Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Alawiyyin Marga / Fam Azmatkhan

Asyraf Azmatkhan Ahlulbait Internasional (bahasa


Arab: ‫ ;عظمات خان‬Transliterasi:

Aẓamat Khan) al-Husaini, juga dieja Azmat Khan,


al-Azhamatkhan atau al-Azhamat Chan (bahasa
Urdu: ‫ )عظمت خان‬adalah salah satu marga
komunitas Hadramaut yang banyak tersebar di
Asia Selatan dan Asia Tenggara.

Nama Azmatkhan berasal dari penggabungan dua


kata dalam bahasa Urdu
Azmat yang berarti mulia atau terhormat
Khan yang memiliki arti komandan pemimpin,
atau penguasa.

Tokoh terkenal dari kalangan keluarga Azmatkhan yang mewarnai sejarah Indonesia adalah
Jamaluddin Akbar Azmatkhan Al Husaini dan keturunannya yang menjadi Wali Sanga. Mereka adalah
Maulana Malik Ibrahim Azmatkhan (Sunan Gresik), Raden Rahmat Azmatkhan (Sunan Ampel) yang
juga dikenal sebagai pendiri kota Surabaya, Raden Maulana Makdum Ibrahim Azmatkhan (Sunan
Bonang), Raden Qosim Azmatkhan (Sunan Drajad), Sayyid Ja’far Shadi Azmatkhan (Sunan Kudus),
Maulana Ishaq Azmatkhan (Sunan Giri), Raden Said Azmatkhan (Sunan Kalijaga), Raden Umar Said
Azmatkhan (Sunan Muria), Syarief Hidayatullah Azmatkhan (Sunan Gunung Djati), dan Maulana
Hasanuddin (Raja Banten pertama).

Selama ini lazim diketahui oleh sebagian besar masyarakat kalau gelar keturunan nabi atau dzuriah
nabi adalah dengan sebutan habib. Tapi ternyata ada lagi marga yang jarang diketahui khalayak
banyak, yaitu dengan marga atau Fam Azmatkhan.

Kalau mendengar sebutan Syech pasti orang sudah tahu kalau itu adalah gelar untuk ulama besar
yang sangat dihormati. Namun perlu dicatat bahwa habib itu bukan marga, tapi gelar kehormatan
para Alawiyyin garis keturunan Nabi Muhammad SAW.  Para habib belum tentu azmatkhan, tapi
para azmatkhan pasti habib. Karena arti habib sendiri adalah yang dicintai atau dikasihi,
sebagaimana nabi Muhammad diberi gelar kekasih Allah.

Marga atau Fam Azmatkhan merupakan keturunan dari Al-Habib As-Sayyid Abdul Malik Al-
Azhamatkhan bin As-Sayyid Alawi ‘Amm Al-Faqih bin As-Sayyid Muhammad Shahib Al-Mirbath,
beliau merupakan keturunan Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Mereka merupakan keturunan dari Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Alawi Ammul Faqih,
keturunan Husain bin Ali. Sayyid Abdul Malik berimigrasi dari Hadhramaut ke India pada abad ke-14
Masehi, lebih awal dari para imigran lain dari Hadhramaut.

Sayyid Abdul Malik kemudian menikahi putri bangsawan Nasirabad dan mendapatkan gelar “Azmat
Khan”. Gelar “Khan” diberikan oleh bangsawan Nasirabad agar ia dianggap sebagai bangsawan
setempat sebagaimana keluarga yang lain. Selain itu, mereka menyematkan gelar “Azmat” yang
berarti “mulia” karena Abdul Malik berasal dari garis keturunan sayyid. Keturunannya tetap
mempertahankan nama ini sebagai patronimik sampai hari ini.

Riwayat Sayyid Abdul Malik lahir di kota Qasam, Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Ia juga
dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena dia hijrah dari Hadhramaut ke Gujarat untuk
berdakwah sebagaimana kakeknya, Sayyid Ahmad al-Muhajir yang hijrah dari Irak ke Hadhramaut
untuk berdakwah.

Menurut Sayyid Salim bin Abdullah Asy-Syathiri Al-Husaini, guru besar dari Tarim, Yaman, keluarga
Azmatkhan (yang merupakan leluhur Walisongo) adalah dari Qabilah Ba’Alawi asal Hadramaut dari
gelombang pertama yang masuk di nusantara dalam rangka penyebaran Islam.

Asimilasi karena sejarah panjang perkawinan silang yang ekstensif, terutama dengan bangsawan
lokal, kebanyakan dari keturunan Azmatkhan secara fisik dan budaya tidak dapat dibedakan dari
penduduk setempat. Di Indonesia, tidak jarang anggota keluarga Azmatkhan memiliki gelar kerajaan
turun temurun seperti Raden, Tubagus, Masagus, Masayu, Kemas, atau Nyimas.

Mereka mempertahankan identitas Indonesia dan keturunan Azmatkhan pada saat bersamaan,
bahkan beberapa dari mereka tidak dapat melacak nenek moyang mereka lagi. Dalam sejarah Asia
Tenggara, keluarga Azmatkhan tercatat telah mendirikan beberapa kerajaan di Indonesia, serta
menjadi raja di beberapa kerajaan di Asia Tenggara.

Di antara kerajaan-kerajaan yang didirikan oleh keluarga besar Azmatkhan adalah :

Kesultanan Banten, Kesultanan Palembang, Kesultanan Pajang, dan Kerajaan Sumedang Larang.

Sedangkan di Kerajaan Champa, Kerajaan Pattani, Kesultanan Kelantan, Kesultanan Cirebon, dan
Kesultanan Demak, para keturunan Azmatkhan berhasil menduduki kursi pemerintahan sebagai raja
atau sultan.

Untuk mencatat dan mempertahankan silsilah keluarga Azmatkhan, para habaib Azmatkhan sedunia
mendirikan Lembaga Asyraf Azmatkhan Ahlulbait Internasional, sebuah organisasi nasab
internasional yang bertujuan untuk mencatat silsilah setiap keturunan Muhammad datuk dari
seluruh sayyid.

Berikut Nasab dan Wasilah Azmatkhan, antara lain:

Nama Azmatkhan sendiri memang sangat terasa aneh bagi lidah atau sejarah  bangsa ini.

Namun kalau kita menyebut nama Walisongo dan beberapa Kesultanan Islam Nusantara seperti
Kesultanan Demak, Banten, Cirebon, Palembang, tentu kita akan mengenal, padahal antara nama
Azmatkhan dan Walisongo serta Kesultanan-kesultanan yang kami sebut diatas ini sangat
berhubungan erat, karena ternyata Azmatkhan adalah leluhur dari Walisongo dan juga beberapa
Kesultanan tersebut.

Lagipula sebenarnya kalau  kita mau rajin mencari tentang tulisan sejarah Azmatkhan, nama-nama
tersebut sudah pernah muncul pada beberapa tulisan yang dibuat oleh beberapa Sejarawan Islam
Nusantara dan juga beberapa Ahli Nasab yang konsen akan perkembangan Nasab di Nusantara ini,
hanya saja mungkin tidak banyak orang yang menyadari atau mengetahui akan hal ini, kebanyakan
lebih banyak “menikmati” sejarah Walisongo. Tulisan-tulisan itu bahkan sudah lebih dulu ada
sebelum polemik tentang Azmatkhan muncul  dalam beberapa tahun ini.

Kami sengaja mengenalkan terlebih dahulu tokoh tersebut, agar kedepannya ketika kita mendengar
nama Azmatkhan, bayangan orang langsung melekat pada nama tokoh tersebut, lagipula bila kami
cermati, diantara sekian orang yang telah “berani” memakai nama Azmatkhan, ketika ditanya siapa
tokoh yang pertama memakai nama tersebut, ternyata ada juga sebagian dari mereka yang tidak
bisa menjelaskan secara gamblang apa itu Azmatkhan.

Padahal kalau orang sudah “berani” memakai suatu FAM, sudah seharusnya ia mengetahui sejarah
atau asal usul tokoh yang pertama yang memakai Fam tersebut. Alangkah janggalnya bila kita
mendapati ada orang memakai nama sebuah FAM tapi dia tidak mengetahui arti secara mendalam
dari FAM tersebut.

Seperti tradisi pada bangsa Arab dan juga dibeberapa negara lainnya termasuk Indonesia, setiap
pemberian KUNIYAH ataupun LAQOB selalu saja ada latar belakangnya. Kunyah sendiri adalah salah
satu Karakteristik untuk memanggil seseorang melalui ayahnya, ibunya, atau anaknya seperti
menggunakan nama-nama ayah atau leluhur terkait dengan nama seseorang.

Sebagai contoh : Abu Qosim (Nabi Muhammad SAW), Abu Sufyan, Abu Hasan (Sayyidina Ali), Abu
Abdullah (Sayyid Jakfar Shodiq).

Sedangkan untuk Laqob sering berkaitan dengan sebuah keistimewaan yang terdapat pada orang
tersebut baik itu yang berhubungan dengan, Karakter, Jabatan, Keilmuan, adat istiadat,  keahlian dan
lain sebagainya. Sebagai contoh yang gamblang.

Rasulullah SAW mempunyai LAQOB yang sangat terkenal yaitu AL AMIN (orang yang Terpuji),

Khalifah Abu Bakar mempunyai gelar ASH-SHIDDIQ (Yang Jujur dan Yang Membenarkan),

Sayyidina Umar Al Faruq ( Sang Pembeda, karena bisa membedakan mana yang benar mana yang
batil),

Sayyidina Usman  bin Affan/Zun Nurain (Pemilik dua Cahaya, karena telah menikahi dua putri
Rasulullah SAW), Sayyidina Ali/Abu Hasan.

Dalam tradisi bangsa Arab memanggil seseorang dengan panggilan yang bernisbat pada anak
pertama (Kuniyah) adalah sebuah kehormatan yang sangat tinggi dan mulia. Beberapa keturunan
Rasulullah SAW juga mempunyai (Laqob) yang tidak kalah indahnya, seperti Sayyidina Husein Ra
dijuluki Abu Syuhada (Bapaknya Para Syuhada)

Sayyidina  Ali Al Ausat dijuluki dengan Imam Ali  Assajjad/ Zaenal Abidin,  karena seringnya beliau
bersujud dan juga tekun dalam beribadah.

Dalam catatan Tun Suzanna dan Haji Muzaffar Dato Hj. Muhammad (2006:115) Sayyid Husein
Jamaluddin Akbar Jumadhil Kubro adalah salah seorang pelopor atau Grand Syaikh yang banyak
menurunkan banyak mubaligh, wali-wali terkemuka dan juga para pendiri Kesultanan-kesultanan
Ahlul Bait di Nusantara, diantaranya Walisongo, Kelantan, Champa, Patani dan kerajaan-kerajaan di
Jawa. Sepanjang misi dakwahnya Sayyid Husein Jamaluddin  telah berhasil memainkan penting
dalam penyebaran agama Islam di beberapa bagian wilayah Nusantara, khususnya di Indonesia dan
Tanah Melayu.

Dalam catatan Sayyid Bahruddin bin Sayyid Abdurrozaq Azmatkhan & Sayyid Shohibul Faroji
Azmatkhan (2014) Sayyid Husein Jamaluddin telah melakukan pernikahan dan beliau tercatat
mempunyai 9 istri.

Menurut Muhammad Syamsu (1999) dari mulai Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri,
Sunan Kudus,  Sunan Bonang,  Sunan Derajat, Sunan Gunung Jati, Sunan Muria dan juga berdasarkan
catatan Sayyid Bahruddin (2014) beberapa Kesultanan seperti Kesultanan Demak, Cirebon, Banten,
Palembang, Sukapura dan sebagian lainnya adalah keturunan Sayyid Abdul Malik Azmatkhan.

Demikianlah tentang sejarah asal usul Azmatkhan ini, dengan kita mengetahui sejarah dan latar
belakang munculnya nama Azmatkhan ini, kita tentu akan bisa lebih bijak dalam menyikapi terhadap
orang-orang yang memakai nama tersebut.  Siapapun mereka yang sudah berani memakai nama
Azmatkhan dibelakang nama dirinya, yang paling penting harus diperhatikan adalah Akhlak dan
Tawwadhu.

Semoga Bermanfaat, Aaamiiin Allahumma Aaamiiin…

Anda mungkin juga menyukai