Anda di halaman 1dari 143

dr. Wendri Wildiartoni P.

Pelupessy, MKK, DKK, HIMA, AME


Pendidikan
• Profesi Dokter Unpad (2006)
• Sertifikasi Kesehatan Kerja OHSC (2006)
• Sertifikasi Kedokteran Aviasi SAA (2010)
• Magister Kedokteran Okupasi UI (2012)
• Sertifikasi Higienis Industri IPCA (2015)
• Sertifikasi Auditor Utama ISO 37001:2016 IASCB (2023)

Posisi/jabatan
• Pendiri E-health “Dr. Pelupessy and Associates”
• Auditor Utama ISO PT TŰV NORD Indonesia
• Site Medical Officer PT Star Energy Geothermal Salak
• Penasihat Hiperkesja PT Pertamina EP Donggi Matindok
• Penasihat Hiperkesja Trade Union Right Center
• Dokter Panel PT DoctorAnywhere Indonesia
• Dokter Panel PT Medika Komunika Teknologi
• Dokter Panel PT Layanan Medik Indonesia
• Konsultan Kesehatan Pariwisata Mount Alvernia Hospital
• Konsultan Kesehatan Pariwisata Mount Miriam Cancer Hospital
• Anggota Aktif PC IDKI Jakarta Raya
• Anggota Aktif PC AHII Jakarta Raya
• Deputi Kesehatan Masyarakat & Lingkungan KKBMM
PENERAPAN
KESEHATAN KERJA
& HIGIENE INDUSTRI
DR. WENDRI W.P. PELUPESSY, MKK, DKK, HIMA

AHLI HIGIENE INDUSTRI & KESEHATAN KERJA


PERHIMPUNAN DOKTER KESJA INDONESIA CABANG DKI JAKARTA
ASOSIASI HIGIENIS INDUSTRI INDONESIA CABANG DKI JAKARTA
KESEHATAN KERJA
DASAR HUKUM
 UU No. 01/1970 tt Keselamatan Kerja
 UU No.13/2003 Pasal 86 & 87 tt K3
 UU No. 36/2009 Bab XII tt Kesehatan Kerja
 PP No. 50/2012 tt Penerapan SMK3
 PP No. 88/2019 tt Kesehatan Kerja
 Perpres No. 07/2019 tt Penyakit Akibat Kerja
 Kepmenakertrans No. KEP.333/MEN/1989 tt Diagnosis & Pelaporan PAK
 Kepmenakertrans No. KEP.68/MEN/IV/2004 tt Pencegahan & Penanggulangan HIV-AIDS di Tempat Kerja
 Permenakertrans No. Per.01/Men/1976 tt Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan
 Permenakertrans No. Per.01/Men/1979 tt Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Paramedis Perusahaan
 Permenakertrans No. PER.02/MEN/1980 tt Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dlm Penyelenggaraan Keselamatan
Kerja
 Permenakertrans No. PER.03/MEN/1982 tt Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja
 Permenakertrans No. Per.11/Men/VI/2005 tt P4GN Di Tempat Kerja
 Permenakertrans No. Per.25/MEN/XII/2008 tt Pedoman Diagnosis & Penilaian Cacat krn Kecelakaan & PAK
 Permenakertrans No. 10/2016 tt Tata Cara Pemberian Program Kembali Kerja & Program Promotif Preventif KK & PAK
 Permenakertrans No. 13/2022 tt Penanggulangan Tuberkulosis di Tempat Kerja
 KepDirjen Binwas Naker No. KEP. 22/DJPPK/V/2008 tt Juknis Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja
 Insmenakertrans No. 01/Men/1988 tt Peningkatan Pengawasan & Penertiban Kantin & Toilet Perusahaan
 Insmenakertrans No. 03/Men/BW/1999 tt Pengelolaan Makanan di Tempat Kerja
 SE Menakertrans No. 01/Men/1979 tt Pengadaan Kantin & Ruang Makan
 SE Menakertrans No. 86/BW/1989 tt Perusahaan Katering yg Mengelola Makanan Bagi Tenaga Kerja
UU No. 01/1970
Pasal 8
 Pengurus diwajibkan memeriksakan
kesehatan badan, kondisi mental &
kemampuan fisik dari tenaga kerja yg akan
diterimanya maupun akan dipindahkan
sesuai dg sifat2 pekerjaan yg diberikan
pdnya.
 Pengurus diwajibkan memeriksakan semua
tenaga kerja yg berada di bawah
pimpinannya, secara berkala pd Dokter yg
ditunjuk oleh Pengusaha & dibenarkan oleh
Direktur Jendral Pengawasan Norma K3.

Pasal 9 Ayat 3
 Pengurus diwajibkan menyelenggarakan
pembinaan bagi semua tenaga kerja yg
berada di bawah pimpinannya, dlm
pencegahan kecelakaan &
pemberantasan kebakaran serta
peningkatan K3, pula dlm pemberian P3K.
UU No. 01/1970
jo Per MA No. 02/2012 Ps 3
Pasal 15
 Peraturan perundangan tsb dapat
memberikan ancaman pidana atas
pelanggaran peraturannya dg hukuman
kurungan selama2nya 3 bln atau denda
setinggi2nya Rp100.000.000
UU No. 13/2003
Pasal 86
 Setiap pekerja/buruh mempunyai
hak utk memperoleh perlindungan
atas K3, moral & kesusilaan, &
perlakuan yg sesuai dg harkat &
martabat manusia serta nilai2
agama.
 Untuk melindungi keselamatan
pekerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yg optimal,
diselenggarakan upaya
keselamatan & kesehatan kerja.
UU No. 36/2009

Pasal 165
 Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan
melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan & pemulihan bagi
tenaga kerja.
 Pekerja wajib menciptakan & menjaga kesehatan tempat kerja yg sehat &
menaati peraturan yg berlaku di tempat kerja.
 Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pd perusahaan/instansi,
hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik & mental digunakan sbg bahan
pertimbangan dlm pengambilan keputusan.

Pasal 166
 Majikan atau pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja melalui
upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan & pemulihan serta wajib
menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja.
 Majikan atau pengusaha menanggung biaya atas gangguan kesehatan
akibat kerja yg diderita oleh pekerja sesuai dg peraturan perundang2an.
PP No. 88/2019
Pasal 3
 Penyelenggaraan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud ditujukan kepd setiap orang yg berada di
tempat kerja
 Penyelenggaraan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud wajib dipenuhi oleh Pengurus atau
Pengelola Tempat Kerja & Pemberi Kerja di semua tempat kerja

Pasal 8
 Ketentuan lebih lanjut mengenai standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud diatur dg:
a. Peraturan Menteri yg menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, utk standar
kesehatan kerja yg bersifat teknis kesehatan; dan
b. Peraturan Menteri yg menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, utk
penerapan standar kesehatan kerja bagi pekerja di perusahaan

Pasal 10
 SDM dalam penyelenggaraan kesehatan kerja terdiri atas Tenaga Kesehatan & Tenaga Non-
kesehatan
 Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud wajib memiliki kompetensi di bidang kedokteran kerja
atau kesehatan kerja yg diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan
 Pendidikan di bidang kedokteran kerja atau kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dilaksanakan
sesuai dg peraturan perundang2an
 Pelatihan di bidang kesehatan kerja sebagaimana dimaksud paling sedikit meliputi pelatihan
kesehatan kerja atau higiene perusahaan & kesehatan kerja
PP No. 88/2019

Pasal 11
 Pelatihan kedokteran kerja, kesehatan kerja atau higiene perusahaan & kesehatan kerja dikecualikan bagi Tenaga
Kesehatan yg telah memiliki kompetensi yg diperoleh melalui pendidikan formal di bidang kedokteran kerja atau kesehatan
kerja

Pasal 12
 Fasilitas pelayanan kesehatan dlm penyelenggaraan kesehatan kerja dpt berbentuk FKTP atau FKTL sesuai dg peraturan
perundang2an
 Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dpt dilaksanakan melalui kerja sama dg pihak lain
 Jika penyelenggaraan kesehatan kerja di tempat kerja melakukan penanganan penyakit & pemulihan kesehatan, maka di
tempat kerja harus tersedia fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dg ketentuan peraturan perundang2an

Pasal 13
 Peralatan kesehatan kerja dlm penyelenggaraan kesehatan kerja merupakan peralatan utk pengukuran, pemeriksaan &
peralatan lainnya termasuk APD sesuai dg faktor risiko/bahaya K3 di tempat kerja

Pasal 14
 Pencatatan & pelaporan dlm penyelenggaraan kesehatan kerja dilaksanakan oleh Pemberi Kerja, Pengurus atau Pengelola
Tempat Kerja
 Pencatatan & pelaporan sebagaimana dimaksud disampaikan secara berjenjang kpd Pemerintah Pusat & Pemerintah
Daerah dlm rangka surveilans kesehatan kerja
 Pencatatan & pelaporan sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dg ketentuan peraturan perundang2an
“Gunung Es” Penyakit Akibat Kerja

DILAPORKAN D/
PAK

TDK Berobat
DILAPORKAN tdk terD/ PAK

Ada gejala, tdk berobat

Terkena, tanpa gejala


PENYEBAB
PENYAKIT AKIBAT KERJA

FISIK KIMIA BIOLOGI ERGONOMI PSIKOSOSIAL


• Bising • Hidrokarbon • Bakteri • Stres kontak • Fungsi kerja
• Radiasi pengion Aromatik • Virus • Posisi janggal/statis • Beban & kecepatan
• Radiasi optik • Hidrokarbon • Jamur • Manual handling kerja
• Radiasi suhu Alifatik • Parasit • Gerakan berulang • Jadwal kerja
ekstrim • Aldehida • Hewan liar • Visual display • Kontrol kerja
• Tekanan udara • Alkohol & Glikol • Serangga terminal • Lingkungan &
• Getaran seluruh • Logam Berat • Reptil peralatan kerja
tubuh • Serat Mineral • Tanaman beracun • Budaya & fungsi
• Getaran • Asam-basa Kuat organisasi
segmental • Pestisida • Hubungan antar
• Pencahayaan • Gas Asfiksia pribadi
• Debu • Volatile Organic • Peran dlm
Compound organisasi
• Pengembangan
karir
PENYAKIT AKIBAT Penyakit yg
disebabkan oleh agen
KERJA berbahaya

Hidrokarbon
Logam Berat Persenyawaan Aromatik
❑ Berilium ❑ Thalium ❑ CS2 ❑ Isosianat ❑ Derivat halogen
❑ Kadmium ❑ Osmium ❑ Nitrogliserin ❑ Pestisida ❑ Derivat amino
❑ Fosfor ❑ Selenium ❑ Alkohol, glikol atau ❑ SOx ❑ Derivat nitro
❑ Krom ❑ Tembaga keton ❑ Pelarut
❑ Mangan ❑ Platinum ❑ Gas penyebab organik
❑ Arsen ❑ Timah keracunan (CO, ❑ Lateks
❑ Raksa ❑ Seng HCN, H2S)
❑ Timbal ❑ Arsen ❑ Akrilonitril
❑ Fluor ❑ NOx
❑ Vanadium ❑ Heksana
❑ Antimon ❑ Asam mineral
❑ Nikel ❑ Bahan obat
❑ Fosgene
❑ Benzoquinon
2. Kelainan pendengaran yg disebabkan oleh kebisingan

3. Penyakit yg disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan


otot, urat, tulang, persendian, pembuluh darah tepi atau
saraf tepi)

PENYAKIT 4. Penyakit yg disebabkan oleh udara bertekanan/udara yg


dikompresi
AKIBAT 5. Penyakit yg disebabkan oleh radiasi optik
KERJA (elektromagnetik, UV, infra merah, laser) & radiasi
pengion

(LANJ.) 6. Penyakit yg disebabkan oleh suhu tinggi/rendah atau


radiasi panas atau kelembaban udara tinggi

7. Penyakit yg disebabkan oleh infeksi/parasit (Brucellosis,


Virus Hepatitis, HIV, Tetanus, TBC, Anthrax,
Leptospirosis)
8. Penyakit paru akibat kerja:
❑ Pneumokoniosis yg disebabkan debu mineral
pembentuk jaringan parut (silikosis, antrakosilikosis,
asbestosis, silikotuberkulosis, siderosis, bissinosis,
bagassosis)
PENYAKIT ❑ Penyakit bronkhopulmoner yg disebabkan oleh debu
logam keras
AKIBAT ❑ Kelainan saluran pernapasan atas atau asma akibat
kerja yg disebabkan oleh penyebab sensitisasi & zat
KERJA perangsang yg dikenal yg berada dlm proses
pekerjaan
❑ Alveolitis alergika yg disebabkan oleh faktor dari luar
(LANJ.) sbg akibat penghirupan debu organik
❑ PPOK yg disebabkan menghirup debu batu bara,
debu tambang batu, debu kayu, debu gandum, debu
kandang hewan, debu tekstil & debu kertas
❑ Penyakit paru yg disebabkan oleh aluminium
9.Penyakit kulit akibat kerja
❑ Dermatosis kontak alergika &
urtikaria yg disebabkan oleh
faktor penyebab alergi lain yg
PENYAKIT timbul dari aktivitas pekerjaan
❑ Dermatosis kontak iritan yg
AKIBAT disebabkan oleh zat iritan yg
KERJA timbul dari aktivitas pekerjaan
(LANJ.) ❑ Vitiligo yg disebabkan oleh
zat penyebab yg diketahui
timbul dari aktivitas pekerjaan
Penyakit otot-sendi akibat kerja
10.
❑ Tenosinovitis styloid radial krn gerak repetitif,
penggunaan tenaga yg kuat & posisi ekstrim pd
pergelangan tangan
❑ Tenosinovitis kronis pd tangan & pergelangan tangan
krn gerak repetitif, penggunaan tenaga yg kuat &
PENYAKIT posisi ekstrim pd pergelangan tangan
❑ Bursitis olekranon krn tekanan yg berkepanjangan pd
AKIBAT daerah siku
❑ Bursitis pre-patellar krn posisi berlutut yg

KERJA berkepanjangan
❑ Epikondilitis krn pekerjaan repetitif yg mengerahkan

(LANJ.) tenaga
❑ Cedera meniskus krn periode kerja yg panjang dlm
posisi berlutut/jongkok
❑ Sindroma lorong karpal krn periode berkepanjangan
dg gerak repetitif yg mengerahkan tenaga, pekerjaan
yg melibatkan getaran, posisi ekstrim pd pergelangan
tangan, atau kombinasi diatas
12.Gangguan stres pasca trauma

13.Kanker yg disebabkan oleh :


❑Asbestos
PENYAKIT ❑Beruidine & garamnya
AKIBAT ❑Bis-klorometil eter
KERJA ❑Persenyawaan kromium VI
(LANJ.) ❑Coal tars, coal tar
pitches/soots
❑Beta-naftilamina
❑Vinil klorida
❑Benzena
PENENTUAN PENYAKIT AKIBAT
KERJA

⚫ Ditemukan/didiagnosis saat pemeriksaan kesehatan berkala oleh Dokter


Pemeriksa Kesehatan Tenaga Kerja dg dasar pemeriksaan klinis,
laboratorium & pemeriksaan penunjang, data lingkungan kerja & analisis
riwayat pekerjaan

⚫ Jika terdapat keraguan dlm menegakkan diagnosis → berkonsultasi dg


Dokter Penasehat Tenaga Kerja & dokter ahli (bila diperlukan)

⚫ Setelah ditegakkan diagnosis, Dokter Pemeriksa Kesehatan Tenaga Kerja


wajib membuat laporan medik (form PAK)

⚫ Dalam hal suatu penyakit tdk tercantum dalam lampiran Perpres


No.07/2019, sepanjang dpt dibuktikan penyakit tsb akibat dari pekerjaan
atau lingkungan kerja, maka penyakit tsb dapat digolongkan sbg Penyakit
Akibat Kerja.
Dalam penerapan Kesehatan Kerja & Higiene Industri,
perusahaan wajib melaksanakan ketentuan :

Peningkatan
Berkelanjutan Penetapan
Kebijakan K3
Peninjauan Ulang dan menjamin
Peninjauan Komitmen
& Peningkatan
Ulang&
SMK3 oleh
Peningkatan
Manajemen
oleh manajemen
Perencanaan
K3
Pengukuran
dan
Evaluasi Penerapan
K3
Panitia Pembina K3
(P2K3)
• Memberikan saran & pertimbangan (baik diminta
maupun tidak) kpd pengusaha/pengurus mengenai
masalah K3
• Terdiri dari unsur pengusaha & pekerja yg susunannya
terdiri dari:
• Ketua → CEO/Direktur/Presdir (max orang kedua)
• Sekretaris → AK3 perusahaan
• Anggota → Spt/Spv, D3/S1 teknik atau AK3
menurut bidang perusahaan, SKM/ST lingkungan,
dokter kesehatan kerja (dokter perusahaan),
higienis industri, psikolog industri, perawat
kesehatan kerja (bila ada)
• Ditetapkan Menteri atas usul dari pengusaha/pengurus
FUNGSI P2K3
1. Menghimpun & mengolah data tt K3 di tempat kerja;
2. Membantu menunjukan & menjelaskan kepada setiap tenaga kerja:
• Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yg dapat menimbulkan gangguan K3
(termasuk kebakaran & peledakan) serta cara penanggulangannya.
• Faktor yg dapat mempengaruhi efisiensi & produktivitas kerja;
• APD bagi tenaga kerja yg bersangkutan;
• Cara & sikap yg benar & aman dlm melaksanakan pekerjaannya;
3. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen &
pedoman kerja dlm rangka upaya meningkatkan K3, higene perusahaan,
ergonomi & gizi tenaga kerja
4. Membantu pengusaha/pengurus dalam:
• Mengevaluasi cara kerja, proses & lingkungan kerja;
• Menentukan tindakan koreksi dg alternatif terbaik;
• Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap K3;
• Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, PAK serta mengambil
langkah2 yg diperlukan;
• Mengembangkan penyuluhan & penelitian di bidang K3, higiene
perusahaan & ergonomi;
• Melaksanakan pemantauan thd gizi kerja & menyelenggarakan makanan di
perusahaan;
• Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja;
• Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja;
• Mengembangkan laboratorium K3, melakukan pemeriksaan laboratorium
& melaksanakan interpretasi hasil pemeriksaan;
• Menyelenggarakan administrasi K3 & higene perusahaan
Mengajukan Permohonan Ke Kepala Instansi Bidang
Ketenagakerjaan Menurut Wilayah Kewenangan dg
melampirkan :

1. Surat permohonan pengesahan struktur P2K3

Tata Cara 2. Lampiran Struktur P2K3 yg meliputi nama


personil, jabatan di dalam struktur P2K3, jabatan
Pengesahan di perusahaan
3. Salinan Sertifikat & SKP Ahli K3 Umum yg masih
P2K3 berlaku utk personil yg menduduki jabatan
sekretaris P2K3
4. Struktur organisasi perusahaan
5. WLKP (Wajib Lapor Ketenagakerjaan
Perusahaan) yg masih berlaku
6. Salinan pengesahan P2K3 lama (bagi pengajuan
pengesahan P2K3 perubahan)
MANAJEMEN RISIKO
KESEHATAN

Manajemen Risiko Kesehatan


 Penerapan secara sistematis dari kebijakan manajemen, prosedur
& aktivitas dlm kegiatan identifikasi bahaya, analisis-penilaian,
penanganan & pemantauan serta kajian risiko kesehatan

Risiko

 Potensi kerugian yg bisa timbul bila berkontak dg bahaya

Bahaya

 Sumber, situasi ataupun aktivitas yg berpotensi menimbulkan


penyakit akibat kerja
OHIH-MS

Prinsip HIRARC

Manajemen Training, Review


Program & Audit
OHIH
Surveillance

Risiko
Kesehatan Health
Promotion
ERP

Work-related
Ergonomics Diseases

Food Safety & Env.


Sanitation
Hazard Identification

Identifikasi bahaya dilakukan dg melakukan kegiatan sebagai


berikut:

People

Asset Damage
Hazard Top Event
(Incident)
Environment

Reputation
Risk Assessment

Penilain risiko dilakukan dg melakukan kegiatan


sebagai berikut:
 Mencari adanya bahaya
 Menentukan siapa yg akan mengalami bahaya
& bagaimana cara terjadinya
 Mengevaluasi risiko & memeriksa jenis mitigasinya
 Mencatat penemuan
 Mengkaji penilaian & merevisi bila diperlukan

Prinsip → R = H x E (R adl Risk; H adl Hazard; E adl


Exposure)
Category Description
1 = Very Low Exposure No contact with agent
Infrequent contact with agent at low concentrations (≤
2 = Low Exposure
TLV).
Frequent contact with agent at low concentrations (≤ TLV)
Exposure Rating 3 = Moderate Exposure or infrequent contact with agent at high concentrations (>
TLV).

4 = High Exposure Frequent contact with agent at high concentrations (> TLV).

Frequent contact with agent at very high concentrations


5 = Very High Exposure
(>> TLV).
Reversible effects of little concern or no known or suspected
1 = Minor
adverse health effects.
2 = Moderate Reversible health effects of concerns
Hazard Rating
3 = Serious Severe, reversible health effects of concern.
4 = Major Irreversible health effects of concerns.
5 = Catastrophic Life threatening or disabling illness.

Health Risk Assessment Rating


Health Risk Assessment Matrix
PROGRAM
PELAYANAN KESEHATAN KERJA
Pembinaan (Promotif)

1. Pembinaan kesehatan kerja


2. Pendidikan & pelatihan bidang kesehatan kerja
3. Perbaikan gizi kerja
4. Program olah raga di tempat kerja
5. Penerapan ergonomi kerja
6. Pembinaan cara hidup sehat
7. Program pencegahan & penanggulangan HIV/AIDS & Narkoba di
tempat kerja
8. Penyebarluasan informasi kesehatan kerja melalui penyuluhan & media
KIE (Komunikasi, Informasi & Edukasi) dg topik yg relevan.
PROGRAM
PELAYANAN KESEHATAN KERJA (LANJ.)
Pencegahan (Preventif)

1. Penilaian thd faktor risiko kesehatan di tempat kerja (health hazard risk
assessment) yg meliputi identifikasi faktor bahaya kesehatan kerja,
penilaian/pengukuran potensi risiko kesehatan kerja & penetapan
tindakan pengendalian risiko kesehatan pekerja
2. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja (awal, berkala & khusus)
3. Surveilans & analisis PAK & penyakit umum lainnya
4. Pencegahan keracunan makanan bagi tenaga kerja
5. Penempatan tenaga kerja sesuai kondisi/status kesehatannya
6. Pengendalian bahaya lingkungan kerja
7. Penerapan ergonomi kerja
8. Penetapan prosedur kerja aman (SOP)
9. Penggunaan APD yg sesuai
10.Pengaturan waktu kerja (rotasi, mutasi, pengurangan jam kerja terpapar
faktor risiko dll);
11.Program imunisasi
12.Program pengendalian binatang penular (vektor) penyakit.
PROGRAM
PELAYANAN KESEHATAN KERJA (LANJ.)
Pengobatan (Kuratif)

• Pengobatan & perawatan


• Tindakan P3K & kasus gawat darurat lainnya
• Respon tanggap darurat
• Tindakan operatif,
• Merujuk pasien dll.

Pemulihan (Rehabilitatif)

• Fisioterapi
• Konsultasi psikologis (rehabilitasi mental)
• Orthosa & prosthesa (pemberian alat bantu mis. alat bantu dengar,
tangan/kaki palsu dll.)
• Penempatan kembali & optimalisasi tenaga kerja yg mengalami cacat
akibat kerja disesuaikan dg kemampuannya.
• Rehabilitasi kerja.
PEMERIKSAAN
KESEHATAN
TENAGA KERJA
PRINSIP
PEMERIKSAAN KESEHATAN TENAGA KERJA
MEKANISME PELAKSANAAN
PEMERIKSAAN KESEHATAN TENAGA KERJA

 Dilakukan oleh Dokter Pemeriksa Kesehatan Tenaga Kerja (dokter perusahaan)

 Tempat pelaksanaan :
• Di tempat kerja (Pelayanan Kesehatan Kerja pd perusahaan)
• Kerjasama dg PJK3 Jasa Pemeriksaan Kesehatan Kerja

 Perusahaan wajib membuat rencana pemeriksaan kesehatan pra-kerja, berkala &


pemeriksaan kesehatan khusus.

 Pengurus wajib membuat laporan & menyampaikan selambat2nya 2 (dua) bulan


sesudah pemeriksaan kesehatan dilakukan kpd Dirjen Bina Lindung Tenaga Kerja via
Kanwil Ditjen Bina Lindung Tenaga Kerja setempat.
TATA CARA PENERBITAN
SKP PJK3 JASA PEMERIKSAAN
KESEHATAN TENAGA KERJA
Mengajukan permohonan ke Direktur Jendral
Pengawasan Norma K3 dg melampirkan :
 Salinan Akta Pendirian Perusahaan
 Salinan SIUP
 Salinan NPWP
 Salinan Bukti Waji Lapor Ketenagakerjaan
 Daftar peralatan sesua bidang usaha
jasanya
 Struktur organisasi perusahaan
 Salinan SKP Dokter Pemeriksa Kesehatan
Tenaga Kerja
 Riwayat hidup Dokter Pemeriksa Kesehatan
Tenaga Kerja
 Surat keterangan domisili perusahaan
 Pas foto warna ukuran 4x6 cm sebanyak 2
lembar
Pra-kerja Berkala & Khusus

 Fit bekerja  Sehat

 Fitbekerja dg kelainan  Sakit – penyakit umum


minor dpt diobati  Sakit – penyakit akibat
 Fit utk pekerjaan kerja
tertentu
 Unfit bekerja

KESIMPULAN HASIL PEMERIKSAAN


KESEHATAN TENAGA KERJA
PENYELENGGARAAN
PELAYANAN KESEHATAN KERJA
(PERMENAKERTRANS NO. 03/MEN/1982)

 Diselenggarakan sendiri oleh pengurus

 Diselenggarakan melalui pengadaan ikatan/kerja sama dg


dokter atau pelayanan kesehatan lain

 Diselenggarakan secara bersama antar beberapa


perusahaan
PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA
(KEPDIRJEN BINWAS NAKER NO. KEP. 22/DJPPK/V/2008)

 Memiliki personil kesehatan kerja yg meliputi :


 Dokter penanggung jawab (dokter perusahaan)
 Tenaga pelaksana (dokter K3 dan/atau paramedis K3)
 Petugas administrasi

 Memiliki sarana/prasarana pelayanan kesehatan kerja

 Mendapat pengesahan dari instansi di bidang ketenagakerjaan sesuai


wilayah kewenangannya

 Nota Kesepahaman (MoU) penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja


antara pengusaha dg kepala faskes pihak luar yg telah dilaporkan ke
instansi di bidang ketenagakerjaan sesuai wilayah kewenangannya.
PERSONIL PELAYANAN KESEHATAN KERJA
(KEPDIRJEN BINWAS NAKER NO. KEP. 22/DJPPK/V/2008)

Dokter penanggung jawab (dokter perusahaan) :


 Ditunjuk oleh pimpinan perusahaan atau kepala unit/instansi ybs & dilaporkan
ke instansi ketenagakerjaan sesuai wilayah kewenangannya;
 Telah mendapatkan Surat Keputusan Penunjukan (SKP) sbg Dokter Pemeriksa
Kesehatan Tenaga Kerja dari Dirjen Binwas Kemenakertrans

Dokter & paramedis K3 :


 Memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), atau sejenisnya sesuai peraturan
perundangan yg berlaku
 Memiliki Surat Ijin Praktek (SIP) yg masih berlaku dari instansi yg berwenang
 Memiliki sertifikat Hiperkes (atau sertifikat lainnya) sesuai peraturan
perundangan yg berlaku
 Mematuhi etika profesi tenaga kesehatan sesuai kode etik profesi & peraturan
perundangan yg berlaku
TATA CARA PENERBITAN SKP
DOKTER PEMERIKSA KESEHATAN
TENAGA KERJA
Mengajukan permohonan ke Direktur Jendral
Pengawasan Norma K3 dg melampirkan :
 Surat penunjukan dari pimpinan perusahaan
atau kepala unit/instansi
 Surat pernyataan sanggup menaati peraturan
perundangan bidang kesehatan kerja
 Salinan surat keterangan telah mengikuti
pelatihan Hiperkes
 Salinan Ijazah Dokter
 Salinan Surat Ijin Dokter (SID) atau Surat Tanda
Registrasi (STR)
 Salinan Surat Ijin Praktek (SIP)
 Pas foto warna ukuran 3x4 cm sebanyak 3
lembar
PELAYANAN KESEHATAN KERJA OLEH PERUSAHAAN
(KepDirjen Binwas Naker No. KEP. 22/DJPPK/V/2008)
Layanan Kesehatan Program Kesja

Layanan dokter tiap hari kerja utk


Pembinaan pekerja min 1x/bln
jml pekerja > 500 org

Layanan paramedis tiap hari


Binwas ling kerja 1x / 2 bln
kerja di shift ke-2 dst

Dilaksanakan bagi perusahaan dg :


 Jumlah tenaga kerja 1000 orang atau lebih
 Jumlah tenaga kerja 500 s.d. 1000 orang tetapi memiliki
tingkat risiko tinggi
PELAYANAN KESEHATAN KERJA OLEH PIHAK LUAR
(KEPDIRJEN BINWAS NAKER NO. KEP. 22/DJPPK/V/2008)
Jenis Tempat Layanan
Jml Pekerja Program Kesja
Kerja Kesehatan
200-500 Kunjungan 1x / 2 bln
Risiko Bahaya
dokter tiap hari
Tinggi < 200 1x / 3 bln
kerja
Kunjungan
> 500 dokter tiap hari 1x / 2 bln
kerja
Risiko Bahaya Kunjungan
Rendah 200-500 1x / 3 bln
dokter 3x/mgg
Kunjungan
100-200 1x / 6 bln
dokter 2x/mgg
 Dilaksanakan bagi perusahaan dg jumlah tenaga kerja
kurang dari 1000 orang
 Layanan kesehatan dilakukan oleh pihak luar, sedangkan
program Kesja dilakukan oleh perusahaan
SARANA PELAYANAN KESEHATAN KERJA
(KepDirjen Binwas K3 No. KEP. 22/DJPPK/V/2008)
TATA CARA PENGESAHAN
PELAYANAN KESEHATAN KERJA
Mengajukan Permohonan Ke Kepala Instansi Bidang Ketenagakerjaan
Menurut Wilayah Kewenangan dg melampirkan :
1. Data perusahaan/instansi, bentuk penyelenggaraan, personil & sarana
penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja
2. Struktur organisasi pelayanan kesehatan kerja
3. Surat penunjukan dokter penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja
dari pimpinan perusahaan/instansi yang bersangkutan
4. Surat pernyataan dokter penanggung jawab
5. Salinan Surat Keputusan Penunjukan (SKP) Dokter Pemeriksa Kesehatan
Tenaga Kerja bagi dokter penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja
6. Rencana program & kegiatan yg akan dilaksanakan min. dalam 1 tahun
berjalan.
PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN
DI TEMPAT KERJA
Program P3K di Tempat Kerja

 Kebijakan & komitmen


 Identifikasi & evaluasi potensi bahaya
 Diklat petugas
 Penyediaan fasilitas P3K
 Pelaksanaan P3K
 Pemeliharaan
 Pelaporan
 Evaluasi
RASIO JUMLAH PETUGAS P3K
DI TEMPAT KERJA

Klasifikasi Jumlah Petugas


Jumlah Pekerja
Tempat Kerja P3K
Antara 25-150 1 orang
Potensi bahaya
rendah 1 orang tiap 150
Diatas 150
atau kurang
Dibawah 100 1 orang
Potensi bahaya
tinggi 1 orang tiap 100
Diatas 100
atau kurang
KURIKULUM PELATIHAN
PETUGAS P3K DI TEMPAT KERJA
Materi Dasar:
 Dasar2 Kesehatan Kerja & Peraturan Perundangan P3K di Tempat Kerja
 Dasar2 P3K di Tempat Kerja
Materi Inti:
 Anatomi & Fisiologi Manusia
 Pertolongan Pertama Pertama pd Gangguan Umum
 Resusitasi Jantung Paru
 Pertolongan Pertama pd Gangguan Lokal
 Pertolongan Pertama pd Gangguan Kejang, Pajanan Suhu Lingkungan &
Bahan Kimia
 Pertolongan Pertama pd Keadaan Khusus
 Tanggap Darurat & Evakuasi Korban dlm Pertolongan Pertama
Mekanisme Penerbitan
Sertifikat P3K
 Perusahaan berkoordinasi dg peyelenggara atau
perusaahaan menyelenggarakan sendiri

 Penyelenggara melaporkan pelaksanaan pelatihan


kpd Disnaker setempat

 Penyelenggara melaksanakan pelatihan

 Penyelenggara berkoordinasi dg Disnaker setempat


melakukan evaluasi & laporan hasil pelatihan

 Penyelenggara mengajukan permohonan penerbitan


sertifikat kpd Dirjen Binwas Ketenagakerjaan c.q.
Direktur Pengawasan Norma K3 dg lampiran berkas
evaluasi
PEMBERIAN LISENSI PETUGAS P3K
DI TEMPAT KERJA
Pengurus mengajukan permohonan kpd instansi
yg bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan
setempat disertai lampiran:
◼ Surat keterangan penunjukkan dari
perusahaan sbg Petugas P3K di tempat kerja
◼ Surat keterangan sehat jasmani & rohani dari
dokter
◼ Surat pernyataan bersedia ditunjuk sbg
Petugas P3K di tempat kerja
◼ Salinan sertifikat
◼ Pasfoto 2x3 berwarna sebanyak 2 lembar

Lisensi petugas P3K di tempat kerja berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak tanggal diterbitkan & dap
at diperpanjang dg mengajukan permohonan & lampiran sebagaimana diatas disertai laporan keg
iatan
BUKU KEGIATAN PETUGAS P3K
DI TEMPAT KERJA
 Petugas P3K wajib memiliki Buku
Kegiatan Petugas P3K di Tempat
Kerja.

 Buku Kegiatan Petugas P3K di


Tempat Kerja digunakan utk
mencatat semua kegiatan dlm
melakukan pertolongan pertama,
latihan pertolongan pertama
ataupun dlm pemeliharaan kotak P3K

 Buku Kegiatan Petugas P3K


dikeluarkan oleh instansi yg
bertanggung jawab dibidang
ketenagakerjaan setempat.
PETUGAS P3K DI TEMPAT KERJA
 Pengurus wajib mengatur tersedianya Petugas P3K
 Pengurus wajib mengatur tersedianya Petugas P3K pd:
✓ Tempat kerja dg unit kerja berjarak 500-meter atau lebih sesuai jml pekerja &
potensi bahaya di tempat kerja;
✓ Tempat kerja di setiap lantai yg berbeda di gedung bertingkat sesuai jml pekerja &
potensi bahaya di tempat kerja;
✓ Tempat kerja dg jadwal kerja shift sesuai jml pekerja & potensi bahaya di tempat
kerja
 Pengurus wajib memasang pemberitahuan tt nama & lokasi petugas P3K di tempat
kerja pd tempat yg mudah terlihat.
 Petugas P3K dlm melaksanakan tugasnya dpt meninggalkan pekerjaan utamanya utk
memberikan pertolongan bagi pekerja dan/atau orang lain yg mengalami sakit/cedera
di tempat kerja.
 Petugas P3K di tempat kerja dpt menggunakan tanda khusus yg mudah dikenal oleh
pekerja yg membutuhkan pertolongan
Pemberian Fasilitas P3K di Tempat Kerja

 Ruang P3K
 Kotak P3K beserta isinya
 Alat evakuasi & alat tranportasi
 Fasilitas tambahan berupa APD dan/atau peralatan
khusus di tempat kerja yg memiliki potensi bahaya
yg bersifat khusus.
Ruang P3K
Wajib menyediakan ruang P3K di tempat
kerja, bila mempekerjakan :
 100 orang atau lebih;
 kurang dari 100 orang dg potensi
bahaya tinggi

Persyaratan ruang P3K, meliputi :


a. lokasi ruang P3K :
 dekat dg toilet/kamar mandi;
 dekat jalan keluar;
 mudah dijangkau dari area kerja;
dan
 dekat dg tempat parkir kendaraan.
b. luas min. menampung satu tempat tidur
pasien & ada ruang gerak petugas P3K
serta fasilitas P3K lainnya;
c. bersih & terang, ventilasi baik, memiliki
pintu & jalan yg cukup lebar utk
memindahkan korban;
d. diberi tanda dg papan nama jelas &
mudah dilihat;
Kotak P3K
 Persyaratan Kotak P3K :
◼ terbuat dari bahan yg kuat & mudah
dibawa, berwarna dasar putih dg
lambang P3K berwarna hijau;
◼ tidak boleh diisi bahan/alat selain yg
dibutuhkan utk pelaksanaan P3K di
tempat kerja;

 Bila jarak antar unit kerja berjarak 500-


meter atau lebih, masing2 unit kerja
harus menyediakan kotak P3K sesuai
jml pekerja;

 Bila tempat kerja pd lantai yg berbeda di


gedung bertingkat, masing2 unit kerja
harus menyediakan kotak P3K sesuai
jml pekerja
HIV/AIDS DI TEMPAT KERJA
Kepmenakertrans No. KEP.68/MEN/IV/2004
Pencegahan & Penanggulangan HIV/AIDS Di
Tempat Kerja
Pasal 2
1. Pengusaha wajib melakukan upaya pencegahan & penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja
2. Untuk melaksanakan upaya dimaksud, pengusaha wajib :
a. Mengembangkan kebijakan tt upaya pencegahan & penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja yg dapat dituangkan
dlm Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
b. Mengkomunikasikan kebijakan dg Komunikasi, Informasi & Edukasi melalui program pendidikan yg
berkesinambungan
c. Memberikan perlindungan dari tindak & perlakuan diskriminatif.
d. Menerapkan prosedur K3 khusus utk pencegahan & penanggulangan HIV/AIDS sesuai dg peraturan perundangan
& standar yg berlaku

Pasal 3
Pekerja/Buruh dg HIV/AIDS berhak mendapatkan Pelayanan Kesehatan Kerja sama dg pekerja/buruh lainnya sesuai dg
peraturan perundangan yg berlaku

Pasal 5
1. Pengusaha atau pengurus dilarang melakukan uji HIV utk digunakan sbg prasyarat suatu proses rekrutment atau
kelanjutan status pekerja/buruh atau kewajiban pemeriksaan kesehatan rutin.
2. Uji HIV hanya dpt dilakukan atas dasar sukarela dg persetujuan tertulis dari pekerja/buruh
3. Apabila uji HIV dilakukan, maka pengusaha atau pengurus wajib menyediakan konseling kpd pekerja/buruh sebelum
atau sesudah dilakukan uji HIV
4. Uji HIV hanya boleh dilakukan oleh dokter yg mempunyai keahlian khusus sesuai peraturan perundangan & standar yg
berlaku
KEBIJAKAN
PENCEGAHAN & PENANGGULANGAN HIV/AIDS
Isi kebijakan :
i. Pernyataan komitmen pengusaha/pengurus
ii. Mengembangkan strategi & promosi program
iii. Memberikan pendidikan kepada pekerja buruh
iv. Memberikan informasi tt pelayanan pengujian, konseling & pelayanan
yg dibutuhkan
v. Dilarang mewajibkan uji HIV
vi. Melarang segala bentuk stigmatisasi & diskriminasi
vii. Menjaga kerahasiaan identitas pekerja/buruh dg HIV/AIDS
PENDIDIKAN
PEKERJA/BURUH DI TEMPAT KERJA
CAKUPAN PENDIDIKAN :
i. Penjelasan tt HIV/AIDS, cara penularan & pencegahannya
ii. Penjelasan IMS salah satu faktor risiko terinfeksi HIV/AIDS
iii. Pemberian informasi tt layanan pengobatan IMS, VCT
iv. Penjelasan peraturan perundang2an

PELAKSANAAN PENDIDIKAN :
i. Membentuk sub-komite dlm kepengurusan P2K3 atau Pelayanan Kesehatan
Kerja;
ii. Mempersiapkan & membekali anggota P2K3 dan/ atau personil Pelayanan
Kesehatan Kerja serta pekerja/buruh yg dipilih sbg penyuluh;
iii. Anggota P2K3 dan/atau personil Pelayanan Kesehatan Kerja serta pekerja/buruh
yg dipilih setelah dididik wajib menyelenggarakan pendidikan kpd seluruh
pekerja/buruh;
iv. Pekerja/buruh yg dipilih & sudah dididik ditugaskan utk:
✓ Menyebarluaskan informasi
✓ Mempengaruhi pekerja/buruh
✓ Memantau perilaku pekerja/buruh yg berisiko thd penularan HIV/AIDS
MATERI PENDIDIKAN
ANGGOTA P2K3 & PERSONIL PKK
MATERI PENDIDIKAN
PEKERJA/BURUH DI TEMPAT KERJA
Prosedur K3 Khusus
Pencegahan & Penanggulangan HIV/AIDS

1. Langkah2 pencegahan & pengendalian


a) Syarat2 K3
b) Menunjukkan yg berisiko penularan
c) Pekerja mamatuhi instruksi & prosedur
d) Diklat khusus & menyediakan perlengkapan
e) Pengendalian (identifikasi bahaya, penilaian risiko, pengendalian risiko)

2. Pengawasan terhadap infeksi di tempat kerja


a) Kewaspadaan universal
b) Penularan HIV pd pekerja

3. Program gawat darurat & pertolongan pertama


a) Penanganan terhadap pekerja yg kemungkinan terpajan darah/cairan tubuh
b) Persyaratan pelaksanaan P3K
P4GN DI TEMPAT KERJA
Permenakertrans No. Per.11/Men/VI/2005
P4GN Di Tempat Kerja

Pasal 2
1) Pengusaha wajib melakukan upaya aktif pencegahan &
penanggulangan penyalahgunaan & peredaran gelap narkotika
(P4GN) di tempat kerja.
2) Upaya aktif P4GN di tempat kerja sebagaimana dimaksud adl :
a. penetapan kebijakan;
b. penyusunan & pelaksanaan program.

Pasal 4
2) Penetapan kebijakan sebagaimana dimaksud harus dinyatakan
secara tertulis & sekurang2nya memuat :
a. komitmen pengusaha dlm upaya pencegahan & penanggulangan;
b. komitmen pembentukan unit yg menangani program P4GN di
tempat kerja.
3) Unit sebagaimana dimaksud dpt merupakan unit tersendiri atau
terintegrasi dg P2K3 atau PKK.
4) Kebijakan sebagaimana dimaksud harus diberlakukan tanpa
diskriminasi.
Permenakertrans No. Per.11/Men/VI/2005
P4GN Di Tempat Kerja

Pasal 5
1) Pelaksanaan program sebagaimana dimaksud dilaksanakan dg cara :
a. mengkomunikasikan kebijakan & program kepada semua pekerja/buruh;
b. melaksanakan program penyuluhan, pendidikan & latihan utk
meningkatkan kesadaran pekerja/buruh;
c. mengembangkan program bantuan konsultasi bagi pekerja/buruh;
d. melaksanakan evaluasi kebijakan & program secara berkala.
2) Pelaksanaan program sebagaimana dimaksud hrs terintegrasi dlm program
K3.

Pasal 6
1) Pengusaha dpt meminta pekerja/buruh yg diduga menyalahgunakan
narkotika, psikotropika & zat adiktif lainnya utk melakukan tes dg biaya
ditanggung oleh perusahaan.
2) Pelaksanaan tes sebagaimana dimaksud hrs dilakukan oleh sarana
pelayanan kesehatan atau laboratorium yg berwenang sesuai peraturan
perundang2an yg berlaku.
3) Hasil tes sebagaimana dimaksud hrs dijaga kerahasiaannya sebagaimana
yg berlaku bagi data rekam medis lainnya.
4) Berdasarkan hasil tes sebagaimana dimaksud, dokter yg telah
mendapatkan pelatihan di bidang narkotika, psikotropika & zat adiktif
lainnya dpt menetapkan apakah pekerja/buruh harus mengikuti
perawatan dan/atau rehabilitasi.
Permenakertrans No. Per.11/Men/VI/2005
P4GN Di Tempat Kerja

Pasal 7
2) Pengusaha dpt menjatuhkan tindakan disiplin kepada
pekerja/buruh dlm hal pekerja/buruh tdk bersedia utk
mengikuti program pencegahan, penanggulangan,
perawatan dan/atau rehabilitasi akibat penyalahgunaan
narkotika, psikotropika atau zat adiktif lainnya.

Pasal 8
1) Pengusaha atau pekerja/buruh hrs segera melaporkan
kepada Kepolisian Negara RI apabila ditemukan seseorang
atau lebih memiliki atau mengedarkan narkotika, psikotropika
& zat adiktif lainnya di tempat kerja.
2) Laporan sebagaimana dimaksud disampaikan juga kpd
instansi yg bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
Kabupaten/Kota melalui mekanisme pelaporan P2K3 atau
PKK.
Kebijakan Terhadap Penyalahguna Narkoba

Penyalahguna Sukarela Lapor Diri Penyalahguna Yang Tertangkap


Penyalahguna narkoba yang secara sukarela Penyalahguna narkoba yang tidak melaporkan
melaporkan diri ke IPWL atau dilaporkan oleh diri ke IPWL dapat ditangkap aparat & akan
anggota keluarga tidak akan dituntut pidana. diproses hukum.
Penyelenggaraan Wajib Lapor
Penyalahguna Narkoba

 Dilakukan di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)


 IPWL dapat di Puskesmas, RS Umum, RS Khusus, Lembaga Rehabilitas
Medis/Sosial
 Diusulkan oleh Dinas Kesehatan setempat
 Ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
 IPWL akan melakukan tahapan pengkajian, perencanaan terapi &
pelaksanaan terapi beserta rehabilitasi
 Penyalahguna narkoba yg telah menjalani lapor diri diberi kartu pasien (lapor
diri) setelah menjalani pengkajian; kartu berlaku utk 2 kali masa perawatan
 IPWL yg tidak memiliki kemampuan utk melakukan perawatan tertentu sesuai
rencana rehabilitasi hrs melakukan rujukan kpd institusi yg memiliki
kemampuan tsb
 Penyalahguna narkoba yg sedang menjalani perawatan tetap harus
melakukan lapor diri di IPWL terdekat
Permenakertrans No. 13/2022
Penanggulangan Tuberkulosis di Tempat Kerja

Pasal 2
1) Pengusaha dan Pengurus wajib melaksanakan Penanggulangan
Tuberkulosis di Tempat Kerja.
2) Penanggulangan Tuberkulosis di Tempat Kerja sebagaimana
dimaksud merupakan upaya K3 yg diselenggarakan oleh unit
pelayanan kesehatan kerja.
3) Penanggulangan Tuberkulosis di Tempat Kerja dilakukan melalui:
a) penyusunan kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis di
Tempat Kerja
b) sosialisasi, penyebaran informasi & edukasi Tuberkulosis di
Tempat Kerja
c) penemuan kasus Tuberkulosis
d) penanganan kasus Tuberkulosis
e) pemulihan kesehatan
4) Dalam hal penemuan kasus Tuberkulosis & penanganan kasus
Tuberkulosis sebagaimana dimaksud yg merupakan PAK maka
harus ditindaklanjuti sesuai dg ketentuan peraturan perundang2an.
KEBIJAKAN
PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS
DI TEMPAT KERJA

Isi kebijakan :
i. Komitmen dlm melakukan
Penanggulangan Tuberkulosis di
Tempat Kerja
ii. Program kerja Penanggulangan
Tuberkulosis di Tempat Kerja
iii. Penghapusan stigma & diskriminasi
pd Pekerja/Buruh yg menderita
Tuberkulosis.
PENDIDIKAN
PEKERJA/BURUH DI TEMPAT
KERJA
i. Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis
ii. Membudayakan perilaku hidup bersih & sehat
iii. Membudayakan perilaku etika batuk
iv. Peningkatan daya tahan tubuh melalui
perbaikan gizi kerja & peningkatan kebugaran
v. Edukasi dampak penyakit penyerta terhadap
perburukan Tuberkulosis
vi. Melakukan pemeliharaan & perbaikan kualitas
Tempat Kerja.
Penemuan kasus dilakukan melalui:
a. pemeriksaan kesehatan awal & berkala bagi Pekerja/Buruh
b. pemeriksaan kesehatan khusus, terutama dilakukan pada
Pekerja/Buruh yg termasuk dlm kelompok berisiko
c. investigasi & pemeriksaan kasus kontak erat di Tempat
Kerja

Kelompok berisiko → Pekerja/Buruh dg penyakit penyerta,


Pekerja/Buruh yg terpajan faktor bahaya lingkungan Kerja,
Pekerja/Buruh yg terpajan bakteri Tuberkulosis karena
pekerjaannya.

Pekerja/Buruh yg menderita Tuberkulosis atau yg mengetahui


adanya kemungkinan kasus Tuberkulosis di Tempat Kerja wajib
melaporkan kepada Pengusaha/Pengurus untuk ditindaklanjuti dg
pemeriksaan kesehatan
• Pengusaha & Pengurus wajib memastikan
Pekerja/Buruh mendapatkan pengobatan sesuai dg
pedoman Penanggulangan Tuberkulosis Nasional
• Pengusaha & Pengurus melakukan pemantauan
kepatuhan minum obat, kemajuan pengobatan & hasil
pengobatan.
• Pekerja/Buruh yg menderita Tuberkulosis wajib
mematuhi semua tahapan dlm penanganan kasus
Tuberkulosis
• Pengusaha & Pengurus harus memberikan dukungan
upaya rehabilitasi yg dibutuhkan Pekerja/Buruh
setelah penanganan penyakit Tuberkulosis sesuai dg
ketentuan peraturan perundang2an
• Pekerja/Buruh yg menderita Tuberkulosis diupayakan
kembali bekerja sesuai dg penilaian kelaikan kerja
oleh dokter perusahaan atau dokter yang merawat
JEJARING PPM-TB DI TEMPAT KERJA
Dinas Kesehatan Dinas Naker Apindo SP/SB

garis komando

Manajemen
Rumah Sakit P2K3 Unit SP/SB
Perusahaan
Grs koordinasi

TIM DOTS PERUSAHAAN:


• Manager K3 (HSE) Grs rujukan
• Ahli K3 pelayanan dan
mnajemen
• HRD
Puskesmas • Dokter & paramedis perusahaan
• Unsur SP/SB
• Anggota P2K3 Grs rujukan
pelayanan

Unit Pelaksana
Pelayanan TB DOTS
Perusahaan
Kriteria Fit to Work utk kandidat atau karyawan dg TB:
GIZI KERJA
PROGRAM PENYELENGGARAAN GIZI KERJA

▪ Komitmen Manajemen
▪ Penyuluhan & Ceramah Gizi Kerja
▪ Penyediaan Kantin & Ruang Makan
▪ Pengadaan Uang Makan yg Memadai
▪ Pemberian Makanan di Tempat Kerja
- Frekuensi Makan
- Perilaku Makan Sehat
▪ Pembinaan & Koordinasi Penjaja Makanan
▪ Penyediaan Preparat Gizi
▪ Kesegaran Jasmani & Pola Hidup Sehat
▪ Pengujian
Penerapan Gizi Kerja di Pekerja

1. Penentuan kelompok pajanan serupa (Similar Exposure Group/SEG)


2. Pengukuran antropometri pekerja SEG
3. Penghitungan & analisis kebutuhan kalori basal pekerja SEG
4. Penghitungan & analisis beban kerja pekerja SEG
5. Penghitungan & evaluasi jumlah kalori menu diit SEG
6. Komunikasi-edukasi-informasi pekerja SEG
7. Evaluasi Program & Record Keeping.
Teknis Penyelenggaraan
Makanan Tenaga Kerja
Kewajiban Perusahaan
• Perusahaan yg jml pekerja 50 s.d. 200 orang → menyediakan ruang/tempat
makan
• Perusahaan yg jml pekerja lebih dari 200 orang → menyediakan kantin
• Makanan yg disediakan pengusaha harus menurut menu yg memenuhi syarat
kesehatan.
• Pengusaha yg mempekerjakan
→ pekerja/buruh perempuan antara pk. 23.00 s.d. 07.00
→ pekerja/buruh selama waktu kerja lembur
wajib utk memberikan makanan & minuman bergizi min 1.400 kalori &
diberikan pd waktu istirahat antara jam kerja (tidak dpt diganti dg uang)
Teknis Penyelenggaraan
Makanan Tenaga Kerja (lanj.)
Kewajiban Katering
• Katering yg mengelola makanan di perusahaan harus terlebih dahulu mendapatkan
rekomendasi dari Disnaker setempat.
• Pegawai katering hrs diperiksa kesehatan badannya yg dinyatakan dg surat keterangan
dokter sebelum bekerja paling sedikit 1 x dlm setahun; pemeriksaan badan hrs disertai
dg pemeriksaan rontgen paru.
• Pegawai katering hrs mendapat didikan tt kebersihan & kesehatan berdasarkan SNI 19-
7056:2004.
• Semua pegawai katering hrs bebas dari salah satu penyakit menular & selalu hrs
menjaga kebersihan badannya; ybs tidak boleh melayani makanan bila menderita sesuatu
penyakit sampai dinyatakan oleh dokter bahwa ybs sudah sehat kembali.
• Pengelola katering hrs menyediakan pakaian/short & tutup kepala yg bersih utk pegawai
katering utk dipergunakan waktu melayani makanan.
Hiperkes & KK Bagi Catering di Tempat Kerja
(SNI 19-7056:2004)
Hiperkes & KK Bagi Catering di Tempat Kerja
(SNI 19-7056:2004)
HIGIENE INDUSTRI
MANAJEMEN HIGIENE
INDUSTRI
Merupakan bagian dari keseluruhan
sistem manajemen perusahaan, yg
mengatur & mengendalikan sanitasi
perusahaan dlm kaitannya dg K3 yg
akan memengaruhi produktivitas kerja
• UU No. 01/1970 tt Keselamatan Kerja
• UU No.13/2003 Pasal 86 & 87 tt K3
• UU No. 36/2009 Bab XII tt Kesehatan Kerja
• PP No. 36/2005 tt Bangunan Gedung
• PP No. 50/2012 tt Penerapan SMK3
• Perpres No. 07/2019 tt Penyakit Akibat Kerja
• Kepmenakertrans No. KEP.209/MEN/X/2008 tt Penetapan
SKKNI Higiene Industri
• Permenakertrans No. PER.02/MEN/1980 tt Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja dlm Penyelenggaraan
DASAR Keselamatan Kerja
• Permenakertrans No. PER.08/MEN/VII/2010 tt APD
HUKUM • Permenakertrans No: 05/2018 tt K3 Lingkungan Kerja
• Permenkes No. 48/2016 tt Standar K3 Perkantoran
• Permenkes No. 70/2016 tt Standar & Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Industri
• Insmenankertrans No. 2/Men/BW/BK/1984 tt Pengesahan
APD
• Insmenakertrans No. 05/Men/BW/1997 tt Pengawasan
APD
• SE Menakertrans No. 05/BW/1997 tt Penggunaan APD
• SE Menakertrans No. 06/BW/1997 tt Pendaftaran APD
PP NOMOR 50 TAHUN 2012

Pasal 14
PERMENAKERTRANS NO. 05/2018

Pasal 45

• Pengukuran & pengendalian lingkungan kerja harus dilaksanakan oleh


personil K3 bidang lingkungan kerja

• Personil K3 sebagaimana dimaksud meliputi:


a. Ahli K3 Muda Lingkungan Kerja

b. Ahli K3 Madya Lingkungan Kerja

c. Ahli K3 Utama Lingkungan Kerja


TATA CARA PENERBITAN SKP IH SPECIALIST
(AHLI K3 LINGKUNGAN KERJA)

Mengajukan permohonan ke Direktur Jendral


Pengawasan Norma K3 dg melampirkan :
PERMENAKERTRANS NO. 05/2018

Pasal 58
• Setiap tempat kerja yg memiliki potensi bahaya lingkungan kerja wajib dilakukan
pemeriksaan dan/atau pengujian

Pasal 60
• Pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana dimaksud meliputi:
a. Pertama
b. Berkala
c. Ulang, dan
d. khusus
TAHAPAN MANAJEMEN
HIGIENE INDUSTRI
KOMPONEN PENTING
PROGRAM HIGIENE INDUSTRI
• Kebijakan & program yang tertulis jelas;
• Mengenal bahaya kesehatan;
• Evaluasi & penilaian pemaparan;
• Pengendalian bahaya kesehatan;
• Pelatihan pekerja;
• Keterlibatan pekerja;
• Evaluasi program & penyimpanan pelaporan.
Evaluasi &
Penilaian
Pemaparan

 Pemantauan Lingkungan
(areal atau personal
monitoring);
 Biological Monitoring;
 Sample analysis;
 Evaluasi terhadapa Nilai
Ambang Batas (NAB) atau
Biological Exposure Indices
(BEI).
Dasar-dasar Sampling
 Sampling: proses penarikan contoh dr suatu kuantitas
besar bahan, suatu porsi kecil bahan yg benar2
mewakili komposisi seluruh bahan tsb

 Media sampling: bahan yg digunakan utk mengukur


kontaminan melalui proses penganalisaan di
laboratorium utk menentukan kadar kontaminan yg
ada dlm udara

 Sampling dilakukan oleh karena:


❖ Objek yg akan diamati terlalu banyak/besar
❖ Homogenitas objek yg diamati
❖ Keterbatasan waktu
❖ Keterbatasan sumber daya (SDM, dana, dll.)

 Secara umum pendekatan cara sampling dilakukan dg


dua cara, yaitu:
❖ Direct reading (real time sampling)
❖ Sampling integrated (medium sampling)
Direct Reading
(Real Time Sampling)
Pengumpulan sampel dlm waktu singkat (kurang dari 10
menit);

Biasanya menggunakan direct reading instruments, mis.


detector tubes.

Pengukuran sesaat;

Preliminary information;

Screening;

Dapat mengukur ‘peak’.


Sampling Integrated
(Medium Sampling)

Pengambilan sampel dari 10-15 menit hingga beberapa jam;

Karena itu disebut monitoring kontinyu;

Bisa meliputi satu shift kerja;

Hasilnya menggambarkan integrasi dari seluruh jam kerja (8


jam);

Dapat dilakukan beberapa pengukuran & diambil rerata;

Sampel biasanya dianalisa di lab.


Strategi Sampling
❑ Merupakan suatu perencanaan yg dalam efektifitas
penggunaan sumber daya utk mencapai tujuan.

❑ Harus mempertimbangkan aspek:


1. Perlindungan kesehatan
2. Pemenuhan peraturan pemerintah
3. Efektifitas biaya

❑ Komponen Strategi Sampling terdiri dari :


➢ WHAT to sample
➢ WHEN to sample
➢ WHERE to sample
➢ WHOM to sample
➢ HOW LONG to sample
➢ HOW MANY samples to take
Strategi Sampling
(lanj.)
 WHAT →Apa yg akan disampling (jenis bahaya)
Bertujuan utk menentukan metode pengukuran yg
digunakan (prosedur, alat ukur, metode analisis akhir)

 WHEN→ Kapan dilakukan pengambilan sampel


▪ Siang atau malam
▪ Pre shift, during shift, end of shift, or end of work
week

 WHERE →Dimana sampel diambil


▪ Pengukuran di lingkungan kerja
▪ Pengukuran pada pekerja

 WHOM (Jika pekerja dijadikan sampel) → Siapa yg


akan dijadikan sampel (pekerja yg berisiko terpajan)
▪ Maximum risk employee
▪ Random
Strategi Sampling
(lanj.)
 HOW MANY →Berapa banyak sampel akan diambil;
dipengaruhi oleh:
▪ Luas area yg berisiko (Area sampling)
▪ Minimal utk analisis (Material Sampling)
▪ Jumlah pekerja yg berisiko (Similar Exposure
Group Sampling)

 HOW LONG → Berapa lama waktu yg diperlukan


dlm pengambilan satu sampel (Lihat NIOSH
Occupational Exposure Sampling Strategy Manual)
▪ Full period single sampel
▪ Full period consecutive sampel
▪ Partial period consecutive sampel
Strategi Sampling (lanj.)
Metode Sampling

Personal Monitoring:
Beberapa Cara Sampling
Beberapa Cara
Sampling (lanj.)
➢ Bio Monitoring:
 Mengambil contoh dari cairan tubuh
manusia yakni urine, darah, atau
udara nafas;
 Bisa dilakukan utk bahan yg memiliki
BEI (Biological Exposure Indices);
 Mengukur ‘body burden’;

➢ Medical monitoring
 Sering disebut health surveillans;
 Faal paru; Audiometry; Faal Hati; dll.
Nilai Ambang Batas (NAB)
Standar faktor2 lingkungan kerja yg dianjurkan di tempat kerja agar
tenaga kerja masih dpt menerimanya tanpa mengakibatkan
penyakit/gangguan kesehatan, dlm pekerjaan sehari2 utk waktu
tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Bukan merupakan batas antara aman & tak aman; hanya didasarkan
pd pertimbangan kesehatan (Health Based).

Kategori NAB faktor kimia :


 NAB rerata selama jam kerja (TWA); kadar bahan2 kimia rerata
di udara lingkungan kerja selama 8 jam/hari atau 40 jam/minggu.
 NAB batas pemaparan singkat (STEL); kadar tertentu bahan2
kimia di udara lingkungan kerja dimana tenaga kerja dpt terpajan
tdk lebih dari 15 menit & tdk lebih dari 4x/hari tanpa efek iritasi
& narkosis.
 NAB tertinggi (CEILING); kadar tertinggi bahan2 kimia di udara
lingkungan kerja setiap saat yg tidak boleh dilewati selama
melakukan pekerjaan.
INTERNASIONAL
• American Conference of
Governmental Industrial Hygienist
(ACGIH)
• Occupational Safety & Health
Standar Agency (OSHA)

Nilai • National Institute for Occupational


Safety & Health (NIOSH)
Ambang
Batas (NAB) NASIONAL
• Permenakertrans No. 05/2018 tt K3
Lingkungan Kerja
• Permenkes No. 70/2016 tt Standar
& Persyaratan Kesling Kerja
Industri
• Mencegah penyakit akibat faktor risiko
pendengaran melalui antisipasi, rekognisi,
evaluasi & pengendalian terhadap faktor risiko
pendengaran

• Komponen penting:
Program 1. Survei Bising
Konservasi 2. Pengendalian Teknis & Administratif Pajanan
Pendengaran Bising
3. Evaluasi Audiometri
4. Peralatan Pelindung Pendengaran Pribadi
5. Edukasi & Motivasi
6. Penyimpanan Laporan
7. Evaluasi Program
Survei Bising
1. Pengukuran Area
• Melakukan pemantauan kebisingan lingkungan kerja
• Mengidentifikasi sumber2 bising di lingkungan kerja
• Mengidentifikasi tempat kerja dg paparan bising yg melebihi NAB.
• Menentukan apakah pengukuran lebih lanjut (analisis frekuensi)
perlu dilakukan
• Membuat peta kebisingan (Noise Mapping)

2. Pengukuran Pajanan Harian


• Mengidentifikasi dosis paparan harian kelompok kerja
• Menentukan pekerja yg perlu dipantau secara individual
• Menganalisa dosis paparan harian
• Menentukan pekerja yg memerlukan penilaian lebih lanjut

3. Pengukuran Teknis (Engineering)


• Melakukan analisa frekuensi utk kepentingan pengendalian
• Mengetahui pola kebisingan guna kepentingan pemeliharaan,
modifikasi & perencanaan pembelian
• Menentukan daerah yg memerlukan penggunaan alat pelindung
pendengaran
• Mengusulkan pengendalian yg diperlukan
Alat Pengukur Higiene Industri Terkait Bising

Jenis Pengukuran Alat Ukur Gambar

Sound Level Meter


Area
(ANSI S1.4-1983)

Noise Dosimeter
Pajanan Harian
(ANSI S1.25-1991)

Octave Band Analyzer


Teknis (Engineering)
(ANSI S1.11-2004)
Evaluasi Audiometri

• Baseline audiograms dilakukan sbg referensi utk perbandingan di


kemudian hari. Kriteria inklusi karyawan yg menjalani evaluasi tsb
adl:
✓ Karyawan yg terpajan bising > 85 dBA pertama kali dlm kurun
waktu 6 bulan
✓ Karyawan baru yg terpajan bising > 85 dBA dlm kurun waktu 1
bulan sejak bergabung
✓ Karyawan yg tidak terpajan bising (puasa bising) selama 14 jam
sebelum pelaksanaan evaluasi

• Annual audiograms dilakukan setidaknya setiap 1 tahun pasca


baseline audiograms utk setiap karyawan yg terpajan bising rerata
> 85 dBA selama 8 jam kerja
Pengaruh Pencahayaan
Terhadap Tenaga Kerja
• Kelelahan mata
• Kelelahan mental
• Keluhan pegal di daerah mata
• Kerusakan indera mata
• Meningkatkan terjadinya kecelakaan
PRINSIP PENGUKURAN
PENERANGAN
(berdasarkan SNI 7062:2019)

• Pengukuran intensitas penerangan


ini memakai alat luxmeter yg
hasilnya dpt langsung dibaca.

• Alat ini mengubah energi cahaya


menjadi energi listrik, kemudian
energi listrik dlm bentuk arus
digunakan utk menggerakkan
jarum skala. Untuk alat digital,
energi listrik diubah menjadi
angka yg dapat dibaca pd layar
pantau.

skk_training | Pelayanan kebidanan komplementer berbasis evidance base


EFEK VIBRASI TERHADAP KESEHATAN
Whole Body Vibration Hand Arm Vibration
Akut: Akut:
• Mabuk (motion sickness), tidak • Mati rasa yg sifatnya sementara pd ujung jari
nyaman, mual, kelelahan, tetapi tdk mempengaruhi aktivitas kerja.
pandangan menjadi kabur. • Ujung jari memutih,ada rasa sakit jika aliran
darah kembali normal.

Kronis: Kronis:
• Kerusakan pd tulang & persendian • Penciutan pembuluh darah pd jari.
(osteoarthritis) permanen, kerusakan tulang • Raynaud’s syndrome.
belakang permanen; disc prolaps • Degenerasi saraf, hilangnya indera peraba,
(bergesernya sendi yg menyebabkan pelembekan metakarpal & karpal (carpal
timbulnya rasa sakit pd punggung bawah) tunnel syndrome)
• Efek pd tekanan darah yg dapat • Terhentinya pertumbuhan otot.
menimbulkan masalah pd jantung & • Gangguan fungsi reproduksi wanita
pembuluh darah
• Efek pd sistem saraf yg dapat menimbulkan
keluhan sakit kepala, gangguan tidur, lemah,
lelah & lesu
• Gangguan fungsi reproduksi wanita
skk_training | Pelayanan kebidanan komplementer berbasis evidance base
Prinsip Pengukuran
Whole Body Vibration
(berdasarkan SNI 7186:2009)

Prinsip
• Percepatan getaran diukur dg alat
vibration meter pd posisi kerja duduk
selama rentang waktu tertentu.
• Getaran diterima transducer & diubah
menjadi sinyal listrik dikuatkan oleh
amplifier diteruskan pd layar.
• Getaran diukur berdasarkan arah
sistem koordinat pd titik dimana
getaran merambat ke tubuh.
• Lokasi transducer pd 1 titik
pengukuran ditempatkan secara
orthogonal & berdekatan.

Peralatan
• Human vibration meter
• Akselerometer tiga sumbu
• Bantalan
skk_training | Pelayanan kebidanan komplementer berbasis evidance base
Prinsip Pengukuran
Hand Arm Vibration
(berdasarkan SNI 16-7054:2004)
Prinsip
• Akselerometer dipasang pd pegangan
tangan atau alat.
• Pengukuran dilakukan pd 2 atau 3 sumbu
koordinat.

Persyaratan
• Alat (akselerometer & unit vibrasi meter)
harus terkalibrasi.
• Titik pengukuran pd pegangan alat
dan/atau tangan dg kisaran frekuensi 5
Hz – 1500 Hz.
• Arah percepatan diukur dg menggunakan
1 dari 2 sistem koordina, yi sistem
biodinamik & basisentrik.
• Sistem basisentrik menunjukkan arah
percepatan pd pegangan alat atau mesin,
sedangkan sistem biodinamik
menunjukkan arah percepatan pd
tangan.

skk_training | Pelayanan kebidanan komplementer berbasis evidance base


Pengaruh Iklim Kerja
Panas Terhadap
Tenaga Kerja
HEAT CRAMPS
• kejang otot tubuh, perut
sakit, pingsan, lemah,
muntah

HEAT EXHAUSTION
• belum beraklimatisasi thd udara
panas
• keringat banyak, tekanan darah
turun, denyut nadi lebih cepat

HEAT STROKE
• belum beraklimatisasi
• suhu tubuh naik, kulit kering dan
panas

skk_training | Pelayanan kebidanan komplementer berbasis evidance base


CARA PENILAIAN
IKLIM KERJA PANAS
• Index Belding & Hatch (Index B-H)

• Predicted 4 Hours Sweat Rate

• Effective Temperature

• WBGT Index (ISBB)

skk_training | Pelayanan kebidanan komplementer berbasis evidance base


PRINSIP PENGUKURAN Prinsip
• Alat diletakkan pd titik pengukuran
IKLIM KERJA PANAS sesuai dg waktu yg ditentukan, suhu
basah alami, suhu kering & suhu
(berdasarkan SNI 16-7061:2004) bola dibaca pd alat ukur & indeks
suhu basah & bola diperhitungkan
dg rumus

Peralatan
• Alat2 yg dipakai harus telah
dikalibrasi oleh laboratorium yg
terakreditasi utk melakukan
kalibrasi, min. 1 tahun sekali.
• Termometer suhu basah alami yg
mempunyai kisaran -5 oC s.d. 50 oC
& bergraduasi max. 0,5 oC
• Termometer suhu kering yg
mempunyai kisaran -5 oC s.d. 50 oC
& bergraduasi max. 0,5 oC
• Termometer suhu bola yg
mempunyai kisaran -5 oC s.d. 100 oC
& bergraduasi max. 0,5 oC

skk_training | Pelayanan kebidanan komplementer berbasis evidance base


Tujuan utama dari program tsb adl mencegah
penyakit & cedera akibat faktor risiko
respirasi melalui antisipasi, rekognisi,
evaluasi & pengendalian terhadap faktor
risiko respirasi

Program Komponen penting dalam program ini adl:

Perlindungan 1. Kebijakan & program yg tertulis jelas;


2. Identifikasi bahaya kesehatan;
Respirasi 3. Evaluasi & penilaian pemaparan;
4. Pengendalian bahaya kesehatan;
5. Pelatihan pekerja;
6. Evaluasi Program & Record Keeping.
• Active Flow Monitoring
Teknik • Udara dihisap secara aktif utk
Pengambilan mendapatkan sampel kontaminan (gas,
debu,uap);
Sampel • Menggunakan pompa isap.
Teknik • Passive Flow Monitoring
• Bahan berdifusi secara aktif melalui
Pengambilan membran;
Sampel (lanj.) • Bisa mengukur gas atau radiasi;
Teknik • Surface sampling

Pengambilan • Dengan cara menyapukan (swab) dari


permukaan kemudian dibawa ke
Sampel (lanj.) laboratorium utk analisis;
Prinsip Pengendalian
Bahan Berbahaya & Beracun
LDKB (Inggris: MSDS)
 Informasi yg penting & dapat digunakan perusahaan utk
mengoptimalkan penggunaan bahan kimia & meningkatkan
standar K3

 Fungsi
• Membantu menunjukkan dampak bahan kimia pd produk akhir
• Menentukan kecocokan bahan & pencampuran bahan kimia yg
benar.
• Memberikan informasi tt cara penyimpanan & penanganan yg
benar
• Memudahkan pencegahan kerugian dari material yg kadaluarsa
• Menunjukkan tindakan pencegahan keamanan yg benar serta
tindakan pengawasan yg diperlukan

 Ditempatkan pada tempat yang mudah diketahui oleh tenaga


kerja & Pegawai Pengawas
Format LDKB
(Inggris: MSDS)
I. Identitas Bahan & Perusahaan IX. Sifat Fisika & Kimia
II. Komposisi Bahan X. Stabilitas & Reaktifitas Bahan
III. Identifikasi Bahaya XI. Informasi Toksikologi
IV. Tindakan P3K XII. Informasi Ekologi
V. Tindakan Penanggulangan XIII. Pembuangan Limbah
Kebakaran
XIV. Pengangkutan Bahan
VI. Tindakan Mengatasi
XV. Informasi Peraturan
Kebocoran & Tumpahan
Perundangan yg berlaku
VII. Penyimpanan & Penanganan
XVI. Informasi Lain yg Diperlukan.
Bahan
VIII. Pengendalian Pemajanan &
APD
Identitas/nomor unik uTk unsur kimia,
senyawa, polimer, campuran &
berbagai aloi

Menjadi referensi yg mudah & nyaman


Chemical dLm mencari sifat fisik & kimiawi
beserta informasi terkait kesehatan
Registry
Number https://support.cas.org
https://www.cdc.gov/niosh/npg/npg
dcas.html
https://www.osha.gov/chemicaldata
https://echa.europa.eu
• Mencegah penyakit akibat faktor risiko
ergonomi melalui antisipasi, rekognisi, evaluasi
& pengendalian terhadap faktor risiko ergonomi

• Komponen penting:
Program 1. Kebijakan & program yg tertulis jelas;
Pengendalian 2. Identifikasi bahaya kesehatan;
Ergonomi 3. Evaluasi & penilaian pemaparan;
4. Pengendalian bahaya kesehatan;
5. Pelatihan pekerja;
6. Evaluasi Program & Record Keeping.
Identifikasi Bahaya Kesehatan

Melakukan kajian laporan kecelakaan, penyakit atau data absensi


→ identifikasi pekerjaan/tugas yg berisiko & identifikasi pekerjaan
dg “turn over rate” yg tinggi

Melakukan survey pendahuluan (WALK-THROUGH SURVEY) utk


mengkaji proses kerja beserta deskripsi tugas:
Body Discomfort
BRIEF Survey Wawancara
Map
Faktor Risiko Definisi Alat Ukur

Tubuh tertekan pd suatu Rapid Upper Limb Assessment


Stres Kontak
permukaan/tepian Rapid Entire Body Assessment

Menekuk/memutar bagian Rapid Upper Limb Assessment


Posisi Janggal/Statis
tubuh Rapid Entire Body Assessment

Beban fisik yg berlebihan NIOSH Lifting Equation


Manual Handling
selama kerja WISHA Lifting Calculator
Menjalankan gerakan yg sama
Gerakan Berulang Assessment of Repetitive Task
berulang2
Melakukan pekerjaan dg
Visual Display Terminal menggunakan perangkat Rapid Office Strain Assessment
komputer

EVALUASI & PENILAIAN


PEMAPARAN
Jenis Penapisan Alat Uji Waktu Uji
Stresor Survey Diagnostic Stress (Q), Job Content HRA, Organizational changes,
Questionnaire (Q), COPSOQ (Q), NBJSQ Periodic (MCU)
(Q)
Faktor MMPI (T), HRV (D), Holmes-Rahe Pre-placement, Periodic
Questionnaire (Q), Work-Family Conflict (MCU)
(Q)
Gejala SRQ-20 (Q), SCL-90 (Q), PSS (Q), NBJSQ Periodic (MCU)
(Q), GAD-7 (Q), PHQ (Q), HRV (D)
Keterangan:
Q = Questionnaire
T = Test
D = Device
KESIMPULAN

OHIH-MS

HIRARC
Training, Review OHIH
Program & Audit Surveillance
Health ERP
Promotion
Work-related
Ergonomics Diseases
Food Safety &
Env. Sanitation

Anda mungkin juga menyukai