Anda di halaman 1dari 13

Mengembangkan Skenario Panen Porang Satu Musim Melalui Manipulasi Tanam Lebih

Awal Dan Perlambatan Waktu Dorman Fase Generatif Dengan Pemberian Asam Salisilat
Organik Alami Di Lahan Kering Lombok Utara
Suparman1*, Suwardji2, Kusnarta IGM3

Penelitian tentang skenario panen porang satu musim melalui manipulasi tanam dan perlambatan
waktu dormansi bertujuan untuk mengembangkan inovasi teknologi budidaya porang satu siklus
(9 bulan) dengan memperhatikan ukuran besaran katak/bulbil yang ditanam, mencari konsentrasi
asam salisilat yang tepat yang diberikan untuk mematahkan dormansi pembibitan dan
menghambat terjadinya dormansi sewaktu periode pertumbuhan generaif sehingga petani porang
di Indonesia dapat memanen porang yang menguntungkan dalam satu siklus selama 9 bulan.
Tanaman porang (Amorphophallus muelleri Blume) adalah jenis tanaman umbi umbian yang
mempunyai potensi dan prospek besar untuk dikembangkan di Indonesia terutama di Lombok.
Selain mudah dibudidayakan, tanaman ini tidak memerlukan lahan khusus karena dapat tumbuh
di bawah tegakan perkebunan dan agroforestri dengan penutupan lahan sampai 75%. Umbi
porang mengandung glukomanan yang tinggi, sekitar 35-65 % dari bahan kering. Glukomanan
adalah karbohidrat sulit dicerna (low digestive food) yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan
baku pangan seperti mie teriyaki, makanan dan minuman rendah kalori, bahan obat pelangsing,
pengisi tablet obat, kosmetika, emulsifier, dan pelapis alami. Tanaman porang mempunyai tiga
siklus pertumbuhan yaitu periode vegetatif, generatif dan dorman dalam setiap periode
tumbuhnya setiap tahunnya. Pola pertumbuhan porang dari bibit biji bulbil, bibit umbi, dan bibit
bunga hingga tanaman berbunga dan menghasilkan umbi yang optimal dalam sistem alami
memerlukan waktu tiga sampai empat tahun atau tiga sampai empat periode tumbuh dan dorman.
Setiap siklus tumbuh dan generatif terjadi selama waktu 6–7 bulan dan demikian juga pada
periode dormannya memerlukan waktu 5-6 bulan. Fase dormansi inilah yang menjadi masalah
utama yang menghambat pembesaran umbi lebih cepat, karena harus menunggu musim
penghujan berikutnya baru kemudian mengalami siklus vegetatif lagi sehingga penelitian ini
sangat penting untuk dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi yang optimal. . Hasil
penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi asam salisilat (C7H6O3) 2% merupakan perlakuan
terbaik dalam meningkatkan bobot umbi (52,25%) dibandingkan dengan kontrol. Aplikasi Asam
Salisilat (2%) secara nyata mampu meningkatkan pertumbuhan vegetaif tanaman porang, yang
ditunjukkan melalui peningkatan tinggi tanaman sebesar 50,38% dan pematahan dormansi benih
14 hari lebih cepat dibandingkan dengan kontrol (tanpa penambahan Asam Salisilat ).
Selanjutnya, perlambatan waktu dormansi terjadi 1 bulan lebih lambat dibandingkan dengan
kontrol sehingga dapat memperpanjang fase vegetatif. Konsentrasi asam salisilat 2% adalah
perlakuan yang terbaik, yang dapat direkomendasikan dalam pengembangan teknologi budidaya
porang satu musim yang dapat meningkatkan keuntungan petani.

Respon Tanaman Porang (Amorphophallus Muelleri Blume) Pada Pemberian Biochar Dan
Pupuk Kandang Di Lahan Kering Kabupaten Lombok Utara
Alpan Z.M1, Suwardji2, I Yasin2

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon tanaman porang (Amorphophallus muelleri
Blume) pada pemberian biochar dan pupuk kandang yang dilakukan di lahan kering di
Kabupaten Lombok Utara. Tumbuhan porang (Amorphophallus muelleri Blume) termasuk ke
dalam famili Araceae dan merupakan salah satu tumbuhan sukulen dengan umbi tunggal di
dalam tanah. Tumbuhan ini banyak ditemukan tumbuh di daerah tropika. Porang menyukai
daerah dengan iklim lembab dengan ketinggian 0-700 m dpl, banyak ditemukan tumbuh liar di
kebun, dibelakang rumah, di sela-sela semak belukar di lahan yang tidak dikelola, di hutan-
hutan, di dataran tinggi, di bawah naungan pohon yang tinggi dan rapat. Pertumbuhan porang
membutuhkan intensitas cahaya maksimum 40%, dapat tumbuh pada semua jenis tanah pada pH
6-7 (netral), dan tumbuh baik pada tanah yang gembur serta tidak tergenang air. Sedangkan
untuk curah hujannya antara 300-500 mm per bulan selama periode pertumbuhan. Pada suhu di
atas 35oC daun tanaman akan kering, sedangkan pada suhu rendah dibawah 35oC menyebabkan
tanaman porang menjadi dorman. Di Kabupaten Lombok Utara (KLU) tanaman porang mulai
dicoba di tanam di lahan pertanian berstatus lahan kering dengan menggunakan tanaman utama
seperti jagung atau sogum sebagai penaungnya. Pembudidayaan porang di lahan kering di KLU
berpeluang menghadapi beberapa masalah yakni kesuburan tanah, sifat fisik tanah yang sangat
porous, dan ketersediaan air, namun karena akan di tanam di bawah naungan tanaman utama
serta tersedia air tanah yang melimpah maka permasalahan iklim mikro (kondisi suhu yang
tinggi di sekitar tanaman) dapat di atasi. Lagi pula di KLU telah tersedia pompa air tanah di
semua hamparan pertanian lahan kering di KLU, permasalahan yang tertinggal adalah kesuburan
tanah yang rendah dan sifat tanah yang sangat porous, sementara itu, perbaikan kesuburan tanah
dapat dilakukan dengan pengembalian bahan organik dari residu tanaman ke lahan pertanian,
Penambahan baham organik non pertanian berupa sampah rumah tangga yang dikomposkan dan
pupuk kandang yang ditujukan ke objek tanaman tampaknya dapat mengembalikan kesuburan
tanah serta dapat meningkatkan hasil tanaman. Berdasarkan peryataan di atas maka perlu
dilakukan suatu penelitian yang mempelajari pengaruh biochar sebagai pembenah tanah dan
sebagai bahan dalam memperbaiki status kesuburan tanah. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tanaman porang mempunyai respon positif terhadap pemberian biochar dan pupuk
kandang. Pemberian biochar dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman porang.
Pemberian pupuk kandang secara khusus memperlihatkan pengaruh linier terhadap pertumbuhan
tanaman yaitu tingi tanaman dan diameter batang porang. Namun tidak berpengaruh nyata pada
komponen umbi porang. Meskipun demikian secara kuantitatif selisih berat umbi dari perlakuan
tanpa pupuk kandang dan dengan pupuk kandang 20 ton ha-1 cukup besar, yaitu sekitar 30%
atau 400 g per batang. Pengaruh pupuk yang nyata diperlihatkan pada takaran tertinggi, yaitu 20
ton ha-1 pada takaran tersebut kandungan N total dalam pupuk kandang berkisar 107 kg ha.

Mengembangakan Pembibitan Porang Dengan Sistem Potting Mix Menggunakan


Sumberdaya Lokal Yang Diperkaya Dengan Pgpr (Plant Growth Promotting
Rhizobacteria) Untuk Meningkatkan Produktivitas Porang Di Lombok Utara
Edwin Pratama1*, Sukartono2, Suwardji3, Ismail Yasin4

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh berbagai macam media campuran terhadap
kualitas media dan pertumbuhan bibit porang (Amorphophallus muelleri Blume). Percobaan
potting mix dilakukan di kebun pembibitan porang di Dusun Arungan Bali, Desa Andalan,
Kecamatan Bayan, Lombok Utara. Tanaman porang (Amorphophallus muelleri Blume)
merupakan tanaman yang banyak ditemukan tumbuh di dalam kawasan tegakan hutan. Tanaman
porang tergolong ke dalam famili Araceae dan tumbuh dari dataran rendah sampai 1000 m di
atas permukaan laut dengan suhu antara 25-350C. Pada suhu di atas 35oC daun tanaman akan
kering, sedangkan pada suhu rendah dibawah 35 0C menyebabkan tanaman porang menjadi
dorman. Di kawasan lahan kering Lombok Utara, porang merupakan tanaman yang belum
banyak dibudidayakan dan dikembangkan. Tumbuhan porang termasuk dalam jenis umbi-
umbian yang dapat tumbuh di bawah naungan karena temasuk tanaman golongan C3 yang
membutuhkan intensitas cahaya antara 50-60 % sehingga cocok dikembangkan sebagai tanaman
sela atau tanaman di bawah tegakan hutan, perkebunan dan sistem agroforestri serta dapat
ditumpangsarikan dengan berbagai tanaman lainnya. Pada sistem hutan, tumbuhan porang dapat
dikelola sebagai komponen sistem agroforestri. Umbi porang bisa diolah menjadi bahan pangan,
bahkan dapat dijadikan sebagai bahan pangan alterntif selain padi. Selain sebagai bahan pangan
umbi porang dapat djadikan sebagai bahan baku kosmetik, obat-obatan, dan bahan baku industri
lainnya. dalam membudidayakan tanaman porang, bibit tanaman dapat diperoleh dari umbi, biji,
umbi daun (bulbil), bunga dan daun. Dari beberapa alternatif bibit tanaman tesebut umbi dan
bulbil merupakan sumber bibit yang banyak digunakan oleh petani dalam budidaya porang di
lahan pertanian. Tanah yang berada di daerah Lombok umumnya yaitu tanah dengan tekstur
pasiran (Entisol). Permasalahan tanah entisol yang sering menjadi kendala untuk pengembangan
tanaman porang adalah tanah yang bertekstur kasar dominan pasir, status kesuburan rendah
(bahan organik rendah dan kemampuan memegang air rendah). Dengan kondisi tanah yang
seperti ini diperlukan berbagai cara untuk mengatasi permasalahan media pembibitan.
Diperlukan teknologi masukan lokal yang mampu meningkatkan kesuburan tanah baik fisika,
kimia, dan biologi. Salah satu input bahan yang bisa diperoleh adalah dengan memanfaatkan
PGPR dan pembenah organikseperti biochar dari sumberdaya lokal. Upaya untuk menjaga daya
perkecambahan bibit yang baik diperlukan pemberian Biochar dari sumberdaya lokal yang
diperkaya dengan PGPR yang nantinya diharapkan mampu memperbaiki kulitas tanah dan
pertumbuhan dan bibit dari tanaman porang, karena permaslahan yang terjadi saat sekarang ini
adalah perkecambahan bibit yang rendah dan tidak optimal dapat menghambat pertumbuhan
tanaman. Hasil penenlitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan kombinasi bahan organik
yang yang diberi PGPR mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perbaikan kualitas media
yang ditunjukkan oleh meningkatnya kandungan C-organik, N-total dan P-tersedia, dan kapasitas
air tersedia (Available Water Capacity, AWC) tanah. Perbaikan kualitas media tersebut
berimplikasi terhadap perbaikan pertumbuhan bibit porang.

Respon Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Integrasi Porang (Amorphophallus


muelleri Blume) Dan Jagung (Zea mays L) Akibat Pemberian Plant Growth
Promoting Rhizobacteria Yang Dikombinasikan Dengan Biochar Pada Lahan Kering
Lombok Utara
Ikraman R.1, Mulyati2, Suwardji2, LA Ariabhakti2
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan hasil tanaman porang yang
diintegrasikan dengan jagung akibat pemberian PGPR yang dikombinasikan dengan biochar
pada lahan kering Lombok Utara. Percobaan lapangan dilakukan pada lahan kering Desa
Andalan, kecamatan Bayan, kabupaten Lombok Utara yang dimulai pada bulan September 2020
sampai dengan Februari 2021. Wilayah NTB khususnya Kabupaten Lombok Utara keberadaan
lahan kering baru dimanfaatkan 30% dari total lahan sekitar 41.000 ha. Minimnya pemanfaatan
lahan kering di Lombok Utara dikarenakan tingkat kesuburan tanahnya yang relatif rendah. Salah
satu upaya teknologi dalam bidang pertanian untuk meningkatkan kesuburan tanah yang dapat
menjadi alternatif potensial pada persoalan lahan kering ialah dengan pemanfaatan Plant Growth
Promoting Rhizobacteria (PGPR). Plant Growth Promoting Rhizobacteria ialah sekelompok
mikroba tanah yang berada di sekitar daerah perakaran tanaman yang secara langsung maupun
tidak langsung terlibat dalam pemacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sumberdaya
lokal lainnya yang dapat dijadikan sebagai bahan kombinasi dengan PGPR untuk memperbaiki
kesuburan tanah pada lahan kering ialah biochar. Biochar dapat dibuat dari biomassa limbah
pertanian yang mudah didapatkan seperti tongkol jagung, tempurung kelapa, dan sekam padi.
Biochar adalah arang hayati (arang hitam) dari hasil pembakaran biomassa pada keadaan oksigen
terbatas yang digunakan sebagai salah satu bahan alternatif pembenah tanah khususnya untuk
tanah terdegradasi atau tanah dengan tingkat kesuburan rendah. Perpaduan antara pupuk PGPR
dengan biochar diharapkan mampu meningkatkan kesuburan tanah dan meningkarkan
produktivitas tanaman pada lahan kering. Pada lahan kering Lombok Utara, jagung merupakan
komoditas utama yang banyak dibudidayakan oleh petani, karena dapat bertahan dengan baik
pada lahan kering.. Selain sebagai bahan pangan pokok, jagung juga menjadi sumber pendapatan
yang cukup besar untuk petani. Sehingga dibutuhkan subtitusi dengan tanaman yang baru untuk
diintegrasikan bersama jagung demi peningkatan kesejahteraan petani. Tanaman porang
(Amorphophallus muelleri Blume) dapat menjadi alternatif baru yang dapat mengambil peran
tersebut mengingat nilai ekonomisnya yang tinggi dan prospek pasar yang terjamin. Karakteristik
paling mendasar yang dimiliki oleh tanaman porang ialah tidak terlalu membutuhkan cahaya
matahari secara langsung untuk pertumbuhannya karena tergolong tanaman bertipe C3 . Hasil
penelitian menunjukkan bahwa aplikasi PGPR yang dikombinasikan dengan biochar
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman integrasi porang dan jagung, namun tidak
berpengaruh nyata terhadap hasil dari tanaman integrasi tersebut. Selain itu, kombinasi PGPR
dan biochar berpengaruh nyata terhadap ketersedian N-total tanah dan berdasarkan hasil analisis
nisbah kesetaraan lahan menunjukkan integrasi ini sangat sesuai dan relavan untuk diterapkan
pada lahan kering Lombok Utara.

Analisis Erodibilitas Tanah pada Sistem Agroforestri Berbasis Tanaman Porang


(Amorphophallus Muelleri Blume) dengan Berbagai Tipe Tegakan di Kecamatan Bayan
Kabupaten Lombok Utara.
Rudi Permana, Dr. Ir. I Gusti Made Kusnarta, M.App., Sc., dan Ir. Padusung, MP.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi erodibilitas tanah dan beberapa sifat tanah yang
dapat menentukan besarnya erodibilitas tanah pada sistem agroforestri tanaman Porang dengan
lima macam tegakan yakni: Jati (A1), Jambu Mete (A2), Gamal dan Pisang (A3), Kakao (A4),
dan Kopi (A5) pada tiga Desa yakni Desa Senaru, Sambik Elen, dan Batu Rakit di Kecamatan
Bayan. Erodibilitas tanah adalah tingkat kepekaan tanah untuk tererosi. Apabila nilai erodibilitas
tanah tinggi maka tanah tersebut akan peka dans mudah tererosi sedangkan apabila erodibilitas
rendah maka daya tahan tanah tersebut kuat atau resisten terhadap erosi. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi erodibilitas tanah adalah tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik tanah
dan permeabilitas tanah. Penentuan lokasi percobaan dilakukan secara purposive sampling.
Lahan yang dipilih ialah lahan dengan sistem agroforestri yang memiliki homogenitas seperti:
kemiringan lereng agak curam, posisi lereng bagian atas, bahan induk vulkanik (lava, breksi, dan
tuf Gunung Rinjani), tanah berordo Inceptisol, curah hujan dan topografi relatif sama, dan
pengelolaan lahan pada berbagai macam tegakan. Pengambilan sampel tanah dilakukan secara
diagonal pada 5 tegakan (Jati, Jambu Mete, Gamal dan Pisang, Kakao, dan Kopi) pada sistem
agroforestri tanaman Porang. Sampel tanah diambil secara tidak utuh pada kedalaman 20 cm
(lapisan olah) dan secara utuh dengan menggunakan ring sampel pada kedalaman 5 cm.
Parameter yang diukur yaitu tekstur tanah (metode pipet) dan permeabilitas (metode constan
head), bahan organik (metode Walkley and Black), struktur tanah (metode kualitatif di lapangan),
dan ketebalan seresah pada setiap macam tegakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
erodibilitas tanah pada sistem agroforestri Porang dengan tegakan: Kopi memiliki erodibilitas
terendah (0,416), masing-masing diikuti oleh Jati (0,455), Gamal dan Pisang (0,479), Kakao
(0,575), dan tertinggi adalah Jambu Mete (0,661). Tingkat erodibilitas pada sistem agroforestri
tanaman Porang tegakan Kopi, Jati, Gamal dan Pisang, dan Kakao secara berturut-turut lebih
baik 37%; 31%; 27%; dan 13% terhadap sistem agroforestri tanaman Porang dan Jambu Mete.
Sifat tanah pada sistem agroforestri Porang dan Kopi memiliki kelas tekstur Lempung Berpasir
(Sandy Loam) dengan sebaran fraksi liat 10,7%, debu 26,9%, dan pasir 62,4%. Tipe struktur
tanah “granular” dengan diameter 0,92 cm. Kategori permeabilitas tanah “cepat” dan bahan
organik tanah “sangat tinggi” dengan nilai masing-masing 57,55 cm/jam dan 6,28%. Upaya
dalam memperbaiki kepekaan tanah terhadap erosi pada sistem agroforestri tanaman Porang
dapat dilakukan dengan memadukan tanaman Porang dan Kopi. Kepekaan tanah pada perpaduan
tanaman Porang tegakan Kopi lebih baik daripada tegakan Jati, Jambu Mete, Gamal dan Pisang,
dan Kakao. Tanaman Kopi juga memiliki pasar yang sangat luas, sehingga menjanjikan secara
ekonomi.

Respon Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Porang (Amorphophallus Mulleri Blume)


Terhadap Penggunaan Mulsa, Pupuk Kandang Dan Biochar Di Lahan Kering Lombok
Utara
Mariatul Quro, Dr. Ir. Sukartono, M. Agr., Prof. Ir. Suwardji, M. App. Sc., Ph.D. dan Ir. R. Sutriono, M. P.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan mulsa, pupuk kandang dan
biochar terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman porang di lahan kering Kabupaten Lombok
Utara. Porang (Amorphophallus muelleri Blume) merupakan jenis tanaman umbi-umbian yang
mempunyai potensi dan prospek untuk dikembangkan di berbagai wilayah Indonesia termasuk
Nusa Tenggara Barat (NTB). Pengembangan porang di Kabupaten Lombok Utara telah lama
dikembangkan dan dibudidayakan oleh petani setempat, dan seiring berjalannya waktu sampai
saat ini porang telah menjadi komoditi yang memilki nilai ekonomi yang cukup menjanjikan.
secara agroklimat tanaman porang cocok dikembangkan di Kabupaten Lombok Utara akan tetapi
masih ada faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang penting untuk dikelola yaitu kesuburan
tanah yang relatife rendah. Rendahnya kesuburan tanah di Kabupaten Lombok Utara dicirikan
tanah yang bertekstur kasar, kadar bahan organik rendah, retensi hara dan air rendah.
Penambahan bahan organik dalam bentuk mulsa, biochar dan pupuk kandang berpotensi
meningkatkan pH dan KTK tanah. Pemberian biochar mampu memperbaiki sifat kimia tanah
diantaranya meningkatkan pH (H2O) dan KTK tanah pada berbagai tekstur tanah berpasir. Selain
itu mulsa, dan pupuk kandang juga dapat meningkatkan kesuburan tanah. Selain pengguaan
biochar dan pupuk kandang pada budidaya porang, penerapan mulsa sebagai salah satu teknologi
budidaya juga menjadi bagian yang penting untuk diterapkan dalam pengembangan porang pada
lahan kering di Lombok Utara. Mulsa adalah material penutup tanaman budidaya yang
dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit
sehingga membuat tanaman dapat tumbuh dengan baik. Mulsa menimbulkan berbagai
keuntungan, baik dari aspek fisik maupun kimia tanah. Secara fisik mulsa mampu menjaga suhu
tanah lebih stabil dan mampu mempertahankan kelembaban di sekitar perakaran tanaman.
Penggunaan mulsa akan mempengaruhi suhu tanah. Penggunaan mulsa akan mencegah radiasi
matahari langsung. Pengaruh penggunaan mulsa ditentukan oleh jenis bahan mulsa. Bahan yang
dapat digunakan sebagai mulsa di antaranya sisa-sisa tanaman serasah. Mulsa jerami atau mulsa
yang berasal dari sisa tanaman mempunyai daya hantar panas yang lebih rendah dari bahan
sintetik seperti plastik sehingga dapat melindungi tanah dari pemanasan sinar matahasi yang
berlebihan. Hasil penelitian menunjukkan aplikasi bahan organik berpengaruh nyata terhadap
variabel agronomi (tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, bobot umbi dan volume umbi)
dengan perlakuan terbaik menggunakan kombinasi pupuk kandang, biochar dan mulsa.

Kajian Populasi Dan Aktivitas Mikroorganisme Tanah Di Daerah Perakaran


Tanaman Porang Pada Berbagai Umur Yang Berbeda
Larassaty Octaprama1, Lolita Endang Susilowati2, Suwardji3

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar populasi mikroba dan respirasi tanah di
sekitar daerah perakaran tanaman porang serta jenis populasi mikroba apa yang mendominasi
lahan hutan di daerah perakaran tanaman porang. Berdasarkan hasil pengamatan total populasi
mikroba menunjukkan bahwa total populasi mikroba tanah di daerah perakaran tanaman porang
yang berumur 2 tahun cenderung lebih tinggi, dengan kandungan bahan organik sebesar 11,5%
yang termasuk dalam kategori sangat tinggi. Kandungan bahan organik yang sangat tinggi,
disebabkan oleh berbagai macam vegetasi yang dapat dikatakan cukup padat seperti pohon-
pohon tinggi, pohon kopi, pohon coklat, semak-semak yang akan menyebabkan berlimpahnya
serasah, sehingga dapat lebih menahan limpasan air yang mengakibatkan bahan organik
terakumulasi di lokasi tersebut. Sedangkan sampel tanah di daerah perakaran tanaman porang
yang berumur 3 tahun dinaungi oleh pohon kopi saja, sehingga memiliki kandungan bahan
organik sebesar 6,8% yang termasuk dalam kategori sangat tinggi. Kemudian diikuti oleh sampel
tanah diluar daerah perakaran tanaman porang yang di ambil sembarang di bawah naungan
pohon dengan kerapatan vegetasi yang jarang memiliki kandungan bahan organik sebesar 5,0%
yang termasuk dalam kategori tinggi. Aktivitas mikroorganisme tanah merupakan suatu proses
yang terjadi karena adanya mikroba yang melakukan aktivitas hidup dalam suatu massa tanah.
Nilai respirasi tanah tertinggi terdapat di daerah perakaran tanaman porang yang berumur 2
tahun dengan rerata sebesar 203 mgC.CO2/g/hari dengan jumlah rerata populasi mikroba
sebanyak 2,43 x109 cfu/g tanah bakteri, 2,71 x107 cfu/g tanah fungi dan 2,13 x107 cfu/g tanah
aktinomisetes. Sedangkan nilai respirasi tanah terendah terdapat di daerah perakaran tanaman
porang dengan rerata sebesar 126,6 mgC.CO2/g/hari dengan jumlah rerata populasi mikroba
sebanyak 1,83 x109 cfu/g tanah bakteri, 2,71 x107 cfu/g fungi dan 1,5 x107 cfu/g aktinomisetes.
Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mikroorganisme tanah berbanding lurus dengan jumlah
total mikroorganisme di dalam tanah. Oleh karena itu, dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat populasi dan aktivitas mikroorganisme tanah. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan
gambaran lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan tanaman porang dari sisi
mikroorganisme (bakteri,fungi,dan aktiomisetes).

Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Porang (Amorphophallus muelleri Blume)


dengan Berbagai Tanaman Naungan di Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara.
Sabariah, Prof. Dr. Ir. H. Baharuddin AB., MS., Dr. Ir. IGM Kusnarta M.App.SC.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Porang dan
kelas kesesuaian lahan untuk berbagai tanaman naungan di Kecamatan Bayan Kabupaten
Lombok Utara. Tanaman Porang (Amorphophallus muelleri Blume) merupakan salah satu
tanaman yang dimasukkan ke dalam jajaran komoditas-komoditas pangan unggulan yang sangat
menunjang perekonomian rakyat dan negara. Peranannya dalam perekonomian rakyat adalah
sebagai sumber pendapatan dan devisa bagi negara, sekaligus sebagai sumber lapangan
pekerjaan yang banyak menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu penting sekali dilakukan
pembudidayaan secara massif dengan memperhatikan kesesuaian lahan sesuai dengan habitat
tumbuhnya tanaman porang. Analisis kelas kesesuaian lahan dilakukan untuk mengetahui kelas
kesesuaian lahan untuk penanaman Porang dan tanaman naungan seperti Jambu Mente
(Anacardium occidentale L.), Kopi Arabica (Coffea arabica), Kemiri (Aleuriteus Molucana
WILLD), dan Kakao (Theobroma cacao L.). Sehingga dengan demikian dapat diketahui kondisi
atau tingkat masukan yang diberikan sesuai dengan faktor-faktor pembatas yang ada. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik lahan di lokasi penelitian lahan penanaman
Porang dan Tanaman Naungan di Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara termasuk dalam
karakteristik lahan dengan tingkat kesesuaian antara sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai
marginal (S3), dan tidak sesuai (N). Kesesuaian lahan untuk tanaman Porang di kecamatan
Bayan SPT 147 seri Bayan, SPT 171 seri Senaru, dan SPT 171 seri Loloan kelas kesesuaian
lahan aktual untuk tanaman Porang adalah S2tcwarcaeh. Faktor pembatas yang dapat diusahakan
perbaikannya yaitu ketersediaan air (wa) dengan pemanenan air hujan, dan utnuk faktor
pembatas lereng (eh) dengan penanaman kontur sejajar. Temperatur (tc) dan tekstur tanah (rc)
tidak dapat dilakukan usaha perbaikan sehingga kelas kesesuaian lahan potensial pada ketiga seri
menjadi S2tcrc. Total luasan lahan yang sesuai untuk Porang pada SPT 147 seri Bayan seluas
6.691 ha, untuk SPT 171 seri Senaru seluas 3.680 ha, dan SPT 171 seri Loloan seluas 3.705 ha.
Kelas kesesuain lahan untuk tanaman naungan Jambu Mente pada SPT 147 seri Bayan, SPT 171
seri Senaru, dan SPT 171 seri Loloan tidak sesuai (N). Kelas kesesuain lahan untuk tanaman
naungan Kopi Arabika kelas kesesuaian lahan aktual pada seri Bayan adalah S3tcrc, pada seri
Senaru kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman Kopi Arabika S3rc, pada seri Loloan kelas
kesesuaian lahan aktual untuk tanamaman Kopi Arabika adalah S3tcrcna. Faktor pembatas
tekstur tanah dan temperatur tidak dapat diusahakan perbaikannya sehingga kelas kesesuain
lahan potensial pada ketiga seri tetap S3rc. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman
naungan Kemiri kelas kesesuaian pada seri Bayan dan Loloan S2naeh, sedangkan untuk seri
Senaru kesesuaian lahan kelas S2eh. Dengan adanya usaha perbaikan kelas kesesuian lahan
potensial di ketiga seri tanah menjadi S1 untuk tanaman Kemiri. Kelas kesesuain lahan untuk
tanaman naungan Kakao kelas kesesuaian lahan aktual pada seri Bayan dan Loloan adalah
S3warcna, sedangkan pada seri Senaru kelas kesesuaian lahan aktual S3rc. Kelas kesesuain lahan
potensial pada ketiga seri menjadi S3rc setelah dilakukan usaha perbaikan. Dari 4 jenis tanaman
naungan untuk tanaman porang yang sesuai hanya 3 yakni Kopi Arabika (S3rc), Kemiri (S1),
dan Kakao (S3rc). Pada penelitian ini naungan yang paling tepat untuk Tanaman Porang pada
daerah penelitian adalah tanaman Kemiri.

Optimasi Pemupukan Nitrogen Untuk Tanaman Porang (Amorphophalus Muelleri Blume) Yang
Diberi Media Cocopeat Dan Tanpa Diberi Media Cocopeat Di Kabupaten Lombok Utara
Warosatul Auliya Ar1*, Ismail Yasin2, Suwardji2
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cocopeat dan tingkat dosis optimum
pemupukan nitrogen untuk tanaman porang (Amorphophalus muelleri Blume) yang dilaksanakan
di tanah Entisol lahan kering Kabupaten Lombok Utara. Ditinjau dari kebutuhan iklimnya,
porang adalah tumbuhan yang menghendaki iklim yang basah dengan curah hujan 3500 per
tahun atau curah hujan antara 300-500 mm per bulan selama periode pertumbuhannya. Porang
tumbuh dari dataran rendah sampai 1000 m di atas permukaan laut(dpl) dengan suhu antara 25-
350C, Pada suhu di atas 35oC daun tanaman akan terbakar, sedangkan pada suhu rendah di bawah
200C menyebabkan tanaman porang menjadi dorman. Dengan kata lain di daerah tropika
tanaman harus di tanam di bawah tegakan atau tanaman penaung agar intensitas sinar matahari
berkurang. Disisi lain faktor kesuburan tanah juga merupakan fator penting yang harus
diperhitungkan dalam usaha meningkatkan produksi tanaman porang. Porang menghendaki tanah
yang subur; di lain pihak kebanyakan tanah pertanian saat ini sudah tidak lagi subur. Di
Kabupaten Lombok Utara tanah pertanian mempunyai tekstur pasiran dan mempunyai status
kesuburan rendah. Upaya pemupukan dan pemberian bahan pembenah tanah terbukti sangat
manjur untuk tanaman pertanian, namun hal tersebut belum terbukti untuk tanaman porang.
Porang adalah tanaman baru dan oleh karena itu belum banyak hasil penelitian mengenai dosis N
yang optimum untuk tanaman porang/ Menurut beberapa pustaka tentang bercocok tanaman
porang, rekomendasi pemupukan NPK untuk tanaman porang adalah 45 lh N, 45 kg P2O5 dan
60 kg K3O. Rekondasi tersebut sangat kasar dan tidak mempertimbangkan kondisi lingkungan
senyatanya di lapangan. Selain itu, beberapa upaya dapat ditempuh untuk memperbaiki status
keharaan tanah dan sekaligus meningkatkan kemampuan tanah menahan air yaitu pemberian
pupuk dan pemberian bahan pembenah tanah dari bahan organik. Bahan pembenah tanah yang
dapat digunakan adalah cocopeat. Cocopeat merupakan natural soil conditioner, yang memiliki
pH 5-6. Media Cocopeat memiliki kelebihan terhadap Ultisol dimana dapat memperbaiki
struktur tanah, tekstur tanah, aerasi, meminimalisir terjadinya cekaman akibat kekurangan air,
ramah lingkungan dan meningkatan daya jerap air, namun hindari pemberian air yang berlebihan
karena jika Cocopeat terlalu lembab dapat menyebabkan busuk pada akar. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian cocopeat maupun pemupukan N masing-masing mempunyai
pengaruh nyata terhadap peningkatan pertumbuhan dan hasil umbi porang.Pemupukan N
memperlihatkan pengaruh kuadratik dimana dosis tertinggi mempunyai pengaruh negatif, Dosis
pemupukan N yang optimum diperoleh pada dosis 58 kg N ha-1 atau setara dengan 129 kg Urea
ha-1 .

Respon Tanaman Porang (Amorphophallus Muelleri Blume) Terhadap Penggunaan Mulsa,


Biochar, Dan Pgpr (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) Di Lahan Kering Lombok
Utara
Rengga Astrada, Prof. Ir. Suwardji, M.App., Sc. Ph.D. dan Dr. Ir. Lolita Endang S., MP.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon tanaman porang terhadap penggunaan mulsa,
biochar dan PGPR di lahan kering Lombok Utara. Provinsi NTB merupakan salah satu sumber
daya yang potensial untuk pengembangan tanaman porang. Karena total luas daratan NTB
mencapai 2.015.358 ha dan 1.716.944 ha atau 85,19% diantaranya merupakan lahan kering .
Keterbatasan air pada lahan kering mengakibatkan usaha tani tidak dapat dilakukan sepanjang
tahun yang diantaranya disebabkan oleh distribusi dan pola hujan yang fluktuatif baik secara
spasial maupun temporal. Sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut di perlukan masukan
teknologi yang mampu mempertahankan kelembaban tanah akibat keterbatasan air pada lahan
kering supaya mampu mengoptimalkan hasil produksi komoditi yang budidayakan. Salah satu
upaya teknologi dalam bidang pertanian yang dapat menjadi alternative yang mampu
mempertahankan kelembaban tanah ialah dengan memanfaatkan mulsa. Mulsa adalah material
penutup tanaman, kegunaannya untuk menjaga kelembapan tanah serta menekan pertumbuhan
gulma dan penyakit sehingga membuat tanaman tumbuh dengan baik. Dengan kondisi tanah
pasiran seperti ini diperlukan berbagai cara untuk mengatasi permasalahan tanah yang bertekstur
kasar. Diperlukan teknologi yang mampu meningkatkan kesuburan tanah baik fisika, kimia, dan
biologi tanah salah satunya yaitu dengan pengaplikasian biochar dan PGPR (Plant Grwoth
Promoting Rhizobacteria). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perlakuan kombinasi biochar
dan PGPR berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan diameter batang, namun
tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman porang. Sedangkan respon kombinasi
biochar dan PGPR berpengaruh nyata terhadap produksi porang. Respon jumlah daun porang
terbaik diperoleh akibat pemberian biochar + PGPR + pupuk Phonska yakni 13, 24 dan 14,74
helai, respon tinggi tanaman porang terbaik diperoleh akibat pemberian biochar + PGPR + pupuk
Phonska yakni 30,87 dan 31,12 cm, respon diameter porang terbaik diperoleh akibat pemberian
biochar + PGPR + pupuk Phonska yakni 2,45 dan 2,49 cm dan respon produksi porang terbaik
diperoleh akibat pemberian biochar + PGPR + pupuk Phonska yakni 178,90 dan 182,02 gram.
Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa kombinasi mulsa + biochar + PGPR 1+ pupuk dasar
(100 kg PHONSKA) menjadi kombinasi terbaik terhadap respon tanaman porang.

Anda mungkin juga menyukai