Anda di halaman 1dari 14

POKOK BAHASAN 7

PERKEMBANGAN DAN BUDAYA ORGANISASI

Indikator Capaian :
1. Taruna mampu menjelaskan Pengertian Organisasi
2. Taruna mampu menjelaskan Rancangan Organisasi
3. Taruna mampu menjelaskan Jenis-jenis Organisasi
4. Taruna mampu menjelaskan pengembangan
Organisasi
5. Taruna mampu menjelaskan Budaya Organisasi

Oleh
Dra. Puji Reknati, M Pd
KOMPETENSI DASAR : Taruna memperoleh pemahaman tentang konsep-konsep dasar psikologi
industri dan organisasi serta keterkaitan antara keduanya.

POKOK BAHASAN 7 : PERKEMBANGAN DAN BUDAYA ORGANISASI


Kegiatan Belajar 7 (Tatap Muka 8 ) :

A. PENGERTIAN ORGANISASI
Dalam bab sebelumnya telah dibahas tentang organisasi, berikut dikemukakan batasan
organisasi yang dikemukakan oleh Tossi, Rizzo dan Carroll (1994) sebagai berikut; “.. a
group of people, working toward objectives, which develops and maintains relatively
stable and predictable behavior patterns, even though the individuals in the organization
may change. Usually we describe organizations in terms of how they differ on three
dimensions: complexity, formalization, and centralization”.

Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa organisasi terdiri dari kelompok orang-orang
(dalam perusahaan kelompok tenaga kerja) yang bekerja untuk mencapai tujuan tertentu.
Untuk mencapai tujuan tersebut dikembangkan dan dipertahankan pola-pola perilaku
tertentu yang cukup stabil dan dapat diperkirakan sebelumnya. Pola-pola perilaku
tersebut akan tetap berlangsung meskipun orang-orangnya berganti. Dengan kata lain
organisasi akan tetap ada meskipun orang-orangnya/anggotanya berganti. Selain itu
dikemukakan pula bahwa organisasi memiliki 3 (tiga) dimensi, yaitu:

a. Kemajemukan (complexity): kemajemukan berarti keragaman kegiatan, fungsi,


pekerjaan dan jumlah lapis.
b. Formalisasi (formalization): mengaju pada adanya kebijakan, prosedur, dan aturan
yang membatasi pilihan daripada anggotanya, dan anggota diharapkan mengikutinya.
Makin besar organisasi, makin majemuk dan makin tinggi derajad formalisasinya.
c. Pemusatan (centralization): berkaitan dengan penyebaran dari daya (power) dan
wewenang (authority). Pada centralized organization daya dan wewenang ada pada
kedudukan tinggi organisasi. Pada decentralized organizations hak dan tanggung
jawab pengambilan keputusan didelegasikan ke tingkat-tingkat lebih rendah.
(Munandar, 2014: 247-248)

B. RANCANGAN ORGANISASI

Munandar (2014 : 247-248) mengemukakan ada 3 (tiga) rancangan organisasi, yaitu :

1 Rancangan Organisasi: Strukturnya sederhana, ditandai oleh


departementalization yang sedikit, span of control yang lebar, kewenangan di
pegang terpusat pada satu orang, formalisasi sedikit. Biasanya ditemukan pada
organisasi usaha kecil dan pemimpinnya juga pemilik. Perusahaan dengan
formalisasi sedikit disebut organisasi organik, sedang perusahaan yang banyak
formalisasinya disebut organisasi mekanik.
Kelebihan dari organisasi ini adalah sederhana, lentur, mampu bertindak cepat
dan biaya pemeliharaannya murah.
2 Birokrasi: Satu struktur dengan tugas-tugas yang beroperasi sangat rutin, dicapai
melalui spesialisasi dan berdasarkan aturan-aturan yang diformalisasikan. Di
dalamnya ditemukan tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam bagian-bagian
fungsional tertentu. Kewenangan terpusat, span of control sempit, proses
pengambilan keputusan mengikuti rantai komando.
Kekuatan organisasi ini adalah mampu untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
distandarisasi dengan cara yang efisien. Disamping itu organisasi ini mampu
bekerja walau tenaga kerjanya tidak dengan bakat/kemampuan yang tinggi,
karena pelaksanaan tugas mengikuti peraturan yang diformalisasi dan
distandarisasi. Kelemahannya antara lain adalah hasrat para pegawai untuk
melakukan pekerjaan menurut aturan–aturan yang berlaku. Jika ada masalah yang
tidak dapat diselesaikan dengan aturan yang berlaku, masalah tidak akan selesai.
Juga lamanya penyelesaian suatu urusan karena harus melewati rantai birokrasi
yang panjang.

3 Struktur Matriks: Tidak seperti struktur yang lain dimana setiap pekerja memiliki
satu atasan (boss) dalam struktur ini satu pekerja memiliki 2 (dua) atasan. Matriks
mengombinasikan bentuk departementalisasi dan produk. Struktur ini dapat
ditemukan dalam organisasi periklanan, perguruan tinggi, rumah sakit dsb.
Contoh di STIP seorang dosen dikelompokkan sesuai bidang keahliannya, tapi
juga menjadi dosen di jurusan/program yang lain.
Kekuatan dari struktur ini adalah mampu melancarkan koordinasi jika organisasi
memiliki kegiatan-kegiatan majemuk yang banyak dan saling tergantung.
Kelemahannya adalah adanya kebingungan yang diciptakan, kemungkinan
menjadi sumber konflik kekuasaan dan tekanan yang diletakkan pada
individunya.

C. JENIS – JENIS ORGANISASI


Munandar (2014 : 253-255) mengemukakan pendapat Tossi, Rizzo dan Carroll yang
membedakan organisasi secara generic menjadi 4 (empat) jenis, yaitu :

a. Organisasi Mekanistik (OM): Organisasi yang formalisasinya tinggi. Ciri-cirinya


antara lain ; kerja yang berulang-ulang, pembagian kerja ketat, tingkat ketrampilan
rendah, pekerjaan terumuskan dengan jelas dan baik, saluran distribusi terpatok,
sumber supply jelas dan mantap, sistem sederhana, sumber informasi baik dan
lengkap, perangkat peraturan untuk menafsirkan lingkungan, anggaran yang
distandarisasi, data tentang standard dan biaya yang lampau, pengambilan keputusan
secara terpusat, tata tingkat yang kaku, konflik antar eselon tinggi dan rendah.

b. Organisasi Organik (OO) : organisasi dengan formalisasi rendah, ciri-cirinya antara


lain : kerja tidak rutin, batasan pekerjaan tidak ketat, beragam sistem untuk distribusi,
memerlukan orang dengan ketrampilan tinggi, keterampilan klinikal diperlukan untuk
menilai perubahan-perubahan, penggunaan minimal dari data sejarah, pengambilan
keputusan desentralized, struktur dan tugas-tugas kerja yang lentur, konflik antar para
professional.
c. Organisasi Campuran dengan Dominasi Teknologi (OC-DT): Formalisasi di bidang
pemasaran tinggi, di bidang teknologi rendah. Ciri-ciri antara lain : teknologi intensif
dan tepat guna, staf yang sangat terampil, saluran-saluran pemasaran yang terpatok,
R&D luas dan sangat berpengaruh, kendali dalam fungsi-fungsi teknikal
didesentralisasi, kendali bertata tingkat dalam pemasaran; interface management
problems.
d. Organisasi Campuran dengan Dominasi Pasar (OC-DP) : Formalisasi di bidang
teknologi tinggi, di bidang pemasaran rendah. Ciri-cirinya antara lain : teknologi
dengan jaringan panjang dan/atau repetitive, saluran-saluran distribusi dipengaruhi
oleh perubahan-perubahan ‘gaya’, lebih menjadi promoters daripada sales persons,
R&D sedikit, pemasaran berpengaruh besar, biaya baku dalam bidang teknikal dan
produksi, kendali yang didesentralisasi dalam fungsi pemasaran, kendali yang
didesentralisasi dalam bidang lain; interface management problems.

D. PENGEMBANGAN ORGANISASI

Pengertian Pengembangan Organisasi


Pengembangan organisasi (Organizational Development, OD) menurut American Society
for Training and Development adalah suatu usaha yang terencana, meliputi seluruh
organisasi, dikelola dari atas, untuk meningkatkan efektivitas dan kesehatan organisasi
melalui intervensi terencana dalam organisasi menggunakan pengetahuan ilmu perilaku
(Muchinsky, dalam Ino Yuwono dkk, 2005 : 260) .
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa:

a. OD adalah aktivitas terencana yang melibatkan aktivitas mendiagnosa suatu masalah,


mengimplementasi rencana dan mengarahkan sumber daya untuk menjalankan
rencana
b. Kegiatan OD mempengaruhi organisasi secara keseluruhan, walaupun organisasi
keseluruhan mungkin bukan tujuan utama
c. OD harus dikelola dan didukung manajemen puncak, OD akan gagal tanpa dukungan
dan komitmen dari managemen puncak
d. Program OD ditujukan untuk meningkatkan efektifitas dan kesehatan perusahaan.
Perusahaan yang sehat akan dapat melakukan kegiatannya pada tingkat tertinggi.
e. Tujuan mengalir dari intervensi terencana. Prosedurnya dapat berkisaar mulai dari
yang paling sederhana merubah layout fisik sampai memberikan sensitivity training
untuk anggota organisasi tetentu.

Ada beberapa alasan mengapa organisasi harus dikembangkan secara berkala, yaitu
terjadinya perubahan lingkungan yang pesat, baik teknologi, sosial, politik dan
sebagainya. Hal itulah yang menuntut organisasi untuk dapat bekerja secara efektif dan
dapat memberikan respon secara tepat. Ketidak mampuan untuk melakukan perubahan
akan berakibat serius bagi keberlangsungan hidup organisasi. Ino Yuwono (2005 : 261)
mengutip pendapat Huse yang menyatakan bahwa kebutuhan perubahan itu disebabkan
oleh 3 (tiga) alasan, yaitu :

a. Ledakan pengetahuan (The Knowledge Eksplosion): Pengetahuan maju dengan


pesat karena banyaknya penemuan-penemuan dari hasil penelitian di bidang
kesehatan, komunikasi, teknologi dan lain-lainnya. Pengetahuan sebagai hasil
penelitian menjadi sangat mudah kadaluwarsa, dan organisasi menjadi sangat
tergantung padanya.
b. Kecepatan produk menjadi kedaluwarsa (Rapid Product Obsolescene): Seiring
dengan pesatnya kemajuan pengetahuan maka pengetahuan dan produk-produk
lama menjadi cepat kadaluwarsa, produk-produk dalam waktu singkat diganti
dengan produk baru. Hanya organisasi yang fleksibel yang akan berhasil bersaing
dalam pasar yang dinamis.
c. Tekanan kompetisi antar tenaga kerja (Changing Competition of The Labor
Force): Karakteristik orang yang mengisi pekerjaan juga mengalami perubahan.
Karyawan sekarang cukup terdidik dan mengharapkan lebih banyak hal dari
pekerjaannya. Wanita lebih banyak yang memasuki dunia kerja, termasuk dalam
lapangan pekerjaan yang sebelumnya tidak dijalaninya. Hal ini membuat
organisasi harus dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang ada.
Dalam melakukan pengembangan organisasi ada 3 (tiga) konsep dasar yaitu:
a. Agen Perubahan: Adalah orang yang mempunyai inisiatif untuk melakukan
perubahan. Bisa berasal dari dalam organisasi, tetapi juga bisa dari luar organisasi
(misalnya konsultan). Agen perubahan harus dapat membangun kepercayaan dari
anggota organisasi dan harus tahu batas-batas dari perannya agar para anggota
didak menentang terjadinya perubahan.
b. Klien: adalah penerima usaha-usaha perubahan, bisa individu, kelompok atau
keseluruhan organisasi.
c. Intervensi: Adalah apa yang dilakukan agen terhadap klien. Berikut
dikemukakan beberapa macam aktivitas yang bisa dilakukan oleh agen, yaitu :
1) Diagnosis : pencarian data untuk memperoleh gambaran keadaan
organisasi dan status persoalan yang dihadapi
2) Antar kelompok : untuk meningkatkan kelompok yang saling tergantung
3) Pendidikan dan Pelatihan ; untuk meningkatkan kemampuan,
pengetahuan dan ketrampilan
4) Coaching dan konseling : membantu orang dalam : menentukan tujuan
belajar, mempelajari perilaku baru dalam mencapai tujuan, belajar
bagaimana orang lain melihat perilakunya dsb
5) Perencanaan kehidupan dan karir : untuk memungkinkan individu
mfokus pada kehidupan dan sasaran karirnya dan bagaimana mencapainya
(French dan Bell dalam Ino yuwono dkk, 2005: 263)

Untuk melakukan perubahan ada banyak model yang diajukan oleh para pakar. Salah satunya
adalah yang diusulkan oleh Kurt Lewin Menurut Lewin perubahan terjadi melalui 3 (tiga)
tahap, yaitu:

1) Unfreezing : memperlemah dukungan structural system yang membutuhkan perubahan.


Dengan tujuan sistem mau membuka diri terhadap perubahan
2) Change : menggerakkan sistem menuju ke arah yang baru
3) Refreezing : memperkuat perubahan yang terjadi, dengan memberi dukungan dan
stabilitas untuk mencegah sistem agar tidak kembali ke kondisi lama.
E. BUDAYA ORGANISASI

1.Pengertian

Budaya organisasi adalah budaya yang berlaku di perusahaan, karena biasanya


perusahaan merupakan organisasi, yaitu kerja sama dari orang-orang yang membentuk
kelompok atau satuan kerja sama tersendiri. Apa itu budaya organisasi, rupanya ada
perbedaan pendapat dari para pakar tentang hal ini. Berikut pengertian yang dikemukakan
oleh beberapa ahli. Budaya organisasi adalah perangkat system nilai, keyakinan-
keyakinan, asumsi-asumsi atau norma-norma yang telah lama berlaku dan disepakati dan
diikuti oleh para anggota organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-
masalah organisasi. Dalam budaya organisasi terjadi sosialisasi nilai-nilai dan
menginternalisasi dalam diri para anggota, menjiwai orang perorang di dalam organisasi
dengan demikian budaya organisasi adalah jiwa organisasi dan jiwa para anggota
organisasi. (Kilman, dkk.,1988 dalam Edy Sutrisno, 2010 : 2). Sementara Schein (1992)
menyatakan budaya adalah “pola-pola” asumsi dasar yang diyakini bersama, dipelajari
oleh suatu kelompok sebagai hal yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan adaptasi
eksternal dan integrasi, yang telah bekerja dengan baik sehingga dinyatakan sebagai sahih
dan oleh karena itu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebaga cara yang benar untuk
memandang, berpikir dan merasa terkait dengan persoalan-persoalan yang dihadapi. Dari
definisi tersebut terdapat empat penanda suatu budaya yaitu :

a. Budaya adalah pola-pola asumsi dasar yang diyakini bersama.


b. Budaya adalah hasil belajar kelompok ketika menghadapi persoalan adaptasi
eksternal dan internal.
c. Budaya digunakan sebagai cara untuk memandang, berpikir dan merasa terkait
dengan persoalan-persoalan yang dihadapi.
d. Budaya dijaga dengan mengajarkannya kepada anggota baru suatu organisasi.

(Inno Yuwono dkk, 2005 : 251)

2. Elemen Budaya Organisasi


Budaya Organisasi secara umum terdiri dari elemen-elemen sebagai berikut:
a. Artifak budaya organisasi, yaitu elemen budaya yang dapat dilihat, seperti :

1) Struktur fisik, yang berupa bentuk, warna, letak bangunan dan sebagainya
2) Ritual/seremoni, misalnya perayaan-perayaan untuk pencapaian prestasi
3) Cerita-cerita, misalnya cerita tentang bagaimana pendiri perusahaan mulai
membuka usahanya
4) Bahasa, misalnya berupa tulisan tentang prinsip-prinsip dan nilai organisasi

b. Budaya organisasi yang berupa asumsi, nilai dan keyakinan yang diyakini bersama.

elemen ini tidak dapat dilihat oleh inderawi tetapi mewujud dalam diri dan dalam

bentuk perilaku anggota organisasi dan juga artifak.

Elemen-elemen budaya organisasi tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut ini :

Struktur Fisik
Artifak Ritual /Seremoni
Budaya Cerita-cerita
Organisasi Bahasa

Budaya Keyakinan
Organisasi Nilai
Asumsi
3.Fungsi Budaya Organisasi

Ino Yuwono dkk (2005: 256) mengutip pendapat Bolman & Deal (2003) yang
menyatakan bahwa budaya dalam organisasi paling sedikit memainkan 3 (tiga) peran
penting, yaitu:

1. Memberikan rasa identitas bagi anggota-anggotanya.


2. Meningkatkan komitmen terhadap misi organisasi.
3. Memberikan klarifikasi dan memperkuat standar perilaku.

Bila budaya organisasi melekat dengan kuat, masing-masing anggota akan merasa bahwa
mereka adalah bagian dari organisasi. Perasaan itu penting karena dengan merasa sebagai
bagian dari organisasi akan memperkuat komitmen yang bersangkutan terhadap misi
organisasi. Hal ini membuat anggota menjadi jelas apa yang harus dilakukannya dalam situasi
tertentu.

Selanjutnya dijelaskan bahwa budaya organisasi memberikan banyak pengaruh pada individu
dalam proses organisasi. Budaya memberikan tekanan pada individu untuk bertindak ke arah
tertentu, berpikir dan bertindak dengan cara yang konsisten dengan budaya. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa untuk memperoleh pengaruh pada kinerja budaya organisasi
harus kuat. Penelitian lain melaporkan bahwa hampir semua perusahaan yang efektif memiliki
karakteristik budaya yang kuat.

Edy Sutrisno (2010, 11) mengutip pendapat beberapa pakar, yang menyatakan bahwa dalam
hubungannya dengan segi sosial budaya berfungsi sebagi perekat sosial yang membantu
mempersatukan organisasi dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang
harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Budaya berfungsi sebagai mekanisme
pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para
karyawan (Gordon,1991). Sementara Anderson dan Kryprionou (1994) menyatakan bahwa
budaya organisasi yang kohesi atau efektif tercermin pada kepercayaan, keterbukaan
komunikasi, kepemimpinan yang mendapat masukan, dan didukung oleh bawahan,
pemecahan masalah oleh kelompok, kemandirian kerja, dan pertukaran informasi. Nelson dan
Qiuck (1997) mengemukakan perasaan identitas dan menambah komitmen organisasi, alat
pengorganisasian anggota, menguatkan nilai-nilai dalam organisasi, dan mekanisme kontrol
atas perilaku. Menurut Pastin (1986) menyatakan budaya yang kuat meletakkan kepercayaan-
kepercayaan tingkah laku dan cara melakukan sesuatu tanpa perlu dipertanyakan lagi. Oleh
karena itu, berakar dalam tradisi, budaya mencerminkan apa yang akan dilakukan dan bukan
apa yang akan berlaku.

Budaya kerja dengan demikian berfungsi sebagai perekat sosial dalam mempersatukan
anggota-anggota organisasi dalam mencapai tujuan yang berupa ketentuan-ketentuan atau
nilai-nilai yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Juga berfungsi sebagai
kontrol atas perilaku .

4. Nilai Budaya Organisasi

Dalam era globalisasi persaingan dan ketergantungan semakin kuat, era ini ditandai oleh :
a) Motivasi berdasar atas imbalan materi saja semakin tidak memadai. Kebutuhan
pribadi materi saja makin menurun, sedang kebutuhan rohani semakin meningkat.
Manajer harus membantu karyawannya dalam pencapaian harga diri mereka.
b) Sifat-sifat pekerjaan menjadi kurang fisikal, melainkan lebih banyak bersifat
kognitif, oleh sebab itu karyawan dituntut lebih kreatif, belajar dan ambil bagian.
c) Karyawan memiliki banyak pilihan yang lebih luas daripada sebelumnya, dapat
berpindah dan berlatih dan berorganisasi. Keterlibatan dan dorongan positif dari
manajer makin diperlukan.
d) Jumlah manajer akan menurun, manajer yang masih ada dan bertahan adalah para
teknisi ahli yang akan memberikan konsultasi dengan membuat komitmen bukan
seni memerintah.
e) Persaingan global bukan hanya dalam bidang teknologi tetapi juga dalam bidang
kemampuan manajemen. Kemampuan manajemen yang paling kritikal bagi
keberhasilan perusahaan dan bangsa dalam persaingan yang baru.

Oleh sebab itu perusahaan harus mengubah budaya organisasinya yang berisi nilai
primer operatif sebagai landasan dasar operasi perusahaan. Menurut Miller (1984)
paling sedikit ada delapan nilai primer yang menjadi seni budaya perusahaan yang
sukses. Yaitu asas :

a) Tujuan
b) Konsensus
c) Keunggulan
d) Kesatuan
e) Prestasi
f) Empiris
g) Keakraban
h) Integrasi

5.Ciri-ciri Budaya Organisasi

Robbis (1998) yang dikutip oleh Munandar (2001: 268) menemukan ada tujuh cirri-ciri
utama yang mencakup esensi budaya organisasi, yaitu:
a. Inovasi dan pengambilan resiko : Sejauh mana karyawan didukung untuk inovatif dan
berani mengambil resiko.
b. Perhatian terhadap detail : sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan,
analisis dan perhatian terhadap detail.
c. Orientasi pada keluaran : Sejauh mana manajemen lebih berfokus pada hasil dan keluaran
daripada kepada teknik-teknik dan prose untuk mencapai hasil.
d. Orientasi ke orang : sejauh mana manajemen memperhitungkan dampak dari keluaran
terhadap karyawannya.
e. Orientasi team : sejauh mana kegiatan kerja lebih diorganisasi seputar kelompok (team)
daripada seputar perorangan
f. Keagresifan : Sejauh mana orang lebih agresif dan kompetitif daripada santai
g. Stabilitas : sejauh mana kegiatan keorganisasian lebih menekankan status quo daripada
pertumbuhan.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa perusahaan yang memiliki budaya yang
berorientasi pada pelayanan prima, mengutamakan keselamatan dan keamanan kerja yang
kuat akan memberikan arah kepada karyawannya perilaku apa yang diharapkan darinya,
seperti melakukan apapun agar dapat memberikan pelayanan terbaik pada pelanggan, selalu
mengutamakan keselamatan dan keamanan dalam bekerja. Pelanggan akan mendapatkan
pendapatkan pelayanan terbaik dan keluhan akan ditanggapi dengan, cepat, tepat dan baik.

Budaya arganisasi merupakan kekuatan sosial yang tidak tampak, tetapi bisa menggerakkan
orang-orang dalam organisasi dalam melakukan aktivitas kerja. Secara tidak sadar orang
dalam organisasi mempelajari budaya dalam organisasinya. Tenaga kerja yang baru masuk
supaya diterima oleh lingkungan kerja akan mempelajari apa yang wajib dilakukan dan apa
yang tidak boleh dilakukan, apa yang benar apa yang salah, apa yang baik dilakukan dan apa
yang tidak baik dilakukan. Budaya organisasi mensosialisasi dan menginternalisasi pada para
anggotanya.

Budaya organisasi yang kuat mendukung pencapaian tujuan organisasi, sedang yang lemah
dan negatif bertentangan dengan tujuan organisasi. Dalam organisasi yang budayanya kuat,
nilai-nilai bersama dipahami secara mendalam, dianut dan diperjuangkan oleh sebagian
besar anggotanya. Budaya organisasi memberi desain konseptual yang berisi standar untuk
mengambil suatu keputusan mengenai apa yang harus dilakukan dan bagaimana
melaksanakannya. Desain konseptual muncul dalam suatu proses interaksi sosial yang
berorientasi terutama pada pemecahan masalah, yang dari waktu ke waktu himpunan budaya
yang diciptakannya dialihkan dari generasi ke generasi secara berkesinambungan.

Untuk mewujudkan keselamatan dan kesehatan, keamanan dan pelayanan prima strategi
budaya menjadi jalan yang harus ditempuh sehingga betul-betul dijiwai dan menjadi
pedoman dalam karyawan bekerja. Jika betul-betul dikelola diharapkan akan menjadi
pendorong para karyawan untuk berperilaku positif, dengan penuh dedikasi dan produktif
serta menghasilkan kepuasan bagi pelanggan dan menjamin keselamatan, keamanan dan
pelayanan terbaik dalam bekerja.

DAFTAR PUSTAKA.
Ashar Sunyoto Munandar, Psikologi Industry dan Organisasi, Jakarta : penerbit
Universitas Indonesia, ,2001

Edy Sutrisno, Budaya Organisasi, Jakarta : Kencana, 2010

Ino Yuwono, dkk, Psikologi Industri dan Organisasi , Surabaya : Fak. psikologi
Universitas Airlangga, 2005

Anda mungkin juga menyukai