Anda di halaman 1dari 390

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pendahuluan. Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menyusun Rencana Tata


Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2022-2042 dengan
mengintegrasikan ruang darat dan laut sesuai ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang. Selanjutnya merujuk pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka proses ini wajib didampingi dengan
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Pelaksanaan KLHS bertujuan
untuk mengevaluasi dampak lingkungan dari Rencana Tata Ruang Wilayah
Kepulauan Riau Tahun 2022-2042 dan mengintegrasikan prinsip
pembangunan berkelanjutan ke dalam RTRW tersebut sebagai dasar bagi
penyusunannya. KLHS ini disusun dengan menggunakan pendekatan
dampak, melalui tahapan-tahapan sebagaimana dalam ketentuan Pasal 13
PermenLHK No. 69 Tahun 2017 yang meliputi: (1) pengkajian pengaruh
Kebijakan, Rencana, dan/atau Program (KRP) terhadap kondisi Lingkungan
Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan; (2) perumusan alternatif
penyempurnaan KRP; dan (3) penyusunan rekomendasi perbaikan untuk
pengambilan keputusan KRP yang mengintegrasikan prinsip pembangunan
berkelanjutan.
Pengkajian Pengaruh KRP Terhadap Kondisi Lingkungan. Pengkajian
pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan hidup dan pembangunan
berkelanjutan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 7, PP 46/2016,
dengan tahapan: (1) identifikasi dan perumusan isu pembangunan
berkelanjutan; (2) identifikasi muatan KRP yang berpotensi menimbulkan
pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup dan pembangunan
berkelanjutan; dan (3) analisis pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan
hidup.
Isu Pembangunan Berkelanjutan (PB) Paling Strategis. Identifikasi dan
perumusan isu PB diawali dengan penjabaran wilayah perencanaan dan
penentuan wilayah fungsional. Karakteristik wilayah dijabarkan dalam lingkup
wilayah perencanaan dan wilayah fungsional untuk memberi gambaran
kondisi lingkungan hidup. Pengumpulan isu-isu PB di Provinsi Kepulauan Riau
dilakukan oleh Kelompok Kerja (POKJA) melalui pertemuan internal dengan
tim pendamping dan menghasilkan sebanyak 88 daftar panjang isu PB yang
juga merupakan hasil identifikasi dari kajian-kajian lingkungan hidup dan
dokumen rencana terkait dengan wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Daftar
panjang isu PB tersebut dipaparkan pada Konsultasi Publik (Focus Group
Discussion/FGD) dan dilakukan pencocokan berdasarkan saran dan masukan
dari pemangku kepentingan. Selanjutnya dilakukan penalaahan dengan

iii
memperhatikan isu lintas sektor, lintas wilayah, lintas pemangku kepentingan
dan lintas waktu sehingga diperoleh 55 isu PB. Isu-isu ini dilakukan
pemusatan dan dihasilkan 8 isu PB yang menggambarkan kondisi
permasalahan pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau yaitu: (1)
Kesejahteraan masyarakat yang belum optimal; (2) Pelestarian nilai budaya
dan lokal yang menurun; (3) Aksesibilitas wilayah yang belum optimal; (4)
Sarana prasarana umum yang belum optimal; (5) Daya saing wilayah yang
belum optimal; (6) Mitigasi dan penanggulangan bencana alam; (7) Degradasi
lingkungan; dan (8) Kelembagaan dan pelayanan publik. Hasil pemusatan isu
PB kemudian dianalisis dengan 7 (tujuh) kriteria tingkat pentingnya potensi
dampak yang relevan dan dikaitkan dengan 10 (sepuluh) aspek isu
pembangunan berkelanjutan untuk menentukan isu-isu paling stategis sesuai
dengan Pasal 9 PP 46 Tahun 2016. Proses ini dilakukan dengan
menggunakan matrik interaksi dan analisis antara sintesa isu-isu PB,
sehingga diidentifikasi 5 isu pembangunan berkelanjutan paling strategis
yaitu: (1) Kesejahteraan masyarakat yang belum optimal; (2) Aksesibilitas
wilayah yang belum optimal; (3) Sarana prasarana umum yang belum optimal;
(4) Mitigasi dan penanggulangan bencana alam; dan (5) Degradasi
lingkungan. Berdasarkan telaah lebih lanjut dengan mempertimbangkan
data/informasi karakteristik wilayah dan hasil konsultasi dengan pemangku
kepentingan untuk pengayaan serta penajaman isu pembangunan
berkelanjutan, maka disimpulkan bahwa isu degradasi lingkungan menjadi isu
degradasi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil. Kemudian berdasarkan
telaah sebab-akibat, disimpulkan bahwa penyediaan sarana prasarana umum
terbatas dan kesejahteraan masyarakat yang masih rendah karena
aksesibilitas wilayah yang belum oprtimal. Sehingga tiga isu tersebut
digabung menjadi isu aksesibilitas wilayah yang belum optimal. Dengan
demikian, dari 5 isu paling strategis menjadi 3 isu paling strategis yang akan
menjadi fokus kajian yaitu (1) Degradasi lingkungan pesisir dan pulau-pulau
kecil; (2) Mitigasi dan penanggulangan bencana alam; dan (3) Aksesibilitas
wilayah yang belum optimal.
Materi Muatan KRP Berpengaruh. Materi muatan KRP RTRW Provinsi
Kepulauan Riau untuk kebijakan diidentifikasi berdasarkan versi tanggal 11
November 2022. Sementara untuk rencana yang meliputi rencana struktur
ruang, pola ruang dan kawasan strategis serta indikasi program yang masih
dalam proses pembahasan digunakan data yang diterima versi tanggal 27
September 2022. Dari hasil telaah, materi muatan KRP yang berpotensi
berpengaruh terhadap isu paling strategis yaitu:
1. Sistem Rencana Jaringan Transportasi Jalan Pesisir / Kolektor Primer
Jalan Pesisir Lantamal – Tanjung Kabupaten Natuna dengan panjang
3,89 kilometer di pesisir timur Kabupaten Natuna; Jalan Pesisir Selat

iv
Lampa yang selanjutnya disebut KPU - FU - JL - 21 dengan panjang 8,94
kilometer di pesisir selatan Kabupaten Natuna.
2. Sistem Jaringan Transportasi
Jalan Tol Batu Ampar - Muka Kuning - Bandar Udara Hang Nadim dengan
panjang 19,63 kilometer di Kota Batam; Jalan Tol Simpang Kabil - Muka
Kuning - Pulau Galang Baru dengan panjang 79,14 kilometer di Kota
Batam; Jaringan jalan bebas hambatan yang berupa jembatan meliputi
Simpang Kabil - Pulau Tanjung Sauh - Pulau Buau - Pulau Bintan dengan
panjang 14,94 kilometer di Kota Batam dan Kabupaten Bintan.
3. Sistem Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api
Rencana Jaringan jalur kereta api antarkota yang menghubungkan
Tanjung Uban - Lagoi - Gunung Kijang - Kijang - Tanjung Pinang dengan
panjang 91,55 kilometer di Kabupaten Bintan; Jaringan jalur kereta api
perkotaan Batu Ampar - Bengkong - Lubuk Baja - Batam Kota - Bandara
Hang Nadim dengan panjang 15,58 kilometer di Kota Batam; Jaringan
jalur kereta api perkotaan Batam Center - Batu Aji - Sagulung - Tanjung
Uncang dengan panjang 21,7 kilometer di Kota Batam; Jaringan jalur
kereta api perkotaan Batu Ampar - Sekupang dengan panjang 7,17
kilometer di Kota Batam; Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan
Telaga Punggur - Batam Center dengan panjang 11,56 kilometer di Kota
Batam; Jaringan jalur kereta api perkotaan Sambau-Bandara Hang Nadim
dengan panjang 8,45 kilometer di Kota Batam; Jaringan jalur kereta api
perkotaan Pelabuhan Telaga Punggur - Batu Besar - Bandara Hang
Nadim dengan panjang 17,71 kilometer di Kota Batam; Jaringan jalur
kereta api perkotaan Batu Ampar - Bengkong - Batam Center - Bandara
Hang Nadim dengan panjang 12,28 kilometer di Kota Batam.
4. Sistem Jaringan Transportasi Laut
Rencana Lokasi Pelabuhan Pengumpan Regional Pelabuhan Letung,
Rencana Lokasi Pelabuhan Pengumpan Lokal (PL) Pelabuhan Daik
Lingga, Pelabuhan Penagi, Pelabuhan Pulau Panjang, Pelabuhan
Semiun, Pelabuhan Sembulang, Pelabuhan Mubur, Pelabuhan Desa Air
Asuk, rencana Pangkalan Pendaratan Ikan meliputi PPI Kawal, PPI
Tambelan.
5. Sistem Jaringan Transportasi Udara
Bandar Udara P Subi Besar, Bandar Udara P Kelarik, Bandar Udara P
Pulau Laut, Bandar Udara P Serasan dan Bandar Udara Khusus Pulau
Senua.
6. Kawasan Perikanan
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 6.605.074,64 ha.
7. Kawasan Pertambangan dan Energi

v
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 277280.74 ha.
8. Kawasan Peruntukan Industri
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 99.061,64 ha.
9. Kawasan Pariwisata
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 93.317,25 ha.
10. Kawasan Permukiman
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 114.979,43 ha.
11. Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi berupa Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun.
12. Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan
keamanan berupa Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau dan
Provinsi Kepulauan Riau.
Pengaruh KRP. Analisis pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan hidup
dilakukan dengan mengkaji keterkaitannya terhadap 3 (tiga) isu
pembangunan berkelanjutan paling strategis yang telah ditetapkan, dan
ditinjau dari 6 (enam) muatan KLHS sebagaimana diatur dalam Pasal 13 PP
46 tahun 2016 diantaranya: a) kapasitas daya dukung dan daya tampung
Lingkungan Hidup; b) perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan
hidup; c) kinerja layanan atau jasa ekosistem; d) efisiensi pemanfaatan
sumber daya alam; e) tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap
perubahan iklim; dan f) tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman
hayati.
Perumusan Alternatif/Mitigasi Penyempurnaan KRP dan Penyusunan
Rekomendasi KLHS. Dari hasil pengkajian pengaruh KRP terhadap kondisi
lingkungan hidup kemudian dilakukan perumusan alternatif/mitigasi
penyempurnaan KRP. Berdasarkan berbagai alternatif/mitigasi
penyempurnaan KRP tersebut kemudian disusun rekomendasi perbaikan
untuk pengambilan keputusan KRP yang mengintegrasikan prinsip
pembangunan berkelanjutan.

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii


RINGKASAN EKSEKUTIF ....................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... I-1
1.1. LATAR BELAKANG .......................................................... I-1
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN ................................................... I-2
1.3. DASAR HUKUM ............................................................... I-3
1.4. METODOLOGI ................................................................. I-4
1.5. TAHAP PENYELENGGARAAN KLHS ............................. I-5
BAB II PENGKAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN RENCANA
DAN PROGRAM (KRP) TERHADAP KONDISI
LINGKUNGAN ......................................................................... II-1
2.1. IDENTIFIKASI ISU PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN .......................................................... II-1
2.1.1. Wilayah Perencanaan dan Wilayah
Fungsional (Wilayah Ekologis) .............................. II-1
2.1.2. Karakter Wilayah (Baseline) .................................. II-5
2.1.2.1. Karakteristik Biogeofisik
Lingkungan ............................................. II-5
2.1.2.2. Karakteristik Ekonomi ........................... II-48
2.1.2.3. Karakteristik Sosial Budaya .................. II-86
2.1.3. Isu Pembangunan Berkelanjutan Paling
Strategis .............................................................. II-93
2.1.3.1. Pengumpulan Isu-Isu
Pembangunan Berkelanjutan ............... II-93
2.1.3.2. Penjabaran Isu Pembangunan
Berkelanjutan Paling Strategis ........... II-109
2.2. IDENTIFIKASI MATERI MUATAN KRP YANG
BERPOTENSI MENIMBULKAN PENGARUH
TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN HIDUP ............. II-137
2.2.1. Muatan RTRW Provinsi Kepulauan Riau
2022-2042 ......................................................... II-137
2.2.2. Materi Muatan KRP yang Berpotensi
Menimbulkan Pengaruh Terhadap Kondisi
Lingkungan Hidup ............................................. II-145

vii
2.3. ANALISIS PENGARUH KRP TERHADAP KONDISI
LINGKUNGAN (ISU PB STRATEGIS)......................... II-158
2.3.1. Kapasitas Daya Dukung dan Daya Tampung
Lingkungan Hidup ............................................. II-159
2.3.2. Perkiraan Mengenai Dampak dan Risiko
Lingkungan Hidup ............................................. II-177
2.3.3. Kinerja Layanan atau Jasa Ekosistem .............. II-225
2.3.4. Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya Alam....... II-261
2.3.5. Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi
Terhadap Perubahan Iklim ................................ II-280
2.3.6. Tingkat Ketahanan dan Potensi
Keanekaragaman Hayati ................................... II-308
BAB III RUMUSAN ALTERNATIF DAN PENYEMPURNAAN
KRP ........................................................................................ III-1
BAB IV REKOMENDASI ..................................................................... IV-1

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Wilayah Administrasi Provinsi Kepulauan Riau ............... II-1


Tabel 2.2. Jumlah Pulau Provinsi Kepulauan Riau ........................... II-1
Tabel 2.3. Jumlah Pulau Kecil Terluar di Provinsi Kepulauan
Riau ................................................................................. II-2
Tabel 2.4. Wilayah Ekoregion di Provinsi Kepulauan Riau ............... II-5
Tabel 2.5. Karakteristik Bentang Alam Provinsi Kepulauan
Riau ................................................................................. II-6
Tabel 2.6. Karakteristik Vegetasi Alam Provinsi Kepulauan
Riau ................................................................................. II-6
Tabel 2.7. Rata-rata Ketinggian Wilayah Provinsi Kepulauan
Riau ............................................................................... II-11
Tabel 2.8. Nama Gunung dan Ketinggiannya di Provinsi
Kepulauan Riau ............................................................. II-12
Tabel 2.9. Curah Hujan dan Hari Hujan di Provinsi
Kepulauan Riau ............................................................. II-15
Tabel 2.10. Suhu Udara di Provinsi Kepulauan Riau ........................ II-15
Tabel 2.11. DAS di WS Kepulauan Riau .......................................... II-18
Tabel 2.12. Produktivitas Aquifer Wilayah di Kepulauan Riau .......... II-21
Tabel 2.13. Tingkat Ketersediaan Air Tanah Provinsi
Kepulauan Riau ............................................................. II-22
Tabel 2.14. Penggunaan Lahan Provinsi Kepulauan Riau ............... II-23
Tabel 2.15. Kawasan Hutan Provinsi Kepulauan Riau ..................... II-24
Tabel 2.16. Penggunaan Lahan Tahun 2019 dan Intensitas
Pemanfaatan Lahan di Provinsi Kepulauan Riau........... II-24
Tabel 2.17. Penggunaan Lahan di Kepulauan Riau Tahun
1996-2020 ..................................................................... II-26
Tabel 2.18. Ketersediaan Air Provinsi Kepulauan Riau .................... II-26
Tabel 2.19. Kebutuhan Air Provinsi Kepulauan Riau ........................ II-27
Tabel 2.20. Daya Dukung Air Provinsi Kepulauan Riau ................... II-27
Tabel 2.21. Daya Dukung Pangan Kabupaten/Kota di Provinsi
Kepulauan Riau ............................................................. II-29
Tabel 2.22. Distribusi Luas Kelas Jasa Ekosistem di Provinsi
Kepri .............................................................................. II-31
Tabel 2.23. Luas Ekosistem Mangrove di Provinsi Kepulauan
Riau ............................................................................... II-35
Tabel 2.24. Produk Domestik Regional Bruto Kepulauan Riau
Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan
Usaha, Tahun 2017-2021 (Miliar Rupiah) ...................... II-48

ix
Tabel 2.25. Produk Domestik Regional Bruto Kepulauan Riau
Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut
Lapangan Usaha, Tahun 2017-2021 (Miliar
Rupiah) .......................................................................... II-50
Tabel 2.26. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional
Bruto Provinsi Kepulauan Riau Atas Dasar Harga
Berlaku Menurut Lapangan Usaha (persen),
Tahun 2017-2021 .......................................................... II-52
Tabel 2.27. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional
Bruto Provinsi Kepulauan Riau Atas Dasar Harga
Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha
(Persen), Tahun 2017-2021 ........................................... II-53
Tabel 2.28. LQ Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau
Menurut 17 Sektor Lapangan Usaha Tahun 2021
(Tanpa Migas)................................................................ II-57
Tabel 2.29. Dampak Real Pertumbuhan Provinsi Menurut
Kabupaten/ Kota di Provinsi Kepulauan Riau
Tahun 2021 (Juta Rupiah) ............................................. II-58
Tabel 2.30. Pertumbuhan Sektoral (PS) dan Daya Saing (DS)
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan
Riau Tahun 2021 ........................................................... II-59
Tabel 2.31. Realisasi Investasi PMA (Januari s/d Oktober
2019) ............................................................................. II-61
Tabel 2.32. Realisasi Investasi PMDN (Januari s/d Oktober
2019) ............................................................................. II-62
Tabel 2.33. Realisasi Investasi PMA, Tahun 2020 ........................... II-62
Tabel 2.34. Realisasi Investasi PMDN, Tahun 2020 ........................ II-62
Tabel 2.35. Garis Kemiskinan Mnurut Daerah Perkotaan dan
Perdesaan di Provinsi Kepulauan Riau, Maret-
September 2021 ............................................................ II-64
Tabel 2.36. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di
Provinsi Kepulauan Riau, Maret 2017-September
2021............................................................................... II-64
Tabel 2.37. Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan
menurut Daerah Perkotaan dan Perdesaan di
Provinsi Kepulauan Riau, Maret-September 2021 ......... II-66
Tabel 2.38. Luas Sebaran Produksi Padi di Provinsi
Kepulauan Riau ............................................................. II-67
Tabel 2.39. Neraca Kebutuhan Pangan Penduduk Provinsi
Kepulauan Riau berdasarkan Data Penduduk
Tahun 2020 ................................................................... II-68

x
Tabel 2.40. Luas Areal Tegalan dan Ladang serta Besaran
Produksi Jagung ............................................................ II-68
Tabel 2.41. Jenis, Luas dan Produksi Tanaman Hortikultura di
Provinsi Kepulauan Riau ............................................... II-69
Tabel 2.42. Jenis dan Produksi Tanaman Buah di Provinsi
Kepri .............................................................................. II-70
Tabel 2.43. Luas Tanaman Perkebunan di Provinsi
Kepulauan Riau ............................................................. II-70
Tabel 2.44. Produksi Tanaman Perkebunan di Provinsi Kepri.......... II-71
Tabel 2.45. Jumlah Ternak di Provinsi Kepulauan Riau tahun
2021............................................................................... II-72
Tabel 2.46. Sebaran Potensi Pariwisata di Provinsi
Kepulauan Riau ............................................................. II-78
Tabel 2.47. Daerah Penangkapan Ikan Pelagis di Provinsi
Kepulauan Riau ............................................................. II-85
Tabel 2.48. Daerah Potensial Ikan Demersal di Provinsi
Kepulauan Riau ............................................................. II-86
Tabel 2.49. Jumlah Penduduk Provinsi Kepulauan Riau
menurut Kabupaten/Kota Tahun 2015-2020 .................. II-86
Tabel 2.50. Kepadatan Penduduk Provinsi Kepulauan Riau ............ II-87
Tabel 2.51. Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Kepulauan
Riau ............................................................................... II-87
Tabel 2.52. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang
Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut
Kabupaten/Kota dan Lapangan Pekerjaan Utama
Tahun 2021 ................................................................... II-88
Tabel 2.53. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang
Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut
Status Pekerjaan Utama dan Lapangan
Pekerjaan Utama di Provinsi Kepulauan Riau
Tahun 2021 ................................................................... II-89
Tabel 2.54. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang
Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut
Status Pekerjaan Utama dan Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan di Provinsi Kepulauan Riau
Tahun 2021 ................................................................... II-89
Tabel 2.55. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Termasuk
Angkatan Kerja di Provinsi Kepulauan Riau .................. II-90
Tabel 2.56.. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Termasuk
Angkatan Kerja di Provinsi Kepulauan Riau
berdasarkan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan......... II-90

xi
Tabel 2.57. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Termasuk
Angkatan Kerja di Provinsi Kepulauan Riau
berdasarkan Kabupaten/Kota ........................................ II-91
Tabel 2.58. Indeks Pembangunan Manusia Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau,
2016-2021 ..................................................................... II-92
Tabel 2.59. Identifikasi Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan
di Provinsi Kepulauan Riau ............................................ II-94
Tabel 2.60. Hasil Pemusatan Isu Pembangunan
Berkelanjutan ................................................................. II-97
Tabel 2.61. Matrik Interaksi dan Analisis Antara Sintesa Isu
PB ................................................................................ II-101
Tabel 2.62. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi
Kepulauan Riau ........................................................... II-110
Tabel 2.63. Lahan Kritis Tahun 2020 Wilayah Kerja
BPDASHL Sei Jang Duriangkang Provinsi
Kepulauan Riau ........................................................... II-114
Tabel 2.64. Luas Lahan Kritis yang Terehabilitasi di Provinsi
Kepulauan Riau Tahun 2016-2020 .............................. II-114
Tabel 2.65. Identifikasi Perubahan Peruntukan Kawasan
Hutan DPCLS di Provinsi Kepulauan Riau
Berdasarkan Tipologi Fungsi Kawasan ....................... II-115
Tabel 2.66. Identifikasi Perubahan Peruntukan Kawasan
Hutan DPCLS Pada Kabupaten/Kota di Provinsi
Kepulauan Riau ........................................................... II-115
Tabel 2.67. Jumlah Volume Sampah dan Produksi Sampah
Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2020 ................ II-118
Tabel 2.68. Potensi Bahaya Banjir dan Penduduk Terpapar di
Provinsi Kepulauan Riau ............................................. II-122
Tabel 2.69. Potensi Bahaya Banjir Bandang dan Penduduk
Terpapar di Provinsi Kepulauan Riau .......................... II-125
Tabel 2.70. Potensi Bahaya Gelombang Ekstrim dan Abrasi
serta Penduduk Terpapar di Provinsi Kepulauan
Riau ............................................................................. II-126
Tabel 2.71. Potensi Bahaya Cuaca Ekstrim dan Penduduk
Terpapar di Provinsi Kepulauan Riau .......................... II-126
Tabel 2.72. Potensi Bahaya Tanah Longsor dan Penduduk
Terpapar di Provinsi Kepulauan Riau .......................... II-128
Tabel 2.73. Potensi Bahaya Kekeringan dan Penduduk
Terpapar di Provinsi Kepulauan Riau .......................... II-128
Tabel 2.74. Potensi Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan di
Provinsi Kepulauan Riau ............................................. II-129

xii
Tabel 2.75. Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah
Provinsi Kepulauan Riau ............................................. II-138
Tabel 2.76. Uraian KRP yang Berpotensi Menimbulkan
Pengaruh Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup .......... II-148
Tabel 2.77. Indikator Lingkungan KLHS Revisi Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kepulauan Riau
..................................................................................... II-158
Tabel 2.78. Analisis KRP Berdampak Terhadap Daya Dukung
dan Daya Tampung Lingkungan Hidup ....................... II-172
Tabel 2.79. Analisis KRP Berdampak Terhadap Potensi
Ancaman Bencana ...................................................... II-208
Tabel 2.80. Analisis KRP Berdampak Terhadap Kinerja
Layanan atau Jasa Ekosistem ..................................... II-244
Tabel 2.81. Analisis KRP Berdampak Terhadap Pemanfaatan
Sumberdaya Alam ....................................................... II-274
Tabel 2.82. Analisis KRP Berdampak Terhadap Tingkat
Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi Terhadap
Perubahan Iklim ........................................................... II-293
Tabel 2.83. Analisis KRP Berdampak Terhadap Tingkat
Ketahanan dan Potensi Kenaekaragaman Hayati ....... II-315
Tabel 2.84. Analisis Pengaruh KRP Terhadap Isu
Pembangunan Berkelanjutan Paling Strategis ............ II-319
Tabel 3.1. Rumusan Alternatif dan Penyempurnaan KRP ............... III-2
Tabel 4.1. Rekomendasi dan Integrasi kedalam KRP ..................... IV-1

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Peta Administrasi Provinsi Kepulauan Riau ................ II-3


Gambar 2.2. Peta Wilayah Fungsional ............................................. II-4
Gambar 2.3. Peta Ekoregion Karakteristik Bentang Alam
Kepulauan Riau ........................................................... II-8
Gambar 2.4. Peta Ekoregion Karakteristik Vegetasi Alam
Kepulauan Riau ........................................................... II-9
Gambar 2.5. Peta Ekoregion .......................................................... II-10
Gambar 2.6. Peta Topografi Provinsi Kepulauan Riau ................... II-13
Gambar 2.7. Peta Kemiringan Lereng Provinsi Kepulauan Riau
.................................................................................. II-14
Gambar 2.8. Peta Curah Hujan Provinsi Kepulauan Riau .............. II-17
Gambar 2.9. Peta Wilayah Sungai Provinsi Kepulauan Riau ......... II-19
Gambar 2.10. Peta Daerah Aliran Sungai Provinsi Kepulauan
Riau ........................................................................... II-20
Gambar 2.11. Peta Analisis Ketersediaan Air Tanah Provinsi
Kepulauan Riau ......................................................... II-23
Gambar 2.12. Peta Penggunaan Lahan di Provinsi Kepulauan
Riau ........................................................................... II-25
Gambar 2.13. Peta D3TLH Air Nasional Provinsi Kepulauan
Riau ........................................................................... II-28
Gambar 2.14. Peta D3TLH Pangan Provinsi Kepulauan Riau ......... II-30
Gambar 2.15. Prosentase Luas Kelas Jasa Ekosistem Penyedia
.................................................................................. II-33
Gambar 2.16. Prosentase Luas Kelas Jasa Ekosistem
Pengaturan ................................................................ II-33
Gambar 2.17. Prosentase Luas Kelas Jasa Ekosistem Budaya ...... II-34
Gambar 2.18. Prosentase Luas Kelas Jasa Ekosistem
Pendukung ................................................................ II-34
Gambar 2.19. Peta Sebaran Ekosistem Mangrove di Provinsi
Kepri .......................................................................... II-36
Gambar 2.20. Peta Sebaran Ekosistem Padang Lamun di
Provinsi Kepulauan Riau ........................................... II-38
Gambar 2.21. Peta Sebaran Ekosistem Terumbu Karang di
Provinsi Kepulauan Riau ........................................... II-41
Gambar 2.22. Diagram Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Per
Kapita Kabupaten/Kota Tanpa Migas di Provinsi
Kepulauan Riau Tahun 2021 ..................................... II-55

xiv
Gambar 2.23. Perkembangan Garis Kemiskinan di Provinsi
Kepulauan Riau, Maret 2017-September 2021
(Rp) ........................................................................... II-63
Gambar 2.24. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan
(P1) di Kepulauan Riau, Maret 2017-September
2021 .......................................................................... II-65
Gambar 2.25. Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan
(P2) di Provinsi Kepulauan Riau, Maret 2017-
September 2021 ........................................................ II-66
Gambar 2.26. Peta Wilayah Pertambangan Provinsi Kepulauan
Riau ........................................................................... II-73
Gambar 2.27. Peta Lokasi Izin Usaha Pertambangan di Provinsi
Kepri .......................................................................... II-76
Gambar 2.28. Peta Wilayah Kerja Migas Provinsi Kepulauan
Riau ........................................................................... II-77
Gambar 2.29. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi
di Pulau Sumatera Tahun 2021 ................................. II-92
Gambar 2.30. Indeks Pembangunan Manusia Menurut
Kabupaten Kota di Provinsi Kepulauan Riau, 2021
.................................................................................. II-92
Gambar 2.31. Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan
Hutan Provinsi Kepulauan Riau............................... II-117
Gambar 2.32. Timbulan Sampah di Permukiman Pesisir
Kepulauan Riau ....................................................... II-118
Gambar 2.33. Pencemaran Limbah Sludge Oil di Pesisir
Provinsi Kepulauan Riau ......................................... II-119
Gambar 2.34. Peta Tutupan Lahan Provinsi Kepulauan Tahun
2011 ........................................................................ II-120
Gambar 2.35. Peta Tutupan Lahan Provinsi Kepulauan Tahun
2020 ........................................................................ II-121
Gambar 2.36. Banjir di Pemukiman rumah warga, Kecamatan
Singkep, Kabupaten Lingga .................................... II-123
Gambar 2.37. Peta Bahaya Banjir di Provinsi Kepulauan Riau ...... II-124
Gambar 2.38. Akses Jalan di Kabupaten Lingga Terendam
Banjir ....................................................................... II-125
Gambar 2.39. Peta Bahaya Cuaca Ekstrim di Provinsi
Kepulauan Riau ....................................................... II-127
Gambar 2.40. Peta Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan di
Provinsi Kepulauan Riau ......................................... II-130
Gambar 2.41. Trayek Kapal Perintis R-6 km Sabuk Nusantara
83 Pangkalan Tanjungpinang Tahun 2020 .............. II-131

xv
Gambar 2.42. Trayek Kapal Perintis R-6 km Sabuk Nusantara
48 Pangkalan Tanjungpinang Tahun 2020 .............. II-132
Gambar 2.43. Trayek Kapal Perintis R-6 km Sabuk Nusantara
80 Pangkalan Kijang Tahun 2020 ........................... II-132
Gambar 2.44. Rute Penerbangan Perintis di Kepulauan Riau ....... II-133
Gambar 2.45. Rencana Struktur Ruang Provinsi Kepulauan
Riau Tahun 2022-2040 ............................................ II-143
Gambar 2.46. Rencana Pola Ruang Provinsi Kepulauan Riau
Tahun 2022-2040 .................................................... II-144
Gambar 2.47. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Rencana Jaringan Transportasi Jalan Pesisir
Terhadap D3TLH Air ............................................... II-159
Gambar 2.48. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Rencana Jaringan Transportasi Jalan Pesisir
Terhadap D3TLH Pangan ....................................... II-160
Gambar 2.49. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap D3TLH
Air ............................................................................ II-160
Gambar 2.50. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap D3TLH
Pangan .................................................................... II-161
Gambar 2.51. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
D3TLH Air................................................................ II-161
Gambar 2.52. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
D3TLH Pangan........................................................ II-162
Gambar 2.53. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap D3TLH Air .... II-162
Gambar 2.54. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap D3TLH
Pangan .................................................................... II-163
Gambar 2.55. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap D3TLH Air
................................................................................ II-163
Gambar 2.56. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap D3TLH
Pangan .................................................................... II-164
Gambar 2.57. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap D3TLH Air .............................. II-164
Gambar 2.58. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap D3TLH Pangan ...................... II-165

xvi
Gambar 2.59. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap D3TLH Air ..... II-165
Gambar 2.60. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap D3TLH
Pangan .................................................................... II-166
Gambar 2.61. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap D3TLH Air ............... II-166
Gambar 2.62. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap D3TLH Pangan ....... II-167
Gambar 2.63. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap D3TLH Air .............................. II-167
Gambar 2.64. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap D3TLH Pangan ...................... II-168
Gambar 2.65. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap D3TLH Air .......................... II-168
Gambar 2.66. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap D3TLH Pangan .................. II-169
Gambar 2.67. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi Terhadap D3TLH Air ................................. II-169
Gambar 2.68. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi Terhadap D3TLH Pangan ......................... II-170
Gambar 2.69. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Kemananan Terhadap
D3TLH Air................................................................ II-170
Gambar 2.70. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Kemananan Terhadap
D3TLH Pangan........................................................ II-171
Gambar 2.71. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap Kawasan
Rawan Gempa Bumi ............................................... II-177
Gambar 2.72. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap
Kawasan Rawan Gempa Bumi................................ II-178
Gambar 2.73. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
Kawasan Rawan Gempa Bumi................................ II-178
Gambar 2.74. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap Kawasan
Rawan Gempa Bumi ............................................... II-179

xvii
Gambar 2.75. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap Kawasan
Rawan Gempa Bumi ............................................... II-179
Gambar 2.76. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap Kawasan Rawan Gempa
Bumi ........................................................................ II-180
Gambar 2.77. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap Kawasan
Rawan Gempa Bumi ............................................... II-180
Gambar 2.78. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap Kawasan Rawan
Gempa Bumi ........................................................... II-181
Gambar 2.79. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap Kawasan Rawan Gempa
Bumi ........................................................................ II-181
Gambar 2.80. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap Kawasan Rawan Gempa
Bumi ........................................................................ II-182
Gambar 2.81. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Kawasan Rawan Gempa Bumi................................ II-182
Gambar 2.82. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
Kawasan Rawan Gempa Bumi................................ II-183
Gambar 2.83. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Rencana Jaringan Transportasi Jalan Terhadap
Kawasan Rawan Bencana Banjir ............................ II-183
Gambar 2.84. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap
Kawasan Rawan Bencana Banjir ............................ II-184
Gambar 2.85. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
Kawasan Rawan Bencana Banjir ............................ II-184
Gambar 2.86. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap Kawasan
Rawan Bencana Banjir ............................................ II-185
Gambar 2.87. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap Kawasan
Rawan Bencana Banjir ............................................ II-185
Gambar 2.88. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap Kawasan Rawan Bencana
Banjir ....................................................................... II-186

xviii
Gambar 2.89. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap Kawasan
Rawan Bencana Banjir ............................................ II-186
Gambar 2.90. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap Kawasan Rawan
Bencana Banjir ........................................................ II-187
Gambar 2.91. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap Kawasan Rawan Bencana
Banjir ....................................................................... II-187
Gambar 2.92. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap Kawasan Rawan
Bencana Banjir ........................................................ II-188
Gambar 2.93. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Kawasan Rawan Bencana Banjir ............................ II-188
Gambar 2.94. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
Kawasan Rawan Bencana Banjir ............................ II-189
Gambar 2.95. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Rencana Jaringan Transportasi Jalan Terhadap
Kawasan Rawan Gerakan Tanah............................ II-189
Gambar 2.96. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap
Kawasan Rawan Gerakan Tanah............................ II-190
Gambar 2.97. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
Kawasan Rawan Gerakan Tanah ............................ II-190
Gambar 2.98. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap Kawasan
Rawan Gerakan Tanah ........................................... II-191
Gambar 2.99. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap Kawasan
Rawan Gerakan Tanah ........................................... II-191
Gambar 2.100. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap Kawasan Rawan Gerakan
Tanah ...................................................................... II-192
Gambar 2.101. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap Kawasan
Rawan Gerakan Tanah ........................................... II-192
Gambar 2.102. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap Kawasan Rawan
Gerakan Tanah ....................................................... II-193

xix
Gambar 2.103. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap Kawasan Rawan Gerakan
Tanah ...................................................................... II-193
Gambar 2.104. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap Kawasan Rawan Gerakan
Tanah ...................................................................... II-194
Gambar 2.105. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Kawasan Rawan Gerakan Tanah ............................ II-194
Gambar 2.106. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
Kawasan Rawan Gerakan Tanah ............................ II-195
Gambar 2.107. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Rencana Jaringan Transportasi Jalan Terhadap
JE Pengaturan Aliran Banjir .................................... II-195
Gambar 2.108. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap JE
Pengaturan Aliran Banjir.......................................... II-196
Gambar 2.109. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
JE Pengaturan Aliran Banjir .................................... II-196
Gambar 2.110. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap JE
Pengaturan Aliran Banjir.......................................... II-197
Gambar 2.111. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap JE
Pengaturan Aliran Banjir.......................................... II-197
Gambar 2.112. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir ... II-198
Gambar 2.113. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE
Pengaturan Aliran Banjir.......................................... II-198
Gambar 2.114. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap JE Pengaturan
Aliran Banjir ............................................................. II-199
Gambar 2.115. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir ... II-199
Gambar 2.116. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap JE Pengaturan Aliran
Banjir ....................................................................... II-200

xx
Gambar 2.117. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE
Pengaturan Aliran Banjir.......................................... II-200
Gambar 2.118. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
JE Pengaturan Aliran Banjir .................................... II-201
Gambar 2.119. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Rencana Jaringan Transportasi Jalan Terhadap
JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana ........... II-201
Gambar 2.120. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap JE
Pencegahan dan Perlindungan Bencana ................ II-202
Gambar 2.121. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana ........... II-202
Gambar 2.122. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap JE
Pencegahan dan Perlindungan Bencana ................ II-203
Gambar 2.123. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap JE
Pencegahan dan Perlindungan Bencana ................ II-203
Gambar 2.124. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana ............................................ II-204
Gambar 2.125. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE
Pencegahan dan Perlindungan Bencana ................ II-204
Gambar 2.126. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap JE Pencegahan
dan Perlindungan Bencana ..................................... II-205
Gambar 2.127. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana ............................................ II-205
Gambar 2.128. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana ............................................ II-206
Gambar 2.129. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE
Pencegahan dan Perlindungan Bencana ................ II-206
Gambar 2.130. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana ........... II-207

xxi
Gambar 2.131. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap JE
Penyedia Pangan .................................................... II-226
Gambar 2.132. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap JE
Penyedia Pangan .................................................... II-226
Gambar 2.133. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
JE Penyedia Pangan ............................................... II-227
Gambar 2.134. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap JE
Penyedia Pangan .................................................... II-227
Gambar 2.135. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap JE
Penyedia Pangan .................................................... II-228
Gambar 2.136. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap JE Penyedia Pangan.............. II-228
Gambar 2.137. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE Penyedia
Pangan .................................................................... II-229
Gambar 2.138. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap JE Penyedia
Pangan .................................................................... II-229
Gambar 2.139. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap JE Penyedia Pangan ............. II-230
Gambar 2.140. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap JE Penyedia Pangan.......... II-230
Gambar 2.141. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE
Penyedia Pangan .................................................... II-231
Gambar 2.142. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
JE Penyedia Pangan ............................................... II-231
Gambar 2.143. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap JE
Penyedia Air ............................................................ II-232
Gambar 2.144. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap JE
Penyedia Air ............................................................ II-232
Gambar 2.145. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
JE Penyedia Air ....................................................... II-233

xxii
Gambar 2.146. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap JE
Penyedia Air ............................................................ II-233
Gambar 2.147. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap JE
Penyedia Air ............................................................ II-234
Gambar 2.148. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap JE Penyedia Air ..................... II-234
Gambar 2.149. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE Penyedia
Air ............................................................................ II-235
Gambar 2.150. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap JE Penyedia Air ....... II-235
Gambar 2.151. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap JE Penyedia Air ..................... II-236
Gambar 2.152. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap JE Penyedia Air.................. II-236
Gambar 2.153. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE
Penyedia Air ............................................................ II-237
Gambar 2.154. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
JE Penyedia Air ....................................................... II-237
Gambar 2.155. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap JE
Pengurai Limbah ..................................................... II-238
Gambar 2.156. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap JE
Pengurai Limbah ..................................................... II-238
Gambar 2.157. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
JE Pengurai Limbah ................................................ II-239
Gambar 2.158. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap JE Pengurai
Limbah..................................................................... II-239
Gambar 2.159. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap JE
Pengurai Limbah ..................................................... II-240
Gambar 2.160. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap JE Pengurai Limbah ............... II-240

xxiii
Gambar 2.161. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE Pengurai
Limbah..................................................................... II-241
Gambar 2.162. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap JE Pengurai
Limbah..................................................................... II-241
Gambar 2.163. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap JE Pengurai Limbah .............. II-242
Gambar 2.164. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap JE Pengurai Limbah ........... II-242
Gambar 2.165. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE
Pengurai Limbah ..................................................... II-243
Gambar 2.166. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
JE Pengurai Limbah ................................................ II-243
Gambar 2.167. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap Lahan
Baku Sawah ............................................................ II-261
Gambar 2.168. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap Lahan
Baku Sawah ............................................................ II-262
Gambar 2.169. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
Lahan Baku Sawah ................................................. II-262
Gambar 2.170. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap Lahan Baku
Sawah ..................................................................... II-263
Gambar 2.171. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap Lahan
Baku Sawah ............................................................ II-263
Gambar 2.172. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap Lahan Baku Sawah ................ II-264
Gambar 2.173. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap Lahan Baku
Sawah ..................................................................... II-264
Gambar 2.174. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap Lahan Baku Sawah
................................................................................ II-265
Gambar 2.175. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap Lahan Baku Sawah ............... II-265

xxiv
Gambar 2.176. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap Lahan Baku Sawah ............ II-266
Gambar 2.177. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Lahan
Baku Sawah ............................................................ II-266
Gambar 2.178. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
Lahan Baku Sawah ................................................. II-267
Gambar 2.179. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap Kawasan
Hutan ....................................................................... II-267
Gambar 2.180. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap
Kawasan Hutan ....................................................... II-268
Gambar 2.181. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
Kawasan Hutan ....................................................... II-268
Gambar 2.182. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap Kawasan
Hutan ....................................................................... II-269
Gambar 2.183. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap Kawasan
Hutan ....................................................................... II-269
Gambar 2.184. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap Kawasan Hutan ...................... II-270
Gambar 2.185. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap Kawasan
Hutan ....................................................................... II-270
Gambar 2.186. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap Kawasan Hutan ....... II-271
Gambar 2.187. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap Kawasan Hutan ..................... II-271
Gambar 2.188. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap Kawasan Hutan .................. II-272
Gambar 2.189. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Kawasan Hutan ....................................................... II-272
Gambar 2.190. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
Kawasan Hutan ....................................................... II-273

xxv
Gambar 2.191. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap JE
Pengaturan Iklim ..................................................... II-280
Gambar 2.192. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap JE
Pengaturan Iklim ..................................................... II-281
Gambar 2.193. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
JE Pengaturan Iklim ................................................ II-281
Gambar 2.194. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap JE
Pengaturan Iklim ..................................................... II-282
Gambar 2.195. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap JE
Pengaturan Iklim ..................................................... II-282
Gambar 2.196. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap JE Pengaturan Iklim ............... II-283
Gambar 2.197. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE
Pengaturan Iklim ..................................................... II-283
Gambar 2.198. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap JE Pengaturan
Iklim ......................................................................... II-284
Gambar 2.199. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap JE Pengaturan Iklim............... II-284
Gambar 2.200. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap JE Pengaturan Iklim ........... II-285
Gambar 2.201. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE
Pengaturan Iklim ..................................................... II-285
Gambar 2.202. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
JE Pengaturan Iklim ................................................ II-286
Gambar 2.203. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap JE
Pemeliharaan Kualitas Udara .................................. II-286
Gambar 2.204. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap JE
Pemeliharaan Kualitas Udara .................................. II-287
Gambar 2.205. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
JE Pemeliharaan Kualitas Udara............................. II-287

xxvi
Gambar 2.206. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap JE
Pemeliharaan Kualitas Udara .................................. II-288
Gambar 2.207. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap JE
Pemeliharaan Kualitas Udara .................................. II-288
Gambar 2.208. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas
Udara....................................................................... II-289
Gambar 2.209. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE
Pemeliharaan Kualitas Udara .................................. II-289
Gambar 2.210. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap JE Pemeliharaan
Kualitas Udara ......................................................... II-290
Gambar 2.211. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas
Udara....................................................................... II-290
Gambar 2.212. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas
Udara....................................................................... II-291
Gambar 2.213. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE
Pemeliharaan Kualitas Udara .................................. II-291
Gambar 2.214. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
JE Pemeliharaan Kualitas Udara............................. II-292
Gambar 2.215. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap JE
Biodiversity .............................................................. II-308
Gambar 2.216. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap JE
Biodiversity .............................................................. II-309
Gambar 2.217. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
JE Biodiversity ......................................................... II-309
Gambar 2.218. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap JE
Biodiversity ..................................................................310
Gambar 2.219. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap JE
Biodiversity .............................................................. II-310

xxvii
Gambar 2.220. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap JE Biodiversity ....................... II-311
Gambar 2.221. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE
Biodiversity .............................................................. II-311
Gambar 2.222. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap JE Biodiversity......... II-312
Gambar 2.223. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap JE Biodiversity ....................... II-312
Gambar 2.224. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap JE Biodiversity ................... II-313
Gambar 2.225. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE
Biodiversity .............................................................. II-313
Gambar 2.226. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
JE Biodiversity ......................................................... II-314

xxviii
BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan merupakan proses


upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk
sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Untuk menjaga keberlangsungan dan kelestarian sumberdaya alam sebagai
tujuan pembangunan berwawasan lingkungan, maka perlu
mempertimbangkan perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pemeliharaan keanekaragaman sumberdaya alam dan ekosistem yang ada
dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam dan ekosistemnya. Oleh
karena itu konsep “pembangunan berkelanjutan” merupakan alternatif
pembangunan yang berwawasan lingkungan, yang secara konseptual
dianggap mampu untuk menjembatani tercapainya keseimbangan
pengelolaan sumberdaya alam yang menghasilkan nilai ekonomis dan nilai
ekologis yang seimbang (economic and ecologic balance).
Kebijakan nasional penataan ruang secara formal ditetapkan bersamaan
dengan diundangkannya Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 1992
tentang Penataan Ruang, yang kemudian diperbaharui dengan UU Nomor 26
Tahun 2007. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mewujudkan kualitas tata
ruang nasional yang semakin baik, yang oleh undang-undang dinyatakan
dengan kriteria aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Secara khusus
tentang penataan ruang, proses penyusunan tata ruang salah satunya melalui
tahapan pengolahan data dan analisis dengan menggunakan teknik analisis
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang ditentukan melalui
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) hal tersebut termaktub dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 2010, yang telah diperbaharui
dalam PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Oleh karena itu, untuk membantu mengupayakan perbaikan kualitas rencana
tata ruang wilayah maka Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) atau
Strategic Environmental Assessment (SEA) menjadi salah satu pilihan alat
bantu melalui perbaikan kerangka pikir (framework of thinking) perencanaan
tata ruang wilayah untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup. Hal inilah
yang menjadi dasar dalam prinsip pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau.
Melihat dampak lingkungan yang terjadi saat ini seperti genangan air

I-1
perkotaan, banjir rob, tanah longsor, cuaca ekstrem hingga degradasi
ekosistem yang beberapa tahun belakangan ini sering terjadi dan dapat
dikatakan menjadi bencana tahunan tidak dapat dipungkiri dan dihindari lagi
telah terjadi ketidaksesuaian, penyimpangan atau ketidakselarasan antara
rencana dengan kondisi dilapangan. Adanya dinamika pembangunan yang
pesat di Provinsi Kepulauan Riau, merupakan salah satu penyebab terjadinya
dampak-dampak tersebut.
Terbitnya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang berkaitan
dengan penataan ruang adalah mandat pengintegrasian dokumen tata ruang,
yang terdiri dari: (1) Rencana Tata Ruang Laut Nasional (RTRLN)
diintegrasikan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN);
(2) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) di
integrasikan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP).
Sejalan dengan proses integrasi rencana tata ruang yang sedang
diselenggarakan oleh Provinsi Kepulauan Riau saat ini, diharapkan dapat
memperbaiki sistem penataan ruang di Provinsi Kepulauan Riau baik di
wilayah darat maupun wilayah laut dimana wilayah laut merupakan bagian
terbesar dari wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Kebijakan, Rencana dan/atau
Program yang disusun sedapat mungkin harus dapat membawa prinsip-
prinsip berkelanjutan dan meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan.
Sebagai amanah dari Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), maka setiap
Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota “WAJIB” menyusun dokumen-dokumen
lingkungan hidup, khususnya pada tahap PENGENDALIAN agar dapat
mengendalikan pembangunan sehingga selaras dengan kondisi lingkungan
hidup dengan baik. KLHS menjadi bagian yang tak terpisahkan dari RTRWP,
oleh karena itu KLHS RTRW Provinsi Kepulauan Riau disusun sebagai
penyeimbang dan pelengkap dokumen RTRW Provinsi Kepulauan Riau.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mengevaluasi dampak lingkungan dari
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kepulauan Riau dan mengintegrasikan
prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam KRP tersebut sebagai dasar
bagi penyusunannya.
Tujuan dilakukannya kajian ini adalah:
1. Mengidentifikasi dan merumuskan isu-isu pembangunan berkelanjutan
dalam hubungannya dengan RTRW Provinsi Kepulauan Riau dikaitkan
dengan tujuan pembangunan berkelanjutan;
2. Mengidentifikasi materi muatan Kebijakan, Rencana dan/atau Program
(KRP) RTRW Provinsi Kepulauan Riau yang berpotensi menimbulkan
dampak terhadap lingkungan hidup;

I-2
3. Menganalisis pengaruh materi muatan Kebijakan, Rencana dan Program
(KRP) RTRW Provinsi Kepulauan Riau terhadap lingkungan hidup;
4. Mengidentifikasi dan menganalisis alternatif penyempurnaan Kebijakan,
Rencana dan Program (KRP) RTRW Provinsi Kepulauan Riau; dan
Merumuskan rekomendasi perbaikan/penyempurnaan untuk diintegrasikan
dalam Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) RTRW Integrasi RTRW-
RZWP3K Provinsi Kepulauan Riau.

1.3. DASAR HUKUM

Penyusunan KLHS Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi


Kepulauan Riau memiliki keterkaitan yang kuat dengan berbagai peraturan
perundangan yang berlaku di Indonesia. Kesahihan suatu rencana tata ruang
didukung oleh aturan hukum terkait, sehingga dalam implementasinya
memperoleh legitimasi yang kuat dan tidak bertentangan dengan undang-
undang atau peraturan yang berlaku. Dasar hukum dan kebijakan yang
mendasari penyusunan KLHS antara lain adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil;
d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 9 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);
e. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
f. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5941);

I-3
g. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6042);
h. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021
Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6633);
i. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6634);
j. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 33, Tambahhan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6635);
k. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 69 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata
Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis;
l. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan,
Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Rencana
Detail Tata Ruang; dan
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan Basis Data
dan Penyajian Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan
Kota, Serta Peta Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota.

1.4. METODOLOGI

Penyusunan dokumen KLHS dilakukan dengan fokus kegiatan pada 3 pilar


pokok pembangunan berkelanjutan (sosial, ekonomi dan lingkungan) yang
diintegrasikan ke dalam Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) yang
meliputi perencanaan regional, perencanaan spasial dan sektoral, program-
program pembangunan dan investasi, serta kebijakan dalam proyek-proyek
pembangunan (yang bisa saja melibatkan AMDAL). Pengintegrasian KLHS
pada KRP, secara konsisten akan diterapkan berdasarkan pada prinsip dasar
KLHS, yaitu: Keterkaitan (interdependency); Keberlanjutan (sustainable);
Keadilan sosial dan ekonomi (socio-economic justice).
Mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2016 dinyatakan bahwa,
KLHS dilaksanakan melalui beberapa tahapan pengkajian. Pengkajian dalam

I-4
KLHS dilakukan untuk mengetahui pengaruh KRP terhadap dampak dan
risiko lingkungan hidup yang dapat ditimbulkan. Dalam pengkajian KLHS dari
KRP yang disusun atau dievaluasi dapat menggunakan beberapa
pendekatan. Pengkajian pengaruh KRP yang bersifat umum, konseptual
dan/atau makro dapat menggunakan pendekatan strategis sedangkan
pengkajian yang bersifat fokus, detail, terikat, terbatas dan/atau teknis dapat
menggunakan pendekatan dampak. Dalam peraturan pemerintah No. 46
Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis, tahapan dalam pelaksanaan kajian lingkungan hidup strategis
Revisi RTRW Provinsi Kepulauan Riau dilakukan dengan pendekatan
strategis.

1.5. TAHAP PENYELENGGARAAN KLHS

Penyelenggaraan KLHS RTRW Provinsi Kepulauan Riau dilakukan


berdasarkan mekanisme pembuatan dan pelaksanaan KLHS sebagaimana
dijelaskan pada Pasal 13 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 69
Tahun 2017 yang meliputi:
1. pengkajian pengaruh Kebijakan, Rencana, dan/atau Program (KRP)
terhadap kondisi Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan;
2. perumusan alternatif penyempurnaan KRP; dan
3. penyusunan rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan KRP
yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Mekanisme lebih rinci tahapan proses penyelenggaraan KLHS RTRW
Provinsi Kepulauan Riau diuraikan sebagai berikut:
1. Persiapan Pelaksanaan KLHS
Tahap persiapan KLHS RTRW Provinsi Kepulauan Riau diawali dengan
Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) KLHS yang terdiri dari lintas
sektor perangkat daerah di Provinsi Kepulauan Riau. Selanjutnya, POKJA
KLHS menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK) sebagai perencanaan dan
pengaturan penggunaan sumber daya sebagaimana yang diamanatkan
dalam Pasal 18 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 69 Tahun
2017.
2. Identifikasi dan Perumusan Isu Pembangunan Berkelanjutan
Perumusan isu strategis pembangunan berkelanjutan dilakukan melalui
berbagai metodologi dan mekanisme konsultasi dengan pemangku
kepentingan yang telah teridentifikasi sebelumnya serta asistensi dengan
KLHK.

I-5
3. Identifikasi Muatan KRP Yang Berpotensi Menimbulkan Pengaruh
Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan
Identifikasi dan analisis kerangka kebijakan makro yang relevan dengan
RTRW dilakukan untuk menemukan kebijakan-kebijakan tingkat provinsi
serta nasional yang perlu dijadikan rujukan untuk mendapatkan konteks
dan fokus strategis dalam pembuatan dan pelaksanaan KLHS.
4. Analisis Pengaruh KRP Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup Dan
Pembangunan Berkelanjutan
Analisis dilakukan untuk mengkaji pengaruh KRP terhadap isu PB paling
strategis dan kondisi lingkungan hidup yang antara lain termuat dalam 6
(enam) muatan KLHS sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 23 Ayat 4
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 69 Tahun 2017.
5. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tujuan perumusan alternatif KRP untuk mengembangkan berbagai
alternatif muatan KRP dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Dari
perumusan alternatif perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program lalu
dilakukan pembahasan dalam FGD Pokja KLHS.
6. Penyusunan Rekomendasi Perbaikan Untuk Pengambilan Keputusan
Kebijakan, Rencana dan/atau Program
Penyusunan rekomendasi perbaikan muatan kebijakan, rencana,
dan/atau program berdasarkan hasil perumusan alternatif, serta
memformulasikan tindak lanjut pendukung sebagai konsekuensi
dilaksanakannya KRP. Dalam tahapan ini juga dilakukan pengintegrasian
rekomendasi KLHS ke dalam KRP untuk memastikan bahwa hasil KLHS
benar-benar menjadi bagian dari KRP.
7. Penjaminan Kualitas dan Pendokumentasian
Penjaminan kualitas dan pengintegrasian hasil KLHS RTRW Provinsi
Kepulauan Riau dilakukan dengan penilaian mandiri oleh Penyusun KRP.
Sedangkan untuk pendokumentasian, tahapan dalam proses pembuatan
dan pelaksanaan KLHS telah dibuatkan notulensi dan Berita Acara
(sesuai kebutuhan) yang dilengkapi dengan dokumen pendukung lainnya;
seperti Undangan, Foto, dan Daftar Hadir.
8. Validasi
Validasi KLHS RTRW Provinsi Kepulauan Riau dilaksanakan pada tahap
akhir. Validasi dilakukan untuk memastikan penjaminan kualitas telah
dilaksanakan secara akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan
kepada publik.

I-6
BAB II PENGKAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN RENCANA DAN PROGRAM (KRP)
TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN

2.1. IDENTIFIKASI ISU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

2.1.1. Wilayah Perencanaan dan Wilayah Fungsional (Wilayah Ekologis)


Provinsi Kepulauan Riau terletak antara 0029’ LS dan 04040’ LU serta antara
103022’-109004’ BT dengan batas wilayah sebagai berikut:
 Sebelah Utara : Laut Cina Selatan
 Sebelah Timur : Negara Malaysia dan Provinsi Kalimantan Barat
 Sebelah Selatan : Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
dan Provinsi Jambi
 Sebelah Barat : Negara Singapura, Negara Malaysia
dan Provinsi Riau
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050-145 Tahun 2022
tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi
Pemerintahan, dan Pulau Tahun 2021, wilayah Provinsi Kepulauan Riau
seluas 8.273,87 km² yang terbagi dalam 5 kabupaten dan 2 kota, dengan
jumlah pulau 2.025.
Tabel 2.1. Wilayah Administrasi Provinsi Kepulauan Riau
Jumlah Luas
No. Kabupaten/Kota Wilayah
Kecamatan Kelurahan Desa
(km2)
1. Kabupaten Bintan 10 15 36 1.320,84
2. Kabupaten Karimun 12 29 42 930,45
3. Kabupaten Natuna 15 7 70 1.999,18
4. Kabupaten Lingga 13 7 75 2.214,63
Kabupaten Kepulauan 10 2 52 626,98
5.
Anambas
6. Kota Batam 12 64 0 1.034,76
7. Kota Tanjung Pinang 4 18 0 147,03
Total 76 142 275 8.273,87
Sumber: Kepmendagri 050-145 Tahun 2022

Tabel 2.2. Jumlah Pulau Provinsi Kepulauan Riau

Kabupaten/Kota Jumlah Pulau

Kepulauan Riau 14
Kabupaten Bintan 263

III-1
Kabupaten/Kota Jumlah Pulau

Kabupaten Karimun 248


Kabupaten Natuna 172
Kabupaten Lingga 628
Kabupaten Kepulauan Anambas 239
Kota Batam 453
Kota Tanjung Pinang 8
Total 2.025
Sumber: Kepmendagri 050-145 Tahun 2022

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan


Pulau-Pulau Kecil Terluar, Provinsi Kepri memiliki 22 pulau-pulau kecil terluar.
Tabel 2.3. Jumlah Pulau Kecil Terluar di Provinsi Kepulauan Riau
Jumlah
Kabupaten/Kota Nama Pulau
Pulau
Pulau Berakit, Pulau Sentut, Pulau Bintan,
Bintan 4
Pulau Malang Berdaun.
Pulau Nipah, Pulau Pelampung, Pulau Batu
Batam 4
Berantai, Pulau Putri.
Karimun Pulau Tokong Hiu Kecil, Pulau Karimun Anak. 2
Pulau Tokong Boro, Pulau Semiun, Pulau
Natuna Sebetul, Pulau Sekatung, Pulau Senoa, Pulau 7
Subi Kecil, Pulau Kepala.
Pulau Tokong Malang Biru, Pulau Damar, Pulau
Kepulauan Anambas Mangkai, Pulau Tokong Nanas, Pulau Tokong 5
Belayar.
Total 22
Sumber: Kepres Nomor 6 Tahun 2017

Wilayah fungsional (wilayah ekologis) sebagai basis analisis KLHS terdiri atas
seluruh wilayah di Provinsi Kepulauan Riau dengan mempertimbangkan
ekoregion darat-laut, dan wilayah pengelolaan perikanan.
Ekoregion di Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari tiga wilayah ekoregion
(Ekoregion Kompleks Dataran Denudasional Kepulauan Riau, Ekoregion
Kompleks Perbukitan Denudasional Bukit Baka - Bukit Raya, dan Ekoregion
Kompleks Perbukitan Struktural Kepulauan Riau). Untuk ekoregion laut,
Kepulauan Riau termasuk dalam Selat Malaka (E.L.3), Laut Natuna (E.L.4)
dan Selat Karimata (E.L5). Pada wilayah perairan laut, Provinsi Kepulauan
Riau masuk dalam Wilayah Pengelolaan perikanan (WPP) 711, yang memiliki
potensi perikanan yang tinggi.
Berdasarkan analisa yang dilakukan, diperoleh wilayah fungsional yang terdiri
dari 7 kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau serta wilayah perairan Selat
Malaka, Laut Natuna dan Selat Karimata.

III-2
Gambar 2.1. Peta Administrasi Provinsi Kepulauan Riau

III-3
Gambar 2.2. Peta Wilayah Fungsional

III-4
2.1.2. Karakter Wilayah (Baseline)
2.1.2.1. Karakteristik Biogeofisik Lingkungan
1. Ekoregion
Berdasarkan UU No.32 tahun 2009, ekoregion didefinisikan sebagai wilayah
geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora dan fauna asli,
serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas
sistem alam dan lingkungan hidup. Ekoregion ditetapkan dengan
mempertimbangkan kesamaan karakteristik bentang alam (natural
landsecap), daerah aliran sungai, iklim, flora dan fauna, sosial budaya,
ekonomi, kelembagaan masyarakat, dan hasil inventarisasi lingkungan hidup
(Pasal 7 ayat 2, UU No. 32/2009). Dalam hal ini, ekoregion dipahami sebagai
konsep unit karakter lahan yang berperan sebagai penciri sifat dan potensi
lahan serta sebagai pembatas dalam pengelolaan lahan. UU No.32/2009
secara eksplisit mengamanatkan pentingnya pendekatan batas ekoregion
sebagai asas dalam pengelolaan lingkungan.
Mengacu pada SK Menteri LHK Nomor 8/MENLHK/SETJEN/PLA.3/1/2018
tentang Penetapan Wilayah Ekoregion Indonesia, di Kepulauan Riau terdapat
2 satuan wilayah ekoregion dan 6 karakteristik bentang alam ekoregion.
Tabel 2.4. Wilayah Ekoregion di Provinsi Kepulauan Riau
Satuan Wilayah Luas
Karakteristik Bentang Alam Ekoregion
Ekoregion (ha)
Ekoregion Kompleks 1. Dataran Denudasional Kompleks Bangka
169.175
Perbukitan Belitung – Natuna
Denudasional Kep. 2. Perbukitan Denudasional Kompleks Bangka
103.340
Riau Belitung – Natuna
1. Dataran Fluvia Sumatra 5.088
Ekoregion Kompleks 2. Dataran Gambut Sumatra 6.847
Perbukitan Struktural 3. Dataran Pantai Timur Sumatra 3.400
Kep. Riau 4. Perbukitan Strukturan Kompleks Kepulauan
559.497
Riau
Sumber: SK Menteri LHK Nomor 8/MENLHK/SETJEN/PLA.3/1/2018

Untuk ekoregion laut, Kepulauan Riau termasuk dalam wilayah E.L.3 Selat
Melaka, E.L.4 Laut Natuna dan E.L.5 Selat Karimata.
Mengacu pada SK Menteri LHK Nomor
1272/MENLHK/SETJEN/PLA.3/12/2021 tentang Penetapan Karakteristik
Bentang Alam dan Karakteristik Vegetasi Alami Peta Wilayah Ekoregion Skala
1:250.000, mayoritas karakteristik bentang alam wilayah Kepulauan Riau
adalah dataran struktural lipatan berombak-bergelombang bermaterial batuan
sedimen non karbonat dengan luas sekitar 296.174 hektar. Dataran ini
memiliki fungsi lahan untuk menyediakan air permukaan yang berasal dari
sungai dan air tanah dangkal yang terdapat pada lapisan akuifer. Kemudian
untuk karakteristik vegetasi alami, wilayah Kepulauan Riau mayoritas vegetasi

III-5
hutan kerangas pamah dengan luas sekitar 243.400 hektar. Vegetasi hutan
kerangas pamah merupakan vegetasi alami yang fungsinya sebagai
penangkap sedimentasi berupa lumpur, pasir, batu maupun bahan lain yang
diakibatkan oleh air permukaan pada wilayah yang substrat tanahnya berupa
pasir silikat yang masam.
Tabel 2.5. Karakteristik Bentang Alam Provinsi Kepulauan Riau
Luas
No. Karakteristik Bentang Alam
(ha)
1. Dataran fluvial bermaterial aluvium 33.762
2. Dataran fluviomarin bermaterial aluvium 31.936
3. Dataran marin berpasir bermaterial alluvium 24.294
4. Dataran organik bermaterial gambut 16.555
5. Dataran solusional karst bermaterial batuan sedimen karbonat 215
Dataran solusional karst berombak-bergelombang bermaterial
6. 304
batuan sedimen karbonat
7. Dataran struktural lipatan bermaterial batuan metamorfik 5.095
Dataran struktural lipatan berombak-bergelombang bermaterial
8. 48.465
batuan metamorfik
Dataran struktural lipatan berombak-bergelombang bermaterial
9. 296.174
batuan sedimen non karbonat
Dataran struktural plutonik berombak-bergelombang bermaterial
10. 27.550
batuan beku dalam
11. Lembah sungai bermaterial alluvium 2.166
Pegunungan struktural lipatan bermaterial batuan sedimen non
12. 432
karbonat
13. Perbukitan struktural lipatan bermaterial batuan metamorfik 26.016
Perbukitan struktural lipatan bermaterial batuan sedimen non
14. 16.658
karbonat
Perbukitan struktural lipatan bermaterial campuran batuan sedimen
15. 167.076
karbonat dan non karbonat
16. Perbukitan struktural plutonik bermaterial batuan beku dalam 94.116
17. Perbukitan vulkanik bermaterial batuan beku luar 1.082
Sumber: SK Menteri LHK Nomor 1272/MENLHK/SETJEN/PLA.3/12/2021

Tabel 2.6. Karakteristik Vegetasi Alam Provinsi Kepulauan Riau


Luas
No. Karakteristik Vegetasi Alam
(ha)
1. Vegetasi hutan batuan ultrabasa pamah 49.140
2. Vegetasi hutan batugamping pamah 519
3. Vegetasi hutan dipterokarpa pamah 171.845
4. Vegetasi hutan gambut 16.555
5. Vegetasi hutan kerangas pamah 243.400
6. Vegetasi hutan pamah (non dipterokarpa) 226.965
7. Vegetasi hutan pantai 2.231
8. Vegetasi hutan rawa air payau 1.922
9. Vegetasi hutan tepian sungai 1.807
10. Vegetasi hutan tepian sungai payau 20.305
11. Vegetasi mangrove 31.936
12. Vegetasi terna rawa air tawar 978
13. Vegetasi terna rawa gambut 21.329
14. Vegetasi terna tepian sungai 2.964
Sumber: SK Menteri LHK Nomor 1272/MENLHK/SETJEN/PLA.3/12/2021

III-6
Karakteristik vegetasi alam didominasi oleh vegetasi hutan kerangas pamah,
vegetasi hutan pamah (non dipterokarpa), dan vegetasi hutan dipterokarpa.
Ekosistem pamah berada pada ketinggian 0-1000 mdpl. Hutan kerangas
merupakan komunitas vegetasi yang berkembang pada kondisi tapak yang
terbatas sangat mudah terdegredasi, dimana jika mengalami degradasi maka
akan berkembang menjadi sava terbuka yang disebut sebagai “Padang”.
Hutan kerangas memiliki keanekaragaman hayati yang lebih rendah
dibandingkan dengan tipe hutan tropik lainnya. Hutan kerangas dicirikan
dengan kehadiran pepohonan jenis tertentu dengan daun yang kecil dan agak
tebal, serta toleran terhadap kondisi tanah yang miskin hara dan asam.
Karekteristik bentang alam dominan memiliki fungsi lahan untuk menyediakan
air permukaan yang berasal dari sungai dan air tanah dangkal yang terdapat
pada lapisan akuifer.
Karakteristik bentang alam dan karakteristik vegetasi alami diatas dipengaruhi
oleh kondisi hidrogeologi wilayah Kepulauan Riau yang temasuk daerah Non
CAT atau CAT tidak potensial. Karakteristik CAT tidak potensial antara lain
secara geologis umumnya berupa batuan dengan lapisan tanah (humus) tipis
diatasnya. Daerah CAT tidak potensial pada kondisi alami relatif lebih subur
dibanding Daerah CAT. Namun, apabila tanah humus digali misalnya untuk
penambangan maka tanaman tidak akan tumbuh lagi karena dibawah humus
hanya batuan yang kedap air. Daerah CAT tidak potensial ini memiliki
keterbatasan simpanan air yang hanya berupa air permukaan. Keberadaan
vegetasi alami harus dipertahakan agar cadangan air permukaan dapat dijaga
keberlanjutannya.

III-7
Gambar 2.3. Peta Ekoregion Karakteristik Bentang Alam Kepulauan Riau

III-8
Gambar 2.4. Peta Ekoregion Karakteristik Vegetasi Alam Kepulauan Riau

III-9
Gambar 2.5. Peta Ekoregion

III-10
2. Topografi dan Kemiringan Lereng
Topografi wilayah Provinsi Kepulauan Riau terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu:
a) Wilayah Pulau-pulau Lepas Pantai Timur Sumatera
Pulau-pulau Lepas Pantai Timur Sumatera tersebar di Kabupaten
Karimun, Kabupaten Bintan, Kabupaten Lingga dan Kota Batam,
ketinggiannya wilayah bervariasi antara 0 – 50 meter dpl, 50 – 200 m
(paling dominan) dan di atas 200 meter, dengan puncak tertinggi terdapat
di Gunung Lingga (1.163 meter dpl). Kemiringan lereng yang dominan
adalah 15 – 25% pada wilayah perbukitan, serta 25 – 40% dan di atas
40% pada wilayah pegunungan.
b) Wilayah Pulau-pulau di sebelah Timur Jauh
Pulau-pulau ini terletak di wilayah Kabupaten Natuna dan Kabupaten
Kepulauan Anambas pada perbatasan Laut Cina Selatan, seperti Pulau
Anambas, Pulau Jemaja, Pulau Bunguran, Pulau Tambelan dan lain-lain.
Kondisi morfologi, ketinggian dan kemiringan lereng wilayah secara umum
menunjukkan kesamaan dengan pulau-pulau di Kabupaten Bintan,
dengan puncak tertinggi terdapat di Gunung Ranai (1.035 meter dpl).
c) Wilayah Pulau-pulau di Bagian Tenggara dari Kepulauan Lingga-Singkep
Pulau-pulau ini membentuk jajaran sesuai arah struktur utama geologi di
Kepulauan Riau berarah Barat Laut Tenggara. Kelompok pulau ini
merupakan relik morfologi tua dengan topografi berupa bukit dan gunung.
d) Kelompok Pulau Batam, Rempang, dan Galang
Gugusan pulau ini ditandai oleh bentang alam bergelombang sebagai sisa
morfologi tua paparan tepian Benua Sunda.
Ketinggian rata-rata wilayah menurut kabupaten/kota di wilayah Provinsi
Kepulauan Riau, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.7. Rata-rata Ketinggian Wilayah Provinsi Kepulauan Riau
Tinggi
Kabupaten/Kota
(mdpl)
Kota Tanjungpinang 65 m
Kabupaten Bintan 6m
Kota Batam 8m
Kabupaten Karimun 5m
Kabupaten Lingga 6m
Kabupaten Natuna 14 m
Kabupaten Kepulauan Anambas 6m
Sumber: Pusat Jaring Kontrol Geodesi & Geodinamika BIG, 2016

Provinsi Kepulauan Riau juga terdapat sebanyak 15 gunung dengan


ketinggian bervariasi, gunung tertinggi adalah Gunung Daik di Kabupaten

III-11
Lingga dengan ketinggian 1.272 m, selanjutnya Gunung Ranai setinggi 959 m
di Kabupaten Natuna, kemudian Gunung Sepincan di Kabupaten Lingga
setinggi 800 m.
Tabel 2.8. Nama Gunung dan Ketinggiannya di Provinsi Kepulauan Riau
Ketinggian
Kabupaten/Kota Gunung
(mdpl)
Bintanbesar 313
Kabupaten Bintan Bintankecil 177
Bukitbatu 98
Bidei 154
Buku 92
Dadelang 289
Lanjut 475
Lingga 1092
Kabupaten Lingga
Maninjan 111
Muncung 398
Sepincan 994
Terap 359
Tunggal 277
Sumber: RBI dan BIG

III-12
Gambar 2.6. Peta Topografi Provinsi Kepulauan Riau

III-13
Gambar 2.7. Peta Kemiringan Lereng Provinsi Kepulauan Riau

III-14
3. Klimatologi
Kondisi iklim di Provinsi Kepulauan Riau sangat dipengaruhi oleh kondisi
angin. Secara umum wilayah ini beriklim laut tropis basah. Terdapat musim
kemarau dan musim hujan yang diselingi oleh musim pancaroba. Rata-rata
curah hujan maksimum terjadi pada bulan November hingga Januari.
Tabel 2.9. Curah Hujan dan Hari Hujan di Provinsi Kepulauan Riau
2021 2019 2018
Bulan
Max Min Max Min Max Min
CH (mm) 926.6 51.6 166.2 44.6 215.1 42.9
1
HH (Hari) 22 11 17 12 16 5
CH (mm) 9.4 0.8 80.6 14.8 43.0 12.3
2
HH (Hari) 7 1 14 6 9 4
CH (mm) 271.7 42.9 120.6 4.2 154.9 4.0
3
HH (Hari) 21 10 12 2 12 3
CH (mm) 438.0 47.1 278.3 75.7 412.0 54.8
4
HH (Hari) 23 3 19 10 18 9
CH (mm) 220.3 78.6 363.8 131.3 434.7 62.9
5
HH (Hari) 20 15 26 12 23 12
CH (mm) 237.5 126.5 475.2 192.4 432.8 203.4
6
HH (Hari) 24 14 27 18 23 15
CH (mm) 279.3 70.5 439.4 196.0 194.3 30.0
7
HH (Hari) 15 10 24 20 14 6
CH (mm) 660.2 229.3 259.0 106.2 203.2 43.9
8
HH (Hari) 26 20 20 9 16 2
CH (mm) 392.7 209.0 571.3 293.3 121.0 22.6
9
HH (Hari) 21 13 26 20 9 4
CH (mm) 289.8 172.0 288.3 177.6 325.0 34.0
10
HH (Hari) 19 10 23 18 25 13
CH (mm) 405.2 228.8 516.8 228.8 296.5 109.8
11
HH (Hari) 27 15 27 18 19 13
CH (mm) 450.7 101.1 490.3 108.1 575.5 147.1
12
HH (Hari) 21 15 22 15 23 13
Sumber: BPS Kepulauan Riau, 2022

Suhu udara rata di Provinsi Kepulauan Riau relatif sama disetiap bulannya
yaitu 25.93 – 27.17 0C. Sementara suhu udara maksimum mencapai 34.80 0C
dan minimum 19.80 0C.
Tabel 2.10. Suhu Udara di Provinsi Kepulauan Riau
2021 2020 2020
Bulan Max Min Rerata Max Min Rerata Max Min Rerata
0
C
Januari 32.8 26.7 22.8 32.8 22.6 28.2 34.6 24.0 28.3
Februari 33.6 27.9 21.5 33.4 22.8 28.6 33.8 22.8 28.7
Maret 33.6 28.4 23.2 34.6 23.2 29.3 33.8 22.0 29.0
April 34.5 28.0 22.4 34.5 23.6 29.0 34.2 22.0 28.6
Mei 34.8 28.3 23.4 34.2 23.2 28.6 34.7 20.8 28.1
Juni 34.2 27.8 22.8 33.6 21.8 27.8 33.4 23.2 27.6
Juli 34.8 28.0 22.8 33.5 23.2 27.5 33.0 23.0 27.9
Agustus 34.2 27.0 22.4 33.4 23.0 27.6 33.2 21.9 28.1

III-15
2021 2020 2020
Bulan Max Min Rerata Max Min Rerata Max Min Rerata
0
C
September 33.3 27.5 22.6 33.0 21.6 26.9 32.9 21.6 28.3
Oktober 34.2 28.1 22.8 34.7 22.2 27.6 33.2 24.0 28.0
November 33.3 27.5 23.4 32.9 22.6 27.6 34.5 22.4 28.0
Desember 24.2 27.8 24.1 33.0 22.8 27.9 32.6 19.8 27.5
Sumber: BPS Kepulauan Riau, 2022

III-16
Gambar 2.8. Peta Curah Hujan Provinsi Kepulauan Riau

III-17
4. Hidrologi
Kondisi hidrologi di Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat dari dua jenis, yaitu
air permukaan dan air bawah tanah (hidrogeologi). Untuk memenuhi
kebutuhan air bersih, diperoleh dari air permukaan alami berupa air sungai,
mata air/air terjun, dan air permukaan buatan seperti kolong, waduk, dan
embung. Istilah kolong di Kepulauan Riau pada dasarnya adalah kolam bekas
tambang bauksit, timah, dan pasir yang terbentuk akibat eksploitasi yang
digunakan sebagai sumber air bersih. Kolong terdapat pada tiga
kabupaten/kota yang ada di Kepulauan Riau, yaitu Kabupaten Karimun,
Kabupaten Bintan dan Kabupten Lingga.
Wilayah Sungai (WS) Kepulauan Riau ditetapkan berdasarkan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2015
tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai. WS Kepulauan Riau
mencakup 2.025 pulau pembentuk Provinsi Kepulauan Riau meliputi
Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kabupaten Lingga,
Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, Kota Batam dan Kota Tanjungpinang.
WS Kepulauan Riau terdiri dari 117 Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagaimana
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.11. DAS di WS Kepulauan Riau
Luas Luas Luas
No. Nama DAS No. Nama DAS No. Nama DAS
(Km²) (Km²) (Km²)
DAS Abang
1. 0,29 41. DAS Jelutung 0,43 81. DAS Posik 0,44
Besar
DAS Kampung
2. DAS Air Abu 0,49 42. 1,57 82. DAS Rapit 0,17
Hilir
3. DAS Air Asuk 0,08 43. DAS Kangka 0,49 83. DAS Resun 0,18
4. DAS Air Merah 0,27 44. DAS Karimun 1,36 84. DAS Sanglar 0,18
5. DAS Alai 0,33 45. DAS Katubi 1,02 85. DAS Sawang 1,03
DAS
6. DAS Anggus 0,89 46. DAS Kelarik 0,39 86. 1,71
Sebangka
DAS Kelarik
7. DAS Ara 0,42 47. 0,67 87. DAS Sebesi 0,47
Hulu
DAS
8. DAS Awak 0,28 48. DAS Kerasing 1,89 88. 4,04
Segeram
9. DAS Bajau 0,25 49. DAS Ketam 0,73 89. DAS Sekarim 0,23
10. DAS Balo 0,34 50. DAS Durai 0,2 90. DAS Selamak 0,6
11. DAS Batang 0,18 51. DAS Durian 0,24 91. DAS Selapan 0,55
12. DAS Batu Belah 0,51 52. DAS Kredong 0,5 92. DAS Selor 0,07
DAS
13. DAS Bela 0,57 53. DAS Kumbang 0,57 93. 0,43
Sembulang
DAS
14. DAS Benuwa 0,21 54. DAS Ladan 0,21 94. 0,1
Sendanau
15. DAS Bidai 0,34 55. DAS Ladi 0,49 95. DAS Serasan 0,69
DAS Seraya
16. DAS Binjai 6,57 56. DAS Lagong 0,21 96. 0,16
Cundung
17. DAS Bintan 1,79 57. DAS Langkap 0,21 97. DAS Sergong 0,9
18. DAS Bukit Jodoh 0,51 58. DAS Lebuh 0,1 98. DAS Siantan 0,1
19. DAS Buluh 0,41 59. DAS Lieng 0,35 99. DAS Sopor 0,04
DAS Bunguran
20. 0,77 60. DAS Logo 1,87 100. DAS Sugi 0,98
Timur
21. DAS Buru 0,2 61. DAS Mamut 1,43 101. DAS Sumpai 2,27

III-18
Luas Luas Luas
No. Nama DAS No. Nama DAS No. Nama DAS
(Km²) (Km²) (Km²)
DAS
22. DAS Canot 0,78 62. DAS Mapor 0,29 102. Tambang 0,32
Besar
DAS
23. DAS Cikolek 1,78 63. DAS Maroktua 1,5 103. 0,02
Tambelan
24. DAS Cinak 1,04 64. DAS Matak 0,86 104. DAS Telaga 0,18
DAS Cinak
25. 0,6 65. DAS Medang 0,36 105. DAS Telok 0,62
Besar
DAS Teluk
26. DAS Combol 0,59 66. DAS Mentuda 0,21 106. 0,39
Radang
27. DAS Dabo 0,44 67. DAS Midai 0,27 107. DAS Tembok 0,58
28. DAS Dompak 1,33 68. DAS Moro 0,23 108. DAS Temiang 0,86
29. DAS Duara 0,65 69. DAS Mubur 0,41 109. DAS Terong 0,32
30. DAS Durai 0,2 70. DAS Musal 0,27 110. DAS Terong 0,01
31. DAS Durian 0,24 71. DAS Nongsa 0,75 111. DAS Tiban 0,75
32. DAS Durslin 0,97 72. DAS Nyamuk 0,14 112. DAS Tiga 2,06
33. DAS Ekang 0,48 73. DAS Panai 2,34 113. DAS Tjempah 0,32
34. DAS Gading 1,16 74. DAS Papan 0,53 114. DAS Tjitim 0,25
35. DAS Galang 0,87 75. DAS Pauh 0,06 115. DAS Ungar 0,58
DAS Galang
36. 0,33 76. DAS Penatu 0,72 116. DAS Urung 0,48
Baru
37. DAS Gata 0,65 77. DAS Pengibu 0,01 117. DAS Wampu 1,06
38. DAS Gemuruh 0,25 78. DAS Pengok 0,57
39. DAS Hulu 0,73 79. DAS Penuba 0,43
40. DAS Jang 0,38 80. DAS Pesung 0,50
Sumber: Hasil Analisis Berdasarkan Permen PUPR Nomor 04/PRT/M/2015

Sumber: Lampiran Permen PUPR Nomor 04/PRT/M/2015

Gambar 2.9. Peta Wilayah Sungai Provinsi Kepulauan Riau

III-19
Gambar 2.10. Peta Daerah Aliran Sungai Provinsi Kepulauan Riau

III-20
5. Hidrogeologi
Berdasarkan Peta Hidrogeologi, litologi aquifer di Kepulauan Riau terdiri dari
litologi batuan beku, batuan malihan dan batuan sedimen. Sementara
produktifitas aquifer, Provinsi Kepulauan Riau mempunyai produktifitas
aquifer yang beragam terdiri dari: produktifitas langka, produktifitas sedang,
produktifitas kecil sangat berarti, produktifitas dengan penyebaran luas, dan
produktifitas kecil setempat berarti.
Tabel 2.12. Produktivitas Aquifer Wilayah di Kepulauan Riau
Kabupaten/
No. Produktivitas Sistem Aquifer Keterusan Debit
Kota
Kecil sangat
Celah/sarang Rendah 0 - 1 ltr/dtk
berarti
1. Bintan
Ruang antar
Sedang Rendah <5 ltr/dtk
butir
Ruang antar
Penyebaran luas Sedang 5 - 10 ltr/dtk
2. Karimun butir
Langka Celah/sarang Rendah 0 - 1 ltr/dtk
Kecil sangat
Celah/sarang Rendah 0 - 1 ltr/dtk
berarti
3. Natuna
Ruang antar
Sedang Rendah <5 ltr/dtk
butir
Ruang antar
Sedang Rendah <5 ltr/dtk
4. Lingga butir
Langka Celah/sarang Rendah 0 - 1 ltr/dtk
Kepulauan
5. Langka Celah/sarang Rendah 0 - 1 ltr/dtk
Anambas
Kecil sangat
Celah/sarang Rendah 0 - 1 ltr/dtk
berarti
6. Batam
Ruang antar
Sedang Rendah <5 ltr/dtk
butir
Kecil sangat
7. Tanjungpinang Celah/sarang Rendah 0 - 1 ltr/dtk
berarti
Sumber: Geoportal.esdm.go.id

Ketersediaan air tanah di wilayah Provinsi Kepulauan Riau berada pada


tingkat ketersediaan air kurang hingga sangat cukup. Tingkat Ketersediaan Air
Tanah (KAT) dihitung berdasarkan neraca air lahan tanaman, yang
merupakan pengurangan curah hujan dan evapotranspirasi, sehingga
diperoleh ketersediaan air tanah. Dengan memperhatikan sifat fisik dan
kemampuan jelajah akar tanaman diperoleh tingkat ketersediaan air tanah
dengan kriteria sebagai berikut:
- Cukup: Jika berada pada tingkat Kapasitas Lapang (KL);
- Sedang: Jika berada pada tingkat antara Kapasitas Lapang (KL) dan Titik
Layu Permanen (TLP); dan

III-21
- Kurang: Jika berada pada tingkat kurang dari Titik Layu Permanen (TLP)
yang menandakan tanaman dalam kondisi kekeringan.
- Kapasitas Lapang (KL) ialah kondisi tanah yang jenuh air dan disebut
sebagai batas atas dari ketersediaan air bagi tanaman.
- Titik Layu Permanen (TLP) ialah batas bawah dari ketersediaan air bagi
tanaman.
Tabel 2.13. Tingkat Ketersediaan Air Tanah Provinsi Kepulauan Riau
Tingkat
Ketersediaan Kabupaten/ Kota Kecamatan
Air Tanah
Sangat kurang - -
Kurang Karimun Buru, Moro
Karimun Karimun, Buru, Belat, Moro
Teluk Sebong, Tanjungpinang Kota,
Sedang Tanjungpinang / Bintan
Tanjugpinang Barat, Bukit Bestar
Natuna Bunguran Tengah
Meral Barat, Tebing, Meral, Karimun,
Karimun Belat, Kundur Utara, Kundur Barat,
Kundur, Ungar, Durai, Moro
Batam Galang
Bintan Utara, Teluk Sebong, Seri Kuala
Cukup
Lobam, Teluk Bintan, Gunung Kijang,
Tanjungpinang / Bintan
Tanjungpinang Kota, Tanjungpinang
Timur, Bukit Bestari
Sebagian Bunguran Tengah, Bunguran
Natuna
Batubi
Karimun Belat, Kundur Utara
Belakang Padang, Bulang, Sagulung,
Batam Batu Aju, Sei Bedung, Batam Kota,
Lubuk Baja, Bengkong, Nongsa, Bulang
Teluk Sebong, Seri Kuala Lobam, Teluk
Bintan, Toapaya, Gunung Kijang,
Tanjungpinang / Bintan
Tanjungpinang Timur, Bintan Timur,
Bintan Pesisir, Mantang, Tambelan
Katang Bidare, Bakung Serumpun,
Temiang Pesisir, Senayang, Lingga,
Sangat Cukup
Lingga Lingga Utara, Lingga Timur, Selayar,
Kep. Posek, Singkep, Singkep Selatan,
Singkep Barat, Singkep Pesisir
Jemaja, Jemaja Timur, Siantan, Siantan
Anambas Selatan, Siantan Timur, Siantan
Tengah, Palmatak
Bunguran Utara, Bunguran Timur Laut,
Bunguran Barat, Bunguran Timur,
Natuna
Bunguran Selatan, Pulau Tiga, Pulau
Laut, Midai, Suak Midai, Subi, Serasan
Sumber: Buletin Klimatologi Kepulauan Riau – Edisi 7, BMKG Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam, Januari 2021

III-22
Sumber: Buletin Klimatologi Kepulauan Riau – Edisi 7, BMKG Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam, Januari 2021
Gambar 2.11. Peta Analisis Ketersediaan Air Tanah Provinsi Kepulauan
Riau
6. Penutupan Lahan
Penggunaan lahan pada Provinsi Kepulauan Riau bervariasi, penggunaan
lahan didominasi oleh tanaman semusim lahan kering dan semak belukar
yang memiliki luas masing-masing sekitar 170 ha.
Tabel 2.14. Penggunaan Lahan Provinsi Kepulauan Riau
Luas (Ha)
Penggunaan Lahan Kep. Tanjung
Bintan Karimun Lingga Natuna Batam Total
Anambas Pinang
Bangunan
permukiman/ 6.713,58 3.736,95 713,60 2.337,54 2.909,36 19.893,41 5.122,73 41.427,19
campuran
Bangunan bukan
47,35 54,05 89,71 39,26 293,14 694,75 148,43 1.366,70
permukiman
Danau/telaga alami 453,46 395,09 - 785,59 63,31 172,63 36,14 1.906,22
Hamparan pasir
- - - 41,53 13,26 8,09 - 62,88
pantai
Hutan lahan kering 8.290,82 4.422,65 31.170,80 76.263,15 64.223,28 6.748,95 64,25 19.1183,91
Hutan mangrove 10.216,45 12.349,17 668,70 15.615,53 3.114,59 18.503,33 1.771,55 62.239,32
Hutan rawa/gambut 249,34 1.220,14 129,78 3.400,70 13.241,96 79,41 0,39 18.321,72
Hutan tanaman - - 0,00 - - - - 0,00
Kolam air tawar 130,37 10,82 - - - 20,29 - 161,48
Lahan terbuka alami
5.722,30 1.817,01 6.067,84 6.844,19 22.535,60 1.225,80 1.827,08 46.039,83
lain
Lahan terbuka
7.419,32 2.760,96 - 14.574,64 2,70 7.526,30 441,98 32.725,90
diusahakan
Perkebunan tanaman
11.896,76 3.846,49 - 4.589,82 4.455,95 115,55 27,89 24.932,46
semusim
Rawa pesisir 335,74 - - 162,43 11.905,04 86,42 - 12.489,63
Sabana 65,68 - - - - 421,75 - 487,44
Semak dan belukar 16.707,23 15.269,10 14.394,86 69.033,78 37.699,80 16.780,93 1.755,57 171.641,28
Sungai 583,17 126,94 1,95 897,75 888,44 121,98 482,69 3.102,92
Tambak 174,89 62,71 - 21,74 - 305,58 12,83 577,76
Tanaman semusim
35.052,01 201,25 104,07 557,51 643,13 - 2.192,83 38.750,79
lahan basah
Tanaman semusim
27.763,58 47.033,07 9.280,58 26.313,52 35.027,89 27.115,25 1.166,74 173.700,64
lahan kering

III-23
Luas (Ha)
Penggunaan Lahan Kep. Tanjung
Bintan Karimun Lingga Natuna Batam Total
Anambas Pinang
Waduk dan danau
- - 30,62 - 832,45 3.738,30 - 4.601,38
buatan
Total 131.822,06 93.306,39 62.652,52 221.478,69 197.849,93 103.558,74 15.051,11 825.719,43
Sumber: Laporan Fakta dan Analisis RTRW Kepulauan Riau, 2022

Pada kawasan hutan di Provinsi Kepulauan Riau, didominasi oleh hutan


produksi terbatas dengan luas 117.291,74 ha, lalu diikuti oleh hutan lindung
dengan luas 96.337,02 ha. Namun terdapat fungsi kawasan hutan yang belum
terdefinisi dengan luas 1.066,69 ha.
Tabel 2.15. Kawasan Hutan Provinsi Kepulauan Riau
Fungsi Kawasan (Ha)
Hutan
Kab./ Hutan Hutan Hutan Suaka Areal
Hutan Taman Belum
Kota Produksi Produksi Produksi Alam dan Laut - Air Penggunaan Total
Lindung Buru terdefinisi
Konversi Terbatas Tetap Wisata Lain
Darat
Bintan 19.437,52 4.905,96 6.275,66 18.219,26 1.147,10 830,08 - 80.918,27 89,42 131.823,28
Karimun 8.376,74 1.990,30 15.819,33 4.425,45 - 338,03 - 62.356,09 0,45 93.306,39
Kep.
3.638,75 911,97 1.259,43 17.425,04 - - - 39.240,93 176,39 62.652,52
Anambas
Lingga 31.955,83 11.123,50 49.213,83 17.188,85 - 761,50 - 111.069,87 165,31 221.478,69
Natuna 12.165,80 50.902,85 34.011,97 15.256,58 - 942,91 - 84.166,77 401,82 197.848,71
Batam 20.412,33 11.468,72 9.172,89 2.357,83 902,07 3.504,02 2.643,94 52.863,65 233,30 103.558,74
Tanjung
350,06 1,01 1.538,63 116,69 36,22 399,24 - 12.609,25 - 15.051,11
pinang
Total 96.337,02 81.304,31 117.291,74 74.989,71 2.085,40 6.775,78 2.643,94 443.224,84 1.066,69 825.719,43
Sumber: Laporan Fakta dan Analisis RTRW Kepulauan Riau, 2022

Berdasarkan data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN tahun 2019
menunjukan, kelas penggunaan lahan terbesar di Kepulauan Riau yaitu Hutan
dengan luasan sekitar 308.100,05 hektar dan kelas penggunaan lahan
dengan luasan terkecil yaitu persawahan hanya sekitar 22,41 hektar.
Kemudian intensitas pemanfaatan lahan terbangun di Kepulauan Riau
meliputi kelas penggunaan lahan permukiman dan industri dengan luas total
sekitar 41.576,26 hektar atau sekitar 5% dari total luas wilayah Provinsi
Kepulauan Riau. Sedangkan luas kawasan non terbangun yaitu sekitar 95%
dari luas total wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang meliputi kelas
penggunaan lahan hutan, kebun padang, perairan darat, perkebunan,
persawahan, pertambangan, pertanian tanah semusim, danau/situ/sungai
dan tanah terbuka. Lebih jelasnya dapat dilihat di tabel berikut.
Tabel 2.16. Penggunaan Lahan Tahun 2019 dan Intensitas Pemanfaatan
Lahan di Provinsi Kepulauan Riau
Luas Kelas Persentase
Kelas Penggunaan Lahan Luas (Ha)
(ha) Intensitas (%)
Permukiman 36.051,87
Terbangun 41.576,26 5%
Industri 5.524,40
Hutan 308.100,05
Kebun 123.400,06
Padang 227.057,07
Perairan Darat 11.764,48
Perkebunan 17.171,32 Non
786.104,24 95%
Persawahan 22,41 Terbangun
Pertambangan 9.891,52
Pertanian Tanah Kering Semusim 53.846,75
Sungai/Danau/Situ 3.801,11
Tanah Terbuka 31.049,47
Luas Total 827.680,51 - 827.680,51 100%
Sumber: Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, 2020

III-24
Gambar 2.12. Peta Penggunaan Lahan di Provinsi Kepulauan Riau

III-25
Berdasarakan data time series penutupan lahan skala 1:250.000 Direktorat
Inventarisasi Pemantauan Sumberdaya Hutan KLHK 1996-2020, perubahan
tutupan lahan di Provinsi Kepulauan Riau dalam rentang waktu tersebut yaitu
sekitar 9.482 hektar. Perubahan tutupan lahan terbesar adalah semak
belukar, pertanian lahan kering campur semak/kebun campuran dan tanah
terbuka. Rincian tutupan lahan sebagai berikut:
Tabel 2.17. Penggunaan Lahan di Kepulauan Riau Tahun 1996-2020
Tutupan Lahan 1996 2020
Hutan lahan kering primer 1,739.00 6,905.00
Hutan lahan kering sekunder 09,123.00 187,789.00
Hutan Mangrove Primer 13,686.00 8,519.00
Hutan Rawa Primer 4,170.00 2,749.00
Hutan Tanaman 1,304.00 -
Semak Belukar 37,844.00 155,435.00
Perkebunan/Kebun 8,644.00 24,437.00
Permukiman/Lahan terbangun 18,359.00 40,430.00
Tanah Terbuka 18,068.00 45,136.00
Savana 567.00 493.00
Air 6,190.00 7,818.00
Hutan Mangrove Sekunder 53,185.00 52,770.00
Hutan Rawa Sekunder 29,033.00 27,025.00
Pertanian Lahan Kering 43,845.00 58,566.00
Pertanian lahan kering campur semak/kebun campur 16,302.00 152,205.00
Sawah 24.00 104.00
Tambak 64.00 560.00
Bandara/Pelabuhan 1,127.00 1,467.00
Pertambangan 5,505.00 13,977.00
Rawa 9,014.00 10,890.00
Total 787,793.00 97,275.00
Sumber: KLHK, 2022

7. Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup


a. Daya Dukung dan Daya Tampung Air
Daya dukung air adalah perbandingan antara ketersediaan dan
kebutuhan air di suatu wilayah. Analisis daya dukung air dilakukan
untuk mengetahui apakah daya dukung air suatu wilayah dalam
keadaan belum terlampaui atau terlampaui. Daya Dukung dan Daya
Tampung air dihitung berdasarkan koefisien limpasan dan kebutuhan
air berdasarkan sebaran penduduk yang dilihat dari penggunaan lahan.
Tabel 2.18. Ketersediaan Air Provinsi Kepulauan Riau
Kabupaten/Kota Ketersediaan Air
Bintan 44.037.424.258,29
Karimun 15.870.352.694,85
Kepulauan Anambas 7.838.392.332,76

III-26
Kabupaten/Kota Ketersediaan Air
Lingga 60.999.927.487,81
Natuna 34.687.565.823,90
Batam 36.524.529.328,06
Tanjungpinang 7.447.135.562,90
Total 242.697.906.610,17
Sumber: Laporan Rencana RTRW Kepulauan Riau, 2022

Tabel 2.19. Kebutuhan Air Provinsi Kepulauan Riau


Kabupaten/Kota Kebutuhan Air
Bintan 299.504.000,00
Karimun 439.331.200,00
Kepulauan Anambas 81.123.200,00
Lingga 188.070.400,00
Natuna 131.475.200,00
Batam 2.428.912.000,00
Tanjungpinang 374.444.800,00
Total 4.391.432.000,00
Sumber: Laporan Renana RTRW Kepulauan Riau, 2022

Dari hasil perhitungan ketersediaan dan kebutuhan air maka dapat


dilihat kondisi daya dukung air seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.20. Daya Dukung Air Provinsi Kepulauan Riau
Kabupaten/Kota Daya Dukung Air
Bintan 43.737.920.656,23
Karimun 15.431.021.069,03
Kepulauan Anambas 7.757.268.929,50
Lingga 60.811.862.087,51
Natuna 34.556.090.824,42
Batam 34.095.610.719,59
Tanjungpinang 7.072.689.361,10
Total 238.306.471.149,99
Sumber: Laporan Rencana RTRW Kepulauan Riau, 2022

Berdasarkan Daya Dukung dan Daya Tampung Air Nasional tahun


2019, ketersediaan air di Provinsi Kepulauan Riau sekitar
4.893.824.629,30 m3/tahun dan kebutuhan air sekitar
3/
1.279.585.794,87 m tahun. Wilayah belum terlampaui sekitar
562.272,11 hektar (92,42% dari luas wilayah provinsi) dan wilayah
terlampaui sekitar 47.309,60 hektar (7,76% dari luas wilayah provinsi).

III-27
Gambar 2.13. Peta D3TLH Air Nasional Provinsi Kepulauan Riau

III-28
b. Daya Dukung dan Daya Tampung Pangan
Ekosistem memberikan manfaat penyediaan bahan pangan yaitu
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati (tanaman dan hewan)
dan air (ikan), baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia. Jenis-jenis pangan di Indonesia sangat bervariasi
diantaranya seperti beras, jagung, ketela, gandum, sagu, segala
macam buah, ikan, daging, telur dan sebagainya. Penyediaan pangan
oleh ekosistem dapat berasal dari hasil pertanian dan perkebunan,
hasil pangan peternakan, hasil laut dan termasuk pangan dari hutan.
Tabel 2.21. Daya Dukung Pangan Kabupaten/Kota di Provinsi
Kepulauan Riau
TP (Ambang S (Status
Kabupaten/ Jumlah
Batas; Ambang; Keterangan
Kota Penduduk
Kapita) Kapita)
Bintan 187.190,00 2.230,20 -184.959,80 Terlampaui
Karimun 274.582,00 0,00 -274.582,00 Terlampaui
Kepulauan
50.702,00 0,00 -50.702,00 Terlampaui
Anambas
Lingga 117.544,00 0,00 -117.544,00 Terlampaui
Natuna 82.172,00 0,00 -82.172,00 Terlampaui
Batam 1.518.070,00 0,00 -1.518.070,00 Terlampaui
Tanjungpinang 234.028,00 28,78 -233.999,22 Terlampaui
Total 2.744.645,00 2.287,76 -2.742.357,24 Terlampaui
Sumber: Laporan Rencana RTRW Kepulauan Riau, 2022

III-29
Gambar 2.14. Peta D3TLH Pangan Provinsi Kepulauan Riau

III-30
8. Jasa Ekosistem
Jasa ekosistem atau jasa lingkungan dapat digunakan untuk menganalisis
kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di suatu
wilayah. Jasa ekosistem merupakan turunan dari fungsi ekosistem, yaitu
kapasitas dari proses alam dan komponen penyedia barang dan jasa
untuk memenuhi keperluan manusia secara langsung maupun tidak
langsung (de Groot, 1992). Jasa ekosistem terbentuk apabila fungsi
ekosistem dapat memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup manusia,
yaitu barang atau jasa yang disediakan oleh ekosistem untuk
keberlangsungan hidup manusia (Millennium Ecosystem Assessment,
2005).
Berdasarkan Millenium Ecosystem Assessment (2005), terdapat empat
kategori jasa ekosistem, yaitu penyedia, pengaturan, pendukung, dan
kultural. Jasa penyedia berkaitan dengan produk yang dihasilkan oleh
ekosistem dan langsung dapat digunakan oleh manusia. Jasa pengaturan
diperoleh langsung dari hasil pengaturan proses ekosistem. Sementara
jasa pendukung merupakan jasa yang mendukung jasa ekosistem
lainnya. Jasa kultural adalah jasa ekosistem yang berkaitan dengan
manfaat berupa non-materi, seperti estetika, rekreasi, serta edukasi dan
budaya. Masing-masing jasa ekosistem tersebut di bagi menjadi lima
kelas yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.

Tabel 2.22. Distribusi Luas Kelas Jasa Ekosistem di Provinsi Kepri


Luas Kelas (ha)
Jasa
No. Sangat Sangat
Ekosistem Rendah Sedang Tinggi
Rendah Tinggi
1. Jasa Ekosistem Penyedia
JE Penyediaan
387,829.04 266,925.39 122,886.36 47,331.44 747.20
Pangan
JE Penyediaan
29,797.94 100,331.00 1,816.78
Air Bersih 420,152.97 273,620.73
Je Penyediaan
72,463.43 291,692.37 461,563.64 - -
Serat
Je Penyediaan
335,412.78 351,692.45 136,797.42 61.31 1,753.47
Energi
Je Penyediaan
Sumberdaya 39,136.15 388,206.14 130,931.24 163,065.48 104,380.42
Genetik
2. Jasa Ekosistem Pengaturan
JE Pengaturan
121,619.80 432,354.69 171,413.94 100,331.00 -
Iklim
JE Tata Aliran
Air dan
38,710.91 392,208.21 264,464.86 16,017.77 114,317.68
Pengendali
Banjir
JE Pencegahan
dan
Perlindungan 89,245.11 345,890.93 271,289.91 1,816.78 117,476.71
dari Bencana
Alam

III-31
Luas Kelas (ha)
Jasa
No. Sangat Sangat
Ekosistem Rendah Sedang Tinggi
Rendah Tinggi
JE Pemurnian
88,896.60 455,817.01 277,902.91 3,102.92 -
Air
JE Pengolahan
dan Penguraian 88,757.67 428,852.95 277,241.29 12,768.12 18,099.41
Limbah
JE
Pemeliharaan 95,447.75 340,551.36 255,882.63 16,360.99 117,476.71
Kualitas Udara
JE
Penyerbukan
101,373.63 335,579.18 271,289.91 17,145.70 100,331.00
Alami
(Pollination)
JE
Pengendalian
95,447.75 340,551.36 255,882.63 16,360.99 117,476.71
Hama dan
Penyakit
3. Jasa Ekosistem Budaya
JE Tempat
Tinggal dan 351,321.61 245,902.03 224,838.06 3,657.73 -
Ruang Hidup
JE Rekreasi
311,916.31 106,197.20 407,605.92 - -
dan Ekoturism
JE Estetika
139,525.89 423,233.97 262,959.57 - -
Alam
4. Jasa Ekosistem Pendukung
JE
Pembentukan
Lapisan Tanah
95,662.71 415,720.08 191,656.78 22,348.85 100,331.00
dan
Pemeliharaan
Kesuburan
JE Siklus Hara
89,182.92 351,252.73 265,990.30 14,913.07 104,380.42
(Nutrient Cycle)
JE Produksi
92,840.65 342,645.02 272,693.75 13,159.60 104,380.42
Primer
JE
121,619.80 426,482.48 82,383.83 195,233.33 -
Biodiversitas

Jasa ekosistem penyedia di Kepulauan Riau untuk pangan, air bersih, dan
energi dominan berada pada kelas sangat rendah dengan prosentase
masing-masing sekitar 46,97%, 50,88% dan 40,62%. Kemudian penyedia
sumberdaya genetik dominan pada kelas rendah sekitar 47,01% dan
penyedia serat dominan pada kelas sedang sekitar 55,90%.
Jasa ekosistem pengaturan masing-masing dominan berada pada kelas
sedang dengan prosentase pengaturan iklim sekitar 52,36%, tata aliran
air dan pengendali banjir sekitar 47,50%, pencegahan dan perlindungan
dari bencana alam sekitar 41,89%, pemurnian air sekitar 55,20%,
pengolahan dan penguraian limbah 51,94%, pemeliharaan kualitas udara
sekitar 41,24%, penyerbukan alami sekitar 40,64%, pengendalian hama
dan penyakit sekitar 41,24%.
Jasa ekosistem budaya, untuk tempat tinggal dan ruang hidup dominan
berada pada kelas sangat rendah sekitar 42,55%, estetika alam dominan

III-32
kelas rendah sekitar 51,26%, rekreasi dan ekotorism dominan kelas
sedang sekitar 49,36%.

Gambar 2.15. Prosentase Luas Kelas Jasa Ekosistem Penyedia

Gambar 2.16. Prosentase Luas Kelas Jasa Ekosistem Pengaturan

III-33
Gambar 2.17. Prosentase Luas Kelas Jasa Ekosistem Budaya

Gambar 2.18. Prosentase Luas Kelas Jasa Ekosistem Pendukung

9. Ekosistem Pesisir
a. Ekosistem Mangrove
Luas ekosistem mangrove di wilayah pesisir Provinsi Kepulauan Riau
adalah 79.228,91 hektar. Jenis mangrove yang dominan di Provinsi
Kepulauan Riau terdiri atas: Avicennia Alba, Bruguiera Gymnorrhiza,
Xylocarpus Granatum, Rhizopora Apiculata, Rhizopora Mucronata,
Sonneratia Alba, Scyohiphora Hydrophyllaceae, Lumnitzera Littorea,
Acrostichum Aureum, Avicennia Lanata, Bruguiera Parviflora, Hibiscus
Tiliaceus, Melastoma Candidum, Scaevola Taccada, Ceriops Tagal,
Rhizopora Stylosa, Lumnitzera Racemosa, Clerodendrum Inerme,
Sesuvium Portulacastrum, Achantus Ilicifoilius, Pandanus Tectorius,
Excoecaria Agallocha, Sonneratia Ovata, Morinda Citrifolia,
Stachytarpeta Jamaicensis, dan terminalia Catappa.

III-34
Tabel 2.23. Luas Ekosistem Mangrove di Provinsi Kepulauan Riau
Luas Prosentase
Kabupaten/Kota
(Ha) Kerapatan
Rapat 70,7%
Kota Tanjungpinang 2.008,96 Sedang 1,9%
Jarang 27,4%
Rapat 75,9%
Kabupaten Bintan 8.327,19 Sedang 4,6%
Jarang 19,4%
Rapat 81,3%
Kota Batam 20.698,14 Sedang 17,3%
Jarang 1,4%
Rapat 36,3%
Kabupaten Karimun 14.875,11 Sedang 49,4%
Jarang 14,4%
Rapat 80,9%
Kabupaten Lingga 16.480,19
Jarang 19,1%
Kabupaten Natuna 16.480,19 n/a
Kabupaten Kepulauan Anambas 359,14 n/a
Sumber: KLHS RZWP3K Provinsi Kepulauan Riau

Kawasan mangrove di Kepulauan Riau khususnya Kota Batam dan


Kota Tanjungpinang mengalami penyusutan karena alih fungsi lahan,
penimbunan untuk kepentingan wisata, penambangan pasir, dan
penebangan usaha arang.

III-35
Gambar 2.19. Peta Sebaran Ekosistem Mangrove di Provinsi Kepri

III-36
b. Ekosistem Lamun
Luas padang lamun di perairan laut Provinsi Kepulauan Riau sekitar
38.116,14 hektar, dengan rincian di Kabupaten Bintan 1.897,74 hektar
(kondisi sehat), Kabupaten Natuna 468,44 hektar, Kabupaten Lingga
5.815,57 hektar (kondisi miskin-kurang sehat), Kota Batam 29.673,20
hektar (kondisi kurang sehat), dan Kota Tanjungpinang 261,18 hektar
(kondisi sehat). Jenis-jenis lamun yang hidup di perairan Kepulauan
Riau yaitu: Enhalus acoroides, Cymodocea Rotundata, Cymodocea
Serullata, Halodule Pinilofolia, Halodule Uninervis, Halophila Ovalis.
Halophila Spinoulosa, Syringodium Isoetifolium, Thalassia Hempricii
dan Thalassodendron Ciliatum.
Kabupaten Bintan dan Pulau Bintan adalah salah satu daerah di
Indonesia yang ditunjuk sebagai daerah konservasi padang lamun.
Perairan yang sudah ditetapkan sebagai zonasi konservasi di
Kabupaten Bintan adalah perairan Teluk Bakau, Tanjung Berakit,
Mapur dan Tambelan. Area terbesar padang lamun berada di kawasan
pesisir timur Pulau Bintan dan Pulau Mapur. Untuk mendukung
program konservasi tersebut, pemerintah Kabupaten Bintan telah
menetapkan beberapa daerah di Pulau Bintan sebagai daerah
perlindungan padang lamun, diantaranya Teluk Bakau, Desa Malang
Rapat, Telok Sebong dan Tanjung Berakit.

III-37
Gambar 2.20. Peta Sebaran Ekosistem Padang Lamun di Provinsi
Kepulauan Riau

III-38
c. Ekosistem Terumbu Karang
Luas terumbu karang di Provinsi Kepulauan Riau adalah 132.985,99
hektar, dengan rincian di Kabupaten Karimun 427.68 hektar,
Kabupaten Bintan 1.168,53 hektar, Kabupaten Natuna 55.526,89
hektar, Kabupaten Lingga 42.476,33 hektar, Kabupaten Kepulauan
Anambas 12.508,04 hektar, Kota Batam 20.756,39 hektar, dan Kota
Tanjungpinang 122,13 hektar.
Kondisi terumbu karang di Provinsi Kepulauan Riau bervariasi dari
kondisi buruk, sedang, baik, dan sangat baik. Terumbu karang yang
berkondisi buruk tersebar di perairan P. Karimum Besar dan P.
Karimum Kecil, P. Durian, P. Durian Kecil, dan pulau-pulau kecil di P.
Sugi Atas dan P. Combol Kabupaten Karimun; sebagian pesisir dan
pulau-pulau kecil di Kota Tanjungpinang, dan sebagian besar pesisir P.
Bintan, Kabupaten Bintan; sebagian pesisir P. Senayang dan P. Lingga
Kabupaten Lingga. Terumbu karang yang berkondisi sedang terdapat
di sebagian pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Tanjungpinang,
sebagian pesisir (bagian utara) Pulau/Kecamatan Midai, pesisir bagian
barat Kecamatan Pulau Laut, pesisir bagian barat, timur, utara P.
Natuna, pesisir bagian barat P. Beraban Kabupaten Natuna; di perairan
Palmatak dan Siantan Timur, sebagian kawasan di KKPN Anambas
Kabupaten Kepulauan Anambas; sebagian pesisir P. Senayang dan P.
Lingga, P. Buli, P. Berin, P. Bakau, P. Alut, P. Kongka Besar Kabupaten
Lingga. Terumbu karang yang berkondisi baik terdapat di bagian pesisir
(bagian utara) Pulau/Kecamatan Midai, pesisir bagian selatan P.
Beraban Kabupaten Natuna; perairan Tanjung Angkak Kecamatan
Siantan, sebagian kawasan di KKPN Anambas Kabupaten Kepulauan
Anambas, P. Kentar Kabupaten Lingga; sedangkan yang berkondisi
sangat baik terdapat di bagian selatan P. Midai, P. Samiun, P. Panjang,
pesisir bagian utara P. Serasan, pesisir bagian timur P. Subi Kabupaten
Natuna; serta Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan.
Genera karang yang dominan hidup di Kepulauan Riau adalah
Acanthastrea, Acropora, Alveopora, Astreopora, Caulastrea,
Coeloseris, Coscinaraea, Ctenactis, Cyphastrea, Diploastrea,
Echinophyllia, Echinopora, Euphyllia, Favia, Favites, Fungia, Galaxea,
Goniastrea, Goniopora, Heliofungia, Heliopora, Herpolitha,
Hydnophora, Leptastrea, Leptoria, Lithophyllon, Lobophyllia, Merulina,
Millepora, Montastrea, Montipora, Mycedium, Oulastrea, Oxypora,
Pachyseris, Pavona, Pectinia, Platygyra, Plerogyra, Pocillopora,
Podabacia, Porites, Scapophyllia, Scolymia, Stylocoeniella,
Stylophora, Symphyllia, Turbinaria Dengan Bentuk Pertumbuhan Yang
Dominan Adalah Acropora Branching, Acropora Tabulate, Acropora

III-39
Encrusting, Acropora Submassive, Acropora Digitate, Coral Branching,
Coral Massive, Coral Encrusting, Coral Submassive, Coral Foliose, dan
Coral Mushroom.
Terumbu karang di Kepulauan Riau telah dimanfaatkan sebagai fishing
ground ikan-ikan karang atau ikan demersal ekonomis penting. Selain
itu, terumbu karang juga merupakan obyek wisata bahari, khususnya
wisata bentang bawah laut, yaitu diving dan snorkeling. Di perairan
Kota Batam terdapat beberapa spot diving dan snorkeling yang
terkenal dengan pemandangan bawah lautnya, seperti Gugus P.
Abang, P. Petong, P. Hantu, P. Labung, P. Beralas Pasir, P. Rantau
Abang, P. Labun. Di Kota Tanjungpinang dive dan snorkeling spot
terdapat di Pulau Penyengat. Di Kabupaten Bintan terdapat di P. Bintan
(satu dari 10 spot diving terbaik di Indonesia), P. Mapur, Pantai Lagoi,
Pantai Trikora, Pantai Sakera, Pantai Nirwana Garden, Pantai Sebong
Pereh, Pantai Senggiling, P. Nikoi, P. Pangkil, P. Penyusuk, dan P.
Tambelan.
Kondisi kualitas ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir dan
pulau-pulai kecil Kepulauan Riau mengalami tekanan yang sangat
berat dari aktivitas destructive fishing yaitu penangkatan ikan dengan
bahan peledak. Terumbu karang slope (reef slope) yang umumnya
memiliki asosiasi ikan dengan kelimpahan yang lebih tinggi dan
berukuran besar menjadi sasaran pengeboman. Terumbu karang
dangkal (reef flat dan reef top) umumnya masih berada dalam kondisi
sedang hingga sangat baik.

III-40
Gambar 2.21. Peta Sebaran Ekosistem Terumbu Karang di Provinsi
Kepulauan Riau

III-41
10. Kondisi Kelautan
a. Karakteristik Perairan
Batimetri
Secara umum kedalaman perairan Provinsi Kepulauan Riau berada
pada kisaran 0-100 m dimana perairan yang paling dalam berada di
gugusan pulau Kabupaten Natuna. Kedalam laut di arah utara dari
perairan sekitar Natuna dan Kepulauan Anambas (Laut Cina Selatan)
rata-rata antara 100-200 m. Sementara itu perairan laut di gugus
Kepulauan Anambas kedalaman berkisar antara 0-90 m, gugus
Kepulauan Tambelan 0-80 m. Sedangkan kedalaman laut di sekitar
gugus pulau Batam, Batam, Bintan, Karimun, dan Lingga rata-rata
kedalaman perairan berkisar antara 0-70 m.

Pola dan Kecepatan Arus Pasang Surut


Pasang perairan di Provinsi Kepulauan Riau merupakan pasang surut
tipe campuran condong harian tunggal. Pola arus pasang surut di
perairan Provinsi Kepulauan Riau selama musim utara dan musim
selatan atau bertepatan dengan musim barat dan musim timur di
perairan Jawa cenderung konstan baik saat menuju pasang maupun
menuju surut. Saat menuju pasang massa air akan bergerak menuju
daratan, pada perairan di sekitar wilayah BBK (Batam, Bintan dan
Karimun) saat menuju pasang massa air bergerak dari arah barat laut,
sedangkan perairan Lingga, Natuna dan Kepulauan Anambas massa
air bergerak dari arah utara dan timur laut. Sedangkan saat menuju
surut, pola pergerakan massa air terjadi sebaliknya, saat menuju surut
massa air di perairan Provinsi Kepulauan Riau bergerak menuju laut
menjauhi pesisir dengan arah berlawanan saat kondisi menuju pasang.

Tipe dan Arah Gelombang


Gelombang di laut dibedakan menjadi beberapa macam tergantung
gaya pembangkitnya, misalnya gelombang angin (ombak), gelombang
tsunami, gelombang pasang surut dan lain-lain. Gelombang
dibangkitkan oleh angin karena adanya pengalihan energi dari angin ke
permukaan laut akibat fluktuasi tekanan udara pada permukaan air
laut. Proses pembangkitan ini terjadi pada suatu daerah yang disebut
daerah pembangkitan Gelombang (Wind wave generating area).

Substrat Dasar Laut


Data substrat dasar laut diperoleh dari hasil digitasi peta analog subtrat
dasar laut hasil publikasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi

III-42
Laut untuk zona WPP 711. Substrat dasar perairan yang seluruhnya
didominasi oleh pasir berkerikil, hanya sebagian kecil substrat dasar
yang tertutup oleh lumpur. Perairan di dekat teluk dan sungai umumnya
didominasi oleh lumpur. Faktor pengaruh tipe substrat dasar berkaitan
dengan tingkat kecerahan perairan Kota Tanjungpinang. Perairan Kota
Tanjungpinang dengan substrat pasir yang berada di laut lepas
umumnya lebih tinggi tingkat kecerahan perairannya dibandingkan
dengan perairan teluk yang didominasi oleh lumpur.

b. Bangunan Laut
Jenis bangunan laut yang berada di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil Provinsi Kepulauan Riau meliputi keramba jaring apung, bagan
dan area budidaya rumput laut, floating unit, serta rambu dan menara
suar dengan penjelasan sebagai berikut:

Keramba Jaring Apung, Keramba Jaring Tancap dan Area


Budidaya Rumput Laut
Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki laut seluas 24.121.530,00 ha
(95,79%) dan daratan seluas 1.059.511,00 ha (4,21%) menyimpan
potensi pengembangan perikanan budidaya (akuakultur) yang sangat
besar, terutama budidaya laut (marikultur) yang diperkirakan terdapat
sekitar 455.779,90 ha areal laut yang berpotensi untuk pengembangan
marikultur, yang terdiri dari 54.672,10 ha untuk marikultur pesisir
(coastal marine culture) dan 401.107,90 ha untuk marikultur lepas
pantai (offshore marine culture) yang tersebar hampir di setiap
kabupaten/kota.
Sarana budidaya perikanan air laut yang berkembang di Provinsi
kepulauan Riau antara lain Keramba Jaring Apung (KJA) dan Keramba
Jaring Tancap (KJT), sedangkan untuk budidaya rumput yang umum
digunakan berupa sistem long line. Metode budidaya dengan sistem
KJA dan KJT untuk pembesaran ikan dinilai merupakan yang paling
efisien dan efektif. Dalam sistem budidaya perikanan air laut,
penggunaan luas areal untuk pemasangan KJA/KJT maksimal 10%
dari luas potensi perairan, sehingga tidak seluruh perairan yang
berpotensi untuk budidaya dapat di tempatkan KJA, melainkan sisa
perairannya dijadikan sebagai perairan pendukung utama yang sangat
menentukan keberhasilan kegiatan budidaya tersebut.
Eksisting lokasi pemanfaatan perairan pesisir dan laut untuk kegiatan
budidaya perikanan laut di Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan
tahun 2017 sebagian besar berada di perairan gugus pulau Kota Batam

III-43
seluas 48,60 hektar, kemudian Kabupaten Natuna seluas 47,57 hektar
dan yang paling sedikit di Tanjungpinang sekitar 0,81 hektar.
Sebaran dan luas KJA dan KJT dan lokasi budidaya rumput laut di
perairan Provinsi Kepulauan Riau disajikan pada tabel berikut.
Luas KJA/KJT dan Budidaya Rumput Laut di Provinsi Kepulauan Riau
KJA dan KJT Rumput Laut
Kabupaten/Kota
Unit Luas (Ha) (Ha)
Batam 8.903 22,26 20
Bintan 1.643 4,11 -
Karimun 695 1,74 15
Natuna 3.266 8,17 47
Kep. Anambas 3.961 9,90 16
Lingga 1.021 2,55 -
Tanjungpinang 952 2,38 -
Total 20.441 51,10 98
Sumber: Statistik Budidaya Perikanan DKP Prov. Kepri 2018

Floating Unit
Floating unit merupakan infrastruktur penunjang industri minyak dan
gas bumi. Infrastruktur floating unit ini terdiri atas Floating Storage
Offloading (FSO) dan Terminal Bahan Bakar Minyak (TTU-BBM) lepas
pantai. FSO ini secara fisik menyerupai tanker dengan fungsi kegiatan
bongkar muatan dalam industri perminyakan namun diam di tempat
dan tidak untuk berlayar. FSO bisa di tempatkan sedekat mungkin
dengan areal pengeboran di lepas pantai. FSO di Kepulauan Riau
hingga saat ini melayani aktivitas migas di area blok Natuna.

c. Alur Laut
Alur Kabel dan Pipa Bawah Laut
Wilayah perairan Provinsi Kepulauan Riau banyak terdapat jalur
minyak dan gas serta kabel listrik dan telekomunikasi sebagai berikut:
Alur Kabel Dan Pipa Bawah Laut di Provinsi Kepulauan Riau
No. Lokasi Alur Kabel dan Pipa Bawah Laut
1. Perairan Kota Alur Kabel
Batam  Terdapat ±21 alur kabel bawah laut dengan status
dalam perawatan dan out of services
 Terdapat alur kabel Telkom dari darat pesisir timur Kota
Batam menuju selatan ke arah perairan timur
Kabupaten Lingga dan Selat Karimata
 Terdapat beberapa alur kabel bawah laut lainnya yang
menuju ke arah utara pesisir Kabupaten Bintan dan
Kota Batam melewati Selat Philips Negara Singapura
menuju ke arah Laut Natuna Utara, Laut Natuna Utara
, Kepulauan Tambelan, pantai barat Provinsi
Kalimantan Barat, pantai timur Negara Malaysia, Selat
Malaka dan Selat Karimata

III-44
No. Lokasi Alur Kabel dan Pipa Bawah Laut
 Terdapat alur kabel PLN yang menghubungkan antara
pesisir barat Kabupaten Bintan melewati Pulau
Ngenang dan Pulau Tanjung Sauh menuju Pulau
Dongkol Kota Batam
Alur Pipa
 Alur pipa gas transmisi open access melalui
BatuSangkar-Cerenti-Batam milik Southwest Bukit
Barisan (PT. Radyan Bukit Barisan), South CPP
(Ranhill Pamai Energi), Lirik II (PT. Karya Inti
Petroleum), South & Central Sumatera (Medco), MFK
(Chevron) dengan panjang ±470 Km
 Alur pipa gas transmisi open access Corridor Block
(COPHI), Jabung Block (Petrochina) jalur Gresik-
Batam-Singapura dengan panjang 470 Km milik PT.
TGI
 Alur pipa gas transmisi dedicated hulu Gresik, Natuna
melaui Singapura-Trans Asia
 Terdapat alur pipa gas distribusi di darat yang
menghubungkan hampir di seluruh utara daratan Pulau
Dongkol Kota Batam
 Terdapat alur pipa gas transmisi yang menuju perairan
utara Kota Batam di sekitar Selat Philips Negara
Singapura menuju utara perairan Kabupaten Bintan,
pesisir tenggara Kabupaten Karimun melewati selatan
Kecamatan Moro menuju Provinsi Riau dan Jambi,
Selat Malaka dan pesisir utara Kabupaten Karimun
 Terdapat alur pipa bawah laut lainnya di sepanjang
pantai utara Kota Batam menuju perairan Kepulauan
Anambas, Kepulauan Tambelan dan Laut Natuna Utara
serta Selat Malaka melewati Selat Philips Negara
Singapura dan perairan pantai utara Kabupaten Bintan
serta pesisir barat Kabupaten Lingga
2. Perairan Alur Kabel
Kabupaten  Terdapat alur kabel bawah laut yang dari Kabupaten
Lingga Karimun menuju Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
melewati Selat Karimata
 Terdapat alur kabel bawah laut melewati pesisir timur
Kabupaten Lingga menuju utara Kota Batam dan
Kabupaten Bintan ke arah Selat Malaka, Laut Natuna
Utara melewati Kepulauan Anambas dan Laut Natuna
Utara
Alur Pipa
 Terdapat alur pipa bawah laut melewati perairan barat
Kabupaten Lingga dari Provinsi Riau dan Provinsi
Jambi menuju Kota Batam melewati pesisir selatan
Kecamatan Moro
3. Perairan Alur Kabel
Natuna  Terdapat alur kabel bawah laut yang melewati pantai
utara Pulau Laut menuju Laut Natuna Utara dan pantai
timur Negara Malaysia serta alur kabel bawah laut
menuju perbatasan antara Provinsi Kepulauan Riau
dengan Negara Singapura
4. Perairan Alur Kabel
Kepulauan  Alur kabel bawah laut yang melalui pantai utara
Anambas Kepulauan Anambas-Laut Natuna Utara-pantai timur

III-45
No. Lokasi Alur Kabel dan Pipa Bawah Laut
Negara Malaysia-perbatasan Provinsi Kepulauan Riau
dan Singapura-Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Alur Pipa
 Terdapat alur pipa bawah laut dari Provinsi Jambi dan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melewati pantai
barat Kabupaten Lingga, pantai barat Kota Batam,
pesisir tenggara Kecamatan Moro, perbatasan antara
Provinsi Kepulauan Riau dengan Negara Singapura,
pesisir utara Pulau Bintan menuju pantai utara
Kepulauan Anambas dan Laut Natuna Utara
5. Perairan Bintan Alur Kabel
 Alur kabel bawah laut dari Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung-Provinsi Jambi-perbatasan antara Provinsi
Kepulauan Riau dengan Negara Singapura-Kepulauan
Tambelan-pantai timur Malaysia-pantai utara
Kepulauan Anambas-Laut Natuna Utara dan perairan
utara Pulau Sedanau Kabupaten Natuna
Alur Pipa
 Jaringan pipa gas distribusi melalui Provinsi Jambi-
pantai barat Kota Batam-perbatasan Provinsi
Kepulauan Riau dan Singapura-pesisir utara Pulau
Bintan-perairan utara Kepulauan Anambas-Laut
Natuna Utara
6. Perairan Kota Alur Kabel
Tanjungpinang  Terdapat alur kabel bawah laut antara pesisir utara
Kabupaten Bintan dan Kota Batam di sekitar
perbatasan Provinsi Kepulauan Riau dengan Negara
Singapura melewati perairan Kota Tanjungpinang
menuju perairan Selat Karimata hingga Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung
7. Perairan Alur Kabel
Karimun  Terdapat alur kabel bawah laut yang menghubungkan
Kepulauan Anambas, Kabupaten Lingga dan alur kabel
bawah laut lainnya ke utara Kota Batam dekat
perbatasan antara Provinsi Kepulauan Riau dengan
negara Singapura, Selat Malaka dan Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung yang melewati pesisir timur
Kabupaten Karimun
Alur Pipa
 Jaringan pipa gas transmisi yang menghubungkan
utara Kota Batam dengan Provinsi Riau dan Provinsi
Jambi yang melewati pesisir tenggara Kecamatan Moro
Sumber: Dokumen final RZWP3K Provinsi Kepulauan Riau dan sumber lainnya diolah

Alur Migrasi Biota


Alur migrasi biota laut di perairan Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari
alur migrasi penyu dan alur migrasi biota laut lain. Alur migrasi biota
laut di Provinsi Kepulauan Riau adalah sebagai berikut:
1. Alur Migrasi Penyu
Jenis penyu yang bermigrasi ke pesisir Provinsi Kepulauan Riau
antara lain penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau

III-46
(Chelonia mydas) dan penyu lekang dengan mayoritas jenis penyu
yang bermigrasi ke pesisir Provinsi Kepulauan Riau adalah penyu
sisik dan penyu hijau. Bahkan dengan begitu seringnya penyu
bermigrasi ke wilayah tersebut khususnya di pesisir utara
Kabupaten Bintan telah dilakukan konservasi penyu dengan
kegiatan rutin perlindungan, pemijahan hingga pelepasan tukik
(sea turtle release) setiap tahunnya untuk menjaga kelestarian
penyu.
Alur migrasi penyu di sekitar wilayah perairan Provinsi Kepulauan
Riau adalah sebagai berikut.
a. Di perairan pesisir utara Kabupaten Bintan: alur migrasi penyu
di pesisir utara Kabupaten Bintan bermigrasi mulai dari pantai
utara Desa Berakit (Kabupaten Bintan) melewati Selat Phillips
perairan selatan Negara Singapura, menuju ke arah Selat
Malaka hingga pantai barat Negara Malaysia di sekitar perairan
Laut Andaman.
b. Di perairan pesisir selatan Kabupaten Bintan: alur migrasi
penyu di wilayah ini mulai dari selatan Pulau Mantang
(Kabupaten Bintan) menuju pesisir utara perairan Kabupaten
Lingga di Pulau Mensanak dan Pulau Nyamuk dan terus
melewati pesisir timur Kabupaten Lingga menuju selatan ke
arah Selat Karimata hingga ke pesisir utara Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung.
c. Di perairan pesisir utara dan timur Kabupaten Bintan: alur
migrasi penyu di wilayah ini mulai dari pantai timur Negara
Malaysia di sekitar perairan Laut Natuna Utara melewati pantai
utara dan timur Pulau Bintan menuju selatan ke arah Selat
Karimata hingga ke pesisir utara dan timur Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung.
d. Di perairan Kepulauan Anambas: alur migrasi penyu di perairan
Kepulauan Anambas mulai dari pantai timur Negara Malaysia
menuju pantai utara Pulau Jemaja di Kepulauan Anambas
hingga menuju ke pesisir utara dan barat daya Kepulauan
Tambelan (Kabupaten Bintan).
e. Di perairan Kabupaten Natuna: alur migrasi penyu di perairan
Kabupaten Natuna mulai dari pesisir utara Midai menuju ke
arah timur laut di sekitar pesisir Pulau Tiga melewati pantai
utara Pulau Bunguran di selatan Pulau Laut menuju Laut
Natuna Utara dan pantai timur Negara Malaysia. Selain itu
juga, alur migrasi penyu juga terdapat dan melalui wilayah
perairan di sekitar pesisir selatan Pulau Serasan mulai dari

III-47
pantai utara Kota Sabah dan Sarawak Negara Malaysia
menuju pantai barat Provinsi Kalimantan Barat.

2. Alur Migrasi Biota Laut Lainnya


Di perairan Laut Natuna Utara: biota laut bermigrasi mulai dari
pantai barat Negara Malaysia menuju pantai utara Kabupaten
Kepulauan Anambas di sekitar Pulau Pahat, kemudian menuju ke
arah barat Pulau Pahat menuju Pulau Durai. Alur migrasi biota laut
selanjutnya menuju ke arah barat Kepulauan Anambas di sekitar
kawasan perairan Pulau Mangkai di wilayah perairan Pulau Jemaja
dan selanjutnya menuju selatan dan tenggara perairan Kepulauan
Anambas ke perairan pantai barat Provinsi Kalimantan Barat.

2.1.2.2. Karakteristik Ekonomi


1. Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah satu indikator untuk melihat
perkembangan ekonomi yang dicapai oleh suatu daerah. Untuk itu bagian ini
menyajikan karakter ekonomi wilayah Kepulauan Riau melalui tabel kontribusi
sektor dan pertumbuhan ekonomi melalui tabel pertumbuhan dan persebaran
ekonomi melalui PDRB kabupaten/kota. PDRB dapat dibedakan menjadi dua
yaitu PDRB atas dasar harga konstan dan PDRB atas dasar harga berlaku.
Nilai PDRB Kepulauan Riau atas dasar dasar harga berlaku pada tahun 2021
mencapai 275,64 triliun rupiah. Secara nominal, nilai PDRB ini mengalami
peningkatan sebesar 21,41 triliun rupiah dibandingkan dengan tahun 2020
yang mencapai 254,23 triliun rupiah. Naiknya nilai PDRB ini dipengaruhi oleh
meningkatnya produksi di seluruh lapangan usaha dan terjadinya inflasi
secara agregat.
Tabel 2.24. Produk Domestik Regional Bruto Kepulauan Riau Atas Dasar
Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2017-2021 (Miliar Rupiah)
Kategori Lapangan Usaha 2017 2018 2019 2020* 2021**
A Pertanian, Kehutanan, dan
7.981,53 8.100,22 8.223,77 8.061,29 8.471,01
Perikanan
1. Pertanian, Peternakan, Perburuan
2.754,90 2.918,86 3.262,85 3.300,82 3.672,78
dan Jasa Pertanian
a. Tanaman Pangan 34,9 28,48 27,23 23,78 18,24
b. Tanaman Hortikultura 312,53 334,87 402,98 420,85 411,99
c. Tanaman Perkebunan 1.558,80 1.636,01 1.768,20 1.775,39 1.965,02
d. Peternakan 794,58 864,68 1.011,73 1.030,11 1.229,26
e. Jasa Pertanian dan Perburuan 54,08 54,82 52,71 50,69 48,28
2. Kehutanan dan Penebangan Kayu 33,72 29,2 25,27 26,9 28,34
3. Perikanan 5.192,91 5.152,16 4.935,65 4.733,57 4.769,89
B Pertambangan dan Penggalian 32.061,78 35.148,52 34.937,67 28.365,90 34.696,08
1. Pertambangan Minyak, Gas, dan
28.150,59 31.128,01 31.066,86 24.740,28 29.756,61
Panas Bumi
2. Pertambangan Batubara dan Lignit 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
3. Pertambangan Bijih Logam 2.569,75 2.651,54 2.496,94 2.293,93 3.433,18
4. Pertambangan dan Penggalian
1.341,44 1.368,98 1.373,87 1.331,68 1.506,30
Lainnya
C Industri Pengolahan 84.404,23 91.792,57 100.705,38 105.899,71 115.852,49

III-48
Kategori Lapangan Usaha 2017 2018 2019 2020* 2021**
1. Industri Batubara dan Pengilangan
1.761,95 0,00 0,00 0,00 0,00
Migas
2. Industri Makanan dan Minuman 1.706,09 1.779,62 1.983,79 2.086,63 2.344,38
3. Industri Pengolahan Tembakau 491,02 509,01 500,06 475,17 544,22
4. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 1.958,81 2.094,15 2.574,56 2.762,46 2.543,13
5. Industri Kulit, Barang dari Kulit dan
122,87 133,14 126,63 117,96 112,29
Alas Kaki
6. Industri kayu; Barang dari Kayu dan
Gabus; dan Barang Anyaman dari 977,00 874,70 833,77 882,09 777,46
Bambu, Rotan, dan Sejenisnya
7. Industri Kertas dan Barang dari
Kertas; Percetakan dan Reproduksi 589,22 750,24 560,70 551,25 470,54
Media Rekaman
8. Industri Kimia, Farmasi, dan Obat
565,95 624,83 472,08 508,95 585,50
Tradisional
9. Industri Karet, Barang dari Karet
3.506,39 3.878,64 3.036,56 3.095,05 2.528,55
dan Plastik
10. Industri Barang Galian Bukan
287,38 287,38 328,68 259,12 228,46
Logam
11. Industri Logam Dasar 9.459,44 10.138,98 8.778,84 7.096,79 7.002,33
12. Industri Barang Logam; Komputer,
Barang Elektronik, Optik; dan 45.028,83 52.109,15 59.118,35 64.879,74 75.887,74
Peralatan Listrik
13. Industri Mesin dan Perlengkapan 5.521,09 5.729,67 5.906,30 7.219,87 7.407,90
14. Industri Alat Angkutan 5.744,99 5.807,72 8.123,10 7.769,07 7.341,29
15. Industri Furnitur 2.216,75 2.462,86 2.510,24 2.559,21 2.817,54
16. Industri Pengolahan Lainnya; Jasa
Reparasi dan Pemasangan Mesin 4.466,44 4.612,50 5.851,74 5.636,35 5.261,14
dan Peralatan
D Pengadaan Listrik dan Gas 2.689,97 2.644,61 2.763,73 2.603,10 2.733,33
1. Ketenagalistrikan 418,22 420,32 429,73 422,13 429,40
2. Pengadaan Gas dan Produksi Es 2.271,75 2.224,29 2.334,00 2.180,98 2.303,93
E Pengadaan Air, Pengelolaan
282,71 288,74 291,29 281,46 279,64
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi 41.409,19 46.628,25 52.239,25 49.317,72 53.159,16
G Perdagangan Besar dan Eceran;
19.653,11 22.074,79 24.314,35 21.561,95 22.474,87
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
1. Perdagangan Mobil, Sepeda Motor
6.807,09 6.988,00 6.643,92 5.729,99 5.675,79
dan Reparasinya
2. Perdagangan Besar dan Eceran,
12.846,02 15.086,80 17.670,43 15.831,97 16.799,08
Bukan Mobil dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan 7.471,82 7.648,63 7.219,02 4.111,95 3.826,97
1. Angkutan Rel - - - - -
2. Angkutan Darat 993,72 988,33 979,32 533,02 568,52
3. Angkutan Laut 2.376,87 2.368,71 2.538,01 1.535,01 1.434,34
4. Angkutan Sungai Danau dan
10,94 11,76 12,30 12,18 11,47
Penyeberangan
5. Angkutan Udara 3.708,23 3.913,21 3.324,30 1.687,64 1.482,58
6. Pergudangan dan Jasa Penunjang
382,06 366,64 365,10 344,09 330,06
Angkutan; Pos dan Kurir
I Penyediaan Akomodasi dan
5.061,47 5.585,88 6.208,87 3.391,34 3.171,66
Makan Minum
1. Penyediaan Akomodasi 2.756,62 2.844,79 3.318,49 1.768,93 1.610,22
2. Penyediaan Makan Minum 2.304,85 2.741,09 2.890,38 1.622,41 1.561,44
J Informasi dan Komunikasi 4.485,79 5.016,21 5.603,09 6.483,54 7.078,07
K Jasa Keuangan dan Asuransi 6.254,65 6.781,34 7.271,53 6.991,38 7.191,82
1. Jasa Perantara Keuangan 3.403,24 3.659,51 3.890,52 3.854,97 4.083,93
2. Asuransi dan Dana Pensiun 2.785,69 3.046,40 3.297,79 3.062,48 3.037,14
3. Jasa Kuangan Lainnya 40,53 46,01 51,32 44,87 45,64
4. Jasa Penunjang Keuangan 25,19 29,42 31,89 29,06 25,10
L Real Estat 3.415,73 3.467,24 3.563,18 3.195,11 3.116,42
M,N Jasa Perusahaan 11,34 12,48 11,38 5,82 6,63
O Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial 5.914,07 6.385,00 6.791,47 7.347,30 6.697,96
Wajib
P Jasa Pendidikan 3.415,20 3.708,43 3.849,23 3.896,18 3.878,48
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan
2.119,21 2.228,24 2.305,97 2.277,84 2.571,77
Sosial
R,S,T,U Jasa Lainnya 1.075,07 1.311,08 1.332,30 436,25 429,97
PDRB 227.706,88 248.822,23 267.631,48 254.227,86 275.636,33
PDRB Non Migas 197.794,33 217.694,23 236.564,61 229.487,58 245.879,72
* Angka sementara
** Angka sangat sementara
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022

III-49
Berdasarkan harga konstan 2010, angka PDRB juga mengalami peningkatan,
dari 174,96 triliun rupiah pada tahun 2020 menjadi 180,95 triliun
rupiah pada tahun 2021. Hal ini menunjukkan selama tahun 2021 ekonomi
Kepulauan Riau tumbuh sebesar 3,40%, meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya. Peningkatan PDRB ini disebabkan oleh meningkatnya produksi
hampir di seluruh lapangan usaha.
Tabel 2.25. Produk Domestik Regional Bruto Kepulauan Riau Atas Dasar
Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2017-2021 (Miliar
Rupiah)
Katagori Lapangan Usaha 2017 2018 2019 2020* 2021**
Pertanian, Kehutanan, dan
A 5.945,61 5.757,78 5.717,73 5.466,78 5.322,05
Perikanan
1. Pertanian, Peternakan, Perburuan
1.991,62 2.043,50 2.234,73 2.168,49 2.174,28
dan Jasa Pertanian
a. Tanaman Pangan 21,95 16,6 14,89 12,65 9,39
b. Tanaman Hortikultura 201,84 213,37 251,56 259,75 254,42
c. Tanaman Perkebunan 1.118,43 1.133,57 1.211,38 1.137,83 1.067,88
d. Peternakan 605,66 636,02 715,37 719,28 807,23
e. Jasa Pertanian dan Perburuan 43,75 43,93 41,53 38,97 35,37
2. Kehutanan dan Penebangan Kayu 25,47 21,25 16,96 17,3 18,92
3. Perikanan 3.928,52 3.693,03 3.466,03 3.281,00 3.128,85
B Pertambangan dan Penggalian 25.648,83 25.995,36 26.019,45 24.933,55 24.748,82
1. Pertambangan Minyak, Gas, dan
22.334,22 22.647,38 22.649,25 21.743,68 21.528,05
Panas Bumi
2. Pertambangan Batubara dan Lignit 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
3. Pertambangan Bijih Logam 2.281,93 2.303,75 2.335,36 2.199,50 2.123,35
4. Pertambangan dan Penggalian
1.032,69 1.044,23 1.034,85 990,36 1.097,42
Lainnya
C Industri Pengolahan 62.436,28 65.018,04 69.079,81 71.325,79 75.925,35
1. Industri Batubara dan Pengilangan
1.586,65 0,00 0,00 0,00 0,00
Migas
2. Industri Makanan dan Minuman 1.234,67 1.293,50 1.419,23 1.459,56 1.539,71
3. Industri Pengolahan Tembakau 286,64 281,8 270,11 251,85 281,68
4. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 1.419,06 1.476,23 1.771,20 1.869,69 1.685,08
5. Industri Kulit, Barang dari Kulit dan
91,87 96,94 89,88 83,23 78,84
Alas Kaki
6. Industri kayu; Barang dari Kayu dan
Gabus; dan Barang Anyaman dari 665,52 589,87 556,32 585,04 507,85
Bambu, Rotan, dan Sejenisnya
7. Industri Kertas dan Barang dari
Kertas; Percetakan dan Reproduksi 385,40 458,38 340,66 330,80 280,45
Media Rekaman
8. Industri Kimia, Farmasi, dan Obat
393,54 419,53 310,66 325,17 359,01
Tradisional
9. Industri Karet, Barang dari Karet dan
2.430,73 2.581,21 1.992,65 2.070,13 1.687,01
Plastik
10. Industri Barang Galian Bukan Logam 183,11 180,59 203,72 159,10 138,46
11. Industri Logam Dasar 8.818,86 8.806,39 7.494,03 6.120,15 5.806,11
12. Industri Barang Logam; Komputer,
Barang Elektronik, Optik; dan 31.851,49 35.667,34 39.118,90 42.384,27 48.329,95
Peralatan Listrik
13. Industri Mesin dan Perlengkapan 3.652,28 3.742,84 3.767,92 4.485,51 4.538,41
14. Industri Alat Angkutan 4.643,86 4.510,25 6.126,24 5.743,33 5.340,92
15. Industri Furnitur 1.583,37 1.717,97 1.739,18 1.770,47 1.904,36
16. Industri Pengolahan Lainnya; Jasa
Reparasi dan Pemasangan Mesin 3.209,23 3.195,20 3.879,11 3.687,48 3.447,50
dan Peralatan
D Pengadaan Listrik dan Gas 1.621,70 1.600,28 1.653,05 1.580,66 1.648,93
1. Ketenagalistrikan 429,68 416,78 415,65 408,32 415,50
2. Pengadaan Gas dan Produksi Es 1.192,02 1.183,50 1.237,40 1.172,34 1.233,43
Pengadaan Air, Pengelolaan
E 222,66 225,03 224,90 218,65 218,68
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi 29.042,76 31.345,83 33.924,66 31.752,17 33.256,03
Perdagangan Besar dan Eceran;
G 13.665,03 14.523,51 15.408,88 13.449,61 13.592,98
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
1. Perdagangan Mobil, Sepeda Motor
4.865,80 4.893,69 4.523,20 3.815,84 3.734,12
dan Reparasinya
2. Perdagangan Besar dan Eceran,
8.799,23 9.629,82 10.885,68 9.633,76 9.858,85
Bukan Mobil dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan 4.654,49 4.696,77 4.280,15 2.558,45 2.514,94
1. Angkutan Rel - - - - -

III-50
Katagori Lapangan Usaha 2017 2018 2019 2020* 2021**
Pertanian, Kehutanan, dan
A 5.945,61 5.757,78 5.717,73 5.466,78 5.322,05
Perikanan
2. Angkutan Darat 722,02 721,16 706,42 377,61 408,60
3. Angkutan Laut 1.543,58 1.547,05 1.648,99 1.006,88 975,55
4. Angkutan Sungai Danau dan
7,68 8,24 8,48 8,35 8,02
Penyeberangan
5. Angkutan Udara 2.095,53 2.146,07 1.642,56 946,16 916,19
6. Pergudangan dan Jasa Penunjang
285,68 274,26 273,71 219,45 206,56
Angkutan; Pos dan Kurir
Penyediaan Akomodasi dan Makan
I 3.536,02 3.895,60 4.283,34 2.526,91 2.357,95
Minum
1. Penyediaan Akomodasi 1.744,69 1.791,23 2.073,42 1.294,38 1.207,25
2. Penyediaan Makan Minum
1.791,33 2.104,37 2.209,92 1.232,53
1.150,69
J Informasi dan Komunikasi 3.736,38 4.136,74 4.626,51 5.392,39 5.909,45
Jasa Keuangan dan
K 4.466,53 4.724,11 4.951,67 4.798,29 4.833,25
Asuransi
1. Jasa Perantara Keuangan 2.354,68 2.455,14 2.567,32 2.559,82 2.560,45
2. Asuransi dan Dana Pensiun 2.063,70 2.217,06 2.327,84 2.188,01 2.224,22
3. Jasa Kuangan Lainnya 29,09 31,45 34,79 30,62 31,42
4. Jasa Penunjang Keuangan 19,06 20,46 21,72 19,84 17,16
L Real Estat 2.549,27 2.539,78 2.542,82 2.330,97 2.247,92
M,N Jasa Perusahaan 8,88 9,49 8,65 5,03 5,74
Administrasi Pemerintahan,
O Pertahanan dan Jaminan Sosial 3.750,53 4.013,02 4.073,85 4.398,45 4.028,29
Wajib
P Jasa Pendidikan 2.418,96 2.450,78 2.461,46 2.259,58 2.183,17
Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Q 1.618,90 1.668,14 1.714,54 1.679,46 1.886,04
Sosial
R,S,T,U Jasa Lainnya 758,86 898,50 906,21 282,47 272,86
PDRB 166.081,68 173.498,75 181.877,67 174.959,21 180.952,44
PDRB Non Migas 142.160,81 150.851,37 159.228,43 153.215,52 159.424,39
* Angka sementara
** Angka sangat sementara
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022

Konstribusi PDRB terbesar di Kepri 2017-2021 adalah sektor industri dengan


sub sektor Industri Barang Logam; Komputer, Barang Elektronik, Optik; dan
Peralatan Listrik yang terpusat di Kota Batam. Dimana rantai pasok (supply
chain) row material tidak berasal dari wilayah hinterland (kab/kota di Kepri),
sehingga tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi wilayah
hinterland tersebut.
Selama lima tahun terakhir (2017-2021) struktur perekonomian Kepulauan
Riau didominasi oleh lima lapangan usaha, diantaranya: Industri
Pengolahan; Kontruksi; Pertambangan dan Penggalian; Perdagangan Besar
dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; dan Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan. Hal ini dapat dilihat dari peranan masing-masing lapangan
usaha terhadap pembentukan PDRB Kepulauan Riau.
Struktur ekonomi Kepulauan Riau hingga tahun 2021 jika dilihat dari PDRB
non Migas sebesar 89,20%. Berdasarkan data pada tabel diatas pada tahun
2021 masih didominasi oleh lapangan usaha Industri Pengolahan dengan
peranan sebesar 42,03% terhadap total PDRB.
Peranan lapangan usaha Industri Pengolahan mengalami peningkatan pada
tahun 2021. Pada tahun 2020 peranan Industri Pengolahan sebesar 41,66%
dan terus meningkat menjadi 42,03% pada tahun 2021. Lapangan usaha
dengan peranan terbesar kedua adalah Konstruksi. Selama lima tahun

III-51
terakhir, peranan kategori Konstruksi mengalami pergerakan yang cukup
fluktuatif. Pada tahun 2020 peranan kategori Konstruksi mengalami
penurunan, peranannya menjadi sebesar 19,29%.
Tabel 2.26. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Provinsi
Kepulauan Riau Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha
(persen), Tahun 2017-2021
Lapangan Usaha 2017 2018 2019 2020* 2021**
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,51 3,26 3,07 3,17 3,07
B Pertambangan dan Penggalian 14,08 14,13 13,05 11,16 12,59
C Industri Pengolahan 37,07 36,89 37,63 41,66 42,03
D Pengadaan Listrik dan Gas 1,18 1,06 1,03 1,02 0,99
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
0,12 0,12 0,11 0,11 0,10
Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi 18,19 18,74 19,52 19,40 19,29
G Perdagangan Besar dan Eceran;
8,63 8,87 9,09 8,48 8,15
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan 3,28 3,07 2,70 1,62 1,39
I Penyediaan Akomodasi dan Makan
2,22 2,24 2,32 1,33 1,15
Minum
J Informasi dan Komunikasi 1,97 2,02 2,09 2,55 2,57
K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,75 2,73 2,72 2,75 2,61
L Real Estat 1,50 1,39 1,33 1,26 1,13
M,N Jasa Perusahaan 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00
O Administrasi Pemerintahan,
2,60 2,57 2,54 2,89 2,43
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan 1,50 1,49 1,44 1,53 1,41
Q Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 0,93 0,90 0,86 0,90 0,93
R,S,T,U Jasa Lainnya 0,47 0,53 0,50 0,17 0,16
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
PDRB Non Migas 86,86 87,49 88,39 90,27 89,20
* Angka sementara
** Angka sangat sementara
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022 (diolah)

Lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian menjadi penyumbang nilai


tambah dalam produksi barang dan jasa ketiga terbesar setelah Kontruksi.
Lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian pertumbuhannya juga
terlihat fluktuatif sejak lima tahun terakhir. Pada tahun 2021 peranannya
mencapai 12,59%. Angka ini turun dari 14,08% di tahun 2017. Selanjutnya, di
urutan keempat, ditempati oleh lapangan usaha Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 8,15% lebih rendah dari
tahun 2017 sebesar 8,63%, diikuti oleh lapangan usaha Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan sebesar 3,07%, turun dari 3,51% di tahun 2017. Kategori
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor serta
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan peranannya berangsur-angsur
menurun.
Berdasarkan harga konstan 2010, nilai PDRB Kepulauan Riau pada tahun
2021 mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya
produksi di seluruh lapangan usaha yang sudah bebas dari pengaruh inflasi.
Nilai PDRB Kepulauan Riau atas dasar harga konstan 2010, mencapai 180,95

III-52
triliun rupiah pada tahun 2021. Angka tersebut naik dari 174,96 triliun rupiah
pada tahun 2020. Hal tersebut menunjukkan bahwa selama tahun 2021
ekonomi tumbuh sebesar 3,43%, lebih cepat jika dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya yang mencapai -3,80%. Rata-rata
pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau selama lima tahun terakhir adalah
2,18% per tahun.
Dengan mengeluarkan sektor migas, perekonomian Kepulauan Riau juga
masih mengalami kontraksi. Rata- rata pertumbuhan ekonomi Kepulauan
Riau tanpa migas selama lima tahun terakhir adalah sebesar 2,79% per tahun.
Tabel 2.27. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Provinsi
Kepulauan Riau Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha
(Persen), Tahun 2017-2021
Lapangan Usaha 2017 2018 2019 2020* 2021**
A Pertanian, Kehutanan, dan
-1,21 -3,16 -0,70 -4,39 -2,65
Perikanan
B Pertambangan dan Penggalian -4,59 1,35 0,09 -4,17 -0,74
C Industri Pengolahan 1,53 4,14 6,25 3,25 6,45
D Pengadaan Listrik dan Gas 6,47 -1,32 3,30 -4,38 4,32
E Pengadaan Air, Pengelolaan
9,54 1,07 -0,06 -2,78 0,01
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi 3,45 7,93 8,23 -6,40 4,74
G Perdagangan Besar dan Eceran;
6,27 6,28 6,10 -12,72 1,07
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan 5,45 0,91 -8,87 -40,23 -1,70
I Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum 11,93 10,17 9,95 -41,01 -6,69
J Informasi dan Komunikasi 7,69 10,71 11,84 16,55 9,59
K Jasa Keuangan dan Asuransi 3,03 5,77 4,82 -3,10 0,73
L Real Estat 4,33 -0,37 0,12 -8,33 -3,56
M,N Jasa Perusahaan 7,25 6,84 -8,82 -41,88 14,14
O Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial 4,67 7,00 1,52 7,97 -8,42
Wajib
P Jasa Pendidikan 9,88 1,32 0,44 -8,20 -3,38
Q Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 10,29 3,04 2,78 -2,05 12,30
R,S,T,U Jasa Lainnya 6,43 18,40 0,86 -68,83 -3,40
PDRB 1,98 4,47 4,83 -3,80 3,43
PDRB Non Migas 3,20 6,11 5,55 -3,78 4,05
* Angka sementara
** Angka sangat sementara
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022 (diolah)

Pada tahun 2021 perekonomian Kepulauan Riau (PDRB non migas) tumbuh
sebesar 4,05%, naik dari tahun lalu yang tumbuh -3,78%.
Kategori Jasa Perusahaan mengalami pertumbuhan tertinggi mencapai
14,14% pada tahun 2021. Dari 17 lapangan usaha ekonomi yang ada, hampir
seluruhnya mengalami pertumbuhan positif, kecuali kategori Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (-8,42%); kategori
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (-6,69%); kategori Real Estate (-
3,56%); kategori Jasa Lainnya (-3,40%); kategori Jasa Pendidikan (-3,38%);

III-53
Kategori Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (-2,65%); kategori Transportasi
dan Pergudangan (-1,70%) dan kategori Pertambangan dan Penggalian (-
0,74%).
Sembilan kategori lapangan usaha yang mengalami percepatan pertumbuhan
adalah: Jasa Perusahaan sebesar 14,14%; Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial sebesar 12,30%; Informasi dan Komunikasi sebesar 9,59%; Industri
Pengolahan sebesar 6,45%; Konstruksi sebesar 4,74%; Pengadaan Listrik
dan Gas sebesar 4,32%; Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor sebesa 1,07%; Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 0,73%
dan Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar
0,01%.

2. Basis Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi tanpa migas di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun
2020 paling tinggi dicapai oleh Kabupaten Lingga yang mana mengalami
kontraksi lebih rendah dibandingkan kabupaten kota lainnya yang mengalami
kontraksi yang cukup dalam. kemudian diikuti oleh Kota Batam, Kabupaten
Kepulauan Anambas, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Bintan, dan terendah
Kabupaten Karimun. Sementara PDRB per kapita tanpa migas di Provinsi
Kepulauan Riau pada tahun 2021 paling rendah dicapai oleh Kabupaten
Lingga, kemudian diikuti Kabupaten Kabupaten Karimun, Kepulauan
Anambas, Kabupaten Natuna, Kota Tanjungpinang, Kota Batam, dan tertinggi
adalah Kabupaten Bintan.
Laju pertumbuhan ekonomi yang dikaitkan dengan PDRB per kapita
kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau dapat digunakan untuk
membandingkan secara relatif posisi wilayah terhadap wilayah lainnya. Rata-
rata pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita kabupaten/kota
dijadikan titik tengah masing-masing sumbu (vertikal dan horizontal)
digambarkan garis tegak lurus pada masing-masing sumbu. Garis-garis ini
menggambarkan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi (tegak lurus dengan
garis vertikal) dan rata-rata PDRB per kapita (tegak lurus dengan garis
horizontal).

III-54
Gambar 2.22. Diagram Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Per Kapita
Kabupaten/Kota Tanpa Migas di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2021
Kota Batam terletak di kuadran I, berarti Kota Batam mempunyai PDRB per
kapita maupun tingkat pertumbuhan di atas rata-rata. Secara relatif
menunjukkan sudah maju perekonomiannya, dan akan lebih cepat maju.
Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang berada di kuadran II
menggambarkan PDRB per kapita di atas rata-rata, namun tingkat
pertumbuhannya di bawah rata-rata tingkat pertumbuhanKabupaten/Kota
Provinsi Kepulauan Riau. Kabupaten Lingga menempati kuadran IV, berarti
Kabupaten Lingga mempunyai PDRB per kapita di bawah rata-rata, namun
mempunyai tingkat pertumbuhan di atas rata-rata. Sementara Kabupaten
Karimun, Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas menempati
kuadran III, berarti ketiga kabupaten/kota tersebut memiliki pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan perkapita dibawah rata-rata. Hal ini
mengindikasikan bahwa kabupaten/kota tersebut tertinggal dibanding
kabupaten/kota lainnya.
Adapun sektor-sektor yang dikelompokan pada analisis ini adalah Sektor A
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Sektor B Pertambangan dan
Penggalian; Sektor C Industri Pengolahan; Sektor D Pengadaan Listrik dan
Gas; Sektor E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang;
Sektor F Konstruksi; Sektor G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor; Sektor H Transportasi dan Pergudangan; Sektor I
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Sektor J Informasi dan
Komunikasi; Sektor K Jasa Keuangan dan Asuransi; Sektor L Real Estate;
Sektor M, N Jasa Perusahaan; Sektor O Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; Sektor P Jasa Pendidikan; Sektor Q
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; dan Sektor R, S, T, U Jasa lainnya.

III-55
LQ yang akan diuraikan berikut adalah kondisi tahun 2021 dengan
penghitungan menggunakan PDRB tanpa migas. Jika hasil perhitungan
menghasilkan nilai LQ > 1, maka sektor i dikategorikan sebagai sektor basis.
Nilai LQ yang lebih besar dari satu tersebut menunjukkan bahwa pangsa
pendapatan/tenaga kerja pada sektor i di kabupaten/kota lebih besar
dibanding provinsi dan output pada sektor i lebih berorientasi ekspor.
Sebaliknya, jika nilai LQ < 1 sektor i diklasifikasikan sebagai sektor non basis.
 Basis sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan terdapat di Kabupaten
Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kabupaten Lingga, Kabupaten
Karimun, dan Kabupaten Bintan. Basis sektor Pertambangan dan
Penggalian terdapat di Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, dan
Kabupaten Kepulauan Lingga.
 Basis sektor Industri Pengolahan; sektor Pengadaan Listrik dan Gas;
serta sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur
Ulang hanya terdapat di Kota Batam. Basis sektor Konstruksi terdapat di
Kabupaten Bintan, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Kepulauan Anambas,
dan Kabupaten Natuna.
 Basis sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor terdapat di hampir semua kabupaten/kota kecuali Kota Batam.
Basis sektor Transportasi dan Pergudangan terdapat di Kota
Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan dan Kabupaten
Natuna. Basis sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum terdapat
di Kabupaten Bintan, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Karimun.
 Basis sektor Informasi dan Komunikasi terdapat di Kabupaten Lingga,
Kota Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, dan Kota Batam. Basis sektor
Jasa Keuangan dan Asuransi terdapat di Kota Batam dan Kota
Tanjungpinang. Basis sektor Real Estate terdapat di Kabupaten
Anambas, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga,
dan Kabupaten Natuna.
 Basis sektor Jasa Perusahaan terdapat di Kota Tanjungpinang dan
Kabupaten Karimun. Basis sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib di Kabupaten Anambas, Kota Tanjungpinang,
Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga, Kabupaten Natuna, dan
Kabupaten Karimun. Basis sektor Jasa Pendidikan terdapat di Kabupaten
Lingga, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, dan Kabupaten Bintan.
Basis sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial terdapat di Kabupaten
Lingga, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Kepulauan
Anambas, dan Kabupaten Natuna. Serta basis sektor Jasa lainnya
terdapat di Kabupaten Karimun, Kota Tanjungpinang, dan Kabupaten
Lingga.

III-56
Untuk lebih jelasnya mengenai sektor basis di Provinsi Kepulauan Riau
Menurut 17 Sektor Lapangan Usaha Tahun 2020 (Tanpa Migas), dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 2.28. LQ Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Menurut 17
Sektor Lapangan Usaha Tahun 2021 (Tanpa Migas)
Kep.
Sektor Karimun Bintan Natuna Lingga Batam Tanjungpinang
Anambas
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
A 3,85 1,50 9,23 5,25 7,18 0,24 0,18
B 7,72 4,48 0,35 3,98 0,40 0,05 0,01
C 0,29 0,87 0,06 0,02 0,02 1,27 0,15
D 0,30 0,15 0,27 0,28 0,31 1,33 0,26
E 0,30 0,41 0,16 0,20 0,11 1,28 0,49
F 0,91 1,04 1,27 0,94 1,48 0,92 1,50
G 1,84 1,07 1,19 2,34 1,41 0,63 2,79
H 1,48 1,21 1,04 0,77 0,37 0,75 2,53
I 1,11 2,30 1,00 1,40 0,32 0,87 0,65
J 1,10 0,45 0,88 1,16 0,88 1,05 1,14
K 0,56 0,59 0,16 0,28 0,26 1,15 1,10
L 1,97 0,81 1,58 1,62 2,19 0,72 2,19
M, N 4,06 0,20 0,17 0,22 0,24 0,61 3,32
O 1,47 0,97 2,52 2,80 4,14 0,43 3,73
P 2,15 1,23 0,38 4,40 0,75 0,57 2,77
Q 1,84 0,99 0,98 2,92 1,13 0,69 2,40
R,S,T,U 3,86 0,54 0,78 2,36 1,14 0,47 3,37
Sumber: Hasil Analisis Laporan Rencana RTRW Provinsi Kepri, 2022

3. Struktur dan Pergeseran Ekonomi


Peningkatan aktivitas ekonomi suatu daerah dipengaruhi oleh kebijakan
kabupaten/kota atau kebijakan yang lebih luas di atasnya (provinsi).
Kebijakan-kebijakan ini akan memberikan dampak pada kinerja perekonomian
suatu daerah.
Kinerja perekonomian Provinsi Kepulauan Riau yang diindikasikan oleh laju
pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau secara langsung maupun
tidak langsung akan berdampak terhadap kinerja perekonomian setiap
kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau. Pengaruh dari pertumbuhan
ekonomi Provinsi Kepulauan Riau ini dapat dikatakan sebagai pengaruh yang
bersumber dari kabupaten/kota.
Sektor-sektor yang dikelompokan pada analisis ini adalah sebagai berikut:
- Sektor A : Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan;
- Sektor B : Pertambangan dan Penggalian;
- Sektor C : Industri Pengolahan;
- Sektor D : Pengadaan Listrik dan Gas;
- Sektor E : Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang;

III-57
- Sektor F : Konstruksi;
- Sektor G : Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor;
- Sektor H : Transportasi dan Pergudangan;
- Sektor I : Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum;
- Sektor J : Informasi dan Komunikasi;
- Sektor K : Jasa Keuangan dan Asuransi;
- Sektor L : Real Estate;
- Sektor M, N : Jasa Perusahaan;
- Sektor O : Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib;
- Sektor P : Jasa Pendidikan;
- Sektor Q : Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial;
- Sektor R, S, T, U : Jasa lainnya.
Bila diasumsikan bahwa tidak terdapat perbedaan karakteristik ekonomi,
kinerja perekonomian Provinsi Kepulauan Riau mempengaruhi perekonomian
kabupaten/kota. Pada tabel di bawah ini, dapat dilihat dampak real
pertumbuhan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2021 terhadap tahun 2020.
Kabupaten Karimun menunjukkan bahwa 79,05% peningkatan PDRB di
Kabupaten Karimun dipengaruhi pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan
Riau. Berikutnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau
mempengaruhi 66,37% pertumbuhan Kabupaten Bintan, 96,80%
pertumbuhan Kabupaten Natuna, 415,39% pertumbuhan Kabupaten Lingga,
85,98% pertumbuhan Kabupaten Kepulauan Anambas, 111,53%
pertumbuhan Kota Batam, dan 82,22% pertumbuhan Kota Tanjungpinang.
Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor mengalami pertumbuhan
yang lebih cepat dibanding sektor-sektor lainnya dan ada juga beberapa
kabupaten/kota yang mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibanding
kabupaten/kota lainnya. Sehingga peningkatan PDRB yang mempengaruhi
pertumbuhan Provinsi Kepulauan Riau akan terkoreksi oleh pengaruh dari
pertumbuhan sektoral dan tingkat daya saing wilayah.
Tabel 2.29. Dampak Real Pertumbuhan Provinsi Menurut Kabupaten/ Kota
di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2021 (Juta Rupiah)
Kep. Tanjung-
Sektor Karimun Bintan Natuna Lingga Batam
Anambas pinang
A -41.565 -24.592 -49.002 -19.216 -18.283 -31.700 -3.168
B -31.135 -27.996 -529 -4.170 -281 -2.000 -34
C -36.296 -158.775 -3.203 -631 -436 -1.680.773 -27.218
D -808 -577 -322 -230 -181 -42.509 -1.052
E -113 -239 -27 -27 -9 -5.968 -298
F -47.872 -86.344 -33.364 -17.166 -18.864 -626.174 -128.458
G -45.829 -39.933 -13.373 -17.158 -7.754 -202.303 -102.908
H -9.929 -9.528 -2.861 -1.585 -593 -72.998 -25.777
I -5.207 -23.429 -2.068 -1.973 -380 -79.271 -6.218
J -8.822 -6.083 -3.426 -3.232 -1.686 -95.025 -14.615

III-58
Kep. Tanjung-
Sektor Karimun Bintan Natuna Lingga Batam
Anambas pinang
K -4.568 -7.421 -577 -720 -454 -110.636 -13.975
L -8.020 -4.986 -2.903 -2.127 -2.082 -42.091 -13.975
M, N - 44 -4 -1 -1 -1 -141 -67
O -10.608 -10.430 -8.137 -6.142 -6.370 -32.609 -39.413
P -8.752 -7.760 -707 5.669 -652 -28.828 -19.291
Q 4.492 -4.139 -1.315 2.707 -725 -23.747 -10.706
R,S,T,U -3.543 -742 -279 -597 -219 -13.443 -5.053
Jumlah -268.601 -412.976 -122 -83.353 -58.970 -3.090.216 -410.047
Total
-339.799 -622.277 -126.127 -20.066 -68.589 -2.770.699 -498.700
Pertumbuhan
Pengaruh (%) 79,05 66,37 96.80 415,39 85,98 111,53 82,22
Sumber: Hasil Analisis Laporan Rencana RTRW Provinsi Kepri, 2022

Komponen pertumbuhan sektoral (PS) timbul karena adanya perbedaan


sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan input
antara, perbedaan dalam kebijakan industri seperti kebijakan perpajakan,
subsidi, dan kontrol harga pasar, dan perbedaan dalam struktur dan
keragaman pasar. Pada komponen pertumbuhan sektoral, nilai PS yang lebih
besar dari nol menunjukkan bahwa sektor pada wilayah tersebut mengalami
pertumbuhan yang cepat, sebaliknya nilai PS kurang dari nol menunjukkan
bahwa sektor tersebut mengalami pertumbuhan yang lambat.
Tabel 2.30. Pertumbuhan Sektoral (PS) dan Daya Saing (DS) Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2021
Kep. Tanjung-
Sektor PS Karimun Bintan Natuna Lingga Batam
Anambas pinang
A 0,03 0,02 0,05 -0,03 -0,01 -0,02 -0,01 -0,03
B -0,16 -0,01 -0,03 0,16 0,17 0,20 0,15 0,10
C 0,06 -0,08 -0,05 -0,01 -0,04 -0,01 0,01 -0,03
D 0,00 0,03 0,05 0,04 0,05 0,05 0,00 0,02
E 0,00 0,07 0,05 0,06 -0,03 0,06 0,00 0,01
F -0,02 0,09 0,05 0,00 0,01 -0,01 -0,02 0,02
G -0,06 0,03 0,05 0,04 0,11 0,03 -0,06 0,06
H -0,34 0,07 0,27 0,15 0,09 0,01 -0,08 0,07
I -0,37 0,31 0,04 0,35 0,37 0,20 -0,06 0,09
J 0,18 -0,01 -0,12 -0,07 -0,10 -0,10 0,02 -0,06
K 0,02 0,01 0,00 0,04 0,03 0,04 0,00 0,00
L -0,06 0,11 0,11 0,12 0,10 0,05 -0,08 0,10
M, N -0,24 0,32 0,16 0,19 0,21 0,24 -0,17 0,13
O 0,09 -0,06 -0,03 -0,04 -0,01 -0,03 0,06 -0,01
P 0,00 0,02 0,01 0,02 0,04 0,06 -0,03 0,02
Q 0,04 0,17 0,05 -0,02 -0,01 -0,01 -0,03 -0,02
R,S,T,U -0,42 0,31 0,32 0,45 0,44 0,35 -0,23 0,25
Sumber: Hasil Analisis Laporan Rencana RTRW Provinsi Kepri, 2022

Pada tabel di atas, dalam kurun waktu tahun 2020-2021 terlihat bahwa ada 8
sektor yang pertumbuhannya lambat, yaitu sector Pertambangan dan
Penggalian; Konstruksi; sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor; sektor Transportasi dan Pergudangan; sektor
Penyedia Akomodasi; dan Makan dan Minum; sektor Real Estate; sektor Jasa
Perusahaan; dan Sektor Jasa Lainnya. Pengaruh pertumbuhan sektoral yang
negatif ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik sektoral di Provinsi
Kepulauan Riau dengan kabupaten/kota, dimana sektor-sektor yang tumbuh
negatif ini tidak berspesialisasi dalam sektor-sektor Provinsi Kepulauan Riau

III-59
tumbuh cepat. Sektor yang mengalami pertumbuhan lambat ini perlu dipacu
lagi agar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota.
Sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan cepat yaitu sektor Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan; sektor Industri Pengolahan; sektor Pengadaan
Listrik dan Gas; sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang; sektor Informasi dan Komunikasi; sektor Jasa Keuangan dan
Ansuransi; sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib; sektor Jasa Pendidikan; dansektor Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial.
Cepat atau lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan
wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar,
dukungan kelembagaan dan prasarana sosial ekonomi, serta kebijakan
ekonomi regional pada wilayah yang bersangkutan. Tingkat daya saing
wilayah dengan wilayah lain dalam analisis shift share dicerminkan dalam
komponen pertumbuhan daya saing wilayah (DS). Dua komponen shift
(pergeseran) pada metode analisis shift share memisahkan unsur-unsur atau
pengaruh pertumbuhan Provinsi Kepulauan Riau yang bersifat eksternal dan
internal.
Shifting atau pergeseran yang terjadi pada komponen pertumbuhan sektoral
adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor luar yang bekerja secara menyeluruh
di Provinsi Kepulauan Riau, sedangkan shifting atau pergeseran yang terjadi
pada komponen pertumbuhan daya saing wilayah adalah akibat dari pengaruh
faktor- faktor khusus yang bekerja di wilayah yang bersangkutan.
Kabupaten/kota yang mempunyai daya saing baik terhadap wilayah lainnya
pada kondisi tahun 2020 bila dibandingkan dengan tahun 2019 diuraikan
menurut sektor. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan mempunyai
daya saing baik di Kabupaten Bintan dan Kabupaten Karimun. Sektor
Pertambangan dan Penggalian mempunyai daya saing baik di Kabupaten
Kepulauan Anambas, kabupaten Lingga, Kabupaten Natuna, Kota Batam, dan
Kota Tanjungpinang. Sektor Industri Pengolahan mempunyai daya saing baik
hanya di Kota Batam. Sektor Pengadaan Listrik dan Gas mempunyai daya
saing yang baik hampir semua kabupaten/kota kecuali Kota Batam. Sektor
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang mempunyai
daya saing baik hampir semua kabupaten/kota kecuali Kota Batam dan
Kabupaten Lingga.
Sektor Konstruksi mempunyai daya saing baik hampir disemua
kabupaten/kota kecuali Kabupaten Anambas dan Kota Batam. Sektor
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Sektor
Transportasi dan Pergudangan; Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum mempunyai daya saing baik hampir semua kabupaten/kota kecuali
Kota Batam.

III-60
Sektor Informasi dan Komunikasi mempunyai daya saing baik hanya di Kota
Batam. Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi mempunyai daya saing baik
hampir semua kabupaten/kota kecuali Kota Batam dan Kota Tanjungpinang.
Sektor Real Estate dan Sektor Jasa Perusahaan mempunyai daya saing baik
hampir semua kabupaten/kota kecuali Kota Batam.
Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
mempunyai daya saing baik hanya di Kota Batam. Sektor Jasa Pendidikan
mempunyai daya saing baik hampir semua kabupaten/kota kecuali Kota
Batam. Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial mempunyai daya saing
baik di Kabupaten Karimun dan Kabupaten Bintan. Sektor Jasa Lainnya
mempunyai daya saing baik hampir semua kabupaten/kota kecuali Kota
Batam.

4. Investasi Daerah
Investasi PMA di Kepri merupakan katalis yang kuat dalam pembentukan
inovasi, pertumbuhan ekonomi, dan pengurangan tingkat kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi yang stabil dan kuat merupakan kebutuhan bagi sektor
swasta untuk membuka lapangan kerja baru dan mengurangi tingkat
kemiskinan yang kemudian menciptakan pendapatan yang dibutuhkan oleh
Pemerintah untuk meningkatkan akses kesehatan, pendidikan, dan
infrastruktur sehingga dapat meningkatkan produktifitas pemerintahan.
Tabel 2.31. Realisasi Investasi PMA (Januari s/d Oktober 2019)
Nilai Realisasi Investasi Nilai Realisasi Jumlah
Kabupaten/Kota
(US$ juta) Investasi (Rp) Proyek
Karimun 17 228.6 258.429.292.283. 31
Bintan 469 541.7 7.043.125.394.793. 198
Natuna 6.8 102.000.000 7
Lingga 0 305.621.583.944 1
Kepulauan Anambas 20.4 1.877.060.112 4
Batam 461 044.4 6.915.665.291.883 716
Tanjungpinang 125.1 1.877.060.112 6
Total Nilai Investasi PMA Provinsi Kepulauan Riau 14.524.820.623.014 963
Target Realisasi PMA Provinsi Kepulauan Riau 7.700.000.000.000
Sumber: BKPM RI 05 November 2019, Kurs APBN: 1 IS$ = Rp 15.000

Investasi pada triwulan II 2019 tumbuh 6,59% (yoy) lebih baik dibanding
triwulan lalu sebesar 0,67%(yoy). Akselerasi pertumbuhan investasi
terkonfirmasi oleh investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan investasi
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang tumbuh menguat, serta
didorong oleh telah dimulainya proyek-proyek pembangunan pada triwulan II
2019. Adapun konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2019 tumbuh 5,02%
(yoy), relatif stabil meskipun sedikit lebih lambat dibandingkan triwulan I 2019
yang tumbuh sebesar 5,04% (yoy).

III-61
Tabel 2.32. Realisasi Investasi PMDN (Januari s/d Oktober 2019)
Nilai Realisasi Jumlah
Kabupaten/Kota
Investasi (Rp) Proyek
Karimun 168.810.422.519 91
Bintan 250.285.621.823 48
Natuna 10.219.622.789 31
Lingga 1.530.626.200 4
Kepulauan Anambas 4.984.967.033 2
Batam 4.025.419.991.407 442
Tanjungpinang 159.773.388.705 127
Total Nilai Investasi PMDN Provinsi Kepulauan
4.621.024.530.476 745
Riau
Target Realisasi PMDN Provinsi Kepulauan Riau 7.700.000.000.000
Sumber: BKPM RI 05 November 2019, Kurs APBN: 1 IS$ = Rp 15.000

Pada Tahun 2020, realisasi investasi Penanaman Modal Asing di Provinsi


Kepulauan Riau mencapai Rp. 23.750.858.880.000 dengan jumlah proyek
mencapai 2.268 Proyek. Realisasi terbesar terdapat di Kabupaten Bintan
dengan nilai mencapai Rp. 12.889.490.400.000. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 2.33. Realisasi Investasi PMA, Tahun 2020
Nilai Realisasi
Nilai Realisasi Jumlah
Kabupaten/Kota Investasi
Investasi (Rp) Proyek
(US$ Ribu)
Karimun 110.009,90 1.584.142.560.000 81
Bintan 895.103,50 12.889.490.400.000 426
Natuna - - 18
Lingga 12,10 174.240.000 4
Kep. Anambas - - 3
Batam 643.644,90 9.268.486.560.000 1.724
Tanjungpinang 594,80 8.565.120.000 12
Total Nilai Investasi PMA 1.649.365,20 23.750.858.880.000 2.268
Target Realisasi Investasi PMA Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp. 7,9 Trilyun
Sumber: BKPM RI 2020, Kurs APBN: 1 IS$ = Rp 15.000

Sementara itu realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di


Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2020 mencapai Rp. 14.249.025.600.000
dengan realisasi investasi PMDN terbesar terdapat di Kota Batam mencapai
Rp. 13.688.861.900.000 dengan jumlah proyek mencapai 1.630 proyek. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.34. Realisasi Investasi PMDN, Tahun 2020
Nilai Realisasi Investasi Nilai Realisasi Jumlah
Kabupaten/Kota
(Rp. Juta) Investasi (Rp) Proyek
Karimun 152.671,80 152.671.800.000 221
Bintan 120.228,00 120.228.000.000 110
Natuna 17.629,00 17.629.000.000 94
Lingga 120.115,30 120.115.300.000 15
Kep. Anambas 4.594,80 4.594.800.000 6
Batam 13.688.861,90 13.688.861.900.000 1.630
Tanjungpinang 144.924,80 144.924.800.000 218

III-62
Nilai Realisasi Investasi Nilai Realisasi Jumlah
Kabupaten/Kota
(Rp. Juta) Investasi (Rp) Proyek
Total Nilai Investasi
14.249.025,60 14.249.025.600.000 2.294
PMDN
Target Realisasi Investasi PMA Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp. 800 Miliar
Sumber: BKPM RI 2020 Kurs APBN: 1 IS$ = Rp 15.000

Realisasi investasi PMA dan PMDN di Provinsi Kepulauan Riau mayoritas


berada di Kota Batam yang mencapai 59,32%. Jika ditinjau antar kawasan
BBKT (Batam-Bintan-Karimun-Tanjungpinang) dengan NAL (Natuna-
Anambas-Lingga), investasi di kawasan BBKT mencapai 99,18% dan
dikawasan NAL hanya sekitar 0,82%. Hal ini memperlihatkan bahwa terjadi
ketimpangan jumlah investasi antar wilayah di Provinsi Kepulauan Riau.

5. Kemiskinan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2021 pada bulan Maret dan
September 2021 di Provinsi Kepulauan Riau, didapat Garis Kemiskinan
adalah Rp. 642.425,- perkapita per bulan dan naik sebesar Rp. 11.428,-
menjadi Rp. 653.853,- perkapita per bulan pada bulan September 2021. Garis
kemiskinan sangat dipengaruhi oleh inflasi, oleh sebab itu nilainya
menunjukkan peningkatan setiap tahunnya.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022


Gambar 2.23. Perkembangan Garis Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau,
Maret 2017-September 2021 (Rp)
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan
(GKMB), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar
dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Berdasarkan Data Badan
Pusat Statistik 2021, secara umum garis kemiskinan makan memberikan
kontribusi sebesar 66,82% terhadap garis kemiskinan total di bulan Maret
2021. Demikian pula halnya pada bulan September 2021, peranan GKM
terhadap GK adalah sebesar 66,19%. Namun jika dibandingkan antara
perdesaan dan perkotaan, peranan GKM terhadap GK menunjukkan

III-63
perbedaan yang cukup besar. Di Perdesaan GKM memiliki peranan sebesar
74,55% pada Maret 2021 dan 74,59% di September 2021, sedangkan di
perkotaan peranan GKM terhadap GK berada pada angka 66,23% di Maret
2021 dan 65,57% pada bulan September 2021.
Tabel 2.35. Garis Kemiskinan Mnurut Daerah Perkotaan dan Perdesaan di
Provinsi Kepulauan Riau, Maret-September 2021
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)
Daerah/ Tahun P0 (%)
Makanan Bukan Makanan Total
Perkotaan
Maret 2021 426.912 217.689 644.601 5,72
September 2021 429.830 225.676 655.506 5,37
Perdesaan
Maret 2021 458.274 156.472 614.746 11,10
September 2021 467.527 159.285 626.811 10,45
Perkotaan + Perdesaan
Maret 2021 429.298 213.127 642.425 6,12
September 2021 432.804 221.050 653.853 5,75
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022

Kemudian, mengacu pada definisi Garis Kemiskinan, maka penduduk yang


memiliki rata-rata pengeluaran konsumsi perkapita per bulan di bawah garis
kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik tahun 2021, dengan garis kemiskinan sebesar Rp.642.425,-
per kapita per bulan, maka diperoleh jumlah penduduk miskin di Provinsi
Kepulauan Riau pada periode tersebut sebanyak 144,46 ribu orang, atau
sebesar 6,12 persen. Pada tabel di bawah ini, menunjukkan bahwa tingkat
kemiskinan penduduk di Provinsi Kepulauan Riau cenderung mengalami
fluktuasi, baik dari sisi jumlah maupun persentase.
Tabel 2.36. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Kepulauan
Riau, Maret 2017-September 2021
Bulan, Tahun Jumlah Penduduk Miskin Persentase
Maret 2017 125.270 6,06
September 2017 128.430 6,13
Maret 2018 131.700 6,20
September 2018 125.360 5,83
Maret 2019 128.460 5,90
September 2019 127.750 5,80
Maret 2020 131.970 5,92
September 2020 142.610 6,13
Maret 2021 144.460 6,12
September 2021 137.750 5,75
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022

Upaya penanggulan kemiskinan tentu tidak hanya berfokus pada berapa


jumlah penduduk miskin di suatu daerah. Lebih daripada itu, penanggulangan
kemiskinan harus meliputi beberapa aspek, seperti seberapa jauh jurang
pendapatan si miskin dari Garis Kemiskinan serta distribusi pengeluaran
antara penduduk miskin.

III-64
Ada tiga ukuran kemiskinan yang bisa digunakan untuk menggambarkan
kondisi kemiskinan di suatu daerah. Ukuran tersebut adalah poverty incidence
(P0) merupakan ukuran yang menggambarkan prevalensi kemiskinan dalam
suatu masyarakat. Angka ini memiliki kelemahan karena tidak
menggambarkan seberapa parah kemiskinan yang terjadi di suatu daerah.
Poverty Gap (P1), mengukur seberapa jauh jurang/Gap pendapatan si miskin
dari Garis Kemiskinan, akan tetapi tidak menggambarkan jumlah penduduk
miskin serta tidak terdeteksi distribusi antar penduduk miskin yang timpang.
Ukuran terakhir adalah poverty severity (P2), mengukur seberapa parah
kemiskinan yang terjadi dengan mengukur ketimpangan pendapatan antar
penduduk miskin. Kelemahan dari P2 adalah tidak menggambarkan jumlah
penduduk miskin. Dengan mempertimbangkan ketiga ukuran tersebut,
diharapkan kebijakan yang akan diambil dapat menyentuh seluruh aspek
sehingga penanggulangan kemiskinan dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien.
Seperti halnya jumlah persentase penduduk miskin yang menunjukkan trend
fluktuatif, nilai P1 dan P2 juga menunjukkan pola yang hampir sama. Gambar
berikut menunjukkan perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
2017-2021. Penurunan nilai indeks Kedalaman Kemiskinan mengindikasikan
bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati
garis kemiskinan, demikian pula halnya dengan kenaikan nilai indeks, yang
mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin jauh
dari garis kemiskinan. Apabila dilihat dari trend nya, nilai P1 untuk daerah
pedesaan dan perkotaan menunjukkan perbedaan. Sejak Maret 2021 hingga
September 2021 gap P1 antara perkotaan dan pedesaan semakin melebar.

Sumber: Susenas Maret 2017-September 2021 Badan Pusat Statistik (BPS)


Gambar 2.24. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di
Kepulauan Riau, Maret 2017-September 2021
Nilai P2 memberikan informasi tentang seberapa timpang pengeluaran antar
penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, maka semakin tinggi

III-65
ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Dari Gambar berikut,
maka dapat dilihat bahwa nilai P2 menunjukkan trend meningkat, baik di
wilayah perkotaan maupun di perdesaan. Selama periode Maret 2017-
September 2021, nilai P2 di wilayah perdesaan lebih tinggi dari perkotaan,
kecuali pada September 2017. Artinya, ketimpangan pengeluaran antara
penduduk miskin di perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan.

Sumber: Susenas Maret 2017-September 2021 Badan Pusat Statistik (BPS)


Gambar 2.25. Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di
Provinsi Kepulauan Riau, Maret 2017-September 2021
Dari uraian di atas mengenai perkembangan nilai P0, P1 dan P2, maka dapat
dapat dilihat bahwa pengentasan kemiskinan di daerah perdesaan
membutuhkan biaya, waktu dan perhatian yang lebih besar jika dibandingkan
dengan kemiskinan di perkotaan. Usaha pengentasan kemiskinan di daerah
perdesaan hendaknya dibarengi dengan pembangunan baik pembangunan
fisik maupun manusianya. Dengan kondisi geografis di Provinsi Kepulauan
Riau yang cenderung sulit dalam masalah transportasi, akses menjadi
masalah utama dalam hal pengentasan kemiskinan di daerah perdesaan.
Tabel 2.37. Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan menurut Daerah
Perkotaan dan Perdesaan di Provinsi Kepulauan Riau, Maret-September
2021
Perkotaan +
Tahun Perkotaan Perdesaan
Perdesaan
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Maret 2021 1,015 1,747 1,070
September 2021 0,885 1,815 0,953
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Maret 2021 0,270 0,413 0,280
September 2021 0,198 0,474 0,218
Sumber: Susenas Maret 2017-September 2021 Badan Pusat Statistik (BPS)

Kemudian, untuk melihat distribusi pengeluaran penduduk sekaligus


bagaimana pemerataannya, salah satu ukuran atau indikator yang dapat
digunakan adalah Gini Rasio. Dengan dihasilkannya angka Gini Rasio, akan
terdeteksi bagaimana tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di suatu

III-66
daerah. Nilai Gini Rasio selalu berkisar antara 0 dan 1. Jika nilai Gini Rasion
di bawah 0,3, dapat dikatakan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk di
suatu daerah tersebut rendah. Pada interval 0,3-0,5 dalam skala nilai Gini
Rasio, ketimpangan pengeluaran penduduk di suatu daerah adalah sedang,
sedangkan dikatakan ketimpangannya tinggi jika nilainya di atas 0,5.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2022, nilai Gini Rasio Provinsi
Kepulauan Riau sebesar 0,339 tunun 0,004 poin dibandingkan Maret 2021.
Artinya ketimpangan pengeluaran penduduk Kepulauan Riau berada pada
kategori sedang. Nilai tersebut mendekati ambang batas ketimpangan rendah.
Jika dibandingkan Gini Rasio Indonesia, maka Gini Rasio Provinsi Kepulauan
Riau lebih kecil. Gini Rasio Indonesia berada pada angka 0,381 di September
2021 (BPS, 2021) dan masuk kategori sedang.

6. Potensi Lestari
a. Pertanian
Pertanian di Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari pertanian tanaman
pangan, tanaman hortikultura (sayuran dan buah) serta perkebunan.
Tanaman pangan padi menyebar hampir di semua kabupaten, dengan
variasi luasan yang berbeda kecuali di Kota Tanjungpinang dan Kota
Batam. Berdasarkan data BPS tahun 2021, luas tanam padi di Provinsi
Kepulauan Riau sebesar 270,16 Ha yang tersebar di Kabupaten
Natuna seluas 109,46 Ha, Kabupaten Lingga seluas 85,51 Ha,
Kabupaten Kepulauan Anambas seluas 39,46 Ha, Kabupaten Karimun
seluas 23,19 Ha dan Kabupaten Bintan seluas 12,54 Ha. Total produksi
tanaman padi di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 855,01 Ton, dengan
rata-rata produktivitasnya sebesar 3.50 Ton/Ha. Berikut ini data
selengkapnya tentang budidaya tanaman padi di Provinsi Kepulauan
Riau.
Tabel 2.38. Luas Sebaran Produksi Padi di Provinsi Kepulauan Riau
Luas panen padi Produksi padi Produktivitas
Kabupaten/Kota
(Ha) (Ha) Ton/Ha
Karimun 23.19 80.94 3.49
Bintan 12.54 43.4 3.46
Natuna 109.46 299.02 2.73
Lingga 85.51 282.12 3.4
Kepulauan Anambas 39.46 149.53 3.79
Batam - - -
Tanjungpinang - - -
Total 270.16 855.01
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022

Luas dan produktivitas sawah sebagai penghasil bahan pangan (beras)


di Provinsi Kepulauan Riau masih tergolong rendah. Jika dihitung

III-67
berdasarkan standar kebutuhan pangan rata-rata penduduk dalam
setahun sebesar 98 Kg/kapita/tahun, maka Banyaknya beras yang
harus disuplay pertahun untuk penduduk Provinsi Kepri adalah
202.327,27 Ton. Sementara besaran produksi beras (tahun 2021)
adalah 1.111,52 Ton, berarti mengalami defisit beras yang harus
dipenuhi dari luar daerah sebesar 201.215,75 Ton.
Tabel 2.39. Neraca Kebutuhan Pangan Penduduk Provinsi Kepulauan
Riau berdasarkan Data Penduduk Tahun 2020
Konsumsi Produksi
Kabupaten/ Jumlah Defisit
Beras Beras
Kota Penduduk (Ton/Thn)
(Ton/Thn) (Ton)
Tanjungpinang 227,663 2,310.97 - -22,310.97
Batam 1,196,396 117,246.81 - -117,246.81
Karimun 253,457 24,838.79 105.22 -24,733.57
Bintan 159,518 15,632.76 56.42 -15,576.34
Lingga 98,633 9,666.03 366.76 -9,299.27
Natuna 81,495 7,986.51 388.73 -7,597.78
Kep. Anambas 47,402 4,645.40 194.39 -4,451.01
Total 2,064,564 202,327.27 1,111.52 -201,215.75
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Pasokan kebutuhan beras Provinsi Kepri setiap tahun belum dapat


dipenuhi oleh Kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Kepri. Terdapat
5 kabupaten yang sudah memproduksi beras dari lahan sawahnya,
yaitu Kabupaten Karimun, Bintan, Lingga, Natuna dan Kabupaten
Kepulauan Anambas dengan persentase kurang dari 5% dari total
kebutuhan beras setiap tahun. Untuk memenuhi kebutuhan beras,
Provinsi Kepri masih mendatangkan beras dari Provinsi Sumatera
Barat, Sumatera Selatan, Provinsi Riau dan Provinsi Jambi.
Selain tanaman padi, jenis tanaman pangan lainnya yang cukup
banyak ditanam petani di Provinsi Kepulauan Riau adalah jagung dan
kedelai. Produksi kedelai di Provinsi Kepulauan Riau kurang stabil,
sehingga datanya tidak tercatat di BPS dalam 2 tahun terakhir.
Sementara luas areal tanam yang digunakan untuk budidaya jagung
terdiri dari tegalan dan ladang. Luas areal lahan tegalan dan ladang
yang tercatat di BPS tahun 2021 seluas 66.955,7 Ha, namun belum
optimal untuk usaha budidaya jagung. Berikut ini luas areal tegalan dan
ladang serta besaran produksi jagung di Provinsi Kepri tahun 2021.
Tabel 2.40. Luas Areal Tegalan dan Ladang serta Besaran Produksi
Jagung
Luas tegalan Luas ladang Produk jagung
Kabupaten/Kota
(Ha) (Ha) (Ton)
Karimun 10,349.6 1,020.0 27.19
Bintan 4,685.0 2,965.6 147.94
Natuna 7,553.0 20,665.0 5.63

III-68
Luas tegalan Luas ladang Produk jagung
Kabupaten/Kota
(Ha) (Ha) (Ton)
Lingga 6,784.1 628.5 59.54
Kepulauan Anambas 2,583.0 1,067.0 1.82
Batam 7,193.0 17.0 48.46
Tanjungpinang 1,175.0 269.5 2.52
Total 40,322.7 26,632.6 293.1
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022

Daerah pertanian hortikultura seperti sayuran dan buah juga menyebar


pada hampir semua wilayah, tetapi konsentrasi komoditas tertentu
hanya menyebar pada wilayah tertentu. Jenis tanaman sayur yang
dikembangkan di Provinsi Kepulauan Riau diantaranya bawang daun,
bawang merah, bayam, buncis, cabe besar, cabe rawit, jamur, kacang
panjang, kangkung, ketimun, kubis, labu siam, petsai/sawi, terung,
tomat, wortel, melon dan semangka. Total luas panen tanaman
hortikultura (sayuran) selama tahun 2021 adalah sebesar 4.350.12 Ha.
Sedangkan jenis buah-buahan yang diproduksi di Provinsi Kepulauan
Riau meliputi alpukat, belimbing, duku, durian, jambu air, jambu biji,
jengkol, jeruk besar, jeruk siam, manga, manggis, melinjo, nangka,
nenas, papaya, petai, pisang, rambutan, salak, sawo, sirsak dan sukun.
Berikut ini jenis, luas dan produksi tanaman hortikultura di Provinsi
Kepulauan Riau tahun 2021 berdasarkan data BPS.
Tabel 2.41. Jenis, Luas dan Produksi Tanaman Hortikultura di
Provinsi Kepulauan Riau
Luas panen Produksi
Jenis tanaman
(Ha) (Kuintal)
Bawang daun 43.81 2.463.88
Bawang merah 11.69 332.12
Bayam 464.61 25.816.03
Buncis 21.87 2.553.9
Cabai besar 83.61 7.968.11
Cabai rawit 245.79 16.319.6
Jamur 1680 1.470.1
Kacang panjang 320.03 39.705.2
Kangkung 474.23 34.518.45
Ketimun 365.41 30.622.28
Kubis 0.8 96
Labu siam 0.06 1.11
Melon 2.95 128.2
Petsai/sawi 331.11 15.199.86
Semangka 173.79 16.006.44
Terung 97.05 4.626.45
Tomat 32.21 4.250.41
Wortel 1.1 30.1
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022

III-69
Tabel 2.42. Jenis dan Produksi Tanaman Buah di Provinsi Kepri
Produksi
Jenis tanaman
(Kuintal)
Alpukat 93.35
Belimbing 65.64
Duku 295.6
Durian 2713.81
Jambu air 207.81
Jambu biji 415.4
Jengkol 529.47
Jeruk besar 8.9
Jeruk siam 163.5
Mangga 1411.58
Manggis 306.55
Melinjo 153.07
Nangka 1794.64
Nenas 5568.56
Pepaya 1296.49
Petai 491.41
Pisang 2724.23
Rambutan 2550.59
Salak 5615.61
Sawo 156.97
Sirsak 171.73
Sukun 316.88
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022

Tanaman perkebunan di Provinsi Kepulauan Riau, berdasarkan


pengelolaan usahanya dibagi menjadi 2 (dua) yaitu Perkebunan Besar
dan Perkebunan Rakyat. Perkebunan Besar dikelola oleh perusahaan
swasta dan perusahaan negara, sedangkan perkebunan rakyat
dikelola oleh masyarakat tani. Jenis komoditas perkebunan yang
diusahakan meliputi kelapa sawit, kelapa, karet, kopi, cengkeh, lada
dan sagu. Komoditas perkebunan yang cukup merata penyebarannya
pada tiap kabupaten/kota adalah kelapa dan karet. Komoditas kelapa
tertinggi dari luas pengusahaan lahan dan produksinya terdapat di
Kabupaten Natuna, sedangkan komoditas karet teringgi luas
pengusahaan lahan dan produksinya terdapat di Kabupaten Karimun.
Berikut ini data sebaran komoditas perkebunan ditinjau dari aspek luas
lahan yang diusahakan dan produksinya untuk masing-masing
kabupaten/kota.
Tabel 2.43. Luas Tanaman Perkebunan di Provinsi Kepulauan Riau
Kabupaten/ Luas (Ha)
Kota Sawit Kelapa Karet Kopi Kakao Cengkeh Lada Sagu
Karimun 204 3,258 19,084 2 26 2 7 1,949
Bintan 1,101 3,980 3,982 - 8 299 20
Natuna - 11,638 4,182 - - 14,105 424
Lingga - 2,938 10,184 17 - 10 184 3,258
Kepulauan
- 9,763 1,706 - - 2,822 268
Anambas
Batam - 870 397 - - - - -

III-70
Kabupaten/ Luas (Ha)
Kota Sawit Kelapa Karet Kopi Kakao Cengkeh Lada Sagu
Tanjung
- 92 22 1 - - 4 -
pinang
Total 1,305 32,539 39,556 20 34 17,238 215 5,899
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022

Tabel 2.44. Produksi Tanaman Perkebunan di Provinsi Kepri


Kab./ Produksi (Ton)
Kota Sawit Kelapa Karet Kopi Kakao Cengkeh Lada Sagu
Karimun 195.03 1,034.30 5,515.75 0.26 2.94 0.62 0.79 1,571.62
Bintan 3,609.04 1,722.53 1,520.75 - 5.62 1.45 8.21 -
Natuna - 5,688.75 992.00 - - 3.68 29.33
Lingga - 1,920.17 4,429.23 0.01 - 0.50 41.12 2,869.66
Kepulauan
- 895.00 468.60 - - 434.00 - 16.00
Anambas
Batam - 216.00 211.10 - - - - -
Tanjung
- 16.80 0.70 - - - 4.40 -
pinang
Total 3,804.07 11,493.55 13,138.13 0.27 8.56 440.25 54.52 4,486.61
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022

Tanaman perkebunan yang tersebar di Provinsi Kepulauan Riau


secara umum terdapat pada lahan dengan kendala utama pada
Kemiringan lereng yang tergolong curam, sehingga degradasi lahan
melalui proses erosi dan penurunan kesuburan menjadi kendala
utama. Berkaitan dari sisi luasan kawasan yang dapat dikembangkan
untuk tanaman perkebunan relatif terbatas (total sekitar 27.000 Ha),
sehingga bentuk usaha skala besar tidak dianjurkan, tetapi diarahkan
ke bentuk usaha perkebunan skala kecil dan bekerjasama dengan
usaha perkebunan besar yang sudah ada.
Komoditas perkebunan cukup memberikan kontribusi yang baik
terhadap peningkatan PDRB tahun 2021. Beberapa komoditas
agroprimer yang menyumbangkan produksi cukup besar bagi
perkembangan agroindustri diantaranya karet, kelapa, sagu dan kelapa
sawit. Komoditas agroprimer kelapa memasok kebutuhan industri
kopra dan industri minyak kelapa. Komoditas karet memasok
kebutuhan industri remailling karet, industri barang dari karet dan karet
remah. Sementara komoditas sawit memasok kebutuhan industri kopra
dan minyak goreng kelapa, sementara komoditas sawit memasok
kebutuhan industri CPO. Berdasarkan data BPS tahun 2019, kontribusi
nilai output agroprimer kelapa di Provinsi Kepri mencapai 9,12 milyar,
komoditas karet mencapai lebih dari 800 juta dan komoditas sawit
mencapai kontribusi lebih dari 350 juta. Sementara komoditas
perkebunan lainnya belum memberikan kontribusi yang cukup
dikarenakan luas pengusahaan yang rendah.
Untuk peningkatan kontribusi sektor perkebunan terhadap PDRB
Provinsi Kepri, tidak terlepas dari peningkatan luas tanam dan

III-71
produktivitas lahan. Selama ini, diketahui bahwa sinkronisasi Izin
Usaha Perkebunan dengan skema HGU masih menghadapi masalah
tumpang tindih dengan kawasan hutan. Permasalahan ini seolah tanpa
ujung penyelesaian, dan berpotensi menimbulkan hambatan untuk
meningkatkan produktivitas perkebunan. Hambatan utama yang
dihadapi adalah sinkronisasi peta kesesuaian perizinan yang
dikeluarkan oleh pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah,
sinkronisasi Izin Usaha Perkebunan (IUP) dengan HGU serta
sinkronisasi Penunjukan atau Penetapan Kawasan Hutan dengan
HGU. Idealnya, secara aturan, HGU perkebunan berada di luar
kawasan hutan (non kehutanan), namun kenyataannya masih banyak
HGU perkebunan yang diterbitkan pada kawasan hutan. Salah satu
penyebabnya adalah masih belum selarasnya peta tata guna (hutan,
tata ruang, pertanahan) sehingga perlu dilakukan verifikasi ulang
mengenai data pelepasan atau tukar-menukar kawasan hutan untuk
perkebunan kelapa sawit, peta Izin Usaha Perkebunan, Izin Lokasi dan
HGU.
Potensi ternak di Provinsi Kepulauan Riau cukup prospektif, khususnya
untuk ruminansia karena terdapat tutupan lahan savana yang
merupakan sumber pakan ternak seperti sapi dan kambing. Selain itu
terdapat Peternakan babi yang cukup berkembang di Kota Batam,
karena kebutuhan komsumsinya cukup besar di kota tersebut. Jenis
ternak unggas yang cukup berkembang adalah ayam petelur dan ayam
potong, kebutuhan terbanyak terdapat di Kota Batam, sehingga ternak
ayam potong dan ayam petelur berkembang di Kota Batam. Berikut ini
data statistik ternak di Provinsi Kepri tahun 2021 berdasarkan data
BPS.
Tabel 2.45. Jumlah Ternak di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2021
Sapi Ayam Ayam Ayam
Kabupaten/ Kambing Babi Itik
Potong Kampung Petelur Potong
Kota
(Ekor)
Karimun 1,273 6,000 1,126 15,000 184,400 264,414 6,700
Bintan 1,330 2,632 1,024 225,384 263,296 816,000 13,283
Natuna 10,093 1,436 76,212 571,000 3,105
Lingga 2,750 292 341 71,862 9,200 57,479 1,589
Kepulauan
4,100 300 25,000 18,000 1,750
Anambas
Batam 800 10,482 263,640 564,495 111,000 14,580,000 6,300
Tanjung
700 950 430 6,300 50,000 600,000 4,000
pinang
Total 21,046 22,092 266,561 984,253 617,896 16,906,893 36,727
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2021

III-72
b. Pertambangan
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM RI Nomor
111.K/MB.01/MEM.B/2022, tentang Wilayah Pertambangan Provinsi
Kepulauan Riau, ditetapkan Wilayah Pertambangan (WP) di Provinsi
Kepulauan Riau teridiri dari : Wilayah Usaha Pertambangan, Wilayah
Pencadangan Negara dan Wilayah Pertambangan Rakyat.

Gambar 2.26. Peta Wilayah Pertambangan Provinsi Kepulauan Riau

III-73
Berdasarkan informasi dari www.barenlitbangkepri.com, potensi
pertambangan di Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari Ijin Usaha
Pertambangan dan pengembangan pabrik pengolahan dan pemurnian
bahan tambang. Pengembangan pabrik pengolahan dan pemurnian
bahan tambang, khusus bauksit serta turunannya memiliki peluang
yang sangat besar. Sebagai penghasil bauksit, hingga saat ini
Indonesia belum memiliki pabrik pengolahan bauksit menjadi alumina
sehingga seluruh bijih bauksit di ekspor ke luar negeri (Jepang dan
Cina), sedangkan alumina sebagai bahan baku untuk pembuatan
aluminium harus diimpor dari negara lain (Australia). Hal ini terkait
dengan jumlah perusahaan penambangan bauksit yang memiliki IUP di
wilayah ini terdapat 32 perusahaan, terdiri dari 3 IUP di Karimun, 12
IUP di Tanjung Pinang, Bintan 9 IUP dan dua perusahaan berada di
perbatasan kabupaten. Total luas yang dikuasai oleh para pemegang
IUP diperkirakan mencapai 34.993 Ha, masing-masing 1,64% dari luas
tersebut berada di Karimun, Lingga (93,36%), Tanjung Pinang (1,61%),
Bintan (2,33%) dan 1,06% berada di perbatasan dua wilayah. Jumlah
sumber daya bauksit di Kepulauan Riau diperkirakan mencapai 180,97
juta ton, daerah yang masih menyimpan sumber daya bauksit paling
besar adalah Kabupaten Lingga dengan jumlah sekitar 168,96 juta ton
sisanya tersebar di empat wilayah dengan jumlah yang relatif kecil.
Selain itu cadangan potensi tambang yang cukup besar merupakan
peluang investasi bagi investor untuk eksplorasi bauksit, karena masih
banyak lahan bauksit yang belum dimanfaatkan.
Industri pemurnian pasir besi menjadi spone besi. Sponge Iron juga
dikenal sebagai besi tereduksi langsung, adalah produk yang
dihasilkan dari bijih besi. Sebagai bahan baku pembuatan baja.
Kebutuhan kedua jenis bahan baku baja seluruh pabrik baja di
Indonesia sekitar 7,6 juta metrik ton per tahunnya dan akan terus
meningkat setiap tahunnya seiring dengan meningkatnya kebutuhan
baja di Indonesia maupun di dunia. Selama ini jenis bahan baku
tersebut untuk kebutuhan industri baja di Indonesia masih di import dari
negara China, India, Brazil dan Iain-Iain. Padahal bahan baku untuk
memproduksi sponge iron maupun pig Iron sangat melimpah di
Indonesia khususnya di provinsi Kepri, seperti pasir besi (iron sand)
atau bijih besi (iron ore), batu bara (coal) dan kapur/bentonite.
Peluang investasi di sektor pertambangan batuan dan logam di provinsi
Kepulauan Riau meliputi :
1. Usaha pertambangan batuan dan Iogam
2. Usaha pengangkutan hasil tambang
3. Usaha industri pengolahan hasil tambang

III-74
4. Usaha perdagangan hasil tambang batuan
5. Jasa konstruksi pekerjaan Persiapan Lapangan untuk Lahan
Pertambangan
6. Jasa penelitian potensi tambang

Berdasarkan informasi dari GEORIMA Geoportal esdm.go.id. potensi


bahan tambang yang terdapat di Kepulauan Riau, untuk potensi bahan
tambang Mineral Logam berupa Timah dapat di jumpai di Kabupaten
Karimun dan Kabupaten Lingga. Logam ringan dan Langka: Bauksit di
Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, dan Kabupaten Lingga.
Muskovit: di Kabupaten Lingga dan Kabupaten Karimun. Titan Laterit
di Kabupaten Bintan (Tanjung Uban). Sedangkan Mineral Non Logam
sebagai bahan bangunan berupa Andesit di Kabupaten Bintan dan
Granit di Kabupaten Karimun. Bahan Keramik Kaolin di Kabupaten
Karimun. Untuk mineral Industri berupa Pasir Kuarsa di jumpai di
Kabupaten Kepualau Anambas.
Potensi Minyak dan Gas di jumpai di Kabupaten Natuna yang berada
di Laut Cina Selatan dengan jumlah cadangan minyak terbukti: 63.13
barrel, mungkin: 34.93 barrel dan harapan: 43.76 barrel. Sedangkan
cadangan gas terbukti: 924.20 MMscfd, mungkin: 422.62 MMscfd,
harapan : 542.45 MMscfd.

III-75
Gambar 2.27. Peta Lokasi Izin Usaha Pertambangan di Provinsi Kepri

III-76
Gambar 2.28. Peta Wilayah Kerja Migas Provinsi Kepulauan Riau

III-77
c. Pariwisata
Berdasarkan data Dinas Pariwisata Provinsi Kepulauan Riau, secara
umum, wisata di Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari wisata alam,
wisata religi, wisata budaya, wisata kuliner dan wisata bahari.
Kemudian, untuk sebaran potensi pariwisata, dapat dilihat lebih lanjut
pada tabel berikut.
Tabel 2.46. Sebaran Potensi Pariwisata di Provinsi Kepulauan Riau
Kabupaten Bintan Kabupaten Karimun
Air Terjun Gunung Bintan Agrowisata Kundur Barat
Air Terjun Gunung Lengkuas (Perkebunan Buah-buahan)
Anra Wika Square Air Terjun Gunung Jantan
Bintan Mangrove Air Terjun Pongkar
Bintan Resorts Air Terjun Sugi
Danau Bekas Galian Bauksit Tembeling Batu Limau Alai
Danau Biru Batu Lubuk
Desa Wisata Sebong Pereh Batu Mesjid
Goa Gunung Bintan Goa Ikan Bayang
Gunung Bintan Gunung Betina
Gunung Lengkuas Gunung Jantan
Jembatan Busung Gunung Karimun Anak
Kawasan Wisata Lagoi Exsclusive Jembatan Pelambong
Kebun Binatang Mayangsari Kawasan Wisata Bukit Gading
Kepulauan Tambelan Kelenteng Moro
Kota Kijang Kolam Ikan Bayang
Lagoi Park & Reservoir Makam Keramat Tebing
Makam Bukit Batu Makam Orang Kuat
Makam Datuk Penaon Makam Si Badang
Makam Sultan Abdurrahman Tambelan Masjid Pulau Buru
Masjid Raya Baitul Makmur Tanjung Uban Masjid Raya Karimun
Mini Zoo Kijang Masjid Tua Al-Mubarak
Muhayatsyah Tambelan Pantai Air Dagang
Nirwana Gardens Pantai Batu Limau
Pantai Kedondong Pantai Durai
Pantai Lagoi Pantai Gading
Pantai Lancang Kuning Pantai Glora
Pantai Loola Pantai Ketam
Pantai Mana-mana Pantai Lubuk
Pantai Trikora Pantai Mukalis
Pantai Sakera Pantai Pasir Putih Pandan
Pantai Sumpat Pantai Pasir Putih Tulang
Pantai Sungai Lepah Pantai Pelawan
Pantai Wisata Sebong Pereh Pantai Pongkar
Pulau Bintan Pantai Sawang
Pulau Bungin Pantai Sugi
Pulau Kelong Pantai Tanjung Melolo
Pulau Mantang Pantai Teluk Ranai
Pulau Mapur Pantai Telunas
Pulau Pangkil Pantai Timun
Riabintan Club Pemandian Air Panas Tanjung
Situs Kota Kara Hutan
Sungai Sebong Pulau Moro
Tanjung Berakit Pulau Durai
Teluk Abik Pulau Judah (Pulau Pasai)
Teluk Bakau Pulau Telunas

III-78
Teluk Penepat Prasasti Pasir Panjang (Batu
Bersurat)
Sumur Tua Pulau Buru
Taman Budaya Bukit Tembok
Taman Safari Indah
Tanjung Balai Karimun
Tanjung Batu
Telaga Tujuh Hang Tuah
Telunas Resot Beach
Kabupaten Natuna Kabupaten Lingga
Agro Wisata Ceruk Air Terjun Batu Ampar
Air Terjun Gunung Air Hiu Air Terjun Cenut
Air Terjun Kuala Maras Air Terjun Cik Latif
Air Terjun Ranai Air Terjun Gemuruh
Air Terjun Pengadah Air Terjun Jelutung
Alif Stone Park (Tanjung Natuna) Air Terjun Kador
Batu Besantai Air Terjun Mala
Batu Catur Air Terjun Merawang
Batu Duyung Air Terjun Resun
Batu Kaouan Air Terjun Sungai Mentuda
Batu Kapal Air Terjun Tanda
Batu Kasah Batu Babi
Batu Madu Batu Belah
Batu Niaga Batu Berdaun
Batu Rusia Batu Buaya
Batu Senduyung Batu Kapal
Batu Sindu Benteng Bukit Cening
Batu Sisir Benteng Kuala Daik
Bendung Kelarik Benteng Kubu Parit
Bendungan Tapau Benteng Mepar
Bukit Kapur Ceruk Benteng Tanjung Cengkeh
Bukit Senubing Bukit Tomang
Bukit Senubing Cetiya Loka Shanti
Cagar Alam Pulau Laut Cetya Dharma Ratna
Embung Pulau Laut Dermaga Daik Lingga
Embung Pulau Tiga Gedung Nasional Dabo Singkep
Embung Serasan Gunung Daik
Embung Subi Gunung Muncung
Goa Batu Sindu Gunung Selayar
Goa Kapal Batu G. Daik Cabang Tiga
Goa Lubang Hidung Kelenteng Pek Kong
Gunung Ranai Kelenteng Pulau Penuba
Kampung Wisata Tanjung Kumbik Lapangan Merdeka Dabo
Kawasan Gunung Bedung Singkep
Kawasan Kota Tua Midai Makam Bukit Cengkeh
Keramat Binjai Makam Megat Kuning
Kota Tua Penagi Makam Mepar
Kota Tua Segeram Makam Merah (Makam Raja
Laman Kima Muhammad Yusuf)
Laut Natuna Makam Sultan Mahmud Riayat
Mangrove Pering Syah
Mangrove Sebala Masjid Az Zulfa
Masjid Agung Gunung Ranai Masjid Sultan Lingga
Masjid Agung Natuna Meriam Lapangan Merdeka
Museum Sri Serindit Meriam Sumbing
Pantai Air Beras Meriam Tegak
Pantai Air Buluh Monumen Keabsahan Pulau
Pantai Air Gayam Berhala

III-79
Pantai Air Mali Museum Mini Linggam Cahaya
Pantai Air Payang Pagoda
Pantai Arung Buaya Pancur
Pantai Cemaga Pantai Anak Benan
Pantai Genting Pantai Batu Berdaun
Pantai Goa Kamak Pantai Batu Berlobang
Pantai Harapan Pantai Batu Bongkok
Pantai Kadur Pantai Belakang Benan
Pantai Kencana Pantai Belakang Hutan
Pantai Lingkung Pantai Benan
Pantai Mabai Pantai Berhala
Pantai Pasir Marus Pantai Cemara
Pantai Pasir Merah Pantai Dungun
Pantai Pasir Panjang Pantai Indah Sergang Laut
Pantai Pasir Putih Pantai Kerandin
Pantai Pasir Sepandok Pantai Laboh
Pantai Penipah Pantai Lundang
Pantai Pian Tujuh Pantai Mamut
Pantai Ranai Pantai Mentanak
Pantai Sebagul Pantai Nusantara
Pantai Setengar Pantai P. Pena'ah
Pantai Sahi Pantai Pasir Pandak
Pantai Sekunyam Pantai Pasir Panjang
Pantai Sengiap Pantai Pasir Panjang Karang
Pantai Sisi Bersulam
Pantai Tanjung Kapal Pantai Penarik
Pantai Tanjung Sayung Pantai Penat
Pantai Tanjung Semut Pantai Pulau Duyung
Pantai Tebung Pantai Pulau Gelombang
Pantai Telebu Pantai Sekanah
Pantai Teluk Buton Pantai Sekawan
Pantai Teluk Depeh Pantai Senayang
Pantai Teluk Pakuk Pantai Serang
Pantai Teluk Resak Pantai Sergang
Pantai Teluk Selahang Pantai Serim
Pantai Tg. Mayang Pantai Serum
Pantai Tg. Sering Pantai Tamiang
Patung Mohd. Dun Pantai Tanjung Jodoh
Pelabuhan Wisata Pian Penyu Pantai Tanjung Sawang
Pulau Batu Bilis Pantai Tanjung Ular
Pulau Batu Garam Pantai Teluk Adab
Pulau Bungun Pantai Teluk Adang
Pulau Bunguran Pantai Teluk Empuk
Pulau Durai Pantai Tg. Dua
Pulau Hantu Patung Singa Dabo Singkep
Pulau Jalik Pemandian Air Bedegam
Pulau Jantai Pemandian Air Panas Dabo
Ppulau Kambing Singkep
Pulau Kemudi Pemandian Batu Ampar
Pulau Keramat Datuk Pemandian Lubuk Papan
Pulau Kukup Pemandian Tengku Ampuan
Pulau Laut Zahara (Lubuk Pelawan)
Pulau Mangkian Pendakian Gunung Daik
Pulau Midai Pulau Batu Belobang
Pulau Panjang Pulau Belading
Pulau Penganak Pulau Benan
Pulau Sahi Pulau Berhala
Pulau Sedanau Pulau Berjung

III-80
Pulau Semian Pulau Bukit
Pulau Sedua Pulau Burung
Pulau Selentang Pulau Cempa
Pulau Senoa Pulau Duyung
Pulau Setai Pulau Enan
Pulau Serasan Pulau Hantu
Pulau Setanau Pulau Kapal
Pulau Subi Pulau Katang
Pulau Timau Pulau Kentar
Situs Batu Tok Nyong Pulau Mamut
Sungai Natuna Pulau Mensemut
Tanjung Senubing Pulau Pena'ah
Tanjung Migit Pulau Penuba
Tanjung Temiang Pulau Perangoi
Teluk Muara Pulau Pucung
Teluk Panglima Pulau Lampu
Teluk Sangki Pulau Lingga
Wisata Mangrove Binjai Pulau Sekeling
Wisata Mangrove Cemaga Utara Pulau Singkep
Wisata Mangrove Semitan Pulau Telur
Wisata Mangrove Setengar Pulau Tiga
Selat Kongko
Selat Kongki
Sereteh Desa Kelumu
Situs Istana Damnah
Situs Istana Robat
Situs Pondasi Bilik 44
Sungai Cenut
Sungai Dungun
Sungai Lingga
Sungai Resun
Sungai Tuan
Sungai Ulu Temiang
Terumbu Cawan
Tugu Mini Khatulistiwa
Tugu Timah
Vihara Cetya Darma Ratna
Wilayah Pengelolaan Terumbu
Karang Senayang
Kota Tanjungpinang Kota Batam
Akau Potong Lembu Agrowisata Agro Mulyo
Anjung Cahaya Angkasa Raya Mall
Areca Waterpark Asrama Haji Batam Center
Balai Adat Penyengat Batam Centre Mall
Benteng Pertahanan Bukit Kursi Batam City Square
Benteng Prince Hendrik Batam Adventure Center
Bestari Mall Batam Cableski Park
Bintan Center Batam Techno Park
Bintan Mall Bengkong Mall
Bukit Panorama Bukit Batam
Gedung BPLH Bintan Bukit Cinta
Gedung Daerah Bukit Hantu
Gedung Dinas Pariwisata Bukit Harimau Sekupang
Gedung Eks Asrama Pelajar Bukit Jodoh
Gedung Hakim Mahkamah Syariah Raja Haji Bukit Senyum
Abdullah Bukit Sukajadi
Gedung Hiburan Belanda Center Point
Gedung Kesenian Aisyah Sulaiman Dataran Tinggi Engku Putri

III-81
Gedung Mesiu DC Mall
Gedung Pengadilan Tertua Dragon Fruit Garden
Gedung Peninggalan Belanda (Gedung LP3N) Digital Kampung Terih
Gedung Tabib Kerajaan Dragon Lake
Gedung Tengku Bilik Ex Camp Vietnam
Gereja Ayam Gereja Katolik St.Peter's
Gereja Katolik Hati Santa Maria Tak Bernoda GPIB Immanuel Batam
GPIB Bethel Harbour Bay Mall
Gurindam Square Hutan Wisata Bukit Kucing
Hutan Bakau Sungai Dompak Jembatan Barelang
Istana Kantor Kampung Jambi Batu Besar
Jembatan Sungai Carang Kelenteng Cetya Tridarma
Kawasan Wisata Hanaria Kem pengungsi Galang
Kedai Film Nusantara Tugu Pahlawan Kepri Mall
Klenteng Tao Sa Kong KTM Resort
Klenteng Tien Hou Kong Lembah Pelangi
Kolam Berenang Dendang Ria Lucky Plaza
Kompleks Makam Kerkhoff Belanda Maha Vihara Duta Maitreya
Lapangan Pamedan Makam Jepang Pulau Galang
Makam Daeng Celak Makam Keramat H. Daeng
Makam Daeng Marewah Fuang
Makam Embung Fatimah Makam Keramat Sekupang
Makam Engku Putri Makam Nong Isa
Makam Raja Abdul Rahman Makam Temenggung Abdul
Makam Raja Haji Fisabilillah Jamal
Makam Raja Ja'far Marina Waterfront City
Mall Ramayana Tanjung Pinang Masjid Agung Batam
Mangrove Sei Carang Mega Mall Batam Center
Masjid Agung Tanjungpinang (Masjid Keling) Mega Wisata Ocarina
Masjid Raya Sultan Riau Mitra Mall Batuaji
Meja Tujuh (Foodcourt) Museum Mini Bulang Lintang
Melayu Square Mymart
Monumen Raja Haji Fisabilillah Nagoya Citywalk
Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah Nagoya Hill Superblock
Ocean Corner Nuvasa Sea Forest Adventure
Pantai Impian Park
Pantai Indah Padang Golf Bukit Batam
Pantai Tanjung Siambang Padang Golf Palm Springs
Pasar Raya Kota Tanjungpinang Padang Golf Southlinks
Patung Anjing Laut Padang Golf Sukajadi
Perigi Putri (Perigi Kunci) Panbil Mall
Pinang Marina Pantai Amera
Plaza Bintan Center Pantai Bahagia
Plaza Pinlang Mas Pantai Bale Bale
Pulau Basing Pantai Batam View
Pulau Biram Dewa Pantai Bemban
Pulau Dompak Pantai Cantik
Pulau Los Pantai Dangas
Pulau Paku Pantai Kalat
Pulau Penyengat Pantai Ketapang
Pulau Senggarang Pantai Lagorap
Pulau Sore Pantai Galang Mas
Pulau Terkulai Pantai Kampung Panau
Puncak Indah Pantai Maimoon
Rumah Jil Belanda (Rutan Klas II Pantai Marina
Tanjungpinang) Pantai Mawar
Rimba Jaya Pantai Melayu
Sekolah HIS Eks SD 001 Pantai Melur

III-82
Sekolah MBS Tanjungpinang Pantai Mirota
Sisa Bangunan Rusydiah Klub dan Tapak Pantai Nongsa
Percetakan Kerajaan Pantai Palm Springs
Situs Istana Kedaton (Istana Sultan Abdul Pantai Payung
Rahman Muazam Syah) Pantai Sanggara
Situs Istana Kota Piring Pantai SBS
Situs Istana Kota Rebah Pantai Sekilak
Situs Sisa Istana Bahjah (Istana Raja Ali Pantai Sembulang
Kelana) Pantai Setokok
Sungai Carang Pantai Tanjung Bemban
Sungai Ular Pantai Tanjung Pinggir
Taman Bestari Pantai Tangga 1000
Taman Budaya Raja Ali Haji Pantai Tanjung Piayu
Taman Pantai Pantai Tanjung Pinggir
Taman Tugu Pensil Pantai Tiga Putri
Tepekong Pulau Los Pantai tanjung bemban
Tepi Laut Pantai Zore
Tugu Gonggong Pantai Turi
Tugu Obor Patung Dewi Kwan Im
Tugu Pahlawan Pilar Tri Argulasi Primer Gaung
Tugu Pensil Kedap
Tugu Proklamasi Riau Plaza Avava
Tugu Tangan (Tugu Hiu) Plaza Batamindo
Vihara Avalokitesvara Graha Plaza Top 100 Penuin
Vihara Dharma Sasana Pulau Abang
Vihara Ksitigarbha Bodhisattva Pulau Akar
Pulau Belakang Padang
Pulau Bulang Lintang
Pulau Galang
Pulau Sambu
Pura Agung Amerta Bhuana
Pura Jagadnata
Queen Garden Water Boom
Ramayana & Robinson Batam
Mall
Robinson Mall Jodoh
Rumah Limas Potong
SunBoss Plaza
STC Mall Sekupang
Taman Kolam Sekupang Batam
Taman Tangga Seribu
Tanjung Riau Fisherism
Tering Bay
The Waterpark Top 100
Top 100 Batuaji
Top 100 Jodoh
Top 100 Tembesi
Waterboom Dreamland
Waterboom Puri Selebriti
Waterpark Batu Aji
Waterpark Duta Mas
Waterpark Ocarina
Vihara Buddhi Bakti
Kabupaten Kepulauan Anambas
Air Terjun Air Bini
Air Terjun Bunyi
Air Terjun Neraja
Air Terjun Temurun

III-83
Anambas Resort
DAM Dampit
Desa Air Sena
Desa Bukit Padi
Desa Ulu Maras
Hutan Bakau Air Bini
Kepulauan Anambas
Makam Keramat Siantan
Masjid Jami' Baiturrahim
Mengkian Panjang
Pantai Arung Hijau
Pantai Padang Melang
Pantai Pasir Manang
Pantai Selat Rangsang
Pantai Tanjung Momong
Pulau Ayam
Pulau Bawah
Pulau Berhala
Pulau Damar
Pulau Durai
Pulau Kelong
Pulau Keramut
Pulau Kuku
Pulau Mangkai
Pulau Mengkait
Pulau Nyamuk
Pulau Pahat
Pulau Penjalin
Pulau Rongkat
Pulau Temawan
Semen Panjang
Tarempa
Vihara Gunung Dewa Siantan
Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Kepulauan Riau

d. Kelautan
Provinsi Kepulauan Riau masuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan
711 (WPP 711). Potensi sumber daya ikan di WPP 711 diperkirakan
sebesar 1.057.050 ton/tahun dan diperkirakan wilayah perairan laut
Kepulauan Riau memiliki potensi sumber daya ikan sebesar
860.650,11 ton/tahun meliputi ikan pelagis besar sejumlah 53,802.34
ton/tahun, ikan pelagis kecil sejumlah 506.025,30 ton/tahun, ikan
demersal sejumlah 272.594,16 ton/tahun, ikan karang sejumlah
17.562,29 ton/tahun, lainnya (cumi, udang, lobster) sejumlah 10.666,02
ton/tahun. Sementara, dengan pendekatan hasil survei, diperkirakan
total potensi sumber daya ikan di perairan laut Kepulauan Riau sebesar
689.345.17 ton/tahun terdiri dari ikan pelagis besar sejumlah 16.483,29
ton/tahun, ikan pelagis kecil sejumlah 14630934 ton/tahun, ikan
demersal sejumlah 491.653,06 ton/tahun, Krustase (Udang, Kepiting,
Rajungan, Lobster dan Mantis) sejumlah 4402,70 ton/tahun, Moluska
(Cumi, Sotong, Gurita) sejumlah 30.496,77 ton/tahun. Potensi

III-84
perikanan tangkap di Provinsi Kepulaun Riau terbesar berada di
perairan Natuna dengan tingkat pemanfaatan baru mencapai 4-6% dari
total potensi Kabupaten Natuna sebesar 504.212,85 ton/tahun (58,59%
dari total potensi Provinsi Kepulauan Riau), diikuti Kabupaten Bintan,
Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Lingga.
Tabel 2.47. Daerah Penangkapan Ikan Pelagis di Provinsi Kepulauan
Riau
Kabupaten/Kota Lokasi Penangkapan
Tanjungpinang Selatan sampai barat Pulau Dompak, barat Pulau
Penyengat, Timur Pulau Los dan dekat Senggarang
Bintan Perairan Pesisir Timur Pulau Bintan yang merupakan
Kawasan Konservasi Laut Daerah, Utara Berakit,
Utara Lagoi, Timur Pulau Gin, barat laut Pulau
Pangkil, Gugusan Pulau Tambelan.
Batam Sebelah barat - selatan - timur gugusan P. Rempang
dan P. Galang, P. Abang Besar, P. Abang, P. Petong,
Belakang Padang, Nongsa, Bulang, Batu Ampar,
Tenggara P. Korek Busung dan Selat Phillip.
Karimun Perairan Selatan Pulau Durian, Perairan sebelah
Timur Kec. Durai, Barat Laut P. Sugi, Perairan sebelah
barat P. Karimun Besar sampai ke Pulau Asam, dan
Perairan Utara P. Karimun Kecil.
Lingga Hampir seluruh Perairan di Selatan dan Barat Daya P.
Dabo dan gugusan pulau Kab. Lingga. Perairan
sekitar Pekajang dan Pulau Berhala.
Natuna Perairan barat daya Pulau Bunguran, Perairan sekitar
Pulau Subi, Serasan, Midai dan Tenggara Pulau Laut.
Anambas Hampir seluruh perairan di sekitar gugusan Kepulauan
Anambas.
Sumber: KLHS RZWP3K Kepri, Hasil analisis data citra (2011-2016), Survey Lapangan (2017-2018)

Estimasi potensi lestasi ikan demersal untuk WPP 711 adalah sebesar
482.200 ton/tahun dan upaya optimum (f opt.) 9.987 unit alat tangkap
standar dogol. Status eksploitasi sudah berada pada tahapan
overfishing. Potensi ikan demersal dari Laut Cina Selatan (LCS) yang
merupakan kontribusi produksi Provinsi Kepulauan Riau menyumbang
rata-rata 96.808 ton/tahun (75% demersal), dari Provinsi Bangka
Belitung sebesar 73.598 ton/tahun (31 % demersal). Lokasi tangkapan
umumnya ditandai oleh keberadaan ekosistem spesifik di sekitarnya,
seperti padang lamun, terumbu karang dan estuaria yang merupakan
area spill over dari sumberdaya ikan, atau tanda-tanda lainnya seperti
paparan perairan dangkal berlumpur padat, berbatu dan adanya karang
dalam. Lokasi seperti ini menyebar di antara pulau-pulau sekitar
Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Natuna, Anambas, dan
pulau-pulau kecil serta gosong di perairan lepas pantai Kalimantan
Barat yang ditemui dari Utara hingga Barat Laut. Daerah Potensial Ikan

III-85
(DPI) demersal di Provinsi Kepulauan Riau terdistribusi hampir
diseluruh perairan pesisir.
Tabel 2.48. Daerah Potensial Ikan Demersal di Provinsi Kepulauan
Riau
Kabupaten/Kota Lokasi Penangkapan
Tanjungpinang Pesisir P. Basing, P. Sekatap, P. Terkulai, Selatan P.
Dompak, Perairan Senggarang.
Bintan Perairan Pesisir Timur Pulau Bintan yang merupakan
Kawasan Konservasi Laut Daerah, Utara Berakit,
Utara Lagoi, Timur Pulau Gin, barat laut Pulau
Pangkil, Gugusan Pulau Tambelan.
Batam Perairan sekitar P. Abang Besar dan P. Abang, P.
Petong.
Karimun Perairan Selatan Pulau Durian, Perairan sebelah
Timur Kec. Durai, Barat Laut P. Sugi, Perairan sebelah
barat P. Karimun Besar sampai ke Pulau Asam, dan
Perairan Utara P. Karimun Kecil.
Lingga Hampir Seluruh Perairan di Selatan dan Barat Daya P.
Dabo dan gugusan pulau Kab. Lingga. Perairan
sekitar Pekajang dan Pulau Berhala.
Natuna Perairan Barat Daya Pulau Bunguran, Perairan sekitar
Pulau Subi, Serasan, Midai dan Tenggara Pulau Laut.
Anambas Hampir seluruh perairan di sekitar gugusan Kepulauan
Anambas.
Sumber: KLHS RZWP3K Kepri, Hasil analisis data citra (2011-2016), Survey Lapangan (2017-2018)

Selain komoditas ikan pelagis dan ikan demersal, perairan Provinsi


Kepulauan Riau juga memiliki biota laut lain yang juga menjadi
komoditas tangkap di perairan Provinsi Kepulauan Riau, antara lain
seperti kelompok krustase dan moluska.

2.1.2.3. Karakteristik Sosial Budaya


1. Jumlah, Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Provinsi Kepulauan Riau sebagai suatu provinsi kepulauan dengan pulau-
pulau kecil yang membentuk gugusan pulau, sehingga dalam pengaturan tata
ruang, penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, maupun
pelayanan kepada masyarakat didasarkan kepada konsepsi gugus pulau.
Secara rinci, jumlah penduduk menurut kabupaten/kota dalam 5 tahun terakhir
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.49. Jumlah Penduduk Provinsi Kepulauan Riau menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2015-2020
Kabupaten/Kota 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Kota Tanjungpinang 202.215 204.735 207.057 209.280 211.583 227.663
Kabupaten Bintan 153.020 154.584 156.313 157.927 159.403 159.518
Kota Batam 1.188.985 1.236.399 1.282.196 1.329.773 1.376.009 1.196.396
Kabupaten Karimun 225.298 227.277 229.194 231.145 232.797 253.457
Kabupaten Lingga 88.591 88.971 89.330 89.501 89.781 98.633

III-86
Kabupaten/Kota 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Kabupaten Natuna 74.520 75.282 76.192 76.968 77.771 81.495
Kabupaten Kep.
40.414 40.921 41.412 41.927 42.309 47.402
Anambas
Kepulauan Riau 1.973.043 2.028.169 2.082.694 2.136.521 2.189.653 2.064.564
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2021 (data diolah)

Kemudian, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Tahun 2021,


Kepadatan Penduduk di Provinsi Kepulauan Riau tertinggi yaitu di Kota Batam
dan Tanjungpinang, pada tahun 2019 masing-masing mencapai 1433
jiwa/km2 dan 1464 jiwa/km2 . dari tahun 2015 hingga tahun 2019 kedua
wilayah tersbut terus mengalami kenaikan dan lebih tinggi dibandingkan rata-
rata kepadatan penduduk Provinsi Kepulauan Riau.
Tabel 2.50. Kepadatan Penduduk Provinsi Kepulauan Riau
Kepadatan Penduduk (Km²)
Wilayah
2015 2016 2017 2018 2019
Karimun 148 149 251 253 255
Bintan 88 89 119 120 121
Natuna 26 27 38 38 39
Lingga 42 42 39 39 40
Kepulauan Anambas 68 69 70 71 72
Batam 755 787 1336 1385 1433
Tanjungpinang 843 855 1432 1448 1464
Kepulauan Riau 186 191 254 260 267
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2021 (data diolah)

Adapun hasil perhitungan laju pertumbuhan penduduk di Kepulauan Riau


berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada periode waktu 2010-2020 dan
2020-2021 sebagai berikut.
Tabel 2.51. Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Kepulauan Riau
Laju Pertumbuhan Penduduk
Kabupaten/Kota
2010-2020 2020-2021
Karimun 1,72 1,77
Bintan 1,11 1,43
Natuna 1,62 1,72
Lingga 1,31 1,54
Kepulauan Anambas 2,32 2,10
Kota Batam 2,32 2,11
Kota Tanjungpinang 1,90 1,87
Kepulauan Riau 2,02 1,94
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2022

Berdasarkan tabel diatas, maka pada periode waktu 2010-2020 dan 2020-
2021 terjadi peningkatan jumlah penduduk di semua kabupaten/kota di
Provinsi Kepulauan Riau. Pada tahun 2020-2020 nilai keseluruhan LPP yaitu
2,02 dan pada tahun 2020-2021 nilai LPP yaitu 1,94, artinya nilai tersebut
sudah lebih dari 1 yang mengindikasikan bahwa di Kepulauan Riau telah
terjadi perubahan jumlah penduduk yang cukup signifikan pada periode
tersebut.

III-87
2. Penduduk Menurut Mata Pencaharian, Status Pekerjaan, dan
Pendidikan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Tahun 2021 di Kepulauan Riau
lapangan pekerjaan utama didominasi oleh sektor Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan;
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa
Keuangan dan Asuransi; Real Estat; Jasa Perusahaan; Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib; Jasa Pendidikan; Jasa
Kesehatan dan Kegiatan Sosial; Jasa Lainnya yaitu sekitar 625.509 jiwa dan
terbanyak di Kota Batam. Sedangkan sektor yang memiliki jumlah bekerja
terendah yaitu Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yaitu hanya berkisar
97.868 jiwa. Lebih rinci dapat lebih lanjut dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.52. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Selama
Seminggu yang Lalu Menurut Kabupaten/Kota dan Lapangan Pekerjaan
Utama Tahun 2021
Lapangan Pekerjaan Utama
Wilayah Jumlah Total
I II III
Karimun 21.046 24.481 55.088 100.615
Bintan 13.775 19.232 37.741 70.748
Natuna 8.585 9.243 22.525 40.343
Lingga 13.995 7.614 21.275 42.884
Kep. Anambas 6.506 3.225 12.397 22.128
Batam 31.121 282.698 402.374 716.193
Tanjungpinang 2.840 17.549 74.119 94.508
Kepulauan Riau 97.868 364.042 625.509 1.087.419
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022

Catatan:
I : Pertanian, Kehutanan, Perikanan
II: Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan
Air; Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang; Konstruksi
III: Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan
Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa
Keuangan dan Asuransi; Real Estat; Jasa Perusahaan; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan
Jaminan Sosial Wajib; Jasa Pendidikan; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; Jasa Lainnya

Status pekerjaan utama di Provinsi Kepulauan Riau didominasi oleh status


pekerjaan buruh/karyawan/pegawai yaitu pada tahun 2021 berkisar 671.961
jiwa pekerja yang beraktivitas pada kegiatan tersebut, angka tersebut jika
dirinci kedalam lapangan pekerjaan utama maka didominasi oleh sektor jasa
yaitu sekitar 370.550 tenaga kerja. Sedangkan status pekerjaan utama yang
memiliki jumlah tenaga kerja terendah yaitu status Pekerjaan bebas di
pertanian yaitu hanya sekitar 5.729 jiwa. Lebih lanjut dapat dilihat pada tabel
berikut.

III-88
Tabel 2.53. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Selama
Seminggu yang Lalu Menurut Status Pekerjaan Utama dan Lapangan
Pekerjaan Utama di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2021
Lapangan Pekerjaan Utama
Status Pekerjaan Utama Jumlah Total
I II III
Berusaha Sendiri 57.239 35.421 124.104 216.764
Berusaha dibantu buruh tidak 6.732 7.204 49.291 63.227
tetap/buruh tidak dibayar
Berusaha dibantu buruh tetap/ 2.247 11.208 19.179 32.634
buruh dibayar
Buruh/ karyawan/ pegawai 18.836 282.575 370.550 671.961
Pekerja bebas di pertanian 5.729 0 0 5.729
Pekerja bebas di nonpertanian 0 20.065 15.873 35.938
Pekerja keluarga/ tak dibayar 7.085 7.569 46.512 61.166
Jumlah Total 97.868 364.042 625.509 1.087.419
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022

Catatan
I: Pertanian
II: Industri Pengolahan
III: Jasa

Kemudian jika dilihat dari sisi pendidikan penduduk yang berusia 15 tahun ke
atas yang bekerja selama seminggu yang lalu menurut status pekerjaan
utama, status pekerjaan yang memiliki tenaga kerja tertinggi dalam hal ini yaitu
Buruh/Karyawan/Pegawai dan didominasi oleh lulusan SMA yaitu sekitar
394.530. Sedangkan terendah yaitu status pekerjaan Berusaha dibantu buruh
tetap/ buruh dibayar yaitu sekitar 32.634 tenaga kerja dan didominasi oleh
lulusan SMA yaitu sekitar 14.194 tenaga kerja. Lebih lanjut dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 2.54. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama
Seminggu yang Lalu Menurut Status Pekerjaan Utama dan Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2021
Pendidikan
Status Pekerjaan Jumlah
Perguruan
Utama SD SMP SMA Total
Tinggi
Berusaha Sendiri 770.055 33.148 87.903 18.658 216.764
Berusaha dibantu buruh 20.111 9.286 28.931 4.899 63.227
tidak tetap/buruh tidak
dibayar
Berusaha dibantu buruh 6.717 5.878 14.194 5.845 32.634
tetap/ buruh dibayar
Buruh/ karyawan/ 66.633 54.723 394.530 156.075 671.961
pegawai
Pekerja bebas 15.721 7.193 17.636 1.117 41.667
Pekerja keluarga/ tak 13.739 14.347 30.872 2.208 61.166
dibayar
Jumlah Total 199.976 124.575 574.066 188.802 1.087.419
Sumber: Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022

III-89
3. Angka Tenaga Kerja dan Pengangguran
Provinsi Kepulauan Riau, berdasarkan data statistika yang dikeluarkan oleh
Badan Pusat Statistik tahun 2022, penduduk berusia 15 tahun keatas yang
merupakan angkatan kerja dan bekerja dari tahun 2018 sampai 2021 terus
mengalami peningkatan pada tahun 2018 bulan Agustus sekitar 938.000
meningkat pada tahun 2021 bulan Agustus menjadi 1.087.419 jiwa. Akan
tetapi hal tersebut juga berjalan lurus dengan angka pengangguran terbuka
yang juga meningkat, pada tahun 2018 sekitar 82.062 jiwa meningkat pada
tahun 2021 bulan Agustus menjadi 119.595 jiwa. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini
Tabel 2.55. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Termasuk Angkatan
Kerja di Provinsi Kepulauan Riau
Tahun
Jenis Kegiatan 2018 2019 2020 2021
Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus
Penduduk Usia 15
1.585.686 1.524.833 1.652.333 1.573.376 1.710.594 1.737.977 1.767.979
Tahun ke Atas
Angkatan Kerja 1.020.062 1.039.132 1.068.974 1.062.087 1.133.776 1.153.878 1.207.014
Bekerja 938.000 972.575 988.817 1.002.917 1.016.600 1.037.133 1.087.419
Pengangguran 82.062 66.557 80.157 59.170 117.176 116.745 119.595
TPAK (Tingkat
Partisipasi
62,33 68,15 64,69 67,50 66,28 66,39 68,27
Angkatan Kerja)
(%)
TPT (Tingkat
Pengangguran 8,04 6,41 7,50 5,57 10,34 10,12 9,91
Terbuka) (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022 (Diolah)

Tabel 2.56.. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Termasuk Angkatan


Kerja di Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan Kawasan Perkotaan dan
Perdesaan
Tahun
Jenis Kegiatan 2018 2019 2020 2021
Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus
Perkotaan
Angkatan Kerja 905.954 939.344 972.684 972.917 1.019.478 1.066.782 1.098.934
Bekerja 827.396 876.249 896.869 915.408 908.491 953.326 984.125
Pengangguran 78.558 63.095 75.815 57.509 110.987 113.456 114.809
TPAK (Tingkat
Partisipasi Angkatan 64,12 68,32 64,98 67,86 66,72 66,43 68,99
Kerja) (%)
TPT (Tingkat
Pengangguran 8,67 6,72 7,79 5,91 10,89 10,64 10,45
Terbuka) (%)
Perdesaan
Angkatan Kerja 114.108 99.788 98.290 89.710 114.298 87.096 108.080
Bekerja 110.604 96.326 91.948 87.509 108.109 83.807 103.294
Pengangguran 3.904 3.462 4.342 1.661 6.189 3.289 4.786
TPAK (Tingkat
Partisipasi Angkatan 64,00 66,55 61,98 63,86 62,62 65,91 59,03
Kerja) (%)
TPT (Tingkat
Pengangguran 3,07 3,47 4,51 1,86 5,41 3,78 4,43
Terbuka) (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022 (Diolah)

III-90
Tabel 2.57. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Termasuk Angkatan
Kerja di Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan Kabupaten/Kota
Tahun
2018 2019 2020 2021
TPT
Bekerja Pengangguran Bekerja Pengangguran TPT (%) Bekerja Pengangguran TPT (%) Bekerja Pengangguran TPT (%)
(%)
Karimun 103.924 3.116 2,91 94.302 5.833 5,83 96.295 8.786 8,36 100.615 7.801 7.20
Bintan 67.678 4.618 6,39 67.007 6.367 8,68 7.874 6.601 8,86 70.748 6.676 8.62
Natuna 35.504 1.498 4,05 36.450 1.449 3,82 38.486 1.644 4,10 40.343 2.192 5.15
Lingga 42.480 1.751 3,96 42.325 1.925 4,35 42.548 1.965 4,41 42.884 1.892 4.23
Kep. Anambas 19.981 594 2,89 18.868 625 3,21 20.759 740 3,44 22.128 284 1.27
Batam 577.468 64.677 10,07 635.516 57.602 8,31 657.642 87.903 11,79 716.193 94.384 11.64
Tanjung
90.965 5.808 6,00 94 349 6.356 6,31 92.996 9.537 9,30 94.508 6.366 6.31
pinang
Jumlah 938.000 82.062 8,04 988.817 80.157 7,50 1.016.600 117.176 10,34 1.087.419 119.595 9.91

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022 (Diolah)

Jika melihat data diatas, angka pengangguran terbuka di perkotaan lebih


banyak dibandingkan di perdesaan yaitu di Kota Batam dan Kota
Tanjungpinang. Kesenjangan antara pengangguran perkotaan dan perdesaan
melebar selama empat tahun terakhir karena pengangguran pengangguran di
kawasan perkotaan terjadi kenaikan yang cukup signifikasi dibandingkan di
kawasan perdesaan. Tren ini tentunya menandakan bahwa banyak penduduk
di perdesaan yang pindah ke daerah perkotaan dalam rangka mencari
peluang kerja.

4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2021, angka IPM Kepulauan
Riau tahun 2021 sebesar 75,79 dimana angka IPM tersebut merupakan
agregasi dari tiga dimensi, yaitu umur panjang dan hidup sehat (melalui
indikator Umur Harapan Hidup-UHH), pengetahuan (melalui indikator Rata-
rata Lama Sekolah-RLS dan Harapan Lama Sekolah HLS), serta standar
hidup layak (melalui indikator pengeluaran per kapita yang disesuaikan). Umur
harapan hidup Kepulauan Riau tahun 2021 sebesar 70,12, berarti bahwa bayi
yang baru lahir pada tahun 2021 memiliki peluang untuk hidup hingga 70,12
tahun. Lebih lama 0,16 tahun dibandingkan mereka yang lahir pada tahun
2020. Rata-rata lama sekolah dan angka harapan lama sekolah masing-
masing sebesar 10,18 dan 12,98. Rata-rata lama sekolah sebesar 10,18
menunjukkan penduduk usia 25 tahun ke atas secara rata-rata telah
menempuh pendidikan selama 10,18 tahun, meningkat 0,06 tahun
dibandingkan kondisi tahun 2020. Sementara itu, harapan lama sekolah
sebesar 12,98 menunjukkan adanya harapan baru bahwa rata-rata anak
berusia 7 tahun memiliki peluang untuk bersekolah selama 12,98 tahun, lebih
lama 0,11 tahun dibandingkan kondisi tahun 2020. Terakhir, pengeluaran per
kapita yang disesuaikan mencapai 14,122 juta rupiah per tahun, menurun 87
ribu rupiah dibandingkan tahun 2020.

III-91
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2021
Gambar 2.29. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi di Pulau
Sumatera Tahun 2021

Indeks Pembangunan Manusia Kepulauan Riau tahun 2021 mencapai 75,79


dan telah berstatus tinggi, sedangkan capaian IPM di tingkat kabupaten/kota
bervariasi. Variasi tersebut tentunya disebabkan oleh berbagai faktor
diantaranya faktor sumber daya (alam dan manusia) dan kebijakan
pemerintah daerah yang berbeda-beda. Capaian pembangunan manusia
yang tercermin dari angka IPM perlu terus ditingkatkan dan dievaluasi agar
pembangunan manusia dapat terlaksana dengan baik dan merata.
Tabel 2.58. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Kepulauan Riau, 2016-2021
Kabupaten/Kota 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Karimun 69,84 70,26 70,56 71,10 71,44 71,70
Bintan 72,38 72,91 73,41 73,98 74,13 74,57
Natuna 71,23 71,52 72,10 72,63 72,72 73,09
Lingga 62,44 63,45 64,06 64,98 65,29 65,83
Kepulauan
66,30 67,06 67,53 68,48 68,80 69,23
Anambas
Batam 79,79 80,36 80,54 81,09 81,11 81,12
Tanjungpinang 77,77 78,00 78,33 78,73 78,91 78,93
Kepulauan Riau 73,99 74,45 74,84 75,48 75,59 75,79
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2021

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2021


Gambar 2.30. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten Kota di
Provinsi Kepulauan Riau, 2021

III-92
Pembangunan manusia Kota Batam dan Kota Tanjungpinang lebih baik dari
Provinsi Kepulauan Riau secara umum. Hal tersebut ditunjukkan dengan
angka IPM kedua kota tersebut yang berada di atas angka IPM Provinsi
Kepulauan Riau. Sebaliknya, lima kabupaten lainnya memiliki angka IPM di
bawah angka provinsi yaitu Kabupaten Bintan dengan angka IPM 74,13;
Kabupaten Natuna dengan angka IPM 72,72; Kabupaten Karimun dengan
angka IPM 71,44; serta Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten
Lingga masing-masing dengan angka IPM 68,80 dan 65,29.

2.1.3. Isu Pembangunan Berkelanjutan Paling Strategis


Identifikasi dan perumusan isu Pembangunan Berkelanjutan (PB) paling
strategis sesuai Pasal 9 ayat (1) PP 46 tahun 2016 mempertimbangkan unsur-
unsur sebagai berikut:
a. Karakteristik wilayah;
b. Tingkat pentingnya potensi dampak;
c. Keterkaitan antar isu strategis Pembangunan Berkelanjutan;
d. Keterkaitan dengan materi muatan Kebijakan, Rencana, dan/ atau
Program;
e. Muatan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
dan/atau
f. Hasil KLHS dari Kebijakan, Rencana, dan/atau Program pada hirarki
diatasnya yang harus diacu, serupa dan berada pada wilayah yang
berdekatan, dan/atau memiliki keterkaitan dan/atau relevansi langsung.
Dalam memenuhi unsur-unsur di atas, identifikasi isu pembangunan
berkelanjutan paling strategis dilakukan mulai dari penjabaran karakteristik
wilayah sebagaimana pada sub bab 2.1.2, kemudian pengumpulan isu melalui
hasil studi kajian lingkungan hidup dan dokumen rencana terkait dengan
wilayah Provinsi Kepulauan Riau serta konsultasi publik dan terakhir dilakukan
analisis dengan kriteria tingkat pentingnya potensi dampak yang relevan dan
dikaitkan dengan aspek-aspek isu pembangunan berkelanjutan.
Pengumpulan isu-isu pembangunan berkelanjutan hingga penentuan isu-isu
paling strategis secara rinci diuraikan pada sub bab berikut ini.

2.1.3.1. Pengumpulan Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan


Pengumpulan isu-isu pembangunan berkelanjutan di Provinsi Kepulauan Riau
dilakukan oleh Kelompok Kerja (POKJA) melalui pertemuan internal dengan
tim pendamping yang menghasilkan sebanyak 88 daftar panjang isu PB. Isu-
isu PB tersebut merupakan hasil identifikasi dari kajian-kajian lingkungan
hidup dan dokumen rencana terkait dengan wilayah Provinsi Kepulauan Riau.

III-93
Selanjutnya, daftar panjang isu PB dipaparkan pada Konsultasi Publik (Focus
Group Discussion/FGD) dan dilakukan pencocokan berdasarkan saran dan
masukan dari pemangku kepentingan. Konsultasi Publik Pertama dihadiri oleh
beberapa pemangku kepentingan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Unsur Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
2. Unsur Tim Pendamping/Narasumber;
3. Unsur Kelompok Kerja (POKJA);
4. Unsur Swasta;
5. Tokoh Masyarakat; dan
6. Akademisi.

Tabel 2.59. Identifikasi Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan di Provinsi


Kepulauan Riau
Kelompok Lokasi
No. Rincian Isu Strategis
TPB
1. Kepemilikan aset semakin menurun Semua kabupaten/kota
2. Rawan sosial Batam
3. Pengangguran tinggi Batam
4. Produktivitas rendah Lingga, Anambas
Kemiskinan
5. Keluarga pra sejahtera masih tinggi Lingga
6. Rawan pangan Semua kabupaten/kota
Batam, Bintan,
7. Tekanan terhadap lahan makin besar
Tanjungpinang
8. Pertumbuhan penduduk tinggi Batam, Anambas
Batam, Tanjungpinang,
Kependudukan 9. Pengkotaan semakin cepat
Bintan
10. Migrasi masuk meningkat Batam, Tanjungpinang
11. Tingkat pendidikan rendah Lingga, Karimun
12. Anak putus sekolah tinggi Natuna, Lingga, Karimun
Anambas, Natuna,
13. Pelayanan pendidikan belum optimal
Lingga
Anambas, Natuna,
14. Prasarana sekolah kurang lengkap
Lingga
Anambas, Natuna,
15. Guru (kuantitas dan kualitas rendah)
Lingga
Pendidikan
Anambas, Natuna,
16. Kesejahteraan insan pendidikan
Lingga
Pendidikan informal (keterampilan) Karimun, Lingga, Bintan,
17.
tidak berkembang Anambas, Natuna
Tanjungpinang, Karimun,
18. Ketrampilan SDM rendah Lingga, Bintan, Anambas,
Natuna
19. Pendidikan keagamaan penting Semua kabupaten/kota
20. Gizi buruk (stunting) Natuna, Lingga
Karimun, Lingga, Bintan,
21. Pelayanan kesehatan masih rendah
Anambas, Natuna
Tanjungpinang, Karimun,
Kesehatan
22. Sanitasi lingkungan rendah Lingga, Bintan, Anambas,
Natuna
23. Air minum sulit Semua kabupaten/kota
24. PHBS masih rendah Semua kabupaten/kota

III-94
Kelompok Lokasi
No. Rincian Isu Strategis
TPB
Karimun, Lingga, Bintan,
25. Kesehatan bayi rendah
Anambas, Natuna
26. Terdapat permukiman kumuh Semua kabupaten/kota
27. Terdapat rumah tidak layak huni Semua kabupaten/kota
Perlindungan masyarakat adat
28. Lingga, Natuna
/tradisi masyarakat rendah
Gotong royong (solidaritas sosial)
29. Batam
Budaya semakin menurun
30. Kearifan lokal belum terpakai optimal Semua kabupaten/kota
31. Perlindungan budaya rendah Semua kabupaten/kota
32. Ketahanan pangan lokal menurun Semua kabupaten/kota
Karimun, Lingga, Bintan,
33. Pembangunan jalan tidak merata
Anambas, Natuna
Karimun, Lingga, Bintan,
34. Kualitas jalan kurang baik
Anambas, Natuna
Semua wilayah
35. Waduk/Penampungan air/ Reservoir
kabupaten/kota
Karimun, Lingga, Bintan,
36. Saluran Irigasi rusak
Anambas, Natuna
Semua wilayah
37. Drainase kurang optimal
kabupaten/kota
Semua wilayah
38. Infrastruktur tahan gempa
kabupaten/kota
Karimun, Lingga, Bintan,
39. Sarana prasarana pendidikan kurang
Anambas, Natuna
Infrastruktur Karimun, Lingga, Bintan,
40. Sarana prasarana kesehatan kurang
wilayah Anambas, Natuna
Karimun, Lingga, Bintan,
41. Sarana prasarana olahraga kurang
Anambas, Natuna
Karimun, Lingga, Bintan,
42. Pasar
Anambas, Natuna
Karimun, Lingga, Bintan,
43. Sarana komunikasi
Anambas, Natuna
Karimun, Lingga, Bintan,
44. Listrik
Anambas, Natuna
Pengembangan Kawasan
45. Batam, Tanjungpinang
Berorientasi Transit (TOD)
Semua wilayah
46. Sarana Transportasi publik (massal)
kabupaten/kota
Tanjungpinang, Batam,
47. Ketersediaan prasarana pemakaman
Lingga
Sektor unggulan (kelautan, Semua wilayah
48.
perikanan, pariwisata & industri) kabupaten/kota
Daya tarik investasi sektor properti
Batam, Bintan,
49. (perumahan, pariwisata,
Tanjungpinang
perdagangan & jasa)
Daya saing
50. Optimasi potensi pariwisata Semua kabupaten/kota
wilayah
51. Peningkatan pendapatan daerah
Ketimpangan peluang
pengembangan wilayah antara Semua wilayah
52.
pusat pertumbuhan dengan kabupaten/kota
hinterland
Ketimpangan KSN BBKT (Batam,
Ketimpangan
53. Bintan, Karimun, Tanjungpinang) dan NAL dan BBKT
wilayah
NAL (Natuna, Anambas dan Lingga)

III-95
Kelompok Lokasi
No. Rincian Isu Strategis
TPB
Pembangunan desa pesisir dan Semua pulau-pulau kecil
54.
pulau terluar lamban di Provinsi Kepri
Lahan terlantar (HGU) yang tidak
55. Bintan, Tanjungpinang
diusahakan
56. Potensi konflik Natuna, Karimun
57. Banjir/Genangan/Rob Semua kabupaten/kota
58. Kekeringan Semua kabupaten/kota
59. Longsor Semua kabupaten/kota
60. Angin puting beliung Semua kabupaten/kota
61. Konversi lahan hijau Batam
62. Abrasi Semua kabupaten/kota
Rawan
Semua wilayah perairan
bencana 63. Kenaikan muka air laut
di Kepulauan Riau
Semua wilayah perairan
64. Instrusi air laut
di Kepulauan Riau
65. Gelombang tinggi Anambas, Natuna
66. Kenaikan suhu udara Semua kabupaten/kota
67. Kebakaran Lahan/Hutan Semua kabupaten/kota
Ruang Terbuka Hijau (RTH) masih
68. Semua kabupaten/kota
sedikit/ tidak cukup
Kurangnya ruang publik (taman,
69. Semua kabupaten/kota
wisata)
Pertambangan (Pasir, tanah urug, Karimun, Natuna, Lingga,
70.
batu) Bintan
71. Degradasi lahan/lahan kritis Semua kabupaten/kota
Tanjungpinang, Batam,
72. Penyimpangan pemanfaatan ruang Bintan, Karimun,
Anambas, Natuna
Kerusakan
lingkungan 73. Pengambilan air tanah berlebihan Tanjungpinang, Batam
Degradasi ekosistem pesisir dan
pulau-pulau kecil (kerusakan bakau
dan terumbu karang, penambangan
pasir laut, Pencemaran laut, spill oil
dan sampah domestik, reklamasi Semua wilayah perairan
74.
pantai, tumpahan minyak di pesisir, di Kepulauan Riau
Sampah domestik dari permukiman
pesisir, deliniasi kawasan
pertambangan pasir/nikel, deliniasi
kawasan mangrove (darat-laut).
75. Sampah meningkat Semua kabupaten/kota
Tanjungpinang, Bintan,
Lingga, dan Beberapa
76. TPS/TPA Kurang Pulau-Pulau Kecil di
masing-masing
Kabupaten/Kota
Limbah (rumah tangga, B3, Industri)
Kualitas 77. Batam, Tanjungpianng
meningkat
lingkungan
78. Pencemaran udara Batam, Karimun
Kualitas air menurun (pencemaran
79. Semua kabupaten/kota
air)
Tanjungpinang, Bintan,
80. Ketersediaan air bersih rendah
Batam
Peningkatan suhu mikro (makin
81. Semua kabupaten/Kota
panas) atau perubahan musim

III-96
Kelompok Lokasi
No. Rincian Isu Strategis
TPB
Perubahan lahan pertanian ke non Bintan, Lingga, Anambas,
82.
pertanian Natuna
Pelayanan 83. Pelayanan publik kurang memuaskan Semua kabupaten/kota
publik 84. Sistem administrasi (kependudukan) Semua kabupaten/kota
Tumpang tindih regulasi lintas sektor
Batam, Bintan dan
85. (contoh: kelautan, pertambangan,
Natuna
kehutanan)
Kelembagaan KSN Perbatasan, KSN
Tumpang tindih regulasi lintas
86. BBK, KSN P2KT,
wilayah / kewenangan
Kewenangan Provinsi
87. Perizinan masih terkendala Semua kabupaten/Kota
Kemitraan / Kerjasama (contoh:
Kemitraan 88. Semua kabupaten/kota
pemerintah, masyarakat, dan swasta)

Dari 88 isu pembangunan berkelanjutan yang telah diperoleh dari hasil


konsultasi publik, kemudian dianalisis kembali oleh Tim POKJA KLHS untuk
melihat sinkronisasi isu yang diperoleh dari stakeholder dengan isu tata ruang
di Provinsi Kepulauan Riau. Penelaahan isu ini dilakukan dengan
memperhatikan isu lintas sektor, lintas wilayah, lintas pemangku kepentingan
dan lintas waktu sehingga diperoleh 55 isu pembangunan berkelanjutan.
Tabel 2.60. Hasil Pemusatan Isu Pembangunan Berkelanjutan
Kategori TPB No Isu Rinci PB Pemusatan Isu
1. Pengangguran tinggi
Kemiskinan
2. Rawan pangan
3. Tingkat pendidikan rendah
Pendidikan Kesejahteraan
4. Pendidikan keagamaan penting
masyarakat yang belum
5. Gizi buruk (Stunting)
optimal
6. Air minum sulit
Kesehatan
7. Terdapat permukiman kumuh
8. Terdapat rumah tidak layak huni
9. Pengkotaan semakin cepat
Kependudukan
10. Migrasi masuk meningkat
Ketimpangan Pelestarian nilai budaya
11. Potensi konflik
Wilayah dan lokal yang menurun
12. Kearifan lokal belum terpakai optimal
Budaya
13. Ketahanan pangan lokal menurun
14. Pembangunan jalan tidak merata
Infrastruktur
15. Kualitas jalan kurang baik
Wilayah
16. Sarana Transportasi publik (massal)
Ketimpangan peluang pengembangan
Daya Saing Aksesibilitas wilayah
17. wilayah antara pusat pertumbuhan
Wilayah yang belum optimal
dengan hinterland
Ketimpangan KSN BBKT (Batam,
Ketimpangan
18. Bintan, Karimun, Tanjungpinang) dan
Wilayah
NAL (Natuna, Anambas dan Lingga)
19. Waduk/penampungan air/reservoir
20. Saluran Irigasi rusak Sarana prasarana
Infrastruktur
21. Drainase kurang optimal umum yang belum
Wilayah
22. Sarana prasarana pendidikan kurang optimal
23. Sarana prasarana kesehatan kurang

III-97
Kategori TPB No Isu Rinci PB Pemusatan Isu
24. Sarana komunikasi
25. Listrik
Kerusakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) masih
26.
Lingkungan sedikit/ tidak cukup
Kualitas
27. TPS/TPA Kurang
Lingkungan
Ketimpangan Pembangunan desa pesisir dan pulau
28.
Wilayah terluar lamban
Sektor unggulan (kelautan, perikanan,
29.
pariwisata & industry)
Daya tarik investasi sektor properti
Daya Saing Daya saing wilayah
30. (perumahan, pariwisata, perdagangan
Wilayah yang belum optimal
& jasa)
31. Optimasi potensi pariwisata
32. Peningkatan Pendapatan Daerah
33. Banjir/genangan/rob
34. Kekeringan
Mitigasi dan
Rawan 35. Konversi lahan hijau
penanggulangan
Bencana 36. Kenaikan muka air laut
bencana alam
37. Kenaikan suhu udara
38. Kebakaran lahan/hutan
39. Pertambangan (pasir, tanah urug, batu)
40. Degradasi lahan/lahan kritis
41. Penyimpangan pemanfaatan ruang
42. Pengambilan air tanah berlebihan
Degradasi ekosistem pesisir dan pulau-
pulau kecil (kerusakan bakau dan
Kerusakan terumbu karang, Penambangan pasir
Lingkungan laut, Pencemaran laut, spill oil dan
sampah domestik, reklamasi pantai,
43.
tumpahan minyak di pesisir, sampah
domestik dari permukiman pesisir,
deliniasi kawasan pertambangan Degradasi lingkungan
pasir/nikel, Deliniasi kawasan
Mangrove (darat-laut).
44. Sampah meningkat
Limbah (rumah tangga, B3, Industri)
45.
meningkat
46. Pencemaran udara
Kualitas
47. Kualitas air menurun (pencemaran air)
Lingkungan
Peningkatan suhu mikro (makin panas)
48.
atau perubahan musim
Perubahan lahan pertanian ke non
49.
pertanian
Pendidikan 50. Pelayanan pendidikan belum optimal
Kesehatan 51. Pelayanan kesehatan masih rendah
Pelayanan
52. Sistem administrasi (kependudukan)
Publik
Tumpang tindih regulasi lintas sektor Kelembagaan dan
53. (contoh: kelautan, pertambangan, Pelayanan Publik
kehutanan)
Kelembagaan
Tumpang tindih regulasi lintas wilayah /
54.
kewenangan
55. Perizinan masih terkendala

III-98
Dari hasil penelaahan dan pemusatan isu, diperoleh 8 isu pembangunan
berkelanjutan yang menggambarkan kondisi permasalahan pembangunan di
Provinsi Kepulauan Riau sebagai berikut:
1. Kesejahteraan masyarakat yang belum optimal;
2. Pelestarian nilai budaya dan lokal yang menurun;
3. Aksesibilitas wilayah yang belum optimal;
4. Sarana prasarana umum yang belum optimal;
5. Daya saing wilayah yang belum optimal;
6. Mitigasi dan penanggulangan bencana alam;
7. Degradasi lingkungan; dan
8. Kelembagaan dan pelayanan publik.

Hasil pemusatan isu pembangunan berkelanjutan kemudian dianalisis untuk


mengidentifikasi isu strategis yang dilakukan dengan mempertimbangkan
unsur-unsur sesuai Pasal 9 ayat (1) PP 46/2016 yaitu:
a. Karakteristik wilayah, berkaitan dengan kondisi kualitas lingkungn hidup,
kondisi ekosistem, dan tingkat pelayanannya, kondisi sumber daya alam,
pola aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat, dan kelembagaan
pengelolaannya.
b. Tingkat pentingnya potensi dampak berdasarkan 7 (tujuh) kriteria dan
dikaitkan dengan 10 (sepuluh) aspek isu PB. Kriteria tingkat penting
potensi dampak (Pasal 9 ayat (1) huruf b PP 46/2016) yang digunakan
sebagai unsur-unsur pertimbangan yaitu:
1) Jumlah penduduk terkena dampak;
2) Luas wilayah penyebaran dampak;
3) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
4) Banyaknya komponen Lingkungan Hidup lain terkena dampak;
5) Sifat kumulatif dampak;
6) Berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan
7) Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Aspek-aspek isu pembangunan berkelanjutan (Pasal 9 ayat (2) PP
46/2016) yaitu:
1) Kapasitas daya dukung dan daya tampung Lingkungan Hidup untuk
pembangunan;
2) Perkiraan dampak dan risiko Lingkungan Hidup;
3) Kinerja layanan atau jasa ekosistem
4) Intensitas dan cakupan wilayah bencana alam;
5) Status mutu dan ketersediaan sumber daya alam;
6) Ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati;
7) Kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim;

III-99
8) Tingkat dan status jumlah penduduk miskin atau penghidupan
sekelompok masyarakat serta terancamnya keberlanjutan
penghidupan masyarakat;
9) Risiko terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat; dan/atau
10) Ancaman terhadap perlindungan terhadap kawasan tertentu secara
tradisional yang dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat hukum
adat.
c. Keterkaitan antar isu strategis Pembangunan Berkelanjutan,
ditunjukkan dengan hubungan sebab akibat antar isu pembangunan
berkelanjutan lainnya.
d. Keterkaitan dengan materi muatan Kebijakan, Rencana, dan/atau
Program, yang termuat dalam Draf Ranperda Provinsi Kepulauan Riau
tentang RTRW Provinsi Kepulauan Riau versi 14 November 2022 yang
diterima pada tanggal 8 Desember 2022.
e. Muatan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
dalam hal ini tidak digunakan karena dokumen RPPLH Provinsi
Kepulauan Riau belum disahkan.
f. Hasil KLHS dari Kebijakan, Rencana, dan/atau Progam pada hirarki
diatasnya yang harus diacu, serupa dan berada pada wilayah yang
berdekatan, dan/atau memiliki keterkaitan dan/atau relevansi langsung.
Dalam hal ini menggunakan KLHS RPJMD Provinsi Kepulauan Riau
2021-2026.

Analisis isu pembangunan berkelanjutan untuk menentukan isu-isu paling


strategis diuraikan pada tabel matrik interaksi berikut.

III-100
Tabel 2.61. Matrik Interaksi dan Analisis Antara Sintesa Isu PB
Hasil KLHS dari
KRP yang telah
berada pada
Kesimpulan
Sintesa Isu-Isu Tingkat Pentingnya Keterkaitan Antar Keterkaitan dengan Muatan hirarki diatasnya,
No. Karakteristik Wilayah Hasil
PB Dampak Isu PB muatan KRP RPPLH serupa,
Analisis
berdekatan,
dan/atau memiliki
keterkaitan
1. Kesejahteraan Penyebaran penduduk Pertumbuhan penduduk Kesejahteraan Isu ini memiliki - Isu kesejahteraan Strategis
masyarakat tidak merata, sarana yang terus meningkat masyarakat yang keterkaitan dengan masyarakat juga
yang belum prasarana dasar dan terpusat hanya di belum optimal, selain kebijakan penataan menjadi isu di
optimal terbatas, dan adanya pulau-pulau besar karena kemiskinan ruang Kepri terutama KLHS RPJMD
ketimpangan ekonomi menyebabakan yang cenderung kebijakan Kepri 2021-2026
antar wilayah. ketersediaan SDA masih terus pengembangan yaitu kondisi
menurun. meningkat, tingkat sumber daya alam ekonomi dan
Kesejahteraan pendidikan masih Wilayah darat dan keuangan daerah
masyarakat belum rendah, IPM, NTP Perairan Pesisir yang belum merata
optimal di Kepri dapat dan TPT masih sesuai dengan daya dan proporsional
berlangsung dalam belum stabil, juga dukung dan daya di semua sektor.
waktu lama jika tidak ketersediaan sarana tampung lingkungan
ada intervensi prasarana umum dan hidup bagi
pemerintah berupa infrastruktur kesejahteraan
program pembangunan khususnya yang masyarakat.
yang tepat. Hal ini akan mampu mendukung
diperparah dengan aksesibilitas antar
kondisi Jasa Ekosistem wilayah di Kepri
Penyedia Pangan belum memadai,
sangat rendah (46,97%)
Sarana prasarana
dan Jasa Ekosistem
yang terbatas,
Penyedia Air juga
aksesibilitas yang
sangat rendah
rendah menjadi
(50,88%).
salah satu faktor
yang mengakibatkan

III-101
Hasil KLHS dari
KRP yang telah
berada pada
Kesimpulan
Sintesa Isu-Isu Tingkat Pentingnya Keterkaitan Antar Keterkaitan dengan Muatan hirarki diatasnya,
No. Karakteristik Wilayah Hasil
PB Dampak Isu PB muatan KRP RPPLH serupa,
Analisis
berdekatan,
dan/atau memiliki
keterkaitan
pengeloaan potensi
pulau-pulau kecil
tidak optimal.
Perairan sekitar
Pulau-Pulau Kecil
Terluar (PPKT)
memiliki potensi
sumberdaya alam
namun belum
dikelola dengan baik
dan terkendali,
sehingga belum
memberikan manfaat
yang optimal bagi
kesejahteraan
masyarakat.
2. Pelestarian nilai Wilayah yang Kearifan lokal dalam Pelestarian nilai Isu ini memiliki - - Tidak
budaya dan berbatasan dengan menjaga wilayah pesisir budaya dan lokal keterkaitan dengan strategis
lokal yang negara tetangga, dan P2K mulai menurun yang menurun kebijakan penataan
menurun masyarakat yang sehingga berdampak memiliki keterkaitan ruang Kepri terutama
terbuka terhadap pada menurunnya terhadap degradasi pengembangan
pengaruh global. kapasitas D3TLH dan lingkungan karena pariwisata yang
JE. WP3K rentan kearifan lokal dalam berkelanjutan
terhadap perubahan menjaga lingkungan berbasis budaya.
iklim dan intensitas khususnya di
bencana meningkat masyarakat pesisir

III-102
Hasil KLHS dari
KRP yang telah
berada pada
Kesimpulan
Sintesa Isu-Isu Tingkat Pentingnya Keterkaitan Antar Keterkaitan dengan Muatan hirarki diatasnya,
No. Karakteristik Wilayah Hasil
PB Dampak Isu PB muatan KRP RPPLH serupa,
Analisis
berdekatan,
dan/atau memiliki
keterkaitan
sehingga mengancam sudah mulai
mata pencaharian dan berkurang,
keselamatan
masyarakat.
3. Aksesibilitas Rentang kendali jauh Kondisi transportasi Aksesibilitas wilayah Isu ini memiliki - Kondisi pelayanan Stategis
wilayah yang antara mainland dan yang ada untuk yang belum optimal, keterkaitan dengan umum daerah
belum optimal hinterland dan sarana menghubungkan selain karena kebijakan penataan yang yang masih
prasana yang belum kota/kabupaten di diperngaruhi oleh ruang Kepri terutama rendah
lengkap dengan Provinsi Kepulauan faktor cuaca, juga pengembangan dan
kapasitas terbatas. Riau membutuhkan karena tidak peningkatan sistem
waktu tempuh rata-rata didukung oleh jaringan transportasi
antar Ibu Kota kemerataan sarana Wilayah kepulauan
Kabupaten/Kota lebih prasarana dan yang terpadu,
dari 6 jam perjalanan infrastruktur handal, dan adaptif
dan bahkan ada yang dimasing-masing terhadap perubahan
mencapai ±9 jam gugusan pulau. Hal iklim guna
perjalanan seperti ini kemudian mendukung
perjalanan dari Ibu Kota berimplikasi pergerakan orang
Provinsi (Kota terhadap dan barang.
Tanjungpinang) menuju kesejahteraan
Ranai (Pulau Natuna), masyarakat dan
Tarempa (Pulau Sarana prasarana
Tarempa) dan Daik umum yang belum
(Pulau Lingga). Hal ini optimal.
yang menjadikan
beberapa wilayah

III-103
Hasil KLHS dari
KRP yang telah
berada pada
Kesimpulan
Sintesa Isu-Isu Tingkat Pentingnya Keterkaitan Antar Keterkaitan dengan Muatan hirarki diatasnya,
No. Karakteristik Wilayah Hasil
PB Dampak Isu PB muatan KRP RPPLH serupa,
Analisis
berdekatan,
dan/atau memiliki
keterkaitan
Kabupaten memiliki
aksesibilitas yang
sangat rendah/terbatas
yang pada gilirannya
dapat berpengaruh
pada tingkat dan status
jumlah penduduk miskin
atau penghidupan
sekelompok masyarakat
terancamnya
keberlanjutan
penghidupannya.
4. Sarana Provinsi Kepulauan Riau Rata-rata wilayah yang Terdapat Berkaitan dengan - Kondisi pelayanan Strategis
prasarana yang merupakan belum mendapat permasalahan pada kebijakan umum daerah
umum yang kepulauan pasokan listrik kemerataan pengembangan yang yang masih
belum optimal menyebabkan masih merupakan wilayah infrastruktur yang sistem jaringan rendah
banyak daerah yang pedesaan yang secara tersedia. infrastruktur wilayah
belum merasakan geografis berada di Ketidakmerataan yang terpadu antara
distribusi sarana pulau-pulau. Untuk air infrastruktur dapat Wilayah darat dan
prasarana dan bersih, tidak semua diidentifikasi dari Perairan Pesisir guna
infrastruktur dasar pulau memiliki sumber tingginya melayani sistem
seperti aliran PLN, air air baku dan SPAM. ketimpangan pusat permukiman,
bersih dan pengelolaan Untuk sanitasi sampah, kesejahteraan antar- industri, kelautan dan
sanitasi yang belum distribusi TPA terbatas kabupaten/kota. perikanan, dan
merata. di mainland yang hanya Ketimpangan pariwisata.
berada di Pulau Batam, antarwilayah untuk

III-104
Hasil KLHS dari
KRP yang telah
berada pada
Kesimpulan
Sintesa Isu-Isu Tingkat Pentingnya Keterkaitan Antar Keterkaitan dengan Muatan hirarki diatasnya,
No. Karakteristik Wilayah Hasil
PB Dampak Isu PB muatan KRP RPPLH serupa,
Analisis
berdekatan,
dan/atau memiliki
keterkaitan
Pulau Bintan, Pulau mengejar
Singkep, Pulau perkembangan
Bunguran, Pulau kebutuhan ekonomi
Karimun, dan Pulau dan sosial
Jemaja. Sementara di berdampak pada
pulau lainnya belum kesejahteraan yang
tersedia tempat rendah.
pengelolaan sampah.
Kemudian untuk limbah,
distribusi SPAL belum
merata. Hal ini
kemudian dapat
berpengaruh pada
tingkat dan status
jumlah penduduk miskin
atau penghidupan
sekelompok masyarakat
terancamnya
keberlanjutan
penghidupannya.
5. Daya saing Terjadi kesenjangan Ketimpangan Daya saing wilayah - - Kondisi ekonomi Tidak
wilayah yang pendapatan antar antarwilayah untuk belum optimal dan keuangan Strategis
belum optimal penduduk di Kepri mengejar karena daerah yang belum
dimana tingkat perkembangan ketidakmerataan merata dan
ketimpangan kebutuhan ekonomi dan infrastruktur yang proporsional di
pendapatan di wilayah sosial berdampak pada dapat diidentifikasi semua sektor

III-105
Hasil KLHS dari
KRP yang telah
berada pada
Kesimpulan
Sintesa Isu-Isu Tingkat Pentingnya Keterkaitan Antar Keterkaitan dengan Muatan hirarki diatasnya,
No. Karakteristik Wilayah Hasil
PB Dampak Isu PB muatan KRP RPPLH serupa,
Analisis
berdekatan,
dan/atau memiliki
keterkaitan
perkotaan tercatat lebih kesejahteraan yang dari tingginya
tinggi dibandingkan rendah. ketimpangan
masyarakat diwilayah kesejahteraan antar-
perdesaan. kabupaten/kota.
6. Mitigasi dan Provinsi Kepulauan Riau Banjir bandang Selain karena posisi Pengembangan - - Strategis
penanggulangan yang hampir semua merupakan potensi geografisnya, sistem pusat
bencana alam wilayahnya terdiri dari bahaya yang paling bencana alam di permukiman yang
gugusan pulau tinggi di Provinsi Kepri. wilayah Kepri juga merata, kompak
menyebabkan sangat Hal ini akan menjadi berkaitan dengan berbasis mitigasi
rawan terhadap ancaman terhadap terjadinya degradasi bencana sebagai
bencana khususnya perlindungan kawasan lingkungan. pusat koleksi dan
bencana tertentu, memiliki risiko distribusi, kegiatan
hidrometeorologi. tinggi terhadap industri, kelautan dan
kesehatan dan perikanan, serta
keselamatan pariwisata.
masyarakat yang
banyak menghuni
wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil
Provinsi Kepri. Selain itu
juga, potensi bahaya ini
menunjukkan bahwa
wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil
Provinsi Kepri rentan
terhadap perubahan

III-106
Hasil KLHS dari
KRP yang telah
berada pada
Kesimpulan
Sintesa Isu-Isu Tingkat Pentingnya Keterkaitan Antar Keterkaitan dengan Muatan hirarki diatasnya,
No. Karakteristik Wilayah Hasil
PB Dampak Isu PB muatan KRP RPPLH serupa,
Analisis
berdekatan,
dan/atau memiliki
keterkaitan
iklim. Jika mitigasi tidak
dilakukan, maka
intensitas dan cakupan
bencana alam ini
semakin tinggi.
7. Degradasi Indeks Kualitas Meningkatnya Terjadinya degradasi Pelestarian - Kelestarian lahan Stategis
lingkungan Lingkungan Hidup pencemaran dan lingkungan lingkungan alami pertanian dan
(IKLH) Provinsi Kepri aktivitas pertambangan berimplikasi dan lingkungan pelestarian
tahun 2017-2021 akan mengakibatkan terhadap potensi buatan yang kawasan
cenderung mengalami penurunan kapasita kejadian bencana berfungsi lindung. konservasi.
penurunan khususnya D3LH, kinerja layanan dan berpengaruh Pengembangan
kualitas air (IKA) dan ekosistem, ketersediaan terhadap tingkat sumber daya alam
kualitas udara (IKU). SDA, ketahanan dan kesejahteraan wilayah darat dan
Pencemaran perairan potensi kehati. masyarakat. perairan pesisir
akibat limbah domestik, Peningkatan intensitas sesuai dengan daya
industri dan sludge oil. dan cakupan bencana dukung dan daya
alam, dampak dan risiko tampung lingkungan
lingkungan hidup, hidup bagi
kerentanan terhadap kesejahteraan
perubahan iklim, risiko masyarakat
terhadap keselamatan
dan kesehatan
masyarakat, dan
meningkatnya ancaman
terhadap perlindungan
kawasan tertentu.

III-107
Hasil KLHS dari
KRP yang telah
berada pada
Kesimpulan
Sintesa Isu-Isu Tingkat Pentingnya Keterkaitan Antar Keterkaitan dengan Muatan hirarki diatasnya,
No. Karakteristik Wilayah Hasil
PB Dampak Isu PB muatan KRP RPPLH serupa,
Analisis
berdekatan,
dan/atau memiliki
keterkaitan
8. Kelembagaan Kepri terdiri dari 96% Terjadi beberapa - - - - Tidak
dan pelayanan wilayah perairan yang tumpang-tindih strategis
publik kewenangan kebijakan dan konflik
pengelolaannya oleh pemanfaatan wilayah
pemerintah provinsi dan perairan berdampak
pusat. Hal ini pada terhambatnya
menyebabkan terjadi pembangunan dan
beberapa tumpang- menjadi ancaman
tindih kebijakan dan terhadap perlindungan
konflik pemanfaatan kawasan tertentu.
wilayah perairan
misalnya fungsi hankam
dengan TWP Kabupaten
Kepulauan Anambas
dan fungsi industri
dengan kawasan
konservasi di perairan
Bintan.

III-108
Dari matrik interaksi dan analisis antara sintesa isu-isu pembangunan
berkelanjutan diatas, diidentifikasi 5 isu pembangunan berkelanjutan paling
strategis sebagai berikut:
1. Kesejahteraan masyarakat yang belum optimal;
2. Aksesibilitas wilayah yang belum optimal;
3. Sarana prasarana umum yang belum optimal;
4. Mitigasi dan penanggulangan bencana alam; dan
5. Degradasi lingkungan.
Berdasarkan telaah lebih lanjut dengan mempertimbangkan data/informasi
karakteristik wilayah dan hasil konsultasi dengan pemangku kepentingan
untuk pengayaan serta penajaman isu pembangunan berkelanjutan, maka
disimpulkan bahwa isu degradasi lingkungan menjadi isu degradasi
lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil. Kemudian berdasarkan telaah
sebab-akibat, disimpulkan bahwa penyediaan sarana prasarana umum belum
optimal dan kesejahteraan masyarakat yang masih rendah disebabkan karena
aksesibilitas wilayah yang belum oprtimal. Wilayah Provinsi Kepulauan Riau
memiliki 2025 pulau yang tersebar di 7 kabupaten/kota termasuk 22 pulau
pulau kecil terluar (PPKT) mengalami tantangan aksesbilitas dalam
penyediaan sarana prasarana dasar seperti air minum, pengelolaan sanitasi,
energi listrik, jalan, pelabuhan. Demikian halnya dengan penyediaan sarana
prasarana umum seperti pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi.
Penyediaan sarana dan prasarana yang belum optimal ini menyebabkan
cakupan pelayanan kepada masyarakat terbatas sehingga kegiatan sosial
dan ekonomi masyarakat terhambat. Pelayanan sarana dan prasarana
terbatas juga menghambat proses produksi, distribusi dan pemasaran hasil
sumberdaya alam sehingga kesejahteraan masyarakat belum optimal.
Aksesbilitas wilayah yang belum optimal menyebabkan penyediaan sarana
dan prasarana baik dasar maupun umum terbatas jumlah dan kapasitasnya
sehingga kesejahteraan rakyat terutama di hinterland belum optimal. Adanya
Hubungan sebab-akibat dari ke tiga isu ini maka digabung menjadi isu
aksesibilitas wilayah yang belum optimal. Dengan demikian, dari 5 isu paling
strategis menjadi 3 isu paling strategis yang akan menjadi fokus kajian yaitu:
1. Degradasi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil;
2. Mitigasi dan penanggulangan bencana alam;
3. Aksesibilitas wilayah yang belum optimal.

2.1.3.2. Penjabaran Isu Pembangunan Berkelanjutan Paling Strategis


Penjabaran isu pembangunan berkelanjutan paling strategis yang telah di
peroleh dari proses identifikasi isu mulai dari tahap pengumpulan, pemusatan,
penelaan cepat, perkiraan potensi dampak dan keterkaitan antara isu strategis

III-109
sampai dengan penentuan isu paling strategis yang akan menjadi fokus kajian
dalam analisis pengaruh (impact analysis), dideskripsikan secara rinci sebagai
berikut.
1. Degradasi Lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Degradasi lingkungan adalah runtutan peristiwa dari penurunan mutu
lingkungan atau penurunan kemampuan daya dukung lingkungan yang
diakibatkan oleh manusia (antropogenic) maupun yang diakibatkan oleh
alam (FAO, 1997).

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH)


IKLH (Indeks Kualitas Lingkungan Hidup) merupakan gambaran atau
indikasi awal yang memberikan kesimpulan cepat dari suatu kondisi
lingkungan hidup pada lingkup dan periode tertentu. IKLH IKLH Provinsi
Kepulauan Riau yang disajikan tediri dari Indeks Kualitas Air (IKA), Indeks
Kualitas Udara (IKU) dan Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL).
Berdasarkan data PPKL-KLHK, IKLH Provinsi Kepulauan Riau tahun
2017-2021 cenderung mengalami penurunan khususnya indeks kualitas
air dan indeks kualitas udara. IKA termasuk kategori sedang dan IKU
kategori sangat baik. Untuk Indeks Kualitas Tutupan Lahan mengalami
peningkatan namun masih dalam kategori sedang.
Tabel 2.62. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi Kepulauan Riau
IKLH 2017 2018 2019 2020 2021
Indeks Kualitas Air (IKA) 55.33 52.78 54.00 50.00 55.15
Indeks Kualitas Udara (IKU) 95.47 90.83 90.63 90.80 90.91
Indeks Kualitas Tutupan Lahan
58.46 54.75 59.06 58.24 60.48
(IKTL)
Sumber: PPKL-KLHK 2022

Kegiatan industri, bongkar muat barang, perbaikan kapal, pertambangan


didarat dan pertambangan pasir laut, pengeboran minyak lepas pantai dan
pengilangan minyak, fenomena sludge oil, dan juga berbagai kegiatan
domestik menjadi kontributor utama degradasi lingkungan di Kepulauan
Riau.

Pencemaran wilayah pesisir dan laut akibat limbah domestik dan


industri serta kegiatan pembangunan sarana prasarana
Kegiatan budidaya (industri, pariwisata, permukiman, transportasi) di
wilayah atas (lahan daratan) maupun kegiatan yang berkembang di
wilayah pesisir menghasilkan buangan yang mencemari perairan mulai
dari sungai, estuaria, pantai berpasir dan laut jika pengelolaan limbah
padat maupun cair diabaikan sehingga melebihi baku mutu lingkungan.
Pencemaran perairan berdampak terhadap keseimbangan ekosistem

III-110
perairan dan kehidupan biota pada ekosistem tersebut. Ekosistem sungai,
estuaria, mangrove, pantai berpasir, padang lamun, terumbu karang akan
berdampak terhadap pencemaran yang dihasilkan dari kegiatan di upland
maupun di wilayah pesisir dan laut. Demikian halnya dengan fenomena
sludge oil yang marak terjadi di Provinsi Kepulauan Riau pada musim
musim tertentu sangat berdampak pada kerusakan ekosistem perairan.
Kerusakan ekosistem ini akan mempengaruhi produktivitas sumber daya
perikanan maupun mengganggu aktivitas pariwisata yang keduanya
menjadi potensi unggulan Provinsi Kepulauan Riau.

Degradasi ekosistem pesisir dan laut akibat pertambangan pasir laut


dan kegiatan pertambangan di bawah dasar laut
Kegiatan pertambangan di dasar laut (surface deposit) seperti tambang
pasir, akan menimbulkan gangguan fisik, kimiawi, dan biologi terhadap
ekosistem wilayah pesisir. Kegiatan penambangan pasir laut
mengakibatkan peningkatan kekeruhan, sedimentasi, dan merusak
habitat dasar wilayah pesisir dimana kegiatan tersebut dilakukan sehingga
mengurangi produktivitas, menyebabkan punahnya tanaman dasar,
organisme dasar dan stok ikan. Kegiatan penggalian atau pengerukan
juga akan mempengaruhi sirkulasi massa air.

Kegiatan di bawah dasar laut berupa tambang minyak dan gas bumi
berupa kegiatan eksplorasi geofisik dan pemboran, field development,
produksi, transportasi, dan pengilangan akan berdampak terhadap
ekosistem pesisir dan laut sehingga perlu dilakukan pengendalian dan
pengawasan. Kegiatan transportasi minyak dan gas bumi (baik melalui
kapal maupun pipa penyalur), akibat kecelakaan, kelalaian kerja, maupun
kerusakan peralatan, dapat mengakibatkan terjadinya tumpahan atau
bocoran minyak. Tumpahan atau bocoran minyak di daerah lepas pantai,
karena tiupan angin dan gerakan pasang surut akan tersebar ke arah
pantai. Hal tersebut dapat menyebabkan degradasi kualitas perairan
pantai termasuk estuaria, juga bahan pencemar bersifat toksik terhadap
biota laut. Kondisi ini akan mengubah dan menimbulkan gangguan
terhadap produktivitas, metabolisme, struktur dan diversitas spesies biota
laut.

Berkurangnya cadangan air permukaan dan air tanah akibat


perubahan tutupan lahan
Tutupan lahan berupa vegetasi memiliki fungsi untuk menangkap aliran
air dan meresapkan air kedalam tanah. Sistem perakaran tanaman dan
serasah yang berubah menjadi humus akan memperbesar jumlah pori
tanah. Humus bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap

III-111
air yang besar, yang bertindak sebagai spons sehingga kadar air tanah
meningkat. Laju infiltrasi tertinggi pada beberapa penutupan lahan adalah
pada tanah yang banyak pepohonannya. Kegiatan yang memanfaatkan
wilayah darat membutuhkan lahan dalam jumlah banyak sehingga
mengubah tutupan lahan, seperti kegiatan pertambangan, industri, dan
kegiatan budidaya perkotaan lainnya. Perubahan tutupan lahan tanpa
pengelolaan yang baik menurunkan kualitas tutupan lahan, antara lain
kegiatan pertambangan tanpa upaya reklamasi lahan pasca tambang,
kegiatan industri dan perkotaan lainnya yang tidak menyediakan ruang
terbuka hijau.

Kegiatan pertambangan mengupas permukaan tanah yang mengandung


humus sehingga perlu reklamasi lahan untuk mengembalikan humus
tersebut pada tahap pasca tambang. Wilayah Provinsi Kepulauan Riau
memiliki potensi tambang dan sudah berlangsung lama kegiatan
pertambangan namun hanya sebagian kecil yang melalukan reklamasi
pasca tambang. Lahan yang terbuka bekas kegiatan pertambangan
banyak dijumpai, baik berupa hamparan gurun yang tidak memiliki lapisan
humus, kolam bekas lubang penggalian bahan tambang atau dikenal
dengan istilah kolong, daerah oxbow berupa rawa yang tidak tersambung
lagi dengan aliran sungai (ekosistem tertutup, tidak ada sirkulasi air dari
hulu-hilir) akibat penyudetan pada saat penambangan berlangsung.
Kerusakan ekosistem akibat kegiatan pertambangan yang tidak
berwawasan lingkungan ini berdampak pada ketersediaan cadangan air
di Wilayah Kepulauan Riau, baik air permukaan maupun air tanah. Hal ini
diperparah dengan kondisi hidrologi Wilayah Kepulauan Riau yang
termasuk daerah CAT tidak potensial, dimana adanya potensi tambang
dan mineral menyebabkan perubahan tutupan lahan yang umumnya
memberi dampak negatif terhadap lingkungan terutama peningkatan
banjir dan longsor.

Berkembangnya kegiatan industri, permukiman dan kegiatan perkotaan


lainnya (termasuk pembangunan sarana prasarana perkotaan)
memberikan kontribusi pada penurunan kualitas lingkungan udara, air
maupun tutupan lahan. Berkurangnya luasan tutupan lahan berupa
pepohonan menyebabkan kualitas udara menurun. Kualitas tutupan lahan
yang buruk juga akan mengakibatkan erosi, yang berdampak pada
menurunnya kualitas perairan akibat tingkat kekeruhan yang tinggi.
Infiltrasi air kedalam tanah akan berkurang sejalan dengan luasan tutupan
lahan yang menurun. Aliran air atau run off akan meningkat dengan
berkurangnya daerah tangkapan dan resapan air. Mempertahankan
luasan tutupan lahan berupa penyediaan ruang terbuka hijau menjadi

III-112
sangat penting dalam menjaga keberlangsungan air bersih dan udara
yang sehat terutama di perkotaan. kegiatan industri, permukiman dan
kegiatan perkotaan lainnya membutuhkan air bersih yang banyak disatu
sisi kondisi hidrologi Wilayah Kepulauan Riau memiliki keterbatasan
simpanan air yang hanya berupa air permukaan.

Lahan Kritis, berkurangnya unsur hara untuk biomassa dan


terbatasnya cadangan air permukaan dan tanah
Lahan kritis menjadi salah satu indikator adanya degradasi lingkungan
dan sebagai akibat dari berbagai jenis pemanfaatan sumber daya lahan
yang kurang tepat. Lahan kritis menyebabkan terganggunya fungsi lahan
sebagai media pengatur tata air, perlindungan banjir dan/atau sedimentasi
di wilayah hilir. Dampak lahan kritis mengakibatkan penurunan fungsi
konservasi, fungsi produksi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Dari fungsi konservasi, lahan kritis adalah lahan yang sudah tidak mampu
lagi berfungsi untuk menjaga tata air, sumber daya tanah, serta
biodiversitas yang hidup di atas lahan tersebut. Dari fungsi produksi, lahan
kritis dipandang tidak mampu lagi sebagai media tumbuh dan
berkembang tanaman pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
pemukiman, industri dan pariwisata.
Lahan kritis dapat dibedakan menjadi 2 lahan kritis di lahan kering dan
lahan kritis di lahan basah. Lahan kritis di lahan darat di Wilayah
Kepulauan Riau pada umumnya karena erosi yaitu tipisnya lapisan
permukaan tanah, banyaknya material batuan di permukaan tanah,
disamping kurangnya unsur hara tanah (kimia dan bilogi). Erosi pada
lapisan tanah akibat tetesan air hujan dan aliran air permukaan
mengakibatkan porositas tanah menurun maka laju infiltrasi akan semakin
berkurang sehingga cadangan air permukaan dan tanah semakin
terbatas. Tingginya aliran air permukaan akan menyebabkan tanah yang
terkikis dan terangkut banjir akan diendapkan ke sungai dan perairan.
Akibat langsung dari erosi adalah hilangnya lapisan atas (top soil) atau
lapisan olah tanah sedikit demi sedikit, sehingga yang tersisa lapisan
bawah tanah (sub soil). Unsur hara tanah paling banyak terdapat pada
lapisan atas (top soil) yang diserap oleh partikel partikel liat dan humus.
Keberadaan Lahan kritis terutama pada lahan kering dapat mengurangi
cadangan air baku selain terbatasnya lahan subur untuk produksi
biomassa di Wilayah Kepulauan Riau. Lahan kritis pada lahan basah
terjadi pada rawa, gambut, dan mangrove yang disebabkan oleh tekanan
dari kegiatan pada lahan atas (upland) seperti alih fungsi menjadi lahan
terbangun, pencemaran yang melebihi baku mutu lingkungan, juga
sedimentasi akibat erosi.

III-113
Tabel 2.63. Lahan Kritis Tahun 2020 Wilayah Kerja BPDASHL Sei Jang
Duriangkang Provinsi Kepulauan Riau
Tingkat Kekritisan Lahan (Ha) Total
N Kabupaten/
Tidak Potensi Agak Sangat Luas
o. Kota Kritis
Kritis Kritis Kritis Kritis (Ha)
Bintan /
1. 52.221 15.744 76.589 2.269 - 146.823
Tanjungpinang
2. Batam 33.120 45.239 19.526 5.481 - 103.367
3. Karimun 30.335 57.343 5.201 288 - 93.167
4. Lingga 42.341 38.570 141.902 20 - 222.833
5. Natuna 122.307 44.036 34.266 337 - 200.946
6. Kep. Anambas 1.068 2369 59.675 - 51 63.262
Total 281.474 203.933 337.880 8.179 51 831.517
Sumber: BPDASHL Sei Jang Duriangkang, 2021

Potensi kegiatan RHL di Provinsi Kepulauan Riau pada lahan kategori


agak kritis, kritis dan sangat kritis seluas ± 346.110 hektar. Kegiatan RHL
yang telah dilaksanakan sejak tahun 2016-2020 dengan pelaksana
BPDASHL Sei Jang Duriangkang dan Dinas Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Provinsi Kepulauan Riau baru seluas ± 1.658 hektar. Kondisi
ini menggambarkan bahwa kemampuan pelaksanaan RHL masih sangat
kecil dibanding dengan luas lahan yang perlu direhabilitasi.
Tabel 2.64. Luas Lahan Kritis yang Terehabilitasi di Provinsi Kepulauan
Riau Tahun 2016-2020
No. Uraian 2016 2017 2018 2019 2020
Luas lahan kritis yang
1. 313 243 386 400 300
terehabilitasi
Persentase luas hutan
2. dan lahan kritis yang 7,01% 7,03% 7,39% 7,58% 7,73%
direhabilitasi
Persentase kerusakan
3. 29,27% 29,21% 29,11% 28,98% 28,92%
hutan
Persentase luas
kawasan lindung untuk
menjaga kelestarian
4. 32,56% 32,59% 32,64% 32,68% 32,71%
keanekaragaman
hayati terhadap total
luas kawasan hutan
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kepulauan Riau, 2021

Daerah Penting Cakupan Luas bernilai Strategis (DPCLS)

Hasil identifikasi obyek DPCLS sesuai kriteria yang ditetapkan dalam


Penelitian Terpadu menunjukkan bahwa dari ±367.635 ha kawasan hutan
yang direkomendasi perubahan peruntukan menjadi APL terdapat
±47.826 ha atau ±13,01% yang dianggap berpotensi menimbulkan

III-114
pengaruh negatif terhadap kondisi biofisik dan/atau sosial ekonomi
masyarakat (DPCLS). Obyek DPCLS tersebut paling banyak berasal dari
kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas ±20.311 ha,
namun persentase DPCLS tertinggi terhadap luasan perubahan
peruntukan sesuai fungsi kawasan adalah dari Taman Buru (TB)
±95,74%. Kota Batam; yang meliputi Pulau Batam, Pulau Rempang,
Pulau Galang dan gugus pulau sekitarnya; merupakan wilayah yang
paling luas terdapat obyek DPCLS yaitu ±16.430 ha dan rasio terhadap
luasan perubahan peruntukan yang direkomendasi di wilayah tersebut
sebesar ±42,03%. Hasil identifikasi obyek DPCLS juga menunjukkan
bahwa perubahan peruntukan pada kawasan hutan lindung (HL) dianggap
yang paling dominan beresiko terhadap kondisi biofisik dan/atau sosial
ekonomi masyarakat (15.339 ha).
Tabel 2.65. Identifikasi Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan DPCLS
di Provinsi Kepulauan Riau Berdasarkan Tipologi Fungsi Kawasan
Tipologi Identifikasi dan Luasan Lokus Resiko DPCLS (ha)
% PP
Kawasan PP (ha) Skoring Mang- Hutan
KK HL PPKT Jumlah DPCLS
Hutan > 175 rove Pesisir
KSA 1.223 454 - - - - - 454 37,13
KPA 926 106 - - - - - 106 11,45
TB 8.195 7.846 - - - - - 7.846 95,74
HL 21.119 - 15.339 - - - - 15.339 72,63
HPT 60.564 - - 289 9 2.224 1.230 3.752 6,20
HP 5.695 - - - - 18 - 18 0,31
HPK 269.913 - - 3.887 1.342 7.063 8.020 20.311 7,53
Jumlah 367.635 8.406 15.339 4.176 1.351 9.305 9.250 47.826 13,01
Keterangan: KSA (Kawasan Suaka Alam), KPA (Kawasan Pelestarian Alam), TB (Taman Buru), HL (Hutan
Lindung), HPT (Hutan Produksi Terbatas), HP (Hutan Produksi tetap), HPK (Hutan Produksi yang
dapat dikonversi), PP (Perubahan Peruntukan), KK (Kawasan Konservasi), PPKT (Pulau-Pulau
Kecil Terluar), DPCLS (Dampak Penting, Cakupan Luas dan bernilai Strategis)

Tabel 2.66. Identifikasi Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan DPCLS Pada


Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau
Identifikasi dan Luasan Lokus Resiko DPCLS (ha)
Kab./ % PP
PP (ha) Skoring Mang- Hutan
Kota KK HL PPKT Jumlah DPCLS
> 175 rove Pesisir
Bintan 61.159 454 7.541 - - 1.663 1.592 11.251 18,40
Tanjung-
12.525 - 34 - - 691 44 769 6,14
pinang
Batam 39.090 7.952 2.521 - 15 4.066 1.876 16.430 42,03
Karimun 63.229 - 4.156 - 122 1.341 717 6.335 10,02
Lingga 81.808 - 965 289 - 1.001 2.151 4.407 5,39
Anambas 32.383 - - 580 229 20 2.383 3.212 9,92
Natuna 77.441 - 121 3.307 986 523 486 5.423 7,00
Jumlah 367.635 8.406 15.339 4.176 1.351 9.305 9.250 47.826 13,01
Keterangan: PP (Perubahan Peruntukan), KK (Kawasan Konservasi), PPKT (Pulau-Pulau Kecil Terluar),
DPCLS (Dampak Penting, Cakupan Luas dan bernilai Strategis)

III-115
Kawasan hutan berperan sebagai penutup permukaan tanah yang
melindunginya dari proses erosi, stabilitas air permukaan, mengendalikan
kualitas air permukaan, habitat bagi satwa liar, aliran, pemijahan biota
perairan pada anak anak sungai yang terdapat pada kawasan hutan.
Perubahan peruntukkan kawasan hutan yang tidak terkendali akan
menimbulkan gangguan pada ekosistem hutan. Terjadinya erosi tanah
permukaan, sedimentasi dan terganggunya siklus aliran air (run-off),
naiknya suhu perairan yang disebabkan hilangnya perlindungan hutan
dari sinar matahari. Perubahan peruntukkan kawasan hutan akan
mengganggu keseimbangan ekosistem, tidak hanya pada ekosisten hutan
namun juga ekosistem perairan pesisir dan lautan secara keseluruhan
karena daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu sistem yang saling
berhubungan.
Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan yang berdampak penting dan cakupan
luas nilai strategis (DPCLS) di Wilayah Kepulauan Riau seluas ±47.826 ha atau
±13,01% tersebar di 7 kabupaten/kota dan yang tersebar di Kota Batam
tentu berpengaruh terhadap keberlanjutan fungsi hutan, sehingga
pemanfaatan kawasan hutan menjadi APL akan memicu terjadinya erosi
tanah, sedimentasi, terganggunya siklus aliran air, kenaikan suhu
perairan, serta kekeruhan perairan akibat erosi dan sedimentasi. Erosi
tanah dan terganggunya siklus aliran air (run off meningkat, infilltrasi
menurun) akan menyebabkan cadangan air tanah dan permukaan
terbatas.

III-116
Gambar 2.31. Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi
Kepulauan Riau

III-117
Peningkatan Volume Sampah
Terjadinya degradasi lingkungan di wilayah Provinsi Kepulauan Riau juga
disebabkan karena peningkatan jumlah volume produksi sampah dari
tahun ke tahun.
Tabel 2.67. Jumlah Volume Sampah dan Produksi Sampah Provinsi
Kepulauan Riau Tahun 2016-2020
No. Indeks Kualitas 2016 2017 2018 2019 2020
Jumlah volume produksi
1. n/a 614.916 635.285 656.533 678.572
sampah (ton)
Jumlah sampah yang
2. n/a 239.769 269.395 359.838 314.193
ditangani (ton)
3. Persentase tertangani n/a 54% 60% 76% 68%
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kepulauan Riau 2021

Sumber: kominfo.kepriprov.go.id, 2021; kepri.antaranews.com, 2022

Gambar 2.32. Timbulan Sampah di Permukiman Pesisir Kepulauan Riau

Fenomena Sludge Oil


Untuk wilayah perairan Kepulauan Riau, adanya pencemaran limbah B3
berupa minyak mentah/minyak kotor/sludge oil di wilayah pesisir Kota
Batam dan Kabupaten Bintan. Kejadian ini terjadi pada setiap tahun
memasuki musim utara. Hal ini diduga disebabkan oleh banyaknya kapal-
kapal yang labuh jangkar dan melakukan kegiatan tank cleaning secara
ilegal dan tidak melakukan pengelolaan limbah B3 dengan baik. Data
pada Mei 2021 (RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2021 – 2026),
menunjukkan bahwa jumlah limbah sludge oil yang mencemari Kawasan
Resort Lagoi (pesisir utara Pulau Bintan) yang belum dikelola dan dikemas
dalam drum sebanyak 113,5 ton (± 440 drum), sedangkan tumpahan
minyak yang terjadi di Nongsa Kota Batam yang telah dikelola sebanyak
147,5 ton dan yang belum dikelola 36 ton.

III-118
Sumber: suluhkepri.com, 2021; batam.tribunnews.com, 2020

Gambar 2.33. Pencemaran Limbah Sludge Oil di Pesisir Provinsi


Kepulauan Riau

Degradasi Ekosistem Pesisir


Berdasarkan data Penutupan Lahan Skala 1:250.000 Direktorat
Inventarisasi Pemantauan Sumberdaya Hutan KLHK, tutupan lahan hutan
mangrove primer di Kepri tahun 1996-2020 mengalami penurunan sekitar
5.167 ha. Ekosistem mangrove di Kepulauan Riau mengalami penyusutan
luas karena adanya alih fungsi lahan, reklamasi, penambangan pasir, dan
penebangan untuk usaha arang.
Berdasarkan data Dokumen RZWP3K Kepulauan Riau, luas padang
lamun di perairan laut Provinsi Kepulauan Riau sekitar 38.116,14 ha.
Lamun banyak ditemukan di Kabupaten Bintan seluas 1.897,74 ha
(kondisi sehat), Kabupaten Natuna seluas 468,44 ha, Kabupaten Lingga
5.815,57 ha (kondisi miskin-kurang sehat), Kota Batam seluas 29.673,20
ha (umumnya kondisi kurang sehat), dan Kota Tanjungpinang seluas
261,18 ha (kondisi sehat). Faktor yang menjadi ancaman penurunan
rusak ekosistem padang lamun adalah pengembangan wilayah pesisir
(wisata bahari dan pembangunan pemukiman diatas perairan),
penggunan alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan. Aktivitas ini
apabila tidak dikontrol penggunaanya akan menyebabkan gangguan
kehidupan lamun.
Ekositem terumbu karang juga sebagian besar telah mengalami
kerusakan karena kegiatan antropogenik berupa kegiatan destructive
fishing (penggunaan bahan peledak dan bius/potassium sianida),
penambangan karang batu, terpapar sedimentasi dari ekplorasi
pertambangan didarat dan pertambahan pasir laut.

III-119
Gambar 2.34. Peta Tutupan Lahan Provinsi Kepulauan Tahun 2011

III-120
Gambar 2.35. Peta Tutupan Lahan Provinsi Kepulauan Tahun 2020

III-121
2. Mitigasi dan Penanggulangan Bencana Alam
Menurut Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) - BNPB, wilayah
Kepulauan Riau memiliki sejarah kejadian bencana banjir, cuaca ekstrim,
gelombang ekstrim dan abrasi, kebakaran hutan dan lahan, dan tanah
longsor.
Berdasarkan Dokumen Peta Bahaya dan Kerentanan Provinsi Kepri 2020-
2024, bencana-bencana di Provinsi Kepulauan Riau berpotensi
memberikan kerugian mencapai 2,2 triliun rupiah. Bencana yang memiliki
potensi kerugian tertinggi adalah jenis bencana cuaca ekstrim dengan
potensi kerugian sekitar 1,6 triliun rupiah. Sedangkan jenis bencana yang
memiliki potensi dampak terhadap kerusakan lingkungan adalah banjir.

Bahaya Banjir
Luas potensi bahaya banjir di Provinsi Kepulauan Riau secara
keseluruhan adalah 573.425 ha yang di dominasi tingkat bahaya rendah
sekitar 56%, sedang 28% dan tinggi 15%.
Tabel 2.68. Potensi Bahaya Banjir dan Penduduk Terpapar di Provinsi
Kepulauan Riau
Luas Tingkat Bahaya (ha) Jumlah
Total Penduduk
Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi (ha) Terpapar
(Jiwa)
Bintan 58.555 29.848 18.074 106.477 146.859
Karimun 42.620 20.900 7.928 71.448 324.846
Kep. Anambas 4.249 3.653 3.178 11.080 378.833
Lingga 86.897 45.738 27.841 160.476 338.313
Natuna 82.326 38.094 14.284 134.704 296.575
Batam 42.958 21.996 13.182 78.136 244.172
Tanjungpinang 6.244 3.041 1.819 11.104 106.219
Kepulauan Riau 323.849 163.270 86.306 573.425 1.835.817
Sumber: Dokumen Peta Bahaya dan Kerentanan Provinsi Kepri 2020-2024

Wilayah dengan potensi bahaya banjir terluas dan dominan pada tingkat
bahaya yang paling tinggi adalah Kabupaten Lingga dengan total luas
potensi terdampak banjir sekitar 160.476 ha (kelas rendah 86.897,00 ha,
kelas sedang 45.738,00 ha dan kelas tinggi 27.841,00 ha).
Penduduk terpapar bencana banjir di Provinsi Kepulauan Riau yang
diperoleh dari total jumlah penduduk terpapar untuk seluruh wilayah, yaitu
sekitar 1.835.817 jiwa. Kabupaten/kota yang memiliki potensi penduduk
terpapar tertinggi bencana banjir adalah Kabupaten Kepulauan Anambas
dengan jumlah potensi penduduk terpapar mencapai 378.833 jiwa.

III-122
Sumber: tribunbatam.id/febriyuanda, 2022

Gambar 2.36. Banjir di Pemukiman rumah warga, Kecamatan Singkep,


Kabupaten Lingga

III-123
Gambar 2.37. Peta Bahaya Banjir di Provinsi Kepulauan Riau

III-124
Banjir Bandang
Luas potensi bahaya banjir bandang di Kepulauan Riau sekitar 12.145 ha
yang di dominasi tingkat bahaya tinggi mencapai 90%, sedang 8% dan
rendah 2%. Potensi penduduk terpapar sekitar 2.561 jiwa.
Tabel 2.69. Potensi Bahaya Banjir Bandang dan Penduduk Terpapar di
Provinsi Kepulauan Riau
Luas Tingkat Bahaya (ha) Jumlah
Total Penduduk
Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi (ha) Terpapar
(Jiwa)
Bintan - - - - 760
Karimun - - - - 18
Kep. Anambas 53 221 1.153 1.427 15
Lingga 52 177 2.213 2.442 1.171
Natuna - - - - 145
Batam 78 403 5.194 5.675 452
Tanjungpinang 34 148 2.419 2.601 -
Kepulauan Riau 217 949 10.979 12.145 2.561
Sumber: Dokumen Peta Bahaya dan Kerentanan Provinsi Kepri 2020-2024

Wilayah dengan potensi bahaya banjir bandang terluas dan dominan pada
tingkat bahaya yang paling tinggi adalah Kota Batam. Sementara wilayah
yang terdata memiliki potensi penduduk terpapar tertinggi adalah
Kabupaten Lingga.

Sumber: utamanews.com, 2021

Gambar 2.38. Akses Jalan di Kabupaten Lingga Terendam Banjir

III-125
Bahaya Gelombang Ekstrim dan Abrasi
Luas potensi bahaya gelombang ekstrim dan abrasi di Kepulauan Riau
adalah 108.958 ha yang di dominasi tingkat bahaya rendah sekitar 63%,
sedang 11% dan tinggi 26%.
Tabel 2.70. Potensi Bahaya Gelombang Ekstrim dan Abrasi serta
Penduduk Terpapar di Provinsi Kepulauan Riau
Luas Tingkat Bahaya (ha) Jumlah
Total Penduduk
Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi (ha) Terpapar
(Jiwa)
Bintan 7.735 2.136 3.966 13.837 -
Karimun 13.135 269 1.091 14.495 -
Kep. Anambas 1.100 6.532 9.259 16.891 -
Lingga 26.338 595 3.564 30.497 14
Natuna 2.573 1.877 8.326 12.776 -
Batam 16.097 395 2.455 18.947 -
Tanjungpinang 1.487 - 28 1.515 3.410
Kepulauan Riau 68.465 11.804 28.689 108.958 3.424
Sumber: Dokumen Peta Bahaya dan Kerentanan Provinsi Kepri 2020-2024

Wilayah dengan potensi bahaya gelombang ekstrim dan abrasi terluas


adalah Kabupaten Lingga dan wilayah dominan tingkat bahaya tinggi
adalah Kabupaten Kepulauan Anambas. Sementara wilayah yang terdata
memiliki potensi penduduk terpapar tertinggi adalah Kota Tanjungpinang.

Bahaya Cuaca Ekstrim


Luas potensi bahaya cuaca ekstrim adalah 153.636 ha yang di dominasi
tingkat bahaya sedang sekitar 92%.
Tabel 2.71. Potensi Bahaya Cuaca Ekstrim dan Penduduk Terpapar di
Provinsi Kepulauan Riau
Luas Tingkat Bahaya (ha) Jumlah
Total Penduduk
Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi (ha) Terpapar
(Jiwa)
Bintan 44 435 32 511 163.164
Karimun - - - - 323.743
Kep. Anambas - - - - 380.065
Lingga - - - 97 335.182
Natuna 663 140.395 11.970 153.028 304.360
Batam - - - - 236.022
Tanjungpinang - - - - 108.969
Kepulauan Riau 707 140.927 12.002 153.636 1.851.505
Sumber: Dokumen Peta Bahaya dan Kerentanan Provinsi Kepri 2020-2024

Wilayah dengan potensi bahaya cuaca ekstrim terluas dan dominan pada
tingkat bahaya yang paling tinggi adalah Kabupaten Natuna. Sementara
wilayah yang terdata memiliki potensi penduduk terpapar tertinggi adalah
Kabupaten Kepulauan Anambas.

III-126
Gambar 2.39. Peta Bahaya Cuaca Ekstrim di Provinsi Kepulauan Riau

III-127
Bahaya Tanah Longsor
Luas potensi bahaya tanah longsor di Kepulauan Riau adalah 122.325 ha
yang di dominasi tingkat bahaya rendah sekitar 58%. Potensi penduduk
terpapar sekitar 48.630 jiwa.
Tabel 2.72. Potensi Bahaya Tanah Longsor dan Penduduk Terpapar di
Provinsi Kepulauan Riau
Luas Tingkat Bahaya (ha) Jumlah
Total Penduduk
Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi (ha) Terpapar
(Jiwa)
Bintan 6.419 - - 6.419 1.172
Karimun 2.430 5.972 149 8.551 1.408
Kep. Anambas 28.429 18.292 211 46.932 31.389
Lingga 15.157 12.525 8.662 36.344 1.387
Natuna 18.329 2.167 1.605 22.101 10.830
Batam 573 1.405 - 1.978 2.444
Tanjungpinang - - - - -
Kepulauan Riau 71.337 40.361 10.627 122.325 48.630
Sumber: Dokumen Peta Bahaya dan Kerentanan Provinsi Kepri 2020-2024

Wilayah dengan potensi bahaya tanah longsor terluas adalah Kabupaten


Kepulauan Anambas dan wilayah dominan pada tingkat bahaya yang
paling tinggi adalah Kabupaten Lingga. Sementara wilayah yang terdata
memiliki potensi penduduk terpapar tertinggi adalah Kabupaten
Kepulauan Anambas.

Bahaya Kekeringan
Luas potensi bahaya kekeringan adalah 816.627 ha yang di dominasi
tingkat bahaya sedang sekitar 96%.
Tabel 2.73. Potensi Bahaya Kekeringan dan Penduduk Terpapar di
Provinsi Kepulauan Riau
Luas Tingkat Bahaya (ha) Jumlah
Total Penduduk
Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi (ha) Terpapar
(Jiwa)
Bintan - 121.834 8.549 130.383 171.121
Karimun 2.695 89.031 - 91.726 327.424
Kep. Anambas - 58.115 3.310 61.425 380.090
Lingga - 217.610 548 218.158 348.852
Natuna - 181.943 16.626 198.569 306.485
Batam 2.821 98.542 - 101.363 245.079
Tanjungpinang - 15.003 - 15.003 109.270
Kepulauan Riau 5.516 782.078 29.033 816.627 1.888.321
Sumber: Dokumen Peta Bahaya dan Kerentanan Provinsi Kepri 2020-2024

Wilayah dengan potensi bahaya kekeringan terluas adalah Kabupaten


Lingga dan wilayah dominan pada tingkat bahaya yang paling tinggi

III-128
adalah Kabupaten Natuna. Sementara wilayah yang terdata memiliki
potensi penduduk terpapar tertinggi adalah Kabupaten Kepulauan
Anambas.

Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan


Luas potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan adalah 820.450 ha yang
di dominasi tingkat bahaya sedang sekitar 49%.
Tabel 2.74. Potensi Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi
Kepulauan Riau
Luas Tingkat Bahaya (ha) Total
Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi (ha)
Bintan 32.508 90.361 8.308 131.177
Karimun 35.490 52.584 4.517 92.591
Kep. Anambas 34.249 26.772 1.217 62.238
Lingga 87.327 109.528 23.094 219.949
Natuna 75.644 82.895 38.544 197.083
Batam 67.794 33.458 1.110 102.362
Tanjungpinang 9.418 5.452 180 15.050
Kepulauan Riau 342.430 401.050 76.970 820.450
Sumber: Dokumen Peta Bahaya dan Kerentanan Provinsi Kepri 2020-2024

Wilayah dengan potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan terluas


adalah Kabupaten Lingga dan wilayah dominan pada tingkat bahaya yang
paling tinggi adalah Kabupaten Natuna.

III-129
Gambar 2.40. Peta Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi
Kepulauan Riau

III-130
3. Aksesibilitas Wilayah Yang Belum Optimal
Kondisi Transportasi Laut
Sebagai provinsi yang sebagian besar wilayahnya adalah perairan,
kendala utama dari aktivitas dan mobilitas di Kepulauan Riau yaitu dari
segi transportasi. Wilayah-wilayah terpencil seperti Kabupaten Anambas,
Natuna dan Lingga sangat terpengaruh oleh faktor cuaca sehingga jika
sedikit saja terjadi hambatan seperti musim angin utara tiba, maka
transportasi laut seperti ferry dan kapal perintis akan terkendala.
Kondisi transportasi yang ada untuk menghubungkan kota/kabupaten di
Provinsi Kepulauan Riau membutuhkan waktu tempuh rata-rata antar Ibu
Kota Kabupaten/Kota lebih dari 6 jam perjalanan dan bahkan ada yang
mencapai ±9 jam perjalanan seperti perjalanan dari Ibu Kota Provinsi
(Kota Tanjung Pinang) menuju Ranai (Pulau Natuna), Tarempa (Pulau
Tarempa) dan Daik (Pulau Lingga). Hal ini sangat mengganggu
kelancaran pergerakkan, arus barang, dan pasokan bahan pangan.

Sumber: Profil Dishub Kepri 2019


Gambar 2.41. Trayek Kapal Perintis R-6 km Sabuk Nusantara 83
Pangkalan Tanjungpinang Tahun 2020

III-131
Sumber: Profil Dishub Kepri 2019
Gambar 2.42. Trayek Kapal Perintis R-6 km Sabuk Nusantara 48
Pangkalan Tanjungpinang Tahun 2020

Sumber: Profil Dishub Kepri 2019


Gambar 2.43. Trayek Kapal Perintis R-6 km Sabuk Nusantara 80
Pangkalan Kijang Tahun 2020

III-132
Rute Existing Penerbangan Perintis :
1. Kerinci – Jambi (PP)
2. Jambi – Dabo Singkep (PP)
3. Dabo Singkep – Pekanbaru (PP)
4. Dabo Singkep – Tanjung Pinang (PP)
5. TB. Karimun – Pekanbaru (PP)
6. Dabo Singkep – Pangkal Pinang (PP)
7. Pekanbaru – Tembilahan (PP)
8. Tanjung Pinang – Letung (PP)
9. Pasir Pangaraian – Batam (PP)
10. Dabo Singkep – Batam (PP)

Sumber: Profil Dishub Kepri 2019


Gambar 2.44. Rute Penerbangan Perintis di Kepulauan Riau

Akses terhadap sarana dan prasarana


Sarana prasarana atau infrastrutkur merupakan pendukung utama fungsi
fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari hari
masyarakat. Sarana prasarana yang terbatas akan berdampak besar bagi
masyarakat. Komponen sarana prasarana antara lain : sistem air bersih,
pengendalian banjir, sistem pengelolaan limbah.

Wilayah Kepulauan Riau dengan rentang kendali yang luas, memiliki


keterbatasan dalam penyediaan sarana prasarana. Sistem sosial dan
ekonomi yang tersebar di pulau pulau besar dan pulau pulau kecil perlu
didukung sistem sarana prasarana. Hingga saat ini kondisi sarana
prasarana di Kepulauan Riau secara umum sudah cukup baik, namun
terdapat permasalahan pada pemerataan sarana prasarana yang
tersedia. Data cakupan pelayanan dan jumlah sarana prasarana air
bersih, sanitasi dan persampahan diperoleh dari Buku Renstra Balai
Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Provinsi Kepulauan Riau Tahun
2020-2024.

III-133
Sumber utama air di Wilayah Kepulauan Riau sesuai dengan sistem
hidrologi yang dimiliki adalah air permukaan. Akses air minum aman
Provinsi Kepulauan Riau sebesar 88,51% terdiri dari jaringan perpipaan
70,22% dan bukan jaringan perpiaan 18,29%. Cakupan pelayanan
melalui jaringan perpipaan untuk Kota Batam dilayani oleh 17 JP dengan
jumlah sambungan rumah 152.465 SR. Kota Tanjungpinnag 1 unit PDAM,
11 SPAM, jumlah sambungan rumah 15.695 SR. Kabupaten Karimun
PDAM 3 unit, 11 SPAM, jumlah sambungan rumah 10.079 SR. Kabupaten
Bintan PDAM 2 unit, SPAM 39 unit, jumlah sambungan rumah 9.337 SR.
Kabupaten Natuna PDAM 1 unit, SPAM 6 unit, jumlah sambungan rumah
23.329 SR. Kabupaten Lingga PDAM 2 unit, SPAM 26 unit, jumlah
sambungan rumah 10.200 SR. Kabupaten Kepulauan Anambas SPAM 8
unit dan jumlah sambungan rumah 6.307 SR. Cakupan pelayanan atau
akses air minum aman di Kabupaten Kepulauan Anambas terrendah yaitu
33,32%.

Sistem air bersih yang terbatas dipengaruhi oleh sumber air dimana tidak
semua pulau memiliki sumber air permukaan berupa tampungan
(waduk/embung). Konektiviti berupa sistem perpipaan air bersih antar
pulau dalam satu cluster membutuhkan biaya yang mahal dan tidak layak
jika dibandingkan dengan cakupan pelayanan yang kecil. Kondisi ini
mengakibatkan sebagian masyarakat terutama di hinterland (pulau pulau
kecil) kesulitan mendapatkan air bersih. Pada wilayah yang memiliki
penampungan air baku, Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) belum
melayani seluruh pusat pusat permukiman yang tersebar mengikuti
fisiografis pulau (pola bermukim mencari tempat terlindung dari
gelombang pasang dan angin). Wilayah perkotaan dengan pertumbuhan
penduduk tinggi seperti Kota Batam dan Kota Tanjungpinang
membutuhkan air bersih yang terus meningkat seiring dengan
pertumbuhan penduduk. Pengambilan air tanah di beberapa pusat
permukiman, kegiatan perkotaan dan kegiatan industri masih berlangsung
karena keterbatasan pelayanan sistem penyediaan air minum yang
bersumber dari air permukaan/waduk.

Bencana banjir sangat mempengaruhi tatanan sosial dan ekonomi


sehingga sistem pengendali banjir sangat diperlukan. Kejadian banjir di
beberapa wilayah Kepulauan Riau pada beberapa tahun terakhir ini
meningkat. Faktor alam seperti curah hujan yang tinggi sering disalahkan,
mengabaikan faktor karena manusia seperti perubahan tata guna lahan,
pembuangan sampah, kawasan permukiman di badan air, tidak
berfungsinya drainase. Banjir di Wilayah Kepulauan Riau juga dipengaruhi

III-134
oleh pasang laut dan kapasitas drainase atau sungai yang tidak memadai.
Keberadaan polder, kolam retensi dan jaringan drainase masih terbatas.

Sistem pengelolaan limbah baik limbah padat maupun air limbah masih
terbatas. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah saat ini terdapat di
Pulau Batam, Pulau Bintan, Pulau Karimun, Pulau Singkep, Pulau Letung,
dan Pulau Ranai. TPA Ganet di Pulau Bintan melayani wilayah adminsitasi
Kota Tanjungpinang dengan cakupan pelayanan 79,68%. TPST 3R di
Kota Tanjungpinang sejumlah 4 unit dan yang berfungsi dengan baik 1
unit. TPA Telaga Punggur berada di Pulau Batam dengan cakupan
pelayanan 70% dan TPST 3R yang berfungsi sejumlah 1 unit dari 3 unit
yang ada. TPA Air merah berada di Pulau Singkep melayani beberapa
wilayah di Kabupaten Lingga, sementara di Pulau Lingga sebagai ibu kota
kabupaten belum memiliki TPA. Cakupan pelayanan TPA Air merah 50%.
TPA Sebayar berada di Pulau ranai melayanai wilayah perkotaan
Kabupaten Natuna yang ada di Pulau Ranai. Jumlah TPST 3R sebanyak
4 unit tidak berfungsi dengan baik. Terdapat 2 TPS yaitu TPS Pasar dan
Tegul Laksemana yang masih berfungsi. TPA Sei enam berada di Pulau
Bintan melayani Wilayah Administrasi Kabupaten Bintan yaitu wilayah
perkotaan bintan timur. Kabupaten Kepulauan Anambas belum memiliki
TPA, saat ini pengelolaan persampahan berupa TPST Rintis yang berada
di Rintis (Pulau Letung). Jumlah sampah yang terangkut di Kabupaten
Bintan 28,01%, Kabupaten Karimun 48,00%, Kabupaten Lingga 10,00%,
Kabupaten Natuna 30,00%, Kabupaten Kepulauan Anambas 0%, Kota
Tanjungpinang 44,90% dan Kota Batam yang paling tinggi yaitu 68,37%.
Keterbatasan sarana prasarana pengelolaan persampahan di Kepulauan
Riau memicu pembuangan sampah pada badan perairan yang
mencemari ekosistem perairan (Sungai, pesisir dan laut).

Pengelolaan limbah cair yang berasal dari domestik berupa sistem


pengelolaan air limbah (SPAL) belum merata. Akses sanitasi layak di
Provinsi Kepulauan Riau sebesar 89,13%, namun di Kabupaten
Kepulauan Anambas baru tercapai 25,95%, Kabupaten Lingga 60,41%
dan Kabupaten Natuna 63,14%. Kota Batam sudah memiliki sistem
terpusat (perpipaan) yang melayani wilayah perkotaan, sementara
wilayah hinterland dilayani dengan IPAL skala permukiman dengan sistem
pengelolaan SPAL D terpusat skala komunal (50 KK) sebanyak 15 unit,
Sanimas sebanyak 9 unit. Kabupaten Bintan memiliki 26 unit IPAL
Komunal skala permukiman. Natuna memiliki 1 unit IPLT yang berlokasi
di Pulau Ranai, yaitu IPLT Sebayar. Kabupaten Lingga memiliki 25 IPAL
Komunal Skala permukiman dan septik tank komunal 31 unit. Kabupaten
Kepulauan Anambas memiliki 17 unit IPAL Komunal Skala Permukiman.

III-135
Kota Tanjungpinang memiliki IPLT 1 unit dan SPAL D skala permukiman
sebanyak 50 unit. Kabupaten Karimun memiliki 12 unit SPALD-T Skala
Permukiman. Terbatasnya pengelolaan limbah domestik akan
menyebabkan pencemaran tanah dan perairan mengingat sebagian besar
permukiman di Provinsi Kepulauan Riau berada di wilayah pesisir dan
diatas laut, dimana pada wilayah yang belum terlayani IPAL/SPAL maka
perairan menjadi tempat pembuangan akhir dari limbah domestik ini.

Kondisi Ekonomi dan Sosial


Dari sudut pandang ekonomi makro, konstribusi PDRB terbesar di Kepri
2017-2021 adalah sektor industri dengan sub sektor Industri Barang
Logam; Komputer, Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik yang
terpusat di Kota Batam. Dimana rantai pasok (supply chain) row material
tidak berasal dari wilayah hinterland (kab/kota di Kepri), sehingga tidak
signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi wilayah hinterland
tersebut. Dampak real pertumbuhan perekonoian Provinsi Kepulauan
Riau pada tahun 2021 terhadap tahun 2020, Kabupaten Karimun
menunjukkan bahwa 79,05% peningkatan PDRB di Kabupaten Karimun
dipengaruhi pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau. Berikutnya
pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau mempengaruhi 66,37%
pertumbuhan Kabupaten Bintan, 96,80% pertumbuhan Kabupaten
Natuna, 415,39% pertumbuhan Kabupaten Lingga, 85,98% pertumbuhan
Kabupaten Kepulauan Anambas, 111,53% pertumbuhan Kota Batam, dan
82,22% pertumbuhan Kota Tanjungpinang. Akan tetapi pada
kenyataannya beberapa sektor mengalami pertumbuhan yang lebih cepat
dibanding sektor-sektor lainnya dan ada juga beberapa kabupaten/kota
yang mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibanding kabupaten/kota
lainnya. Sehingga peningkatan PDRB yang mempengaruhi pertumbuhan
Provinsi Kepulauan Riau akan terkoreksi oleh pengaruh dari pertumbuhan
sektoral dan tingkat daya saing wilayah.
Indeks Kedalaman (P1) dan Keparahan Kemiskinan (P2) menurut daerah
perkotaan dan perdesaan di Provinsi Kepulauan Riau, dimana P1
perkotaan (1,015 pada maret 2021 dan 0,885 pada September 2021) dan
perdesaan (1,747 pada maret 2021 dan 1,815 pada September 2021)
kemudian P2 perkotaan (0,270 pada maret 2021 dan 0,198 pada
September 2021) dan perdesaan (0,413 pada maret 2021 dan 0,474 pada
September 2021), maka dapat dilihat bahwa pengentasan kemiskinan di
daerah perdesaan membutuhkan biaya, waktu dan perhatian yang lebih
besar jika dibandingkan dengan kemiskinan di perkotaan. Usaha
pengentasan kemiskinan di daerah perdesaan hendaknya dibarengi
dengan pembangunan baik pembangunan fisik maupun manusianya.

III-136
Dengan kondisi geografis di Provinsi Kepulauan Riau yang cenderung
sulit dalam masalah transportasi, akses menjadi masalah utama dalam
hal pengentasan kemiskinan di daerah perdesaan.
Ditinjau pada angka pengangguran terbuka, tingkat pengangguran
terbuka tertinggi berada di Kota Batam yang mengalami kenaikan dari
10,07% di tahun 2018 menjadi 11,64% di tahun 2021 dan terendah berada
di Kabupaten Kepulauan Anambas yang secara bersamaan mengalami
penurunan dari 2,89% di tahun 2018 menjadi 1,27% di tahun 2021.
Selanjutnya Indeks Pembangunan manusia, di Kota Batam dan Kota
Tanjungpinang lebih baik dari Provinsi Kepulauan Riau secara umum. Hal
tersebut ditunjukkan dengan angka IPM kedua kota tersebut yang berada
di atas angka IPM Provinsi Kepulauan Riau. Sebaliknya, lima kabupaten
lainnya memiliki angka IPM di bawah angka provinsi yaitu Kabupaten
Bintan dengan angka IPM 74,13; Kabupaten Natuna dengan angka IPM
72,72; Kabupaten Karimun dengan angka IPM 71,44; serta Kabupaten
Kepulauan Anambas dan Kabupaten Lingga masing-masing dengan
angka IPM 68,80 dan 65,29.

2.2. IDENTIFIKASI MATERI MUATAN KRP YANG BERPOTENSI


MENIMBULKAN PENGARUH TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN
HIDUP
2.2.1. Muatan RTRW Provinsi Kepulauan Riau 2022-2042
Dalam rangka menjalankan amanah UU No. 11 tahun 2020 dan PP No. 21
tahun 2021, pengintegrasian muatan RZWP3K kedalam RTRW Kepulauan
Riau dilakukan dengan menerjemahkan nomenklatur alokasi struktur dan pola
ruang RZWP3K ke dalam nomenklatur penataan tata ruang.
Materi muatan KRP RTRW Provinsi Kepulauan Riau untuk kebijakan
diidentifikasi berdasarkan versi tanggal 14 November 2022. Sementara untuk
rencana yang meliputi rencana struktur ruang, pola ruang dan kawasan
strategis serta indikasi program yang masih dalam proses pembahasan
digunakan data yang diterima versi tanggal 27 September 2022.
1. Kebijakan
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Daerah Provinsi Kepulauan Riau adalah
untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, berdaya saing dan
berkelanjutan sebagai pusat industri, pariwisata, kelautan dan perikanan
dengan keterpaduan kawasan berfungsi lindung menuju Provinsi yang
makmur. Kemudian untuk kebijakan dan strategi sebagai berikut:

III-137
Tabel 2.75. Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Provinsi
Kepulauan Riau
Kebijakan Strategi
a. pengembangan 1. mengembangkan PKN, PKW, PKSN, dan PKL sesua
sistem pusat dengan fungsi dan perannya sebagai pusat industry
permukiman yang hijau, pertumbuhan kelautan dan perikanan,
merata, kompak pariwisata, jasa, ekspor impor, dan transportasi;
berbasis mitigasi 2. meningkatkan keterkaitan antara PKN, PKW, PKSN,
bencana sebagai dan PKL, serta kawasan perdesaan;
pusat koleksi dan 3. mengembangkan sarana dan prasarana PKL di pulau
distribusi, kegiatan kecil guna mewujudkan PKL sebagai kawasan
industri, kelautan dan perkotaan;
perikanan, serta 4. mengembangkan sistem pusat permukiman yang
pariwisata; terintegrasi dengan pusat pertumbuhan kelautan dan
perikanan;
5. mengembangkan Kawasan Permukiman yang kompak
berbasis mitigasi bencana dan perubahan iklim; dan
6. mengembangkan Kawasan Permukiman di atas air
berbasis kearifan lokal, ramah lingkungan, mitigasi
bencana dan perubahan iklim yang dilengkapi dengan
infrastruktur permukiman.
b. pengembangan dan 1. mengembangkan keterpaduan sistem jaringan jalan,
peningkatan sistem sistem jaringan kereta api, sistem jaringan sungai,
jaringan transportasi danau, dan penyeberangan, sistem jaringan
Wilayah kepulauan transportasi laut, bandar udara umum dan bandar
yang terpadu, udara khusus, serta jalur pendaratan dan
handal, dan adaptif penerbangan di Laut guna mendukung pergerakan
terhadap perubahan antarkabupaten/kota dalam provinsi, antarprovinsi,
iklim guna dan antarnegara;
mendukung 2. mengembangkan keterpaduan sistem jaringan
pergerakan orang transportasi dengan sistem pusat permukiman,
dan barang; kegiatan industri, pusat pertumbuhan kelautan dan
perikanan, pariwisata, dan kawasan perdesaan;
3. mengembangkan sistem jaringan kereta api guna
mendukung pergerakan logistik pelabuhan dan bandar
udara bagi kelancaran kegiatan ekonomi;
4. mengembangkan lintas penyeberangan guna
mewujudkan lintas penyeberangan sabuk Utara
Indonesia, terutama di Kabupaten Natuna dan
Kabupaten Kepulauan Anambas;
5. mengembangkan sistem transpotrasi Laut yang
handal guna mendukung pergerakan antarsistem
pusat permukiman, industri, kelautan dan perikanan,
serta pariwisata;
6. mengembangkan alur pelayaran Wilayah kepulauan
guna mendukung lalu lintas antar kabupaten/kota
dalam Provinsi, antarprovinsi, dan antarnegara;
7. mengembangkan jalur pendaratan dan penerbangan
di Laut guna meningkatkan kegiatan ekonomi,
terutama pariwisata di Pulau Kecil;
8. mengembangkan jembatan antarpulau guna
meningkatkan aksesibilitas pergerakan orang dan
barang; dan
9. mengembangkan dan meningkatkan kapasitas dan
kualitas kawasan transportasi.
c. pengembangan 1. mengembangkan jangkauan pelayanan sistem
sistem jaringan jaringan energi guna memenuhi kebutuhan

III-138
Kebijakan Strategi
infrastruktur wilayah Masyarakat, kegiatan industri, kelautan dan perikanan,
yang terpadu antara pariwisata, dan ekonomi lainnya;
Wilayah darat dan 2. mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi yang
Perairan Pesisir melayani seluruh sistem pusat permukiman, kawasan
guna melayani perdesaan, Pulau Kecil berpenghuni, dan kegiatan
sistem pusat ekonomi lainnya;
permukiman, 3. menata, mengembangkan, dan melindungi alur pipa
industri, kelautan dan dan/atau kabel bawah laut secara efektif dan ramah
perikanan, dan lingkungan;
pariwisata; 4. mengembangkan sistem jaringan sumber daya air
dengan memperhatikan ketersediaan sumber daya air,
daya dukung lingkungan, dan kondisi geohidrologi
wilayah; dan
5. mengembangkan kuantitas dan kualitas SPAM, SPAL,
sistem pengolahan limbah bahan berbahaya dan
beracun, serta sistem jaringan persampahan yang
ramah lingkungan di sistem pusat permukiman,
kegiatan industri, kelautan dan perikanan, pariwisata,
dan ekonomi lainnya.
d. pelestarian 1. mempertahankan dan mengembangkan kawasan
lingkungan alami dan hutan berfungsi lindung dan konservasi guna
lingkungan buatan mendukung hutan lestari;
yang berfungsi 2. melestarikan kawasan lindung gambut guna menjaga
lindung; sistem tata air alami dan ekosistem kawasan, serta
mitigasi perubahan iklim;
3. melestarikan kawasan konservasi di Laut yang
mendukung pengelolaan sumber daya ikan dan
lingkungannya secara berkelanjutan;
4. menetapkan kawasan pencadangan konservasi di
Laut guna meningkatkan keanekaragaman hayati dan
perlindungan ekosistem;
5. mengembangkan kawasan lindung geologi termasuk
taman bumi melalui wisata minat khusus,;
6. melestarikan dan mengembangkan kawasan cagar
budaya sebagai identitas Wilayah Provinsi dan potensi
wisata; dan
7. melestarikan kawasan ekosistem mangrove sebagai
ekowisata, pengamanan abrasi pantai, serta
penyimpanan dan/atau penyerapan karbon guna
adaptasi perubahan iklim.
e. pengembangan 1. mengembangkan kawasan peruntukan industri
industri yang mandiri, elektronika dan telematika, industri pembangkit energi,
tangguh, maju, dan mesin dan perlengkapannya, industri alat transportasi,
adaptif terhadap industri pangan, industri farmasi, industri pengolahan
perubahan iklim; limbah dan sampah, industry hulu agro, kimia dasar,
serta logam dan bahan galian bukan logam yang
berdaya saing global;
2. mengembangkan kawasan peruntukan industry
kelautan dan perikanan yang ramah lingkungan, dan
bernilai ekonomi tinggi;
3. mengembangkan sarana dan prasarana kawasan
peruntukan industri;
4. mengembangkan keterpaduan kawasan peruntukan
industri dengan kawasan budi daya, kawasan lindung,
dan alur migrasi biota laut; dan

III-139
Kebijakan Strategi
5. mengembangkan industri hijau melalui peningkatan
efisiensi bahan baku, energi, dan air yang ramah
lingkungan.
f. pengembangan 1. mengembangkan kawasan perikanan tangkap yang
kelautan dan ramah lingkungan guna menjamin keberlanjutan
perikanan berbasis usaha penangkapan ikan;
ekonomi biru bagi 2. pemanfaatan teknologi tepat guna dalam pemanfaatan
pertumbuhan sumber daya ikan di kawasan perikanan tangkap;
ekonomi Wilayah 3. mengembangkan kawasan perikanan budi daya di
Provinsi; Wilayah darat dan Perairan Pesisir dengan tidak
melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungan;
dan
4. meningkatkan keterpaduan antara kawasan perikanan
tangkap dengan pelabuhan perikanan.
g. pengembangan 1. mengembangkan kawasan pariwisata terpadu antara
pariwisata yang Wilayah darat dan Perairan Pesisir yang berdaya saing
berkelanjutan dan berorientasi global guna mendorong pertumbuhan
berbasis budaya; ekonomi dengan memperhatikan daya dukung dan
daya tampung lingkungan;
2. mengembangkan kawasan pariwisata beserta sarana
dan prasarana pariwisata di Kabupaten Natuna,
Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Kepulauan
Anambas guna pemerataan pembangunan pariwisata;
3. mengembangkan taman bumi; dan
4. meningkatkan konektivitas antara kawasan pariwisata
dengan sistem pusat permukiman.
h. pengembangan 1. mempertahankan dan mengembangkan kawasan
sumber daya alam hutan berfungsi produksi guna mendukung hutan
Wilayah darat dan lestari;
Perairan Pesisir 2. mengembangkan kawasan perkebunan rakyat bagi
sesuai dengan daya kesejahteraan kelompok tani hutan;
dukung dan daya 3. mengembangkan kawasan pertanian sesuai potensi
tampung lingkungan Wilayah Provinsi bagi kemakmuran Masyarakat;
hidup bagi 4. menetapkan KP2B guna mendukung ketahanan dan
kesejahteraan kemandirian pangan; dan
Masyarakat; 5. mengembangkan kawasan pertambangan dan energy
dengan kaidah yang baik untuk mengurangi kerusakan
lingkungan.
i. pengembangan 1. meningkatkan kapasitas dan kualitas Bandar Udara
Kawasan Hang Nadim;
Perdagangan Bebas 2. mengembangkan dan meningkatkan pelabuhan laut;
dan Pelabuhan 3. mengembangkan dan meningkatkan jangkauan
Bebas Batam, pelayanan jaringan sumber daya air; dan
Bintan, dan Karimun 4. mengembangkan dan meningkatkan jangkauan
dan Kawasan pelayanan SPAM, SPAL, fasilitas pengolahan limbah
Ekonomi Khusus bahan berbahaya dan beracun, serta prasarana
sesuai dengan fungsi lainnya.
kawasan;
j. peningkatan fungsi 1. mempertahankan dan mengembangkan kawasan
kawasan untuk pertahanan dan keamanan;
pertahanan dan 2. mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif di
keamanan negara dalam dan di sekitar kawasan pertahanan dan
keamanan untuk menjaga fungsinya;
3. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan
budi daya tidak terbangun di sekitar kawasan
pertahanan dan keamanan sebagai penyangga;

III-140
Kebijakan Strategi
4. menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan
keamanan; dan
5. meningkatkan pertahanan dan keamanan di kawasan
perbatasan negara dan pulau kecil terluar guna
menjaga kedaulatan negara.

2. Rencana
Struktur Ruang
Rencana struktur ruang wilayah Kepulauan Riau meliputi rencana sistem
pusat permukiman, rencana sistem jaringan transportasi, rencana sistem
jaringan energi, rencana sistem jaringan telekomunikasi, rencana sistem
jaringan sumber daya air, dan sistem jaringan prasarana lainnya, yang
telah mengintegrasikan rencana struktur ruang daratan dan rencana
struktur ruang wilayah laut (berdasarkan RZWP3K Kepulauan Riau)
sesuai dengan amanat PP No. 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang.
a) Sistem Pusat Permukiman
Sistem pusat permukiman di Provinsi Kepulauan Riau merupakan
pusat-pusat kegiatan yang terdiri atas Pusat Kegiatan Nasional (PKN),
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Strategis Nasional
(PKSN), dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Secara total pengembangan
sistem pusat permukiman di Kepulauan Riau berjumlah 25 titik lokasi
dengan 2 merupakan rencana pembangunan.

b) Sistem Jaringan Transportasi


Sistem jaringan transportasi disesuaikan dengan kebutuhan wilayah
provinsi, terdiri atas:
Sistem Jaringan Jalan
- Jalan umum, terdiri dari jalan arteri 52 dengan 4 peningkatan, jalan
kolektor 144 dengan 2 peningkatan, dan jalan lokal)
- Jalan khusus
- Jalan tol, direncanakan sebanyak 3 ruas
- Terminal penumpang, terdiri dari 1 tipe A dan 3 tipe B
- Terminal barang, tersebar di 15 lokasi
- Jembatan, tersebar di 33 lokasi
Sistem Jaringan Kereta Api
- Jaringan jalur KA antar negara direncanakan 1 jalur
- Jaringan jalur KA perkotaan direncanakan 7 jalur
- Jaringan jalur KA antar kota direncakan 1 jalur

III-141
Sistem Jaringan Sungai, Danau, dan Penyeberangan
- Alur-pelayaran sungai dan alur-pelayaran danau yang terdapat pada
wilayah provinsi
- Lintas penyeberangan antarnegara
- Lintas penyeberangan antarprovinsi
- Lintas penyeberangan antarkabupaten/kota dalam provinsi
- Pelabuhan sungai dan danau; dan/atau
- Pelabuhan penyeberangan.
Sistem Jaringan Transportasi Laut
- Pelabuhan laut yang terdapat pada wilayah provinsi (pelabuhan
utama, pelabuhan pengumpul, pelabuhan pengumpan, terminal
umum, terminal khusus dan pelabuhan perikanan)
Bandara Umum dan Khusus
- Bandara pengumpul (pengumpul primer dan pengumpul tersier)
- Bandara pengumpan
- Bandara khusus
Jalur Pendaratan dan Penerbangan di Laut
- Zona pendaratan pesawat Lagoi

c) Sistem Jaringan Energi


- Jaringan Infrastruktur Minyak dan Gas Bumi, Sarana penimbunan
minyak dan gas bumi serta Pipa bawah laut
- Jaringan Infrastruktur Ketenagalistrikan

d) Sistem Jaringan Telekomunikasi


- Jaringan tetap termasuk pipa/kabel bawah laut untuk telekomunikasi
dan mitigasi bencana; dan/atau
- Jaringan bergerak

e) Sistem Jaringan Sumber Daya Air


- Jaringan irigasi
- Bangunan pengendali banjir

f) Sistem Jaringan Prasarana Lainnya


- Sistem penyediaan air minum (SPAM)
- Sistem pengelolaan air limbah (SPAL)
- Sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

III-142
Gambar 2.45. Rencana Struktur Ruang Provinsi Kepulauan Riau Tahun
2022-2040

Pola Ruang
a) Kawasan Peruntukan Lindung
- Kawasan yang Memberikan Perlindungan terhadap Kawasan
Bawahannya
- Kawasan Perlindungan Setempat
- Kawasan Konservasi
- Kawasan Pencadangan Konservasi di Laut
- Kawasan Hutan Adat
- Kawasan Lindung Geologi
- Kawasan Cagar Budaya
b) Kawasan Peruntukan Budidaya
- Kawasan Hutan Produksi
- Kawasan Perkebunan Rakyat
- Kawasan Pertanian
- Kawasan Perikanan (termasuk kawasan pengelolaan eskosistem
pesisir)
- Kawasan Pergaraman
- Kawasan Pertambangan dan Energi
- Kawasan Pemanfaatan Air Laut Selain Energi
- Kawasan Peruntukan Industri

III-143
- Kawasan Pariwisata
- Kawasan Permukiman
- Kawasan Pembuangan Hasil Pengerukan di Laut (dumping area)
- Kawasan Transportasi
- Kawasan Pertahanan dan Keamanan

Gambar 2.46. Rencana Pola Ruang Provinsi Kepulauan Riau Tahun


2022-2040

Kawasan Strategis
a) Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Strategis Nasional, meliputi :
 Kawasan perbatasan laut Republik Indonesia 22 (dua puluh dua)
pulau kecil terdepan di Kabupaten Natuna (Pulau Semiun, Pulau
Sebetul, Pulau Sekatung, Pulau Senua, Pulau Subi Kecil, Pulau
Kepala, dan Pulau Tokong Boro), di Kabupaten Kepulauan Anambas
(Pulau Tokong Malang Biru, Pulau Damar, Pulau Mangkai, Pulau
Tokong Nanas, dan Pulau Tokong Belayar), di Kabupaten Bintan
(Pulau Sentut), di Kota Batam (Pulau Nipa, Pulau Pelampong, Pulau
Batu Berhanti/Batu Berantai, dan Pulau Nongsa/Putri), dan di
Kabupaten Karimun (Pulau Iyu Kecil/Tokong Hiu Kecil dan Pulau
Karimun Kecil/Karimun Anak); dan
 Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Batam,
Bintan, dan Karimun.

III-144
b) Kawasan Strategis Provinsi
Kawasan Strategis Provinsi, meliputi :
 Kawasan Strategis Provinsi di Pusat Pemerintahan Provinsi
Kepulauan Riau Istana Kota Piring, Kota Tanjungpinang merupakan
kawasan strategis Provinsi dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi, yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan, pusat
pelayanan, pusat pertumbuhan baru dan kegiatan kepariwisataan di
Provinsi sebagai icon daerah dengan nuansa budaya melayu;
 Kawasan Strategis Provinsi di Kabupaten Kepulauan Anambas
merupakan kawasan strategis Provinsi dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi dan pendayagunaan sumber daya alam,
yang difokuskan pada pengembangan potensi di bidang perikanan
dan pariwisata bahari;
 Kawasan strategis Provinsi di Kabupaten Lingga merupakan
kawasan strategis Provinsi dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi dan pendayagunaan sumber daya alam, yang difokuskan
pada pengembangan potensi pertanian meliputi tanaman pangan,
holtikultura, perkebunan, perternakan dan perikanan; dan
 Kawasan strategis Provinsi di Kabupaten Natuna merupakan
kawasan strategis Provinsi dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi, yang difokuskan sebagai simpul transportasi laut
internasional, kawasan pelabuhan internasional, kawasan perikanan
tangkap dan kawasan perindustrian terpadu untuk mendukung
pelayanan kepelabuhanan dan perindustrian global.

3. Program (Indikasi Program)


Program yang telah diidentifikasi merupakan program dalam RTRW versi
tanggal 27 September 2022 yang saat ini masih dalam proses
pembahasan. Program yang teridentifikasi termuat dalam lampiran.

2.2.2. Materi Muatan KRP yang Berpotensi Menimbulkan Pengaruh


Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup
Identifikasi muatan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program dilakukan dengan
menelaah dasar-dasar penyusunannya (visi, misi, tujuan, sasaran, latar
belakang), konsepnya (konsep makro, desain besar, peta jalan), dan/atau
muatan arahannya (strategi, skenario, desain, rencana aksi, kriteria, struktur
kegiatan, teknis pelaksanaan) sesuai dengan tingkat kemajuan penyusunan
Kebijakan, Rencana, dan Program pada saat mulai dilakukan KLHS.

III-145
Muatan-muatan yang ada disusun dalam komponen-komponen materi
kebijakan, rencana, dan/atau program yang kemudian dikaitkan dengan
pertimbangan-pertimbangan berikut:
a. penurunan atau terlampauinya kapasitas daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup untuk pembangunan;
b. penurunan kinerja layanan jasa ekosistem;
c. peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, atau kebakaran hutan dan lahan;
d. penurunan mutu dan ketersediaan sumber daya alam;
e. penurunan ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati;
f. peningkatan kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan
iklim;
g. peningkatan jumlah penduduk miskin atau penurunan penghidupan
sekelompok masyarakat serta terancamnya keberlanjutan penghidupan
masyarakat;
h. peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat;
dan/atau
i. ancaman terhadap perlindungan terhadap kawasan tertentu secara
tradisional yang dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat hukum adat.

Hasil proses penapisan (Lampiran 9), disimpulkan KRP yang berpotensi


menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup sebagai berikut.
1. Sistem Rencana Jaringan Transportasi Jalan Pesisir / Kolektor Primer
Jalan Pesisir Lantamal – Tanjung Kabupaten Natuna dengan panjang
3,89 kilometer di pesisir timur Kabupaten Natuna; Jalan Pesisir Selat
Lampa yang selanjutnya disebut KPU - FU - JL - 21 dengan panjang 8,94
kilometer di pesisir selatan Kabupaten Natuna.
2. Sistem Jaringan Transportasi
Jalan Tol Batu Ampar - Muka Kuning - Bandar Udara Hang Nadim dengan
panjang 19,63 kilometer di Kota Batam; Jalan Tol Simpang Kabil - Muka
Kuning - Pulau Galang Baru dengan panjang 79,14 kilometer di Kota
Batam; Jaringan jalan bebas hambatan yang berupa jembatan meliputi
Simpang Kabil - Pulau Tanjung Sauh - Pulau Buau - Pulau Bintan dengan
panjang 14,94 kilometer di Kota Batam dan Kabupaten Bintan.
3. Sistem Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api
Rencana Jaringan jalur kereta api antarkota yang menghubungkan
Tanjung Uban - Lagoi - Gunung Kijang - Kijang - Tanjung Pinang dengan
panjang 91,55 kilometer di Kabupaten Bintan; Jaringan jalur kereta api
perkotaan Batu Ampar - Bengkong - Lubuk Baja - Batam Kota - Bandara
Hang Nadim dengan panjang 15,58 kilometer di Kota Batam; Jaringan
jalur kereta api perkotaan Batam Center - Batu Aji - Sagulung - Tanjung

III-146
Uncang dengan panjang 21,7 kilometer di Kota Batam; Jaringan jalur
kereta api perkotaan Batu Ampar - Sekupang dengan panjang 7,17
kilometer di Kota Batam; Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan
Telaga Punggur - Batam Center dengan panjang 11,56 kilometer di Kota
Batam; Jaringan jalur kereta api perkotaan Sambau-Bandara Hang Nadim
dengan panjang 8,45 kilometer di Kota Batam; Jaringan jalur kereta api
perkotaan Pelabuhan Telaga Punggur - Batu Besar - Bandara Hang
Nadim dengan panjang 17,71 kilometer di Kota Batam; Jaringan jalur
kereta api perkotaan Batu Ampar - Bengkong - Batam Center - Bandara
Hang Nadim dengan panjang 12,28 kilometer di Kota Batam.
4. Sistem Jaringan Transportasi Laut
Rencana Lokasi Pelabuhan Pengumpan Regional Pelabuhan Letung,
Rencana Lokasi Pelabuhan Pengumpan Lokal (PL) Pelabuhan Daik
Lingga, Pelabuhan Penagi, Pelabuhan Pulau Panjang, Pelabuhan
Semiun, Pelabuhan Sembulang, Pelabuhan Mubur, Pelabuhan Desa Air
Asuk, rencana Pangkalan Pendaratan Ikan meliputi PPI Kawal, PPI
Tambelan.
5. Sistem Jaringan Transportasi Udara
Bandar Udara P Subi Besar, Bandar Udara P Kelarik, Bandar Udara P
Pulau Laut, Bandar Udara P Serasan dan Bandar Udara Khusus Pulau
Senua.
6. Kawasan Perikanan
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 6.605.074,64 ha.
7. Kawasan Pertambangan dan Energi
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 277280.74 ha.
8. Kawasan Peruntukan Industri
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 99.061,64 ha.
9. Kawasan Pariwisata
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 93.317,25 ha.
10. Kawasan Permukiman Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi
Kepulauan Riau tahun 2022-2042 Luas Kawasan seluas 114.979,43 ha.
11. Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi berupa Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun.
12. Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan
keamanan berupa Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau dan
Provinsi Kepulauan Riau.

III-147
Tabel 2.76. Uraian KRP yang Berpotensi Menimbulkan Pengaruh Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
STRUKTUR RUANG
SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI
1 Sistem Pembangunan Pembangunan Tidak Tidak Pembangunan Pembangunan Tidak Tidak Tidak 4 Berpotensi
Rencana renacana renacana Berpengaruh Berpengaruh renacana jaringan renacana Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh menimbulkan
Jaringan jaringan jalan jaringan jalan jalan berpotensi jaringan jalan pengaruh
Transportasi berpotensi berpotensi menurunkan berpotensi
Jalan Pesisir / berpengaruh menurunkan keanekaragaman meningkatkan
Kolektor Primer terhadap D3TLH kapasitas daya hayati karena alih emisi karbon
karena memicu dukung air fungsi lahan dari peningkatan
adanya alih maupun daya transportasi dan aktivitas
fungsi lahan dari dukung pangan lahan-lahan di transportasi
pembangunan di sekitar jalan sekitar nya yang masyarakat
jalan tersebut pesisir menjadi aktivitas
sendiri maupun terbangun masyarakat
dari melalui aktivitas
perkembangan masyarakat
aktivitas yang yang berada di
berada di sekitar jalan
sepanjang jalan. terbangun
Hal tersebut
dapat
menurunkan
kapasitas daya
dukung air
maupun daya
dukung pangan
di sekitar jalan
pesisir
terbangun.
V V X X V V X X X
2 Sistem Pembangunan Pembangunan Tidak Tidak Pembangunan Pembangunan Tidak Tidak Tidak 4 Berpotensi
Jaringan Jalan Tol Jalan Tol Berpengaruh Berpengaruh Jalan Tol B Jalan Tol Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh menimbulkan
Transportasi berpotensi berpotensi berpotensi berpotensi pengaruh
Jalan Tol berpengaruh menurunkan menurunkan meningkatkan
terhadap D3TLH kapasitas daya keanekaragaman emisi karbon
karena memicu dukung air hayati karena alih dari peningkatan
adanya alih maupun daya fungsi lahan aktivitas
fungsi lahan dari dukung pangan transportasi dan transportasi
pembangunan di sekitar jalan lahan-lahan di masyarakat
jalan tersebut tol terbangun sekitar tol yang
sendiri maupun melalui aktivitas menjadi aktivitas
dari masyarakat masyarakat

III-148
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
perkembangan yang berada di
aktivitas di sekitar jalan
sekitar jalan tol. terbangun
Hal tersebut
dapat
menurunkan
kapasitas daya
dukung air
maupun daya
dukung pangan
di sekitar jalan
pesisir
terbangun.
V V X X V V X X X
3 Sistem Pembangunan Pembangunan Tidak Tidak Pembangunan Pembangunan Tidak Tidak Tidak 4 Berpotensi
Jaringan rencana jaringan rencana jaringan Berpengaruh Berpengaruh rencana jaringan rencana jaringan Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh menimbulkan
Transportasi jalir kereta api jalir kereta api jalir kereta api jalir kereta api pengaruh
Jalur Kereta berpotensi berpotensi berpotensi berpotensi
Api berpengaruh menurunkan menurunkan meningkatkan
terhadap D3TLH kapasitas daya kenekaragaman emisi karbon
karena memicu dukung air hayati di darat dari emisi kereta
adanya alih maupun daya maupun di laut api dan
fungsi lahan dukung pangan melalui jalur yang peningkatan
menjadi jalur di sekitar jalur dibuat maupun aktivitas
kereta api, kereta api aktivitas transportasi
fasilitas-fasilitas terbangun masyarakat di masyarakat
pendukung melalui aktivitas sekitarnya
kereta api, dan masyarakat
alih fungsi dari yang berada di
aktivitas sekitar jalur
masyarakat di terbangun
sekitar stasiun
kereta api. Hal
tersebut dapat
menurunkan
kapasitas daya
dukung air
maupun daya
dukung pangan
di sekitar jalur
kereta api.
V V X X V V X X X
4 Sistem Pembangunan Pelabuhan Pembangunan Pembangunan BERPOTENSI
Jaringan Pelabuhan baru letung berada pelabuhan baru Pelabuhan baru menimbulkan

III-149
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
Transportasi menyebabkan pada jasa berpotensi berpotensi pengaruh
Laut alih fungsi lahan ekosistem menurunkan meningkatkan terhadap
lahan dengan penyediaan keanekaragaman emisi karbon kondisi LH
luasan yang pangan tinggi hayati dengan yang tinggi dari PERLU dikaji
cukup besar hal yang berpotensi adanya alih fungsi aktivitas lebih lanjut
ini berpotensi menimbulkan lahan menjadi Pelabuhan dalam analisis
mengakibatkan adanya lahan terbangun maupun aktivitas pengaruh
penurunan Daya penurunan jasa pelayaran
Dukung air. ekosistem
Supply penyedia penyediaan
air berkurang pangan. Selain
karena itu semiun air
pengurangan berada pada
daerah resapan jasa ekosistem
air penyediaan air
tinggi berpotensi
menimbulkan
adanya
penurunan jasa
ekosistem
penyediaan air
V V X X V V X X X 4
5 Sistem Pembangunan Bandara P Tidak Tidak Pembangunan Pembangunan Tidak Tidak Tidak 5 BERPOTENSI
Jaringan Bandara Baru Pulau Laut Berpengaruh Berpengaruh Bandar Udara Bandar Udara Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh menimbulkan
Transportasi menyebabkan berada pada Baru berpotensi baru berpotensi pengaruh
Udara alih fungsi lahan jasa ekosistem menurunkan meningkatkan terhadap
lahan dengan penyediaan keanekaragaman emisi karbon kondisi LH
luasan yang pangan tinggi hayati dengan yang tinggi dari PERLU dikaji
cukup besar hal yang berpotensi adanya alih fungsi aktivitas bandar lebih lanjut
ini berpotensi menimbulkan lahan menjadi udara maupun dalam analisis
mengakibatkan adanya lahan terbangun aktivitas pengaruh
penurunan Daya penurunan jasa pesawat terbang
Dukung air. ekosistem
Supply penyedia penyediaan
air berkurang pangan.
karena Bandara P
pengurangan Kelarik berada
daerah resapan pada jasa
air ekosistem
penyediaan air
tinggi berpotensi
menimbulkan
adanya
penurunan jasa

III-150
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
ekosistem
penyediaan air.
V V X X V V X X X
STRUKTUR RUANG
6 Kawasan Kondisi daya Kawasan Kawasan Kegiatan Kegiatan Tidak berpotensi Tidak Tidak Tidak 4 Berpotensi
Perikanan dukung yang Perikanan Perikanan perikanan perikanan yang berpengaruh berpotensi berpotensi berpotensi menimbulkan
berada pada berada di Jasa dominasi yang tidak tidak dikelola dan berpengaruh berpengaruh berpengaruh pengaruh
kawasan Ekosistem berada di dikelola dan diatur dengan baik negatif.
perikanan - Penyedia peraiaran laut diatur dengan dapat berpotensi Sumber daya
berada pada Pangan Tinggi baik dapat biota yang berada perikanan
daya dukung air seluas 26,94 ha berpotensi di laut terutama di
seluas - Penyediaan Air berkurangnya laut dapat
22.753,71 ha Tinggi 118,56 ha sumber daya dimanfaatkan
belum Pengembangan ikan untuk
terlampaui dan kawasan meningkatkan
15,05 ha perikanan pendapatan
terlampaui. Pada didarat nelayan
daya dukung berpotensi
pangan seluas mengurangi
404,06 ha penyedia
terlampaui. pangan dan air,
Kawasan diasumsikan
perikanan merubah fungsi
dominasi berada lahan
di laut sehingga
berpotensi
berpengaruh
pada daya
dukung daya
tampung
lingkungan
hidup, kawasan
perikianan yang
berada di darat
berpotensi
menimbulkan
perubahan
lahan.
v v x v v x x x x
7 Kawasan Kondisi daya Kawasan Kawasan Pertambangan Kawasan Kegiatan Tidak Pencemaran Tidak 6 Berpotensi
Pertambangan dukung yang Pertambangan Petambangan merupakan pertambangan pertambangan berpotensi limbah dari berpotensi menimbulkan
dan Energi berada pada dan Energi dan Energi pencarian, dan energi berada menghasilkan berpengaruh kegiatan berpengaruh pengaruh
kawasan berada di Jasa Tidak berada penggalian, di aeral DPCLS emisi gas negagif, pertambangan
pertambangan Ekosistem d rawan pengolahan seluas 0,02 ha buang. Selain itu penyerapan berpotensi

III-151
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
dan energi - Penyedia bencana tinggi sumber daya perubahan tenaga kerja terhadap
berada pada Pangan Tinggi yaitu alam. tutupan dapat kesehatan
daya dukung air seluas 11,25 ha - Tidak berada Kurangnya lahanyang mengurangi masyarakat
seluas 668,31 - Penyediaan Air di area rawan pengelolaan signifikan kemiskinan. sekitar
ha belum Tinggi 1,25 ha bencana banjir pertambangan berpotensi Hasil
terlampaui dan Pengembangan tinggi akan mengurangi pendapatan
7,72 ha kawasan - Tidak berada berpotensi fungsi vegetasi. daerah
terlampaui. Pada pertambangan di kerawanan merusak dan bepotensi
daya dukung dan energi bencana menghabiskan meningkat,
pangan seluas berpotensi gempa tinggi sumber daya sehingga
344,96 ha mengurangi - Tidak berada alam yang dapat dikelola
terlampaui dan penyedia di zona tersedia. untuk
331,07 ha pangan dan air, kerentanan mensejahterak
seimbang. diasumsikan gerakan tanah an masyarakat
Pengembangan merubah fungsi tinggi
kawasan lahan Pengaruh
kawasan kegiatan
pertambangan pertambangan
dan energi berpotensi
berpotensi meningkatkan
berpengaruh ancaman
pada daya tanah longsor
dukung daya dan gerakan
tampung tanah yang
lingkungan disebabkan
hidup, penggalian
mengurangi yang tidak
supply penyedia teratur
air dan pangan
dikarenakan
berpotensi
menimbulan
perubahan
lahan.
v v x v v v x v x
8 Kawasan Kondisi daya Kawasan Kawasan Tidak Kawasan Kegiatan Industri Tidak Industri erat Tidak 6 Berpotensi
Peruntukan dukung yang Peruntukan Peruntukan berpotensi peruntukan menghasilkan berpotensi kaitannya berpotensi menimbulkan
Industri berada pada Industri berada Industri berpengaruh industri seluas emisi gas buang berpengaruh dengan limbah berpengaruh pengaruh
kawasan di Jasa berada area pada sumber 144,83 ha berada yang tingg yang negagif, yang
peruntukan Ekosistem rawan daya alam di kawasan berpotensi penyerapan dihasilkan.
industri berada - Penyedia bencana banjir penetepan hutan tehadap iklim, tenaga kerja Pengelolaan
pada daya Pangan Tinggi tinggi seluas dan 31,77 ha secara dapat limbah yang
dukung air seluas 456,93 721,84 ha berada di DPCLS berkelanjutan mengurangi tidak baik
seluas ha - Tidak berada berkontribusi kemiskinan. dapat

III-152
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
40.445,83 ha - Penyediaan Air di kerawanan pada perubahan berpotensi
belum Tinggi 771 ha bencana perubahan iklim mencemari air
terlampaui dan Pengembangan gempa tinggi dan tanah
116,69 ha kawasan - Tidak berada sehingga
terlampaui. Pada peruntukan di zona berpengaruh
daya dukung industri kerentanan pada kualitas
pangan seluas berpotensi gerakan tanah kesehatan
19.496,57 ha mengurangi tinggi masyarakat
terlampaui, 3,51 penyedia sekitar
ha belum pangan dan air,
terlampaui dan diasumsikan
21.062,44 ha merubah fungsi
seimbang laha
Pengembangan
kawasan
kawasan
peruntukan
industri
berpotensi
berpengaruh
pada daya
dukung daya
tampung
lingkungan
hidup,
mengurangi
supply penyedia
air dan pangan
dikarenakan
berpotensi
menimbulan
perubahan
lahan.
v v v x v v x v x
9 Kawasan Kondisi daya Kawasan Kawasan Tidak Kawasan Kegiatan keigatan Tidak Tidak 5 Berpotensi
Pariwisata dukung yang Pariwisata Pariwisata berpotensi pariwisata seluas pariwisata pariwisata berpotensi berpotensi menimbulkan
berada pada berada di Jasa berada area berpengaruh 26 ha berada d mengundang berpotensi berpengaruh berpengaruh pengaruh
kawasan Ekosistem rawan pada sumber kawasan wisatan menggerakan
pariwisata - Penyedia bencana banjir daya alam penetapan hutan berkunjung, perekonomian
berada pada Pangan Tinggi tinggi seluas dan 69,61 ha dengan di kawasan
daya dukung air seluas 4.006,53 192,54 ha berada di DPCLS peningkatan tersebut.
seluas ha - Tidak berada kunjungan
50.957,82 ha - Penyediaan Air di kerawanan wisata akan
belum Tinggi 2.388,97 bencana berpotensi

III-153
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
terlampaui dan ha gempa tinggi meningkatkan
272,06 ha Pengembangan - Tidak berada emsis gas.
terlampaui. Pada kawasan di zona
daya dukung pariwisata kerentanan
pangan seluas berpotensi gerakan tanah
635,30 ha belum mengurangi tinggi
terlampaui, penyedia
30.289,23 ha pangan dan air,
terlampaui dan diasumsikan
30.289,23 ha merubah fungsi
seimbang. laha
Pengembangan
kawasan
kawasan
pariwisata
berpotensi
berpengaruh
pada daya
dukung daya
tampung
lingkungan
hidup,
mengurangi
supply penyedia
air dan pangan
dikarenakan
berpotensi
menimbulan
perubahan lahan
serta menambah
demand
terhadap air dan
pangan
diasumsikan
dengan
kenaikan jumlah
wisatawan.
v v v x v v x x x
10 Kawasan Kondisi daya Kawasan Kawasan Tidak Kawasan Pengembangan Pengembanga Tidak Tidak 5 Berpotensi
Permukiman dukung yang Permukiman Permukiman berpotensi permukiman kawasan n kawasan berpotensi berpotensi menimbulkan
berada pada berada di Jasa berada area berpengaruh seluas 8,06 ha permukiman permukiman berpengaruh berpengaruh pengaruh
kawasan Ekosistem rawan pada sumber berada di berpotensi secara baik
permukiman - Penyedia bencana banjir daya alam kawasan menimbulkan dan teratur
berada pada Pangan Tinggi tinggi seluas penetepan hutan pengaruh dapat

III-154
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
daya dukung air seluas 109,12 ha dan 794,06 ha terhadap menggerakan
seluas 14.842,11 ha - Tidak berada berada di DPCLS iklim.Tumbuhny perekonomian
106.477,49 ha - Penyediaan Air di kerawanan a permukiman di kawasan
belum Tinggi 1.271,54 bencana baru tersebut,
terlampaui dan ha gempa tinggi meningkatkan sehingga
1.372,13 ha Pengembangan - Tidak berada emisi gas rumah berpotensi
terlampaui. Pada kawasan di zona kaca dari mengurangi
daya dukung permukiman kerentanan kegiatan di tiap kemiskinan
pangan seluas berpotensi gerakan tanah bangunan serta
182,88 ha belum mengurangi tinggi peningkatan
terlampaui, penyedia emisi dari
82.567,99 ha pangan dan air, kegiatan
terlampaui dan diasumsikan transportasi di
25.098,74 ha merubah fungsi lingkungan
seimbang laha tersebut.
Pengembangan
kawasan
permukiman
berpotensi
berpengaruh
pada daya
dukung daya
tampung
lingkungan
hidup,
mengurangi
supply penyedia
air dan pangan
dikarenakan
berpotensi
menimbulan
perubahan lahan
serta menambah
demand
terhadap air dan
pangan
diasusmsikan
dengan
kenaikan jumlah
penduduk.
v v v x v v x x x
KAWASAN STRATEGIS
11 Kawasan Kawasan Kawasan Tidak Tidak Kawasan Strategis Aktivitas Tidak Tidak Tidak 4 BERPOTENSI
Strategis Strategis Strategis Berpengaruh Berpengaruh Nasional sudut perdagangan di Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh menimbulkan

III-155
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
Nasional dari Nasional sudut Nasional sudut kepentingan Kawasan pengaruh
sudut kepentingan kepentingan ekonomi di Kota Strategis terhadap
kepentingan ekonomi di Kota ekonomi di Kota Batam, Kota Nasional sudut kondisi LH
pertumbuhan Batam, Kota Batam, Kota Tanjungpinang, kepentingan PERLU dikaji
ekonomi berupa Tanjungpinang, Tanjungpinang, Kabupaten Bintan ekonomi di Kota lebih lanjut
Kawasan Kabupaten Kabupaten dan Kabupaten Batam, Kota dalam analisis
Batam, Bintan, Bintan dan Bintan dan Karimun seluas Tanjungpinang, pengaruh
dan Karimun Kabupaten Kabupaten 147.380 hektare Kabupaten
Karimun seluas Karimun seluas berpotensi Bintan dan
147.380 hektare 147.380 hektare menurunkan Kabupaten
berpotensi berpotensi keanekaragaman Karimun seluas
mengakibatkan menimbulkan hayati dengan 147.380 hektare
berkurangnya adanya alih adanya alih fungsi berpotensi
resapan air yang fungsi lahan lahan terbangun. meningkatkan
mempengaruhi yang Berkembangnya emisi karbon
berkurangnya mengakibatkan kawasan ini juga yang tinggi
daya dukung air berkurangnya berpotensi
jasa ekosistem mendorong
penyediaan air. pertumbuhan
perdagangan dan
jasa maupun
kawasan
permukiman
V V X X V V X X X
12 Kawasan Kawasan Kawasan Tidak Tidak Kawasan Strategis Tidak Tidak Tidak Tidak 4 BERPOTENSI
Strategis Strategis Strategis Berpengaruh Berpengaruh Pertahanan dan Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh menimbulkan
Nasional dari Pertahanan dan Pertahanan dan Keamanan pengaruh
sudut Keamanan Keamanan berada pada terhadap
kepentingan berpotensi berada di kawasan hutan kondisi LH
pertahanan dan menurunkan Kawasan Jasa sebesar 2.972 PERLU dikaji
keamanan daya dukung Ekosistem hektare berpotensi lebih lanjut
berupa Kawasan penyediaan air Penyedia Air menurunkan dalam analisis
Perbatasan dengan Tinggi seluas keanekaragaman pengaruh
Negara di berkurangnya 575 hektare di hayati dengan
Provinsi Riau kawasan Kabupaten adanya alih fungsi
dan Provinsi resapan air Natuna. Selain lahan menjadi
Kepulauan Riau. karena adanya itu Kawasan lahan terbangun
alih fungsi lahan Strategis untuk sarana dan
menjadi lahan Pertahanan dan prasarana
terbangun untuk Keamanan juga pertahanan dan
sarana dan berada pada keamanan
prasarana Jasa Ekosistem
pertahanan dan Penyedia
keamanan Pangan Tinggi

III-156
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
seluas 199
hektare.
V V X X V X X X X

III-157
2.3. ANALISIS PENGARUH KRP TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN
(ISU PB STRATEGIS)

Berdasarkan Permen LHK No P.69 tahun 2017, analisis pengaruh kebijakan,


rencana, dan/atau program terhadap kondisi Lingkungan Hidup memuat enam
kajian muatan diantaranya adalah kapasitas daya dukung dan daya tampung
Lingkungan Hidup untuk pembangunan, Perkiraan mengenai dampak dan
risiko Lingkungan Hidup, Kinerja layanan atau jasa ekosistem, Efisiensi
pemanfaatan sumber daya alam, Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi
terhadap perubahan iklim, dan Tingkat ketahanan dan potensi
keanekaragaman hayati.
Tim penyusun telah melakukan analisis indikator yang digunakan sebagai
pendekatan dalam enam muatan KLHS Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Provinsi Kepulauan Riau. Berikut merupakan tabel menunjukkan
indikator enam muatan KLHS:
Tabel 2.77. Indikator Lingkungan KLHS Revisi Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Provinsi Kepulauan Riau
Enam Muatan KLHS Indikator
D3TLH Air
D3TLH
D3TLH Pangan
Potensi Ancaman Bencana
Dampak Risiko Jasa Lingkungan Perlindungan Pencegahan Bencana
Jasa lingkungan Tata Aliran dan Banjir
Jasa Penyesia Pangan
Jasa Penyedia Air
Jasa Ekosistem
Jasa Lingkungan Pengurai Limbah
Jasa Lingkungan Pemurnian air
Kawasan Pertanian
SDA
Kawasan Hutan
Jasa Pengaturan Iklim
Perubahan Iklim
Jasa Pemeliharaan Kualitas Udara
Keanekragaman Hayati Jasa Lingkungan Biodiversity

Analisis dilakukan dengan menggunakan metoda analisis spasial dengan


Geographic Information System yaitu teknik overlay peta (penampalan peta)
antara muatan rencana dengan masing-masing indikator dari kajian enam
muatan. Berikut merupakan hasil overlay muatan rencana tata ruang yang
berdampak terhadap lingkungan hidup dengan masing-masing indikator enam
muatan KLHS:

III-158
2.3.1. Kapasitas Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup

Kajian ini mengukur kemampuan suatu ekosistem untuk mendukung


satu/rangkaian aktivitas dan ambang batas kemampuannya berdasarkan
kondisi yang ada. Kepentingan kajian ini terutama adalah untuk menentukan
apakah intensitas pembangunan masih dapat dikembangkan atau
ditambahkan. Daya tampung lingkungan hidup dapat diukur dari tingkat
asimilasi media (air, tanah, udara) ketika menerima gangguan dari luar.
Indikator yang digunakan dapat berupa kombinasi antara beban pencemaran
dengan kemampuan media mempertahankan fungsinya sejalan dengan
masuknya pencemaran tersebut.
Berdasarkan hasil analisis muatan rencana tata ruang yang berdampak
terhadap lingkungan hidup yang berada pada status daya dukung air
terlampaui mencapai 50% adalah Kawasan Strategis Nasional dari Sudut
Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi. Kemudian yang berada pada status
daya dukung pangan terlampaui lebih dari 50% adalah Sistem Rencana
Jaringan Transportasi Jalan Pesisir/Kolektor Primer, Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol, Sistem Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api dan
Kawasan Permukiman.
Berikut hasil overlay muatan rencana tata ruang yang berdampak terhadap
lingkungan hidup dengan D3TLH air dan D3TPLH Pangan.

Gambar 2.47. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Rencana


Jaringan Transportasi Jalan Pesisir Terhadap D3TLH Air

III-159
Gambar 2.48. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Rencana
Jaringan Transportasi Jalan Pesisir Terhadap D3TLH Pangan

Gambar 2.49. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalan Tol Terhadap D3TLH Air

III-160
Gambar 2.50. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap D3TLH Pangan

Gambar 2.51. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap D3TLH Air

III-161
Gambar 2.52. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap D3TLH Pangan

Gambar 2.53. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Laut Terhadap D3TLH Air

III-162
Gambar 2.54. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap D3TLH Pangan

Gambar 2.55. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Udara Terhadap D3TLH Air

III-163
Gambar 2.56. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Udara Terhadap D3TLH Pangan

Gambar 2.57. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan


Terhadap D3TLH Air

III-164
Gambar 2.58. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap D3TLH Pangan

Gambar 2.59. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pertambangan


dan Energi Terhadap D3TLH Air

III-165
Gambar 2.60. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pertambangan
dan Energi Terhadap D3TLH Pangan

Gambar 2.61. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan


Industri Terhadap D3TLH Air

III-166
Gambar 2.62. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap D3TLH Pangan

Gambar 2.63. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata


Terhadap D3TLH Air

III-167
Gambar 2.64. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata
Terhadap D3TLH Pangan

Gambar 2.65. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman


Terhadap D3TLH Air

III-168
Gambar 2.66. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap D3TLH Pangan

Gambar 2.67. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi Terhadap D3TLH Air

III-169
Gambar 2.68. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi Terhadap D3TLH Pangan

Gambar 2.69. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional


Pertahanan dan Kemananan Terhadap D3TLH Air

III-170
Gambar 2.70. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Kemananan Terhadap D3TLH Pangan

III-171
Tabel 2.78. Analisis KRP Berdampak Terhadap Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup
D3TLH
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi Daya Dukung Pangan (ha) Daya Dukung Air (ha)
lingkungan hidup Belum Belum
Seimbang Terlampaui Area Laut Terlampaui Area Laut
Terlampaui Terlampaui
Struktur Ruang
1. Sistem Rencana Jalan Pesisir Lantamal - Tanjung Kabupaten
Jaringan Transportasi Natuna dengan panjang 3,89 kilometer di pesisir 3.85 0.3 3.85
Jalan Pesisir / Kolektor timur Kabupaten Natuna
Primer Jalan Pesisir Selat Lampa yang selanjutnya
disebut KPU - FU - JL - 21 dengan panjang 8,94 8.65 8.63 0.03
kilometer di pesisir selatan Kabupaten Natuna
12.5 0.3 12.48 0.03
Total
97.66% 2.34% 97.50% 0.23%
2. Sistem Jaringan Jalan Tol Batu Ampar - Muka Kuning - Bandar
Transportasi Jalan Tol Udara Hang Nadim dengan panjang 19,63 19.63 15.46 4.17
kilometer di Kota Batam
Jalan Tol Simpang Kabil - Muka Kuning - Pulau
Galang Baru dengan panjang 79,14 kilometer di 0.13 77.46 1.56 77.01 0.57 1.36
Kota Batam
Jaringan jalan bebas hambatan yang berupa
jembatan meliputi Simpang Kabil - Pulau
Tanjung Sauh - Pulau Buau - Pulau Bintan 3.61 3.79 7.55 7.4 7.07
dengan panjang 14,94 kilometer di Kota Batam
dan Kabupaten Bintan
3.74 100.88 9.11 99.87 4.74 8.43
Total
3.29% 88.71% 8.01% 87.82% 4.17% 7.41%
3. Sistem Jaringan Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar -
Transportasi Jalur Bengkong - Lubuk Baja - Batam Kota - Bandara
15.58 11.93 3.66
Kereta Api Hang Nadim dengan panjang 15,58 kilometer di
Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar -
Sekupang dengan panjang 7,17 kilometer di 7.18 6.85 0.33
Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan
Telaga Punggur - Batam Center dengan panjang 11.56 11.56
11,56 kilometer di Kota Batam

III-172
D3TLH
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi Daya Dukung Pangan (ha) Daya Dukung Air (ha)
lingkungan hidup Belum Belum
Seimbang Terlampaui Area Laut Terlampaui Area Laut
Terlampaui Terlampaui
Jaringan jalur kereta api perkotaan Sambau-
Bandara Hang Nadim dengan panjang 8,45 2.99 5.47 8.46
kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan
Telaga Punggur - Batu Besar - Bandara Hang
1.51 16.12 0.09 17.63 0.08
Nadim dengan panjang 17,71 kilometer di Kota
Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batam
Center - Batu Aji - Sagulung – Tanjung Uncang 27.1 27.1
dengan panjang 21,7 kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar -
Bengkong - Batam Center - Bandara Hang
0.94 11.34 12.28
Nadim dengan panjang 12,28 kilometer di Kota
Batam
Jaringan jalur kereta api antarkota yang
menghubungkan Tanjung Uban - Lagoi -
Gunung Kijang - Kijang - Tanjung Pinang 1.39 16.36 73.8 90.87 0.69
dengan panjang 91,55 kilometer di Kabupaten
Bintan
1.39 21.8 168.15 0.09 186.68 4.68 0.08
Total
0.73% 11.39% 87.83% 0.05% 97.51% 2.44% 0.04%
4. Sistem Jaringan PL Daik Lingga Belum
Seimbang
Transportasi Laut Terlampaui
PL Pulau Mubut Belum
Seimbang
Terlampaui
PL Sembulang Belum
Terlampaui
Terlampaui
PL Pulau Panjang Belum
Terlampaui
Terlampaui
PR Letung Terlampaui Terlampaui
PL Pelabuhan Desa Air Asuk
PL Penagi Belum
Terlampaui
Terlampaui
PL Semiun

III-173
D3TLH
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi Daya Dukung Pangan (ha) Daya Dukung Air (ha)
lingkungan hidup Belum Belum
Seimbang Terlampaui Area Laut Terlampaui Area Laut
Terlampaui Terlampaui
PPI Kawal Belum
Terlampaui
Terlampaui
PPI Tambelan
5. Sistem Jaringan Bandar Udara Khusus Pulau Senua Belum
Seimbang
Transportasi Udara Terlampaui
Bandara P Serasan Belum
Terlampaui
Terlampaui
Rencana Bandara P Subi Besar Belum
Seimbang
Terlampaui
Bandara P Kelarik Belum
Seimbang
Terlampaui
Bandara P Pulau Laut Belum
Terlampaui
Terlampaui
Pola Ruang
6. Kawasan Perikanan Kabupaten Karimun 61.93 2.55 61.93 2.55
Kabupaten Lingga 968.88 22.34 991.22
Kabupaten Natuna 766.60 215.51 4.63 980.92 1.18 4.63
Kota Batam 0.13 0.13
(blank) 567.29 166.22 6,602,298.57 719.64 13.87 6,602,298.57
2,364.70 404.07 6,602,305.88 2,753.71 15.05 6,602,305.88
Total
0.04% 0.01% 99.96% 0.04% 0.0002% 99.96%
7. Kawasan Pertambangan Kabupaten Bintan 4.59 3.07 4.59 3.07
dan Energi Kabupaten Karimun 314.70 264.82 32.07 579.52 32.07
Kabupaten Natuna 14.84 14.84
Kota Batam 16.23 60.64 3.08 69.15 7.72 3.08
(blank) 0.15 0.07 276,566.49 0.22 276,566.49
331.08 344.96 276,604.71 668.32 7.72 276,604.71
Total
0.12% 0.12% 99.76% 0.24% 0.0028% 99.76%
8. Kawasan Peruntukan Kabupaten Bintan 3.51 8,185.70 4,190.15 119.05 12,377.17 2.19 119.05
Industri Kabupaten Karimun 2,220.83 5,248.05 479.20 7,419.86 49.02 479.20
Kabupaten Kepulauan Anambas 1,728.17 330.05 69.22 2,058.23 69.22
Kabupaten Lingga 3,091.81 1,589.40 58.62 4,681.20 58.62
Kabupaten Natuna 1,065.05 1,086.80 7.25 2,150.44 1.41 7.25
Kota Batam 4,588.14 6,118.60 527.44 10,642.99 63.74 527.44

III-174
D3TLH
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi Daya Dukung Pangan (ha) Daya Dukung Air (ha)
lingkungan hidup Belum Belum
Seimbang Terlampaui Area Laut Terlampaui Area Laut
Terlampaui Terlampaui
Kota Tanjung Pinang 168.20 916.28 4.39 1,084.49 4.39
(blank) 14.54 17.23 57,233.94 31.45 0.32 57,233.94
3.51 21,062.44 19,496.56 58,499.11 40,445.83 116.68 58,499.11
Total
0.0035% 21.26% 19.68% 59.05% 40.83% 0.12% 59.05%
9. Kawasan Pariwisata Kabupaten Bintan 635.3 16,591.44 12,246.47 206.08 29,418.15 55.06 206.08
Kabupaten Karimun 596.15 338.68 21.10 934.51 0.32 21.10
Kabupaten Kepulauan Anambas 3,418.18 514.11 429.12 3,928.87 3.41 429.12
Kabupaten Lingga 1,678.07 660.76 325.62 2,329.82 9.01 325.62
Kabupaten Natuna 2,742.97 3,728.03 665.20 6,372.14 98.86 665.20
Kota Batam 5,102.42 2,619.45 171.43 7,649.55 72.32 171.43
Kota Tanjung Pinang 89.55 162.05 1.76 226.95 24.65 1.76
(blank) 70.45 35.81 40,267.06 97.84 8.43 40,267.06
635.30 30,289.23 20,305.36 42,087.37 50,957.83 272.06 42,087.37
Total
0.68% 32.46% 21.76% 45.10% 54.61% 0.29% 45.10%
10. Kawasan Permukiman Kabupaten Bintan 182.88 4,327.61 11,792.84 63.80 16,285.77 17.57 63.80
Kabupaten Karimun 3,683.37 15,332.47 180.62 18,938.51 77.32 180.62
Kabupaten Kepulauan Anambas 1,040.46 4,594.19 135.89 5,612.44 22.21 135.89
Kabupaten Lingga 4,594.66 7,589.24 153.22 12,180.31 3.59 153.22
Kabupaten Natuna 3,822.96 17,895.17 214.65 21,693.06 25.07 214.65
Kota Batam 5,407.43 16,642.05 387.05 21,283.11 766.37 387.05
Kota Tanjung Pinang 2,205.25 8,660.52 69.61 10,407.48 458.30 69.61
(blank) 17.01 61.50 5,924.98 76.82 1.69 5,924.98
182.88 25,098.75 82,567.98 7,129.82 106,477.50 1,372.12 7,129.82
Total
0.16% 21.83% 71.81% 6.20% 92.61% 1.19% 6.20%
11. Kawasan Strategis Kabupaten Bintan 63,705.93 16.13 133.52 922.36 29,025.61 33,907.61
Nasional dari Sudut Kabupaten Karimun 9,285.93 22.92 290.60 5,849.06 3,750.40
Kepentingan Kota Batam 68,680.41 1,992.59 1,000.46 37,629.42 34,044.04
Pertumbuhan Ekonomi Kota Tanjungpinang 2,145.16 23.79 26.08 1,939.46 255.56
143,817.43 2,055.43 1,450.66 922.36 74,443.55 71,957.61
Total
97.62% 1.40% 0.98% 0.63% 50.53% 48.84%
12. Kawasan Strategis Kabupaten Bintan 102,849.12 17.75 229.49 1,433.39 46,238.40 55,424.57
Nasional dari Sudut Kabupaten Karimun 782.26 28.74 811.00
Kabupaten Kepulauan Anambas 197.68 26.02 223.70

III-175
D3TLH
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi Daya Dukung Pangan (ha) Daya Dukung Air (ha)
lingkungan hidup Belum Belum
Seimbang Terlampaui Area Laut Terlampaui Area Laut
Terlampaui Terlampaui
Kepentingan Pertahanan Kabupaten Natuna 1,182.00 57.14 893.87 345.27
dan Keamanan Kota Batam 10.7 1.27 40.03 1.27 50.73
105,021.76 19.02 381.42 1,433.39 47,133.54 56,855.27
Total
99.62% 0.02% 0.36% 1.36% 44.71% 53.93%

III-176
2.3.2. Perkiraan Mengenai Dampak dan Risiko Lingkungan Hidup

Kajian ini mengukur besar dan pentingnya dampak dan/atau risiko suatu
kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap perubahan – perubahan
lingkungan hidup dan kelompok masyarakat yang terkena dampak dan/atau
risiko. Teknik analisis mengikuti ketentuan yang telah tersedia (misalnya
Pedoman Dampak Penting) dan metodologi yang diakui secara ilmiah
(misalnya metodologi Environmental Risk Assessment).
Berdasarkan hasil analisis muatan rencana tata ruang yang berdampak
terhadap lingkungan hidup yang dianalisis dengan indikator dampak dan risiko
lingkungan hidup, rata-rata berada pada kelas rendah. Secara rinci hasil
analisis sebagai berikut.

Gambar 2.71. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalan Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi

III-177
Gambar 2.72. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi

Gambar 2.73. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi

III-178
Gambar 2.74. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi

Gambar 2.75. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Udara Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi

III-179
Gambar 2.76. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi

Gambar 2.77. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pertambangan


dan Energi Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi

III-180
Gambar 2.78. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi

Gambar 2.79. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata


Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi

III-181
Gambar 2.80. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi

Gambar 2.81. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional


Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi

III-182
Gambar 2.82. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi

Gambar 2.83. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Rencana


Jaringan Transportasi Jalan Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir

III-183
Gambar 2.84. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 2.85. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir

III-184
Gambar 2.86. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 2.87. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Udara Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir

III-185
Gambar 2.88. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 2.89. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pertambangan


dan Energi Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir

III-186
Gambar 2.90. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 2.91. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata


Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir

III-187
Gambar 2.92. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 2.93. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional


Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir

III-188
Gambar 2.94. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir

Gambar 2.95. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Rencana


Jaringan Transportasi Jalan Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah

III-189
Gambar 2.96. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah

Gambar 2.97. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah

III-190
Gambar 2.98. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah

Gambar 2.99. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Udara Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah

III-191
Gambar 2.100. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah

Gambar 2.101. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pertambangan


dan Energi Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah

III-192
Gambar 2.102. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah

Gambar 2.103. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata


Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah

III-193
Gambar 2.104. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah

Gambar 2.105. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional


Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah

III-194
Gambar 2.106. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah

Gambar 2.107. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Rencana


Jaringan Transportasi Jalan Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir

III-195
Gambar 2.108. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir

Gambar 2.109. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir

III-196
Gambar 2.110. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir

Gambar 2.111. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Udara Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir

III-197
Gambar 2.112. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir

Gambar 2.113. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pertambangan


dan Energi Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir

III-198
Gambar 2.114. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir

Gambar 2.115. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata


Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir

III-199
Gambar 2.116. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir

Gambar 2.117. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional


Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir

III-200
Gambar 2.118. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir

Gambar 2.119. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Rencana


Jaringan Transportasi Jalan Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan
Bencana

III-201
Gambar 2.120. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana

Gambar 2.121. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan
Bencana

III-202
Gambar 2.122. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana

Gambar 2.123. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Udara Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana

III-203
Gambar 2.124. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana

Gambar 2.125. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pertambangan


dan Energi Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana

III-204
Gambar 2.126. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana

Gambar 2.127. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata


Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana

III-205
Gambar 2.128. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana

Gambar 2.129. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional


Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan
Bencana

III-206
Gambar 2.130. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan
Bencana

III-207
Tabel 2.79. Analisis KRP Berdampak Terhadap Potensi Ancaman Bencana
Potensi Ancaman Bencana (ha)
Kawasan
Kawasan Rawan
Rawan Zona Kerentanan Gerakan JE Pencegahan dan
Bencana JE Pengaturan Aliran Banjir
Bencana Tanah Perlindungan Bencana
Gempabumi
Banjir
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi

Tidak Termasuk

Sangat Rendah
Sangat Rendah

Sangat Rendah

Sangat Rendah
Unit Pemetaan

Sangat Tinggi

Sangat Tinggi
Tidak Rawan
lingkungan hidup

Menengah
Menengah

Area Laut

Area Laut

Area Laut

Area Laut

Area Laut
Rendah
Rendah

Rendah

Rendah
Sedang

Sedang
Rawan

Tinggi

Tinggi
1. Sistem Rencana Jalan Pesisir Lantamal - Tanjung Kabupaten

3.85

1.07

2.78

3.85

3.85

3.85
Jaringan Transportasi Natuna dengan panjang 3,89 kilometer di
Jalan Pesisir / Kolektor pesisir timur Kabupaten Natuna
Primer
Jalan Pesisir Selat Lampa yang selanjutnya

8.95

8.95

8.95

1.36

7.58

1.36

7.58
disebut KPU - FU - JL - 21 dengan panjang
8,94 kilometer di pesisir selatan Kabupaten
Natuna

12.80

1.07

11.73

12.80

3.85

1.36

7.58

3.85

1.36

7.58
Total

99.97%

8.34%

91.63%

99.97%

30.06%

10.65%

59.25%

30.06%

10.65%

59.25%
2. Sistem Jaringan Jalan Tol Batu Ampar - Muka Kuning -
19.63

19.63

8.21

11.42

8.09

11.55
19.63
Transportasi Jalan Tol Bandar Udara Hang Nadim dengan panjang
19,63 kilometer di Kota Batam

Jalan Tol Simpang Kabil - Muka Kuning -


77.78

1.36

3.44

75.70

0.45

12.57

62.15

2.61

2.72

54.30

23.08

0.41

1.36

46.10

31.28

0.41

1.36
Pulau Galang Baru dengan panjang 79,14
kilometer di Kota Batam

III-208
Potensi Ancaman Bencana (ha)
Kawasan
Kawasan Rawan
Rawan Zona Kerentanan Gerakan JE Pencegahan dan
Bencana JE Pengaturan Aliran Banjir
Bencana Tanah Perlindungan Bencana
Gempabumi
Banjir
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi

Tidak Termasuk

Sangat Rendah
Sangat Rendah

Sangat Rendah

Sangat Rendah
Unit Pemetaan

Sangat Tinggi

Sangat Tinggi
Tidak Rawan
lingkungan hidup

Menengah
Menengah

Area Laut

Area Laut

Area Laut

Area Laut

Area Laut
Rendah
Rendah

Rendah

Rendah
Sedang

Sedang
Rawan

Tinggi

Tinggi
Jaringan jalan bebas hambatan yang berupa

7.88

7.07

14.95

3.41

4.47

3.12

1.87

2.90

7.07

2.82

2.16

2.90

7.07
jembatan meliputi Simpang Kabil - Pulau
Tanjung Sauh - Pulau Buau - Pulau Bintan
dengan panjang 14,94 kilometer di Kota
Batam dan Kabupaten Bintan

110.28
105.30

8.43

3.44

0.45

12.57

85.20

7.08

2.72

65.62

36.37

3.31

8.43

57.00

44.99

3.31

8.43
Total

92.59%

7.41%

3.03%

96.98%

0.39%

11.05%

74.92%

6.23%

2.39%

57.70%

31.98%

2.91%

7.41%

50.12%

39.56%

2.91%

7.41%
3. Sistem Jaringan Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu 15.58

15.58

15.58

7.29

8.29

7.26

8.32
Transportasi Jalur Ampar - Bengkong - Lubuk Baja - Batam
Kereta Api Kota - Bandara Hang Nadim dengan
panjang 15,58 kilometer di Kota Batam Hang
Nadim)
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu
7.18

1.15

6.03

6.15

1.03

0.23

6.29

0.66

0.23

6.29

0.66
Ampar - Sekupang dengan panjang 7,17
kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan
11.56

1.14

10.42

11.56

7.60

3.61

0.35

5.68

5.53

0.35
Pelabuhan Telaga Punggur - Batam Center
dengan panjang 11,56 kilometer di Kota
Batam

III-209
Potensi Ancaman Bencana (ha)
Kawasan
Kawasan Rawan
Rawan Zona Kerentanan Gerakan JE Pencegahan dan
Bencana JE Pengaturan Aliran Banjir
Bencana Tanah Perlindungan Bencana
Gempabumi
Banjir
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi

Tidak Termasuk

Sangat Rendah
Sangat Rendah

Sangat Rendah

Sangat Rendah
Unit Pemetaan

Sangat Tinggi

Sangat Tinggi
Tidak Rawan
lingkungan hidup

Menengah
Menengah

Area Laut

Area Laut

Area Laut

Area Laut

Area Laut
Rendah
Rendah

Rendah

Rendah
Sedang

Sedang
Rawan

Tinggi

Tinggi
Jaringan jalur kereta api perkotaan Sambau-

8.46

8.46

8.46

2.34

5.65

0.46

1.39

6.85

0.22
Bandara Hang Nadim dengan panjang 8,45
kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan

17.63

0.08

1.73

15.99

13.18

4.45

0.08

6.42

11.06

0.15

0.08

0.78

16.71

0.15

0.08
Pelabuhan Telaga Punggur - Batu Besar -
Bandara Hang Nadim dengan panjang 17,71
kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batam

27.10

0.52

26.59

1.98

11.76

13.36

1.30

25.49

0.32

1.30

25.49

0.32
Center - Batu Aji - Sagulung – Tanjung
Uncang dengan panjang 21,7 kilometer di
Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu

12.28

0.94

11.35

12.28

0.18

12.10

0.18

12.10
Ampar - Bengkong - Batam Center -
Bandara Hang Nadim dengan panjang 12,28
kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api antarkota yang
91.55

1.16

90.39

0.78

81.09

9.68

71.36

16.76

3.43

61.84

27.32

2.39
menghubungkan Tanjung Uban - Lagoi -
Gunung Kijang - Kijang - Tanjung Pinang
dengan panjang 91,55 kilometer di
Kabupaten Bintan

184.80
191.35

0.08

6.64

0.78

1.98

160.07

28.53

0.08

96.73

89.25

5.37

0.08

78.66

108.60

4.09

0.08
Total
96.53%
99.95%

0.04%

3.47%

0.41%

1.04%

83.61%

14.90%

0.04%

50.53%

46.62%

2.81%

0.04%

41.09%

56.73%

2.14%

0.04%
III-210
Potensi Ancaman Bencana (ha)
Kawasan
Kawasan Rawan
Rawan Zona Kerentanan Gerakan JE Pencegahan dan
Bencana JE Pengaturan Aliran Banjir
Bencana Tanah Perlindungan Bencana
Gempabumi
Banjir
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi

Tidak Termasuk

Sangat Rendah
Sangat Rendah

Sangat Rendah

Sangat Rendah
Unit Pemetaan

Sangat Tinggi

Sangat Tinggi
Tidak Rawan
lingkungan hidup

Menengah
Menengah

Area Laut

Area Laut

Area Laut

Area Laut

Area Laut
Rendah
Rendah

Rendah

Rendah
Sedang

Sedang
Rawan

Tinggi

Tinggi
4. Sistem Jaringan PL Daik Lingga

Rendah

Rawan

Rendah

Rendah

Rendah
Transportasi Laut

PL Pulau Mubut

Sedang

Sedang
PL Sembulang

Sangat Rendah

Sangat Rendah
PL Pulau Panjang

Sedang

Sedang
PR Letung

Sedang

Sedang
III-211
PPI Kawal
PL Penagi

PL Semiun
lingkungan hidup

PL Pelabuhan Desa Air Asuk


KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi

Menengah

Rendah

Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah


Bencana
Gempabumi
Kawasan Rawan

Area Laut

Rawan Rawan

Tidak Rawan
Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan

Area Laut

Tidak Termasuk
Unit Pemetaan

Menengah

Rendah Rendah Rendah


Tanah

Sangat Rendah
Zona Kerentanan Gerakan

Area Laut

Rendah Rendah

Sangat Rendah
Potensi Ancaman Bencana (ha)

Sangat Tinggi Sangat Tinggi

Sedang Sedang Sedang

Tinggi
JE Pengaturan Aliran Banjir

Area Laut

Rendah Rendah

Sangat Rendah

Sangat Tinggi Sangat Tinggi

Sedang Sedang Sedang

Tinggi
JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana

III-212

Area Laut
Potensi Ancaman Bencana (ha)
Kawasan
Kawasan Rawan
Rawan Zona Kerentanan Gerakan JE Pencegahan dan
Bencana JE Pengaturan Aliran Banjir
Bencana Tanah Perlindungan Bencana
Gempabumi
Banjir
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi

Tidak Termasuk

Sangat Rendah
Sangat Rendah

Sangat Rendah

Sangat Rendah
Unit Pemetaan

Sangat Tinggi

Sangat Tinggi
Tidak Rawan
lingkungan hidup

Menengah
Menengah

Area Laut

Area Laut

Area Laut

Area Laut

Area Laut
Rendah
Rendah

Rendah

Rendah
Sedang

Sedang
Rawan

Tinggi

Tinggi
PPI Tambelan

Sangat Rendah

Rendah

Rendah

Rendah
5. Sistem Jaringan Bandar Udara Khusus Pulau Senua

Sedang

Sedang
Transportasi Udara

Bandara P Serasan

Sangat Rendah

Rendah

Rendah

Rendah
Rencana Bandara P Subi Besar
Sangat Rendah

Rendah

Rendah

Rendah
III-213
6.
Kawasan Perikanan

Kota Batam
lingkungan hidup

Bandara P Kelarik

Kabupaten Lingga

Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun
Bandara P Pulau Laut
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi

Menengah

0.13 991.22 64.47 Rendah

986.73 Sangat Rendah Sangat Rendah


Bencana
Gempabumi
Kawasan Rawan

Area Laut

6.47 292.95 64.47 Rawan

Tidak Rawan
Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan

0.13 980.26 698.27 0.00 Area Laut

Tidak Termasuk
Unit Pemetaan

0.00 Menengah

0.13 801.50 116.59 Rendah


Tanah

185.23 874.63 64.47 Sangat Rendah Sangat Rendah


Zona Kerentanan Gerakan

Area Laut

77.34 224.93 58.70 Rendah

0.13 Sangat Rendah


Potensi Ancaman Bencana (ha)

106.50 Sangat Tinggi Sangat Tinggi

0.00 776.90 766.29 5.77 Sedang Sedang

26.00 Tinggi
JE Pengaturan Aliran Banjir

Area Laut

77.34 174.99 58.70 Rendah

0.13 54.16 0.00 Sangat Rendah

102.14 Sangat Tinggi Sangat Tinggi

0.00 802.70 762.07 5.77 Sedang Sedang

4.55 Tinggi
JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana

III-214

Area Laut
7.

Energi
Kawasan
Pertambangan dan
(blank)

Total
lingkungan hidup

Kabupaten Bintan

Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi

Menengah

609.82 7.66 0.02% 1,569.12 513.30 Rendah

14.84 0.02% 1,065.62 78.89 Sangat Rendah


Bencana
Gempabumi
Kawasan Rawan

1.76 99.96% 6,602,439.89 6,602,439.89 Area Laut

154.94 0.01% 441.91 78.02 Rawan

Tidak Rawan
Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan

14.84 456.65 7.66 99.99% 6,604,632.72 6,602,954.06 Area Laut

Tidak Termasuk
7.68
Unit Pemetaan

9.02 86.72 0.0003% 19.43 19.43 Menengah

5.82 484.28 0.02% 1,388.52 470.30 Rendah


Tanah

31.14 7.66 0.02% 1,226.79 102.45 Sangat Rendah


Zona Kerentanan Gerakan

1.76 99.96% 6,602,439.89 6,602,439.89 Area Laut

1.18 563.00 3.37 0.01% 726.05 365.08 Rendah

27.20 0.0009% 60.31 60.18 Sangat Rendah


Potensi Ancaman Bencana (ha)

1.25 0.0019% 124.73 18.24 Sangat Tinggi

12.40 19.62 4.28 0.03% 1,694.89 145.93 Sedang

0.00% 28.75 2.76 Tinggi


JE Pengaturan Aliran Banjir

1.76 99.96% 6,602,439.89 6,602,439.89 Area Laut

1.18 127.07 3.37 0.0094% 622.38 311.35 Rendah

465.61 0.0027% 177.92 123.63 Sangat Rendah

1.25 0.0019% 123.08 20.93 Sangat Tinggi

12.40 17.14 4.28 0.03% 1,706.78 136.24 Sedang

0.0001% 4.58 0.03 Tinggi


JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana

III-215

1.76 99.96% 6,602,439.89 6,602,439.89 Area Laut


8.
Industri
Kawasan Peruntukan
(blank)

Total
Kota Batam
lingkungan hidup

Kabupaten Bintan
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi

Menengah

12,489.37 0.25% 698.30 0.87 79.95 Rendah

0.01% 14.84 Sangat Rendah


Bencana
Gempabumi
Kawasan Rawan

9.05 99.74% 276,567.60 276,565.83 Area Laut

345.80 0.06% 155.58 0.64 Rawan

Tidak Rawan
Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan

12,152.61 99.94% 277,125.16 276,566.71 79.31 Area Laut

Tidak Termasuk
271.63 0.0028% 7.68
Unit Pemetaan

0.04% 98.80 3.06 Menengah

8,513.47 0.20% 566.84 0.87 75.87 Rendah


Tanah

3,704.26 0.01% 39.81 1.02 Sangat Rendah


Zona Kerentanan Gerakan

9.05 99.74% 276,567.60 276,565.83 Area Laut

10,430.64 0.23% 631.68 0.87 63.25 Rendah

1,059.23 0.01% 41.39 14.19 Sangat Rendah


Potensi Ancaman Bencana (ha)

0.0005% 1.25 Sangat Tinggi

999.50 0.01% 38.82 2.52 Sedang

Tinggi
JE Pengaturan Aliran Banjir

9.05 99.74% 276,567.60 276,565.83 Area Laut

6,121.48 0.05% 141.31 0.00 9.67 Rendah

5,511.53 0.19% 534.24 0.87 67.76 Sangat Rendah

0.0005% 1.25 Sangat Tinggi

856.35 0.01% 36.34 2.52 Sedang

Tinggi
JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana

III-216

9.05 99.74% 276,567.60 276,565.83 Area Laut


Kota Batam
lingkungan hidup

Kabupaten Lingga

Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun

Kabupaten Kepulauan Anambas


KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi

2.24 Menengah

11,214.79 4,739.82 7,930.45 Rendah

2,159.11 2,127.40 Sangat Rendah


Bencana
Gempabumi
Kawasan Rawan

19.39 0.00 0.05 15.39 Area Laut

775.28 19.36 446.24 2,239.71 Rawan

721.84 Tidak Rawan


Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan

10,458.90 1,417.91 4,293.59 2,127.44 5,708.38 Area Laut

Tidak Termasuk
30.19 1.02 102.44
Unit Pemetaan

300.64 287.47 318.29 416.77 Menengah

3,053.74 825.03 1,734.17 1,808.09 6,991.07 Rendah


Tanah

7,830.22 1,334.08 2,718.18 422.40 Sangat Rendah


Zona Kerentanan Gerakan

19.39 0.00 0.05 15.39 Area Laut

4,437.60 534.77 4,033.59 49.73 6,455.38 Rendah

4,835.32 10.83 724.84 Sangat Rendah


Potensi Ancaman Bencana (ha)

172.57 600.43 Sangat Tinggi

1,941.87 961.07 695.40 1,477.17 752.47 Sedang

490.69 0.07 Tinggi


JE Pengaturan Aliran Banjir

19.39 0.00 0.05 15.39 Area Laut

3,325.10 534.77 3,738.66 49.73 6,094.71 Rendah

5,947.82 342.29 1,192.41 Sangat Rendah

170.57 600.50 Sangat Tinggi

1,941.87 1,451.77 658.88 1,477.17 645.57 Sedang

2.00 Tinggi
JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana

III-217

19.39 0.00 0.05 15.39 Area Laut


9.
Kawasan Pariwisata
(blank)

Total
lingkungan hidup

Kabupaten Bintan
Kota Tanjung Pinang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi

0.0023% 2.24 Menengah

26,955.06 37.89% 37,537.33 74.02 1,088.87 Rendah

2,701.84 4.33% 4,286.51 Sangat Rendah


Bencana
Gempabumi
Kawasan Rawan

22.39 57.78% 57,235.57 57,191.69 Area Laut

966.96 3.89% 3,849.80 5.28 18.14 Rawan

0.73% 721.84 Tidak Rawan


Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan

28,712.33 95.39% 94,490.00 57,260.43 1,070.73 Area Laut

Tidak Termasuk
133.22 0.41% 405.86 0.57
Unit Pemetaan

1.34% 1,325.44 2.26 Menengah

25,053.54 24.29% 24,060.61 46.73 1,088.30 Rendah


Tanah

4,470.13 16.19% 16,034.17 25.02 Sangat Rendah


Zona Kerentanan Gerakan

22.39 57.78% 57,235.57 57,191.69 Area Laut

23,466.49 27.28% 27,025.23 13.72 1,069.80 Rendah

1,212.45 6.75% 6,685.92 47.90 7.81 Sangat Rendah


Potensi Ancaman Bencana (ha)

744.39 0.78% 773.00 Sangat Tinggi

4,227.40 6.92% 6,851.17 12.41 11.27 Sedang

6.16 0.50% 490.76 Tinggi


JE Pengaturan Aliran Banjir

22.39 57.78% 57,235.57 57,191.69 Area Laut

21,923.27 21.01% 20,809.21 5.70 939.06 Rendah

2,853.57 13.31% 13,188.55 55.95 138.55 Sangat Rendah

750.56 0.78% 771.07 Sangat Tinggi

4,129.51 7.12% 7,055.24 12.37 11.27 Sedang

0.0020% 2.00 Tinggi


JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana

III-218

22.39 57.78% 57,235.57 57,191.69 Area Laut


Kota Batam
lingkungan hidup

Kabupaten Lingga

Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun

Kota Tanjung Pinang


Kabupaten Kepulauan Anambas
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi

18.70 Menengah

253.31 7,888.84 2,657.22 937.23 Rendah

7,105.23 4,330.01 Sangat Rendah


Bencana
Gempabumi
Kawasan Rawan

0.05 4.46 30.97 7.23 31.39 Area Laut

344.60 32.39 339.07 147.76 725.01 Rawan

192.54 Tidak Rawan


Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan

253.36 7,548.69 6,911.27 2,325.37 4,213.64 230.91 Area Laut

Tidak Termasuk
28.92 6.80 0.99 1.58
Unit Pemetaan

514.04 256.44 704.59 423.55 Menengah

253.31 5,840.70 5,214.46 1,749.46 3,624.43 530.50 Rendah


Tanah

1,505.18 1,883.97 651.32 0.29 Sangat Rendah


Zona Kerentanan Gerakan

0.05 4.46 30.97 7.23 31.39 Area Laut

242.86 5,750.28 1,026.69 2,432.75 213.70 747.21 Rendah

7.66 655.08 44.23 49.53 Sangat Rendah


Potensi Ancaman Bencana (ha)

253.75 1,394.68 Sangat Tinggi

2.79 1,483.48 5,551.54 180.24 2,712.20 159.20 Sedang

273.25 9.42 Tinggi


JE Pengaturan Aliran Banjir

0.05 4.46 30.97 7.23 31.39 Area Laut

185.03 4,504.66 1,026.69 1,777.38 213.70 745.98 Rendah

65.49 1,908.77 701.63 50.76 Sangat Rendah

268.37 1,404.11 Sangat Tinggi

2.79 1,475.41 5,783.74 178.21 2,712.20 159.20 Sedang

26.43 Tinggi
JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana

III-219

0.05 4.46 30.97 7.23 31.39 Area Laut


10. Kawasan Permukiman
(blank)

Total
lingkungan hidup

Kabupaten Bintan

Kabupaten Karimun
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi

365.71 0.02% 18.70 Menengah

18,830.45 15,930.73 41.60% 38,821.88 130.22 Rendah

429.45 15.20% 14,188.33 51.26 Sangat Rendah


Bencana
Gempabumi
Kawasan Rawan

0.29 6.96 43.17% 40,288.33 40,191.85 Area Laut

7,730.64 454.99 2.74% 2,555.95 0.13 Rawan

39.04 0.21% 192.54 Tidak Rawan


Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan

11,426.77 15,912.15 97.05% 90,568.76 40,373.19 Area Laut

Tidak Termasuk
162.31 103.38 0.18% 171.54 0.04
Unit Pemetaan

127.16 2.06% 1,918.62 19.99 Menengah

12,776.24 12,494.78 45.46% 42,424.53 158.12 Rendah


Tanah

6,130.45 3,762.02 9.12% 8,514.23 3.33 Sangat Rendah


Zona Kerentanan Gerakan

0.29 6.96 43.17% 40,288.33 40,191.85 Area Laut

15,840.92 11,730.38 36.42% 33,986.72 106.75 Rendah

2,713.12 3,638.75 2.12% 1,980.18 11.22 Sangat Rendah


Potensi Ancaman Bencana (ha)

61.93 2.59% 2,414.72 21.89 Sangat Tinggi

642.12 919.46 15.39% 14,358.46 41.62 Sedang

9.65 0.31% 288.84 Tinggi


JE Pengaturan Aliran Banjir

0.29 6.96 43.17% 40,288.33 40,191.85 Area Laut

15,323.39 10,468.31 32.66% 30,475.91 99.21 Rendah

3,392.06 4,945.68 6.00% 5,599.04 18.84 Sangat Rendah

71.59 2.62% 2,444.93 21.89 Sangat Tinggi

480.72 874.61 15.52% 14,482.59 41.54 Sedang

0.03% 26.43 Tinggi


JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana

III-220

0.29 6.96 43.17% 40,288.33 40,191.85 Area Laut


Kota Batam
lingkungan hidup

Kabupaten Lingga

Kabupaten Natuna

Kota Tanjung Pinang


Kabupaten Kepulauan Anambas
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi

Menengah

10,925.23 22,426.21 12,332.16 Rendah

21,926.40 5,749.87 Sangat Rendah


Bencana
Gempabumi
Kawasan Rawan

10.16 10.32 6.37 4.95 20.67 Area Laut

679.81 2,410.72 1,186.63 3,577.93 5.48 Rawan

70.08 Tidak Rawan


Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan

10,255.58 20,025.82 20,676.07 8,759.18 5,765.06 Area Laut

Tidak Termasuk
68.40 132.75 1.76 39.67 0.50
Unit Pemetaan

1,090.06 2,134.87 1,561.03 1,634.15 Menengah

10,856.82 13,078.79 19,253.33 4,861.14 4,115.22 Rendah


Tanah

8,124.61 536.45 5,870.33 Sangat Rendah


Zona Kerentanan Gerakan

10.16 10.32 6.37 4.95 20.67 Area Laut

5,163.11 7,463.79 4,186.88 9,636.15 625.10 Rendah

4,944.73 13,033.00 1,887.18 Sangat Rendah


Potensi Ancaman Bencana (ha)

417.58 863.03 Sangat Tinggi

817.38 1,929.42 16,444.02 808.84 4,226.28 Sedang

877.93 35.46 Tinggi


JE Pengaturan Aliran Banjir

10.16 10.32 6.37 4.95 20.67 Area Laut

3,358.85 5,600.65 4,186.88 7,899.74 625.10 Rendah

6,873.93 14,936.68 3,749.90 Sangat Rendah

768.61 896.91 Sangat Tinggi

692.45 1,888.88 16,888.87 682.52 4,225.58 Sedang

82.04 2.28 Tinggi


JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana

III-221

10.16 10.32 6.37 4.95 20.67 Area Laut


Kepentingan
11. Kawasan Strategis
Nasional dari Sudut

Pertumbuhan Ekonomi
(blank)

Total

Kota Batam
lingkungan hidup

Kabupaten Bintan

Kabupaten Karimun
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi

0.32% 365.71 Menengah

65,526.98 8,536.94 60,434.43 70.02% 80,504.59 59.81 Rendah

24.51% 28,182.48 76.76 Sangat Rendah


Bencana
Gempabumi
Kawasan Rawan

6,146.49 1,062.52 3,421.16 5.15% 5,926.64 5,866.93 Area Laut

5,593.51 2,479.78 3,715.48 13.96% 16,056.72 10.52 Rawan

0.09% 109.12 Tidak Rawan


Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan

66,079.96 7,119.68 60,140.10 85.94% 98,813.59 5,992.98 Area Laut

Tidak Termasuk
0.44% 508.78
Unit Pemetaan

5.70% 6,550.35 3.08 Menengah

42,350.05 4,728.54 43,814.26 67.44% 77,546.31 110.01 Rendah


Tanah

13,797.91 1,112.82 16,017.59 21.26% 24,447.34 23.48 Sangat Rendah


Zona Kerentanan Gerakan

15,525.50 3,758.10 4,023.73 5.15% 5,926.64 5,866.93 Area Laut

38,992.02 6,273.86 54,146.76 47.60% 54,734.47 88.13 Rendah

19,672.96 888.63 3,338.63 22.83% 26,248.56 31.77 Sangat Rendah


Potensi Ancaman Bencana (ha)

1.17% 1,349.46 6.91 Sangat Tinggi

12,899.57 2,436.96 6,370.14 22.44% 25,797.24 9.72 Sedang

0.80% 923.07 0.03 Tinggi


JE Pengaturan Aliran Banjir

108.92 0.01 0.05 5.15% 5,926.64 5,866.93 Area Laut

32,034.21 5,263.24 49,520.48 41.35% 47,546.84 83.92 Rendah

26,787.70 1,971.61 8,757.01 29.51% 33,934.23 35.98 Sangat Rendah

1.52% 1,744.05 6.95 Sangat Tinggi

12,742.65 2,364.60 5,578.04 22.39% 25,743.34 9.72 Sedang

0.07% 84.32 Tinggi


JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana

III-222

108.92 0.01 0.05 5.15% 5,926.64 5,866.93 Area Laut


Keamanan
Kepentingan
Pertahanan dan
12. Kawasan Strategis
Nasional dari Sudut
Total
lingkungan hidup

Kabupaten Bintan

Kabupaten Karimun
Kota Tanjungpinang

Kabupaten Kepulauan Anambas


KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi

Menengah

515.59 98,587.40 92.41% 136,142.10 1,643.76 Rendah

Sangat Rendah
Bencana
Gempabumi
Kawasan Rawan

223.69 295.42 4,508.96 7.59% 11,181.42 551.26 Area Laut

5,974.66 8.04% 11,838.74 49.98 Rawan

Tidak Rawan
Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan

223.69 811.00 97,121.70 91.96% 135,484.78 2,145.04 Area Laut

Tidak Termasuk
Unit Pemetaan

Menengah

74,980.57 62.81% 92,535.89 1,643.03 Rendah


Tanah

22,671.99 20.99% 30,928.32 Sangat Rendah


Zona Kerentanan Gerakan

223.69 811.00 5,443.79 13.46% 19,835.59 551.99 Area Laut

280.56 86,756.10 68.72% 101,247.56 1,834.93 Rendah

6,352.81 16.33% 24,062.99 162.77 Sangat Rendah


Potensi Ancaman Bencana (ha)

Sangat Tinggi

223.69 530.44 9,958.99 14.86% 21,898.24 191.56 Sedang

Tinggi
JE Pengaturan Aliran Banjir

0.00 28.46 0.08% 114.73 5.76 Area Laut

263.57 78,503.37 59.99% 88,378.15 1,560.22 Rendah

16.99 15,763.24 25.78% 37,984.87 468.55 Sangat Rendah

Sangat Tinggi

223.69 530.44 8,801.29 14.15% 20,845.77 160.49 Sedang

Tinggi
JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana

III-223

0.00 28.46 0.08% 114.73 5.76 Area Laut


Total
Kota Batam
lingkungan hidup

Kabupaten Natuna
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi

Menengah

94.01% 99,102.99 Rendah

0.62% 653.12 653.12 Sangat Rendah


Bencana
Gempabumi
Kawasan Rawan

5.37% 5,666.09 52.01 586.02 Area Laut

5.67% 5,974.66 Rawan

Tidak Rawan
Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan

94.33% 99,447.55 52.01 1,239.14 Area Laut

Tidak Termasuk
Unit Pemetaan

Menengah

71.74% 75,633.70 653.12 Rendah


Tanah

21.51% 22,671.99 Sangat Rendah


Zona Kerentanan Gerakan

6.75% 7,116.51 52.01 586.02 Area Laut

82.66% 87,139.88 50.68 52.54 Rendah

6.03% 6,352.81 Sangat Rendah


Potensi Ancaman Bencana (ha)

0.19% 199.01 199.01 Sangat Tinggi

10.75% 11,330.32 617.20 Sedang

0.35% 369.55 369.55 Tinggi


JE Pengaturan Aliran Banjir

0.03% 30.63 1.33 0.85 Area Laut

74.78% 78,835.24 15.76 52.54 Rendah

15.00% 15,815.16 34.92 Sangat Rendah

0.35% 365.78 365.78 Sangat Tinggi

9.84% 10,375.40 819.98 Sedang

Tinggi
JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana

III-224

0.03% 30.63 1.33 0.85 Area Laut


2.3.3. Kinerja Layanan atau Jasa Ekosistem

Kajian ini terutama ditujukan untuk memperkirakan kinerja layanan atau


fungsi ekosistem yang didalamnya adalah:
a. Layanan/fungsi penyedia (provisioning services): Ekosistem
memberikan jasa/produk darinya, seperti misalnya sumber daya alam,
sumber daya genetika, air dll.
b. Layanan/fungsi pengatur (regulating services): Ekosistem memberikan
manfaat melalui pengaturan proses alam, seperti misalnya
pengendalian banjir, pengendalian erosi, pengatur iklim dll.
c. Layanan/fungsi budaya (cultural services): Ekosistem memberikan
manfaat non material yang memperkaya kehidupan manusia, seperti
misalnya pengkayaan perasaan dan nilai spiritual, pengembangan
tradisi dan adat istiadat, pengalaman batin, nilai-nilai estetika dan
pengetahuan.
d. Layanan/fungsi pendukung kehidupan (supporting services): Ekosistem
menyediakan dan/atau mendukung pembentukan faktor produksi primer
yang diperlukan makhluk hidup, seperti misalnya produksi biomasa,
produksi oksigen, nutrisi, air, dll.
Kajian yang dilakukan ditujukan untuk mengidentifikasi jenis-jenis
layanan/fungsi suatu ekosistem serta gambaran kemampuan dan
keberfungsiannya.
Berikut hasil overlay muatan rencana tata ruang yang berdampak terhadap
lingkungan hidup yang dianalisis dengan indikator Jasa Ekosistem (JE).

III-225
Gambar 2.131. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Terhadap JE Penyedia Pangan

Gambar 2.132. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalan Tol Terhadap JE Penyedia Pangan

III-226
Gambar 2.133. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap JE Penyedia Pangan

Gambar 2.134. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Laut Terhadap JE Penyedia Pangan

III-227
Gambar 2.135. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Udara Terhadap JE Penyedia Pangan

Gambar 2.136. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan


Terhadap JE Penyedia Pangan

III-228
Gambar 2.137. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE Penyedia Pangan

Gambar 2.138. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan


Industri Terhadap JE Penyedia Pangan

III-229
Gambar 2.139. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata
Terhadap JE Penyedia Pangan

Gambar 2.140. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman


Terhadap JE Penyedia Pangan

III-230
Gambar 2.141. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE Penyedia Pangan

Gambar 2.142. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional


Pertahanan dan Keamanan Terhadap JE Penyedia Pangan

III-231
Gambar 2.143. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Terhadap JE Penyedia Air

Gambar 2.144. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalan Tol Terhadap JE Penyedia Air

III-232
Gambar 2.145. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap JE Penyedia Air

Gambar 2.146. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Laut Terhadap JE Penyedia Air

III-233
Gambar 2.147. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Udara Terhadap JE Penyedia Air

Gambar 2.148. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan


Terhadap JE Penyedia Air

III-234
Gambar 2.149. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE Penyedia Air

Gambar 2.150. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan


Industri Terhadap JE Penyedia Air

III-235
Gambar 2.151. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata
Terhadap JE Penyedia Air

Gambar 2.152. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman


Terhadap JE Penyedia Air

III-236
Gambar 2.153. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE Penyedia Air

Gambar 2.154. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional


Pertahanan dan Keamanan Terhadap JE Penyedia Air

III-237
Gambar 2.155. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Terhadap JE Pengurai Limbah

Gambar 2.156. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalan Tol Terhadap JE Pengurai Limbah

III-238
Gambar 2.157. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap JE Pengurai Limbah

Gambar 2.158. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Laut Terhadap JE Pengurai Limbah

III-239
Gambar 2.159. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Udara Terhadap JE Pengurai Limbah

Gambar 2.160. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan


Terhadap JE Pengurai Limbah

III-240
Gambar 2.161. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE Pengurai Limbah

Gambar 2.162. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan


Industri Terhadap JE Pengurai Limbah

III-241
Gambar 2.163. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata
Terhadap JE Pengurai Limbah

Gambar 2.164. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman


Terhadap JE Pengurai Limbah

III-242
Gambar 2.165. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE Pengurai Limbah

Gambar 2.166. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional


Pertahanan dan Keamanan Terhadap JE Pengurai Limbah

III-243
Tabel 2.80. Analisis KRP Berdampak Terhadap Kinerja Layanan atau Jasa Ekosistem
Jasa Ekosistem (ha)
JE Penyedia Pangan JE Penyedia Air JE Pengurai Limbah

Sangat Rendah

Sangat Rendah

Sangat Rendah
Sangat Tinggi

Sangat Tinggi

Sangat Tinggi
Area Laut

Area Laut

Area Laut
Rendah

Rendah

Rendah
Sedang

Sedang

Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

Tinggi

Tinggi

Tinggi
1. Sistem Rencana Jalan Pesisir Lantamal - Tanjung Kabupaten Natuna dengan panjang

0.42

3.42

0.42

3.42

3.85
Jaringan 3,89 kilometer di pesisir timur Kabupaten Natuna
Transportasi
Jalan Pesisir /
Jalan Pesisir Selat Lampa yang selanjutnya disebut KPU - FU - JL - 21

7.58

1.36

7.58

1.36

8.95
Kolektor Primer
dengan panjang 8,94 kilometer di pesisir selatan Kabupaten Natuna

8.01

3.42

1.36

8.01

3.42

1.36

3.85

8.95
Total

62.56%

26.75%

10.65%

62.56%

26.75%

10.65%

30.06%

69.91%
2. Sistem Jaringan Jalan Tol Batu Ampar - Muka Kuning - Bandar Udara Hang Nadim

7.49

12.14

19.63

8.09

11.55
Transportasi dengan panjang 19,63 kilometer di Kota Batam
Jalan Tol
Jalan Tol Simpang Kabil - Muka Kuning - Pulau Galang Baru dengan

34.97

42.81

1.36

1.18

76.60

1.36

45.73

31.28

0.77

1.36
panjang 79,14 kilometer di Kota Batam

Jaringan jalan bebas hambatan yang berupa jembatan meliputi Simpang 1.40

6.48

7.07

7.88

7.07

2.82

2.16

2.90

7.07
Kabil - Pulau Tanjung Sauh - Pulau Buau - Pulau Bintan dengan panjang
14,94 kilometer di Kota Batam dan Kabupaten Bintan

III-244
Jasa Ekosistem (ha)
JE Penyedia Pangan JE Penyedia Air JE Pengurai Limbah

Sangat Rendah

Sangat Rendah

Sangat Rendah
Sangat Tinggi

Sangat Tinggi

Sangat Tinggi
Area Laut

Area Laut

Area Laut
Rendah

Rendah

Rendah
Sedang

Sedang

Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

Tinggi

Tinggi

Tinggi
43.86

61.44

8.43

1.18

104.11

8.43

56.64

44.99

3.67

8.43
Total

38.56%

54.02%

7.41%

1.04%

91.55%

7.41%

49.80%

39.56%

3.23%

7.41%
3. Sistem Jaringan Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar - Bengkong - Lubuk Baja

7.07

8.52

15.58

7.26

8.32
Transportasi Jalur - Batam Kota - Bandara Hang Nadim dengan panjang 15,58 kilometer di
Kereta Api Kota Batam Hang Nadim)

Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar - Sekupang dengan

7.18

0.66

6.52

0.89

6.29
panjang 7,17 kilometer di Kota Batam

Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan Telaga Punggur - Batam

2.94

8.62

11.56

5.68

5.53

0.35
Center dengan panjang 11,56 kilometer di Kota Batam

Jaringan jalur kereta api perkotaan Sambau-Bandara Hang Nadim

0.16

8.30

0.24

8.21

2.21

5.79

0.46
dengan panjang 8,45 kilometer di Kota Batam

Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan Telaga Punggur - Batu

17.63

0.08

17.63

0.08

0.78

16.71

0.15

0.08
Besar - Bandara Hang Nadim dengan panjang 17,71 kilometer di Kota
Batam

III-245
Jasa Ekosistem (ha)
JE Penyedia Pangan JE Penyedia Air JE Pengurai Limbah

Sangat Rendah

Sangat Rendah

Sangat Rendah
Sangat Tinggi

Sangat Tinggi

Sangat Tinggi
Area Laut

Area Laut

Area Laut
Rendah

Rendah

Rendah
Sedang

Sedang

Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

Tinggi

Tinggi

Tinggi
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batam Center - Batu Aji - Sagulung –

1.30

25.81

1.12

25.99

0.82

25.49

0.80
Tanjung Uncang dengan panjang 21,7 kilometer di Kota Batam

Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar - Bengkong - Batam

12.28

12.28

0.18

12.10
Center - Bandara Hang Nadim dengan panjang 12,28 kilometer di Kota
Batam

Jaringan jalur kereta api antarkota yang menghubungkan Tanjung Uban -

51.08

40.47

28.47

63.08

61.23

27.32

3.00
Lagoi - Gunung Kijang - Kijang - Tanjung Pinang dengan panjang 91,55
kilometer di Kabupaten Bintan

62.54

128.81

0.08

30.49

160.87

0.08

79.05

107.54

4.76

0.08
Total

32.67%

67.29%

0.04%

15.93%

84.03%

0.04%

41.29%

56.18%

2.48%

0.04%
4. Sistem Jaringan PL Daik Lingga

Rendah
Sangat Rendah

Sangat Rendah
Transportasi Laut

III-246
PR Letung
PL Sembulang
PL Pulau Mubut

PL Pulau Panjang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

Rendah Rendah

Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah

Sangat Tinggi

Sedang

Tinggi Tinggi
JE Penyedia Pangan

Area Laut

Rendah Rendah Rendah

Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah

Sangat Tinggi

Sedang
JE Penyedia Air

Tinggi
Jasa Ekosistem (ha)

Area Laut

Rendah

Sangat Rendah Sangat Rendah

Sangat Tinggi

Sedang Sedang Sedang Sedang

Tinggi
JE Pengurai Limbah

Area Laut
III-247
PPI Kawal
PL Penagi

PL Semiun
PL Pelabuhan Desa Air Asuk
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

Rendah Rendah

Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah

Sangat Tinggi

Sedang Sedang

Tinggi
JE Penyedia Pangan

Area Laut

Rendah Rendah

Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah

Sangat Tinggi

Sedang
JE Penyedia Air

Tinggi Tinggi
Jasa Ekosistem (ha)

Area Laut

Rendah Rendah

Sangat Rendah

Sangat Tinggi

Sedang Sedang Sedang Sedang

Tinggi
JE Pengurai Limbah

Area Laut
III-248
Jasa Ekosistem (ha)
JE Penyedia Pangan JE Penyedia Air JE Pengurai Limbah

Sangat Rendah

Sangat Rendah

Sangat Rendah
Sangat Tinggi

Sangat Tinggi

Sangat Tinggi
Area Laut

Area Laut

Area Laut
Rendah

Rendah

Rendah
Sedang

Sedang

Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

Tinggi

Tinggi

Tinggi
PPI Tambelan

Rendah

Rendah

Rendah
5. Sistem Jaringan Bandar Udara Khusus Pulau Senua

Rendah

Rendah

Sedang
Transportasi
Udara

Bandara P Serasan

Rendah

Rendah

Rendah
Rencana Bandara P Subi Besar

Rendah

Rendah

Rendah
Bandara P Kelarik

Sedang

Tinggi

Sedang
Bandara P Pulau Laut

Tinggi

Rendah

Sedang
III-249
6.
Kawasan
Perikanan

(blank)
Kota Batam
Kabupaten Lingga

Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

112.81 874.34 94.50 Rendah

436.85 0.13 896.72 64.47 Sangat Rendah

Sangat Tinggi

21.30 106.69 Sedang

21.24 5.70 Tinggi


JE Penyedia Pangan

6,602,439.89 Area Laut

84.78 854.24 733.93 Rendah

486.42 0.13 257.29 64.47 Sangat Rendah

0.03 4.55 Sangat Tinggi

3.35 27.00 Sedang


JE Penyedia Air

17.61 100.95 Tinggi


Jasa Ekosistem (ha)

6,602,439.89 Area Laut

318.79 77.34 900.47 58.70 Rendah

123.63 0.13 54.16 0.00 Sangat Rendah

3.36 5.74 Sangat Tinggi

146.38 0.00 877.85 36.58 5.77 Sedang

0.03 25.80 Tinggi


JE Pengurai Limbah

6,602,439.89 Area Laut


III-250
Kawasan 7.

dan Energi
Pertambangan

Kota Batam
Kabupaten Bintan

Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun
Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

1.57 2.33 74.07 3.37 0.02% 1,081.65 Rendah

78.38 535.75 4.28 0.02% 1,398.17 Sangat Rendah

Sangat Tinggi

1.25 0.0019% 127.99 Sedang

11.25 0.0004% 26.94 Tinggi


JE Penyedia Pangan

1.76 99.96% 6,602,439.89 Area Laut

13.58 2.48 0.03% 1,672.94 Rendah

79.95 607.34 7.66 0.01% 808.31 Sangat Rendah

0.0001% 4.58 Sangat Tinggi

0.0005% 30.35 Sedang


JE Penyedia Air

1.25 0.0018% 118.56 Tinggi


Jasa Ekosistem (ha)

1.76 99.96% 6,602,439.89 Area Laut

9.67 1.18 124.60 3.37 0.02% 1,355.31 Rendah

67.76 465.61 0.0027% 177.92 Sangat Rendah

0.0001% 9.10 Sangat Tinggi

2.52 13.65 19.62 4.28 0.02% 1,066.58 Sedang

0.0004% 25.83 Tinggi


JE Pengurai Limbah

1.76 99.96% 6,602,439.89 Area Laut


III-251
8.

Industri
Kawasan
Peruntukan
(blank)

Kabupaten Bintan

Kabupaten Karimun
Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

4,664.33 4,383.96 0.03% 81.35 Rendah

3,268.37 8,105.41 0.22% 619.29 0.87 Sangat Rendah

Sangat Tinggi

0.0005% 1.25 Sedang

0.0041% 11.25 Tinggi


JE Penyedia Pangan

15.39 9.05 99.74% 276,567.60 276,565.83 Area Laut

296.04 1,635.37 0.01% 16.06 Rendah

7,636.65 10,854.00 0.25% 695.83 0.87 Sangat Rendah

Sangat Tinggi

Sedang
JE Penyedia Air

0.0005% 1.25 Tinggi


Jasa Ekosistem (ha)

15.39 9.05 99.74% 276,567.60 276,565.83 Area Laut

6,182.04 6,209.41 0.05% 138.83 0.00 Rendah

1,192.41 5,511.53 0.19% 534.24 0.87 Sangat Rendah

Sangat Tinggi

558.24 768.43 0.01% 40.07 Sedang

Tinggi
JE Pengurai Limbah

15.39 9.05 99.74% 276,567.60 276,565.83 Area Laut


III-252
Kota Batam
Kabupaten Lingga

Kabupaten Natuna

Kota Tanjung Pinang


Kabupaten Kepulauan Anambas
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

617.86 2,055.30 1,671.21 2,553.23 1,385.30 Rendah

471.01 9,159.49 2,186.60 Sangat Rendah

Sangat Tinggi

172.57 600.50 Sedang

315.33 141.59 Tinggi


JE Penyedia Pangan

19.39 0.00 0.05 Area Laut

222.79 128.29 1,495.85 123.29 1,526.90 Rendah

866.08 11,086.50 4,616.54 Sangat Rendah

2.00 Sangat Tinggi

490.69 0.07 Sedang


JE Penyedia Air

170.57 600.43 Tinggi


Jasa Ekosistem (ha)

19.39 0.00 0.05 Area Laut

939.06 3,435.06 534.77 3,765.32 49.73 Rendah

138.55 5,947.82 342.29 Sangat Rendah

2.00 0.07 Sangat Tinggi

11.27 1,831.91 1,131.64 632.22 2,077.60 Sedang

490.69 Tinggi
JE Pengurai Limbah

19.39 0.00 0.05 Area Laut


III-253
9.
Kawasan
Pariwisata
(blank)

Kabupaten Bintan

Kabupaten Karimun
Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

356.53 16,188.24 17.50% 17,332.80 1.62 Rendah

599.40 11,632.78 23.48% 23,263.28 72.40 Sangat Rendah

Sangat Tinggi

750.56 0.78% 773.07 Sedang

1,085.31 0.46% 456.93 Tinggi


JE Penyedia Pangan

22.39 57.78% 57,235.57 57,191.69 Area Laut

86.37 14,905.44 5.48% 5,428.84 0.32 Rendah

869.56 14,000.90 35.47% 35,133.47 73.71 Sangat Rendah

0.0020% 2.00 Sangat Tinggi

6.16 0.50% 490.76 Sedang


JE Penyedia Air

744.39 0.78% 771.00 Tinggi


Jasa Ekosistem (ha)

22.39 57.78% 57,235.57 57,191.69 Area Laut

832.34 23,247.15 21.32% 21,118.76 3.38 Rendah

50.76 2,787.88 13.31% 13,188.55 55.95 Sangat Rendah

6.16 0.0021% 2.07 Sangat Tinggi

72.83 3,615.70 7.09% 7,026.00 14.69 Sedang

0.50% 490.69 Tinggi


JE Pengurai Limbah

22.39 57.78% 57,235.57 57,191.69 Area Laut


III-254
Kota Batam
Kabupaten Lingga

Kabupaten Natuna

Kota Tanjung Pinang


Kabupaten Kepulauan Anambas
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

136.95 1,730.64 4,010.72 459.03 2,477.39 Rendah

116.36 6,158.20 275.46 2,198.19 Sangat Rendah

Sangat Tinggi

365.17 1,404.11 Sedang

2,453.89 448.51 Tinggi


JE Penyedia Pangan

0.05 4.46 30.97 7.23 31.39 Area Laut

848.88 6,302.77 133.68 2,925.90 Rendah

253.31 7,039.96 275.46 2,523.54 Sangat Rendah

26.43 Sangat Tinggi

270.61 11.39 Sedang


JE Penyedia Air

229.96 1,392.72 Tinggi


Jasa Ekosistem (ha)

0.05 4.46 30.97 7.23 31.39 Area Laut

185.03 5,592.34 1,026.69 1,907.01 213.70 Rendah

65.49 1,639.44 701.63 Sangat Rendah

64.85 11.39 Sangat Tinggi

2.79 657.06 5,781.50 48.58 4,104.92 Sedang

232.20 Tinggi
JE Pengurai Limbah

0.05 4.46 30.97 7.23 31.39 Area Laut


III-255
10. Kawasan
Permukiman
(blank)

Kabupaten Bintan

Kabupaten Karimun
Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

12,556.49 8,691.44 27.21% 25,396.02 36.52 Rendah

6,639.68 7,345.49 22.59% 21,082.68 102.29 Sangat Rendah

Sangat Tinggi

71.59 2.73% 2,543.68 23.85 Sedang

251.66 4.29% 4,006.53 18.82 Tinggi


JE Penyedia Pangan

0.29 6.96 43.17% 40,288.33 40,191.85 Area Laut

162.31 5,820.63 27.04% 25,237.11 34.07 Rendah

19,033.85 10,467.96 26.88% 25,088.25 125.51 Sangat Rendah

0.03% 26.43 Sangat Tinggi

9.65 0.31% 288.16 Sedang


JE Penyedia Air

61.93 2.56% 2,388.97 21.89 Tinggi


Jasa Ekosistem (ha)

0.29 6.96 43.17% 40,288.33 40,191.85 Area Laut

15,162.13 10,506.97 35.48% 33,107.76 103.49 Rendah

3,392.06 4,945.68 5.64% 5,264.03 18.84 Sangat Rendah

9.65 0.09% 82.40 Sangat Tinggi

641.97 897.88 15.37% 14,342.52 59.14 Sedang

0.25% 232.20 Tinggi


JE Pengurai Limbah

0.29 6.96 43.17% 40,288.33 40,191.85 Area Laut


III-256
Kota Batam
Kabupaten Lingga

Kabupaten Natuna

Kota Tanjung Pinang


Kabupaten Kepulauan Anambas
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

2,309.22 2,807.63 7,013.93 3,581.20 2,595.03 Rendah

8,616.00 19,618.59 2.01 8,750.97 Sangat Rendah

54.37 47.83 Sangat Tinggi

2,477.08 898.48 Sedang

12,379.01 2,208.52 Tinggi


JE Penyedia Pangan

10.16 10.32 6.37 4.95 20.67 Area Laut

2,055.71 621.00 20,565.24 428.63 4,802.85 Rendah

8,869.52 21,805.22 2.01 11,903.53 Sangat Rendah

82.04 2.28 Sangat Tinggi

935.87 83.29 Sedang


JE Penyedia Air

341.24 861.45 Tinggi


Jasa Ekosistem (ha)

10.16 10.32 6.37 4.95 20.67 Area Laut

3,237.88 6,163.96 4,186.88 8,075.49 625.10 Rendah

6,873.93 14,791.17 3,749.90 Sangat Rendah

500.13 37.03 Sangat Tinggi

813.42 1,471.09 16,775.98 506.77 5,087.03 Sedang

463.42 0.70 Tinggi


JE Pengurai Limbah

10.16 10.32 6.37 4.95 20.67 Area Laut


III-257
Sudut

Ekonomi
Strategis
11. Kawasan

Kepentingan
Nasional dari

Pertumbuhan
(blank)

Kabupaten Bintan

Kabupaten Karimun
Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

4,167.73 34,978.87 34.47% 39,632.87 77.93 Rendah

5,431.72 28,876.66 44.37% 51,021.50 48.77 Sangat Rendah

0.09% 102.21 Sangat Tinggi

3.00% 3,454.09 6.95 Sedang

12.91% 14,842.11 2.92 Tinggi


JE Penyedia Pangan

0.01 0.05 5.15% 5,926.64 5,866.93 Area Laut

1,968.19 23,275.33 30.03% 34,527.65 71.28 Rendah

7,631.26 40,580.21 62.74% 72,140.43 58.34 Sangat Rendah

0.07% 84.32 Sangat Tinggi

0.89% 1,028.85 0.03 Sedang


JE Penyedia Air

1.11% 1,271.54 6.91 Tinggi


Jasa Ekosistem (ha)

0.01 0.05 5.15% 5,926.64 5,866.93 Area Laut

7,090.29 50,733.10 41.78% 48,043.84 85.43 Rendah

1,971.61 8,691.33 29.39% 33,788.72 35.98 Sangat Rendah

0.48% 546.84 0.03 Sangat Tinggi

537.55 4,431.10 22.79% 26,209.27 15.13 Sedang

0.40% 464.12 Tinggi


JE Pengurai Limbah

0.01 0.05 5.15% 5,926.64 5,866.93 Area Laut


III-258
Sudut
Strategis
12. Kawasan

Kepentingan
Nasional dari
Kota Batam

Kabupaten Bintan
Kota Tanjungpinang

Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

54,384.27 42.88% 63,171.17 942.16 23,082.40 Rendah

48,683.63 57.04% 84,037.62 1,247.10 48,482.14 Sangat Rendah

Sangat Tinggi

Sedang

Tinggi
JE Penyedia Pangan

28.46 0.08% 114.73 5.76 108.92 Area Laut

77,541.73 23.23% 34,218.66 598.16 8,376.98 Rendah

15,697.56 76.70% 112,990.13 1,591.10 63,187.56 Sangat Rendah

Sangat Tinggi

6,977.23 Sedang
JE Penyedia Air

2,851.39 Tinggi
Jasa Ekosistem (ha)

28.46 0.08% 114.73 5.76 108.92 Area Laut

80,214.07 62.77% 92,470.33 1,529.15 33,117.79 Rendah

15,697.56 25.45% 37,497.44 468.55 26,365.94 Sangat Rendah

Sangat Tinggi

7,156.28 11.70% 17,241.02 191.56 12,080.81 Sedang

Tinggi
JE Pengurai Limbah

0.08% 114.73 5.76 108.92 Area Laut


III-259
Keamanan
Pertahanan dan

Kota Batam
Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun

Total
Kabupaten Kepulauan Anambas
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

52.08% 54,908.23 3.31 296.96 223.69 Rendah

46.99% 49,542.01 47.37 811.00 Sangat Rendah

0.00% Sangat Tinggi


-
0.35% 365.78 365.78 Sedang

0.55% 575.55 575.55 Tinggi


JE Penyedia Pangan

0.03% 30.63 1.33 0.85 0.00 Area Laut

74.81% 78,864.73 15.76 819.98 223.69 263.57 Rendah

14.99% 15,802.01 34.92 52.54 16.99 Sangat Rendah

Sangat Tinggi

6.64% 6,995.84 18.62 Sedang


JE Penyedia Air

3.54% 3,728.99 365.78 511.82 Tinggi


Jasa Ekosistem (ha)

0.03% 30.63 1.33 0.85 0.00 Area Laut

76.89% 81,057.76 15.76 52.54 775.39 Rendah

14.94% 15,749.47 34.92 16.99 Sangat Rendah

0.16% 166.77 166.77 Sangat Tinggi

7.79% 8,214.80 816.21 223.69 18.62 Sedang

0.19% 202.78 202.78 Tinggi


JE Pengurai Limbah

Area Laut
III-260
2.3.4. Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya Alam

Kajian ini mengukur tingkat optimal pemanfaatan sumberdaya alam yang


dapat dijamin keberlanjutannya. Dilakukan dengan cara :
a. Mengukur kesesuaian antar tingkat kebutuhan dan ketersediaannya;
b. Mengukur cadangan yang tersedia, tingkat pemanfaatannya yang tidak
menggerus cadangan, serta perkiraan proyeksi penyediaan untuk
kebutuhan di masa mendatang; dan
c. Mengukur dengan nilai dan distribusi manfaat dari sumber daya alam
tersebut secara ekonomi.
Berikut hasil overlay muatan rencana tata ruang yang berdampak terhadap
lingkungan hidup yang dianalisis dengan indikator efisiensi sumberdaya
alam.

Gambar 2.167. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalan Terhadap Lahan Baku Sawah

III-261
Gambar 2.168. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap Lahan Baku Sawah

Gambar 2.169. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap Lahan Baku Sawah

III-262
Gambar 2.170. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap Lahan Baku Sawah

Gambar 2.171. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Udara Terhadap Lahan Baku Sawah

III-263
Gambar 2.172. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap Lahan Baku Sawah

Gambar 2.173. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan


Pertambangan dan Energi Terhadap Lahan Baku Sawah

III-264
Gambar 2.174. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap Lahan Baku Sawah

Gambar 2.175. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata


Terhadap Lahan Baku Sawah

III-265
Gambar 2.176. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap Lahan Baku Sawah

Gambar 2.177. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional


Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Lahan Baku Sawah

III-266
Gambar 2.178. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap Lahan Baku Sawah

Gambar 2.179. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalan Terhadap Kawasan Hutan

III-267
Gambar 2.180. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap Kawasan Hutan

Gambar 2.181. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap Kawasan Hutan

III-268
Gambar 2.182. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap Kawasan Hutan

Gambar 2.183. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Udara Terhadap Kawasan Hutan

III-269
Gambar 2.184. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap Kawasan Hutan

Gambar 2.185. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan


Pertambangan dan Energi Terhadap Kawasan Hutan

III-270
Gambar 2.186. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap Kawasan Hutan

Gambar 2.187. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata


Terhadap Kawasan Hutan

III-271
Gambar 2.188. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap Kawasan Hutan

Gambar 2.189. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional


Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kawasan Hutan

III-272
Gambar 2.190. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap Kawasan Hutan

III-273
Tabel 2.81. Analisis KRP Berdampak Terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Alam
Sumber Daya Alam (ha)
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh
terhadap kondisi lingkungan hidup
Lahan Baku Sawah Kawasan Hutan
Sawah Area Laut HL APL HP HPT TUBUH AIR Area Laut
1. Sistem Jalan Pesisir Lantamal -
Rencana Tanjung Kabupaten
Jaringan Natuna dengan panjang 3.85 3.85
Transportasi 3,89 kilometer di pesisir
Jalan Pesisir / timur Kabupaten Natuna
Kolektor Primer Jalan Pesisir Selat Lampa
yang selanjutnya disebut
KPU - FU - JL - 21 dengan
8.95 0.60 8.35
panjang 8,94 kilometer di
pesisir selatan Kabupaten
Natuna
12.80 0.60 12.20
Total
99.97% 4.66% 95.30%
2. Sistem Jaringan Jalan Tol Batu Ampar -
Transportasi Muka Kuning - Bandar
Jalan Tol Udara Hang Nadim 19.63 19.63
dengan panjang 19,63
kilometer di Kota Batam
Jalan Tol Simpang Kabil -
Muka Kuning - Pulau
Galang Baru dengan 79.15 79.15
panjang 79,14 kilometer di
Kota Batam
Jaringan jalan bebas
hambatan yang berupa
jembatan meliputi
Simpang Kabil - Pulau
Tanjung Sauh - Pulau 14.95 0.79 14.16
Buau - Pulau Bintan
dengan panjang 14,94
kilometer di Kota Batam
dan Kabupaten Bintan

III-274
Sumber Daya Alam (ha)
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh
terhadap kondisi lingkungan hidup
Lahan Baku Sawah Kawasan Hutan
Sawah Area Laut HL APL HP HPT TUBUH AIR Area Laut
113.72 0.79 112.93
Total
100% 0.70% 99.31%
3. Sistem Jaringan Jaringan jalur kereta api
Transportasi perkotaan Batu Ampar -
Jalur Kereta Api Bengkong - Lubuk Baja -
Batam Kota - Bandara 15.58 15.58
Hang Nadim dengan
panjang 15,58 kilometer di
Kota Batam Hang Nadim)
Jaringan jalur kereta api
perkotaan Batu Ampar -
Sekupang dengan panjang 7.18 7.18
7,17 kilometer di Kota
Batam
Jaringan jalur kereta api
perkotaan Pelabuhan
Telaga Punggur - Batam
11.56 11.56
Center dengan panjang
11,56 kilometer di Kota
Batam
Jaringan jalur kereta api
perkotaan Sambau-
Bandara Hang Nadim 8.46 8.46
dengan panjang 8,45
kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api
perkotaan Pelabuhan
Telaga Punggur - Batu
Besar - Bandara Hang 17.72 17.72
Nadim dengan panjang
17,71 kilometer di Kota
Batam
Jaringan jalur kereta api
27.10 27.10
perkotaan Batam Center -

III-275
Sumber Daya Alam (ha)
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh
terhadap kondisi lingkungan hidup
Lahan Baku Sawah Kawasan Hutan
Sawah Area Laut HL APL HP HPT TUBUH AIR Area Laut
Batu Aji - Sagulung –
Tanjung Uncang dengan
panjang 21,7 kilometer di
Kota Batam
Jaringan jalur kereta api
perkotaan Batu Ampar -
Bengkong - Batam Center
12.28 12.28
- Bandara Hang Nadim
dengan panjang 12,28
kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api
antarkota yang
menghubungkan Tanjung
Uban - Lagoi - Gunung
91.55 9.80 0.32 81.44
Kijang - Kijang - Tanjung
Pinang dengan panjang
91,55 kilometer di
Kabupaten Bintan
191.44 9.80 0.32 181.32
Total
100% 5.12% 0.17% 94.72%
4. Sistem Jaringan PL Daik Lingga HP
Transportasi PL Pulau Mubut
Laut PL Sembulang
PL Pulau Panjang
PR Letung
PL Pelabuhan Desa Air
Asuk
PL Penagi
PL Semiun
PPI Kawal HP
PPI Tambelan
5. Sistem Jaringan Bandar Udara Khusus
Transportasi Pulau Senua
Udara Bandara P Serasan

III-276
Sumber Daya Alam (ha)
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh
terhadap kondisi lingkungan hidup
Lahan Baku Sawah Kawasan Hutan
Sawah Area Laut HL APL HP HPT TUBUH AIR Area Laut
Rencana Bandara P Subi
Besar
Bandara P Kelarik
Bandara P Pulau Laut
6. Kawasan Kabupaten Karimun 64.47 64.47
Perikanan Kabupaten Lingga 991.22 991.22
Kabupaten Natuna 986.73 0.00084 986.73
Kota Batam 0.13 0.00000012 0.13
(blank) 6,603,032.08 6,603,032.08
6,605,074.63 0.00 0.00 6,605,074.63
Total
100% 0.00 0.00 100%
7. Kawasan Kabupaten Bintan 7.66 7.66
Pertambangan Kabupaten Karimun 611.58 611.58
dan Energi Kabupaten Natuna 14.84 14.84
Kota Batam 79.95 79.95
(blank) 276,566.71 276,566.71
277,280.74 277,280.74
Total
100% 100.00%
8. Kawasan Kabupaten Bintan 13.21 12,485.20 12,498.41
Peruntukan Kabupaten Karimun 7,948.08 0.04 7,948.04
Industri Kabupaten Kepulauan
2,127.44 2,127.44
Anambas
Kabupaten Lingga 4,739.82 4,739.82
Kabupaten Natuna 2,159.11 2,159.11
Kota Batam 11,234.18 11,234.18
Kota Tanjung Pinang 1,088.87 1,088.87
(blank) 57,265.71 57,265.71
13.21 99,048.43 0.04 99,061.60
Total
0.01% 99.99% 0.00004% 100%
9. Kawasan Kabupaten Bintan 1.51 29,677.78 0.02 29,679.27
Pariwisata Kabupaten Karimun 955.93 955.93
Kabupaten Kepulauan
4,361.40 4,361.40
Anambas

III-277
Sumber Daya Alam (ha)
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh
terhadap kondisi lingkungan hidup
Lahan Baku Sawah Kawasan Hutan
Sawah Area Laut HL APL HP HPT TUBUH AIR Area Laut
Kabupaten Lingga 2,664.45 2,664.45
Kabupaten Natuna 7,136.20 7,136.20
Kota Batam 7,893.30 7,893.30
Kota Tanjung Pinang 253.36 253.36
(blank) 40,373.32 40,373.32
1.51 93,315.74 0.02 93,317.23
Total
0.0016% 100% 0.00002% 100.00%
10. Kawasan Kabupaten Bintan 40.93 16,326.20 0.62 0.01 16,366.51
Permukiman Kabupaten Karimun 19,196.45 1.14 19,195.31
Kabupaten Kepulauan
45.69 5,724.85 5,770.54
Anambas
Kabupaten Lingga 0.25 12,336.86 12,337.11
Kabupaten Natuna 3.02 21,929.75 1.83 21,930.95
Kota Batam 22,436.53 0.03 22,436.50
Kota Tanjung Pinang 1.33 10,934.06 10,935.39
(blank) 6,003.49 6,003.49
91.23 114,888.20 3.62 0.01 114,975.80
Total
0.08% 99.92% 0.0032% 0.00001% 100.00%
11. Kawasan Kabupaten Bintan 85.44 63,770.14 235.66 10,084.20 1,046.77 52,488.94
Strategis Kabupaten Karimun 9,599.46 190.51 3.40 9,405.54
Nasional dari Kota Batam 71,673.46 1,068.43 1,195.22 776.37 68,633.45
Sudut
Kepentingan
Pertumbuhan Kota Tanjungpinang 5.51 2,189.51 84.86 2,110.17
Ekonomi
90.95 147,232.58 1,494.60 11,279.42 1,911.40 132,638.10
Total
0.06% 99.94% 1.01% 7.66% 1.30% 90.03%
12. Kawasan Kabupaten Bintan 578.43 102,517.93 293.97 11,388.17 2,065.78 89,348.44
Strategis Kabupaten Karimun 811.00 811.00
Nasional dari Kabupaten Kepulauan
Sudut 223.69 223.69
Anambas
Kepentingan Kabupaten Natuna 1,239.14 1,239.14
Pertahanan dan
Keamanan Kota Batam 52.01 52.01

III-278
Sumber Daya Alam (ha)
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh
terhadap kondisi lingkungan hidup
Lahan Baku Sawah Kawasan Hutan
Sawah Area Laut HL APL HP HPT TUBUH AIR Area Laut
578.43 104,843.77 293.97 11,388.17 2,065.78 91,674.28
Total
0.55% 99.45% 0.28% 10.80% 1.96% 86.96%

III-279
2.3.5. Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi Terhadap
Perubahan Iklim

Analisis tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan


iklim dilakukan dengan cara :
a. Mengkaji kerentanan dan risiko perubahan iklim sesuai ketentuan yang
berlaku;
b. Menyusun pilihan adaptasi perubahan iklim; dan
c. Menentukan prioritas pilihan adaptasi perubahan iklim.
Berikut hasil overlay muatan rencana tata ruang yang berdampak terhadap
lingkungan hidup yang dianalisis dengan indikator tingkat kerentanan dan
kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim.

Gambar 2.191. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalan Terhadap JE Pengaturan Iklim

III-280
Gambar 2.192. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap JE Pengaturan Iklim

Gambar 2.193. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap JE Pengaturan Iklim

III-281
Gambar 2.194. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap JE Pengaturan Iklim

Gambar 2.195. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Udara Terhadap JE Pengaturan Iklim

III-282
Gambar 2.196. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap JE Pengaturan Iklim

Gambar 2.197. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan


Pertambangan dan Energi Terhadap JE Pengaturan Iklim

III-283
Gambar 2.198. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap JE Pengaturan Iklim

Gambar 2.199. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata


Terhadap JE Pengaturan Iklim

III-284
Gambar 2.200. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap JE Pengaturan Iklim

Gambar 2.201. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional


Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE Pengaturan Iklim

III-285
Gambar 2.202. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap JE Pengaturan Iklim

Gambar 2.203. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalan Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara

III-286
Gambar 2.204. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara

Gambar 2.205. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara

III-287
Gambar 2.206. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara

Gambar 2.207. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Udara Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara

III-288
Gambar 2.208. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara

Gambar 2.209. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan


Pertambangan dan Energi Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara

III-289
Gambar 2.210. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara

Gambar 2.211. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata


Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara

III-290
Gambar 2.212. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara

Gambar 2.213. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional


Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara

III-291
Gambar 2.214. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara

III-292
Tabel 2.82. Analisis KRP Berdampak Terhadap Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim
Perubahan Iklim (ha)
JE Pengaturan Iklim JE Pemeliharaan Kualitas Udara

Area Laut

Area Laut
Rendah

Rendah

Rendah

Rendah
Sedang

Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

Sangat

Sangat
(blank)

(blank)
Tinggi

Tinggi
1. Sistem Jalan Pesisir Lantamal - Tanjung Kabupaten Natuna dengan panjang 3,89 kilometer

3.85

3.85
Rencana di pesisir timur Kabupaten Natuna
Jaringan
Transportasi Jalan Pesisir Selat Lampa yang selanjutnya disebut KPU - FU - JL - 21 dengan

7.58

1.36

7.58

1.36
Jalan Pesisir / panjang 8,94 kilometer di pesisir selatan Kabupaten Natuna
Kolektor Primer

7.58

3.85

1.36

7.58

3.85

1.36
Total

59.25%

30.06%

10.65%

59.25%

30.06%

10.65%
2. Sistem Jaringan Jalan Tol Batu Ampar - Muka Kuning - Bandar Udara Hang Nadim dengan panjang

8.09

11.55

8.21

11.42

0.41
Transportasi 19,63 kilometer di Kota Batam
Jalan Tol
Jalan Tol Simpang Kabil - Muka Kuning - Pulau Galang Baru dengan panjang 79,14

46.10

31.28

0.41

1.36

54.30

23.08

1.42

1.36
kilometer di Kota Batam

Jaringan jalan bebas hambatan yang berupa jembatan meliputi Simpang Kabil -

2.82

2.16

2.90

7.07

3.12

1.87

1.47

7.07
Pulau Tanjung Sauh - Pulau Buau - Pulau Bintan dengan panjang 14,94 kilometer di
Kota Batam dan Kabupaten Bintan

57.00

44.99

3.31

8.43

65.62

36.37

3.31

8.43

0.00
Total

III-293
Perubahan Iklim (ha)
JE Pengaturan Iklim JE Pemeliharaan Kualitas Udara

Area Laut

Area Laut
Rendah

Rendah

Rendah

Rendah
Sedang

Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

Sangat

Sangat
(blank)

(blank)
Tinggi

Tinggi
2.91%

7.41%

2.91%

7.41%

0.00%
50.12%

39.56%

57.70%

31.98%
3. Sistem Jaringan Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar - Bengkong - Lubuk Baja - Batam

7.26

8.32

7.29

8.29
Transportasi Kota - Bandara Hang Nadim dengan panjang 15,58 kilometer di Kota Batam Hang
Jalur Kereta Api Nadim)
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar - Sekupang dengan panjang 7,17

0.23

6.29

0.66

0.23

6.29

0.66
kilometer di Kota Batam

Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan Telaga Punggur - Batam Center

5.68

5.53

0.35

7.60

3.61

0.35
dengan panjang 11,56 kilometer di Kota Batam

Jaringan jalur kereta api perkotaan Sambau-Bandara Hang Nadim dengan panjang

2.45

5.79

0.22

2.59

5.65

0.22
8,45 kilometer di Kota Batam

Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan Telaga Punggur - Batu Besar -

0.78

16.71

0.15

0.08

6.42

11.06

0.15

0.08
Bandara Hang Nadim dengan panjang 17,71 kilometer di Kota Batam

Jaringan jalur kereta api perkotaan Batam Center - Batu Aji - Sagulung – Tanjung

1.30

25.49

0.32

1.30

25.49

0.32
Uncang dengan panjang 21,7 kilometer di Kota Batam

Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar - Bengkong - Batam Center -

0.18

12.10

0.18

12.10
Bandara Hang Nadim dengan panjang 12,28 kilometer di Kota Batam

III-294
Perubahan Iklim (ha)
JE Pengaturan Iklim JE Pemeliharaan Kualitas Udara

Area Laut

Area Laut
Rendah

Rendah

Rendah

Rendah
Sedang

Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

Sangat

Sangat
(blank)

(blank)
Tinggi

Tinggi
Jaringan jalur kereta api antarkota yang menghubungkan Tanjung Uban - Lagoi -

61.84

27.32

2.39

41.23

20.66

27.28

2.39
Gunung Kijang - Kijang - Tanjung Pinang dengan panjang 91,55 kilometer di
Kabupaten Bintan

79.72

107.54

4.09

0.08

66.84

93.15

27.28

4.09

0.08
Total

41.64%

56.18%

2.14%

0.04%

34.91%

48.66%

14.25%

2.14%

0.04%
4. Sistem Jaringan PL Daik Lingga

Rendah

Rendah
Transportasi
Laut

PL Pulau Mubut

Sedang

Tinggi
PL Sembulang

Rendah

Rendah
Sangat

Sangat
III-295
Perubahan Iklim (ha)
JE Pengaturan Iklim JE Pemeliharaan Kualitas Udara

Area Laut

Area Laut
Rendah

Rendah

Rendah

Rendah
Sedang

Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

Sangat

Sangat
(blank)

(blank)
Tinggi

Tinggi
PL Pulau Panjang

Rendah

Rendah
PR Letung

Rendah

Rendah
PL Pelabuhan Desa Air Asuk

Rendah

Rendah
PL Penagi

Rendah

Rendah
Sangat

Sangat
PL Semiun

Tinggi

Tinggi
PPI Kawal

Sedang

Tinggi
III-296
Perubahan Iklim (ha)
JE Pengaturan Iklim JE Pemeliharaan Kualitas Udara

Area Laut

Area Laut
Rendah

Rendah

Rendah

Rendah
Sedang

Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

Sangat

Sangat
(blank)

(blank)
Tinggi

Tinggi
PPI Tambelan

Rendah

Rendah
Sangat

Sangat
5. Sistem Jaringan Bandar Udara Khusus Pulau Senua

Rendah

Rendah
Transportasi
Udara

Bandara P Serasan

Rendah

Rendah
Sangat

Sangat
Rencana Bandara P Subi Besar

Rendah

Rendah
Sangat

Sangat
Bandara P Kelarik

Tinggi

Tinggi
Bandara P Pulau Laut

Rendah

Rendah
III-297
6.
Kawasan
Perikanan

(blank)
Kota Batam
Kabupaten Lingga

Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun

Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

Rendah
1,372.06 331.12 807.25 174.99 58.70

Sangat
274.35 142.72 0.13 77.34 54.16 0.00 Rendah

Sedang
869.77 100.74 0.00 1.20 762.07 5.77

Tinggi
118.56 17.61 100.95
JE Pengaturan Iklim

Area Laut

(blank)
6,602,439.89 6,602,43
9.89
Rendah
1,397.70 344.99 807.25 186.75 58.70
Perubahan Iklim (ha)

Sangat
248.72 128.85 0.13 77.34 42.40 0.00 Rendah

Sedang
1.60 0.59 1.00

Tinggi
986.73 117.75 0.00 101.14 762.07 5.77

Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara

(blank)
III-298

6,602,439.89 6,602,43
9.89
Kawasan 7.

dan Energi
Pertambangan

(blank)
Kota Batam
Kabupaten Bintan

Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

0.02% Rendah
0.00 9.67 12.40 127.07 3.37

Sangat
0.0042%
0.87 67.76 1.18 465.61 Rendah

0.01% Sedang
2.52 17.14 4.28

0.0018% Tinggi
1.25
JE Pengaturan Iklim

Area Laut

99.96% (blank)
276,565.83 1.76

0.02% Rendah
0.87 63.25 12.40 565.48 3.37
Perubahan Iklim (ha)

Sangat
0.0038%
14.19 1.18 27.20 Rendah

0.00002% Sedang

0.01% Tinggi
2.52 1.25 17.14 4.28

Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara

99.96% (blank)
III-299

276,565.83 1.76
8.

Industri
Kawasan
Peruntukan
Kabupaten Bintan

Kabupaten Lingga
Kabupaten Karimun

Kabupaten Kepulauan Anambas


Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

0.06% Rendah
3,738.66 1,477.17 6,094.71 6,121.48 152.52

Sangat
0.19%
342.29 49.73 1,192.41 5,511.53 535.43 Rendah

0.01% Sedang
658.88 0.07 645.57 856.35 23.94

0.0005% Tinggi
600.43 1.25
JE Pengaturan Iklim

Area Laut

99.74% (blank)
0.00 0.05 15.39 9.05 276,567.60

0.23% Rendah
3,986.03 1,477.17 6,519.09 8,550.72 645.38
Perubahan Iklim (ha)

Sangat
0.02%
94.92 49.73 768.03 1,722.46 42.57 Rendah

Sedang
1,359.84

0.01% Tinggi
658.88 600.50 645.57 856.35 25.19

Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara

99.74% (blank)
III-300

0.00 0.05 15.39 9.05 276,567.60


(blank)
Kota Batam
Kabupaten Natuna

Kota Tanjung Pinang

Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

23.37% Rendah
23,155.64 5.70 939.06 3,325.10 1,453.77

Sangat
13.90%
13,773.05 55.95 138.55 5,947.82 534.77 Rendah

4.17% Sedang
4,126.38 12.37 11.27 1,941.87

0.78% Tinggi
771.00 170.57
JE Pengaturan Iklim

Area Laut

57.78% (blank)
57,235.57 57,191.69 19.39

27.24% Rendah
26,985.11 13.48 730.57 4,254.28 1,453.77
Perubahan Iklim (ha)

Sangat
8.44%
8,360.68 47.90 124.24 5,018.64 534.77 Rendah

1.60% Sedang
1,582.90 0.28 222.79

4.94% Tinggi
4,897.38 12.37 11.27 1,941.87 170.57

Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara

57.78% (blank)
III-301

57,235.57 57,191.69 19.39


9.
Kawasan
Pariwisata

Kota Batam
Kabupaten Bintan

Kabupaten Lingga

Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun

Kabupaten Kepulauan Anambas


KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

Rendah
4,773.98 5,534.71 1,777.38 2,712.20 745.98 23,937.16

Sangat
1,639.44 1,026.69 701.63 213.70 50.76 2,789.42 Rendah

Sedang
1,475.41 313.88 178.21 11.39 159.20 2,185.93

Tinggi
229.96 1,392.72 744.39
JE Pengaturan Iklim

Area Laut

(blank)
4.46 30.97 7.23 31.39 22.39

Rendah
5,526.02 5,534.71 2,401.29 2,712.20 745.98 11,573.06
Perubahan Iklim (ha)

Sangat
771.85 1,026.69 77.72 213.70 50.76 2,269.01 Rendah

Sedang
115.55 277.88 1.96 12,884.50

Tinggi
1,475.41 265.95 178.21 1,402.14 159.20 2,930.32

Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara

(blank)
III-302

4.46 30.97 7.23 31.39 22.39


10. Kawasan
Permukiman
(blank)

Kabupaten Bintan

Kabupaten Karimun
Kota Tanjung Pinang

Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

42.64% Rendah
15,323.39 10,709.26 39,795.02 128.57 185.03

Sangat
6.97%
3,392.06 5,004.13 6,505.95 18.84 65.49 Rendah

4.65% Sedang
480.72 584.85 4,338.97 12.18 2.79

2.56% Tinggi
61.93 2,388.97 21.89
JE Pengaturan Iklim

Area Laut

43.17% (blank)
0.29 6.96 40,288.33 40,191.8 0.05
5
30.88% Rendah
14,209.42 6,076.65 28,813.27 134.97 185.03
Perubahan Iklim (ha)

Sangat
4.81%
2,920.96 4,232.69 4,487.40 12.18 65.49 Rendah

14.23% Sedang
1,585.07 5,404.05 13,280.15 0.26

6.91% Tinggi
480.72 646.79 6,448.09 34.07 2.79

Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara

43.17% (blank)
III-303

0.29 6.96 40,288.33 40,191.8 0.05


5
Kota Batam
Kabupaten Lingga

Kabupaten Natuna

Kota Tanjung Pinang


Kabupaten Kepulauan Anambas
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

Rendah
3,358.85 5,746.16 16,970.92 7,899.74 4,227.86

Sangat
6,873.93 14,791.17 4,186.88 3,749.90 625.10 Rendah

Sedang
692.45 1,888.88 427.37 682.52 35.46

Tinggi
341.24 861.45
JE Pengaturan Iklim

Area Laut

(blank)
10.16 10.32 6.37 4.95 20.67

Rendah
1,819.88 7,439.95 16,970.92 9,340.25 4,227.86
Perubahan Iklim (ha)

Sangat
6,462.14 13,097.38 4,186.88 2,133.42 625.10 Rendah

Sedang
1,950.75 3.58 175.97

Tinggi
692.45 1,888.88 765.03 682.52 896.91

Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara

(blank)
III-304

10.16 10.32 6.37 4.95 20.67


Sudut

Ekonomi
Strategis
11. Kawasan

Kepentingan
Nasional dari

Pertumbuhan
(blank)

Kota Batam
Kabupaten Bintan

Kabupaten Karimun
Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

55.89% Rendah
32,455.96 5,263.24 49,586.1 64,262.75 26.58
7
Sangat
33.68%
26,365.94 1,971.61 8,691.33 38,722.74 99.56 Rendah

4.17% Sedang
12,742.65 2,364.60 5,578.04 4,795.76 3.52

1.11% Tinggi
1,271.54 6.91
JE Pengaturan Iklim

Area Laut

5.15% 5,866.93 (blank)


108.92 0.01 0.05 5,926.64

52.28% Rendah
39,148.94 6,265.37 29,405.0 60,115.07 30.13
0
Perubahan Iklim (ha)

Sangat
29.36%
19,672.96 969.47 6,232.75 33,754.58 96.00 Rendah

7.93% Sedang
22,639.7 9,119.42
4
5.27% Tinggi
12,742.65 2,364.60 5,578.04 6,063.72 10.43

Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara

5.15% (blank)
III-305

108.92 0.01 0.05 5,926.64 5,866.93


Sudut
Strategis
12. Kawasan

Keamanan
Kepentingan
Nasional dari

Pertahanan dan
Kabupaten Bintan

Kabupaten Karimun
Kota Tanjungpinang

Kabupaten Kepulauan Anambas


Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

60.32% Rendah
223.69 263.57 78,569.05 88,865.58 1,560.22

Sangat
25.45%
16.99 15,697.56 37,497.44 468.55 Rendah

14.15% Sedang
530.44 8,801.29 20,845.77 160.49

Tinggi
JE Pengaturan Iklim

Area Laut

0.08% (blank)
0.00 28.46 114.73 5.76

51.50% Rendah
223.69 263.57 39,725.45 75,875.01 1,055.70
Perubahan Iklim (ha)

Sangat
18.52%
16.99 10,160.07 27,280.52 405.33 Rendah

15.75% Sedang
44,381.09 23,207.49 567.75

14.15% Tinggi
530.44 8,801.29 20,845.77 160.49

Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara

0.08% (blank)
III-306

0.00 28.46 114.73 5.76


Kota Batam
Kabupaten Natuna

Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup

75.78% Rendah
79,892.06 15.76 819.98

Sangat
14.99%
15,802.01 34.92 52.54 Rendah

9.01% Sedang
9,498.49 166.77

0.19% Tinggi
199.01 199.01
JE Pengaturan Iklim

Area Laut

0.03% (blank)
30.63 1.33 0.85

38.94% Rendah
41,048.45 15.76 819.98
Perubahan Iklim (ha)

Sangat
9.74%
10,264.52 34.92 52.54 Rendah

42.10% Sedang
44,381.09

9.20% Tinggi
9,697.51 365.78

Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara

0.03% (blank)
III-307

30.63 1.33 0.85


2.3.6. Tingkat Ketahanan dan Potensi Keanekaragaman Hayati

Analisis tingkat ketahanan dan potensi keanekargaman hayati dilakukan


dengan cara:
a. Mengkaji pemanfaatan dan pengawetan spesies/jenis tumbuhan dan
satwa, yang meliputi:
 Penetapan dan penggolongan yang dilindungi atau tidak dilindungi;
 Pengelolaan tumbuhan dan satwa serta habitatnya;
 Pemeliharaan dan pengembangbiakan Pendayagunaan jenis atau
bagian-bagian dari tumbuhan dan satwa liarnya; dan
 Tingkat keragaman hayati dan keseimbangannya.
b. Mengkaji ekosistem, yang meliputi :
 Interaksi jenis tumbuhan dan satwa; dan
 Potensi jasa yang diberikan dalam konteks daya dukung dan daya
tampung.
c. Mengkaji genetik, yang meliputi :
 Keberlanjutan sumber daya genetik; dan
 Keberlanjutan populasi jenis tumbuhan dan satwa.
Berikut hasil overlay muatan rencana tata ruang yang berdampak terhadap
lingkungan hidup yang dianalisis dengan indikator tingkat ketahanan dan
potensi keanekaragaman hayati.

Gambar 2.215. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalan Terhadap JE Biodiversity

III-308
Gambar 2.216. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap JE Biodiversity

Gambar 2.217. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap JE Biodiversity

III-309
Gambar 2.218. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap JE Biodiversity

Gambar 2.219. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan


Transportasi Udara Terhadap JE Biodiversity

III-310
Gambar 2.220. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap JE Biodiversity

Gambar 2.221. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan


Pertambangan dan Energi Terhadap JE Biodiversity

III-311
Gambar 2.222. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap JE Biodiversity

Gambar 2.223. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata


Terhadap JE Biodiversity

III-312
Gambar 2.224. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap JE Biodiversity

Gambar 2.225. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional


Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE Biodiversity

III-313
Gambar 2.226. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap JE Biodiversity

III-314
Tabel 2.83. Analisis KRP Berdampak Terhadap Tingkat Ketahanan dan Potensi Kenaekaragaman Hayati
Keanekaragaman Hayati (ha)
JE Biodiversity
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Rendah Sangat Rendah Sedang Tinggi Area Laut
1. Sistem Rencana Jalan Pesisir Lantamal - Tanjung Kabupaten Natuna dengan panjang
7.58 3.85
Jaringan Transportasi 3,89 kilometer di pesisir timur Kabupaten Natuna
Jalan Pesisir / Kolektor Jalan Pesisir Selat Lampa yang selanjutnya disebut KPU - FU - JL - 21
1.36
Primer dengan panjang 8,94 kilometer di pesisir selatan Kabupaten Natuna
7.58 3.85 1.36
Total
59.25% 30.06% 10.65%
2. Sistem Jaringan Jalan Tol Batu Ampar - Muka Kuning - Bandar Udara Hang Nadim
8.09 11.55
Transportasi Jalan Tol dengan panjang 19,63 kilometer di Kota Batam
Jalan Tol Simpang Kabil - Muka Kuning - Pulau Galang Baru dengan
46.10 31.28 0.41 1.36
panjang 79,14 kilometer di Kota Batam
Jaringan jalan bebas hambatan yang berupa jembatan meliputi
Simpang Kabil - Pulau Tanjung Sauh - Pulau Buau - Pulau Bintan 2.82 2.16 2.90 7.07
dengan panjang 14,94 kilometer di Kota Batam dan Kabupaten Bintan
57.00 44.99 2.90 0.41 8.43
Total
50.12% 39.56% 2.55% 0.36% 7.41%
3. Sistem Jaringan Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar - Bengkong - Lubuk
Transportasi Jalur Baja - Batam Kota - Bandara Hang Nadim dengan panjang 15,58 7.26 8.32
Kereta Api kilometer di Kota Batam Hang Nadim)
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar - Sekupang dengan
0.23 6.29 0.66
panjang 7,17 kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan Telaga Punggur - Batam
5.68 5.53 0.35
Center dengan panjang 11,56 kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Sambau-Bandara Hang Nadim
2.21 5.79 0.46
dengan panjang 8,45 kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan Telaga Punggur - Batu
Besar - Bandara Hang Nadim dengan panjang 17,71 kilometer di Kota 0.78 16.71 0.15 0.08
Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batam Center - Batu Aji - Sagulung
1.30 25.49 0.32
– Tanjung Uncang dengan panjang 21,7 kilometer di Kota Batam

III-315
Keanekaragaman Hayati (ha)
JE Biodiversity
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Rendah Sangat Rendah Sedang Tinggi Area Laut

Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar - Bengkong - Batam


Center - Bandara Hang Nadim dengan panjang 12,28 kilometer di Kota 0.18 12.10
Batam
Jaringan jalur kereta api antarkota yang menghubungkan Tanjung Uban
- Lagoi - Gunung Kijang - Kijang - Tanjung Pinang dengan panjang 60.80 27.32 3.00 0.43
91,55 kilometer di Kabupaten Bintan
78.44 107.54 3.96 1.41 0.08
Total
40.97% 56.18% 2.07% 0.74% 0.04%
4. Sistem Jaringan PL Daik Lingga Rendah
Transportasi Laut PL Pulau Mubut Sedang
PL Sembulang Sangat Rendah
PL Pulau Panjang Rendah
PR Letung Rendah
PL Pelabuhan Desa Air Asuk Rendah
PL Penagi Sangat Rendah
PL Semiun Tinggi
PPI Kawal Sedang
PPI Tambelan Sangat Rendah
5. Sistem Jaringan Bandar Udara Khusus Pulau Senua Rendah
Transportasi Udara Bandara P Serasan Sangat Rendah
Rencana Bandara P Subi Besar Sangat Rendah
Bandara P Kelarik Tinggi
Bandara P Pulau Laut Rendah
6. Kawasan Perikanan Kabupaten Karimun 58.70 0.00 5.77
Kabupaten Lingga 170.77 54.16 36.58 729.70
Kabupaten Natuna 802.70 77.34 5.55 101.14
Kota Batam 0.13 0.00
(blank) 321.37 142.72 90.59 37.50 6,602,439.89
Total 1,353.55 274.35 138.50 868.35 6,602,439.89

III-316
Keanekaragaman Hayati (ha)
JE Biodiversity
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Rendah Sangat Rendah Sedang Tinggi Area Laut

0.02% 0.0042% 0.0021% 0.01% 99.96%


7. Kawasan Kabupaten Bintan 3.37 4.28
Pertambangan dan Kabupaten Karimun 124.60 465.61 19.62 1.76
Energi Kabupaten Natuna 12.40 1.18 1.25
Kota Batam 9.67 67.76 2.52
(blank) 0.00 0.87 276,565.83
150.04 535.43 26.42 1.25 276,567.60
Total
0.05% 0.19% 0.01% 0.0005% 99.74%
8. Kawasan Peruntukan Kabupaten Bintan 6,099.62 5,511.53 745.83 132.39 9.05
Industri Kabupaten Karimun 5,992.90 1,192.41 558.24 189.14 15.39
Kabupaten Kepulauan Anambas 1,477.17 49.73 600.50 0.05
Kabupaten Lingga 3,702.13 342.29 608.64 86.76 0.00
Kabupaten Natuna 1,451.77 534.77 2.00 170.57
Kota Batam 3,325.10 5,947.82 1,814.32 127.55 19.39
Kota Tanjung Pinang 939.06 138.55 11.27
(blank) 5.66 55.95 12.41 57,191.69
22,993.40 13,773.05 3,752.71 1,306.91 57,235.57
Total
23.21% 13.90% 3.79% 1.32% 57.78%
9. Kawasan Pariwisata Kabupaten Bintan 23,843.32 2,789.42 858.53 2,165.63 22.39
Kabupaten Karimun 745.98 50.76 72.83 86.37
Kabupaten Kepulauan Anambas 2,712.20 213.70 1.96 1,402.14 31.39
Kabupaten Lingga 1,775.36 701.63 48.58 131.65 7.23
Kabupaten Natuna 5,508.28 1,026.69 304.32 265.95 30.97
Kota Batam 4,765.92 1,639.44 649.86 833.62 4.46
Kota Tanjung Pinang 185.03 65.49 2.79 0.05
(blank) 128.48 18.84 7.89 26.26 40,191.85
39,664.58 6,505.95 1,946.76 4,911.62 40,288.33
Total
42.51% 6.97% 2.09% 5.26% 43.17%

III-317
Keanekaragaman Hayati (ha)
JE Biodiversity
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Rendah Sangat Rendah Sedang Tinggi Area Laut

10. Kawasan Permukiman Kabupaten Bintan 10,664.41 5,004.13 529.71 161.92 6.96
Kabupaten Karimun 15,161.98 3,392.06 641.97 0.15 0.29
Kabupaten Kepulauan Anambas 4,225.58 625.10 2.28 896.91 20.67
Kabupaten Lingga 7,773.43 3,749.90 506.77 302.07 4.95
Kabupaten Natuna 16,888.87 4,186.88 85.62 765.03 6.37
Kota Batam 5,705.62 14,791.17 1,383.60 545.82 10.32
Kota Tanjung Pinang 3,233.91 6,873.93 813.42 3.97 10.16
(blank) 26.58 99.56 1.98 8.45 5,866.93
63,680.38 38,722.74 3,965.36 2,684.30 5,926.64
Total
55.38% 33.68% 3.45% 2.33% 5.15%
11. Kawasan Strategis Kabupaten Bintan 48,924.44 8,691.33 4,263.70 1,976.07 0.05
Nasional dari Sudut Kabupaten Karimun 5,194.46 1,971.61 537.55 1,895.83 0.01
Kepentingan Kota Batam 32,299.03 26,365.94 8,353.96 4,545.62 108.92
Pertumbuhan Ekonomi
Kota Tanjungpinang 1,529.15 468.55 191.56 5.76
87,947.07 37,497.44 13,346.76 8,417.52 114.73
Total
59.70% 25.45% 9.06% 5.71% 0.08%
12. Kawasan Strategis Kabupaten Bintan 39,060.56 64,007.34 28.46
Nasional dari Sudut Kabupaten Karimun 511.82 299.18 0.00
Kepentingan Kabupaten Kepulauan Anambas 223.69
Pertahanan dan
Keamanan Kabupaten Natuna 669.73 369.55 199.01 0.85
Kota Batam 50.68 1.33
40,465.81 64,357.20 369.55 199.01 30.63
Total
38.38% 61.05% 0.35% 0.19% 0.03%

III-318
Tabel 2.84. Analisis Pengaruh KRP Terhadap Isu Pembangunan Berkelanjutan Paling Strategis
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
1 Sistem Rencana Jaringan D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Transportasi Jalan Pesisir / Sistem Rencana Jaringan Jalan Pesisir / Sistem Rencana Jaringan Jalan Pesisir / Pengembangan aksesibilitas melalui
Kolektor Primer Kolektor Primer berada pada kawasan Kolektor Primer berada di kawasan pengembangan Sistem Rencana
Rencana Jaringan Jalan Pesisir dengan status daya dukung air dan dengan potensi bencana rawan banjir Jaringan Jalan Pesisir / Kolektor Primer
Lantamal – Tanjung Kabupaten pangan terlampui sebesar sepanjang 0,03 sepanjang 1,07 km (8,34%); jasa berdampak positif terhadap konektivitas
Natuna dengan panjang 3,89 km (0,21%) untuk daya dukung air dan ekosistem tata aliran dan pengendali di pesisir timur dan pesisir selatan
kilometer di pesisir timur 12,50 km (97,69%) untuk daya dukung banjir sangat tinggi sepanjang 1,36 km Kabupaten Natuna sepanjang 12,80 km.
Kabupaten Natuna; Jalan Pesisir pangan. (10,66%) dan jasa ekosistem pengaturan Namun aksesibilitas melalui Sistem
Selat Lampa yang selanjutnya bencana sangat tinggi sepanjang 1,36 Rencana Jaringan Jalan Pesisir /
disebut KPU - FU - JL - 21 dengan SDA km (10,66%) Kolektor Primer masih dirasa kurang di
panjang 8,94 kilometer di pesisir Sistem Rencana Jaringan Jalan Pesisir / Kabupaten Karimun, Bintan, Lingga, dan
selatan Kabupaten Natuna Kolektor Primer berada pada kawasan Kepulauan Anambas karena
hutan sepanjang 0,60 km (4,66%) keterbatasan wilayahnya yang berupa
kepulauan dan minim tersedianya data
Jasa Ekosistem spasial terkait rencana jaringan jalan
Sistem Rencana Jaringan Jalan Pesisir / pesisir / kolektor primer di empat
Kolektor Primer berada pada jasa kabupaten tersebut.
ekosistem tinggi atau sangat tinggi pada
jasa ekosistem penyedia air bersih
sepanjang 1,36 km (10,66%)

Perubahan Iklim
Sistem Rencana Jaringan Jalan Pesisir /
Kolektor Primer berada pada jasa
ekosistem iklim tinggi sepanjang 1,36 km
(10,66%) dan jasa ekosistem kualitas
udara tinggi sepanjang 1,36 km (10,66%)

Keanekaragaman Hayati

III-319
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
Sistem Rencana Jaringan Jalan Pesisir /
Kolektor Primer berada pada jasa
ekosistem biodiversity tinggi sepanjang
1,36 km (10,66%)
2 Sistem Jaringan Transportasi D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Jalan Tol Sistem Jaringan Jalan Tol berada pada Sistem Jaringan Jalan Tol berada di Pengembangan aksesibilitas melalui
Jalan Tol Batu Ampar - Muka kawasan dengan status daya dukung air kawasan dengan potensi bencana rawan pengembangan Sistem Jaringan Jalan
Kuning - Bandar Udara Hang dan pangan terlampui sebesar sepanjang banjir sepanjang 3,44 km (3,03%). Tol berdampak positif terhadap
Nadim dengan panjang 19,63 4,74 km (4,17%) untuk daya dukung air konektivitas antara Kota Batam dan
kilometer di Kota Batam; Jalan Tol dan 100,88 km (88,71%) untuk daya Kabupaten Bintan, maupun di Kota
Simpang Kabil - Muka Kuning - dukung pangan. Batam itu sendiri sepanjang 113,72 km.
Pulau Galang Baru dengan Namun aksesibilitas melalui Sistem
panjang 79,14 kilometer di Kota SDA Jaringan Jalan Tol masih dirasa kurang
Batam; Jaringan jalan bebas Sistem Jaringan Jalan Tol berada pada di Kabupaten Karimun, Lingga, Natuna
hambatan yang berupa jembatan kawasan hutan sepanjang 0,79 km dan Kepulauan Anambas karena
meliputi Simpang Kabil - Pulau (0,70%). keterbatasan wilayahnya yang berupa
Tanjung Sauh - Pulau Buau - Pulau kepulauan dan minim tersedianya data
Bintan dengan panjang 14,94 Jasa Ekosistem spasial terkait jaringan jalan tol di empat
kilometer di Kota Batam dan Sistem Jaringan Jalan Tol tidak berada kabupaten tersebut.
Kabupaten Bintan. pada jasa ekosistem tinggi atau sangat
tinggi.

Perubahan Iklim
Sistem Jaringan Jalan Tol berada pada
jasa ekosistem kualitas udara tinggi
sepanjang 3,31 km (2,91%)

Keanekaragaman Hayati
Sistem Jaringan Jalan Tol berada pada
jasa ekosistem biodiversity tinggi
sepanjang 0,41 km (0,36%)

III-320
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
3 Sistem Jaringan Transportasi D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Jalur Kereta Api Sistem Jaringan Kereta Api berada pada Sistem Jaringan Jalan Tol berada di Pengembangan aksesibilitas melalui
Rencana Jaringan jalur kereta api kawasan dengan status daya dukung air kawasan dengan potensi bencana rawan pengembangan Sistem Jaringan Kereta
antarkota yang menghubungkan dan pangan terlampui sebesar sepanjang banjir sepanjang 6,64 km (3,47%). Api berdampak positif terhadap
Tanjung Uban - Lagoi - Gunung 4,68 km (2,44%) untuk daya dukung air konektivitas antara Kota Batam dan
Kijang - Kijang - Tanjung Pinang dan 168,16 km (87,84%) untuk daya Kabupaten Bintan, maupun di Kota
dengan panjang 91,55 kilometer di dukung pangan. Batam itu sendiri sepanjang 191,44 km.
Kabupaten Bintan; Jaringan jalur Namun aksesibilitas melalui Sistem
kereta api perkotaan Batu Ampar - SDA Jaringan Kereta Api masih dirasa kurang
Bengkong - Lubuk Baja - Batam Sistem Jaringan Kereta Api berada pada di Kabupaten Karimun, Lingga, Natuna
Kota - Bandara Hang Nadim kawasan hutan sepanjang 10,11 km dan Kepulauan Anambas karena
dengan panjang 15,58 kilometer di (5,28%). keterbatasan wilayahnya yang berupa
Kota Batam; Jaringan jalur kereta kepulauan dan minim tersedianya data
api perkotaan Batam Center - Batu Jasa Ekosistem spasial terkait rencana jaringan kereta
Aji - Sagulung - Tanjung Uncang Sistem Jaringan Kereta Api tidak berada api di empat kabupaten tersebut.
dengan panjang 21,7 kilometer di pada jasa ekosistem tinggi atau sangat
Kota Batam; Jaringan jalur kereta tinggi.
api perkotaan Batu Ampar -
Sekupang dengan panjang 7,17 Perubahan Iklim
kilometer di Kota Batam; Jaringan Sistem Jaringan Kereta Api berada pada
jalur kereta api perkotaan jasa ekosistem kualitas udara tinggi
Pelabuhan Telaga Punggur - sepanjang 4,09 km (2,14%)
Batam Center dengan panjang
11,56 kilometer di Kota Batam; Keanekaragaman Hayati
Jaringan jalur kereta api perkotaan Sistem Jaringan Kereta Api berada pada
Sambau-Bandara Hang Nadim jasa ekosistem biodiversity tinggi
dengan panjang 8,45 kilometer di sepanjang 1,41 km (0,74%)
Kota Batam; Jaringan jalur kereta
api perkotaan Pelabuhan Telaga
Punggur - Batu Besar - Bandara
Hang Nadim dengan panjang

III-321
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
17,71 kilometer di Kota Batam;
Jaringan jalur kereta api perkotaan
Batu Ampar - Bengkong - Batam
Center - Bandara Hang Nadim
dengan panjang 12,28 kilometer di
Kota Batam.
4 Sistem Jaringan Transportasi D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Laut Pengembangan Transportasi Laut PR Pengembangan sistem Transportasi Rencana Lokasi Pelabuhan memiliki
Rencana Lokasi Pelabuhan Letung berada pada kawasan dengan Laut memiliki potensi bencana banjir kaitan dengan isu utama aksesibilitas
Pengumpan Regional Pelabuhan daya dukung air terlampaui. Rencana PR yaitu pada PL Daik Lingga dan PL dimana rencana pelabuhan berpengaruh
Letung, Rencana Lokasi Letung juga berada pada daya dukung Penagi. Pengembangan Pelabuhan meningkatkan aksesibilitas antar wilayah
Pelabuhan Pengumpan Lokal (PL) pangan terlampaui. Selain itu, rencana Pengumpan Seimun berada pada jasa di Kepulauan Riau. Pengembangan
Pelabuhan Daik Lingga, pembangunan PL Sembulang, PL Pulau ekosistem perlindungan pencegahan pelabuhan meningkatkan aksesibilitas
Pelabuhan Penagi, Pelabuhan Panjang, PL Penagi dan PPI kawal berada bencanan dan jasa ekosistem mengingat wilayah ini adalah wilayah
Pulau Panjang, Pelabuhan pada kawasan dengan daya dukung pengaturan tata aliran dan banjir yang kepulauan yang banyak terkoneksi
Semiun, Pelabuhan Sembulang, pangan terlampaui. sangat tinggi. dengan transportasi laut.
Pelabuhan Mubur, Pelabuhan
Desa Air Asuk, rencana Pangkalan SDA
Pendaratan Ikan meliputi PPI Pengembangan Transportasi Laut PL Daik
Kawal, PPI Tambelan Lingga dan PPI Kawal berada pada
kawasan hutan produksi

Jasa Ekosistem
Pengembangan Transportasi Laut PR
Letung berada pada jasa ekosistem
penyedia pangan tinggi. selain itu, rencana
pembangunan PL Seimun berada pada
jasa ekosistem penyedia air tinggi

Perubahan Iklim
Pengembangan Transportasi Laut PL

III-322
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
Seimun berada pada jasa ekosistem
pengaturan iklim dan pemeliharaan
kualitas udara tinggi. selain itu rencana
pembanguna PPI Kawal berada pada jasa
ekosistem pemeliharaan kualitas udara
tinggi

Keanekaragaman Hayati
Pengembangan Transportasi Laut PL
Seimun berada pada jasa ekosistem
biodiversity tinggi.
5 Sistem Jaringan Transportasi D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Udara Pengembangan transportasi udara berupa Pengembangan sistem Transportasi Rencana Lokasi sistem transportasi
Bandar Udara P Subi Besar, bandar udara P Serasan dan Bandara P Udara tidak memiliki ancaman potensi udara memiliki kaitan dengan isu utama
Bandar Udara P Kelarik, Bandar Pulau Laut berada pada kawasan dengan yang tinggi baik dari ancaman gempa, aksesibilitas. Transportasi udara menjadi
Udara P Pulau Laut, Bandar Udara daya dukung pangan terlampaui. banjir dan gerakan salah satu transportasi yang penting
P Serasan dan Bandar Udara tanah.Pengembangan Bandara P Selarik dimana Kepulauan Riau adalah wilayah
Khusus Pulau Senua SDA berada pada jasa ekosistem kepulauan. kebutuhan pengembangan
Pengembangan transportasi udara berupa perlindungan pencegahan bencanan dan bandar udara menjadi penting untuk
bandar udara Ttidak berada pada kawasan jasa ekosistem pengaturan tata aliran meningkatkan aksesibilitas di Kepulauan
hutan maupun lahan baku sawah dan banjir yang sangat tinggi. Riau.

Jasa Ekosistem
Pengembangan transportasi udara berupa
bandara P Pulau Laut berada pada jasa
ekosistem penyedia pangan tinggi. selain
itu rencana pembangunan bandara P
Kelarik berada pada jasa ekosistem
penyedia air yang tinggi

Perubahan Iklim

III-323
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
Pengembangan transportasi udara berupa
bandara P Kelarik berada pada jasa
ekosistem pengaturan iklim dan jasa
ekosistem pemeliharaan kualitas udara
tinggi

Keanekaragaman Hayati
Pengembangan transportasi udara berupa
bandara P Kelarik berada pada jasa
ekosistem biodiversity tinggi
6 Kawasan Perikanan D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Kawasan perikanan berada di daya Kawasan perikanan berada di kawasan Kawasan perikanan ditunjang dari
Provinsi Kepulauan Riau tahun dukung air terlampaui sebesar 15,05 ha rawan bencana banjir sebesar 441,91 ha pelabuhan perikanan yang merupakan
2022-2042 Luas Kawasan seluas (0,41%). Selain itu pengembangan (0,43%), tetapi tidak berada di kawasan infrastruktur penting untuk
6.605.074,64 ha kawasan perikanan berada di daya dukung rawan bencana gempabumi tinggi dan pengembangan ekonomi, sehingga
pangan terlampaui sebesar 404,06 ha rawan bencana gerakan tanah tinggi. kawasan perikanan berkaitan erat
(0,16%). Kawasan perikanan berada di jasa dengan aksesibilitas di pelabuhan
lingkungan tata aliran dan banjir tinggi dengan fasilias dan kondisi yang
SDA sebesar 28,75 ha (0,18%) dan sangat memadai. Lokasi Provinsi Kepulauan
Kawasan perikanan tidak berada di lahan tinggi sebesar 124,73 ha (0,11%) serta Riau yang strategis berbatasan dengan
baku sawah dan tidak berada di kawasan berada jasa lingkungan perlindungan Malaysa, Vietnam, Kamboja dan
hutan. pencegahan bencana tinggi sebesar Singapura menjadi jalur perdagangan
4,58 ha (0,25%) dan sangat tinggi 123,08 internasional sehingga berpotensi tinggi
Jasa Ekosistem ha (0,1%). untuk ekspor hasil perikanan.
Kawasan perikanan berada di jasa Kawasan perikanan dominasi berada di
ekosistem penyedia pangan tinggi sebesar laut dan hanya sedikit berada di daratan
26,94 ha (0,06%), berada di jasa sebesar 2042,56 ha atau 0,03 % dari
ekosistem penyedia air tinggi sebesar total luas kawasan perikanan. kawasan
118,56 ha (0,12%) dan sangat tinggi 4,58 perikanan yang berada di daratan yang
ha (0,25%). terbesar berada di Kabupaten Lingga
Kawasan perikanan berada di jasa sebesar 991,22 ha dan di Kabupaten

III-324
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
ekosistem pengurai limbah tinggi sebesar Natuna sebesar 986,73 ha, diperlukan
25,83 ha (0,2%) dan sangat tinggi sebesar akesbilitas transportasi yang memadai
9,1 ha (0,05%). untuk mengembangkan dan
mendistribusikan hasil perikanan darat.
Perubahan Iklim
Kawasan perikanan berada di jasa
pengaturan iklim tinggi sebesar 118,56 ha
(0,12%). Selain itu kawasan perikanan
berada di jasa pemeliharaan kualitas
udara tinggi sebesar 986,73 ha (0,38%).

Keanekaragaman Hayati
Kawasan perikanan berada di jasa
lingkungan biodiversity tinggi sebesar
868,35 ha (0,44%).
7 Kawasan Pertambangan dan D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Energi Kawasan Pertambangan dan Energi Kawasan pertambangan dan energi Kawasan pertambangan dan energi
Berdasarkan Pola Ruang RTRW berada di daya dukung air terlampaui berada di kawasan rawan bencana banjir dominasi berada di laut, terbesar berada
Provinsi Kepulauan Riau tahun sebesar 7,72 ha (0,21%). Selain itu sebesar 155,58 ha (0,15%), tetapi tidak di Kabupaten Karimun dan Kabupaten
2022-2042 Luas Kawasan seluas pengembangan kawasan pertambangan berada di kawasan rawan bencana Lingga. Luas kawasan pertambangan di
277280.74 ha berada di daya dukung pangan terlampaui gempabumi tinggi dan rawan bencana Kabupaten Lingga sebesar 159.836,75
sebesar 344,96 ha (0,14%). gerakan tanah tinggi. ha dan berada di laut dimana belum
Kawasan pertambangan dan energi terdapat alur pelayaran yang melintasi
SDA berada di jasa lingkungan tata aliran dan kawasan pertambangan pada bagian
Kawasan pertambangan dan energi tidak banjir sangat tinggi sebesar 1,25 ha serta selatan.
berada di lahan baku sawah dan tidak berada jasa lingkungan perlindungan
berada di kawasan hutan. pencegahan bencana sangat tinggi 1,25
ha.
Jasa Ekosistem
Kawasan pertambangan dan energi
berada di jasa ekosistem penyedia pangan

III-325
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
tinggi sebesar 11,25 ha (0,02%), jasa
ekosistem penyedia air tinggi sebesar 1,25
ha.
Kawasan pertambangan dan energi tidak
berada di jasa ekosistem pengurai.

Perubahan Iklim
Kawasan pertambangan dan energi
berada di jasa pengaturan iklim tinggi
sebesar 1,25 ha. Selain itu kawasan
pertambangan dan energi berada di jasa
pemeliharaan kualitas udara tinggi
sebesar 25,19ha (0,01%).

Keanekaragaman Hayati
Kawasan pertambangan dan energi
berada di jasa lingkungan biodiversity
tinggi sebesar 1,25 ha.
8 Kawasan Peruntukan Industri D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Kawasan Peruntukan Industri berada di Kawasan peruntukan industri berada di Aksesibilitas menjadi salah satu hal yang
Provinsi Kepulauan Riau tahun daya dukung air terlampaui sebesar kawasan rawan bencana banjir sebesar wajib dipenuhi pada Kawasan
2022-2042 Luas Kawasan seluas 116,69 ha (3,18%). Selain itu 3.849,8 ha (3,75%), tetapi tidak berada di peruntukan industri selain aspek
99.061,64 ha pengembangan kawasan peruntukan kawasan rawan bencana gempabumi kebencanaan, status lahan, luas lahan
industri berada di daya dukung pangan tinggi dan rawan bencana gerakan tanah sumber air dan pembuangan limbah.
terlampaui sebesar 19.496,57 (7,72%)ha. tinggi. Aksesibilitas pelabuhan yang terintegrasi
Kawasan peruntukan industri berada di dan jaringan jalan pendukung perlu
SDA jasa lingkungan tata aliran dan banjir diperhatikan, dimana luas kawasan
Kawasan peruntukan industri berada di tinggi sebesar 490,76 ha (3,06%) dan peruntukan industri di Provinsi
lahan baku sawah sebesar 13,21 ha (0,98) sangat tinggi sebesar 773 ha (0,68%), Kepulauan Riau sebesar 57.265,71 ha
dan berada di kawasan hutan areal serta jasa lingkungan perlindungan berada di laut dan yang terbesar berada
penggunaan lain (APL) sebesar 0,04 ha pencegahan bencana tinggi sebesar 2 ha di Kabupaten Bintan sebesar 48.436,27

III-326
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
(0,02%). (0,11%) dan sangat tinggi sebesar ha berada di laut, selain itu Kabupaten
771,07 ha (0,66%). Bintan juga memiliki kawasan
Jasa Ekosistem pertambangan di darat yaitu sebesar
Kawasan peruntukan industri berada di 122.498,41 ha.
jasa ekosistem penyedia pangan sebesar
456,93 ha (0,97%), jasa penyedia air tinggi
sebesar 771 ha (0,77%) dan penyedia air
sangat tinggi sebesar 2 ha (0,11%). Selain
itu peruntukan industri berada di jasa
pengurai limbah tinggi sebesar 490,69 ha
(3,84%) dan jasa pengurai limbah sangat
tinggi sebesar 2,07 ha (0,01%).

Perubahan Iklim
Kawasan peruntukan industri berada di
jasa pengaturan iklim tinggi sebesar 771
ha (0,77%). Selain itu kawasan peruntukan
industri berada di jasa pemeliharaan
kualitas udara tinggi sebesar 4.897,38 ha
(1,9%).

Keanekaragaman Hayati
Kawasan peruntukan industri berada di
jasa lingkungan biodiversity tinggi sebesar
1.306,91ha (0,67%).
9 Kawasan Pariwisata D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Kawasan Pariwisata berada di daya Kawasan Pariwisata berada di kawasan Kawasan Pariwisata ditunjang dari
Provinsi Kepulauan Riau tahun dukung air terlampaui sebesaar 272,06 rawan bencana banjir sebesar 2.555,95 akesbilitasi menuju ke Provinsi
2022-2042 Luas Kawasan seluas ha (7,41%). Selain itu kawasan pariwisata ha (2,49%), tetapi tidak berada di Kepulauan Riau yaitu bandara yang
93.317,25 ha berada di daya dukung pangan terlampaui kawasan rawan bencana gempabumi memadai, selain itu pelabuhan
sebesar 20.305,35 ha (8,04%). tinggi dan rawan bencana gerakan tanah penyeberangan antar pulau untuk

III-327
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
tinggi. mengakses pulau pulau yang
SDA Kawasan pariwisata berada di jasa direncanakan untuk menjadi kawasan
Kawasan pariwisata berada di lahan baku lingkungan tata aliran dan banjir tinggi pariwisata. Kawasan Pariwisata terbesar
sawah sebesar 1,51 ha (0,11%) dan sebesar 288,84 ha (1,8%) dan sangat berada di Kabupaten Bintan dan
berada di kawasan hutan areal tinggi sebesar 2.414,72 ha (2,11%), serta Kabupaten Natuna. Kawasan Pariwisata
penggunaan lain (APL) sebesar 0,02ha jasa lingkungan perlindungan di Kabupaten Bintan berada di darat dan
(0,02%). pencegahan bencana tinggi sebesar laut, terbesar berada di darat yaitu
26,43 ha (1,45%) dan sangat tinggi sebesar 29.679,29 ha. Bandara terdekat
Jasa Ekosistem sebesar 2.444,93 ha (2,08%). pada kawasan pariwisata di Kabupaten
Kawasan pariwisata berada di jasa Bintan berada di Kota Tanjung Pinang
ekosistem penyedia pangan tinggi sebesar yaitu Bandara Raja Haji Fisabilillah,
4.006,53 ha (8,46%), jasa penyedia air diperlukan aksesibilitas yang mudah
tinggi sebesar 2.388,97 ha (2,38%) dan untuk menuju kawasan pariwisata di
jasa penyedia air sangat tinggi sebesar Kabupaten Bintan. Berbeda dengan
26,43 ha (1,45%). Selain itu kawasan Kabupaten Natuna yang memiliki
pariwisata berada di jasa pengurai limbah kawasan pariwisata menyebar dan
tinggi sebesar 232,2 ha (1,82%) dan jasa berada di daerah pesisir, aksesibilitas
pengurai limbah sangat tinggi sebesar dari bandara menuju kawasan pariwisata
82,4 ha (0,46%). diperlukan jaringan jalan pesisir yang
memadai. selain itu kawasan pariwisata
Perubahan Iklim di Kabupaten Natuna tersebar di pulau-
Kawasan pariwisata berada di jasa pula kecil yang memerlukan aksesibilitas
pengaturan ikllim tinggi sebesar 2.388,97 keterbuhungan pelabuhan
ha (2,56%). Selain itu kawasan pariwisata penyebarangan.
berada di jasa pemeliharaan kualitas
udara tinggi sebesar 6.448,09 ha (6,91%).

Keanekaragaman Hayati
Kawasan pariwisata berada di jasa
lingkungan biodiversity tinggi sebesar
4.911,62 ha (2,52%).

III-328
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
10 Kawasan Permukiman D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Kawasan Permukiman berada di daya Kawasan permukiman berada di Kawasan permukiman yang berada di
Provinsi Kepulauan Riau tahun dukung air terlampaui sebesar 1.372,13 ha kawasan rawan bencana banjir sebesar Kota Batam dan Kota Tanjung Pinang
2022-2042 Luas Kawasan seluas (1,19%). Selain itu kawasan permukiman 16.056,72 ha (15,66%), tetapi tidak sudah cukup baik, tetapi pada
114.979,43 ha berada di daya dukung pangan terlampaui berada di kawasan rawan bencana Kabupaten Bintan dan Kabupaten
sebesar 82.567,99 ha (71,81%). gempabumi tinggi dan rawan bencana Karimun diperlukan penyiapan
gerakan tanah tinggi. aksesibilitas jaringan jalan untuk dapat
SDA Kawasan permukiman berada di jasa menarik pengembangan permukiman.
Kawasan permukiman berada di lahan lingkungan tata aliran dan banjir tinggi
baku sawah sebesar 91,23 ha (6,8%) dan sebesar 923,07 ha (5,76%) dan sangat
berada di kawasan hutan areal tinggi sebesar 1.349,46 ha (1,18%), serta
penggunaan lain (APL) sebesar 3,62ha jasa lingkungan perlindungan
(1,74%). pencegahan bencana tinggi sebesar
84,32 ha (4,64%) dan sangat tinggi
Jasa Ekosistem sebesar 1.744,05 ha (1,48%).
Kawasan permukiman berada di jasa
ekosistem penyedia pangan tinggi
14.842,11 ha (12,91%) dan jasa penyedia
pangan sangat tinggi sebesar 102,21 ha
(13,68%), jasa penyedia air tinggi sebesar
1.271,54 ha (1,27%) dan jasa penyedia air
sangat tinggi sebesar 84,32 ha (4,64%).
Selain itu kawasan permukiman berada di
jasa pengurai limbah tinggi sebesar 464,12
ha (3,63%) dan jasa pengurai limbah
sangat inggi sebesar 546,84 ha (3,02%).

Perubahan Iklim
kawasan permukiman berada di jasa
pengaturan iklim tinggi sebesar 1.271,54
ha (1,27%). Selain itu kawasan

III-329
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
permukiman berada di jasa pemeliharaan
kualitas udara tinggi sebesar 6.063,72 ha
(2,35%).

Keanekaragaman Hayati
Kawasan permukiman berada di jasa
lingkungan biodiversity tinggi sebesar
2.684,3 ha (1,37%).
11 Kawasan Strategis Nasional dari D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
sudut kepentingan pertumbuhan Kawasan Strategis Nasional dari sudut Kawasan Strategis Nasional dari sudut Kawasan Strategis Nasional dari sudut
ekonomi kepentingan pertumbuhan ekonomi kepentingan pertumbuhan ekonomi kepentingan pertumbuhan ekonomi
berupa Kawasan Batam, Bintan, berada pada kawasan dengan status daya berada pada kawasan rawan bencana memiliki keterkaitan dengan
dan Karimun dukung pangan terlampaui sebesar 74443 banjir sebesar 11838,74 hektare atau aksesibilitas. Perwujudan kawasan
Hektare. Selain itu pengembangan 8,04% dari total luasan kawasan. strategis sudut pandang perekonomian
kawasan tersebut juga berada pada Kawasan tersebut tidak berada pada jasa membutuhkan aksesibilitas yang baik
kawasan dengan status daya dukung air ekosistem perlindungan pencegahan untuk lalu lintas aktivitas perdagangan
terlampaui sebesar 2055 Hektare bencana dan pengaturan tata aliran dan dan juga industri.
banjir yang tinggi atau sangat tinggi
SDA
Kawasan Strategis Nasional dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi
berada pada kawasan hutan sebesar
13659 hektare (9%)

Jasa Ekosistem
Kawasan Strategis Nasional dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi tidak
berada pada jasa ekosistem tinggi atau
sangat tinggi baik pada jasa ekosistem
pengurai limbah, jasa ekosistem penyedia
air dan jasa ekosistem penyedia pangan

III-330
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup

Perubahan Iklim
Kawasan Strategis Nasional dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi
berada pada jasa ekosistem pemeliharaan
kualitas udara tinggi sebesar 20846
hektare (8,07%)

Keanekaragaman Hayati
Kawasan Strategis Nasional dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi
berada pada jasa ekosistem biodiversity
tinggi sebesar 8417 hektare (4,31%)
12 Kawasan Strategis Nasional dari D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
sudut kepentingan pertahanan Kawasan Strategis Nasional dari sudut Kawasan Strategis Nasional dari sudut Kawasan Strategis Nasional dari sudut
dan keamanan kepentingan pertahanan dan keamanan kepentingan pertahanan dan keamanan kepentingan pertahanan dan keamanan
berupa Kawasan Perbatasan berada pada kawasan dengan status daya berada pada kawasan rawan bencana memiliki keterkaitan dengan
Negara di Provinsi Riau dan dukung pangan dan daya dukung air banjir di Kabupaten Bintar seluas aksesibilitas. Kawasan strategis ini
Provinsi Kepulauan Riau. terlampaui sebesar 19,02 hektare dan 5974,65 hektare atau 5,67% dari luas berupa kepulauan terluar yang
77134 hektare. kawasan. Selain itu, rencana kawasan memerlukan aksesibilitas yang baik
strategis tersebut berada pada jasa untuk mendukung pertahanan dan
SDA ekosistem pengaturan aliran banjir dan keamanan Nasional.
Kawasan Strategis Nasional dari sudut jasa ekosistem pencegahan bencana
kepentingan pertahanan dan keamanan tinggi yaitu sebesar 370 hektare atau 8%
berada pada kawasan hutan duanttaranya dari total dan 367hektare atau 0,31% dari
hutan lindung sebesar 294 hektare, hutan total.
produksi sebesar 11388 hektare, hutan
produksi terbatas sebesar 2066 hektare.

Jasa Ekosistem
Kawasan Strategis Nasional dari sudut

III-331
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
kepentingan pertahanan dan keamanan
berada pada kawasan dengan jasa
ekosistem penyedia pangan jasa
ekosistem penyedia air dan jasa ekosistem
pengurai limbah tinggi. masing masing
seluas 575,55 (1,22%), 3729 hektare
(3,72%) dan 203 hektare (1,59%). selain
itu kawasan strategis tersebut juga berada
pada jasa ekosistem pengurai limbah
sangat tinggi sebesar 167 hektare (0,92%)

Perubahan Iklim
Kawasan Strategis Nasional dari sudut
kepentingan pertahanan dan keamanan
berada pada kawasan dengan jasa
ekosistem pengaturan iklim dan
pemeliharaan kualitas udara yang tinggi
yaitu sebesar 199 hektare (0,20%) dan
9698 hektare (9,20%)

Keanekaragaman Hayati
Kawasan Strategis Nasional dari sudut
kepentingan pertahanan dan keamanan
berada pada kawasan dengan jasa
ekosistem biodiversity tinggi yaitu sebesar
199 hektare (0,10%)

III-332
BAB III RUMUSAN ALTERNATIF DAN PENYEMPURNAAN KRP

Rumusan alternatif Kebijakan, Rencana, dan/atau Program bertujuan untuk


mengembangkan berbagai alternatif dan menjamin pembangunan
berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian maka dihasilkan beberapa alternatif
muatan suatu KRP untuk dapat mengatasi isu strategis pembangunan
berkelanjutan. Perumusan Alternatif dirumuskan berdasarkan pada KRP yang
paling berpengaruh sebagaimana yang telah diidentifikasi pada bab
sebelumnya. Berikut disajikan pada Tabel 3.1 mengenai alternatif
penyempurnaan KRP.

III-1
Tabel 3.1. Rumusan Alternatif dan Penyempurnaan KRP
Muatan KRP Revisi RTRW
Alternatif Penyempurnaan
Berdampak LH
Penundaan, Pemberian
Pemberian
Isu PB Paling Perubahan Perubahan atau Perbaikan Arahan atau
No Perubahan Perubahan atau Arahan atau
Strategis Strategi Penyesuaian urutan atau rambu-rambu
KRP Besaran Lokasi Tujuan atau Penyesuaian rambu-rambu
Pencapaian Proses metode perubahan mitigasi
Target skala/lokasi untuk fungsi
Target adaptasi prioritas dampak dan
ekosistem
pelaksanaan risiko LH
1 Sistem Rencana Kabupaten - Aksesibilitas Tidak ada Pembangunan Penyesuaian Penggunaan Penyediaan Larangan Membatasi
Rencana Jaringan Jalan Natuna wilayah yang jaringan jalan area terdampak material ramah lahan pangan konversi lahan kegiatan di
Jaringan Pesisir Lantamal belum optimal dengan pembangunan lingkungan di cadangan mangrove dan sekitar jalan
Transportasi – Tanjung - Degradasi meminimalisir rencana jaringan area terbangun yang lindung lainnya pesisir
Jalan Pesisir / Kabupaten Lingkungan alih fungsi lahan jalan, rencana jalan, terdampak di area sekitar
Kolektor Natuna dengan Pesisir dan Pulau- pada area yang Meminimalkan Restorasi area area rencana pembangunan
Primer panjang 3,89 Pulau Kecil berdampak lahan rencana pembangunan rencana jalan
kilometer di - Mitigasi dan terhadap pembangunan terbangun jalan jalan untuk pesisir,
pesisir timur penanggulangan pangan dan jalan di area yang berdampak memberikan membatasi
Kabupaten bencana alam perairan yang berdampak terhadap alternatif pengembangan
Natuna; Jalan terhadap pangan daerah lokasi yang kawasan pesisir
Pesisir Selat pangan dan dan sumber mengkonversi yang berdampak
Lampa yang sumber daya daya perairan lahan potensi pada kelestarian
selanjutnya perairan pangan biota laut
disebut KPU - maupun yang
FU - JL - 21 mengkonversi
dengan panjang lahan
8,94 kilometer di berdampak
pesisir selatan pada sumber
Kabupaten daya air
Natuna.
2 Sistem Jalan Tol Batu Kota Batam dan - Aksesibilitas Tidak ada Pembangunan Penyesuaian Penggunaan Penyediaan Larangan Pembangunan
Jaringan Ampar - Muka Kabupaten wilayah yang jalan tol dengan area terdampak material ramah lahan pangan membangun dan noise barrier di
Transportasi Kuning - Bandar Bintan belum optimal meminimalisir pembangunan lingkungan di cadangan mengembangka area jalan tol
Jalan Tol Udara Hang - Degradasi alih fungsi lahan jalan tol, area terbangun yang n tol di area
Nadim dengan Lingkungan pada area yang Meminimalkan jalan tol, terdampak yang rawan
panjang 19,63 Pesisir dan Pulau- berdampak lahan Restorasi area area jalan tol bencana dan
kilometer di Kota Pulau Kecil terhadap pembangunan rencana untuk area lindung,
Batam; Jalan Tol - Mitigasi dan pangan dan jalan di area terbangun jalan memberikan pencegahan
Simpang Kabil - penanggulangan perairan yang berdampak yang berdampak alternatif gangguan
Muka Kuning - bencana alam terhadap terhadap lokasi yang terhadap fauna
Pulau Galang pangan dan pangan daerah mengkonversi dilindungi
Baru dengan sumber daya dan sumber lahan potensi dengan
panjang 79,14 perairan daya perairan pangan membangun
kilometer di Kota maupun yang penyeberangan
Batam; Jaringan mengkonversi satwa di jalan tol

III-2
Muatan KRP Revisi RTRW
Alternatif Penyempurnaan
Berdampak LH
Penundaan, Pemberian
Pemberian
Isu PB Paling Perubahan Perubahan atau Perbaikan Arahan atau
No Perubahan Perubahan atau Arahan atau
Strategis Strategi Penyesuaian urutan atau rambu-rambu
KRP Besaran Lokasi Tujuan atau Penyesuaian rambu-rambu
Pencapaian Proses metode perubahan mitigasi
Target skala/lokasi untuk fungsi
Target adaptasi prioritas dampak dan
ekosistem
pelaksanaan risiko LH
jalan bebas lahan
hambatan yang berdampak
berupa jembatan pada sumber
meliputi daya air
Simpang Kabil -
Pulau Tanjung
Sauh - Pulau
Buau - Pulau
Bintan dengan
panjang 14,94
kilometer di Kota
Batam dan
Kabupaten
Bintan.
3 Sistem Rencana Kota Batam dan - Aksesibilitas Tidak ada Pembangunan Penyesuaian Penggunaan Penyediaan Larangan Pengaturan jam
Jaringan Jaringan jalur Kabupaten wilayah yang rencana jaringan area terdampak material ramah lahan pangan pembangunan operasional
Transportasi kereta api Bintan belum optimal kereta api pembangunan lingkungan di cadangan rencana jaringan stasiun kereta
Jalur Kereta antarkota yang - Degradasi dengan jaringan kereta area terbangun yang kereta api di
Api menghubungkan Lingkungan meminimalisir api, rencana jaringan terdampak area lindung,
Tanjung Uban - Pesisir dan Pulau- alih fungsi lahan Meminimalkan kereta api, area pembatasan
Lagoi - Gunung Pulau Kecil pada area yang lahan Restorasi area pembangunan pengembangan
Kijang - Kijang - - Mitigasi dan berdampak pembangunan rencana rencana lahan terbangun
Tanjung Pinang penanggulangan terhadap jalan di area terbangun jalan jaringan kereta di sekitar stasiun
dengan panjang bencana alam pangan dan yang berdampak yang berdampak api untuk dan rel kereta
91,55 kilometer perairan terhadap terhadap memberikan
di Kabupaten pangan dan pangan daerah alternatif
Bintan; Jaringan sumber daya dan sumber lokasi yang
jalur kereta api perairan daya perairan mengkonversi
perkotaan Batu lahan potensi
Ampar - pangan
Bengkong - maupun yang
Lubuk Baja - mengkonversi
Batam Kota - lahan
Bandara Hang berdampak
Nadim dengan pada sumber
panjang 15,58 daya air
kilometer di Kota
Batam; Jaringan
jalur kereta api

III-3
Muatan KRP Revisi RTRW
Alternatif Penyempurnaan
Berdampak LH
Penundaan, Pemberian
Pemberian
Isu PB Paling Perubahan Perubahan atau Perbaikan Arahan atau
No Perubahan Perubahan atau Arahan atau
Strategis Strategi Penyesuaian urutan atau rambu-rambu
KRP Besaran Lokasi Tujuan atau Penyesuaian rambu-rambu
Pencapaian Proses metode perubahan mitigasi
Target skala/lokasi untuk fungsi
Target adaptasi prioritas dampak dan
ekosistem
pelaksanaan risiko LH
perkotaan
Batam Center -
Batu Aji -
Sagulung -
Tanjung Uncang
dengan panjang
21,7 kilometer di
Kota Batam;
Jaringan jalur
kereta api
perkotaan Batu
Ampar -
Sekupang
dengan panjang
7,17 kilometer di
Kota Batam;
Jaringan jalur
kereta api
perkotaan
Pelabuhan
Telaga Punggur
- Batam Center
dengan panjang
11,56 kilometer
di Kota Batam;
Jaringan jalur
kereta api
perkotaan
Sambau-
Bandara Hang
Nadim dengan
panjang 8,45
kilometer di Kota
Batam; Jaringan
jalur kereta api
perkotaan
Pelabuhan
Telaga Punggur
- Batu Besar -

III-4
Muatan KRP Revisi RTRW
Alternatif Penyempurnaan
Berdampak LH
Penundaan, Pemberian
Pemberian
Isu PB Paling Perubahan Perubahan atau Perbaikan Arahan atau
No Perubahan Perubahan atau Arahan atau
Strategis Strategi Penyesuaian urutan atau rambu-rambu
KRP Besaran Lokasi Tujuan atau Penyesuaian rambu-rambu
Pencapaian Proses metode perubahan mitigasi
Target skala/lokasi untuk fungsi
Target adaptasi prioritas dampak dan
ekosistem
pelaksanaan risiko LH
Bandara Hang
Nadim dengan
panjang 17,71
kilometer di Kota
Batam; Jaringan
jalur kereta api
perkotaan Batu
Ampar -
Bengkong -
Batam Center -
Bandara Hang
Nadim dengan
panjang 12,28
kilometer di Kota
Batam.
4 Sistem PL Daik Lingga, Kabupaten - Aksesibilitas Tidak ada Tidak ada Tidak ada Penggunaan Tidak ada Larangan Pengaturan jam
Jaringan PL Pulau Mubut, Bintan, wilayah yang material ramah konversi lahan di operasional
Transportasi PL Sembulang, Kabupaten belum optimal lingkungan, kawasan pelabuhan
Laut PL Pulau Lingga, - Degradasi Restorasi area mangrove dan
(Pelabuhan Panjang, PR Kabupaten Lingkungan yang tutupan kawasan lindung
Utama dan Letung, PL Kepulauan Pesisir dan Pulau- lahan vegetasi lainnya,
Pelabuhan Pelabuhan Desa Anambas, Pulau Kecil yang terkonversi Kewajiban untuk
Pengumpan) Air Asuk, PL Kabupaten - Mitigasi dan penyediaan RTH
Penagi, PL Natuna dan Kota penanggulangan dan sumur
Semiun, PPI Batam bencana alam resapan ,
Kawal dan PPI membatasi
Tambelan penggunaan air
tanah
5 Sistem Bandar Udara Kabupaten - Aksesibilitas Tidak ada Tidak ada Penyesuaian Penggunaan Penyediaan Menintensifkan Penentuan jam
Jaringan Khusus Pulau Natuna wilayah yang luasan kawasan material ramah lahan pangan lahan pangan, operasional
Transportasi Senua, Bandara belum optimal pengembangan lingkungan, cadangan menyediakan bandara,Pembat
Udara P Serasan, - Degradasi bandara, Restorasi area untuk kawasan asan kegiatan di
(Bandara Rencana Lingkungan Meminimalkan yang tutupan memberikan resapan air kawasan sekitar
Umum) Bandara P Subi Pesisir dan Pulau- lahan terbangun lahan vegetasi alternatif alami bandara
Besar, Bandara Pulau Kecil yang tidak yang terkonversi lokasi yang menyediakan
P Kelarik dan - Mitigasi dan mendukung mengkonversi pengolahan
Bandara P penanggulangan kegiatan lahan potensi untuk buangan
Pulau Laut bencana alam disekitar pangan zat bahan bakar
yang tertumpah

III-5
Muatan KRP Revisi RTRW
Alternatif Penyempurnaan
Berdampak LH
Penundaan, Pemberian
Pemberian
Isu PB Paling Perubahan Perubahan atau Perbaikan Arahan atau
No Perubahan Perubahan atau Arahan atau
Strategis Strategi Penyesuaian urutan atau rambu-rambu
KRP Besaran Lokasi Tujuan atau Penyesuaian rambu-rambu
Pencapaian Proses metode perubahan mitigasi
Target skala/lokasi untuk fungsi
Target adaptasi prioritas dampak dan
ekosistem
pelaksanaan risiko LH
kawasan
bandara
6 Kawasan Luas Kawasan Berada di Darat - Degradasi Pengembangan Tidak ada Penyesuaian Tidak ada Tidak ada Membatasi Melarang
Perikanan 6.605.074,64 ha Kabupaten lingkungan Pesisir kawasan lokasi kawasan penggunaan air pengembangan
Bintan (-) dan Pulau-Pulau perikanan ramah di darat seluas tanah terutama kawasan yang
Kabupaten Kecil lingkungan 15,05 ha pada daerah mengkonversi
Karimun 64,67 - Mitigasi dan dengan menempati yang menempati mangrove dan
ha penanggulangan mengedepankan lokasi daya jasa ekosistem membatasi
Kabupaten bencana alam keanekaragama dukung air yang penyediaan air pengembangan
Kepulauan - Aksesibilitas n biota laut terlampaui dan bersih Sangat pada
Anambas (-) wilayah yang seluas 404,06 Tinggi 4,58 ha. pengembangan
Kabupaten belum optimal ha menempati lahan terbangun
Lingga 991,22 daya dukung kawasan di
ha pangan yang kawasan lindung
Kabupaten terlampaui
Natuna 986,73
ha
Kota Batam 0,13
ha
Kota Tanjung
Pinang (-)

Berada di Laut
6.603.032 ha
7 Kawasan Luas Kawasan Berada di Darat - Degradasi Pengembangan Tidak ada Penyesuaian Penggunaan Tidak ada Larangan Membatasi atau
Pertambangan 277280.74 ha Kabupaten lingkungan Pesisir kawasan lokasi pada material alat-alat mengkonversi melarang
dan Energi Bintan 7,66 ha dan Pulau-Pulau pertambangan lahan yang pertambangan tutupan lahan kegiatan
Kabupaten Kecil dengan menempati daya yang ramah vegetasi tinggi pertambangan
Karimun 611,58 - Mitigasi dan mengedepankan dukung air lingkungan seluas 1,25 ha dengan potensi
ha penanggulangan daya dukung terlampaui pada jasa kerusakan
Kabupaten bencana alam dan daya seluas 7,72 ha, ekosistem lingkungan
Kepulauan - Aksesibilitas tampung wilayah dan pada lokasi biodiversitas tinggi,
Anambas (-) wilayah yang daya dukung tinggi dan jasa menghindari
Kabupaten belum optimal pangan ekosistem penggunaan
Lingga (-) terlampaui penyediaan air bahan beracun
Kabupaten seluas 344,96 bersih kelas dan berbahaya,
Natuna 14,84 ha ha. tinggi seluas Penyusunan
Kota Batam 1,25 ha. contigency plan
79,95 ha untuk oil spill

III-6
Muatan KRP Revisi RTRW
Alternatif Penyempurnaan
Berdampak LH
Penundaan, Pemberian
Pemberian
Isu PB Paling Perubahan Perubahan atau Perbaikan Arahan atau
No Perubahan Perubahan atau Arahan atau
Strategis Strategi Penyesuaian urutan atau rambu-rambu
KRP Besaran Lokasi Tujuan atau Penyesuaian rambu-rambu
Pencapaian Proses metode perubahan mitigasi
Target skala/lokasi untuk fungsi
Target adaptasi prioritas dampak dan
ekosistem
pelaksanaan risiko LH
Kota Tanjung
Pinang (-)

Berada di Laut
276.566,71 ha
8 Kawasan Luas Kawasan Berada di Darat - Aksesibilitas Pembangunan Tidak ada Penyesuaian Penggunaan Tidak ada Menyediakan Membatasi
Peruntukan 99.061,64 ha Kabupaten wilayah yang kawasan industri lokasi pada material alternatif lokasi pengembangan
Industri Bintan belum optimal yang ramah lahan yang pembangunan pengganti lahan kawasan di
12.498,41 ha - Degradasi lingkungan menempati daya yang ramah pertanian pesisir,
Kabupaten lingkungan Pesisir dukung pangan lingkungan pangan seluas melarang
Karimun dan Pulau-Pulau terlampaui 456,93 ha pada pengembangan
7.948,08 ha Kecil seluas jasa ekosistem industri yang
Kabupaten - Mitigasi dan 19.496,57 ha, penyedia memilki polutan
Kepulauan penanggulangan dan pada lokasi pangan tinggi. tinggi dan
Anambas bencana alam daya dukung air Penyediaan berbahaya yang
2.127,44 ha terlampaui RTH dan berada di laut,
Kabupaten seluas 116,69 kawasan penyediaan
Lingga 4.739,82 ha. resapan air fasilitas
ha seluas 771 ha buangan/limbah
Kabupaten pada jasa yang sesuai
Natuna 2.159,11 ekosistem dengan
ha penyedia air ketentuan
Kota Batam tinggi. perundangan
11.234,18 ha
Kota Tanjung
Pinang 1.088,87
ha

Berada di Laut
57.265,71 ha
9 Kawasan Luas Kawasan Berada di Darat - Aksesibilitas Pengembangan Melakukan Penyesuaian Penggunaan Pada proses Pembangunan Pelibatan
Pariwisata 93.317,25 ha Kabupaten wilayah yang kawasan pemgelompokan lokasi pada material pembangunan sumur resapan masyarakat
Bintan belum optimal pariwisata potensi 272,06 ha pembangunan memberikan atau recharge sekitar untuk
29.679,29 ha - Degradasi dengan konsep pariwisata yang kawasan yang yang ramah alternatif area serta pengembagan
Kabupaten lingkungan Pesisir ecotourism memiliki lokasi di terlampaui daya lingkungan lokasi untuk Meminimalkan kawasan,
Karimun 955,93 dan Pulau-Pulau laut dukung air dan pencadangan aktivitas pelarangan
ha Kecil seluas lahan pangan pemanfaatan air pembangunan
Kabupaten 20.305,35 ha tanah lokasi jasa
Kepulauan yang berada di berlebihan, lingkungan

III-7
Muatan KRP Revisi RTRW
Alternatif Penyempurnaan
Berdampak LH
Penundaan, Pemberian
Pemberian
Isu PB Paling Perubahan Perubahan atau Perbaikan Arahan atau
No Perubahan Perubahan atau Arahan atau
Strategis Strategi Penyesuaian urutan atau rambu-rambu
KRP Besaran Lokasi Tujuan atau Penyesuaian rambu-rambu
Pencapaian Proses metode perubahan mitigasi
Target skala/lokasi untuk fungsi
Target adaptasi prioritas dampak dan
ekosistem
pelaksanaan risiko LH
Anambas 4.31,4 - Mitigasi dan daya dukung ketentuan untuk perlindungan
ha penanggulangan pangan yang efisiensi pencegahan
Kabupaten bencana alam terlampauai. pemanfaatan bencana tinggi
Lingga 2.664,45 energi dan seluas 26.43 ha
ha sumberdaya dan sangat
Kabupaten tinggi seluas
Natuna 7.136,2 2.444,93 ha.
ha
Kota Batam
7.893,3 ha
Kota Tanjung
Pinang 253,36
ha

Berada di Laut
40.373,32 ha
10 Kawasan Luas Kawasan Berada di Darat - Aksesibilitas Tidak ada Tidak ada Penyesuaian Penggunaan Pada proses Meminimalisir Pembangunan
Permukiman 114.979,43 ha Kabupaten wilayah yang lokasi pada material pembangunan pengembangan infrastruktur
Bintan belum optimal kawasan yang pembangunan memberikan di kawasan pendukung
16.367,13 ha - Mitigasi dan menempati daya yang ramah alternatif pesisir, untuk
Kabupaten penanggulangan dukung pangan lingkungan lokasi untuk meminimalisisr mengantisipasi
Karimun bencana alam terlampaui pencadangan penggunaan air pada kawasan
19.196,45 ha - Degradasi sebesar lahan pangan tanah, yang berada di
Kabupaten lingkungan Pesisir 82.567,99 ha pada lahan pembangunan kerawanan
Kepulauan dan Pulau-Pulau dan pada daya sumur resapan banjir tinggi
Anambas Kecil dukung air dan
5.770,54 ha terlampaui pengembangan
Kabupaten sebesar RTH pada lokasi
Lingga 1.372,13 ha. yang menempati
12.337,11 ha jasa ekosistem
Kabupaten penyediaan air
Natuna tinggi seluas
21.932,78 ha 1.271,54 ha dan
Kota Batam jasa ekosistem
22.436,53 ha penyediaan air
Kota Tanjung sangat tinggi
Pinang seluas 84,32
10.935,39 ha hektar.

III-8
Muatan KRP Revisi RTRW
Alternatif Penyempurnaan
Berdampak LH
Penundaan, Pemberian
Pemberian
Isu PB Paling Perubahan Perubahan atau Perbaikan Arahan atau
No Perubahan Perubahan atau Arahan atau
Strategis Strategi Penyesuaian urutan atau rambu-rambu
KRP Besaran Lokasi Tujuan atau Penyesuaian rambu-rambu
Pencapaian Proses metode perubahan mitigasi
Target skala/lokasi untuk fungsi
Target adaptasi prioritas dampak dan
ekosistem
pelaksanaan risiko LH
11 Kawasan 147.323,52 Kabupaten - Aksesibilitas Pembangunan Tidak ada Penyesuaian Penggunaan Tidak ada Melarang Mengatur jalur
Strategis Hektare Bintan, wilayah yang kawasan lokasi kawasan material ramah konversi lahan pencarian ikan
Nasional dari Kabupaten belum optimal perdagangan dengan status lingkungan, mangrove, dan operasional
sudut Karimun, Kota - Degradasi dan pelabuhan daya dukung Restorasi area membatasi pelabuhan
kepentingan Batam dan Kota Lingkungan yang ramah pangan yang tutupan pengembangan
pertumbuhan Tanjungpinang Pesisir dan Pulau- lingkungan terlampaui lahan vegetasi kawasan di
ekonomi Pulau Kecil sebesar 74443 yang terkonversi pesisir,
(Kawasan - Mitigasi dan Hektare dan penyediaan RTH
Perdagangan Penanggulangan kawasan sumur resapan
Bebas dan Bencana Alam dengan status pembangunan
Pelabuhan daya dukung air sistem
Bebas) terlampaui drauinase yang
sebesar 2055 baik
Hektare
12 Kawasan 105.422,20 Kabupaten - Degradasi Pembangunan Tidak ada Tidak ada Penggunaan Tidak ada Membatasi Pada pulau yang
Strategis Hektare Bintan, Lingkungan kawasan material ramah aktivitas tidak
Nasional dari Kabupaten Pesisir dan Pulau- perbatasan yang lingkungan, pembangunan berpenghuni
sudut Karimun, Pulau Kecil ramah Restorasi area secara massive melarang
kepentingan Kabupaten - Aksesibilitas lingkungan yang tutupan pada pulau yag kegiatan selain
pertahanan Kepulauan wilayah yang lahan vegetasi berpenghuni untuk fungsi
dan keamanan Anambas, belum optimal yang terkonversi pertahanan dan
Kabupaten - Mitigasi dan keamanan
Natuna, Kota Penanggulangan
Batam Bencana Alam

III-9
BAB IV REKOMENDASI

Penentuan rekomendasi perbaikan didasarkan pada pilihan-pilihan alternatif


yang diusulkan. Hasil dari rekomendasi perbaikan ini perlu diintegrasikan
sehingga kedepannya menjadi pertimbangan bagi tim pelaksana perencana
sebagai perbaikan program perencanaan agar pembangunan dapat
berkelanjutan.
Materi teknis RTRW mengenai tujuan, kebijakan dan strategi, rencana dan
arahan program dilihat kembali untuk memberikan gambaran rekomendasi
yang akan diberikan pada KRP yang dikaji. Berikut disajikan pada Tabel 4.1
mengenai sistesis rekomendasi KRP.

IV-1
Tabel 4.1. Rekomendasi dan Integrasi kedalam KRP
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
1 Sistem Rencana Rencana Jaringan Jalan - Aksesibilitas - pengembangan - Ketentuan pelarangan - Pengembangan - Muatan integrasi
Jaringan Pesisir Lantamal – wilayah yang dan peningkatan pembangunan jalan infrastruktur hijau pada Matek
Transportasi Jalan Tanjung Kabupaten belum optimal sistem jaringan pesisir/kolektor primer - Pengelolaan sistem RTRW dan
Pesisir / Kolektor Natuna dengan panjang - Degradasi transportasi pada daerah vital aliran alami Rancangan
Primer 3,89 kilometer di pesisir Lingkungan Wilayah kepulauan yaitu ekosistem - Pengelolaan Peraturan: Pasal
timur Kabupaten Natuna; Pesisir dan Pulau- yang terpadu, mangrove dan sistem buangan hasil 6 huruf b, Pasal
Jalan Pesisir Selat Pulau Kecil berupa handal, aliran air alami yang pengerukan 12 ayat (7) dan
Lampa yang selanjutnya terganggunya berwawasan menimbulkan Pasal 69 ayat (2),
disebut KPU - FU - JL - ekosistem lingkungan dan perubahan lingkungan Pasal 69 ayat
21 dengan panjang 8,94 perairan adaptif terhadap atau mempertahankan (12), Pasal 81.
kilometer di pesisir - Mitigasi dan perubahan iklim ekosistem mangrove
selatan Kabupaten penanggulangan guna mendukung dan sistem aliran air
Natuna. bencana alam pergerakan orang alami.
berupa dan barang - Ketentuan melarang
mengeruk atau
menimbun ekosistem
lahan basah/rawa
- Ketentuan membatasi
kegiatan disekitar jalan
pesisir
2 Sistem Jaringan Jalan Tol Batu Ampar - - Aksesibilitas - pengembangan - Ketentuan pelarangan - Pembangunan zona - Muatan integrasi
Transportasi Jalan Muka Kuning - Bandar wilayah yang dan peningkatan alih fungsi lahan pada penyangga pada pada Matek
Tol Udara Hang Nadim belum optimal sistem jaringan kawasan hutan ruas jalan yang RTRW dan
dengan panjang 19,63 - Degradasi transportasi lindung, kawasan berbatasan dengan Rancangan
kilometer di Kota Batam; Lingkungan Wilayah kepulauan konservasi, ekosistem Hutan Lindung, Peraturan Pasal 6
Jalan Tol Simpang Kabil Pesisir dan Pulau- yang terpadu, hutan mangrove, Kawasan huruf b, Pasal 13
- Muka Kuning - Pulau Pulau Kecil berupa handal, badan air dan Hutan Konservasi, Badan ayat (1), Pasal 69
Galang Baru dengan erosi, sedimentasi berwawasan Produksi yang berada Air dan Hutan ayat (3), Pasal 69
panjang 79,14 kilometer dan pengubahan lingkungan dan sekitar rencana jalan Produksi. ayat (12), Pasal
di Kota Batam; Jaringan adaptif terhadap tol atau 81.

IV-1
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
jalan bebas hambatan aliran air akibat perubahan iklim mempertahankan - Pengembangan
yang berupa jembatan perubahan lahan. guna mendukung kawasan hutan infrastruktur hijau
meliputi Simpang Kabil - - Mitigasi dan pergerakan orang lindung, kawasan - Pengelolaan sistem
Pulau Tanjung Sauh - penanggulangan dan barang konservasi, ekosistem aliran alami
Pulau Buau - Pulau bencana alam hutan mangrove, - Pengelolaan
Bintan dengan panjang berupa banjir dan badan air dan Hutan buangan hasil
14,94 kilometer di Kota longsor. Produksi yang berada pengerukan
Batam dan Kabupaten sekitar rencana jalan
Bintan. tol .
- Ketentuan pelarangan
penimbunan pada
ekosistem mangrove
- Ketentuan membatasi
kegiatan disekitar jalan
tol
- Ketentuan melarang
mengalihkan aliran air
alami
- Ketentuan melarang
mengeruk atau
menimbun ekosistem
lahan basah/rawa
3 Sistem Jaringan Rencana Jaringan jalur - Aksesibilitas - pengembangan - Ketentuan pelarangan - Pembangunan zona - Muatan integrasi
Transportasi Jalur kereta api antarkota wilayah yang dan peningkatan alih fungsi lahan pada penyangga pada Matek
Kereta Api yang menghubungkan belum optimal sistem jaringan kawasan pertanian, sepanjang rencana RTRW dan
Tanjung Uban - Lagoi - - Degradasi transportasi kawasan hutan jalur kereta api Rancangan
Gunung Kijang - Kijang - Lingkungan Wilayah kepulauan produksi, kawasan berupa ruang Peraturan Pasal 6
Tanjung Pinang dengan Pesisir dan Pulau- yang terpadu, hutan lindung, terbuka hijau pada huruf b, Pasal
panjang 91,55 kilometer Pulau Kecil berupa handal, kawasan konservasi, lokasi yang ayat (2) huruf b, c,
di Kabupaten Bintan; erosi, sedimentasi berwawasan yang berada sekitar berbatasan dengan Pasal 69 ayat (7),
Jaringan jalur kereta api dan peningkatan lingkungan dan rencana jaringan jalur kegiatan terbangun. Pasal 69 ayat
perkotaan Batu Ampar - adaptif terhadap kereta api atau (12), Pasal 81.

IV-2
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
Bengkong - Lubuk Baja - run off akibat perubahan iklim kawasan pertanian, - Pengembangan
Batam Kota - Bandara perubahan lahan. guna mendukung kawasan hutan infrastruktur hijau
Hang Nadim dengan - Mitigasi dan pergerakan orang produksi, kawasan - Pengelolaan sistem
panjang 15,58 kilometer penanggulangan dan barang hutan lindung, aliran alami
di Kota Batam; Jaringan bencana alam kawasan konservasi, - Pengelolaan
jalur kereta api berupa banjir dan yang berada sekitar buangan hasil
perkotaan Batam Center longsor. rencana jaringan jalur pengerukan
- Batu Aji - Sagulung - kereta api
Tanjung Uncang dengan mempertahankan .
panjang 21,7 kilometer - Ketentuan membatasi
di Kota Batam; Jaringan kegiatan disekitar
jalur kereta api stasiun kereta api dan
perkotaan Batu Ampar - rencana jaringan jalur
Sekupang dengan kereta api.
panjang 7,17 kilometer - Ketentuan melarang
di Kota Batam; Jaringan mengalihkan aliran air
jalur kereta api alami
perkotaan Pelabuhan - Ketentuan melarang
Telaga Punggur - Batam mengeruk atau
Center dengan panjang menimbun ekosistem
11,56 kilometer di Kota lahan basah/rawa
Batam; Jaringan jalur
kereta api perkotaan
Sambau-Bandara Hang
Nadim dengan panjang
8,45 kilometer di Kota
Batam; Jaringan jalur
kereta api perkotaan
Pelabuhan Telaga
Punggur - Batu Besar -
Bandara Hang Nadim
dengan panjang 17,71

IV-3
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
kilometer di Kota Batam;
Jaringan jalur kereta api
perkotaan Batu Ampar -
Bengkong - Batam
Center - Bandara Hang
Nadim dengan panjang
12,28 kilometer di Kota
Batam.
4 Sistem Jaringan Pengumpan Regional - Aksesibilitas - pengembangan - Ketentuan larangan - Pembangunan baru - Muatan integrasi
Transportasi Laut PR Letung wilayah yang dan peningkatan membangun diawali dengan pada Matek
(Pelabuhan Utama belum optimal sistem jaringan pelabuhan pada studi kelayakan RTRW dan
dan Pelabuhan Pengumpan Lokal : - Degradasi transportasi daerah vital secara teknis, Rancangan
Pengumpan) – PL Daik Lingga, PL Lingkungan Wilayah kepulauan (ekosistem mangrove, ekonomis dan Peraturan Pasal 6
Rencana Pulau Mubur, PL Pesisir dan Pulau- yang terpadu, padang lamun, rumput lingkungan serta huruf b, Pasal 20
pembangunan Sembulang, PL Pulau Pulau Kecil yaitu handal, laut dan terumbu memperhatikan ayat (5) huruf b,
pelabuhan Panjang, PL Pelabuhan mengganggu dan berwawasan karang) faktor dinamika d, ayat (8) huruf
Pengumpan Desa Air Asuk, PL merusak lingkungan dan - Ketentuan oesonografi b, Pasal 69 ayat
Regional (PR), Penagi, PL Semiun, ekosistem pesisir, adaptif terhadap pembatasan aktivitas perairan yang akan (9) huruf b, Pasal
pengumpan lokal punahnya sumber perubahan iklim pengerukan dan menimbulkan 69 ayat (10),
(PL) dan Pangkalan Pangkalan Pendaratan plasma nutfah guna mendukung penimbunan untuk pengikisan dan Pasal 69 ayat
Pendaratan Ikan Ikan atau biota perairan pergerakan orang memperdalam alur pengendapan. (12), Pasal 81.
(PPI) PPI Kawal dan PPI yang bersifat dan barang pelayaran. - Pengembangan
Tambelan rentan. - Ketentuan pelarangan infrastruktur hijau
- Mitigasi dan penggunaan air tanah - Pembuatan gorong
penanggulangan - Ketentuan gorong khusus
bencana alam menyediakan sistem pada pembangunan
gelombang pengolahan limbah struktur yang
pasang dan banjir padat dan cair yang menghambat aliran
bandang berwawasan air.
lingkungan - Penyediaan sumber
air tawar dengan
membangun polder

IV-4
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
atau kolam retensi
untuk mendukung
kegiatan pelabuhan
- Penyediaan ruang
terbuka hijau
5 Sistem Jaringan Bandar Udara Khusus - Aksesibilitas - pengembangan - Ketentuan larangan - Pembangunan baru - Muatan integrasi
Transportasi Udara Rencana Bandara Udara wilayah yang dan peningkatan membangun bandara diawali dengan pada Matek
(Bandara Umum) – Pengumpan : belum optimal sistem jaringan pada lahan basah studi kelayakan RTRW dan
Rencana Rencana Bandara P - Degradasi transportasi (rawa, gambut, secara teknis, Rancangan
pembangunan Subi Besar, Bandara P Lingkungan Wilayah kepulauan mangrove) ekonomis dan Peraturan Pasal 6
bandara udara Kelarik dan Bandara P Pesisir dan Pulau- yang terpadu, - Ketentuan lingkungan huruf b, Pasal 21
Pulau Laut Bandara P Pulau Kecil handal, menyediakan sistem - Pengembangan ayat (3) huruf b,
Serasan. - Mitigasi dan berwawasan pengelolaan buangan infrastruktur hijau ayat (4) huruf b,
penanggulangan lingkungan dan sisa bahan bakar, - Pengelolaan sistem Pasal 69 ayat
Rencana pembangunan bencana alam adaptif terhadap limbah padat dan cair aliran alami (11), Pasal 69
bandar udara khusus banjir akibat perubahan iklim yang berwawasan - Penyediaan sumber ayat (12), Pasal
Pulau Senua. perubahan tutupan guna mendukung lingkungan air tawar dengan 81, Pasal 90.
lahan pergerakan orang - Ketentuan membatasi membangun polder
dan barang area terbangun sekitar atau kolam retensi
bandara. untuk mendukung
kegiatan bandara
- Penyediaan ruang
terbuka hijau
sebagai zona
penyangga
6 Kawasan Perikanan Perubahan luasan dari - Degradasi - - Ketentuan penyediaan - Pengelolaan - Muatan integrasi
478.468 ha pada pola lingkungan Pesisir zona penyangga sumber air alami pada Matek
ruang RTRW perda 1 dan Pulau-Pulau antara garis pantai dan non alami pada RTRW dan
Tahun 2017 menjadi Kecil berupa dengan kawasan kawasan perikanan Rancangan
6.605.074,64 ha (darat kerusakan tambak/budidaya budidaya Peraturan Pasal
dan laut). ekosistem berupa hutan - Pengelolaan 42, Pasal 47 ayat
mangrove, padang mangrove leaching dari

IV-5
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
Luas perikanan di lamun dan - Ketentuan kegiatan budidaya (1), Pasal 81,
wilayah darat 2042.75, terumbu karang pengendalian dan perikanan Pasal 85,
luas hasil penyesuaian - Mitigasi dan pengelolaan - Pembangunan
menjadi 1619.06 Ha. penanggulangan penggunaan pupuk irigasi khusus untuk
bencana alam dan obat pemberatas tambak
berupa abrasi hama pada kawasan - Pengelolaan tanah
akibat kegiatan perikanan budidaya pada daerah hulu
perikanan - Ketentuan larangan - Pengendalian erosi
budidaya menggunakan air
- Aksesibilitas tanah untuk
wilayah yang mendukung kegiatan
belum optimal budidaya perikanan
berupa akses - Ketentuan membatasi
masyarakat bentuk struktur
nelayan akan bangunan yang
sarana prasarana bersifat dapat
dan edukasi untuk mengubah pola alami
kegiatan dari pasang surut
penangkapan dan maupun masukan air
budidaya ramah sungai ke perairan
lingkungan belum estuaria.
optimal - Ketentuan larangan
membuang air
buangan (cooling
water) yang berasal
dari stasiun
pembangkit tenaga
listrik.
- Ketentuan larangan
penambangan karang
dan penggunaan
bahan beracun dan

IV-6
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
peledak dalam
menangkap ikan.
- Ketentuan larangan
alih fungsi kawasan
konservasi laut atau
mempertahankan
kawasan konservasi
laut.
- Pengendalian kegiatan
ekstraksi garam
melalui pengaturan
lokasi tambak garam
jauh dari sistem
drainase alam yang
ada disekitarnya, serta
terhindar dari
pengaruh banjir dan
luapan air.

7 Kawasan Perubahan luasan dari - Degradasi - - Ketentuan larangan - Penyusunan kajian/ - Muatan integrasi
Pertambangan dan 12.343 ha pada pola lingkungan Pesisir alih fungsi kawasan studi kelayakan pada Matek
Energi ruang RTRW perda 1 dan Pulau-Pulau hutan mangrove untuk secara teknis, RTRW dan
Tahun 2017 menjadi Kecil berupa kegiatan ekonomis dan Rancangan
277.280,74 ha (darat kekeruhan akibat pertambangan lingkungan Peraturan Pasal
dan laut). sedimentasi. - Ketentuan larangan - Penambangan 42, Pasal 48 ayat
- Mitigasi dan alih fungsi lahan dengan konsep (1), Pasal 81,
Luas pertambangan di penanggulangan dengan pepohonan ramah lingkungan Pasal 86, Pasal
darat 713.67 Ha, bencana alam tinggi - Program reklamasi 102.
Hasil penyesuaian berupa erosi, - Ketentuan wajib ex lahan tambang
menjadi 358.49 Ha longsor, melakukan kegiatan untuk
sedimentasi reklamasi pasca mengembalikan
perairan, tambang

IV-7
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
kekeringan atau - Ketentuan larangan humus yang sudah
berkurangnya kegiatan ada sebelumnya
cadangan air pertambangan pada - Penyediaan ruang
permukaan dan air daerah yang memiliki terbuka hijau
tanah akibat nilai ekologis sebagai zona
perubahan tutupan - Ketentuan penyangga
lahan. mengarahkan - Pengendalian dan
- Aksesibilitas penambangan Pengawasan
wilayah yang (pesisir) diluar daaeah kegiatan
belum optimal pecah ombak (surf transportasi minyak
berupa cakupan zone) yang aktif, dan gas bumi
pelayanan bersih kedalaman >10-15 m
rendah karena dan jauh dari wilayah
ketersediaan yang rentan bernilai
sumber air ekologis.
terganggu. - Ketentuan
pembatasan Pasal 70 ayat (2)
penggunaan aplikasi huruf d.
bahan kimia untuk
mengatasi
pencemaran minyak
pada kegiatan
transportasi hasil
minyak dan gas di
laut.
8 Kawasan Peruntukan Perubahan luasan dari - Aksesibilitas - pengembangan - Ketentuan larangan - Penyusunan kajian/ - Muatan integrasi
Industri 34.817 ha pada pola wilayah yang industri yang alih fungsi kawasan studi kelayakan pada Matek
ruang RTRW perda 1 belum optimal mandiri, tangguh, hutan mangrove, secara teknis, RTRW dan
Tahun 2017 menjadi berupa akses maju, ramah kawasan resapan air ekonomis dan Rancangan
99.061,64 ha (darat dan masyarakat lingkungan dan dan kawasan lingkungan Peraturan Pasal
laut). terhadap adaptif terhadap pertanian dengan JE - Pengembangan 49 ayat (1), Pasal
pengembangan perubahan iklim penyedia pangan infrastruktur hijau 81, Pasal 88

IV-8
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
luas industri di darat ekonomi, tinggi untuk kegiatan - Pengelolaan sistem
41795.91 Ha pengelolaan SDA industri atau aliran alami
luas hasil penyesuaian dan kesempatan mempertahankan - Pengelolaan hasil
menjadi 20.954,72 Ha kerja. kawasan hutan urug
- Degradasi mangrove, kawasan - Penyediaan sumber
lingkungan Pesisir resapan air dan air tawar dengan
dan Pulau-Pulau kawasan pertanian membangun polder
Kecil berupa dengan JE penyedia atau kolam retensi
berkurangnya pangan tinggi untuk mendukung
cadangan air - Ketentuan larangan kegiatan industri
permukaan dan air pengambilan air tanah dan pengendalian
tanah, sedimentasi - Ketentuan larangan banjir.
dan kekeruhan membuang ke laut air - Penyediaan ruang
pada ekosistem buangan (cooling terbuka hijau
perairan water) yang berasal sebagai zona
- Mitigasi dan dari stasiun penyangga
penanggulangan pembangkit tenaga - Sistem pengelolaan
bencana alam listrik. limbah industri
berupa banjir, - Ketentuan larangan terpisah dari limbah
kekeringan akibat industri yang memiliki domestik
perubahan tutupan polutan tinggi dan
lahan. berbahaya di laut
- Ketentuan
pembatasan lokasi
industri di pesisir
- Ketentuan
menyediakan sistem
pengelolaan limbah
B3, limbah padat,
limbah cair yang
ramah lingkungan.

IV-9
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
9 Kawasan Pariwisata Perubahan luasan dari - Aksesibilitas - Pengembangan - Ketentuan larangan - Program - Muatan integrasi
39.967 ha pada pola wilayah yang pariwisata alih fungsi lahan clusterisasi dan pada Matek
ruang RTRW perda 1 belum optimal ecotourism yang mangrove, padang tematik RTRW dan
Tahun 2017 menjadi berupa cakupan berkelanjutan lamun dan terumbu pengembangan Rancangan
93.317,25 ha (darat dan pelayanan air berbasis budaya karang wisata di laut Peraturan Pasal
laut). bersih, sanitasi - Ketentuan larangan berdasarkan 50 ayat (1), Pasal
dan persampahan penggunaan air tanah potensi unggulan 81, Pasal 88
Luas pariwisata di darat untuk mendukung - Ketentuan wisata
49.013,93 Ha pariwisata. pembatasan - Pengembangan
Luas hasil penyesuaian - Degradasi pengembangan wisata bangunan hijau dan
menjadi 25.965,16 Ha lingkungan Pesisir pada kawasan hutan infrastruktur hijau
dan Pulau-Pulau lindung - Pengelolaan sistem
Kecil - Ketentuan aliran alami
- Mitigasi dan pembatasan - Penyediaan sumber
penanggulangan pengembangan wisata air tawar melalui
bencana alam di pesisir dan laut. panen air hujan
- Ketentuan dengan
pembatasan kegiatan membangun polder
pengerukan, atau kolam retensi
penimbunan, untuk mendukung
pembuatan kanal kegiatan pariwisata
(saluran) yang mati dan pengendalian
yang membatasi daya banjir.
pencucian air. - Pengaturan sistem
- Ketentuan aliran air sekitar
menyediakan sistem marina agar
pengelolaan limbah sirkulasi air
padat dan limbah cair maksimal dan
yang ramah saluran mati dapat
lingkungan. dihindari
- Penyediaan ruang
terbuka hijau

IV-10
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
sebagai zona
penyangga
- Menggunakan
Aplikasi Lahan
untuk Pengolahan
limbah yang dapat
dipadukan dengan
taman air.
10 Kawasan Perubahan luasan dari - Aksesibilitas - - Ketentuan larangan - Pengembangan - Muatan integrasi
Permukiman 85.605 ha pada pola wilayah yang alih fungsi ekosistem infrastruktur hijau pada Matek
ruang RTRW perda 1 belum optimal mangrove, rawa, - Pengelolaan sistem RTRW dan
Tahun 2017 menjadi berupa sarana sungai, aliran air aliran alami Rancangan
114.979,43 ha (darat prasarana alami, kawasan - Penerapan konsep Peraturan Pasal
dan laut) transportasi, air resapan air, kawasan ecodrain, sumur 51, Pasal 81,
bersih aman, perlindungan resapan Pasal 89
Luas permukiman di sanitasi layak, setempat, lahan - Pengembangan
darat 49.013,93 Ha pengelolaan dengan pepohonan konsep urban
Luas hasil penyesuaian persampahan lebat dan tinggi farming
menjadi 25.965,16 Ha - Mitigasi dan - Ketentuan larangan - Penyediaan sumber
penanggulangan pembangunan baru di air tawar melalui
bencana alam laut panen air hujan
- Degradasi - Ketentuan larangan dengan
Lingkungan pembangunan baru di membangun polder
Pesisir dan Pulau- daerah rawan atau kolam retensi
Pulau Kecil akibat bencana untuk mendukung
perubahan tutupan - Ketentuan kegiatan pariwisata
lahan pembatasan dan pengendalian
permukiman di pesisir banjir.
dan laut - Penyediaan ruang
- Ketentuan terbuka hijau baik
pembatasan kegiatan untuk memenuhi
reklamasi untuk kebutuhan RTH

IV-11
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
pengembangan perkotaan dan
kawasan permukiman sebagai buffer zona
- Ketentuan dengan kegiatan
pembatasan pertambangan,
penggunaan kawasan industri sebagai
hutan fungsi pengaman
- Ketentuan kegiatan
pembatasan permukiman dan
penggunaan air tanah buffer zone dengan
- Ketentuan penyediaan kawasan kawasan
sarana prasarana lindung agar
permukiman dan menjaga fungsi
sistem pengelolaan kawasan lindung
yang ramah tersebut.
lingkungan.
11 Kawasan Strategis 147.323,52 ha - Aksesibilitas - pengembangan - Ketentuan larangan - Pengembangan - Muatan integrasi
Nasional dari sudut wilayah yang Kawasan alih fungsi ekosistem keunggulan pada Matek
kepentingan belum optimal Perdagangan mangrove, rawa, komparatif kawasan RTRW dan
pertumbuhan berupa akses Bebas dan sungai, aliran air yang berwawasan Rancangan
ekonomi berupa pada kesempatan Pelabuhan Bebas alami, kawasan lingkungan Peraturan Pasal
Kawasan Batam, kerja dan Batam, Bintan, dan resapan air, kawasan - Program integrasi 55 ayat (2), Pasal
Bintan, dan Karimun pengembangan Karimun dan perlindungan pengembangan 81.
usaha Kawasan Ekonomi setempat, lahan antar kawasan - Tidak ada
- Degradasi Khusus sesuai dengan pepohonan BBKT ketentuan IAZ
Lingkungan dengan fungsi dan lebat dan tinggi - Optimalisasi untuk Kawasan
Pesisir dan Pulau- potensi kawasan - Ketentuan larangan pelabuhan dan Strategis Nasional
Pulau Kecil - Pengembangan pengambilan air tanah daerah hinterland (KSN) dari sudut
- Mitigasi dan kawasan yang - Ketentuan larangan - Pengaturan lalu kepentingan
penanggulangan berdaya saing membuang ke laut air lintas pelayaran dan pertumbuhan
bencana alam sesuai daya buangan (cooling kegiatan nelayan ekonomi berupa
dukung lingkungan water) yang berasal - Pengembangan Kawasan Batam,
dari stasiun infrastruktur hijau

IV-12
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
pembangkit tenaga - Pengelolaan sistem Bintan, dan
listrik. aliran alami Karimun
- Ketentuan larangan - Penyediaan sumber
industri yang memiliki air tawar melalui
polutan tinggi dan panen air hujan
berbahaya di laut dengan
- Ketentuan membangun polder
pembatasan lokasi atau kolam retensi
industri di pesisir untuk mendukung
- Ketentuan kegiatan kawasan
menyediakan sistem dan pengendalian
pengelolaan limbah banjir.
B3, limbah padat, - Penyediaan ruang
limbah cair yang terbuka hijau
ramah lingkungan.
- Ketentuan
pembatasan aktivitas
pengerukan dan
penimbunan untuk
memperdalam alur
pelayaran.
12 Kawasan Strategis 105.422,20 ha - Aksesibilitas - peningkatan fungsi - Ketentuan larangan - Pengembangan - Muatan integrasi
Nasional dari sudut wilayah yang kawasan untuk alih fungsi ekosistem infrastruktur hijau pada Matek
kepentingan belum optimal pertahanan dan mangrove, rawa, - Pengelolaan sistem RTRW dan
pertahanan dan - Degradasi keamanan negara, sungai, aliran air aliran alami Rancangan
keamanan berupa Lingkungan kesejahteraan alami, kawasan - Penyediaan sumber Peraturan Pasal
Kawasan Perbatasan Pesisir dan Pulau- masyarakat dan resapan air, kawasan air tawar melalui 55 ayat (4), Pasal
Negara di Provinsi Pulau Kecil ekologi. (P2KT perlindungan panen air hujan 81.
Riau dan Provinsi - Mitigasi dan tidak hanya setempat, lahan dengan - Tidak ada
Kepulauan Riau. Penanggulangan berfungsi sebagai dengan pepohonan membangun polder ketentuan IAZ
Bencana Alam hankam tetapi juga lebat dan tinggi atau kolam retensi untuk Kawasan
dapat untuk mendukung Strategis Nasional

IV-13
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
meningkatkan - Ketentuan larangan kegiatan kawasan (KSN) dari sudut
kesejateraan rakyat pengambilan air tanah dan pengendalian kepentingan
sekitar dan - Ketentuan banjir. pertahanan dan
menjaga ekologi pembatasan hunian - Penyediaan ruang keamanan berupa
sekitar pulau, pada pulau tidak terbuka hijau Kawasan
Hankam tidak berpenghuni hanya - Pelibatan Perbatasan
hanya untuk mendukung masyarakat sekitar Negara di
mengandalkan kegiatan perkebunan, pulau tidak Provinsi Riau dan
penempatan perikanan. berpenghuni untuk Provinsi
satuan organik TNI, - Ketentuan menjaga ekologi Kepulauan Riau.
tetapi kehadiran pembatasan dan hankam PPKT.
masyarakat baik pembangunan secara
yang bermukim masif pada pulau
atau berpenghuni
memanfaatkan - Ketentuan penyediaan
sumberdaya alam sarana prasarana
di P2KT dan permukiman dan
sekitarnya dapat sistem pengelolaan
membantu satuan yang ramah
organik TNI lingkungan.
menjaga hankam
Negara Indonesia
di perbatasan
wilayah laut)
-

IV-14

Anda mungkin juga menyukai