Anda di halaman 1dari 2

JANGAN LUPA!

Warna liturgis untuk Akhir Tahun Gerejawi (Parningotan di na monding) tetap warna hijau.

Bukan warna hitam.

(walau sebagian kecil yang pernah menggunakan warna hitam untuk hari itu)

TAMBAHAN SESUDAH KOMENTAR DARI REKAN-REKAN MASUK:

Saya juga jadi terkejut sendiri dengan tanggapan teman-teman di bawah ini, yang menyebut bahwa
menurut ingatan mereka 30-40 tahun lalu, warna liturgis untuk Akhir Tahun Gerejawi selalu warna
hitam. Saya tidak menyadarinya, karena selama ini ketika saya masih dalam jemaat 39 tahun lalu,
tidak pernah warna hitam, mungkin jemaat lain sudah warna hitam. Sesudah menjadi dosen selama
33 tahun, saya kebetulan kalau berkhotbah diundang di jemaat, saya kurang perhatikan apakah
warna itu hitam atau hijau, karena selama ini selalu hijau yang saya lihat.

Biarlah kita mengingat, bahwa sesudah Minggu-minggu Trinitatis, langsung masuk Minggu Advent.
Tidak ada selang antara Tinitatis dan Advent. Warna Liturgis buat Minggu-minggu Trinitatis adalah
warna hijau. Hari Minggu Akhir Tahun Gerejawi itu adalah masih dalam Minggu Trinitatis. Berarti
warna liturgis masih hijau.

Pada Minggu terakhir Trinitatis yang berwarna-liturgis hijau itu, kita mengingat orang-orang yang
sudah meninggal. Beberapa Gereja-gereja Protestant dan Lutheran menyebut Minggu ini sebagai
Minggu Kekekalan. Akhir hidup kita dan kehidupan yang kekal diingat pada saat ini.

Beberapa Gereja kemudian menilai Peringatan ini terkait dengan tutup altar:

• Sebagian mengatakan Peringatan Orang Yang meninggal menunjukkan kesempurnaan. Maka


mereka mengganti warna liturgis menjadi warna putih.

• Sebagian mengatakan, Peringatan Orang Yang Meninggal menunjukkan pengharapan, maka


mereka memilih untuk tetap menggunakan warna hijau.

Tetapi Gereja-gereja itu tidak ada yang memakai warna hitam. Karena bukan kematian yang diingat.

Gereja kita juga mengakui, bahwa Peringatan orang yang Meninggal, bukan mengingat kematian,
tetapi seperti yang kita doakan adalah bahwa hidup seluruhnya adalah milik Kristus, dan hidup kekal
adalah milik kita di dalam Kristus. Lihatlah Intoritus yang dipakai unttuk Minggu besok, adalah
kemenangan dari mereka yang telah menang yang berjubah putih itu, atau ayat yang mengatakan
hidup bagaikan rumput, tetapi Allah tetap sampai selama-lamanya. Bahkan kita mengingat dalam
Minggu besok, bahwa menjadi satu dengan seluruh yang telah DipilihNya. Bahkan kita doakan
“Kasihanilah kami, kuatkanlah kami melakukan apa yang Engkau Firmankan, supaya kami menyatu
dengan mereka yang sudah sampai di hadiratMu....” ( Bandingkan dalam Agenda Introitus XX: A.B.,
Doa Pembukaan XX:75, 76)

Bila demikian sesuai dengan kebiasaan Gereja-gereja Protestant lain, kita bisa bertanya, apakah
pemahaman kita seperti yang ada dalam Agenda itu tentang Peringatan Orang Yang Sudah
Meninggal, lebih pada Penyempurnaan Hidup dalam Hidup Kekal? Maka warna putih bisa menjadi
pilihan mereka.

Ataukah Peringatan Orang Yang Sudah Meninggal, lebih pada hidup yang berpengharapan? Maka
warna hijau yang mereka pertahankan.

Adakah Gereja yang menggunakan warna hitam pada waktu Peringatan Orang Yang sudah
Meninggal? Ada. Sebagian dari Gereja Katolik. Mereka merayakan hari Minggu Commemoration of
All the Faithful Departed (Latin: Commemoratio omnium fidelium defunctorum). Untuk itu mereka
menggunakan warna liturgis hitam. Tetapi peringatan itu letaknya bukan pada akhir Tahun Gerejawi,
tetapi setiap tanggal 2 November. Pada umumnya mereka menggunakan warna liturgis putih. Hanya
sebagian memang yang memakai warna hitam.

Dalam pelaksanaan warna liturgis sesuai Tahun Gerejawi bagi Protestant, warna Hitam hanya dipakai
pada Jumat Agung (contoh Warna Liturgis dalam foto terlampir).

Bila di Almanak HKBP sudah puluhan tahun dibuat warna hitam, saya yang ingin balik bertanya,
apakah dasarnya membuat warna itu?

Demikian penjelasan saya sesuai yang diharapkan teman-teman di group ini.

Anda mungkin juga menyukai