Buku dengan judul “ Buku Pintar Berdebat Dengan Wahabi ” adalah buku
yang sangat luar biasa. Penulis, yakni Muhammad Idrus Ramli sengaja menulis
buku tersebut dilatarbelakangi oleh keresahan dan juga kegelisahan beliau Karena,
sudah beberapa tahun terakhir buku-buku salafi wahabi yang menyerang akidah
aswaja semakin banyak dan gencar diterbitkan. Mulai dari buku Naqd Manhaj Al
Asy-Ariyyah Fi Al-Aqidah karya Dr. Safar Al-Hawali dari Saudi Arabia, buku Al-
Abu Hasan Al Asy’ary Imam Yang Terdzalimi, karya salafi wahabi dari kota
Malang. Buku Musytasar MWC NU Membedah Kitab Tauhid Kyai Ahli Bid’ah
karya Buchari dan lain-lain. Yang mana buku-buku tersebut berusaha memaksakan
jawaban tuntas dan lugas bahwa, manifestasi dan representasi ASWAJA yang
ekstrimis tersebut, yang dewasa ini menamakan diri mereka dengan nama aliran
salafi. Betapa rancu dan paradoks dalil-dalil yang mereka gunakan untuk berdebat
sekilas, dalil-dalil yang mereka gunakan seakan-akan kokoh dan kuat. Namun,
ditelisik lebih jauh dan mendalam, betapa rapuh dan lemahnya dalil-dalil yang
mereka gunakan. Mereka sering kali menggunakan dalil-dalil hadits dlo’if untuk
puluhan dalil-dalil yang kuat dan mu’tabarah baik dari segi dalil naqli (Al-qur’an
perbincangan antara ulama kita yang kharismatik yakni, Sayyid Alwi Al-Maliki
dengan lawan bicaranya adalah Syaikh Ibnu Sa,di yang notabenenya beliau adalah
seorang ahli tafsir Al-qur’an kenamaan kaum wahabi yang kata mereka,
kedudukannya setara dengan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, ulama ahli tafsir
kenamaan kaum sunni terkait masalah seputar air hujan yang turun ke talang
syaikh besar tersebut, perdebatan antara ulama kita yakni, Syaikh As-Syanqithi
dengan ulama wahabi tuna netra, yang berakhir dengan pendeportasian beliau ke
mesir karena berhasil mengalahkan ulama wahabi tersebut dalam arena debat.
Salim Alwan melawan ulama wahabi yakni Syaikh Dimasyqiyat yang punya masa
lalu yang kelam. Dan tak ketinggalan pula, kisah perdebatan sang penulis sendiri
tentang tempat dan juga kedudukan Allah Swt. Mereka berpendapat bahwa Allah
Swt.,itu berada di langit di atas Arasy sesuai dengan keyakinan mereka selama ini.
Mereka menggunakan dalil dengan dalil yang ada dalam nash Al-qur’an yakni
pada ayat, Al-Arrahmanu ‘Ala Al-‘Arsy Istawa (QS. Thaha : 5). Namun ketika
ulama Ahlusunnah wal Jamaah yakni Syaikh Ahmad Bin Muhammad Bin Al-
Allah tidak berada di atas langit akan tetapi ada di bumi, mereka berkilah bahwa
itu adalah pendapat Imam Ahmad. Kemudian sang syaikh bertanya “Mengapa
pertanyaan seperti itu, para ulama terhebat wahabi itu terbungkam diam. Mereka
tak mengeluarkan sepatah kata pun. Ini tidak mengherankan mengapa mereka bisa
sampai terbungkam tak berkutik seperti itu, karena dalam setiap aksinya mereka
Kita tidak perlu mengikuti pendapat para imam ini atau itu. Mereka juga manusia
yang tak luput dari dosa. Kita kembalikan semuanya kepada Al-qur’an dan Hadist,
titik. ” namun, kali ini mereka malah mengikuti pendapat Imam Ahmad. Sebuah
kerancuan bukan ?.
Kelebihan lain dalam buku ini adalah isinya juga memberikan pengetahuan
kepada kita tentang ciri-ciri aliran sesat yang dituturkan oleh Imam Abu Ishaq Al-
Syatibi dalam karyanya yakni kitab Al-I’tisham tentang ciri-ciri aliran sesat, yang
menurut beliau terbagi menjadi dua yakni, ciri-ciri khusus dan ciri-ciri umum.
Untuk ciri-ciri khusus menurut beliau, sudah diterangkan dalam kitab-kitab lain
yang yang lebih terperinci seperti pada kitab Al Milal Wa Al Nihal, kemudian Al-
Farq Bayna Al Firaq dan lain-lain. Sedangkan, beliau dalam kitabnya menjelaskan
beberapa ciri-ciri umum aliran sesat diantaranya, yang pertama adalah terjadinya
sangat parah dan mencapai batas klimaks, sampai taraf saling membid’ahkan, tidak
naudzubillah. Ciri yang kedua adalah mereka selalu mengikuti teks mutasyabihat
dalam Al-qur’an, yakni teks-teks ayat Al-qur’an yang secara literal / dhohir
menunjukkan keserupaan Allah dengan mahkluknya. Ciri yang ketiga adalah para
pengikut aliran sesat cenderung selalu mengikuti hawa nafsu. Ciri / tanda yang
nomor empat adalah mereka tidak mengetahui posisi Sunnah artinya, ulama-ulama
mereka tidak mengetahui atau bahkan tidak mau tahu perihal kedudukannya pantas
atau tidak menduduki derajat pemberi fatwa atau Mufti. Ciri yang kelima adalah
para penganut aliran sesat itu sangat hobi menghujat generasi salaf, meskipun
terkadang menggunakan bahasa yang lebih halus. Tanda yang keenam adalah
mereka sangat sulit untuk diajak berdialog secara terbuka dan Live, mungkin saja
mempertahankan akidah mereka sangatlah keropos dan rapuh, dan pastinya dalil-
dalil tersebut akan mudah dipatahkan oleh ulama-ulama Ahlusunnah dari segala
sisi.
Secara keseluruhan, buku ini sudah sangat baik dan bagus. Baik dari segi isi,
yang mana Bahasa yang digunakan sangat padat tapi syarat dengan pengetahuan
yang penting, lugas, tidak bertele-tele, dan dalam menjabarkan keterangan sangat
mudah difaham, kertas yang digunakan juga kertas yang kualitas baik karena selain
tebal, juga warnanya putih terang, halaman cover yang didesain menggunakan
perpaduan warna putih dan biru menambah kesan sejuk untuk dipandang.
Kekurangan dalam buku ini mungkin hanya terdapat pada beberapa sub bab
perdebatan dengan para ulama wahabi yang tidak disendirikan, hal ini cukup
menyulitkan pembaca untuk bisa mencari dengan sub-sub yang terkait langsung