Indikator Capaian :
1. Taruna mampu menjelaskan Pengertian Organisasi
2. Taruna mampu menjelaskan Rancangan Organisasi
3. Taruna mampu menjelaskan Jenis-jenis Organisasi
4. Taruna mampu menjelaskan pengembangan
Organisasi
5. Taruna mampu menjelaskan Budaya Organisasi
Oleh
Dra. Puji Reknati, M Pd
KOMPETENSI DASAR : Taruna memperoleh pemahaman tentang konsep-konsep dasar psikologi
industri dan organisasi serta keterkaitan antara keduanya.
A. PENGERTIAN ORGANISASI
Dalam bab sebelumnya telah dibahas tentang organisasi, berikut dikemukakan batasan
organisasi yang dikemukakan oleh Tossi, Rizzo dan Carroll (1994) sebagai berikut; “.. a
group of people, working toward objectives, which develops and maintains relatively
stable and predictable behavior patterns, even though the individuals in the organization
may change. Usually we describe organizations in terms of how they differ on three
dimensions: complexity, formalization, and centralization”.
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa organisasi terdiri dari kelompok orang-orang
(dalam perusahaan kelompok tenaga kerja) yang bekerja untuk mencapai tujuan tertentu.
Untuk mencapai tujuan tersebut dikembangkan dan dipertahankan pola-pola perilaku
tertentu yang cukup stabil dan dapat diperkirakan sebelumnya. Pola-pola perilaku
tersebut akan tetap berlangsung meskipun orang-orangnya berganti. Dengan kata lain
organisasi akan tetap ada meskipun orang-orangnya/anggotanya berganti. Selain itu
dikemukakan pula bahwa organisasi memiliki 3 (tiga) dimensi, yaitu:
B. RANCANGAN ORGANISASI
3 Struktur Matriks: Tidak seperti struktur yang lain dimana setiap pekerja memiliki
satu atasan (boss) dalam struktur ini satu pekerja memiliki 2 (dua) atasan. Matriks
mengombinasikan bentuk departementalisasi dan produk. Struktur ini dapat
ditemukan dalam organisasi periklanan, perguruan tinggi, rumah sakit dsb.
Contoh di STIP seorang dosen dikelompokkan sesuai bidang keahliannya, tapi
juga menjadi dosen di jurusan/program yang lain.
Kekuatan dari struktur ini adalah mampu melancarkan koordinasi jika organisasi
memiliki kegiatan-kegiatan majemuk yang banyak dan saling tergantung.
Kelemahannya adalah adanya kebingungan yang diciptakan, kemungkinan
menjadi sumber konflik kekuasaan dan tekanan yang diletakkan pada
individunya.
D. PENGEMBANGAN ORGANISASI
Ada beberapa alasan mengapa organisasi harus dikembangkan secara berkala, yaitu
terjadinya perubahan lingkungan yang pesat, baik teknologi, sosial, politik dan
sebagainya. Hal itulah yang menuntut organisasi untuk dapat bekerja secara efektif dan
dapat memberikan respon secara tepat. Ketidak mampuan untuk melakukan perubahan
akan berakibat serius bagi keberlangsungan hidup organisasi. Ino Yuwono (2005 : 261)
mengutip pendapat Huse yang menyatakan bahwa kebutuhan perubahan itu disebabkan
oleh 3 (tiga) alasan, yaitu :
Untuk melakukan perubahan ada banyak model yang diajukan oleh para pakar. Salah satunya
adalah yang diusulkan oleh Kurt Lewin Menurut Lewin perubahan terjadi melalui 3 (tiga)
tahap, yaitu:
1.Pengertian
1) Struktur fisik, yang berupa bentuk, warna, letak bangunan dan sebagainya
2) Ritual/seremoni, misalnya perayaan-perayaan untuk pencapaian prestasi
3) Cerita-cerita, misalnya cerita tentang bagaimana pendiri perusahaan mulai
membuka usahanya
4) Bahasa, misalnya berupa tulisan tentang prinsip-prinsip dan nilai organisasi
b. Budaya organisasi yang berupa asumsi, nilai dan keyakinan yang diyakini bersama.
elemen ini tidak dapat dilihat oleh inderawi tetapi mewujud dalam diri dan dalam
Elemen-elemen budaya organisasi tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut ini :
Struktur Fisik
Artifak Ritual /Seremoni
Budaya Cerita-cerita
Organisasi Bahasa
Budaya Keyakinan
Organisasi Nilai
Asumsi
3.Fungsi Budaya Organisasi
Ino Yuwono dkk (2005: 256) mengutip pendapat Bolman & Deal (2003) yang
menyatakan bahwa budaya dalam organisasi paling sedikit memainkan 3 (tiga) peran
penting, yaitu:
Bila budaya organisasi melekat dengan kuat, masing-masing anggota akan merasa bahwa
mereka adalah bagian dari organisasi. Perasaan itu penting karena dengan merasa sebagai
bagian dari organisasi akan memperkuat komitmen yang bersangkutan terhadap misi
organisasi. Hal ini membuat anggota menjadi jelas apa yang harus dilakukannya dalam situasi
tertentu.
Selanjutnya dijelaskan bahwa budaya organisasi memberikan banyak pengaruh pada individu
dalam proses organisasi. Budaya memberikan tekanan pada individu untuk bertindak ke arah
tertentu, berpikir dan bertindak dengan cara yang konsisten dengan budaya. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa untuk memperoleh pengaruh pada kinerja budaya organisasi
harus kuat. Penelitian lain melaporkan bahwa hampir semua perusahaan yang efektif memiliki
karakteristik budaya yang kuat.
Edy Sutrisno (2010, 11) mengutip pendapat beberapa pakar, yang menyatakan bahwa dalam
hubungannya dengan segi sosial budaya berfungsi sebagi perekat sosial yang membantu
mempersatukan organisasi dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang
harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Budaya berfungsi sebagai mekanisme
pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para
karyawan (Gordon,1991). Sementara Anderson dan Kryprionou (1994) menyatakan bahwa
budaya organisasi yang kohesi atau efektif tercermin pada kepercayaan, keterbukaan
komunikasi, kepemimpinan yang mendapat masukan, dan didukung oleh bawahan,
pemecahan masalah oleh kelompok, kemandirian kerja, dan pertukaran informasi. Nelson dan
Qiuck (1997) mengemukakan perasaan identitas dan menambah komitmen organisasi, alat
pengorganisasian anggota, menguatkan nilai-nilai dalam organisasi, dan mekanisme kontrol
atas perilaku. Menurut Pastin (1986) menyatakan budaya yang kuat meletakkan kepercayaan-
kepercayaan tingkah laku dan cara melakukan sesuatu tanpa perlu dipertanyakan lagi. Oleh
karena itu, berakar dalam tradisi, budaya mencerminkan apa yang akan dilakukan dan bukan
apa yang akan berlaku.
Budaya kerja dengan demikian berfungsi sebagai perekat sosial dalam mempersatukan
anggota-anggota organisasi dalam mencapai tujuan yang berupa ketentuan-ketentuan atau
nilai-nilai yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Juga berfungsi sebagai
kontrol atas perilaku .
Dalam era globalisasi persaingan dan ketergantungan semakin kuat, era ini ditandai oleh :
a) Motivasi berdasar atas imbalan materi saja semakin tidak memadai. Kebutuhan
pribadi materi saja makin menurun, sedang kebutuhan rohani semakin meningkat.
Manajer harus membantu karyawannya dalam pencapaian harga diri mereka.
b) Sifat-sifat pekerjaan menjadi kurang fisikal, melainkan lebih banyak bersifat
kognitif, oleh sebab itu karyawan dituntut lebih kreatif, belajar dan ambil bagian.
c) Karyawan memiliki banyak pilihan yang lebih luas daripada sebelumnya, dapat
berpindah dan berlatih dan berorganisasi. Keterlibatan dan dorongan positif dari
manajer makin diperlukan.
d) Jumlah manajer akan menurun, manajer yang masih ada dan bertahan adalah para
teknisi ahli yang akan memberikan konsultasi dengan membuat komitmen bukan
seni memerintah.
e) Persaingan global bukan hanya dalam bidang teknologi tetapi juga dalam bidang
kemampuan manajemen. Kemampuan manajemen yang paling kritikal bagi
keberhasilan perusahaan dan bangsa dalam persaingan yang baru.
Oleh sebab itu perusahaan harus mengubah budaya organisasinya yang berisi nilai
primer operatif sebagai landasan dasar operasi perusahaan. Menurut Miller (1984)
paling sedikit ada delapan nilai primer yang menjadi seni budaya perusahaan yang
sukses. Yaitu asas :
a) Tujuan
b) Konsensus
c) Keunggulan
d) Kesatuan
e) Prestasi
f) Empiris
g) Keakraban
h) Integrasi
Robbis (1998) yang dikutip oleh Munandar (2001: 268) menemukan ada tujuh cirri-ciri
utama yang mencakup esensi budaya organisasi, yaitu:
a. Inovasi dan pengambilan resiko : Sejauh mana karyawan didukung untuk inovatif dan
berani mengambil resiko.
b. Perhatian terhadap detail : sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan,
analisis dan perhatian terhadap detail.
c. Orientasi pada keluaran : Sejauh mana manajemen lebih berfokus pada hasil dan keluaran
daripada kepada teknik-teknik dan prose untuk mencapai hasil.
d. Orientasi ke orang : sejauh mana manajemen memperhitungkan dampak dari keluaran
terhadap karyawannya.
e. Orientasi team : sejauh mana kegiatan kerja lebih diorganisasi seputar kelompok (team)
daripada seputar perorangan
f. Keagresifan : Sejauh mana orang lebih agresif dan kompetitif daripada santai
g. Stabilitas : sejauh mana kegiatan keorganisasian lebih menekankan status quo daripada
pertumbuhan.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa perusahaan yang memiliki budaya yang
berorientasi pada pelayanan prima, mengutamakan keselamatan dan keamanan kerja yang
kuat akan memberikan arah kepada karyawannya perilaku apa yang diharapkan darinya,
seperti melakukan apapun agar dapat memberikan pelayanan terbaik pada pelanggan, selalu
mengutamakan keselamatan dan keamanan dalam bekerja. Pelanggan akan mendapatkan
pendapatkan pelayanan terbaik dan keluhan akan ditanggapi dengan, cepat, tepat dan baik.
Budaya arganisasi merupakan kekuatan sosial yang tidak tampak, tetapi bisa menggerakkan
orang-orang dalam organisasi dalam melakukan aktivitas kerja. Secara tidak sadar orang
dalam organisasi mempelajari budaya dalam organisasinya. Tenaga kerja yang baru masuk
supaya diterima oleh lingkungan kerja akan mempelajari apa yang wajib dilakukan dan apa
yang tidak boleh dilakukan, apa yang benar apa yang salah, apa yang baik dilakukan dan apa
yang tidak baik dilakukan. Budaya organisasi mensosialisasi dan menginternalisasi pada para
anggotanya.
Budaya organisasi yang kuat mendukung pencapaian tujuan organisasi, sedang yang lemah
dan negatif bertentangan dengan tujuan organisasi. Dalam organisasi yang budayanya kuat,
nilai-nilai bersama dipahami secara mendalam, dianut dan diperjuangkan oleh sebagian
besar anggotanya. Budaya organisasi memberi desain konseptual yang berisi standar untuk
mengambil suatu keputusan mengenai apa yang harus dilakukan dan bagaimana
melaksanakannya. Desain konseptual muncul dalam suatu proses interaksi sosial yang
berorientasi terutama pada pemecahan masalah, yang dari waktu ke waktu himpunan budaya
yang diciptakannya dialihkan dari generasi ke generasi secara berkesinambungan.
Untuk mewujudkan keselamatan dan kesehatan, keamanan dan pelayanan prima strategi
budaya menjadi jalan yang harus ditempuh sehingga betul-betul dijiwai dan menjadi
pedoman dalam karyawan bekerja. Jika betul-betul dikelola diharapkan akan menjadi
pendorong para karyawan untuk berperilaku positif, dengan penuh dedikasi dan produktif
serta menghasilkan kepuasan bagi pelanggan dan menjamin keselamatan, keamanan dan
pelayanan terbaik dalam bekerja.
DAFTAR PUSTAKA.
Ashar Sunyoto Munandar, Psikologi Industry dan Organisasi, Jakarta : penerbit
Universitas Indonesia, ,2001
Ino Yuwono, dkk, Psikologi Industri dan Organisasi , Surabaya : Fak. psikologi
Universitas Airlangga, 2005