PENDAHULUAN
Radiografi adalah proses pencatatan suatu gambar bagian tubuh menggunakan satu
atau lebih jenis IR (kaset / Film, kaset / fosfor piring, atau fluoroscopic / layar TV). Hasil
citra yang ditampilkan akan banyak berpengaruh dengan factor-faktor fisika dan anatomi
tubuh manusia itu sendiri sebagai objek pemeriksaan.
1
BAB II
I. POSISI ANATOMIS
Posisi anatomis merupakan metode untuk mengobservasi ataupun mendapatkan
pencitraan yang tepat dan sebenarnya. Ketika dalam posisi anatomis, subjek berdiri tegak
menghadap pengamat, ekstremitas atas ditempatkan di samping badan, telapak tangan
diputar ke depan, dan kaki datar di lantai.
Gambar 1
Posisi anatomis
2
I.3 POTONGAN (SECTIONS)
Potongan dapat diistilahkan permukaan datar yang membagi struktur tubuh.
Penamaannya sesuai dengan bidang yang dipotong, seperti transverse, frontal, dan
midsagittal.
Gambar 2
POTONGAN BAGIAN TUBUH
Istilah Directional digunakan untuk menemukan salah satu bagian dari tubuh yang
tepat dan untuk mengurangi penjelasan yang panjang. Misalnya dalam menentukan suatu
arah dari anggota tubuh, dapat digunakan Superior/Cephalic/Cranial, Inferior/Caudal,
Anterior/ Ventral/ Rostral, Posterior/ Dorsal, superficial dan visceral.
3
I.5 AREA
4
Komponen nonselular utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan matriks
organic (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu garam kristal,
yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini
memampatkan kekuatan tulang. Matriks organic tulang disebut juga sebagai osteoid.
Sekitar 70 % dari osteoid adalah kolagen tipe 1 yang kaku dan memberikan daya rentang
tinggi pada tulang. Bahan penyusun lain yang berupa proteoglikan seperti asam
hialuronat.
Hampir semua tulang berongga di bagian tengahnya. Struktur demikian
meamksimalkan kekuatan struktur tulang dengan bahan yang relatif kecil atau ringan.
Kekuatan tambahan diperoleh dari susunan kolagen dan mineral dalam jaringan tulang.
Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lamellar. Tulang yang berbentuk anyaman
terlihat saat pertumbuhan cepat, sewaktu dalam perkembangan janin atau sesudah
terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan digantikan oleh tulang yang lebih
dewasa yang berbentuk lamellar.
Diafisis atau batang, adalah bagaian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini
tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Metafisis adalah bagian
tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini tersusun oleh tulang
trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sel-sel hemapoeitik. Sumsum merah
terdapat juga pada epifisis dan diafisis tulang. Pada orang dewasa, aktifitas hemapoietik
terbatas pada sternum dan Krista iliaka.
Metafisis juga merupakan daerah yang menopang sendi dan menyediakan ruang yang
cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligament pada epifisis. Lempeng epifisis adalah
daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akan menghilang pada
tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan dengan sendi tulang panjang
yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh
tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel
yang dapat berproliferasi dan berperan dalam pertumbuhan tranversal tulang panjang.
Kebanyakan tulang panjang memiliki arteri nutrisia khusus. Lokasi dan keutuhan dari
arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu
tulang yang patah.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel: osteoblas,
osteofit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1
dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang
disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas
5
mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam
mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatase akan
memasuki aliran darah, dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah
dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami
patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang.
Osteofit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar berinti
banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti
oteoblas dan osteofit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim
proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral
tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas dalam aliran darah.
Metabolism tulang diatur oleh beberapa hormone. Suatu peningkatan kadar hormon
paratiroid (PTH) mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang,
menyebabkan kalsium dan fosfat diabsopsi dan bergerak memasuki serum. Vitamin D
mempengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Bila tidak ada vitamin D, PTH tidak akan
menyebabkan absorpsi tulang. Fungsi osteoblastik akan tertekan apabila glukokortikoid
diberikan dalam jumlah besar. Keadaan ini dapat menyebabkan osteoporosis akibat
kegagalan osteoblas membentuk matriks tulang baru.
Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan
dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia
dan otot. Terdapat 3 tipe sendi :
1. Sendi fibrosa (sinartrodial), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.
6
2. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial), merupakan sendi yang dapat sedikit bergerak
3. Sendi synovial (diartrodial), sendi yang dapat digerakkan dengan bebas.
b. Sendi Putar
Sendi putar yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan salah satu tulang berputar
terhadap tulang yang lain sebagai porosnya. Dijumpai pada hubungan antara Os.
Humerus dengan Os. Ulna dan Os. Radius, hubungan antar Os. Atlas dengan Os.
Cranium.
c. Sendi Pelana/Sendi Sellaris
Sendi pelana yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan ke segala
7
arah/gerakan bebas. Dijumpai pada hubungan Os. Scapula dengan Os. Humerus,
hubungan antara Os. Femur dengan Os. Pelvis virilis.
d. Sendi Kondiloid atau Elipsoid
Sendi Kondiloid yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan berporos
dua, dengan gerak ke kiri dan ke kanan; gerakan maju dan mundur; gerakan
muka/depan dan belakang. Ujung tulang yang satu berbentuk oval dan masuk ke dalam
suatu lekuk yang berbentuk elips. Dijumpai pada hubungan Os. Radius dengan Os.
Carpal.
e. Sendi Peluru
Sendi peluru yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan ke segala
arah/gerakan bebas. Dijumpai pada hubungan Os. Scapula dengan Os. Humerus,
hubungan antara Os. Femur dengan Os. Pelvis virilis.
f. Sendi Luncur
Sendi luncur yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan badan
melengkung ke depan (membungkuk) dan ke belakang serta gerakan memutar
(menggeliat). Hubungan ini dapat terjadi pada hubungan antarruas tulang belakang,
persendian antara pergelangan tangan dan tulang pengumpil.
8
II.3 OTOT
Berdasarkan jenisnya, otot terbagi menjadi tiga macam, yaitu otot jantung, otot lurik,
dan otot polos. Lakukanlah eksperimen berikut untuk mengetahui perbedaan struktur
masing-masing otot.
9
b. Otot Jantung atau Myocardium
Otot jantung hanya terdapat pada jantung. Otot ini secara anatomis
mempunyai ciri seperti otot lurik, tetapi berinti banyak dan terletak di tengah. Otot
jantung mempunyai cabang-cabang yang menghubungkan sel satu dengan
selsel lain disebut anastomosis. Batas antarselnya tampak jelas dan disebut diskus
interkalaris.
c. Otot Polos
Sel-sel otot polos mempunyai bentuk seperti gelendong, berinti satu, dan
terdapat di tengah. Miofibril berwarna polos (tidak berwarna gelap dan terang).
Kerja otot polos adalah tidak sadar (tidak dipengaruhi kehendak), lambat, teratur,
dan tidak mudah lelah. Otot polos terdapat pada dinding saluran pencernaan,
saluran pernapasan, dan pembuluh darah sehingga sering disebut otot alat-alat
dalam.
10
II.4.1 Kepala (SKULL)
Calvaria(skullcap) :
1.frontal
2.Parietalkanan
3.parietal kiri
4.Oksipital
Floor (bagianbawah) :
5.temporal kanan
6.Temporal kiri Gambar 2
7.Sphenoid (sfe'-noid)
8. Ethmoid (eth'-moid)
11
Gambar 3
Gambar 5
12
Gambar 6
Gambar 7
Tulang ektremitas atas dibagi menjadi 4 bagian utama yaitu telapak tangan dan wrist,
lengan bawah, lengan atas dan sendi bahu.
Pada telapak tangan dan pergelangan tangan dibagi menjadi 27 tulang, dan
dikelompokkan menjadi 3, yaitu 14 tulang phalang, 5 tulang metacarpals dan 8 carpal
(telapak tangan)
13
3. Lower Limb
Tulang ektremitas bawah dibagi atas telapak kaki, tungkai dan femur. Yang terdiri
dari 26 tulang:
14 phalanges (bones of toes)
5 metatarsals
7 tarsals (bones of ankle)
3.1 Anatomi
3.1.1 Pelvis
Pelvis terdiri atas sepasang tulang panggul (hip bone) yang merupakan tulang pipih.
Masing-masing tulang pinggul terdiri atas 3 bagian utama yaitu ilium, pubis dan ischium.
Ilium terletak di bagian superior dan membentuk artikulasi dengan vertebra sakrum, ischium
14
terletak di bagian inferior-posterior, dan pubis terletak di bagian inferior-anterior-medial.
Bagian ujung ilium disebut sebagai puncak iliac (iliac crest). Pertemuan antara pubis dari
pinggul kiri dan pinggul kanan disebut simfisis pubis. Terdapat suatu cekungan di bagian
pertemuan ilium-ischium-pubis disebut acetabulum, fungsinya adalah untuk artikulasi dengan
tulang femur.
3.1.2 Femur
Femur merupakan tulang betis, yang di bagian proksimal berartikulasi dengan pelvis
dan dibagian distal berartikulasi dengan tibia melalui condyles. Di daerah proksimal terdapat
prosesus yang disebut trochanter mayor dan trochanter minor, dihubungkan oleh garis
intertrochanteric. Di bagian distal anterior terdapat condyle lateral dan condyle medial untuk
artikulasi dengan tibia, serta permukaan untuk tulang patella. Di bagian distal posterior
terdapat fossa intercondylar.
3.1.3 Tibia
Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial dibanding dengan
fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki condyle medial dan lateral di mana keduanya
merupakan facies untuk artikulasi dengan condyle femur. Terdapat juga facies untuk
berartikulasi dengan kepala fibula di sisi lateral. Selain itu, tibia memiliki tuberositas untuk
perlekatan ligamen. Di daerah distal tibia membentuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal
dan malleolus medial.
3.1.4 Fibula
Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral dibanding dengan
tibia. Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan di bagian distal,
fibula membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal.
15
3.1.5 Tarsal
Tarsal merupakan 7 tulang yang membentuk artikulasi dengan fibula dan tibia di
proksimal dan dengan metatarsal di distal. Terdapat 7 tulang tarsal, yaitu calcaneus, talus,
cuboid, navicular, dan cuneiform (1, 2, 3). Calcaneus berperan sebagai tulang penyanggah
berdiri.
3.1.6 Metatarsal
Metatarsal merupakan 5 tulang yang berartikulasi dengan tarsal di proksimal dan
dengan tulang phalangs di distal. Khusus di tulang metatarsal 1 (ibu jari) terdapat 2 tulang
sesamoid.
3.1.7 Phalangs
Phalangs merupakan tulang jari-jari kaki. Terdapat 2 tulang phalangs di ibu jari dan 3
phalangs di masing-masing jari sisanya. Karena tidak ada sendi pelana di ibu jari kaki,
menyebabkan jari tersebut tidak sefleksibel ibu jari tangan.
16
BAB III
RADIOGRAPHIC POSITIONING
Posisi pasien adalah posisi pasien secara keseluruhan pada saat di lakukan
pemeriksaan dengan menggunakan sinar-x atau pada saat dilakukan pemotretan
(pengambilan gambar). Adapun posisi pasien saat melakukan pemotretan atau pengambilan
gambar dalam pemeriksaan radiografi antara lain :
17
Tendelenburg : posisi pasien tidur dimana kaki lebih tinggi dari kepala.
• Powler : posisi pasien tidur dimana posisi kaki lebih rendah dari kepala.
Posisi objek adalah posisi pasien pada sebagian tubuh pada saat di lakukan
pemeriksaan dengan menggunakan sinar-x atau pada saat dilakukan pemotretan
(pengambilan gambar). Adapun posisi objek saat melakukan pemotretan atau pengambilan
gambar dalam pemeriksaan radiografi antara lain :
Fleksio : gerakan melipat sendi.
Ekstensio : gerakan membuka sendi.
Endorotasi : gerakan memutar ke dalam.
Eksorotasi : gerakan memutar ke luar.
Adduksi : gerakan merapat ke tubuh.
Abduksi : gerakan menjauh dari tubuh.
Eversion : gerakan memutar ke luar atau lateral
Inversion : gerakan memutar ke dalam atau medial
Inspirasi : gerakan menarik nafas.
18
Ekspirasi : gerakan mengeluarkan nafas.
Anteroposterio : posisi pasien bisa berdiri (erect position) atau tidur (supine position) dimana
bagian belakang dari tubuh menempel pada bidang kaset dan bagian depan menghadap
datangnya arah sinar, arah sinar (central ray) tegak lurus terhadap bidang kaset.
a. Proyeksi dan posisi pada pemeriksaan Pedis AP
Posisi pasien diposisikan tidur tengah (supine). Kaki difleksikan dan telapak kaki
menghadap meja pemeriksaan. Posisi obyek : Telapak kaki menempel pada kaset. Kaset
horizontal diatas meja pemeriksaan. Focus Film Distance (FFD) : 90 – 100 cm, Central Ray
(CR) vertikal / tegak lurus terhadap bidang kaset, Central Point (CP) terletak pada Metatarsal
digiti 3.
b. Proyeksi dan posisi pada pemeriksaan pada Pedis dengan proyeksi AP Axial
Posisi pasien diposisikan tidur tengah (supine). Kaki difleksikan dan telapak kaki menghadap
meja pemeriksaan. Posisi obyek : Telapak kaki menempel pada kaset. Kaset horizontal diatas
meja pemeriksaan. Focus Film Distance (FFD) : 90 – 100 cm, Central Ray (CR) 10º (ke arah
os calcaneus), Central Point (CP) terletak pada Metatarsal digiti 3.
19
c. Proyeksi dan posisi pada pemeriksaan pada Pedis dengan proyeksi AP Oblique Dengan
Lateral Rotation
Pasien diposisikan tidur tengadah (supine). Kaki difleksikan, telapak kaki menghadap meja
pemeriksaan. Posisi obyek : Kaki diendorotasikan membentuk sudut 30º terhadap bidang
kaset pada sisi lateral. Focus Film Distance (FFD) : 90 – 100 cm, Central Ray (CR) : Vertikal
/ tegak lurus terhadap bidang kaset, Central Point (CP) : Metatarsal digiti 3.
d. Proyeksi dan posisi pada pemeriksaan pada Pedis dengan proyeksi AP Oblique Dengan
Medial Rotation
Pasien diposisikan tidur tengadah (supine). Kaki difleksikan, telapak kaki menghadap meja
pemeriksaan. Posisi obyek kaki diendorotasikan membentuk sudut 30º terhadap kaset pada
sisi medial. Focus Film Distance (FFD) : 90 – 100 cm, Central Ray (CR) : Vertikal / tegak
lurus kaset, Central Ray (CP) : Metatarsal digiti III.
20
Kriteria gambar : tampak gambaran AP oblique pada daerah ossa phalang, ossa metatarsal.
Tampak persendian os cuboideum dan os calcaneus serta daerah persendian os cuneiform
lateral.
21
bidang kaset, Central Point (CP) terletak pada pertengahan wrist joint atau middle carpal atau
pergelangan tangan..
d. Proyeksi dan posisi pada pemeriksaan Wrist Joint PA (Ulnar dan Radius Pleksi)
Pasien di posisikan duduk di samping meja pemeriksaan dengan tangan di pleksikan. Posisi
objek bagian anterior dari tangan dekat dengan bidang kaset dengan bagian wrist joint di
pleksikan kea rah radius atau ulna. Focus Film Distance (FFD) : 90 – 100 cm, Central Ray
(CR) adalah Vertikal / tegak lurus terhadap bidang kaset, Central Point (CP) terletak pada
pertengahan wrist joint atau middle carpal atau pergelangan tangan.
PROYEKSI AXIAL
Pengambilan gambar dengan arah sinar atau central ray membentuk sudut.
a. Proyeksi dan posisi pada pemeriksaan Calcaneus Axial (Plantodorsal)
Pasien diposisikan tidur tengadah (supine) atau duduk diatas meja pemeriksaan dengan kaki
diekstensikan. Posisi Obyek Pedis diletakkan vertikal diatas kaset horisontal. Jari-jari kaki
full ekstensi dengan ditarik kain supaya tidak superposisi dengan calcaneus.Central ray (CR)
40° Cranialli. Central point (CP) : Metatarsal III.
Kriteria gambar : Tampak gambaran proyeksi axial Os Calcaneus dan daerah subtalar joint.
IV.1 Proyeksi AP
Untuk vertebra cervikalis, sinar sentral diarahkan pada titik paling menonjol dari
kartilago tiroid, biasanya ini tepat di segmen anterior VC IV. Untuk mendapatkan
24
gambaran dens epistrophii dan articulasio atlantooccipitalis, maka pemeriksaan AP
dilakukan dengan mulut pasien terbuka selebar mungkin, sambil mengucap “aaa” agar
lidah melekat di dasar cavum oris, sehingga bayangan lidah tidak superimposed dengan
artikulasio tersebut. Kerusakan dens epistropii dapat berakibat ‘sudden death’ karena
menekan medulla oblongata.
25
V. Skelton Apendikularis
Meliputi coxae, ekstremitas superior dan inferior.
V.1 Coxae
Pada proyeksi AP, posisi pasien supine, film diletakkan antara crista iliaka sampai di
bawah trochanter minor femur. Pada kondisi normal, coxae akan Nampak simetris.
Fraktur coxae hampir selalu terjadi multiple dibeberapa tempat, karena coxae merupakan
tulang berbentuk cincin yang tersambung pada articulation sacroiliaka dan pada simpisis
pubis. Proyeksi lateral sangat baik untuk menunjukkan gambaran os sacrum. Pada posisi
AP, dapat diamati dengan jelas os illium, os ischium dan os pubis.
Pada prinsipnya, posisi foto untuk ekstremitas superior adalah seperti dalam tabel di
bawah ini :
26
27
II.2.1 Indikasi klinis
Indikasi klinis berkaitan dengan semua teknologi yang digunakan untuk mendapatkan
hasil yang maksimal. Berikut beberapa indikasi untuk dilakukannya pemerikaan foto
ektremitas atas, yaitu :
a. Metastasis tulang mengacu untuk mentransfer penyakit atau lesi kanker dari satu
organ atau bagian yang mungkin tidak secara langsung terhubung. Semua tumor
ganas memiliki kemampuan untuk bermetastasis, atau mentransfer sel-sel ganas dari
satu bagian tubuh ke tubuh lain, melalui aliran darah atau pembuluh getah bening atau
dengan ekstensi langsung. Metastasis adalah yang paling umum dari tumor-tumor
tulang ganas.
b. Bursitis Bursitis (ber-si'-tis) adalah peradangan pada bursae atau kantung fluidfilled
yang menyertakan sendi, proses umumnya melibatkan pembentukan kalsifikasi pada
tendon terkait, yang menyebabkan rasa sakit dan terbatas pergerakan sendi.
c. Carpal tunnel syndrome Carpal (kar'-pal) tunnel syndrome adalah gangguan yang
menyakitkan umum dari pergelangan tangan dan hasil handthat dari kompresi saraf
median saat melewati pusat pergelangan tangan, hal ini paling sering ditemukan pada
wanita paruh baya.
d. Fraktur Fraktur ( frak' - chur ) adalah diskontinuitas dalam struktur tulang yang
disebabkan oleh kekuatan ( langsung atau tidak langsung ) . Berbagai jenis patah
tulang telah diidentifikasi , ini diberi nama oleh luasnya fraktur , arah garis fraktur ,
keselarasan fragmen tulang , dan integritas jaringan di atasnya.
Secara umum, indikasi pemeriksaan dapat dilihat pada gambar berikut :
28
II.2.2 Proyeksi Rutin dan Khusus
II.2.2.1 Proyeksi pada jari tangan
Posisi yang rutin dilakukan adalah proyeksi PA, lateral dan oblik. Pada posisi
PA pasien duduk di kursi dekat ujung meja, dengan siku tertekuk sekitar 90 ° dan
dengan tangan dan lengan yang rileks di atas meja.
PROYEKSI PA
PROYEKSI OBLIK
PROYEKSI LATERAL
29
II.2.2.2 Proyeksi pada ibu jari tangan
Pemeriksaan rutin yang digunakan dengan menggunakan posisi AP, PA oblik
dan lateral.
PROYEKSI AP
PROYEKSI LATERAL
Posisi special dapat dibuat dengan modifikasi AP axial, yang dimodifikasi oleh
Robert’s, seperti dapat pada gambar dibawah ini:
30
AP axial projection—modified Robert’s method
PROYEKSI PA
31
PROYEKSI OBLIK
32
II.3 Ekstremitas Inferior
Pada prinsipnya, posisi foto untuk ekstremitas superior adalah seperti dalam tabel berikut,
Fraktur dan dislokasi pada lutut sering terjadi pada atlet. Foto standar dengan
menggunakan proyeksi AP, lateral, dan oblik juga dapat ditambahkan dan untuk
pengamatan khusus pada sendi patellofemoral dapat dibuat proyeksi sunrise view.
33
Indikasi Klinis
Indikasi klinis pemeriksaan pada ekstremitas inferior dapat dilihat selengkapnya pada
gambar berikut :
34
III.2 Tulang Kepala
Proyeksi tengkorak dapat diambil dengan pasien dalam berbaring atau tegak posisi,
tergantung pada kondisi pasien. Gambar dapat diperoleh dalam posisi tegak dengan
menggunakan meja x-ray standar dalam posisi vertikal atau tegak Bucky. Posisi tegak
memungkinkan pasien untuk dengan cepat dan mudah diposisikan dan menggunakan sinar
horizontal. Sebuah balok horisontal diperlukan untuk memvisualisasikan setiap tingkat udara-
cairan yang ada di dalam rongga tengkorak atau sinus.
Gambar 8
35
Penekanan dagu akan membuat OML tegak lurus terhadap IR. Untuk pasien yang
tidak dapat melenturkan leher, sejajarkan IOML tegak lurus terhadap IR. Tambahkan
dukungan radiolusen di bawah kepala jika diperlukan.
• Luruskan pesawat midsagittal ke CR dan garis tengah grid atau permukaan meja / Bucky
• Pastikan tidak ada rotasi kepala dan / atau tidak ada tilt
• Pastikan bahwa titik tengkorak adalah dalam bidang x-ray
Posisi supine
• Posisi Lateral
Tujuan pengambilan proyeksi ini adalah untuk melihat detail-detail tulang kepala
(calvaria cranii), dasar kepala (basis cranii) dan struktur tulang muka (viscerocranium). Pada
gambar lateral Nampak tulang kepala sisi kanan dan sisi kiri berimpit (superimposed),
demikian pula gigi.
Posisi pasien prone, kepala miring ke lateral, sehingga median-sagital plane sejajar
dengan meja dan garis interorbita/interpupillary tegak lurus terhadap film. Pada proyeksi
36
lateral, sinar central diarahkan pada daerah fossa hypophysealis, 2 cm di depan meatus
acustikus ekternus, membentuk sudut 300 dengan orbitomeatal line pada meatus acustikus
internus.
Pada proyeksi lateral diperoleh perbedaan dari tulang calvaria cranii. Bagian anterior
dan posterior merupakan daerah yang kurang padat, sehingga gambarannya lebih lusen. Pada
basal, di posterior sinus sphenoidale tampak gambaran padat, merupakan tulang pars petrous.
37
Os petrosus diproyeksikan lewat orbita, bahkan mengisi hampir keseluruhan cavum
orbita. Rongga posterior dan anterior dari sinus ethmoidal terlihat jelas dan dorsum sellae
terlihat sebagai suatu kurva di antara kedua orbita, di atas os ethmoid.
Posisi khusus :
Submentovertex (SMV)
Tujuan pengambilan ini adalah melihat detail dari basis cranii.
Posisi pasien supine, punggung diganjal sehingga kepala hiperekstensi
posterior, sampai verteks menyentuh meja. Garis orbitomeatal sejajar meja. Sinar sentral ke
arah midsagital plane, di tengah submental, melalui tella turcica, keluar lewat vertex, tegak
lurus garis orbitomeatal. Pada posisi ini akan terlihat canalis auditorius ekternus, tuba
eustachius, telinga tengah (termasuk incus dan caput maleus), sel-sel udara mastoid, prosesus
styloideus, canalis auditorius inernus dan apeks os petrosa. Pengambilan ini juga
menunjukkan foramen occipitaemagnum, foramen ovale, foramen spinosum, foramen
jugulare dan foramen lacerum pada basis kranii.
38
PA axial (Haas method)
Tujuan pemeriksaan ini untuk memperlihatkan gambaran sella terproyeksi
pada FOM.
39
Posisi ini dilakukan pada pasien hypersthenic atau pasien-pasien yang tidak bisa diatur dalam
posisi AP. Pada teknik ini, kening dan hidung menempel meja pemeriksaan/kaset, arah sinar
menyudut ke arah cephalad pada 1 ½ inci di bawah protuberantia occipitalis (inion),
menembus kepala menuju 1 ½ inci di atas nasion (bila kepala mesocephalic, OML tegak
lurus film maka sudut CR kira-kira 250) untuk pasien dengan tipe kepala tertentu, penyudutan
CR diukur dengan protractor.
Pasien prone, MSP tubuh pada pertengahan meja. Elbow fleksi, lengan diatur
sehingga nyaman, bahu diatur simetris. Kening dan hidung menempel meja pemeriksaan,
MSP kepala tegak lurus film pada pertengahan kaset. Leher fleksi sehingga OML tegak lurus
film. Arah sinar 250 cephalad pada kepala menuju 1 ½ inci di atas nasion, penyudutan CR
dapat bervariasi. Kriteria dari posisi ini akan didapatkan Tampak dorsum sellae pada
FOM , jarak tepi kepala dengan margin lateral FOM simetris, petrous pyramids tampak
simetris.
40
Pada radiografi ini, harus tampak phalang distal, phalang proksimal, metatarsophalangeal
joint digiti yang sakit, dan metatarsal bagian distal.
1. Posisi lateral
Kriteria yang tampak dari posisi lateral ini adalah Ankle joint, Talus, Navicular,
Cuneiform I atau medial cuneiform, calcaneus dan cuboid.
41
BAB IV
KESIMPULAN
42
DAFTAR PUSTAKA
43