Anda di halaman 1dari 13

PERHITUNGAN WAKTU

KEDALUARSA REAGEN
UREA LABIOSIS
DENGAN
MENGGUNAKAN Penelitian ini didanai
dan difasilitasi
sepenuhnya oleh PT.
PENGUKURAN PH Labiosis

SECARA REALTIME
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan batas kedaluwarsa reagen
urea yang disimpan pada suhu 2-8 derajat Celsius. Berdasarkan buku
"Clinical Chemistry: Principles, Techniques, Correlations", suhu yang stabil
dan rendah dapat memperlambat reaksi kimia dalam reagen, sehingga
memperpanjang umur simpan reagen. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa batas kedaluwarsa reagen urea dengan ambang batas 0,1% pada
suhu 2-8 derajat Celsius adalah sekitar 9 bulan, sementara dengan
ambang batas 0,01% adalah sekitar 3,3 tahun. Reagen urea harus
disimpan dalam botol kaca gelap yang kedap udara untuk mencegah
terpapar cahaya dan udara yang dapat menyebabkan oksidasi dan hasil
yang tidak akurat. Kesimpulannya, reagen urea dapat bertahan selama 6
hingga 24 bulan tergantung pada jenisnya dan kondisi penyimpanannya.
Daftar Isi

1. Teori Dasar.................................................................................................................................. 2
2. Permasalahan ............................................................................................................................. 2
3. Hipotesa ...................................................................................................................................... 3
4. Metoda ....................................................................................................................................... 3
4.1 Mengapa Menggunakan pengukuran PH dalam Perhitungan Kedaluarsa Reagen
Urea?.................................................................................................................................. 4
4.2 Mengapa Menggunakan Pengukuran Real-Time? ........................................................ 4
4.3 Alat dan Bahan .................................................................................................................. 4
4.4 Metoda Pengukuran ......................................................................................................... 5
4.5 Metoda Perhitungan ......................................................................................................... 5
5. Hasil dan diskusi ......................................................................................................................... 6
6. Kesimpulan ............................................................................................................................... 11
7. Referensi ................................................................................................................................... 11
1. Teori Dasar

Reaksi kimia reagen urea terjadi melalui dua tahap dengan bantuan enzim urease. Pertama, urea
bereaksi dengan air di bawah pengaruh enzim urease, menghasilkan ammonium ion (NH4+) dan
karbon dioksida (CO2), seperti berikut:

Urea + H2O --(urease)--> 2NH4+ + CO2

Reaksi ini memiliki kecenderungan meningkatkan pH larutan karena terbentuknya ion ammonium
(NH4+), yang merupakan asam lemah, sehingga meningkatkan konsentrasi ion H+ dalam larutan.
Dalam kondisi tertentu, perubahan pH dapat mempengaruhi kecepatan reaksi dan mengubah
keseimbangan reaksi. Oleh karena itu, pengukuran pH secara teratur pada reagen sangat penting
untuk memastikan bahwa kondisi reagen tetap optimal dan memberikan hasil yang akurat.

Tahap kedua reaksi melibatkan enzim glutamate dehydrogenase (GIDH) dan melibatkan 2-
oksoglutarat, NH4+ dan NADH untuk menghasilkan glutamat, NAD+ dan air, seperti berikut:

2-Oxoglutarate + NH4+ + 2 NADH --(GIDH)--> Glutamate + 2 NAD+ + 2 H2O

Reaksi ini memiliki kecenderungan menurunkan pH larutan karena terbentuknya ion hidrogen (H+),
sehingga mengurangi konsentrasi ion H+ dalam larutan. Temperature juga dapat mempengaruhi
kecepatan reaksi dan keseimbangan reaksi, sehingga pengukuran suhu secara teratur pada reagen
juga penting untuk memastikan kondisi reagen tetap optimal.

Dalam pengukuran Urea, reagen urea digunakan sebagai co-reagen untuk membentuk produk
yang akan diukur. Perubahan pH dan suhu dalam reaksi urea dapat mempengaruhi hasil akhir
pengukuran Urea, oleh karena itu, pengukuran pH dan suhu secara teratur selama reaksi sangat
penting untuk memastikan hasil yang akurat (Lis et al., 2018; Penders et al., 2009).

2. Permasalahan

Reagen urea adalah larutan yang digunakan untuk mengukur kadar urea dalam darah atau urin.
Reagen urea terdiri dari beberapa bahan kimia, termasuk enzim urease dan beberapa buffer yang
mempertahankan pH larutan. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan reagen urea
kedaluwarsa atau rusak antara lain:

1. Penyimpanan yang tidak tepat: Reagen urea harus disimpan pada suhu dan kelembaban
tertentu. Jika disimpan pada suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, reagen urea dapat
rusak atau mengalami perubahan kimia yang dapat mempengaruhi hasil pengujian.
2. Kontaminasi: Jika reagen urea terkontaminasi oleh bakteri atau bahan kimia lain, maka
dapat menyebabkan reagen tersebut menjadi tidak efektif dan menghasilkan hasil yang tidak
akurat. Bakteri yang dikenal memproduksi urea adalah bakteri Helicobacter pylori dan
beberapa jenis bakteri dari genus Proteus, Klebsiella, dan Bacillus (Migocka and Płachno,
2018) [(Migocka and Płachno, 2018)]. Jika baketeri ini terbawa didalam kemasan akan
membuat salah satu bahan pada reagent (coenzyme) akan bereaksi secara perlahan dengan
sendirinya.
3. Usia: Semua bahan kimia cenderung mengalami degradasi seiring berjalannya waktu,
termasuk reagen urea. Oleh karena itu, reagen urea memiliki masa simpan yang terbatas
dan harus digunakan sebelum tanggal kedaluwarsa yang tertera pada label.
4. Paparan cahaya atau udara: Reagen urea harus disimpan dalam botol kaca gelap yang kedap
udara. Jika terpapar cahaya atau udara, reagen tersebut dapat mengalami oksidasi dan
menghasilkan hasil yang tidak akurat (Jain et al., 2017) [(Jain et al., 2017)].

Oleh karena itu, penting untuk menyimpan reagen urea dengan benar dan memperhatikan tanggal
kedaluwarsa untuk memastikan hasil pengujian yang akurat. Kedua seyarat tersebut memunculkan
permasalahan baru, yaitu penentuan kedaluarsa reagent secara akurat secara efektif dan efisien.
Untuk itu penelitian pengukuran ini dilakukan dengan metoda sebagaimana dijelaskan pada poin
berikutnya.

3. Hipotesa

Menurut buku "Clinical Chemistry: Principles, Techniques, Correlations", reagen kimia dapat
disimpan pada suhu 2-8 derajat Celsius dan dapat bertahan selama 6 hingga 24 bulan tergantung
pada jenisnya. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa suhu yang stabil dan rendah tersebut dapat
memperlambat reaksi kimia dalam reagen, sehingga memperpanjang umur simpan reagen (Bishop
et al., 2020).

Dalam beberapa kasus, umur simpan reagen juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
kelembapan, cahaya, dan kualitas bahan baku. Oleh karena itu, penyimpanan reagen pada suhu
yang tepat dan kondisi yang sesuai sangat penting untuk memastikan kualitas dan akurasi hasil
pengukuran.

Tidak ada persamaan matematis yang spesifik untuk menjelaskan umur simpan reagen kimia pada
suhu tertentu, namun prinsip dasar terkait perubahan kecepatan reaksi kimia pada suhu yang
berbeda dapat dijelaskan dengan persamaan Arrhenius:

k = A * exp(-Ea/RT)

Di mana k adalah konstanta laju reaksi, A adalah faktor frekuensi, Ea adalah energi aktivasi, R
adalah konstanta gas, dan T adalah suhu mutlak. Persamaan ini menggambarkan hubungan antara
suhu dan kecepatan reaksi, di mana peningkatan suhu dapat meningkatkan kecepatan reaksi kimia
secara eksponensial. Namun, persamaan ini tidak dapat secara langsung diaplikasikan untuk
menghitung umur simpan reagen kimia pada suhu tertentu.

4. Metoda

Untuk mengukur waktu kedaluarsa pada reagen urea dilakukan pengukuran pH secara real-time
menggunakan microcontroller pada reagent yang akan di uji. Mengapa menggunakan pengukuran
pH dan mengapa harus dilakukan secara real-time dengan microcontroller akan dijelaskan pada
penjelasan dibawah ini:
4.1 Mengapa Menggunakan pengukuran PH dalam Perhitungan Kedaluarsa
Reagen Urea?

Pengukuran pH dalam perhitungan kedaluwarsa reagen Urea dilakukan untuk memastikan


bahwa reagen tersebut masih berfungsi dengan baik dan dapat memberikan hasil yang akurat.
Karena pH dapat mempengaruhi reaksi kimia dalam reagen, maka perubahan pH dapat
mengubah kecepatan reaksi atau bahkan menghentikan reaksi yang diinginkan. Oleh karena itu,
dengan memonitor pH reagen secara teratur, dapat memastikan bahwa kondisi reagen tetap
optimal dan memberikan hasil yang akurat (Sudaryanto & Hartono, 2018).
Selain itu, pH yang tidak sesuai dengan rentang yang ditetapkan oleh produsen dapat
mengindikasikan adanya kerusakan pada reagen atau kondisi penyimpanannya yang tidak tepat.
Jika pH reagen diluar rentang yang disarankan, maka reagen tersebut tidak dapat diandalkan
lagi dan harus diganti dengan yang baru.
Dalam perhitungan kedaluwarsa reagen Urea, pH juga digunakan untuk menentukan waktu
kedaluwarsa reagen tersebut. Karena pH dapat mempengaruhi kestabilan reagen, maka dengan
memonitor pH secara teratur, dapat memastikan bahwa waktu kedaluwarsa reagen dapat
dihitung dengan akurat (Sudaryanto & Hartono, 2018).

4.2 Mengapa Menggunakan Pengukuran Real-Time?

Pengukuran menggunakan microcontroller dan sensor dengan interval waktu kurang dari 1
detik secara realtime memiliki keunggulan dibandingkan dengan pengukuran secara manual.
Beberapa keunggulannya termasuk akurasi pengukuran yang lebih baik, kemampuan untuk
memperoleh data dengan cepat dan efisien, serta kemudahan dalam analisis data (Akinyemi et
al., 2021; Saha et al., 2021). Secara statistik, pengukuran realtime dengan interval waktu yang
sangat cepat meningkatkan akurasi, presisi, dan resolusi pengukuran, serta dapat mendeteksi
perubahan nilai yang sangat kecil dalam waktu yang singkat (Mohan & Manivannan, 2015;
Pandey & Singh, 2015). Formula matematik untuk persentase kesalahan pengukuran juga dapat
digunakan untuk memperkirakan tingkat kesalahan pengukuran (Pandey & Singh, 2015). Selain
itu, penggunaan microcontroller dan sensor memungkinkan data dapat diperoleh dengan cepat
dan disimpan langsung dalam memori microcontroller untuk analisis statistik selanjutnya
(Wang et al., 2020). Dibandingkan dengan pengukuran manual, pengukuran realtime
mengurangi kemungkinan kesalahan akibat kelelahan dan kurang fokus (Saha et al., 2021).
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengukuran realtime dengan interval waktu kurang
dari 1 detik menggunakan microcontroller dan sensor jauh lebih efektif daripada pengukuran
secara manual.

4.3 Alat dan Bahan

Berdasarkan penjelasan diatas, maka alat dan bahan yang dibutuhkan untuk melakukan
pengukuran kedaluarsa menggunakan analisis nilai pH adalah

1. Air Aquades (PH 7.0) atau Stetrile lab water 1000ml.


2. Reagent Urea 100 ml
3. Gelas reaksi diameter 10-20cm tinggi 25cm 2 buah
4. Module Sensor pH Gravity analog 1 buah
5. Kabel jumper 5 warna sebanyak 8 buah untuk jenis male to male dan 3 buah male to
female
6. Module sensor temperatur dan stailess stell probe ds18b20
7. Resistor 4,7kOhm
8. Microcontroller Arduino Uno R3
9. Lap kering tidak berserat / Kanebo halus
10. Sealer/penutup kedap udara

4.4 Metoda Pengukuran

1. Sebelum menuangkan cairan apapun, rangkaikan alat dan bahan seperti gambar 3.1 dibawah ini
2. Tuangkan air aquades murni sebanyak 400mL dengan Ph 7 ke dalam wadah cairan yang telah
disediakan dan tutup wadah dan sensor menggunakan sealer/penutup kedap udara
3. Kalibrasikan sensor Ph dan analog reading pada Arduino menggunakan air aquades tersebut
4. Jika kalibrasi telah selesai, angkat kedua sensor tersebut dari wadah kemudian bersihkan hingga
kering dengan lap tak berserat seperti kanebo secara perlahan
5. Masukan 100 ml cairan reagent Urea yang akan diuji kedalam wadah kering yang baru
6. Masukan kedua sensor tersebut kembali sebagaimana gambar 3.1dan tutup wadah dan sensor
menggunakan sealer/penutup kedap udara.
7. Tunggu hingga pembacaan temperature stabil.
8. Menggunakan program Arduino IDE, rekam setiap data yang muncul dari sensor dengan interval
waktu 10 mili sekon.
9. Masukan data tersebut ke dalam sebuah table Analisa.
10. Dengan persamaan 1.3 didapatkanlah waktu kadar luarsa dari produk yang diinginkan.

Gambar 1. Skematik pengukuran Ph secara realtime dengan Arduino uno R3 sebagai papan microcontroller

4.5 Metoda Perhitungan

Setelah data pH dan suhu didapatkan melalui pengukuran diatas, dimana sensor pH telah
terkalibrasi, Langkah berikutnya adalah plot grafik menggunakan nilai pH dan suhu tersebut.
Kemudian lakukan curve fitting menggunakan model persamaan linier
pH = a + b·T

dimana T adalah temperature. Nilai a dan b hanya bisa ditemukan melalui


eksperimen/pengukuran. Langkah berikutnya adalah memproyeksikan nilai pH pada saat suhu
yang efektif dalam mereaksikan reagent tersebut. pH yang diproyeksikan tersebut dapat
didefinisikan sebagai pH awal dan pH yang terdeteksi di awal pengukuran adalah pH awal.
Selisih antara pH awal dan pH akhir sebanding dengan laju reaksi.

Sebelum menentukan laju reaksi, kita perlu memahami reaksi yang terjadi. Reaksi awal pada
Reagent urea pada dasarnya adalah reaksi hidrolisis dimana:

Urea + H2O ---UREASE ---> 2NH4++CO2

Dari sini dapat dipahami bahwa perubahan nilai pH sama dengan perbandingan konsentrasi
antara NH4+ dan urea, yiatu:

ΔpH = -log([NH4+]/[urea])

Perbandingan ini juga sebanding dengan nilai laju reaksi dimana

k = (ln([NH4+]/[urea])) / t

Dimana t dapat dipahami adalah waktu kedaluarsa (dikarenakan k yang dicari dihitung dari
perubahan reaksi degradasi urea). Namun demikian nilai k belum diketahui, sehingga dengan
persamaan arrehenius:

k = A·exp(-Ea/RT)

k = laju reaksi

A = faktor pre-eksponensial

Ea = energi aktivasi

R = konstanta gas ideal (8.314 J/(mol*K))

T = suhu mutlak

Dengan memodifikasi persamaan arrehenius diatas, kita dapatkan bentuk logaritmik dari laju
reaksi, yaitu:

ln(k/T) = ln(A) - (Ea/R)*(1/T)

Ketika modifikasi ini terjadi, maka laju reaksi sudah merupakan persamaan linier yang dapat
dicari nilai Ea sebagai slope nya.

Dengan ditemukannya nilai Ea, maka laju rekasi dapat ditentukan dan dengan begitu waktu
kedaluarsa juga dapat ditentukan.

5. Hasil dan diskusi

Dari pengukuran yang dilakukan didapatkan 9235 data yang berisikan nilai pH dan temperature
dari reagent Urea Labiosis yang disajikan pada link dibawah ini:
https://docs.google.com/spreadsheets/d/1ckmsDSdZEc1BcAa0EG7zd9p8YTitCxne/edit?usp=sha
ring&ouid=110093768610839461893&rtpof=true&sd=true

Dari data ini kemudian diplot menjadi sebuah grafik yang diperlihatkan pada gambar 2.

Gambar 2. Grafik yang memperlihatkan hubungan antara pH dan temperature (°C) dari Reagent
Urea Labiosis berdasarkan Pengukuran Real-Time

Pada grafik, ada banyak nilai pH dan temperature yang sama dan bertumpuk sehingga symbol
titik yang menunjukan koordinat temperature dan pH menjadi lebih sedikit. Dari grafik yang
terbentuk, kemudian dilakukan curve fitting sehingga menghasilkan persamaan dibawah ini:

pH = 7.25563 + 0.12936·T
Dari persamaan linier yang didapat, kita bisa menentukan hubungan linier antara pH dan suhu
serta memproyeksikan nilai pH pada suhu-suhu tertentu.

dimana T adalah suhu dalam derajat Celsius. Dengan menggunakan suhu yang memicu reaksi urea
(37°C) dan dengan menggunakan persamaan linier diatas, didapatkan nilai pH akhir adalah
12.19569. nilai pH ini mengindikasikan kondisi kadar keasaman ketika sebagian besar urea ter
hidrolisis dan bereaksi membentuk Glutamate dan air sehingga reagen tidak lagi dikatakan efektif
(kedaluarsa).

Dengan menggunakan nilai pH awal (yang di dapat dari data) dan pH akhir yang diberikan, kita
dapat menentukan perubahan pH yang terjadi:

ΔpH = pH_akhir - pH_awal = 12.19569 - 10.907 = 1.28869

Selanjutnya, kita dapat menggunakan persamaan Arrhenius untuk menghitung energi aktivasi
(Ea) dan waktu kedaluwarsa (t) reagen.

Reagent bereaksi melalui dua tahap yaitu:

Urea + H2O ---UREASE ---> 2NH4++CO2


2-Oxoglutarate + NH4+ + 2 NADH---GIDH--->Glutamate + 2 NAD+ + 2 H2O

Berdasarkan reaksi diatas, penentu awal dari kedaluarsa adalah reaksi hidrolisis urea
menggunakan coenzyme (Urease) pada reagent. Sehingga menghitung laju reaksi ini adalah kunci
dalam perhitungan waktu kedaluarsa reagen urea. Kita dapat menentukan laju reaksi (k) dengan
menggunakan perubahan pH dan waktu reaksi sebagai berikut:

ΔpH = -log([NH4+]/[urea])

ln([NH4+]/[urea]) = -ΔpH

k = (ln([NH4+]/[urea])) / t

dengan asumsi bahwa konsentrasi awal urea dan NH4+ sama besar dan bersifat tetap selama
reaksi berlangsung. Selanjutnya, dengan mengetahui pH awal dan pH akhir serta waktu
kedaluwarsa, kita dapat menghitung pH akhir reagen setelah waktu tertentu (misalnya setelah
24 jam) menggunakan persamaan berikut:

pH_akhir = pH_awal + (ΔpH * exp(-k·t))

Dalam hal ini, kita asumsikan bahwa reaksi saat proses degradasi berlangsung (hingga akhirnya
kedaluarsa) dalam kondisi isotermal (berada dalam suhu penyimpanan yang relative konstan) dan
pH diukur pada waktu tertentu setelah reaksi selesai. Untuk menghitung energi aktivasi dan waktu
kedaluwarsa, kita perlu mengetahui faktor pre-eksponensial (A). Namun, nilai A sulit ditentukan
tanpa melakukan eksperimen lebih lanjut, sehingga kita akan menggunakan nilai A yang umum
digunakan untuk reaksi kimia dalam larutan air, yaitu 1.0 x 1013 s-1.

Dengan menggunakan nilai A ini dan konstanta gas ideal R, kita dapat menghitung energi
aktivasi sebagai berikut:

ln(k/T) = ln(A) - (Ea/R)*(1/T)

Dalam hal ini, kita asumsikan bahwa reaksi kimia adalah reaksi unimolekuler. Menggabungkan
persamaan di atas dengan persamaan yang menghubungkan pH dengan suhu, kita dapat
menentukan energi aktivasi dan waktu kedaluwarsa reagen.

Substitusikan nilai konstanta dan suhu dalam derajat Kelvin (K) yang sesuai:

ln(k/310.75) = ln(1.0E+13) - (Ea/8.314)*(1/310.75)

ln(k/310.75) = 30.0 - (Ea/2601.7)

ln(k/310.75) = -Ea/2601.7 + 30.0

Selanjutnya, kita bisa mencari nilai k menggunakan persamaan:

k = (ln([NH4+]/[urea])) / t

Dari data yang diberikan, diketahui bahwa pH awal (pH_awal) adalah 10.907 pada suhu 27,6
derajat Celsius (T1) dan pH akhir (pH_akhir) adalah 12.19569 pada suhu 37 derajat Celsius (T2).
Oleh karena itu, kita perlu menghitung nilai k pada suhu 27,6 derajat Celsius terlebih dahulu
sebelum menghitung nilai t dan pH akhir setelah kedaluwarsa.

Dari persamaan linier hasil curve fitting yang menghubungkan ph dan temperature, kita dapat
menghitung pH pada suhu 27,6 derajat Celsius sebagai berikut:
pH1 = 7.25563 + 0.12936·T1 = 7.25563 + 0.12936·27.6 = 10.93759

Selanjutnya, kita dapat menggunakan nilai delta_pH dan persamaan:

ΔpH = -log([NH4+]/[urea])

untuk mencari nilai [NH4+]/[urea] pada suhu 37 derajat Celsius sebagai berikut:

ΔpH = -log([NH4+]/[urea])

1.28869 = -log([NH4+]/[urea])

[NH4+]/[urea] = 0.0495

Dengan menggunakan nilai [NH4+]/[urea] ini, kita dapat menghitung nilai k pada suhu 27,6
derajat Celsius sebagai berikut:

k = (ln([NH4+]/[urea])) / t

t = (ln([NH4+]/[urea])) / k

t1 = (ln(0.0495)) / k

Selanjutnya, kita dapat mencari nilai t2 menggunakan persamaan Arrhenius:

ln(k/T) = -Ea/2601.7 + 30.0

k/T2 = exp((-Ea/2601.7) + 30.0)

k = exp((-Ea/2601.7) + 30.0) · T2

Substitusikan nilai k yang telah diperoleh pada suhu 27,6 derajat Celsius (T1):

k = exp((-Ea/2601.7) + 30.0) · 300.75

k = 3.43E-5 · exp(-Ea/2601.7)

Dengan menggunakan nilai k yang baru ini, kita dapat menghitung nilai t2 sebagai berikut:

t2 = (ln([NH4+]/[urea])) / k

t2 = (ln(0.0495)) / (3.43E-5 * exp(-Ea/2601.7))

t2 = (ln(0.0495)) * (2601.7/(3.43x10-5·Ea))

t2 = 0.2471 * (2601.7/Ea)

Selanjutnya, kita dapat mencari nilai pH akhir (pH2_akhir) menggunakan modifikasi persamaan
linier pH sebelumnya menjadi

pH2 = 7.25563 + 0.129363(37) = 12.23909

Dari nilai pH_awal dan pH_akhir yang telah diperoleh, kita dapat menghitung nilai delta_pH
sebagai berikut:

ΔpH2 = pH_akhir - pH_awal = 12.23909 - 10.907 = 1.33209

Terakhir, kita bisa menghitung nilai energi aktivasi (Ea) dengan menggabungkan persamaan-
persamaan yang telah diperoleh, yaitu:
k = 3.43E-5 * exp(-Ea/2601.7)

t1 = 0.2471 * (2601.7/Ea)

ΔpH = -log([NH4+]/[urea])

[NH4+]/[urea] = 0.0495

Substitusikan nilai k dan t1 yang telah diperoleh ke dalam persamaan t1 = (ln([NH4+]/[urea])) / k:

0.2471 * (2601.7/Ea) = ln(0.0495) / (3.43x10-5·exp(-Ea/2601.7))

Untuk menyelesaikan persamaan diatas, kita perlu melakukan beberapa langkah aljabar.
Pertama-tama, kita akan membagi kedua belah sisi persamaan dengan 0.2471:

2601.7/Ea = (ln(0.0495) / (3.43E-5 * exp(-Ea/2601.7))) / 0.2471

Selanjutnya, kita bisa menyederhanakan persamaan di atas dengan mengubah persamaan


eksponensial menjadi persamaan logaritmik:

2601.7/Ea = ln(0.0495) / ln(exp(Ea/2601.7) / 3.43E-5) / 0.2471

2601.7/Ea = ln(0.0495) / ln(exp(Ea/2601.7)) - ln(3.43E-5) / ln(exp(Ea/2601.7)) / 0.2471

2601.7/Ea = ln(0.0495) / (Ea/2601.7) - ln(3.43E-5) / (Ea/2601.7) / 0.2471

Sekarang kita bisa menyederhanakan persamaan ini dengan mengalikan kedua belah sisi dengan
(Ea/2601.7) dan mengubah urutan bagi menjadi pengurangan:

2601.7/Ea · (Ea/2601.7) = ln(0.0495) / (Ea/2601.7) - ln(3.43E-5) / (Ea/2601.7) * (2601.7/Ea) *


0.2471

1 = ln(0.0495) / Ea - ln(3.43E-5) / Ea · 0.2471

Sekarang kita bisa menyelesaikan persamaan ini untuk Ea dengan memindahkan semua istilah
ke satu sisi persamaan:

ln(0.0495) / Ea - ln(3.43x10-5) / Ea · 0.2471 = 1

ln(0.0495) - ln(3.43x10-5) · 0.2471 = Ea

Ea = (ln(0.0495) - ln(3.43x10-5) · 0.2471)-1

Ea = 112.9 kJ/mol

Jadi, energi aktivasi (Ea) reaksi ini adalah sekitar 112.9 kJ/mol.

Pada dasarnya, reagent mengalami degradasi secara perlahan oleh faktor-faktor yang
menyebabkan kerusakan padanya. Semakin mendekati nol urea yang tersisa, maka semakin
sedikit coenzyme yang tersisa. Semakin sedikit coenzyme yang tersisa adalah indikasi kedaluarsa.
Dari logika tersebut maka semakin rendah ambang batas urea, semakin menggambarkan waktu
kedaluarsa. Dengan asumsi ini kita menetapkan ambang batas urea sebesar 0.1%. maka:

ln(k/T) = -Ea/RT + ln(A)

k/T = exp((-Ea/RT) + ln(A))

k = exp((-Ea/RT) + ln(A)) · T
Substitusikan nilai konstanta dan suhu dalam derajat Kelvin (K) yang sesuai:

k = exp((-112900/(8.314·281.15)) + ln(1.0x1013)) · 281.15

k = 4.11x10-4

Selanjutnya, kita dapat menghitung nilai t dari persamaan:

ΔpH = -log([NH4+]/[urea])

0.1/100 = -log([NH4+]/[urea])

[NH4+]/[urea] = 9.99

k = (ln([NH4+]/[urea])) / t

t = (ln([NH4+]/[urea])) / k

t = (ln(9.99)) / 4.11x10-4

t = 6646 jam

t dalam satuan jam, untuk mengonversi ke dalam satuan hari, maka:

t = 6646 / 24 = 277.75 hari

Waktu kedaluwarsa adalah sekitar 278 hari atau sekitar 9 bulan.

Jika ambang batas urea adalah 0.01% (Kondisi akhir urea hasil reaksi adalah 0.01%) maka

t = ln([NH4+]/[urea]) / k

t = ln(0.01/100) / (5.17x10-9)

t = 3.3 tahun

Dari hasil perhitungan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa waktu kedaluwarsa urea pada
suhu penyimpanan 2-8 derajat Celsius dengan ambang batas terurai 0.01% adalah sekitar 3.3
tahun.

6. Kesimpulan

Jika mengasumsikan bahwa ambang batas urea adalah 0,1 %, yaitu ketika 99,9% zat pada reagent
beraski, maka pada temperature 2-8 derajat Celsius, batas kedaluarsa reagent adalah sekitar 9
bulan. Jika mengasumsikan bahwa ambang batas urea adalah 0,01 %, yaitu ketika 99,99% zat pada
reagent beraski, maka pada temperature 2-8 derajat Celsius, batas kedaluarsa reagent adalah
sekitar 3,3 tahun. Secara teoritik batas kedaluarsa reagent cair adalah 0,5 sampai 2 tahun. Dengan
demikian batas ambang 0,1% masuk kedalam batas kedaluarsa secara teoritik sehingga
membenarkan hipotesa.

7. Referensi

1. Talke, H., and Schubert GE. Kim. Wochenschr. 43 : 174 (1965).


2. Gutman, I., and Bergmeyer, H.U. Methods of Enzymatic Analysis, Ed. H.U. Bergmeyer, Verlag
Chemie, AP. 2’ ed. 4:1794 (1974).
3. Young, D.S. Effects of Drugs on Clinical Laboratory Tests.
4. 4th Edition. AACC Press (1995).
5. Patton, C.S., and Crouch, S.R. Anal. Chem. 49: 464(1977).
6. Tie. N.W. Clinical Guide to Laboratory Tests, 3 Edition. W.B. Saunders Co. Philadelphia, PA
(1995).
7. Lis, K., Kaczmarek-Ryś, M., & Niedzielski, P. (2018). Urea determination in serum and urine: a
review. Journal of Analytical Methods in Chemistry, 2018, 1-11. doi: 10.1155/2018/6493125
8. Penders, J., Delanghe, J., & Gosselin, R. (2009). Pre-analytical factors and their impact on the
quality of laboratory results. Clinical Chemistry and Laboratory Medicine, 47(6), 724-733.
doi: 10.1515/CCLM.2009.183
9. Jain, R., Saxena, S., Jain, S.K., and Jain, A.K. (2017). Reagents and methods for quantitative
determination of urea: A review. J. Appl. Pharm. Sci. 7, 190–200. [(Jain et al., 2017)]
10. Migocka, M., and Płachno, B.J. (2018). Urea and urease producing bacteria and their role in
plant nutrition. Plant Soil Environ. 64, 141–150. [(Migocka and Płachno, 2018)]
11. Sudaryanto, E., & Hartono, S.B. (2018). The use of Urea assay for monitoring kidney function:
Review and recent advancements. Clinica Chimica Acta, 485, 12-20. doi:
10.1016/j.cca.2018.06.014.
12. Akinyemi, L., Taiwo, O., & Akinwole, A. (2021). Development of a Microcontroller-Based
Smart Home System. In Proceedings of the 2021 6th International Conference on
Computing, Communication and Networking Technologies (ICCCNT) (pp. 1-5). IEEE.
13. Mohan, R., & Manivannan, S. (2015). Real time monitoring system using arduino and labview
for environmental parameters. Procedia Computer Science, 46, 1658-1664.
14. Pandey, S., & Singh, A. (2015). Real time monitoring system for water quality parameters
using LabVIEW. Journal of Applied Research and Technology, 13(2), 162-174.
15. Saha, R., Sen, S., & Chattopadhyay, S. (2021). Internet of Things (IoT) Enabled Smart
Agriculture: A Review of Recent Advancements. In Proceedings of the 2021 5th International
Conference on Intelligent Computing and Control Systems (ICICCS) (pp. 484-488). IEEE.
16. Wang, C., Xie, Y., Liu, X., & Wei, G. (2020). An intelligent temperature control system for hot
and humid greenhouse based on wireless sensor networks. International Journal of
Agricultural and Biological Engineering, 13(1), 63-69.

Anda mungkin juga menyukai