia (world heritage) pada
tahun 1991 karena memiliki nilai-nilai universal luar biasa (outstanding universal
value). Selanjutnya upaya pelestarian tidak hanya dilakukan pada Candi Borobudur
saja tetapi juga meliputi kawasan di sekitarnya yang pada tahun 2008 telah

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 34
ditetapkan menjadi Kawasan Strategis Nasional melalui Peraturan Pemerintah No.
26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Penataan ruang
Kawasan Candi Borobudur sebagai Kawasan Strategis Nasional diprioritaskan,
sehingga dalam pengelolaan tata ruang Kawasan Strategis Nasional Borobudur
diperlukan data yang lengkap dan akurat supaya setiap pemanfaatan ruang di
kawasan ini tidak melanggar peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Pemetaan
dan pengelolaan data Kawasan Strategis Nasional Borobudur yang mencakup area
lebih kurang 1337 hektar memerlukan metode dan teknik yang tepat supaya
manajemen data dalam jumlah besar dapat dilakukan dengan mudah, efektif dan
efisien. Kawasan wisata Borobudur ditetapkan menjadi salah satu destinasi
Pariwisata Super Prioritas.

Gambar 10. Candi Borobudur (kiri); Candi Mendut (kanan)


Sumber: https://maritim.go.id/

C. Zona Pariwisata yang dikelola Pemerintah


1. Kota Lama Semarang
Lokasi : Kota Semarang
Luasan :
Pengelola : Pemerintah Kota Semarang
Tahun Pengembangan :

Gambar 11. Peta Kawasan Wisata Kota Lama Semarang

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 35
Kota Lama Semarang, mempunyai potensi yang besar untuk menjadi Kawasan
Wisata Semarang, mengingat kawasan tersebut adalah wilayah bekas benteng
pertahanan kolonial Belanda, dengan gereja Blenduk sebagai obyek yang banyak
dikunjungi wisatawan. Nilai kelangkaan dan nilai sejarah yang di miliki kawasan Kota
Lama dengan bangunan-bangunan bergaya kolonial, menjadi daya tarik tersendiri
bagi para wisatawan. Salah satunya adalah Jembatan Berok yang merupakan
penghubung antara Jl. Letjen Suprapto dengan Jl. Pemuda. Jembatan ini sangat
berpotensi untuk dikembangkan sebagai pintu gerbang utama masuk ke dalam
kawasan Kota Lama.
Selain itu, Kota Lama berpotensi sebagai citra kota Semarang, mengingat dahulunya
kawasan kota lama adalah embrio dari lahirnya kota Semarang. Sehingga, untuk
meningkatkan potensi tersebut, maka perlu diadakan suatu peningkatan
pemeliharaan arsitektural dan lingkungan yang utuh dan berkelanjutan, karena :
• Semua kawasan Kota Lama adalah kawasan konservasi karena mengandung
nilai arsitektural, estetis, ilmu pengetahuan dan budaya yang tinggi.
• Kawasan Historik Semarang adalah kawasan tua di Semarang yang merupakan
embrio pertumbuhan kota. Yang digolongkan sebagai kawasan historis ini
adalah kawasan Kota Lama (bekas kota benteng), kampung Melayu, Pecinan,
Kauman, Kampung Kulitan dan Kawasan Gedung Bata/Sam Poo Kong.
• Sebagai kawasan konservasi tidak diperbolehkan untuk mengubah
keseluruhan bentuk bangunan

Gambar 12. Kota Lama Semarang


Sumber: halosemarang.id

2. Malioboro Jogja
Lokasi : Kota Yogyakarta
Luasan :
Pengelola : Pemerintah Kota Yogyakarta
Tahun Pengembangan

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 36
Gambar 13. Peta Kawasan Wisata Malioboro Jogja

Kota Yogyakarta merupakan ibukota Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), di kota ini
banyak terdapat landmark dari Kota Yogyakarta. Kebudayaan yang kenatal dan khas
menjadi salah satu daya tarik dari kota ini. Seiring dengan perkembangan zaman,
Kota Yogyakarta terus berkembang dan salah satu kegiatan utama dari kota ini
adalah pariwisata yang berlandaskan kebudayaan. Salah satu kegiatan pariwisata
andalah dari kota ini adalah wisata kota yang berpusat di sepanjang Jalan Malioboro.
Kawasan Malioboro merupakan tujuan utama wisata di kota ini karena merupakan
landmark dari Kota Yogyakarta dan tidak pernah sepi dari wisatawan. Sejak zaman
kolonial Belanda, Kawasan Malioboro memang telah menjadi pusat perdagangan.
Lokasinya yang strategis dan memanjang membentuk garis linier membuat Jalan
Malioboro dijadikan lokasi berdagang. Dalam perkembangannya, Kawasan
Malioboro selalu dibanjiri oleh wisatawan domestik maupun wisatawan asing.
Malioboro sejatinya adalah suatu kawasan yang strategis DIY, yang secara
administrasi berada di Kota Yogyakarta (Perda No 2 Tahun 2010). Kawasan ini
membentang di sisi kanan dan kiri ruas jalan Malioboro dan jalan Ahmad Yani, kedua
ruas jalan tersebut juga berfungsi sebagai jalan kolektor sekunder, yang
menghubungkan anatara kawasan di Kota Yogyakarta. Selain memiliki predikat kota
primadona bagi wisatawan, Malioboro juga memiliki julukan sebagai jantung DIY,
khususnya bagi Kota Yogyakarta. Dokumen RPJMD kota Yogyakarta Tahun 2012-
2016 juga menyebutkan bahwa kawasan Malioboro merupakan pusat keramaian
bagi sejumlah kegiatan, tidak hanya kegiatan parawisata semata. Kegiatan lain juga
dimaksud adalah, pemerintahan perdagangan, jasa, dan lain sebagainya, sepanjang
sisi Malioboro dan Jalan Ahmad Yani.

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 37
Gambar 14. Malioboro, Yogyakarta
Sumber: www.yogyes.com

D. Zona Pariwisata dikelola oleh warga, masyarakat atau komunitas

1. Nglanggeran, Yogyakarta
Lokasi : Kab. Gunung Kidul, DIY
Luasan : 762 Ha
Pengelola : warga/ masyarakat/ komunitas
Tahun Pengembangan :

Gambar 15. Peta Kawasan Wisata Borobudur

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 38
Nglanggeran merupakan desa yang secara administratif terletak di Kecamatan
Patuk, Kabupaten Gunungkidul, D.I. Yogyakarta. Kawasan Ekowisata Gunung Api
Purba memiliki luas 48 ha. Sedangkan wilayah Desa Nglanggeran memiliki luas
762,09 ha dengan tata guna lahan sebagian besar digunakan untuk lahan pertanian,
perkebunan, ladang dan pekarangan. Pola pemilikan tanah tersebut didominasi oleh
tanah kas desa. Jarak Desa Nglanggeran dari ibukota kecamatan adalah 4 km, 20 km
dari ibukota kabupaten dan berjarak 25 km dari ibukota propinsi. Desa Nglanggeran
terdiri dari 5 dusun/pedukuhan yaitu Dusun Karangsari, Dusun Doga, Dusun
Nglanggeran Kulon, Dusun Nglanggeran Wetan dan Dusun Gunungbutak. Pusat
pemerintahan desa terletak di dusun Doga.
Terdapat potensi pariwisata di Desa Nglanggeran yaitu adanya Gunung Nglanggeran
dan kini lebih dikenal dengan sebutan Gunung Api Purba. Secara fisiografi Gunung
Api Purba Nglanggeran terletak di Zona Pegunungan Selatan Jawa TengahJawa
Timur (Van Bemmelen 1949) atau tepatnya di Sub Zona Pegunungan Baturagung
(Baturagung Range) dengan ketinggian 700 meter dari permukaan laut dan
kemiringan lerengnya curam-terjal (>45%). Gunung Nglanggeran berdasarkan
sejarah geologinya merupakan gunung api purba yang berumur tersier (Oligo-
Miosen) atau 0,6 – 70 juta tahun yang lalu.
Selain potensi gunung api purbanya, di Kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran
juga dijumpai fauna dan flora langka, seperti tanaman tremas (tanaman obat yang
hanya hidup dikawasan ekowisata Gunung Api Purba), kera ekor panjang serta
disekitar Gunung Api Purba berkembang kegiatan seni dan budaya lokal seperti
bersih desa dll. Dengan adanya potensi tersebut di Desa Nglanggeran juga
pengembangan desa wisata. Jadi ada 2 potensi pengembangan yaitu Kawasan
Ekowisata Gunung Api Purba dan Desa Wisata Nglanggeran. Untuk desa wisata
dikembangkan menuju desa budaya dan desa pendidikan, yang dimana bisa
melakukan aktivitas belajar tentang flora fauna, cocok tanam, seni budaya dan juga
belajar hidup bermasyarakat dengan tatakrama.

Gambar 16. Gunung Api Purba Nglanggeran (kiri); Embung Nglanggeran (kanan)
Sumber: www.travel.kompas.com (kiri), www.idntimes.com (kanan)

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 39
2. Desa Panglipuran, Bali
Lokasi : Kabupaten Bangli, Bali
Luasan :
Pengelola : warga/ masyarakat/ komunitas
Tahun Pengembangan

Gambar 17. Peta Kawasan Wisata Desa Panglipuran, Bali

Lokasi lokasi desa adat Penglipuran, berada di desa Kubu, kabupaten Bangli, provinsi
Bali. Mungkin banyak dari anda tidak tahu, kabupaten Bangli di Bali bagian mana.
Jika anda pernah wisata ke tempat wisata Kintamani atau Gunung Batur, inilah
wilayah kabupaten Bangli. Lokasi desa penglipuran Bangli berada berada pada
dataran tinggi di ketinggian sekitar 600 – 700 meter dari permukaan laut.
Desa Penglipuran yang termasuk dalam kategori desa Bali Aga (Bali Kuno), terletak
di kecamatan Bangli, berjarak sekitar 6,6 km dari pusat kota Bangli. Dalam
periodesasi arsitektur yang dilakukan oleh Gelebet (1978), arsitektur Bali Aga (Bali
Kuno) merupakan periode tertua kedua sebelum masuknya pengaruh Majapahit ke
Bali pada abad ke-14. Penduduk di desa Penglipuran ini banyak yang memiliki
hubungan kekerabatan dengan masyarakat di desa Bayung Gede (yang juga
termasuk kategori desa Bali Aga atau Bali Kuno, terletak sekitar 6 km di sebelah
barat laut dari desa Penglipuran). Beberapa karakter arsitektur yang khas sebagai
desa Bali Aga atau Bali Kuno masih dapat ditemui di Penglipuran. Pertama, pola
penataan permukiman yang linear dengan arah orientasi luan (gunung sebagai
tempat tertinggi) sebagai tempat yang bernilai utama (suci) dan teben (tempat
terendah) sebagai tempat yang bernilai nista (kotor). Masing-masing sisi dari jalan
utama lingkungan ini berderet pekarangan hunian penduduknya, sehingga
menciptakan bentuk yang menyerupai fish bone. Kedua, desa ini juga masih

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 40
memanfaatkan perbedaan topografi lahan desa yang menunjukkan area tertinggi
yang bernilai utama sebagai tempat parahyangan (dalam hubungannyanya dengan
Ketuhanan seperti pura), area madya di tengah-tengah untuk pawongan atau
permukiman penduduk dan area paling rendah yang bernilai nista untuk area
palemahan yang salah satunya dimanfaatkan sebagai area kuburan desa. Ketiga,
pada penataan pekarangan huniannya juga dapat terlihat bahwa area luan sebagai
tempat yang tertinggi menjadi arah penempatan area parahyangan, dalam hal ini
disebut merajan. Susunan massa bangunan yang khas dari Bali Aga (Bali Kuno) yaitu
jejeran wayang (seperti deretan susunan wayang) masih dapat terlihat walaupun
samar. Keempat, masih terdapat keberadaan bangunan asli Bali Aga (Bali Kuno),
yang oleh masyarakat Penglipuran disebut sebagai paon. Bangunan ini merupakan
sebuah bangunan hunian kuno Bali Aga (Bali Kuno) di desa Penglipuran, yang ruang
dalamnya terdiri dari ruang suci, dapur dan ruang tidur.

Gambar 18. Desa Wisata Panglipuran, Bali


Sumber: beritalima.com, travel.okezone.com

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 41
2 BAB 4
RENCANA PELAKSANAAN PEKERJAAN
4.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
Keseluruhan pelaksanaan pengawasan pembangunan kawasan mulai dari tahap persiapan
hingga finalisasi draft Standar Teknis Penataan Ruang Kawasan Pariwisata akan dilaksanakan
dalam waktu delapan bulan. Pekerjaan ini dibagi atas beberapa tahapan, yakni tahapan
persiapan, tahapan antara, dan tahapan akhir (termasuk penyusunan laporan). Secara umum,
Tabel 4.1 di bawah ini menunjukkan uraian pelaksanaan kegiatan tersebut. Secara lebih detail,
jadwal pekerjaan per minggu selama delapan bulan dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Tahapan dan Waktu Pengerjaan

Tahap Waktu
No. Kegiatan Rincian Kegiatan (minggu)
Pekerjaan
1 Tahap Persiapan 1) Pembentukan tim, kajian kerangka
Persiapan administrasi kerja, pengembangan metodologi, dan 2
rencana kerja rinci
Desk study standar 1) Review standar teknis penataan ruang
teknis kawasan pariwisata tahun 2020
2) Review standar teknis penataan ruang
kawasan pariwisata dari referensi lain
3) Studi literatur terkait pengembangan
kawasan pariwisata
4) Identifikasi sebaran, kondisi,
2
permasalahan awal kawasan pariwisata
di Indonesia
5) Identifikasi kebutuhan data dan
informasi awal lokasi studi sebagai
usulan lokasi ujicoba muatan Standar
Teknis Penataan Ruang Kawasan
Pariwisata
2 Tahap Pengumpulan data 1) Finalisasi instrumen survey dan
Antara keterangan penjelas lembar periksa
(dalam bentuk hyperlink)
2) Pengumpulan data dan penyusunan
8
profil kawasan pariwisata
3) Ujicoba dan survey dengan lebar
periksa muatan Standar Teknis
Penataan Ruang Kawasan Pariwisata
Analisis 1) Identifikasi kinerja kawasan pariwisata
2) Kajian dan analisis terhadap
pelaksanaan ujicoba standar teknis
4-6
serta terhadap data dan kajian literatur,
untuk menyempurnakan standar teknis
yang disusun
Perumusan hasil Penyusunan rekomendasi tindak lanjut hasil
4
ujicoba pengawasan pembangunan kawasan

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 42
Tahap Waktu
No. Kegiatan Rincian Kegiatan (minggu)
Pekerjaan
Pembahasan FGD/konsinyasi/workshop dengan
stakeholder di tingkat pusat dan daerah
6-8
untuk menyempurnakan muatan Standar
Teknis Penataan Ruang Kawasan Pariwisata
3 Tahap Penyempurnaan Finalisasi muatan Standar Teknis Penataan 4
Akhir materi Ruang Kawasan Pariwisata
4 Tahap Penyusunan laporan Penyusunan laporan hasil pelaksanaan 2
Pelaporan kegiatan

4.2 Organisasi Pelaksaaan Pekerjaan


Pelaksanaan pekerjaan ‘Pengawasan Pembangunan Kawasan’ dilakukan di bawah arahan dari
Direktorat Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban
Tanah dan Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Tim
konsultan yang ditunjuk dalam pekerjaan ini melakukan koordinasi urusan administrasi serta
substansi muatan teknis pekerjaan dengan tim supervisi dari direktorat tersebut. Koordinasi
masalah substansi dilakukan tim supervisi bersama dengan team leader dan asisten ahli dari tim
konsultan yang membantu penyelesaian pekerjaan ini. Berikut merupakan skema organisasi
pelaksanaan pekerjaan ‘Pengawasan Pembangunan Kawasan’:

Gambar 4.1 Skema Organisasi Pelaksana Pekerjaan

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 43
Tabel 4.2 Jadwal Pekerjaan
Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nov.
No. Kegiatan
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
A Tahap Pendahuluan
1 Persiapan tim dan administrasi
a. Persiapan dokumen pendukung
b. Penyusunan tim kerja
c. Penyusunan rencana kerja
d. Penyusunan metodologi kerja
2 Desk study standar teknis kawasan
Pariwisata
a. Review standar teknis penataan
ruang (usulan tahun 2020)
b. Review standar teknis penataan
ruang kawasan Pariwisata dari
referensi lain
B Tahap Antara
1 Survey lapangan
a. Finalisasi instrumen survey (ceklist
daftar periksa)
b. Identifikasi kebutuhan data untuk
profil kawasan pariwisata
c. Penyusunan keterangan penjelas
standar teknis (dalam bentuk
hyperlink)
d. Survey lapangan dan ujicoba sistem
informasi untuk pengawasan
pembangunan Kawasan Pariwisata
Provinsi Jawa Tengah

Provinsi Jawa Timur

Provinsi DIY/Bali

Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Nusa Tenggara Timur

e. Penyusunan catatan survey


2 Penyusunan profil dan analisis
a. Profiling dan mapping kawasan

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 44
Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nov.
No. Kegiatan
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
b. Analisis kinerja kawasan
c. Perumusan hasil ujicoba
3 Pembahasan dan FGD
a. Review standar teknis berdasarkan
hasil survey lapangan
b. Focus Group Discussion
C Tahap Akhir
1 Finalisasi standar teknis
a. Finalisasi draft Standar Teknis
Penataan Ruang Kawasan
Pariwisata
D Penyerahan Dokumen
a. Rencana Mutu Kontrak
b. Laporan Pendahuluan
c. Laporan Antara
d. Laporan Akhir
e. Dokumen Prosiding
f. Buku Standar Teknis
g. Ringkasan Eksekutif
h. Eksternal Harddisk

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 45
3 BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pengembangan Kawasan Pariwisata saat ini menjadi salah satu faktor pendorong ekonomi yang paling
kuat di Indonesia dimana pengembangan Kawasan Pariwisata akan berpengaruh pada struktur dan pola
ruang kawasan dan memiliki potensi dampak pada Lingkungan dan juga dampak pada beberapa situs alam
dan budaya khususnya di beberapa kegiatan pariwisata yang berbasis pada alam dan budaya. Kegiatan
pengawasan pembangunan pada Kawasan Pariwisata ini merupakan sebuah upaya untuk meminimalisir
dampak dari kegiatan pengembangan dan pembangunan Kawasan Pariwisata yang merupakan salah satu
sektor perekonomian yang memberikan banyak kontribusi dan turunan kegiatan pada ruang disekitarnya
sehingga perlu pengendalian dan pengawasan dengan standar teknis yang terkait dengan pengembangan
pada Kawasan Pariwisata yang ada di Indonesia.
Pada laporan pendahuluan ini, dijabarkan penjelasan metode kegiatan dan tinjauan-tinjauan teori yang
dapat memperkuat komponen-komponen dan sub-komponen sebagai bagian dari penilaian standar
teknis yang akan dilakukan pada pengembangan kawasan pariwisata yang akan dinilai kedepannya. Pada
pendahuluan ini juga dijelaskan terkait dengan tipologi Kawasan Pariwisata yang diperlukan untuk
membedakan penilaian standar teknis dengan 3 (tiga) kriteria penilaian yaitu (i) Standar Minimal; (ii)
Standar Ideal; dan (iii) Standar Prima. Dalam pendahuluan ini, diusulkan terkait Tipologi kawasan
pariwisata yang dibedakan menjadi 2 (dua) tipologi yaitu Zona Pariwisata (K-Par1) dan Kawasan Pariwisata
(K-Par2), meskipun begitu perlu adanya klarifikasi terhadap usulan tipologi tersebut dengan melakukan
FGD sekaligus pembahasan terkait dengan komponen dan sub-komponen, dimana pada komponen dan
sub-komponen yang telah dibuat oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN pada standar teknis
untuk Kawasan Pariwisata sebelumnya, lebih banyak membahas komponen fisik, sementara komponen
non-fisik juga cukup penting dalam pengembangan kawasan pariwisata sehingga perlu adanya
penambahan dan penajaman pada komponen dan sub komponen pada standar teknis penilaian kawasan
pariwisata, khususnya terkait dengan manajeman atau pengelola yang merupakan salah satu key factor
pada pengembangan kawasan pariwisata. Pembagian tipologi juga akan memudahkan pada saat
pelaksanaan penilaian Standar Teknis yang sesuai dengan tipologi Kawasan Pariwisata dimana saat ini
sangat banyak pengembangan kegiatan pariwisata yang nantinya perlu dipilah berdasarkan tipologi yang
sesuai agar standar teknis yang disusun dapat dengan mudah diaplikasikan pada kawasan tersebut.
Pada akhirnya, tujuan akhir daripada pelaksanaan pengawasan pembangunan Kawasan Pariwisata ini
adalah mendapatkan rumusan penilaian dan rekomendasi dan tindak lanjut dari hasil kegiatan penilaian
standar teknis di Kawasan Pariwisata yang akan dinilai.

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 46
5.2 Saran
Sebagai tindak lanjut dari laporan pendahuluan ini, berikut merupakan beberapa poin rekomendasi yang
perlu didiskusikan kembali untuk masuk pada tahap selanjutnya:
1. Kesepakatan ceklist daftar periksa yang digunakan sebagai instrumen survey lapangan, dengan
mempertimbangkan muatan komponen dan subkomponen ke dalam kategori minimum, ideal, dan
prima;
2. Kesepakatan lokasi ujipetik pada enam provinsi yang ditetapkan dalam KAK, dengan
mempertimbangkan variasi subtipologi untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai
kawasan pariwisata; serta
3. Kesepakatan sistem penilaian kinerja kawasan, dengan mempertimbangkan kriteria minimum, ideal,
dan prima pada masing-masing tipologi kawasan pariwisata.

LAPORAN PENDAHULUAN |
PENGAWASAN PEMBANGUNAN KAWASAN PARIWISATA 47

Anda mungkin juga menyukai