Anda di halaman 1dari 34

SOLIDIFIKASI STABILISASI

Merupakan alternatif terakhir


❖ Sesuai baku mutu TCLP
❖ Telah melalui proses solidifikasi/stabilisasi, incenerasi ,
pengolahan lainnya
❖ Lolos uji paint filter test : syarat tidak cair/lumpur
❖ Kuat tekan (compressive strenght) minimum : 1Kg/cm2

✓ Mudah meledak, mudah terbakar, reaktif, menyebabkan infeksi


✓ Mengandung zat organik lebih besar dari 10%
✓ Mengandung PCB, dioxin, bersifat radioaktif, berfase cair atau
lumpur
Prosedur Peluluhan Karakteristik Toksisitas (TCLP,Toxicity Characteristic Leaching
Procedure) merupakan
✓ Penentuan salah satu sifat “BERBAHAYA atau BERACUN” dari sebuah limbah.
✓ Evaluasi produk PRETREATMENT limbah sebelum di landfilling : proses
solidifikasi/stabilitasi (S/S)

✓ Limbah yang berkategori berbahaya, tidak diperkenankan di landfilling


dalam kondisi cair.
✓ Limbah tersebut harus dalam kondisi matrik padat : melalui proses S/S
misalnya mencampur dengan sement.
✓ Diadopsi oleh Indonesia melalui Kep Bapedal 03/Bapedal/09/95
Secara umum stabilisasi didefinisikan sebagai proses
pencampuran bahan berbahaya dengan bahan tambahan
(aditif) dengan tujuan untuk menurunkan laju migrasi dan
toksisitas bahan berbahaya tersebut. Sedangkan solidifikasi
didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan
berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut
seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti
yang sama (Roger Spence and Caijun Shi, 2006).

Prinsip kerja stabilisasi/solidifikasi adalah pengubahan watak


fisik dan kimiawi bahan berbahaya (limbah B-3) dengan cara
penambahan senyawa pengikat sehingga pergerakan
senyawa-senyawa B-3 dapat dihambat atau terbatasi dan
membentuk ikatan massa monolit dengan struktur yang kekar
(massive).
Proses penanganan limbah berbahaya yaitu mencampur limbah dengan bahan aditif atau reagen kimia untung mengurangi sifat
bahaya limbah, sehingga dapat :
➢ Meningkatkan karakteristik fisik dan penanganan limbah
➢ Mengurangi luas permukaan sehingga kontaminan yang lolos menjadi lebih sedikit
➢ Membatasi kelarutan pencemar
➢ Mereduksi toksisitas

suatu penanganan yang menghasilkan padatan limbah yang memiliki identitas struktural yang tinggi. Proses solidifikasi
menyebabkan kontaminan tidak dapat berinteraksi dengan reagen solidifikasi. Hal ini terjadi karenasecara mekanik, kontaminan dikunci
atau dijebak dalam padatan yang terbentuk dari proses solidifikasi.
Proses yang menggunakan bahan pemadat (SOLIDIFYING AGENT) pada limbah bebahaya, sehingga diperoleh produk dalam matrik padat untuk
:
➢ Meningkatkan kekuatan (STRENGTH)
➢ Meningkatkan Kuat Tekan (COMPRESSIBILITY)
➢ Menurunkan permeabilitas campuran limbah
Tujuan dari solidifikasi/stabilisasi (S/S) adalah

membentuk padatan yang mudah penanganannya dan


tidak akan meluluhkan kontaminan ke lingkungan.
Produk dari proses S/S merupakan produk yang aman
dan dapat diarahkan untuk pembuatan produk yang
bermanfaat, misalnya paving block, batako, dan tiang
listrik berbahan dasar limbah.
MEKANISME PROSES S/S
PENGKAPSULAN MAKRO
PENGKAPSULAN MIKRO
ADSORPSI
ABSORPSI
PENGENDAPAN
DETOKSIFIKASI
Proses stabilisasi/solidifikasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi
menjadi 6 golongan, yaitu :
1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam
limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar;
2. Microencapsulation, yaitu proses yang
mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara
fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik;
3. Precipitation;
4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara
elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi;
5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan
menyerapkannya ke bahan pemadat;
6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun
menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau
bahkan hilang sama sekali.
➢ Adalah mekanisme dimana limbah B3 terjebak dalam struktur matriks yang
besar
➢ Komponen berbahaya dari limbah terperangkap secara fisik dalam sebuah
struktur matriks. Komponen tersebut berada dalam ruang atau pori dari
sebuah produk yang setabil.
➢ Bila terjadi destabilisasi secara fisik, komponen limbah akan bermigrasi keluar,
misalnya karena faktor cuaca (panas, lembab, dsb), atau masuknya fluida (air)
dari luar.
➢ Fungsi S/S akan baik bila fisik kestabilan S/S tersebut dirawat atau
dipertahankan.
➢ Kualitas produk, banyak tergantung pada tingkat pencampuran biasanya hasix
mixing di laboratorium akan lebih baik dibandi ngkan di lapangan.
➢ Adalah limbah B3 yang terperangkap dalam struktur kristal dalam
padatan solidifikasi pada tingkatan mikroskopis

➢ Komponen limbah terperangkap secara fisik dalam bahan S/S pada level
yang lebih mikro (misalnya dalam level kristal)

➢ Bila bahan S/S tersebut mengalami kerusakan menjadi ukuran yang lebih
kecil, komponen limbah masih tetap terperangkap.

➢ Keberadaan komponen dalam limbah tidak terikat secara kimia naiknya


laju kelolosan limbah sejalan dengan menurunnya ukuran partikel.

➢ Pencampuran yang dilakukan di lab akan lebih baik dan homogen


dibandingkan yang dilakukan di lapangan. Hasil lab perlu koreksi dan teliti
agar lebih sesuai di lapangan.
➢Adalah fenomena dimana kontaminan secara elektrolisis berikatan
dengan agen stabilisasi dalam matriks/padatan
➢Disamping pemerangkapan fisik, dalam ADSORPSI terdapat ikatan
yang bersifat elektrokimia. Kontaminan terikat tetap (FIX) secara kimia
dalam matriks pada S/S. Ikatannya lebih kuat daripada ABSORPSI.
Lolosnya komponen berbahaya dapat lebih di kurangi.
➢Adalah proses dimana kontaminan dimasukkan ke dalam media
padat yang dapat menyerap kontaminan tersebut
➢ Kontaminan ditahan didalam sorben (bersifat fisik), seperti
halnya sponge menahan air. Proses ini membutuhkan bahan
padat sebagai sorben untuk menyerap (ABSORB) komponen
limbah.
➢Utamanya digunakan untuk menyingkirkan cairan bebas dari
limbah sehingga penanganan limbah menjadi lebih baik. Cairan
akan mudah keluar kembali bila produk mengalami tekanan atau
fenomenal lain.
➢ABSORBEN yang biasa di gunakan adalah P : tanah, abu terbang,
debu semen kiln, dedak padi, mineral liat(clay) seperti Bentonit,
Kaolinit, Vermikuli dan Zeloit
Absorben yang biasa digunakan adalah:

• 1. Tanah
2. Abu terbang
3. Semen
4. Kapur
5. Mineral lempung
6. Serbuk gergaji
7. Jerami
8. Rumput kering
➢Beberapa proses stabilisasi mengendapkan kontaminan dari limbahnya.
Diperoleh bentuk yang lebih stabil, misalnya pengendapa an-organik sebagai
hidroksida, silikat, karbonat, fosfat. Aplikasi yang banyak digunakan adalah
hidroksida berat.
➢Keterikatan fiksasi pengendapan metalik tergantung pada pH. Pada kondisi asam
kuat, metal tersebut akan cenderung kembali larut dan terlindikan.
➢Adalah mekanisme lain dari stabilisasi yang mengubah kandungan
kimia menjadi bentuk lain atau bentuk yang sama tetapi toksisitasnya
lebih rendah.
➢Beberapa reaksi kimia dapat terjadi selama proses stabilisasi
berlangsung, termasuk kemungkinan detoksifikasi. Terjadi reduksi
toksisitas sehingga menjadi lebih tidak toksik. Contoh : Cr+6 ternyata
juga mengalami reduksi menjadi Cr+3 pada saat stabilisasi dengan
sement.
➢Binder (pengikat) : Bahan yang akan menyebabkan
produk S/S menjadi lebih kuat seperti sement pada
adukan beton.
➢Bahan aditif, seperti silika dapat memperlambat
proses
pengerasan, lempung dapat meningkatkan
ketahanan terhadap air atau kontaminan,dan
surfaktan dapat meningkatkan penyatuan senyawa
organik. Bahan aditif biasanya ditambahkan hanya
dalam jumlah kecil.
➢Proses yang berbasis pada semen (CEMENT BASED PROCESS)
➢Proses dengan pozzolan (POZZOLANIC PROCESS)
➢Proses TERMOPLASTIS
➢POLIMERISASI ORGANIK
➢VITIFIKASI atau GALISIFIKASI
➢ Limbah dicampur dengan PC dan agregat (pasir dan kerikil).
➢ Ikatan yang terjadi : bersifat fisik dan secara kimia.
➢ Dengan logam berat : terbentuk hidroksida-metal tidak larut.
➢ Dpt di tambahkan additif: flyash, natrium silikat, bentonit, dsb untuk mempercepat proses.
➢ Produk S/S yang dihasilkan akan tergantung semen yang di tambahkan : berbentuk adukan
beton atau granular atau butiran seperti tanah.
➢ Banyak diterapkan di lapangan untuk logam berat misalnya dari plating. Diterapkan juga untuk
limbah PCB, OIL SLUDGE dan limbah organik lainya, Tetapi keefektifannya dinilai kurang baik
dibanding logam berat.

Keuntungan penggunaan semen dalam proses Solidifikasi/ Stabilisasi limbah berbahaya adalah:
▪ Mengandung komposisi yang konsisten
▪ Reaksi setting, pengerasan dan fiksasi berjalan lebih bagus dibandingkan semen
pozzolan lain.
▪ Kebanyakan penelitian tentang peluluhan logam menggunakan semen Portland,
sehingga lebih banyak acuan yang bisa dipakai
▪ Murah
➢Tanah pozzolan (silikan dan aluminat) akan mengeras apabila
bercampur dengan kapur atau semen dan air.
➢Terjadi pemerangkapan secara fisik, disamping secara kimia.
➢Produk akhirnya : berupa bahan seperti butiran sampai produk solid
yang kohesif sebagai bahan bangunan.
➢Diterapkan untuk limbah oli sludge, sludge dari plating (logam-logam
berat), limbah asam.
➢Merupakan proses pengkapsulan mikro, tanpa reaksi kimia.
➢Binder yang digunakan biasanya aspal (bitumen) atau polyethylen,
yang dipanaskan terlebih dahulu sebelum dicampur dengan limbah.
Tidak cocok untuk limbah yang ber folatil.
➢Bila digunakan campuran dingin (cold-mix), perlu kompaksi untuk
mengeluarkan air dari campuran.
➢Telah diterapkan untuk tanah terkontaminas oil, yang diaplikasikan
sebagai bahan jalan. Juga telah diterapkan untuk limbah sludge
plating, lumpur refinery mengandung logam berat dan organik, debu
insinerasi, limbah radioaktif.
➢Binder yang digunkan adalah polimer organik. Yang paling sering
digunakan adalah urea formaldehid.
➢Pertamakali diterapkan untuk limbah radioaktif, kemudian terbatas
diterapkan pada limbah organik berkhlor, venol, sludge mengandung
sianida dan arsen.
➢Menggunakan teknik pembuatan gelas atau keramik.
➢Limbah dicampurkan dalam bahan sehingga terbentuk produk yang
mengeras. Tidak cocok untuk limbah yang bervolatin
➢Pretreatment atau treatment limbah berbahaya yang sulit ditangani
(Temporary)
➢Stabilisasi limbah berbahaya sebelum ditangani melalui land disposal
(Landfilling)
➢Stabilisasi kontaminan sebagai upaya pembersihan site (Remediasi) yang
tercemar limbah berbahaya.
➢Stabilisasi limbah industri, termasuk yang non berbahaya, khususnya
limbah lumpur sludge, dan pengolahan residu hasil pengolaha limbah lain
seperti abu pengolahan termal
➢Proses ini dapat dianggap sebagai pengolahan limbah yang dapat
mereduksi gerakan pencemaran lingkungan lebih lambat seperti terdapat
di alam.
Contoh Solidifikasi menggunakan cetakan berbentuk tabung
➢Uji S/S di laboratorium bekerja dengan skala kecil dan lebih homogen,
sehingga hasilnya lebih konsisten. Pada kenyataanya di lapangan, proses
S/S di lapangan berskala besar :
✓Volume limbah yang harus ditangani dalam jumlah skala truk
pengangkut
✓Tanah yang harus diremidasi memerlukan penggalian dengan alat
berat
✓Bekas kolam limbah bekas penampunga limbah berskala besar dan
tidak beraturan
➢Operasi yang dilakukan di lapangan banyak menggunakan alat-alat berat
seperti yang digunakan dalam pekerjaan tanah misalnya : Backhoe,
Loader.
➢Persoalan yang timbul adalah bagaimana mencampur secara baik,
antara bahan yang akan disolidifikasi dengan binder-nya serta bahan-
bahan additif lainya.
Operasi S/S yang banyak dilakukan di lapangan untuk limbah berbahaya
adalah :
➢Berdasarkan produk berbasis lime/silicate, menghasilkan produk
sejenis adukan (MORTAR). Produk yang dihasilkan bersifat
mengeras, dan prosedurnya sesuai dengan pengujian adukan atau
beton, misalnya Compressive Strength.
➢Berdasarkan produk berbasis sejenis tanah : kontrol akhir produk
dan penangananya biasanya didasarkan sebagaimana layaknya sifat
mekanis tanah, misalnya permeabilitas.
➢Uji lain selain uji pelindian antara lain uji ketahanan cuaca
(Durability test)
Kelayakan hasil solidifikasi sebagai bahan banguan dapat diketahui setelah melalui
beberapa uji yang dipersyaratkan. :

❖ Unconfined Compressive Strength (UCS) atau uji kekuatan tekan


Uji kekuatan tekan dilakukan untuk mengetahui mutu kuat tekan
suatu material dengan satuan luasan bidang tekan tertentu.

Kualitas terkait dengan nilai uji kekuatan tekan dari suatu material
bahan bangunan harus memenuhi batas nilai uji tekan berdasarkan SNI
yang sesuai.
Persyaratan hasil uji kekuatan tekan material bahan bangunan di Indonesia
ditetapkan melalui SNI.
Salah satu contoh untuk kualitas dari bata beton pejal dibagi menjadi 4 kelas
dengan batas nilai uji tekan sebagai berikut (SNI-03-0348-1989):

Kualitas 1 = nilai uji kekuatan tekan minimum =


100 kg / cm2 = 0,98 kN / cm2.
Kualitas 2 = nilai uji kekuatan tekan minimum =
70 kg / cm2 = 0,686 kN / cm2.
Kualitas 3 = nilai uji kekuatan tekan minimum =
40 kg / cm2 = 0,392 kN / cm2.
Kualitas 4 = nilai uji kekuatan tekan minimum =
25 kg / cm2 = 0,245 kN / cm2.

Instrumen Compression Machine
❖ Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) atau uji perlucutan logam berat.

Uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) merupakan uji


perlucutan yang digunakan sebagai penentuan salah satu sifat berbahaya atau
beracun suatu limbah dan juga dapat digunakan dalam mengevaluasi produk
pretreatment limbah sebelum di landfill (ditimbun dalam tanah) dalam proses
stabilisasi/solidifikasi (S/S).

Tujuan dari uji TCLP ini adalah membatasi adanya lindi (leaching) berbahaya
yang dihasilkan setelah limbah di solidifikasi.

Penanganan dengan proses S/S dikatakan berhasil bila dihasilkan


produk limbah yang kuat dan tahan lama yang tidak akan
meluluhkan logam dalam jangka waktu pendek maupun panjang.
.
Dan hasil uji TCLP untuk krom dan nikel memenuhi syarat bila
hasil uji yang dilakukan sebelum 180 hari memenuhi ketentuan di
bawah ini (US EPA 1990c (Superfund LDR Guide No. 6A – 2nd
Edition)):

➢ Jika kadar nikel dalam ekstrak TCLP sebelum perlakuan ≤ 20 ppm, maka kadar nikel
dalam ekstrak TCLP setelah perlakuan harus ≤ 1 ppm; atau
➢ Jika kadar nikel dalam ekstrak TCLP sebelum perlakuan > 20 ppm, maka kadar nikel
dalam ekstrak TCLP setelah perlakuan harus ≤ 5 % dari kadar nikel dalam ekstrak TCLP
sebelum perlakuan; dan
➢ Jika kadar krom dalam ekstrak TCLP sebelum perlakuan ≤ 120 ppmmaka kadar krom
dalam ekstrak TCLP setelah perlakuan harus ≤ 6 ppm; atau
➢ Jika kadar krom dalam ekstrak TCLP sebelum perlakuan > 120 ppm, maka kadar krom
dalam ekstrak TCLP setelah perlakuan harus ≤ 5 % dari kadar krom dalam ekstrak TCLP
sebelum perlakuan.
Uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)

Anda mungkin juga menyukai