Anda di halaman 1dari 4

HIGH NOON IN JAKARTA, Film Dokumenter Gus Dur yang Direkomendasikan Inayah Wahid

High Noon In Jakarta, Sebuah Film Dokumenter Gus Dur yang Direkomendasikan Inayah
Wahid. Putri bungsu Al Maghfurlah Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus
Dur, Inayah Wahid, mereferensikan sebuah film dokumentasi kyai yang presiden itu
saat menjabat presiden.

"Salah satu alasan yang bikin kesel adalah tindakan GD (Gus Dur) terhadap Pak
Wiranto. Tindakannya kayak apa, salah satu referensi yg bagu adalah film "High Noon
in Jakarta"-nya Curtis Levy yang mendokumentasikan tindakan GD yg minta Pak Wir utk
turun krn saat itu ditengarai tersangkut kasus pelanggaran HAM di Timor Leste. Iya,
tindakannya bukan berusaha membuka penyamaran Pak Wir ketika jd kenek, bukan. Oia,
filmnya bisa ditonton di YT l9h gaes. Mending nonton ginian lah, drp nonton artis
ngeprank mulu!" tulis Inayah Wahid yang akrab disapa Nay di akun Instagramnya, Juli
2021.

CEO TV9 Nusantara, Ahmad Hakim Jayli, mengulas film dokumenter dimaksud Mbak Nay
itu dalam tulisannya yang berjudul "High Noon in Jakarta: Kisah Keberanian Gus Dur
Melawan Politisi Bandit." Kata Hakim, film ini tidak beredar di gedung bioskop 21
atau XXI. Film ini beredar di kalangan para aktivis di seputaran tahun 2001, pasca
Presiden ke-4 Republik Indonesia, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dijerat dengan
pasal politik yang tak masuk akal dan berujung pelengseran.

Hakim melanjutan, Gus Dur sebagai presiden emoh mengkompromikan hal prinsip yang
itu sudah dikunci mati dalam konstitusi negara. Walau dikeroyok oleh para politisi
yang dulu mendukungnya di Pemilihan Presiden 1999, Presiden Gus Dur tak gentar. Dia
berani menghadapinya sendirian, bahkan ketika tak didukung oleh kekuatan militer,
di mana ia adalah Panglima Tertingginya.

Nah, film tadi bercerita tentang keberanian Presiden yang juga merupakan cucu
Hadratus Syekh Hasyim Asy’ary. Adalah sutradara asal Australia, Curtis Levy yang
membesutnya. Diproduksi dan ditayangkan Australian Broadcast Corporations (ABC).
High Noon in Jakarta dengan apik, epik dan apa adanya, merekam satu ruas sejarah
Indonesia tentang keberanian seorang Presiden bernama Gus Dur dalam mengambil
keputusan penting berefek internasional terkait pelanggaran HAM di Timor Leste yang
melibatkan militer Indonesia.

Menko Polkam era Presiden Gus Dur, Wiranto dianggap terlibat dan harus bertanggung
jawab mengingat posisinya sebagai pemegang pucuk pimpinan militer ketika peristiwa
itu terjadi. Gus Dur akhirnya memang menonaktifkan Jendral Wiranto dari posisinya
sebagai Menko Polkam, dalam situasi politik di mana Presiden (sebenarnya) butuh
back-up militer secara politik, mengingat posisi pemerintahan transisi kala itu.

Keberanian Gus Dur itu oleh Levy disandingkan dengan keberanian dan kesatriaan
seorang sheriff dalam film High Noon, hanya sendirian melawan sekawanan bandit yang
menantang duel di siang bolong. Untuk membuat film dokumenter ini, Levy membutuhkan
waktu 4 bulan, termasuk mengikuti perjalanan Gus Dur selama 15 hari ke Eropa dan
Asia. Lebih lengkap tulisan Ahmad Hakim Jayli bisa disimak di
https://arrahim.id/hj/high-noon-in-jakarta-film-dokumenter-tentang-keberanian-gus-
dur-melawan-bandit-ham/

#20thGusDurKeluarIstana #GusDurDipaksaLengser #TeladanGusDur


------

High Noon in Jakarta - Episode of Series “Big picture”.

A look at the life of Abdurrahman Wahid, the first democratically elected President
of Indonesia and the many challenges he faces in governing this highly fragmented
society. Shows the pressure Wahid faces from the Army, which is reluctant to hand
over powers it gained under the 30 years of General Soeharto’s dictatorship.
Follows Wahid on a foreign trip while back in Indonesia General Wiranto, the
Indonesian military leader, has been accused of human rights abuses against the
East Timorese people. An interesting and insightful documentary of President Wahid,
his family, his Islamic beliefs and philosophy, and his political diplomacy with
foreign leaders and the international media. Includes images of some personal and
upfront moments in Wahid’s daily rituals.

High Noon in Jakarta - Episode Seri "Gambaran Besar".

Melihat kehidupan Abdurrahman Wahid, Presiden Indonesia pertama yang terpilih


secara demokratis dan banyak tantangan yang dihadapinya dalam mengatur masyarakat
yang sangat terfragmentasi ini. Menunjukkan tekanan yang dihadapi Wahid dari
Angkatan Darat, yang enggan menyerahkan kekuasaan yang diperolehnya di bawah 30
tahun kediktatoran Jenderal Soeharto. Mengikuti Wahid dalam perjalanan luar negeri
saat kembali ke Indonesia Jenderal Wiranto, pemimpin militer Indonesia, telah
dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap rakyat Timor Timur. Sebuah
film dokumenter yang menarik dan mendalam tentang Presiden Wahid, keluarganya,
keyakinan dan filosofi Islamnya, dan diplomasi politiknya dengan para pemimpin
asing dan media internasional. Termasuk gambar dari beberapa momen pribadi dan
dimuka dalam ritual sehari-hari Wahid.
------

An unprecedented view from within the Presidential Palace in Jakarta as President


Abdurrahman Wahid takes on the power of the military in a tactical battle over who
will run Indonesia.

Award winning filmmaker, Curtis Levy, lived at the President's palace for four
months to make this intimate portrayal of his life. Abdurrahman Wahid, known as Gus
Dur, is virtually blind and has had two strokes. He is in a sense a renaissance man
who loves listening to Beethoven and Janis Joplin. Before he lost his sight, Gus
Dur was a big fan of movies such as High Noon and the films of Francois Truffaut.

The filming took place at a time when Wahid was locked in a do-or-die struggle with
General Wiranto. The General had been the strongman for the former dictator,
Soeharto, and was in charge of the Indonesian army during the sacking of East Timor
after the referendum. During the course of the film, President Wahid outmanoeuvres
Wiranto in much the same way as a master chess player outwits his opponent.

Before becoming President, Wahid was head of the largest Islamic organisation in
the world, Nahdlatul Ulama, with 34 million followers. Levy first filmed with Wahid
more than 10 years ago when he was a thorn in the side of former President Suharto,
campaigning for democratic reform. Levy remained friends with Wahid over the years
and when Wahid became President, he invited him to come to Jakarta to make a film.

Levy joined the President every day at 4.30 for his morning walk of several laps
around the palace, then accompanied him on a hectic round of engagements, filming
meetings with world leaders such as Xanana Gusmao and Kofi Anan. During the crisis
with General Wiranto, Levy accompanied Wahid on a journey through 13 countries in
16 days to whip up international support. It was while they were on this trip that
Wahid decided to sack General Wiranto.

Produced by: Curtis Levy and Christine Olsen


Directed by: Curtis Levy
------

Pemandangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari dalam Istana Kepresidenan di
Jakarta saat Presiden Abdurrahman Wahid mengambil alih kekuasaan militer dalam
pertempuran taktis mengenai siapa yang akan memimpin Indonesia.
Pembuat film pemenang penghargaan, Curtis Levy, tinggal di istana Presiden selama
empat bulan untuk membuat penggambaran intim tentang hidupnya ini. Abdurrahman
Wahid, yang dikenal sebagai Gus Dur, sebenarnya buta dan telah mengalami dua kali
stroke. Dia dalam arti seorang pria renaisans yang suka mendengarkan Beethoven dan
Janis Joplin. Sebelum kehilangan penglihatannya, Gus Dur adalah penggemar berat
film-film seperti High Noon dan film-film Francois Truffaut.

Syuting berlangsung pada saat Wahid terkunci dalam perjuangan do-or-die dengan
Jenderal Wiranto. Jenderal itu adalah orang kuat mantan diktator, Soeharto, dan
bertanggung jawab atas tentara Indonesia selama pemecatan Timor Timur setelah
referendum. Selama film itu, Presiden Wahid mengungguli Wiranto dengan cara yang
hampir sama seperti seorang pecatur ahli mengecoh lawannya.

Sebelum menjadi Presiden, Wahid adalah ketua organisasi Islam terbesar di dunia,
Nahdlatul Ulama, dengan 34 juta pengikut. Levy pertama kali difilmkan dengan Wahid
lebih dari 10 tahun yang lalu ketika dia menjadi duri di pihak mantan Presiden
Suharto, berkampanye untuk reformasi demokrasi. Levy tetap berteman dengan Wahid
selama bertahun-tahun dan ketika Wahid menjadi Presiden, dia mengundangnya untuk
datang ke Jakarta untuk membuat film.

Levy bergabung dengan Presiden setiap hari pada pukul 4.30 pagi untuk jalan-jalan
pagi beberapa putaran di sekitar istana, kemudian menemaninya dalam putaran
pertunangan yang sibuk, merekam pertemuan dengan para pemimpin dunia seperti Xanana
Gusmao dan Kofi Anan. Selama krisis dengan Jenderal Wiranto, Levy menemani Wahid
dalam perjalanan melalui 13 negara dalam 16 hari untuk mengumpulkan dukungan
internasional. Dalam perjalanan itulah Wahid memutuskan untuk memecat Jenderal
Wiranto.

Diproduksi oleh: Curtis Levy dan Christine Olsen


Disutradarai oleh: Curtis Levy

====================================================

High Noon In Jakarta, Sebuah Film Dokumenter Gus Dur yang Direkomendasikan Inayah
Wahid. Putri bungsu Al Maghfurlah Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus
Dur, Inayah Wahid, mereferensikan sebuah film dokumentasi kyai yang presiden itu
saat menjabat presiden.

"Salah satu alasan yang bikin kesel adalah tindakan GD (Gus Dur) terhadap Pak
Wiranto. Tindakannya kayak apa, salah satu referensi yg bagu adalah film "High Noon
in Jakarta"-nya Curtis Levy yang mendokumentasikan tindakan GD yg minta Pak Wir utk
turun krn saat itu ditengarai tersangkut kasus pelanggaran HAM di Timor Leste. Iya,
tindakannya bukan berusaha membuka penyamaran Pak Wir ketika jd kenek, bukan. Oia,
filmnya bisa ditonton di YT l9h gaes. Mending nonton ginian lah, drp nonton artis
ngeprank mulu!" tulis Inayah Wahid yang akrab disapa Nay di akun Instagramnya, Juli
2021.

CEO TV9 Nusantara, Ahmad Hakim Jayli, mengulas film dokumenter dimaksud Mbak Nay
itu dalam tulisannya yang berjudul "High Noon in Jakarta: Kisah Keberanian Gus Dur
Melawan Politisi Bandit." Kata Hakim, film ini tidak beredar di gedung bioskop 21
atau XXI. Film ini beredar di kalangan para aktivis di seputaran tahun 2001, pasca
Presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid, dijerat dengan pasal politik yang tak masuk
akal dan berujung pelengseran.

Hakim melanjutan, Gus Dur sebagai presiden emoh mengkompromikan hal prinsip yang
itu sudah dikunci mati dalam konstitusi negara. Walau dikeroyok oleh para politisi
yang dulu mendukungnya di Pemilihan Presiden 1999, Presiden Gus Dur tak gentar. Dia
berani menghadapinya sendirian, bahkan ketika tak didukung oleh kekuatan militer,
di mana ia adalah Panglima Tertingginya.

Nah, film tadi bercerita tentang keberanian Presiden yang juga merupakan cucu
Hadratus Syekh Hasyim Asy’ary. Adalah sutradara asal Australia, Curtis Levy yang
membesutnya. Diproduksi dan ditayangkan Australian Broadcast Corporations (ABC).
High Noon in Jakarta dengan apik, epik dan apa adanya, merekam satu ruas sejarah
Indonesia tentang keberanian seorang Presiden bernama Gus Dur dalam mengambil
keputusan penting berefek internasional terkait pelanggaran HAM di Timor Leste yang
melibatkan militer Indonesia.

Menko Polkam saat itu, Wiranto dianggap terlibat dan harus bertanggung jawab karena
memegang pucuk pimpinan militer ketika peristiwa itu terjadi. Gus Dur akhirnya
memang menonaktifkan Jendral Wiranto dari posisinya sebagai Menko Polkam, dalam
situasi politik di mana Presiden (sebenarnya) butuh back-up militer secara politik,
mengingat posisi pemerintahan transisi kala itu.

Keberanian Gus Dur itu oleh Levy disandingkan dengan keberanian dan kesatriaan
seorang sheriff dalam film High Noon, hanya sendirian melawan sekawanan bandit yang
menantang duel di siang bolong. Tulisan Ahmad Hakim Jayli bisa disimak di
https://arrahim.id/hj/high-noon-in-jakarta-film-dokumenter-tentang-keberanian-gus-
dur-melawan-bandit-ham/

#20thGusDurKeluarIstana #GusDurDipaksaLengser #TeladanGusDur


-----
Pemandangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari dalam Istana Kepresidenan di
Jakarta saat Presiden KH Abdurrahman Wahid mengambil alih kekuasaan militer dalam
pertempuran taktis mengenai siapa yang akan memimpin Indonesia.

Pembuat film pemenang penghargaan, Curtis Levy, tinggal di istana Presiden selama
empat bulan untuk membuat penggambaran intim tentang hidupnya ini. Abdurrahman
Wahid, yang dikenal sebagai Gus Dur, sebenarnya telah mengalami dua kali stroke.
Dia dalam arti seorang pria renaisans yang suka mendengarkan Beethoven dan Janis
Joplin. Sebelum kehilangan penglihatannya, Gus Dur adalah penggemar berat film-film
seperti High Noon dan film-film Francois Truffaut.

Syuting berlangsung pada saat Abdurrahman Wahid terkunci dalam perjuangan do-or-die
dengan Jenderal Wiranto. Jenderal itu adalah orang kuat mantan diktator, Soeharto,
dan bertanggung jawab atas tentara Indonesia selama pemecatan Timor Timur setelah
referendum. Selama film itu, Presiden Wahid mengungguli Wiranto dengan cara yang
hampir sama seperti seorang pecatur ahli mengecoh lawannya.

Sebelum menjadi Presiden, Wahid adalah ketua organisasi Islam terbesar di dunia,
Nahdlatul Ulama, dengan 34 juta pengikut. Levy pertama kali memfilmkan Abdurrahman
Wahid lebih dari 10 tahun yang lalu ketika dia menjadi duri di pihak mantan
Presiden Soeharto, karena berkampanye untuk reformasi demokrasi. Levy tetap
berteman dengan Wahid selama bertahun-tahun dan ketika Wahid menjadi Presiden, dia
mengundangnya untuk datang ke Jakarta untuk membuat film.

Levy bergabung dengan Presiden setiap hari pada pukul 4.30 pagi untuk jalan-jalan
pagi beberapa putaran di sekitar istana, kemudian menemaninya dalam rangkaian
pertemuan yang sibuk, merekam pertemuan dengan para pemimpin dunia seperti Xanana
Gusmao dan Kofi Anan. Selama krisis dengan Jenderal Wiranto, Levy menemani Wahid
dalam perjalanan melalui 13 negara dalam 16 hari untuk mengumpulkan dukungan
internasional. Dalam perjalanan itulah Wahid memutuskan untuk memecat Jenderal
Wiranto.

Anda mungkin juga menyukai