Anda di halaman 1dari 24

Forum Komunikasi Kristiani: Sebuah Kearifan Lokal Sebagai Wadah

Komunikasi Gereja-Gereja di Kota Bekasi

ABSTRAK
Forum Komunikasi Kristen Kota Bekasi, merupakan forum umat Kristen
lintas gereja, dimana forum ini menjadi wadah komunikasi antar lintas agama dan
gereja yang ada di Bekasi, seperti dari HKBP, GPIB, Bethel, Katolik, forum ini
menjadi pusat jalin komunikasi antar warga gereja yang mengalami problem dan
ancaman terkait intoleransi yang marak terjadi, khususnya di wilayah Kota
Bekasi. Adanya pendidikan Kristen atau pendidikan yang bernafaskan keyakinan
Kristen sangat memberikan faedah-faedah yang berarti. Agama mulai menjadi
bagian kebudayaan setiap rakyat. Peranan gereja selain sebagai pekabaran injil
kepada orang-orang yang belum diselamatkan, juga sangat penting dalam
membangun kehiudpan rohani jemaatnya agar bertumbuh menjadi jemaat yang
dewasa rohaninya. Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1). Untuk mengetahui dan
menganalisis sejauh mana peranan pengabdian masyarakat melalui organisasi
Kristen FKK di Kota Bekasi. 2). Untuk mengetahui dan menganalisa
permasalahan yang dihadapi khususnya oleh organisasi Kristen FKK di Kota
Bekasi. Pada penelitian ini, Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif
deskriptif, yaitu data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata, gambar, bukan
angka-angka. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat
pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat
populasi atau daerah tertentu. Hasil dalam penelitian ini dapat disimpulkan
Agama harus menjadi perekat sosial, yang berperan untuk menjembatani
ketegangan, menjaga kelangsungan hidup masyarakat ketika dihadapkan dengan
tantangan hidup. Dalam hal ini, agama berperan untuk menyatukan anggota
masyarakat ditengah kemajemukan yang ada. Agama harus meningkatkan rasa
toleransi dan kasih yang tinggi, bukan fanatisme yang berlebihan yang
menganggap apa yang kita punya adalah baik dan yang lain itu buruk.

Kata Kunci: Masyarakat Majemuk, Organisasi Kristen, Pengabdian Masyarakat

ABSTRACT
Bekasi City Christian Communication Forum, is a forum for Christians
across churches, where this forum is a forum for communication between
interfaith and churches in Bekasi, such as from HKBP, GPIB, Bethel,
Catholicism, this forum is a center for establishing communication between
church residents who experience problems and threats related to intolerance that
is rampant, especially in the Bekasi City area. The existence of a Christian
education or education that breathes Christian beliefs is very beneficial. Religion
began to become a part of the culture of every people. The role of the church,
apart from being a message of the gospel to the unsaved, is also very important in
building the spiritual life of its congregation in order to grow into a spiritually
mature congregation. The objectives of this study are: 1). To find out and analyze
the extent of the role of community service through the FKK Christian
organization in Bekasi City. 2). To find out and analyze the problems faced,
especially by the FKK Christian organization in Bekasi City. In this study, this
type of research is descriptive qualitative research, that is, the data collected is in
the form of words, pictures, not numbers. The purpose of descriptive research is
to make a systematic, factual, and accurate description of the facts and nature of
a particular population or area. The results in this study can be concluded that
Religion must be a social glue, which plays a role in bridging tensions,
maintaining the survival of society when faced with life challenges. In this case,
religion plays a role in uniting members of society in the midst of existing
plurality. Religion should promote a high sense of tolerance and love, not
excessive fanaticism that thinks what we have is good and what else is bad.
Keywords: Compound Society, Christian Organization, Community Service

A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membawa
perubahan pada semua aspek kehidupan manusia. Hal ini penting karena
berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan melalui implementasi
penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi telah menampilkan tatanan kehidupan manusia
dalam persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam
persaingan global, sebagai bangsa perlu terus mengembangkan dan
meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Peningkatan kualitas sumber
daya manusia merupakan kenyataan yang harus dimaknai secara terencana,
terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, di era
globalisasi.
Bekasi sebagai daerah penyangga di sebelah Timur pintu gerbang
ibukota DKI Jakarta merupakan daerah yang kompleks dengan beragam
aktivitas. Hal ini terlihat dari karakteristik wilayah yang dominan dengan
munculnya berbagai permukiman dan perumahan. Realitas tersebut tidak
menampikan diri akan munculnya over-urbanization dan pendatang sehingga
keberagaman agama penduduk semakin besar di Kota Bekasi. Pluraritas di
atas merupakan sebuah realitas yang menarik dikaji khususnya identifikasi
pola integrasi dan potensi konflik masyarakat di daerah Urban menjadi isu
yang menarik untuk dikaji secara lebih serius. Oleh sebab itu, daerah ini
sangat rentan terjadinya konflik dan isu-isu konflik masyarakat yang dikaitkan
dengan isu agama.
Realitas yang terjadi saat ini, banyak masyarakat yang tinggal di
daerah perkotaan dan sekitarnya. Hal ini terlihat dari data penduduk perkotaan
di Indonesia yang perkembangan secara statistik menunjukkan adanya
kenaikan ekstrapolasi yang sangat tinggi. Kondisi tersebut terlihat dari angka
penduduk yang tinggal di kota pada tahun 1999 ada sekitar 39,8 persen dari
jumlah penduduk Indonesia, sedangkan pada tahun 2000 meningkat menjadi
40,34 persen. Akan tetapi, kenaikan angka penduduk yang tinggal di
perkotaan semakin tinggi, yakni diperkirakan sebesar 60,7 persen pada tahun
2025.
Data di atas menunjukkan munculnya gejala tingginya tingkat
urbanisasi (over-urbanization) di Indonesia yang cenderung berdampak, baik
positif maupun negatif. Apabila dilihat dari segi dampak positif, kota justru
dapat memberikan stimulus terhadap peningkatan ekonomi regional bagi kota
tersebut maupun di sekitarnya. Akan tetapi, di sisi lain urbanisasi dengan
tingkat laju pertumbuhan tertentu justru menimbulkan komplesitas kota dalam
berbagai bidang kehidupan. Salah satunya adalah kompleksitas keberagaman
agama di daerah sub-urban.
Jemaat sebagai stakeholder membutuhkan keterbukaan informasi yang
cukup, akurat, dan tepat waktu (transparansi). Demikian juga dengan alur
pelaksanaan tugas, fungsi dan peranggung jawaban yang jelas harus diketahui
oleh para jemaat sehingga pengelolaan organisasi dapat terlaksana dengan
efektif (akuntabilitas). Harus terdapat kesesuaian pengelolaan organisasi
terhadap peraturan dan prinsip organisasi yang sehat (responsibilitas),
pengelolaan organisasi harus dilakukan secara profesional tanpa adanya
benturan kepentingan dan pengaruh dari pihak manapun (independen), serta
keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder (keadilan).1
Tata kelola yang baik (Good Governance) merupakan prinsip-prinsip
yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan organisasi
1
http://repository.stie-yai.ac.id/776/1/Laporan%20Abdimas%20Tikkos%20S..pdf, diakses pada
tanggal 28 November 2022 pukul 21,30 WIB
berlandaskan kepada peraturan dan etika yang sehat. Tata kelola yang baik
diperlukan untuk memberi keyakinan kepada stakeholder (jemaat) bahwa
investasi (persembahan) mereka telah digunakan dan dikelola dengan baik dan
penuh tanggung jawab oleh para pelayan Tuhan atau mereka yang
dipercayakan.2
Melalui PAK gereja mendidik umatnya tentang kasih Allah, tentang
etika, moral dan kepedulian gereja di dalam dunia. Gereja yang dimaksud di
sini tentu terutama bukan hanya gedung dan institusinya, tapi sebuah
persekutuan orang-orang percaya yang karena kepercayaan itu, umat memiliki
tanggung jawab dan berkomitmen untuk melaksanakan misi Allah. PAK
secara terus menerus, dengan program yang terencana mengajarkan umat
mengenai misi Allah itu, prinsip dan nilainya serta bagaimana
implementasinya dalam kehidupan bersama orang lain di dunia ini.3
Agama harus menjadi perekat sosial, yang berperan untuk
menjembatani ketegangan, menjaga kelangsungan hidup masyarakat ketika
dihadapkan dengan tantangan hidup. Dalam hal ini, agama berperan untuk
menyatukan anggota masyarakat ditengah kemajemukan yang ada. Agama
harus meningkatkan rasa toleransi dan kasih yang tinggi, bukan fanatisme
yang berlebihan yang menganggap apa yang kita punya adalah baik dan yang
lain itu buruk. Karena sikap ini dapat menimbulkan perpecahan, konflik dan
ketegangan ditengah kemajemukan.4
Namun, ada juga orang-orang yang mempermasalahkan hal ini sebagai
salah satu penyebab dari masalah intoleran, kebencian, dan kekerasan yang
terus terjadi di wilayahnya. Namun, kemajemukan inilah yang menjadikan
wilayah khususnya di Bekasi seperti itu. Hal ini membuat wilayah Bekasi
menjadi suatu konteks yang bukan monolitik, tetapi mungkin, lebih tepat
sekelompok geografis. Dari data MMS, aksi intoleransi tahun 2010 meningkat

2
Akhmad Syakhroza. 2005. “Corporate governance: sejarah dan perkembangan, teori, model, dan
sistem governance serta aplikasinya pada perusahaan BUMN”. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2005
3
Clement Suleeman, “Pendidikan Agama Kristen dan Pembinaan Warga Gereja, Orasi Dies Natalis
STT Jakarta 1980” dalam Andar Ismail (ed.), Ajarlah Mereka Melakukan: Kumpulan Karangan Seputar
Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998), hlm.5
4
https://brainly.co.id/tugas/28676630, diakses pada tanggal 28 November 2022 pukul 21,30 WIB
4 kali lipat dari tahun 2009 yang berjumlah 11 kasus menjadi 49 kasus. Kasus
intoleransi yang terjadi di Jawa Barat sebagian besar terjadi di Bekasi, Bogor,
Garut dan Kuningan. Semua korban kasus intoleransi adalah kalangan
Kristiani, berupa penghalangan kegiatan ibadah, penyegelan rumah ibadah,
dan penyerangan terhadap jemaat HKBP. Sementara di Bogor, dari 10 kasus,
7 kasus juga menimpa kalangan Kristiani terkait masalah gereja.5 Deretan-
deretan permasalahan SARA menimbulkan kecemasan bagi masyarakat yang
terlihat dari perilaku seperti adanya ketakutan untuk menetap di daerah
konflik.6 Keadaaan ini tentunya tidak lepas dari asupan pengetahuan yang
dimiliki oleh orang-orang yang bertikai. Ketidakmampuan menyaring
informasi yang dapat memecah belah, emosi yang tidak dewasa ketika
mengalami ketersinggungan, hingga tenggang rasa dan rasa memiliki (sense of
belonging) yang kuat antar sesama masyarakat Indonesia yang pudar. Dalam
keadaan seperti ini, pendidikan penting untuk dikedepankan bagi seluruh
masyarakat Indonesia. Pendidikan mampu memberikan pemikiran yang luas
dalam memandang perbedaan, demikian juga pendidikan adalah wadah yang
mudah untuk melakukan internalisasi nilai-nilai luhur Pancasila dan Bhineka
Tunggal Ika secara komprehensif. Pada kesempatan inilah, Pendidikan Agama
Kristen juga mesti muncul untuk melakukan pembinaan dan pengkorelasian
nilai-nilai agama (khususnya Kristem) dengan kesatuan bangsa.
Demi kepentingan dan kemajuan serta pertumbuhan gereja maka
sangat diperlukan pemahaman yang baik dan benar tentang hal-hal yang
bersangkutan dengan kepemimpinan. Seorang pemimpin tidak cukup mengerti
dan menguasai kepemimpinan yang bersifat tehnis, tetapi sikap, kepribadian
dan nilai-nilai rohani mutlak harus ada dalam diri seorang pemimpin Kristen.
Ada prinsip kepemimpinan yang dapat kita kaji dalam Alkitab: Surat 1 Petrus
5:1-11. Yaitu yang pertama bahwa seorang pemimpin sebagai kelompok yang
berkedudukan tinggi yang memiliki nilai-nilai rohani lebih dari yang lain yang

5
https://nasional.kompas.com/read/2010/12/21/13100958/~Nasional, diakses pada tanggal 2
Desember 2022, pukul 15.00 WIB.
6
Gernaida K R Pakpahan, “Analysis of Worring among Lecturers of Indonesian Bethel Theology on
Covid-19,” Medico-Legal Update 20, no. 4 (2020): 1330–37, https://doi.org/10.37506/mlu.v20i4.2014.
sangat terbuka atas penghakiman dalam gereja. Pemimpin memiliki beban
moral yang lebih besar sebab jikalau pemimpin salah dalam
kepemimpinannya maka akan mendatangkan hal yang buruk. Yang kedua
dibutuhkan pemimpin yang dapat menggembalakan dengan setia serta
memiliki kepribadian yang baik untuk mengajar dan mempersiapkan
pengikutnya walaupun harus menghadapi ujian yang teramat sangat berat
tetapi dapat menampilkan cara hidup yang baik.
Dalam UUD NKRI 1945, HAM memiliki bagian yakni pengakuan,
jaminan dan perlindungan hukum dari Negara, oleh karena hukum merupakan
aturan yang sangat penting bgai sebuah Negara dalam mengelola setiap
system pemerintah yang telah ditetapkan termasuk dalam hal kebebasan
beribadah tanpa mendapatkan intimidasi dari pihak manapun. Namun, masih
saja terdapat konflik antara kaum minoritas dan mayoritas. Hal ini tidak dapat
dipungkiri bahwa tindakan diskriminatif dan intoleran terhadap kaum
minoritas sampai saat ini masih sering terjadi, sehingga kelompok mayoritas
menganggap dirinya terbaik di dalam masyarakat di suatu daerah serta
memiliki kuasa terhadap kelompok minoritas. Masalah intoleransi agama
merupakan masalah umum dan sejak dulu telah dihadapi oleh bangsa
Indonesia. Dengan berbagai pelanggaran kebebasan beragama masih terjadi
hingga saat ini. Kasus intoleransi kembali terjadi beberapa hari belakangan ini
dimana sejumlah pihak mengecam keras aksi kekerasan agama tersebut karena
dianggap menodai keberagaman dan mencederai wajah demokrasi di tanah
air.7
Intoleransi beragama serta diskriminasi yang menguat akhir-akhir ini
di Indonesia dapat terjadi karena berbagai hal. Hal tersebut dapat saja terjadi
karena permasalahan ekonomi, permasalahan sosial, ataupun dapat disebabkan
oleh gesekan budaya. Tetapi, satu hal yang tentu sering di cermati orang
adalah tentang intoleransi yang sering dipicu oleh kebijakan serta UU yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Lebih fundamental lagi, intoleransi serta

7
Nathanael Bagas Setyawan and Ridwan Arifin, “ANALISIS PERLINDUNGAN TERHADAP
TOLERANSI KEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI
MANUSIA,” Nurani: Jurnal Kajian Syari’ah dan Masyarakat 19, no. 1 (June 28, 2019): 27–34,
diskriminasi mempunyai pangkal yang kokoh dalam konstitusi serta aturan-
aturan yang sah. Pasal-pasal dalam konstitusi yang semula diniatkan buat
merangkul serta memayungi seluruh agama. Aturan yang dibuat untuk
mengrevisi negeri, malah dipergunakan untuk menekan, mendiskriminasi serta
mengkriminalisasi orang. Sikap intoleran dan diskriminatif tidak akan
mempunyai relevansi bila tidak terdapat landasan hukum yang
mendukungnya. Bermacam sikan intoleran di tengah warga menjelma menjadi
isu besar serta tumbuh jadi perkara nasional sebab terdapat landasan sah yang
membuatnya demikian.8
Namun, untuk memahami secara lebih dalam kemajemukan atau
keanekaraman itu, tidak cukup hanya dengan mengetahui angka-angka yang
secara umum dipakai sebagai indikator kemajemukan, tidak pula cukup hanya
dengan mengetahui nama-nama agama, suku atas ras dan seni budaya. Sebab,
kemajemukan itu sangatlah kompleks. Misalnya, kemajemukan agama. Untuk
memahami kompleksitas dan dinamika di dalamnya, perlu diketahui dan
dipahami, bahwa di dalam agama-agama itu terdiri pula dari aliran, kelompok
dan pemikiran serta tradisi yang pada hal-hal tertentu ia menyangkut identitas
yang beragam. Jadi, akhirnya kemajemukan agama itu menyangkut juga
kepelbagaian dan perbedaan sejarah, konteks budaya, dan tradisi masyarakat
di mana masing-masing agama itu hadir.
Dalam berbagai pemahaman, ideologi bahkan agama menjadikan
manusia itu terkotak-kotak dan terpisah satu dengan yang lainnya. Bahkan
terdapat kecenderungan untuk saling menajiskan satu dengan yang lain dan
penuh prasangka dan tidak dapat saling menerima seperti apa adanya. Padahal
tidak demikian dengan cara Tuhan yang menerima orang apa adanya, yang
baik dikatakan baik dan yang buruk dikatakannya buruk. Secara factual
masalah kemajemukan di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh
ekslusivisme masing-masing kelompok. Di dalam kelompok besar di
dalammnya terdiri dari beragam sub kelompok. Persaingan dan saling rebut

8
Luthfi Assyaukanie, “Akar-Akar Legal Intoleransi Dan Diskriminasi Di Indonesia,” JUrnal
Maarif 13, no. 2 (2018): 27–42.
wilayah ekonomi dan kekuasaan pada banyak hal bersumber atau dilegitimasi
oleh ekslusivisme kelompok.
Bergaul dan berkumpul bersama orang-orang yang berbeda agama
jugalah sangat menolong kita untuk dapat belajar kemajemukan agama di
Indonesia. Agama yang tidak hanya satu di negara ini membawa setiap orang
untuk dapat bersama dan tidak takut bergaul dengan satu sama lain yang
berbeda iman. Seperti dikatakan oleh Daniel Stevanus: secara ringkas kita
dapat simpulkan bahwa kita yakin akan kebenaran iman kita, tetapi kita tidak
perlu menyalahkan iman yang berbeda dengan iman kita.9
Kerukunan umat beragama identic dengan sebutan toleransi. Sebutan
toleransi menampilkan pada makna saling menguasai, saling paham, serta
saling membuka diri dalam bingkai persaudaraan. Pada hakekatnya manusia
adalah makhluk yang beragama dan tentunya menginginkan kedamaian.
Karena sejatinya tiap agama sudah tentu mengajarkan dan menanamkan nilai-
nilai toleransi, kenapa kerukunan ini memerlukan pembelajaran perdamaian,
karena suatu proses dalam memperoleh pengetahuan serta pengembangan
perilaku dan tingkah laku serta anti kekerasan ini perlu pemahaman yang
benar agar memiliki jika toleransi kepada sesama untuk selaku hidup penuh
damai.10
Bagi seorang Kristen yang berada di tengah masyarakat majemuk
perlu memiliki prinsip hidup yaitu harus menciptakan kerukunan hidup
dengan yang berbeda agama, dilakukan dengan cara memahami perbedaan
dengan keberagaman agama di Indonesia, di dalam keluarga kehidupan rohani
harus menjadi penekanan penting, tidak hanya memiliki identitas sebagai
orang Kristen tetapi harus benar-benar memahami prinsip kebenaran dari
Alkitab, serta memiliki kehidupan yang mampu menjadi teladan di tengah
masyarakat dengan tidak menaifkan agama sendiri dan tidak membuat
kegaduhan atau tindakan anarkis di masyarakat. Kesadaran masing-masing

9
Daniel Stevanus, Pendidikan Agama Kristen Kemajemukan (Bandung: Bina Media Informasi,
2009), hlm. 14
10
Yonatan Alex Arifianto, “Peran Gembala Menanamkan Nilai Kerukunan Dalam Masyarakat
Majemuk,” Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen 3, no. 1 (2020): hlm 1–13.
agama mengenai fakta kemajemukan agama, tidak hanya sampai pada tingkat
mengakui kehadiran atau keberadaan agama-agama lain, melainkan juga
dituntut kesiapan dan kemauan untuk membangun hubungan yang baik atau
toleransi agama.
Jika pendidikan kristiani tidak memperhatikan realitas pluralisme
agama tersebut, maka dapat mengakibatkan jemaat menjadi merasa asing
dengan sejumlah informasi tentang agama. Mereka sama sekali tidak
mengenal dan mengerti tentang pluralisme agama, khususnya dialog
pluralisme agama. Ketidak mengertian tersebut dapat menjadikan sebagian
jemaat menganggap bahwa pendidikan dialog pluralisme agama itu tidak
penting. Selanjutnya mereka akan menganggap bahwa pengajaran yang
mencoba menumbuhkan kritisme dan apresiasi atas agamanya sendiri atau
agama orang lain justru disebut menyesatkan. Ketidakmengertian jemaat
menjadikan jemaat takut jika pendidikan dialog berwawasan pluralisme agama
diberikan kepada anak-anak mereka. Mereka tidak melihat nilai positif dari
dialog tersebut. Hal ini disebabkan karena adanya pemikiran-pemikiran
eksklusif dan tertutup dengan menganggap bahwa agama Kristen sebagai
agama yang benar, suci dan satu-satunya agama menuju keselamatan.
Sehingga dapat, disimpulkan bahwa sebagai umat Kristen diharuskan
agar mampu membela keyakinannya namun dalam melakukan pembelaan
tersebut tidak diperkenankan untuk melakukan aksi kekerasan sama seperti
yang telah tertera di Alkitab, dimana Tuhan Yesus sangat bertentangan dengan
kekerasan, pembalasan dan pemaksaan. Karena Tuhan mengajarkan orang
yang percaya pada-Nya untuk selalu menerima berbagai kejahatan dan fitnah
namun Tuhan tidak memperkenankan untuk membalas kejahatan dan fitnah
tersebut melainkan orang percaya di tuntut untuk membalas kejahatan tersebut
dengan kebaikan yang penuh kasih (Rm. 12:17,21).
Penelitian Faroz Siska Juliana dengan judul Peranan Komunikasi
Interpesonal Antara Guru Bimbingan Konseling Dengan Siswa. Pendekatan
yang digunakan dengan metode penelitian kualitatif. Tujuan dari penelitian
terdahulu sebagai tolak ukur peneliti untuk menulis dan menganalisis suatu
penelitian. Dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hal ini Guru
Bimbingan Konseling di SMAN 4 Cimahi memiliki kemampuan komunikasi
dengan kecakapan memahami permasalahan siswa, kecakapan ketika Guru
Bimbingan Konseling mengajukan pertanyaan kepada siswa yang
bersangkutan, dan pemahaman secara verbal.
Penelitian kelompok yang dilakukan oleh So (2009), penelitian ini
berfokus kepada sumber hasil yang positif dari komunikasi dan disfungsi
dalam kelompok sosial. 11Penelitian lain adalah penelitian yang dilakukan oleh
Roderick Swaab, Tom Postmes, Russel Spears (2004). Rederick, dkk meneliti
produktivitas di dalam kelompok kecil. Hasil dari penelitian tersebut adalah
kesamaan identifikasi sosial mendorong norma-norma produktivitas dan daya
tarik interpersonal mengakibatkan pengenalan identitas sosial yang kemudian
dipupuk kesamaan pengertian dan norma-norma produktivitas, membawa
kepada pertumbuhan produktivitas kelompok kerja).12
Oleh karena itu melihat penelitian terdahulu dan masalah yang terdapat
di Kota Bekasi, maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan kesadaran
individu di dalam kelompok akan tujuan di dalam kelompok melalui
pengalaman mereka, terkait dengan keberadaannya di dalam connect group,
yaitu pada sebuah tempat dan waktu yang sama bagaimana individu merespon
dan bereaksi terhadap orang lain di dalam kelompok.
B. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu bagian pokok dari ilmu pengetahuan, yang
bertujuan untuk lebih mengetahui dan lebih memahami segala segi kehidupan,
sehingga suatu penelitian harus dilakukan secara sistematis dengan metode-
metode dan tehnik-tehnik yaitu yang ilmiah. 13 Menurut Soerjono Soekanto,
penelitian merupakan suatu kegiatan karya ilmiah yang berkaitan dengan
analisis konstruksi yang dilaksanakan secara metodologis, sistematis, dan
konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu.

11
http://www.allacademic.com/meta/p295451_index.html
12
https://dewey.petra.ac.id/repository/jiunkpe/jiunkpe/s1/ikom/2011/jiunkpe-is-s1-2011-51407065-
30411-komunikasi_kelompok-chapter1.pdf
13
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, 1986, Jakarta, hlm. 3.
Sistematis adalah berdasarkan suatu alasan, sedangkan konsisten berarti tidak
adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu karangan tertentu. 14 Pada
prinsipnya metode penelitian memberikan pedoman tentang tata cara seorang
ilmuwan mempelajari, menganalisa serta memahami permasalahan yang
dihadapinya. Penelitian merupakan suatu sarana pokok pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran
secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Melalui penelitian tersebut
diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan
diolah.15
C. Pembahasan
Bermula dari munculnya berbagai ketegangan antarumat beragama di
beberapa daerah terutama antara Islam dan Kristen, yang bila tidak segera
diatasi akan membahayakan persatuan dan kesatuan Indonesia, pemerintah
menyelenggarakan Musyawarah Antar Agama pada tanggal 30 November
1969 bertempat di Gedung Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Jakarta yang
dihadiri pemuka-pemuka agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha.
Pemerintah mengusulkan perlunya dibentuk Badan Konsultasi Antar Agama
dan ditandatangani bersama suatu piagam yang isinya antara lain menerima
anjuran Presiden agar tidak menjadikan umat yang sudah beragama sebagai
sasaran penyebaran agama lain. Musyawarah menerima usulan pemerintah
tentang pembentukan Badan Konsultasi Antar Agama, tetapi tidak dapat
menyepakati penandatanganan piagam yang telah diusulkan pemerintah
tersebut. Hal itu disebabkan oleh sebagian pimpinan agama belum dapat
menyetujui usulan pemerintah (Presiden) tersebut, terutama yang menyangkut
agar tidak boleh menjadikan umat yang sudah beragama sebagai sasaran
penyebaran agama lain.
Toleransi merupakan 1 dari 4 indikator penguatan moderasi beragama
yang menjadi program prioritas RPJMN 2020-2024. Sementara 3 indikator
lainnya adalah anti kekerasan, wawasan kebangsaan, dan ramah
14
Ibid. hlm. 5
15
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat.
Rajawali Pers (PT.Rajagrafindo Persada), Jakarta, 1995, hlm.62
tradisi. Kehidupan yang rukun dalam kemajemukan serta tidak saling
menghujat dan membenci akan lahir dan tumbuh dari kesediaan menerima
perbedaan pemahaman, menghargai, dan menghormati, merupakan wujud dari
sikap toleransi, serta menumbuhkan kesadaran pada masyarakat bahwa
realitas kehidupan adalah heterogen dan multikultural. 16
Hormat-menghormati antarumat berbeda agama sudah menjadi budaya
di kawasan yang terkenal sebagai Segitiga Emas Kampung Sawah. Dulu,
banyak terjadi proses perkawinan lintas agama. Hal ini membuat masyarakat
awal Kampung Sawah menjadi biasa dengan perbedaan agama. Banyak
masyarakat di kampung ini yang anggota keluarganya berbeda agama.
Memasuki bulan suci Ramadhan seperti sekarang, praktik baik toleransi yang
layak untuk menjadi pelajaran bagi seluruh umat beragama. Wilayah Segitiga
Emas, sebuah istilah untuk menyebut tiga tempat ibadah beda agama yang
berdekatan dan berdampingan. Tiga tempat ibadah tersebut adalah Masjid
Agung Al-Jauhar Yasfi, Gereja Kristen Pasundan (GKP) Kampung Sawah,

dan Gereja St Servatius.17


Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) menyatakan, kerukunan
umat beragama di Kota Bekasi semakin kokoh. Kuncinya, para tokoh lintas
agama saling bersilaturahmi atau saling menyambangi satu dengan lain dalam
berbagai kesempatan, terutama menjelang perayaan hari besar keagamaan.
Masih ingat beberapa tahun lalu, saat pembangunan Gereja Santa Clara,
Bekasi Utara, organisasi kemasyarakatan (ormas) sempat menolak
pembangunan gereja. Pascapembangunan Gereja Santa Clara, kehidupan
beragama di Kota Bekasi semakin berkualitas.18
Ditahun-tahun sekitar pergantian abad ini, umat Kristiani bersama
seluruh rakyat merasakan adanya beberapa produk undang-undang yang
menunjukkan perubahan sarana hidup politik. Ada tradisi politik yang baru,

16
https://kalbarprov.go.id/berita/toleransi-beragama-tumbuh-dari-kedewasaan-menerima-
perbedaan.html
17
https://www.cendananews.com/2022/04/belajar-toleransi-beragama-dari-kampung-sawah-
bekasi.html
18
https://www.beritasatu.com/news/761719/pembangunan-gereja-tiberias-bukti-kerukunan-umat-
beragama-di-kota-bekasi-semakin-kokoh
ada undang-undang yang mencoba menyederhanakan hidup politis. Bertahun-
tahun Negara kita cukup tenang walaupun akhir-akhir ini mulai muncul
gejolak disana sini.
Organisasi adalah sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara
formal dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan (Wikipedia). Agar dapat berhasil dalam mencapai tujuan bersama
dibutuhkan kinerja yang baik. Kinerja yang baik dapat muncul apabila
hubungan organisasi bisa terkoordinasi dengan baik. Masalah dalam suatu
organisasi adalah hal yang dapat merusak suatu hubungan dalam organisasi
dan dapat berdampak negatif bagi setiap anggota. Maka dari itu dibutuhkan
cara agar hubungan tetap berjalan dengan baik ketika mendapatkan masalah
Politik merupakan tugas luhur untuk mengupayakan dan mewujudkan
kesejahteraan bersama. Tugas dan tanggung jawab itu dijalankan dengan
berpegang pada prinsip-prinsip hormat terhadap martabat manusia, kebebasan,
keadilan, solidaritas, subsidiaritas, fairness, demokrasi, kesetaraan dan cita
rasa tanggung jawab dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Akan tetapi, dalam banyak bidang prinsip-prinsip itu makin diabaikan bahkan
ditinggalkan oleh banyak orang, termasuk oleh para politisi, pelaku bisnis, dan
pihak-pihak yang punya sumber daya serta berpengaruh di negeri ini.
Berlangsung sekarang, politik hanya dipahami sebagai sarana untuk mencapai
dan mempertahankan kekuasaan, atau menjadi ajang pertarungan kekuatan
dan perjuangan untuk memenangkan kepentingan kelompok. Kepentingan
ekonomi atau keuntungan finansial bagi pribadi dan kelompok menjadi tujuan
utama. Rakyat sering kali hanya digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan
dan mempertahankan kepentingan dan kekuasaan tersebut. Terkesan tidak ada
upaya serius untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Bukan kepentingan
bangsa yang diutamakan, melainkan kepentingan kelompok, dengan
mengabaikan cita-cita dan kehendak kelompok lain. Dalam konteks ini, agama
menjadi rentan terhadap kekerasan. Simbol-simbol agama pun dijadikan alat
untuk mencapai kepentingan politik. Kecenderungan membangun sekat-sekat
menjadi semakin nyata. Dengan demikian, pertimbangan kebijakan politik
tidak terarah pada warga negara sebagai subjek hukum. Bangsa hanya
dianggap sebagai kelompok-kelompok kepentingan itu. Politik terasa semakin
menyengsarakan rakyat, membuat banyak orang tidak percaya lagi terhadap
mereka yang memegang kendali pemerintahan serta sumber daya ekonomi
dan mengikis rasa saling percaya di antara warga terhadap sesamanya.
Hasilnya adalah sikap masa bodoh pada banyak orang terutama kaum muda
dan kelompok terpelajar (NP. KWI. 2003 No. 6).
Dalam organisasi, setiap anggota sudah pasti dituntut untuk
melaksanakan tugas-tugas yang telah diberikan. Untuk melaksanakan tugas-
tugas itu, dibutuhkan kerjasama yang baik antar anggota atau rekan kerja.
Tentu saja dengan adanya hubungan yang baik antar anggota sangatlah
dibutuhkan untuk bisa saling bekerjasama. Hal yang dapat merusak hubungan
antar anggota adalah masalah yang timbul dalam organisasi, baik masalah
anggota dengan anggota maupun anggota dengan kelompok.
Seringkali dalam sebuah organisasi yang suadah mapan sekali pun,
atau dapat dikatakan ketika dalam organisasi terdapat sebuah program kerja
yang sangat bagus sekali pun, jika tidak ada koordinasi maka sering kali
menyebabkan kesalahpahaman, yang tentunya dapat menyebabkan kacaunya
terlaksanya sebuah program. Kekacauan tersebut dapat terjadi ketika antar
penanggung jawab tidak mengetahui batasan-batasan jobnya, yang seringkali
hanya dapat diperoleh melalui koordinasi antar penanggungjawab. Hal
tersebut dapat menyebabkan overlaping karena beberapa panitia
mengerjaknnya, dalam beberapa tugas, sementara kekosongan dalam tugas
yang lainnya
Politik kekuasaan semacam itu dengan sendirinya akan mengorbankan
tujuan utama, yakni kesejahteraan bersama yang mengandaikan kebenaran dan
keadilan. Penegakan hukum juga terabaikan. Akibatnya, kasus-kasus KKN
(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) tidak ditangani secara serius, bahkan makin
merajalela di berbagai wilayah, lebih-lebih sejak pelaksanaan program
otonomi daerah. Otonomi daerah yang dimaksudkan sebagai desentralisasi
kekuasaan, kekayaan, fasilitas, dan pelayanan ternyata menjadi desentralisasi
KKN, antara lain karena kurang tepat saat, laju dan cakupannya. Politik
kekuasaan tidak bisa dipisahkan dari politik uang. Politik uang yang
sebetulnya merupakan bentuk kejahatan, dijadikan alat utama untuk mencapai
dan mempertahankan kekuasaan. Dengan politik uang itu rakyat ditipu,
kepercayaan rakyat dikhianati, justru oleh orang-orang yang mempunyai
otoritas politik dan ekonomi untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat.
Bukankah dengan demikian martabat bangsa tidak dihormati dan kedaulatan
rakyat dirampas untuk menjamin kepentingan pribadi atau kelompok?
Bukankah dengan demikian kedaulatan rakyat diganti dengan kekuasaan
uang? Uang menentukan segala-galanya dan mem-busukkan politik. Peraturan
perundang-undangan dan aparat penegak hukum dengan mudah ditaklukkan
oleh mereka yang menguasai uang. Akibatnya, upaya untuk menegakkan
tatanan hukum yang adil dan pemerintah yang bersih tak terwujud.
Ketidakadilan semakin dirasakan oleh kelompok-kelompok yang secara
struktural sudah dalam posisi lemah, seperti perempuan, anak-anak, orang
lanjut usia, orang cacat, kaum miskin. Sebagai contoh, pelanggaran terhadap
martabat perempuan dalam bentuk diskriminasi, kekerasan, pelecehan terus
berlangsung di banyak tempat, dan terus terjadi tanpa sanksi hukum. Selain
itu, penipuan terhadap rakyat kecil banyak sekali dilakukan justru oleh orang-
orang yang memahami hukum dan bertanggung jawab untuk menegakkannya
(NP-KWI 2003 No. 7).
Dengan demikian, suasana persaingan antar kelompok dan antar
pribadi menjadi semakin tajam. Suasana itu menumbuhkan perasaan tidak
adil, terutama ketika berhadapan dengan perpecahan masyarakat dalam
pengelompokan kelas ekonomi. Perasaan diperlakukan tidak adil itu
menyuburkan sikap tertutup dan perasaan tidak aman bagi setiap orang. Orang
lain atau kelompok lain akan dianggap tidak mampu menciptakan lapangan
kerja baru. Kinerja ekonomi selalu menuntut pembaharuan. Pembaharuan
terus-menerus menuntut orang menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan
baru yang tidak selalu mengungkapkan nilai-nilai keadilan. Mereka yang tidak
memenuhi tuntutan struktur ekonomi baru akan terlempar dari pekerjaan
karena tidak mampu memenuhi standar baru tersebut. Angka pengangguran
semakin tinggi karena rendahnya investasi di sektor ekonomi riil yang
mengakibatkan tidak terciptanya lapangan kerja. Pengangguran tidak hanya
mengakibatkan tak terpenuhinya kebutuhan ekonomi, melainkan juga
memukul harga diri dan dengan mudah membuat orang yang bersangkutan
kehilangan harga diri.
Kerakusan akan kekuasaan dan kekayaan ini menjadi daya pendorong
politik kepentingan yang amat mempersempit ruang publik, yakni ruang
kebebasan politik dan ruang peran serta warga negara sebagai subjek. Ruang
publik disamakan dengan pasar. Hal yang dianggap paling penting adalah
kekuatan uang dan hasil ekonomi. Manusia hanya diperalat sehingga
cenderung diterapkan diskriminasi dan kemajemukan pun diabaikan. Dengan
kata lain, manusia hanya dihargai dari manfaatnya, terutama sejauh manfaat
ekonomisnya. Maka dengan mudah mereka yang lemah, yang miskin, yang
kumuh dianggap tidak berguna dan tidak mendapat tempat. Tekanan pada
nilai kegunaan ini tidak hanya bertentangan dengan martabat manusia,
melainkan juga mengikis solidaritas. Hal yang berbeda – entah berbeda
agama, suku atau perbedaan yang lain – dianggap menjadi halangan bagi
tujuan kelompok. Penyelenggaraan negara dimiskinkan hanya menjadi
manajemen kepentingan kelompok-kelompok. Politik dagang sapi menjadi
bagian manajemen itu dengan akibat melemahnya kehendak politik dalam
penegakan hukum.
Perkembangan masyarakat kita membutuhkan proses pengambilan
keputusan yang mempedulikan aspirasi rakyat. Kita harus ikut menciptakan
proses demokrasi secara sehat antara lain dengan membangun kehidupan
partai politik yang sehat, menciptakan lembaga perwakilan rakyat yang hidup,
mendukung pemerintahan yang bersih dan menjaga lembaga peradilan yang
tegar demi keadilan. Dalam usaha itu kita mendapat dukungan dari Bapa
Konsili yang mendesak agar rakyat kebanyakan mampu dan mendapat
kesempatan berperan serta dalam pengambilan keputusan politik. Perhatian
perlu lebih dicurahkan pada upaya menghormati martabat dan harkat sesama
warga negara dan bahkan sesama manusia tanpa diskriminasi. Hal itu dapat
kita tunjukkan dengan menghargai pendapat, menjunjung tinggi wawasan
kebangsaan, dan memperjuangkan secara aktif tuntutan keadilan wajar bagi
seluruh masyarakat tanpa pandang bulu. Pola musyawarah di desa-desa
tradisional patut kita pelajari untuk lingkup nasional; intinya adalah
penghormatan terhadap tiap rakyat. Acuan yang meski diperhatikan adalah
nilai-nilai universal, seperti persamaan hak, kewajiban asasi manusia serta
nilai setempat, yang berkaitan erat dengan sejarah, kondisi budaya kita. Dalam
hal itu, sesungguhnya cita-cita universal yang disebut “hak-hak asasi manusia"
bertemu dengan pedoman hidup manusia Timur supaya memandang sesama
betul-betul sebagai manusia. Itulah salah satu wujud nyata demokrasi
Pancasila. Guna melaksanakan hendaklah kita ikut menyempurnakan konsep
dan praktik pemilihan umum, serta mekanisme musyawarah untuk mufakat.
Gereja mengakui bahwa walaupun demokrasi merupakan ungkapan
peran serta langsung warga negara yang terbaik di dalam pilihan-pilihan
politis, hal itu hanya berhasil pada tingkat yang didasarkan pada suatu
pemahaman pribadi manusia yang benar. Keterlibatan umat Kristen di dalam
kehidupan politik tidak dapat dikompromikan pada prinsip ini karena
sebaliknya kesaksian iman Kristen di dunia, sama seperti kesatuan dan
hubungan batin dari umat beriman, akan tidak ada. Struktur-struktur
demokratis di atas mana negara modern dibangun akan sungguh rapuh jika
fondasinya tidak dipusatkan pada pribadi manusia. Adalah hormat terhadap
pribadi manusia yang membuat peran serta demokratis dimungkinkan.
Sebagaimana Konsili Vatikan II mengajar, “terjaminnya hak-hak pribadi
merupakan syarat mutlak, supaya para warga negara, masing-masing maupun
secara kolektif, dapat berperan serta secara aktif dalam kehidupan dan
pemerintahan negara”
Pertikaian yang terjadi di dalam kehidupan gerejani adalah sebuah cela
yang dapat dipakai oleh kuasa kejahatan untuk membuat gereja berada dalam
cela kebenaran dan bahkan membawa gereja ke dalam kekalahan. Ketika
peluang pertikaian itu dibuka, maka berbagai macam serangan untuk
menghancurkan gereja akan datang dari berbagai segi. Gereja perlu melihat
hal ini secara serius, dan bukan lagi suatu masalah yang biasa. Harus ada
penanganan yang segera dan sungguhsungguh dalam menyelesaikan setiap
konflik yang terjadi, namun harus sesuai dangan prinsip-prinsip dan kehendak
ALLAH.
Ada beberapa kasus yang tidak dapat diselesaikan dengan baik di
Gereja bahkan harus berakhir di meja peradilan. Orang Gereja memasukan
sesama anggota Gereja ke dalam penjara. Orang Gereja bertengkar dengan
sesama orang Gereja dan mencari keadilan di antara orang-orang yang tidak
mengenal ALLAH. Sedangkan Alkitab berpesan di dalam I Korintus 6:1-3
Apakah ada seorang di antara kamu, yang jika berselisih dengan orang lain,
berani mencari keadilan pada orang-orang yang tidak benar, dan bukan pada
orang-orang kudus? Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang kudus akan
menghakimi dunia? Dan jika penghakiman dunia berada dalam tangan kamu,
tidakkah kamu sanggup untuk mengurus perkara-perkara yang tidak berarti?
Tidak tahukah kamu, bahwa kita akan menghakimi malaikat-malaikat? Jadi
apalagi perkara-perkara biasa dalam hidup kita sehari-hari.
Pelayanan di dalam gereja atau organisasi tidaklah mungkin hanya
mengandalkan hanya pendeta saja. Organisasi gereja membutuhkan orang-
orang yang sukarela mau bekerja sama melayani Tuhan. Itu sebabnya di
Gereja ada departemen-departemen yang dibuat dengan fungsi bekerja
bersama-sama untuk kemajuan Gereja. Adanya departemen tersebut sangat
membantu Pendeta dan Majelis Gereja dalam menjalankan tugasnya. Namun
dengan adanya departemen-departemen ini, tidak tertutup juga terjadinya
konflikkonflik di dalam gereja, contohnya permintaan dari sebuah departemen
di gereja yang dibatasi, atau anggaran suatu departemen yang tidak disetujui.
Hal ini dapat menimbulkan Konflik ataupu perpecahan.
Ada juga konflik yang memang disengaja dibuat oleh orang-orang
tertentu di dalam organisasi ataupu diluar organisasi dan menimbulkan konflik
baru dan satu hal yang paling menyakitkan terjadi ketika sikap-sikap dan
keinginan-keinginan kita yang penuh dosa hingga akhirnya memotivasi kita
untuk merugikan sesama kita dan juga organisasi. Adakalanya ketidakpuasan
terhadap keputusan atau kepemimpinan gereja dibawah kepada kebencian dan
niat untuk mempermalukan gereja di hadapan umum.
Pernyataan ini mengajarkan bahwa yang membuat orang Kristen
berbeda dengan orang dunia dalam menangani konflik adalah cara kita
bersikap, cara kita memberikan pengaruh dan iman kita terhadap konflik itu
melalui kasih karunia yang telah kita rasakan di dalam Kristus. Dan tentunya
orang Kristen akan menghadapi konflik yang terjadi itu dengan etika yang
konsisten, yang selalu diukur dengan moral Kristiani. Pengelolaan Konflik
yang terjadi dibawa kepada visi perdamaian ALLAH.
Konflik apapun sesungguhnya dapat ditangani secara efektif bila kita
mau mengembangkan dan menerapkan strategi penanganan tertentu yang
efektif. Cara yang paling efektif ditentukan oleh intensitas konflik
bersangkutan. Konflik terdiri atas berbagai tahap melibatkan emosi pada
tingkat dan intensitas tertentu. Ketika intensitas konflik meningkat, setiap
orang akan berusaha membela diri dan ingin menang. Ketika konflik semakin
meningkat tinggi, maka biasanya masing-masing akan berusaha
menyelamatkan muka, dan dalam situasi seperti ini, orang yang sabar pun bisa
marah dan tersinggung.19
Bagi setiap periode dalam sebuah organisasi, dan bagi berbagai macam
organisasi masalah pengkaderan ini dirasakan berbeda-beda, oleh karena
tingkat animo peminat organisasi yang berbeda beda misalnya. Namun
pernyataan kesuksesan suatu periode adalah bukan sekedar sukses ketika masa
jabatannya namun ketika dapat menghasilkan (kader-kader) periode yang
lebih sukses. Maka dapat dikatakan dalam sebuah organisasi adalah ketika
dalam suatu periode dapat dikatakan sebagai masa kejayaan, namun hal
tersebut tidak ada artinya ketika setelah itu organisasi tersebut terpuruk atau
bahkan bubar karena kelemahan tau bahkan tidak adanya kader penerus.
D. Kesimpulan

19
Peg Pickering. How to Manage Conflict (Franklin Lakes: NJ National Press Publication, 2001),
hlm.24.
Permasalahan merupakan hal yang biasa didalam sebuah organisasi.
Hubungan antaranggota yang tidak berjalan dengan baik, itu merupakan
permasalahan yang mungkin sering terjadi. Hubungan antaranggota tidak
berjalan dengan baik bisa disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat,
koordinasi yang kurang baik, adanya ketidakadilan dalam pengkaderan dan
masih banyak lagi. Semua itu sangat berpengaruh terhadap kinerja setiap
anggota dan berdampak buruk pada hasil kerja. Solusi-solusi untuk
memecahkan suatu permasalahan tentu sangatlah dibutuhkan. Pertanyaanya
adalah dimana kita bisa menemukan solusi-solusi tersebut. Solusi-solusi itu
bisa kita dapatkan dengan cara kita sering berkonsultasi dengan orang-orang
yang lebih berpengalaman, saling membantu antaranggota dalam pekerjaan
yang diberikan. Hubungan antar anggota apabila tidak terjalin dengan baik,
rata-rata kerjanyapun tidak berjalan dengan baik, karena selalu ada rasa tidak
nyaman dalam bekerjasama.
Penyebab konflik masuk ke dalam gereja adalah orang-orang yang
menjadi anggota gereja adalah orang-orang berdosa, yang memiliki keinginan,
motivasi dan agenda yang tidak sejalan satu dengan yang lain, namun disaat
melayani pekerjaan TUHAN semua keinginan, motivasi, dan agenda pribadi
itu tidak tanggalkan tetapi justru dipaksakan.
Tanggung jawab setiap umat ALLAH untuk menjadi pembawa damai
dalam setiap konflik yang terjadi, karena Yesus Kristus telah mendamaikan
kita lebih dulu dan mempercayakan tugas pendamaian itu kepada semua yang
percaya kepada-Nya. Umat ALLAH harus mengantisipasi dengan sebaik-
baiknya setiap hal-hal yang dapat membawa kepada konflik diantara satu
dengan yang lain atau satu kelompok dengan kelompok lainnya, namun jika
konflik itu sudah terjadi maka perlunya kerja sama dengan Gembala, Penatua
jemaat untuk dapat mengelola konflik itu agar menjurus kepada penyelesaian
yang sesuai dengan cara ALLAH.
Daftar Pustaka
BUKU
Abdullah Amin, Falsafah Kalam di Era Postmoderenisme, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1995)

Ardianto Lahagu, Menyikapi Tantangan dan Harapan Pendidikan Agama Kristem


Dalam Masyarakat Yang Majemuk, website
https://www.google.com/search?
q=menyikapi+tantangan+dan+harapan+pendidikan+kristen&oq=menyikapi
+tantangan+dan+harapan+pendidikan+kristen&aqs=chrome.69i57.17443j0
j15&sourceid=chrome&ie=UTF-8, diakses pada tanggal 11 Mei 2021

Agustinus Sri Wahyudi. Manajemen Strategi, (Jakarta: Binarupa Aksara,1996)

Bambang Sarwiji, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ganeca Exac, Jakarta, 2006

Clark H. Pinnock, A Wideness in God’s Mercy, (Grand Rapids: Zondervan


Publishing House, 1992)

Daniel Stevanus, Pendidikan Agama Kristen Kemajemukan (Bandung: Bina


Media Informasi, 2009)

Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Pendidikan Agama Kristen (Bandung:


Jurnal Of Media, 2007)

Djoys Anneke Rantung, Pendidikan Agama Kristen Dalam Kehidupan


Masyarakat Majemuk, (Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books, 2017)

Djohan Effendi, Pluralisme dan kebebasan Beragama, (Yogyakarta: Interfidei,


2010)

E. G. Homrighausen dan Enklaar. Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK


Mulia, 1982

Fandi Tjiptono, Strategi Pemasaran, Cet. Ke-II (Yogyakarta: Andi,2000)

Gernaida K R Pakpahan, “Analysis of Worring among Lecturers of Indonesian


Bethel Theology on Covid-19,” Medico-Legal Update 20, no. 4 (2020)

Homroghausen dan I.H Enklaar, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK


Gunung Mulia, 2015)

Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial,


(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009)

Ibrahim Saad, Competing Identities in a Plural Society (Singapore: Institute of


Southeast Asian Studies, 1981)
John M. Nainggolan, PAK Dalam Masyarakat Majemuk, peny. Saur Hasugian
(Bandung: Bina Media Informasi, 2006)

Joko siswanto, kamus lengkap 200 juta, Rineka Cipta, Jakarta

Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2000)

Nasikun, Sistem Sosial Indonesia (Jakarta: Rajawali Press, 2009)

Pius A. P, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Popular, (Surabaya: Arkola, 1994)

Pamerdi Giri Wikoso dkk, Ilmu Sosial dan Budaya dasar, (Salatiga: Fiskom Press,
1990)

Paulus Kristanto. “Prinsip-Prinsip Dasar pendidikan Agama Kristen Yang


Alkitabiah.” Pistis.Vol. 1.No. 3 2002

Robert R. Boehlke. Sejarah Perkembangan Pemikiran dan Praktek PAK dari Plato
sampai Ig. Layola cetaka 6. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002

Robert W. Pazmino, Founational Issues in Chrirstian Education, (Michigan: Baker


Book House Grand Rapids 1988).

Sasmita, Damayanti Anggiresta, Pluralisme Agama Dalam Perspektif Mukti Ali


dan Abdurahman Wahid Undergraduate thesis, (UIN Sunan Ampel
Surabaya), 2015

Setyo Soedrajat, Manajemen Pemasaran Jasa Bank, (Jakarta: Ikral Mandiri


Abadi,1994)

Subarsono, Analisis kebiajakan public, Pustaka pelajar, Yogyakarta, 2009

Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif Rancangan Metodologi, Presentasi,


dan Publikasi Hasil Penelitian untuk Mahasiswa dan Penelitian Pemula
Bidang Ilmu Sosial, Pendidikan, dan Humaniora, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002), Cet. I

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT.


Rineka Cipta, 2002, Cet.XII)

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif


dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2006)

Stevri Lumintang, Tantangan & Ancaman Racun Pluralisme Dalam Teologi


Kristen Masa Kini, (Jawa Timur: Gandum Mas, 2004)
Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Cet. 1 (Jakarta: GemaInsani,
2001)

Talizaro 7DIRQD·R. 2012. Pendidikan Agama Kristen Dalam Masyarakat


Majemuk. Yogyakarta: Illumi Nation

Tafsiran Furnivall oleh Nasikun dalam Nasikun, Sistem Sosial Indonesia (Jakarta:
Rajawali Press, 2006)

Tri Widiarto, Psikologi Lintas Budaya Indonesia, (Salatiga: Widya Sari Press
Salatiga), 2004

Werner C. Graendorf. Introduction to Biblical Christian Education, Chicago:


Moody Press, 1981

Winona Walworth, Educational Curriculum, dalam Introduction to Biblical


Christian Educaion, Chicago: Moody Press, 1981
Yonatan Alex Arifianto, “Peran Gembala Menanamkan Nilai Kerukunan Dalam
Masyarakat Majemuk,” Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen 3,
no. 1 (2020):

SUMBER INTERNET

http://www.academia.edu/12013193/Masyarakat_Majemuk, Diunduh pada


tanggal, 08 November 2017, pukul 21.10 WIB.

http://www.academia.edu/12013193/Masyarakat_Majemuk, Diunduh pada


tanggal, 08 November 2017, pukul 21.45 WIB

http://etheses.uin-malang.ac.id/13327/1/14110153.pdf, Diunduh pada tanggal, 27


Oktober 2022, pukul 21.45 WIB

https://stak-pesat.ac.id/e-journal/index.php/edulead/article/view/59/45, Diunduh
pada tanggal, 27 Oktober 2022, pukul 21.45 WIB

http://repositori.unsil.ac.id/5348/8/8.%20BAB%20II.pdf, Diunduh pada tanggal,


27 Oktober 2022, pukul 21.45 WIB

http://repository.uinsu.ac.id/5071/4/BAB%20II.pdf, Diunduh pada tanggal, 27


Oktober 2022, pukul 21.45 WIB
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/17368/2/T2_752016041_BAB
%20II.pdf, Diunduh pada tanggal, 27 Oktober 2022, pukul 21.45 WIB

http://eprints.stainkudus.ac.id/1268/5/File%206%20%20BAB%202.pdf, Diunduh
pada tanggal, 27 Oktober 2022, pukul 21.45 WIB
http://stakterunabhakti.ac.id/e-journal/index.php/teruna/article/viewFile/
18/18#:~:text=pendidikan%20agama%20Kristen%20adalah
%20pendidikan,jawab%20dalam%20persekutuan%2C%20yaitu
%20gereja., Diunduh pada tanggal, 27 Oktober 2022, pukul 21.45 WIB
https://mahasiswa.yai.ac.id/v5/data_mhs/tugas/1824090250/03Tugas
%20LINBUD%20(Ervikha_1824090250).pdf, Diunduh pada tanggal, 27
Oktober 2022, pukul 21.45 WIB
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/17886/2/T1_712013086_BAB
%20II.pdf, Diunduh pada tanggal, 27 Oktober 2022, pukul 21.45 WIB
https://media.neliti.com/media/publications/106194-ID-none.pdf, Diunduh pada
tanggal, 10 November 2022, pukul 21.45 WIB

https://kemenag.go.id/read/peran-serta-gereja-dalam-masyarakat-v3vdy, Diunduh
pada tanggal, 10 November 2022, pukul 21.45 WIB

http://bahanajar.ut.ac.id/app/webroot/epub/original_files/extract/1178/EPUB/
xhtml/raw/sylggb.xhtml, Diunduh pada tanggal, 10 November 2022, pukul
21.45 WIB

SKRIPSI/TESIS/DISERTASI/JURNAL

Luthfi Assyaukanie, “Akar-Akar Legal Intoleransi Dan Diskriminasi Di


Indonesia,” JUrnal Maarif 13, no. 2 (2018)

Marwan Shalahuddin, Konservasi Budaya Lokal dalam Pembentukan Harmoni


Sosial (Studi Kasus di Desa Klepu Sooko Ponorogo), Jurnal Multikultural
& Multireligius Vol. IX No. 34

Nathanael Bagas Setyawan and Ridwan Arifin, “ANALISIS PERLINDUNGAN


TERHADAP TOLERANSI KEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA
DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA,” Nurani: Jurnal Kajian
Syari’ah dan Masyarakat 19, no. 1 (June 28, 2019)

Reni Triposa and Yonatan Alex Arifianto, “Strategi Guru PAK Dalam
Membangun Pancasila Sebagai Paradigma Integrasi Bangsa Terhadap
Peserta Didik Di Era Milenial,” Jurnal Teologi Berita Hidup 4, no. 1
(2021)

Anda mungkin juga menyukai