iii
memperhatikan isu lintas sektor, lintas wilayah, lintas pemangku kepentingan
dan lintas waktu sehingga diperoleh 55 isu PB. Isu-isu ini dilakukan
pemusatan dan dihasilkan 8 isu PB yang menggambarkan kondisi
permasalahan pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau yaitu: (1)
Kesejahteraan masyarakat yang belum optimal; (2) Pelestarian nilai budaya
dan lokal yang menurun; (3) Aksesibilitas wilayah yang belum optimal; (4)
Sarana prasarana umum yang belum optimal; (5) Daya saing wilayah yang
belum optimal; (6) Mitigasi dan penanggulangan bencana alam; (7) Degradasi
lingkungan; dan (8) Kelembagaan dan pelayanan publik. Hasil pemusatan isu
PB kemudian dianalisis dengan 7 (tujuh) kriteria tingkat pentingnya potensi
dampak yang relevan dan dikaitkan dengan 10 (sepuluh) aspek isu
pembangunan berkelanjutan untuk menentukan isu-isu paling stategis sesuai
dengan Pasal 9 PP 46 Tahun 2016. Proses ini dilakukan dengan
menggunakan matrik interaksi dan analisis antara sintesa isu-isu PB,
sehingga diidentifikasi 5 isu pembangunan berkelanjutan paling strategis
yaitu: (1) Kesejahteraan masyarakat yang belum optimal; (2) Aksesibilitas
wilayah yang belum optimal; (3) Sarana prasarana umum yang belum optimal;
(4) Mitigasi dan penanggulangan bencana alam; dan (5) Degradasi
lingkungan. Berdasarkan telaah lebih lanjut dengan mempertimbangkan
data/informasi karakteristik wilayah dan hasil konsultasi dengan pemangku
kepentingan untuk pengayaan serta penajaman isu pembangunan
berkelanjutan, maka disimpulkan bahwa isu degradasi lingkungan menjadi isu
degradasi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil. Kemudian berdasarkan
telaah sebab-akibat, disimpulkan bahwa penyediaan sarana prasarana umum
terbatas dan kesejahteraan masyarakat yang masih rendah karena
aksesibilitas wilayah yang belum oprtimal. Sehingga tiga isu tersebut
digabung menjadi isu aksesibilitas wilayah yang belum optimal. Dengan
demikian, dari 5 isu paling strategis menjadi 3 isu paling strategis yang akan
menjadi fokus kajian yaitu (1) Degradasi lingkungan pesisir dan pulau-pulau
kecil; (2) Mitigasi dan penanggulangan bencana alam; dan (3) Aksesibilitas
wilayah yang belum optimal.
Materi Muatan KRP Berpengaruh. Materi muatan KRP RTRW Provinsi
Kepulauan Riau untuk kebijakan diidentifikasi berdasarkan versi tanggal 11
November 2022. Sementara untuk rencana yang meliputi rencana struktur
ruang, pola ruang dan kawasan strategis serta indikasi program yang masih
dalam proses pembahasan digunakan data yang diterima versi tanggal 27
September 2022. Dari hasil telaah, materi muatan KRP yang berpotensi
berpengaruh terhadap isu paling strategis yaitu:
1. Sistem Rencana Jaringan Transportasi Jalan Pesisir / Kolektor Primer
Jalan Pesisir Lantamal – Tanjung Kabupaten Natuna dengan panjang
3,89 kilometer di pesisir timur Kabupaten Natuna; Jalan Pesisir Selat
iv
Lampa yang selanjutnya disebut KPU - FU - JL - 21 dengan panjang 8,94
kilometer di pesisir selatan Kabupaten Natuna.
2. Sistem Jaringan Transportasi
Jalan Tol Batu Ampar - Muka Kuning - Bandar Udara Hang Nadim dengan
panjang 19,63 kilometer di Kota Batam; Jalan Tol Simpang Kabil - Muka
Kuning - Pulau Galang Baru dengan panjang 79,14 kilometer di Kota
Batam; Jaringan jalan bebas hambatan yang berupa jembatan meliputi
Simpang Kabil - Pulau Tanjung Sauh - Pulau Buau - Pulau Bintan dengan
panjang 14,94 kilometer di Kota Batam dan Kabupaten Bintan.
3. Sistem Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api
Rencana Jaringan jalur kereta api antarkota yang menghubungkan
Tanjung Uban - Lagoi - Gunung Kijang - Kijang - Tanjung Pinang dengan
panjang 91,55 kilometer di Kabupaten Bintan; Jaringan jalur kereta api
perkotaan Batu Ampar - Bengkong - Lubuk Baja - Batam Kota - Bandara
Hang Nadim dengan panjang 15,58 kilometer di Kota Batam; Jaringan
jalur kereta api perkotaan Batam Center - Batu Aji - Sagulung - Tanjung
Uncang dengan panjang 21,7 kilometer di Kota Batam; Jaringan jalur
kereta api perkotaan Batu Ampar - Sekupang dengan panjang 7,17
kilometer di Kota Batam; Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan
Telaga Punggur - Batam Center dengan panjang 11,56 kilometer di Kota
Batam; Jaringan jalur kereta api perkotaan Sambau-Bandara Hang Nadim
dengan panjang 8,45 kilometer di Kota Batam; Jaringan jalur kereta api
perkotaan Pelabuhan Telaga Punggur - Batu Besar - Bandara Hang
Nadim dengan panjang 17,71 kilometer di Kota Batam; Jaringan jalur
kereta api perkotaan Batu Ampar - Bengkong - Batam Center - Bandara
Hang Nadim dengan panjang 12,28 kilometer di Kota Batam.
4. Sistem Jaringan Transportasi Laut
Rencana Lokasi Pelabuhan Pengumpan Regional Pelabuhan Letung,
Rencana Lokasi Pelabuhan Pengumpan Lokal (PL) Pelabuhan Daik
Lingga, Pelabuhan Penagi, Pelabuhan Pulau Panjang, Pelabuhan
Semiun, Pelabuhan Sembulang, Pelabuhan Mubur, Pelabuhan Desa Air
Asuk, rencana Pangkalan Pendaratan Ikan meliputi PPI Kawal, PPI
Tambelan.
5. Sistem Jaringan Transportasi Udara
Bandar Udara P Subi Besar, Bandar Udara P Kelarik, Bandar Udara P
Pulau Laut, Bandar Udara P Serasan dan Bandar Udara Khusus Pulau
Senua.
6. Kawasan Perikanan
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 6.605.074,64 ha.
7. Kawasan Pertambangan dan Energi
v
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 277280.74 ha.
8. Kawasan Peruntukan Industri
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 99.061,64 ha.
9. Kawasan Pariwisata
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 93.317,25 ha.
10. Kawasan Permukiman
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 114.979,43 ha.
11. Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi berupa Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun.
12. Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan
keamanan berupa Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau dan
Provinsi Kepulauan Riau.
Pengaruh KRP. Analisis pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan hidup
dilakukan dengan mengkaji keterkaitannya terhadap 3 (tiga) isu
pembangunan berkelanjutan paling strategis yang telah ditetapkan, dan
ditinjau dari 6 (enam) muatan KLHS sebagaimana diatur dalam Pasal 13 PP
46 tahun 2016 diantaranya: a) kapasitas daya dukung dan daya tampung
Lingkungan Hidup; b) perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan
hidup; c) kinerja layanan atau jasa ekosistem; d) efisiensi pemanfaatan
sumber daya alam; e) tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap
perubahan iklim; dan f) tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman
hayati.
Perumusan Alternatif/Mitigasi Penyempurnaan KRP dan Penyusunan
Rekomendasi KLHS. Dari hasil pengkajian pengaruh KRP terhadap kondisi
lingkungan hidup kemudian dilakukan perumusan alternatif/mitigasi
penyempurnaan KRP. Berdasarkan berbagai alternatif/mitigasi
penyempurnaan KRP tersebut kemudian disusun rekomendasi perbaikan
untuk pengambilan keputusan KRP yang mengintegrasikan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
vi
DAFTAR ISI
vii
2.3. ANALISIS PENGARUH KRP TERHADAP KONDISI
LINGKUNGAN (ISU PB STRATEGIS)......................... II-158
2.3.1. Kapasitas Daya Dukung dan Daya Tampung
Lingkungan Hidup ............................................. II-159
2.3.2. Perkiraan Mengenai Dampak dan Risiko
Lingkungan Hidup ............................................. II-177
2.3.3. Kinerja Layanan atau Jasa Ekosistem .............. II-225
2.3.4. Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya Alam....... II-261
2.3.5. Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi
Terhadap Perubahan Iklim ................................ II-280
2.3.6. Tingkat Ketahanan dan Potensi
Keanekaragaman Hayati ................................... II-308
BAB III RUMUSAN ALTERNATIF DAN PENYEMPURNAAN
KRP ........................................................................................ III-1
BAB IV REKOMENDASI ..................................................................... IV-1
viii
DAFTAR TABEL
ix
Tabel 2.25. Produk Domestik Regional Bruto Kepulauan Riau
Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut
Lapangan Usaha, Tahun 2017-2021 (Miliar
Rupiah) .......................................................................... II-50
Tabel 2.26. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional
Bruto Provinsi Kepulauan Riau Atas Dasar Harga
Berlaku Menurut Lapangan Usaha (persen),
Tahun 2017-2021 .......................................................... II-52
Tabel 2.27. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional
Bruto Provinsi Kepulauan Riau Atas Dasar Harga
Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha
(Persen), Tahun 2017-2021 ........................................... II-53
Tabel 2.28. LQ Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau
Menurut 17 Sektor Lapangan Usaha Tahun 2021
(Tanpa Migas)................................................................ II-57
Tabel 2.29. Dampak Real Pertumbuhan Provinsi Menurut
Kabupaten/ Kota di Provinsi Kepulauan Riau
Tahun 2021 (Juta Rupiah) ............................................. II-58
Tabel 2.30. Pertumbuhan Sektoral (PS) dan Daya Saing (DS)
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan
Riau Tahun 2021 ........................................................... II-59
Tabel 2.31. Realisasi Investasi PMA (Januari s/d Oktober
2019) ............................................................................. II-61
Tabel 2.32. Realisasi Investasi PMDN (Januari s/d Oktober
2019) ............................................................................. II-62
Tabel 2.33. Realisasi Investasi PMA, Tahun 2020 ........................... II-62
Tabel 2.34. Realisasi Investasi PMDN, Tahun 2020 ........................ II-62
Tabel 2.35. Garis Kemiskinan Mnurut Daerah Perkotaan dan
Perdesaan di Provinsi Kepulauan Riau, Maret-
September 2021 ............................................................ II-64
Tabel 2.36. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di
Provinsi Kepulauan Riau, Maret 2017-September
2021............................................................................... II-64
Tabel 2.37. Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan
menurut Daerah Perkotaan dan Perdesaan di
Provinsi Kepulauan Riau, Maret-September 2021 ......... II-66
Tabel 2.38. Luas Sebaran Produksi Padi di Provinsi
Kepulauan Riau ............................................................. II-67
Tabel 2.39. Neraca Kebutuhan Pangan Penduduk Provinsi
Kepulauan Riau berdasarkan Data Penduduk
Tahun 2020 ................................................................... II-68
x
Tabel 2.40. Luas Areal Tegalan dan Ladang serta Besaran
Produksi Jagung ............................................................ II-68
Tabel 2.41. Jenis, Luas dan Produksi Tanaman Hortikultura di
Provinsi Kepulauan Riau ............................................... II-69
Tabel 2.42. Jenis dan Produksi Tanaman Buah di Provinsi
Kepri .............................................................................. II-70
Tabel 2.43. Luas Tanaman Perkebunan di Provinsi
Kepulauan Riau ............................................................. II-70
Tabel 2.44. Produksi Tanaman Perkebunan di Provinsi Kepri.......... II-71
Tabel 2.45. Jumlah Ternak di Provinsi Kepulauan Riau tahun
2021............................................................................... II-72
Tabel 2.46. Sebaran Potensi Pariwisata di Provinsi
Kepulauan Riau ............................................................. II-78
Tabel 2.47. Daerah Penangkapan Ikan Pelagis di Provinsi
Kepulauan Riau ............................................................. II-85
Tabel 2.48. Daerah Potensial Ikan Demersal di Provinsi
Kepulauan Riau ............................................................. II-86
Tabel 2.49. Jumlah Penduduk Provinsi Kepulauan Riau
menurut Kabupaten/Kota Tahun 2015-2020 .................. II-86
Tabel 2.50. Kepadatan Penduduk Provinsi Kepulauan Riau ............ II-87
Tabel 2.51. Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Kepulauan
Riau ............................................................................... II-87
Tabel 2.52. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang
Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut
Kabupaten/Kota dan Lapangan Pekerjaan Utama
Tahun 2021 ................................................................... II-88
Tabel 2.53. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang
Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut
Status Pekerjaan Utama dan Lapangan
Pekerjaan Utama di Provinsi Kepulauan Riau
Tahun 2021 ................................................................... II-89
Tabel 2.54. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang
Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut
Status Pekerjaan Utama dan Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan di Provinsi Kepulauan Riau
Tahun 2021 ................................................................... II-89
Tabel 2.55. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Termasuk
Angkatan Kerja di Provinsi Kepulauan Riau .................. II-90
Tabel 2.56.. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Termasuk
Angkatan Kerja di Provinsi Kepulauan Riau
berdasarkan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan......... II-90
xi
Tabel 2.57. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Termasuk
Angkatan Kerja di Provinsi Kepulauan Riau
berdasarkan Kabupaten/Kota ........................................ II-91
Tabel 2.58. Indeks Pembangunan Manusia Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau,
2016-2021 ..................................................................... II-92
Tabel 2.59. Identifikasi Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan
di Provinsi Kepulauan Riau ............................................ II-94
Tabel 2.60. Hasil Pemusatan Isu Pembangunan
Berkelanjutan ................................................................. II-97
Tabel 2.61. Matrik Interaksi dan Analisis Antara Sintesa Isu
PB ................................................................................ II-101
Tabel 2.62. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi
Kepulauan Riau ........................................................... II-110
Tabel 2.63. Lahan Kritis Tahun 2020 Wilayah Kerja
BPDASHL Sei Jang Duriangkang Provinsi
Kepulauan Riau ........................................................... II-114
Tabel 2.64. Luas Lahan Kritis yang Terehabilitasi di Provinsi
Kepulauan Riau Tahun 2016-2020 .............................. II-114
Tabel 2.65. Identifikasi Perubahan Peruntukan Kawasan
Hutan DPCLS di Provinsi Kepulauan Riau
Berdasarkan Tipologi Fungsi Kawasan ....................... II-115
Tabel 2.66. Identifikasi Perubahan Peruntukan Kawasan
Hutan DPCLS Pada Kabupaten/Kota di Provinsi
Kepulauan Riau ........................................................... II-115
Tabel 2.67. Jumlah Volume Sampah dan Produksi Sampah
Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2020 ................ II-118
Tabel 2.68. Potensi Bahaya Banjir dan Penduduk Terpapar di
Provinsi Kepulauan Riau ............................................. II-122
Tabel 2.69. Potensi Bahaya Banjir Bandang dan Penduduk
Terpapar di Provinsi Kepulauan Riau .......................... II-125
Tabel 2.70. Potensi Bahaya Gelombang Ekstrim dan Abrasi
serta Penduduk Terpapar di Provinsi Kepulauan
Riau ............................................................................. II-126
Tabel 2.71. Potensi Bahaya Cuaca Ekstrim dan Penduduk
Terpapar di Provinsi Kepulauan Riau .......................... II-126
Tabel 2.72. Potensi Bahaya Tanah Longsor dan Penduduk
Terpapar di Provinsi Kepulauan Riau .......................... II-128
Tabel 2.73. Potensi Bahaya Kekeringan dan Penduduk
Terpapar di Provinsi Kepulauan Riau .......................... II-128
Tabel 2.74. Potensi Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan di
Provinsi Kepulauan Riau ............................................. II-129
xii
Tabel 2.75. Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah
Provinsi Kepulauan Riau ............................................. II-138
Tabel 2.76. Uraian KRP yang Berpotensi Menimbulkan
Pengaruh Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup .......... II-148
Tabel 2.77. Indikator Lingkungan KLHS Revisi Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kepulauan Riau
..................................................................................... II-158
Tabel 2.78. Analisis KRP Berdampak Terhadap Daya Dukung
dan Daya Tampung Lingkungan Hidup ....................... II-172
Tabel 2.79. Analisis KRP Berdampak Terhadap Potensi
Ancaman Bencana ...................................................... II-208
Tabel 2.80. Analisis KRP Berdampak Terhadap Kinerja
Layanan atau Jasa Ekosistem ..................................... II-244
Tabel 2.81. Analisis KRP Berdampak Terhadap Pemanfaatan
Sumberdaya Alam ....................................................... II-274
Tabel 2.82. Analisis KRP Berdampak Terhadap Tingkat
Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi Terhadap
Perubahan Iklim ........................................................... II-293
Tabel 2.83. Analisis KRP Berdampak Terhadap Tingkat
Ketahanan dan Potensi Kenaekaragaman Hayati ....... II-315
Tabel 2.84. Analisis Pengaruh KRP Terhadap Isu
Pembangunan Berkelanjutan Paling Strategis ............ II-319
Tabel 3.1. Rumusan Alternatif dan Penyempurnaan KRP ............... III-2
Tabel 4.1. Rekomendasi dan Integrasi kedalam KRP ..................... IV-1
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
Gambar 2.23. Perkembangan Garis Kemiskinan di Provinsi
Kepulauan Riau, Maret 2017-September 2021
(Rp) ........................................................................... II-63
Gambar 2.24. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan
(P1) di Kepulauan Riau, Maret 2017-September
2021 .......................................................................... II-65
Gambar 2.25. Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan
(P2) di Provinsi Kepulauan Riau, Maret 2017-
September 2021 ........................................................ II-66
Gambar 2.26. Peta Wilayah Pertambangan Provinsi Kepulauan
Riau ........................................................................... II-73
Gambar 2.27. Peta Lokasi Izin Usaha Pertambangan di Provinsi
Kepri .......................................................................... II-76
Gambar 2.28. Peta Wilayah Kerja Migas Provinsi Kepulauan
Riau ........................................................................... II-77
Gambar 2.29. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi
di Pulau Sumatera Tahun 2021 ................................. II-92
Gambar 2.30. Indeks Pembangunan Manusia Menurut
Kabupaten Kota di Provinsi Kepulauan Riau, 2021
.................................................................................. II-92
Gambar 2.31. Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan
Hutan Provinsi Kepulauan Riau............................... II-117
Gambar 2.32. Timbulan Sampah di Permukiman Pesisir
Kepulauan Riau ....................................................... II-118
Gambar 2.33. Pencemaran Limbah Sludge Oil di Pesisir
Provinsi Kepulauan Riau ......................................... II-119
Gambar 2.34. Peta Tutupan Lahan Provinsi Kepulauan Tahun
2011 ........................................................................ II-120
Gambar 2.35. Peta Tutupan Lahan Provinsi Kepulauan Tahun
2020 ........................................................................ II-121
Gambar 2.36. Banjir di Pemukiman rumah warga, Kecamatan
Singkep, Kabupaten Lingga .................................... II-123
Gambar 2.37. Peta Bahaya Banjir di Provinsi Kepulauan Riau ...... II-124
Gambar 2.38. Akses Jalan di Kabupaten Lingga Terendam
Banjir ....................................................................... II-125
Gambar 2.39. Peta Bahaya Cuaca Ekstrim di Provinsi
Kepulauan Riau ....................................................... II-127
Gambar 2.40. Peta Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan di
Provinsi Kepulauan Riau ......................................... II-130
Gambar 2.41. Trayek Kapal Perintis R-6 km Sabuk Nusantara
83 Pangkalan Tanjungpinang Tahun 2020 .............. II-131
xv
Gambar 2.42. Trayek Kapal Perintis R-6 km Sabuk Nusantara
48 Pangkalan Tanjungpinang Tahun 2020 .............. II-132
Gambar 2.43. Trayek Kapal Perintis R-6 km Sabuk Nusantara
80 Pangkalan Kijang Tahun 2020 ........................... II-132
Gambar 2.44. Rute Penerbangan Perintis di Kepulauan Riau ....... II-133
Gambar 2.45. Rencana Struktur Ruang Provinsi Kepulauan
Riau Tahun 2022-2040 ............................................ II-143
Gambar 2.46. Rencana Pola Ruang Provinsi Kepulauan Riau
Tahun 2022-2040 .................................................... II-144
Gambar 2.47. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Rencana Jaringan Transportasi Jalan Pesisir
Terhadap D3TLH Air ............................................... II-159
Gambar 2.48. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Rencana Jaringan Transportasi Jalan Pesisir
Terhadap D3TLH Pangan ....................................... II-160
Gambar 2.49. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap D3TLH
Air ............................................................................ II-160
Gambar 2.50. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap D3TLH
Pangan .................................................................... II-161
Gambar 2.51. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
D3TLH Air................................................................ II-161
Gambar 2.52. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
D3TLH Pangan........................................................ II-162
Gambar 2.53. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap D3TLH Air .... II-162
Gambar 2.54. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap D3TLH
Pangan .................................................................... II-163
Gambar 2.55. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap D3TLH Air
................................................................................ II-163
Gambar 2.56. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap D3TLH
Pangan .................................................................... II-164
Gambar 2.57. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap D3TLH Air .............................. II-164
Gambar 2.58. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap D3TLH Pangan ...................... II-165
xvi
Gambar 2.59. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap D3TLH Air ..... II-165
Gambar 2.60. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap D3TLH
Pangan .................................................................... II-166
Gambar 2.61. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap D3TLH Air ............... II-166
Gambar 2.62. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap D3TLH Pangan ....... II-167
Gambar 2.63. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap D3TLH Air .............................. II-167
Gambar 2.64. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap D3TLH Pangan ...................... II-168
Gambar 2.65. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap D3TLH Air .......................... II-168
Gambar 2.66. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap D3TLH Pangan .................. II-169
Gambar 2.67. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi Terhadap D3TLH Air ................................. II-169
Gambar 2.68. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi Terhadap D3TLH Pangan ......................... II-170
Gambar 2.69. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Kemananan Terhadap
D3TLH Air................................................................ II-170
Gambar 2.70. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Kemananan Terhadap
D3TLH Pangan........................................................ II-171
Gambar 2.71. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap Kawasan
Rawan Gempa Bumi ............................................... II-177
Gambar 2.72. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap
Kawasan Rawan Gempa Bumi................................ II-178
Gambar 2.73. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
Kawasan Rawan Gempa Bumi................................ II-178
Gambar 2.74. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap Kawasan
Rawan Gempa Bumi ............................................... II-179
xvii
Gambar 2.75. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap Kawasan
Rawan Gempa Bumi ............................................... II-179
Gambar 2.76. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap Kawasan Rawan Gempa
Bumi ........................................................................ II-180
Gambar 2.77. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap Kawasan
Rawan Gempa Bumi ............................................... II-180
Gambar 2.78. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap Kawasan Rawan
Gempa Bumi ........................................................... II-181
Gambar 2.79. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap Kawasan Rawan Gempa
Bumi ........................................................................ II-181
Gambar 2.80. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap Kawasan Rawan Gempa
Bumi ........................................................................ II-182
Gambar 2.81. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Kawasan Rawan Gempa Bumi................................ II-182
Gambar 2.82. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
Kawasan Rawan Gempa Bumi................................ II-183
Gambar 2.83. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Rencana Jaringan Transportasi Jalan Terhadap
Kawasan Rawan Bencana Banjir ............................ II-183
Gambar 2.84. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap
Kawasan Rawan Bencana Banjir ............................ II-184
Gambar 2.85. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
Kawasan Rawan Bencana Banjir ............................ II-184
Gambar 2.86. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap Kawasan
Rawan Bencana Banjir ............................................ II-185
Gambar 2.87. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap Kawasan
Rawan Bencana Banjir ............................................ II-185
Gambar 2.88. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap Kawasan Rawan Bencana
Banjir ....................................................................... II-186
xviii
Gambar 2.89. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap Kawasan
Rawan Bencana Banjir ............................................ II-186
Gambar 2.90. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap Kawasan Rawan
Bencana Banjir ........................................................ II-187
Gambar 2.91. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap Kawasan Rawan Bencana
Banjir ....................................................................... II-187
Gambar 2.92. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap Kawasan Rawan
Bencana Banjir ........................................................ II-188
Gambar 2.93. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Kawasan Rawan Bencana Banjir ............................ II-188
Gambar 2.94. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
Kawasan Rawan Bencana Banjir ............................ II-189
Gambar 2.95. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Rencana Jaringan Transportasi Jalan Terhadap
Kawasan Rawan Gerakan Tanah............................ II-189
Gambar 2.96. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap
Kawasan Rawan Gerakan Tanah............................ II-190
Gambar 2.97. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
Kawasan Rawan Gerakan Tanah ............................ II-190
Gambar 2.98. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap Kawasan
Rawan Gerakan Tanah ........................................... II-191
Gambar 2.99. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap Kawasan
Rawan Gerakan Tanah ........................................... II-191
Gambar 2.100. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap Kawasan Rawan Gerakan
Tanah ...................................................................... II-192
Gambar 2.101. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap Kawasan
Rawan Gerakan Tanah ........................................... II-192
Gambar 2.102. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap Kawasan Rawan
Gerakan Tanah ....................................................... II-193
xix
Gambar 2.103. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap Kawasan Rawan Gerakan
Tanah ...................................................................... II-193
Gambar 2.104. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap Kawasan Rawan Gerakan
Tanah ...................................................................... II-194
Gambar 2.105. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Kawasan Rawan Gerakan Tanah ............................ II-194
Gambar 2.106. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
Kawasan Rawan Gerakan Tanah ............................ II-195
Gambar 2.107. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Rencana Jaringan Transportasi Jalan Terhadap
JE Pengaturan Aliran Banjir .................................... II-195
Gambar 2.108. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap JE
Pengaturan Aliran Banjir.......................................... II-196
Gambar 2.109. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
JE Pengaturan Aliran Banjir .................................... II-196
Gambar 2.110. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap JE
Pengaturan Aliran Banjir.......................................... II-197
Gambar 2.111. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap JE
Pengaturan Aliran Banjir.......................................... II-197
Gambar 2.112. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir ... II-198
Gambar 2.113. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE
Pengaturan Aliran Banjir.......................................... II-198
Gambar 2.114. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap JE Pengaturan
Aliran Banjir ............................................................. II-199
Gambar 2.115. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir ... II-199
Gambar 2.116. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap JE Pengaturan Aliran
Banjir ....................................................................... II-200
xx
Gambar 2.117. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE
Pengaturan Aliran Banjir.......................................... II-200
Gambar 2.118. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
JE Pengaturan Aliran Banjir .................................... II-201
Gambar 2.119. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Rencana Jaringan Transportasi Jalan Terhadap
JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana ........... II-201
Gambar 2.120. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap JE
Pencegahan dan Perlindungan Bencana ................ II-202
Gambar 2.121. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana ........... II-202
Gambar 2.122. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap JE
Pencegahan dan Perlindungan Bencana ................ II-203
Gambar 2.123. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap JE
Pencegahan dan Perlindungan Bencana ................ II-203
Gambar 2.124. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana ............................................ II-204
Gambar 2.125. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE
Pencegahan dan Perlindungan Bencana ................ II-204
Gambar 2.126. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap JE Pencegahan
dan Perlindungan Bencana ..................................... II-205
Gambar 2.127. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana ............................................ II-205
Gambar 2.128. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana ............................................ II-206
Gambar 2.129. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE
Pencegahan dan Perlindungan Bencana ................ II-206
Gambar 2.130. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana ........... II-207
xxi
Gambar 2.131. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap JE
Penyedia Pangan .................................................... II-226
Gambar 2.132. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap JE
Penyedia Pangan .................................................... II-226
Gambar 2.133. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
JE Penyedia Pangan ............................................... II-227
Gambar 2.134. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap JE
Penyedia Pangan .................................................... II-227
Gambar 2.135. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap JE
Penyedia Pangan .................................................... II-228
Gambar 2.136. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap JE Penyedia Pangan.............. II-228
Gambar 2.137. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE Penyedia
Pangan .................................................................... II-229
Gambar 2.138. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap JE Penyedia
Pangan .................................................................... II-229
Gambar 2.139. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap JE Penyedia Pangan ............. II-230
Gambar 2.140. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap JE Penyedia Pangan.......... II-230
Gambar 2.141. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE
Penyedia Pangan .................................................... II-231
Gambar 2.142. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
JE Penyedia Pangan ............................................... II-231
Gambar 2.143. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap JE
Penyedia Air ............................................................ II-232
Gambar 2.144. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap JE
Penyedia Air ............................................................ II-232
Gambar 2.145. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
JE Penyedia Air ....................................................... II-233
xxii
Gambar 2.146. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap JE
Penyedia Air ............................................................ II-233
Gambar 2.147. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap JE
Penyedia Air ............................................................ II-234
Gambar 2.148. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap JE Penyedia Air ..................... II-234
Gambar 2.149. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE Penyedia
Air ............................................................................ II-235
Gambar 2.150. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap JE Penyedia Air ....... II-235
Gambar 2.151. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap JE Penyedia Air ..................... II-236
Gambar 2.152. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap JE Penyedia Air.................. II-236
Gambar 2.153. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE
Penyedia Air ............................................................ II-237
Gambar 2.154. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
JE Penyedia Air ....................................................... II-237
Gambar 2.155. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap JE
Pengurai Limbah ..................................................... II-238
Gambar 2.156. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap JE
Pengurai Limbah ..................................................... II-238
Gambar 2.157. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
JE Pengurai Limbah ................................................ II-239
Gambar 2.158. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap JE Pengurai
Limbah..................................................................... II-239
Gambar 2.159. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap JE
Pengurai Limbah ..................................................... II-240
Gambar 2.160. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap JE Pengurai Limbah ............... II-240
xxiii
Gambar 2.161. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE Pengurai
Limbah..................................................................... II-241
Gambar 2.162. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap JE Pengurai
Limbah..................................................................... II-241
Gambar 2.163. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap JE Pengurai Limbah .............. II-242
Gambar 2.164. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap JE Pengurai Limbah ........... II-242
Gambar 2.165. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE
Pengurai Limbah ..................................................... II-243
Gambar 2.166. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
JE Pengurai Limbah ................................................ II-243
Gambar 2.167. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap Lahan
Baku Sawah ............................................................ II-261
Gambar 2.168. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap Lahan
Baku Sawah ............................................................ II-262
Gambar 2.169. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
Lahan Baku Sawah ................................................. II-262
Gambar 2.170. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap Lahan Baku
Sawah ..................................................................... II-263
Gambar 2.171. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap Lahan
Baku Sawah ............................................................ II-263
Gambar 2.172. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap Lahan Baku Sawah ................ II-264
Gambar 2.173. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap Lahan Baku
Sawah ..................................................................... II-264
Gambar 2.174. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap Lahan Baku Sawah
................................................................................ II-265
Gambar 2.175. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap Lahan Baku Sawah ............... II-265
xxiv
Gambar 2.176. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap Lahan Baku Sawah ............ II-266
Gambar 2.177. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Lahan
Baku Sawah ............................................................ II-266
Gambar 2.178. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
Lahan Baku Sawah ................................................. II-267
Gambar 2.179. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap Kawasan
Hutan ....................................................................... II-267
Gambar 2.180. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap
Kawasan Hutan ....................................................... II-268
Gambar 2.181. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
Kawasan Hutan ....................................................... II-268
Gambar 2.182. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap Kawasan
Hutan ....................................................................... II-269
Gambar 2.183. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap Kawasan
Hutan ....................................................................... II-269
Gambar 2.184. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap Kawasan Hutan ...................... II-270
Gambar 2.185. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap Kawasan
Hutan ....................................................................... II-270
Gambar 2.186. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap Kawasan Hutan ....... II-271
Gambar 2.187. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap Kawasan Hutan ..................... II-271
Gambar 2.188. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap Kawasan Hutan .................. II-272
Gambar 2.189. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Kawasan Hutan ....................................................... II-272
Gambar 2.190. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
Kawasan Hutan ....................................................... II-273
xxv
Gambar 2.191. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap JE
Pengaturan Iklim ..................................................... II-280
Gambar 2.192. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap JE
Pengaturan Iklim ..................................................... II-281
Gambar 2.193. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
JE Pengaturan Iklim ................................................ II-281
Gambar 2.194. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap JE
Pengaturan Iklim ..................................................... II-282
Gambar 2.195. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap JE
Pengaturan Iklim ..................................................... II-282
Gambar 2.196. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap JE Pengaturan Iklim ............... II-283
Gambar 2.197. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE
Pengaturan Iklim ..................................................... II-283
Gambar 2.198. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap JE Pengaturan
Iklim ......................................................................... II-284
Gambar 2.199. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap JE Pengaturan Iklim............... II-284
Gambar 2.200. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap JE Pengaturan Iklim ........... II-285
Gambar 2.201. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE
Pengaturan Iklim ..................................................... II-285
Gambar 2.202. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
JE Pengaturan Iklim ................................................ II-286
Gambar 2.203. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap JE
Pemeliharaan Kualitas Udara .................................. II-286
Gambar 2.204. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap JE
Pemeliharaan Kualitas Udara .................................. II-287
Gambar 2.205. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
JE Pemeliharaan Kualitas Udara............................. II-287
xxvi
Gambar 2.206. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap JE
Pemeliharaan Kualitas Udara .................................. II-288
Gambar 2.207. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap JE
Pemeliharaan Kualitas Udara .................................. II-288
Gambar 2.208. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas
Udara....................................................................... II-289
Gambar 2.209. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE
Pemeliharaan Kualitas Udara .................................. II-289
Gambar 2.210. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap JE Pemeliharaan
Kualitas Udara ......................................................... II-290
Gambar 2.211. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas
Udara....................................................................... II-290
Gambar 2.212. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas
Udara....................................................................... II-291
Gambar 2.213. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE
Pemeliharaan Kualitas Udara .................................. II-291
Gambar 2.214. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
JE Pemeliharaan Kualitas Udara............................. II-292
Gambar 2.215. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Terhadap JE
Biodiversity .............................................................. II-308
Gambar 2.216. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalan Tol Terhadap JE
Biodiversity .............................................................. II-309
Gambar 2.217. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap
JE Biodiversity ......................................................... II-309
Gambar 2.218. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Laut Terhadap JE
Biodiversity ..................................................................310
Gambar 2.219. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem
Jaringan Transportasi Udara Terhadap JE
Biodiversity .............................................................. II-310
xxvii
Gambar 2.220. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Perikanan Terhadap JE Biodiversity ....................... II-311
Gambar 2.221. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE
Biodiversity .............................................................. II-311
Gambar 2.222. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Peruntukan Industri Terhadap JE Biodiversity......... II-312
Gambar 2.223. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pariwisata Terhadap JE Biodiversity ....................... II-312
Gambar 2.224. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Permukiman Terhadap JE Biodiversity ................... II-313
Gambar 2.225. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE
Biodiversity .............................................................. II-313
Gambar 2.226. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis
Nasional Pertahanan dan Keamanan Terhadap
JE Biodiversity ......................................................... II-314
xxviii
BAB I PENDAHULUAN
I-1
perkotaan, banjir rob, tanah longsor, cuaca ekstrem hingga degradasi
ekosistem yang beberapa tahun belakangan ini sering terjadi dan dapat
dikatakan menjadi bencana tahunan tidak dapat dipungkiri dan dihindari lagi
telah terjadi ketidaksesuaian, penyimpangan atau ketidakselarasan antara
rencana dengan kondisi dilapangan. Adanya dinamika pembangunan yang
pesat di Provinsi Kepulauan Riau, merupakan salah satu penyebab terjadinya
dampak-dampak tersebut.
Terbitnya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang berkaitan
dengan penataan ruang adalah mandat pengintegrasian dokumen tata ruang,
yang terdiri dari: (1) Rencana Tata Ruang Laut Nasional (RTRLN)
diintegrasikan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN);
(2) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) di
integrasikan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP).
Sejalan dengan proses integrasi rencana tata ruang yang sedang
diselenggarakan oleh Provinsi Kepulauan Riau saat ini, diharapkan dapat
memperbaiki sistem penataan ruang di Provinsi Kepulauan Riau baik di
wilayah darat maupun wilayah laut dimana wilayah laut merupakan bagian
terbesar dari wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Kebijakan, Rencana dan/atau
Program yang disusun sedapat mungkin harus dapat membawa prinsip-
prinsip berkelanjutan dan meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan.
Sebagai amanah dari Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), maka setiap
Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota “WAJIB” menyusun dokumen-dokumen
lingkungan hidup, khususnya pada tahap PENGENDALIAN agar dapat
mengendalikan pembangunan sehingga selaras dengan kondisi lingkungan
hidup dengan baik. KLHS menjadi bagian yang tak terpisahkan dari RTRWP,
oleh karena itu KLHS RTRW Provinsi Kepulauan Riau disusun sebagai
penyeimbang dan pelengkap dokumen RTRW Provinsi Kepulauan Riau.
Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mengevaluasi dampak lingkungan dari
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kepulauan Riau dan mengintegrasikan
prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam KRP tersebut sebagai dasar
bagi penyusunannya.
Tujuan dilakukannya kajian ini adalah:
1. Mengidentifikasi dan merumuskan isu-isu pembangunan berkelanjutan
dalam hubungannya dengan RTRW Provinsi Kepulauan Riau dikaitkan
dengan tujuan pembangunan berkelanjutan;
2. Mengidentifikasi materi muatan Kebijakan, Rencana dan/atau Program
(KRP) RTRW Provinsi Kepulauan Riau yang berpotensi menimbulkan
dampak terhadap lingkungan hidup;
I-2
3. Menganalisis pengaruh materi muatan Kebijakan, Rencana dan Program
(KRP) RTRW Provinsi Kepulauan Riau terhadap lingkungan hidup;
4. Mengidentifikasi dan menganalisis alternatif penyempurnaan Kebijakan,
Rencana dan Program (KRP) RTRW Provinsi Kepulauan Riau; dan
Merumuskan rekomendasi perbaikan/penyempurnaan untuk diintegrasikan
dalam Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) RTRW Integrasi RTRW-
RZWP3K Provinsi Kepulauan Riau.
I-3
g. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6042);
h. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021
Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6633);
i. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6634);
j. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 33, Tambahhan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6635);
k. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 69 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata
Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis;
l. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan,
Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Rencana
Detail Tata Ruang; dan
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan Basis Data
dan Penyajian Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan
Kota, Serta Peta Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota.
1.4. METODOLOGI
I-4
KLHS dilakukan untuk mengetahui pengaruh KRP terhadap dampak dan
risiko lingkungan hidup yang dapat ditimbulkan. Dalam pengkajian KLHS dari
KRP yang disusun atau dievaluasi dapat menggunakan beberapa
pendekatan. Pengkajian pengaruh KRP yang bersifat umum, konseptual
dan/atau makro dapat menggunakan pendekatan strategis sedangkan
pengkajian yang bersifat fokus, detail, terikat, terbatas dan/atau teknis dapat
menggunakan pendekatan dampak. Dalam peraturan pemerintah No. 46
Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis, tahapan dalam pelaksanaan kajian lingkungan hidup strategis
Revisi RTRW Provinsi Kepulauan Riau dilakukan dengan pendekatan
strategis.
I-5
3. Identifikasi Muatan KRP Yang Berpotensi Menimbulkan Pengaruh
Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan
Identifikasi dan analisis kerangka kebijakan makro yang relevan dengan
RTRW dilakukan untuk menemukan kebijakan-kebijakan tingkat provinsi
serta nasional yang perlu dijadikan rujukan untuk mendapatkan konteks
dan fokus strategis dalam pembuatan dan pelaksanaan KLHS.
4. Analisis Pengaruh KRP Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup Dan
Pembangunan Berkelanjutan
Analisis dilakukan untuk mengkaji pengaruh KRP terhadap isu PB paling
strategis dan kondisi lingkungan hidup yang antara lain termuat dalam 6
(enam) muatan KLHS sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 23 Ayat 4
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 69 Tahun 2017.
5. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tujuan perumusan alternatif KRP untuk mengembangkan berbagai
alternatif muatan KRP dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Dari
perumusan alternatif perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program lalu
dilakukan pembahasan dalam FGD Pokja KLHS.
6. Penyusunan Rekomendasi Perbaikan Untuk Pengambilan Keputusan
Kebijakan, Rencana dan/atau Program
Penyusunan rekomendasi perbaikan muatan kebijakan, rencana,
dan/atau program berdasarkan hasil perumusan alternatif, serta
memformulasikan tindak lanjut pendukung sebagai konsekuensi
dilaksanakannya KRP. Dalam tahapan ini juga dilakukan pengintegrasian
rekomendasi KLHS ke dalam KRP untuk memastikan bahwa hasil KLHS
benar-benar menjadi bagian dari KRP.
7. Penjaminan Kualitas dan Pendokumentasian
Penjaminan kualitas dan pengintegrasian hasil KLHS RTRW Provinsi
Kepulauan Riau dilakukan dengan penilaian mandiri oleh Penyusun KRP.
Sedangkan untuk pendokumentasian, tahapan dalam proses pembuatan
dan pelaksanaan KLHS telah dibuatkan notulensi dan Berita Acara
(sesuai kebutuhan) yang dilengkapi dengan dokumen pendukung lainnya;
seperti Undangan, Foto, dan Daftar Hadir.
8. Validasi
Validasi KLHS RTRW Provinsi Kepulauan Riau dilaksanakan pada tahap
akhir. Validasi dilakukan untuk memastikan penjaminan kualitas telah
dilaksanakan secara akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan
kepada publik.
I-6
BAB II PENGKAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN RENCANA DAN PROGRAM (KRP)
TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN
Kepulauan Riau 14
Kabupaten Bintan 263
III-1
Kabupaten/Kota Jumlah Pulau
Wilayah fungsional (wilayah ekologis) sebagai basis analisis KLHS terdiri atas
seluruh wilayah di Provinsi Kepulauan Riau dengan mempertimbangkan
ekoregion darat-laut, dan wilayah pengelolaan perikanan.
Ekoregion di Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari tiga wilayah ekoregion
(Ekoregion Kompleks Dataran Denudasional Kepulauan Riau, Ekoregion
Kompleks Perbukitan Denudasional Bukit Baka - Bukit Raya, dan Ekoregion
Kompleks Perbukitan Struktural Kepulauan Riau). Untuk ekoregion laut,
Kepulauan Riau termasuk dalam Selat Malaka (E.L.3), Laut Natuna (E.L.4)
dan Selat Karimata (E.L5). Pada wilayah perairan laut, Provinsi Kepulauan
Riau masuk dalam Wilayah Pengelolaan perikanan (WPP) 711, yang memiliki
potensi perikanan yang tinggi.
Berdasarkan analisa yang dilakukan, diperoleh wilayah fungsional yang terdiri
dari 7 kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau serta wilayah perairan Selat
Malaka, Laut Natuna dan Selat Karimata.
III-2
Gambar 2.1. Peta Administrasi Provinsi Kepulauan Riau
III-3
Gambar 2.2. Peta Wilayah Fungsional
III-4
2.1.2. Karakter Wilayah (Baseline)
2.1.2.1. Karakteristik Biogeofisik Lingkungan
1. Ekoregion
Berdasarkan UU No.32 tahun 2009, ekoregion didefinisikan sebagai wilayah
geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora dan fauna asli,
serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas
sistem alam dan lingkungan hidup. Ekoregion ditetapkan dengan
mempertimbangkan kesamaan karakteristik bentang alam (natural
landsecap), daerah aliran sungai, iklim, flora dan fauna, sosial budaya,
ekonomi, kelembagaan masyarakat, dan hasil inventarisasi lingkungan hidup
(Pasal 7 ayat 2, UU No. 32/2009). Dalam hal ini, ekoregion dipahami sebagai
konsep unit karakter lahan yang berperan sebagai penciri sifat dan potensi
lahan serta sebagai pembatas dalam pengelolaan lahan. UU No.32/2009
secara eksplisit mengamanatkan pentingnya pendekatan batas ekoregion
sebagai asas dalam pengelolaan lingkungan.
Mengacu pada SK Menteri LHK Nomor 8/MENLHK/SETJEN/PLA.3/1/2018
tentang Penetapan Wilayah Ekoregion Indonesia, di Kepulauan Riau terdapat
2 satuan wilayah ekoregion dan 6 karakteristik bentang alam ekoregion.
Tabel 2.4. Wilayah Ekoregion di Provinsi Kepulauan Riau
Satuan Wilayah Luas
Karakteristik Bentang Alam Ekoregion
Ekoregion (ha)
Ekoregion Kompleks 1. Dataran Denudasional Kompleks Bangka
169.175
Perbukitan Belitung – Natuna
Denudasional Kep. 2. Perbukitan Denudasional Kompleks Bangka
103.340
Riau Belitung – Natuna
1. Dataran Fluvia Sumatra 5.088
Ekoregion Kompleks 2. Dataran Gambut Sumatra 6.847
Perbukitan Struktural 3. Dataran Pantai Timur Sumatra 3.400
Kep. Riau 4. Perbukitan Strukturan Kompleks Kepulauan
559.497
Riau
Sumber: SK Menteri LHK Nomor 8/MENLHK/SETJEN/PLA.3/1/2018
Untuk ekoregion laut, Kepulauan Riau termasuk dalam wilayah E.L.3 Selat
Melaka, E.L.4 Laut Natuna dan E.L.5 Selat Karimata.
Mengacu pada SK Menteri LHK Nomor
1272/MENLHK/SETJEN/PLA.3/12/2021 tentang Penetapan Karakteristik
Bentang Alam dan Karakteristik Vegetasi Alami Peta Wilayah Ekoregion Skala
1:250.000, mayoritas karakteristik bentang alam wilayah Kepulauan Riau
adalah dataran struktural lipatan berombak-bergelombang bermaterial batuan
sedimen non karbonat dengan luas sekitar 296.174 hektar. Dataran ini
memiliki fungsi lahan untuk menyediakan air permukaan yang berasal dari
sungai dan air tanah dangkal yang terdapat pada lapisan akuifer. Kemudian
untuk karakteristik vegetasi alami, wilayah Kepulauan Riau mayoritas vegetasi
III-5
hutan kerangas pamah dengan luas sekitar 243.400 hektar. Vegetasi hutan
kerangas pamah merupakan vegetasi alami yang fungsinya sebagai
penangkap sedimentasi berupa lumpur, pasir, batu maupun bahan lain yang
diakibatkan oleh air permukaan pada wilayah yang substrat tanahnya berupa
pasir silikat yang masam.
Tabel 2.5. Karakteristik Bentang Alam Provinsi Kepulauan Riau
Luas
No. Karakteristik Bentang Alam
(ha)
1. Dataran fluvial bermaterial aluvium 33.762
2. Dataran fluviomarin bermaterial aluvium 31.936
3. Dataran marin berpasir bermaterial alluvium 24.294
4. Dataran organik bermaterial gambut 16.555
5. Dataran solusional karst bermaterial batuan sedimen karbonat 215
Dataran solusional karst berombak-bergelombang bermaterial
6. 304
batuan sedimen karbonat
7. Dataran struktural lipatan bermaterial batuan metamorfik 5.095
Dataran struktural lipatan berombak-bergelombang bermaterial
8. 48.465
batuan metamorfik
Dataran struktural lipatan berombak-bergelombang bermaterial
9. 296.174
batuan sedimen non karbonat
Dataran struktural plutonik berombak-bergelombang bermaterial
10. 27.550
batuan beku dalam
11. Lembah sungai bermaterial alluvium 2.166
Pegunungan struktural lipatan bermaterial batuan sedimen non
12. 432
karbonat
13. Perbukitan struktural lipatan bermaterial batuan metamorfik 26.016
Perbukitan struktural lipatan bermaterial batuan sedimen non
14. 16.658
karbonat
Perbukitan struktural lipatan bermaterial campuran batuan sedimen
15. 167.076
karbonat dan non karbonat
16. Perbukitan struktural plutonik bermaterial batuan beku dalam 94.116
17. Perbukitan vulkanik bermaterial batuan beku luar 1.082
Sumber: SK Menteri LHK Nomor 1272/MENLHK/SETJEN/PLA.3/12/2021
III-6
Karakteristik vegetasi alam didominasi oleh vegetasi hutan kerangas pamah,
vegetasi hutan pamah (non dipterokarpa), dan vegetasi hutan dipterokarpa.
Ekosistem pamah berada pada ketinggian 0-1000 mdpl. Hutan kerangas
merupakan komunitas vegetasi yang berkembang pada kondisi tapak yang
terbatas sangat mudah terdegredasi, dimana jika mengalami degradasi maka
akan berkembang menjadi sava terbuka yang disebut sebagai “Padang”.
Hutan kerangas memiliki keanekaragaman hayati yang lebih rendah
dibandingkan dengan tipe hutan tropik lainnya. Hutan kerangas dicirikan
dengan kehadiran pepohonan jenis tertentu dengan daun yang kecil dan agak
tebal, serta toleran terhadap kondisi tanah yang miskin hara dan asam.
Karekteristik bentang alam dominan memiliki fungsi lahan untuk menyediakan
air permukaan yang berasal dari sungai dan air tanah dangkal yang terdapat
pada lapisan akuifer.
Karakteristik bentang alam dan karakteristik vegetasi alami diatas dipengaruhi
oleh kondisi hidrogeologi wilayah Kepulauan Riau yang temasuk daerah Non
CAT atau CAT tidak potensial. Karakteristik CAT tidak potensial antara lain
secara geologis umumnya berupa batuan dengan lapisan tanah (humus) tipis
diatasnya. Daerah CAT tidak potensial pada kondisi alami relatif lebih subur
dibanding Daerah CAT. Namun, apabila tanah humus digali misalnya untuk
penambangan maka tanaman tidak akan tumbuh lagi karena dibawah humus
hanya batuan yang kedap air. Daerah CAT tidak potensial ini memiliki
keterbatasan simpanan air yang hanya berupa air permukaan. Keberadaan
vegetasi alami harus dipertahakan agar cadangan air permukaan dapat dijaga
keberlanjutannya.
III-7
Gambar 2.3. Peta Ekoregion Karakteristik Bentang Alam Kepulauan Riau
III-8
Gambar 2.4. Peta Ekoregion Karakteristik Vegetasi Alam Kepulauan Riau
III-9
Gambar 2.5. Peta Ekoregion
III-10
2. Topografi dan Kemiringan Lereng
Topografi wilayah Provinsi Kepulauan Riau terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu:
a) Wilayah Pulau-pulau Lepas Pantai Timur Sumatera
Pulau-pulau Lepas Pantai Timur Sumatera tersebar di Kabupaten
Karimun, Kabupaten Bintan, Kabupaten Lingga dan Kota Batam,
ketinggiannya wilayah bervariasi antara 0 – 50 meter dpl, 50 – 200 m
(paling dominan) dan di atas 200 meter, dengan puncak tertinggi terdapat
di Gunung Lingga (1.163 meter dpl). Kemiringan lereng yang dominan
adalah 15 – 25% pada wilayah perbukitan, serta 25 – 40% dan di atas
40% pada wilayah pegunungan.
b) Wilayah Pulau-pulau di sebelah Timur Jauh
Pulau-pulau ini terletak di wilayah Kabupaten Natuna dan Kabupaten
Kepulauan Anambas pada perbatasan Laut Cina Selatan, seperti Pulau
Anambas, Pulau Jemaja, Pulau Bunguran, Pulau Tambelan dan lain-lain.
Kondisi morfologi, ketinggian dan kemiringan lereng wilayah secara umum
menunjukkan kesamaan dengan pulau-pulau di Kabupaten Bintan,
dengan puncak tertinggi terdapat di Gunung Ranai (1.035 meter dpl).
c) Wilayah Pulau-pulau di Bagian Tenggara dari Kepulauan Lingga-Singkep
Pulau-pulau ini membentuk jajaran sesuai arah struktur utama geologi di
Kepulauan Riau berarah Barat Laut Tenggara. Kelompok pulau ini
merupakan relik morfologi tua dengan topografi berupa bukit dan gunung.
d) Kelompok Pulau Batam, Rempang, dan Galang
Gugusan pulau ini ditandai oleh bentang alam bergelombang sebagai sisa
morfologi tua paparan tepian Benua Sunda.
Ketinggian rata-rata wilayah menurut kabupaten/kota di wilayah Provinsi
Kepulauan Riau, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.7. Rata-rata Ketinggian Wilayah Provinsi Kepulauan Riau
Tinggi
Kabupaten/Kota
(mdpl)
Kota Tanjungpinang 65 m
Kabupaten Bintan 6m
Kota Batam 8m
Kabupaten Karimun 5m
Kabupaten Lingga 6m
Kabupaten Natuna 14 m
Kabupaten Kepulauan Anambas 6m
Sumber: Pusat Jaring Kontrol Geodesi & Geodinamika BIG, 2016
III-11
Lingga dengan ketinggian 1.272 m, selanjutnya Gunung Ranai setinggi 959 m
di Kabupaten Natuna, kemudian Gunung Sepincan di Kabupaten Lingga
setinggi 800 m.
Tabel 2.8. Nama Gunung dan Ketinggiannya di Provinsi Kepulauan Riau
Ketinggian
Kabupaten/Kota Gunung
(mdpl)
Bintanbesar 313
Kabupaten Bintan Bintankecil 177
Bukitbatu 98
Bidei 154
Buku 92
Dadelang 289
Lanjut 475
Lingga 1092
Kabupaten Lingga
Maninjan 111
Muncung 398
Sepincan 994
Terap 359
Tunggal 277
Sumber: RBI dan BIG
III-12
Gambar 2.6. Peta Topografi Provinsi Kepulauan Riau
III-13
Gambar 2.7. Peta Kemiringan Lereng Provinsi Kepulauan Riau
III-14
3. Klimatologi
Kondisi iklim di Provinsi Kepulauan Riau sangat dipengaruhi oleh kondisi
angin. Secara umum wilayah ini beriklim laut tropis basah. Terdapat musim
kemarau dan musim hujan yang diselingi oleh musim pancaroba. Rata-rata
curah hujan maksimum terjadi pada bulan November hingga Januari.
Tabel 2.9. Curah Hujan dan Hari Hujan di Provinsi Kepulauan Riau
2021 2019 2018
Bulan
Max Min Max Min Max Min
CH (mm) 926.6 51.6 166.2 44.6 215.1 42.9
1
HH (Hari) 22 11 17 12 16 5
CH (mm) 9.4 0.8 80.6 14.8 43.0 12.3
2
HH (Hari) 7 1 14 6 9 4
CH (mm) 271.7 42.9 120.6 4.2 154.9 4.0
3
HH (Hari) 21 10 12 2 12 3
CH (mm) 438.0 47.1 278.3 75.7 412.0 54.8
4
HH (Hari) 23 3 19 10 18 9
CH (mm) 220.3 78.6 363.8 131.3 434.7 62.9
5
HH (Hari) 20 15 26 12 23 12
CH (mm) 237.5 126.5 475.2 192.4 432.8 203.4
6
HH (Hari) 24 14 27 18 23 15
CH (mm) 279.3 70.5 439.4 196.0 194.3 30.0
7
HH (Hari) 15 10 24 20 14 6
CH (mm) 660.2 229.3 259.0 106.2 203.2 43.9
8
HH (Hari) 26 20 20 9 16 2
CH (mm) 392.7 209.0 571.3 293.3 121.0 22.6
9
HH (Hari) 21 13 26 20 9 4
CH (mm) 289.8 172.0 288.3 177.6 325.0 34.0
10
HH (Hari) 19 10 23 18 25 13
CH (mm) 405.2 228.8 516.8 228.8 296.5 109.8
11
HH (Hari) 27 15 27 18 19 13
CH (mm) 450.7 101.1 490.3 108.1 575.5 147.1
12
HH (Hari) 21 15 22 15 23 13
Sumber: BPS Kepulauan Riau, 2022
Suhu udara rata di Provinsi Kepulauan Riau relatif sama disetiap bulannya
yaitu 25.93 – 27.17 0C. Sementara suhu udara maksimum mencapai 34.80 0C
dan minimum 19.80 0C.
Tabel 2.10. Suhu Udara di Provinsi Kepulauan Riau
2021 2020 2020
Bulan Max Min Rerata Max Min Rerata Max Min Rerata
0
C
Januari 32.8 26.7 22.8 32.8 22.6 28.2 34.6 24.0 28.3
Februari 33.6 27.9 21.5 33.4 22.8 28.6 33.8 22.8 28.7
Maret 33.6 28.4 23.2 34.6 23.2 29.3 33.8 22.0 29.0
April 34.5 28.0 22.4 34.5 23.6 29.0 34.2 22.0 28.6
Mei 34.8 28.3 23.4 34.2 23.2 28.6 34.7 20.8 28.1
Juni 34.2 27.8 22.8 33.6 21.8 27.8 33.4 23.2 27.6
Juli 34.8 28.0 22.8 33.5 23.2 27.5 33.0 23.0 27.9
Agustus 34.2 27.0 22.4 33.4 23.0 27.6 33.2 21.9 28.1
III-15
2021 2020 2020
Bulan Max Min Rerata Max Min Rerata Max Min Rerata
0
C
September 33.3 27.5 22.6 33.0 21.6 26.9 32.9 21.6 28.3
Oktober 34.2 28.1 22.8 34.7 22.2 27.6 33.2 24.0 28.0
November 33.3 27.5 23.4 32.9 22.6 27.6 34.5 22.4 28.0
Desember 24.2 27.8 24.1 33.0 22.8 27.9 32.6 19.8 27.5
Sumber: BPS Kepulauan Riau, 2022
III-16
Gambar 2.8. Peta Curah Hujan Provinsi Kepulauan Riau
III-17
4. Hidrologi
Kondisi hidrologi di Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat dari dua jenis, yaitu
air permukaan dan air bawah tanah (hidrogeologi). Untuk memenuhi
kebutuhan air bersih, diperoleh dari air permukaan alami berupa air sungai,
mata air/air terjun, dan air permukaan buatan seperti kolong, waduk, dan
embung. Istilah kolong di Kepulauan Riau pada dasarnya adalah kolam bekas
tambang bauksit, timah, dan pasir yang terbentuk akibat eksploitasi yang
digunakan sebagai sumber air bersih. Kolong terdapat pada tiga
kabupaten/kota yang ada di Kepulauan Riau, yaitu Kabupaten Karimun,
Kabupaten Bintan dan Kabupten Lingga.
Wilayah Sungai (WS) Kepulauan Riau ditetapkan berdasarkan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2015
tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai. WS Kepulauan Riau
mencakup 2.025 pulau pembentuk Provinsi Kepulauan Riau meliputi
Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kabupaten Lingga,
Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, Kota Batam dan Kota Tanjungpinang.
WS Kepulauan Riau terdiri dari 117 Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagaimana
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.11. DAS di WS Kepulauan Riau
Luas Luas Luas
No. Nama DAS No. Nama DAS No. Nama DAS
(Km²) (Km²) (Km²)
DAS Abang
1. 0,29 41. DAS Jelutung 0,43 81. DAS Posik 0,44
Besar
DAS Kampung
2. DAS Air Abu 0,49 42. 1,57 82. DAS Rapit 0,17
Hilir
3. DAS Air Asuk 0,08 43. DAS Kangka 0,49 83. DAS Resun 0,18
4. DAS Air Merah 0,27 44. DAS Karimun 1,36 84. DAS Sanglar 0,18
5. DAS Alai 0,33 45. DAS Katubi 1,02 85. DAS Sawang 1,03
DAS
6. DAS Anggus 0,89 46. DAS Kelarik 0,39 86. 1,71
Sebangka
DAS Kelarik
7. DAS Ara 0,42 47. 0,67 87. DAS Sebesi 0,47
Hulu
DAS
8. DAS Awak 0,28 48. DAS Kerasing 1,89 88. 4,04
Segeram
9. DAS Bajau 0,25 49. DAS Ketam 0,73 89. DAS Sekarim 0,23
10. DAS Balo 0,34 50. DAS Durai 0,2 90. DAS Selamak 0,6
11. DAS Batang 0,18 51. DAS Durian 0,24 91. DAS Selapan 0,55
12. DAS Batu Belah 0,51 52. DAS Kredong 0,5 92. DAS Selor 0,07
DAS
13. DAS Bela 0,57 53. DAS Kumbang 0,57 93. 0,43
Sembulang
DAS
14. DAS Benuwa 0,21 54. DAS Ladan 0,21 94. 0,1
Sendanau
15. DAS Bidai 0,34 55. DAS Ladi 0,49 95. DAS Serasan 0,69
DAS Seraya
16. DAS Binjai 6,57 56. DAS Lagong 0,21 96. 0,16
Cundung
17. DAS Bintan 1,79 57. DAS Langkap 0,21 97. DAS Sergong 0,9
18. DAS Bukit Jodoh 0,51 58. DAS Lebuh 0,1 98. DAS Siantan 0,1
19. DAS Buluh 0,41 59. DAS Lieng 0,35 99. DAS Sopor 0,04
DAS Bunguran
20. 0,77 60. DAS Logo 1,87 100. DAS Sugi 0,98
Timur
21. DAS Buru 0,2 61. DAS Mamut 1,43 101. DAS Sumpai 2,27
III-18
Luas Luas Luas
No. Nama DAS No. Nama DAS No. Nama DAS
(Km²) (Km²) (Km²)
DAS
22. DAS Canot 0,78 62. DAS Mapor 0,29 102. Tambang 0,32
Besar
DAS
23. DAS Cikolek 1,78 63. DAS Maroktua 1,5 103. 0,02
Tambelan
24. DAS Cinak 1,04 64. DAS Matak 0,86 104. DAS Telaga 0,18
DAS Cinak
25. 0,6 65. DAS Medang 0,36 105. DAS Telok 0,62
Besar
DAS Teluk
26. DAS Combol 0,59 66. DAS Mentuda 0,21 106. 0,39
Radang
27. DAS Dabo 0,44 67. DAS Midai 0,27 107. DAS Tembok 0,58
28. DAS Dompak 1,33 68. DAS Moro 0,23 108. DAS Temiang 0,86
29. DAS Duara 0,65 69. DAS Mubur 0,41 109. DAS Terong 0,32
30. DAS Durai 0,2 70. DAS Musal 0,27 110. DAS Terong 0,01
31. DAS Durian 0,24 71. DAS Nongsa 0,75 111. DAS Tiban 0,75
32. DAS Durslin 0,97 72. DAS Nyamuk 0,14 112. DAS Tiga 2,06
33. DAS Ekang 0,48 73. DAS Panai 2,34 113. DAS Tjempah 0,32
34. DAS Gading 1,16 74. DAS Papan 0,53 114. DAS Tjitim 0,25
35. DAS Galang 0,87 75. DAS Pauh 0,06 115. DAS Ungar 0,58
DAS Galang
36. 0,33 76. DAS Penatu 0,72 116. DAS Urung 0,48
Baru
37. DAS Gata 0,65 77. DAS Pengibu 0,01 117. DAS Wampu 1,06
38. DAS Gemuruh 0,25 78. DAS Pengok 0,57
39. DAS Hulu 0,73 79. DAS Penuba 0,43
40. DAS Jang 0,38 80. DAS Pesung 0,50
Sumber: Hasil Analisis Berdasarkan Permen PUPR Nomor 04/PRT/M/2015
III-19
Gambar 2.10. Peta Daerah Aliran Sungai Provinsi Kepulauan Riau
III-20
5. Hidrogeologi
Berdasarkan Peta Hidrogeologi, litologi aquifer di Kepulauan Riau terdiri dari
litologi batuan beku, batuan malihan dan batuan sedimen. Sementara
produktifitas aquifer, Provinsi Kepulauan Riau mempunyai produktifitas
aquifer yang beragam terdiri dari: produktifitas langka, produktifitas sedang,
produktifitas kecil sangat berarti, produktifitas dengan penyebaran luas, dan
produktifitas kecil setempat berarti.
Tabel 2.12. Produktivitas Aquifer Wilayah di Kepulauan Riau
Kabupaten/
No. Produktivitas Sistem Aquifer Keterusan Debit
Kota
Kecil sangat
Celah/sarang Rendah 0 - 1 ltr/dtk
berarti
1. Bintan
Ruang antar
Sedang Rendah <5 ltr/dtk
butir
Ruang antar
Penyebaran luas Sedang 5 - 10 ltr/dtk
2. Karimun butir
Langka Celah/sarang Rendah 0 - 1 ltr/dtk
Kecil sangat
Celah/sarang Rendah 0 - 1 ltr/dtk
berarti
3. Natuna
Ruang antar
Sedang Rendah <5 ltr/dtk
butir
Ruang antar
Sedang Rendah <5 ltr/dtk
4. Lingga butir
Langka Celah/sarang Rendah 0 - 1 ltr/dtk
Kepulauan
5. Langka Celah/sarang Rendah 0 - 1 ltr/dtk
Anambas
Kecil sangat
Celah/sarang Rendah 0 - 1 ltr/dtk
berarti
6. Batam
Ruang antar
Sedang Rendah <5 ltr/dtk
butir
Kecil sangat
7. Tanjungpinang Celah/sarang Rendah 0 - 1 ltr/dtk
berarti
Sumber: Geoportal.esdm.go.id
III-21
- Kurang: Jika berada pada tingkat kurang dari Titik Layu Permanen (TLP)
yang menandakan tanaman dalam kondisi kekeringan.
- Kapasitas Lapang (KL) ialah kondisi tanah yang jenuh air dan disebut
sebagai batas atas dari ketersediaan air bagi tanaman.
- Titik Layu Permanen (TLP) ialah batas bawah dari ketersediaan air bagi
tanaman.
Tabel 2.13. Tingkat Ketersediaan Air Tanah Provinsi Kepulauan Riau
Tingkat
Ketersediaan Kabupaten/ Kota Kecamatan
Air Tanah
Sangat kurang - -
Kurang Karimun Buru, Moro
Karimun Karimun, Buru, Belat, Moro
Teluk Sebong, Tanjungpinang Kota,
Sedang Tanjungpinang / Bintan
Tanjugpinang Barat, Bukit Bestar
Natuna Bunguran Tengah
Meral Barat, Tebing, Meral, Karimun,
Karimun Belat, Kundur Utara, Kundur Barat,
Kundur, Ungar, Durai, Moro
Batam Galang
Bintan Utara, Teluk Sebong, Seri Kuala
Cukup
Lobam, Teluk Bintan, Gunung Kijang,
Tanjungpinang / Bintan
Tanjungpinang Kota, Tanjungpinang
Timur, Bukit Bestari
Sebagian Bunguran Tengah, Bunguran
Natuna
Batubi
Karimun Belat, Kundur Utara
Belakang Padang, Bulang, Sagulung,
Batam Batu Aju, Sei Bedung, Batam Kota,
Lubuk Baja, Bengkong, Nongsa, Bulang
Teluk Sebong, Seri Kuala Lobam, Teluk
Bintan, Toapaya, Gunung Kijang,
Tanjungpinang / Bintan
Tanjungpinang Timur, Bintan Timur,
Bintan Pesisir, Mantang, Tambelan
Katang Bidare, Bakung Serumpun,
Temiang Pesisir, Senayang, Lingga,
Sangat Cukup
Lingga Lingga Utara, Lingga Timur, Selayar,
Kep. Posek, Singkep, Singkep Selatan,
Singkep Barat, Singkep Pesisir
Jemaja, Jemaja Timur, Siantan, Siantan
Anambas Selatan, Siantan Timur, Siantan
Tengah, Palmatak
Bunguran Utara, Bunguran Timur Laut,
Bunguran Barat, Bunguran Timur,
Natuna
Bunguran Selatan, Pulau Tiga, Pulau
Laut, Midai, Suak Midai, Subi, Serasan
Sumber: Buletin Klimatologi Kepulauan Riau – Edisi 7, BMKG Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam, Januari 2021
III-22
Sumber: Buletin Klimatologi Kepulauan Riau – Edisi 7, BMKG Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam, Januari 2021
Gambar 2.11. Peta Analisis Ketersediaan Air Tanah Provinsi Kepulauan
Riau
6. Penutupan Lahan
Penggunaan lahan pada Provinsi Kepulauan Riau bervariasi, penggunaan
lahan didominasi oleh tanaman semusim lahan kering dan semak belukar
yang memiliki luas masing-masing sekitar 170 ha.
Tabel 2.14. Penggunaan Lahan Provinsi Kepulauan Riau
Luas (Ha)
Penggunaan Lahan Kep. Tanjung
Bintan Karimun Lingga Natuna Batam Total
Anambas Pinang
Bangunan
permukiman/ 6.713,58 3.736,95 713,60 2.337,54 2.909,36 19.893,41 5.122,73 41.427,19
campuran
Bangunan bukan
47,35 54,05 89,71 39,26 293,14 694,75 148,43 1.366,70
permukiman
Danau/telaga alami 453,46 395,09 - 785,59 63,31 172,63 36,14 1.906,22
Hamparan pasir
- - - 41,53 13,26 8,09 - 62,88
pantai
Hutan lahan kering 8.290,82 4.422,65 31.170,80 76.263,15 64.223,28 6.748,95 64,25 19.1183,91
Hutan mangrove 10.216,45 12.349,17 668,70 15.615,53 3.114,59 18.503,33 1.771,55 62.239,32
Hutan rawa/gambut 249,34 1.220,14 129,78 3.400,70 13.241,96 79,41 0,39 18.321,72
Hutan tanaman - - 0,00 - - - - 0,00
Kolam air tawar 130,37 10,82 - - - 20,29 - 161,48
Lahan terbuka alami
5.722,30 1.817,01 6.067,84 6.844,19 22.535,60 1.225,80 1.827,08 46.039,83
lain
Lahan terbuka
7.419,32 2.760,96 - 14.574,64 2,70 7.526,30 441,98 32.725,90
diusahakan
Perkebunan tanaman
11.896,76 3.846,49 - 4.589,82 4.455,95 115,55 27,89 24.932,46
semusim
Rawa pesisir 335,74 - - 162,43 11.905,04 86,42 - 12.489,63
Sabana 65,68 - - - - 421,75 - 487,44
Semak dan belukar 16.707,23 15.269,10 14.394,86 69.033,78 37.699,80 16.780,93 1.755,57 171.641,28
Sungai 583,17 126,94 1,95 897,75 888,44 121,98 482,69 3.102,92
Tambak 174,89 62,71 - 21,74 - 305,58 12,83 577,76
Tanaman semusim
35.052,01 201,25 104,07 557,51 643,13 - 2.192,83 38.750,79
lahan basah
Tanaman semusim
27.763,58 47.033,07 9.280,58 26.313,52 35.027,89 27.115,25 1.166,74 173.700,64
lahan kering
III-23
Luas (Ha)
Penggunaan Lahan Kep. Tanjung
Bintan Karimun Lingga Natuna Batam Total
Anambas Pinang
Waduk dan danau
- - 30,62 - 832,45 3.738,30 - 4.601,38
buatan
Total 131.822,06 93.306,39 62.652,52 221.478,69 197.849,93 103.558,74 15.051,11 825.719,43
Sumber: Laporan Fakta dan Analisis RTRW Kepulauan Riau, 2022
Berdasarkan data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN tahun 2019
menunjukan, kelas penggunaan lahan terbesar di Kepulauan Riau yaitu Hutan
dengan luasan sekitar 308.100,05 hektar dan kelas penggunaan lahan
dengan luasan terkecil yaitu persawahan hanya sekitar 22,41 hektar.
Kemudian intensitas pemanfaatan lahan terbangun di Kepulauan Riau
meliputi kelas penggunaan lahan permukiman dan industri dengan luas total
sekitar 41.576,26 hektar atau sekitar 5% dari total luas wilayah Provinsi
Kepulauan Riau. Sedangkan luas kawasan non terbangun yaitu sekitar 95%
dari luas total wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang meliputi kelas
penggunaan lahan hutan, kebun padang, perairan darat, perkebunan,
persawahan, pertambangan, pertanian tanah semusim, danau/situ/sungai
dan tanah terbuka. Lebih jelasnya dapat dilihat di tabel berikut.
Tabel 2.16. Penggunaan Lahan Tahun 2019 dan Intensitas Pemanfaatan
Lahan di Provinsi Kepulauan Riau
Luas Kelas Persentase
Kelas Penggunaan Lahan Luas (Ha)
(ha) Intensitas (%)
Permukiman 36.051,87
Terbangun 41.576,26 5%
Industri 5.524,40
Hutan 308.100,05
Kebun 123.400,06
Padang 227.057,07
Perairan Darat 11.764,48
Perkebunan 17.171,32 Non
786.104,24 95%
Persawahan 22,41 Terbangun
Pertambangan 9.891,52
Pertanian Tanah Kering Semusim 53.846,75
Sungai/Danau/Situ 3.801,11
Tanah Terbuka 31.049,47
Luas Total 827.680,51 - 827.680,51 100%
Sumber: Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, 2020
III-24
Gambar 2.12. Peta Penggunaan Lahan di Provinsi Kepulauan Riau
III-25
Berdasarakan data time series penutupan lahan skala 1:250.000 Direktorat
Inventarisasi Pemantauan Sumberdaya Hutan KLHK 1996-2020, perubahan
tutupan lahan di Provinsi Kepulauan Riau dalam rentang waktu tersebut yaitu
sekitar 9.482 hektar. Perubahan tutupan lahan terbesar adalah semak
belukar, pertanian lahan kering campur semak/kebun campuran dan tanah
terbuka. Rincian tutupan lahan sebagai berikut:
Tabel 2.17. Penggunaan Lahan di Kepulauan Riau Tahun 1996-2020
Tutupan Lahan 1996 2020
Hutan lahan kering primer 1,739.00 6,905.00
Hutan lahan kering sekunder 09,123.00 187,789.00
Hutan Mangrove Primer 13,686.00 8,519.00
Hutan Rawa Primer 4,170.00 2,749.00
Hutan Tanaman 1,304.00 -
Semak Belukar 37,844.00 155,435.00
Perkebunan/Kebun 8,644.00 24,437.00
Permukiman/Lahan terbangun 18,359.00 40,430.00
Tanah Terbuka 18,068.00 45,136.00
Savana 567.00 493.00
Air 6,190.00 7,818.00
Hutan Mangrove Sekunder 53,185.00 52,770.00
Hutan Rawa Sekunder 29,033.00 27,025.00
Pertanian Lahan Kering 43,845.00 58,566.00
Pertanian lahan kering campur semak/kebun campur 16,302.00 152,205.00
Sawah 24.00 104.00
Tambak 64.00 560.00
Bandara/Pelabuhan 1,127.00 1,467.00
Pertambangan 5,505.00 13,977.00
Rawa 9,014.00 10,890.00
Total 787,793.00 97,275.00
Sumber: KLHK, 2022
III-26
Kabupaten/Kota Ketersediaan Air
Lingga 60.999.927.487,81
Natuna 34.687.565.823,90
Batam 36.524.529.328,06
Tanjungpinang 7.447.135.562,90
Total 242.697.906.610,17
Sumber: Laporan Rencana RTRW Kepulauan Riau, 2022
III-27
Gambar 2.13. Peta D3TLH Air Nasional Provinsi Kepulauan Riau
III-28
b. Daya Dukung dan Daya Tampung Pangan
Ekosistem memberikan manfaat penyediaan bahan pangan yaitu
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati (tanaman dan hewan)
dan air (ikan), baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia. Jenis-jenis pangan di Indonesia sangat bervariasi
diantaranya seperti beras, jagung, ketela, gandum, sagu, segala
macam buah, ikan, daging, telur dan sebagainya. Penyediaan pangan
oleh ekosistem dapat berasal dari hasil pertanian dan perkebunan,
hasil pangan peternakan, hasil laut dan termasuk pangan dari hutan.
Tabel 2.21. Daya Dukung Pangan Kabupaten/Kota di Provinsi
Kepulauan Riau
TP (Ambang S (Status
Kabupaten/ Jumlah
Batas; Ambang; Keterangan
Kota Penduduk
Kapita) Kapita)
Bintan 187.190,00 2.230,20 -184.959,80 Terlampaui
Karimun 274.582,00 0,00 -274.582,00 Terlampaui
Kepulauan
50.702,00 0,00 -50.702,00 Terlampaui
Anambas
Lingga 117.544,00 0,00 -117.544,00 Terlampaui
Natuna 82.172,00 0,00 -82.172,00 Terlampaui
Batam 1.518.070,00 0,00 -1.518.070,00 Terlampaui
Tanjungpinang 234.028,00 28,78 -233.999,22 Terlampaui
Total 2.744.645,00 2.287,76 -2.742.357,24 Terlampaui
Sumber: Laporan Rencana RTRW Kepulauan Riau, 2022
III-29
Gambar 2.14. Peta D3TLH Pangan Provinsi Kepulauan Riau
III-30
8. Jasa Ekosistem
Jasa ekosistem atau jasa lingkungan dapat digunakan untuk menganalisis
kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di suatu
wilayah. Jasa ekosistem merupakan turunan dari fungsi ekosistem, yaitu
kapasitas dari proses alam dan komponen penyedia barang dan jasa
untuk memenuhi keperluan manusia secara langsung maupun tidak
langsung (de Groot, 1992). Jasa ekosistem terbentuk apabila fungsi
ekosistem dapat memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup manusia,
yaitu barang atau jasa yang disediakan oleh ekosistem untuk
keberlangsungan hidup manusia (Millennium Ecosystem Assessment,
2005).
Berdasarkan Millenium Ecosystem Assessment (2005), terdapat empat
kategori jasa ekosistem, yaitu penyedia, pengaturan, pendukung, dan
kultural. Jasa penyedia berkaitan dengan produk yang dihasilkan oleh
ekosistem dan langsung dapat digunakan oleh manusia. Jasa pengaturan
diperoleh langsung dari hasil pengaturan proses ekosistem. Sementara
jasa pendukung merupakan jasa yang mendukung jasa ekosistem
lainnya. Jasa kultural adalah jasa ekosistem yang berkaitan dengan
manfaat berupa non-materi, seperti estetika, rekreasi, serta edukasi dan
budaya. Masing-masing jasa ekosistem tersebut di bagi menjadi lima
kelas yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.
III-31
Luas Kelas (ha)
Jasa
No. Sangat Sangat
Ekosistem Rendah Sedang Tinggi
Rendah Tinggi
JE Pemurnian
88,896.60 455,817.01 277,902.91 3,102.92 -
Air
JE Pengolahan
dan Penguraian 88,757.67 428,852.95 277,241.29 12,768.12 18,099.41
Limbah
JE
Pemeliharaan 95,447.75 340,551.36 255,882.63 16,360.99 117,476.71
Kualitas Udara
JE
Penyerbukan
101,373.63 335,579.18 271,289.91 17,145.70 100,331.00
Alami
(Pollination)
JE
Pengendalian
95,447.75 340,551.36 255,882.63 16,360.99 117,476.71
Hama dan
Penyakit
3. Jasa Ekosistem Budaya
JE Tempat
Tinggal dan 351,321.61 245,902.03 224,838.06 3,657.73 -
Ruang Hidup
JE Rekreasi
311,916.31 106,197.20 407,605.92 - -
dan Ekoturism
JE Estetika
139,525.89 423,233.97 262,959.57 - -
Alam
4. Jasa Ekosistem Pendukung
JE
Pembentukan
Lapisan Tanah
95,662.71 415,720.08 191,656.78 22,348.85 100,331.00
dan
Pemeliharaan
Kesuburan
JE Siklus Hara
89,182.92 351,252.73 265,990.30 14,913.07 104,380.42
(Nutrient Cycle)
JE Produksi
92,840.65 342,645.02 272,693.75 13,159.60 104,380.42
Primer
JE
121,619.80 426,482.48 82,383.83 195,233.33 -
Biodiversitas
Jasa ekosistem penyedia di Kepulauan Riau untuk pangan, air bersih, dan
energi dominan berada pada kelas sangat rendah dengan prosentase
masing-masing sekitar 46,97%, 50,88% dan 40,62%. Kemudian penyedia
sumberdaya genetik dominan pada kelas rendah sekitar 47,01% dan
penyedia serat dominan pada kelas sedang sekitar 55,90%.
Jasa ekosistem pengaturan masing-masing dominan berada pada kelas
sedang dengan prosentase pengaturan iklim sekitar 52,36%, tata aliran
air dan pengendali banjir sekitar 47,50%, pencegahan dan perlindungan
dari bencana alam sekitar 41,89%, pemurnian air sekitar 55,20%,
pengolahan dan penguraian limbah 51,94%, pemeliharaan kualitas udara
sekitar 41,24%, penyerbukan alami sekitar 40,64%, pengendalian hama
dan penyakit sekitar 41,24%.
Jasa ekosistem budaya, untuk tempat tinggal dan ruang hidup dominan
berada pada kelas sangat rendah sekitar 42,55%, estetika alam dominan
III-32
kelas rendah sekitar 51,26%, rekreasi dan ekotorism dominan kelas
sedang sekitar 49,36%.
III-33
Gambar 2.17. Prosentase Luas Kelas Jasa Ekosistem Budaya
9. Ekosistem Pesisir
a. Ekosistem Mangrove
Luas ekosistem mangrove di wilayah pesisir Provinsi Kepulauan Riau
adalah 79.228,91 hektar. Jenis mangrove yang dominan di Provinsi
Kepulauan Riau terdiri atas: Avicennia Alba, Bruguiera Gymnorrhiza,
Xylocarpus Granatum, Rhizopora Apiculata, Rhizopora Mucronata,
Sonneratia Alba, Scyohiphora Hydrophyllaceae, Lumnitzera Littorea,
Acrostichum Aureum, Avicennia Lanata, Bruguiera Parviflora, Hibiscus
Tiliaceus, Melastoma Candidum, Scaevola Taccada, Ceriops Tagal,
Rhizopora Stylosa, Lumnitzera Racemosa, Clerodendrum Inerme,
Sesuvium Portulacastrum, Achantus Ilicifoilius, Pandanus Tectorius,
Excoecaria Agallocha, Sonneratia Ovata, Morinda Citrifolia,
Stachytarpeta Jamaicensis, dan terminalia Catappa.
III-34
Tabel 2.23. Luas Ekosistem Mangrove di Provinsi Kepulauan Riau
Luas Prosentase
Kabupaten/Kota
(Ha) Kerapatan
Rapat 70,7%
Kota Tanjungpinang 2.008,96 Sedang 1,9%
Jarang 27,4%
Rapat 75,9%
Kabupaten Bintan 8.327,19 Sedang 4,6%
Jarang 19,4%
Rapat 81,3%
Kota Batam 20.698,14 Sedang 17,3%
Jarang 1,4%
Rapat 36,3%
Kabupaten Karimun 14.875,11 Sedang 49,4%
Jarang 14,4%
Rapat 80,9%
Kabupaten Lingga 16.480,19
Jarang 19,1%
Kabupaten Natuna 16.480,19 n/a
Kabupaten Kepulauan Anambas 359,14 n/a
Sumber: KLHS RZWP3K Provinsi Kepulauan Riau
III-35
Gambar 2.19. Peta Sebaran Ekosistem Mangrove di Provinsi Kepri
III-36
b. Ekosistem Lamun
Luas padang lamun di perairan laut Provinsi Kepulauan Riau sekitar
38.116,14 hektar, dengan rincian di Kabupaten Bintan 1.897,74 hektar
(kondisi sehat), Kabupaten Natuna 468,44 hektar, Kabupaten Lingga
5.815,57 hektar (kondisi miskin-kurang sehat), Kota Batam 29.673,20
hektar (kondisi kurang sehat), dan Kota Tanjungpinang 261,18 hektar
(kondisi sehat). Jenis-jenis lamun yang hidup di perairan Kepulauan
Riau yaitu: Enhalus acoroides, Cymodocea Rotundata, Cymodocea
Serullata, Halodule Pinilofolia, Halodule Uninervis, Halophila Ovalis.
Halophila Spinoulosa, Syringodium Isoetifolium, Thalassia Hempricii
dan Thalassodendron Ciliatum.
Kabupaten Bintan dan Pulau Bintan adalah salah satu daerah di
Indonesia yang ditunjuk sebagai daerah konservasi padang lamun.
Perairan yang sudah ditetapkan sebagai zonasi konservasi di
Kabupaten Bintan adalah perairan Teluk Bakau, Tanjung Berakit,
Mapur dan Tambelan. Area terbesar padang lamun berada di kawasan
pesisir timur Pulau Bintan dan Pulau Mapur. Untuk mendukung
program konservasi tersebut, pemerintah Kabupaten Bintan telah
menetapkan beberapa daerah di Pulau Bintan sebagai daerah
perlindungan padang lamun, diantaranya Teluk Bakau, Desa Malang
Rapat, Telok Sebong dan Tanjung Berakit.
III-37
Gambar 2.20. Peta Sebaran Ekosistem Padang Lamun di Provinsi
Kepulauan Riau
III-38
c. Ekosistem Terumbu Karang
Luas terumbu karang di Provinsi Kepulauan Riau adalah 132.985,99
hektar, dengan rincian di Kabupaten Karimun 427.68 hektar,
Kabupaten Bintan 1.168,53 hektar, Kabupaten Natuna 55.526,89
hektar, Kabupaten Lingga 42.476,33 hektar, Kabupaten Kepulauan
Anambas 12.508,04 hektar, Kota Batam 20.756,39 hektar, dan Kota
Tanjungpinang 122,13 hektar.
Kondisi terumbu karang di Provinsi Kepulauan Riau bervariasi dari
kondisi buruk, sedang, baik, dan sangat baik. Terumbu karang yang
berkondisi buruk tersebar di perairan P. Karimum Besar dan P.
Karimum Kecil, P. Durian, P. Durian Kecil, dan pulau-pulau kecil di P.
Sugi Atas dan P. Combol Kabupaten Karimun; sebagian pesisir dan
pulau-pulau kecil di Kota Tanjungpinang, dan sebagian besar pesisir P.
Bintan, Kabupaten Bintan; sebagian pesisir P. Senayang dan P. Lingga
Kabupaten Lingga. Terumbu karang yang berkondisi sedang terdapat
di sebagian pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Tanjungpinang,
sebagian pesisir (bagian utara) Pulau/Kecamatan Midai, pesisir bagian
barat Kecamatan Pulau Laut, pesisir bagian barat, timur, utara P.
Natuna, pesisir bagian barat P. Beraban Kabupaten Natuna; di perairan
Palmatak dan Siantan Timur, sebagian kawasan di KKPN Anambas
Kabupaten Kepulauan Anambas; sebagian pesisir P. Senayang dan P.
Lingga, P. Buli, P. Berin, P. Bakau, P. Alut, P. Kongka Besar Kabupaten
Lingga. Terumbu karang yang berkondisi baik terdapat di bagian pesisir
(bagian utara) Pulau/Kecamatan Midai, pesisir bagian selatan P.
Beraban Kabupaten Natuna; perairan Tanjung Angkak Kecamatan
Siantan, sebagian kawasan di KKPN Anambas Kabupaten Kepulauan
Anambas, P. Kentar Kabupaten Lingga; sedangkan yang berkondisi
sangat baik terdapat di bagian selatan P. Midai, P. Samiun, P. Panjang,
pesisir bagian utara P. Serasan, pesisir bagian timur P. Subi Kabupaten
Natuna; serta Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan.
Genera karang yang dominan hidup di Kepulauan Riau adalah
Acanthastrea, Acropora, Alveopora, Astreopora, Caulastrea,
Coeloseris, Coscinaraea, Ctenactis, Cyphastrea, Diploastrea,
Echinophyllia, Echinopora, Euphyllia, Favia, Favites, Fungia, Galaxea,
Goniastrea, Goniopora, Heliofungia, Heliopora, Herpolitha,
Hydnophora, Leptastrea, Leptoria, Lithophyllon, Lobophyllia, Merulina,
Millepora, Montastrea, Montipora, Mycedium, Oulastrea, Oxypora,
Pachyseris, Pavona, Pectinia, Platygyra, Plerogyra, Pocillopora,
Podabacia, Porites, Scapophyllia, Scolymia, Stylocoeniella,
Stylophora, Symphyllia, Turbinaria Dengan Bentuk Pertumbuhan Yang
Dominan Adalah Acropora Branching, Acropora Tabulate, Acropora
III-39
Encrusting, Acropora Submassive, Acropora Digitate, Coral Branching,
Coral Massive, Coral Encrusting, Coral Submassive, Coral Foliose, dan
Coral Mushroom.
Terumbu karang di Kepulauan Riau telah dimanfaatkan sebagai fishing
ground ikan-ikan karang atau ikan demersal ekonomis penting. Selain
itu, terumbu karang juga merupakan obyek wisata bahari, khususnya
wisata bentang bawah laut, yaitu diving dan snorkeling. Di perairan
Kota Batam terdapat beberapa spot diving dan snorkeling yang
terkenal dengan pemandangan bawah lautnya, seperti Gugus P.
Abang, P. Petong, P. Hantu, P. Labung, P. Beralas Pasir, P. Rantau
Abang, P. Labun. Di Kota Tanjungpinang dive dan snorkeling spot
terdapat di Pulau Penyengat. Di Kabupaten Bintan terdapat di P. Bintan
(satu dari 10 spot diving terbaik di Indonesia), P. Mapur, Pantai Lagoi,
Pantai Trikora, Pantai Sakera, Pantai Nirwana Garden, Pantai Sebong
Pereh, Pantai Senggiling, P. Nikoi, P. Pangkil, P. Penyusuk, dan P.
Tambelan.
Kondisi kualitas ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir dan
pulau-pulai kecil Kepulauan Riau mengalami tekanan yang sangat
berat dari aktivitas destructive fishing yaitu penangkatan ikan dengan
bahan peledak. Terumbu karang slope (reef slope) yang umumnya
memiliki asosiasi ikan dengan kelimpahan yang lebih tinggi dan
berukuran besar menjadi sasaran pengeboman. Terumbu karang
dangkal (reef flat dan reef top) umumnya masih berada dalam kondisi
sedang hingga sangat baik.
III-40
Gambar 2.21. Peta Sebaran Ekosistem Terumbu Karang di Provinsi
Kepulauan Riau
III-41
10. Kondisi Kelautan
a. Karakteristik Perairan
Batimetri
Secara umum kedalaman perairan Provinsi Kepulauan Riau berada
pada kisaran 0-100 m dimana perairan yang paling dalam berada di
gugusan pulau Kabupaten Natuna. Kedalam laut di arah utara dari
perairan sekitar Natuna dan Kepulauan Anambas (Laut Cina Selatan)
rata-rata antara 100-200 m. Sementara itu perairan laut di gugus
Kepulauan Anambas kedalaman berkisar antara 0-90 m, gugus
Kepulauan Tambelan 0-80 m. Sedangkan kedalaman laut di sekitar
gugus pulau Batam, Batam, Bintan, Karimun, dan Lingga rata-rata
kedalaman perairan berkisar antara 0-70 m.
III-42
Laut untuk zona WPP 711. Substrat dasar perairan yang seluruhnya
didominasi oleh pasir berkerikil, hanya sebagian kecil substrat dasar
yang tertutup oleh lumpur. Perairan di dekat teluk dan sungai umumnya
didominasi oleh lumpur. Faktor pengaruh tipe substrat dasar berkaitan
dengan tingkat kecerahan perairan Kota Tanjungpinang. Perairan Kota
Tanjungpinang dengan substrat pasir yang berada di laut lepas
umumnya lebih tinggi tingkat kecerahan perairannya dibandingkan
dengan perairan teluk yang didominasi oleh lumpur.
b. Bangunan Laut
Jenis bangunan laut yang berada di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil Provinsi Kepulauan Riau meliputi keramba jaring apung, bagan
dan area budidaya rumput laut, floating unit, serta rambu dan menara
suar dengan penjelasan sebagai berikut:
III-43
seluas 48,60 hektar, kemudian Kabupaten Natuna seluas 47,57 hektar
dan yang paling sedikit di Tanjungpinang sekitar 0,81 hektar.
Sebaran dan luas KJA dan KJT dan lokasi budidaya rumput laut di
perairan Provinsi Kepulauan Riau disajikan pada tabel berikut.
Luas KJA/KJT dan Budidaya Rumput Laut di Provinsi Kepulauan Riau
KJA dan KJT Rumput Laut
Kabupaten/Kota
Unit Luas (Ha) (Ha)
Batam 8.903 22,26 20
Bintan 1.643 4,11 -
Karimun 695 1,74 15
Natuna 3.266 8,17 47
Kep. Anambas 3.961 9,90 16
Lingga 1.021 2,55 -
Tanjungpinang 952 2,38 -
Total 20.441 51,10 98
Sumber: Statistik Budidaya Perikanan DKP Prov. Kepri 2018
Floating Unit
Floating unit merupakan infrastruktur penunjang industri minyak dan
gas bumi. Infrastruktur floating unit ini terdiri atas Floating Storage
Offloading (FSO) dan Terminal Bahan Bakar Minyak (TTU-BBM) lepas
pantai. FSO ini secara fisik menyerupai tanker dengan fungsi kegiatan
bongkar muatan dalam industri perminyakan namun diam di tempat
dan tidak untuk berlayar. FSO bisa di tempatkan sedekat mungkin
dengan areal pengeboran di lepas pantai. FSO di Kepulauan Riau
hingga saat ini melayani aktivitas migas di area blok Natuna.
c. Alur Laut
Alur Kabel dan Pipa Bawah Laut
Wilayah perairan Provinsi Kepulauan Riau banyak terdapat jalur
minyak dan gas serta kabel listrik dan telekomunikasi sebagai berikut:
Alur Kabel Dan Pipa Bawah Laut di Provinsi Kepulauan Riau
No. Lokasi Alur Kabel dan Pipa Bawah Laut
1. Perairan Kota Alur Kabel
Batam Terdapat ±21 alur kabel bawah laut dengan status
dalam perawatan dan out of services
Terdapat alur kabel Telkom dari darat pesisir timur Kota
Batam menuju selatan ke arah perairan timur
Kabupaten Lingga dan Selat Karimata
Terdapat beberapa alur kabel bawah laut lainnya yang
menuju ke arah utara pesisir Kabupaten Bintan dan
Kota Batam melewati Selat Philips Negara Singapura
menuju ke arah Laut Natuna Utara, Laut Natuna Utara
, Kepulauan Tambelan, pantai barat Provinsi
Kalimantan Barat, pantai timur Negara Malaysia, Selat
Malaka dan Selat Karimata
III-44
No. Lokasi Alur Kabel dan Pipa Bawah Laut
Terdapat alur kabel PLN yang menghubungkan antara
pesisir barat Kabupaten Bintan melewati Pulau
Ngenang dan Pulau Tanjung Sauh menuju Pulau
Dongkol Kota Batam
Alur Pipa
Alur pipa gas transmisi open access melalui
BatuSangkar-Cerenti-Batam milik Southwest Bukit
Barisan (PT. Radyan Bukit Barisan), South CPP
(Ranhill Pamai Energi), Lirik II (PT. Karya Inti
Petroleum), South & Central Sumatera (Medco), MFK
(Chevron) dengan panjang ±470 Km
Alur pipa gas transmisi open access Corridor Block
(COPHI), Jabung Block (Petrochina) jalur Gresik-
Batam-Singapura dengan panjang 470 Km milik PT.
TGI
Alur pipa gas transmisi dedicated hulu Gresik, Natuna
melaui Singapura-Trans Asia
Terdapat alur pipa gas distribusi di darat yang
menghubungkan hampir di seluruh utara daratan Pulau
Dongkol Kota Batam
Terdapat alur pipa gas transmisi yang menuju perairan
utara Kota Batam di sekitar Selat Philips Negara
Singapura menuju utara perairan Kabupaten Bintan,
pesisir tenggara Kabupaten Karimun melewati selatan
Kecamatan Moro menuju Provinsi Riau dan Jambi,
Selat Malaka dan pesisir utara Kabupaten Karimun
Terdapat alur pipa bawah laut lainnya di sepanjang
pantai utara Kota Batam menuju perairan Kepulauan
Anambas, Kepulauan Tambelan dan Laut Natuna Utara
serta Selat Malaka melewati Selat Philips Negara
Singapura dan perairan pantai utara Kabupaten Bintan
serta pesisir barat Kabupaten Lingga
2. Perairan Alur Kabel
Kabupaten Terdapat alur kabel bawah laut yang dari Kabupaten
Lingga Karimun menuju Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
melewati Selat Karimata
Terdapat alur kabel bawah laut melewati pesisir timur
Kabupaten Lingga menuju utara Kota Batam dan
Kabupaten Bintan ke arah Selat Malaka, Laut Natuna
Utara melewati Kepulauan Anambas dan Laut Natuna
Utara
Alur Pipa
Terdapat alur pipa bawah laut melewati perairan barat
Kabupaten Lingga dari Provinsi Riau dan Provinsi
Jambi menuju Kota Batam melewati pesisir selatan
Kecamatan Moro
3. Perairan Alur Kabel
Natuna Terdapat alur kabel bawah laut yang melewati pantai
utara Pulau Laut menuju Laut Natuna Utara dan pantai
timur Negara Malaysia serta alur kabel bawah laut
menuju perbatasan antara Provinsi Kepulauan Riau
dengan Negara Singapura
4. Perairan Alur Kabel
Kepulauan Alur kabel bawah laut yang melalui pantai utara
Anambas Kepulauan Anambas-Laut Natuna Utara-pantai timur
III-45
No. Lokasi Alur Kabel dan Pipa Bawah Laut
Negara Malaysia-perbatasan Provinsi Kepulauan Riau
dan Singapura-Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Alur Pipa
Terdapat alur pipa bawah laut dari Provinsi Jambi dan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melewati pantai
barat Kabupaten Lingga, pantai barat Kota Batam,
pesisir tenggara Kecamatan Moro, perbatasan antara
Provinsi Kepulauan Riau dengan Negara Singapura,
pesisir utara Pulau Bintan menuju pantai utara
Kepulauan Anambas dan Laut Natuna Utara
5. Perairan Bintan Alur Kabel
Alur kabel bawah laut dari Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung-Provinsi Jambi-perbatasan antara Provinsi
Kepulauan Riau dengan Negara Singapura-Kepulauan
Tambelan-pantai timur Malaysia-pantai utara
Kepulauan Anambas-Laut Natuna Utara dan perairan
utara Pulau Sedanau Kabupaten Natuna
Alur Pipa
Jaringan pipa gas distribusi melalui Provinsi Jambi-
pantai barat Kota Batam-perbatasan Provinsi
Kepulauan Riau dan Singapura-pesisir utara Pulau
Bintan-perairan utara Kepulauan Anambas-Laut
Natuna Utara
6. Perairan Kota Alur Kabel
Tanjungpinang Terdapat alur kabel bawah laut antara pesisir utara
Kabupaten Bintan dan Kota Batam di sekitar
perbatasan Provinsi Kepulauan Riau dengan Negara
Singapura melewati perairan Kota Tanjungpinang
menuju perairan Selat Karimata hingga Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung
7. Perairan Alur Kabel
Karimun Terdapat alur kabel bawah laut yang menghubungkan
Kepulauan Anambas, Kabupaten Lingga dan alur kabel
bawah laut lainnya ke utara Kota Batam dekat
perbatasan antara Provinsi Kepulauan Riau dengan
negara Singapura, Selat Malaka dan Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung yang melewati pesisir timur
Kabupaten Karimun
Alur Pipa
Jaringan pipa gas transmisi yang menghubungkan
utara Kota Batam dengan Provinsi Riau dan Provinsi
Jambi yang melewati pesisir tenggara Kecamatan Moro
Sumber: Dokumen final RZWP3K Provinsi Kepulauan Riau dan sumber lainnya diolah
III-46
(Chelonia mydas) dan penyu lekang dengan mayoritas jenis penyu
yang bermigrasi ke pesisir Provinsi Kepulauan Riau adalah penyu
sisik dan penyu hijau. Bahkan dengan begitu seringnya penyu
bermigrasi ke wilayah tersebut khususnya di pesisir utara
Kabupaten Bintan telah dilakukan konservasi penyu dengan
kegiatan rutin perlindungan, pemijahan hingga pelepasan tukik
(sea turtle release) setiap tahunnya untuk menjaga kelestarian
penyu.
Alur migrasi penyu di sekitar wilayah perairan Provinsi Kepulauan
Riau adalah sebagai berikut.
a. Di perairan pesisir utara Kabupaten Bintan: alur migrasi penyu
di pesisir utara Kabupaten Bintan bermigrasi mulai dari pantai
utara Desa Berakit (Kabupaten Bintan) melewati Selat Phillips
perairan selatan Negara Singapura, menuju ke arah Selat
Malaka hingga pantai barat Negara Malaysia di sekitar perairan
Laut Andaman.
b. Di perairan pesisir selatan Kabupaten Bintan: alur migrasi
penyu di wilayah ini mulai dari selatan Pulau Mantang
(Kabupaten Bintan) menuju pesisir utara perairan Kabupaten
Lingga di Pulau Mensanak dan Pulau Nyamuk dan terus
melewati pesisir timur Kabupaten Lingga menuju selatan ke
arah Selat Karimata hingga ke pesisir utara Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung.
c. Di perairan pesisir utara dan timur Kabupaten Bintan: alur
migrasi penyu di wilayah ini mulai dari pantai timur Negara
Malaysia di sekitar perairan Laut Natuna Utara melewati pantai
utara dan timur Pulau Bintan menuju selatan ke arah Selat
Karimata hingga ke pesisir utara dan timur Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung.
d. Di perairan Kepulauan Anambas: alur migrasi penyu di perairan
Kepulauan Anambas mulai dari pantai timur Negara Malaysia
menuju pantai utara Pulau Jemaja di Kepulauan Anambas
hingga menuju ke pesisir utara dan barat daya Kepulauan
Tambelan (Kabupaten Bintan).
e. Di perairan Kabupaten Natuna: alur migrasi penyu di perairan
Kabupaten Natuna mulai dari pesisir utara Midai menuju ke
arah timur laut di sekitar pesisir Pulau Tiga melewati pantai
utara Pulau Bunguran di selatan Pulau Laut menuju Laut
Natuna Utara dan pantai timur Negara Malaysia. Selain itu
juga, alur migrasi penyu juga terdapat dan melalui wilayah
perairan di sekitar pesisir selatan Pulau Serasan mulai dari
III-47
pantai utara Kota Sabah dan Sarawak Negara Malaysia
menuju pantai barat Provinsi Kalimantan Barat.
III-48
Kategori Lapangan Usaha 2017 2018 2019 2020* 2021**
1. Industri Batubara dan Pengilangan
1.761,95 0,00 0,00 0,00 0,00
Migas
2. Industri Makanan dan Minuman 1.706,09 1.779,62 1.983,79 2.086,63 2.344,38
3. Industri Pengolahan Tembakau 491,02 509,01 500,06 475,17 544,22
4. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 1.958,81 2.094,15 2.574,56 2.762,46 2.543,13
5. Industri Kulit, Barang dari Kulit dan
122,87 133,14 126,63 117,96 112,29
Alas Kaki
6. Industri kayu; Barang dari Kayu dan
Gabus; dan Barang Anyaman dari 977,00 874,70 833,77 882,09 777,46
Bambu, Rotan, dan Sejenisnya
7. Industri Kertas dan Barang dari
Kertas; Percetakan dan Reproduksi 589,22 750,24 560,70 551,25 470,54
Media Rekaman
8. Industri Kimia, Farmasi, dan Obat
565,95 624,83 472,08 508,95 585,50
Tradisional
9. Industri Karet, Barang dari Karet
3.506,39 3.878,64 3.036,56 3.095,05 2.528,55
dan Plastik
10. Industri Barang Galian Bukan
287,38 287,38 328,68 259,12 228,46
Logam
11. Industri Logam Dasar 9.459,44 10.138,98 8.778,84 7.096,79 7.002,33
12. Industri Barang Logam; Komputer,
Barang Elektronik, Optik; dan 45.028,83 52.109,15 59.118,35 64.879,74 75.887,74
Peralatan Listrik
13. Industri Mesin dan Perlengkapan 5.521,09 5.729,67 5.906,30 7.219,87 7.407,90
14. Industri Alat Angkutan 5.744,99 5.807,72 8.123,10 7.769,07 7.341,29
15. Industri Furnitur 2.216,75 2.462,86 2.510,24 2.559,21 2.817,54
16. Industri Pengolahan Lainnya; Jasa
Reparasi dan Pemasangan Mesin 4.466,44 4.612,50 5.851,74 5.636,35 5.261,14
dan Peralatan
D Pengadaan Listrik dan Gas 2.689,97 2.644,61 2.763,73 2.603,10 2.733,33
1. Ketenagalistrikan 418,22 420,32 429,73 422,13 429,40
2. Pengadaan Gas dan Produksi Es 2.271,75 2.224,29 2.334,00 2.180,98 2.303,93
E Pengadaan Air, Pengelolaan
282,71 288,74 291,29 281,46 279,64
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi 41.409,19 46.628,25 52.239,25 49.317,72 53.159,16
G Perdagangan Besar dan Eceran;
19.653,11 22.074,79 24.314,35 21.561,95 22.474,87
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
1. Perdagangan Mobil, Sepeda Motor
6.807,09 6.988,00 6.643,92 5.729,99 5.675,79
dan Reparasinya
2. Perdagangan Besar dan Eceran,
12.846,02 15.086,80 17.670,43 15.831,97 16.799,08
Bukan Mobil dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan 7.471,82 7.648,63 7.219,02 4.111,95 3.826,97
1. Angkutan Rel - - - - -
2. Angkutan Darat 993,72 988,33 979,32 533,02 568,52
3. Angkutan Laut 2.376,87 2.368,71 2.538,01 1.535,01 1.434,34
4. Angkutan Sungai Danau dan
10,94 11,76 12,30 12,18 11,47
Penyeberangan
5. Angkutan Udara 3.708,23 3.913,21 3.324,30 1.687,64 1.482,58
6. Pergudangan dan Jasa Penunjang
382,06 366,64 365,10 344,09 330,06
Angkutan; Pos dan Kurir
I Penyediaan Akomodasi dan
5.061,47 5.585,88 6.208,87 3.391,34 3.171,66
Makan Minum
1. Penyediaan Akomodasi 2.756,62 2.844,79 3.318,49 1.768,93 1.610,22
2. Penyediaan Makan Minum 2.304,85 2.741,09 2.890,38 1.622,41 1.561,44
J Informasi dan Komunikasi 4.485,79 5.016,21 5.603,09 6.483,54 7.078,07
K Jasa Keuangan dan Asuransi 6.254,65 6.781,34 7.271,53 6.991,38 7.191,82
1. Jasa Perantara Keuangan 3.403,24 3.659,51 3.890,52 3.854,97 4.083,93
2. Asuransi dan Dana Pensiun 2.785,69 3.046,40 3.297,79 3.062,48 3.037,14
3. Jasa Kuangan Lainnya 40,53 46,01 51,32 44,87 45,64
4. Jasa Penunjang Keuangan 25,19 29,42 31,89 29,06 25,10
L Real Estat 3.415,73 3.467,24 3.563,18 3.195,11 3.116,42
M,N Jasa Perusahaan 11,34 12,48 11,38 5,82 6,63
O Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial 5.914,07 6.385,00 6.791,47 7.347,30 6.697,96
Wajib
P Jasa Pendidikan 3.415,20 3.708,43 3.849,23 3.896,18 3.878,48
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan
2.119,21 2.228,24 2.305,97 2.277,84 2.571,77
Sosial
R,S,T,U Jasa Lainnya 1.075,07 1.311,08 1.332,30 436,25 429,97
PDRB 227.706,88 248.822,23 267.631,48 254.227,86 275.636,33
PDRB Non Migas 197.794,33 217.694,23 236.564,61 229.487,58 245.879,72
* Angka sementara
** Angka sangat sementara
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022
III-49
Berdasarkan harga konstan 2010, angka PDRB juga mengalami peningkatan,
dari 174,96 triliun rupiah pada tahun 2020 menjadi 180,95 triliun
rupiah pada tahun 2021. Hal ini menunjukkan selama tahun 2021 ekonomi
Kepulauan Riau tumbuh sebesar 3,40%, meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya. Peningkatan PDRB ini disebabkan oleh meningkatnya produksi
hampir di seluruh lapangan usaha.
Tabel 2.25. Produk Domestik Regional Bruto Kepulauan Riau Atas Dasar
Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2017-2021 (Miliar
Rupiah)
Katagori Lapangan Usaha 2017 2018 2019 2020* 2021**
Pertanian, Kehutanan, dan
A 5.945,61 5.757,78 5.717,73 5.466,78 5.322,05
Perikanan
1. Pertanian, Peternakan, Perburuan
1.991,62 2.043,50 2.234,73 2.168,49 2.174,28
dan Jasa Pertanian
a. Tanaman Pangan 21,95 16,6 14,89 12,65 9,39
b. Tanaman Hortikultura 201,84 213,37 251,56 259,75 254,42
c. Tanaman Perkebunan 1.118,43 1.133,57 1.211,38 1.137,83 1.067,88
d. Peternakan 605,66 636,02 715,37 719,28 807,23
e. Jasa Pertanian dan Perburuan 43,75 43,93 41,53 38,97 35,37
2. Kehutanan dan Penebangan Kayu 25,47 21,25 16,96 17,3 18,92
3. Perikanan 3.928,52 3.693,03 3.466,03 3.281,00 3.128,85
B Pertambangan dan Penggalian 25.648,83 25.995,36 26.019,45 24.933,55 24.748,82
1. Pertambangan Minyak, Gas, dan
22.334,22 22.647,38 22.649,25 21.743,68 21.528,05
Panas Bumi
2. Pertambangan Batubara dan Lignit 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
3. Pertambangan Bijih Logam 2.281,93 2.303,75 2.335,36 2.199,50 2.123,35
4. Pertambangan dan Penggalian
1.032,69 1.044,23 1.034,85 990,36 1.097,42
Lainnya
C Industri Pengolahan 62.436,28 65.018,04 69.079,81 71.325,79 75.925,35
1. Industri Batubara dan Pengilangan
1.586,65 0,00 0,00 0,00 0,00
Migas
2. Industri Makanan dan Minuman 1.234,67 1.293,50 1.419,23 1.459,56 1.539,71
3. Industri Pengolahan Tembakau 286,64 281,8 270,11 251,85 281,68
4. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 1.419,06 1.476,23 1.771,20 1.869,69 1.685,08
5. Industri Kulit, Barang dari Kulit dan
91,87 96,94 89,88 83,23 78,84
Alas Kaki
6. Industri kayu; Barang dari Kayu dan
Gabus; dan Barang Anyaman dari 665,52 589,87 556,32 585,04 507,85
Bambu, Rotan, dan Sejenisnya
7. Industri Kertas dan Barang dari
Kertas; Percetakan dan Reproduksi 385,40 458,38 340,66 330,80 280,45
Media Rekaman
8. Industri Kimia, Farmasi, dan Obat
393,54 419,53 310,66 325,17 359,01
Tradisional
9. Industri Karet, Barang dari Karet dan
2.430,73 2.581,21 1.992,65 2.070,13 1.687,01
Plastik
10. Industri Barang Galian Bukan Logam 183,11 180,59 203,72 159,10 138,46
11. Industri Logam Dasar 8.818,86 8.806,39 7.494,03 6.120,15 5.806,11
12. Industri Barang Logam; Komputer,
Barang Elektronik, Optik; dan 31.851,49 35.667,34 39.118,90 42.384,27 48.329,95
Peralatan Listrik
13. Industri Mesin dan Perlengkapan 3.652,28 3.742,84 3.767,92 4.485,51 4.538,41
14. Industri Alat Angkutan 4.643,86 4.510,25 6.126,24 5.743,33 5.340,92
15. Industri Furnitur 1.583,37 1.717,97 1.739,18 1.770,47 1.904,36
16. Industri Pengolahan Lainnya; Jasa
Reparasi dan Pemasangan Mesin 3.209,23 3.195,20 3.879,11 3.687,48 3.447,50
dan Peralatan
D Pengadaan Listrik dan Gas 1.621,70 1.600,28 1.653,05 1.580,66 1.648,93
1. Ketenagalistrikan 429,68 416,78 415,65 408,32 415,50
2. Pengadaan Gas dan Produksi Es 1.192,02 1.183,50 1.237,40 1.172,34 1.233,43
Pengadaan Air, Pengelolaan
E 222,66 225,03 224,90 218,65 218,68
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi 29.042,76 31.345,83 33.924,66 31.752,17 33.256,03
Perdagangan Besar dan Eceran;
G 13.665,03 14.523,51 15.408,88 13.449,61 13.592,98
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
1. Perdagangan Mobil, Sepeda Motor
4.865,80 4.893,69 4.523,20 3.815,84 3.734,12
dan Reparasinya
2. Perdagangan Besar dan Eceran,
8.799,23 9.629,82 10.885,68 9.633,76 9.858,85
Bukan Mobil dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan 4.654,49 4.696,77 4.280,15 2.558,45 2.514,94
1. Angkutan Rel - - - - -
III-50
Katagori Lapangan Usaha 2017 2018 2019 2020* 2021**
Pertanian, Kehutanan, dan
A 5.945,61 5.757,78 5.717,73 5.466,78 5.322,05
Perikanan
2. Angkutan Darat 722,02 721,16 706,42 377,61 408,60
3. Angkutan Laut 1.543,58 1.547,05 1.648,99 1.006,88 975,55
4. Angkutan Sungai Danau dan
7,68 8,24 8,48 8,35 8,02
Penyeberangan
5. Angkutan Udara 2.095,53 2.146,07 1.642,56 946,16 916,19
6. Pergudangan dan Jasa Penunjang
285,68 274,26 273,71 219,45 206,56
Angkutan; Pos dan Kurir
Penyediaan Akomodasi dan Makan
I 3.536,02 3.895,60 4.283,34 2.526,91 2.357,95
Minum
1. Penyediaan Akomodasi 1.744,69 1.791,23 2.073,42 1.294,38 1.207,25
2. Penyediaan Makan Minum
1.791,33 2.104,37 2.209,92 1.232,53
1.150,69
J Informasi dan Komunikasi 3.736,38 4.136,74 4.626,51 5.392,39 5.909,45
Jasa Keuangan dan
K 4.466,53 4.724,11 4.951,67 4.798,29 4.833,25
Asuransi
1. Jasa Perantara Keuangan 2.354,68 2.455,14 2.567,32 2.559,82 2.560,45
2. Asuransi dan Dana Pensiun 2.063,70 2.217,06 2.327,84 2.188,01 2.224,22
3. Jasa Kuangan Lainnya 29,09 31,45 34,79 30,62 31,42
4. Jasa Penunjang Keuangan 19,06 20,46 21,72 19,84 17,16
L Real Estat 2.549,27 2.539,78 2.542,82 2.330,97 2.247,92
M,N Jasa Perusahaan 8,88 9,49 8,65 5,03 5,74
Administrasi Pemerintahan,
O Pertahanan dan Jaminan Sosial 3.750,53 4.013,02 4.073,85 4.398,45 4.028,29
Wajib
P Jasa Pendidikan 2.418,96 2.450,78 2.461,46 2.259,58 2.183,17
Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Q 1.618,90 1.668,14 1.714,54 1.679,46 1.886,04
Sosial
R,S,T,U Jasa Lainnya 758,86 898,50 906,21 282,47 272,86
PDRB 166.081,68 173.498,75 181.877,67 174.959,21 180.952,44
PDRB Non Migas 142.160,81 150.851,37 159.228,43 153.215,52 159.424,39
* Angka sementara
** Angka sangat sementara
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022
III-51
terakhir, peranan kategori Konstruksi mengalami pergerakan yang cukup
fluktuatif. Pada tahun 2020 peranan kategori Konstruksi mengalami
penurunan, peranannya menjadi sebesar 19,29%.
Tabel 2.26. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Provinsi
Kepulauan Riau Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha
(persen), Tahun 2017-2021
Lapangan Usaha 2017 2018 2019 2020* 2021**
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,51 3,26 3,07 3,17 3,07
B Pertambangan dan Penggalian 14,08 14,13 13,05 11,16 12,59
C Industri Pengolahan 37,07 36,89 37,63 41,66 42,03
D Pengadaan Listrik dan Gas 1,18 1,06 1,03 1,02 0,99
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
0,12 0,12 0,11 0,11 0,10
Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi 18,19 18,74 19,52 19,40 19,29
G Perdagangan Besar dan Eceran;
8,63 8,87 9,09 8,48 8,15
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan 3,28 3,07 2,70 1,62 1,39
I Penyediaan Akomodasi dan Makan
2,22 2,24 2,32 1,33 1,15
Minum
J Informasi dan Komunikasi 1,97 2,02 2,09 2,55 2,57
K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,75 2,73 2,72 2,75 2,61
L Real Estat 1,50 1,39 1,33 1,26 1,13
M,N Jasa Perusahaan 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00
O Administrasi Pemerintahan,
2,60 2,57 2,54 2,89 2,43
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan 1,50 1,49 1,44 1,53 1,41
Q Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 0,93 0,90 0,86 0,90 0,93
R,S,T,U Jasa Lainnya 0,47 0,53 0,50 0,17 0,16
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
PDRB Non Migas 86,86 87,49 88,39 90,27 89,20
* Angka sementara
** Angka sangat sementara
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022 (diolah)
III-52
triliun rupiah pada tahun 2021. Angka tersebut naik dari 174,96 triliun rupiah
pada tahun 2020. Hal tersebut menunjukkan bahwa selama tahun 2021
ekonomi tumbuh sebesar 3,43%, lebih cepat jika dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya yang mencapai -3,80%. Rata-rata
pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau selama lima tahun terakhir adalah
2,18% per tahun.
Dengan mengeluarkan sektor migas, perekonomian Kepulauan Riau juga
masih mengalami kontraksi. Rata- rata pertumbuhan ekonomi Kepulauan
Riau tanpa migas selama lima tahun terakhir adalah sebesar 2,79% per tahun.
Tabel 2.27. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Provinsi
Kepulauan Riau Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha
(Persen), Tahun 2017-2021
Lapangan Usaha 2017 2018 2019 2020* 2021**
A Pertanian, Kehutanan, dan
-1,21 -3,16 -0,70 -4,39 -2,65
Perikanan
B Pertambangan dan Penggalian -4,59 1,35 0,09 -4,17 -0,74
C Industri Pengolahan 1,53 4,14 6,25 3,25 6,45
D Pengadaan Listrik dan Gas 6,47 -1,32 3,30 -4,38 4,32
E Pengadaan Air, Pengelolaan
9,54 1,07 -0,06 -2,78 0,01
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi 3,45 7,93 8,23 -6,40 4,74
G Perdagangan Besar dan Eceran;
6,27 6,28 6,10 -12,72 1,07
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan 5,45 0,91 -8,87 -40,23 -1,70
I Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum 11,93 10,17 9,95 -41,01 -6,69
J Informasi dan Komunikasi 7,69 10,71 11,84 16,55 9,59
K Jasa Keuangan dan Asuransi 3,03 5,77 4,82 -3,10 0,73
L Real Estat 4,33 -0,37 0,12 -8,33 -3,56
M,N Jasa Perusahaan 7,25 6,84 -8,82 -41,88 14,14
O Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial 4,67 7,00 1,52 7,97 -8,42
Wajib
P Jasa Pendidikan 9,88 1,32 0,44 -8,20 -3,38
Q Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 10,29 3,04 2,78 -2,05 12,30
R,S,T,U Jasa Lainnya 6,43 18,40 0,86 -68,83 -3,40
PDRB 1,98 4,47 4,83 -3,80 3,43
PDRB Non Migas 3,20 6,11 5,55 -3,78 4,05
* Angka sementara
** Angka sangat sementara
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022 (diolah)
Pada tahun 2021 perekonomian Kepulauan Riau (PDRB non migas) tumbuh
sebesar 4,05%, naik dari tahun lalu yang tumbuh -3,78%.
Kategori Jasa Perusahaan mengalami pertumbuhan tertinggi mencapai
14,14% pada tahun 2021. Dari 17 lapangan usaha ekonomi yang ada, hampir
seluruhnya mengalami pertumbuhan positif, kecuali kategori Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (-8,42%); kategori
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (-6,69%); kategori Real Estate (-
3,56%); kategori Jasa Lainnya (-3,40%); kategori Jasa Pendidikan (-3,38%);
III-53
Kategori Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (-2,65%); kategori Transportasi
dan Pergudangan (-1,70%) dan kategori Pertambangan dan Penggalian (-
0,74%).
Sembilan kategori lapangan usaha yang mengalami percepatan pertumbuhan
adalah: Jasa Perusahaan sebesar 14,14%; Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial sebesar 12,30%; Informasi dan Komunikasi sebesar 9,59%; Industri
Pengolahan sebesar 6,45%; Konstruksi sebesar 4,74%; Pengadaan Listrik
dan Gas sebesar 4,32%; Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor sebesa 1,07%; Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 0,73%
dan Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar
0,01%.
2. Basis Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi tanpa migas di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun
2020 paling tinggi dicapai oleh Kabupaten Lingga yang mana mengalami
kontraksi lebih rendah dibandingkan kabupaten kota lainnya yang mengalami
kontraksi yang cukup dalam. kemudian diikuti oleh Kota Batam, Kabupaten
Kepulauan Anambas, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Bintan, dan terendah
Kabupaten Karimun. Sementara PDRB per kapita tanpa migas di Provinsi
Kepulauan Riau pada tahun 2021 paling rendah dicapai oleh Kabupaten
Lingga, kemudian diikuti Kabupaten Kabupaten Karimun, Kepulauan
Anambas, Kabupaten Natuna, Kota Tanjungpinang, Kota Batam, dan tertinggi
adalah Kabupaten Bintan.
Laju pertumbuhan ekonomi yang dikaitkan dengan PDRB per kapita
kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau dapat digunakan untuk
membandingkan secara relatif posisi wilayah terhadap wilayah lainnya. Rata-
rata pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita kabupaten/kota
dijadikan titik tengah masing-masing sumbu (vertikal dan horizontal)
digambarkan garis tegak lurus pada masing-masing sumbu. Garis-garis ini
menggambarkan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi (tegak lurus dengan
garis vertikal) dan rata-rata PDRB per kapita (tegak lurus dengan garis
horizontal).
III-54
Gambar 2.22. Diagram Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Per Kapita
Kabupaten/Kota Tanpa Migas di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2021
Kota Batam terletak di kuadran I, berarti Kota Batam mempunyai PDRB per
kapita maupun tingkat pertumbuhan di atas rata-rata. Secara relatif
menunjukkan sudah maju perekonomiannya, dan akan lebih cepat maju.
Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang berada di kuadran II
menggambarkan PDRB per kapita di atas rata-rata, namun tingkat
pertumbuhannya di bawah rata-rata tingkat pertumbuhanKabupaten/Kota
Provinsi Kepulauan Riau. Kabupaten Lingga menempati kuadran IV, berarti
Kabupaten Lingga mempunyai PDRB per kapita di bawah rata-rata, namun
mempunyai tingkat pertumbuhan di atas rata-rata. Sementara Kabupaten
Karimun, Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas menempati
kuadran III, berarti ketiga kabupaten/kota tersebut memiliki pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan perkapita dibawah rata-rata. Hal ini
mengindikasikan bahwa kabupaten/kota tersebut tertinggal dibanding
kabupaten/kota lainnya.
Adapun sektor-sektor yang dikelompokan pada analisis ini adalah Sektor A
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Sektor B Pertambangan dan
Penggalian; Sektor C Industri Pengolahan; Sektor D Pengadaan Listrik dan
Gas; Sektor E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang;
Sektor F Konstruksi; Sektor G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor; Sektor H Transportasi dan Pergudangan; Sektor I
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Sektor J Informasi dan
Komunikasi; Sektor K Jasa Keuangan dan Asuransi; Sektor L Real Estate;
Sektor M, N Jasa Perusahaan; Sektor O Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; Sektor P Jasa Pendidikan; Sektor Q
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; dan Sektor R, S, T, U Jasa lainnya.
III-55
LQ yang akan diuraikan berikut adalah kondisi tahun 2021 dengan
penghitungan menggunakan PDRB tanpa migas. Jika hasil perhitungan
menghasilkan nilai LQ > 1, maka sektor i dikategorikan sebagai sektor basis.
Nilai LQ yang lebih besar dari satu tersebut menunjukkan bahwa pangsa
pendapatan/tenaga kerja pada sektor i di kabupaten/kota lebih besar
dibanding provinsi dan output pada sektor i lebih berorientasi ekspor.
Sebaliknya, jika nilai LQ < 1 sektor i diklasifikasikan sebagai sektor non basis.
Basis sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan terdapat di Kabupaten
Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kabupaten Lingga, Kabupaten
Karimun, dan Kabupaten Bintan. Basis sektor Pertambangan dan
Penggalian terdapat di Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, dan
Kabupaten Kepulauan Lingga.
Basis sektor Industri Pengolahan; sektor Pengadaan Listrik dan Gas;
serta sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur
Ulang hanya terdapat di Kota Batam. Basis sektor Konstruksi terdapat di
Kabupaten Bintan, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Kepulauan Anambas,
dan Kabupaten Natuna.
Basis sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor terdapat di hampir semua kabupaten/kota kecuali Kota Batam.
Basis sektor Transportasi dan Pergudangan terdapat di Kota
Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan dan Kabupaten
Natuna. Basis sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum terdapat
di Kabupaten Bintan, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Karimun.
Basis sektor Informasi dan Komunikasi terdapat di Kabupaten Lingga,
Kota Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, dan Kota Batam. Basis sektor
Jasa Keuangan dan Asuransi terdapat di Kota Batam dan Kota
Tanjungpinang. Basis sektor Real Estate terdapat di Kabupaten
Anambas, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga,
dan Kabupaten Natuna.
Basis sektor Jasa Perusahaan terdapat di Kota Tanjungpinang dan
Kabupaten Karimun. Basis sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib di Kabupaten Anambas, Kota Tanjungpinang,
Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga, Kabupaten Natuna, dan
Kabupaten Karimun. Basis sektor Jasa Pendidikan terdapat di Kabupaten
Lingga, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, dan Kabupaten Bintan.
Basis sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial terdapat di Kabupaten
Lingga, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Kepulauan
Anambas, dan Kabupaten Natuna. Serta basis sektor Jasa lainnya
terdapat di Kabupaten Karimun, Kota Tanjungpinang, dan Kabupaten
Lingga.
III-56
Untuk lebih jelasnya mengenai sektor basis di Provinsi Kepulauan Riau
Menurut 17 Sektor Lapangan Usaha Tahun 2020 (Tanpa Migas), dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 2.28. LQ Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Menurut 17
Sektor Lapangan Usaha Tahun 2021 (Tanpa Migas)
Kep.
Sektor Karimun Bintan Natuna Lingga Batam Tanjungpinang
Anambas
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
A 3,85 1,50 9,23 5,25 7,18 0,24 0,18
B 7,72 4,48 0,35 3,98 0,40 0,05 0,01
C 0,29 0,87 0,06 0,02 0,02 1,27 0,15
D 0,30 0,15 0,27 0,28 0,31 1,33 0,26
E 0,30 0,41 0,16 0,20 0,11 1,28 0,49
F 0,91 1,04 1,27 0,94 1,48 0,92 1,50
G 1,84 1,07 1,19 2,34 1,41 0,63 2,79
H 1,48 1,21 1,04 0,77 0,37 0,75 2,53
I 1,11 2,30 1,00 1,40 0,32 0,87 0,65
J 1,10 0,45 0,88 1,16 0,88 1,05 1,14
K 0,56 0,59 0,16 0,28 0,26 1,15 1,10
L 1,97 0,81 1,58 1,62 2,19 0,72 2,19
M, N 4,06 0,20 0,17 0,22 0,24 0,61 3,32
O 1,47 0,97 2,52 2,80 4,14 0,43 3,73
P 2,15 1,23 0,38 4,40 0,75 0,57 2,77
Q 1,84 0,99 0,98 2,92 1,13 0,69 2,40
R,S,T,U 3,86 0,54 0,78 2,36 1,14 0,47 3,37
Sumber: Hasil Analisis Laporan Rencana RTRW Provinsi Kepri, 2022
III-57
- Sektor F : Konstruksi;
- Sektor G : Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor;
- Sektor H : Transportasi dan Pergudangan;
- Sektor I : Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum;
- Sektor J : Informasi dan Komunikasi;
- Sektor K : Jasa Keuangan dan Asuransi;
- Sektor L : Real Estate;
- Sektor M, N : Jasa Perusahaan;
- Sektor O : Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib;
- Sektor P : Jasa Pendidikan;
- Sektor Q : Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial;
- Sektor R, S, T, U : Jasa lainnya.
Bila diasumsikan bahwa tidak terdapat perbedaan karakteristik ekonomi,
kinerja perekonomian Provinsi Kepulauan Riau mempengaruhi perekonomian
kabupaten/kota. Pada tabel di bawah ini, dapat dilihat dampak real
pertumbuhan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2021 terhadap tahun 2020.
Kabupaten Karimun menunjukkan bahwa 79,05% peningkatan PDRB di
Kabupaten Karimun dipengaruhi pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan
Riau. Berikutnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau
mempengaruhi 66,37% pertumbuhan Kabupaten Bintan, 96,80%
pertumbuhan Kabupaten Natuna, 415,39% pertumbuhan Kabupaten Lingga,
85,98% pertumbuhan Kabupaten Kepulauan Anambas, 111,53%
pertumbuhan Kota Batam, dan 82,22% pertumbuhan Kota Tanjungpinang.
Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor mengalami pertumbuhan
yang lebih cepat dibanding sektor-sektor lainnya dan ada juga beberapa
kabupaten/kota yang mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibanding
kabupaten/kota lainnya. Sehingga peningkatan PDRB yang mempengaruhi
pertumbuhan Provinsi Kepulauan Riau akan terkoreksi oleh pengaruh dari
pertumbuhan sektoral dan tingkat daya saing wilayah.
Tabel 2.29. Dampak Real Pertumbuhan Provinsi Menurut Kabupaten/ Kota
di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2021 (Juta Rupiah)
Kep. Tanjung-
Sektor Karimun Bintan Natuna Lingga Batam
Anambas pinang
A -41.565 -24.592 -49.002 -19.216 -18.283 -31.700 -3.168
B -31.135 -27.996 -529 -4.170 -281 -2.000 -34
C -36.296 -158.775 -3.203 -631 -436 -1.680.773 -27.218
D -808 -577 -322 -230 -181 -42.509 -1.052
E -113 -239 -27 -27 -9 -5.968 -298
F -47.872 -86.344 -33.364 -17.166 -18.864 -626.174 -128.458
G -45.829 -39.933 -13.373 -17.158 -7.754 -202.303 -102.908
H -9.929 -9.528 -2.861 -1.585 -593 -72.998 -25.777
I -5.207 -23.429 -2.068 -1.973 -380 -79.271 -6.218
J -8.822 -6.083 -3.426 -3.232 -1.686 -95.025 -14.615
III-58
Kep. Tanjung-
Sektor Karimun Bintan Natuna Lingga Batam
Anambas pinang
K -4.568 -7.421 -577 -720 -454 -110.636 -13.975
L -8.020 -4.986 -2.903 -2.127 -2.082 -42.091 -13.975
M, N - 44 -4 -1 -1 -1 -141 -67
O -10.608 -10.430 -8.137 -6.142 -6.370 -32.609 -39.413
P -8.752 -7.760 -707 5.669 -652 -28.828 -19.291
Q 4.492 -4.139 -1.315 2.707 -725 -23.747 -10.706
R,S,T,U -3.543 -742 -279 -597 -219 -13.443 -5.053
Jumlah -268.601 -412.976 -122 -83.353 -58.970 -3.090.216 -410.047
Total
-339.799 -622.277 -126.127 -20.066 -68.589 -2.770.699 -498.700
Pertumbuhan
Pengaruh (%) 79,05 66,37 96.80 415,39 85,98 111,53 82,22
Sumber: Hasil Analisis Laporan Rencana RTRW Provinsi Kepri, 2022
Pada tabel di atas, dalam kurun waktu tahun 2020-2021 terlihat bahwa ada 8
sektor yang pertumbuhannya lambat, yaitu sector Pertambangan dan
Penggalian; Konstruksi; sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor; sektor Transportasi dan Pergudangan; sektor
Penyedia Akomodasi; dan Makan dan Minum; sektor Real Estate; sektor Jasa
Perusahaan; dan Sektor Jasa Lainnya. Pengaruh pertumbuhan sektoral yang
negatif ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik sektoral di Provinsi
Kepulauan Riau dengan kabupaten/kota, dimana sektor-sektor yang tumbuh
negatif ini tidak berspesialisasi dalam sektor-sektor Provinsi Kepulauan Riau
III-59
tumbuh cepat. Sektor yang mengalami pertumbuhan lambat ini perlu dipacu
lagi agar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota.
Sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan cepat yaitu sektor Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan; sektor Industri Pengolahan; sektor Pengadaan
Listrik dan Gas; sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang; sektor Informasi dan Komunikasi; sektor Jasa Keuangan dan
Ansuransi; sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib; sektor Jasa Pendidikan; dansektor Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial.
Cepat atau lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan
wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar,
dukungan kelembagaan dan prasarana sosial ekonomi, serta kebijakan
ekonomi regional pada wilayah yang bersangkutan. Tingkat daya saing
wilayah dengan wilayah lain dalam analisis shift share dicerminkan dalam
komponen pertumbuhan daya saing wilayah (DS). Dua komponen shift
(pergeseran) pada metode analisis shift share memisahkan unsur-unsur atau
pengaruh pertumbuhan Provinsi Kepulauan Riau yang bersifat eksternal dan
internal.
Shifting atau pergeseran yang terjadi pada komponen pertumbuhan sektoral
adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor luar yang bekerja secara menyeluruh
di Provinsi Kepulauan Riau, sedangkan shifting atau pergeseran yang terjadi
pada komponen pertumbuhan daya saing wilayah adalah akibat dari pengaruh
faktor- faktor khusus yang bekerja di wilayah yang bersangkutan.
Kabupaten/kota yang mempunyai daya saing baik terhadap wilayah lainnya
pada kondisi tahun 2020 bila dibandingkan dengan tahun 2019 diuraikan
menurut sektor. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan mempunyai
daya saing baik di Kabupaten Bintan dan Kabupaten Karimun. Sektor
Pertambangan dan Penggalian mempunyai daya saing baik di Kabupaten
Kepulauan Anambas, kabupaten Lingga, Kabupaten Natuna, Kota Batam, dan
Kota Tanjungpinang. Sektor Industri Pengolahan mempunyai daya saing baik
hanya di Kota Batam. Sektor Pengadaan Listrik dan Gas mempunyai daya
saing yang baik hampir semua kabupaten/kota kecuali Kota Batam. Sektor
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang mempunyai
daya saing baik hampir semua kabupaten/kota kecuali Kota Batam dan
Kabupaten Lingga.
Sektor Konstruksi mempunyai daya saing baik hampir disemua
kabupaten/kota kecuali Kabupaten Anambas dan Kota Batam. Sektor
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Sektor
Transportasi dan Pergudangan; Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum mempunyai daya saing baik hampir semua kabupaten/kota kecuali
Kota Batam.
III-60
Sektor Informasi dan Komunikasi mempunyai daya saing baik hanya di Kota
Batam. Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi mempunyai daya saing baik
hampir semua kabupaten/kota kecuali Kota Batam dan Kota Tanjungpinang.
Sektor Real Estate dan Sektor Jasa Perusahaan mempunyai daya saing baik
hampir semua kabupaten/kota kecuali Kota Batam.
Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
mempunyai daya saing baik hanya di Kota Batam. Sektor Jasa Pendidikan
mempunyai daya saing baik hampir semua kabupaten/kota kecuali Kota
Batam. Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial mempunyai daya saing
baik di Kabupaten Karimun dan Kabupaten Bintan. Sektor Jasa Lainnya
mempunyai daya saing baik hampir semua kabupaten/kota kecuali Kota
Batam.
4. Investasi Daerah
Investasi PMA di Kepri merupakan katalis yang kuat dalam pembentukan
inovasi, pertumbuhan ekonomi, dan pengurangan tingkat kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi yang stabil dan kuat merupakan kebutuhan bagi sektor
swasta untuk membuka lapangan kerja baru dan mengurangi tingkat
kemiskinan yang kemudian menciptakan pendapatan yang dibutuhkan oleh
Pemerintah untuk meningkatkan akses kesehatan, pendidikan, dan
infrastruktur sehingga dapat meningkatkan produktifitas pemerintahan.
Tabel 2.31. Realisasi Investasi PMA (Januari s/d Oktober 2019)
Nilai Realisasi Investasi Nilai Realisasi Jumlah
Kabupaten/Kota
(US$ juta) Investasi (Rp) Proyek
Karimun 17 228.6 258.429.292.283. 31
Bintan 469 541.7 7.043.125.394.793. 198
Natuna 6.8 102.000.000 7
Lingga 0 305.621.583.944 1
Kepulauan Anambas 20.4 1.877.060.112 4
Batam 461 044.4 6.915.665.291.883 716
Tanjungpinang 125.1 1.877.060.112 6
Total Nilai Investasi PMA Provinsi Kepulauan Riau 14.524.820.623.014 963
Target Realisasi PMA Provinsi Kepulauan Riau 7.700.000.000.000
Sumber: BKPM RI 05 November 2019, Kurs APBN: 1 IS$ = Rp 15.000
Investasi pada triwulan II 2019 tumbuh 6,59% (yoy) lebih baik dibanding
triwulan lalu sebesar 0,67%(yoy). Akselerasi pertumbuhan investasi
terkonfirmasi oleh investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan investasi
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang tumbuh menguat, serta
didorong oleh telah dimulainya proyek-proyek pembangunan pada triwulan II
2019. Adapun konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2019 tumbuh 5,02%
(yoy), relatif stabil meskipun sedikit lebih lambat dibandingkan triwulan I 2019
yang tumbuh sebesar 5,04% (yoy).
III-61
Tabel 2.32. Realisasi Investasi PMDN (Januari s/d Oktober 2019)
Nilai Realisasi Jumlah
Kabupaten/Kota
Investasi (Rp) Proyek
Karimun 168.810.422.519 91
Bintan 250.285.621.823 48
Natuna 10.219.622.789 31
Lingga 1.530.626.200 4
Kepulauan Anambas 4.984.967.033 2
Batam 4.025.419.991.407 442
Tanjungpinang 159.773.388.705 127
Total Nilai Investasi PMDN Provinsi Kepulauan
4.621.024.530.476 745
Riau
Target Realisasi PMDN Provinsi Kepulauan Riau 7.700.000.000.000
Sumber: BKPM RI 05 November 2019, Kurs APBN: 1 IS$ = Rp 15.000
III-62
Nilai Realisasi Investasi Nilai Realisasi Jumlah
Kabupaten/Kota
(Rp. Juta) Investasi (Rp) Proyek
Total Nilai Investasi
14.249.025,60 14.249.025.600.000 2.294
PMDN
Target Realisasi Investasi PMA Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp. 800 Miliar
Sumber: BKPM RI 2020 Kurs APBN: 1 IS$ = Rp 15.000
5. Kemiskinan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2021 pada bulan Maret dan
September 2021 di Provinsi Kepulauan Riau, didapat Garis Kemiskinan
adalah Rp. 642.425,- perkapita per bulan dan naik sebesar Rp. 11.428,-
menjadi Rp. 653.853,- perkapita per bulan pada bulan September 2021. Garis
kemiskinan sangat dipengaruhi oleh inflasi, oleh sebab itu nilainya
menunjukkan peningkatan setiap tahunnya.
III-63
perbedaan yang cukup besar. Di Perdesaan GKM memiliki peranan sebesar
74,55% pada Maret 2021 dan 74,59% di September 2021, sedangkan di
perkotaan peranan GKM terhadap GK berada pada angka 66,23% di Maret
2021 dan 65,57% pada bulan September 2021.
Tabel 2.35. Garis Kemiskinan Mnurut Daerah Perkotaan dan Perdesaan di
Provinsi Kepulauan Riau, Maret-September 2021
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)
Daerah/ Tahun P0 (%)
Makanan Bukan Makanan Total
Perkotaan
Maret 2021 426.912 217.689 644.601 5,72
September 2021 429.830 225.676 655.506 5,37
Perdesaan
Maret 2021 458.274 156.472 614.746 11,10
September 2021 467.527 159.285 626.811 10,45
Perkotaan + Perdesaan
Maret 2021 429.298 213.127 642.425 6,12
September 2021 432.804 221.050 653.853 5,75
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022
III-64
Ada tiga ukuran kemiskinan yang bisa digunakan untuk menggambarkan
kondisi kemiskinan di suatu daerah. Ukuran tersebut adalah poverty incidence
(P0) merupakan ukuran yang menggambarkan prevalensi kemiskinan dalam
suatu masyarakat. Angka ini memiliki kelemahan karena tidak
menggambarkan seberapa parah kemiskinan yang terjadi di suatu daerah.
Poverty Gap (P1), mengukur seberapa jauh jurang/Gap pendapatan si miskin
dari Garis Kemiskinan, akan tetapi tidak menggambarkan jumlah penduduk
miskin serta tidak terdeteksi distribusi antar penduduk miskin yang timpang.
Ukuran terakhir adalah poverty severity (P2), mengukur seberapa parah
kemiskinan yang terjadi dengan mengukur ketimpangan pendapatan antar
penduduk miskin. Kelemahan dari P2 adalah tidak menggambarkan jumlah
penduduk miskin. Dengan mempertimbangkan ketiga ukuran tersebut,
diharapkan kebijakan yang akan diambil dapat menyentuh seluruh aspek
sehingga penanggulangan kemiskinan dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien.
Seperti halnya jumlah persentase penduduk miskin yang menunjukkan trend
fluktuatif, nilai P1 dan P2 juga menunjukkan pola yang hampir sama. Gambar
berikut menunjukkan perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
2017-2021. Penurunan nilai indeks Kedalaman Kemiskinan mengindikasikan
bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati
garis kemiskinan, demikian pula halnya dengan kenaikan nilai indeks, yang
mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin jauh
dari garis kemiskinan. Apabila dilihat dari trend nya, nilai P1 untuk daerah
pedesaan dan perkotaan menunjukkan perbedaan. Sejak Maret 2021 hingga
September 2021 gap P1 antara perkotaan dan pedesaan semakin melebar.
III-65
ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Dari Gambar berikut,
maka dapat dilihat bahwa nilai P2 menunjukkan trend meningkat, baik di
wilayah perkotaan maupun di perdesaan. Selama periode Maret 2017-
September 2021, nilai P2 di wilayah perdesaan lebih tinggi dari perkotaan,
kecuali pada September 2017. Artinya, ketimpangan pengeluaran antara
penduduk miskin di perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan.
III-66
daerah. Nilai Gini Rasio selalu berkisar antara 0 dan 1. Jika nilai Gini Rasion
di bawah 0,3, dapat dikatakan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk di
suatu daerah tersebut rendah. Pada interval 0,3-0,5 dalam skala nilai Gini
Rasio, ketimpangan pengeluaran penduduk di suatu daerah adalah sedang,
sedangkan dikatakan ketimpangannya tinggi jika nilainya di atas 0,5.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2022, nilai Gini Rasio Provinsi
Kepulauan Riau sebesar 0,339 tunun 0,004 poin dibandingkan Maret 2021.
Artinya ketimpangan pengeluaran penduduk Kepulauan Riau berada pada
kategori sedang. Nilai tersebut mendekati ambang batas ketimpangan rendah.
Jika dibandingkan Gini Rasio Indonesia, maka Gini Rasio Provinsi Kepulauan
Riau lebih kecil. Gini Rasio Indonesia berada pada angka 0,381 di September
2021 (BPS, 2021) dan masuk kategori sedang.
6. Potensi Lestari
a. Pertanian
Pertanian di Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari pertanian tanaman
pangan, tanaman hortikultura (sayuran dan buah) serta perkebunan.
Tanaman pangan padi menyebar hampir di semua kabupaten, dengan
variasi luasan yang berbeda kecuali di Kota Tanjungpinang dan Kota
Batam. Berdasarkan data BPS tahun 2021, luas tanam padi di Provinsi
Kepulauan Riau sebesar 270,16 Ha yang tersebar di Kabupaten
Natuna seluas 109,46 Ha, Kabupaten Lingga seluas 85,51 Ha,
Kabupaten Kepulauan Anambas seluas 39,46 Ha, Kabupaten Karimun
seluas 23,19 Ha dan Kabupaten Bintan seluas 12,54 Ha. Total produksi
tanaman padi di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 855,01 Ton, dengan
rata-rata produktivitasnya sebesar 3.50 Ton/Ha. Berikut ini data
selengkapnya tentang budidaya tanaman padi di Provinsi Kepulauan
Riau.
Tabel 2.38. Luas Sebaran Produksi Padi di Provinsi Kepulauan Riau
Luas panen padi Produksi padi Produktivitas
Kabupaten/Kota
(Ha) (Ha) Ton/Ha
Karimun 23.19 80.94 3.49
Bintan 12.54 43.4 3.46
Natuna 109.46 299.02 2.73
Lingga 85.51 282.12 3.4
Kepulauan Anambas 39.46 149.53 3.79
Batam - - -
Tanjungpinang - - -
Total 270.16 855.01
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022
III-67
berdasarkan standar kebutuhan pangan rata-rata penduduk dalam
setahun sebesar 98 Kg/kapita/tahun, maka Banyaknya beras yang
harus disuplay pertahun untuk penduduk Provinsi Kepri adalah
202.327,27 Ton. Sementara besaran produksi beras (tahun 2021)
adalah 1.111,52 Ton, berarti mengalami defisit beras yang harus
dipenuhi dari luar daerah sebesar 201.215,75 Ton.
Tabel 2.39. Neraca Kebutuhan Pangan Penduduk Provinsi Kepulauan
Riau berdasarkan Data Penduduk Tahun 2020
Konsumsi Produksi
Kabupaten/ Jumlah Defisit
Beras Beras
Kota Penduduk (Ton/Thn)
(Ton/Thn) (Ton)
Tanjungpinang 227,663 2,310.97 - -22,310.97
Batam 1,196,396 117,246.81 - -117,246.81
Karimun 253,457 24,838.79 105.22 -24,733.57
Bintan 159,518 15,632.76 56.42 -15,576.34
Lingga 98,633 9,666.03 366.76 -9,299.27
Natuna 81,495 7,986.51 388.73 -7,597.78
Kep. Anambas 47,402 4,645.40 194.39 -4,451.01
Total 2,064,564 202,327.27 1,111.52 -201,215.75
Sumber: Hasil Analisis, 2022
III-68
Luas tegalan Luas ladang Produk jagung
Kabupaten/Kota
(Ha) (Ha) (Ton)
Lingga 6,784.1 628.5 59.54
Kepulauan Anambas 2,583.0 1,067.0 1.82
Batam 7,193.0 17.0 48.46
Tanjungpinang 1,175.0 269.5 2.52
Total 40,322.7 26,632.6 293.1
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022
III-69
Tabel 2.42. Jenis dan Produksi Tanaman Buah di Provinsi Kepri
Produksi
Jenis tanaman
(Kuintal)
Alpukat 93.35
Belimbing 65.64
Duku 295.6
Durian 2713.81
Jambu air 207.81
Jambu biji 415.4
Jengkol 529.47
Jeruk besar 8.9
Jeruk siam 163.5
Mangga 1411.58
Manggis 306.55
Melinjo 153.07
Nangka 1794.64
Nenas 5568.56
Pepaya 1296.49
Petai 491.41
Pisang 2724.23
Rambutan 2550.59
Salak 5615.61
Sawo 156.97
Sirsak 171.73
Sukun 316.88
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022
III-70
Kabupaten/ Luas (Ha)
Kota Sawit Kelapa Karet Kopi Kakao Cengkeh Lada Sagu
Tanjung
- 92 22 1 - - 4 -
pinang
Total 1,305 32,539 39,556 20 34 17,238 215 5,899
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022
III-71
produktivitas lahan. Selama ini, diketahui bahwa sinkronisasi Izin
Usaha Perkebunan dengan skema HGU masih menghadapi masalah
tumpang tindih dengan kawasan hutan. Permasalahan ini seolah tanpa
ujung penyelesaian, dan berpotensi menimbulkan hambatan untuk
meningkatkan produktivitas perkebunan. Hambatan utama yang
dihadapi adalah sinkronisasi peta kesesuaian perizinan yang
dikeluarkan oleh pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah,
sinkronisasi Izin Usaha Perkebunan (IUP) dengan HGU serta
sinkronisasi Penunjukan atau Penetapan Kawasan Hutan dengan
HGU. Idealnya, secara aturan, HGU perkebunan berada di luar
kawasan hutan (non kehutanan), namun kenyataannya masih banyak
HGU perkebunan yang diterbitkan pada kawasan hutan. Salah satu
penyebabnya adalah masih belum selarasnya peta tata guna (hutan,
tata ruang, pertanahan) sehingga perlu dilakukan verifikasi ulang
mengenai data pelepasan atau tukar-menukar kawasan hutan untuk
perkebunan kelapa sawit, peta Izin Usaha Perkebunan, Izin Lokasi dan
HGU.
Potensi ternak di Provinsi Kepulauan Riau cukup prospektif, khususnya
untuk ruminansia karena terdapat tutupan lahan savana yang
merupakan sumber pakan ternak seperti sapi dan kambing. Selain itu
terdapat Peternakan babi yang cukup berkembang di Kota Batam,
karena kebutuhan komsumsinya cukup besar di kota tersebut. Jenis
ternak unggas yang cukup berkembang adalah ayam petelur dan ayam
potong, kebutuhan terbanyak terdapat di Kota Batam, sehingga ternak
ayam potong dan ayam petelur berkembang di Kota Batam. Berikut ini
data statistik ternak di Provinsi Kepri tahun 2021 berdasarkan data
BPS.
Tabel 2.45. Jumlah Ternak di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2021
Sapi Ayam Ayam Ayam
Kabupaten/ Kambing Babi Itik
Potong Kampung Petelur Potong
Kota
(Ekor)
Karimun 1,273 6,000 1,126 15,000 184,400 264,414 6,700
Bintan 1,330 2,632 1,024 225,384 263,296 816,000 13,283
Natuna 10,093 1,436 76,212 571,000 3,105
Lingga 2,750 292 341 71,862 9,200 57,479 1,589
Kepulauan
4,100 300 25,000 18,000 1,750
Anambas
Batam 800 10,482 263,640 564,495 111,000 14,580,000 6,300
Tanjung
700 950 430 6,300 50,000 600,000 4,000
pinang
Total 21,046 22,092 266,561 984,253 617,896 16,906,893 36,727
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2021
III-72
b. Pertambangan
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM RI Nomor
111.K/MB.01/MEM.B/2022, tentang Wilayah Pertambangan Provinsi
Kepulauan Riau, ditetapkan Wilayah Pertambangan (WP) di Provinsi
Kepulauan Riau teridiri dari : Wilayah Usaha Pertambangan, Wilayah
Pencadangan Negara dan Wilayah Pertambangan Rakyat.
III-73
Berdasarkan informasi dari www.barenlitbangkepri.com, potensi
pertambangan di Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari Ijin Usaha
Pertambangan dan pengembangan pabrik pengolahan dan pemurnian
bahan tambang. Pengembangan pabrik pengolahan dan pemurnian
bahan tambang, khusus bauksit serta turunannya memiliki peluang
yang sangat besar. Sebagai penghasil bauksit, hingga saat ini
Indonesia belum memiliki pabrik pengolahan bauksit menjadi alumina
sehingga seluruh bijih bauksit di ekspor ke luar negeri (Jepang dan
Cina), sedangkan alumina sebagai bahan baku untuk pembuatan
aluminium harus diimpor dari negara lain (Australia). Hal ini terkait
dengan jumlah perusahaan penambangan bauksit yang memiliki IUP di
wilayah ini terdapat 32 perusahaan, terdiri dari 3 IUP di Karimun, 12
IUP di Tanjung Pinang, Bintan 9 IUP dan dua perusahaan berada di
perbatasan kabupaten. Total luas yang dikuasai oleh para pemegang
IUP diperkirakan mencapai 34.993 Ha, masing-masing 1,64% dari luas
tersebut berada di Karimun, Lingga (93,36%), Tanjung Pinang (1,61%),
Bintan (2,33%) dan 1,06% berada di perbatasan dua wilayah. Jumlah
sumber daya bauksit di Kepulauan Riau diperkirakan mencapai 180,97
juta ton, daerah yang masih menyimpan sumber daya bauksit paling
besar adalah Kabupaten Lingga dengan jumlah sekitar 168,96 juta ton
sisanya tersebar di empat wilayah dengan jumlah yang relatif kecil.
Selain itu cadangan potensi tambang yang cukup besar merupakan
peluang investasi bagi investor untuk eksplorasi bauksit, karena masih
banyak lahan bauksit yang belum dimanfaatkan.
Industri pemurnian pasir besi menjadi spone besi. Sponge Iron juga
dikenal sebagai besi tereduksi langsung, adalah produk yang
dihasilkan dari bijih besi. Sebagai bahan baku pembuatan baja.
Kebutuhan kedua jenis bahan baku baja seluruh pabrik baja di
Indonesia sekitar 7,6 juta metrik ton per tahunnya dan akan terus
meningkat setiap tahunnya seiring dengan meningkatnya kebutuhan
baja di Indonesia maupun di dunia. Selama ini jenis bahan baku
tersebut untuk kebutuhan industri baja di Indonesia masih di import dari
negara China, India, Brazil dan Iain-Iain. Padahal bahan baku untuk
memproduksi sponge iron maupun pig Iron sangat melimpah di
Indonesia khususnya di provinsi Kepri, seperti pasir besi (iron sand)
atau bijih besi (iron ore), batu bara (coal) dan kapur/bentonite.
Peluang investasi di sektor pertambangan batuan dan logam di provinsi
Kepulauan Riau meliputi :
1. Usaha pertambangan batuan dan Iogam
2. Usaha pengangkutan hasil tambang
3. Usaha industri pengolahan hasil tambang
III-74
4. Usaha perdagangan hasil tambang batuan
5. Jasa konstruksi pekerjaan Persiapan Lapangan untuk Lahan
Pertambangan
6. Jasa penelitian potensi tambang
III-75
Gambar 2.27. Peta Lokasi Izin Usaha Pertambangan di Provinsi Kepri
III-76
Gambar 2.28. Peta Wilayah Kerja Migas Provinsi Kepulauan Riau
III-77
c. Pariwisata
Berdasarkan data Dinas Pariwisata Provinsi Kepulauan Riau, secara
umum, wisata di Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari wisata alam,
wisata religi, wisata budaya, wisata kuliner dan wisata bahari.
Kemudian, untuk sebaran potensi pariwisata, dapat dilihat lebih lanjut
pada tabel berikut.
Tabel 2.46. Sebaran Potensi Pariwisata di Provinsi Kepulauan Riau
Kabupaten Bintan Kabupaten Karimun
Air Terjun Gunung Bintan Agrowisata Kundur Barat
Air Terjun Gunung Lengkuas (Perkebunan Buah-buahan)
Anra Wika Square Air Terjun Gunung Jantan
Bintan Mangrove Air Terjun Pongkar
Bintan Resorts Air Terjun Sugi
Danau Bekas Galian Bauksit Tembeling Batu Limau Alai
Danau Biru Batu Lubuk
Desa Wisata Sebong Pereh Batu Mesjid
Goa Gunung Bintan Goa Ikan Bayang
Gunung Bintan Gunung Betina
Gunung Lengkuas Gunung Jantan
Jembatan Busung Gunung Karimun Anak
Kawasan Wisata Lagoi Exsclusive Jembatan Pelambong
Kebun Binatang Mayangsari Kawasan Wisata Bukit Gading
Kepulauan Tambelan Kelenteng Moro
Kota Kijang Kolam Ikan Bayang
Lagoi Park & Reservoir Makam Keramat Tebing
Makam Bukit Batu Makam Orang Kuat
Makam Datuk Penaon Makam Si Badang
Makam Sultan Abdurrahman Tambelan Masjid Pulau Buru
Masjid Raya Baitul Makmur Tanjung Uban Masjid Raya Karimun
Mini Zoo Kijang Masjid Tua Al-Mubarak
Muhayatsyah Tambelan Pantai Air Dagang
Nirwana Gardens Pantai Batu Limau
Pantai Kedondong Pantai Durai
Pantai Lagoi Pantai Gading
Pantai Lancang Kuning Pantai Glora
Pantai Loola Pantai Ketam
Pantai Mana-mana Pantai Lubuk
Pantai Trikora Pantai Mukalis
Pantai Sakera Pantai Pasir Putih Pandan
Pantai Sumpat Pantai Pasir Putih Tulang
Pantai Sungai Lepah Pantai Pelawan
Pantai Wisata Sebong Pereh Pantai Pongkar
Pulau Bintan Pantai Sawang
Pulau Bungin Pantai Sugi
Pulau Kelong Pantai Tanjung Melolo
Pulau Mantang Pantai Teluk Ranai
Pulau Mapur Pantai Telunas
Pulau Pangkil Pantai Timun
Riabintan Club Pemandian Air Panas Tanjung
Situs Kota Kara Hutan
Sungai Sebong Pulau Moro
Tanjung Berakit Pulau Durai
Teluk Abik Pulau Judah (Pulau Pasai)
Teluk Bakau Pulau Telunas
III-78
Teluk Penepat Prasasti Pasir Panjang (Batu
Bersurat)
Sumur Tua Pulau Buru
Taman Budaya Bukit Tembok
Taman Safari Indah
Tanjung Balai Karimun
Tanjung Batu
Telaga Tujuh Hang Tuah
Telunas Resot Beach
Kabupaten Natuna Kabupaten Lingga
Agro Wisata Ceruk Air Terjun Batu Ampar
Air Terjun Gunung Air Hiu Air Terjun Cenut
Air Terjun Kuala Maras Air Terjun Cik Latif
Air Terjun Ranai Air Terjun Gemuruh
Air Terjun Pengadah Air Terjun Jelutung
Alif Stone Park (Tanjung Natuna) Air Terjun Kador
Batu Besantai Air Terjun Mala
Batu Catur Air Terjun Merawang
Batu Duyung Air Terjun Resun
Batu Kaouan Air Terjun Sungai Mentuda
Batu Kapal Air Terjun Tanda
Batu Kasah Batu Babi
Batu Madu Batu Belah
Batu Niaga Batu Berdaun
Batu Rusia Batu Buaya
Batu Senduyung Batu Kapal
Batu Sindu Benteng Bukit Cening
Batu Sisir Benteng Kuala Daik
Bendung Kelarik Benteng Kubu Parit
Bendungan Tapau Benteng Mepar
Bukit Kapur Ceruk Benteng Tanjung Cengkeh
Bukit Senubing Bukit Tomang
Bukit Senubing Cetiya Loka Shanti
Cagar Alam Pulau Laut Cetya Dharma Ratna
Embung Pulau Laut Dermaga Daik Lingga
Embung Pulau Tiga Gedung Nasional Dabo Singkep
Embung Serasan Gunung Daik
Embung Subi Gunung Muncung
Goa Batu Sindu Gunung Selayar
Goa Kapal Batu G. Daik Cabang Tiga
Goa Lubang Hidung Kelenteng Pek Kong
Gunung Ranai Kelenteng Pulau Penuba
Kampung Wisata Tanjung Kumbik Lapangan Merdeka Dabo
Kawasan Gunung Bedung Singkep
Kawasan Kota Tua Midai Makam Bukit Cengkeh
Keramat Binjai Makam Megat Kuning
Kota Tua Penagi Makam Mepar
Kota Tua Segeram Makam Merah (Makam Raja
Laman Kima Muhammad Yusuf)
Laut Natuna Makam Sultan Mahmud Riayat
Mangrove Pering Syah
Mangrove Sebala Masjid Az Zulfa
Masjid Agung Gunung Ranai Masjid Sultan Lingga
Masjid Agung Natuna Meriam Lapangan Merdeka
Museum Sri Serindit Meriam Sumbing
Pantai Air Beras Meriam Tegak
Pantai Air Buluh Monumen Keabsahan Pulau
Pantai Air Gayam Berhala
III-79
Pantai Air Mali Museum Mini Linggam Cahaya
Pantai Air Payang Pagoda
Pantai Arung Buaya Pancur
Pantai Cemaga Pantai Anak Benan
Pantai Genting Pantai Batu Berdaun
Pantai Goa Kamak Pantai Batu Berlobang
Pantai Harapan Pantai Batu Bongkok
Pantai Kadur Pantai Belakang Benan
Pantai Kencana Pantai Belakang Hutan
Pantai Lingkung Pantai Benan
Pantai Mabai Pantai Berhala
Pantai Pasir Marus Pantai Cemara
Pantai Pasir Merah Pantai Dungun
Pantai Pasir Panjang Pantai Indah Sergang Laut
Pantai Pasir Putih Pantai Kerandin
Pantai Pasir Sepandok Pantai Laboh
Pantai Penipah Pantai Lundang
Pantai Pian Tujuh Pantai Mamut
Pantai Ranai Pantai Mentanak
Pantai Sebagul Pantai Nusantara
Pantai Setengar Pantai P. Pena'ah
Pantai Sahi Pantai Pasir Pandak
Pantai Sekunyam Pantai Pasir Panjang
Pantai Sengiap Pantai Pasir Panjang Karang
Pantai Sisi Bersulam
Pantai Tanjung Kapal Pantai Penarik
Pantai Tanjung Sayung Pantai Penat
Pantai Tanjung Semut Pantai Pulau Duyung
Pantai Tebung Pantai Pulau Gelombang
Pantai Telebu Pantai Sekanah
Pantai Teluk Buton Pantai Sekawan
Pantai Teluk Depeh Pantai Senayang
Pantai Teluk Pakuk Pantai Serang
Pantai Teluk Resak Pantai Sergang
Pantai Teluk Selahang Pantai Serim
Pantai Tg. Mayang Pantai Serum
Pantai Tg. Sering Pantai Tamiang
Patung Mohd. Dun Pantai Tanjung Jodoh
Pelabuhan Wisata Pian Penyu Pantai Tanjung Sawang
Pulau Batu Bilis Pantai Tanjung Ular
Pulau Batu Garam Pantai Teluk Adab
Pulau Bungun Pantai Teluk Adang
Pulau Bunguran Pantai Teluk Empuk
Pulau Durai Pantai Tg. Dua
Pulau Hantu Patung Singa Dabo Singkep
Pulau Jalik Pemandian Air Bedegam
Pulau Jantai Pemandian Air Panas Dabo
Ppulau Kambing Singkep
Pulau Kemudi Pemandian Batu Ampar
Pulau Keramat Datuk Pemandian Lubuk Papan
Pulau Kukup Pemandian Tengku Ampuan
Pulau Laut Zahara (Lubuk Pelawan)
Pulau Mangkian Pendakian Gunung Daik
Pulau Midai Pulau Batu Belobang
Pulau Panjang Pulau Belading
Pulau Penganak Pulau Benan
Pulau Sahi Pulau Berhala
Pulau Sedanau Pulau Berjung
III-80
Pulau Semian Pulau Bukit
Pulau Sedua Pulau Burung
Pulau Selentang Pulau Cempa
Pulau Senoa Pulau Duyung
Pulau Setai Pulau Enan
Pulau Serasan Pulau Hantu
Pulau Setanau Pulau Kapal
Pulau Subi Pulau Katang
Pulau Timau Pulau Kentar
Situs Batu Tok Nyong Pulau Mamut
Sungai Natuna Pulau Mensemut
Tanjung Senubing Pulau Pena'ah
Tanjung Migit Pulau Penuba
Tanjung Temiang Pulau Perangoi
Teluk Muara Pulau Pucung
Teluk Panglima Pulau Lampu
Teluk Sangki Pulau Lingga
Wisata Mangrove Binjai Pulau Sekeling
Wisata Mangrove Cemaga Utara Pulau Singkep
Wisata Mangrove Semitan Pulau Telur
Wisata Mangrove Setengar Pulau Tiga
Selat Kongko
Selat Kongki
Sereteh Desa Kelumu
Situs Istana Damnah
Situs Istana Robat
Situs Pondasi Bilik 44
Sungai Cenut
Sungai Dungun
Sungai Lingga
Sungai Resun
Sungai Tuan
Sungai Ulu Temiang
Terumbu Cawan
Tugu Mini Khatulistiwa
Tugu Timah
Vihara Cetya Darma Ratna
Wilayah Pengelolaan Terumbu
Karang Senayang
Kota Tanjungpinang Kota Batam
Akau Potong Lembu Agrowisata Agro Mulyo
Anjung Cahaya Angkasa Raya Mall
Areca Waterpark Asrama Haji Batam Center
Balai Adat Penyengat Batam Centre Mall
Benteng Pertahanan Bukit Kursi Batam City Square
Benteng Prince Hendrik Batam Adventure Center
Bestari Mall Batam Cableski Park
Bintan Center Batam Techno Park
Bintan Mall Bengkong Mall
Bukit Panorama Bukit Batam
Gedung BPLH Bintan Bukit Cinta
Gedung Daerah Bukit Hantu
Gedung Dinas Pariwisata Bukit Harimau Sekupang
Gedung Eks Asrama Pelajar Bukit Jodoh
Gedung Hakim Mahkamah Syariah Raja Haji Bukit Senyum
Abdullah Bukit Sukajadi
Gedung Hiburan Belanda Center Point
Gedung Kesenian Aisyah Sulaiman Dataran Tinggi Engku Putri
III-81
Gedung Mesiu DC Mall
Gedung Pengadilan Tertua Dragon Fruit Garden
Gedung Peninggalan Belanda (Gedung LP3N) Digital Kampung Terih
Gedung Tabib Kerajaan Dragon Lake
Gedung Tengku Bilik Ex Camp Vietnam
Gereja Ayam Gereja Katolik St.Peter's
Gereja Katolik Hati Santa Maria Tak Bernoda GPIB Immanuel Batam
GPIB Bethel Harbour Bay Mall
Gurindam Square Hutan Wisata Bukit Kucing
Hutan Bakau Sungai Dompak Jembatan Barelang
Istana Kantor Kampung Jambi Batu Besar
Jembatan Sungai Carang Kelenteng Cetya Tridarma
Kawasan Wisata Hanaria Kem pengungsi Galang
Kedai Film Nusantara Tugu Pahlawan Kepri Mall
Klenteng Tao Sa Kong KTM Resort
Klenteng Tien Hou Kong Lembah Pelangi
Kolam Berenang Dendang Ria Lucky Plaza
Kompleks Makam Kerkhoff Belanda Maha Vihara Duta Maitreya
Lapangan Pamedan Makam Jepang Pulau Galang
Makam Daeng Celak Makam Keramat H. Daeng
Makam Daeng Marewah Fuang
Makam Embung Fatimah Makam Keramat Sekupang
Makam Engku Putri Makam Nong Isa
Makam Raja Abdul Rahman Makam Temenggung Abdul
Makam Raja Haji Fisabilillah Jamal
Makam Raja Ja'far Marina Waterfront City
Mall Ramayana Tanjung Pinang Masjid Agung Batam
Mangrove Sei Carang Mega Mall Batam Center
Masjid Agung Tanjungpinang (Masjid Keling) Mega Wisata Ocarina
Masjid Raya Sultan Riau Mitra Mall Batuaji
Meja Tujuh (Foodcourt) Museum Mini Bulang Lintang
Melayu Square Mymart
Monumen Raja Haji Fisabilillah Nagoya Citywalk
Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah Nagoya Hill Superblock
Ocean Corner Nuvasa Sea Forest Adventure
Pantai Impian Park
Pantai Indah Padang Golf Bukit Batam
Pantai Tanjung Siambang Padang Golf Palm Springs
Pasar Raya Kota Tanjungpinang Padang Golf Southlinks
Patung Anjing Laut Padang Golf Sukajadi
Perigi Putri (Perigi Kunci) Panbil Mall
Pinang Marina Pantai Amera
Plaza Bintan Center Pantai Bahagia
Plaza Pinlang Mas Pantai Bale Bale
Pulau Basing Pantai Batam View
Pulau Biram Dewa Pantai Bemban
Pulau Dompak Pantai Cantik
Pulau Los Pantai Dangas
Pulau Paku Pantai Kalat
Pulau Penyengat Pantai Ketapang
Pulau Senggarang Pantai Lagorap
Pulau Sore Pantai Galang Mas
Pulau Terkulai Pantai Kampung Panau
Puncak Indah Pantai Maimoon
Rumah Jil Belanda (Rutan Klas II Pantai Marina
Tanjungpinang) Pantai Mawar
Rimba Jaya Pantai Melayu
Sekolah HIS Eks SD 001 Pantai Melur
III-82
Sekolah MBS Tanjungpinang Pantai Mirota
Sisa Bangunan Rusydiah Klub dan Tapak Pantai Nongsa
Percetakan Kerajaan Pantai Palm Springs
Situs Istana Kedaton (Istana Sultan Abdul Pantai Payung
Rahman Muazam Syah) Pantai Sanggara
Situs Istana Kota Piring Pantai SBS
Situs Istana Kota Rebah Pantai Sekilak
Situs Sisa Istana Bahjah (Istana Raja Ali Pantai Sembulang
Kelana) Pantai Setokok
Sungai Carang Pantai Tanjung Bemban
Sungai Ular Pantai Tanjung Pinggir
Taman Bestari Pantai Tangga 1000
Taman Budaya Raja Ali Haji Pantai Tanjung Piayu
Taman Pantai Pantai Tanjung Pinggir
Taman Tugu Pensil Pantai Tiga Putri
Tepekong Pulau Los Pantai tanjung bemban
Tepi Laut Pantai Zore
Tugu Gonggong Pantai Turi
Tugu Obor Patung Dewi Kwan Im
Tugu Pahlawan Pilar Tri Argulasi Primer Gaung
Tugu Pensil Kedap
Tugu Proklamasi Riau Plaza Avava
Tugu Tangan (Tugu Hiu) Plaza Batamindo
Vihara Avalokitesvara Graha Plaza Top 100 Penuin
Vihara Dharma Sasana Pulau Abang
Vihara Ksitigarbha Bodhisattva Pulau Akar
Pulau Belakang Padang
Pulau Bulang Lintang
Pulau Galang
Pulau Sambu
Pura Agung Amerta Bhuana
Pura Jagadnata
Queen Garden Water Boom
Ramayana & Robinson Batam
Mall
Robinson Mall Jodoh
Rumah Limas Potong
SunBoss Plaza
STC Mall Sekupang
Taman Kolam Sekupang Batam
Taman Tangga Seribu
Tanjung Riau Fisherism
Tering Bay
The Waterpark Top 100
Top 100 Batuaji
Top 100 Jodoh
Top 100 Tembesi
Waterboom Dreamland
Waterboom Puri Selebriti
Waterpark Batu Aji
Waterpark Duta Mas
Waterpark Ocarina
Vihara Buddhi Bakti
Kabupaten Kepulauan Anambas
Air Terjun Air Bini
Air Terjun Bunyi
Air Terjun Neraja
Air Terjun Temurun
III-83
Anambas Resort
DAM Dampit
Desa Air Sena
Desa Bukit Padi
Desa Ulu Maras
Hutan Bakau Air Bini
Kepulauan Anambas
Makam Keramat Siantan
Masjid Jami' Baiturrahim
Mengkian Panjang
Pantai Arung Hijau
Pantai Padang Melang
Pantai Pasir Manang
Pantai Selat Rangsang
Pantai Tanjung Momong
Pulau Ayam
Pulau Bawah
Pulau Berhala
Pulau Damar
Pulau Durai
Pulau Kelong
Pulau Keramut
Pulau Kuku
Pulau Mangkai
Pulau Mengkait
Pulau Nyamuk
Pulau Pahat
Pulau Penjalin
Pulau Rongkat
Pulau Temawan
Semen Panjang
Tarempa
Vihara Gunung Dewa Siantan
Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Kepulauan Riau
d. Kelautan
Provinsi Kepulauan Riau masuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan
711 (WPP 711). Potensi sumber daya ikan di WPP 711 diperkirakan
sebesar 1.057.050 ton/tahun dan diperkirakan wilayah perairan laut
Kepulauan Riau memiliki potensi sumber daya ikan sebesar
860.650,11 ton/tahun meliputi ikan pelagis besar sejumlah 53,802.34
ton/tahun, ikan pelagis kecil sejumlah 506.025,30 ton/tahun, ikan
demersal sejumlah 272.594,16 ton/tahun, ikan karang sejumlah
17.562,29 ton/tahun, lainnya (cumi, udang, lobster) sejumlah 10.666,02
ton/tahun. Sementara, dengan pendekatan hasil survei, diperkirakan
total potensi sumber daya ikan di perairan laut Kepulauan Riau sebesar
689.345.17 ton/tahun terdiri dari ikan pelagis besar sejumlah 16.483,29
ton/tahun, ikan pelagis kecil sejumlah 14630934 ton/tahun, ikan
demersal sejumlah 491.653,06 ton/tahun, Krustase (Udang, Kepiting,
Rajungan, Lobster dan Mantis) sejumlah 4402,70 ton/tahun, Moluska
(Cumi, Sotong, Gurita) sejumlah 30.496,77 ton/tahun. Potensi
III-84
perikanan tangkap di Provinsi Kepulaun Riau terbesar berada di
perairan Natuna dengan tingkat pemanfaatan baru mencapai 4-6% dari
total potensi Kabupaten Natuna sebesar 504.212,85 ton/tahun (58,59%
dari total potensi Provinsi Kepulauan Riau), diikuti Kabupaten Bintan,
Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Lingga.
Tabel 2.47. Daerah Penangkapan Ikan Pelagis di Provinsi Kepulauan
Riau
Kabupaten/Kota Lokasi Penangkapan
Tanjungpinang Selatan sampai barat Pulau Dompak, barat Pulau
Penyengat, Timur Pulau Los dan dekat Senggarang
Bintan Perairan Pesisir Timur Pulau Bintan yang merupakan
Kawasan Konservasi Laut Daerah, Utara Berakit,
Utara Lagoi, Timur Pulau Gin, barat laut Pulau
Pangkil, Gugusan Pulau Tambelan.
Batam Sebelah barat - selatan - timur gugusan P. Rempang
dan P. Galang, P. Abang Besar, P. Abang, P. Petong,
Belakang Padang, Nongsa, Bulang, Batu Ampar,
Tenggara P. Korek Busung dan Selat Phillip.
Karimun Perairan Selatan Pulau Durian, Perairan sebelah
Timur Kec. Durai, Barat Laut P. Sugi, Perairan sebelah
barat P. Karimun Besar sampai ke Pulau Asam, dan
Perairan Utara P. Karimun Kecil.
Lingga Hampir seluruh Perairan di Selatan dan Barat Daya P.
Dabo dan gugusan pulau Kab. Lingga. Perairan
sekitar Pekajang dan Pulau Berhala.
Natuna Perairan barat daya Pulau Bunguran, Perairan sekitar
Pulau Subi, Serasan, Midai dan Tenggara Pulau Laut.
Anambas Hampir seluruh perairan di sekitar gugusan Kepulauan
Anambas.
Sumber: KLHS RZWP3K Kepri, Hasil analisis data citra (2011-2016), Survey Lapangan (2017-2018)
Estimasi potensi lestasi ikan demersal untuk WPP 711 adalah sebesar
482.200 ton/tahun dan upaya optimum (f opt.) 9.987 unit alat tangkap
standar dogol. Status eksploitasi sudah berada pada tahapan
overfishing. Potensi ikan demersal dari Laut Cina Selatan (LCS) yang
merupakan kontribusi produksi Provinsi Kepulauan Riau menyumbang
rata-rata 96.808 ton/tahun (75% demersal), dari Provinsi Bangka
Belitung sebesar 73.598 ton/tahun (31 % demersal). Lokasi tangkapan
umumnya ditandai oleh keberadaan ekosistem spesifik di sekitarnya,
seperti padang lamun, terumbu karang dan estuaria yang merupakan
area spill over dari sumberdaya ikan, atau tanda-tanda lainnya seperti
paparan perairan dangkal berlumpur padat, berbatu dan adanya karang
dalam. Lokasi seperti ini menyebar di antara pulau-pulau sekitar
Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Natuna, Anambas, dan
pulau-pulau kecil serta gosong di perairan lepas pantai Kalimantan
Barat yang ditemui dari Utara hingga Barat Laut. Daerah Potensial Ikan
III-85
(DPI) demersal di Provinsi Kepulauan Riau terdistribusi hampir
diseluruh perairan pesisir.
Tabel 2.48. Daerah Potensial Ikan Demersal di Provinsi Kepulauan
Riau
Kabupaten/Kota Lokasi Penangkapan
Tanjungpinang Pesisir P. Basing, P. Sekatap, P. Terkulai, Selatan P.
Dompak, Perairan Senggarang.
Bintan Perairan Pesisir Timur Pulau Bintan yang merupakan
Kawasan Konservasi Laut Daerah, Utara Berakit,
Utara Lagoi, Timur Pulau Gin, barat laut Pulau
Pangkil, Gugusan Pulau Tambelan.
Batam Perairan sekitar P. Abang Besar dan P. Abang, P.
Petong.
Karimun Perairan Selatan Pulau Durian, Perairan sebelah
Timur Kec. Durai, Barat Laut P. Sugi, Perairan sebelah
barat P. Karimun Besar sampai ke Pulau Asam, dan
Perairan Utara P. Karimun Kecil.
Lingga Hampir Seluruh Perairan di Selatan dan Barat Daya P.
Dabo dan gugusan pulau Kab. Lingga. Perairan
sekitar Pekajang dan Pulau Berhala.
Natuna Perairan Barat Daya Pulau Bunguran, Perairan sekitar
Pulau Subi, Serasan, Midai dan Tenggara Pulau Laut.
Anambas Hampir seluruh perairan di sekitar gugusan Kepulauan
Anambas.
Sumber: KLHS RZWP3K Kepri, Hasil analisis data citra (2011-2016), Survey Lapangan (2017-2018)
III-86
Kabupaten/Kota 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Kabupaten Natuna 74.520 75.282 76.192 76.968 77.771 81.495
Kabupaten Kep.
40.414 40.921 41.412 41.927 42.309 47.402
Anambas
Kepulauan Riau 1.973.043 2.028.169 2.082.694 2.136.521 2.189.653 2.064.564
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2021 (data diolah)
Berdasarkan tabel diatas, maka pada periode waktu 2010-2020 dan 2020-
2021 terjadi peningkatan jumlah penduduk di semua kabupaten/kota di
Provinsi Kepulauan Riau. Pada tahun 2020-2020 nilai keseluruhan LPP yaitu
2,02 dan pada tahun 2020-2021 nilai LPP yaitu 1,94, artinya nilai tersebut
sudah lebih dari 1 yang mengindikasikan bahwa di Kepulauan Riau telah
terjadi perubahan jumlah penduduk yang cukup signifikan pada periode
tersebut.
III-87
2. Penduduk Menurut Mata Pencaharian, Status Pekerjaan, dan
Pendidikan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Tahun 2021 di Kepulauan Riau
lapangan pekerjaan utama didominasi oleh sektor Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan;
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa
Keuangan dan Asuransi; Real Estat; Jasa Perusahaan; Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib; Jasa Pendidikan; Jasa
Kesehatan dan Kegiatan Sosial; Jasa Lainnya yaitu sekitar 625.509 jiwa dan
terbanyak di Kota Batam. Sedangkan sektor yang memiliki jumlah bekerja
terendah yaitu Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yaitu hanya berkisar
97.868 jiwa. Lebih rinci dapat lebih lanjut dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.52. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Selama
Seminggu yang Lalu Menurut Kabupaten/Kota dan Lapangan Pekerjaan
Utama Tahun 2021
Lapangan Pekerjaan Utama
Wilayah Jumlah Total
I II III
Karimun 21.046 24.481 55.088 100.615
Bintan 13.775 19.232 37.741 70.748
Natuna 8.585 9.243 22.525 40.343
Lingga 13.995 7.614 21.275 42.884
Kep. Anambas 6.506 3.225 12.397 22.128
Batam 31.121 282.698 402.374 716.193
Tanjungpinang 2.840 17.549 74.119 94.508
Kepulauan Riau 97.868 364.042 625.509 1.087.419
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022
Catatan:
I : Pertanian, Kehutanan, Perikanan
II: Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan
Air; Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang; Konstruksi
III: Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan
Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa
Keuangan dan Asuransi; Real Estat; Jasa Perusahaan; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan
Jaminan Sosial Wajib; Jasa Pendidikan; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; Jasa Lainnya
III-88
Tabel 2.53. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Selama
Seminggu yang Lalu Menurut Status Pekerjaan Utama dan Lapangan
Pekerjaan Utama di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2021
Lapangan Pekerjaan Utama
Status Pekerjaan Utama Jumlah Total
I II III
Berusaha Sendiri 57.239 35.421 124.104 216.764
Berusaha dibantu buruh tidak 6.732 7.204 49.291 63.227
tetap/buruh tidak dibayar
Berusaha dibantu buruh tetap/ 2.247 11.208 19.179 32.634
buruh dibayar
Buruh/ karyawan/ pegawai 18.836 282.575 370.550 671.961
Pekerja bebas di pertanian 5.729 0 0 5.729
Pekerja bebas di nonpertanian 0 20.065 15.873 35.938
Pekerja keluarga/ tak dibayar 7.085 7.569 46.512 61.166
Jumlah Total 97.868 364.042 625.509 1.087.419
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022
Catatan
I: Pertanian
II: Industri Pengolahan
III: Jasa
Kemudian jika dilihat dari sisi pendidikan penduduk yang berusia 15 tahun ke
atas yang bekerja selama seminggu yang lalu menurut status pekerjaan
utama, status pekerjaan yang memiliki tenaga kerja tertinggi dalam hal ini yaitu
Buruh/Karyawan/Pegawai dan didominasi oleh lulusan SMA yaitu sekitar
394.530. Sedangkan terendah yaitu status pekerjaan Berusaha dibantu buruh
tetap/ buruh dibayar yaitu sekitar 32.634 tenaga kerja dan didominasi oleh
lulusan SMA yaitu sekitar 14.194 tenaga kerja. Lebih lanjut dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 2.54. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama
Seminggu yang Lalu Menurut Status Pekerjaan Utama dan Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2021
Pendidikan
Status Pekerjaan Jumlah
Perguruan
Utama SD SMP SMA Total
Tinggi
Berusaha Sendiri 770.055 33.148 87.903 18.658 216.764
Berusaha dibantu buruh 20.111 9.286 28.931 4.899 63.227
tidak tetap/buruh tidak
dibayar
Berusaha dibantu buruh 6.717 5.878 14.194 5.845 32.634
tetap/ buruh dibayar
Buruh/ karyawan/ 66.633 54.723 394.530 156.075 671.961
pegawai
Pekerja bebas 15.721 7.193 17.636 1.117 41.667
Pekerja keluarga/ tak 13.739 14.347 30.872 2.208 61.166
dibayar
Jumlah Total 199.976 124.575 574.066 188.802 1.087.419
Sumber: Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022
III-89
3. Angka Tenaga Kerja dan Pengangguran
Provinsi Kepulauan Riau, berdasarkan data statistika yang dikeluarkan oleh
Badan Pusat Statistik tahun 2022, penduduk berusia 15 tahun keatas yang
merupakan angkatan kerja dan bekerja dari tahun 2018 sampai 2021 terus
mengalami peningkatan pada tahun 2018 bulan Agustus sekitar 938.000
meningkat pada tahun 2021 bulan Agustus menjadi 1.087.419 jiwa. Akan
tetapi hal tersebut juga berjalan lurus dengan angka pengangguran terbuka
yang juga meningkat, pada tahun 2018 sekitar 82.062 jiwa meningkat pada
tahun 2021 bulan Agustus menjadi 119.595 jiwa. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini
Tabel 2.55. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Termasuk Angkatan
Kerja di Provinsi Kepulauan Riau
Tahun
Jenis Kegiatan 2018 2019 2020 2021
Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus
Penduduk Usia 15
1.585.686 1.524.833 1.652.333 1.573.376 1.710.594 1.737.977 1.767.979
Tahun ke Atas
Angkatan Kerja 1.020.062 1.039.132 1.068.974 1.062.087 1.133.776 1.153.878 1.207.014
Bekerja 938.000 972.575 988.817 1.002.917 1.016.600 1.037.133 1.087.419
Pengangguran 82.062 66.557 80.157 59.170 117.176 116.745 119.595
TPAK (Tingkat
Partisipasi
62,33 68,15 64,69 67,50 66,28 66,39 68,27
Angkatan Kerja)
(%)
TPT (Tingkat
Pengangguran 8,04 6,41 7,50 5,57 10,34 10,12 9,91
Terbuka) (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022 (Diolah)
III-90
Tabel 2.57. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Termasuk Angkatan
Kerja di Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan Kabupaten/Kota
Tahun
2018 2019 2020 2021
TPT
Bekerja Pengangguran Bekerja Pengangguran TPT (%) Bekerja Pengangguran TPT (%) Bekerja Pengangguran TPT (%)
(%)
Karimun 103.924 3.116 2,91 94.302 5.833 5,83 96.295 8.786 8,36 100.615 7.801 7.20
Bintan 67.678 4.618 6,39 67.007 6.367 8,68 7.874 6.601 8,86 70.748 6.676 8.62
Natuna 35.504 1.498 4,05 36.450 1.449 3,82 38.486 1.644 4,10 40.343 2.192 5.15
Lingga 42.480 1.751 3,96 42.325 1.925 4,35 42.548 1.965 4,41 42.884 1.892 4.23
Kep. Anambas 19.981 594 2,89 18.868 625 3,21 20.759 740 3,44 22.128 284 1.27
Batam 577.468 64.677 10,07 635.516 57.602 8,31 657.642 87.903 11,79 716.193 94.384 11.64
Tanjung
90.965 5.808 6,00 94 349 6.356 6,31 92.996 9.537 9,30 94.508 6.366 6.31
pinang
Jumlah 938.000 82.062 8,04 988.817 80.157 7,50 1.016.600 117.176 10,34 1.087.419 119.595 9.91
III-91
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2021
Gambar 2.29. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi di Pulau
Sumatera Tahun 2021
III-92
Pembangunan manusia Kota Batam dan Kota Tanjungpinang lebih baik dari
Provinsi Kepulauan Riau secara umum. Hal tersebut ditunjukkan dengan
angka IPM kedua kota tersebut yang berada di atas angka IPM Provinsi
Kepulauan Riau. Sebaliknya, lima kabupaten lainnya memiliki angka IPM di
bawah angka provinsi yaitu Kabupaten Bintan dengan angka IPM 74,13;
Kabupaten Natuna dengan angka IPM 72,72; Kabupaten Karimun dengan
angka IPM 71,44; serta Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten
Lingga masing-masing dengan angka IPM 68,80 dan 65,29.
III-93
Selanjutnya, daftar panjang isu PB dipaparkan pada Konsultasi Publik (Focus
Group Discussion/FGD) dan dilakukan pencocokan berdasarkan saran dan
masukan dari pemangku kepentingan. Konsultasi Publik Pertama dihadiri oleh
beberapa pemangku kepentingan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Unsur Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
2. Unsur Tim Pendamping/Narasumber;
3. Unsur Kelompok Kerja (POKJA);
4. Unsur Swasta;
5. Tokoh Masyarakat; dan
6. Akademisi.
III-94
Kelompok Lokasi
No. Rincian Isu Strategis
TPB
Karimun, Lingga, Bintan,
25. Kesehatan bayi rendah
Anambas, Natuna
26. Terdapat permukiman kumuh Semua kabupaten/kota
27. Terdapat rumah tidak layak huni Semua kabupaten/kota
Perlindungan masyarakat adat
28. Lingga, Natuna
/tradisi masyarakat rendah
Gotong royong (solidaritas sosial)
29. Batam
Budaya semakin menurun
30. Kearifan lokal belum terpakai optimal Semua kabupaten/kota
31. Perlindungan budaya rendah Semua kabupaten/kota
32. Ketahanan pangan lokal menurun Semua kabupaten/kota
Karimun, Lingga, Bintan,
33. Pembangunan jalan tidak merata
Anambas, Natuna
Karimun, Lingga, Bintan,
34. Kualitas jalan kurang baik
Anambas, Natuna
Semua wilayah
35. Waduk/Penampungan air/ Reservoir
kabupaten/kota
Karimun, Lingga, Bintan,
36. Saluran Irigasi rusak
Anambas, Natuna
Semua wilayah
37. Drainase kurang optimal
kabupaten/kota
Semua wilayah
38. Infrastruktur tahan gempa
kabupaten/kota
Karimun, Lingga, Bintan,
39. Sarana prasarana pendidikan kurang
Anambas, Natuna
Infrastruktur Karimun, Lingga, Bintan,
40. Sarana prasarana kesehatan kurang
wilayah Anambas, Natuna
Karimun, Lingga, Bintan,
41. Sarana prasarana olahraga kurang
Anambas, Natuna
Karimun, Lingga, Bintan,
42. Pasar
Anambas, Natuna
Karimun, Lingga, Bintan,
43. Sarana komunikasi
Anambas, Natuna
Karimun, Lingga, Bintan,
44. Listrik
Anambas, Natuna
Pengembangan Kawasan
45. Batam, Tanjungpinang
Berorientasi Transit (TOD)
Semua wilayah
46. Sarana Transportasi publik (massal)
kabupaten/kota
Tanjungpinang, Batam,
47. Ketersediaan prasarana pemakaman
Lingga
Sektor unggulan (kelautan, Semua wilayah
48.
perikanan, pariwisata & industri) kabupaten/kota
Daya tarik investasi sektor properti
Batam, Bintan,
49. (perumahan, pariwisata,
Tanjungpinang
perdagangan & jasa)
Daya saing
50. Optimasi potensi pariwisata Semua kabupaten/kota
wilayah
51. Peningkatan pendapatan daerah
Ketimpangan peluang
pengembangan wilayah antara Semua wilayah
52.
pusat pertumbuhan dengan kabupaten/kota
hinterland
Ketimpangan KSN BBKT (Batam,
Ketimpangan
53. Bintan, Karimun, Tanjungpinang) dan NAL dan BBKT
wilayah
NAL (Natuna, Anambas dan Lingga)
III-95
Kelompok Lokasi
No. Rincian Isu Strategis
TPB
Pembangunan desa pesisir dan Semua pulau-pulau kecil
54.
pulau terluar lamban di Provinsi Kepri
Lahan terlantar (HGU) yang tidak
55. Bintan, Tanjungpinang
diusahakan
56. Potensi konflik Natuna, Karimun
57. Banjir/Genangan/Rob Semua kabupaten/kota
58. Kekeringan Semua kabupaten/kota
59. Longsor Semua kabupaten/kota
60. Angin puting beliung Semua kabupaten/kota
61. Konversi lahan hijau Batam
62. Abrasi Semua kabupaten/kota
Rawan
Semua wilayah perairan
bencana 63. Kenaikan muka air laut
di Kepulauan Riau
Semua wilayah perairan
64. Instrusi air laut
di Kepulauan Riau
65. Gelombang tinggi Anambas, Natuna
66. Kenaikan suhu udara Semua kabupaten/kota
67. Kebakaran Lahan/Hutan Semua kabupaten/kota
Ruang Terbuka Hijau (RTH) masih
68. Semua kabupaten/kota
sedikit/ tidak cukup
Kurangnya ruang publik (taman,
69. Semua kabupaten/kota
wisata)
Pertambangan (Pasir, tanah urug, Karimun, Natuna, Lingga,
70.
batu) Bintan
71. Degradasi lahan/lahan kritis Semua kabupaten/kota
Tanjungpinang, Batam,
72. Penyimpangan pemanfaatan ruang Bintan, Karimun,
Anambas, Natuna
Kerusakan
lingkungan 73. Pengambilan air tanah berlebihan Tanjungpinang, Batam
Degradasi ekosistem pesisir dan
pulau-pulau kecil (kerusakan bakau
dan terumbu karang, penambangan
pasir laut, Pencemaran laut, spill oil
dan sampah domestik, reklamasi Semua wilayah perairan
74.
pantai, tumpahan minyak di pesisir, di Kepulauan Riau
Sampah domestik dari permukiman
pesisir, deliniasi kawasan
pertambangan pasir/nikel, deliniasi
kawasan mangrove (darat-laut).
75. Sampah meningkat Semua kabupaten/kota
Tanjungpinang, Bintan,
Lingga, dan Beberapa
76. TPS/TPA Kurang Pulau-Pulau Kecil di
masing-masing
Kabupaten/Kota
Limbah (rumah tangga, B3, Industri)
Kualitas 77. Batam, Tanjungpianng
meningkat
lingkungan
78. Pencemaran udara Batam, Karimun
Kualitas air menurun (pencemaran
79. Semua kabupaten/kota
air)
Tanjungpinang, Bintan,
80. Ketersediaan air bersih rendah
Batam
Peningkatan suhu mikro (makin
81. Semua kabupaten/Kota
panas) atau perubahan musim
III-96
Kelompok Lokasi
No. Rincian Isu Strategis
TPB
Perubahan lahan pertanian ke non Bintan, Lingga, Anambas,
82.
pertanian Natuna
Pelayanan 83. Pelayanan publik kurang memuaskan Semua kabupaten/kota
publik 84. Sistem administrasi (kependudukan) Semua kabupaten/kota
Tumpang tindih regulasi lintas sektor
Batam, Bintan dan
85. (contoh: kelautan, pertambangan,
Natuna
kehutanan)
Kelembagaan KSN Perbatasan, KSN
Tumpang tindih regulasi lintas
86. BBK, KSN P2KT,
wilayah / kewenangan
Kewenangan Provinsi
87. Perizinan masih terkendala Semua kabupaten/Kota
Kemitraan / Kerjasama (contoh:
Kemitraan 88. Semua kabupaten/kota
pemerintah, masyarakat, dan swasta)
III-97
Kategori TPB No Isu Rinci PB Pemusatan Isu
24. Sarana komunikasi
25. Listrik
Kerusakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) masih
26.
Lingkungan sedikit/ tidak cukup
Kualitas
27. TPS/TPA Kurang
Lingkungan
Ketimpangan Pembangunan desa pesisir dan pulau
28.
Wilayah terluar lamban
Sektor unggulan (kelautan, perikanan,
29.
pariwisata & industry)
Daya tarik investasi sektor properti
Daya Saing Daya saing wilayah
30. (perumahan, pariwisata, perdagangan
Wilayah yang belum optimal
& jasa)
31. Optimasi potensi pariwisata
32. Peningkatan Pendapatan Daerah
33. Banjir/genangan/rob
34. Kekeringan
Mitigasi dan
Rawan 35. Konversi lahan hijau
penanggulangan
Bencana 36. Kenaikan muka air laut
bencana alam
37. Kenaikan suhu udara
38. Kebakaran lahan/hutan
39. Pertambangan (pasir, tanah urug, batu)
40. Degradasi lahan/lahan kritis
41. Penyimpangan pemanfaatan ruang
42. Pengambilan air tanah berlebihan
Degradasi ekosistem pesisir dan pulau-
pulau kecil (kerusakan bakau dan
Kerusakan terumbu karang, Penambangan pasir
Lingkungan laut, Pencemaran laut, spill oil dan
sampah domestik, reklamasi pantai,
43.
tumpahan minyak di pesisir, sampah
domestik dari permukiman pesisir,
deliniasi kawasan pertambangan Degradasi lingkungan
pasir/nikel, Deliniasi kawasan
Mangrove (darat-laut).
44. Sampah meningkat
Limbah (rumah tangga, B3, Industri)
45.
meningkat
46. Pencemaran udara
Kualitas
47. Kualitas air menurun (pencemaran air)
Lingkungan
Peningkatan suhu mikro (makin panas)
48.
atau perubahan musim
Perubahan lahan pertanian ke non
49.
pertanian
Pendidikan 50. Pelayanan pendidikan belum optimal
Kesehatan 51. Pelayanan kesehatan masih rendah
Pelayanan
52. Sistem administrasi (kependudukan)
Publik
Tumpang tindih regulasi lintas sektor Kelembagaan dan
53. (contoh: kelautan, pertambangan, Pelayanan Publik
kehutanan)
Kelembagaan
Tumpang tindih regulasi lintas wilayah /
54.
kewenangan
55. Perizinan masih terkendala
III-98
Dari hasil penelaahan dan pemusatan isu, diperoleh 8 isu pembangunan
berkelanjutan yang menggambarkan kondisi permasalahan pembangunan di
Provinsi Kepulauan Riau sebagai berikut:
1. Kesejahteraan masyarakat yang belum optimal;
2. Pelestarian nilai budaya dan lokal yang menurun;
3. Aksesibilitas wilayah yang belum optimal;
4. Sarana prasarana umum yang belum optimal;
5. Daya saing wilayah yang belum optimal;
6. Mitigasi dan penanggulangan bencana alam;
7. Degradasi lingkungan; dan
8. Kelembagaan dan pelayanan publik.
III-99
8) Tingkat dan status jumlah penduduk miskin atau penghidupan
sekelompok masyarakat serta terancamnya keberlanjutan
penghidupan masyarakat;
9) Risiko terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat; dan/atau
10) Ancaman terhadap perlindungan terhadap kawasan tertentu secara
tradisional yang dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat hukum
adat.
c. Keterkaitan antar isu strategis Pembangunan Berkelanjutan,
ditunjukkan dengan hubungan sebab akibat antar isu pembangunan
berkelanjutan lainnya.
d. Keterkaitan dengan materi muatan Kebijakan, Rencana, dan/atau
Program, yang termuat dalam Draf Ranperda Provinsi Kepulauan Riau
tentang RTRW Provinsi Kepulauan Riau versi 14 November 2022 yang
diterima pada tanggal 8 Desember 2022.
e. Muatan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
dalam hal ini tidak digunakan karena dokumen RPPLH Provinsi
Kepulauan Riau belum disahkan.
f. Hasil KLHS dari Kebijakan, Rencana, dan/atau Progam pada hirarki
diatasnya yang harus diacu, serupa dan berada pada wilayah yang
berdekatan, dan/atau memiliki keterkaitan dan/atau relevansi langsung.
Dalam hal ini menggunakan KLHS RPJMD Provinsi Kepulauan Riau
2021-2026.
III-100
Tabel 2.61. Matrik Interaksi dan Analisis Antara Sintesa Isu PB
Hasil KLHS dari
KRP yang telah
berada pada
Kesimpulan
Sintesa Isu-Isu Tingkat Pentingnya Keterkaitan Antar Keterkaitan dengan Muatan hirarki diatasnya,
No. Karakteristik Wilayah Hasil
PB Dampak Isu PB muatan KRP RPPLH serupa,
Analisis
berdekatan,
dan/atau memiliki
keterkaitan
1. Kesejahteraan Penyebaran penduduk Pertumbuhan penduduk Kesejahteraan Isu ini memiliki - Isu kesejahteraan Strategis
masyarakat tidak merata, sarana yang terus meningkat masyarakat yang keterkaitan dengan masyarakat juga
yang belum prasarana dasar dan terpusat hanya di belum optimal, selain kebijakan penataan menjadi isu di
optimal terbatas, dan adanya pulau-pulau besar karena kemiskinan ruang Kepri terutama KLHS RPJMD
ketimpangan ekonomi menyebabakan yang cenderung kebijakan Kepri 2021-2026
antar wilayah. ketersediaan SDA masih terus pengembangan yaitu kondisi
menurun. meningkat, tingkat sumber daya alam ekonomi dan
Kesejahteraan pendidikan masih Wilayah darat dan keuangan daerah
masyarakat belum rendah, IPM, NTP Perairan Pesisir yang belum merata
optimal di Kepri dapat dan TPT masih sesuai dengan daya dan proporsional
berlangsung dalam belum stabil, juga dukung dan daya di semua sektor.
waktu lama jika tidak ketersediaan sarana tampung lingkungan
ada intervensi prasarana umum dan hidup bagi
pemerintah berupa infrastruktur kesejahteraan
program pembangunan khususnya yang masyarakat.
yang tepat. Hal ini akan mampu mendukung
diperparah dengan aksesibilitas antar
kondisi Jasa Ekosistem wilayah di Kepri
Penyedia Pangan belum memadai,
sangat rendah (46,97%)
Sarana prasarana
dan Jasa Ekosistem
yang terbatas,
Penyedia Air juga
aksesibilitas yang
sangat rendah
rendah menjadi
(50,88%).
salah satu faktor
yang mengakibatkan
III-101
Hasil KLHS dari
KRP yang telah
berada pada
Kesimpulan
Sintesa Isu-Isu Tingkat Pentingnya Keterkaitan Antar Keterkaitan dengan Muatan hirarki diatasnya,
No. Karakteristik Wilayah Hasil
PB Dampak Isu PB muatan KRP RPPLH serupa,
Analisis
berdekatan,
dan/atau memiliki
keterkaitan
pengeloaan potensi
pulau-pulau kecil
tidak optimal.
Perairan sekitar
Pulau-Pulau Kecil
Terluar (PPKT)
memiliki potensi
sumberdaya alam
namun belum
dikelola dengan baik
dan terkendali,
sehingga belum
memberikan manfaat
yang optimal bagi
kesejahteraan
masyarakat.
2. Pelestarian nilai Wilayah yang Kearifan lokal dalam Pelestarian nilai Isu ini memiliki - - Tidak
budaya dan berbatasan dengan menjaga wilayah pesisir budaya dan lokal keterkaitan dengan strategis
lokal yang negara tetangga, dan P2K mulai menurun yang menurun kebijakan penataan
menurun masyarakat yang sehingga berdampak memiliki keterkaitan ruang Kepri terutama
terbuka terhadap pada menurunnya terhadap degradasi pengembangan
pengaruh global. kapasitas D3TLH dan lingkungan karena pariwisata yang
JE. WP3K rentan kearifan lokal dalam berkelanjutan
terhadap perubahan menjaga lingkungan berbasis budaya.
iklim dan intensitas khususnya di
bencana meningkat masyarakat pesisir
III-102
Hasil KLHS dari
KRP yang telah
berada pada
Kesimpulan
Sintesa Isu-Isu Tingkat Pentingnya Keterkaitan Antar Keterkaitan dengan Muatan hirarki diatasnya,
No. Karakteristik Wilayah Hasil
PB Dampak Isu PB muatan KRP RPPLH serupa,
Analisis
berdekatan,
dan/atau memiliki
keterkaitan
sehingga mengancam sudah mulai
mata pencaharian dan berkurang,
keselamatan
masyarakat.
3. Aksesibilitas Rentang kendali jauh Kondisi transportasi Aksesibilitas wilayah Isu ini memiliki - Kondisi pelayanan Stategis
wilayah yang antara mainland dan yang ada untuk yang belum optimal, keterkaitan dengan umum daerah
belum optimal hinterland dan sarana menghubungkan selain karena kebijakan penataan yang yang masih
prasana yang belum kota/kabupaten di diperngaruhi oleh ruang Kepri terutama rendah
lengkap dengan Provinsi Kepulauan faktor cuaca, juga pengembangan dan
kapasitas terbatas. Riau membutuhkan karena tidak peningkatan sistem
waktu tempuh rata-rata didukung oleh jaringan transportasi
antar Ibu Kota kemerataan sarana Wilayah kepulauan
Kabupaten/Kota lebih prasarana dan yang terpadu,
dari 6 jam perjalanan infrastruktur handal, dan adaptif
dan bahkan ada yang dimasing-masing terhadap perubahan
mencapai ±9 jam gugusan pulau. Hal iklim guna
perjalanan seperti ini kemudian mendukung
perjalanan dari Ibu Kota berimplikasi pergerakan orang
Provinsi (Kota terhadap dan barang.
Tanjungpinang) menuju kesejahteraan
Ranai (Pulau Natuna), masyarakat dan
Tarempa (Pulau Sarana prasarana
Tarempa) dan Daik umum yang belum
(Pulau Lingga). Hal ini optimal.
yang menjadikan
beberapa wilayah
III-103
Hasil KLHS dari
KRP yang telah
berada pada
Kesimpulan
Sintesa Isu-Isu Tingkat Pentingnya Keterkaitan Antar Keterkaitan dengan Muatan hirarki diatasnya,
No. Karakteristik Wilayah Hasil
PB Dampak Isu PB muatan KRP RPPLH serupa,
Analisis
berdekatan,
dan/atau memiliki
keterkaitan
Kabupaten memiliki
aksesibilitas yang
sangat rendah/terbatas
yang pada gilirannya
dapat berpengaruh
pada tingkat dan status
jumlah penduduk miskin
atau penghidupan
sekelompok masyarakat
terancamnya
keberlanjutan
penghidupannya.
4. Sarana Provinsi Kepulauan Riau Rata-rata wilayah yang Terdapat Berkaitan dengan - Kondisi pelayanan Strategis
prasarana yang merupakan belum mendapat permasalahan pada kebijakan umum daerah
umum yang kepulauan pasokan listrik kemerataan pengembangan yang yang masih
belum optimal menyebabkan masih merupakan wilayah infrastruktur yang sistem jaringan rendah
banyak daerah yang pedesaan yang secara tersedia. infrastruktur wilayah
belum merasakan geografis berada di Ketidakmerataan yang terpadu antara
distribusi sarana pulau-pulau. Untuk air infrastruktur dapat Wilayah darat dan
prasarana dan bersih, tidak semua diidentifikasi dari Perairan Pesisir guna
infrastruktur dasar pulau memiliki sumber tingginya melayani sistem
seperti aliran PLN, air air baku dan SPAM. ketimpangan pusat permukiman,
bersih dan pengelolaan Untuk sanitasi sampah, kesejahteraan antar- industri, kelautan dan
sanitasi yang belum distribusi TPA terbatas kabupaten/kota. perikanan, dan
merata. di mainland yang hanya Ketimpangan pariwisata.
berada di Pulau Batam, antarwilayah untuk
III-104
Hasil KLHS dari
KRP yang telah
berada pada
Kesimpulan
Sintesa Isu-Isu Tingkat Pentingnya Keterkaitan Antar Keterkaitan dengan Muatan hirarki diatasnya,
No. Karakteristik Wilayah Hasil
PB Dampak Isu PB muatan KRP RPPLH serupa,
Analisis
berdekatan,
dan/atau memiliki
keterkaitan
Pulau Bintan, Pulau mengejar
Singkep, Pulau perkembangan
Bunguran, Pulau kebutuhan ekonomi
Karimun, dan Pulau dan sosial
Jemaja. Sementara di berdampak pada
pulau lainnya belum kesejahteraan yang
tersedia tempat rendah.
pengelolaan sampah.
Kemudian untuk limbah,
distribusi SPAL belum
merata. Hal ini
kemudian dapat
berpengaruh pada
tingkat dan status
jumlah penduduk miskin
atau penghidupan
sekelompok masyarakat
terancamnya
keberlanjutan
penghidupannya.
5. Daya saing Terjadi kesenjangan Ketimpangan Daya saing wilayah - - Kondisi ekonomi Tidak
wilayah yang pendapatan antar antarwilayah untuk belum optimal dan keuangan Strategis
belum optimal penduduk di Kepri mengejar karena daerah yang belum
dimana tingkat perkembangan ketidakmerataan merata dan
ketimpangan kebutuhan ekonomi dan infrastruktur yang proporsional di
pendapatan di wilayah sosial berdampak pada dapat diidentifikasi semua sektor
III-105
Hasil KLHS dari
KRP yang telah
berada pada
Kesimpulan
Sintesa Isu-Isu Tingkat Pentingnya Keterkaitan Antar Keterkaitan dengan Muatan hirarki diatasnya,
No. Karakteristik Wilayah Hasil
PB Dampak Isu PB muatan KRP RPPLH serupa,
Analisis
berdekatan,
dan/atau memiliki
keterkaitan
perkotaan tercatat lebih kesejahteraan yang dari tingginya
tinggi dibandingkan rendah. ketimpangan
masyarakat diwilayah kesejahteraan antar-
perdesaan. kabupaten/kota.
6. Mitigasi dan Provinsi Kepulauan Riau Banjir bandang Selain karena posisi Pengembangan - - Strategis
penanggulangan yang hampir semua merupakan potensi geografisnya, sistem pusat
bencana alam wilayahnya terdiri dari bahaya yang paling bencana alam di permukiman yang
gugusan pulau tinggi di Provinsi Kepri. wilayah Kepri juga merata, kompak
menyebabkan sangat Hal ini akan menjadi berkaitan dengan berbasis mitigasi
rawan terhadap ancaman terhadap terjadinya degradasi bencana sebagai
bencana khususnya perlindungan kawasan lingkungan. pusat koleksi dan
bencana tertentu, memiliki risiko distribusi, kegiatan
hidrometeorologi. tinggi terhadap industri, kelautan dan
kesehatan dan perikanan, serta
keselamatan pariwisata.
masyarakat yang
banyak menghuni
wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil
Provinsi Kepri. Selain itu
juga, potensi bahaya ini
menunjukkan bahwa
wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil
Provinsi Kepri rentan
terhadap perubahan
III-106
Hasil KLHS dari
KRP yang telah
berada pada
Kesimpulan
Sintesa Isu-Isu Tingkat Pentingnya Keterkaitan Antar Keterkaitan dengan Muatan hirarki diatasnya,
No. Karakteristik Wilayah Hasil
PB Dampak Isu PB muatan KRP RPPLH serupa,
Analisis
berdekatan,
dan/atau memiliki
keterkaitan
iklim. Jika mitigasi tidak
dilakukan, maka
intensitas dan cakupan
bencana alam ini
semakin tinggi.
7. Degradasi Indeks Kualitas Meningkatnya Terjadinya degradasi Pelestarian - Kelestarian lahan Stategis
lingkungan Lingkungan Hidup pencemaran dan lingkungan lingkungan alami pertanian dan
(IKLH) Provinsi Kepri aktivitas pertambangan berimplikasi dan lingkungan pelestarian
tahun 2017-2021 akan mengakibatkan terhadap potensi buatan yang kawasan
cenderung mengalami penurunan kapasita kejadian bencana berfungsi lindung. konservasi.
penurunan khususnya D3LH, kinerja layanan dan berpengaruh Pengembangan
kualitas air (IKA) dan ekosistem, ketersediaan terhadap tingkat sumber daya alam
kualitas udara (IKU). SDA, ketahanan dan kesejahteraan wilayah darat dan
Pencemaran perairan potensi kehati. masyarakat. perairan pesisir
akibat limbah domestik, Peningkatan intensitas sesuai dengan daya
industri dan sludge oil. dan cakupan bencana dukung dan daya
alam, dampak dan risiko tampung lingkungan
lingkungan hidup, hidup bagi
kerentanan terhadap kesejahteraan
perubahan iklim, risiko masyarakat
terhadap keselamatan
dan kesehatan
masyarakat, dan
meningkatnya ancaman
terhadap perlindungan
kawasan tertentu.
III-107
Hasil KLHS dari
KRP yang telah
berada pada
Kesimpulan
Sintesa Isu-Isu Tingkat Pentingnya Keterkaitan Antar Keterkaitan dengan Muatan hirarki diatasnya,
No. Karakteristik Wilayah Hasil
PB Dampak Isu PB muatan KRP RPPLH serupa,
Analisis
berdekatan,
dan/atau memiliki
keterkaitan
8. Kelembagaan Kepri terdiri dari 96% Terjadi beberapa - - - - Tidak
dan pelayanan wilayah perairan yang tumpang-tindih strategis
publik kewenangan kebijakan dan konflik
pengelolaannya oleh pemanfaatan wilayah
pemerintah provinsi dan perairan berdampak
pusat. Hal ini pada terhambatnya
menyebabkan terjadi pembangunan dan
beberapa tumpang- menjadi ancaman
tindih kebijakan dan terhadap perlindungan
konflik pemanfaatan kawasan tertentu.
wilayah perairan
misalnya fungsi hankam
dengan TWP Kabupaten
Kepulauan Anambas
dan fungsi industri
dengan kawasan
konservasi di perairan
Bintan.
III-108
Dari matrik interaksi dan analisis antara sintesa isu-isu pembangunan
berkelanjutan diatas, diidentifikasi 5 isu pembangunan berkelanjutan paling
strategis sebagai berikut:
1. Kesejahteraan masyarakat yang belum optimal;
2. Aksesibilitas wilayah yang belum optimal;
3. Sarana prasarana umum yang belum optimal;
4. Mitigasi dan penanggulangan bencana alam; dan
5. Degradasi lingkungan.
Berdasarkan telaah lebih lanjut dengan mempertimbangkan data/informasi
karakteristik wilayah dan hasil konsultasi dengan pemangku kepentingan
untuk pengayaan serta penajaman isu pembangunan berkelanjutan, maka
disimpulkan bahwa isu degradasi lingkungan menjadi isu degradasi
lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil. Kemudian berdasarkan telaah
sebab-akibat, disimpulkan bahwa penyediaan sarana prasarana umum belum
optimal dan kesejahteraan masyarakat yang masih rendah disebabkan karena
aksesibilitas wilayah yang belum oprtimal. Wilayah Provinsi Kepulauan Riau
memiliki 2025 pulau yang tersebar di 7 kabupaten/kota termasuk 22 pulau
pulau kecil terluar (PPKT) mengalami tantangan aksesbilitas dalam
penyediaan sarana prasarana dasar seperti air minum, pengelolaan sanitasi,
energi listrik, jalan, pelabuhan. Demikian halnya dengan penyediaan sarana
prasarana umum seperti pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi.
Penyediaan sarana dan prasarana yang belum optimal ini menyebabkan
cakupan pelayanan kepada masyarakat terbatas sehingga kegiatan sosial
dan ekonomi masyarakat terhambat. Pelayanan sarana dan prasarana
terbatas juga menghambat proses produksi, distribusi dan pemasaran hasil
sumberdaya alam sehingga kesejahteraan masyarakat belum optimal.
Aksesbilitas wilayah yang belum optimal menyebabkan penyediaan sarana
dan prasarana baik dasar maupun umum terbatas jumlah dan kapasitasnya
sehingga kesejahteraan rakyat terutama di hinterland belum optimal. Adanya
Hubungan sebab-akibat dari ke tiga isu ini maka digabung menjadi isu
aksesibilitas wilayah yang belum optimal. Dengan demikian, dari 5 isu paling
strategis menjadi 3 isu paling strategis yang akan menjadi fokus kajian yaitu:
1. Degradasi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil;
2. Mitigasi dan penanggulangan bencana alam;
3. Aksesibilitas wilayah yang belum optimal.
III-109
sampai dengan penentuan isu paling strategis yang akan menjadi fokus kajian
dalam analisis pengaruh (impact analysis), dideskripsikan secara rinci sebagai
berikut.
1. Degradasi Lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Degradasi lingkungan adalah runtutan peristiwa dari penurunan mutu
lingkungan atau penurunan kemampuan daya dukung lingkungan yang
diakibatkan oleh manusia (antropogenic) maupun yang diakibatkan oleh
alam (FAO, 1997).
III-110
perairan dan kehidupan biota pada ekosistem tersebut. Ekosistem sungai,
estuaria, mangrove, pantai berpasir, padang lamun, terumbu karang akan
berdampak terhadap pencemaran yang dihasilkan dari kegiatan di upland
maupun di wilayah pesisir dan laut. Demikian halnya dengan fenomena
sludge oil yang marak terjadi di Provinsi Kepulauan Riau pada musim
musim tertentu sangat berdampak pada kerusakan ekosistem perairan.
Kerusakan ekosistem ini akan mempengaruhi produktivitas sumber daya
perikanan maupun mengganggu aktivitas pariwisata yang keduanya
menjadi potensi unggulan Provinsi Kepulauan Riau.
Kegiatan di bawah dasar laut berupa tambang minyak dan gas bumi
berupa kegiatan eksplorasi geofisik dan pemboran, field development,
produksi, transportasi, dan pengilangan akan berdampak terhadap
ekosistem pesisir dan laut sehingga perlu dilakukan pengendalian dan
pengawasan. Kegiatan transportasi minyak dan gas bumi (baik melalui
kapal maupun pipa penyalur), akibat kecelakaan, kelalaian kerja, maupun
kerusakan peralatan, dapat mengakibatkan terjadinya tumpahan atau
bocoran minyak. Tumpahan atau bocoran minyak di daerah lepas pantai,
karena tiupan angin dan gerakan pasang surut akan tersebar ke arah
pantai. Hal tersebut dapat menyebabkan degradasi kualitas perairan
pantai termasuk estuaria, juga bahan pencemar bersifat toksik terhadap
biota laut. Kondisi ini akan mengubah dan menimbulkan gangguan
terhadap produktivitas, metabolisme, struktur dan diversitas spesies biota
laut.
III-111
air yang besar, yang bertindak sebagai spons sehingga kadar air tanah
meningkat. Laju infiltrasi tertinggi pada beberapa penutupan lahan adalah
pada tanah yang banyak pepohonannya. Kegiatan yang memanfaatkan
wilayah darat membutuhkan lahan dalam jumlah banyak sehingga
mengubah tutupan lahan, seperti kegiatan pertambangan, industri, dan
kegiatan budidaya perkotaan lainnya. Perubahan tutupan lahan tanpa
pengelolaan yang baik menurunkan kualitas tutupan lahan, antara lain
kegiatan pertambangan tanpa upaya reklamasi lahan pasca tambang,
kegiatan industri dan perkotaan lainnya yang tidak menyediakan ruang
terbuka hijau.
III-112
sangat penting dalam menjaga keberlangsungan air bersih dan udara
yang sehat terutama di perkotaan. kegiatan industri, permukiman dan
kegiatan perkotaan lainnya membutuhkan air bersih yang banyak disatu
sisi kondisi hidrologi Wilayah Kepulauan Riau memiliki keterbatasan
simpanan air yang hanya berupa air permukaan.
III-113
Tabel 2.63. Lahan Kritis Tahun 2020 Wilayah Kerja BPDASHL Sei Jang
Duriangkang Provinsi Kepulauan Riau
Tingkat Kekritisan Lahan (Ha) Total
N Kabupaten/
Tidak Potensi Agak Sangat Luas
o. Kota Kritis
Kritis Kritis Kritis Kritis (Ha)
Bintan /
1. 52.221 15.744 76.589 2.269 - 146.823
Tanjungpinang
2. Batam 33.120 45.239 19.526 5.481 - 103.367
3. Karimun 30.335 57.343 5.201 288 - 93.167
4. Lingga 42.341 38.570 141.902 20 - 222.833
5. Natuna 122.307 44.036 34.266 337 - 200.946
6. Kep. Anambas 1.068 2369 59.675 - 51 63.262
Total 281.474 203.933 337.880 8.179 51 831.517
Sumber: BPDASHL Sei Jang Duriangkang, 2021
III-114
pengaruh negatif terhadap kondisi biofisik dan/atau sosial ekonomi
masyarakat (DPCLS). Obyek DPCLS tersebut paling banyak berasal dari
kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas ±20.311 ha,
namun persentase DPCLS tertinggi terhadap luasan perubahan
peruntukan sesuai fungsi kawasan adalah dari Taman Buru (TB)
±95,74%. Kota Batam; yang meliputi Pulau Batam, Pulau Rempang,
Pulau Galang dan gugus pulau sekitarnya; merupakan wilayah yang
paling luas terdapat obyek DPCLS yaitu ±16.430 ha dan rasio terhadap
luasan perubahan peruntukan yang direkomendasi di wilayah tersebut
sebesar ±42,03%. Hasil identifikasi obyek DPCLS juga menunjukkan
bahwa perubahan peruntukan pada kawasan hutan lindung (HL) dianggap
yang paling dominan beresiko terhadap kondisi biofisik dan/atau sosial
ekonomi masyarakat (15.339 ha).
Tabel 2.65. Identifikasi Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan DPCLS
di Provinsi Kepulauan Riau Berdasarkan Tipologi Fungsi Kawasan
Tipologi Identifikasi dan Luasan Lokus Resiko DPCLS (ha)
% PP
Kawasan PP (ha) Skoring Mang- Hutan
KK HL PPKT Jumlah DPCLS
Hutan > 175 rove Pesisir
KSA 1.223 454 - - - - - 454 37,13
KPA 926 106 - - - - - 106 11,45
TB 8.195 7.846 - - - - - 7.846 95,74
HL 21.119 - 15.339 - - - - 15.339 72,63
HPT 60.564 - - 289 9 2.224 1.230 3.752 6,20
HP 5.695 - - - - 18 - 18 0,31
HPK 269.913 - - 3.887 1.342 7.063 8.020 20.311 7,53
Jumlah 367.635 8.406 15.339 4.176 1.351 9.305 9.250 47.826 13,01
Keterangan: KSA (Kawasan Suaka Alam), KPA (Kawasan Pelestarian Alam), TB (Taman Buru), HL (Hutan
Lindung), HPT (Hutan Produksi Terbatas), HP (Hutan Produksi tetap), HPK (Hutan Produksi yang
dapat dikonversi), PP (Perubahan Peruntukan), KK (Kawasan Konservasi), PPKT (Pulau-Pulau
Kecil Terluar), DPCLS (Dampak Penting, Cakupan Luas dan bernilai Strategis)
III-115
Kawasan hutan berperan sebagai penutup permukaan tanah yang
melindunginya dari proses erosi, stabilitas air permukaan, mengendalikan
kualitas air permukaan, habitat bagi satwa liar, aliran, pemijahan biota
perairan pada anak anak sungai yang terdapat pada kawasan hutan.
Perubahan peruntukkan kawasan hutan yang tidak terkendali akan
menimbulkan gangguan pada ekosistem hutan. Terjadinya erosi tanah
permukaan, sedimentasi dan terganggunya siklus aliran air (run-off),
naiknya suhu perairan yang disebabkan hilangnya perlindungan hutan
dari sinar matahari. Perubahan peruntukkan kawasan hutan akan
mengganggu keseimbangan ekosistem, tidak hanya pada ekosisten hutan
namun juga ekosistem perairan pesisir dan lautan secara keseluruhan
karena daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu sistem yang saling
berhubungan.
Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan yang berdampak penting dan cakupan
luas nilai strategis (DPCLS) di Wilayah Kepulauan Riau seluas ±47.826 ha atau
±13,01% tersebar di 7 kabupaten/kota dan yang tersebar di Kota Batam
tentu berpengaruh terhadap keberlanjutan fungsi hutan, sehingga
pemanfaatan kawasan hutan menjadi APL akan memicu terjadinya erosi
tanah, sedimentasi, terganggunya siklus aliran air, kenaikan suhu
perairan, serta kekeruhan perairan akibat erosi dan sedimentasi. Erosi
tanah dan terganggunya siklus aliran air (run off meningkat, infilltrasi
menurun) akan menyebabkan cadangan air tanah dan permukaan
terbatas.
III-116
Gambar 2.31. Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi
Kepulauan Riau
III-117
Peningkatan Volume Sampah
Terjadinya degradasi lingkungan di wilayah Provinsi Kepulauan Riau juga
disebabkan karena peningkatan jumlah volume produksi sampah dari
tahun ke tahun.
Tabel 2.67. Jumlah Volume Sampah dan Produksi Sampah Provinsi
Kepulauan Riau Tahun 2016-2020
No. Indeks Kualitas 2016 2017 2018 2019 2020
Jumlah volume produksi
1. n/a 614.916 635.285 656.533 678.572
sampah (ton)
Jumlah sampah yang
2. n/a 239.769 269.395 359.838 314.193
ditangani (ton)
3. Persentase tertangani n/a 54% 60% 76% 68%
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kepulauan Riau 2021
III-118
Sumber: suluhkepri.com, 2021; batam.tribunnews.com, 2020
III-119
Gambar 2.34. Peta Tutupan Lahan Provinsi Kepulauan Tahun 2011
III-120
Gambar 2.35. Peta Tutupan Lahan Provinsi Kepulauan Tahun 2020
III-121
2. Mitigasi dan Penanggulangan Bencana Alam
Menurut Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) - BNPB, wilayah
Kepulauan Riau memiliki sejarah kejadian bencana banjir, cuaca ekstrim,
gelombang ekstrim dan abrasi, kebakaran hutan dan lahan, dan tanah
longsor.
Berdasarkan Dokumen Peta Bahaya dan Kerentanan Provinsi Kepri 2020-
2024, bencana-bencana di Provinsi Kepulauan Riau berpotensi
memberikan kerugian mencapai 2,2 triliun rupiah. Bencana yang memiliki
potensi kerugian tertinggi adalah jenis bencana cuaca ekstrim dengan
potensi kerugian sekitar 1,6 triliun rupiah. Sedangkan jenis bencana yang
memiliki potensi dampak terhadap kerusakan lingkungan adalah banjir.
Bahaya Banjir
Luas potensi bahaya banjir di Provinsi Kepulauan Riau secara
keseluruhan adalah 573.425 ha yang di dominasi tingkat bahaya rendah
sekitar 56%, sedang 28% dan tinggi 15%.
Tabel 2.68. Potensi Bahaya Banjir dan Penduduk Terpapar di Provinsi
Kepulauan Riau
Luas Tingkat Bahaya (ha) Jumlah
Total Penduduk
Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi (ha) Terpapar
(Jiwa)
Bintan 58.555 29.848 18.074 106.477 146.859
Karimun 42.620 20.900 7.928 71.448 324.846
Kep. Anambas 4.249 3.653 3.178 11.080 378.833
Lingga 86.897 45.738 27.841 160.476 338.313
Natuna 82.326 38.094 14.284 134.704 296.575
Batam 42.958 21.996 13.182 78.136 244.172
Tanjungpinang 6.244 3.041 1.819 11.104 106.219
Kepulauan Riau 323.849 163.270 86.306 573.425 1.835.817
Sumber: Dokumen Peta Bahaya dan Kerentanan Provinsi Kepri 2020-2024
Wilayah dengan potensi bahaya banjir terluas dan dominan pada tingkat
bahaya yang paling tinggi adalah Kabupaten Lingga dengan total luas
potensi terdampak banjir sekitar 160.476 ha (kelas rendah 86.897,00 ha,
kelas sedang 45.738,00 ha dan kelas tinggi 27.841,00 ha).
Penduduk terpapar bencana banjir di Provinsi Kepulauan Riau yang
diperoleh dari total jumlah penduduk terpapar untuk seluruh wilayah, yaitu
sekitar 1.835.817 jiwa. Kabupaten/kota yang memiliki potensi penduduk
terpapar tertinggi bencana banjir adalah Kabupaten Kepulauan Anambas
dengan jumlah potensi penduduk terpapar mencapai 378.833 jiwa.
III-122
Sumber: tribunbatam.id/febriyuanda, 2022
III-123
Gambar 2.37. Peta Bahaya Banjir di Provinsi Kepulauan Riau
III-124
Banjir Bandang
Luas potensi bahaya banjir bandang di Kepulauan Riau sekitar 12.145 ha
yang di dominasi tingkat bahaya tinggi mencapai 90%, sedang 8% dan
rendah 2%. Potensi penduduk terpapar sekitar 2.561 jiwa.
Tabel 2.69. Potensi Bahaya Banjir Bandang dan Penduduk Terpapar di
Provinsi Kepulauan Riau
Luas Tingkat Bahaya (ha) Jumlah
Total Penduduk
Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi (ha) Terpapar
(Jiwa)
Bintan - - - - 760
Karimun - - - - 18
Kep. Anambas 53 221 1.153 1.427 15
Lingga 52 177 2.213 2.442 1.171
Natuna - - - - 145
Batam 78 403 5.194 5.675 452
Tanjungpinang 34 148 2.419 2.601 -
Kepulauan Riau 217 949 10.979 12.145 2.561
Sumber: Dokumen Peta Bahaya dan Kerentanan Provinsi Kepri 2020-2024
Wilayah dengan potensi bahaya banjir bandang terluas dan dominan pada
tingkat bahaya yang paling tinggi adalah Kota Batam. Sementara wilayah
yang terdata memiliki potensi penduduk terpapar tertinggi adalah
Kabupaten Lingga.
III-125
Bahaya Gelombang Ekstrim dan Abrasi
Luas potensi bahaya gelombang ekstrim dan abrasi di Kepulauan Riau
adalah 108.958 ha yang di dominasi tingkat bahaya rendah sekitar 63%,
sedang 11% dan tinggi 26%.
Tabel 2.70. Potensi Bahaya Gelombang Ekstrim dan Abrasi serta
Penduduk Terpapar di Provinsi Kepulauan Riau
Luas Tingkat Bahaya (ha) Jumlah
Total Penduduk
Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi (ha) Terpapar
(Jiwa)
Bintan 7.735 2.136 3.966 13.837 -
Karimun 13.135 269 1.091 14.495 -
Kep. Anambas 1.100 6.532 9.259 16.891 -
Lingga 26.338 595 3.564 30.497 14
Natuna 2.573 1.877 8.326 12.776 -
Batam 16.097 395 2.455 18.947 -
Tanjungpinang 1.487 - 28 1.515 3.410
Kepulauan Riau 68.465 11.804 28.689 108.958 3.424
Sumber: Dokumen Peta Bahaya dan Kerentanan Provinsi Kepri 2020-2024
Wilayah dengan potensi bahaya cuaca ekstrim terluas dan dominan pada
tingkat bahaya yang paling tinggi adalah Kabupaten Natuna. Sementara
wilayah yang terdata memiliki potensi penduduk terpapar tertinggi adalah
Kabupaten Kepulauan Anambas.
III-126
Gambar 2.39. Peta Bahaya Cuaca Ekstrim di Provinsi Kepulauan Riau
III-127
Bahaya Tanah Longsor
Luas potensi bahaya tanah longsor di Kepulauan Riau adalah 122.325 ha
yang di dominasi tingkat bahaya rendah sekitar 58%. Potensi penduduk
terpapar sekitar 48.630 jiwa.
Tabel 2.72. Potensi Bahaya Tanah Longsor dan Penduduk Terpapar di
Provinsi Kepulauan Riau
Luas Tingkat Bahaya (ha) Jumlah
Total Penduduk
Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi (ha) Terpapar
(Jiwa)
Bintan 6.419 - - 6.419 1.172
Karimun 2.430 5.972 149 8.551 1.408
Kep. Anambas 28.429 18.292 211 46.932 31.389
Lingga 15.157 12.525 8.662 36.344 1.387
Natuna 18.329 2.167 1.605 22.101 10.830
Batam 573 1.405 - 1.978 2.444
Tanjungpinang - - - - -
Kepulauan Riau 71.337 40.361 10.627 122.325 48.630
Sumber: Dokumen Peta Bahaya dan Kerentanan Provinsi Kepri 2020-2024
Bahaya Kekeringan
Luas potensi bahaya kekeringan adalah 816.627 ha yang di dominasi
tingkat bahaya sedang sekitar 96%.
Tabel 2.73. Potensi Bahaya Kekeringan dan Penduduk Terpapar di
Provinsi Kepulauan Riau
Luas Tingkat Bahaya (ha) Jumlah
Total Penduduk
Kabupaten/Kota
Rendah Sedang Tinggi (ha) Terpapar
(Jiwa)
Bintan - 121.834 8.549 130.383 171.121
Karimun 2.695 89.031 - 91.726 327.424
Kep. Anambas - 58.115 3.310 61.425 380.090
Lingga - 217.610 548 218.158 348.852
Natuna - 181.943 16.626 198.569 306.485
Batam 2.821 98.542 - 101.363 245.079
Tanjungpinang - 15.003 - 15.003 109.270
Kepulauan Riau 5.516 782.078 29.033 816.627 1.888.321
Sumber: Dokumen Peta Bahaya dan Kerentanan Provinsi Kepri 2020-2024
III-128
adalah Kabupaten Natuna. Sementara wilayah yang terdata memiliki
potensi penduduk terpapar tertinggi adalah Kabupaten Kepulauan
Anambas.
III-129
Gambar 2.40. Peta Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi
Kepulauan Riau
III-130
3. Aksesibilitas Wilayah Yang Belum Optimal
Kondisi Transportasi Laut
Sebagai provinsi yang sebagian besar wilayahnya adalah perairan,
kendala utama dari aktivitas dan mobilitas di Kepulauan Riau yaitu dari
segi transportasi. Wilayah-wilayah terpencil seperti Kabupaten Anambas,
Natuna dan Lingga sangat terpengaruh oleh faktor cuaca sehingga jika
sedikit saja terjadi hambatan seperti musim angin utara tiba, maka
transportasi laut seperti ferry dan kapal perintis akan terkendala.
Kondisi transportasi yang ada untuk menghubungkan kota/kabupaten di
Provinsi Kepulauan Riau membutuhkan waktu tempuh rata-rata antar Ibu
Kota Kabupaten/Kota lebih dari 6 jam perjalanan dan bahkan ada yang
mencapai ±9 jam perjalanan seperti perjalanan dari Ibu Kota Provinsi
(Kota Tanjung Pinang) menuju Ranai (Pulau Natuna), Tarempa (Pulau
Tarempa) dan Daik (Pulau Lingga). Hal ini sangat mengganggu
kelancaran pergerakkan, arus barang, dan pasokan bahan pangan.
III-131
Sumber: Profil Dishub Kepri 2019
Gambar 2.42. Trayek Kapal Perintis R-6 km Sabuk Nusantara 48
Pangkalan Tanjungpinang Tahun 2020
III-132
Rute Existing Penerbangan Perintis :
1. Kerinci – Jambi (PP)
2. Jambi – Dabo Singkep (PP)
3. Dabo Singkep – Pekanbaru (PP)
4. Dabo Singkep – Tanjung Pinang (PP)
5. TB. Karimun – Pekanbaru (PP)
6. Dabo Singkep – Pangkal Pinang (PP)
7. Pekanbaru – Tembilahan (PP)
8. Tanjung Pinang – Letung (PP)
9. Pasir Pangaraian – Batam (PP)
10. Dabo Singkep – Batam (PP)
III-133
Sumber utama air di Wilayah Kepulauan Riau sesuai dengan sistem
hidrologi yang dimiliki adalah air permukaan. Akses air minum aman
Provinsi Kepulauan Riau sebesar 88,51% terdiri dari jaringan perpipaan
70,22% dan bukan jaringan perpiaan 18,29%. Cakupan pelayanan
melalui jaringan perpipaan untuk Kota Batam dilayani oleh 17 JP dengan
jumlah sambungan rumah 152.465 SR. Kota Tanjungpinnag 1 unit PDAM,
11 SPAM, jumlah sambungan rumah 15.695 SR. Kabupaten Karimun
PDAM 3 unit, 11 SPAM, jumlah sambungan rumah 10.079 SR. Kabupaten
Bintan PDAM 2 unit, SPAM 39 unit, jumlah sambungan rumah 9.337 SR.
Kabupaten Natuna PDAM 1 unit, SPAM 6 unit, jumlah sambungan rumah
23.329 SR. Kabupaten Lingga PDAM 2 unit, SPAM 26 unit, jumlah
sambungan rumah 10.200 SR. Kabupaten Kepulauan Anambas SPAM 8
unit dan jumlah sambungan rumah 6.307 SR. Cakupan pelayanan atau
akses air minum aman di Kabupaten Kepulauan Anambas terrendah yaitu
33,32%.
Sistem air bersih yang terbatas dipengaruhi oleh sumber air dimana tidak
semua pulau memiliki sumber air permukaan berupa tampungan
(waduk/embung). Konektiviti berupa sistem perpipaan air bersih antar
pulau dalam satu cluster membutuhkan biaya yang mahal dan tidak layak
jika dibandingkan dengan cakupan pelayanan yang kecil. Kondisi ini
mengakibatkan sebagian masyarakat terutama di hinterland (pulau pulau
kecil) kesulitan mendapatkan air bersih. Pada wilayah yang memiliki
penampungan air baku, Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) belum
melayani seluruh pusat pusat permukiman yang tersebar mengikuti
fisiografis pulau (pola bermukim mencari tempat terlindung dari
gelombang pasang dan angin). Wilayah perkotaan dengan pertumbuhan
penduduk tinggi seperti Kota Batam dan Kota Tanjungpinang
membutuhkan air bersih yang terus meningkat seiring dengan
pertumbuhan penduduk. Pengambilan air tanah di beberapa pusat
permukiman, kegiatan perkotaan dan kegiatan industri masih berlangsung
karena keterbatasan pelayanan sistem penyediaan air minum yang
bersumber dari air permukaan/waduk.
III-134
oleh pasang laut dan kapasitas drainase atau sungai yang tidak memadai.
Keberadaan polder, kolam retensi dan jaringan drainase masih terbatas.
Sistem pengelolaan limbah baik limbah padat maupun air limbah masih
terbatas. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah saat ini terdapat di
Pulau Batam, Pulau Bintan, Pulau Karimun, Pulau Singkep, Pulau Letung,
dan Pulau Ranai. TPA Ganet di Pulau Bintan melayani wilayah adminsitasi
Kota Tanjungpinang dengan cakupan pelayanan 79,68%. TPST 3R di
Kota Tanjungpinang sejumlah 4 unit dan yang berfungsi dengan baik 1
unit. TPA Telaga Punggur berada di Pulau Batam dengan cakupan
pelayanan 70% dan TPST 3R yang berfungsi sejumlah 1 unit dari 3 unit
yang ada. TPA Air merah berada di Pulau Singkep melayani beberapa
wilayah di Kabupaten Lingga, sementara di Pulau Lingga sebagai ibu kota
kabupaten belum memiliki TPA. Cakupan pelayanan TPA Air merah 50%.
TPA Sebayar berada di Pulau ranai melayanai wilayah perkotaan
Kabupaten Natuna yang ada di Pulau Ranai. Jumlah TPST 3R sebanyak
4 unit tidak berfungsi dengan baik. Terdapat 2 TPS yaitu TPS Pasar dan
Tegul Laksemana yang masih berfungsi. TPA Sei enam berada di Pulau
Bintan melayani Wilayah Administrasi Kabupaten Bintan yaitu wilayah
perkotaan bintan timur. Kabupaten Kepulauan Anambas belum memiliki
TPA, saat ini pengelolaan persampahan berupa TPST Rintis yang berada
di Rintis (Pulau Letung). Jumlah sampah yang terangkut di Kabupaten
Bintan 28,01%, Kabupaten Karimun 48,00%, Kabupaten Lingga 10,00%,
Kabupaten Natuna 30,00%, Kabupaten Kepulauan Anambas 0%, Kota
Tanjungpinang 44,90% dan Kota Batam yang paling tinggi yaitu 68,37%.
Keterbatasan sarana prasarana pengelolaan persampahan di Kepulauan
Riau memicu pembuangan sampah pada badan perairan yang
mencemari ekosistem perairan (Sungai, pesisir dan laut).
III-135
Kota Tanjungpinang memiliki IPLT 1 unit dan SPAL D skala permukiman
sebanyak 50 unit. Kabupaten Karimun memiliki 12 unit SPALD-T Skala
Permukiman. Terbatasnya pengelolaan limbah domestik akan
menyebabkan pencemaran tanah dan perairan mengingat sebagian besar
permukiman di Provinsi Kepulauan Riau berada di wilayah pesisir dan
diatas laut, dimana pada wilayah yang belum terlayani IPAL/SPAL maka
perairan menjadi tempat pembuangan akhir dari limbah domestik ini.
III-136
Dengan kondisi geografis di Provinsi Kepulauan Riau yang cenderung
sulit dalam masalah transportasi, akses menjadi masalah utama dalam
hal pengentasan kemiskinan di daerah perdesaan.
Ditinjau pada angka pengangguran terbuka, tingkat pengangguran
terbuka tertinggi berada di Kota Batam yang mengalami kenaikan dari
10,07% di tahun 2018 menjadi 11,64% di tahun 2021 dan terendah berada
di Kabupaten Kepulauan Anambas yang secara bersamaan mengalami
penurunan dari 2,89% di tahun 2018 menjadi 1,27% di tahun 2021.
Selanjutnya Indeks Pembangunan manusia, di Kota Batam dan Kota
Tanjungpinang lebih baik dari Provinsi Kepulauan Riau secara umum. Hal
tersebut ditunjukkan dengan angka IPM kedua kota tersebut yang berada
di atas angka IPM Provinsi Kepulauan Riau. Sebaliknya, lima kabupaten
lainnya memiliki angka IPM di bawah angka provinsi yaitu Kabupaten
Bintan dengan angka IPM 74,13; Kabupaten Natuna dengan angka IPM
72,72; Kabupaten Karimun dengan angka IPM 71,44; serta Kabupaten
Kepulauan Anambas dan Kabupaten Lingga masing-masing dengan
angka IPM 68,80 dan 65,29.
III-137
Tabel 2.75. Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Provinsi
Kepulauan Riau
Kebijakan Strategi
a. pengembangan 1. mengembangkan PKN, PKW, PKSN, dan PKL sesua
sistem pusat dengan fungsi dan perannya sebagai pusat industry
permukiman yang hijau, pertumbuhan kelautan dan perikanan,
merata, kompak pariwisata, jasa, ekspor impor, dan transportasi;
berbasis mitigasi 2. meningkatkan keterkaitan antara PKN, PKW, PKSN,
bencana sebagai dan PKL, serta kawasan perdesaan;
pusat koleksi dan 3. mengembangkan sarana dan prasarana PKL di pulau
distribusi, kegiatan kecil guna mewujudkan PKL sebagai kawasan
industri, kelautan dan perkotaan;
perikanan, serta 4. mengembangkan sistem pusat permukiman yang
pariwisata; terintegrasi dengan pusat pertumbuhan kelautan dan
perikanan;
5. mengembangkan Kawasan Permukiman yang kompak
berbasis mitigasi bencana dan perubahan iklim; dan
6. mengembangkan Kawasan Permukiman di atas air
berbasis kearifan lokal, ramah lingkungan, mitigasi
bencana dan perubahan iklim yang dilengkapi dengan
infrastruktur permukiman.
b. pengembangan dan 1. mengembangkan keterpaduan sistem jaringan jalan,
peningkatan sistem sistem jaringan kereta api, sistem jaringan sungai,
jaringan transportasi danau, dan penyeberangan, sistem jaringan
Wilayah kepulauan transportasi laut, bandar udara umum dan bandar
yang terpadu, udara khusus, serta jalur pendaratan dan
handal, dan adaptif penerbangan di Laut guna mendukung pergerakan
terhadap perubahan antarkabupaten/kota dalam provinsi, antarprovinsi,
iklim guna dan antarnegara;
mendukung 2. mengembangkan keterpaduan sistem jaringan
pergerakan orang transportasi dengan sistem pusat permukiman,
dan barang; kegiatan industri, pusat pertumbuhan kelautan dan
perikanan, pariwisata, dan kawasan perdesaan;
3. mengembangkan sistem jaringan kereta api guna
mendukung pergerakan logistik pelabuhan dan bandar
udara bagi kelancaran kegiatan ekonomi;
4. mengembangkan lintas penyeberangan guna
mewujudkan lintas penyeberangan sabuk Utara
Indonesia, terutama di Kabupaten Natuna dan
Kabupaten Kepulauan Anambas;
5. mengembangkan sistem transpotrasi Laut yang
handal guna mendukung pergerakan antarsistem
pusat permukiman, industri, kelautan dan perikanan,
serta pariwisata;
6. mengembangkan alur pelayaran Wilayah kepulauan
guna mendukung lalu lintas antar kabupaten/kota
dalam Provinsi, antarprovinsi, dan antarnegara;
7. mengembangkan jalur pendaratan dan penerbangan
di Laut guna meningkatkan kegiatan ekonomi,
terutama pariwisata di Pulau Kecil;
8. mengembangkan jembatan antarpulau guna
meningkatkan aksesibilitas pergerakan orang dan
barang; dan
9. mengembangkan dan meningkatkan kapasitas dan
kualitas kawasan transportasi.
c. pengembangan 1. mengembangkan jangkauan pelayanan sistem
sistem jaringan jaringan energi guna memenuhi kebutuhan
III-138
Kebijakan Strategi
infrastruktur wilayah Masyarakat, kegiatan industri, kelautan dan perikanan,
yang terpadu antara pariwisata, dan ekonomi lainnya;
Wilayah darat dan 2. mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi yang
Perairan Pesisir melayani seluruh sistem pusat permukiman, kawasan
guna melayani perdesaan, Pulau Kecil berpenghuni, dan kegiatan
sistem pusat ekonomi lainnya;
permukiman, 3. menata, mengembangkan, dan melindungi alur pipa
industri, kelautan dan dan/atau kabel bawah laut secara efektif dan ramah
perikanan, dan lingkungan;
pariwisata; 4. mengembangkan sistem jaringan sumber daya air
dengan memperhatikan ketersediaan sumber daya air,
daya dukung lingkungan, dan kondisi geohidrologi
wilayah; dan
5. mengembangkan kuantitas dan kualitas SPAM, SPAL,
sistem pengolahan limbah bahan berbahaya dan
beracun, serta sistem jaringan persampahan yang
ramah lingkungan di sistem pusat permukiman,
kegiatan industri, kelautan dan perikanan, pariwisata,
dan ekonomi lainnya.
d. pelestarian 1. mempertahankan dan mengembangkan kawasan
lingkungan alami dan hutan berfungsi lindung dan konservasi guna
lingkungan buatan mendukung hutan lestari;
yang berfungsi 2. melestarikan kawasan lindung gambut guna menjaga
lindung; sistem tata air alami dan ekosistem kawasan, serta
mitigasi perubahan iklim;
3. melestarikan kawasan konservasi di Laut yang
mendukung pengelolaan sumber daya ikan dan
lingkungannya secara berkelanjutan;
4. menetapkan kawasan pencadangan konservasi di
Laut guna meningkatkan keanekaragaman hayati dan
perlindungan ekosistem;
5. mengembangkan kawasan lindung geologi termasuk
taman bumi melalui wisata minat khusus,;
6. melestarikan dan mengembangkan kawasan cagar
budaya sebagai identitas Wilayah Provinsi dan potensi
wisata; dan
7. melestarikan kawasan ekosistem mangrove sebagai
ekowisata, pengamanan abrasi pantai, serta
penyimpanan dan/atau penyerapan karbon guna
adaptasi perubahan iklim.
e. pengembangan 1. mengembangkan kawasan peruntukan industri
industri yang mandiri, elektronika dan telematika, industri pembangkit energi,
tangguh, maju, dan mesin dan perlengkapannya, industri alat transportasi,
adaptif terhadap industri pangan, industri farmasi, industri pengolahan
perubahan iklim; limbah dan sampah, industry hulu agro, kimia dasar,
serta logam dan bahan galian bukan logam yang
berdaya saing global;
2. mengembangkan kawasan peruntukan industry
kelautan dan perikanan yang ramah lingkungan, dan
bernilai ekonomi tinggi;
3. mengembangkan sarana dan prasarana kawasan
peruntukan industri;
4. mengembangkan keterpaduan kawasan peruntukan
industri dengan kawasan budi daya, kawasan lindung,
dan alur migrasi biota laut; dan
III-139
Kebijakan Strategi
5. mengembangkan industri hijau melalui peningkatan
efisiensi bahan baku, energi, dan air yang ramah
lingkungan.
f. pengembangan 1. mengembangkan kawasan perikanan tangkap yang
kelautan dan ramah lingkungan guna menjamin keberlanjutan
perikanan berbasis usaha penangkapan ikan;
ekonomi biru bagi 2. pemanfaatan teknologi tepat guna dalam pemanfaatan
pertumbuhan sumber daya ikan di kawasan perikanan tangkap;
ekonomi Wilayah 3. mengembangkan kawasan perikanan budi daya di
Provinsi; Wilayah darat dan Perairan Pesisir dengan tidak
melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungan;
dan
4. meningkatkan keterpaduan antara kawasan perikanan
tangkap dengan pelabuhan perikanan.
g. pengembangan 1. mengembangkan kawasan pariwisata terpadu antara
pariwisata yang Wilayah darat dan Perairan Pesisir yang berdaya saing
berkelanjutan dan berorientasi global guna mendorong pertumbuhan
berbasis budaya; ekonomi dengan memperhatikan daya dukung dan
daya tampung lingkungan;
2. mengembangkan kawasan pariwisata beserta sarana
dan prasarana pariwisata di Kabupaten Natuna,
Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Kepulauan
Anambas guna pemerataan pembangunan pariwisata;
3. mengembangkan taman bumi; dan
4. meningkatkan konektivitas antara kawasan pariwisata
dengan sistem pusat permukiman.
h. pengembangan 1. mempertahankan dan mengembangkan kawasan
sumber daya alam hutan berfungsi produksi guna mendukung hutan
Wilayah darat dan lestari;
Perairan Pesisir 2. mengembangkan kawasan perkebunan rakyat bagi
sesuai dengan daya kesejahteraan kelompok tani hutan;
dukung dan daya 3. mengembangkan kawasan pertanian sesuai potensi
tampung lingkungan Wilayah Provinsi bagi kemakmuran Masyarakat;
hidup bagi 4. menetapkan KP2B guna mendukung ketahanan dan
kesejahteraan kemandirian pangan; dan
Masyarakat; 5. mengembangkan kawasan pertambangan dan energy
dengan kaidah yang baik untuk mengurangi kerusakan
lingkungan.
i. pengembangan 1. meningkatkan kapasitas dan kualitas Bandar Udara
Kawasan Hang Nadim;
Perdagangan Bebas 2. mengembangkan dan meningkatkan pelabuhan laut;
dan Pelabuhan 3. mengembangkan dan meningkatkan jangkauan
Bebas Batam, pelayanan jaringan sumber daya air; dan
Bintan, dan Karimun 4. mengembangkan dan meningkatkan jangkauan
dan Kawasan pelayanan SPAM, SPAL, fasilitas pengolahan limbah
Ekonomi Khusus bahan berbahaya dan beracun, serta prasarana
sesuai dengan fungsi lainnya.
kawasan;
j. peningkatan fungsi 1. mempertahankan dan mengembangkan kawasan
kawasan untuk pertahanan dan keamanan;
pertahanan dan 2. mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif di
keamanan negara dalam dan di sekitar kawasan pertahanan dan
keamanan untuk menjaga fungsinya;
3. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan
budi daya tidak terbangun di sekitar kawasan
pertahanan dan keamanan sebagai penyangga;
III-140
Kebijakan Strategi
4. menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan
keamanan; dan
5. meningkatkan pertahanan dan keamanan di kawasan
perbatasan negara dan pulau kecil terluar guna
menjaga kedaulatan negara.
2. Rencana
Struktur Ruang
Rencana struktur ruang wilayah Kepulauan Riau meliputi rencana sistem
pusat permukiman, rencana sistem jaringan transportasi, rencana sistem
jaringan energi, rencana sistem jaringan telekomunikasi, rencana sistem
jaringan sumber daya air, dan sistem jaringan prasarana lainnya, yang
telah mengintegrasikan rencana struktur ruang daratan dan rencana
struktur ruang wilayah laut (berdasarkan RZWP3K Kepulauan Riau)
sesuai dengan amanat PP No. 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang.
a) Sistem Pusat Permukiman
Sistem pusat permukiman di Provinsi Kepulauan Riau merupakan
pusat-pusat kegiatan yang terdiri atas Pusat Kegiatan Nasional (PKN),
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Strategis Nasional
(PKSN), dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Secara total pengembangan
sistem pusat permukiman di Kepulauan Riau berjumlah 25 titik lokasi
dengan 2 merupakan rencana pembangunan.
III-141
Sistem Jaringan Sungai, Danau, dan Penyeberangan
- Alur-pelayaran sungai dan alur-pelayaran danau yang terdapat pada
wilayah provinsi
- Lintas penyeberangan antarnegara
- Lintas penyeberangan antarprovinsi
- Lintas penyeberangan antarkabupaten/kota dalam provinsi
- Pelabuhan sungai dan danau; dan/atau
- Pelabuhan penyeberangan.
Sistem Jaringan Transportasi Laut
- Pelabuhan laut yang terdapat pada wilayah provinsi (pelabuhan
utama, pelabuhan pengumpul, pelabuhan pengumpan, terminal
umum, terminal khusus dan pelabuhan perikanan)
Bandara Umum dan Khusus
- Bandara pengumpul (pengumpul primer dan pengumpul tersier)
- Bandara pengumpan
- Bandara khusus
Jalur Pendaratan dan Penerbangan di Laut
- Zona pendaratan pesawat Lagoi
III-142
Gambar 2.45. Rencana Struktur Ruang Provinsi Kepulauan Riau Tahun
2022-2040
Pola Ruang
a) Kawasan Peruntukan Lindung
- Kawasan yang Memberikan Perlindungan terhadap Kawasan
Bawahannya
- Kawasan Perlindungan Setempat
- Kawasan Konservasi
- Kawasan Pencadangan Konservasi di Laut
- Kawasan Hutan Adat
- Kawasan Lindung Geologi
- Kawasan Cagar Budaya
b) Kawasan Peruntukan Budidaya
- Kawasan Hutan Produksi
- Kawasan Perkebunan Rakyat
- Kawasan Pertanian
- Kawasan Perikanan (termasuk kawasan pengelolaan eskosistem
pesisir)
- Kawasan Pergaraman
- Kawasan Pertambangan dan Energi
- Kawasan Pemanfaatan Air Laut Selain Energi
- Kawasan Peruntukan Industri
III-143
- Kawasan Pariwisata
- Kawasan Permukiman
- Kawasan Pembuangan Hasil Pengerukan di Laut (dumping area)
- Kawasan Transportasi
- Kawasan Pertahanan dan Keamanan
Kawasan Strategis
a) Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Strategis Nasional, meliputi :
Kawasan perbatasan laut Republik Indonesia 22 (dua puluh dua)
pulau kecil terdepan di Kabupaten Natuna (Pulau Semiun, Pulau
Sebetul, Pulau Sekatung, Pulau Senua, Pulau Subi Kecil, Pulau
Kepala, dan Pulau Tokong Boro), di Kabupaten Kepulauan Anambas
(Pulau Tokong Malang Biru, Pulau Damar, Pulau Mangkai, Pulau
Tokong Nanas, dan Pulau Tokong Belayar), di Kabupaten Bintan
(Pulau Sentut), di Kota Batam (Pulau Nipa, Pulau Pelampong, Pulau
Batu Berhanti/Batu Berantai, dan Pulau Nongsa/Putri), dan di
Kabupaten Karimun (Pulau Iyu Kecil/Tokong Hiu Kecil dan Pulau
Karimun Kecil/Karimun Anak); dan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Batam,
Bintan, dan Karimun.
III-144
b) Kawasan Strategis Provinsi
Kawasan Strategis Provinsi, meliputi :
Kawasan Strategis Provinsi di Pusat Pemerintahan Provinsi
Kepulauan Riau Istana Kota Piring, Kota Tanjungpinang merupakan
kawasan strategis Provinsi dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi, yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan, pusat
pelayanan, pusat pertumbuhan baru dan kegiatan kepariwisataan di
Provinsi sebagai icon daerah dengan nuansa budaya melayu;
Kawasan Strategis Provinsi di Kabupaten Kepulauan Anambas
merupakan kawasan strategis Provinsi dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi dan pendayagunaan sumber daya alam,
yang difokuskan pada pengembangan potensi di bidang perikanan
dan pariwisata bahari;
Kawasan strategis Provinsi di Kabupaten Lingga merupakan
kawasan strategis Provinsi dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi dan pendayagunaan sumber daya alam, yang difokuskan
pada pengembangan potensi pertanian meliputi tanaman pangan,
holtikultura, perkebunan, perternakan dan perikanan; dan
Kawasan strategis Provinsi di Kabupaten Natuna merupakan
kawasan strategis Provinsi dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi, yang difokuskan sebagai simpul transportasi laut
internasional, kawasan pelabuhan internasional, kawasan perikanan
tangkap dan kawasan perindustrian terpadu untuk mendukung
pelayanan kepelabuhanan dan perindustrian global.
III-145
Muatan-muatan yang ada disusun dalam komponen-komponen materi
kebijakan, rencana, dan/atau program yang kemudian dikaitkan dengan
pertimbangan-pertimbangan berikut:
a. penurunan atau terlampauinya kapasitas daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup untuk pembangunan;
b. penurunan kinerja layanan jasa ekosistem;
c. peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, atau kebakaran hutan dan lahan;
d. penurunan mutu dan ketersediaan sumber daya alam;
e. penurunan ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati;
f. peningkatan kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan
iklim;
g. peningkatan jumlah penduduk miskin atau penurunan penghidupan
sekelompok masyarakat serta terancamnya keberlanjutan penghidupan
masyarakat;
h. peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat;
dan/atau
i. ancaman terhadap perlindungan terhadap kawasan tertentu secara
tradisional yang dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat hukum adat.
III-146
Uncang dengan panjang 21,7 kilometer di Kota Batam; Jaringan jalur
kereta api perkotaan Batu Ampar - Sekupang dengan panjang 7,17
kilometer di Kota Batam; Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan
Telaga Punggur - Batam Center dengan panjang 11,56 kilometer di Kota
Batam; Jaringan jalur kereta api perkotaan Sambau-Bandara Hang Nadim
dengan panjang 8,45 kilometer di Kota Batam; Jaringan jalur kereta api
perkotaan Pelabuhan Telaga Punggur - Batu Besar - Bandara Hang
Nadim dengan panjang 17,71 kilometer di Kota Batam; Jaringan jalur
kereta api perkotaan Batu Ampar - Bengkong - Batam Center - Bandara
Hang Nadim dengan panjang 12,28 kilometer di Kota Batam.
4. Sistem Jaringan Transportasi Laut
Rencana Lokasi Pelabuhan Pengumpan Regional Pelabuhan Letung,
Rencana Lokasi Pelabuhan Pengumpan Lokal (PL) Pelabuhan Daik
Lingga, Pelabuhan Penagi, Pelabuhan Pulau Panjang, Pelabuhan
Semiun, Pelabuhan Sembulang, Pelabuhan Mubur, Pelabuhan Desa Air
Asuk, rencana Pangkalan Pendaratan Ikan meliputi PPI Kawal, PPI
Tambelan.
5. Sistem Jaringan Transportasi Udara
Bandar Udara P Subi Besar, Bandar Udara P Kelarik, Bandar Udara P
Pulau Laut, Bandar Udara P Serasan dan Bandar Udara Khusus Pulau
Senua.
6. Kawasan Perikanan
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 6.605.074,64 ha.
7. Kawasan Pertambangan dan Energi
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 277280.74 ha.
8. Kawasan Peruntukan Industri
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 99.061,64 ha.
9. Kawasan Pariwisata
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2022-
2042 Luas Kawasan seluas 93.317,25 ha.
10. Kawasan Permukiman Berdasarkan Pola Ruang RTRW Provinsi
Kepulauan Riau tahun 2022-2042 Luas Kawasan seluas 114.979,43 ha.
11. Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi berupa Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun.
12. Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan
keamanan berupa Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau dan
Provinsi Kepulauan Riau.
III-147
Tabel 2.76. Uraian KRP yang Berpotensi Menimbulkan Pengaruh Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
STRUKTUR RUANG
SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI
1 Sistem Pembangunan Pembangunan Tidak Tidak Pembangunan Pembangunan Tidak Tidak Tidak 4 Berpotensi
Rencana renacana renacana Berpengaruh Berpengaruh renacana jaringan renacana Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh menimbulkan
Jaringan jaringan jalan jaringan jalan jalan berpotensi jaringan jalan pengaruh
Transportasi berpotensi berpotensi menurunkan berpotensi
Jalan Pesisir / berpengaruh menurunkan keanekaragaman meningkatkan
Kolektor Primer terhadap D3TLH kapasitas daya hayati karena alih emisi karbon
karena memicu dukung air fungsi lahan dari peningkatan
adanya alih maupun daya transportasi dan aktivitas
fungsi lahan dari dukung pangan lahan-lahan di transportasi
pembangunan di sekitar jalan sekitar nya yang masyarakat
jalan tersebut pesisir menjadi aktivitas
sendiri maupun terbangun masyarakat
dari melalui aktivitas
perkembangan masyarakat
aktivitas yang yang berada di
berada di sekitar jalan
sepanjang jalan. terbangun
Hal tersebut
dapat
menurunkan
kapasitas daya
dukung air
maupun daya
dukung pangan
di sekitar jalan
pesisir
terbangun.
V V X X V V X X X
2 Sistem Pembangunan Pembangunan Tidak Tidak Pembangunan Pembangunan Tidak Tidak Tidak 4 Berpotensi
Jaringan Jalan Tol Jalan Tol Berpengaruh Berpengaruh Jalan Tol B Jalan Tol Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh menimbulkan
Transportasi berpotensi berpotensi berpotensi berpotensi pengaruh
Jalan Tol berpengaruh menurunkan menurunkan meningkatkan
terhadap D3TLH kapasitas daya keanekaragaman emisi karbon
karena memicu dukung air hayati karena alih dari peningkatan
adanya alih maupun daya fungsi lahan aktivitas
fungsi lahan dari dukung pangan transportasi dan transportasi
pembangunan di sekitar jalan lahan-lahan di masyarakat
jalan tersebut tol terbangun sekitar tol yang
sendiri maupun melalui aktivitas menjadi aktivitas
dari masyarakat masyarakat
III-148
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
perkembangan yang berada di
aktivitas di sekitar jalan
sekitar jalan tol. terbangun
Hal tersebut
dapat
menurunkan
kapasitas daya
dukung air
maupun daya
dukung pangan
di sekitar jalan
pesisir
terbangun.
V V X X V V X X X
3 Sistem Pembangunan Pembangunan Tidak Tidak Pembangunan Pembangunan Tidak Tidak Tidak 4 Berpotensi
Jaringan rencana jaringan rencana jaringan Berpengaruh Berpengaruh rencana jaringan rencana jaringan Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh menimbulkan
Transportasi jalir kereta api jalir kereta api jalir kereta api jalir kereta api pengaruh
Jalur Kereta berpotensi berpotensi berpotensi berpotensi
Api berpengaruh menurunkan menurunkan meningkatkan
terhadap D3TLH kapasitas daya kenekaragaman emisi karbon
karena memicu dukung air hayati di darat dari emisi kereta
adanya alih maupun daya maupun di laut api dan
fungsi lahan dukung pangan melalui jalur yang peningkatan
menjadi jalur di sekitar jalur dibuat maupun aktivitas
kereta api, kereta api aktivitas transportasi
fasilitas-fasilitas terbangun masyarakat di masyarakat
pendukung melalui aktivitas sekitarnya
kereta api, dan masyarakat
alih fungsi dari yang berada di
aktivitas sekitar jalur
masyarakat di terbangun
sekitar stasiun
kereta api. Hal
tersebut dapat
menurunkan
kapasitas daya
dukung air
maupun daya
dukung pangan
di sekitar jalur
kereta api.
V V X X V V X X X
4 Sistem Pembangunan Pelabuhan Pembangunan Pembangunan BERPOTENSI
Jaringan Pelabuhan baru letung berada pelabuhan baru Pelabuhan baru menimbulkan
III-149
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
Transportasi menyebabkan pada jasa berpotensi berpotensi pengaruh
Laut alih fungsi lahan ekosistem menurunkan meningkatkan terhadap
lahan dengan penyediaan keanekaragaman emisi karbon kondisi LH
luasan yang pangan tinggi hayati dengan yang tinggi dari PERLU dikaji
cukup besar hal yang berpotensi adanya alih fungsi aktivitas lebih lanjut
ini berpotensi menimbulkan lahan menjadi Pelabuhan dalam analisis
mengakibatkan adanya lahan terbangun maupun aktivitas pengaruh
penurunan Daya penurunan jasa pelayaran
Dukung air. ekosistem
Supply penyedia penyediaan
air berkurang pangan. Selain
karena itu semiun air
pengurangan berada pada
daerah resapan jasa ekosistem
air penyediaan air
tinggi berpotensi
menimbulkan
adanya
penurunan jasa
ekosistem
penyediaan air
V V X X V V X X X 4
5 Sistem Pembangunan Bandara P Tidak Tidak Pembangunan Pembangunan Tidak Tidak Tidak 5 BERPOTENSI
Jaringan Bandara Baru Pulau Laut Berpengaruh Berpengaruh Bandar Udara Bandar Udara Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh menimbulkan
Transportasi menyebabkan berada pada Baru berpotensi baru berpotensi pengaruh
Udara alih fungsi lahan jasa ekosistem menurunkan meningkatkan terhadap
lahan dengan penyediaan keanekaragaman emisi karbon kondisi LH
luasan yang pangan tinggi hayati dengan yang tinggi dari PERLU dikaji
cukup besar hal yang berpotensi adanya alih fungsi aktivitas bandar lebih lanjut
ini berpotensi menimbulkan lahan menjadi udara maupun dalam analisis
mengakibatkan adanya lahan terbangun aktivitas pengaruh
penurunan Daya penurunan jasa pesawat terbang
Dukung air. ekosistem
Supply penyedia penyediaan
air berkurang pangan.
karena Bandara P
pengurangan Kelarik berada
daerah resapan pada jasa
air ekosistem
penyediaan air
tinggi berpotensi
menimbulkan
adanya
penurunan jasa
III-150
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
ekosistem
penyediaan air.
V V X X V V X X X
STRUKTUR RUANG
6 Kawasan Kondisi daya Kawasan Kawasan Kegiatan Kegiatan Tidak berpotensi Tidak Tidak Tidak 4 Berpotensi
Perikanan dukung yang Perikanan Perikanan perikanan perikanan yang berpengaruh berpotensi berpotensi berpotensi menimbulkan
berada pada berada di Jasa dominasi yang tidak tidak dikelola dan berpengaruh berpengaruh berpengaruh pengaruh
kawasan Ekosistem berada di dikelola dan diatur dengan baik negatif.
perikanan - Penyedia peraiaran laut diatur dengan dapat berpotensi Sumber daya
berada pada Pangan Tinggi baik dapat biota yang berada perikanan
daya dukung air seluas 26,94 ha berpotensi di laut terutama di
seluas - Penyediaan Air berkurangnya laut dapat
22.753,71 ha Tinggi 118,56 ha sumber daya dimanfaatkan
belum Pengembangan ikan untuk
terlampaui dan kawasan meningkatkan
15,05 ha perikanan pendapatan
terlampaui. Pada didarat nelayan
daya dukung berpotensi
pangan seluas mengurangi
404,06 ha penyedia
terlampaui. pangan dan air,
Kawasan diasumsikan
perikanan merubah fungsi
dominasi berada lahan
di laut sehingga
berpotensi
berpengaruh
pada daya
dukung daya
tampung
lingkungan
hidup, kawasan
perikianan yang
berada di darat
berpotensi
menimbulkan
perubahan
lahan.
v v x v v x x x x
7 Kawasan Kondisi daya Kawasan Kawasan Pertambangan Kawasan Kegiatan Tidak Pencemaran Tidak 6 Berpotensi
Pertambangan dukung yang Pertambangan Petambangan merupakan pertambangan pertambangan berpotensi limbah dari berpotensi menimbulkan
dan Energi berada pada dan Energi dan Energi pencarian, dan energi berada menghasilkan berpengaruh kegiatan berpengaruh pengaruh
kawasan berada di Jasa Tidak berada penggalian, di aeral DPCLS emisi gas negagif, pertambangan
pertambangan Ekosistem d rawan pengolahan seluas 0,02 ha buang. Selain itu penyerapan berpotensi
III-151
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
dan energi - Penyedia bencana tinggi sumber daya perubahan tenaga kerja terhadap
berada pada Pangan Tinggi yaitu alam. tutupan dapat kesehatan
daya dukung air seluas 11,25 ha - Tidak berada Kurangnya lahanyang mengurangi masyarakat
seluas 668,31 - Penyediaan Air di area rawan pengelolaan signifikan kemiskinan. sekitar
ha belum Tinggi 1,25 ha bencana banjir pertambangan berpotensi Hasil
terlampaui dan Pengembangan tinggi akan mengurangi pendapatan
7,72 ha kawasan - Tidak berada berpotensi fungsi vegetasi. daerah
terlampaui. Pada pertambangan di kerawanan merusak dan bepotensi
daya dukung dan energi bencana menghabiskan meningkat,
pangan seluas berpotensi gempa tinggi sumber daya sehingga
344,96 ha mengurangi - Tidak berada alam yang dapat dikelola
terlampaui dan penyedia di zona tersedia. untuk
331,07 ha pangan dan air, kerentanan mensejahterak
seimbang. diasumsikan gerakan tanah an masyarakat
Pengembangan merubah fungsi tinggi
kawasan lahan Pengaruh
kawasan kegiatan
pertambangan pertambangan
dan energi berpotensi
berpotensi meningkatkan
berpengaruh ancaman
pada daya tanah longsor
dukung daya dan gerakan
tampung tanah yang
lingkungan disebabkan
hidup, penggalian
mengurangi yang tidak
supply penyedia teratur
air dan pangan
dikarenakan
berpotensi
menimbulan
perubahan
lahan.
v v x v v v x v x
8 Kawasan Kondisi daya Kawasan Kawasan Tidak Kawasan Kegiatan Industri Tidak Industri erat Tidak 6 Berpotensi
Peruntukan dukung yang Peruntukan Peruntukan berpotensi peruntukan menghasilkan berpotensi kaitannya berpotensi menimbulkan
Industri berada pada Industri berada Industri berpengaruh industri seluas emisi gas buang berpengaruh dengan limbah berpengaruh pengaruh
kawasan di Jasa berada area pada sumber 144,83 ha berada yang tingg yang negagif, yang
peruntukan Ekosistem rawan daya alam di kawasan berpotensi penyerapan dihasilkan.
industri berada - Penyedia bencana banjir penetepan hutan tehadap iklim, tenaga kerja Pengelolaan
pada daya Pangan Tinggi tinggi seluas dan 31,77 ha secara dapat limbah yang
dukung air seluas 456,93 721,84 ha berada di DPCLS berkelanjutan mengurangi tidak baik
seluas ha - Tidak berada berkontribusi kemiskinan. dapat
III-152
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
40.445,83 ha - Penyediaan Air di kerawanan pada perubahan berpotensi
belum Tinggi 771 ha bencana perubahan iklim mencemari air
terlampaui dan Pengembangan gempa tinggi dan tanah
116,69 ha kawasan - Tidak berada sehingga
terlampaui. Pada peruntukan di zona berpengaruh
daya dukung industri kerentanan pada kualitas
pangan seluas berpotensi gerakan tanah kesehatan
19.496,57 ha mengurangi tinggi masyarakat
terlampaui, 3,51 penyedia sekitar
ha belum pangan dan air,
terlampaui dan diasumsikan
21.062,44 ha merubah fungsi
seimbang laha
Pengembangan
kawasan
kawasan
peruntukan
industri
berpotensi
berpengaruh
pada daya
dukung daya
tampung
lingkungan
hidup,
mengurangi
supply penyedia
air dan pangan
dikarenakan
berpotensi
menimbulan
perubahan
lahan.
v v v x v v x v x
9 Kawasan Kondisi daya Kawasan Kawasan Tidak Kawasan Kegiatan keigatan Tidak Tidak 5 Berpotensi
Pariwisata dukung yang Pariwisata Pariwisata berpotensi pariwisata seluas pariwisata pariwisata berpotensi berpotensi menimbulkan
berada pada berada di Jasa berada area berpengaruh 26 ha berada d mengundang berpotensi berpengaruh berpengaruh pengaruh
kawasan Ekosistem rawan pada sumber kawasan wisatan menggerakan
pariwisata - Penyedia bencana banjir daya alam penetapan hutan berkunjung, perekonomian
berada pada Pangan Tinggi tinggi seluas dan 69,61 ha dengan di kawasan
daya dukung air seluas 4.006,53 192,54 ha berada di DPCLS peningkatan tersebut.
seluas ha - Tidak berada kunjungan
50.957,82 ha - Penyediaan Air di kerawanan wisata akan
belum Tinggi 2.388,97 bencana berpotensi
III-153
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
terlampaui dan ha gempa tinggi meningkatkan
272,06 ha Pengembangan - Tidak berada emsis gas.
terlampaui. Pada kawasan di zona
daya dukung pariwisata kerentanan
pangan seluas berpotensi gerakan tanah
635,30 ha belum mengurangi tinggi
terlampaui, penyedia
30.289,23 ha pangan dan air,
terlampaui dan diasumsikan
30.289,23 ha merubah fungsi
seimbang. laha
Pengembangan
kawasan
kawasan
pariwisata
berpotensi
berpengaruh
pada daya
dukung daya
tampung
lingkungan
hidup,
mengurangi
supply penyedia
air dan pangan
dikarenakan
berpotensi
menimbulan
perubahan lahan
serta menambah
demand
terhadap air dan
pangan
diasumsikan
dengan
kenaikan jumlah
wisatawan.
v v v x v v x x x
10 Kawasan Kondisi daya Kawasan Kawasan Tidak Kawasan Pengembangan Pengembanga Tidak Tidak 5 Berpotensi
Permukiman dukung yang Permukiman Permukiman berpotensi permukiman kawasan n kawasan berpotensi berpotensi menimbulkan
berada pada berada di Jasa berada area berpengaruh seluas 8,06 ha permukiman permukiman berpengaruh berpengaruh pengaruh
kawasan Ekosistem rawan pada sumber berada di berpotensi secara baik
permukiman - Penyedia bencana banjir daya alam kawasan menimbulkan dan teratur
berada pada Pangan Tinggi tinggi seluas penetepan hutan pengaruh dapat
III-154
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
daya dukung air seluas 109,12 ha dan 794,06 ha terhadap menggerakan
seluas 14.842,11 ha - Tidak berada berada di DPCLS iklim.Tumbuhny perekonomian
106.477,49 ha - Penyediaan Air di kerawanan a permukiman di kawasan
belum Tinggi 1.271,54 bencana baru tersebut,
terlampaui dan ha gempa tinggi meningkatkan sehingga
1.372,13 ha Pengembangan - Tidak berada emisi gas rumah berpotensi
terlampaui. Pada kawasan di zona kaca dari mengurangi
daya dukung permukiman kerentanan kegiatan di tiap kemiskinan
pangan seluas berpotensi gerakan tanah bangunan serta
182,88 ha belum mengurangi tinggi peningkatan
terlampaui, penyedia emisi dari
82.567,99 ha pangan dan air, kegiatan
terlampaui dan diasumsikan transportasi di
25.098,74 ha merubah fungsi lingkungan
seimbang laha tersebut.
Pengembangan
kawasan
permukiman
berpotensi
berpengaruh
pada daya
dukung daya
tampung
lingkungan
hidup,
mengurangi
supply penyedia
air dan pangan
dikarenakan
berpotensi
menimbulan
perubahan lahan
serta menambah
demand
terhadap air dan
pangan
diasusmsikan
dengan
kenaikan jumlah
penduduk.
v v v x v v x x x
KAWASAN STRATEGIS
11 Kawasan Kawasan Kawasan Tidak Tidak Kawasan Strategis Aktivitas Tidak Tidak Tidak 4 BERPOTENSI
Strategis Strategis Strategis Berpengaruh Berpengaruh Nasional sudut perdagangan di Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh menimbulkan
III-155
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
Nasional dari Nasional sudut Nasional sudut kepentingan Kawasan pengaruh
sudut kepentingan kepentingan ekonomi di Kota Strategis terhadap
kepentingan ekonomi di Kota ekonomi di Kota Batam, Kota Nasional sudut kondisi LH
pertumbuhan Batam, Kota Batam, Kota Tanjungpinang, kepentingan PERLU dikaji
ekonomi berupa Tanjungpinang, Tanjungpinang, Kabupaten Bintan ekonomi di Kota lebih lanjut
Kawasan Kabupaten Kabupaten dan Kabupaten Batam, Kota dalam analisis
Batam, Bintan, Bintan dan Bintan dan Karimun seluas Tanjungpinang, pengaruh
dan Karimun Kabupaten Kabupaten 147.380 hektare Kabupaten
Karimun seluas Karimun seluas berpotensi Bintan dan
147.380 hektare 147.380 hektare menurunkan Kabupaten
berpotensi berpotensi keanekaragaman Karimun seluas
mengakibatkan menimbulkan hayati dengan 147.380 hektare
berkurangnya adanya alih adanya alih fungsi berpotensi
resapan air yang fungsi lahan lahan terbangun. meningkatkan
mempengaruhi yang Berkembangnya emisi karbon
berkurangnya mengakibatkan kawasan ini juga yang tinggi
daya dukung air berkurangnya berpotensi
jasa ekosistem mendorong
penyediaan air. pertumbuhan
perdagangan dan
jasa maupun
kawasan
permukiman
V V X X V V X X X
12 Kawasan Kawasan Kawasan Tidak Tidak Kawasan Strategis Tidak Tidak Tidak Tidak 4 BERPOTENSI
Strategis Strategis Strategis Berpengaruh Berpengaruh Pertahanan dan Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh menimbulkan
Nasional dari Pertahanan dan Pertahanan dan Keamanan pengaruh
sudut Keamanan Keamanan berada pada terhadap
kepentingan berpotensi berada di kawasan hutan kondisi LH
pertahanan dan menurunkan Kawasan Jasa sebesar 2.972 PERLU dikaji
keamanan daya dukung Ekosistem hektare berpotensi lebih lanjut
berupa Kawasan penyediaan air Penyedia Air menurunkan dalam analisis
Perbatasan dengan Tinggi seluas keanekaragaman pengaruh
Negara di berkurangnya 575 hektare di hayati dengan
Provinsi Riau kawasan Kabupaten adanya alih fungsi
dan Provinsi resapan air Natuna. Selain lahan menjadi
Kepulauan Riau. karena adanya itu Kawasan lahan terbangun
alih fungsi lahan Strategis untuk sarana dan
menjadi lahan Pertahanan dan prasarana
terbangun untuk Keamanan juga pertahanan dan
sarana dan berada pada keamanan
prasarana Jasa Ekosistem
pertahanan dan Penyedia
keamanan Pangan Tinggi
III-156
DAMPAK L H
N Jumlah
KRP b. Jasa i. Hukum Keterangan
o a. D3TLH c. Bencana d. SDA e. Hayati f. Iklim g. Miskin h. Kesehatan (V)
Ekosistem Adat
seluas 199
hektare.
V V X X V X X X X
III-157
2.3. ANALISIS PENGARUH KRP TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN
(ISU PB STRATEGIS)
III-158
2.3.1. Kapasitas Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup
III-159
Gambar 2.48. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Rencana
Jaringan Transportasi Jalan Pesisir Terhadap D3TLH Pangan
III-160
Gambar 2.50. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap D3TLH Pangan
III-161
Gambar 2.52. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap D3TLH Pangan
III-162
Gambar 2.54. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap D3TLH Pangan
III-163
Gambar 2.56. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Udara Terhadap D3TLH Pangan
III-164
Gambar 2.58. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap D3TLH Pangan
III-165
Gambar 2.60. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pertambangan
dan Energi Terhadap D3TLH Pangan
III-166
Gambar 2.62. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap D3TLH Pangan
III-167
Gambar 2.64. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata
Terhadap D3TLH Pangan
III-168
Gambar 2.66. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap D3TLH Pangan
Gambar 2.67. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi Terhadap D3TLH Air
III-169
Gambar 2.68. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi Terhadap D3TLH Pangan
III-170
Gambar 2.70. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Kemananan Terhadap D3TLH Pangan
III-171
Tabel 2.78. Analisis KRP Berdampak Terhadap Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup
D3TLH
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi Daya Dukung Pangan (ha) Daya Dukung Air (ha)
lingkungan hidup Belum Belum
Seimbang Terlampaui Area Laut Terlampaui Area Laut
Terlampaui Terlampaui
Struktur Ruang
1. Sistem Rencana Jalan Pesisir Lantamal - Tanjung Kabupaten
Jaringan Transportasi Natuna dengan panjang 3,89 kilometer di pesisir 3.85 0.3 3.85
Jalan Pesisir / Kolektor timur Kabupaten Natuna
Primer Jalan Pesisir Selat Lampa yang selanjutnya
disebut KPU - FU - JL - 21 dengan panjang 8,94 8.65 8.63 0.03
kilometer di pesisir selatan Kabupaten Natuna
12.5 0.3 12.48 0.03
Total
97.66% 2.34% 97.50% 0.23%
2. Sistem Jaringan Jalan Tol Batu Ampar - Muka Kuning - Bandar
Transportasi Jalan Tol Udara Hang Nadim dengan panjang 19,63 19.63 15.46 4.17
kilometer di Kota Batam
Jalan Tol Simpang Kabil - Muka Kuning - Pulau
Galang Baru dengan panjang 79,14 kilometer di 0.13 77.46 1.56 77.01 0.57 1.36
Kota Batam
Jaringan jalan bebas hambatan yang berupa
jembatan meliputi Simpang Kabil - Pulau
Tanjung Sauh - Pulau Buau - Pulau Bintan 3.61 3.79 7.55 7.4 7.07
dengan panjang 14,94 kilometer di Kota Batam
dan Kabupaten Bintan
3.74 100.88 9.11 99.87 4.74 8.43
Total
3.29% 88.71% 8.01% 87.82% 4.17% 7.41%
3. Sistem Jaringan Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar -
Transportasi Jalur Bengkong - Lubuk Baja - Batam Kota - Bandara
15.58 11.93 3.66
Kereta Api Hang Nadim dengan panjang 15,58 kilometer di
Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar -
Sekupang dengan panjang 7,17 kilometer di 7.18 6.85 0.33
Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan
Telaga Punggur - Batam Center dengan panjang 11.56 11.56
11,56 kilometer di Kota Batam
III-172
D3TLH
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi Daya Dukung Pangan (ha) Daya Dukung Air (ha)
lingkungan hidup Belum Belum
Seimbang Terlampaui Area Laut Terlampaui Area Laut
Terlampaui Terlampaui
Jaringan jalur kereta api perkotaan Sambau-
Bandara Hang Nadim dengan panjang 8,45 2.99 5.47 8.46
kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan
Telaga Punggur - Batu Besar - Bandara Hang
1.51 16.12 0.09 17.63 0.08
Nadim dengan panjang 17,71 kilometer di Kota
Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batam
Center - Batu Aji - Sagulung – Tanjung Uncang 27.1 27.1
dengan panjang 21,7 kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar -
Bengkong - Batam Center - Bandara Hang
0.94 11.34 12.28
Nadim dengan panjang 12,28 kilometer di Kota
Batam
Jaringan jalur kereta api antarkota yang
menghubungkan Tanjung Uban - Lagoi -
Gunung Kijang - Kijang - Tanjung Pinang 1.39 16.36 73.8 90.87 0.69
dengan panjang 91,55 kilometer di Kabupaten
Bintan
1.39 21.8 168.15 0.09 186.68 4.68 0.08
Total
0.73% 11.39% 87.83% 0.05% 97.51% 2.44% 0.04%
4. Sistem Jaringan PL Daik Lingga Belum
Seimbang
Transportasi Laut Terlampaui
PL Pulau Mubut Belum
Seimbang
Terlampaui
PL Sembulang Belum
Terlampaui
Terlampaui
PL Pulau Panjang Belum
Terlampaui
Terlampaui
PR Letung Terlampaui Terlampaui
PL Pelabuhan Desa Air Asuk
PL Penagi Belum
Terlampaui
Terlampaui
PL Semiun
III-173
D3TLH
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi Daya Dukung Pangan (ha) Daya Dukung Air (ha)
lingkungan hidup Belum Belum
Seimbang Terlampaui Area Laut Terlampaui Area Laut
Terlampaui Terlampaui
PPI Kawal Belum
Terlampaui
Terlampaui
PPI Tambelan
5. Sistem Jaringan Bandar Udara Khusus Pulau Senua Belum
Seimbang
Transportasi Udara Terlampaui
Bandara P Serasan Belum
Terlampaui
Terlampaui
Rencana Bandara P Subi Besar Belum
Seimbang
Terlampaui
Bandara P Kelarik Belum
Seimbang
Terlampaui
Bandara P Pulau Laut Belum
Terlampaui
Terlampaui
Pola Ruang
6. Kawasan Perikanan Kabupaten Karimun 61.93 2.55 61.93 2.55
Kabupaten Lingga 968.88 22.34 991.22
Kabupaten Natuna 766.60 215.51 4.63 980.92 1.18 4.63
Kota Batam 0.13 0.13
(blank) 567.29 166.22 6,602,298.57 719.64 13.87 6,602,298.57
2,364.70 404.07 6,602,305.88 2,753.71 15.05 6,602,305.88
Total
0.04% 0.01% 99.96% 0.04% 0.0002% 99.96%
7. Kawasan Pertambangan Kabupaten Bintan 4.59 3.07 4.59 3.07
dan Energi Kabupaten Karimun 314.70 264.82 32.07 579.52 32.07
Kabupaten Natuna 14.84 14.84
Kota Batam 16.23 60.64 3.08 69.15 7.72 3.08
(blank) 0.15 0.07 276,566.49 0.22 276,566.49
331.08 344.96 276,604.71 668.32 7.72 276,604.71
Total
0.12% 0.12% 99.76% 0.24% 0.0028% 99.76%
8. Kawasan Peruntukan Kabupaten Bintan 3.51 8,185.70 4,190.15 119.05 12,377.17 2.19 119.05
Industri Kabupaten Karimun 2,220.83 5,248.05 479.20 7,419.86 49.02 479.20
Kabupaten Kepulauan Anambas 1,728.17 330.05 69.22 2,058.23 69.22
Kabupaten Lingga 3,091.81 1,589.40 58.62 4,681.20 58.62
Kabupaten Natuna 1,065.05 1,086.80 7.25 2,150.44 1.41 7.25
Kota Batam 4,588.14 6,118.60 527.44 10,642.99 63.74 527.44
III-174
D3TLH
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi Daya Dukung Pangan (ha) Daya Dukung Air (ha)
lingkungan hidup Belum Belum
Seimbang Terlampaui Area Laut Terlampaui Area Laut
Terlampaui Terlampaui
Kota Tanjung Pinang 168.20 916.28 4.39 1,084.49 4.39
(blank) 14.54 17.23 57,233.94 31.45 0.32 57,233.94
3.51 21,062.44 19,496.56 58,499.11 40,445.83 116.68 58,499.11
Total
0.0035% 21.26% 19.68% 59.05% 40.83% 0.12% 59.05%
9. Kawasan Pariwisata Kabupaten Bintan 635.3 16,591.44 12,246.47 206.08 29,418.15 55.06 206.08
Kabupaten Karimun 596.15 338.68 21.10 934.51 0.32 21.10
Kabupaten Kepulauan Anambas 3,418.18 514.11 429.12 3,928.87 3.41 429.12
Kabupaten Lingga 1,678.07 660.76 325.62 2,329.82 9.01 325.62
Kabupaten Natuna 2,742.97 3,728.03 665.20 6,372.14 98.86 665.20
Kota Batam 5,102.42 2,619.45 171.43 7,649.55 72.32 171.43
Kota Tanjung Pinang 89.55 162.05 1.76 226.95 24.65 1.76
(blank) 70.45 35.81 40,267.06 97.84 8.43 40,267.06
635.30 30,289.23 20,305.36 42,087.37 50,957.83 272.06 42,087.37
Total
0.68% 32.46% 21.76% 45.10% 54.61% 0.29% 45.10%
10. Kawasan Permukiman Kabupaten Bintan 182.88 4,327.61 11,792.84 63.80 16,285.77 17.57 63.80
Kabupaten Karimun 3,683.37 15,332.47 180.62 18,938.51 77.32 180.62
Kabupaten Kepulauan Anambas 1,040.46 4,594.19 135.89 5,612.44 22.21 135.89
Kabupaten Lingga 4,594.66 7,589.24 153.22 12,180.31 3.59 153.22
Kabupaten Natuna 3,822.96 17,895.17 214.65 21,693.06 25.07 214.65
Kota Batam 5,407.43 16,642.05 387.05 21,283.11 766.37 387.05
Kota Tanjung Pinang 2,205.25 8,660.52 69.61 10,407.48 458.30 69.61
(blank) 17.01 61.50 5,924.98 76.82 1.69 5,924.98
182.88 25,098.75 82,567.98 7,129.82 106,477.50 1,372.12 7,129.82
Total
0.16% 21.83% 71.81% 6.20% 92.61% 1.19% 6.20%
11. Kawasan Strategis Kabupaten Bintan 63,705.93 16.13 133.52 922.36 29,025.61 33,907.61
Nasional dari Sudut Kabupaten Karimun 9,285.93 22.92 290.60 5,849.06 3,750.40
Kepentingan Kota Batam 68,680.41 1,992.59 1,000.46 37,629.42 34,044.04
Pertumbuhan Ekonomi Kota Tanjungpinang 2,145.16 23.79 26.08 1,939.46 255.56
143,817.43 2,055.43 1,450.66 922.36 74,443.55 71,957.61
Total
97.62% 1.40% 0.98% 0.63% 50.53% 48.84%
12. Kawasan Strategis Kabupaten Bintan 102,849.12 17.75 229.49 1,433.39 46,238.40 55,424.57
Nasional dari Sudut Kabupaten Karimun 782.26 28.74 811.00
Kabupaten Kepulauan Anambas 197.68 26.02 223.70
III-175
D3TLH
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi Daya Dukung Pangan (ha) Daya Dukung Air (ha)
lingkungan hidup Belum Belum
Seimbang Terlampaui Area Laut Terlampaui Area Laut
Terlampaui Terlampaui
Kepentingan Pertahanan Kabupaten Natuna 1,182.00 57.14 893.87 345.27
dan Keamanan Kota Batam 10.7 1.27 40.03 1.27 50.73
105,021.76 19.02 381.42 1,433.39 47,133.54 56,855.27
Total
99.62% 0.02% 0.36% 1.36% 44.71% 53.93%
III-176
2.3.2. Perkiraan Mengenai Dampak dan Risiko Lingkungan Hidup
Kajian ini mengukur besar dan pentingnya dampak dan/atau risiko suatu
kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap perubahan – perubahan
lingkungan hidup dan kelompok masyarakat yang terkena dampak dan/atau
risiko. Teknik analisis mengikuti ketentuan yang telah tersedia (misalnya
Pedoman Dampak Penting) dan metodologi yang diakui secara ilmiah
(misalnya metodologi Environmental Risk Assessment).
Berdasarkan hasil analisis muatan rencana tata ruang yang berdampak
terhadap lingkungan hidup yang dianalisis dengan indikator dampak dan risiko
lingkungan hidup, rata-rata berada pada kelas rendah. Secara rinci hasil
analisis sebagai berikut.
III-177
Gambar 2.72. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi
III-178
Gambar 2.74. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi
III-179
Gambar 2.76. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi
III-180
Gambar 2.78. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi
III-181
Gambar 2.80. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi
III-182
Gambar 2.82. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap Kawasan Rawan Gempa Bumi
III-183
Gambar 2.84. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir
III-184
Gambar 2.86. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir
III-185
Gambar 2.88. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir
III-186
Gambar 2.90. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir
III-187
Gambar 2.92. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir
III-188
Gambar 2.94. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir
III-189
Gambar 2.96. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah
III-190
Gambar 2.98. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah
III-191
Gambar 2.100. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah
III-192
Gambar 2.102. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah
III-193
Gambar 2.104. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah
III-194
Gambar 2.106. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap Kawasan Rawan Gerakan Tanah
III-195
Gambar 2.108. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir
III-196
Gambar 2.110. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir
III-197
Gambar 2.112. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir
III-198
Gambar 2.114. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir
III-199
Gambar 2.116. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir
III-200
Gambar 2.118. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap JE Pengaturan Aliran Banjir
III-201
Gambar 2.120. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana
III-202
Gambar 2.122. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana
III-203
Gambar 2.124. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana
III-204
Gambar 2.126. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana
III-205
Gambar 2.128. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan Bencana
III-206
Gambar 2.130. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap JE Pencegahan dan Perlindungan
Bencana
III-207
Tabel 2.79. Analisis KRP Berdampak Terhadap Potensi Ancaman Bencana
Potensi Ancaman Bencana (ha)
Kawasan
Kawasan Rawan
Rawan Zona Kerentanan Gerakan JE Pencegahan dan
Bencana JE Pengaturan Aliran Banjir
Bencana Tanah Perlindungan Bencana
Gempabumi
Banjir
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi
Tidak Termasuk
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Unit Pemetaan
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Tidak Rawan
lingkungan hidup
Menengah
Menengah
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
Rawan
Tinggi
Tinggi
1. Sistem Rencana Jalan Pesisir Lantamal - Tanjung Kabupaten
3.85
1.07
2.78
3.85
3.85
3.85
Jaringan Transportasi Natuna dengan panjang 3,89 kilometer di
Jalan Pesisir / Kolektor pesisir timur Kabupaten Natuna
Primer
Jalan Pesisir Selat Lampa yang selanjutnya
8.95
8.95
8.95
1.36
7.58
1.36
7.58
disebut KPU - FU - JL - 21 dengan panjang
8,94 kilometer di pesisir selatan Kabupaten
Natuna
12.80
1.07
11.73
12.80
3.85
1.36
7.58
3.85
1.36
7.58
Total
99.97%
8.34%
91.63%
99.97%
30.06%
10.65%
59.25%
30.06%
10.65%
59.25%
2. Sistem Jaringan Jalan Tol Batu Ampar - Muka Kuning -
19.63
19.63
8.21
11.42
8.09
11.55
19.63
Transportasi Jalan Tol Bandar Udara Hang Nadim dengan panjang
19,63 kilometer di Kota Batam
1.36
3.44
75.70
0.45
12.57
62.15
2.61
2.72
54.30
23.08
0.41
1.36
46.10
31.28
0.41
1.36
Pulau Galang Baru dengan panjang 79,14
kilometer di Kota Batam
III-208
Potensi Ancaman Bencana (ha)
Kawasan
Kawasan Rawan
Rawan Zona Kerentanan Gerakan JE Pencegahan dan
Bencana JE Pengaturan Aliran Banjir
Bencana Tanah Perlindungan Bencana
Gempabumi
Banjir
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi
Tidak Termasuk
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Unit Pemetaan
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Tidak Rawan
lingkungan hidup
Menengah
Menengah
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
Rawan
Tinggi
Tinggi
Jaringan jalan bebas hambatan yang berupa
7.88
7.07
14.95
3.41
4.47
3.12
1.87
2.90
7.07
2.82
2.16
2.90
7.07
jembatan meliputi Simpang Kabil - Pulau
Tanjung Sauh - Pulau Buau - Pulau Bintan
dengan panjang 14,94 kilometer di Kota
Batam dan Kabupaten Bintan
110.28
105.30
8.43
3.44
0.45
12.57
85.20
7.08
2.72
65.62
36.37
3.31
8.43
57.00
44.99
3.31
8.43
Total
92.59%
7.41%
3.03%
96.98%
0.39%
11.05%
74.92%
6.23%
2.39%
57.70%
31.98%
2.91%
7.41%
50.12%
39.56%
2.91%
7.41%
3. Sistem Jaringan Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu 15.58
15.58
15.58
7.29
8.29
7.26
8.32
Transportasi Jalur Ampar - Bengkong - Lubuk Baja - Batam
Kereta Api Kota - Bandara Hang Nadim dengan
panjang 15,58 kilometer di Kota Batam Hang
Nadim)
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu
7.18
1.15
6.03
6.15
1.03
0.23
6.29
0.66
0.23
6.29
0.66
Ampar - Sekupang dengan panjang 7,17
kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan
11.56
1.14
10.42
11.56
7.60
3.61
0.35
5.68
5.53
0.35
Pelabuhan Telaga Punggur - Batam Center
dengan panjang 11,56 kilometer di Kota
Batam
III-209
Potensi Ancaman Bencana (ha)
Kawasan
Kawasan Rawan
Rawan Zona Kerentanan Gerakan JE Pencegahan dan
Bencana JE Pengaturan Aliran Banjir
Bencana Tanah Perlindungan Bencana
Gempabumi
Banjir
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi
Tidak Termasuk
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Unit Pemetaan
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Tidak Rawan
lingkungan hidup
Menengah
Menengah
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
Rawan
Tinggi
Tinggi
Jaringan jalur kereta api perkotaan Sambau-
8.46
8.46
8.46
2.34
5.65
0.46
1.39
6.85
0.22
Bandara Hang Nadim dengan panjang 8,45
kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan
17.63
0.08
1.73
15.99
13.18
4.45
0.08
6.42
11.06
0.15
0.08
0.78
16.71
0.15
0.08
Pelabuhan Telaga Punggur - Batu Besar -
Bandara Hang Nadim dengan panjang 17,71
kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batam
27.10
0.52
26.59
1.98
11.76
13.36
1.30
25.49
0.32
1.30
25.49
0.32
Center - Batu Aji - Sagulung – Tanjung
Uncang dengan panjang 21,7 kilometer di
Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu
12.28
0.94
11.35
12.28
0.18
12.10
0.18
12.10
Ampar - Bengkong - Batam Center -
Bandara Hang Nadim dengan panjang 12,28
kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api antarkota yang
91.55
1.16
90.39
0.78
81.09
9.68
71.36
16.76
3.43
61.84
27.32
2.39
menghubungkan Tanjung Uban - Lagoi -
Gunung Kijang - Kijang - Tanjung Pinang
dengan panjang 91,55 kilometer di
Kabupaten Bintan
184.80
191.35
0.08
6.64
0.78
1.98
160.07
28.53
0.08
96.73
89.25
5.37
0.08
78.66
108.60
4.09
0.08
Total
96.53%
99.95%
0.04%
3.47%
0.41%
1.04%
83.61%
14.90%
0.04%
50.53%
46.62%
2.81%
0.04%
41.09%
56.73%
2.14%
0.04%
III-210
Potensi Ancaman Bencana (ha)
Kawasan
Kawasan Rawan
Rawan Zona Kerentanan Gerakan JE Pencegahan dan
Bencana JE Pengaturan Aliran Banjir
Bencana Tanah Perlindungan Bencana
Gempabumi
Banjir
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi
Tidak Termasuk
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Unit Pemetaan
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Tidak Rawan
lingkungan hidup
Menengah
Menengah
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
Rawan
Tinggi
Tinggi
4. Sistem Jaringan PL Daik Lingga
Rendah
Rawan
Rendah
Rendah
Rendah
Transportasi Laut
PL Pulau Mubut
Sedang
Sedang
PL Sembulang
Sangat Rendah
Sangat Rendah
PL Pulau Panjang
Sedang
Sedang
PR Letung
Sedang
Sedang
III-211
PPI Kawal
PL Penagi
PL Semiun
lingkungan hidup
Menengah
Rendah
Area Laut
Rawan Rawan
Tidak Rawan
Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan
Area Laut
Tidak Termasuk
Unit Pemetaan
Menengah
Sangat Rendah
Zona Kerentanan Gerakan
Area Laut
Rendah Rendah
Sangat Rendah
Potensi Ancaman Bencana (ha)
Tinggi
JE Pengaturan Aliran Banjir
Area Laut
Rendah Rendah
Sangat Rendah
Tinggi
JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana
III-212
Area Laut
Potensi Ancaman Bencana (ha)
Kawasan
Kawasan Rawan
Rawan Zona Kerentanan Gerakan JE Pencegahan dan
Bencana JE Pengaturan Aliran Banjir
Bencana Tanah Perlindungan Bencana
Gempabumi
Banjir
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi
Tidak Termasuk
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Unit Pemetaan
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Tidak Rawan
lingkungan hidup
Menengah
Menengah
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
Rawan
Tinggi
Tinggi
PPI Tambelan
Sangat Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
5. Sistem Jaringan Bandar Udara Khusus Pulau Senua
Sedang
Sedang
Transportasi Udara
Bandara P Serasan
Sangat Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rencana Bandara P Subi Besar
Sangat Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
III-213
6.
Kawasan Perikanan
Kota Batam
lingkungan hidup
Bandara P Kelarik
Kabupaten Lingga
Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun
Bandara P Pulau Laut
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi
Menengah
Area Laut
Tidak Rawan
Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan
Tidak Termasuk
Unit Pemetaan
0.00 Menengah
Area Laut
26.00 Tinggi
JE Pengaturan Aliran Banjir
Area Laut
4.55 Tinggi
JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana
III-214
Area Laut
7.
Energi
Kawasan
Pertambangan dan
(blank)
Total
lingkungan hidup
Kabupaten Bintan
Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi
Menengah
Tidak Rawan
Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan
Tidak Termasuk
7.68
Unit Pemetaan
III-215
Total
Kota Batam
lingkungan hidup
Kabupaten Bintan
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi
Menengah
Tidak Rawan
Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan
Tidak Termasuk
271.63 0.0028% 7.68
Unit Pemetaan
Tinggi
JE Pengaturan Aliran Banjir
Tinggi
JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana
III-216
Kabupaten Lingga
Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun
2.24 Menengah
Tidak Termasuk
30.19 1.02 102.44
Unit Pemetaan
2.00 Tinggi
JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana
III-217
Total
lingkungan hidup
Kabupaten Bintan
Kota Tanjung Pinang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi
Tidak Termasuk
133.22 0.41% 405.86 0.57
Unit Pemetaan
III-218
Kabupaten Lingga
Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun
18.70 Menengah
Tidak Termasuk
28.92 6.80 0.99 1.58
Unit Pemetaan
26.43 Tinggi
JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana
III-219
Total
lingkungan hidup
Kabupaten Bintan
Kabupaten Karimun
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi
Tidak Termasuk
162.31 103.38 0.18% 171.54 0.04
Unit Pemetaan
III-220
Kabupaten Lingga
Kabupaten Natuna
Menengah
Tidak Termasuk
68.40 132.75 1.76 39.67 0.50
Unit Pemetaan
III-221
Pertumbuhan Ekonomi
(blank)
Total
Kota Batam
lingkungan hidup
Kabupaten Bintan
Kabupaten Karimun
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi
Tidak Termasuk
0.44% 508.78
Unit Pemetaan
III-222
Kabupaten Bintan
Kabupaten Karimun
Kota Tanjungpinang
Menengah
Sangat Rendah
Bencana
Gempabumi
Kawasan Rawan
Tidak Rawan
Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan
Tidak Termasuk
Unit Pemetaan
Menengah
Sangat Tinggi
Tinggi
JE Pengaturan Aliran Banjir
Sangat Tinggi
Tinggi
JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana
III-223
Kabupaten Natuna
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi
Menengah
Tidak Rawan
Banjir
Rawan
Bencana
Kawasan
Tidak Termasuk
Unit Pemetaan
Menengah
Tinggi
JE Pencegahan dan
Perlindungan Bencana
III-224
III-225
Gambar 2.131. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Terhadap JE Penyedia Pangan
III-226
Gambar 2.133. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap JE Penyedia Pangan
III-227
Gambar 2.135. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Udara Terhadap JE Penyedia Pangan
III-228
Gambar 2.137. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE Penyedia Pangan
III-229
Gambar 2.139. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata
Terhadap JE Penyedia Pangan
III-230
Gambar 2.141. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE Penyedia Pangan
III-231
Gambar 2.143. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Terhadap JE Penyedia Air
III-232
Gambar 2.145. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap JE Penyedia Air
III-233
Gambar 2.147. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Udara Terhadap JE Penyedia Air
III-234
Gambar 2.149. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE Penyedia Air
III-235
Gambar 2.151. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata
Terhadap JE Penyedia Air
III-236
Gambar 2.153. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE Penyedia Air
III-237
Gambar 2.155. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Terhadap JE Pengurai Limbah
III-238
Gambar 2.157. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalur Kereta Api Terhadap JE Pengurai Limbah
III-239
Gambar 2.159. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Udara Terhadap JE Pengurai Limbah
III-240
Gambar 2.161. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan
Pertambangan dan Energi Terhadap JE Pengurai Limbah
III-241
Gambar 2.163. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Pariwisata
Terhadap JE Pengurai Limbah
III-242
Gambar 2.165. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap JE Pengurai Limbah
III-243
Tabel 2.80. Analisis KRP Berdampak Terhadap Kinerja Layanan atau Jasa Ekosistem
Jasa Ekosistem (ha)
JE Penyedia Pangan JE Penyedia Air JE Pengurai Limbah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Tinggi
Tinggi
Tinggi
1. Sistem Rencana Jalan Pesisir Lantamal - Tanjung Kabupaten Natuna dengan panjang
0.42
3.42
0.42
3.42
3.85
Jaringan 3,89 kilometer di pesisir timur Kabupaten Natuna
Transportasi
Jalan Pesisir /
Jalan Pesisir Selat Lampa yang selanjutnya disebut KPU - FU - JL - 21
7.58
1.36
7.58
1.36
8.95
Kolektor Primer
dengan panjang 8,94 kilometer di pesisir selatan Kabupaten Natuna
8.01
3.42
1.36
8.01
3.42
1.36
3.85
8.95
Total
62.56%
26.75%
10.65%
62.56%
26.75%
10.65%
30.06%
69.91%
2. Sistem Jaringan Jalan Tol Batu Ampar - Muka Kuning - Bandar Udara Hang Nadim
7.49
12.14
19.63
8.09
11.55
Transportasi dengan panjang 19,63 kilometer di Kota Batam
Jalan Tol
Jalan Tol Simpang Kabil - Muka Kuning - Pulau Galang Baru dengan
34.97
42.81
1.36
1.18
76.60
1.36
45.73
31.28
0.77
1.36
panjang 79,14 kilometer di Kota Batam
Jaringan jalan bebas hambatan yang berupa jembatan meliputi Simpang 1.40
6.48
7.07
7.88
7.07
2.82
2.16
2.90
7.07
Kabil - Pulau Tanjung Sauh - Pulau Buau - Pulau Bintan dengan panjang
14,94 kilometer di Kota Batam dan Kabupaten Bintan
III-244
Jasa Ekosistem (ha)
JE Penyedia Pangan JE Penyedia Air JE Pengurai Limbah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Tinggi
Tinggi
Tinggi
43.86
61.44
8.43
1.18
104.11
8.43
56.64
44.99
3.67
8.43
Total
38.56%
54.02%
7.41%
1.04%
91.55%
7.41%
49.80%
39.56%
3.23%
7.41%
3. Sistem Jaringan Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar - Bengkong - Lubuk Baja
7.07
8.52
15.58
7.26
8.32
Transportasi Jalur - Batam Kota - Bandara Hang Nadim dengan panjang 15,58 kilometer di
Kereta Api Kota Batam Hang Nadim)
7.18
0.66
6.52
0.89
6.29
panjang 7,17 kilometer di Kota Batam
2.94
8.62
11.56
5.68
5.53
0.35
Center dengan panjang 11,56 kilometer di Kota Batam
0.16
8.30
0.24
8.21
2.21
5.79
0.46
dengan panjang 8,45 kilometer di Kota Batam
17.63
0.08
17.63
0.08
0.78
16.71
0.15
0.08
Besar - Bandara Hang Nadim dengan panjang 17,71 kilometer di Kota
Batam
III-245
Jasa Ekosistem (ha)
JE Penyedia Pangan JE Penyedia Air JE Pengurai Limbah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batam Center - Batu Aji - Sagulung –
1.30
25.81
1.12
25.99
0.82
25.49
0.80
Tanjung Uncang dengan panjang 21,7 kilometer di Kota Batam
12.28
12.28
0.18
12.10
Center - Bandara Hang Nadim dengan panjang 12,28 kilometer di Kota
Batam
51.08
40.47
28.47
63.08
61.23
27.32
3.00
Lagoi - Gunung Kijang - Kijang - Tanjung Pinang dengan panjang 91,55
kilometer di Kabupaten Bintan
62.54
128.81
0.08
30.49
160.87
0.08
79.05
107.54
4.76
0.08
Total
32.67%
67.29%
0.04%
15.93%
84.03%
0.04%
41.29%
56.18%
2.48%
0.04%
4. Sistem Jaringan PL Daik Lingga
Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Transportasi Laut
III-246
PR Letung
PL Sembulang
PL Pulau Mubut
PL Pulau Panjang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Rendah Rendah
Sangat Tinggi
Sedang
Tinggi Tinggi
JE Penyedia Pangan
Area Laut
Sangat Tinggi
Sedang
JE Penyedia Air
Tinggi
Jasa Ekosistem (ha)
Area Laut
Rendah
Sangat Tinggi
Tinggi
JE Pengurai Limbah
Area Laut
III-247
PPI Kawal
PL Penagi
PL Semiun
PL Pelabuhan Desa Air Asuk
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Rendah Rendah
Sangat Tinggi
Sedang Sedang
Tinggi
JE Penyedia Pangan
Area Laut
Rendah Rendah
Sangat Tinggi
Sedang
JE Penyedia Air
Tinggi Tinggi
Jasa Ekosistem (ha)
Area Laut
Rendah Rendah
Sangat Rendah
Sangat Tinggi
Tinggi
JE Pengurai Limbah
Area Laut
III-248
Jasa Ekosistem (ha)
JE Penyedia Pangan JE Penyedia Air JE Pengurai Limbah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Area Laut
Area Laut
Area Laut
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Tinggi
Tinggi
Tinggi
PPI Tambelan
Rendah
Rendah
Rendah
5. Sistem Jaringan Bandar Udara Khusus Pulau Senua
Rendah
Rendah
Sedang
Transportasi
Udara
Bandara P Serasan
Rendah
Rendah
Rendah
Rencana Bandara P Subi Besar
Rendah
Rendah
Rendah
Bandara P Kelarik
Sedang
Tinggi
Sedang
Bandara P Pulau Laut
Tinggi
Rendah
Sedang
III-249
6.
Kawasan
Perikanan
(blank)
Kota Batam
Kabupaten Lingga
Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Sangat Tinggi
dan Energi
Pertambangan
Kota Batam
Kabupaten Bintan
Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun
Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Sangat Tinggi
Industri
Kawasan
Peruntukan
(blank)
Kabupaten Bintan
Kabupaten Karimun
Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sedang
JE Penyedia Air
Sangat Tinggi
Tinggi
JE Pengurai Limbah
Kabupaten Natuna
Sangat Tinggi
490.69 Tinggi
JE Pengurai Limbah
Kabupaten Bintan
Kabupaten Karimun
Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Sangat Tinggi
Kabupaten Natuna
Sangat Tinggi
232.20 Tinggi
JE Pengurai Limbah
Kabupaten Bintan
Kabupaten Karimun
Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Sangat Tinggi
Kabupaten Natuna
Ekonomi
Strategis
11. Kawasan
Kepentingan
Nasional dari
Pertumbuhan
(blank)
Kabupaten Bintan
Kabupaten Karimun
Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Kepentingan
Nasional dari
Kota Batam
Kabupaten Bintan
Kota Tanjungpinang
Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Sangat Tinggi
Sedang
Tinggi
JE Penyedia Pangan
Sangat Tinggi
6,977.23 Sedang
JE Penyedia Air
2,851.39 Tinggi
Jasa Ekosistem (ha)
Sangat Tinggi
Tinggi
JE Pengurai Limbah
Kota Batam
Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun
Total
Kabupaten Kepulauan Anambas
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Sangat Tinggi
Area Laut
III-260
2.3.4. Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya Alam
III-261
Gambar 2.168. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap Lahan Baku Sawah
III-262
Gambar 2.170. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap Lahan Baku Sawah
III-263
Gambar 2.172. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap Lahan Baku Sawah
III-264
Gambar 2.174. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap Lahan Baku Sawah
III-265
Gambar 2.176. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap Lahan Baku Sawah
III-266
Gambar 2.178. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap Lahan Baku Sawah
III-267
Gambar 2.180. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap Kawasan Hutan
III-268
Gambar 2.182. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap Kawasan Hutan
III-269
Gambar 2.184. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap Kawasan Hutan
III-270
Gambar 2.186. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap Kawasan Hutan
III-271
Gambar 2.188. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap Kawasan Hutan
III-272
Gambar 2.190. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap Kawasan Hutan
III-273
Tabel 2.81. Analisis KRP Berdampak Terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Alam
Sumber Daya Alam (ha)
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh
terhadap kondisi lingkungan hidup
Lahan Baku Sawah Kawasan Hutan
Sawah Area Laut HL APL HP HPT TUBUH AIR Area Laut
1. Sistem Jalan Pesisir Lantamal -
Rencana Tanjung Kabupaten
Jaringan Natuna dengan panjang 3.85 3.85
Transportasi 3,89 kilometer di pesisir
Jalan Pesisir / timur Kabupaten Natuna
Kolektor Primer Jalan Pesisir Selat Lampa
yang selanjutnya disebut
KPU - FU - JL - 21 dengan
8.95 0.60 8.35
panjang 8,94 kilometer di
pesisir selatan Kabupaten
Natuna
12.80 0.60 12.20
Total
99.97% 4.66% 95.30%
2. Sistem Jaringan Jalan Tol Batu Ampar -
Transportasi Muka Kuning - Bandar
Jalan Tol Udara Hang Nadim 19.63 19.63
dengan panjang 19,63
kilometer di Kota Batam
Jalan Tol Simpang Kabil -
Muka Kuning - Pulau
Galang Baru dengan 79.15 79.15
panjang 79,14 kilometer di
Kota Batam
Jaringan jalan bebas
hambatan yang berupa
jembatan meliputi
Simpang Kabil - Pulau
Tanjung Sauh - Pulau 14.95 0.79 14.16
Buau - Pulau Bintan
dengan panjang 14,94
kilometer di Kota Batam
dan Kabupaten Bintan
III-274
Sumber Daya Alam (ha)
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh
terhadap kondisi lingkungan hidup
Lahan Baku Sawah Kawasan Hutan
Sawah Area Laut HL APL HP HPT TUBUH AIR Area Laut
113.72 0.79 112.93
Total
100% 0.70% 99.31%
3. Sistem Jaringan Jaringan jalur kereta api
Transportasi perkotaan Batu Ampar -
Jalur Kereta Api Bengkong - Lubuk Baja -
Batam Kota - Bandara 15.58 15.58
Hang Nadim dengan
panjang 15,58 kilometer di
Kota Batam Hang Nadim)
Jaringan jalur kereta api
perkotaan Batu Ampar -
Sekupang dengan panjang 7.18 7.18
7,17 kilometer di Kota
Batam
Jaringan jalur kereta api
perkotaan Pelabuhan
Telaga Punggur - Batam
11.56 11.56
Center dengan panjang
11,56 kilometer di Kota
Batam
Jaringan jalur kereta api
perkotaan Sambau-
Bandara Hang Nadim 8.46 8.46
dengan panjang 8,45
kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api
perkotaan Pelabuhan
Telaga Punggur - Batu
Besar - Bandara Hang 17.72 17.72
Nadim dengan panjang
17,71 kilometer di Kota
Batam
Jaringan jalur kereta api
27.10 27.10
perkotaan Batam Center -
III-275
Sumber Daya Alam (ha)
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh
terhadap kondisi lingkungan hidup
Lahan Baku Sawah Kawasan Hutan
Sawah Area Laut HL APL HP HPT TUBUH AIR Area Laut
Batu Aji - Sagulung –
Tanjung Uncang dengan
panjang 21,7 kilometer di
Kota Batam
Jaringan jalur kereta api
perkotaan Batu Ampar -
Bengkong - Batam Center
12.28 12.28
- Bandara Hang Nadim
dengan panjang 12,28
kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api
antarkota yang
menghubungkan Tanjung
Uban - Lagoi - Gunung
91.55 9.80 0.32 81.44
Kijang - Kijang - Tanjung
Pinang dengan panjang
91,55 kilometer di
Kabupaten Bintan
191.44 9.80 0.32 181.32
Total
100% 5.12% 0.17% 94.72%
4. Sistem Jaringan PL Daik Lingga HP
Transportasi PL Pulau Mubut
Laut PL Sembulang
PL Pulau Panjang
PR Letung
PL Pelabuhan Desa Air
Asuk
PL Penagi
PL Semiun
PPI Kawal HP
PPI Tambelan
5. Sistem Jaringan Bandar Udara Khusus
Transportasi Pulau Senua
Udara Bandara P Serasan
III-276
Sumber Daya Alam (ha)
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh
terhadap kondisi lingkungan hidup
Lahan Baku Sawah Kawasan Hutan
Sawah Area Laut HL APL HP HPT TUBUH AIR Area Laut
Rencana Bandara P Subi
Besar
Bandara P Kelarik
Bandara P Pulau Laut
6. Kawasan Kabupaten Karimun 64.47 64.47
Perikanan Kabupaten Lingga 991.22 991.22
Kabupaten Natuna 986.73 0.00084 986.73
Kota Batam 0.13 0.00000012 0.13
(blank) 6,603,032.08 6,603,032.08
6,605,074.63 0.00 0.00 6,605,074.63
Total
100% 0.00 0.00 100%
7. Kawasan Kabupaten Bintan 7.66 7.66
Pertambangan Kabupaten Karimun 611.58 611.58
dan Energi Kabupaten Natuna 14.84 14.84
Kota Batam 79.95 79.95
(blank) 276,566.71 276,566.71
277,280.74 277,280.74
Total
100% 100.00%
8. Kawasan Kabupaten Bintan 13.21 12,485.20 12,498.41
Peruntukan Kabupaten Karimun 7,948.08 0.04 7,948.04
Industri Kabupaten Kepulauan
2,127.44 2,127.44
Anambas
Kabupaten Lingga 4,739.82 4,739.82
Kabupaten Natuna 2,159.11 2,159.11
Kota Batam 11,234.18 11,234.18
Kota Tanjung Pinang 1,088.87 1,088.87
(blank) 57,265.71 57,265.71
13.21 99,048.43 0.04 99,061.60
Total
0.01% 99.99% 0.00004% 100%
9. Kawasan Kabupaten Bintan 1.51 29,677.78 0.02 29,679.27
Pariwisata Kabupaten Karimun 955.93 955.93
Kabupaten Kepulauan
4,361.40 4,361.40
Anambas
III-277
Sumber Daya Alam (ha)
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh
terhadap kondisi lingkungan hidup
Lahan Baku Sawah Kawasan Hutan
Sawah Area Laut HL APL HP HPT TUBUH AIR Area Laut
Kabupaten Lingga 2,664.45 2,664.45
Kabupaten Natuna 7,136.20 7,136.20
Kota Batam 7,893.30 7,893.30
Kota Tanjung Pinang 253.36 253.36
(blank) 40,373.32 40,373.32
1.51 93,315.74 0.02 93,317.23
Total
0.0016% 100% 0.00002% 100.00%
10. Kawasan Kabupaten Bintan 40.93 16,326.20 0.62 0.01 16,366.51
Permukiman Kabupaten Karimun 19,196.45 1.14 19,195.31
Kabupaten Kepulauan
45.69 5,724.85 5,770.54
Anambas
Kabupaten Lingga 0.25 12,336.86 12,337.11
Kabupaten Natuna 3.02 21,929.75 1.83 21,930.95
Kota Batam 22,436.53 0.03 22,436.50
Kota Tanjung Pinang 1.33 10,934.06 10,935.39
(blank) 6,003.49 6,003.49
91.23 114,888.20 3.62 0.01 114,975.80
Total
0.08% 99.92% 0.0032% 0.00001% 100.00%
11. Kawasan Kabupaten Bintan 85.44 63,770.14 235.66 10,084.20 1,046.77 52,488.94
Strategis Kabupaten Karimun 9,599.46 190.51 3.40 9,405.54
Nasional dari Kota Batam 71,673.46 1,068.43 1,195.22 776.37 68,633.45
Sudut
Kepentingan
Pertumbuhan Kota Tanjungpinang 5.51 2,189.51 84.86 2,110.17
Ekonomi
90.95 147,232.58 1,494.60 11,279.42 1,911.40 132,638.10
Total
0.06% 99.94% 1.01% 7.66% 1.30% 90.03%
12. Kawasan Kabupaten Bintan 578.43 102,517.93 293.97 11,388.17 2,065.78 89,348.44
Strategis Kabupaten Karimun 811.00 811.00
Nasional dari Kabupaten Kepulauan
Sudut 223.69 223.69
Anambas
Kepentingan Kabupaten Natuna 1,239.14 1,239.14
Pertahanan dan
Keamanan Kota Batam 52.01 52.01
III-278
Sumber Daya Alam (ha)
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh
terhadap kondisi lingkungan hidup
Lahan Baku Sawah Kawasan Hutan
Sawah Area Laut HL APL HP HPT TUBUH AIR Area Laut
578.43 104,843.77 293.97 11,388.17 2,065.78 91,674.28
Total
0.55% 99.45% 0.28% 10.80% 1.96% 86.96%
III-279
2.3.5. Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi Terhadap
Perubahan Iklim
III-280
Gambar 2.192. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap JE Pengaturan Iklim
III-281
Gambar 2.194. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap JE Pengaturan Iklim
III-282
Gambar 2.196. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap JE Pengaturan Iklim
III-283
Gambar 2.198. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap JE Pengaturan Iklim
III-284
Gambar 2.200. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap JE Pengaturan Iklim
III-285
Gambar 2.202. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap JE Pengaturan Iklim
III-286
Gambar 2.204. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara
III-287
Gambar 2.206. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara
III-288
Gambar 2.208. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara
III-289
Gambar 2.210. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara
III-290
Gambar 2.212. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara
III-291
Gambar 2.214. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap JE Pemeliharaan Kualitas Udara
III-292
Tabel 2.82. Analisis KRP Berdampak Terhadap Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim
Perubahan Iklim (ha)
JE Pengaturan Iklim JE Pemeliharaan Kualitas Udara
Area Laut
Area Laut
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Sangat
Sangat
(blank)
(blank)
Tinggi
Tinggi
1. Sistem Jalan Pesisir Lantamal - Tanjung Kabupaten Natuna dengan panjang 3,89 kilometer
3.85
3.85
Rencana di pesisir timur Kabupaten Natuna
Jaringan
Transportasi Jalan Pesisir Selat Lampa yang selanjutnya disebut KPU - FU - JL - 21 dengan
7.58
1.36
7.58
1.36
Jalan Pesisir / panjang 8,94 kilometer di pesisir selatan Kabupaten Natuna
Kolektor Primer
7.58
3.85
1.36
7.58
3.85
1.36
Total
59.25%
30.06%
10.65%
59.25%
30.06%
10.65%
2. Sistem Jaringan Jalan Tol Batu Ampar - Muka Kuning - Bandar Udara Hang Nadim dengan panjang
8.09
11.55
8.21
11.42
0.41
Transportasi 19,63 kilometer di Kota Batam
Jalan Tol
Jalan Tol Simpang Kabil - Muka Kuning - Pulau Galang Baru dengan panjang 79,14
46.10
31.28
0.41
1.36
54.30
23.08
1.42
1.36
kilometer di Kota Batam
Jaringan jalan bebas hambatan yang berupa jembatan meliputi Simpang Kabil -
2.82
2.16
2.90
7.07
3.12
1.87
1.47
7.07
Pulau Tanjung Sauh - Pulau Buau - Pulau Bintan dengan panjang 14,94 kilometer di
Kota Batam dan Kabupaten Bintan
57.00
44.99
3.31
8.43
65.62
36.37
3.31
8.43
0.00
Total
III-293
Perubahan Iklim (ha)
JE Pengaturan Iklim JE Pemeliharaan Kualitas Udara
Area Laut
Area Laut
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Sangat
Sangat
(blank)
(blank)
Tinggi
Tinggi
2.91%
7.41%
2.91%
7.41%
0.00%
50.12%
39.56%
57.70%
31.98%
3. Sistem Jaringan Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar - Bengkong - Lubuk Baja - Batam
7.26
8.32
7.29
8.29
Transportasi Kota - Bandara Hang Nadim dengan panjang 15,58 kilometer di Kota Batam Hang
Jalur Kereta Api Nadim)
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar - Sekupang dengan panjang 7,17
0.23
6.29
0.66
0.23
6.29
0.66
kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan Telaga Punggur - Batam Center
5.68
5.53
0.35
7.60
3.61
0.35
dengan panjang 11,56 kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Sambau-Bandara Hang Nadim dengan panjang
2.45
5.79
0.22
2.59
5.65
0.22
8,45 kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan Telaga Punggur - Batu Besar -
0.78
16.71
0.15
0.08
6.42
11.06
0.15
0.08
Bandara Hang Nadim dengan panjang 17,71 kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batam Center - Batu Aji - Sagulung – Tanjung
1.30
25.49
0.32
1.30
25.49
0.32
Uncang dengan panjang 21,7 kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar - Bengkong - Batam Center -
0.18
12.10
0.18
12.10
Bandara Hang Nadim dengan panjang 12,28 kilometer di Kota Batam
III-294
Perubahan Iklim (ha)
JE Pengaturan Iklim JE Pemeliharaan Kualitas Udara
Area Laut
Area Laut
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Sangat
Sangat
(blank)
(blank)
Tinggi
Tinggi
Jaringan jalur kereta api antarkota yang menghubungkan Tanjung Uban - Lagoi -
61.84
27.32
2.39
41.23
20.66
27.28
2.39
Gunung Kijang - Kijang - Tanjung Pinang dengan panjang 91,55 kilometer di
Kabupaten Bintan
79.72
107.54
4.09
0.08
66.84
93.15
27.28
4.09
0.08
Total
41.64%
56.18%
2.14%
0.04%
34.91%
48.66%
14.25%
2.14%
0.04%
4. Sistem Jaringan PL Daik Lingga
Rendah
Rendah
Transportasi
Laut
PL Pulau Mubut
Sedang
Tinggi
PL Sembulang
Rendah
Rendah
Sangat
Sangat
III-295
Perubahan Iklim (ha)
JE Pengaturan Iklim JE Pemeliharaan Kualitas Udara
Area Laut
Area Laut
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Sangat
Sangat
(blank)
(blank)
Tinggi
Tinggi
PL Pulau Panjang
Rendah
Rendah
PR Letung
Rendah
Rendah
PL Pelabuhan Desa Air Asuk
Rendah
Rendah
PL Penagi
Rendah
Rendah
Sangat
Sangat
PL Semiun
Tinggi
Tinggi
PPI Kawal
Sedang
Tinggi
III-296
Perubahan Iklim (ha)
JE Pengaturan Iklim JE Pemeliharaan Kualitas Udara
Area Laut
Area Laut
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Sangat
Sangat
(blank)
(blank)
Tinggi
Tinggi
PPI Tambelan
Rendah
Rendah
Sangat
Sangat
5. Sistem Jaringan Bandar Udara Khusus Pulau Senua
Rendah
Rendah
Transportasi
Udara
Bandara P Serasan
Rendah
Rendah
Sangat
Sangat
Rencana Bandara P Subi Besar
Rendah
Rendah
Sangat
Sangat
Bandara P Kelarik
Tinggi
Tinggi
Bandara P Pulau Laut
Rendah
Rendah
III-297
6.
Kawasan
Perikanan
(blank)
Kota Batam
Kabupaten Lingga
Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun
Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Rendah
1,372.06 331.12 807.25 174.99 58.70
Sangat
274.35 142.72 0.13 77.34 54.16 0.00 Rendah
Sedang
869.77 100.74 0.00 1.20 762.07 5.77
Tinggi
118.56 17.61 100.95
JE Pengaturan Iklim
Area Laut
(blank)
6,602,439.89 6,602,43
9.89
Rendah
1,397.70 344.99 807.25 186.75 58.70
Perubahan Iklim (ha)
Sangat
248.72 128.85 0.13 77.34 42.40 0.00 Rendah
Sedang
1.60 0.59 1.00
Tinggi
986.73 117.75 0.00 101.14 762.07 5.77
Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara
(blank)
III-298
6,602,439.89 6,602,43
9.89
Kawasan 7.
dan Energi
Pertambangan
(blank)
Kota Batam
Kabupaten Bintan
Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
0.02% Rendah
0.00 9.67 12.40 127.07 3.37
Sangat
0.0042%
0.87 67.76 1.18 465.61 Rendah
0.01% Sedang
2.52 17.14 4.28
0.0018% Tinggi
1.25
JE Pengaturan Iklim
Area Laut
99.96% (blank)
276,565.83 1.76
0.02% Rendah
0.87 63.25 12.40 565.48 3.37
Perubahan Iklim (ha)
Sangat
0.0038%
14.19 1.18 27.20 Rendah
0.00002% Sedang
0.01% Tinggi
2.52 1.25 17.14 4.28
Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara
99.96% (blank)
III-299
276,565.83 1.76
8.
Industri
Kawasan
Peruntukan
Kabupaten Bintan
Kabupaten Lingga
Kabupaten Karimun
0.06% Rendah
3,738.66 1,477.17 6,094.71 6,121.48 152.52
Sangat
0.19%
342.29 49.73 1,192.41 5,511.53 535.43 Rendah
0.01% Sedang
658.88 0.07 645.57 856.35 23.94
0.0005% Tinggi
600.43 1.25
JE Pengaturan Iklim
Area Laut
99.74% (blank)
0.00 0.05 15.39 9.05 276,567.60
0.23% Rendah
3,986.03 1,477.17 6,519.09 8,550.72 645.38
Perubahan Iklim (ha)
Sangat
0.02%
94.92 49.73 768.03 1,722.46 42.57 Rendah
Sedang
1,359.84
0.01% Tinggi
658.88 600.50 645.57 856.35 25.19
Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara
99.74% (blank)
III-300
Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
23.37% Rendah
23,155.64 5.70 939.06 3,325.10 1,453.77
Sangat
13.90%
13,773.05 55.95 138.55 5,947.82 534.77 Rendah
4.17% Sedang
4,126.38 12.37 11.27 1,941.87
0.78% Tinggi
771.00 170.57
JE Pengaturan Iklim
Area Laut
57.78% (blank)
57,235.57 57,191.69 19.39
27.24% Rendah
26,985.11 13.48 730.57 4,254.28 1,453.77
Perubahan Iklim (ha)
Sangat
8.44%
8,360.68 47.90 124.24 5,018.64 534.77 Rendah
1.60% Sedang
1,582.90 0.28 222.79
4.94% Tinggi
4,897.38 12.37 11.27 1,941.87 170.57
Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara
57.78% (blank)
III-301
Kota Batam
Kabupaten Bintan
Kabupaten Lingga
Kabupaten Natuna
Kabupaten Karimun
Rendah
4,773.98 5,534.71 1,777.38 2,712.20 745.98 23,937.16
Sangat
1,639.44 1,026.69 701.63 213.70 50.76 2,789.42 Rendah
Sedang
1,475.41 313.88 178.21 11.39 159.20 2,185.93
Tinggi
229.96 1,392.72 744.39
JE Pengaturan Iklim
Area Laut
(blank)
4.46 30.97 7.23 31.39 22.39
Rendah
5,526.02 5,534.71 2,401.29 2,712.20 745.98 11,573.06
Perubahan Iklim (ha)
Sangat
771.85 1,026.69 77.72 213.70 50.76 2,269.01 Rendah
Sedang
115.55 277.88 1.96 12,884.50
Tinggi
1,475.41 265.95 178.21 1,402.14 159.20 2,930.32
Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara
(blank)
III-302
Kabupaten Bintan
Kabupaten Karimun
Kota Tanjung Pinang
Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
42.64% Rendah
15,323.39 10,709.26 39,795.02 128.57 185.03
Sangat
6.97%
3,392.06 5,004.13 6,505.95 18.84 65.49 Rendah
4.65% Sedang
480.72 584.85 4,338.97 12.18 2.79
2.56% Tinggi
61.93 2,388.97 21.89
JE Pengaturan Iklim
Area Laut
43.17% (blank)
0.29 6.96 40,288.33 40,191.8 0.05
5
30.88% Rendah
14,209.42 6,076.65 28,813.27 134.97 185.03
Perubahan Iklim (ha)
Sangat
4.81%
2,920.96 4,232.69 4,487.40 12.18 65.49 Rendah
14.23% Sedang
1,585.07 5,404.05 13,280.15 0.26
6.91% Tinggi
480.72 646.79 6,448.09 34.07 2.79
Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara
43.17% (blank)
III-303
Kabupaten Natuna
Rendah
3,358.85 5,746.16 16,970.92 7,899.74 4,227.86
Sangat
6,873.93 14,791.17 4,186.88 3,749.90 625.10 Rendah
Sedang
692.45 1,888.88 427.37 682.52 35.46
Tinggi
341.24 861.45
JE Pengaturan Iklim
Area Laut
(blank)
10.16 10.32 6.37 4.95 20.67
Rendah
1,819.88 7,439.95 16,970.92 9,340.25 4,227.86
Perubahan Iklim (ha)
Sangat
6,462.14 13,097.38 4,186.88 2,133.42 625.10 Rendah
Sedang
1,950.75 3.58 175.97
Tinggi
692.45 1,888.88 765.03 682.52 896.91
Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara
(blank)
III-304
Ekonomi
Strategis
11. Kawasan
Kepentingan
Nasional dari
Pertumbuhan
(blank)
Kota Batam
Kabupaten Bintan
Kabupaten Karimun
Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
55.89% Rendah
32,455.96 5,263.24 49,586.1 64,262.75 26.58
7
Sangat
33.68%
26,365.94 1,971.61 8,691.33 38,722.74 99.56 Rendah
4.17% Sedang
12,742.65 2,364.60 5,578.04 4,795.76 3.52
1.11% Tinggi
1,271.54 6.91
JE Pengaturan Iklim
Area Laut
52.28% Rendah
39,148.94 6,265.37 29,405.0 60,115.07 30.13
0
Perubahan Iklim (ha)
Sangat
29.36%
19,672.96 969.47 6,232.75 33,754.58 96.00 Rendah
7.93% Sedang
22,639.7 9,119.42
4
5.27% Tinggi
12,742.65 2,364.60 5,578.04 6,063.72 10.43
Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara
5.15% (blank)
III-305
Keamanan
Kepentingan
Nasional dari
Pertahanan dan
Kabupaten Bintan
Kabupaten Karimun
Kota Tanjungpinang
60.32% Rendah
223.69 263.57 78,569.05 88,865.58 1,560.22
Sangat
25.45%
16.99 15,697.56 37,497.44 468.55 Rendah
14.15% Sedang
530.44 8,801.29 20,845.77 160.49
Tinggi
JE Pengaturan Iklim
Area Laut
0.08% (blank)
0.00 28.46 114.73 5.76
51.50% Rendah
223.69 263.57 39,725.45 75,875.01 1,055.70
Perubahan Iklim (ha)
Sangat
18.52%
16.99 10,160.07 27,280.52 405.33 Rendah
15.75% Sedang
44,381.09 23,207.49 567.75
14.15% Tinggi
530.44 8,801.29 20,845.77 160.49
Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara
0.08% (blank)
III-306
Total
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
75.78% Rendah
79,892.06 15.76 819.98
Sangat
14.99%
15,802.01 34.92 52.54 Rendah
9.01% Sedang
9,498.49 166.77
0.19% Tinggi
199.01 199.01
JE Pengaturan Iklim
Area Laut
0.03% (blank)
30.63 1.33 0.85
38.94% Rendah
41,048.45 15.76 819.98
Perubahan Iklim (ha)
Sangat
9.74%
10,264.52 34.92 52.54 Rendah
42.10% Sedang
44,381.09
9.20% Tinggi
9,697.51 365.78
Area Laut
JE Pemeliharaan Kualitas Udara
0.03% (blank)
III-307
III-308
Gambar 2.216. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Jalan Tol Terhadap JE Biodiversity
III-309
Gambar 2.218. Peta KRP Berdampak Struktur Ruang Sistem Jaringan
Transportasi Laut Terhadap JE Biodiversity
III-310
Gambar 2.220. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Perikanan
Terhadap JE Biodiversity
III-311
Gambar 2.222. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Peruntukan
Industri Terhadap JE Biodiversity
III-312
Gambar 2.224. Peta KRP Berdampak Pola Ruang Kawasan Permukiman
Terhadap JE Biodiversity
III-313
Gambar 2.226. Peta KRP Berdampak Kawasan Strategis Nasional
Pertahanan dan Keamanan Terhadap JE Biodiversity
III-314
Tabel 2.83. Analisis KRP Berdampak Terhadap Tingkat Ketahanan dan Potensi Kenaekaragaman Hayati
Keanekaragaman Hayati (ha)
JE Biodiversity
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Rendah Sangat Rendah Sedang Tinggi Area Laut
1. Sistem Rencana Jalan Pesisir Lantamal - Tanjung Kabupaten Natuna dengan panjang
7.58 3.85
Jaringan Transportasi 3,89 kilometer di pesisir timur Kabupaten Natuna
Jalan Pesisir / Kolektor Jalan Pesisir Selat Lampa yang selanjutnya disebut KPU - FU - JL - 21
1.36
Primer dengan panjang 8,94 kilometer di pesisir selatan Kabupaten Natuna
7.58 3.85 1.36
Total
59.25% 30.06% 10.65%
2. Sistem Jaringan Jalan Tol Batu Ampar - Muka Kuning - Bandar Udara Hang Nadim
8.09 11.55
Transportasi Jalan Tol dengan panjang 19,63 kilometer di Kota Batam
Jalan Tol Simpang Kabil - Muka Kuning - Pulau Galang Baru dengan
46.10 31.28 0.41 1.36
panjang 79,14 kilometer di Kota Batam
Jaringan jalan bebas hambatan yang berupa jembatan meliputi
Simpang Kabil - Pulau Tanjung Sauh - Pulau Buau - Pulau Bintan 2.82 2.16 2.90 7.07
dengan panjang 14,94 kilometer di Kota Batam dan Kabupaten Bintan
57.00 44.99 2.90 0.41 8.43
Total
50.12% 39.56% 2.55% 0.36% 7.41%
3. Sistem Jaringan Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar - Bengkong - Lubuk
Transportasi Jalur Baja - Batam Kota - Bandara Hang Nadim dengan panjang 15,58 7.26 8.32
Kereta Api kilometer di Kota Batam Hang Nadim)
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batu Ampar - Sekupang dengan
0.23 6.29 0.66
panjang 7,17 kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan Telaga Punggur - Batam
5.68 5.53 0.35
Center dengan panjang 11,56 kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Sambau-Bandara Hang Nadim
2.21 5.79 0.46
dengan panjang 8,45 kilometer di Kota Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Pelabuhan Telaga Punggur - Batu
Besar - Bandara Hang Nadim dengan panjang 17,71 kilometer di Kota 0.78 16.71 0.15 0.08
Batam
Jaringan jalur kereta api perkotaan Batam Center - Batu Aji - Sagulung
1.30 25.49 0.32
– Tanjung Uncang dengan panjang 21,7 kilometer di Kota Batam
III-315
Keanekaragaman Hayati (ha)
JE Biodiversity
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Rendah Sangat Rendah Sedang Tinggi Area Laut
III-316
Keanekaragaman Hayati (ha)
JE Biodiversity
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Rendah Sangat Rendah Sedang Tinggi Area Laut
III-317
Keanekaragaman Hayati (ha)
JE Biodiversity
KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup
Rendah Sangat Rendah Sedang Tinggi Area Laut
10. Kawasan Permukiman Kabupaten Bintan 10,664.41 5,004.13 529.71 161.92 6.96
Kabupaten Karimun 15,161.98 3,392.06 641.97 0.15 0.29
Kabupaten Kepulauan Anambas 4,225.58 625.10 2.28 896.91 20.67
Kabupaten Lingga 7,773.43 3,749.90 506.77 302.07 4.95
Kabupaten Natuna 16,888.87 4,186.88 85.62 765.03 6.37
Kota Batam 5,705.62 14,791.17 1,383.60 545.82 10.32
Kota Tanjung Pinang 3,233.91 6,873.93 813.42 3.97 10.16
(blank) 26.58 99.56 1.98 8.45 5,866.93
63,680.38 38,722.74 3,965.36 2,684.30 5,926.64
Total
55.38% 33.68% 3.45% 2.33% 5.15%
11. Kawasan Strategis Kabupaten Bintan 48,924.44 8,691.33 4,263.70 1,976.07 0.05
Nasional dari Sudut Kabupaten Karimun 5,194.46 1,971.61 537.55 1,895.83 0.01
Kepentingan Kota Batam 32,299.03 26,365.94 8,353.96 4,545.62 108.92
Pertumbuhan Ekonomi
Kota Tanjungpinang 1,529.15 468.55 191.56 5.76
87,947.07 37,497.44 13,346.76 8,417.52 114.73
Total
59.70% 25.45% 9.06% 5.71% 0.08%
12. Kawasan Strategis Kabupaten Bintan 39,060.56 64,007.34 28.46
Nasional dari Sudut Kabupaten Karimun 511.82 299.18 0.00
Kepentingan Kabupaten Kepulauan Anambas 223.69
Pertahanan dan
Keamanan Kabupaten Natuna 669.73 369.55 199.01 0.85
Kota Batam 50.68 1.33
40,465.81 64,357.20 369.55 199.01 30.63
Total
38.38% 61.05% 0.35% 0.19% 0.03%
III-318
Tabel 2.84. Analisis Pengaruh KRP Terhadap Isu Pembangunan Berkelanjutan Paling Strategis
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
1 Sistem Rencana Jaringan D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Transportasi Jalan Pesisir / Sistem Rencana Jaringan Jalan Pesisir / Sistem Rencana Jaringan Jalan Pesisir / Pengembangan aksesibilitas melalui
Kolektor Primer Kolektor Primer berada pada kawasan Kolektor Primer berada di kawasan pengembangan Sistem Rencana
Rencana Jaringan Jalan Pesisir dengan status daya dukung air dan dengan potensi bencana rawan banjir Jaringan Jalan Pesisir / Kolektor Primer
Lantamal – Tanjung Kabupaten pangan terlampui sebesar sepanjang 0,03 sepanjang 1,07 km (8,34%); jasa berdampak positif terhadap konektivitas
Natuna dengan panjang 3,89 km (0,21%) untuk daya dukung air dan ekosistem tata aliran dan pengendali di pesisir timur dan pesisir selatan
kilometer di pesisir timur 12,50 km (97,69%) untuk daya dukung banjir sangat tinggi sepanjang 1,36 km Kabupaten Natuna sepanjang 12,80 km.
Kabupaten Natuna; Jalan Pesisir pangan. (10,66%) dan jasa ekosistem pengaturan Namun aksesibilitas melalui Sistem
Selat Lampa yang selanjutnya bencana sangat tinggi sepanjang 1,36 Rencana Jaringan Jalan Pesisir /
disebut KPU - FU - JL - 21 dengan SDA km (10,66%) Kolektor Primer masih dirasa kurang di
panjang 8,94 kilometer di pesisir Sistem Rencana Jaringan Jalan Pesisir / Kabupaten Karimun, Bintan, Lingga, dan
selatan Kabupaten Natuna Kolektor Primer berada pada kawasan Kepulauan Anambas karena
hutan sepanjang 0,60 km (4,66%) keterbatasan wilayahnya yang berupa
kepulauan dan minim tersedianya data
Jasa Ekosistem spasial terkait rencana jaringan jalan
Sistem Rencana Jaringan Jalan Pesisir / pesisir / kolektor primer di empat
Kolektor Primer berada pada jasa kabupaten tersebut.
ekosistem tinggi atau sangat tinggi pada
jasa ekosistem penyedia air bersih
sepanjang 1,36 km (10,66%)
Perubahan Iklim
Sistem Rencana Jaringan Jalan Pesisir /
Kolektor Primer berada pada jasa
ekosistem iklim tinggi sepanjang 1,36 km
(10,66%) dan jasa ekosistem kualitas
udara tinggi sepanjang 1,36 km (10,66%)
Keanekaragaman Hayati
III-319
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
Sistem Rencana Jaringan Jalan Pesisir /
Kolektor Primer berada pada jasa
ekosistem biodiversity tinggi sepanjang
1,36 km (10,66%)
2 Sistem Jaringan Transportasi D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Jalan Tol Sistem Jaringan Jalan Tol berada pada Sistem Jaringan Jalan Tol berada di Pengembangan aksesibilitas melalui
Jalan Tol Batu Ampar - Muka kawasan dengan status daya dukung air kawasan dengan potensi bencana rawan pengembangan Sistem Jaringan Jalan
Kuning - Bandar Udara Hang dan pangan terlampui sebesar sepanjang banjir sepanjang 3,44 km (3,03%). Tol berdampak positif terhadap
Nadim dengan panjang 19,63 4,74 km (4,17%) untuk daya dukung air konektivitas antara Kota Batam dan
kilometer di Kota Batam; Jalan Tol dan 100,88 km (88,71%) untuk daya Kabupaten Bintan, maupun di Kota
Simpang Kabil - Muka Kuning - dukung pangan. Batam itu sendiri sepanjang 113,72 km.
Pulau Galang Baru dengan Namun aksesibilitas melalui Sistem
panjang 79,14 kilometer di Kota SDA Jaringan Jalan Tol masih dirasa kurang
Batam; Jaringan jalan bebas Sistem Jaringan Jalan Tol berada pada di Kabupaten Karimun, Lingga, Natuna
hambatan yang berupa jembatan kawasan hutan sepanjang 0,79 km dan Kepulauan Anambas karena
meliputi Simpang Kabil - Pulau (0,70%). keterbatasan wilayahnya yang berupa
Tanjung Sauh - Pulau Buau - Pulau kepulauan dan minim tersedianya data
Bintan dengan panjang 14,94 Jasa Ekosistem spasial terkait jaringan jalan tol di empat
kilometer di Kota Batam dan Sistem Jaringan Jalan Tol tidak berada kabupaten tersebut.
Kabupaten Bintan. pada jasa ekosistem tinggi atau sangat
tinggi.
Perubahan Iklim
Sistem Jaringan Jalan Tol berada pada
jasa ekosistem kualitas udara tinggi
sepanjang 3,31 km (2,91%)
Keanekaragaman Hayati
Sistem Jaringan Jalan Tol berada pada
jasa ekosistem biodiversity tinggi
sepanjang 0,41 km (0,36%)
III-320
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
3 Sistem Jaringan Transportasi D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Jalur Kereta Api Sistem Jaringan Kereta Api berada pada Sistem Jaringan Jalan Tol berada di Pengembangan aksesibilitas melalui
Rencana Jaringan jalur kereta api kawasan dengan status daya dukung air kawasan dengan potensi bencana rawan pengembangan Sistem Jaringan Kereta
antarkota yang menghubungkan dan pangan terlampui sebesar sepanjang banjir sepanjang 6,64 km (3,47%). Api berdampak positif terhadap
Tanjung Uban - Lagoi - Gunung 4,68 km (2,44%) untuk daya dukung air konektivitas antara Kota Batam dan
Kijang - Kijang - Tanjung Pinang dan 168,16 km (87,84%) untuk daya Kabupaten Bintan, maupun di Kota
dengan panjang 91,55 kilometer di dukung pangan. Batam itu sendiri sepanjang 191,44 km.
Kabupaten Bintan; Jaringan jalur Namun aksesibilitas melalui Sistem
kereta api perkotaan Batu Ampar - SDA Jaringan Kereta Api masih dirasa kurang
Bengkong - Lubuk Baja - Batam Sistem Jaringan Kereta Api berada pada di Kabupaten Karimun, Lingga, Natuna
Kota - Bandara Hang Nadim kawasan hutan sepanjang 10,11 km dan Kepulauan Anambas karena
dengan panjang 15,58 kilometer di (5,28%). keterbatasan wilayahnya yang berupa
Kota Batam; Jaringan jalur kereta kepulauan dan minim tersedianya data
api perkotaan Batam Center - Batu Jasa Ekosistem spasial terkait rencana jaringan kereta
Aji - Sagulung - Tanjung Uncang Sistem Jaringan Kereta Api tidak berada api di empat kabupaten tersebut.
dengan panjang 21,7 kilometer di pada jasa ekosistem tinggi atau sangat
Kota Batam; Jaringan jalur kereta tinggi.
api perkotaan Batu Ampar -
Sekupang dengan panjang 7,17 Perubahan Iklim
kilometer di Kota Batam; Jaringan Sistem Jaringan Kereta Api berada pada
jalur kereta api perkotaan jasa ekosistem kualitas udara tinggi
Pelabuhan Telaga Punggur - sepanjang 4,09 km (2,14%)
Batam Center dengan panjang
11,56 kilometer di Kota Batam; Keanekaragaman Hayati
Jaringan jalur kereta api perkotaan Sistem Jaringan Kereta Api berada pada
Sambau-Bandara Hang Nadim jasa ekosistem biodiversity tinggi
dengan panjang 8,45 kilometer di sepanjang 1,41 km (0,74%)
Kota Batam; Jaringan jalur kereta
api perkotaan Pelabuhan Telaga
Punggur - Batu Besar - Bandara
Hang Nadim dengan panjang
III-321
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
17,71 kilometer di Kota Batam;
Jaringan jalur kereta api perkotaan
Batu Ampar - Bengkong - Batam
Center - Bandara Hang Nadim
dengan panjang 12,28 kilometer di
Kota Batam.
4 Sistem Jaringan Transportasi D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Laut Pengembangan Transportasi Laut PR Pengembangan sistem Transportasi Rencana Lokasi Pelabuhan memiliki
Rencana Lokasi Pelabuhan Letung berada pada kawasan dengan Laut memiliki potensi bencana banjir kaitan dengan isu utama aksesibilitas
Pengumpan Regional Pelabuhan daya dukung air terlampaui. Rencana PR yaitu pada PL Daik Lingga dan PL dimana rencana pelabuhan berpengaruh
Letung, Rencana Lokasi Letung juga berada pada daya dukung Penagi. Pengembangan Pelabuhan meningkatkan aksesibilitas antar wilayah
Pelabuhan Pengumpan Lokal (PL) pangan terlampaui. Selain itu, rencana Pengumpan Seimun berada pada jasa di Kepulauan Riau. Pengembangan
Pelabuhan Daik Lingga, pembangunan PL Sembulang, PL Pulau ekosistem perlindungan pencegahan pelabuhan meningkatkan aksesibilitas
Pelabuhan Penagi, Pelabuhan Panjang, PL Penagi dan PPI kawal berada bencanan dan jasa ekosistem mengingat wilayah ini adalah wilayah
Pulau Panjang, Pelabuhan pada kawasan dengan daya dukung pengaturan tata aliran dan banjir yang kepulauan yang banyak terkoneksi
Semiun, Pelabuhan Sembulang, pangan terlampaui. sangat tinggi. dengan transportasi laut.
Pelabuhan Mubur, Pelabuhan
Desa Air Asuk, rencana Pangkalan SDA
Pendaratan Ikan meliputi PPI Pengembangan Transportasi Laut PL Daik
Kawal, PPI Tambelan Lingga dan PPI Kawal berada pada
kawasan hutan produksi
Jasa Ekosistem
Pengembangan Transportasi Laut PR
Letung berada pada jasa ekosistem
penyedia pangan tinggi. selain itu, rencana
pembangunan PL Seimun berada pada
jasa ekosistem penyedia air tinggi
Perubahan Iklim
Pengembangan Transportasi Laut PL
III-322
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
Seimun berada pada jasa ekosistem
pengaturan iklim dan pemeliharaan
kualitas udara tinggi. selain itu rencana
pembanguna PPI Kawal berada pada jasa
ekosistem pemeliharaan kualitas udara
tinggi
Keanekaragaman Hayati
Pengembangan Transportasi Laut PL
Seimun berada pada jasa ekosistem
biodiversity tinggi.
5 Sistem Jaringan Transportasi D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Udara Pengembangan transportasi udara berupa Pengembangan sistem Transportasi Rencana Lokasi sistem transportasi
Bandar Udara P Subi Besar, bandar udara P Serasan dan Bandara P Udara tidak memiliki ancaman potensi udara memiliki kaitan dengan isu utama
Bandar Udara P Kelarik, Bandar Pulau Laut berada pada kawasan dengan yang tinggi baik dari ancaman gempa, aksesibilitas. Transportasi udara menjadi
Udara P Pulau Laut, Bandar Udara daya dukung pangan terlampaui. banjir dan gerakan salah satu transportasi yang penting
P Serasan dan Bandar Udara tanah.Pengembangan Bandara P Selarik dimana Kepulauan Riau adalah wilayah
Khusus Pulau Senua SDA berada pada jasa ekosistem kepulauan. kebutuhan pengembangan
Pengembangan transportasi udara berupa perlindungan pencegahan bencanan dan bandar udara menjadi penting untuk
bandar udara Ttidak berada pada kawasan jasa ekosistem pengaturan tata aliran meningkatkan aksesibilitas di Kepulauan
hutan maupun lahan baku sawah dan banjir yang sangat tinggi. Riau.
Jasa Ekosistem
Pengembangan transportasi udara berupa
bandara P Pulau Laut berada pada jasa
ekosistem penyedia pangan tinggi. selain
itu rencana pembangunan bandara P
Kelarik berada pada jasa ekosistem
penyedia air yang tinggi
Perubahan Iklim
III-323
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
Pengembangan transportasi udara berupa
bandara P Kelarik berada pada jasa
ekosistem pengaturan iklim dan jasa
ekosistem pemeliharaan kualitas udara
tinggi
Keanekaragaman Hayati
Pengembangan transportasi udara berupa
bandara P Kelarik berada pada jasa
ekosistem biodiversity tinggi
6 Kawasan Perikanan D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Kawasan perikanan berada di daya Kawasan perikanan berada di kawasan Kawasan perikanan ditunjang dari
Provinsi Kepulauan Riau tahun dukung air terlampaui sebesar 15,05 ha rawan bencana banjir sebesar 441,91 ha pelabuhan perikanan yang merupakan
2022-2042 Luas Kawasan seluas (0,41%). Selain itu pengembangan (0,43%), tetapi tidak berada di kawasan infrastruktur penting untuk
6.605.074,64 ha kawasan perikanan berada di daya dukung rawan bencana gempabumi tinggi dan pengembangan ekonomi, sehingga
pangan terlampaui sebesar 404,06 ha rawan bencana gerakan tanah tinggi. kawasan perikanan berkaitan erat
(0,16%). Kawasan perikanan berada di jasa dengan aksesibilitas di pelabuhan
lingkungan tata aliran dan banjir tinggi dengan fasilias dan kondisi yang
SDA sebesar 28,75 ha (0,18%) dan sangat memadai. Lokasi Provinsi Kepulauan
Kawasan perikanan tidak berada di lahan tinggi sebesar 124,73 ha (0,11%) serta Riau yang strategis berbatasan dengan
baku sawah dan tidak berada di kawasan berada jasa lingkungan perlindungan Malaysa, Vietnam, Kamboja dan
hutan. pencegahan bencana tinggi sebesar Singapura menjadi jalur perdagangan
4,58 ha (0,25%) dan sangat tinggi 123,08 internasional sehingga berpotensi tinggi
Jasa Ekosistem ha (0,1%). untuk ekspor hasil perikanan.
Kawasan perikanan berada di jasa Kawasan perikanan dominasi berada di
ekosistem penyedia pangan tinggi sebesar laut dan hanya sedikit berada di daratan
26,94 ha (0,06%), berada di jasa sebesar 2042,56 ha atau 0,03 % dari
ekosistem penyedia air tinggi sebesar total luas kawasan perikanan. kawasan
118,56 ha (0,12%) dan sangat tinggi 4,58 perikanan yang berada di daratan yang
ha (0,25%). terbesar berada di Kabupaten Lingga
Kawasan perikanan berada di jasa sebesar 991,22 ha dan di Kabupaten
III-324
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
ekosistem pengurai limbah tinggi sebesar Natuna sebesar 986,73 ha, diperlukan
25,83 ha (0,2%) dan sangat tinggi sebesar akesbilitas transportasi yang memadai
9,1 ha (0,05%). untuk mengembangkan dan
mendistribusikan hasil perikanan darat.
Perubahan Iklim
Kawasan perikanan berada di jasa
pengaturan iklim tinggi sebesar 118,56 ha
(0,12%). Selain itu kawasan perikanan
berada di jasa pemeliharaan kualitas
udara tinggi sebesar 986,73 ha (0,38%).
Keanekaragaman Hayati
Kawasan perikanan berada di jasa
lingkungan biodiversity tinggi sebesar
868,35 ha (0,44%).
7 Kawasan Pertambangan dan D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Energi Kawasan Pertambangan dan Energi Kawasan pertambangan dan energi Kawasan pertambangan dan energi
Berdasarkan Pola Ruang RTRW berada di daya dukung air terlampaui berada di kawasan rawan bencana banjir dominasi berada di laut, terbesar berada
Provinsi Kepulauan Riau tahun sebesar 7,72 ha (0,21%). Selain itu sebesar 155,58 ha (0,15%), tetapi tidak di Kabupaten Karimun dan Kabupaten
2022-2042 Luas Kawasan seluas pengembangan kawasan pertambangan berada di kawasan rawan bencana Lingga. Luas kawasan pertambangan di
277280.74 ha berada di daya dukung pangan terlampaui gempabumi tinggi dan rawan bencana Kabupaten Lingga sebesar 159.836,75
sebesar 344,96 ha (0,14%). gerakan tanah tinggi. ha dan berada di laut dimana belum
Kawasan pertambangan dan energi terdapat alur pelayaran yang melintasi
SDA berada di jasa lingkungan tata aliran dan kawasan pertambangan pada bagian
Kawasan pertambangan dan energi tidak banjir sangat tinggi sebesar 1,25 ha serta selatan.
berada di lahan baku sawah dan tidak berada jasa lingkungan perlindungan
berada di kawasan hutan. pencegahan bencana sangat tinggi 1,25
ha.
Jasa Ekosistem
Kawasan pertambangan dan energi
berada di jasa ekosistem penyedia pangan
III-325
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
tinggi sebesar 11,25 ha (0,02%), jasa
ekosistem penyedia air tinggi sebesar 1,25
ha.
Kawasan pertambangan dan energi tidak
berada di jasa ekosistem pengurai.
Perubahan Iklim
Kawasan pertambangan dan energi
berada di jasa pengaturan iklim tinggi
sebesar 1,25 ha. Selain itu kawasan
pertambangan dan energi berada di jasa
pemeliharaan kualitas udara tinggi
sebesar 25,19ha (0,01%).
Keanekaragaman Hayati
Kawasan pertambangan dan energi
berada di jasa lingkungan biodiversity
tinggi sebesar 1,25 ha.
8 Kawasan Peruntukan Industri D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Kawasan Peruntukan Industri berada di Kawasan peruntukan industri berada di Aksesibilitas menjadi salah satu hal yang
Provinsi Kepulauan Riau tahun daya dukung air terlampaui sebesar kawasan rawan bencana banjir sebesar wajib dipenuhi pada Kawasan
2022-2042 Luas Kawasan seluas 116,69 ha (3,18%). Selain itu 3.849,8 ha (3,75%), tetapi tidak berada di peruntukan industri selain aspek
99.061,64 ha pengembangan kawasan peruntukan kawasan rawan bencana gempabumi kebencanaan, status lahan, luas lahan
industri berada di daya dukung pangan tinggi dan rawan bencana gerakan tanah sumber air dan pembuangan limbah.
terlampaui sebesar 19.496,57 (7,72%)ha. tinggi. Aksesibilitas pelabuhan yang terintegrasi
Kawasan peruntukan industri berada di dan jaringan jalan pendukung perlu
SDA jasa lingkungan tata aliran dan banjir diperhatikan, dimana luas kawasan
Kawasan peruntukan industri berada di tinggi sebesar 490,76 ha (3,06%) dan peruntukan industri di Provinsi
lahan baku sawah sebesar 13,21 ha (0,98) sangat tinggi sebesar 773 ha (0,68%), Kepulauan Riau sebesar 57.265,71 ha
dan berada di kawasan hutan areal serta jasa lingkungan perlindungan berada di laut dan yang terbesar berada
penggunaan lain (APL) sebesar 0,04 ha pencegahan bencana tinggi sebesar 2 ha di Kabupaten Bintan sebesar 48.436,27
III-326
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
(0,02%). (0,11%) dan sangat tinggi sebesar ha berada di laut, selain itu Kabupaten
771,07 ha (0,66%). Bintan juga memiliki kawasan
Jasa Ekosistem pertambangan di darat yaitu sebesar
Kawasan peruntukan industri berada di 122.498,41 ha.
jasa ekosistem penyedia pangan sebesar
456,93 ha (0,97%), jasa penyedia air tinggi
sebesar 771 ha (0,77%) dan penyedia air
sangat tinggi sebesar 2 ha (0,11%). Selain
itu peruntukan industri berada di jasa
pengurai limbah tinggi sebesar 490,69 ha
(3,84%) dan jasa pengurai limbah sangat
tinggi sebesar 2,07 ha (0,01%).
Perubahan Iklim
Kawasan peruntukan industri berada di
jasa pengaturan iklim tinggi sebesar 771
ha (0,77%). Selain itu kawasan peruntukan
industri berada di jasa pemeliharaan
kualitas udara tinggi sebesar 4.897,38 ha
(1,9%).
Keanekaragaman Hayati
Kawasan peruntukan industri berada di
jasa lingkungan biodiversity tinggi sebesar
1.306,91ha (0,67%).
9 Kawasan Pariwisata D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Kawasan Pariwisata berada di daya Kawasan Pariwisata berada di kawasan Kawasan Pariwisata ditunjang dari
Provinsi Kepulauan Riau tahun dukung air terlampaui sebesaar 272,06 rawan bencana banjir sebesar 2.555,95 akesbilitasi menuju ke Provinsi
2022-2042 Luas Kawasan seluas ha (7,41%). Selain itu kawasan pariwisata ha (2,49%), tetapi tidak berada di Kepulauan Riau yaitu bandara yang
93.317,25 ha berada di daya dukung pangan terlampaui kawasan rawan bencana gempabumi memadai, selain itu pelabuhan
sebesar 20.305,35 ha (8,04%). tinggi dan rawan bencana gerakan tanah penyeberangan antar pulau untuk
III-327
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
tinggi. mengakses pulau pulau yang
SDA Kawasan pariwisata berada di jasa direncanakan untuk menjadi kawasan
Kawasan pariwisata berada di lahan baku lingkungan tata aliran dan banjir tinggi pariwisata. Kawasan Pariwisata terbesar
sawah sebesar 1,51 ha (0,11%) dan sebesar 288,84 ha (1,8%) dan sangat berada di Kabupaten Bintan dan
berada di kawasan hutan areal tinggi sebesar 2.414,72 ha (2,11%), serta Kabupaten Natuna. Kawasan Pariwisata
penggunaan lain (APL) sebesar 0,02ha jasa lingkungan perlindungan di Kabupaten Bintan berada di darat dan
(0,02%). pencegahan bencana tinggi sebesar laut, terbesar berada di darat yaitu
26,43 ha (1,45%) dan sangat tinggi sebesar 29.679,29 ha. Bandara terdekat
Jasa Ekosistem sebesar 2.444,93 ha (2,08%). pada kawasan pariwisata di Kabupaten
Kawasan pariwisata berada di jasa Bintan berada di Kota Tanjung Pinang
ekosistem penyedia pangan tinggi sebesar yaitu Bandara Raja Haji Fisabilillah,
4.006,53 ha (8,46%), jasa penyedia air diperlukan aksesibilitas yang mudah
tinggi sebesar 2.388,97 ha (2,38%) dan untuk menuju kawasan pariwisata di
jasa penyedia air sangat tinggi sebesar Kabupaten Bintan. Berbeda dengan
26,43 ha (1,45%). Selain itu kawasan Kabupaten Natuna yang memiliki
pariwisata berada di jasa pengurai limbah kawasan pariwisata menyebar dan
tinggi sebesar 232,2 ha (1,82%) dan jasa berada di daerah pesisir, aksesibilitas
pengurai limbah sangat tinggi sebesar dari bandara menuju kawasan pariwisata
82,4 ha (0,46%). diperlukan jaringan jalan pesisir yang
memadai. selain itu kawasan pariwisata
Perubahan Iklim di Kabupaten Natuna tersebar di pulau-
Kawasan pariwisata berada di jasa pula kecil yang memerlukan aksesibilitas
pengaturan ikllim tinggi sebesar 2.388,97 keterbuhungan pelabuhan
ha (2,56%). Selain itu kawasan pariwisata penyebarangan.
berada di jasa pemeliharaan kualitas
udara tinggi sebesar 6.448,09 ha (6,91%).
Keanekaragaman Hayati
Kawasan pariwisata berada di jasa
lingkungan biodiversity tinggi sebesar
4.911,62 ha (2,52%).
III-328
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
10 Kawasan Permukiman D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
Berdasarkan Pola Ruang RTRW Kawasan Permukiman berada di daya Kawasan permukiman berada di Kawasan permukiman yang berada di
Provinsi Kepulauan Riau tahun dukung air terlampaui sebesar 1.372,13 ha kawasan rawan bencana banjir sebesar Kota Batam dan Kota Tanjung Pinang
2022-2042 Luas Kawasan seluas (1,19%). Selain itu kawasan permukiman 16.056,72 ha (15,66%), tetapi tidak sudah cukup baik, tetapi pada
114.979,43 ha berada di daya dukung pangan terlampaui berada di kawasan rawan bencana Kabupaten Bintan dan Kabupaten
sebesar 82.567,99 ha (71,81%). gempabumi tinggi dan rawan bencana Karimun diperlukan penyiapan
gerakan tanah tinggi. aksesibilitas jaringan jalan untuk dapat
SDA Kawasan permukiman berada di jasa menarik pengembangan permukiman.
Kawasan permukiman berada di lahan lingkungan tata aliran dan banjir tinggi
baku sawah sebesar 91,23 ha (6,8%) dan sebesar 923,07 ha (5,76%) dan sangat
berada di kawasan hutan areal tinggi sebesar 1.349,46 ha (1,18%), serta
penggunaan lain (APL) sebesar 3,62ha jasa lingkungan perlindungan
(1,74%). pencegahan bencana tinggi sebesar
84,32 ha (4,64%) dan sangat tinggi
Jasa Ekosistem sebesar 1.744,05 ha (1,48%).
Kawasan permukiman berada di jasa
ekosistem penyedia pangan tinggi
14.842,11 ha (12,91%) dan jasa penyedia
pangan sangat tinggi sebesar 102,21 ha
(13,68%), jasa penyedia air tinggi sebesar
1.271,54 ha (1,27%) dan jasa penyedia air
sangat tinggi sebesar 84,32 ha (4,64%).
Selain itu kawasan permukiman berada di
jasa pengurai limbah tinggi sebesar 464,12
ha (3,63%) dan jasa pengurai limbah
sangat inggi sebesar 546,84 ha (3,02%).
Perubahan Iklim
kawasan permukiman berada di jasa
pengaturan iklim tinggi sebesar 1.271,54
ha (1,27%). Selain itu kawasan
III-329
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
permukiman berada di jasa pemeliharaan
kualitas udara tinggi sebesar 6.063,72 ha
(2,35%).
Keanekaragaman Hayati
Kawasan permukiman berada di jasa
lingkungan biodiversity tinggi sebesar
2.684,3 ha (1,37%).
11 Kawasan Strategis Nasional dari D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
sudut kepentingan pertumbuhan Kawasan Strategis Nasional dari sudut Kawasan Strategis Nasional dari sudut Kawasan Strategis Nasional dari sudut
ekonomi kepentingan pertumbuhan ekonomi kepentingan pertumbuhan ekonomi kepentingan pertumbuhan ekonomi
berupa Kawasan Batam, Bintan, berada pada kawasan dengan status daya berada pada kawasan rawan bencana memiliki keterkaitan dengan
dan Karimun dukung pangan terlampaui sebesar 74443 banjir sebesar 11838,74 hektare atau aksesibilitas. Perwujudan kawasan
Hektare. Selain itu pengembangan 8,04% dari total luasan kawasan. strategis sudut pandang perekonomian
kawasan tersebut juga berada pada Kawasan tersebut tidak berada pada jasa membutuhkan aksesibilitas yang baik
kawasan dengan status daya dukung air ekosistem perlindungan pencegahan untuk lalu lintas aktivitas perdagangan
terlampaui sebesar 2055 Hektare bencana dan pengaturan tata aliran dan dan juga industri.
banjir yang tinggi atau sangat tinggi
SDA
Kawasan Strategis Nasional dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi
berada pada kawasan hutan sebesar
13659 hektare (9%)
Jasa Ekosistem
Kawasan Strategis Nasional dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi tidak
berada pada jasa ekosistem tinggi atau
sangat tinggi baik pada jasa ekosistem
pengurai limbah, jasa ekosistem penyedia
air dan jasa ekosistem penyedia pangan
III-330
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
Perubahan Iklim
Kawasan Strategis Nasional dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi
berada pada jasa ekosistem pemeliharaan
kualitas udara tinggi sebesar 20846
hektare (8,07%)
Keanekaragaman Hayati
Kawasan Strategis Nasional dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi
berada pada jasa ekosistem biodiversity
tinggi sebesar 8417 hektare (4,31%)
12 Kawasan Strategis Nasional dari D3TLH Ancaman Potensi Bencana Aksesibilitas
sudut kepentingan pertahanan Kawasan Strategis Nasional dari sudut Kawasan Strategis Nasional dari sudut Kawasan Strategis Nasional dari sudut
dan keamanan kepentingan pertahanan dan keamanan kepentingan pertahanan dan keamanan kepentingan pertahanan dan keamanan
berupa Kawasan Perbatasan berada pada kawasan dengan status daya berada pada kawasan rawan bencana memiliki keterkaitan dengan
Negara di Provinsi Riau dan dukung pangan dan daya dukung air banjir di Kabupaten Bintar seluas aksesibilitas. Kawasan strategis ini
Provinsi Kepulauan Riau. terlampaui sebesar 19,02 hektare dan 5974,65 hektare atau 5,67% dari luas berupa kepulauan terluar yang
77134 hektare. kawasan. Selain itu, rencana kawasan memerlukan aksesibilitas yang baik
strategis tersebut berada pada jasa untuk mendukung pertahanan dan
SDA ekosistem pengaturan aliran banjir dan keamanan Nasional.
Kawasan Strategis Nasional dari sudut jasa ekosistem pencegahan bencana
kepentingan pertahanan dan keamanan tinggi yaitu sebesar 370 hektare atau 8%
berada pada kawasan hutan duanttaranya dari total dan 367hektare atau 0,31% dari
hutan lindung sebesar 294 hektare, hutan total.
produksi sebesar 11388 hektare, hutan
produksi terbatas sebesar 2066 hektare.
Jasa Ekosistem
Kawasan Strategis Nasional dari sudut
III-331
KRP yang berpotensi Isu PB Strategis 1 Isu PB Strategis 2 Isu PB Strategis 3
menimbulkan pengaruh
NO Degradasi Lingkungan Pesisir dan Mitigasi dan Penanggulangan Aksesibilitas Wilayah yang Belum
terhadap kondisi lingkungan
Pulau-Pulau Kecil Bencana Alam Optimal
hidup
kepentingan pertahanan dan keamanan
berada pada kawasan dengan jasa
ekosistem penyedia pangan jasa
ekosistem penyedia air dan jasa ekosistem
pengurai limbah tinggi. masing masing
seluas 575,55 (1,22%), 3729 hektare
(3,72%) dan 203 hektare (1,59%). selain
itu kawasan strategis tersebut juga berada
pada jasa ekosistem pengurai limbah
sangat tinggi sebesar 167 hektare (0,92%)
Perubahan Iklim
Kawasan Strategis Nasional dari sudut
kepentingan pertahanan dan keamanan
berada pada kawasan dengan jasa
ekosistem pengaturan iklim dan
pemeliharaan kualitas udara yang tinggi
yaitu sebesar 199 hektare (0,20%) dan
9698 hektare (9,20%)
Keanekaragaman Hayati
Kawasan Strategis Nasional dari sudut
kepentingan pertahanan dan keamanan
berada pada kawasan dengan jasa
ekosistem biodiversity tinggi yaitu sebesar
199 hektare (0,10%)
III-332
BAB III RUMUSAN ALTERNATIF DAN PENYEMPURNAAN KRP
III-1
Tabel 3.1. Rumusan Alternatif dan Penyempurnaan KRP
Muatan KRP Revisi RTRW
Alternatif Penyempurnaan
Berdampak LH
Penundaan, Pemberian
Pemberian
Isu PB Paling Perubahan Perubahan atau Perbaikan Arahan atau
No Perubahan Perubahan atau Arahan atau
Strategis Strategi Penyesuaian urutan atau rambu-rambu
KRP Besaran Lokasi Tujuan atau Penyesuaian rambu-rambu
Pencapaian Proses metode perubahan mitigasi
Target skala/lokasi untuk fungsi
Target adaptasi prioritas dampak dan
ekosistem
pelaksanaan risiko LH
1 Sistem Rencana Kabupaten - Aksesibilitas Tidak ada Pembangunan Penyesuaian Penggunaan Penyediaan Larangan Membatasi
Rencana Jaringan Jalan Natuna wilayah yang jaringan jalan area terdampak material ramah lahan pangan konversi lahan kegiatan di
Jaringan Pesisir Lantamal belum optimal dengan pembangunan lingkungan di cadangan mangrove dan sekitar jalan
Transportasi – Tanjung - Degradasi meminimalisir rencana jaringan area terbangun yang lindung lainnya pesisir
Jalan Pesisir / Kabupaten Lingkungan alih fungsi lahan jalan, rencana jalan, terdampak di area sekitar
Kolektor Natuna dengan Pesisir dan Pulau- pada area yang Meminimalkan Restorasi area area rencana pembangunan
Primer panjang 3,89 Pulau Kecil berdampak lahan rencana pembangunan rencana jalan
kilometer di - Mitigasi dan terhadap pembangunan terbangun jalan jalan untuk pesisir,
pesisir timur penanggulangan pangan dan jalan di area yang berdampak memberikan membatasi
Kabupaten bencana alam perairan yang berdampak terhadap alternatif pengembangan
Natuna; Jalan terhadap pangan daerah lokasi yang kawasan pesisir
Pesisir Selat pangan dan dan sumber mengkonversi yang berdampak
Lampa yang sumber daya daya perairan lahan potensi pada kelestarian
selanjutnya perairan pangan biota laut
disebut KPU - maupun yang
FU - JL - 21 mengkonversi
dengan panjang lahan
8,94 kilometer di berdampak
pesisir selatan pada sumber
Kabupaten daya air
Natuna.
2 Sistem Jalan Tol Batu Kota Batam dan - Aksesibilitas Tidak ada Pembangunan Penyesuaian Penggunaan Penyediaan Larangan Pembangunan
Jaringan Ampar - Muka Kabupaten wilayah yang jalan tol dengan area terdampak material ramah lahan pangan membangun dan noise barrier di
Transportasi Kuning - Bandar Bintan belum optimal meminimalisir pembangunan lingkungan di cadangan mengembangka area jalan tol
Jalan Tol Udara Hang - Degradasi alih fungsi lahan jalan tol, area terbangun yang n tol di area
Nadim dengan Lingkungan pada area yang Meminimalkan jalan tol, terdampak yang rawan
panjang 19,63 Pesisir dan Pulau- berdampak lahan Restorasi area area jalan tol bencana dan
kilometer di Kota Pulau Kecil terhadap pembangunan rencana untuk area lindung,
Batam; Jalan Tol - Mitigasi dan pangan dan jalan di area terbangun jalan memberikan pencegahan
Simpang Kabil - penanggulangan perairan yang berdampak yang berdampak alternatif gangguan
Muka Kuning - bencana alam terhadap terhadap lokasi yang terhadap fauna
Pulau Galang pangan dan pangan daerah mengkonversi dilindungi
Baru dengan sumber daya dan sumber lahan potensi dengan
panjang 79,14 perairan daya perairan pangan membangun
kilometer di Kota maupun yang penyeberangan
Batam; Jaringan mengkonversi satwa di jalan tol
III-2
Muatan KRP Revisi RTRW
Alternatif Penyempurnaan
Berdampak LH
Penundaan, Pemberian
Pemberian
Isu PB Paling Perubahan Perubahan atau Perbaikan Arahan atau
No Perubahan Perubahan atau Arahan atau
Strategis Strategi Penyesuaian urutan atau rambu-rambu
KRP Besaran Lokasi Tujuan atau Penyesuaian rambu-rambu
Pencapaian Proses metode perubahan mitigasi
Target skala/lokasi untuk fungsi
Target adaptasi prioritas dampak dan
ekosistem
pelaksanaan risiko LH
jalan bebas lahan
hambatan yang berdampak
berupa jembatan pada sumber
meliputi daya air
Simpang Kabil -
Pulau Tanjung
Sauh - Pulau
Buau - Pulau
Bintan dengan
panjang 14,94
kilometer di Kota
Batam dan
Kabupaten
Bintan.
3 Sistem Rencana Kota Batam dan - Aksesibilitas Tidak ada Pembangunan Penyesuaian Penggunaan Penyediaan Larangan Pengaturan jam
Jaringan Jaringan jalur Kabupaten wilayah yang rencana jaringan area terdampak material ramah lahan pangan pembangunan operasional
Transportasi kereta api Bintan belum optimal kereta api pembangunan lingkungan di cadangan rencana jaringan stasiun kereta
Jalur Kereta antarkota yang - Degradasi dengan jaringan kereta area terbangun yang kereta api di
Api menghubungkan Lingkungan meminimalisir api, rencana jaringan terdampak area lindung,
Tanjung Uban - Pesisir dan Pulau- alih fungsi lahan Meminimalkan kereta api, area pembatasan
Lagoi - Gunung Pulau Kecil pada area yang lahan Restorasi area pembangunan pengembangan
Kijang - Kijang - - Mitigasi dan berdampak pembangunan rencana rencana lahan terbangun
Tanjung Pinang penanggulangan terhadap jalan di area terbangun jalan jaringan kereta di sekitar stasiun
dengan panjang bencana alam pangan dan yang berdampak yang berdampak api untuk dan rel kereta
91,55 kilometer perairan terhadap terhadap memberikan
di Kabupaten pangan dan pangan daerah alternatif
Bintan; Jaringan sumber daya dan sumber lokasi yang
jalur kereta api perairan daya perairan mengkonversi
perkotaan Batu lahan potensi
Ampar - pangan
Bengkong - maupun yang
Lubuk Baja - mengkonversi
Batam Kota - lahan
Bandara Hang berdampak
Nadim dengan pada sumber
panjang 15,58 daya air
kilometer di Kota
Batam; Jaringan
jalur kereta api
III-3
Muatan KRP Revisi RTRW
Alternatif Penyempurnaan
Berdampak LH
Penundaan, Pemberian
Pemberian
Isu PB Paling Perubahan Perubahan atau Perbaikan Arahan atau
No Perubahan Perubahan atau Arahan atau
Strategis Strategi Penyesuaian urutan atau rambu-rambu
KRP Besaran Lokasi Tujuan atau Penyesuaian rambu-rambu
Pencapaian Proses metode perubahan mitigasi
Target skala/lokasi untuk fungsi
Target adaptasi prioritas dampak dan
ekosistem
pelaksanaan risiko LH
perkotaan
Batam Center -
Batu Aji -
Sagulung -
Tanjung Uncang
dengan panjang
21,7 kilometer di
Kota Batam;
Jaringan jalur
kereta api
perkotaan Batu
Ampar -
Sekupang
dengan panjang
7,17 kilometer di
Kota Batam;
Jaringan jalur
kereta api
perkotaan
Pelabuhan
Telaga Punggur
- Batam Center
dengan panjang
11,56 kilometer
di Kota Batam;
Jaringan jalur
kereta api
perkotaan
Sambau-
Bandara Hang
Nadim dengan
panjang 8,45
kilometer di Kota
Batam; Jaringan
jalur kereta api
perkotaan
Pelabuhan
Telaga Punggur
- Batu Besar -
III-4
Muatan KRP Revisi RTRW
Alternatif Penyempurnaan
Berdampak LH
Penundaan, Pemberian
Pemberian
Isu PB Paling Perubahan Perubahan atau Perbaikan Arahan atau
No Perubahan Perubahan atau Arahan atau
Strategis Strategi Penyesuaian urutan atau rambu-rambu
KRP Besaran Lokasi Tujuan atau Penyesuaian rambu-rambu
Pencapaian Proses metode perubahan mitigasi
Target skala/lokasi untuk fungsi
Target adaptasi prioritas dampak dan
ekosistem
pelaksanaan risiko LH
Bandara Hang
Nadim dengan
panjang 17,71
kilometer di Kota
Batam; Jaringan
jalur kereta api
perkotaan Batu
Ampar -
Bengkong -
Batam Center -
Bandara Hang
Nadim dengan
panjang 12,28
kilometer di Kota
Batam.
4 Sistem PL Daik Lingga, Kabupaten - Aksesibilitas Tidak ada Tidak ada Tidak ada Penggunaan Tidak ada Larangan Pengaturan jam
Jaringan PL Pulau Mubut, Bintan, wilayah yang material ramah konversi lahan di operasional
Transportasi PL Sembulang, Kabupaten belum optimal lingkungan, kawasan pelabuhan
Laut PL Pulau Lingga, - Degradasi Restorasi area mangrove dan
(Pelabuhan Panjang, PR Kabupaten Lingkungan yang tutupan kawasan lindung
Utama dan Letung, PL Kepulauan Pesisir dan Pulau- lahan vegetasi lainnya,
Pelabuhan Pelabuhan Desa Anambas, Pulau Kecil yang terkonversi Kewajiban untuk
Pengumpan) Air Asuk, PL Kabupaten - Mitigasi dan penyediaan RTH
Penagi, PL Natuna dan Kota penanggulangan dan sumur
Semiun, PPI Batam bencana alam resapan ,
Kawal dan PPI membatasi
Tambelan penggunaan air
tanah
5 Sistem Bandar Udara Kabupaten - Aksesibilitas Tidak ada Tidak ada Penyesuaian Penggunaan Penyediaan Menintensifkan Penentuan jam
Jaringan Khusus Pulau Natuna wilayah yang luasan kawasan material ramah lahan pangan lahan pangan, operasional
Transportasi Senua, Bandara belum optimal pengembangan lingkungan, cadangan menyediakan bandara,Pembat
Udara P Serasan, - Degradasi bandara, Restorasi area untuk kawasan asan kegiatan di
(Bandara Rencana Lingkungan Meminimalkan yang tutupan memberikan resapan air kawasan sekitar
Umum) Bandara P Subi Pesisir dan Pulau- lahan terbangun lahan vegetasi alternatif alami bandara
Besar, Bandara Pulau Kecil yang tidak yang terkonversi lokasi yang menyediakan
P Kelarik dan - Mitigasi dan mendukung mengkonversi pengolahan
Bandara P penanggulangan kegiatan lahan potensi untuk buangan
Pulau Laut bencana alam disekitar pangan zat bahan bakar
yang tertumpah
III-5
Muatan KRP Revisi RTRW
Alternatif Penyempurnaan
Berdampak LH
Penundaan, Pemberian
Pemberian
Isu PB Paling Perubahan Perubahan atau Perbaikan Arahan atau
No Perubahan Perubahan atau Arahan atau
Strategis Strategi Penyesuaian urutan atau rambu-rambu
KRP Besaran Lokasi Tujuan atau Penyesuaian rambu-rambu
Pencapaian Proses metode perubahan mitigasi
Target skala/lokasi untuk fungsi
Target adaptasi prioritas dampak dan
ekosistem
pelaksanaan risiko LH
kawasan
bandara
6 Kawasan Luas Kawasan Berada di Darat - Degradasi Pengembangan Tidak ada Penyesuaian Tidak ada Tidak ada Membatasi Melarang
Perikanan 6.605.074,64 ha Kabupaten lingkungan Pesisir kawasan lokasi kawasan penggunaan air pengembangan
Bintan (-) dan Pulau-Pulau perikanan ramah di darat seluas tanah terutama kawasan yang
Kabupaten Kecil lingkungan 15,05 ha pada daerah mengkonversi
Karimun 64,67 - Mitigasi dan dengan menempati yang menempati mangrove dan
ha penanggulangan mengedepankan lokasi daya jasa ekosistem membatasi
Kabupaten bencana alam keanekaragama dukung air yang penyediaan air pengembangan
Kepulauan - Aksesibilitas n biota laut terlampaui dan bersih Sangat pada
Anambas (-) wilayah yang seluas 404,06 Tinggi 4,58 ha. pengembangan
Kabupaten belum optimal ha menempati lahan terbangun
Lingga 991,22 daya dukung kawasan di
ha pangan yang kawasan lindung
Kabupaten terlampaui
Natuna 986,73
ha
Kota Batam 0,13
ha
Kota Tanjung
Pinang (-)
Berada di Laut
6.603.032 ha
7 Kawasan Luas Kawasan Berada di Darat - Degradasi Pengembangan Tidak ada Penyesuaian Penggunaan Tidak ada Larangan Membatasi atau
Pertambangan 277280.74 ha Kabupaten lingkungan Pesisir kawasan lokasi pada material alat-alat mengkonversi melarang
dan Energi Bintan 7,66 ha dan Pulau-Pulau pertambangan lahan yang pertambangan tutupan lahan kegiatan
Kabupaten Kecil dengan menempati daya yang ramah vegetasi tinggi pertambangan
Karimun 611,58 - Mitigasi dan mengedepankan dukung air lingkungan seluas 1,25 ha dengan potensi
ha penanggulangan daya dukung terlampaui pada jasa kerusakan
Kabupaten bencana alam dan daya seluas 7,72 ha, ekosistem lingkungan
Kepulauan - Aksesibilitas tampung wilayah dan pada lokasi biodiversitas tinggi,
Anambas (-) wilayah yang daya dukung tinggi dan jasa menghindari
Kabupaten belum optimal pangan ekosistem penggunaan
Lingga (-) terlampaui penyediaan air bahan beracun
Kabupaten seluas 344,96 bersih kelas dan berbahaya,
Natuna 14,84 ha ha. tinggi seluas Penyusunan
Kota Batam 1,25 ha. contigency plan
79,95 ha untuk oil spill
III-6
Muatan KRP Revisi RTRW
Alternatif Penyempurnaan
Berdampak LH
Penundaan, Pemberian
Pemberian
Isu PB Paling Perubahan Perubahan atau Perbaikan Arahan atau
No Perubahan Perubahan atau Arahan atau
Strategis Strategi Penyesuaian urutan atau rambu-rambu
KRP Besaran Lokasi Tujuan atau Penyesuaian rambu-rambu
Pencapaian Proses metode perubahan mitigasi
Target skala/lokasi untuk fungsi
Target adaptasi prioritas dampak dan
ekosistem
pelaksanaan risiko LH
Kota Tanjung
Pinang (-)
Berada di Laut
276.566,71 ha
8 Kawasan Luas Kawasan Berada di Darat - Aksesibilitas Pembangunan Tidak ada Penyesuaian Penggunaan Tidak ada Menyediakan Membatasi
Peruntukan 99.061,64 ha Kabupaten wilayah yang kawasan industri lokasi pada material alternatif lokasi pengembangan
Industri Bintan belum optimal yang ramah lahan yang pembangunan pengganti lahan kawasan di
12.498,41 ha - Degradasi lingkungan menempati daya yang ramah pertanian pesisir,
Kabupaten lingkungan Pesisir dukung pangan lingkungan pangan seluas melarang
Karimun dan Pulau-Pulau terlampaui 456,93 ha pada pengembangan
7.948,08 ha Kecil seluas jasa ekosistem industri yang
Kabupaten - Mitigasi dan 19.496,57 ha, penyedia memilki polutan
Kepulauan penanggulangan dan pada lokasi pangan tinggi. tinggi dan
Anambas bencana alam daya dukung air Penyediaan berbahaya yang
2.127,44 ha terlampaui RTH dan berada di laut,
Kabupaten seluas 116,69 kawasan penyediaan
Lingga 4.739,82 ha. resapan air fasilitas
ha seluas 771 ha buangan/limbah
Kabupaten pada jasa yang sesuai
Natuna 2.159,11 ekosistem dengan
ha penyedia air ketentuan
Kota Batam tinggi. perundangan
11.234,18 ha
Kota Tanjung
Pinang 1.088,87
ha
Berada di Laut
57.265,71 ha
9 Kawasan Luas Kawasan Berada di Darat - Aksesibilitas Pengembangan Melakukan Penyesuaian Penggunaan Pada proses Pembangunan Pelibatan
Pariwisata 93.317,25 ha Kabupaten wilayah yang kawasan pemgelompokan lokasi pada material pembangunan sumur resapan masyarakat
Bintan belum optimal pariwisata potensi 272,06 ha pembangunan memberikan atau recharge sekitar untuk
29.679,29 ha - Degradasi dengan konsep pariwisata yang kawasan yang yang ramah alternatif area serta pengembagan
Kabupaten lingkungan Pesisir ecotourism memiliki lokasi di terlampaui daya lingkungan lokasi untuk Meminimalkan kawasan,
Karimun 955,93 dan Pulau-Pulau laut dukung air dan pencadangan aktivitas pelarangan
ha Kecil seluas lahan pangan pemanfaatan air pembangunan
Kabupaten 20.305,35 ha tanah lokasi jasa
Kepulauan yang berada di berlebihan, lingkungan
III-7
Muatan KRP Revisi RTRW
Alternatif Penyempurnaan
Berdampak LH
Penundaan, Pemberian
Pemberian
Isu PB Paling Perubahan Perubahan atau Perbaikan Arahan atau
No Perubahan Perubahan atau Arahan atau
Strategis Strategi Penyesuaian urutan atau rambu-rambu
KRP Besaran Lokasi Tujuan atau Penyesuaian rambu-rambu
Pencapaian Proses metode perubahan mitigasi
Target skala/lokasi untuk fungsi
Target adaptasi prioritas dampak dan
ekosistem
pelaksanaan risiko LH
Anambas 4.31,4 - Mitigasi dan daya dukung ketentuan untuk perlindungan
ha penanggulangan pangan yang efisiensi pencegahan
Kabupaten bencana alam terlampauai. pemanfaatan bencana tinggi
Lingga 2.664,45 energi dan seluas 26.43 ha
ha sumberdaya dan sangat
Kabupaten tinggi seluas
Natuna 7.136,2 2.444,93 ha.
ha
Kota Batam
7.893,3 ha
Kota Tanjung
Pinang 253,36
ha
Berada di Laut
40.373,32 ha
10 Kawasan Luas Kawasan Berada di Darat - Aksesibilitas Tidak ada Tidak ada Penyesuaian Penggunaan Pada proses Meminimalisir Pembangunan
Permukiman 114.979,43 ha Kabupaten wilayah yang lokasi pada material pembangunan pengembangan infrastruktur
Bintan belum optimal kawasan yang pembangunan memberikan di kawasan pendukung
16.367,13 ha - Mitigasi dan menempati daya yang ramah alternatif pesisir, untuk
Kabupaten penanggulangan dukung pangan lingkungan lokasi untuk meminimalisisr mengantisipasi
Karimun bencana alam terlampaui pencadangan penggunaan air pada kawasan
19.196,45 ha - Degradasi sebesar lahan pangan tanah, yang berada di
Kabupaten lingkungan Pesisir 82.567,99 ha pada lahan pembangunan kerawanan
Kepulauan dan Pulau-Pulau dan pada daya sumur resapan banjir tinggi
Anambas Kecil dukung air dan
5.770,54 ha terlampaui pengembangan
Kabupaten sebesar RTH pada lokasi
Lingga 1.372,13 ha. yang menempati
12.337,11 ha jasa ekosistem
Kabupaten penyediaan air
Natuna tinggi seluas
21.932,78 ha 1.271,54 ha dan
Kota Batam jasa ekosistem
22.436,53 ha penyediaan air
Kota Tanjung sangat tinggi
Pinang seluas 84,32
10.935,39 ha hektar.
III-8
Muatan KRP Revisi RTRW
Alternatif Penyempurnaan
Berdampak LH
Penundaan, Pemberian
Pemberian
Isu PB Paling Perubahan Perubahan atau Perbaikan Arahan atau
No Perubahan Perubahan atau Arahan atau
Strategis Strategi Penyesuaian urutan atau rambu-rambu
KRP Besaran Lokasi Tujuan atau Penyesuaian rambu-rambu
Pencapaian Proses metode perubahan mitigasi
Target skala/lokasi untuk fungsi
Target adaptasi prioritas dampak dan
ekosistem
pelaksanaan risiko LH
11 Kawasan 147.323,52 Kabupaten - Aksesibilitas Pembangunan Tidak ada Penyesuaian Penggunaan Tidak ada Melarang Mengatur jalur
Strategis Hektare Bintan, wilayah yang kawasan lokasi kawasan material ramah konversi lahan pencarian ikan
Nasional dari Kabupaten belum optimal perdagangan dengan status lingkungan, mangrove, dan operasional
sudut Karimun, Kota - Degradasi dan pelabuhan daya dukung Restorasi area membatasi pelabuhan
kepentingan Batam dan Kota Lingkungan yang ramah pangan yang tutupan pengembangan
pertumbuhan Tanjungpinang Pesisir dan Pulau- lingkungan terlampaui lahan vegetasi kawasan di
ekonomi Pulau Kecil sebesar 74443 yang terkonversi pesisir,
(Kawasan - Mitigasi dan Hektare dan penyediaan RTH
Perdagangan Penanggulangan kawasan sumur resapan
Bebas dan Bencana Alam dengan status pembangunan
Pelabuhan daya dukung air sistem
Bebas) terlampaui drauinase yang
sebesar 2055 baik
Hektare
12 Kawasan 105.422,20 Kabupaten - Degradasi Pembangunan Tidak ada Tidak ada Penggunaan Tidak ada Membatasi Pada pulau yang
Strategis Hektare Bintan, Lingkungan kawasan material ramah aktivitas tidak
Nasional dari Kabupaten Pesisir dan Pulau- perbatasan yang lingkungan, pembangunan berpenghuni
sudut Karimun, Pulau Kecil ramah Restorasi area secara massive melarang
kepentingan Kabupaten - Aksesibilitas lingkungan yang tutupan pada pulau yag kegiatan selain
pertahanan Kepulauan wilayah yang lahan vegetasi berpenghuni untuk fungsi
dan keamanan Anambas, belum optimal yang terkonversi pertahanan dan
Kabupaten - Mitigasi dan keamanan
Natuna, Kota Penanggulangan
Batam Bencana Alam
III-9
BAB IV REKOMENDASI
IV-1
Tabel 4.1. Rekomendasi dan Integrasi kedalam KRP
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
1 Sistem Rencana Rencana Jaringan Jalan - Aksesibilitas - pengembangan - Ketentuan pelarangan - Pengembangan - Muatan integrasi
Jaringan Pesisir Lantamal – wilayah yang dan peningkatan pembangunan jalan infrastruktur hijau pada Matek
Transportasi Jalan Tanjung Kabupaten belum optimal sistem jaringan pesisir/kolektor primer - Pengelolaan sistem RTRW dan
Pesisir / Kolektor Natuna dengan panjang - Degradasi transportasi pada daerah vital aliran alami Rancangan
Primer 3,89 kilometer di pesisir Lingkungan Wilayah kepulauan yaitu ekosistem - Pengelolaan Peraturan: Pasal
timur Kabupaten Natuna; Pesisir dan Pulau- yang terpadu, mangrove dan sistem buangan hasil 6 huruf b, Pasal
Jalan Pesisir Selat Pulau Kecil berupa handal, aliran air alami yang pengerukan 12 ayat (7) dan
Lampa yang selanjutnya terganggunya berwawasan menimbulkan Pasal 69 ayat (2),
disebut KPU - FU - JL - ekosistem lingkungan dan perubahan lingkungan Pasal 69 ayat
21 dengan panjang 8,94 perairan adaptif terhadap atau mempertahankan (12), Pasal 81.
kilometer di pesisir - Mitigasi dan perubahan iklim ekosistem mangrove
selatan Kabupaten penanggulangan guna mendukung dan sistem aliran air
Natuna. bencana alam pergerakan orang alami.
berupa dan barang - Ketentuan melarang
mengeruk atau
menimbun ekosistem
lahan basah/rawa
- Ketentuan membatasi
kegiatan disekitar jalan
pesisir
2 Sistem Jaringan Jalan Tol Batu Ampar - - Aksesibilitas - pengembangan - Ketentuan pelarangan - Pembangunan zona - Muatan integrasi
Transportasi Jalan Muka Kuning - Bandar wilayah yang dan peningkatan alih fungsi lahan pada penyangga pada pada Matek
Tol Udara Hang Nadim belum optimal sistem jaringan kawasan hutan ruas jalan yang RTRW dan
dengan panjang 19,63 - Degradasi transportasi lindung, kawasan berbatasan dengan Rancangan
kilometer di Kota Batam; Lingkungan Wilayah kepulauan konservasi, ekosistem Hutan Lindung, Peraturan Pasal 6
Jalan Tol Simpang Kabil Pesisir dan Pulau- yang terpadu, hutan mangrove, Kawasan huruf b, Pasal 13
- Muka Kuning - Pulau Pulau Kecil berupa handal, badan air dan Hutan Konservasi, Badan ayat (1), Pasal 69
Galang Baru dengan erosi, sedimentasi berwawasan Produksi yang berada Air dan Hutan ayat (3), Pasal 69
panjang 79,14 kilometer dan pengubahan lingkungan dan sekitar rencana jalan Produksi. ayat (12), Pasal
di Kota Batam; Jaringan adaptif terhadap tol atau 81.
IV-1
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
jalan bebas hambatan aliran air akibat perubahan iklim mempertahankan - Pengembangan
yang berupa jembatan perubahan lahan. guna mendukung kawasan hutan infrastruktur hijau
meliputi Simpang Kabil - - Mitigasi dan pergerakan orang lindung, kawasan - Pengelolaan sistem
Pulau Tanjung Sauh - penanggulangan dan barang konservasi, ekosistem aliran alami
Pulau Buau - Pulau bencana alam hutan mangrove, - Pengelolaan
Bintan dengan panjang berupa banjir dan badan air dan Hutan buangan hasil
14,94 kilometer di Kota longsor. Produksi yang berada pengerukan
Batam dan Kabupaten sekitar rencana jalan
Bintan. tol .
- Ketentuan pelarangan
penimbunan pada
ekosistem mangrove
- Ketentuan membatasi
kegiatan disekitar jalan
tol
- Ketentuan melarang
mengalihkan aliran air
alami
- Ketentuan melarang
mengeruk atau
menimbun ekosistem
lahan basah/rawa
3 Sistem Jaringan Rencana Jaringan jalur - Aksesibilitas - pengembangan - Ketentuan pelarangan - Pembangunan zona - Muatan integrasi
Transportasi Jalur kereta api antarkota wilayah yang dan peningkatan alih fungsi lahan pada penyangga pada Matek
Kereta Api yang menghubungkan belum optimal sistem jaringan kawasan pertanian, sepanjang rencana RTRW dan
Tanjung Uban - Lagoi - - Degradasi transportasi kawasan hutan jalur kereta api Rancangan
Gunung Kijang - Kijang - Lingkungan Wilayah kepulauan produksi, kawasan berupa ruang Peraturan Pasal 6
Tanjung Pinang dengan Pesisir dan Pulau- yang terpadu, hutan lindung, terbuka hijau pada huruf b, Pasal
panjang 91,55 kilometer Pulau Kecil berupa handal, kawasan konservasi, lokasi yang ayat (2) huruf b, c,
di Kabupaten Bintan; erosi, sedimentasi berwawasan yang berada sekitar berbatasan dengan Pasal 69 ayat (7),
Jaringan jalur kereta api dan peningkatan lingkungan dan rencana jaringan jalur kegiatan terbangun. Pasal 69 ayat
perkotaan Batu Ampar - adaptif terhadap kereta api atau (12), Pasal 81.
IV-2
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
Bengkong - Lubuk Baja - run off akibat perubahan iklim kawasan pertanian, - Pengembangan
Batam Kota - Bandara perubahan lahan. guna mendukung kawasan hutan infrastruktur hijau
Hang Nadim dengan - Mitigasi dan pergerakan orang produksi, kawasan - Pengelolaan sistem
panjang 15,58 kilometer penanggulangan dan barang hutan lindung, aliran alami
di Kota Batam; Jaringan bencana alam kawasan konservasi, - Pengelolaan
jalur kereta api berupa banjir dan yang berada sekitar buangan hasil
perkotaan Batam Center longsor. rencana jaringan jalur pengerukan
- Batu Aji - Sagulung - kereta api
Tanjung Uncang dengan mempertahankan .
panjang 21,7 kilometer - Ketentuan membatasi
di Kota Batam; Jaringan kegiatan disekitar
jalur kereta api stasiun kereta api dan
perkotaan Batu Ampar - rencana jaringan jalur
Sekupang dengan kereta api.
panjang 7,17 kilometer - Ketentuan melarang
di Kota Batam; Jaringan mengalihkan aliran air
jalur kereta api alami
perkotaan Pelabuhan - Ketentuan melarang
Telaga Punggur - Batam mengeruk atau
Center dengan panjang menimbun ekosistem
11,56 kilometer di Kota lahan basah/rawa
Batam; Jaringan jalur
kereta api perkotaan
Sambau-Bandara Hang
Nadim dengan panjang
8,45 kilometer di Kota
Batam; Jaringan jalur
kereta api perkotaan
Pelabuhan Telaga
Punggur - Batu Besar -
Bandara Hang Nadim
dengan panjang 17,71
IV-3
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
kilometer di Kota Batam;
Jaringan jalur kereta api
perkotaan Batu Ampar -
Bengkong - Batam
Center - Bandara Hang
Nadim dengan panjang
12,28 kilometer di Kota
Batam.
4 Sistem Jaringan Pengumpan Regional - Aksesibilitas - pengembangan - Ketentuan larangan - Pembangunan baru - Muatan integrasi
Transportasi Laut PR Letung wilayah yang dan peningkatan membangun diawali dengan pada Matek
(Pelabuhan Utama belum optimal sistem jaringan pelabuhan pada studi kelayakan RTRW dan
dan Pelabuhan Pengumpan Lokal : - Degradasi transportasi daerah vital secara teknis, Rancangan
Pengumpan) – PL Daik Lingga, PL Lingkungan Wilayah kepulauan (ekosistem mangrove, ekonomis dan Peraturan Pasal 6
Rencana Pulau Mubur, PL Pesisir dan Pulau- yang terpadu, padang lamun, rumput lingkungan serta huruf b, Pasal 20
pembangunan Sembulang, PL Pulau Pulau Kecil yaitu handal, laut dan terumbu memperhatikan ayat (5) huruf b,
pelabuhan Panjang, PL Pelabuhan mengganggu dan berwawasan karang) faktor dinamika d, ayat (8) huruf
Pengumpan Desa Air Asuk, PL merusak lingkungan dan - Ketentuan oesonografi b, Pasal 69 ayat
Regional (PR), Penagi, PL Semiun, ekosistem pesisir, adaptif terhadap pembatasan aktivitas perairan yang akan (9) huruf b, Pasal
pengumpan lokal punahnya sumber perubahan iklim pengerukan dan menimbulkan 69 ayat (10),
(PL) dan Pangkalan Pangkalan Pendaratan plasma nutfah guna mendukung penimbunan untuk pengikisan dan Pasal 69 ayat
Pendaratan Ikan Ikan atau biota perairan pergerakan orang memperdalam alur pengendapan. (12), Pasal 81.
(PPI) PPI Kawal dan PPI yang bersifat dan barang pelayaran. - Pengembangan
Tambelan rentan. - Ketentuan pelarangan infrastruktur hijau
- Mitigasi dan penggunaan air tanah - Pembuatan gorong
penanggulangan - Ketentuan gorong khusus
bencana alam menyediakan sistem pada pembangunan
gelombang pengolahan limbah struktur yang
pasang dan banjir padat dan cair yang menghambat aliran
bandang berwawasan air.
lingkungan - Penyediaan sumber
air tawar dengan
membangun polder
IV-4
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
atau kolam retensi
untuk mendukung
kegiatan pelabuhan
- Penyediaan ruang
terbuka hijau
5 Sistem Jaringan Bandar Udara Khusus - Aksesibilitas - pengembangan - Ketentuan larangan - Pembangunan baru - Muatan integrasi
Transportasi Udara Rencana Bandara Udara wilayah yang dan peningkatan membangun bandara diawali dengan pada Matek
(Bandara Umum) – Pengumpan : belum optimal sistem jaringan pada lahan basah studi kelayakan RTRW dan
Rencana Rencana Bandara P - Degradasi transportasi (rawa, gambut, secara teknis, Rancangan
pembangunan Subi Besar, Bandara P Lingkungan Wilayah kepulauan mangrove) ekonomis dan Peraturan Pasal 6
bandara udara Kelarik dan Bandara P Pesisir dan Pulau- yang terpadu, - Ketentuan lingkungan huruf b, Pasal 21
Pulau Laut Bandara P Pulau Kecil handal, menyediakan sistem - Pengembangan ayat (3) huruf b,
Serasan. - Mitigasi dan berwawasan pengelolaan buangan infrastruktur hijau ayat (4) huruf b,
penanggulangan lingkungan dan sisa bahan bakar, - Pengelolaan sistem Pasal 69 ayat
Rencana pembangunan bencana alam adaptif terhadap limbah padat dan cair aliran alami (11), Pasal 69
bandar udara khusus banjir akibat perubahan iklim yang berwawasan - Penyediaan sumber ayat (12), Pasal
Pulau Senua. perubahan tutupan guna mendukung lingkungan air tawar dengan 81, Pasal 90.
lahan pergerakan orang - Ketentuan membatasi membangun polder
dan barang area terbangun sekitar atau kolam retensi
bandara. untuk mendukung
kegiatan bandara
- Penyediaan ruang
terbuka hijau
sebagai zona
penyangga
6 Kawasan Perikanan Perubahan luasan dari - Degradasi - - Ketentuan penyediaan - Pengelolaan - Muatan integrasi
478.468 ha pada pola lingkungan Pesisir zona penyangga sumber air alami pada Matek
ruang RTRW perda 1 dan Pulau-Pulau antara garis pantai dan non alami pada RTRW dan
Tahun 2017 menjadi Kecil berupa dengan kawasan kawasan perikanan Rancangan
6.605.074,64 ha (darat kerusakan tambak/budidaya budidaya Peraturan Pasal
dan laut). ekosistem berupa hutan - Pengelolaan 42, Pasal 47 ayat
mangrove, padang mangrove leaching dari
IV-5
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
Luas perikanan di lamun dan - Ketentuan kegiatan budidaya (1), Pasal 81,
wilayah darat 2042.75, terumbu karang pengendalian dan perikanan Pasal 85,
luas hasil penyesuaian - Mitigasi dan pengelolaan - Pembangunan
menjadi 1619.06 Ha. penanggulangan penggunaan pupuk irigasi khusus untuk
bencana alam dan obat pemberatas tambak
berupa abrasi hama pada kawasan - Pengelolaan tanah
akibat kegiatan perikanan budidaya pada daerah hulu
perikanan - Ketentuan larangan - Pengendalian erosi
budidaya menggunakan air
- Aksesibilitas tanah untuk
wilayah yang mendukung kegiatan
belum optimal budidaya perikanan
berupa akses - Ketentuan membatasi
masyarakat bentuk struktur
nelayan akan bangunan yang
sarana prasarana bersifat dapat
dan edukasi untuk mengubah pola alami
kegiatan dari pasang surut
penangkapan dan maupun masukan air
budidaya ramah sungai ke perairan
lingkungan belum estuaria.
optimal - Ketentuan larangan
membuang air
buangan (cooling
water) yang berasal
dari stasiun
pembangkit tenaga
listrik.
- Ketentuan larangan
penambangan karang
dan penggunaan
bahan beracun dan
IV-6
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
peledak dalam
menangkap ikan.
- Ketentuan larangan
alih fungsi kawasan
konservasi laut atau
mempertahankan
kawasan konservasi
laut.
- Pengendalian kegiatan
ekstraksi garam
melalui pengaturan
lokasi tambak garam
jauh dari sistem
drainase alam yang
ada disekitarnya, serta
terhindar dari
pengaruh banjir dan
luapan air.
7 Kawasan Perubahan luasan dari - Degradasi - - Ketentuan larangan - Penyusunan kajian/ - Muatan integrasi
Pertambangan dan 12.343 ha pada pola lingkungan Pesisir alih fungsi kawasan studi kelayakan pada Matek
Energi ruang RTRW perda 1 dan Pulau-Pulau hutan mangrove untuk secara teknis, RTRW dan
Tahun 2017 menjadi Kecil berupa kegiatan ekonomis dan Rancangan
277.280,74 ha (darat kekeruhan akibat pertambangan lingkungan Peraturan Pasal
dan laut). sedimentasi. - Ketentuan larangan - Penambangan 42, Pasal 48 ayat
- Mitigasi dan alih fungsi lahan dengan konsep (1), Pasal 81,
Luas pertambangan di penanggulangan dengan pepohonan ramah lingkungan Pasal 86, Pasal
darat 713.67 Ha, bencana alam tinggi - Program reklamasi 102.
Hasil penyesuaian berupa erosi, - Ketentuan wajib ex lahan tambang
menjadi 358.49 Ha longsor, melakukan kegiatan untuk
sedimentasi reklamasi pasca mengembalikan
perairan, tambang
IV-7
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
kekeringan atau - Ketentuan larangan humus yang sudah
berkurangnya kegiatan ada sebelumnya
cadangan air pertambangan pada - Penyediaan ruang
permukaan dan air daerah yang memiliki terbuka hijau
tanah akibat nilai ekologis sebagai zona
perubahan tutupan - Ketentuan penyangga
lahan. mengarahkan - Pengendalian dan
- Aksesibilitas penambangan Pengawasan
wilayah yang (pesisir) diluar daaeah kegiatan
belum optimal pecah ombak (surf transportasi minyak
berupa cakupan zone) yang aktif, dan gas bumi
pelayanan bersih kedalaman >10-15 m
rendah karena dan jauh dari wilayah
ketersediaan yang rentan bernilai
sumber air ekologis.
terganggu. - Ketentuan
pembatasan Pasal 70 ayat (2)
penggunaan aplikasi huruf d.
bahan kimia untuk
mengatasi
pencemaran minyak
pada kegiatan
transportasi hasil
minyak dan gas di
laut.
8 Kawasan Peruntukan Perubahan luasan dari - Aksesibilitas - pengembangan - Ketentuan larangan - Penyusunan kajian/ - Muatan integrasi
Industri 34.817 ha pada pola wilayah yang industri yang alih fungsi kawasan studi kelayakan pada Matek
ruang RTRW perda 1 belum optimal mandiri, tangguh, hutan mangrove, secara teknis, RTRW dan
Tahun 2017 menjadi berupa akses maju, ramah kawasan resapan air ekonomis dan Rancangan
99.061,64 ha (darat dan masyarakat lingkungan dan dan kawasan lingkungan Peraturan Pasal
laut). terhadap adaptif terhadap pertanian dengan JE - Pengembangan 49 ayat (1), Pasal
pengembangan perubahan iklim penyedia pangan infrastruktur hijau 81, Pasal 88
IV-8
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
luas industri di darat ekonomi, tinggi untuk kegiatan - Pengelolaan sistem
41795.91 Ha pengelolaan SDA industri atau aliran alami
luas hasil penyesuaian dan kesempatan mempertahankan - Pengelolaan hasil
menjadi 20.954,72 Ha kerja. kawasan hutan urug
- Degradasi mangrove, kawasan - Penyediaan sumber
lingkungan Pesisir resapan air dan air tawar dengan
dan Pulau-Pulau kawasan pertanian membangun polder
Kecil berupa dengan JE penyedia atau kolam retensi
berkurangnya pangan tinggi untuk mendukung
cadangan air - Ketentuan larangan kegiatan industri
permukaan dan air pengambilan air tanah dan pengendalian
tanah, sedimentasi - Ketentuan larangan banjir.
dan kekeruhan membuang ke laut air - Penyediaan ruang
pada ekosistem buangan (cooling terbuka hijau
perairan water) yang berasal sebagai zona
- Mitigasi dan dari stasiun penyangga
penanggulangan pembangkit tenaga - Sistem pengelolaan
bencana alam listrik. limbah industri
berupa banjir, - Ketentuan larangan terpisah dari limbah
kekeringan akibat industri yang memiliki domestik
perubahan tutupan polutan tinggi dan
lahan. berbahaya di laut
- Ketentuan
pembatasan lokasi
industri di pesisir
- Ketentuan
menyediakan sistem
pengelolaan limbah
B3, limbah padat,
limbah cair yang
ramah lingkungan.
IV-9
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
9 Kawasan Pariwisata Perubahan luasan dari - Aksesibilitas - Pengembangan - Ketentuan larangan - Program - Muatan integrasi
39.967 ha pada pola wilayah yang pariwisata alih fungsi lahan clusterisasi dan pada Matek
ruang RTRW perda 1 belum optimal ecotourism yang mangrove, padang tematik RTRW dan
Tahun 2017 menjadi berupa cakupan berkelanjutan lamun dan terumbu pengembangan Rancangan
93.317,25 ha (darat dan pelayanan air berbasis budaya karang wisata di laut Peraturan Pasal
laut). bersih, sanitasi - Ketentuan larangan berdasarkan 50 ayat (1), Pasal
dan persampahan penggunaan air tanah potensi unggulan 81, Pasal 88
Luas pariwisata di darat untuk mendukung - Ketentuan wisata
49.013,93 Ha pariwisata. pembatasan - Pengembangan
Luas hasil penyesuaian - Degradasi pengembangan wisata bangunan hijau dan
menjadi 25.965,16 Ha lingkungan Pesisir pada kawasan hutan infrastruktur hijau
dan Pulau-Pulau lindung - Pengelolaan sistem
Kecil - Ketentuan aliran alami
- Mitigasi dan pembatasan - Penyediaan sumber
penanggulangan pengembangan wisata air tawar melalui
bencana alam di pesisir dan laut. panen air hujan
- Ketentuan dengan
pembatasan kegiatan membangun polder
pengerukan, atau kolam retensi
penimbunan, untuk mendukung
pembuatan kanal kegiatan pariwisata
(saluran) yang mati dan pengendalian
yang membatasi daya banjir.
pencucian air. - Pengaturan sistem
- Ketentuan aliran air sekitar
menyediakan sistem marina agar
pengelolaan limbah sirkulasi air
padat dan limbah cair maksimal dan
yang ramah saluran mati dapat
lingkungan. dihindari
- Penyediaan ruang
terbuka hijau
IV-10
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
sebagai zona
penyangga
- Menggunakan
Aplikasi Lahan
untuk Pengolahan
limbah yang dapat
dipadukan dengan
taman air.
10 Kawasan Perubahan luasan dari - Aksesibilitas - - Ketentuan larangan - Pengembangan - Muatan integrasi
Permukiman 85.605 ha pada pola wilayah yang alih fungsi ekosistem infrastruktur hijau pada Matek
ruang RTRW perda 1 belum optimal mangrove, rawa, - Pengelolaan sistem RTRW dan
Tahun 2017 menjadi berupa sarana sungai, aliran air aliran alami Rancangan
114.979,43 ha (darat prasarana alami, kawasan - Penerapan konsep Peraturan Pasal
dan laut) transportasi, air resapan air, kawasan ecodrain, sumur 51, Pasal 81,
bersih aman, perlindungan resapan Pasal 89
Luas permukiman di sanitasi layak, setempat, lahan - Pengembangan
darat 49.013,93 Ha pengelolaan dengan pepohonan konsep urban
Luas hasil penyesuaian persampahan lebat dan tinggi farming
menjadi 25.965,16 Ha - Mitigasi dan - Ketentuan larangan - Penyediaan sumber
penanggulangan pembangunan baru di air tawar melalui
bencana alam laut panen air hujan
- Degradasi - Ketentuan larangan dengan
Lingkungan pembangunan baru di membangun polder
Pesisir dan Pulau- daerah rawan atau kolam retensi
Pulau Kecil akibat bencana untuk mendukung
perubahan tutupan - Ketentuan kegiatan pariwisata
lahan pembatasan dan pengendalian
permukiman di pesisir banjir.
dan laut - Penyediaan ruang
- Ketentuan terbuka hijau baik
pembatasan kegiatan untuk memenuhi
reklamasi untuk kebutuhan RTH
IV-11
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
pengembangan perkotaan dan
kawasan permukiman sebagai buffer zona
- Ketentuan dengan kegiatan
pembatasan pertambangan,
penggunaan kawasan industri sebagai
hutan fungsi pengaman
- Ketentuan kegiatan
pembatasan permukiman dan
penggunaan air tanah buffer zone dengan
- Ketentuan penyediaan kawasan kawasan
sarana prasarana lindung agar
permukiman dan menjaga fungsi
sistem pengelolaan kawasan lindung
yang ramah tersebut.
lingkungan.
11 Kawasan Strategis 147.323,52 ha - Aksesibilitas - pengembangan - Ketentuan larangan - Pengembangan - Muatan integrasi
Nasional dari sudut wilayah yang Kawasan alih fungsi ekosistem keunggulan pada Matek
kepentingan belum optimal Perdagangan mangrove, rawa, komparatif kawasan RTRW dan
pertumbuhan berupa akses Bebas dan sungai, aliran air yang berwawasan Rancangan
ekonomi berupa pada kesempatan Pelabuhan Bebas alami, kawasan lingkungan Peraturan Pasal
Kawasan Batam, kerja dan Batam, Bintan, dan resapan air, kawasan - Program integrasi 55 ayat (2), Pasal
Bintan, dan Karimun pengembangan Karimun dan perlindungan pengembangan 81.
usaha Kawasan Ekonomi setempat, lahan antar kawasan - Tidak ada
- Degradasi Khusus sesuai dengan pepohonan BBKT ketentuan IAZ
Lingkungan dengan fungsi dan lebat dan tinggi - Optimalisasi untuk Kawasan
Pesisir dan Pulau- potensi kawasan - Ketentuan larangan pelabuhan dan Strategis Nasional
Pulau Kecil - Pengembangan pengambilan air tanah daerah hinterland (KSN) dari sudut
- Mitigasi dan kawasan yang - Ketentuan larangan - Pengaturan lalu kepentingan
penanggulangan berdaya saing membuang ke laut air lintas pelayaran dan pertumbuhan
bencana alam sesuai daya buangan (cooling kegiatan nelayan ekonomi berupa
dukung lingkungan water) yang berasal - Pengembangan Kawasan Batam,
dari stasiun infrastruktur hijau
IV-12
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
pembangkit tenaga - Pengelolaan sistem Bintan, dan
listrik. aliran alami Karimun
- Ketentuan larangan - Penyediaan sumber
industri yang memiliki air tawar melalui
polutan tinggi dan panen air hujan
berbahaya di laut dengan
- Ketentuan membangun polder
pembatasan lokasi atau kolam retensi
industri di pesisir untuk mendukung
- Ketentuan kegiatan kawasan
menyediakan sistem dan pengendalian
pengelolaan limbah banjir.
B3, limbah padat, - Penyediaan ruang
limbah cair yang terbuka hijau
ramah lingkungan.
- Ketentuan
pembatasan aktivitas
pengerukan dan
penimbunan untuk
memperdalam alur
pelayaran.
12 Kawasan Strategis 105.422,20 ha - Aksesibilitas - peningkatan fungsi - Ketentuan larangan - Pengembangan - Muatan integrasi
Nasional dari sudut wilayah yang kawasan untuk alih fungsi ekosistem infrastruktur hijau pada Matek
kepentingan belum optimal pertahanan dan mangrove, rawa, - Pengelolaan sistem RTRW dan
pertahanan dan - Degradasi keamanan negara, sungai, aliran air aliran alami Rancangan
keamanan berupa Lingkungan kesejahteraan alami, kawasan - Penyediaan sumber Peraturan Pasal
Kawasan Perbatasan Pesisir dan Pulau- masyarakat dan resapan air, kawasan air tawar melalui 55 ayat (4), Pasal
Negara di Provinsi Pulau Kecil ekologi. (P2KT perlindungan panen air hujan 81.
Riau dan Provinsi - Mitigasi dan tidak hanya setempat, lahan dengan - Tidak ada
Kepulauan Riau. Penanggulangan berfungsi sebagai dengan pepohonan membangun polder ketentuan IAZ
Bencana Alam hankam tetapi juga lebat dan tinggi atau kolam retensi untuk Kawasan
dapat untuk mendukung Strategis Nasional
IV-13
KRP yang Berpengaruh Menimbulkan Rekomendasi
Isu PB Paling Rekomendasi Rekomendasi Integrasi kedalam
No Dampak terhadap LH Perbaikan
Strategis Perbaikan Rencana Perbaikan Program KRP
KRP Besaran Kebijakan
meningkatkan - Ketentuan larangan kegiatan kawasan (KSN) dari sudut
kesejateraan rakyat pengambilan air tanah dan pengendalian kepentingan
sekitar dan - Ketentuan banjir. pertahanan dan
menjaga ekologi pembatasan hunian - Penyediaan ruang keamanan berupa
sekitar pulau, pada pulau tidak terbuka hijau Kawasan
Hankam tidak berpenghuni hanya - Pelibatan Perbatasan
hanya untuk mendukung masyarakat sekitar Negara di
mengandalkan kegiatan perkebunan, pulau tidak Provinsi Riau dan
penempatan perikanan. berpenghuni untuk Provinsi
satuan organik TNI, - Ketentuan menjaga ekologi Kepulauan Riau.
tetapi kehadiran pembatasan dan hankam PPKT.
masyarakat baik pembangunan secara
yang bermukim masif pada pulau
atau berpenghuni
memanfaatkan - Ketentuan penyediaan
sumberdaya alam sarana prasarana
di P2KT dan permukiman dan
sekitarnya dapat sistem pengelolaan
membantu satuan yang ramah
organik TNI lingkungan.
menjaga hankam
Negara Indonesia
di perbatasan
wilayah laut)
-
IV-14